Terjemah Husnul Maqsid fi Amalil Maulid (Hukum Merayakan Maulid)

kitab: Terjemah Husnul Maqshid fi Amalil Maulid Imam Suyuthi tentang Sejarah dan Hukum Peringatan Maulid Nabi Judul kitab asal: Husnul Maqshid fi Amalil Maulid (حسن المقصد في عمل المولد) Penulis: Imam Suyuthi
Sejarah dan Hukum Peringatan Maulid Nabi
Nama kitab: Terjemah Husnul Maqshid fi Amalil Maulid Imam Suyuthi tentang Sejarah dan Hukum Peringatan Maulid Nabi
Judul kitab asal: Husnul Maqshid fi Amalil Maulid (حسن المقصد في عمل المولد)
Penulis: Imam Suyuthi / Suyuti
Nama lengkap: Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti
Penerjemah: Sya'roni As-Samfuriy
Bidang studi: Sejarah dan Hukum syariah

Daftar Isi

PROFIL IMAM SUYUTHI
Imam Jalaluddin Suyuthi
Nama populer: Imam Jalaluddin Suyuthi
Nama lengkap: Abdurrahman bin Al-Kamal Abu Bakar bin Muhammad Sabiq ad-Din Al-Khudairi Al-Asyuti (As-Suyuthi).
Tempat/Lahir: Kairo, Mesir, 2 Oktober 1445 M/Rajab 849 H
Tempat/Wafat: Kairo, Mesir, 18 Oktober 1505 M / 911 H
Pemakaman: Mausoleum of Qawsun
Aqidah: Asy'ariyah
Madzhab fikih: Syafi'iyah
Tarekat: Syadziliyah
Julukan: Ibnul Kutub

KARYA TULIS IMAM SUYUTHI

Al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, kitab tafsir yang menjelaskan bagian-bagian penting dalam ilmu mempelajari al-Qur'an
Tafsir al-Jalalain, yang ditulis bersama Jalaluddin al-Mahalli
Jami' ash-Shagir, merupakan kumpulan hadits-hadits pendek
Al-Asybah wa an-Nazhair, dalam ilmu qawa'id fiqh
Syarh Sunan Ibnu Majah, merupakan kitab yang menjelaskan kitab hadits sunan ibnu majah
Al-Asybah wa an-Nazhair, dalam ilmu nahwu
Ihya'ul Mayyit bi Fadhaili Ahlil Bait
Al-Jami' al-Kabir
Al-Hawi lil Fatawa
Al-Habaik fi Akhbar al-Malaik
Ad-Dar al-Mantsur fi at-Tafsir bil Ma'tsur
Ad-Dar al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Musytahirah
Ad-Dibaj 'ala Shahih Muslim bin al-Hajjaj
Ar-Raudh al-Aniq fi Fadhli ash-Shadiq
Al-'Urf al-Wardi fi Akhbari al-Mahdi
Al-Gharar fi Fadhaili 'Umar
Alfiyatu as-Suyuthi
Al-Kawi 'ala Tarikh as-Sakhawi
Al-La āli' al-Mashnu'ah fi al-Ahadits al-Maudhu'ah
Al-Madraj ila al-Mudraj
Al-Mazhar fi Ulum al-Lughah wa Anwa'uha
Al-Mahdzab fimā Waqa'a fi al-Qur'ān min al-Mu'rab
Asbāb Wurud al-Hadits
Asrār Tartib al-Qur'ān
Anmudzaj al-Labib fi Khashāis al-Habib
Irsyad al-Muhtadin ilā Nashrati al-Mujtahidin
I'rāb al-Qur'ān
Ilqām al-Hajar liman zakā sāb Abi Bakr wa 'Umar
Tārikh al-Khulafā'
Tahdzir al-Khawash min Ahadits al-Qashash
Tuhfatu al-Abrār binakti al-Adzkār an-Nawawiyyah
Tadrib ar-Rāwi fi Syarhi Taqrib an-Nawāwi
Tazyin al-Mamālik bi Manaqib al-Imām Mālik
Tamhid al-Farsy fi al-Khishāl al-Maujibah li Zhil al-'Arsy
Tanwir al-Hawalik Syarh Muwaththa' Mālik
Tanbih al-Ghabiyy fi Tibra'ati Ibni 'Arabi
Husnu al-Muhādharah fi Akhbār Mishr wa al-Qāhirah
Durr as-Sihābah fiman dakhala Mishr min ash-Shahābah
Dzam al-Makas
Syarh as-Suyuthi 'ala Sunan an-Nasā'i
Shifatu Shāhibi adz-Dzauqi 'Aini al-Ishābah fi Ma'rifati ash-Shahābah
Kasyf
As-Salim
Thabaqāt al-Huffādz
Thabaqat al-Mufassirin
'Uqudul Jimān fi 'ilmi al-Ma'āni wa al-Bayān
'Uqudu az-Zabarjid 'ala Musnad al-Imām Ahmad fi I'rāb al-Hadits
Al-Mughthi fi Syarhi al-Muwaththa'
Lubb al-Lubbāb fi Tahrir al-Ansāb
Al-Bāb al-Hadits
Al-Bāb an-Nuqul fi Asbāb an-Nuzul
Mā Rawāhu al-Asāthin fi 'Adami al-Maji'i ilā as-Salāthin
Musytahā al-Uqul fi Muntaha an-Nuqul
Mathla' al-Badrain fiman Yu'ti Ajruhu Marratain
Miftāhu al-Jannah fi al-I'tishām bi as-Sunnah
Miftahamāt al-Aqrān fi Mubhamāt al-Qur'ān
Nazham al-Aqyān fi A'yān al-A'yān
Ham'u al-Hawami' Syarhu Jam'u al-Jawami'
At-Tahadduts bi Ni'matillah
Mu'jam al-Mu'allafāt as-Suyuthi
Fahrusat Mu'allafātii
Al-Fāruq baina Al-Mushanif wa as-Sariq
Thibb an-Nufus
Nawadhir al-Ayak fi Ma'rifati al-Niyak
Ar-Rahmah fi ath-Thibbi wa al-Hikmah

