Bab 2: Supaya Disenangi Allah, Malaikat dan Sesama Muslim

Supaya Disenangi Allah, Malaikat dan Sesama Muslim Barangsiapa meninggalkan dunia, maka disenangi Allah, siapa meninggalkan dosa, niscaya disenangi m

Supaya Disenangi Allah, Malaikat dan Sesama Muslim

 Nama kitab:  Terjemah Nashaihul Ibad, Nashoihul Ibad (kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)
Judul kitab asal: Nashaih Al-Ibad fi Bayani Munabbihat li Yaumil Ma'ad li Ibn Hajar Al-Asqalani ( نصائح العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد لابن حجر العسقلاني)
Ejaan lain:  Nashoih Al-Ibaad
Pengarang: Nawawi bin Umar al-Bantani Al-Jawi Al-Indunisi (محمد نووي بن عمر بن عربي بن علي  الجاوي  البنتني الإندونيسي)
Nama yang dikenal di Arab: محمد نووي بن عمر الجاوي
Kelahiran: 1813 Masehi; 1230 H,   Tanara, Banten, Indonesia
Meninggal: 1897 M;  1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H /22 Februari 1274 M
Penerjemah:
Bidang studi: Tasawuf, Akhlaq
Guru Nawawi Banten antara lain: Khatib asy-Syambasi, Abdul Ghani Bima, Ahmad Dimyati, Zaini Dahlan, Muhammad Khatib, KH. Sahal al-Bantani, Sayyid Ahmad Nahrawi, Zainuddin Aceh
Murid Nawawi Banten antara lain: KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Khalil Bangkalan, KH. Asnawi Kudus, KH. Mas Abdurrahman, KH. Hasan Genggong, Sayid Ali bin Ali al-Habsy

Daftar isi

  1. BAB II: NASIHAT YANG TERDIRI DARI TIGA PERKARA
    1. Mengeluh, Susah Duniawi, Merendah Diri kepada Orang Kaya
    2. Tiga Perkara yang Tidak Dapat Dicapai dengan Tiga Cara
    3. Sebagian Akal, Ilmu dan Penghidupan
    4. Supaya Disenangi Allah, Malaikat dan Orang-orang Muslim
    5. Islam, Taat dan Kematian
    6. Tiupan Nikmat, Pujian dan Tutup Keaiban
    7. Tiga Perkara yang Harus Diperhatikan oleh Orang yang Berakal
    8. Tiga Faktor dalam Empat Perkara
    9. Hidup, Berpisah dan Balasan
    10. Tiga Golongan Manusia yang Akan Mendapat Naungan Allah di Hari Kiamat Nanti
    11. Tiga Faktor yang Menyebabkan Manusia Menjadi Kekasih Allah swt,
    12. Tiga Perkara yang Menyirnakan Kegalauan
    13. Adab, Kesabaran dan Wara'
    14. Takut kepada Allah, Mengendalikan Lisan dan Selektif Terhadap Makanan
    15. Tiga Faktor Penting yang Menyebabkan Ilmu Bermanfaat
    16. Tiga Tuntutan dalam Munajat Imam Sulaiman Ad-Darani
    17. Tiga Tanda Orang yang Paling Bahagia
    18. Tiga Hal Penyebab Celaka
    19. Tiga Bekal Akhirat
    20. Sunah Allah, Sunah Rasul dan Sunah Wali-wali Allah
    21. Diri Kita di Mata Allah, di Mata Kita Sendiri dan di Mata Orang Lain
    22. Dosa Kecil, Rezeki dan Bencana
    23. Makan, Sandang dan Papan (Tempat)
    24. Kaya, Kuat dan Menang
    25. Tiga Tanda Iman
  2. Download Terjemah Nashoihul Ibad (pdf)
  3. Kembali ke: Terjemah Nashaihul Ibad

BAB II NASIHAT YANG TERDIRI DARI TIGA PERKARA

1. Mengeluh, Susah Duniawi, Merendah Diri kepada Orang Kaya

Nabi saw. bersabda:

“Barangsiapa di pagi hari mengadukan kesulitan hidup, sama halnya ia mengeluh kepada Tuhannya. Barangsiapa di pagi hari merasa susah karena urusan duniawi, berarti di pagi itu juga benci kepada Allah. Dan barangsiapa merendah diri kepada orang kaya karena hartanya, niscaya benar-benar telah sirna dua pertiga agamanya.”

