Adab Tatacara Berinteraksi dengan Allah dan Manusia
Nama kitab: Terjemah Maroqil 'Ubudiyah: Syarah Bidayatul Hidayah
Nama kitab asal: Maraqi al-Ubudiyah Syarh Bidayah al-Hidayah (مراقي العبودية شرح بداية الهداية)
Ejaan lain: Maraaqi al-Ubuudiyyah Sharh Bidayat al-Hidaayah, Maraaqi al-Oboodiyah
Pengarang: Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi
Nama yang dikenal di Arab: محمد بن عمر بن عربي بن علي نووي الجاوي أبو عبد المعطي
Kelahiran: 1813 M, Kecamatan Tanara, Bantenk, Indonesia
Meninggal: 1897 M, Mekkah, Arab Saudi
Penerjemah:
Bidang studi:Tasawuf, sufisme, tarekat, suluk
Daftar Isi
- Adab Tidur
- Adab-Adab Salat
- Adab Imam Dan Makmum
- Adab-Adab Salat Jumat
- Adab-Adab Puasa
- Menjauhi Perbuatan Maksiat
- Pembicaraan Tentang Kedurhakaan Hati
- Adab Bergaul Dengan Al-Khaliq Dan Sesama
- Kembali ke: Terjemah Maroqil Ubudiyah
   Adab Tidur
Semua yang engkau kerjakan dalam harimu mempunyai adabadab,
  demikian juga dengan tidur. Sebelum engkau tidur hendaknya mengerjakan
  adab-adabnya yang enam,
Pertama, menghadap kiblat. Menggelar alas
  tidur dengan menghadap kiblat. Menghadap kiblat itu ada dua macam, yang
  pertama:
    Menghadap kiblat seperti orang yang
  menghadapi ajal, yakni berbaring di atas punggungnya, wajah dan perutnya
  menghadap kiblat. Cara berbaring ini dibolehkan bagi orang lelaki dan makruh
  bagi perempuan.
    Tidur di atas sisi kanan
  sebagaimana mayit berbaring di dalam lahatnya, dan dengan bagian depan badan
  menghadap kiblat. Adapun tidur di atas wajah, maka itu adalah tidurnya setan
  dan hukumnya makruh. Adapun tidur di atas sisi sebelah kiri, dianjurkan para
  dokter, karena mempercepat pencernaan makanan. Untuk memenuhi sunah dan segi
  kedokteran patutlah ia berbaring di atas sisi kanan sebentar sesudah makan,
  kemudian berbalik di atas sisi kiri.
Kedua, ketahuilah bahwa tidur
  ibarat kematian dan jaga ibarat kebangkitan, karena setiap orang tidak tahu
  kapan ia akan dicabut nyawanya. Barangkali Allah  mencabut nyawamu di
  saat tidur. Maka bersiaplah untuk berjumpa dengan-Nya dengan tidur dalam
  keadaan suci.
 
Ketiga, hendaklah menulis wasiat
  yang diletakkan di bawah bantal. Karena boleh jadi nyawamu diambil di waktu
  tidur. Maka jika seseorang mati tanpa wasiat, ia tidak berbicara di alam
  barzakh. Sesungguhnya orang-orang mati saling mengunjungi di dalam kubur-kubur
  mereka. Seseorang berkata kepada yang temannya: “Kenapa orang yang miskin
  ini?”
 
Dijawab: “Ia mati tanpa meninggalkan
  wasiat.” Demikian dinukil dari Ibnu Sholah. Al-Bujairami berkata, hal itu bisa
  diartikan bila ia mati tanpa meninggalkan wasiat yang wajib karena telah
  dinazarkannya.
 
Keempat, tidurlah dalam keadaan
  bertobat dari dosa-dosa dan memohon untuk tidak mengulangi berbuat dosa.
 
Diriwayatkan
  oleh Tirmidzi dari Abi Said Al-Khuudfi dari Nabi  beliau bersabda:
 
“Barangsiapa
  ketika hendak tidur mengucapkan, “Aku mohon ampun kepada Allah yang rada Tuhan
  selam Dia Yang Hidup Kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya tiga kali, maka
  Allah  mengampuni dosa| dosanya.”
 
Berusahalah
  untuk selalu berbuat kebaikan kepada sesama muslim jika Allah membangkitkanmu
  dari tidur.
 
Nabi  bersabda:
 
“Barangsiapa
  tidur tanpa berniat untuk menganiaya seseorang dan tidak mendendam kepada
  seseorang, diampunilah dosanya.”
 
Ingatlah bahwa
  engkau akan berbaring dalam lahatmu seperti itu dalam keadaan sendirian dan
  terasing. Engkau tidak mempunyai sesuatu apa pun selain amal dan tidak dibalas
  kecuali dengan usahamu. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya hasil usahanya akan
  dilihatnya.”
 
Yakni dalam timbangannya pada hari
  kiamat tanpa ada keraguan dengan janji yang tidak akan meleset, meskipun
  setelah waktu yang lama.
 
Kelima, janganlah
  membiasakan dirimu tidur di atas kasur yang empuk, dan janganlah tidur bila
  tidak sangat mengantuk, kecuali kalau ingin tidur supaya bisa bangun di akhir
  malam. Adalah mereka tidur bila sangat mengantuk, dan makan bila sangat lapar
  dan berbicara hanya seperlunya.
 
Janganlah
  paksakan tidur, karena tidur itu menganggurkan kehidupan, kecuali bila jagamu
  berakibat buruk atas dirimu, dan tidurmu menimbulkan keselamatan bagi agamamu,
  maka ketika itu engkau boleh tidur.
 
Disunahkan
  bagi untuk merapikan dan membersihkan tempat tidurnya bila ingin kembali tidur
  sesuai dengan sabda Nabi :
 
“Apabila seseorang
  dari kamu ingin tidur, hendaklah ia mengebas alas tidurnya dengan bagian dalam
  sarungnya, karena ia tidak tahu apa yang ditinggalkannya di situ.” (HR.
  Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah)
 
Ketahuilah
  bahwa dalam sehari semalam 24 jam, maka gunakan waktumu untuk tidur siang dan
  malam tidak lebih dari 8 jam.
 
Jika engkau tidur
  di waktu malam lebih dari 8 jam, maka tidak ada artinya tidur di siang hari.
  Maka cukuplah bagimu jika engkau hidup misalnya 60 tahun bahwa engkau
  menyia-nyiakan 20 tahun darinya, yaitu sepertiga umurmu.
 
Siapkan
  siwakmu dan air untuk bersuci ketika akan tidur dan bertekadlah untuk bangun
  malam atau bangun sebelum Subuh. Diriwayatkan dari Rasulullah , bahwa beliau
  bersiwak beberapa kali setiap malam ketika hendak tidur dan di waktu bangun
  dari tidur.
 
Adalah dua rakaat di tengah malam
  merupakan salah satu simpanan kebaikanmu untuk memenuhi kebutuhanmu di dalam
  kubur dan di hari kiamat. Simpanan hartamu di dunia tidak akan cukup bagimu
  bila engkau mati. Nabi  bersabda: “Barangsiapa mendatangi tempat tidurnya
  sedang ia berniat bangun malam dan mengerjakan salat, tetapi ia tertidur
  sampai pagi, maka ditulis baginya apa yang diniatkannya dan tidurnya menjadi
  sedekah atas dirinya dari Allah
 
Keenam, berdoa
  ketika akan tidur dan ketika bangun dari tidur, katakanlah ketika hendak
  tidur.
 
“Dengan menyebut nama-Mu ya Tuhanku, aku
  letakkan lambungku dan dengan menyebut nama-Mu aku mengangkatnya, maka
  ampunilah dosaku. Ya Allah, lindungilah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau
  bangkirkan hamba-hamba-Mu Ya Allah, dengan menyebut nama-Mu aku hidup dan aku
  mati. Dan aku berlindung kepada-Mu ya Allah dari kejahatan setiap makhluk yang
  jahat dan kejahatan setiap makhluk yang nyawanya berada di tangan-Mu,
  sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. Ya Allah, Engkaulah yang
  permulaan, maka nada sesuatu pun sebelum Engkau. Dan Engkaulah yang
  penghabisan, maka tiada sesuatu pun selai Engkau. Engkaulah Yang Tampak dan
  tiada sesuatupun di atas-Mu dan Engkaulah Yang Tersembunyi, maka nada sesuatu
  pun di dekat-Mu. Lunaskanlah hutangku daan cukupilah aku dan jauhkan aku dari
  kemiskinan.”
 
Di dalam Al-Ihya’ dan Al-Adzkar yang
  diriwayatkan oleh Abi Dawud, sampai pada kata “anta al-awalu”.
 
Adapun
  riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah, maka seperti itu, kecuali
  lafaz: “Lunaskanlah hutang kami dan cukupilah kami dan jauhkan dari
  kemiskinan.”
 
“Ya Allah, Engkau ciptakan diriku
  dan engkau mematikannya. Engkaulah yang berkuasa mematikan dan menghidupkannya
  sewaktu-waktu. Jika Engkau mematikannya, maka ampunilah dia dan jika Engkau
  menghidupkannya, maka peliharalah dia sebagaimana Engkau memelihara
  hamba-hamba-Mu yang salih. Ya Allah, aku mohon kepadaMu maaf dan keselamatan
  dalam agama, dunia dan akhirat.”
(HR. Muslim dari Ibnu Umar)
 
“Ya
  Allah, bangunkanlah aku dalam saat yang paling aku sukai dan Jadikanlah aku
  sebagai pelaku amal yang paling Engkau sukai untuk mendekatkan aku kepada-Mu
  sedekat-dekatnya dan menjauhkan aku dari kemarahan-Mu sejauh-jauhnya. Aku
  memohon kepada-Mu hingga Engkau memberiku dan aku mohon ampun kepada-Mu hingga
  Engkau ampuni aku dan aku berdoa kepada-Mu hingga Engkau mengabulkannya
  bagiku.”
 
Kemudian bacalah ayat Kursi.
  Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi bahwa siapa membacanya ketika hendak tidur, maka
  Allah mengamankannya atas dirinya, tetangganya dan rumah-rumah di sekitarnya.
  Demikian disebutkan dalam As-Siraajul Munir. Kemudian diteruskan dengan
  membaca ”Aamanaar rasuul” hingga akhir surah Al-Baqarah. Diriwayatkan dari
  Nabi  bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari
  surah Al-Bagarah dalam suatu malam, maka kedua ayat itu akan melindunginya.”
  Asy-Syarbini menambahi, yakni dari ketidak-mampuan bangun malam atau dari
  segala yang menyedihkannya.
 
Diriwayatkan oleh Abu
  Bakar dari Ali bahwa ia berkata: “Tidaklah kulihat seorang yang berakal tidur
  sebelum membaca tiga ayat terakhir dari surah Al-Bagarah dan Al-Ikhlas tiga
  kali sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi dalam Al-Adzkar dan Al-Mu’
  awwidzatain.”
 
Kemudian tiuplah dalam kedua
  tanganmu ketika membaca dan usaplah kepala, wajah dan bagian tubuhmu yang lain
  dan lakukan itu tiga kali. Kemudian bacalah surah Al-Mulk, dan ucapkanlah
  dalam keadaan terjaga:
 
“Tiada Tuhan selain Allah
  Yang Maha Esa lagi Maha Penakluk, Tuhan Penguasaa langit dan bumi dan segala
  yang terdapat di antara keduanya. Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
 
Demikian
  diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dari Aisyah  Hendaklah engkau tertidur dalam
  keadaan berzikir dan dalam keadaan suci.
 
Barangsiapa
  bersuci sebelum tidur, ruhnya dinaikkan ke Arsy dan ditulis sebagai orang yang
  salat hingga ia bangun dan mimpinya benar. Jika tidak tidur dalam keadaan
  suci, maka mimpi-mimpinya kacau dan tidak benar. Saya maksudkan dengan ini
  kesucian batin dan lahir sekaligus. Kesucian batin itulah yang berpengaruh
  dalam tersingkapnya tabir kegaiban. Apabila engkau bangun, maka kembalilah
  kepada apa yang saya beritahukan kepadamu pertama sekali dalam bab adab-adab
  di waktu bangun dan peliharalah tertib ini dalam sisa umurmu. Jika berat
  bagimu memeliharanya, maka sabarlah dengan kesabaran orang sakit yang menahan
  pahitnya obat sambil menunggu kesembuhan dan pikirkanlah umurmu yang
  pendek.
 
Jika engkau hidup seratus tahun misalnya,
  maka umur itu sedikit dibandingkan tinggalmu di negeri akhirat yang abadi.
 
Renungkanlah
  bagaimana engkau menanggung kepayahan dan kehinaan dalam mencari dunia selama
  sebulan atau setahun karena berharap bisa beristirahat dengan kenikmatan dunia
  itu selama 20 tahun misalnya. Mengapa engkau tidak sanggup menanggung
  kepayahan dengan mengamalkan wirid-wirid dalam masa yang sebentar dari hidupmu
  di dunia demi mengharapkan istirahat untuk selama-lamanya. Kenikmatan dunia
  dibanding pahala akhirat tidak ada artinya.
 
Janganlah
  engkau panjangkan angan-anganmu sehingga menjadi berat bagimu untuk beramal
  sementara kematian telah dekat.
 
Katakanlah dalam
  hatimu: Aku menanggung kepayahan hari ini dengan membaca wirid-wirid, karena
  boleh jadi aku mati nanti malam. Dan aku bersabar malam ini dengan menanggung
  pahitnya berjaga dalam melakukan ibadat, karena boleh jadi aku mati besok.
  Maka ibadat itu menjadi bekal bagiku di akhirat.
 
Sesungguhnya
  kematian tidak akan datang kepada seorang hamba dalam waktu yang telah
  ditentukan, tetapi ia kan datang sewaktu-waktu dalam setiap keadaan, baik
  keadaan sehat, sakit, lalai maupun ingat. Dan kematianpun tidak datang dalam
  umur tertentu, tetapi ia akan datang kepada anak kecil, pemuda maupun orang
  tua.
 
Maka kematian itu pasti menyerang dalam
  setiap keadaan sehingga persiapan untuk menghadapinya lebih patut daripada
  persiapan untuk mendapatkan kenikmatan dunia, sedangkan engkau tahu bahwa
  engkau tidak tinggal di dalamnya kecuali sebentar. Barangkali ajalmu hanya
  tinggal sehari atau sedetik, maka pikirkanlah serangan kematian ini dalam
  hatimu setiap hari.
 
Nabi  bersabda: “Hadiah
  bagi orang mukmin adalah kematian.” Nabi  mengatakan ini karena dunia
  adalah penjara bagi orang mukmin di mana ia bersusah payah dan mematahkan
  syahwat serta memerangi setannya. Maka kematian merupakan pembebasan baginya
  dari siksaan ini, sedangkan pembebasan itu adalah hadiah baginya.
 
Ar-Rabi
  bin Khaitsam berkata: ”Andaikata hatiku tidak mengingat kematian sesaat,
  niscaya rusaklah dia.”
 
Paksakan dirimu untuk
  sabar dalam mentaati Allah hari demi hari karena jika engkau bisa hidup selama
  50 tahun misalnya, dan engkau memaksanya bersabar dalam mentaati Allah,
  niscaya nafsu itu putus asa dan menjadi sulit bagimu.
 
Maka
  jika engkau lakukan itu, engkau pun gembira di saat kematian dengan
  kegembiraan yang tak berakhir, setelah engkau melihat tempatmu di surga,
  karena engkau telah bersiap-siap untuk akhirat dengan beribadat dan
  membersihkan jiwa. Jika engkau menunda-nunda ketaatan dan menggampangkannya,
  maka datanglah kematian kepadamu secara mendadak dalam waktu yang tidak engkau
  sangka dan engkau pun menyesal dengan penyesalan yang tak berakhir. Amalan
  orang-orang di waktu malam berupa ibadat akan dipuji di pagi hari sebagaimana
  halnya orang-orang yang melakukan perjalanan malam akan terpuji di waktu pagi
  karena mempersingkat perjalanan.
 
Saat kematian
  adalah kabar yang jelas kepadamu, yakni gembira dengan mendapat rida Tuhan
  sekalian alam atau bersedih karena mendapat kemurkaan-Nya dan kamu akan
  mengetahui kabar tersebut setelah waktu tertentu, yakni setelah habis
  umurmu.
 
Setelah kami tunjukkan kepadamu tertib
  dari wirid-wirid, maka akan kami sebutkan bagimu cara salat dan puasa,
  adab-adabnya dan adab-adab imam, makmum dan salat Jumat.
  
   
  Adab-Adab Salat
 
Apabila selesai membersihkan kotoran di badan
  dan telah suci dari hadas tutuplah aurat dari pusat sampai ke lutut,
  berdirilah menghadap kiblat sambil merenggangkan kedua telapak kaki dan
  bacalah surah AnNaas untuk melindungi diri dari godaan setan.
 
Hadirkan
  hatimu dengan apa yang sedang engkau hadapi dan kosongkan dari rasa was-was
  dan ingatlah di hadapan siapa engkau berdiri dan bermunajat serta agungkanlah
  munajat itu dalam dirimu.
 
Hendaklah engkau merasa
  malu untuk bermunajat kepada Tuhanmu dengan hati yang lalai dan dada yang
  dipenuhi dengan urusan dunia serta keinginan-keinginan buruk, bukan memikirkan
  urusan akhirat seperti surga dan neraka. Ini adalah makruh pula sebagaimana di
  sebutkan oleh Ar-Ramli. Ketahuilah bahwa di saat engkau berdiri di hadapan
  Allah 48 Dia mengetahui isi hatimu dan melihat kepada hatimu. Bayangkan dalam
  salatmu bahwa surga ada di sebelah kananmu dan neraka di sebelah kirimu,
  karena jika hati sibuk mengingat akhirat, terputuslah rasa was-was darinya.
  Maka perumpamaan ini menjadi obat untuk menolak rasa waswas. Demikian
  disebutkan dalam Awaariful Ma’arif. Sesungguhnya Allah menerima dari salatmu
  sesuai dengan kadar kekhusyukan, ketundukanmu dan kerendahan diri serta doamu
  yang tulus. Ada yang mengatakan, salat itu terdiri dari empat bagian, yaitu
  kehadiran hati, penyaksian akal, ketundukan jiwa dan ketundukan anggota
  tubuh.
 
Kehadiran hati menyingkap tabir,
  penyaksian akal menghilangkan teguran, ketundukan jiwa membuka pintu-pintu dan
  ketundukan anggota tubuh mendatangkan pahala.
 
Maka
  siapa yang mengerjakan salat tanpa kehadiran hati, maka ia lengah. Dan siapa
  yang mengerjakannya tanpa penyaksian akal, maka ia lalai. Dan siapa yang
  mengerjakannya tanpa ketundukan jiwa, maka ia berdosa. Sedangkan siapa yang
  mengerjakannya tanpa ketundukan anggota tubuh, maka ia sia-sia. Barangsiapa
  menunaikannya sebagaimana digambarkan, maka ia adalah mushalli yang memenuhi
  kewajibannya. Demikian disebutkan dalam Awaari ul Ma’ari .
 
Diriwayatkan
  dalam khabar: “Tidaklah manusia mendapat dari salatnya kecuali apa yang ia
  pahami dari salatnya.” Dan telah diriwayatkan dalam khabar bahwa siapa yang
  khusyuk dalam salatnya, wajiblah surga baginya dan ia pun keluar dari
  dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. Beribadatlah kepada
  Allah dalam salatmu seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa
  melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Jika hatimu tidak hadir dan
  anggota badanmu tidak tenang lantaran kurangnya pengetahuan terhadap kebesaran
  Allah , maka hadirkan dalam salat seorang salih dari pemuka keluargamu melihat
  kepadamu untuk mengetahui bagaimana salatmu. Saat itu hatimu hadir dan
  anggota-anggota tubuhmu akan tenang karena takut dikatakan salatmu kurang
  khusyuk.
 
