Perkara yang Wajib Diyakini

Nama kitab: Terjemah Kifayatul Awam, Kifayah al-Awam, Kifayat-ul-‘Awam
Nama kitab asal: Kifayat al-awam fi ma Yajib alaihim min ilm al-kalam ( كفاية العوام فيما يجب عليهم من علم الكلام )
Penulis: Muhammad Al-Fudhali (محمد الفضالي)
Penerjemah:
Bidang studi: Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) Asy’ariyah, ilmu kalam, tauhid, ushuluddin.
Daftar Isi
- D. Hal-Hal Yang Wajib Diyakini dan Diimani
 - Qada dan Qadar
 - Melihat Allah
 - Mengutus Para Rosul
 - Makhluk Yang Utama
 - Masa-Masa Cemerlang
 - Kelahiran dan Silsilah Nabi Muhammad 
 - Kembali ke kitab: Terjemah Kifayatul Awam
 
D. Hal-Hal Yang Wajib Di’tikadkan (diyakini, diimani)
Sebagian dari yang wajib di’tikadkan oleh seluruh mukallaf bahwa;
  Setiap mukallaf wajib mengi’tikadkan bahwa baik dan buruk sudah ditentukan
  dengan qodho dan qhodar Allah. Para Ulama berselisih pendapat dalam memaknai
  qodho dan qodar. Sebagian ada yang berpendapat qodo adalah kehendak Allah di
  azali. Sedangkan qodar adalah pengadaan Allah atas perkara yang sudah
  ditentukan di azali tadi. Dengan demikian, ketentuan Allah di azali yang
  bertalian bahwasanya kau akan jadi orang berilmu atau raja, itu namanya qodho.
  Sedangkan pengadaan ilmu dan kerajaan padamu setelah keberadaanmu yang sesuai
  dengan kehendakNya dinamakan qodar.
Ada juga yang berpendapat
  qodho' adalah pengetahuan Allah di azali dan berkaitan dengan yang diketahui.
  Sedangkan qodar adalah pengadaan Allah akan sesuatu sesuai dengan pengetahuan.
  Oleh karena itu, pengetahuan Allah yang bertalian di azali bahwasanya
  seseorang akan jadi orang berilmu setelah keberadaannya, dinamakan qodho.
  Sedangkan pengadaan ilmu setelah keberadaannya dinamakan qodar. Atas dua
  pendapat tadi, maka qodho itu qodim, karena ia suatu sifat dari sifat-sifat
  Allah baik irodat maupun ilmu. Sedangkan qodar itu hadist / baru, karena ia
  mengadakan yang termasuk dari bagian ta’lluq sifat qudrot. Sedangkan ta’alluq
  sifat qudrot adalah baru.
Dalil bahwasanya hal-hal yang mungkin itu
  jaiz bagi Allah adalah, karena hal yang mungkin tadi telah disepakati
  kewenangannya. Andaikata wajib / pasti bagi Allah membuat sesuatu yang mungkin
  tadi, tentu akan terbalik hakikat jaiz manjadi wajib. Begitupun andaikata
  mustahil bagiNya membuat sesuatu yang mungkin tadi, tentu akan terbalik pula
  yang jaiz menjadi mustahil. Sedangkan hakekat wajib dan mustahil terbalik
  menjadi jaiz adalah suatu kebatilan.
 
Dengan penjelasan di
  atas tadi dapat diketahui, bahwasanya tidak pasti bagi Allah membuat sesuatu
  apapun. Hal ini berbeda dengan pendapat Mu’tazilah yang menyatakan: “Allah
  pasti akan melakukan yang baik kepada hambaNya. Dengan demikian, Allah pasti
  memberi rizki hamba- hambaNya”. Ini suatu kesalahan besar dan pendustaan. Maha
  Suci Allah dari semua itu. Oleh karena itu, penciptaan iman dan pemberian ilmu
  pada si Zaid oleh Allah adalah merupakan karuniaNya yang tidak pasti
  adanya.
Sebagian atas bantahan kepada pendapat mu’tazilah di atas
  adalah bahwasanya anak kecil yang terkena penyakit dan menderita dengannya
  tidak memiliki sholah / kebaikan baginya. Jika Allah pasti membuat sholah
  kepada si anak, tentu tidak akan ada penyakit dan penderitaan padanya.
  Bantahan ini sangat perlu dikemukakan kepada Mu’tazilah, karena mereka
  berkeyakinan bahwsa : “Allah tidak meninggalkan yang pasti bagiNya, karena
  meninggalkan yang pasti adalah suatu kekurangan bagiNya, sedangkan mustahil
  Dia ada kekurangan berdasarkan ijma'”.
Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah
  menyangkal pendapat Mu’tazilah bahwa : “Pemberian pahala kepada orang yang
  taat merupakan karunia Allah kepada hambaNya dan penyiksaan kepadanya adalah
  keadilanNya”, karena tidak ada satupun ketaatan yang dapat bermamfaat bagiNya
  dan tidak satupun kemaksiatan yang merugikannya, karena Dia pemberi manfaat
  dan mudhorot. Sementara ketaatan tanda bahwasanya Allah akan memberi pahala
  dan kema’siyatan adalah tanda bahwasanya Dia akan menyiksanya. Barang siapa
  yag dikehendaki Allah untuk dekat kepadaNya, Dia akan memberi taufiq padanya
  dan barang siapa yang dikehendaki dihinakan dan dijauhkan dariNya, Dia akan
  menciptakan maksiat padanya. Kesimpulannya seluruh amal baik atau jahat itu
  diciptakan Allah, karena Dia pencipta hamba dan amalnya berdasarkan
  firmanNya;
  وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ 
  َArtinya: Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat
  itu". {QS Ashoffat ;96}
  
