Hukum Wakaf

Hukum Wakaf Syarat dan rukunnya Penulis Fathul Qorib menjelaskan di halaman ini tentang waqaf (wakaf) dan hukum yang terkait dengannya meliputi syarat dan rukunnya.
Hukum Wakaf
Hukum Wakaf: Pengertian, Syarat dan rukunnya

Penulis Fathul Qorib menjelaskan di halaman ini tentang waqaf (wakaf) dan hukum yang terkait dengannya meliputi syarat dan rukunnya.

Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qarib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصا)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i

Daftar Isi

PASAL HUKUM WAQAF

(فصل): في أحكام الوقف وهو لغة الحبس، وشرعاً حبس مال معين قابل للنقل يمكن الانتفاع به مع بقاء عينه، وقطع التصرف فيه على أن يصرف في جهة خير تقرباً إلى الله تعالى، وشرط الواقف صحة عبارته وأهلية التبرع

(والوقف جائز بثلاثة شرائط) وفي بعض النسخ الوقف جائز وله ثلاثة شروط أحدها أن يكون الموقوف (مما ينتفع به مع بقاء عينه) ويكون الانتفاع مباحاً مقصوداً، فلا يصح وقف آلة اللهو، ولا وقف دراهم للزينة، ولا يشترط النفع في الحال فيصح وقف عبد وجحش صغيرين، وأما الذي لا تبقى عينه كمطعوم وريحان فلا يصح وقفه

(و) الثاني (أن يكون) الوقف (على أصل موجود وفرع لا ينقطع) فخرج الوقف على من سيولد للواقف، ثم على الفقراء ويسمى هذا منقطع الأول، فإن لم يقل ثم الفقراء كان منقطع الأول والآخر، وقوله، لا ينقطع احتراز عن الوقف المنقطع الآخر. كقوله وقفت هذا على زيد ثم نسله، ولم يزد على ذلك، وفيه طريقان أحدهما أنه باطل كمنقطع الأول، وهو الذي مشى عليه المصنف، لكن الراجح الصحة

(و) الثالث (أن لا يكون) الوقف (في محظور) بظاء مشالة أي محرّم فلا يصح الوقف على عمارة كنيسة للتعبد، وأفهم كلام المصنف أنه لا يشترط في الوقف ظهور قصد القربة، بل انتفاء المعصية سواء وجد في الوقف ظهور قصد القربة كالوقف على الفقراء، أو كالوقف على الأغنياء، ويشترط في الوقف أن لا يكون مؤقتاً كوقفت هذا سنة وأن لا يكون معلقاً كقوله إذا جاء رأس الشهر، فقد وقفت كذا

(وهو) أي الوقف (على ما شرط الواقف) فيه (من تقديم) لبعض الموقوف عليهم كوقفت على أولادي الأورع منهم (أو تأخير) كوقفت على أولادي فإذا انقرضوا فعلى أولادهم (أو تسوية) كوقفت على أولادي بالسوية بين ذكورهم وإناثهم (أو تفضيل) لبعض الأولاد على بعض كوقفت على أولادي، للذكر منهم مثل حظ الأنثيين.

Pengertian Wakaf

Wakaf secara bahasa adalah menahan. Dan secara syara’ adalah menahan harta tertentu yang menerima untuk dialih milikkan yang mungkin untuk dimanfaatkan tanpa menghilangkan barangnya dan memutus hak tasharruf pada barang tersebut karena untuk ditasharrufkan ke jalan kebaikan dengan tujuan mendekat kepada Allah Ta’ala.

Syarat orang yang mewakafkan harus sah ibarah-nya dan sah untuk bersedekah kesunnahan.

Syarat Wakaf

Wakaf hukumnya jawaz dengan tiga syarat.

Dalam sebagian redaksi dengan menggunakan bahasa “wakaf hukumnya jawaz. Dan wakaf memiliki tiga syarat”.