Kemudian katakan dalam hatimu: “Hai diri
  yang buruk, engkau mengaku mengenal Allah dan mencintai-Nya. Tidakkah engkau
  merasa malu terhadap Pencipta dan Tuhanmu, karena engkau telah berbuat riya
  dalam salatmu dengan mengumpamakan seorang hamba yang hina melihatmu sedang ia
  tidak berkuasa membahayakanmu maupun memberimu manfaat, namun anggota badanmu
  tunduk dan salatmu menjadi baik. Engkau pun tahu bahwa Allah melihatmu sedang
  engkau tidak tunduk kepada kebesaran-Nya. Apakah Allah  di sisimu lebih
  kecil dari pada salah seorang hamba-Nya.
 
Betapa
  besarnya kedurhakaan dan kebodohanmu dan betapa besar permusuhanmu terhadap
  dirimu, karena engkau menghormati seorang hamba yang hina dan tidak
  menghormati Allah , engkau takut kepada manusia dan tidak takut kepada
  Allah  sedangkan engkau seharusnya lebih takut kepada-Nya.”
 
Obatilah
  hatimu dengan cara ini, barangkali hatimu hadir bersamamu dalam salatmu,
  karena engkau tidak mendapat dari salatmu, kecuali yang engkau perhatikan
  sepenuhnya. Adapun bacaan dan zikir yang engkau lakukan dalam keadaan lalai
  dan lupa, maka ia memerlukan istigfar dan kaftarat (tebusan), karena salatmu
  mengalami cacat. Khusyuk dalam salat, walaupun dalam sebagian darinya adalah
  wajib. Akan tetapi ia bukan syarat sahnya salat sebagaimana disebutkan oleh
  Ahmad Al-Bahrawi.
 
Jika hatimu hadir, maka
  janganlah tinggalkan iqamat meskipun sendirian, karena ia adalah untuk
  pembukaan salat. Jika engkau menunggu kehadiran jamaah, maka serukanlah azan
  dan iqamat. Pendapat ini bahwa azan tidak disunahkan bagi orang yang salat
  sendirian, ini berdasarkan mazhab yang lama, karena yang dimaksud dengan azan
  adalah pemberitahuan sedangkan hal itu tidak terdapat pada orang yang salat
  sendirian. Pendapat ini lemah.
 
Dalam mazhab baru
  azan disunahkan bagi orang yang salat sendirian dengan mengeraskan suara di
  dalam bangunan atau di padang luas, meskipun ia mendengar azan orang lain.
  Cukuplah dalam azannya bila ia memperdengarkan dirinya.
 
Lain
  halnya dengan azan untuk pemberitahuan. Apabila engkau menyerukan iqamat, maka
  niatkanlah tujuan salat sesuai dengan jenisnya. Ketahuilah bahwa istihdhar
  (menghadirkan salat) ada dua macam, hakiki dan urfi. Yang hakiki ialah
  menghadirkan bentuk salat secara terinci dengan menghadirkan salat yang
  dimaksud, setiap bagiannya. Sedangkan urfi ialah menghadirkan salat secara
  keseluruhan. Kemudian mugaranah ada dua macam, hakiki dan urfi. Hakiki ialah
  bila bertujuan mengerjakan salat yang di maksud, misalnya Zuhur, dan tidak
  melalaikannya dari permulaan takbir hingga akhirnya. Para ulama menukil dari
  Imam Asy-Syafi’i bahwa yang wajib menurutnya adalah istihdhar urfi disertai
  mugaranah hakiki. An-Nawawi memilih pendapat Imam Haramain, yaitu mencukupkan
  dengan mugaranah urfiah bersama istihdhar urfi. Ini adalah ringkasan pendapat
  yang disebutkan dalam Kasybun Nigaab leh Asy-Syeikh Ali bin Abdul Barr
  Al-Wanna’iy.
 
Selalu niatkan dalam hatimu setiap
  engkau akan salat sesuai dengan waktunya untuk membedakan dari yang qadha’ dan
  sunah serta dari waktu lainnya. Hendaklah makna-makna dari lafaz-Iafadz ini
  hadir dalam hatimu ketika engkau bertakbir dan pertahankan sampai akhir takbir
  supaya niatnya tidak lepas darimu sebelum selesai bertakbir, karena itulah
  yang wajib menurut Imam Asy-Syafi’i dan lebih sempurna menurut Imam
  Haramain.
 
Apabila semua itu sudah hadir dalam
  hatimu, maka angkatlah kedua tanganmu di waktu bertakbir sampai batas kedua
  pundakmu dengan kedua telapak tangan terbuka. Jangan merapatkan jari-jarimu
  dan jangan merenggangkannya, tetapi biarkan menurut apa adanya hingga kedua
  telapak tanganmu sejajar dengan kedua telingamu.
 
Demikian
  disebutkan dalam Al-Ihya’. Akan tetapi Ibnu Hajar berkata seperti Syaikhul
  Islam, disunahkan membuka kedua telapak tangan dan merentangkan jari-jari
  serta merenggangkannya secara sedang.
 
Apabila
  kedua telapak tanganmu sudah berada tepat di tempatnya, maka bertakbirlah
  dengan menghadirkan niat yang lalu. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.
 
Ibnu
  Hajar dan An-Nawawi berkata: ” Pendapat yang lebih sahih ialah bahwa yang
  lebih utama di waktu mengangkat tangan adalah bertepatan dengan permulaan
  takbir.”
 
Al-Wanna’iy berkata: “Dianjurkan
  mengakhiri takbir bersama meletakkan kedua tangan.”
 
Kemudian
  turunkan kedua tangan dengan perlahan dan jangan mendorong kedua tanganmu
  ketika mengangkat dan menurunkannya ke depan dengan keras maupun mengangkatnya
  dengan keras ke belakang ketika selesai bertakbir.
 
Dan
  jangan mengebaskannya ke kanan dan ke kiri, yakni bila engkau selesai
  bertakbir. Apabila engkau menurunkan kedua tanganmu, maka angkatlah lagi ke
  dadamu setelah menurunkannya. Muliakanlah tangan kanan dengan meletakkannya di
  atas tangan kiri dan bentangkan jari-jari tangan kanan sepanjang tangan kirimu
  dan peganglah pergelangan tangan kirimu dengan telapak tangan kananmu, sambil
  membaca, “Allah Maha Besar sebesar-besarnya dan segala puji yang banyak bagi
  Allah. Maha Suci Allah di waktu pagi dan petang. Kuhadapkan wajahku kepada
  Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan urus dan berserah diri dan
  bukanlah aku termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Sesungguhnya
  salatku, ibadatku, hidup dan matiku adalah bagi Allah Tuhan sekalian alam.
  Tiada sekutu bagi-Nya dan dengan semua itu aku disuruh dan aku termasuk
  orang-orang yang berserah diri.”
 
Jika engkau
  berada di belakang imam, maka ringkaslah dalam membaca doa iftitah karena
  takut tidak bisa membaca Al-Fatihah sebelum rukuknya imam.
 
Bacalah
  “A’udzu billahi min asy-syaithaanir rajiim” setiap mengawali membaca surah
  dengan suara pelan dalam setiap rakaat, karena taawud dianjurkan ketika hendak
  membaca surah.
 
Bacalah surah Al-Fatihah secara
  benar dan berusahalah sekuat tenaga untuk membedakan antara dhaad dan dhaa’
  dalam bacaanmu di dalam salatmu dan ucapkanlah Amin, setelah membaca
  Al-Fatihah, karena separuhnya adalah doa. Maka dianjurkan kita memohon kepada
  Allah agar mengabulkannya, baik di dalam salat maupun di luarnya.
 
Akan
  tetapi lebih dianjurkan di dalam salat. Janganlah menyambung perkataan dengan
  kalimat sebelumnya, tetapi berhentilah sebentar di antara keduanya untuk
  membedakan zikir dari Al-Qur’an. Bacalah surah dengan suara keras dalam salat
  Subuh, Magrib dan Isya, yakni dalam dua rakaat pertama, kecuali bila menjadi
  makmum. Dan ucapkanlah Amin dengan suara keras dalam salat yang keras
  bacaannya, walaupun engkau sendirian.
 
Bacalah
  dalam salat Subuh surah-surah yang panjang dari AlMutashshal sesudah
  Al-Fatihah. Permulaan Al-Muf ashshal adalah surah Al-Hujuraat dan
  penghabisannya adalah surah An-Naba dan surahsurahnya yang panjang adalah
  seperti surah Al-Mursalaat.
 
Dan bacalah dalam
  salat Magrib surah-surah yang pendek, yaitu dari Adh-Dhuha hingga akhir Al-Qur
  an.
 
Dalam salat Zuhur, Asar dan Isya bacalah
  surah-surah yang sedang seperti Al-Buruuj dan yang hampir sama dengannya.
 
Dalam
  salat Subuh di hari Jumat bila waktunya luas, bacalah Alif Laam Miim Tanziil
  dalam rakaat pertama dan Al-Insaan dalam rakaat kedua. Jika salat Subuh di
  perjalanan bacalah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Kedua surah ini dinamakan
  kemurnian ibadat dan agama sedang AlIkhlash untuk kemurnian tauhid.
 
Begitu
  pula salam dua rakaat fajar, thawaf dan tahiyyat serta di waktu membaca surah
  dianjurkan bagi imam, orang yang sendirian dan makmum yang tidak mendengar
  bacaan imamnya. Janganlah menyambung akhir surah dengan takbir rukuk, tetapi
  diamlah sebentar seperti lamanya ucapan Subhanallah. Disunahkan pula diam
  sebentar antara ucapan Amin dan surah yang dibacanya.
 
Jika
  ia tidak membacanya, maka di antara Amin dan rukuk. Dan disunahkan bagi imam
  untuk diam sesudah mengucapkan Amin dalam salat yang keras bacaannya sekadar
  pembacaan Al-Fatihah oleh makmum jika diketahuinya bahwa makmum membacanya di
  waktu diamnya.
 
Hendaklah di waktu berdiri engkau
  memandang ke tempat sujudmu, walaupun engkau salat di dalam Kakbah atau di
  belakang seorang nabi atau mensalati jenazah. Hal ini dilakukan sejak
  permulaan hingga akhir salat, karena lebih menyatukan dan lebih menghadirkan
  hati.
 
Apabila membaca tasyahud, maka disunahkan
  membatasi pandangannya pada jari telunjuknya selama terangkat setelah memberi
  isyarat dengannya: Illallah dalam tasyahud dan hendaklah membungkuk mengahadap
  kiblat. Hal itu berlangsung terus hingga berdiri dari tasyahud awal atau salam
  dalam tasyahud akhir.
 
Janganlah engkau menoleh ke
  kanan atau ke kiri dalam salatmu dan seandainya engkau bermaksud bermain
  dengan menoleh, maka batallah salatmu. Kemudian bertakbirlah untuk rukuk dan
  angkatlah kedua tanganmu bersama permulaan takbir dan jangan terus
  mengangkatnya sampai selesai sebagaimana disunahkan mengangkat kedua tangan
  dalam takbiratul ihram. Panjangkan takbirnya sampai selesai rukuk, kemudian
  letakkan kedua telapak tanganmu di atas kedua lututmu sementara jarijarimu
  terbuka sedikit menghadap kiblat sepanjang betis dengan lurus. Tegakkan kedua
  lututmu secara terpisah dan ulurkan punggung dan leher serta kepalamu dengan
  lurus seperti papan dan jauhkan kedua sikumu dari kedua lambungmu. Untuk
  wanita cukup merapatkan yang satu dengan yang lain.
 
Ucapkanlah
  “subhana robbiyal adhiim” tiga kali. Jika engkau sendirian, maka boleh
  ditambah hingga 27 kali.
 
Mengucapkan tasbih
  sekali telah menghasilkan sunah, tetapi makruh. Kemudian angkatlah kepalamu
  hingga engkau berdiri tegak dan angkatlah kedua tanganmu seraya mengucapkan
  “sami allahu liman hamidah”. Apabila engkau berdiri tegak, lepaskanlah kedua
  tanganmu dan ucapkanlah:
 
“Ya Tuhan kami, segala
  puji bagi-Mu sepenuh langit dan sepenuh bumi dan apa pun yang engkau kehendaki
  selam itu.”
 
Jika engkau mengerjakan salat Subuh,
  maka bacalah qunut dalam rakaat kedua sesudah bangkit dari rukuk. Ounut
  terwujud dengan setiap kalimat yang mengandung doa dan pujian kepada Allah.
  Akan tetapi yang paling utama adalah qunut Nabi , yaitu:
 
“Ya
  Allah, berilah aku perunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk
  dan berilah aku kesehatan di antara orang-orang yang Engkau beri kesehatan,
  pimpinlah aku di antara orang-orang yang Engkau pimpin, berkatilah dalam apa
  yang Engkau berikan dan lindungilah aku dari keburukan takdir-Mu. Sesungguhnya
  Engkaulah yang memutuskan dan tidak menerima keputusan. Sesungguhnya tidaklah
  hina siapa yang engkau cintai dan tidaklah mulia siapa yang engkau musuhi,
  Maha Suci Tuhan kami dan Maha Tinggi.”
 
Dianjurkan
  membaca sesudah ini:
 
Demikian disebutkan dalam
  Al-Adzkar.
 
Kemudian sujudlah sambil bertakbir,
  tanpa mengangkat kedua tangan dan letakkan lebih dulu kedua lututmu, kemudian
  kedua tanganmu, yakni kedua telapak tanganmu dalam keadaan terbuka, kemudian
  dahimu dalam keadaan terbuka dan letakkan hidungmu sejajar dengan dahi.
 
Wajib
  menempelkan dahi pada tempat sujud, sedang membuka anggota sujud yang selain
  itu adalah mandub dan kedua lutut adalah makruh sedangkan meninggalkan tertib
  dalam meletakkan anggotaanggota ini adalah makruh.
 
Jauhkanlah
  kedua sikumu dari lambungmu dan angkatlah perutmu di atas kedua pahamu,
  sedangkan wanita jangan melakukan itu. Dan letakkan kedua tanganmu di atas
  tanah sejajar dengan pundak sambil mengucapkan “subhana robbiyal a’laa” tiga
  kali atau tujuh kali atau sepuluh kali bilamana engkau berada sendirian.
 
Demikian
  pula bila engkau salat berjamaah dan sujud lama, karena di dalam sujud tidak
  boleh diam.
 
Adapun bagi seorang imam, maka jangan
  lebih dari tiga kali. Kemudian angkatlah kepalamu dari sujud seraya bertakbir
  tanpa mengangkat kedua tanganmu hingga engkau duduk tegak dan duduklah di atas
  tumit kakimu yang kiri dan tegakkan telapak kakimu yang kanan dan letakkan
  kedua telapak tanganmu di atas kedua pahamu dengan jarijari terbuka, jangan
  merapatkan maupun merenggang-kannya. Tidaklah mengapa bila terus meletakkan
  kedua telapak tangan di atas tanah hingga sujud yang kedua.
 
Ucapkanlah
  dalam keadaan duduk itu:
 
”ya Tuhanku, ampunilah
  aku, kasihanilah aku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk dan perbaikilah
  aku, berilah aku keselamatan dan maafkanlah aku. ”
 
Dalam
  .Al-Adzkar diriwayatkan oleh Baihagi dari Ibnu Abbas bahwa Nabi  apabila
  mengangkat kepalanya dari sujud, beliau mengucapkan:
 
“Ya
  Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, perbaikilah aku, angkatlah derajarku,
  berilah aku rezeki dan berilah aku perunjuk. Dalam riwayat Abi dawud: “Dan
  berilah aku keselamatan.”
 
Janganlah memanjangkan
  duduk ini, kecuali dalam salat tasbih. Kemudian sujudlah untuk kali yang kedua
  seperti itu, kemudian duduklah tegak sejenak untuk istirahat dalam setiap
  rakaat yang tidak ada tasyahud sesudahnya.
 
Tidaklah
  mengapa bila makmum ketinggalan dari imam lantaran duduk ini, karena hanya
  sebentar. Bahkan melakukannya pada waktu itu adalah sunah. Ini tidak
  disunahkan sesudah sujud tilawat.
 
Kemudian engkau
  berdiri dari sujud dan duduk istirahat dan engkau letakkan kedua tangan di
  atas tanah dengan bertumpu pada bagian bawah kedua telapak tanganmu dan
  jari-jarinya. Janganlah engkau majukan salah satu dari kedua kakimu di waktu
  bangkit dan mulailah mengucapkan takbir untuk bangkit ketika mendekati batas
  duduk istirahat dan panjangkan takbir itu hingga tengah-tengah kebangkitanmu
  untuk berdiri. Hendaknya duduk ini cepat sekali, maka tidak boleh
  memanjangkannya seperti duduk di antara dua sujud sebagaimana dikatakan oleh
  Ibnu Hajar. Duduk ini tidak disunahkan bagi orang yang duduk, sebagaimana
  dikatakan oleh Ibnu Hajar dan Ar-Ramli.
 
Kerjakanlah
  rakaat yang kedua seperti rakaat pertama, yakni dalam meletakkan kedua tangan
  di bawah dada, membaca Al-fatihah dan surah serta memusatkan pandangan pada
  tempat sujud. Ulangilah membaca taawud dalam permulaan berdiri, karena ia
  disunahkan untuk membaca surah dan jangan ulangi membaca doa iftitah.
 
Kemudian
  duduklah dalam rakaat kedua untuk membaca tasyahud pertama dan letakkan tangan
  kanan di waktu duduk tasyahud di atas paha kanan dengan jari-jari tergenggam,
  kecuali jari telunjuk dan ibu jarimu.
 
Bentangkan
  telunjuk kananmu dengan memiringkannya sedikit supaya tidak keluar dari arah
  kiblat engkau mengucapkan.” “Illallah”, bukan ketika mengucapkan: ”Laa
  ilaha.”
 
Dan letakkan tangan kiri dengan jari-jari
  terbentang di atas paha kiri dan duduklah di atas kakimu yang kiri dalam
  tasyahud ini seperti di antara dua sujud dan dalam tasyahud akhir duduk
  tawarruk (di atas paha).
 
Lengkapilah tasyahud
  akhir dengan doa yang terkenal di antara orang-orang yang diriwayatkan dari
  Rasulullah , sesudah membaca salawat untuk Nabi  seperti:
 
“Ya
  Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahanam dan siksa kubur,
  dari irnah di masa hidup dan sesudah mati serta kejahatan Al-Masih ad-Dajjal.
  Ya Allah, aku telah menganiaya diriku dengan penganiayaan yang banyak dan
  besar dan tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Maka ampunilah
  aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah aku, sesungguhnya Engkaulah
  Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
 
Duduklah
  dalam tasyahud akhir di atas pantatmu yang kiri dan letakkan kakimu yang kiri
  di luar dari bawahmu dan tegakkan telapak kaki kanan. Kemudian setelah selesai
  membaca tasyahud, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri ucapkanlah:
 
Tidaklah
  dianjurkan mengucapkan: wa barokaatuhu, karena bertentangan dengan yang
  masyhur dari Rasulullah  meskipun telah disebutkan dalam sebuah riwayat
  oleh Abi Dawud. Demikian disebutkan dalam Al-Adzkar.
 