Memang pengaduan hanya layak disampzikan kepada Allah, sebab mengeluh kepada-Allah itu merupakan doa. Sedang pengaduan kepada sesama manusia, adalah menjadi alamat bahwa tidak rela dalam menerima bagian dari Allah. Dalam sebuah hadis Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda:

“Bukankah aku belum mengajarkan kepada kalian kalimat yang diucapkan oleh Nabi Musa a.s. ketika menyeberangi laut bersama Bani Israil?”

Kami menjawab: “Benar, ya, Rasulullah!”

Beliau bersabda: “Ucapkanlah: Ya, Allah, hanya untuk-Mu segala buji, hanya kepada-Mu-lah tempat mengadu, Engkau-lah tempat minta pertolongan dan tiada daya upaya dan kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung.”

Al-A’masy berkata: “Setelah aku mendengar kalimat-kalimat itu dari Syaqiq Al-Asadi bangsa Kufah, dan dia menerimanya dari Abdullah r.a., maka aku tidak meninggalkannya.”

Kemudian dia berkata: “Telah datang kepadaku seseorang yang datang ketika aku sedang bermimpi, dia berkata: Hai, Sulaiman, tambahlah kalimat-kalimat itu dengan:

“.. dan kami mohon pertolongan kepada-Mu atas kerusakan yang menimpa kami dan mohon kepada-Mu kemaslahatan dalam seluruh urusanku.”

Barangsiapa yang sedih karena perkara-perkara dunia, maka dia sungguh-sungguh marah kepada Allah, karena tidak rela Qadha dari Allah dan tidak sabar atas bencana dari-Nya serta tidak iman pada Qadar dari-Nya. Hal ini karena segala yang terjadi di dunia itu adalah berdasar (adha dan Qadar-Nya.

Dan barangsiapa yang merendahkan dirinya kepada orang kaya karena kekayaannya, maka sesungguhnya dia telah kehilangan dua pertiga agamanya.

Syariat hanya membolehkan memuliakan manusia karena kebaikan dan ilmunya, bukan karena kekayaannya. Oleh sebab itu, barangsiapa yang memuliakan harta kekayaan berarti telah menghina ilmu dan kebaikan. Sayid Syekh Abdul @adir Al-Jailani -Qaddasa sirrahumengatakan: “Segala tingkah laku setiap orang mukmin harus berdasarkan pada tiga perkara: Melaksanakan segala perintah, menjauhi larangan dan meridai gadar. Paling tidak keadaan orang mukmin itu tidak lepas dari salah satunya. Oleh sebab itu, setiap orang mukmin harus tetap memperhatikan hatinya dan seluruh anggota badannya untuk melaksanakan ketiga hal itu.”

2. Tiga Perkara yang Tidak Dapat Dicapai dengan Tiga Cara

Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.:

“Tiga perkara tidak dapat dicapai dengan tiga cara: kekayaan tidak tercapai dengan lamunan,.kemudaan tidak tercapai dengan rambut semiran dan sehat tidak tercapai dengan obat-obatan.”

Kekayaan tidak akan berhasil dengan angan-angan, tetapi dengan bagian dari Allah swt. Kemudaan tidak akan dapat diperoleh dengan menyemir rambut dan kesehatan tidak bisa diperoleh dengan obatobatan, tetapi dengan kesembuhan dari Allah swt.

3. Sebagian Akal, Ilmu dan Penghidupan

Dari Umar r.a.:

“Kasih sayang yang baik terhadap manusia adalah setengah akal, kebaikan pertanyaan itu setengah ilmu dan kebaikan pengaturan itu adalah sebagian penghidupan.”

