Kitab Memerdekakan Budak

Itqu adalah perbuatan yang dilakukan oleh sayid (pemilik budak) untuk memerdekakan budaknya dengan niat ibadah pada Allah (tabarru') tanpa adanya biaya yang harus dibayar oleh budak itu sendiri atau oleh pihak ketiga.
Memerdekakan Budak
Itqu adalah perbuatan yang dilakukan oleh sayid (pemilik budak) untuk memerdekakan budaknya dengan niat ibadah pada Allah (tabarru') tanpa adanya biaya yang harus dibayar oleh budak itu sendiri atau oleh pihak ketiga. Baca juga: Adakah Budak pada Zaman Sekarang? dan Perbudakan dalam Islam

Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qorib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصار)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Penerjemah:
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i

Daftar Isi


KITAB MENJELASKAN HUKUM-HUKUM MEMERDEKAKAN BUDAK / HAMBA SAHAYA

كتاب أحكام العتق

وهو لغة مأخوذ من قولهم عتق الفرخ إذا طار واستقل، وشرعاً إزالة ملك عن آدمي لا إلى مالك تقرباً إلى الله تعالى، وخرج بآدمي الطير والبهيمة، فلا يصح عتقهما (ويصح العتق من كل مالك جائز الأمر) وفي بعض النسخ جائز التصرف (في ملكه) فلا يصح عتق غير جائز التصرف كصبي ومجنون وسفيه وقوله

(ويقع بصريح العتق) كذا في بعض النسخ وفي بعضها ويقع العتق بصريح العتق. واعلم أن صريحه الإعتاق والتحرير وما تصرف منهما كأنت عتيق أو محرر، ولا فرق في هذا بين هازل وغيره، ومن صريحه في الأصح فك الرقبة. ولا يحتاج الصريح إلى نية، ويقع العتق أيضاً بغير الصريح كما قال (والكناية مع النية) كقول السيد لعبده لا ملك لي عليك لا سلطان لي عليك ونحو ذلك

(وإذا أعتق) جائز التصرف (بعض عبد) مثلاً (عتق عليه جميعه) موسراً كان السيد أو لا، معيناً كان ذلك البعض أو لا (وإذا أعتق) وفي بعض النسخ عتق (شركاً) أي نصيباً (له في عبد) مثلاً أو أعتق جميعه (وهو موسر) بباقيه (سرى العتق إلى باقيه) أي العبد أو سرى إلى ما أيسر به من نصيب شريكه على الصحيح وتقع السراية في الحال على الأظهر، وفي قول بأداء القيمة، وليس المراد بالموسر هنا هو الغني بل من له من المال وقت الإعتاق ما يفي بقيمة نصيب شريكه فاضلاً من قوته وقوت من تلزمه نفقته في يومه وليلته، وعن دست ثوب يليق به وعن سكنى يومه

(وكان عليه) أي المعتق (قيمة نصيب شريكه) يوم إعتاقه (ومن ملك واحداً من والديه أو) من (مولوديه عتق عليه) بعد ملكه سواء كان المالك من أهل التبرع أو لا كصبي ومجنون.

Pengertian Al-Itqu (Memerdekakan Budak)

Al ‘itqu secara bahasa adalah diambil dari ungkapan orang arab, “anak burung bebas ketika terbang dan menyendiri.”

Dan secara syara’ adalah menghilangkan kepemilikan dari anak Adam tidak untuk dimiliki lagi karena tujuan ibadah kepada Allah Swt.

Dikecualikan dari Adam yaitu burung dan binatang ternak, maka tidak sah untuk dimerdekakan.

Hukumnya sah memerdekakan budak yang dilakukan oleh setiap pemilik yang legal perintahnya. Dalam sebagian redaksi, “yang legal tasharufnya” pada kepemilikannya.

Sehingga tidak sah memerdekakan budak yang dilakukan oleh orang yang tidak legal tasarufnya seperti anak kecil, orang gila dan orang safih (bodoh).

Ungkapan mushannif, “memerdekakan bisa terjadi dengan ungkapan memerdekakan yang sharih”, memang begitulah ungkapan di dalam sebagian redaksi.

Dan dalam sebagian redaksi lagi dengan ungkapan, “wayaqa’u bi sharihil ‘itq (dan memerdekakan bisa hasil dengan ungkapan memerdekakan yang sharih).”

Ketahuilah sesungguhnya ungkapan memerdekakan yang sharih adalah lafadz “al i’taq (memerdekakan)” dan “at tahrir (memerdekakan)”, dan lafadz-lafadz yang ditasrif dari keduanya seperti “engkau adalah ‘atiq (orang yang dimerdekakan)” atau “engkau adalah muharrar (yang dimerdekakan).”

Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara orang yang bergurau ataupun tidak.

Di antara ungkapan yang sharih menurut pendapat al ashah adalah “fakk ar raqabah (membebaskan badan).”

Kalimat yang sharih tidak butuh pada niat.

Memerdekakan juga bisa terjadi dengan selain kalimat yang sharih sebagaimana yang disampaikan mushannif, “-dan bisa hasil- dengan kalimat kinayah yang disertai dengan niat.”

Seperti majikan berkata pada budaknya, “aku tidak punya hak milik atas dirimu”, “tidak ada kekuasaan bagiku atas dirimu” dan kalimat-kalimat sesamanya.

Kosekuensi ‘Itqu

Ketika orang yang legal tasharrufnya memerdekakan sebagian dari budak semisal, maka seluruh bagian budak tersebut menjadi merdeka atas orang itu.

Baik sang majikan kaya ataupun tidak, sebagian budak yang dimerdekakan tersebut ditentukan ataupun tidak.

Jika seseorang memerdekakan, dalam sebagian redaksi dengan bahasa “’ataqa (memerdekakan)” bagiannya pada seorang budak semisal, atau memerdekakan seluruh bagian budak dan ia mampu membayar bagian budak yang tidak ia miliki, maka hukum merdeka berdampak juga pada bagian si budak yang tidak ia miliki.

Atau berdampak pada bagian budak yang dimiliki oleh sekutunya yang mampu ia bayar menurut pendapat ash shahih.

Dan dampak merdeka tersebut langsung seketika menurut pendapat al adhhar.

Menurut satu pendapat, dampak merdeka tersebut terjadi dengan membayar harganya.

Yang dikehendaki dengan al musir di sini bukanlah orang yang kaya.

Akan tetapi, dia adalah orang yang memiliki harta yang bisa melunasi harga bagian yang dimiliki oleh sekutunya saat memerdekakan yang mana harta tersebut sudah melebihi dari makanan pokok orang tersebut, makanan pokok orang yang wajib dinafkahi pada siang dan malam hari itu, sudah melebihi dari pakaian yang layak dan dari tempat tinggal di hari itu.

Bagi yang merdekakan harus membayar harga bagian budak yang dimiliki oleh sekutunya di hari memerdekakan tersebut.

Orang yang memiliki salah satu dari orang tua atau anak-anaknya, maka orang yang dimiliki itu hukumnya merdeka atas orang tersebut setelah ia memilikinya.

Baik sang pemilik adalah ahli tabaru’ ataupun tidak seperti anak kecil dan orang gila.[alkhoirot.org]
LihatTutupKomentar