Pada
  kali pertama engkau menoleh hingga terlihat pipimu yang kanan dari belakangmu
  dan pada kali kedua hingga terlihat dari belakangmu pipimu yang kiri.
  Niatkanlah keluar dari salat dengan salam yang pertama dan niatkanlah salam
  bagi para malaikat dan muslimin dari golongan manusia dan jin. Dengan salam
  yang pertama engkau niatkan bagi siapa saja yang ada di sebelah kananmu dan
  dengan salam yang kedua bagi siapa saja yang ada di sebelah kirimu dan boleh
  engkau niatkan pula bagi yang di belakang dan di depanmu. Disunahkan menjawab
  oleh orang yang tidak salat dan tidak wajib menjawab karena salam itu untuk
  tahallul.
 
Ini adalah bentuk salat munfarid dan
  akan datang sifat salat jamaah yang melebihi sifat ini. Tiang salat adalah
  khusyuk dan kehadiran hati disertai bacaan dan zikir dengan pemahaman Hasan
  Al-Bashri rahimahullah berkata: “Setiap salat yang hati tidak hadir di
  dalamnya, maka ia lebih cepat mendapat hukuman.” Diceritakan dalam suatu
  hikayat: “Apabila engkau memasuki salat, maka berilah aku kekhusyukan dari
  hatimu dan ketundukan dari badanmu serta air mata dari matamu, karena
  sesungguhnya Aku adalah dekat,”
 
Rasulullah 
  bersabda:
 
“Sesungguhnya hamba mengerjakan salat
  dan tidak ditulis baginya dari salat itu seperenam maupun sepersebuluhnya,
  tetapi ditulis bagi hamba itu dari salatnya sebanyak yang ia perhatikan
  darinya.”
 
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu
  Majah dan Abi Hurairah bahwa apabila hamba mengerjakan salat di depan orang
  banyak dengan sebaik-baiknya dan mengerjakan salat tersembunyi dengan
  sebaikbaiknya, maka Allah  berkata: Ini adalah hamba-Ku yang sejati.
  Maksudnya ialah apabila seorang hamba mengerjakan salat fardu atau sunah yang
  terlihat oleh banyak orang, lalu ia kerjakan salat itu dengan sebaik-baiknya
  dan melakukan apa yang dituntut dalam salat itu serta tidak bersikap riya
  dengannya atau mengerjakan salat yang tidak terlihat oleh seseorang dan
  mengerjakannya dengan baik dengan memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya
  sedang ia memenuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya,
  maka Allah memujinya dan menyiarkan pujian itu di antara para malaikat
  sehingga mereka mencintainya, kemudian ia dicintai oleh para penghuni bumi.
  Inilah hamba yang digambarkan sebagai hamba yang melakukan ketaatan. Maka ja
  adalah hamba sejati.
   Adab Imam Dan Makmum
 
Seorang imam harus mengetahui adab-adabnya yang
  delapan.
 
Pertama, ia ringankan salat, yakni di
  waktu membaca surah, meskipun diriwayatkan bahwa Nabi  membaca dalam
  salat Zuhur surah yang panjang dari jenis Al-Mufashshal hingga 30 ayat, dan
  membaca separuhnya dalam salat Asar dan membaca akhir Al-Mufashshal dalam
  salat Magrib.
 
Diriwayatkan bahwa dalam salat
  Magrib terakhir yang dikerjakan Rasulullah  beliau membaca surah
  Al-Mursalat.
 
Ringkasnya adalah lebih utama
  meringankan salat, terutama apabila jamaahnya banyak.
 
Nabi 
  bersabda:
 
“Apabila seseorang dari kamu mengimami
  orang banyak, maka hendaklah ia meringankan salatnya, karena di antara mereka
  ada yang lemah dan orang tua serta orang yang mempunyai keperluan. Apabila ia
  salat sendiri tak apalah ia memanjangkan sesuai keinginannya.”
 
Anas
  bin Malik  pernah menjadi pelayan Rasulullah  selama sepuluh tahun.
  Beliau berkata: “Tidak pernah aku salat di belakang seseorang imam yang
  salatnya lebih ringan dan lebih sempurna dari pada salat Rasulullah ”
Kedua,
  imam tidak bertakbir sebelum muazin menyelesaikan 1gamatnya dan selama saf-saf
  makmumnya belum lurus.
 
Maka hendaklah ia menoleh
  ke sebelah kanan dan sebelah kiri. Jika melihat penyimpangan, ia suruh
  orang-orang meluruskan saf.
 
Muazin mengakhirkan
  iqamat sesudah azan sekadar persiapan orangorang untuk menunaikan salat,
  karena Nabi $£, melarang menahan kentut dan kencing dan beliau menyuruh
  mendahulukan makan malam untuk mengosongkan hati.
 
Ketiga,
  imam bertakbir dengan suara keras sedang makmum tidak mengeraskan suaranya,
  kecuali sekadar yang terdengar olehnya.
 
Imam
  meniatkan imaman supaya mendapat keutamaan jamaah. Jika imam tidak berniat
  imaman, maka salatnya tetap sah begitu juga dengan makmumnya bila mereka
  berniat menjadikannya sebagai panutan dan mereka mendapat keutamaan sebagai
  makmum. Apabila makmum meninggalkan niat ini atau meragukannya dan
  mengikutinya dalam perbuatan atau salam selama mengikutinya, maka batallah
  salatnya karena ia menghentikan salat tanpa ada ikatan antara imam dan makmum.
  
 
Keempar, imam membaca doa iftitah dan taawud
  dengan suara pelan seperti munfarid (pada salat sendiri). Membaca Al-Fatihah
  dan surat dengan suara keras dalam kedua rakaat Subuh dan dua rakaat pertama
  dari Magrib dan Isya, begitu pula munfarid. Imam mengucapkan amin dengan suara
  keras dalam salat yang keras bacaannya dan begitu pula makmumnya, baik
  jamaahnya sedikit atau banyak. Begitu pula ucapan amin itu untuk bacaan
  imamnya, bukan untuk bacaannya sendiri.
 
Tidaklah
  disunahkan membaca amin oleh makmum untuk bacaan dalam salat yang pelan
  bacaannya, meskipun imam mengeraskan bacaannya. Makmum mengucapkan amin
  serentak dengan ucapan amin imamnya, bukan sesudah dan sebelumnya. Tidak ada
  dalam salat suatu tempat di mana dianjurkan ucapan serentak oleh makmum dan
  imam, melainkan dalam ucapan amin. Adapun dalam perkataan-perkataan lainnya,
  maka hendaklah perkataan makmum diucapkan sesudah perkataan imam.
 
Kelima,
  sesudah membaca Al-Fatihah hendaknya imam diam sejenak supaya kembali nafasnya
  dan makmum membaca Al-Fatihah dalam salat yang keras bacaannya (jahriyah)
  dalam diamnya ini.
 
Diamnya imam selama ini adalah
  supaya makmum bisa mendengarkan pembacaan surat oleh imam. Makmum tidak
  membaca surat dalam salat jahriyah kecuali bila ia tidak mendengar suara imam
  karena sesuatu hal seperti jauh atau tuli atau mendengar suara yang tidak
  dipahami atau membaca dengan suara pelan di depannya, walaupun dalam salat
  jahriyah. Maka boleh ia membaca sebuah surah atau lebih hingga imam rukuk,
  karena salat itu tidak ada diamnya, kecuali yang disyariatkan.
 
Keenam,
  imam tidak melebihi dari tiga kali ketika membaca tasbih dalam rukuk dan
  sujudnya.
 
Diriwayatkan bahwa ketika Anas bin
  Malik salat di belakang Umar bin Abdul Aziz yang menjadi Amir di Madinah, ia
  berkata: “Tidak pernah aku salat di belakang seseorang yang salatnya lebih
  menyerupai Rasulullah dari pada pemuda ini.” Kami bertasbih di belakangnya
  sepuluh kali dan itu adalah baik.
 
Akan tetapi
  tiga kali itu bila jamaahnya lebih banyak. Maka hal itu lebih baik. Bilamana
  yang hadir adalah orang-orang yang hanya memusatkan perhatiannya pada agama,
  maka tidaklah mengapa bertasbih sepuluh kali. Ini adalah cara menggabungkan
  riwayat ini. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya”.
 
Ketujuh,
  imam tidak menambahi setelah mengucapkan Allahumma sholli ‘ala Muhammad dalam
  tasyahud awal.
 
Adapun makmum, maka disunahkan
  baginya berdoa setelah selesai membaca tasyahud dan salawat atas Nabi 
  sebelum imam.
 
Kedelapan, imam membatasi dalam dua
  rakaat terakhir pada AlFatihah, demikian pula munfarid.
 
Adapun
  makmum, maka disunahkan baginya membaca surat dalam rakaat ketiga dan keempat
  bila selesai dari membaca Al-Fatihah sebelum imam rukuk, karena tiada arti
  bagi diamnya.
 
Janganlah imam memanjangkan bacaan
  terhadap para makmum dan Jangan lebihkan doanya dalam tasyahud akhir dari
  tasyahud dan salawat atas Rasulullah  Akan tetapi yang lebih utama adalah
  doanya kurang dari kedua bacaan itu, karena doa mengikuti keduanya dan dihukum
  makruh atas imam bila melebihkan doanya dari kedua bukaan itu. Akan tetapi hal
  itu tidak menjadi masalah bagi lainnya.
 
Ketika
  mengucapkan salam, imam berniat memberi salam kepada para makmum dan para
  makmum berniat menjawabnya dengan ucapan salam mereka di samping niat
  tahallul.
 
Disunahkan bagi makmum untuk tidak
  mengucapkan salam sampai imam selesai dari mengucapkan kedua salamnya.
 
Andaikata
  sunahnya ditinggalkan dengan mengucapkan salam sebelum salam yang kedua dari
  imamnya, maka disunahkan bagi imam untuk menjawabnya. Hendaklah imam tinggal
  sebentar sesudah selesai mengucapkan salam. Dalam kabar disebutkan bahwa
  Nabi  , tidak duduk, kecuali sekadar mengucapkan:
 
“Ya
  Allah, Engkau pemberi keselamatan dan dari Engkau berasal keselamatan. Maha
  Suci Engkau wahai Tuhan yang memiliki keagungan dan kemuliaan.”
 
Imam
  menghadapkan wajahnya kepada Orang-Orang dan yang lebih utama menjadikan
  sebelah kanannya menghadap orang-orang dan sebelah kirinya menghadap mihrab
  untuk mengikuti sunah Nabi , di luar masjid Nabi   Adapun di dalam
  masjidnya, maka ia hadapkan sisi kanannya kepadanya demi sopan santun terhadap
  Nabi
 
Menurut Abi Hanifah: “Ta hadapkan wajahnya
  kepada mereka”, sebagaimana dikatakan oleh Athiyah dan Al-Bujairami.
 
Janganlah
  menoleh bila di belakangnya ada orang-orang perempuan. Biarlah mereka pergi
  lebih dulu. Disunahkan bagi mereka pergi sesudah imam memberi salam, karena
  percampuran dengan mereka bisa menimbulkan fitnah. Janganlah seseorang makmum
  berdiri sebelum imam berdiri, karena berdirinya makmum sebelum imam beranjak
  adalah makruh. Imam berpindah dari tempat salam ke tempat lain, walaupun di
  tengah masjid atau dari bagian masjid atau ke jalan yang diinginkannya di
  sebelah kanan atau sebelah kirinya sedangkan sebelah kanan lebih disukai.
 
Janganlah
  imam mengkhususkan doa bagi dirinya dalam qunut Subuh. Maka Janganlah ia
  katakan: “Allahumma ihdini?” (Ya Allah, berilah aku petunjuk), tetapi ia
  katakan: “Allahumma ihdinaa” (Ya Allah, berilah kami petunjuk).
 
Demikianlah
  berdasarkan kabar yang diriwayatkan oleh Tirmidzi: “Janganlah seseorang
  mengimami orang-orang, tetapi mengkhususkan doa bagi dirinya tanpa mereka.
  Jika ia lakukan, maka ia telah mengkhianati mereka.” Yakni telah mengurangi
  pahala mereka dengan menghilangkan apa yang dibutuhkan bagi mereka. Maka hal
  itu tidak disukai. Adapun nash yang menyebutkan doa bagi diri sendiri, maka
  itu adalah di luar qunut. Imam membaca qunut dengan suara keras, walaupun
  dalam salat yang pelan bacaannya menurut mazhab yang sahih. Para makmum
  mengucapkan Amin dengan suara keras bila mereka mendengar qunut imam, apabila
  mereka tidak mendengarnya, maka mereka baca qunut dengan suara pelan.
 
Mereka
  tidak perlu mengangkat tangan, karena tidak ada dasarnya dalam kabar-kabar.
  Pendapat ini lemah.
 
Akan tetapi yang shahih
  adalah disunahkan mengangkat kedua tangan dalam seluruh qunut dan mengucapkan
  salawat dan salam sesudahnya.
 
Telah diriwayatkan
  hadis mengenai mengangkat tangan di waktu qunut. Tidaklah disunahkan mengusap
  kedua tangan sesudahnya dalam salat dan dianjurkan diluarnya.
  
 
Makmum membaca sisa qunut sejak perkataannya:
 
Dengan
  suara pelan dan ia adalah pujian. Maka tidaklah patut baginya mengucapkan
  amin, tetapi ia baca bersama imam dan mengucapkan seperti perkataannya dan itu
  lebih utama. Atau ia katakan: Balaa wa anaa alaa dzalika min asy-syaahidin
  atau ia katakan: Asyhadu atau ia diam sambil mendengarkan imamnya.
 
Makmum
  mengucapkan amin sesudahnya mengucapkan salawat untuk Nabi , berdasarkan
  pendapat yang kuat, karena ia adalah doa.
 
Janganlah
  makmum berdiri sendirian di luar saf, tetapi hendaklah ia masuk dalam saf bila
  tidak ada halangan atau menarik orang lain kesampingnya dan berdiri bersamanya
  agar keluar dari perselisihan mengenai batalnya salat sendirian di belakang
  saf. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Ibnul Mundziir, Ibnu Khuzaimah dan
  Al-Humaidi.
 
Ketahuilan bahwa syarat-syarat
  menjadi seorang imam ada enambelas.
 
   
  Tamyiz, 2. Berakal, 3. Islam, 4. Laki-laki bila mengimami orang lelaki atau
  banci, 5. Ia harus seorang mukallaf bilamana menjadi imam Jumat dan termasuk
  empat puluh orang, 6. Tidak ada keharusan mengulangi salat seperti orang yang
  bertayamum karena dingin atu karena tidak ada air di tempat yang besar dugaan
  adanya air di situ, 7. Ia tidak boleh bertindak sembarangan tanpa ijtihad jika
  ia memerlukannya mengenai bejana atau baju atau kiblat. Salat semacam itu
  adalah batal dan harus diulang, 8. Mengetahui cara salat, 9. Tidak salah ucap
  sehingga merusak makna di waktu membaca Al-Fatihah, 10. Tidak bisu, meskipun
  makmumnya bisu pula, 11. Bukan seorang yang ummi, yaitu tidak bisa membaca
  Al-Fatihah dengan baik sedang makmumnya pandai membaca, 12. Ia tidak boleh
  mengikuti lainnya, 13. Bukan pelaku bid’ah yang bisa dikafirkan, 14.
  Perbuatan-perbuatannya harus jelas bagi makmum supaya bisa mengikutinya, 15.
  Berkumpulnya syarat-syarat salat pada imam secara yakin atau dugaan taharah,
  menutup aurat dan menjauhi najasah yang tidak dimaafkan, 16. Berniat imaman
  dalam salat yang wajib niat itu di dalamnya, yaitu Jumat dan salat muakkadah
  (salat yang diulang) dan salat yang dijamak karena hujan dan yang dinazarkan
  secara jamaah seperti salat led dan semacamnya, misalnya seseorang yang
  bernazar untuk mengerjakan salat itu secara jamaah, kemudian ia salat sebagai
  imam, maka wajiblah niat imaman.
 
Tidaklah patut
  makmum mendahului imam dalam perbuatan| perbuatannya atau menyamainya, tetapi
  ia harus berada di belakangnya dan tidak bergerak untuk rukuk, kecuali bila
  imam sudah rukuk dan tidak bergerak untuk sujud, selama dahi imam belum
  menyentuh tanah. Ketahuilah bahwa syarat-syarat makmum ada sembilan.
 
   
  Mengikuti imamnya dalam semua perbuatannya. Maka ia tidak boleh mendahuluinya
  dengan dua rukun fi’li (perbuatan) walaupun sebentar dengan sengaja sedang ia
  mengetahui pengharamannya dan tidak ketinggalan dua rukun fi’li tanpa alasan,
  2. Niat mengikuti imam atau jamaah atau menjadi makmum secara mutlak selain
  salat Jumat, karena mengikuti imam adalah perbuatan sengaja sehingga
  memerlukanniat. Begitu juga dengan salat Jumat, atau semua salat yang
  dikerjakan secara berjamaah, 3. Kesesuaian makmum dengan imamnya dalam
  sunah-sunah yang pelanggarannya merupakan kesalahan besar di waktu melakukan
  dan meninggalkannya seperti sujud tilawat, 4. Meyakini kedahuluan imamnya atas
  semua perbuatannya, 5. Mengetahui perpindahan-perpindahan dalam semua
  perbuatan imam supaya bisa mengikutinya, 6. Tidak boleh mendahului imam dalam
  perbuatannya, 7. Tidak meyakini kebatalan salat imamnya. Andaikata makmum
  bermazhab Syafi’i ragu mengenai perbuatan yang wajib pada makmum bermazhab
  Hanafi misalnya, maka hal itu tidak berpengaruh pada keabsahan untuk terus
  mengikuti imam yang demi berbaik sangka dalam menghindari perselisihan.
  Andaikata makmum bermazhab Syafi’i mengetahui imam tidak membaca basmalah,
  maka tidak sah ia mengikutinya, meskipun imam yang diikutinya adalah seorang
  imam yang agung. Demikian dikatakan oleh Muhammad As-Samanudi, 8. Berkumpulnya
  imam dan makmum di satu tempat, 9. Kesesuaian antara bentuk salat imam dan
  makmum dalam perbuatanperbuatan nyata.
  Adab-Adab Salat Jumat
 
Ketahuilah bahwa hari Jumat adalah hari raya
  Orang-orang mukmin. Salat Jumat adalah salat yang paling utama dan harinya
  adalah hari yang paling utama.
 
Hari Jumat lebih
  besar di sisi Allah dari pada hari raya Fitri dan Adha. Adapun hari Arafah,
  maka ia lebih utama darinya dan ini berbeda dengan imam Ahmad.
 
Jumat
  adalah hari yang mulia, Allah   mengkhususkan umat ini dengannya.
  Dalam khabar disebutkan bahwa dalam setiap Jumat Allah   membebaskan
  600.000 orang dari api neraka. Nabi  bersabda: “Barangsiapa mati pada
  hari Jumat atau malam Jumat, ditulis baginya pahala orang yang mati syahid dan
  dilindungi dari fitnah kubur.”
 
Di hari Jumat
  terdapat saat yang disembunyikan Allah  di dalamnya. Tidaklah seorang
  hamba muslim mendapatinya dan memohon sesuatu keperluan kepada Allah  di
  saat itu, melainkan Allah memberikannya kepadanya. Sebagian dari mereka
  mengatakan, waktu ijabah itu ada di akhir siang, karena Allah 
  menciptakan Adam   sesudah Asar pada hari Jumat dan karena sumpah
  menjadi berat sesudah Asar hari Jumat.
 