Tentang baiknya kasih sayang, memang sesuai dengan hadis riwayat Ibnu Hibban, Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi, dari Jabir bin. Abdullah, sesungguhnya Nabi saw., bersabda: ,

“Ramah tamah terhadap manusia adalah sedekah.”

Ramah tamah di sini dapat dengan ucapan maupun perbuatan. Hal itu akan mendatangkan pahala seperti halnya sedekah. Sebagian keramahtamahan Nabi saw. adalah beliau tidak pernah mencela sesuatu makanan, tidak menghardik pelayan dan tidak pernah memukul seorang wanita. Kebalikan dari ramah tamah adalah menjilat atau mengambil muka.

Bertanya dengan baik kepada para ulama, adalah setengah dari ilmu, karena ilmu dapat dihasilkan dari sana. Sedang pengaturan urusan yang baik, yaitu menjalankan urusan dengan mengetahui akibat-akibatnya, adalah sebagian penghidupan, yakni usaha manusia untuk kelangsungan hidupnya. ,

4. Supaya Disenangi Allah, Malaikat dan Orang-orang Muslim

Dari Utsman r.a.:

“Barangsiapa meninggalkan dunia, maka disenangi Allah, siapa meninggalkan dosa, niscaya disenangi malaikat dan barangsiapa yang mencegah tamak terhadap orang-orang muslim, maka dia dicintai kaum muslimin”

Meninggalkan dunia artinya mengurangi makan dan tidak senang pujian dari manusia. Orang yang meninggalkan dunia disenangi Allah, karena tidak riya dan tidak congkak. .

Orang yang meninggalkan dosa disenangi malaikat, karena tidak menambah kesibukan malaikat yang bertugas mencatat kejelekan.

Sedang orang yang tidak tamak, disenangi kaum muslimin, karena tidak mengotori hati mereka.

5. Islam, Taat dan Kematian

Dari Ali r.a.:

“Di antara kenikmatan dunia cukuplah untukmu kenikmatan Islam. Di antara kesibukan, cukuplah untukmu kesibukan berbuat taat. Dan di antara pelajaran, cukuplah kematian sebagai pelajaran bagimu.”

 Kenikmatan terbesar yang oleh Allah dianugerahkan kepada hamba, adalah pada saat Dia mengeluarkan hamba-Nya dari yang tiada menjadi ada, dari kegelapan kufur menuju cahaya Islam.

Taat kepada Allah merupakan kesibukan yang paling besar. Sesungguhnya maut itu sebuah peringatan yang cukup untuk menjadi pelajaran bagimu. Adapun kematian, adalah nasihat yang paling besar bagi manusia. – 

6.  Tiupan Nikmat, Pujian dan Tutup Keaiban

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a.:

“Banyak orang yang hanyut terbuai kenikmatan, banyak orang yang termakan fitnah oleh pujian dan banyak juga orang yang tertipu oleh tutup keaiban.”

Banyak orang yang lupa daratan karena diberikan banyak kenikmatan. Karena banyak mendapat pujian, orang dapat masuk dalam jaringan fitnah dan bencana. Banyak orang teperdaya dan lupa akhirat, lantaran aib dirinya selalu tertutup.

7. Tiga Perkara yang Harus Diperhatikan oleh Orang yang Berakal

Dari Nabi Dawud a.s., beliau berkata: “Telah diwahyukan dalam kitab Zabur sebagai berikut:

“Huk atas orang yang berakal adalah jangan sibuk, melainkan dengan tiga perkara: Menghimpun bekal untuk akhirat, mencari biaya hidup dam mencan kelezatam dengan cara halal.”

Bekal akhurat dihimpun dengan melakukan perbuatan yang saleh, karena biaya hidup di sini meliputi kecukupan pembiayaan untuk sarana ibadah dan kemaslahatan. Adapun dalam mencari sesuatu, maka wajib mencari yang halal dan dengan cara halal pula.