  
  2.    Melihat Allah
Setiap mukallaf harus mengi’tikadkan bahwasanya : “Allah dapat dilihat
  oleh setiap mukmin dan mukminat di akhirat”, karena Allah mengaitkan
  melihatNya kepada tetapnya gunung dalam firmanNya;
   وَلَمَّا جَاۤءَ مُوْسٰى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهٗ رَبُّهٗۙ قَالَ رَبِّ
  اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ قَالَ لَنْ تَرٰىنِيْ وَلٰكِنِ انْظُرْ اِلَى
  الْجَبَلِ فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ فَسَوْفَ تَرٰىنِيْۚ
  Artinya: Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang
  telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah
  Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat
  kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku,
  tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (seperti
  sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku [ QS Al A’raf ; 143 ].
Gunung
  tetap di tempatnya (seperti sediakala) adalah jaiz / wenang. Makanya, melihat
  Allah yang dikaitkan padanya wenang pula, karena yang dikaitkan pada yang
  wenang, hukumnya wenang pula. Namun kewenangan kita dapat melihat Allah bukan
  seperti cara di antara kita misalnya berhadap- hadapan satu dengan lainnya.
  Oleh karena itu Allah tidak dapat dilihat berada pada suatu arah, berwarna,
  berjisim dll. Maha Suci Allah dari semua itu lagi Maha Tinggi. Namun lain lagi
  dengan Mu’tazilah -semoga Allah menjauhkan mereka dari rahmatNya- yang
  menafikan melihat Allah. Inilah sebagian akidah mereka yang menyimpang lagi
  batil.
 
Sebagian dari akidah Mu’tazilah yang rusak, juga
  ucapan mereka “Sesungguhnya seorang hamba dapat menciptakan amal dirinya”.
  Dari ucapan inilah mereka dinamakan kaum Qodariyyah, karena mereka berkata :
  “amal-amal hamba dengan qudrot / kekuasaannya”, sebagaimana golongan yang
  berkata : “seorang hamba terpaksa beramal atas amalnya” dinamai golongan
  Jabariyyah suatu nisbat pada ucapan mereka : “seorang hamba terpaksa dan tidak
  berdaya”. Inilah akidah yang batil. Yang paling benar bahwa : “seorang hamba
  tidak menciptakan amalnya dan tidak terpaksa bahkan Allah saja yang
  menciptakan amal yang muncul dari hamba disertai kehendaknya”.
Imam
  Sa’ad berkata dalam Syarh Aqoid : “kehendak ini tidak mungkin diungkap dengan
  ibarat namun seorang hamba dapat menemukan perbedaan antara gerak tangan yang
  digerakannya dan digerakan udara secara terpaksa”.
  
  
  3.    Mengutus Para Rosul
Mengutus Para Rosul termasuk dari sebagian hal yang jaiz bagi Allah.
  Pengutusan mereka -semoga sholat yang paling utama dan salam tercurahkan
  kepada mereka- murni sebagai karuniaNya, bukan merupakan keniscayaan, karena
  tidak ada yang niscaya / pasti bagiNya.
  