Oadhi
  Iyadh berkata: Waktu ijabah itu hanya sebentar dan terbatas antara duduknya
  imam di atas mimbar hingga ia memberi salam dari salat, yakni tidak keluar
  dari waktu itu.
 
Bukanlah yang dimaksud bahwa
  waktu itu meliputi seluruh waktu antara duduknya imam dan akhir salat, karena
  ia adalah waktu yang sedikit.
 
Kemudian pengarang
  menyebutkan di sini bahwa adab-adab Jumat ada tujuh.
 
Pertama,
  bersiap untuk menyambut Jumat sejak hari Kamis dengan membersihkan baju dan
  menyiapkan wangi-wangian, banyak mengucapkan tasbih dan istigfar pada sore
  hari Kamis, karena ia adalah saat yang keutamaannya menyamai keutamaan pada
  hari Jumat.
 
Seorang ulama salaf berkata:
  “Sesungguhnya Allah  mempunyai karunia selain rezeki untuk para hamba.
  Dia tidak memberikan karunia itu, kecuali kepada siapa yang memintanya pada
  sore hari Kamis dan siang hari Jumat.”
 
Berniatlah
  puasa hari Jumat, tetapi bersama Kamis atau Sabtu, karena tidak boleh pada
  hari Jumat saja.
 
Nabi  berkata:
 
 
“Janganlah
  seseorang puasa pada hari Jumat, kecuali bila berpuasa pada hari sebelumnya
  atau berpuasa sesudahnya.” (HR. Syaikhain)
 
Nabi 
  bersabda: “Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali puasa yang
  diwajibkan atasmu.”
 
Kedua, apabila tiba waktu
  Subuh, maka mandilah, karena waktu mandi Jumat masuk dengan masuknya waktu
  Subuh.
 
Jika engkau tidak pergi ke masjid di awal
  waktu, maka sebaiknya engkau mandi di saat hendak berangkat ke masjid supaya
  kebersihanmu lebih dekat waktunya.
 
Mandi di hari
  Jumat sangat dianjurkan bagi setiap orang yang sudah baligh, tetapi tidak
  wajib berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abi Dawud dan lainnya:
 
“Barangsiapa
  berwudu pada hari Jumat, maka ia sudah berbuat benar dan baik. Dan siapa yang
  mandi, maka mandi lebih utama.”
 
Kemudian
  berhiaslah dengan memakai baju putih. Baju putih adalah baju terbaik di setiap
  zaman di mana tidak ada uzur sebagaimana dikatakan oleh pengarang. Karena ia
  adalah baju yang paling disukai Allah  Nabi  bersabda:
 
“Pakailah
  baju putih, karena ia adalah bajumu yang terbaik. Dan kafanilah mayitmu dengan
  baju itu.” (HR. Tirmidzi)
 
Pakailah minyak wangi
  yang paling harum yang engkau miliki.
 
Sebaik-baiknya
  minyak wangi bagi laki-laki adalah yang semerbak baunya dan tersembunyi
  warnanya sedangkan sebaik-baik minyak wangi bagi perempuan adalah yang nampak
  warnanya dan samar baunya.
 
Ketiga, bersihkan
  badanmu dengan mencukur bulu ketiak dan bulu kemaluan serta menggunting kumis
  hingga tampak bibirnya, tetapi dihukum makruh menghabiskannya.
 
Disunahkan
  menggunting kuku. Yang paling utama dalam menggunting kuku pada kedua tangan
  adalah memulai pada yang kanan dengan jari telunjuk hingga jari kelingking
  berturut-turut dan menyudahinya dengan ibu jari. Pada tangan kirinya ia mulai
  dengan jari kelingking dan menyudahinya dengan ibu jari secara berturut-turut.
  Pada kedua kaki ia mulai dari kelingking kaki kanan hingga kelingking kaki
  kiri secara berturut-turut.
 
Disunahkan pula
  bersiwak dan melakukan berbagai macam kebersihan lainnya serta mengharumkan
  bau. Yang paling utama adalah dengan misik, kecuali bila engkau dalam keadaan
  ihram sehingga wajib meninggalkannya atau dalam keadaan puasa sehingga dihukum
  makruh memakai minyak wangi. Imam Asy-Syaffi berkata: “Barangsiapa
  membersihkan bajunya sedikitlah kesusahannya. Dan siapa yang harum baunya,
  bertambahlah pemahamannya.”
 
Keempat, pergilah ke
  masjid pada awal waktu. Ini adalah sunah bagi selain imam dan khatib. Adapun
  imam, maka disunahkan baginya mengakhirkan hingga waktu khutbah. Berjalanlah
  dengan pelan dan tenang menuju masjid tanpa bermain-main dan selalu bersikap
  sopan. Nabi  , bersabda: “Barangsiapa pergi ke masjid untuk menunaikan
  salat Jumat dalam saat pertama, maka seakan-akan ia mengorbankan seekor unta.
  Dan siapa yang berangkat ke masjid dalam saat kedua, maka seakanakan ia
  mengorbankan seekor sapi. Dan siapa yang berangkat dalam saat ketiga,
  seakan-akan ia mengorbankan seekor domba yang besar tanduknya. Dan siapa yang
  berangkat dalam saat keempat, seakan-akan ia mengorbankan seekor ayam,
  sedangkan siapa yang berangkat dalam saat kelima seakan-akan mengorbankan
  sebutir telur. Apabila imam sudah masuk untuk naik mimbar, maka
  lembaran-lembaran di lipat dan penapena di angkat. Para malaikat berkumpul di
  dekat mimbar mendengarkan khutbah.”
 
Dalam sebuah
  riwayat, saat keempat seekor itik, dan saat kelima seekor ayam. Dalam riwayat
  An-Nasa’i, dalam saat kelima seperti orang yang menyembelih korban seekor
  burung. Dan saat keenam seperti menghadiahkan sebutir telur.
 
Ibnu
  Hajar berkata: “Yang dimaksud ialah waktu antara fajar dan naiknya khatib ke
  atas mimbar terbagi menjadi enam bagian yang sama, baik harinya panjang maupun
  pendek.”
 
Menurut riwayat, kedekatan para hamba di
  waktu memandang wajah Allah  adalah sesuai dengaan keberangkatan mereka
  di awal-awal waktu untuk menunaikan salat Jumat. Nabi  bersabda: “Tiga
  perkara yang andaikata Orang-orang mengetahui keutamaan yang terdapat di
  dalamnya, niscaya mereka memacu unta untuk mencarinya, yaitu azan, saf pertama
  dan pergi di awal waktu untuk menunaikan salat Jumat.”
 
Ahmaad
  bin Hanbal berkata: “Yang paling utama dari semua itu adalah berangkat di awal
  waktu untuk menunaikan salat Jumat.”
 
Diriwayatkan
  dalam kabar: “Pada hari Jumat para malaikat duduk di pintu-pintu masjid dengan
  membawa kitab-kitab dari perak di tangan dan pena dari emas. Mereka menulis
  siapa yang datang pertama, lalu yang pertama sesuai dengan tingkatan-tingkatan
  mereka.”
 
Kelima, disebutkan dengan perkataannya,
  apabila engkau telah memasuki masjid maka carilah saf pertama karena
  keutamaannya banyak. Ini adalah bila tidak melakukan kemungkaran di depan
  khatib dan tidak melangkahi pundak orang-orang.
 
Said
  bin Amir berkata:” Aku salat di samping Abi Darda kemudian ia terus mundur
  dalam saf-saf hingga kami berada di saf terakhir. Setelah selesai salat, aku
  berkata: Bukankah dikatakan: Saf pertama yang terbaik adalah pemulaannya?”
 
Abi
  Darda’ menjawab: ”Benar, akan tetapi umat ini mendapat rahmat dan diperhatikan
  di antara umat-umat. Maka apabila Allah  memandang kepada seorang hamba
  di dalam salat, diampunilah dosanya dan orang-orang yang berada di
  belakangnya.”
 
Sesungguhnya aku mundur karena
  berharap Allah akan mengampuni dosaku dengan sebab salah seorang dari mereka
  yang Allah memandang kepadanya. Maka siapa yang mundur dari saf pertama dengan
  niat ini karena mengutamakan orang lain dan menampakkan akhlak yang baik, maka
  ia lebih utama dan sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya.
 
Keenam,
  apabila orang-orang berkumpul, maka janganlah engkau melangkahi pundak-pundak
  mereka.
 
Adapun melewati saf-saf untuk mencapai
  saf terdepan misalnya bukanlah termasuk melangkahi pundak-pundak, tetapi
  menyibak saf bila tidak terdapat celah di dalam saf-saf itu untuk berjalan.
 
Melangkahi
  pundak-pundak hukumnya sangat makruh, karena Nabi  melihat seorang lelaki
  melangkahi pundak orang-orang, lalu berkata kepadanya: “Duduklah, engkau telah
  mengganggu orang karena datang terlambat.” Larangan ini tidak menunjukkan
  keharaman, karena gangguan disini untuk suatu tujuan sebagaimana disebutkan
  oleh Al-Bujairami.
 
Ketujuh, janganlah engkau
  lewat di depan mereka di saat mereka sedang salat.
 
Nabi
  , bersabda: “Andaikata orang yang lewat di depan orang yang sedang salat
  mengetahui dosa yang menimpanya, niscaya ia lebih baik berdiri empat puluh
  (hariltahun) dari pada lewat di depannya.”
 
Duduklah
  di dekat dinding atau tiang supaya mereka tidak lewat di depanmu. Jika tidak
  menemukan tiang, maka letakkanlah sesuatu di depanmu sebagai tanda batas.
 
Janganlah
  engkau duduk hingga engkau kerjakan salat tahiyyat masjid. Yang lebih baik
  adalah engkau kerjakaan salat empat rakaat dengan satu salam. Karena salat
  tahiyyat masjid hanyalah dengan satu salam walaupun seratus rakaat sebagaimana
  dikatakan oleh Al-Fasyani. Dalam setiap rakaat engkau bacaa sesudah Al-Fatihah
  surah AlIkhlash sebanyak 50 kali. Maka surah Al-Ikhlash dalam empat rakaat itu
  berjumlah 200 kali. Diriwayatkan dalam kabar bahwa siapa yang melakukan itu,
  ia pun tidak mati sebelum melihat tempatnya di surga atau ditunjukkan
  kepadanya.
 
Janganlah engkau tinggalkan tahiyyat
  masjid, meskipun imam sedang berkhutbah. Akan tetapi pada saat itu engkau
  harus meringankannya dengan hanya mengerjakan dua rakaat saja dan membaca yang
  wajib saja. Juga tidak dibolehkan bagi salah seorang yang hadir salat selain
  tahiyyat setelah khatib duduk, meskipun ia tidak mendengar khatib. Andaikata
  ia masuk masjid di akhir khutbah, maka jika besar dugaannya bahwa apabila ia
  kerjakan salat dua rakaat yang ringan, ia akan ketinggalan takbiratul ihram
  bersama imam, tidaklah disunahkan tahiyyat baginya, tetapi berdiri hingga
  diserukan iqamat dan janganlah ia duduk supaya ia tidak duduk di masjid
  sebelum mengerjakan tahiyyat.
 
Termasuk sunah
  adalah engkau baca dalam empat rakaat surah AlAn’aam, Al-Kahfi, Thaahaa dan
  Yaa-Siin.
 
Dalam Al-ihya’ disebutkan anjuran
  mengerjakan salat ini dengan membaca surah-surah ini dihari ini atau di waktu
  malamnya. Jika tidak mampu, maka engkau baca surah Yaa-Siin, Ad-Dukhan, Alif
  Laam Miim As-Sajdah dan surah Al-Mulk.
 
Janganlah
  engkau tinggalkan pembacaan surah-surah ini di malam Jumat, karena di dalamnya
  terdapat keutamaan yang banyak.
 
Menurut riwayat:
  “Barangsiapa membaca surah Al-An’aam, ia pun terpelihara agamanya dan mendapat
  rezeki yang baik serta dikaruniai keberuntungan dalam dunia dan akhiratnya.
 
Nabi
  , bersabda: “Barangsiapa membaca surah Al-Kahfi pada malam Jumat atau siang
  hari Jumat, ia diberi cahaya dari tempat ia membacanya sampai ke Mahsyar dan
  diampuni dosanya sampai Jumat berikutnya, ditambah tiga hari, didoakan oleh
  70.000 malaikat sampai pagi dan dilindungi dari dabiilah (semacam penyakit
  perut yang sangat keras atau jantung), radang paru, lepra, belang dan fitnah
  Dajjal.”
 
Nabi , bersabda: “Tidaklah penghuni
  surga membaca Al-Quran, kecuali Yaa-Siin dan Ihaahaa.”
 
Menurut
  riwayat: Barangsiapa membaca surah Ihaahaa ia pun menyukai salat malam dan
  melakukan kebaikan serta menyukai pergaulan dengan para ahli agama. Dan siapa
  yang membaca surah Yaa-Siin, maka agamanya menjadi kuat. Diriwayatkan dari
  Ubaiy bin Ka’ab bahwa Nabi  bersabda: “Barangsiapa membaca surah Alif
  Laam Miim Tanzil, ia diberi pahala seperti orang yang menghidupkan malam
  Oodar.”
 
Menurut riwayat: “Barangsiapa membaca
  surah As-Sajdah, ia pun kuat tauhidnya dan selamat keyakinannya.” Nabi 
  bersabda:
 
“Barangsiapa membaca Haa Mim Ad-Dukhan
  pada malam Jumat atau hari Jumat, maka Allah membangun baginya sebuah rumah di
  surga.”
 
Menurut riwayat: “Barangsiapa membaca
  surah Al-Mulk, Allah nemberinya kebaikan dunia dan akhirat, harta milik dan
  kekayaannya menjadi banyak.”
 
Barangsiapa tidak
  bisa melakukan itu dengan baik, hendaklah ia banyak membaca surah Al-Ihklash
  dan banyak mengucapkan salawat untuk Nabi  pada hari ini secara khusus
  dan banyak membaca surah Al-Kahfi. Al-Wanna’iy berkata: “Sedikitnya salawat
  atas Nabi  adalah 300 kali di waktu malam dan 300 kali di waktu
  siang.”
 
Sedikitnya membaca surah Al-Kahfi adalah
  tiga kali dan membacanya di siang hari lebih utama, yang paling utama adalah
  sesudah Subuh.
 
Begitu khatib naik mimbar
  hentikanlah salat dan pembicaraan dan jawablah muazin, kemudian dengarkanlah
  khutbah dan ambillah pelajaran darinya. Al-Wanna’iy berkata: “Ketika khatib
  sudah berada di atas mimbar, maka seseorang yang salat harus meringankan
  bacaannya guna mendengar nasihat khatib. Akan tetapi memulai salat sebelum
  khatib duduk dan sesudah ia mulai naik tidaklah diharamkan.”
 
Adapun
  sesudah ia duduk, maka diharamkan. Salat tidak dikerjakan sama sekali, kecuali
  dua rakaat tahiyyat berdasarkan ijma’ sebagaimana disebutkan dalam Haasyiyah
  Al-Iqma. Janganlah bicara sama sekali di waktu imam menyampaikan khutbah.
 
Dalam
  khabar disebutkan bahwa siapa yang mengatakan kepada temannya: “Diamlah, maka
  ia pun telah berbuat dosa dan siapa yang berdosa tiada pahala Jumat baginya.”
  Maka patutlah ia melarang orang lain dengan isyarat, bukan dengan lafaz. Dalam
  mazhab jadid (baru) tidak diharamkan bicara di waktu khutbah, tetapi dihukum
  makruh.
 
Diam di saat imam menyampaikan khutbah
  adalah sunah. Yang di maksud dengaan perkataan Al-Laaghwi dalam khabar yang
  masyhur adalah menyalahi sunah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar. Yang
  dimaksud dengan perkataan: “Tiada Jumat baginya adalah tidak sempurna
  Jumatnya, bukan tidak sah Jumatnya.” Dalam mazhab godim (lama) diharamkan
  bicara pada waktu itu seperti imam-imam yang tiga dan wajib diam.
 
Al-Bujairami
  berkata: “Tidaklah dikatakan makruh berbicara sebelum khutbah dan sesudahnya
  dan di antara dua khutbah, walaupun tanpa keperluan. Kemudian ikutilah apa
  yang dilakukan imam dalam salat Jumat. Apabila engkau mendengar bacaan imam,
  maka janganlah membaca selain Al-Fatihah.
 
Apabila
  engkau selesai dari salat Jumat dan memberi salam, maka bacalah Al-Fatihah
  sebelum bicara tujuh kali, Al-Ikhlash tujuh kali dan Al-Mw’awwidzatain
  masing-masing tujuh kali.
 
Surah-surah tersebut
  melindungimu dari bahaya sejak hari Jumat itu hingga hari Jumat berikutnya dan
  menjadi pelindung bagimu dari gangguan setan sebagaimana diriwayatkan oleh
  Ibnu Sunni dari Aisyah dari Rasulullah  akan tetapi tanpa Al-Fatihah.
 
Diriwayatkan
  oleh Al-Hafidh Al-Mundzini dari Anas bahwa nabi , bersabda:
 
“Barangsiapa
  membaca setelah imam memberi salam pada hari Jumat sebelum melipat kakinya
  Al-Fatihah dan Qul huwallahu Ahad serta Al-Mu’aumridzatain masing-masing tujuh
  kali, diampunilah dosanya yang terdahulu dan yang kemudian dan ia diberi
  pahala sebanyak orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya.” Ucapkanlah
  empat kali sesudah salam dari salat Jumat sebagaimana diriwayatkan dari
  Ad-Dimyari dari Abi Thalib Al-Makki sebagaimana lisebutkan dalam Al-Ihya’.
 
”Ya
  Allah, Ya Tuhan Yang Maha Kaya, Ya Tuhan Yang Maha Terpuji, Ya Tuhan Yang
  Memulai Penciptaan, Ya Tuhan Yang Mengulangi Penciptaan, Ya Tuhan Yang Maha
  Pengasih, Ya Tuhan Yang Maha Penyayang,
cukupilah aku dengan segala
  yang engkau halaikan dan jauhkanlah aku dari segala yang Engkau haramkan.
  Cukupilah aku dengan mentaati-Mu daanjauhkan aku dari bermaksiat kepada-Mu
  serta cukupilah aku dengan karunia-Mu tanpa membutuhkan selain Engkau.”
 
Menurut
  riwayat: “Barangsiapa yang terus membaca doa ini, Allah mencukupiny a hingga
  tidak membutuhkan makhluk-Nya dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak
  disangkanya.”
 
Kemudian kerjakan salat dua rakaat
  sesudah Jumat sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Umar atau empat rakaa’at
  sebagaimana diriwayatkan oleh Abi Hurairah atau enam rakaat sebagaimana
  diriwayatkaan oleh Ali dan Abdullah bin Abbas masing-masing dua rakaat dan
  perkataan ini tidak disebutkan dalam Al-Ihya’
 
Semua
  itu, yakni keterangan jumlah dua rakaat empat dan enam rakaat itu diriwayatkan
  dari Rasulullah  dalam berbagai keadaan.
 
Nabi
  , bersabda:
 
”Barangsiapa di antara kamu salat
  sesudah Jumat, hendaklah ia salat empat rakaat.”
 
Dalam
  sebuah riwayat Muslim:
 
“Apabila seseorang dari
  kamu selesai mengerjakan salat Jumat hendaklah ia salat sesudahnya empat
  rakaat.”
 