8. Tiga Faktor dalam Empat Perkara

Dari Abdurrahman bin Shakhr, Abi Hurairah r.a., dia berkata: Nabi saw. bersabda:

“Tiga faktor penyelamat, tiga faktor perusak, tiga faktor derajat dan tiga faktor penebus dosa. Adapun tiga faktor penyelamat adalah: Takwa kepada Allah di kesepian dan di depan umum, sederhana, baik dalam kefakiran dan kecukupan dan bersikap adil di waktu senang dan marah. Tiga faktor perusak adalah: Teramat kikir, menuruti hawa nafsu dan membanggakan diri sendiri. Kemudian tiga faktor derajat adalah: Menyebarkan salam, memberi makan dan salat malam ketika orang-orang sedang tidur.

Adapun tiga faktor penebus dosa adalah: Menyempurnakan wudu dalam keadaan cuaca dingin, melangkahkan kaki menuju jamaah salat, menunggu salat berikutnya setelah salat yang dilakukan.”

Ada tiga perkara yang akan menyelamatkan manusia dari siksa, yaitu pertama, takut kepada Allah, baik secara sembunyi maupun terbuka di depan umum, takwa secara sembunyi lebih tinggi derajatnya daripada takwa secara terbuka. Kedua, hidup’sederhana dengan tidak melewati batas (haram) dan rela dengan keadaan. Ketiga, berbuat marah dan rela karena Allah swt.

Tiga perkara yang mencelakakan, yaitu pertama, kikir yang sangat, yakni tidak menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak makhluk-Nya. Yang dimaksud kikir di sini, adalah kikir yang ditaati oleh manusia. Adapun kikir yang berada dalam diri manusia jika tidak ditaati, maka tidak akan mencelakakan, karena kikir itu adalah suatu sifat yang berada dalam diri manusia. Kedua, tidak menuruti keinginan nafsunya: dan ketiga, tidak memandang dirinya lebih sempurna ketimbang orang lain.

Tiga perkara yang menaikkan derajat: Pertama, mengucapkan salam antarmuslim, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Kedua, memberi makan kepada tamu dan orang yang lapar. Ketiga, salat Tahajud pada malam hari ketika orang lain tidur lelap.

Tiga perkara yang mampu menghapus dosa: Pertama, menyempurnakan wudu dalam cuaca yang sangat dingin: Kedua, melangkahkan kaki ke mesjid guna melaksanakan salat: Ketiga, menanti di mesjid untuk melaksanakan salat atau menanti untuk melakukan kebaikan yang lain.

9, Hidup, Berpisah dan Balasan

Jibril a.s. berkata:

“Wahai, Muhammad! Hiduplah sekehendakmu, karena engkau akan mati, Cintailah orang yang kamu kehendaki, karena engkau akan berpisah dengannya: Dan berbuarlah sekehendakmu, namun sesungguhnya kamu akan menerima balasannya.”

Akhir kehidupan adalah kematian dan kematian akan memisahkan orang yang saling menyayangi. Segala amal hamba-hamba Allah swt.bakan dibalas, jika baik, maka dibalas kebaikan dan jika jelek, maka akan dibalas dengan kejelekan.

10. Tiga Golongan Manusia yang Akan Mendapat Naungan Allah di Hari Kiamat Nanti

Nabi saw. bersabda:

“Tiga golongan akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan ArasyNyaydi saat tempat bernaung selain naungan-Nya, yaitu orang yang berwudu di waktu dingin, orang yang jalan ke mesjid di waktu gelap gulita dan memberi makan orang yang kelaparan.”

Yang dimaksud dengan hari di mana tiada teduhan selain teduhan dari Allah, adalah hari Kiamat.

11 Tiga Faktor yang Menyebabkan Manusia Menjadi Kekasih Allah swt,

Nabi Ibrahim a.s. pernah ditanya:

“Gerangan apakah yang menyebabkan Allah menjadikan engkau kekasih-Nya?” Nabi Ibrahim menjawab: “Sebab tiga hal: yaitu, saya memilih urusan Allah ketimbang urusan yang lam, saya tidak pernah gundah terhadap apa-apa yang telah ditanggung oleh Allah untukku dan saya tidak pernah makan malam maupun makan siang, melainkan bersama tamu.”

