Hati yang Lembut dan Pikiran yang Jernih

Hati yang Lembut dan Pikiran yang Jernih Barangsiapa meninggalkan dosa-dosa, niscaya lembutlah hatinya, dan barangsiapa meninggalkan perkara yang hara

Hati yang Lembut dan Pikiran yang Jernih

 Nama kitab:  Terjemah Nashaihul Ibad, Nashoihul Ibad (kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)
Judul kitab asal: Nashaih Al-Ibad fi Bayani Munabbihat li Yaumil Ma'ad li Ibn Hajar Al-Asqalani ( نصائح العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد لابن حجر العسقلاني)
Ejaan lain:  Nashoih Al-Ibaad
Pengarang: Nawawi bin Umar al-Bantani Al-Jawi Al-Indunisi (محمد نووي بن عمر بن عربي بن علي  الجاوي  البنتني الإندونيسي)
Nama yang dikenal di Arab: محمد نووي بن عمر الجاوي
Kelahiran: 1813 Masehi; 1230 H,   Tanara, Banten, Indonesia
Meninggal: 1897 M;  1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H /22 Februari 1274 M
Penerjemah:
Bidang studi: Tasawuf, Akhlaq
Guru Nawawi Banten antara lain: Khatib asy-Syambasi, Abdul Ghani Bima, Ahmad Dimyati, Zaini Dahlan, Muhammad Khatib, KH. Sahal al-Bantani, Sayyid Ahmad Nahrawi, Zainuddin Aceh

Murid Nawawi Banten antara lain: KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Khalil Bangkalan, KH. Asnawi Kudus, KH. Mas Abdurrahman, KH. Hasan Genggong, Sayid Ali bin Ali al-Habsy

 Daftar isi

  1. Hati yang Lembut dan Pikiran yang Jernih
  2. Menaati Perintah dan Menjauhi Larangan
  3. Dua Kiat Untuk Menyempurnakan Akal
  4. Orang yang Mulia dan Orang yang Bodoh
  5. Dekat kepada Allah swt dan Jauh dari Manusia
  6. Tanda Makrifat dan Tanda Hidup
  7. Pangkal Segala Kesalahan dan Pokok Semua Fitnah
  8. Mengakui Kekurangan dan Kelemahan Diri
  9. Mengingkari Nikmat dan Bersahabat dengan Orang Tolol
  10. Dunia dan Kematian
  11. Munajat dan Mohon Ampunan
  12. Senang kepada Allah dan Tidak Senang kepada Diri Sendiri
  13. Manisnya Dekat dengan Allah dan Pahitnya Putus Hubungan
  14. Download Terjemah Nashoihul Ibad (pdf)
  15. Kembali ke: Terjemah Nashaihul Ibad

18. Hati yang Lembut dan Pikiran yang Jernih

Ada yang mengatakan:

“Barangsiapa meninggalkan dosa-dosa, niscaya lembutlah hatinya, dan barangsiapa meninggalkan perkara yang haram dan makan makanan yang halal, maka jernihlah pikirannya.”

Hati yang lembut adalah yang dengan tulus menerima nasihat agama dan mematuhinya, serta melaksanakan dengan khusyuk. Pikiran yang jernih ialah dengan cemerlang mampu memikirkan ciptaan Allah, dengan meyakini bahwa Allah swt. itu Maha Kuasa, di antaranya membangkitkan kembali manusia setelah mati nanti.

Keyakinan tersebut dapat diperoleh dengan merenungkan melalui pikiran dan akal, bahwa sesungguhnya Allah menciptakan manusia bermula dari setetes air mani yang menyatu di dalam rahim, berubah menjadi segumpal darah, kemudian menjadi daging, tulang, otot, saraf sampai terbentuknya telinga, mata serta anggota badan lainnya. Selain itu Allah juga memudahkan janin keluar dari rahim, serta memberitahukan bagaimana menyusui bayi. Bayi yang baru lahir belum memiliki gigi, atas kuasa Allah swt. ditumbuhkan dan ditanggalkan gigi-giginya ketika berumur tujuh tahun, kemudian ditumbuhkan lagi pada waktu yang lain.