Al-Barkawi berkata mengenai makna hadis
  ini: Hai para mukallaf, barangsiapa di antara kamu yang ingin menunaikan salat
  sesudah menunaikan fardu Jumat, hendaklah ia salat empat raka’aat dengan satu
  malam.
 
Hadis ini menunjukkan bahwa yang muakkad
  dari keenam rakaat ini sehabis salat Jumat adalah empat rakaat.
 
Ini
  adalah pendapat Abi Hanifah dan Muhammad dan Asy-Syafi’i dalam satu pendapat.
  Menurut Abi Yusuf: Yang sunah muakkadah sesudah salat Jumat adalah enam
  rakaat. Empat rakaat sunah Jumat dan dua sunah waktu.
 
Yang
  lebih utama adalah salat empat rakaat, kemudian dua rakaat. Berdasarkan ini,
  maka kedua rakaat yang lebih dari empat rakaat termasuk nawafil yang
  berdasarkan waktu, bukan nawafil mutlak.
 
Kemudian
  tinggallah di masjid sampai Magrib atau Asar. Menurut riwayat: Barangsiapa
  menunaikan salat Asar di masjid, maka ia mendapat pahala haji. Dan siapa yang
  menunaikan salat Magrib, maka ia mendapat pahala haji dan umrah. Jika ia takut
  mendapat bencana karena pandangan manusia kepada iktikafnya atau takut
  membicarakan sesuatu yang tidak pantas, maka yang lebih utama adalah kembali
  ke rumahnya dengan mengingat Allah, memikirkan nikmat-nikmatnya, mensyukuri
  Allah  atas taufik-Nya, merasa takut atas kecerobohannya, mengawasi hati
  dan lisannya hingga matahari terbenam supaya tidak ketinggalan saat yang mulia
  dan janganlah ia membicarakan urusan dunia di masjid atau lainnya.
 
Berusahalah
  mendapatkan saat yang mulia, karena ia tersembunyi dalam seluruh hari.
  Mudah-mudahan engkau menemukannya sedang engkau tunduk kepada Allah 
  merendahkan diri dan berdoa dengan tulus. Janganlah engkau menghadiri
  majelis-majelis ta’lim di masjid pada waktu itu.
 
Diriwayatkan
  oleh Abdullah bin Umar bahwa Nabi  melarang menghadiri majelis ta’lim
  pada hari Jumat sebelum salat, kecuali bilamana di situ terdapat orang yang
  alim dan mengingatkan tentang hari-hari Allah, dan mengajarkan agama Allah
  sedang ia berbicara di masjid di waktu pagi, lalu duduk mendengarkannya supaya
  ia kumpulkan antara kedatangan di awal waktu dan mendengarkan pelajaran,
  karena mendengarkan perkataan yang berguna tentang akhirat lebih utama
  daripada menyibukkan diri dengan nawafil.
 
Janganlah
  engkau hadiri majelis-majelis tukang dongeng, karena taida kebaikan dalam
  perkataan mereka. Akan tetapi hadirilah majelis ilmu yang berguna, yaitu yang
  menambah rasa takutmu kepada Allah  dan mengurangi keinginanmu terhadap
  kesenangan dunia. Telah diriwayatkan oleh Abi Dzar bahwa menghadiri suatu
  majelis ilmu lebih baik dari pada salat seribu rakaat.
 
Lebih
  baik engkau tidak mengetahui suatu ilmu bilamana ilmu itu tidak mengalihkanmu
  dari dunia ke akhirat. Maka berlindunglah engkau kepada Allah dari ilmu yang
  tidak berguna. Katakanlah:
 
“Ya Allah, aku
  berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak berguna, hari yang tidak tunduk,
  mata yang tidak menangis, nafsu yang tidak pernah puas, amal yang tidak
  diangkat (diterima) dan doa yang tidak didengar”
 
Perbanyaklah
  berdoa di waktu matahari naik, matahari tergelincir, matahari terbenam, di
  waktu mendengar iqamat, di waktu khatib menaiki mimbar dan di waktu
  orang-orang berdiri untuk menunaikan salat. Maka tidaklah patut engkau dalam
  keadaan kosong di seluruh hari Jumat dari berbagai kebaikan dan doa hingga
  datang kepadamu saat yang mulia sedang engkau dalam keadaan baik. Tidaklah
  mengapa bila engkau mengucapkan doa ini:
 
“Ya
  Allah, kami mohon kepada-Mu pengertian tentang agama, tambahan dalam ihmu,
  kecukupan dalam rezeki, afiat dan kesehatan dalam badan, tobat sebelum mati,
  ketenangan di waktu mari, ampunan sesudah mati dan kenikmatan memandang
  wajah-Mu yang mulia, Ya Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para penyayang, Ya
  Tuhan yang paling suka bila dimintai.” Saat yang mulia itu ada di antara
  waktu-waktu ini. Para ulama berselisih mengenainya dalam beberapa pendapat.
  Ada yang mengatakan: ”AIlah  menyembunyikannya dalam hari itu.” Ada yang
  mengatakan: ”la adalah permulaan siang. Ada yang mengatakan: Ia terdapat pada
  akhirnya dan ini adalah pendapat sebagian besar ulama.”
 
An-Nawawi
  berkata, yang benar ialah yang disebutkan dalam hadis Muslim bahwa Nabi 
  bersabda: “Saat itu terdapat antara duduknya imam di atas mimbar hingga ia
  memberi salam dari salat.”
 
Dhahir hadis ini
  menunjukkan bahwa doa itu dianjurkan ketika imam sibuk berkhutbah. Masalah ini
  dirumitkan dengan perintah untuk diam ketika imam berkhutbah. Al-Bulqini
  menjawab tentang kerumitan ini bahwa bukanlah termasuk syarat doa
  mengucapkannya dengan jelas. Akan tetapi menghadirkannya di dalam hati sudah
  cukup.
 
Al-Hulaimi berkata: “Sesungguhnya doa itu
  diucapkan apabila imam duduk sebelum ia memulai khutbah atau di antara dua
  khutbah atau antara khutbah kedua dan salat atau di dalam salat sesudah
  tasyahud.”
 
Apa yang dikatakan oleh Al-Hulaimi
  lebih tepat. Demikian yang dinukil oleh Al-Bujairami dari Al-Ajhur.
 
Berusahalah
  mengeluarkan sedekah menurut kemampuanmu walaupun sedikit, karena sedekah di
  waktu itu mendapat pahala yang berlipat ganda. Maka engkau kumpulkan antara
  salat, puasa, sedekah, pembacaan Al-Qur’an, berzikir, beriktikaf dan menunggu
  salat demi salat.
 
Seorang ulama salaf berkata:
  “Barangsiapa memberi makan orang miskin pada hari Jumat, kemudian pergi di
  awal waktu ke masjid dan tidak mengganggu seseorang, kemudian ia mengucapkan
  setelah imam memberi salam:
 
“Dengan nama Allah
  Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ”Yang Hidup Kekal dan Yang selalu
  mengurusi makhluk-Nya, aku mohon
kepada-Mu agar Engkau meengampuni
  aku dan menyayangi serta menyelamatkan aku dari api neraka.”
 
Kemudian
  ia ucapkan doa yang diinginkannya. Maka dikabulkanlah doanya. Jadikanlah hari
  ini khusus bagi akhiratmu dan perbanyaklah membaca wirid di waktu itu.
  Mudah-mudahan hari ini menjadi penebus bagi hari-hari yang lain dalam minggu
  ini. Ringkasnya, siapa yang ingin sampai kepada Allah agar menambah wiridnya
  dan berbagai macam kebaikannya, karena apabila Allah mencintai seorang hamba,
  Dia menjadikannya sebagai pelaku amal-amal utama. Dan apabila Allah
  membencinya, Dia menjadikannya sebagai pelaku amal-amal buruk dalam
  waktu-waktu yang mulia itu supaya lebih pedih dalam hukumannya dan menunjukkan
  kebencian-Nya yang sangat karena ia tidak mendapat berkah waktu dan melanggar
  kehormatannya.
  Adab-Adab Puasa
 
Tidaklah patut engkau membatasi pada puasa
  bulan Ramadhan dengan meninggalkan puasa sunah untuk mencapai derajat yang
  tinggi di surga firdaus sehingga engkau menyesal. Ka’ab berkata: “Tidak ada
  surga di antara surga-surga yang lebih tinggi daripada surga Firdaus. Di
  dalamnya terdapat orang-orang yang menyuruh berbuat ma’ruf dan orang-orang
  yang mencegah dari yang mungkar.”
 
Apabila engkau
  memandang ke tempat orang-orang yang puasa seakan-akan engkau memandang
  bintang-bintang yang bersinar sedangkan mereka berada di puncak Illiyyin.
 
Dalam
  kabar disebutkan bahwa di surga ada sebuah pintu bernama Ar-Rayyan.
  Orang-orang yang Puasa masuk di dalamnya pada hari Jumat dan tidak ada yang
  masuk dari situ selain mereka. Apabila mereka telah masuk, maka pintu itu akan
  ditutup kembali, dan tidak ada seorang pun memasukinya. Dalam kabar disebutkan
  pula bahwa di dalam surga ada sebuah pintu bernama Adh-Dhuha. Pada hari kiamat
  seorang juru panggil berseru: “Dimana orang-orang selalu mengerjakan salat
  Dhuha. Inilah pintumu, maka masuklah kalian ke dalamnya.”
 
Dalam
  kabar disebutkan pula bahwa di dalam surga ada sebuah pintu bernama Al-Farah
  (kegembiraan). Tiada yang masuk dari situ selain orang yang menggembirakan
  anak-anak kecil. Alhasil, setiap orang yang memperbanyak jenis ibadat, ia pun
  dikhususkan dengan balasan yang sesuai dengannya dan diseru dari berbagai
  pintu yang ada di surga.
 
Demikian juga orang yang
  melakukan berbagai ketaatan, ia dipanggil dari semua pintu sebagai penghormat
  sedangkan masuknya tidak dilakukan kecuali dari sebuah pintu, yaitu pintu amal
  yang paling banyak dikerjakannya.
 
Ketahuilah
  bahwa puasa sangat dianjurkan dalam hari-hari mulai sedangkan sebagian
  hari-hari itu terdapat dalam setiap tahun dan sebagiannya terdapat dalam
  setiap bulan sedangkan sebagiannya terdapat setiap minggu. Adapun hari-hari
  mulia yang terdapat dalam setiap tahun dan disebutkan kemuliaan dan
  keutamaannya dalam kabar-kabar dengan pahala-pahalanya yang banyak adalah hari
  Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Maka disunahkan puasa pada hari itu bagi
  mereka yang tidak dapat melakukan ibadat haji. Adapun orang haji, disunahkan
  baginya untuk tidak puasa sedangkan puasa bertentangan dengan yang lebih utama
  jika ia sampai di Arafah pada siang hari. Apabila ia sampai di sana pada malam
  sembilan, maka tidak makruh dan tidak bertentangan dengan yang lebih utama.
  Hari Arafah adalah hari yang paling mulia, karena puasa di hari itu menghapus
  dosa-dosa kecil selama dua tahun.
 
Kemudian puasa
  hari Asyura pada tanggal 10 Muharram, karena puasa di hari itu menghapus
  dosa-dosa kecil dalam tahun yang lalu. Dan sepuluh hari pertama dari bulan
  Dzulhijjah. Dalam khabar disebutkan: “Tidak ada hari-hari yang amalnya lebih
  disukai Allaah azzaa wajalla dari pada sepuluh hari pertama bulan
  Dzulhjjjah.
 
Sesungguhnya puasa sehari darinya
  sama dengan puasa setahun dan salat di malamnya sama dengan salat di malam
  Oadar.
 
Dan sepuluh hari pertama dari bulan
  Muharram. Dalam kabar disebutkan: “Puasa yang paling utama sesudah Ramadhan
  adalah puasa di bulan Muharram dan salat yang paling utama sesudah salat fardu
  adalah salat malam. Yakni dibandingkan dengan selain Arafah dan dibandingkan
  dengan selain salat rawatib.”
 
Dan puasa di bulan
  Rajab dan Sya’ban. Sebagian sahabat Nabi  tidak menyukai puasa di bulan
  Rajab seluruhnya supaya tidak menyamai bulan Ramadhan. Rasulullah  banyak
  berpuasa di bulan Sya’ban hingga disangka bahwa ia berada di bulan
  Ramadhan.
 
Dalam khabar disebutkan: Apabila
  Sya’ban mencapai separuhnya, maka tiada puasa hingga bulan Ramadhan.
 
Puasa
  di bulan-bulan haram termasuk amalan ulama, yaitu bulan Dzulqa’idah,
  Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
 
Rajab berdiri
  sendiri sedangkan yang tiga berturut-turut. Inilah hari-hari yang mulia dalam
  setahun. Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah Muharram, kemudian
  Rajab, kemudian Dzulhijjah, kemudian Dulga’dah, kemudian Sya’ban. Al-Bujairami
  menyusun keutamaan bulan-bulan itu menurut tertibnya.
 
Bulan
  yang paling utama secara multak bulan puasa, yaitu bulan Ramadhan kemudian
  bulan Tuhan kita yaitu Muharram kemudian Dzulhijah yang diagungkan kemudian
  Dzulga’dah dan Sya ban sesudahnya Semua ini sudah diterangkan.
 
Adapun
  hari-hari mulai yang terulang dalam sebulan, maka ia adalah permulaan bulan
  dan pertengahan serta penghabisannya.
 
Ibnu Hajar
  berkata: “Disunahkan puasa hari-hari hitam karena takut kegelapan dosa-dosa,
  yaitu hari ke tujuh atau ke delapan dan dua hari berikutnya.”
 
Disunahkan
  puasa pada hari-hari putih, yaitu hari ketigabelas, ) keempatbelas dan
  kelimabelas.
 
Di bulan Dzulhijjah hari ketigabelas
  diganti dengan hari keenambelas atau sehari sesudahnya. Adapun hari-hari mulia
  dalam seminggu adalah hari Senin, hari Kamis dan hari Jumat.
 
Maka
  dianjurkan puasa dalam hari-hari itu dan memperbanyak kebaikan supaya
  pahalanya berlipat ganda, karena Nabi, mengutamakan puasa hari Senin dan hari
  Kamis. Beliau berkata: “Sesungguhnya kedua hari itu adalah hari-hari di mana
  amal-amal ditunjukkan. Maka aku ingin amalku ditunjukkan ketika aku sedang
  puasa.”
 
Yakni amal-amal seminggu ditunjukkan
  kepada Allah dalam kedua hari itu secara garis besar. Maka aku suka amalku
  ditunjukkan di saat aku puasa, karena penunjukkan amal berlangsung sesudah
  matahari terbenam dan faidah penunjukkan amal adalah menampakkan keadilan dan
  menegakkan hujjah, karena tidak tersembunyi sesuatu apa pun terhadap Allah.
 
Amal-amal
  ditunjukkan kepada anak-anak, bapak-bapak dan ibu-ibu pada hari Jumat dan
  ditunjukkan kepada Nabi  pada hari-hari yang lain sedangkan amal-amal
  seluruh alam ditunjukkan kepada Allah secara garis besar pada malam dan sekali
  di waktu siang.
 
Dihukum makruh puasa pada hari
  Jumat saja tanpa sebab, dengan puasa sunah mutlak. Larangan puasa di hari
  Jumat saja adalah karena ja merupakan hari ibadat dan berbagai sunah lainnya.
  Oleh karena itu disunahkan tidak puasa pada hari itu untuk membantu dalam
  mengerjakan amalan-amalan sunah pada hari itu. Demikian dinukil oleh
  Al-Bujairami dari An-Nawawi. Disebutkan dalam khabar yang diriwayatkan oleh
  Baihagi dan Al-Hakim:
 
“Sesungguhnya hari Jumat
  dalam hari raya dan zikir, maka janganlah kalian menjadikan hari rayamu
  sebagai hari puasamu, tetapi jadikanlah ia hari makan minum dan zikir, kecuali
  bila kalian menggabungkannya dengaan beberapa hari.”
 
Maka
  puasa hari Senin, Kamis dan Jumat menghapus dosa-dosa seminggu dan puasa hari
  pertama dari setiap bulan, hari tengah dan hari akhir serta hari-hari putih
  menghapus dosa-dosa sebulan.
 
Sedangkan dosa-dosa
  setahun dihapus dengan puasa di hari-hari yang tersebut ini dan bulan-bulan
  tersebut, yaitu yang terulang dalam setiap tahun. Pengarang tidak menyebut
  puasa enam hari di bulan Syawwal. Sesungguhnya dianjurkan berpuasa enam hari
  di bulan Syawwal.
 
Nabi  bersabda:
 
“Barangsiapa
  berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian ia menambahnya dengan enam hari dari
  bulan Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa setahun.” .. Terkadang puasa
  mempunyai dua sebab seperti hari Arafah dan Asyura yang bertepatan dengan hari
  Senin atau Kamis dan seperti adanya hari Senin dan Kamis dalam enam hari
  Syawwal.
 
Maka sangat dianjurkan puasa dalam hari
  yang mempunyai dua sebab demi memelihara kehormatan masing-masing dari
  keduanya. Jika meniatkan kedua-duanya, maka diperoleh pahalanya semua.
 
Seperti
  sedekah kepada kerabat adalah sedekah dan memelihara hubungan keluarga.
  Demikian pula jika meniatkan salah satu dari keduanya sebagaimana disebutkan
  oleh Al-Bujairami. Janganlah engkau mengira bahwa puasa itu hanya meninggalkan
  makan, minum serta persetubuhan saja.
 
Nabi ,
  bersabda:
 
“Betapa banyak orang yang puasa, tetapi
  ia hanya merasakan lapar dan haus dari puasanya.”
 
Nabi 
  bersabda:
 
“Barangsiapa tidak meninggalkan
  perkataan dusta dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan agar
  ia meninggalkan makanan dan minumannya.”
 
Akan
  tetapi puasa yang sempurna adalah dengan mencegah anggotaanggotaa tubuh dari
  perbuatan dosa yang dibenci Allah. Itu adalah puasa orang-orang shahih yang
  dinamakan puasa khusus.
 
Maka puasa sempurna
  dilakukan dengan empat perkara.
 
Pertama, patutlah
  engkau menjaga mata dari pandangan kepada yang diharamkan dan kepada setiap
  sesuatu yang melalaikan hati dari zikrullah.
 
Nabi
  , bersabda:
 
“Pandangan terlarang adalah salah
  satu panah beracun dari iblis yang dilaknat Allah. Maka siapa meninggalkannya
  karena takut kepada Allah, ia pun diberi Allah iman yang ia rasakan
  kemanisannya di dalam hatinya.”
 
Kedua, menjaga
  lisan dari perkataan yang tidak berguna. Perkataan yang berguna bagi seseorang
  adalah yang berkaitan dengan keselamatannya di akhirat dan kebutuhan hidupnya
  dalam penghidupan yang mengenyangkannya dari lapar dan haus dan menutup
  auratnya serta memelihara kemaluannya, bukan yang digunakan untuk
  bersenangsenang.
 
Keriga, Mencegah telinga dari
  mendengarkan apa-apa yang diharamkan Allah  , karena pendengar bersekutu
  dengan orang yang mengucapkannya dan ia adalah satu dari orang-orang yang
  menggunjingkan orang, karena mendengarkan ghibah adalah haram.
 
Allah  
  berfirman: “Jika begitu sesungguhnya kalian adalah seperti mereka.”
 
Nabi 
  bersabda: “Penggunjing dan pendengar sama-sama berdosa.”
 