Dalam suatu riwayat dinyatakan, bahwa Nabi Ibrahim sering pergi sejauh satu-dua mil hanya untuk mencari orang yang diajak makan bersama (di rumahnya).

12. Tiga Perkara yang Menyirnakan Kegalauan

Dari sebagian hukama:

“Tiga hal dapat menghilangkan kegalauan, yaitu: Menginga Allah Ta’ala, menemui wali-wali Allah dan ucapan hukama.”

Mengingat Allah dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya membaca Tahlil, Haugalah, atau Munajat.

Dalam munajat dapat membaca:

“Wahai, Tuhan, Penolong setiap orang yang merana, yang menyeru kepada-Nya. Wahai, Tuhan yang mengabulkan setiap doa orang sengsara, wahai, Tuhan Yang Maha Bijaksana terhadap setiap orang yang bersalah dan durhaka, wahai, Tuhan yang mencukupi setiap orang yang mementingkan-Mu ketimbang dunianya, aku mohon kepada-Mu untuk dapat mencapai sesuatu yang tidak dapat aku gapai tanpa pertolongan-Mu, dapat menolak sesuatu yang tidak mampu aku menolak tanpa kekuatan-Mu dan aku memohon kepada-Mu kebaikan yang penuh sejahtera dan kesejahteraan yang penuh kebaikan, wahai, Tuhan Yang Maha Pengasih di atas semua yang mempunyai belas kasih.”

Adapun para wali Allah, ialah ulama dan salihin. Ucapan hukama ialah petuah mereka yang berisi petunjuk untuk memperoleh kebaikan dunia akhirat.

13. Adab, Kesabaran dan Warak

Dari Al-Hasan Al-Basri, salah seorang ulama besar generasi tabiin menyatakan:

“Barangsiapa tidak beradab, maka tidak berilmu: barangsiapa tidak punya kesabaran, berarti ia tidak punya agama, dan barangsiapa tidak punya warak, berarti dia tidak mempunyai kedudukan di dekat Tuhan.”

Adab di sini, meliputi adab (sopan santun) terhadap Allah dan adab terhadap sesama manusia. Orang tidak beradab itu tidak berilmu, artinya ilmunya tidak berfungsi lagi.

Kesabaran di sini adalah ketabahan dalam menghadapi bencana dan kezaliman sesama manusia, juga ketabahan dalam menyingkirkan maksiat dan dalam melaksanakan perintah agama.

Warak adalah kesanggupan diri untuk meninggalkan sesuatu yang haram dan sesuatu yang tidak jelas halal-haramnya.

14. Takut kepada Allah, Mengendalikan Lisan dan Selektif Terhadap Makanan

Diriwayatkan, bahwa seseorang dari Bani Israel telah pergi menuntut ilmu keluar negeri. Berita itu pun telah sampai kepada Nabi mereka saat itu. Kemudian ia pun dipanggil dan setelah menghadap, lalu sang Nabi itu bersabda:

“Wahai, pemuda, sesungguhnya aku akan menasihatimu dengan tiga perkara yang di dalamnya terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang zaman akhir, yaitu kamu harus takut kepada Allah, baik secara rahasia maupun secara terang-terangan, tahanlah lisanmu dari menjelekkan makhluk, janganlah kamu menceritakan mereka selain kebaikannya dan lihatlah rotimu yang akan kamu makan, sehingga jelas kehalalannya.”

Setelah itu, ternyata pemuda tersebut mengurungkan kepergiannya menuntut ilmu di luar negeri.

15. Tiga Faktor Penting yang Menyebabkan Ilmu Bermanfaat

Diriwayatkan, bahwa seseorang dari kaum Bani Israel telah mengumpulkan buku sebanyak delapan puluh peti yang berisi ilmu, namun tidak bermanfaat baginya, maka Allah swt. memberi wahyu . kepada Nabi mereka, agar menasihati orang tersebut:

“Apabila kamu mengumpulkan lebih daripada itu pun, niscaya tidak akan bermanfaat kepadamu selain kamu mengerjakan tiga perkara: yaitu kamu mencintai dunia karena dunia itu bukanlah balasan bagi orang-orang mukmin, janganlah kamu berteman dengan setan karena dia bukanlah teman orang-orang mukmin dan janganlah kamu menyakiti seseorang karena hal itu bukanlah perbuatan orang-orang mukmin.”