  
  4.    Makhluk Yang Utama
Setiap mukallaf wajib mengi’tikadkan bahwa makhluk yang paling utama
  secara mutlak adalah Nabi Muhammad ﷺ - semoga sholawat dan salam tercurah
  baginya, keluarganya dan istri-istrinya-. Kemudian diikuti Ulul Azmi lainnya,
  yaitu ; Nabi
Ibrohim, lalu Nabi Musa, lalu Nabi Isa dan terakhir Nabi
  Nuh.
Keunggulan mereka sesuai dengan urutan tadi. Jumlah mereka
jadi
  5 rosul, yaitu Nabi Muhammad ﷺ dan 4 setelahnya adalah pendapat yang benar.
  AdaAda juga yang berpendapat jumlah mereka lebih banyak dari itu. Kemudian
  keunggulan ulul azmi diikuti oleh para rosul lainnya, kemudian diikuti oleh
  para nabi, kemudian mereka diikuti para malaikat. Selanjutnya setiap mukallaf
  wajib mengi’tikadkan bahwasanya Allah telah mendukung para rosul dengan
  mu’jizat.
Allah telah mengistimewakan  Nabi  Muhammad ﷺ
  sebagai penutup para rosul dan syari’atnya tidak akan dihapus oleh syariat
  manapun sampai akhir zaman. Menurut sebagian ulama Nabi Isa AS akan turun
  dengan memutuskan hukum sesuai dengan syari’at Nabi Muhammad ﷺ. Ada juga yang
  berpendapat Nabi Isa mengambilnya dari Al Qur’an dan
 
Hadist.
  Ada juga yang berpendapat beliau pergi ke makam Nabi Muhammad ﷺ lalu belajar
  darinya.
Perlu diketahui bahwa syaria’at Nabi Muhammad ﷺ dapat
  dinasakh / dihapus dengan sebagian syariatnya yang lain seperti menasakh
  kewajiban ‘iddah 1 tahun kepada istri yang ditinggal wafat suaminya menjadi
  hanya 4 bulan 10 hari (130 hari). Tidak ada pertentangan dalam hal ini.
Begitupun
  diwajibkan kepada setiap mukallaf baik laki- laki maupun wanita mengetahui
  nama-nama para rosul yang tercantum dalam al-Qur’an secara terperinci dan
  membenarkan dengan terperinci pula. Adapun selain mereka yang terperinci,
  wajib diketahui secara umum. Namun Imam Sa’ad telah menukil dalam kitab syarh
  al Maqosid : “cukup secara umum”, namun pendapat ini jangan diikuti. Sebagian
  Ulama’ telah membuat syair / nadhom tetantang nama-nama para Rosul;
Wajib
  atas setiap mukallaf mengetahui nama para nabi terperinci Yang telah diketahui
  dalam firman Allah “tilka hujjatuna”. Ada 18 belas dan sisanya 7 Idris, Hud,
  Syu’aib, Soleh, dzulkifli, Adam dan diakhiri dengan Nabi terpilih, Muhammad
  namanya.
  
  
  5.    Masa-Masa Cemerlang
Sebagian yang harus di’tikadkan bahwa masa kehidupan para sahabat Nabi
  Muhammad ﷺ dengan beliau adalah sebaik- baiknya masa. Kemudian diikuti oleh
  para tabi’in, lalu diikuti oleh pengikut tabi’in. Sahabat rosul yang paling
  utama adalah Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khottob, Utsman bin ‘Affan dan Ali
  bin Abi Tholib. Keunggulan mereka berdasarkan urutan tersebut. Namun Imam al
  ‘Alqomi berkata: “Sayyidatuna Fatimah dan saudaranya, yaitu; Sayyidina Ibrohim
  adalah sahabat yang paling utama dari yang lain hingga dari Kholifatur
  Rosidin”. Imam Malik berkata : “tidak ada yang
paling unggul dari turunan
  Nabi Muhammad ﷺ”.
  
  6.    Kelahiran Dan Silsilah Nabi Muhammad ﷺ
Sebagian yang harus di’tikadkan bahwa Nabi Muhammad  dilahirkan di
  Mekkah lalu wafat di Madinah dan diwajibkan kepada setiap orang tua terutama
  bapak mengajarkan anak-anak mereka tentang itu.
Menurut Imam Ajhuri
  diwajibkan kepada setiap orang mengenal nama-nama putra-putri Nabi dari arah
  ayahnya dan ibunya. Insya Allah akan dijelaskan nanti dalam al khotimah. Para
  ulama berkata : “diwajibkan kepada setiap orang mengenal jumlah putra-putri
  Nabi dan urutannya dalam kelahirannya, karena diperlukan bagi setiap orang
  mengenal junjungannya”. Namun mereka tidak menjelaskan hukum wajib atau
  sunahnya. Namun kalau diqiyaskan hukumnya wajib. Putra-putri Nabi ada tujuh
  orang, tiga laki-laki dan 4 perempuan menurut pendapat yang benar. Urutan
  mereka dalam kelahiran adalah Qosim - putra pertama- lalu Zainab, lalu
  Ruqoyah, lalu Fatimah, lalu Ummu Kulsum, lalu Abdullah yang dijuluki at
  thoyyib at thohir, itu julukan bagi Abdullah bukan dua nama yang berbeda.
  Seluruhnya terlahir dari Sayyidatuna Khodijah. Dan anak ketujuh Ibrohim
  terlahir dari Mariyah Qibtiyyah. Mari kita lanjutkan akidah penyempurna
  berikut ini.[]