Begitu
  pula engkau cegah semua anggota tubuh dari perbuatan tercela sebagaimana
  engkau mencegah perut dan kemaluan dari melampiaskan syahwatnya. Disebutkan
  dalam khabar yang diriwayatkan oleh Jabir dari Anas dari Rasulullah 
  bahwa beliau bersabda:
 
“Lima perkara membatalkan
  puasa, yaitu berkata dusta, ghibah, namimah, sumpah palsu, dan pandangan
  dengan syahwat.”
 
Perkataan, membatalkan puasa
  menurut mazhab Sayyidah Aisyah dan Imam Ahmad adalah batal seluruhnya. Menurut
  mazhab Asy-Syafi’i dan para sahabatnya, hanya membatalkan pahala puasa, bukan
  puasa itu sendiri.
 
Diriwayatkan khabar ini oleh
  Abu Path Al-Azadi dan Ad-Dailami dari Anas dengan isnad yang di dalamnya
  terdapat seorang pendusta, yaitu: “Lima perkara membatalkan puasa dan
  membatalkan wudu, yaitu berkata dusta, ghibah, namimah, memandang dengan
  syahwat dan sumpah palsu.” Ini merupakan peringatan terhadap perbuatan atas
  hal-hal tersebut dan bukan yang sebenarnya. Demikian disebutkan oleh
  Al-Azizi.
 
Nabi  bersabda:
 
“Sesungguhnya
  puasa itu perisai. Maka apabila seseorang dari kamu berpuasa, janganlah ia
  berkata keji dan jangan melakukan perbuatan terlarang dan jangan mengganggu
  orang lain.
 
Jika seseorang mengajaknya berkelahi
  atau memakinya, maka hendaklah ia mengatakan: “Aku puasa.”
 
Yakni
  di dalam hatinya bilamana puasanya sunah dan dengan lisan dan hatinya bilamana
  puasanya di bulan Ramadhan. Demikian disebutkan oleh Al-Azizi.
 
Kemudian
  berijtihadlah untuk berbuka dengan makanan halal. Tidaklah ada artinya
  berpuasa, yaitu menahan diri dari makanan halal, bila ia berbuka dengan
  makanan haram. Perbuatan itu adalah seperti orang yang membangun istana dan
  merobohkan kota.
 
Keempar, janganlah memperbanyak
  makanan sehingga engkau menambah makanan selain waktu puasa. Maka tiada
  bedanya bagimu antara berbuka dan berpuasa bila engkau penuhi makanan yang
  biasa engkau makan di waktu siang dan malam dalam sekali makan.
 
Sesungguhnya
  yang dimaksud dengan puasa adalah mematahkan sy ahwatmu dan melemahkan
  kekuatanmu untuk melakukan maksiat supaya , engkau menjadi kuat untuk
  bertagwa. Apabila engkau makan di waktu petang untuk menebus ketinggalan
  makananmu dari pagi hingga malam, maka tiada faidah dalam puasamu.
 
Para
  ulama berkata: “Barangsiapa yang sempurna laparnya di bulan Ramadhan, ia pun
  terlindung dari setan hingga Ramadhan berikutnya, karena puasa adalah perisai
  pada tubuh orang yang berpuasa selama tidak dirusak oleh sesuatu apapun.
  Apabila ia rusak, masuklah setan dari tempat kerusakan itu.
 
Demikian
  dinukil oleh Al-Bujairami dari Asy-Syarani. Perutmu – menjadi berat bagimu dan
  apa yang terdapat di dalamnya lebih dibenci Allah  dari pada perut yang
  penuh dengan makanan halal sebagaimana disebutkan dalam hadis. Karena perut
  yang penuh dengan makanan menyebabkan kerusakan agama dan dunia.
 
Kebanyakan
  penyakit disebabkan oleh banyak makan dan pemasukan makanan dalam tubuh
  sebelum mencernakan makanan yang pertama.
 
Demikian
  disebutkan oleh Al-Azizi.
 
Maka bagaimana halnya
  bila perut menjadi penuh dari makanan haram. Apabila engkau telah mengetahui
  makna puasa, maka perbanyaklah puasa menurut kemampuanmu, karena ia adalah
  dasar ibadat dan kunci kedekatan dengan Allah.
 
Sebagaimana
  Nabi  bersabda:
 
“Allah  berfirman:
  Setiap kebaikan mendapat pahala sepuluh kali lipat hingga 700 kali, kecuali
  puasa. Karena ta adalah untuk-Ku dan Akulah yang membalasnya.”
 
Artinya
  Allah  telah menentukan besarnya pahala berbagai macam amal bagi manusia
  dan jumlahnya berlipat kali dari sepuluh hingga 700 kali kecuali puasa, karena
  hanya Allah sendiri yang mengetahui jumlah pahalanya dan melipat gandakan
  kebaikannya.
 
Maka perkataan, “dan Aku-lah yang
  membalasnya”, yakni memberi balasan yang banyak tanpa menentukan jumlahnya.
  Ada yang mengatakan, artinya ialah bahwa puasa itu adalah ibadat yang paling
  Aku sukai dan paling utama di sisi-Ku.
 
Nabi
  bersabda:
 
“Sesungguhnya bau mulut orang yang
  puasa lebih harum di sisi Allah daripada bau musik.”
 
Artinya
  bau mulut orang yang puasa lebih banyak pahalanya daripada misik yang
  disunahkan dalam salat Jumat dan majelis zikir. AnNawawi menguatkan makna ini
  dan mengartikan makna harum sebagai penerimaan puasa dan keridaan atasnya.
  Al-Mawardi berkata, artinya ia lebih banyak mendekatkan dirimu dari pada
  misik.
 
Seorang ulama berkata: “Ketaatan-ketaatan
  pada hari kiamat mempunyai bau semerbak. Maka bau puasa di antara
  ibadat-ibadat itu seperti misik.” Ini adalah sebagaimana disebutkan dalam
  hadis: “Orang yang ihram dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan sedang
  mengucapkan Talbiyah.” Sebagaimana diriwayatkan bahwa peniup seruling di
  bangkitkan sementara serulingnya tergantung di tanganya dan ja melemparkannya,
  tetapi seruling itu kembali ke tangannya dan tidak berpisah darinya.
 
“Allah
  yang Maha Mulia perkataannya berfirman: Sesungguhnya ia meninggalkan syahwat,
  makanan dan minumannya karenaAku. Maka puasa itu untuk-Ku dan Aku yang
  membalasnya.”
 
Ini adalah hadis Imam Ahmad dari
  malik dan awalnya ialah sabda Nabi  kepada orang yang menanyainya tentang
  amal yang paling utama.
 
Maka beliau menjawab:
  “Hendaklah engkau berpuasa, karena puasa itu tiada bandingannya. Kemudian
  beliau melanjutkan, Allah  berfirman, hingga akhirnya.”
 
Nabi 
  bersabda:
 
“Surga mempunyai sebuah pintu bernama
  Ar-Rayyan yang tidak dimasuki, kecuali orang-orang yang berpuasa.”
 
Ini
  adalah janji untuk berjumpa dengan Allah  dalam membalas puasanya.
  Keterangan tentang ketaatan-ketaatan ini sudah cukup bagimu dari kitab
  Bidaayatul Hidayat. Apabila engkau memerlukan keterangan zakat dan haji atau
  penjelasan tambahan tentang salat dan puasa, maka carilah dia dari apa yang
  telah kami sebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Penjelasan salat dan puasa
  telah ditemukan sebagiannya dalam syarah ini dari kitab Al-Ihya” dan
  sebagiannya dari berbagai kitab.
  
  Menjauhi Perbuatan Maksiat
 
Ketahuilah bahwa agama memiliki dua ketentuan.
  Meninggalkan perbuatan-perbuatan terlarang dan melakukan ketaatan.
  Meninggalkan perbuatan terlarang lebih berat dan lebih sulit dari pada
  melakukan ketaatan. Oleh karena itu pahalanya lebih besar. Karena ketaatan
  dapat dilakukan oleh setiap orang sedangkan meninggalkan syahwat tidak dapat
  dilakukan kecuali oleh orang-orang yang benar. Mereka adalah orangorang yang
  mengetahui hujjah-hujjah dan ayat-ayat serta membersihkan hati dan melakukan
  riyadhah menuju puncak Irfan hingga mengetahui segala sesuatu dan
  memberitahukannya menurut apa adanya.
 
Oleh karena
  itu Rasulullah , bersabda: “Muhajir itu orang yang meninggalkan keburukan
  sedangkan mujahid adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya.”
 
Dalam
  riwayat Tirmidzi dan Ibnu Hibban: “Muhajir ialah orang yang berjihad melawan
  nafsunya, yakni menekan nafsunya yang buruk untuk melakukan ketaatan dan
  menjauhi maksiat.
 
Jihad melawan hawa nafsu adalah
  puncak dari semua jihad, karena bila ia tidak bisa memeranginya, maka ia pun
  tidak bisa memerangi musuh.
 
Tentara hawa nafsu
  ada sepuluh, dengki, kesewenang-wenangan, sombong, dendam, tipu-daya, was-was,
  melawan perintah, berburuk sangka dan suka mendebat. Demikian disebutkan oleh
  Al-Hamadani.
 
Ketauilah bahwa sesungguhnya engkau
  mendurhakai Allah dengan anggota tubuhmu yang merupakan nikmat dari Allah atas
  dirimu serta amanat padamu yang harus engkau pelihara dari perbuatan yang
  dilarang Allah. Maka penggunaan nikmat Allah olehmu untuk melakukan maksiat
  merupakan puncak pengingkaran nikmat sedangkan pengkhiatanmu terhadap amanat
  yang dititipkan Allah $& padamu adalah puncak pelanggaran dalam
  kedurhakaan yang engkau lakukan. Anggota-anggota tubuhmu adalah di bawah
  pengawasanmu, maka lihatlah bagaimana engkau memeliharanya dengan menunaikan
  haknya. Karena masingmasing dari kamu adalah pemimpin dan masing-masing dari
  kamu bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
 
Orang
  laki-laki pemimpin dalam keluarganya dan bertanggungjawab atas yang
  dipimpinnya dan orang perempuan pemimpin di rumah suaminya dan
  bertanggung-jawab atas yang dipimpinnya sedangkan pelayan adalah penjaga harga
  tuannya dan bertanggung-jawab atas harta yang dijaganya. Demikian disebutkan
  dalam Az-Zawuayir:
 
Seorang penyair berkata:
 
Kiranya
  kita dibiarkan begitu saja setelah mari niscaya kematian merupakan istirahat
  bagi setiap orang yang hidup akan tetapi setelah ini kita ditanya tentang
  segala sesuatu
 
Ketahuilah bahwa semua anggotamu
  akan menjadi saksi atas dirimudi tempat-tempat berkumpul pada hari kiamat
  dengan perkataan yang fasih dan jelas.
 
Anggota
  tubuhmu akan mengungkapkan semua keburukan dengan lisan itu dihadapan orang
  banyak.
 
Allah  berfirman dalam surah An-Nur:
  ”Pada hari dimana lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas apa yang
  mereka kerjakan.” Yakni berupa perkataan dan perbuatan di hari kiamat. Pada
  hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang sebenarnya.
 
Dalam
  surah yang lain Allah  berfirman:
 
“Pada hari
  ini kami tutup mulut mereka dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan
  memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
  (QS. Yaa-Siin: 65)
 
Setiap anggota menceritakan
  apa yang pernah dilakukannya. Mengenai cara penutupan mulut mereka ada dua
  pendapat. Yang terkuat adalah pendapat bahwa Allah  membungkam mulut
  mereka dan menjadikan anggota tubuh mereka berbicara, lalu bersaksi atas diri
  mereka sedangkan itu adalah mudah dalam kekuasaan Allah Adapun pembungkaman
  mulut, maka sudah jelas.
 
Adapun pengadaan bicara,
  maka lisan adalah anggota yang bergerak dengan gerak tertentu. Bilamana
  demikian, maka anggota lainnya bisa digerakkan pula seperti itu. Sedangkan
  Allah  berkuasa atas segala sesuatu.
 
Pendapat
  lainnya ialah mereka tidak mengucapkan sesuatu apa pun, karena mereka tidak
  mempunyai uzur dan tabir mereka telah tersingkap. Maka mereka berdiri dengan
  kepala tertunduk tidak bisa mengajukan uzur dan tidak bisa menyatakan
  tobat.
 
Pembicaraan tangan-tangan adalah nampaknya
  kejadian yang tidak bisa diingkari. Yang shahih adalah pendapat pertama.
  Demikian disebutkan dalam As-Siraajul Munir.
 
Oleh
  sebab itu, hai manusia yang miskin, peliharalah seluruh anggota badanmu dari
  maksiat, terutama anggota-anggotamu yang tujuh. Karena neraka mempunyai tujuh
  lapisan dan setiap lapisan mempunyai bagian tertentu.
 
Ibnu
  Juraij berkata: “Neraka mempunyai tujuh lapis. Lapis pertama adalah Jahannam,
  kedua Ladha, ketiga Al-Huthamah, keempat As-Sa’ir, kelima Sagar, keenam
  Al-Jahiim, dan ketujuh Al-Haawiyah.
 
Pengkhususan
  jumlah ini adalah karena penghuninya terdiri dari tujuh golongan. Dan jumlah
  itu sesuai dengan tujuh anggota badan, yaitu mata, telinga, lidah, kemaluan,
  tangan dan kaki, karena semua itu adalah sumber perbuatan-perbuatan dosa.
 
Maka
  tempat-tempat masuknya adalah pintu-pintu yang berjumlah tujuh. Oleh karena
  anggota-anggota itu adalah sumber kebaikankebaikan dengan syarat niat,
  sedangkan niat termasuk amalan hati, maka anggotanya bertambah satu sehingga
  pintu-pintu (lapisan) surga dijadikan delapan.
 
Dalam
  setiap lapisan pertama ada golongan bertauhid yang dimasukkan neraka. Mereka
  disiksa sesuai dengan dosa-dosa mereka, kemudian dikeluarkan. Sedang lapisan
  kedua dihuni kaum Nasrani, lapisan ketiga dihuni kaum Yahudi, lapisan keempat
  kaum Shabi’in, lapisan kelima kaum Majusi, lapisan keenam kaum Musrikin, dan
  lapisan ketujuh kaum Munafik.
 
Diriwayatkan dari
  Umar bahwa Rasulullah  bersabda: ”Neraka Jahanam mempunyai tujuh pintu
  (lapisan) dan salah satunya diperuntukkan bagi orang yang menghunus pedang
  terhadap umatku. Demikian disebutkan dalam As-Siranjul Munir. Tidaklah
  dimasukkan dalam pintu-pintu itu melainkan siapa yang mendurhakai Allah 
  dengan ketujuh anggota ini, yaitu mata, telinga, lidah, perut, kemaluan,
  tangan dan kaki. Masing-masing kenikmatan ini harus disyukuri oleh pemiliknya
  dengan menggunakannya dalam ketaan terhadap Allah
 
Mata
  diciptakan bagimu untuk menunjukimu dalam kegelapan dan memenuhi kebutuhanmu
  serta memandang kerajaan bumi dan langit dan mengambil pelajaran dari
  tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat di dalamnya, yakni petunjuk-petunjuk
  yang jelas atas ke-Esa-an Allah.
 
Allah 
  berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
  malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
  manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air
  itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu
  segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
  langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (kekuasaan dan kebesaran
  Allah) bagi kaum yang berfikir.” Al-Baqarah: 164.
 
Maka
  jagalah mata dari empat perkara, memandang yang bukan mahramnya. Jagalah
  matamu dari memandang aurat wanita, walaupun mahramnya. Tidaklah berdosa
  seseorang yang melihatnya pertama kali tanpa disengaja. Lain halnya bila ia
  mengulangi pandangangnya. Demikian dikatakan oleh Ar-Ramli.
 
Atau
  memandang bentuk rupa yang tampan dengan syahwat. Diriwayatkan bahwa suatu
  kaum datang kepada Nabi , sedang diantara mereka terdapat seorang pemuda
  tampan yang mulus wajahnya. Maka Nabi  mendudukkannya di belakang
  punggungnya.
 
Beliau berkata: “Sesungguhnya fitnah
  yang menimpa Dawud adalah dari sebab pandangan. Janganlah engkau memandang
  kepada seorang muslim dengan pandangan penghinaan atau menggunakannya untuk
  menyelidiki aib seorang muslim.”
 
Allah 
  berfirman: “Katakanlah kepada orang-orang mukmin supaya mereka menjaga
  pandangan mereka.”
 
Seorang penyair berkata:
 
Semua
  kecelakaan diawali dari pandangan dan api yang besar disebabkan oleh percikan
  api yang kecil manusia itu selama mempunyai mata yang digerakkannya di antara
  mata-mata yang lunak ia pun cenderung menghadapi bahaya betapa banyak
  pandangan berbuat dalam hati pemiliknya seperti panah tanpa busur dan talinya
  pemandangnya merasa senang dengan apa yang membahayakan hatinya tiada kebaikan
  bagi kegembiraan yang menimbulkan bahaya
 
Penyair
  lain berkata:
 
Bilamana manusia itu seorang yang
  berakal dan wara maka kewara’annya mencegahnya dari mengurusi aib orang lain
  seperti orang yang sakit parah rasa sakitnya mencegahnya dari mengurusi
  penyakit orang lain
 
Adapun telinga, maka jagalah
  dari mendengarkan bid’ah, nyanyian atau alat musik seperti gitar dan seruling,
  mendengarkan ghibah dan perkataan keji, menceritakan rahasia suami istri dan
  pembicaraan batil atau ceritera tentang keburukan-keburukan orang lain.
  Sesungguhnya telinga itu diciptakan bagimu untuk mendengarkan kalam
  Allah  dan sunah Rasulullah  serta hikmah para wali-Nya. Engkau
  gunakan telinga itu setelah mendapat ilmu dengannya untuk mencapai kedudukan
  dan kenikmatan abadi di sisi Tuhan. Apabila engkau gunakan untuk mendengarkan
  hal-hal yang buruk, maka apa yang berguna bagimu menjadi bahaya bagimu
  sehingga penyebab keberuntunganmu berubah menjadi penyebab kebinasaanmu dan
  ini adalah puncak kerugian.
 
Janganlah engkau
  mengira bahwa dosa itu hanya menimpa orang yang mengatakannya saja tanpa
  pendengarnya. Dalam kabar disebutkan bahwa pendengar ikut menanggung dosa
  bersama dengan orang yang membicarakannya, dan ia salah satu dari kedua
  penggunjing. Mengenai hal itu seorang penyair berkata:
 
Jagalah
  pendengaranmu dari mendengarkan perkataan buruk seperti menjaga lisan dari
  mengucapkannya karena ketika mendengar perkataan yang buruk engkau ikut
  berdosa dengan yang mengatakannya, maka waspadalah.
 
An-Nawawi
  berkata: Hendaklah ia membenci ghibah dengan perkataannya jika ia khawatirkan
  bahaya yang nyata bila mencegahnya dengan tangan atau lisan.
 
Apabila
  terpaksa berada di majelis berlangsungnya ghibah dan tidak sanggup
  mengingkarinya tetapi tidak diterima sedang ia tidak bisa meninggalkan majelis
  itu, maka diharamkan atasnya mendengarkan pembicaraan di situ. Dengan menyebut
  nama Allah  dengan lisan dan hatinya atau dengan hatinya atau memikirkan
  masalah lain supaya ia tidak sempat mendengarkannya. Dalam keadaan itu
  tidaklah mengapa bila ia mendengar tanpa mendengarkannya.
 
Jika
  sanggup meninggalkan majelis sesudah itu sedang mereka terus melakukan ghibah
  dan semacamnya, wajiblah ia meninggalkan majelis.
 