Tempat kesenangan orang mukmin itu bukanlah dunia, tapi akhirat. Sedang yang dimaksud dengan menemani setan, adalah mengikuti ajakan dan bujukarinya, sehingga akan menyelisihi aturan syarak.

16. Tiga Tuntutan dalam Munajat Imam Sulaiman Ad-Darani

Dari Abdurrahman bin Athiyah, Abu Sulaiman Ad-Darani r.a., dalam munajat beliau berkata:

“Wahai, Tuhanku! Apabila Engkau menuntutku karena dosaku, tentu aku pun akan menuntut ampunan-Mu. Apabila engkau menuntutku karena kekikiranku, tentu aku akan menuntut kedermawanan-Mu. Dan apabila Engkau memasukkanku ke neraka, tentu aku pun akan memberitakan kepada ahli neraka bahwa sesungguhnya aku mencintai-Mu.”

Aku menuntut-Mu dengan ampunan, karena ampunan-Mupasti lebih luas dibanding dosaku. Kata kekikiran di sini, dimaksudkan dengan kekikiran memberikan sedekah dan kekikiran mengabdikan diri untuk menunaikan perintah Allah. .

Daran adalah nama sebuah kota di Damaskus. Abdurrahman Ad Darani wafat tahun 215 H.

17. Tiga Tanda Orang yang Paling Bahagia

Ada yang mengatakan:

“Orang yang paling berbahagia adalah orang yang mempunyai hati alim, badan sabar dan paus dengan apa yang ada di tangannya.”

Hati alim, adalah yang menyadari bahwa Allah senantiasa menyertainya di mana saja dia berada.

Badan sabar, adalah sabar dalam menunaikan perintah agama dan dalam menghadapi bencana.

Puas dalam menerima apa adanya, adalah sikap puas yang mendasar di kala tidak melihat harapan yang lain.

 Dari Ibrahim An-Nakha’i r.a.:

“Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu itu celaka hanya lantaran tiga perkara, yaitu kelewat banyak bicara, kelewat banyak makan dan kelewat banyak tidur.”

Bicara dianggap kelewat batas, jika membicarakan sesuatu yang tidak menyangkut kebaikan agama maupun dunia. Berlebihan dalam makan, yaitu memakan makanan yang tidak mengakibatkan beribadah kepada Allah. Berlebihan dalam tidur, yaitu setelah tidur tidak digunakan untuk beribadah.

Dari Yahya bin Mu’adz Ar-Razi:

“Amatlah beruntung orang yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya, orang yang membangun kuburan sebelum ia memasukinya dan orang yang mendatangkan rida Tuhannya sebelum ia menemui-Nya.”

Yahya bin Mu’adz Ar-Razi, ialah seorang penasihat yang dapat diharapkan, baik secara lisan maupun ucapannya tentang makrifat. Beliau . pergi ke Balgi dan tinggal di sana selama setahun. Lalu pergi ke Naisabur dan meninggal.dunia di sana pada tahun 258 H.

Beliau mengatakan, bahwa suatu kebahagiaan bagi orang yang meninggalkan dunia (harta), sebelum dunia meninggalkannya, yakni dengan cara membelanjakan harta kekayaan dalam bermacam-macam kebaikan sebelum dia meninggal dunia atau sebelum dunia itu habis dari dirinya. Misalnya, dirampas. Mendirikan kuburan sebelum memasukinya dengan cara beramal dengan amalan-amalan yang akan menyenangkannya di dalam kubur. Melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya sebelum dia mati, agar dia mendapatk4n rida dari-Nya.

Dari Ali r.a.:

“Barangsiapa tidak ada padanya Sunah Allah, Sunah Rasulullah dan Sunah Wali-wali Allah, maka dia tidak mempunyai sesuatu pun di tangannya.”