Salah satunya, maukuf (barang yang diwakafkan) harus berupa barang yang bisa dimanfaatkan tanpa menghilangkan barangnya.

Kemanfaatannya harus kemanfaatan yang mubah dan maqsud.

Sehingga tidak sah mewakafkan alat musik dan mewakafkan dirham untuk digunakan hiasan.

Tidak disyaratkan kemanfaatannya harus wujud pada saat itu. Sehingga hukumnya sah mewakafkan budak dan keledai yang masih kecil.

Adapun barang yang tidak bisa menetap benda-nya seperti makanan dan wewangian, maka tidak sah mewakafkannya.

Yang kedua, wakaf harus diberikan pada asal (maukuf alaih pertama) yang sudah wujud, dan far’ (maukuf alaih selanjutnya) yang tidak akan terputus -akan selalu ada-.

Sehingga mengecualikan wakaf yang diberikan kepada anaknya orang yang mewakafkan yang akan dilahirkan kemudian setelahnya diberikan kepada fuqara’.

Contoh ini dinamakan dengan munqati’ al awwal (maukuf alaih pertamanya terputus).

Jika wakif (orang yang mewakafkan) tidak menyebutkan kata “kemudian setelahnya diberikan pada fuqara’”, maka contoh ini adalah mungqathi’ awwal wal akhir (maukuf pertama dan yang akhir terputus).

Perkataan mushannif “yang tidak terputus” mengecualikan wakaf yang mungqathi’ al akhir (terputus mauquf ‘alaih selanjutnya) seperti ucapan wakif, “saya mewakafkan barang ini pada Zaid kemudian pada anak-anaknya”, dan ia tidak menambahkan kata-kata setelah itu.

Dan dalam permasalahan ini terdapat dua thariq (pendapat), salah satunya mengatakan bahwa sesungguhnya contoh ini hukumnya batal sebagaimana permasalahan mungqathi’ al awwal. Ini adalah pendapat yang disetujui oleh mushannif.

Akan tetapi menurut pendapat yang rajih / kuat hukumnya adalah sah.

Yang ketiga, wakaf tidak dilakukan pada sesuatu yang diharamkan. Lafadz “mahzhur” dengan menggunakan huruf zha’ yang dibaca dengan mengangkat lidah, maksudnya yang diharamkan.

Sehingga tidak sah wakaf untuk membangun gereja yang digunakan untuk beribadah.

Penjelasan mushannif ini memberi pemahaman bahwa sesungguhnya dalam wakaf tidak disyaratkan harus nampak jelas tujuan ibadahnya, bahkan yang penting tidak ada unsur maksiatnya, baik nampak jelas tujuan ibadahnya seperti wakaf kepada kaum fuqara’, atau tidak nampak jelas seperti wakaf kepada orang-orang kaya.

Di dalam wakaf disyaratkan harus tidak dibatasi dengan waktu seperti, “aku wakafkan barang ini selama setahun.”

Dan tidak digantungkan dengan sesuatu seperti ucapan wakif, “ketika datang awal bulan, maka sesungguhnya aku mewakafkan barang ini.”

Sesuai Syarat Wakif

Wakaf disesuaikan dengan apa yang disyaratkan oleh wakif pada barang tersebut,

Yaitu syarat mendahulukan sebagian dari orang-orang yang mendapatkan wakaf seperti, “aku wakafkan pada anak-anakku yang paling wira’i.”

Atau mengakhirkan sebagiannya seperti, “aku wakafkan kepada anak-anakku. Kemudian ketika mereka sudah tidak ada, maka kepada anak-anak mereka.”

Atau menyamakan -diantara seluruh maukuf alaih- seperti, “aku wakafkan kepada anak-anakku sama rata antara yang laki-laki dan yang perempuan.”

Atau mengunggulkan sebagian anak-anaknya di atas sebagian yang lain seperti, “aku wakafkan kepada anak-anakku, yang laki-laki mendapatkan bagian dua kali lipat dari bagian yang perempuan.”
LihatTutupKomentar