Diriwayatkan
  dari Ibrahim bin Adham bahwa ia diundang menghadiri walimah. Kemudian
  orang-orang di majelis itu menceritakan bahwa seorang laki-laki tidak datang
  kepada mereka. Kemudian yang lain berkata, orang itu berat.
 
Kemudian
  Ibrahim berkata: “Aku telah mengatakan ini dalam hatiku ketika menghadiri
  suatu tempat di mana orang-orang melakukan ghibah. Maka ia pun keluar dan
  tidak makan selama tiga hari.”
 
Adapun lisan, maka
  ia diciptakan bagimu untuk memperbanyak dzikrullah, membaca kitab-Nya dan
  menggunakannya untuk membimbing makhluk Allah menuju jalan-Nya, yakni
  agama-Nya yang benar dan ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
 
Di
  samping itu engkau menggunakannya untuk menampakkan isi hatimu. berupa
  keperluan-keperluan agama dan duniamu. Maka apabila engkau menggunakannya di
  luar fungsinya, engkaupun telah mengingkari nikmat Allah  padanya
  sedangkan ia adalah anggotamu yang paling menonjol terhadapmu dan para makhluk
  lainnya.
 
Seorang penyair berkata:
 
Jagalah
  lisanmu dan berlindunglah dari kejahatannya sesungguhnya lisan itu adalah
  musuh yang membantai dan timbanglah perkataanmu bila engkau mengucapkannya di
  suatu majelis dengan timbangan yang menampakkan kebenaran
 
Nabi
  Dawud   berdoa: “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu empat perkara dan
  berlindung kepada-Mu dari empat perkara. Aku mohon kepada-Mu lisan yang
  berzikir, hati yang bersyukur, badan yang sabar dan istri yang membantuku
  dalam urusan dunia dan akhiratku. Aku berlindung kepada-Mu dari anak yang
  mendurhakai aku, dan istri yang membuat rambutku beruban sebelum waktunya dan
  harta yang merupakan siksaan dan bencana bagiku serta tetangga yang bila
  melihat kebaikan dariku disembunyikannya dan bila melihat keburukan dariku
  disiarkannya.”
 
Tidaklah mejerumuskan kebanyakan
  orang dalam neraka, kecuali sebagai akibat korban kejahatan lisan mereka,
  yaitu perbuatan dosa seperti berdusta, menuduh orang berzina tanpa bukti, suka
  memaki orang lain, melakukan namimah dan lainnya.
 
Asy-Syafi’i
  radhiyallahu ‘anhu berkata:
 
Jagalah dirimu, wahai
  manusia Jangan sampai ia menyengatmu sesungguhnya ia seperti ular banyak orang
  yang mati karena terbunuh oleh perbuatan hisannya padahal banyak pemberani
  takut kepadanya
 
Berusahalah sekuat tenaga dengan
  segenap kekuatanmu untuk mengatasi lisanmu supaya ia tidak mejerumuskanmu di
  dasar Jahannam.
 
Dalam kabar disebutkan bahwa ada
  orang mengucapkan perkataan supaya teman-temannya tertawa sehinggaa
  menjerumuskannya ke dalam neraka Jahannam selama 70 tahun.
 
Maksudnya
  ialah tertawa yang mengganggu orang muslim dan semacamnya, bukan sekadar
  bercanda yang dibolehkan. Karena terdapat dosa-dosa di dalamnya yang
  dilalaikannya atau bila ia tidak bertobat dasnya.
 
Maksudnya
  ia naik turun dalam waktu yang sangat lama di dalam neraka. Waktu tujuh puluh
  tahun adalah untuk menunjukkan waktu yang sangat lama, bukan pembatasan.
  Demikian dinukil oleh Al-Azizi dari AlManawi.
 
Diriwayatkan
  bahwa ada seorang mati syahid dalam perang di zaman Rasulullah , yakni dalam
  perang Uhud. Ternyata ditemukan sebuah batu di perut orang itu yang
  diikatkannya untuk menahan lapar. Kemudian ada orang berkata setelah mengusap
  tanah di wajahnya: Sungguh beruntung ia masuk surga.
 
Nabi 
  berkata: “Bagaimana engkau tahu? Barangkali ia berbicara yang tidak perlu
  baginya atau kikir dengan apa-apa yang tidak membuatnya kaya.”
 
Seorang
  ulama berkata: “Perkataan itu ada empat macam. Ada yang menimbulkan bahaya,
  ada yang menimbulkan manfaat, ada yang menimbulkan keduanya, dan ada yang
  tidak menimbulkan keduanya.
 
Yang menimbulkan
  bahaya harus didiamkan. Begitu pula yang menimbulkan bahaya dan manfaat.
  Adapun yang menimbulkan bahaya maupun manfaat, maka itu adalah perkataan yang
  sia-sia sedangkan mengatakan perkataan itu berarti membuang waktu dan itu
  merupakan kerugian. Maka tinggallah saru macam sehingga menggugurkan tiga
  perempat perkataan.
 
Dalam perkataan itu ada
  bahaya bila menimbulkan dosa dengan berbuat riya dan pura-pura dan
  sebagainya.
 
Lugman berkata kepada putranya:
  “Andaikata bicara itu adalah perak, maka diam itu adalah emas.” Maksudnya
  sebagaimana di katakan oleh Ibnul Mubarak: Andaikata bicara dalam mentaati
  Allah itu dari perak, maka berdiam diri dari mendurhakai Allah adalah dari
  emas.
 
Ibrahim Al-Atki berkata:
 
Mereka
  berkata, diammu berarti tidak mendapat rezeki, maka aku katakan kepada mereka
  apa yang ditakdirkan Allah datang kepadaku tanpa susah payah andaikata
  perkataan yang kuwcapkan itu terbuat dari perak maka diamku itu terbuat dari
  emas
 
Seorang ulama berkata: “Di dalam diam
  terdapat 7000 kebaikan dan semua itu berkumpul tujuh perkataan, dalam setiap
  perkataan terdapat seribu kebaikan.”
 
Pertama,
  bahwa diam itu ibadat tanpa kepayahan. Kedua, keindahan tanpa perhiasan.
  Keriga, wibawa tanpa kekuasaan. Keempat, benteng tanpa penjaga. Kelima, tidak
  ada keperluan mengajukan uzur kepada orang banyak. Keenam, Mengistirahatkan
  para malaikat yang mulia dan penulis. Ketujuh, menutupi aib-aibnya, karena
  diam itu perhiasan orang alim dan menutupi kebodohan orang yang bodoh.
 
Ada
  yang mengatakan: Tiga perkara membuat hati menjadi keras, tertawa tanpa merasa
  heran, makan tanpa merasa lapar dan bicara tanpa keperluan.
 
Maka
  jagalah lisanmu dari delapan perkara.
 
   
  Berdusta. Maka jagalah lisanmu dari berdusta, baik dalam keadaan serius maupun
  bercanda. Janganlah engkau biasakan lisanmu berdusta dalam bercanda sehingga
  menyebabkan engkau berdusta dalam keadaan serius.
 
Berdusta
  termasuk sumber dosa-dosa besar. Rasulullah  bersabda:
 
“Hendaklah
  kalian selalu berkata benar, karena perkataan yang benar menyebabkan kebajikan
  dan kebajikan menyebabkan masuk surga. Manusia selalu berkata benar dan
  mengutamakan kebenaran hingga dirulis di sisi Allah sebagai shiddig. Jagalah
  dirimu dari perkataan dusta, karena perkataan dusta menyebabkan perbuatan
  jahat sedangkan perbuatan Jahat menyebabkan masuk neraka. Adalah hamba selalu
  berdusta dan mengutamakan dusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai
  pendusta.”
 
Jika engkau dikenal sebagai pendusta,
  maka gugurlah keadilanmu, orang-orang tidak percaya semua ucapanmu, serta
  meremehkan dan menghinakanmu. |
 
Apabila engkau
  ingin mengetahui keburukan dusta dari dirimu, maka lihatlah kepada dusta orang
  lain dan ketidak sukaan dirimu terhadap dusta serta sikapmu yang meremehkan
  pelakunya dan menganggapnya buruk. Begitu pula, lakukanlah seperti itu
  terhadap semua kejelekan dirimu, karena engkau tidak mengetahui kejelekanmu
  dari dirimu, tetapi dari orang lain. Maka apa yang engkau anggap buruk dari
  orang lain, ia pun pasti dianggap buruk oleh orang lain pada dirimu.
 
Ketahuilah
  bahwa lisan itu adalah alat untuk mencapai tujuan. Maka setiap tujuan terpuji
  yang dapat dicapai dengan perkataan benar maupun dusta, diharamkan berdusta
  untuk itu karena tidak perlu melakukannya.
 
Jika
  tujuan itu dapat dicapai dengan dusta dan tidak dapat dicapai dengan perkataan
  yang benar, maka dusta dalam keadaan itu adalah mubah bilamana pencapaian
  tujuan itu mubah. Dan menjadi wajib bilamana tujuan itu wajib dicapai.
 
Apabila
  seorang muslim bersembunyi dari seorang yang zalim dan ditanyakan tentang dia,
  maka wajiblah berdusta untuk menyembunyikannya. Begitu pula bila ada titipan
  padanya atau orang lain dan seorang yang zalim menanyakannya untuk
  mengambilnya, wajiblah ia berdusta untuk menyembunyikannya. Bahkan andaikata
  ia mengabarinya bahwa ada titipan barang padanya lalu di rampas oleh seorang
  yang zalim, wajiblah ia menggantinya.
 
Andaikata
  ia disuruh bersumpah mengenai titipan itu, wajiblah ia bersumpah dan
  menggunakan kata samaran dalam sumpahnya. Jika tidak menggunakan kata samaran,
  ia pun melanggar sumpah menurut pendapat yang lebih shahih dan wajib baginya
  membayar kafarat. Ada yang mengatakan, ia tidak melanggar sumpah. Begitu pula
  bila tujuannya adalah meredakan peperangan atau mendamaikan orang-orang yang
  berselisih atau membujuk orang yang disakiti agar memaafkan orang yang
  menyakitinya sedangkan hal itu hanya bisa tercapai dengan dusta, maka berdusta
  tidak haram.
 
Akan tetapi patutlah ia
  menghindarinya sedapat mungkin, karena ia membuka pintu dusta bagi dirinya,
  maka dikhawatirkan bisa menyebabkan dusta yang terus-menerus dan tidak
  terbatas pada keadaan darurat. Maka dusta itu asalnya haram, kecuali untuk
  kebutuhan mendesak dimana tujuannya tidak tercapai kecuali dengan dusta.
 
Untuk
  berhati-hati dalam semua ini digunakanlah tauriyah (kata samaran), yaitu
  kalimat yang maksudnya benar dan bukan dusta terhadapnya, meskipun ia berdusta
  pada lafaznya yang lahir.
 
Andaikata ia tidak
  bermaksud ini, tetapi mengucapkan perkataan dusta, maka tidaklah haram di
  tempat ini. Demikian disebutkan dalam AlAdzkar dan Al-Ihya’. Maka janganlah
  engkau senang melakukan itu.
 
   
  Menyalahi janji. Janganlah berjanji jika tidak dapat menepati. Akan tetapi
  hendaklah kebaikanmu kepada orang-orang merupakan perbuatan tanpa perkataan.
  Jika engkau terpaksa berjanji, maka janganlah engkau mengingkarinya, kecuali
  bila engkau tidak sanggup atau terpaksa. Karena ingkar janji tanpa alasan
  mendesak termasuk tanda orang munafik dan merupakan akhlak yang buruk.
 
Nabi 
  bersabda:
 
“Tiga perkara yang apabila berkumpul
  pada seseorang, maka ia menyerupai munafik, meskipun ta berpuasa dan salat.
  Yaitu orang yang apabila berbicara ia berdusta. Apabila berjanji, ia ingkar:
  Dan apabila Aiserahi amanar, ia berkhianat.”
 
Yang
  dimaksud dalam pembicaraan ini adalah orang yang sifat-sifat ini menjadi
  kebiasaan dan cirinya tidak terlepas darinya.
 
Diriwayatkan
  oleh Syaikhain dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash bahwa Nabi  bersabda:
 
“Empat
  perkara yang apabila terdaparpada seseorang, maka ia menjadi seorang munafik
  yang murni. Dan siapa yang ada padanya salah satu sifat padanya, maka ia
  mempunyai salah satu sifat munafik hingga ditinggalkannya. Apabila diserahi
  amanat ia berklianat. Apabila berbicara, ia berdusta. Apabila berjanji
  mengingkarinya. Dan apabila bertengkar, ia melampaui batas.”
 
Yang
  dimaksud dengan sifat munafik adalah perbuatan, bukan iman. Atau nifag urfi,
  bukan syar’i. Karena kedua makna ini tidak menyebabkan kufur yang dimasukkan
  dalam lapisan neraka yang paling bawah. Demikian dikatakan oleh AlAzizi.
 
   
  Ghibah. Maka jagalah lisanmu darinya. Ghibah itu lebih besar dosanya dari tiga
  puluh kali zina. Demikianlah yang disebutkan dalam khabar. Ghibah artinya bila
  engkau menyebut sesuatu pada seseorang yang tidak disukainya andaikata
  didengarnya, baik engkau menyebutnya dengan lisanmu atau dalam bentuk tulisan
  atau pun dengan isyarat mata, kedua tangan atau kepalamu.
 
Definisi
  ghibah adalah membuka atau membeberkan aib orang lain tentang kekurangan yang
  ada padanya seperti, cacat tubuh, nasabnya, perbuatannya, perkataannya, agama,
  harta miliknya seperti, pakaiannya, rumah atau hewan peliharaannya.
  Sesungguhnya yang demikian itu adalah perilaku ghibah yang zalim, meskipun apa
  yang dikatakan benar.
 
Sebagaimana sabda Nabi :
  “Jika padanya terdapat kekurangan seperti apa yang engkau katakan itu, maka
  engkau telah menggunjingnya. Dan jika tidak terdapat padanya, maka engkau
  telah memfitnahnya. Maka jagalah lisanmu dari ghibahnya orang yang bersifat
  riya’, karena yang demikian itu macam dari ghibah yang terburuk”, diriwayatkan
  oleh Muslim, Abi Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i.
 
Ketika
  engkau ditanya misalnya, “Bagaimana keadaan si Fulan?” Dan engkau menjawab:
  “Semoga Allah memperbaikinya. Aku merasa sedih atas apa yang dilakukannya.
  Maka kita mohon kepada Allah agar memperbaiki kami dan dia.”
 
Maka
  ucapan tersebut adalah gabungan antara dua perbuatan yang buruk. Yang pertama
  adalah ghibah bilamana dengan perkataan ini bisa memahami orang yang dimaksud.
  Adapun bila tidak bisa memahami orang yang dimaksud, bolehlah mengatakan itu.
  Adapun Rasulullah  apabila tidak menyukai pada seseorang, beliau berkata:
  “Mengapa orang-orang melakukan begini dan begini?” Dan beliau tidak menunjuk
  orangnya.
 
Memuji diri dengan mencela orang lain
  serta menganggap dirinya lebih baik. Maka yang demikian itu adalah pengagungan
  terhadap diri sendiri dan merendahkan orang lain.
 
Engkau
  memuji dirimu baik dalam mencela orang lain sehingga engkau gabungkan dua
  perbuatan buruk, yaitu ghibah dan memuji dirimu, bahkan empat, yaitu riya dan
  menganggap dirimu baik.
 
Engkau berbuat riya dan
  karena kebodohanmu mengira bahwa engkau termasuk orang salih yang tidak mau
  melakukan ghibah.
 
Maka siapa yang beribadat dalam
  kebodohan, ia pun dipermainkan setan. Dengan demikian ia menyebut kejelekan
  seseorang dan menyebut Allah serta menggunakan nama-Nya sebagai alat dalam
  mewujudkan kejahatannya. Juga dusta ketika merasa sedih dan susah dan di saat
  ia berdoa.
 
Akan tetapi jika maksud perkataanmu:
  ”Semoga Allah memperbaikinya” adalah doa, maka doakanlah dia dengan diam-diam
  sesudah salat. Dan jika engkau merasa sedih dengan sebabnya dan menampakkan
  aibnya. Sedangkan penampakan kesedihan atas aibnya itu sendiri berarti
  menjelekkannya.
 
Cukuplah bagimu peringatan atas
  perbuatan ghibah firman Allah : “Dan janganlah sebagian dari kamu menggunjing
  sebagian yang lain. Apakah seseorang dari kamu ingin makan daging saudaranya
  yang sudah mati sehingga kamu tidak menyukainya.”
 
Allah
  telah mengumpamakanmu dengan pemakan daging orang yang sudah mati. Dalam
  perumpamaan ini terdapat petunjuk bahwa kehormatan manusia adalah seperti
  darah dan dagingnya, karena manusia merasa sakit hatinya bila kehormatannya
  disakiti sebagaimana tubuhnya merasa sakit bila dagingnya dipotong.
 
Untuk
  mencegahmu dari menggunjing orang muslim, hendaklah engkau pikirkan dengan
  memeriksa dirimu apakah pada dirimu ada aib batin atau lahir dan apakah engkau
  lakukan maksiat secara diam-diam atau terang-terangan. Apabila engkau telah
  mengetahui hal itu dari dirimu, maka ketahuilah bahwa ketidakmampuan orang
  yang engkau gunjingkan untuk membersihkan dirinya sama dengan ketidakmampuanmu
  dan uzurnya sama dengan uzurmu.
 
Sebagaimana
  dikatakan oleh Ibnu Abbas  “Apabila engkau ingin menyebut kejelekan
  temanmu, maka sebutlah kejelekanrnu.” Abi Hurairah juga berkata: “Seseorang
  dari kami melihat debu di mata saudaranya dan tidak melihat batang pohon di
  depan matanya.”
 
Sebagaimana engkau tidak suka
  kejelekanmu diketahui dan disebutsebut orang lain, maka ia pun tidak
  menyukainya. Maka jika engkau menutupi kejelekannya, Allah pun menutupi
  kejelekanmu. Dan jika engkau mengungkapkan kejelekannya, maka Allah menurunkan
  orangorang yang tajam lisannya dan mencemarkan kehormatanmu di dunia, kemudian
  Allah mencemarkanmu di akhirat di hadapan khalayak pada hari kiamat. Jika
  engkau memandang kepada lahir dan batinmu, namun engkau tidak menemukan
  kekurangan dalam urusan agama dan dunia pada: keduanya, maka ketahuilah bahwa
  ketidaktahuanmu akan aib-aib dirimu adalah macam kedunguan yang terburuk dan
  tiada aib yang lebih besar daripada kedunguan.
 
Seandainya
  Allah menghendaki kebaikan bagimu, niscaya Dia menjadikanmu mengetahui aib-aib
  dirimu. Maka penglihatanmu terhadap dirimu dengan pandangan keridaan adalah
  puncak kedunguan dan kebodohanmu.
 
Kebanyakan
  manusia tidak mengetahui kejelekan dirinya. Seseorang dari mereka bisa melihat
  debu di mata saudaranya sedangkan ia tidak bisa melihat batang pohon di depan
  matanya. Maka siapa yang ingin mengetahui kejelekan dirinya, ia mempunyai
  empat jalan.
 
Pertama, ia duduk di depan seorang
  guru yang memahami kejelekankejelekan nafsu dan mengetahui cacat-cacat
  tersembunyi serta mengikuti petunjuknya dalam mengatasinya.
 