PENGANTAR KITAB

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله وسلام على عباده الذين اصطفى ، وبعد

Muncul suatu pertanyaan seputar amaliah Maulid Nabi di bulan Rabi'ul Awal, apa hukumnya dalam pandangan agama, apa hal itu terpuji atau tercela, dan apakah pelakunya mendapatkan pahala atau tidak? Maka jawabnya: Menurut saya (Imam as-Suyuthi),
bahwa subtansi dari Maulid Nabi yang berupa berkumpulnya orang banyak, mereka membaca al-Quran, membaca kisah-perjalanan Nabi Saw. –baik saat diutusnya menjadi rasul sampai hal-hal yang terjadi saat kelahirannya yang terdiri dari tanda-tanda kenabian-,
dilanjut dengan suguhan hidangan untuk makan bersama dan selesai tanpa ada tambahan lagi, maka hal ini tergolong bid’ah hasanah (yang baik), yang pelakunya mendapatkan pahala karena ia mengagungkan Nabi Saw., menampakkan rasa gembira dan kebahagiaannya atas kelahiran Nabi Saw. yang mulia.[1]

Yang Pertamakali Mengadakan Maulid Nabi

Orang yang pertamakali mengadakan peringatan Maulid Nabi adalah raja Irbil, Raja al-Mudzaffar Abu Said Kukburi bin Zainuddin Ali bin Biktikin (549-630 H), salah seorang raja yang agung, besar dan mulia.[2] Ia memiliki riwayat hidup yang baik. Dan dia lah yang memakmurkan Masjid Jami' al-Mudzaffari di Safah Qasiyun.

Ibnu Katsir berkata dalam kitab Tarikh-nya, bahwa Raja al-Mudzaffar mengadakan Maulid Nabi di bulan Rabi'ul Awal dan melakukan perayaan yang besar. Sosok yang berhari bersih, pemberani, tangguh, cerdas akalnya, pandai dan adil. Semoga Allah merahmatinya dan memuliakan tempat kembalinya. Ibnu Katsir berkata: “Syaikh Abu Khattab Ibnu Dihyah telah mengarang kitab tentang Maulid Nabi dan diperuntukkan bagi Raja al-Mudzaffar yang ia beri nama at-Tanwir fi Maulid al-Basyir an-Nadzir.[3] Lalu Raja al-Mudzaffar membalasnya dengan memberi hadiah sebesar 1000 dinar atas karyanya itu. Ia diberi usia panjang dalam kekuasaannya
hingga ia meninggal saat mengepung kota Perancis tahun 630 H. Ia terpuji sejarahnya dan perangainya.”

Cucu Ibnu al-Jauzi berkata dalam Mir'at az-Zaman: “Sebagian orang yang hadir dalam jamuan perayaan Maulid Nabi oleh Raja al-Mudzaffar menceritakan bahwa beliau menyiapkan hidangan hingga 5.000 kepala kambing yang digoreng, 10.000 ayam, 100 kuda, 100.000 burung zabadiyah, dan 30.000 bejana besar yang berisi manisan."