Allah swt. menjadikan keadaan manusia berubah dari kecil menjadi dewasa, kemudian tua dan dari sehat menjadi sakit. Dia menjadikan pula semua makhluknya tidur dan bangun setiap hari, rambut dan kuku rontok, kemudian tumbuh kembali. Malam dan siang silih berganti melalui perubahan peredaran matahari dan bulan, yang kesemuanya datang dan pergi silih berganti pula. Setiap bulan terbenam dan timbul ‘dengan sempurna. Ketika terjadi gerhana sinar matahari hilang. Dari tanah yang basah Allah menyuburkan tanaman.

Berdasarkan itu semua, maka jelaslah, bahwa Yang Maha Kuasa atas semua itu adalah Allah swt. yang mampu menghidupkan semua yang telah mati, setelah mereka rusak di alam kubur. Oleh sebab itu, wajib bagi hamba Allah memperbanyak tafakur untuk menambah kuat keyakinan-nya tentang adanya kebangkitan setelah mati. Selain itu, harus pula mengakui adanya kebangkitan serta perhitungan seluruh perbuatannya selama di dunia. Jadi, sesuai dengan kekuatan imannya, niscaya akan timbul semangat dan kesungguhan-untuk menjunjung tinggi perintah Allah dan menyingkiri larangan-Nya.

Sebuah wahyu telah diturunkan kepada sebagian Nabi:

“Taatlah kamu pada perintah-Ku dan janganlah kamu mendurhakai segala nasihat-Ku.”

“Di dalam perintah Allah terdapat petunjuk menuju maslahat dan di dalam larangan Allah terdapat jalan menuju kerusakan.

Ada yang mengatakan:

“Kesempurnaan akal itu mengikuti keridaan Allah swt. dan menjauhi murka-Nya.”

Karena itu, mengembangkan akal dengan cara yang bertolak belakang lengan hal itu menuju kegilaan.

Ada yang mengatakan:

“Tiada pengasingan bagi orang mulia (berilmu) dan tiada tanah air bagi orang yang bodoh.”

Orang yang mulia ialah orang yang berilmu serta beramal, dia selalu dimuliakan dan dihormati orang lain di mana saja berada, sebab selalu dihormati dan diperlukan kehadirannya. Karena itu, walaupun di negeri asing, ia tetap hidup seperti di rumah sendiri. Sebaliknya, adalah nasib orang bodoh.

Ada yang mengatakan:

“Barangsiapa karena berbuat taat menjadi dekar kepada Allah, maka dia merasa asing hidup di tengah manusia.”

Orang yang telah mampu merasakan kenikmatan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, maka tidak lagi merasa nikmat hidup bergaul di tengah-tengah manusia. :

Ada yang mengatakan:

“Gerak seseorang berbuat taat itu menunjukkan adanya makrifat, sebagaimana gerakan organ tubuh menunjukkan adanya hidup.”

Makrifat adalah mengenal Allah dengan segala macam keagungan, kebesaran dan kekuasaan-Nya. Jika seorang hamba melakukan perbuatan taat kepada Allah, berarti itu bukti bahwa dia telah mengenali Allah. Jika semakin banyak perbuatan taat dilakukan, maka semakin dalam pula dia mengenali Allah. Demikian pula sebaliknya, jika semakin sedikit perbuatan taat, maka akan sedikit pula kemakrifatannya. Hal itu karena perbuatan lahir adalah merupakan cerminan dari sikap batinnya.

Nabi saw. bersabda:

“Pangkal segala kesalahan adalah cinta dunia, sedangkan pokok segala fitnah adalah enggan membayar zakat dan sepersepuluh hasil bumi.”

Yang dimaksud cinta dunia di sini, adalah mencintai dunia lebih dari keperluannya (bermewah-mewah).

Ada yang mengatakan:

“Orang yang mengakui kelemahan diri akan terpuji selamanya dan pengakuan adanya kekurangan itu tanda diterima amalnya.”

Pengakuan adanya kekurangan pada diri sendiri itu menjadi isyarat, bahwa tidak bersikap sombong dan congkak.

Ada yang mengatakan:

“Ingkar nikmat adalah kehinaan dan bersahabat dengan orang tolol adalah si,

 Orang yang tidak mensyukuri nikmat Allah swt. merupakan pertanda dirinya hina, begitu juga bersahabat dengan orang yang tolol, yakni orang yang selalu meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, meskipun dia mengetahui kejelekannya.