Selanjutnya, ditanyakan kepada Sayidina Ali:

“Apakah Sunah Allah itu?” Ali menjawab: “Ialah menyimpan rahasia.” Ditanyakan lagi: “Apakah Sunah Rasulullah?” Beliau menjawab: “Yaitu berbuat ramah terhadap sesama manusia.” Dan ditanyakan lagi: “Apakah Sunah wali-wali Allah?” Beliau pun menjawab: “Memikul beban penderitaan dari para manusia.”

Rahasia, adalah sesuatu yang harus disembunyikan, agar orang lain tidak mengerti. Menyembunyikan rahasia orang lain adalah wajib. Tentang sifat ramah, sebagaimana disebutkan dalam syair:

“Berbuatlah terhadap mereka selagi engkau berada di rumah mereka, dart buatlah hati mereka puas, selama engkau berada di bumi mereka.”

Dalam hubungan ini orang-orang sebelum kita saling berwasiat dengan tiga hal dan saling menyurati dengannya, yaitu:

“Barangsiapa yang beramal untuk akhiratnya, maka Allah mencukupi agama dan dunianya. Barangsiapa membina batiniahnya, niscaya Allah membaguskan lahiriahnya. Dan barangsiapa memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah, maka Allah memperbaiki hubungannya dengan – sesama manusia.”

Maksud kalimat “Allah mencukupi kebutuhan agama dan dunia”, adalah bahwa segala hal ihwal orang itu selalu berada di dalam pemeliharaan Allah. Untuk memperbaiki hubungan manusia dengan Allah, maka dengan cara mempertulus perbuatannya, tidak mendemonstrasikan juga tidak mengagumi kemampuan sendiri. Orang yang memperbaiki hubungannya dengan Allah itu akan diperbaiki oleh Allah hubungannya dengan sesama manusia. Karena orang yang dicintai Allah itu juga akan dicintai makhluk-Nya.

Dari Ali r.a.:

“Jadilah engkau orang yang paling bagus menurut Allah dan orang yang paling jelek di matamu sendiri dan jadilah orang sewajarnya di mata orang lain.”

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Asy-Syekh Abdul Qadir AlJailani -qaddasa sirrahu- sebagai berikut:

“Apabila engkau menjumpai seseorang yang lebih utama darimu, maka berucaplah: Bisa jadi ia menurut Allah lebih bagus daripada aku dan lebih tinggi derajatnya. Jika orang itu lebih kecil, maka ucapkanlah: Anak ini belum durhaka kepada Allah, tapi aku sudah, maka jelas dia lebih bagus daripada aku. Jika orang itu besar, maka katakanlah: Orang ini sudah mengabdi kepada Allah sejak sebelum aku. Jika orang itu alim, maka ucapkanlah: Orang ini dianugerahi ilmu yang belum aku ketahui dan mencapai sesuatu yang belum aku capai juga mengetahui sesuatu yang aku belum tahu dan dia pun berbuat atas dasar ilmunya itu. Jika orang itu bodoh, maka ucapkanlah: Orang ini durhaka kepada Allah, karena belum tahu, sedangkan aku mendurhakai-Nya justru aku dalam keadaan sudah tahu. Aku pun tidak tahu bagaimana nanti akhir hayatku dan akhir hayatnya. Jika orang itu kafir, maka katakanlah: Saya tidak tahu pasti, boleh jadi dia masuk Islam dan mati husnul khatimah, bisa jadi pula aku kafir dan mati suul khatimah.”

Dikatakan, bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada Nabi Uzair a.s. Dia berfirman:

“Wahai, Uzair, apabila kamu berbuat suatu dosa kecil, maka janganlah kamu melihat kecilnya, namun kepada Tuhan yang kamu berbuat dosa kepada-Nya! Apabila kamu mendapatkan yang sedikit, janganlah kamu .melihat kecilnya, namun kamu harus melihat siapakah yang memberi rezeki kepadamu. Apabila kamu ditimpa suatu bencana, janganlah kamu mengadukan-Ku kepada makhluk-Ku, sebagaimana Aku pun tidak mengadukan kepada para malaikat-Ku bila kejelekankejelekanmu dilaporkan kepada-Ku.”