Cucu Ibnu al-Jauzi juga berkata: "Orang-orang yang hadir dalam acara Maulid Nabi tersebut adalah para ulama besar dan ulama sufi. Ia bergabung dan bercengkrama dengan mereka. Raja al-Mudzaffar menyediakan jamuan untuk para ulama sufi mulai Dzuhur sampai Shubuh. Ia menari bersama mereka [4]. Raja al-Mudzaffar menghabiskan biaya dalam perayaan Maulid Nabi setiap tahunnya sebesar 100.000 dinar. Ia memiliki rumah khusus tamu, yang disediakan bagi para tamu dari semua penjuru dan kalangan. Di 'rumah tamu' ini ia menghabiskan 1.000 dinar setiap tahunnya diperuntukkan bagi para tamu. Ia memerdekakan budak dari Perancis setiap tahunnya dengan 200.000 dinar. Ia juga mengalokasikan dana untuk Kota Mekkah dan Madinah serta talang Ka'bah (mizab) setiap tahunnya sebesar 30.000 dinar.”

Istri Raja al-Mudzaffar, Rabi’ah Khatun binti Ayyub (saudara perempuan Raja Shalahuddin al-Ayyubi)[5], bercerita bahwa baju suaminya terbuat dari kain yang kasar, kisaran harga 5 dirham. Istrinya berkata: “Saya suka mengejeknya karena ia berpakaian seperti itu.” Namun sang suami, Raja al-Mudzaffar, hanya menjawab: “Saya berpakaian seharga 5 dirham dan bersedekah
dengan uang sisanya, lebih baik daripada saya memakai pakaian mahal sementara saya menelantarkan orang fakir dan miskin.”

Ibnu Khalkan berkata dalam biografi al-Hafidz Abu Khattab Ibnu Dihyah: “Dia adalah ulama besar dan orang utama yang populer. Ia datang dari Maroko kemudian masuk ke Syam (Syria) dan Iraq. Ia tinggal di Irbil tahun 604 H, dan ia berjumpa dengan penguasa Irbil yang agung yaitu al-Mudzaffar bin Zainuddin yang gemar mengadakan Maulid Nabi. Ibnu Dihyah pun mengarang
kitab at-Tanwir fi Maulid al-Basyir an-Nadzir, lalu ia membacakannya di depan Raja, dan Raja memberinya 1.000 dinar. Kami mendengarnya di hadapan Sultan dalam enam kali pertemuan majelis pada tahun 625 H.”[]

CATATAN KAKI

1. Jawaban ini diperkuat oleh pernyataan Ibnu Taimiyah: “Mengagungkan Maulid Nabi dan menjadikannya perayaan musiman telah dilakukan oleh sebagian ulama, dan dia mendapatkan pahala yang agung karena memiliki tujuan yang baik dan mengagungkan
kepada Rasulullah Saw." (Iqtidha' ash-Shirath al-Mustaqim juz 2 hlm.126).

2. Sejarah hidup Raja al-Mudzaffar tentang merayakan Maulid Nabi juga dicantumkan oleh adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam an-Nubala' juz 22 hlm. 336. Bahkan adz-Dzahabi berkata: “Ia raja yang rendah hati, baik, seorang Sunni (Ahlussunnah wal Jama'ah), mencintai ulama fikih dan ahli hadits."

3 Kitab ini sering dijadikan sumber rujukan oleh Ibnu Katsir dalam kitab-kitabnya seperti al-Bidayah wa an-Nihayah dan as-Sirah an-Nabawiyah. Ini menunjukkan bahwa Ibnu Katsir yang tidak lain adalah murid Ibnu Taimiyah, juga tidak mengingkari perayaan Maulid Nabi, karena ia sama sekali tidak berkomentar negatif tentang Maulid Nabi.

4. Hukum menari adalah diperbolehkan selama tidak menimbulkan gairah syahwat. Dalil yang disampaikan oleh Imam al-Ghazali adalah hadits riwayat Imam Bukhari (No. 988) dan Muslim (No. 2100), bahwa pada hari raya ada beberapa orang Habasyah (Etyophia) yang menari di Masjid Nabawi. Rasulullah tidak melarangnya dan memperbolehkan Aisyah melihatnya. (Lihat al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba'ah juz 2 hlm. 42).

5. Ibnu Katsir menegaskan bahwa Raja al-Mudzaffar hidup di masa kerajaan Shalahuddin al-Ayyubi. (Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah juz 13 hlm. 160).

DOWNLOAD KITAB MAULID IMAM SUYUTHI

- Terjemah Husnul Maqshid Imam Suyuthi
- Husnul Maqshid Imam Suyuthi versi Arab

Sejarah dan Hukum Peringatan Maulid Nabi
LihatTutupKomentar