Dalam masalah ini, Ath-Thabrani meriwayatkan dari Basyir, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Janganlah engkau bersahabat dengan si tolol.”

Yakni memutuskan hubungan dengan orang yang tidak memberikan manfaat. Maksudnya, tidak bersahabat dengan orang yang bertingkah laku jelek untuk menghindari kejelekan wataknya, karena watak seseorang dapat mempengaruhi orang lain.

At-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

“Dua hal, jika keduanya dimiliki seseorang, maka Allah mencatatnya sebagai orang yang syukur dan sabar, sedang orang yang tidak memiliki kedua-duanya, maka Allah tidak mencatatnya sebagai orang yang tahu syukur dan tidak sabar, ialah: Barangsiapa membandingkan kualitas agama dirinya dengan orang yang berkualitas lebih tinggi dan membandingkan dunianya dengan orang yang lebih rendah, kemudian memuji Allah atas kelebihan yang dimilikinya itu, maka Allah akan  mencatatnya sebagai orang yang tahu syukur dan sabar, dan barangsiapa membandingkan kualitas agama dirinya dengan orang yang lebih rendah dan membandingkan dunianya dengan orang yang lebih tinggi, kemudian merasa gundah karena belum memperoleh setinggi (dunia orang itu), maka Allah tidak’mencatatnya sebagai orang yang bersyukur dan tidak sabar.”

Hadis ini mencakup segala kebaikan.

Seorang penyair berkata:

“Hai, orang yang sibuk mengurusi dunia!

Sungguh, engkau telah tertipu oleh angan-anganmu yang panjang.

Mengapa senantiasa lupa?

Hingga datang kepadamu. ajal.

Maut itu akan datang kepadamu dengan tiba-tiba.

dan kubur itu adalah peti segala amal.

Sabarlah terhadap ketakutan-ketakutan yang ada di dunia.

Tiada kematian, melainkan ajalnya kan tiba.”

Ad-Dailami meriwayatkan hadis, sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

“Meninggalkan dunia itu lebih pahit daripada jadam dan lebih pedih daripada goresan pedang di medan sabilillah dan tiada bagi yang mau meninggalkannya, melainkan Allah memberi orang itu seperti yang dignugerahkannya kepada para syuhada. Meninggalkan dunia adalah dengan cara mempersedikit makan dan kenyang dan tidak suka dipuji manusia, karena barangsiapa suka dipuji manusia, berarti ia suka dunia dan nikmatnya. Barangsiapa suka memperoleh kenikmatan yang paling nikmat, maka hendaklah meninggalkan dunia dan pujian dari manusia.”

Ibnu Majah meriwayatkan, sesungguhnya Nabi-saw. bersabda:

“Barangsiapa berniat untuk memperoleh akhirat, maka Allah menghimpunkan potensinya, membuatnya kaya jiwa dan dunia pun datang padanya dengan melimpah. Tetapi, barangsiapa berniat memperoleh dunia, maka Allah menceraiberaikan urusannya, membuat kemelaratan di depan matanya dan tidak memperoleh dunia, kecuali apa yang telah ditentukan untuknya.”

Abu Bakar Asy-Syibli r.a. berkata dalam suatu munajatnya:

“Wahai Tuhanku, sungguh aku senang menghaturkan kepada-Mu seluruh kebajikanku berikut kemelaratan dan kelemahanku, maka bagaimana lagi Engkau oh Tuhanku, tidak suka menganugerahkan kepadaku seluruh kejelekanku berikut kemahakayaan-Mu untuk tidak menyiksa aku.”

Kemelaratan di sini diartikan dengan keperluan untuk memperoleh kebajikan dan kelemahan dimaksudkan dengan kelemahan untuk memperbanyak ibadah. Sedang permohonan agar tidak disiksa, karena sesungguhnya kejelekan hamba itu tidak merugikan Allah sebagaimana kebajikan juga tidak menguntungkan-Nya.

Abu Bakar Dalf bin Jahdar Asy-Syibli r.a. termasuk tokoh makrifat kepada Allah swt., dilahirkan di Baghdad dan bermazab Maliki, hidup selama 87 tahun. Pada masa mudanya beliau menemui Al-Junaidi dan orang-orang yang semasa dengannya. Beliau wafat pada tahun 334 H. dan dimakamkan di Baghdad.

