Hukum Nadzar dan Sumpah

Secara bahasa nadzar bermakna janji baik atau buruk. Dalam istilah syariah nadzar adalah menetapkan ibadah yang asalnya tidak wajib menjadi wajib.Nadzar ada 2 (dua) macam yaitu nadzar lajaj dan nadzar majazat
Hukum Nadzar dan Sumpah
Nadzar dan sumpah memiliki beberapa kesamaan antara lain dari segi kafarat atau tebusan yang harus dilakukan oleh pelanggar nadzar dan sumpah (yamin).

Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qarib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصا)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i

Daftar Isi


KITAB MENJELASKAN HUKUM-HUKUM SUMPAH DAN NADZAR

كتاب أحكام الأيمان والنذور

الأيمان بفتح الهمزة جمع يمين وأصلها لغة اليد اليمنى، ثم أطلقت على الحلف، وشرعاً تحقيق ما يحتمل المخالفة أو تأكيده بذكر اسم الله تعالى أو صفة من صفات ذاته،

والنذور جمع نذر وسيأتي معناه في الفصل بعده (لا ينعقد اليمين إلا بالله تعالى) أي بذاته كقول الحالف والله (أو باسم من أسمائه) المختصة به التي لا تستعمل في غيره كخالق الخلق (أو صفة من صفات ذاته) القائمة به كعلمه وقدرته وضابط الحالف كل مكلف مختار ناطق قاصد لليمين (ومن حلف بصدقة ماله) كقوله لله عليّ أن أتصدق بمالي ويعبر عن هذا اليمين تارة بيمين اللجاج والغضب، وتارة بنذر اللجاج والغضب (فهو) أي الحالف أو الناذر (مخير بين) الوفاء بما حلف عليه والتزمه بالنذر من (الصدقة) بماله (أو كفارة اليمين) في الأظهر وفي قول يلزمه كفارة يمين وفي قول يلزمه الوفاء بما التزمه (ولا شيء في لغو اليمين) وفسر بما سبق لسانه إلى لفظ اليمين من غير أن يقصدها كقوله في حال غضبه أو غلبته أو عجلته لا والله مرة ويلي والله مرة في وقت آخر (ومن حلف أن لا يفعل شيئاً ففعل غيره لم يحنث ومن حلف أن لا يفعل شيئاً) أي كبيع عبده (فأمر غيره بفعله) ففعله بأن باع عبد الحالف (لم يحنث) ذلك الحالف بفعل غيره إلا أن يريد الحالف أنه لا يفعل هو ولا غيره فيحنث بفعل مأموره أما لو حلف أن لا ينكح فوكل غيره في النكاح فإنه يحنث بفعل وكيله له في النكاح (ومن حلف على فعل أمرين) كقوله والله لا ألبس هذين الثوبين (ففعل) أي لبس (أحدهما لم يحنث) فإن لبسهما معاً أو مرتباً حنث، فإن قال لا ألبس هذا ولا هذا حنث بأحدهما. ولا تنحل يمينه بل إذا فعل الآخر حنث أيضاً (وكفارة اليمين هو) أي الحالف إذا حنث (مخير فيها بين ثلاثة أشياء) أحدها (عتق رقبة مؤمنة) سليمة من عيب يخل بعمل أو كسب.

وثانيها مذكور في قوله (أو إطعام عشرة مساكين كل مسكين مداً) أي رطلاً وثلثاً من حب من غالب قوت بلد المكفر، ولا يجزىء فيه غير الحب من تمر وأقط. وثالثها مذكور في قوله (أو كسوتهم) أي يدفع المكفر لكل من المساكين (ثوباً ثوباً) أي شيئاً يسمى كسوة مما يعتاد لبسه كقميص أو عمامة أو خمار أو كساء، ولا يكفي خف ولا قفازان، ولا يشترط في القميص كونه صالحاً للمدفوع إليه فيجزىء أن يدفع للرجل ثوب صغيرأو ثووب امرأة، ولا يشترط أيضاً كون المدفوع جديداً، فيجوز دفعه ملبوساً لم تذهب قوته (فإن لم يجد) المكفر شيئاً من الثلاثة السابقة (فصيام) أي فيلزمه صيام (ثلاثة أيام) ولا يجب تتابعها في الأظهر

Pengertian

Lafadz “al aiman” dengan membaca fathah huruf hamzahnya adalah bentuk kalimat jama’ dari lafadz “yamin”. Asalnya yamin secara bahasa adalah tangan kanan, kemudian diucapkan untuk menunjukkan sumpah.

Dan secara istilah syara’ adalah menyatakan sesuatu yang mungkin untuk diingkari, atau menguatkannya dengan menyebut nama Allah Ta’ala atau sifat dari sifat-sifat Dzat-Nya.

“an nudzur” adalah bentuk kalimat jama’ dari lafadz “nadzar”. Dan maknanya akan dijelaskan di dalam fasal setelah yamin.

Yamin / sumpah tidak bisa sah kecuali dengan Allah Ta’ala, maksudnya dengan dzat-Nya seperti ucapan orang sumpah, “wallahi (demi Allah).”

Atau dengan salah satu dari nama-nama-Nya yang khusus bagi Allah yang tidak digunakan pada selain-Nya seperti, “Khaliqulkhalqi (Dzat Yang Menciptakan Makhluk).”