Imam Ibnu Uyainah berkata: Orang yang mengadu kepada manusia, tapi hatinya sabar dan rela dalam menerima takdir, maka dia tidak termasuk orang yang berkeluh kesah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi dalam menjawab pertanyaan Jibril ketika beliau sedang sakit. Jibril bertanya: “Apakah yang kamu rasakan terhadap dirimu?” Beliau bersabda:

“Ya, Jibril, aku merasakan gelisah dan sedih.”

Dari Hatim Al-A’sham:

“Tiada suatu pagi pun berlalu melainkan setan bertanya kepadaku: Apakah yang akan kamu makan! Apakah yang akan kupakai? Dan .. di manakah kamu akan tinggal? Kemudian aku menjawab kepadanya: “Aku akan memakan maut, aku akan memakai kafan dan aku akan tinggal di kubur. Kemudian setan itu lari dariku.”

Hatim Al-A’sham ialah Abu Abdurrahman Hatim bin Alwan: Pendapat lain mengatakan Hatim bin Yusuf. Beliau termasuk Syekh besar daerah Khurasan, Hatim juga, murid Syaqiq.

Diriwayatkan: seorang wanita pernah datang kepadanya dan bertanya tentang suatu hal. Pendapat itu juga wanita tersebut kentut, sehingga : tampak malu dan tersipu. Lalu Hatim berkata: “Keraskanlah suaramu sedikit!”, untuk bergura-pura tuli. Wanita itu pun gembira dan tidak lagi merasa malu atas kentutnya tersebut. Malah wanita itu bilang: “Tuan Hatim tidak lagi mendengar suara.” Mulai saat inilah, Hatim digelari “Al-Asham” (yang tuli).

Dari Nabi saw.:

“Barangsiapa keluar dari kehinaan maksiat menuju kemuliaan taat, maka Allah akan menjadikan ia kaya tanpa harta, kuat tanpa tentara dan menang tanpa bala.”

Maksudnya, orang yang sudi meninggalkan maksiat dan melakukan taat, maka Allah memberinya tiga sifat yang terpuji:

  1. Ia kaya tanpa harta, sebab mempunyai hati yang tenang walau tanpa kekayaan.
  2. Ia kuat tanpa tentara, karena mendapat kekuatan dari Allah swt.
  3. Ia dapat mengalahkan musuhnya tanpa bantaun orang lain, sebab dibantu oleh Allah secara langsung.

Diriwayatkan, bahwa suatu hari Nabi saw. menemui para sahabatnya, beliau bertanya:

“Bagaimana keadaanmu di pagi mi?” Para sahabat menjawab: “Di pagi ini kami tetap beriman kepada Allah swt.” Nabi saw. bertanya lagi: “Apakah tanda iman kalian?” Mereka menjawab: “Kami bersabar atas musibah, bersyukur atas kelapangan dan rida dalam menerima gadha (ketetapan).” (adha adalah ketentuan Allah yang ditetapkan sejak azali (sebelum terjadi sesuatu) dan berlaku selamanya. Sebagian orang yang telah makrifat kepada Allah berkata: Sabar itu ada tiga tingkatan:

  1. Tidak mungkin, tingkatan ini adalah tingkatan tabiin.
  2. Rida menerima takdir, tingkatan ini adalah tingkatan orang-orang zuhud (orang-orang yang menjauhkan diri dari kesenangan dunia untuk beribadah).
  3. Senang menerima cobaan, tingkatan ini adalah tingkatan Shiddiqin (orang-orang yang berbakti serta selalu mempercayai).

Nabi saw. bersabda:

“Kalian adalah benar-benar orang yang beriman, demi Allah, Tuhan Ka’bah.”

Dalam suatu hadis dikatakan:

“Beribadahlah kamu kepada Allah dengan ikhlas, apabila kamu tidak mampu, maka bersabarlah kamu terhadap perkara yang tidak kamu sukai, karena dalam hal itu terdapat kebaikan yang banyak.” [alkhoirot.org]

LihatTutupKomentar