Sebagian orang yang mulia telah memberikan ijazah kepadanya agar membaca tujuh kali tiga bait Bahar Wafir setelah salat Jumat sebagai berikut:

“Wahai, Tuhanku!

Aku bukan ahli Firdaus.

Namun aku tidak kuat dengan neraka Jahim.

Maka terimalah tobatku dan ampunilah dosasdosaku.

Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun dosa yang besar.

Perlakukanlah diriku dengan perlakuan orang yang mulia.

Dan tetapkanlah aku di jalan yang lurus.”

Sebuah hikayat:

Asy-Syibli datang kepada Ibnu Mujahid. Ibnu Mujahid seraya merangkulnya dan mencium kening di antara kedua matanya. Asy-Syibli bertanya kepada Ibnu Mujahid: Mengapa kamu melakukan hal itu?

Ibnu Mujahid menerangkan: Ketika sedang tidur aku bermimpi melihat Nabi saw., beliau berdiri menghampirimu dan mencium kening antara kedua matamu. Aku bertanya kepada beliau: Ya, Rasulullah, mengapa Tuan melakukan hal ini kepada Asy-Syibli? Beliau saw. menjawab: Aku melakukan itu karena setiap dia selesai salat fardu, dia selalu membaca:

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu “Sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keselamatan bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orangorang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: ‘Cukuplah Allah bagiku, tiada Tuhan selain Dia, dan hanya kepada-Nya aku berserah diri dan Dia-lah Tuhan pemilik Arsy yang agung.” (Q.S. At-Taubah: 128-129).

Dilanjutkan dengan membaca:

“Semoga salawat Allah dilimpahkan kepadamu, wahai, Muhamamd.”

Selanjutnya Ibnu Mujahid menyatakan, telah bertanya kepada AsySyibli tentang bacaan setelah salat fardu, dan ternyata Asy-Syibli menjawab seperti dalam impian tersebut di atas.

Asy-Syibli berkata:,

 “Jika kamu ingin bersenang-senang kepada Allah, maka patahkanlah kecintaanmu terhadap dirimu sendiri.”

Maksud pernyataan di atas: Jika hatimu merasa senang kepada Allah dan tidak lari darinya, maka kamu harus memutuskan kecintaanmu terhadap dirimu sendiri.

Setelah Asy-Syibli wafat, pernah dalam suatu impian ditanyai tentang keadaan nasib dirinya. Beliau menjelaskan dan katanya: Allah menanyai aku dengan firman-Nya:

“Wahai, Abu Bakar, mengapa Aku mengampunimu?

Aku pun menjawab: “Dengan amal salehku.”

Allah berfirman: “Bukan.”

Lalu aku berkata: “Dengan keikhlasan ibadahku.”

“Allah berfirman: “Tidak juga.”

Aku berkata: “Dengan haji, puasa dan salatku.” ‘

Allah berfirman: “Juga bukan.”

Aku berkata: “Dengan kepergianku kepada orang saleh dan mencari ilmu.”

Allah tetap berfirman: “Tidak.”

Kemudian aku ganti bertanya: “Oh, Tuhanku, lantas dengan apakah itu?”

Allah berfirman: “Ingatkah kamu di kala tengah berjalan menelusuri Baghdad, lalu kamu temukan seekor kucing yang tidak berdaya lantaran menggigil kedinginan, kemudian karena kasihan kamu pungut ia dan kamu selamatkan di dalam kehangatan jubah tebalmu itu!”

Aku pun menjawab: “Benar Tuhan, aku ingat!”

Allah pun berfirman lagi: “Lantaran kasih sayangmu terhadap kucing itu, Aku pun kasih sayang kepadamu.”

Asy-Syibli berkata:

“Apabila kamu telah mencicipi manisnya dekat dengan Allah, niscaya kamu mengetahui tentang pahitnya putus hubungan.”

Maksudnya, seandainya kita telah merasakan nikmatnya dekat kepada Allah swt., maka kita akan merasakan betapa pahitnya jika kita jauh dari Allah swt. Memang, menurut ahli Allah jauh dari Allah itu merupakan siksaan yang cukup berat.

Di antara doa yang’dipanjatkan oleh Nabi saw.:

“Ya Allah, anugerahilah kami kelezatan memandang wajah-Mu Yang Maha Mulia dan kelezatan rasa rindu bertemu dengan Engkau.”

 

LihatTutupKomentar