Atau salah satu sifat-sifat-Nya yang menetap pada Dzat-Nya seperti ilmu dan qudrat-Nya.

Orang Yang Sumpah

Batasan orang yang bersumpah adalah setiap orang mukallaf, kemauan sendiri, mengucapkan dan menyengaja sumpah.

Barang siapa bersumpah untuk mensedekahkan hartanya seperti ucapannya, “lillah ‘alaya an atashaddaqa bi mali (hak bagi Allah atas diriku, bahwa aku akan mensedekahkan hartaku).” Sumpah seperti ini terkadang diungkapkan dengan nama “yamin al lajaj wal ghadlab”, dan terkadang diungkapkan dengan nama “nadzar al lajaj wa al ghadlab”, maka dia, maksudnya orang yang bersumpah atau bernadzar tersebut diperkenankan memilih antara memenuhi apa yang ia sumpahkan dan ia sanggupi dengan nadzar yaitu berupa bersedekah dengan hartanya, atau memilih membayar kafarat yamin (denda sumpah) menurut pendapat al adhhar.

Menurut satu pendapat, wajib baginya untuk membayar kafarat yamin.

Dan menurut satu pendapat lagi, wajib baginya memenuhi apa yang telah ia sanggupi.

Tidak ada kewajiban apa-apa dalam laghwu al yamin (sumpah yang tidak jadi).

Laghwu al yamin ditafsiri dengan lisan yang terlanjur mengucapkan lafadz yamin tanpa ada kesengajaan untuk melakukannya seperti ucapan seseorang saat marah, ghalabah ghadab (sangat emosi), atau tergesah-gesah, sesaat ia mengatakan “tidak demi Allah”, dan sesaat kemudian mengatakan, “iya demi Allah.”

Barang siapa bersumpah tidak akan melakukkan sesuatu seperti menjual budaknya, kemudian ia memerintahkan orang lain untuk melakukannya, maka orang yang bersumpah tersebut tidak dianggap melanggar sumpah sebab orang lain melakukannya.

Kecuali orang yang bersumpah itu menghendaki bahwa sesungguhnya ia dan orang lain tidak akan melakukannya, maka ia dianggap melanggar sumpah sebab perbuatan orang yang ia perintah.

Seandainya seseorang bersumpah tidak akan menikah, kemudian ia mewakilkan pada orang lain untuk melaksanakan akad nikah, maka sesungguhnya ia dianggap melanggar sumpah sebab wakilnya telah melakukan akad nikah.

Barang siapa bersumpah akan melakukan dua perkara seperti ucapannya, “demi Allah aku tidak akan memakai dua baju ini”, kemudian ia melakukan, maksudnya memakai salah satunya, maka ia tidak dianggap melanggar sumpah.

Kemudian, jika ia memakai keduanya bersamaan atau bertahap, maka ia dianggap melanggar sumpah.

Jika ia mengatakan, “aku tidak akan memakai baju ini, dan tidak baju ini,” maka ia dianggap melanggar sumpah dengan memakai salah satunya saja. Dan sumpahnya belum selesai, bahkan ketika ia memakai baju yang satunya lagi, maka ia juga dianggap melanggar sumpah.

Kafarat Yamin bagi Pelanggar Sumpah

Kafaratul yamin adalah orang yang bersumpah ketika melanggar sumpahnya, maka di dalam kafaratul yamin tersebut ia diperkenankan memilih di antara tiga perkara :

Salah satunya adalah memerdekakan budak mukmin yang selamat dari cacat yang bisa mengganggu untuk beramal atau bekerja.

Yang kedua disebutkan di dalam perkataannya mushannif, “atau memberi makan sepuluh orang miskin, masing-masing satu mud.”

Maksudnya satu rithl lebih sepertiga rithl berupa bahan makanan biji-bijian yang diambilkan dari makanan pokok yang paling dominan daerah orang yang membayar kafarat.

Selain biji-bijian yaitu kurma dan susu kental tidak bisa mencukupi.

Yang ketiga disebutkan di dalam perkataan mushannif, “atau memberi pakaian kepada mereka.” Maksudnya orang yang membayar kafarat memberikan pakaian pada masing-masing dari orang-orang miskin tersebut.

Maksudnya sesuatu yang disebut pakaian yaitu barang-barang yang biasa dipakai seperti baju kurung / khamis, surban, kerudung atau selendang.

Tidak cukup dengan memberikan muza dan dua kaos tangan.

Qamis yang diberikan tidak disyaratkan harus layak pada orang yang diberi.

Sehingga cukup dengan memberikan pakaian anak kecil atau pakaian wanita pada orang miskin laki-laki.

Pakaian yang diberikan juga tidak disyaratkan harus baru.

Sehingga cukup dengan memberikan pakaian yang sudah pernah dipakai yang penting masih kuat.

Kemudian, jika orang yang membayar kafarat tidak menemukan salah satu dari tiga perkara yang telah dijelaskan di atas, maka melakukan puasa, maksudnya wajib bagi dia untuk melakukan puasa tiga hari.

Tidak wajib tiga hari tersebut dilaksanakan secara terus menerus menurut pendapat yang lebih zhahir (al azhar).
LihatTutupKomentar