Kedua,
  hendaklah ia mencari teman yang bisa dipercaya, bijaksana dan taat beragama,
  lalu menjadikannya sebagai pengawas atas dirinya untuk mengawasi keadaan dan
  perbuatannya. Mana yang tidak disukainya dari akhlak dan perbuatan serta
  kejelekannya yang batin dan lahir, ia pun mengingatkannya.
 
Ketiga,
  ia ambil faidah dari lisan musuh-musuhnya untuk mengetahui keadaan dirinya,
  karena pandangan kebencian itu serasa menampakkan keburukan sedangkan tabiat
  itu diciptakan untuk mendustakan musuh dan mengartikan perkataannya sebagai
  dengki. Akan tetapi orang yang bijaksana tidak segan mengambil manfaat dari
  perkataan musuhnya.
 
Keempat, ia bergaul dengan
  orang-orang. Maka setiap sesuatu yang dianggap tercela di antara masyarakat,
  hendaklah ia tuntut dirinya dengan sifat itu, karena orang mukmin adalah
  cermin orang mukmin. Kemudian jika dugaanmu benar bahwa engkau tidak memiliki
  kekurangan dalam agama dan duniamu, maka bersyukurlah kepada Allah  atas
  hal itu dan jangan merusakkannya dengan mencela mereka dan mencemarkan
  kehormatan mereka, karena perbuatan itu termasuk aib terbesar. Umar 
  berkata: “Hendaklah kalian sering menyebut nama Allah , karena ja adalah obat.
  Dan jagalah dirimu dari ghibah dan menyebut kejelekan orang lain, karena itu
  adalah penyakit.”
 
Ketahuilah bahwa buruk sangka
  adalah haram seperti perkataannya. Sebagaimana diharamkan bagimu berbicara
  kepada orang lain tentang keburukan-keburukan seseorang, maka diharamkan pula
  berbicara dalam hatimu tentang hal itu dan berburuk sangka kepadanya.
 
Allah 
  berfirman: “Jauhilah banyak sangkaan.”
 
Diriwayatkan
  oleh Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah  bersabda:
  “Jagalah dirimu dari sangkaan, karena sangkaan itu adalah pembicaraan yang
  paling dusta.” Yang dimaksud dengan sangkaan adalah pemastian hati terhadap
  keburukan orang lain. Adapun lintasan pikiran dan bisikan hati yang tidak
  menetap dan dibiarkan lewat oleh orang yang mengalaminya, maka hal itu
  dimaafkan menurut ijma’ ulama, karena ia tidak mempunyai kemauan atas kejadian
  itu dan tidak bisa melepaskan diri darinya. Itulah yang dimaksud dengan sabda
  Rasulullah :
 
“Sesungguhnya Allah memaa kan bagi
  umatku apa yang dibisikannya dalam hatinya selama belum dibicarakannya atan
  dikerjakannya.”
 
Para ulama berkata: Yang dimaksud
  dengan itu adalah lintasan pikiran yang tidak menetap, sama halnya apakah
  lintasan pikiran itu merupakan ghibah atau kufur atau lainnya.
 
Maka
  siapa yang mengalami lintasan kufur tanpa disengaja untuk melakukannya,
  kemudian di singkirkannya seketika itu, maka ia bukan kafir dan tidak berdosa.
  Sebab pemaafannya adalah karena tidak mungkin menghindarinya. Yang mungkin
  hanyalah mencegahnya untuk terus berlangsung.
 
Oleh
  karena itu kelangsungannya dan ketetapan hati atas hal itu adalah haram. Apa
  pun lintasan pikiran yang menimpa dirimu seperti ghibah dan maksiat lainnya,
  wajiblah engkau mengusirnya dengan berpaling darinya dan menyebut
  takwil-takwil yang menjauhkannya dari lahirnya. Demikian di sebutkan An-Nawawi
  dalam Al-Adzkarnya..
 
    Membantah
  dan mendebat. Yang dimaksud adalah mencela pendapat orang lain dan
  mendustakannya serta meremehkan orang yang mengatakannya dan tiada tujuan
  baginya selain itu.
 
Dan pertengkaran yang
  berlarut-larut dengan orang lain. Inilah yang dinamakan khusumat. Hal itu
  merupakan kekerasan sikap dalam berbicara untuk memperoleh harta atau hak
  tertentu. Kadang-kadang dilakukan dari permulaan dan kadang-kadang sebagai
  sanggahan. Perbuatan itu menimbulkan gangguan terhadap orang yang diajak
  bicara dan ejekan serta celaan terhadapnya. Dalam hadis disebutkan: Tidaklah
  orang mukmin itu suka menyerang kehormatan orang lain. Dalam perbuatan itu
  pula terdapat pujian kepada diri sendiri sebagai orang yang pandai dan
  berilmu, kemudian ia pun mengeruhkan kehidupan. Karena tidaklah engkau
  membantah seorang yang bijaksana, melainkan ia membencimu dan mendendam
  kepadamu.
 
Barangsiapa siap memulai pertengkaran,
  ia pun telah mengacaukan pikirannya sehingga dalam salatnya ia sibuk mengurusi
  lawannya.
 
Nabi $£ bersabda:
 
“Barangsiapa
  meninggalkan perdebatan sedang ia mengakui kesalahannya, maka Allah mendirikan
  baginya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa meninggalkan perdebatan sedang
  ia mengakui benar, maka Allah mendirikan baginya sebuah rumah di surga yang
  paling atas.”
 
Meninggalkan perdebatan dibolehkan
  bila hal itu tidak menghilangkan hak yang wajib dan tidak menimbulkan
  kerusakan.
 
Dalam sebuah riwayat Abi Dawud dan
  Tirmidzi dari Abi Umamah bahwa Rasulullah  bersabda:
 
“Barangsiapa
  meninggalkan perdebatan sedang ia mengaku salah, didirikan baginya sebuah
  rumah di tepi surga. Dan siapa meninggalkannya sedang ia mengaku benar,
  didirikan baginya sebuah rumah di tengahnya.
 
Sedangkan
  siapa yang baik akhlaknya, didirikan baginya sebuah rumah di surga yang paling
  atas.”
 
Tidaklah pantas bagimu bila setan menipumu
  dan berkata kepadamu: ”Tampakkan kebenaran dan janganlah bersikap lunak dalam
  membela kebenaran”, karena setan selalu berusaha menjerumuskan orang-orang
  yang dungu ke dalam kejahatan dalam bentuk kebaikan.
 
Maka
  janganlah engkau menjadi bahan tertawaan setan sehingga ia mengejekmu.
  Menampakkan kebenaran adalah baik terhadap siapa yang mau menerimanya
  darimu.
 
Hal itu dilakukan dengan cara nasihat
  secara diam-diam, bukan dengan cara perdebatan. Rasulullah bersabda:
 
“Sesungguhnyaa
  di dalam surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya terlihat dari dalamnya
  dan bagian dalamnya terlihat dari luarnya. Allah menyediakannya bagi siapa
  yang memberi makan orang lain dan bersikap lunak di waktu bicara.”
 
Beliau
  berkata pula: “Perkataan yang baik adalah sedekah.”
 
Nasihat
  adalah sifat dan keadaan sedang ia memerlukan sikap lunak atau ia akan
  menyingkap kejelekan orang lain dan kerusakannya lebih banyak daripada
  kebaikannya.
 
Barangsiapa bergaul dengan para
  pelajar fikih di zaman ini, maka ia pun bertabiat suka membantah dan berdebat
  dan sulit untuk diam karena diajarkan kepadanya oleh para ulama. yang buruk
  bahwa itu adalah keutamaan sedangkan kemampuan untuk mengalahkan lawan dengan
  hujjah dan menyelidiki sesuatu perkara adalah perbuatan terpuji. Maka
  hindarilah mereka seperti engkau menghindari singa, dan ketahuilah bahwa
  perdebatan adalah penyebab kebencian di sisi Allah dan para makhluk.
 
Nabi 
  bersabda: “Tinggalkanlah perdebatan, karena hikmahnya tidak dipahami dan
  fitnahnya tidak bisa dihindari.” Beliau bersabda pula: “Tidaklah seorang hamba
  menyempurnakan hakikat iman hingga ia tinggalkan perdebatan, meskipun ia
  mengaku benar.
 
Muslim bin Yasar berkata: “Jagalah
  dirimu dari perdebatan, karena ia adalah saat kejahilan orang alim dan ketika
  itu setan mengharapkan kesalahannya.”
 
Abi Darda
  berkata: “Cukuplah dosa bagimu bila engkau selalu berdebat.”
 
Umar 
  berkata: “Janganlah engkau belajar ilmu karena tiga perkara dan jangan
  meninggalkannya karena tiga perkara. Janganlah engkau belajar untuk berdebat
  dan membanggakan diri serta bersikap riya. Janganlah meninggalkannya karena
  malu untuk mempelajarinya maupun untuk menghindarinya dan karena tidak ingin
  mengetahuinya.”
 
    Memuji diri
  dengan cara membanggakan diri. Adapun untuk mengakui nikmat, maka itu adalah
  baik, karena menyebut kenikmatan berarti mensyukurinya.
 
Hal
  itu hanya boleh bila bertujuan mensyukurinya dan untuk mengikuti teladan orang
  lain dan tidak mengkhawatirkan fitnah atas dirinya sedangkan menutupi hal itu
  lebih utama. Demikian dikatakan oleh Asy-Syarbini.
 
Allah 
  berfirman: “Janganlah kamu memuji dirimu, Dia (Allah) lebih mengetahui siapa
  yang bertakwa di antara kamu kamu.” Yakni Allah  mengetahui siapa yang
  bertakwa di antara kamu sebelum Dia mengeluarkan kamu dari sulbi bapakmu Adam
  .”
 
Dikatakan kepada orang bijak: ” Apakah
  kebenaran yang buruk itu?” Maka ia menjawab: “Pujian manusia terhadap
  dirinya.” Perbuatan itu termasuk tanda seseorang yang tertutup dari
  Allah  sebagaimana dinukil oleh Asy-Syarbini dari Al-Ousyairi.
 
Maka
  janganlah engkau membiasakan dirimu di antara orang banyak serta menyebabkan
  engkau dibenci di sisi Allah  Apabila engkau ingin mengetahui bahwa
  pujian atas dirimu tidak menambah derajatmu di sisi orang lain, maka lihatlah
  kepada teman-teman yang sebaya denganmu ketika mereka memuji diri mereka
  dengan kebaikan dan kedudukan yang tinggi sebagaimana hatimu tidak menyukai
  mereka dan tabiatmu tidak bisa menerimanya. Lihatlah bagaimana engkau mencela
  mereka atas pujian itu ketika engkau tinggalkan mereka dari majelis itu.
 
Apabila
  demikian halnya, maka ketahuilah bahwa mereka pun mencelamu dalam hati mereka
  di saat engkau memuji dirimu dan mereka akan menampakkan celaan itu dengan
  lisan mereka ketika engkau tinggalkan mereka. Orang mukmin itu cermin dari
  orang mukmin. Ia melihat aib-aib orang lain, karena tabiatnya hampir sama
  dalam mengikuti hawa nafsu.
 
Cukuplah ini sebagai
  pendidikan bagimu. Andaikata orang-orang meninggalkan apa yang tidak mereka
  sukai dari selain mereka, niscaya mereka tidak memerlukan pendidik.
 
An-Nawawi
  berkata: “Ketahuilah bahwa penyebutan kebaikankebaikan seseorang ada dua
  macam, tercela dan disukai.
 
Yang tercela ialah
  bila seseorang menyebutnya untuk membanggakan diri dan menunjukkan keunggulan
  di atas teman-temannya dan sebagainya. Yang disukai ialah bila di dalamnya
  terdapat maslahat keagamaan. Hal itu dilakukan dengan menyuruh berbuat yang
  maruf atau mencegah yang mungkar atau menasihati atau menunjukkan suatu
  maslahat atau mengajar atau mendidik atau mengingatkan atau mendamaikan antara
  dua orang atau menolak kejahatan dari dirinya atau semacam itu, lalu ia sebut
  kebaikan-kebaikannya dengan meniatkan bahwa hal ini lebih dekat untuk menerima
  perkataannya dan mengandalkan apa yang disebutnya. Atau bahwa perkataan yang
  saya katakan tidak kalian temukan pada orang lain, maka peliharalah dia atau
  semacam itu.
 
    Melaknat sesuatu,
  atau mendoakan orang lain agar dijauhkan dari rahmat Allah Maka jagalah dirimu
  dari melaknat sesuatu dari makhluk Allah, berupa hewan, makanan atau
  seseorang, walaupun orang kafir. Seperti mengatakan, semoga Allah melaknat si
  fulan, meskipun ia orang Yahudi misalnya. Hal itu sangat bahaya, mungkin kelak
  ia mendapat hidayat dari Allah dan masuk Islam, kemudian mati dan dekat di
  sisi Allah Adapun melaknat tanpa menunjuk pribadi, maka hal itu dibolehkan.
  Seperti mengatakan, semoga Allah melaknat orang-orang zalim, semoga Allah
  melaknat orang-orang kafir, semoga Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani,
  semoga Allah melaknat orang-orang fasik, semoga Allah melaknat para pematung
  dan sebagainya.
 
Janganlah engkau pastikan dengan
  kesaksianmu atas seseorang dari ahlil giblah bahwa ia seorang musyrik, kafir
  atau munafik, karena hal itu adalah perkara yang sulit sekali. Sebab yang
  mengetahui isi hati hanyalah Allah, maka janganlah masuk antara hamba dan
  Allah 
 
Nabi  bersabda:
 
“Tidaklah
  seseorang bersaksi atas seseorang bahwa ia kafir, melainkan salah saru dari
  keduanya akan mendapatkannya. Jika ia seorang kafir, maka jadilah ia seperti
  yang dikatakannya. Jika ia bukan seorang kafir, maka ia pun telah ka ir karena
  mengka irkannya.”
 
Jika dikatakan: “Bolehkah
  melaknat Yazid, karena ia pembunuh Husein atau menyuruh membunuhnya?” Kami
  jawab: ”Ini tidak terbukti pada asalnya. Maka tidak boleh dikatakan bahwa ia
  membunuhnya atau menyuruh membunuhnya selama tidak terbukti. Terlebih pula
  melaknatnya, karena seorang muslim tidak boleh dituduh melakukan dosa besar
  tanpa memastikannya.Namun boleh mengatakan, Ibnu Muljam membunuh Ali dan Ibnu
  Luluah membunuh Umar, karena hal itu terbukti secara mutawatir.” Demikian
  disebutkan dalam Al-Ihya’
 
Ketahuilah di hari
  kiamat tidak dikatakan kepadamu: “Mengapa engkau tidak melaknat si fulan dan
  mengapa engkau mendiamkannya.” Bahkan seandainya engkau tidak melaknat iblis
  seumur hidupmu dan tidak menyibukkan urusanmu dengan menyebutnya, maka engkau
  tidak ditanya tentang hal itu dan tidak dituntut pada hari kiamat. Apabila
  engkau melaknat sesuatu yang tidak patut dilaknat, .hendaklah engkau segera
  mengatakan: “Kecuali bila tidak patut dilaknat.” Demikian disebutkan dalam
  Adzar An-Nawawi. Janganlah engkau mencela sesuatu dari makhluk Allah.
 
Nabi 
  tidak pernah mencela makanan yang tidak disukai. Tetapi bila menyukai sesuatu,
  beliau memakannya, dan bila tidak suka beliau meninggalkannya tanpa
  mencelanya. Diantara kata-kata tercela yang biasa dipakai adalah perkataan
  seseorang kepada musuhnya, Hai keledai, hai bandot, hai anjing, ini adalah
  perkataan yang buruk dari dua jalan. Pertama ia adalah dusta, kedua ia adalah
  gangguan.
 
Berbeda dengan perkataan: “Hai zalim
  dan semacamnya”, karena perkataan ini diperbolehkan dalam keadaan darurat dan
  pada umumnya benar. Setiap manusia tentu pernah berbuat zalim kepada dirinya
  atau orang lain. Demikian disebutkan dalam Adztar An-Nawawi.
 
   
  Mendoakan orang lain supaya binasa. Maka jagalah lisanmu dari doa yang tidak
  baik, sekalipun pada orang menganiayamu. Serahkan urusannya kepada Allah ,
  dalam hadis disebutkan, Seorang yang teraniaya mendoakan kebinasaan
  penganiayanya hingga sebanding dengannya. Kemudian orang yang zalim mempunyai
  kelebihan padanya yang dituntutnya pada hari kiamat.
 
Diceritakan
  bahwa orang-orang mencaci-maki Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsagafi, seorang
  menguasa alim tetapi zalim. Maka berkatalah seorang ulama salaf yang salih
  Al-Imam Muhammad bin Sirin di hadapan orang banyak, dan beliau melarang
  mencaci-maki Al-Hajjaj: “Sesungguhnya Allah  akan menghukum orang yang
  mencaci-maki Al-Hajjaj sebagaimana Dia menghukum Al-Hajjaj karena menganiaya
  yang lain.”
 
Menurut riwayat dikatakan bahwa
  Al-Hajjaj telah membunuh dan menyalib Sayyidina Abdullah bin Zubair salah
  seorang sahabat Nabi  Dan ia juga telah membunuh Said bin Jubair salah
  seorang tokoh tabi’in dan ulama yang beramal, namun ketika ia membunuh
  Saiddarahnya terus mendidih hingga memenuhi baju-bajunya dan surut ketika ia
  berada di tempat tidurnya, dan tidak berhenti pada dirinya dan belum pernah
  terlihat darah yang lebih banyak daripada itu. Al-Hajjaj terus dalam ketakutan
  hingga tidak bisa tidur. Dalam ketakutannya itu ia berkata: “Mengapa aku dan
  kenapa engkau hai Said bin Jubair, ini terjadi terusmenerus selama enam bulan,
  sampai perutnya menjadi kering dan pecah, dan akhirnya ia pun mati. Ketika
  dikubur, bumi menelan jasadnya. Ia hidup enam bulan setelah meninggalnya Said
  bin Jubair. Menurut riwayat ada orang-orang tahanan telah kematiaannya 33.000
  orang teraniaya. Juga telah di hitung jumlah orang tahanan dibunuh oleh
  Al-Hajjaj, ternyata ada 120.000 orang. Demikian disebutkan dalam Syarah
  Asy-Syifa’.
 
    Jagalah dirimu
  dari bergurau dan mengejek serta menghina orang lain. Yang dimaksud senda
  gurau di sini adalah senda gurau yang tercela.
 
Adapun
  ejekan, maka bisa dilakukan dengan meniru perkataan dan perbuatan dan
  terkadang dengan isyarat. Bilamana dilakukan di hadapan orang yang diejek,
  maka hal itu tidak dinamakan ghibah, meskipun mengandung makna ghibah. Maka
  jagalah dirimu dari semua itu dalam keadaan serius maupun bercanda, karena ia
  bisa menumpahkan air muka, menghilangkan wibawa, menyebabkan kesusahan dan
  menyakiti hati orang lain.
 
Perbuatan itu
  menimbulkan permusuhan, kemarahan dan pemutusan hubungan serta menanamkan
  dendam di dalam hati. Maka menjauhlah dari senda gurau, karena ia tidak
  membawa manfaat. Jika seseorang bergurau denganmu, janganlah engkau
  menjawabnya.
 
Dalam sebuah naskah dijelaskan, Jika
  mereka bergurau denganmu, maka janganlah menjawab mereka dan berpalinglah dari
  mereka hingga mereka berbicara masalah lain. Jadilah engkau termasuk
  orang-orang yang apabila mendengar perkataan yang buruk segeralah menyingkir,
  dan jadilah orang-orang yang menyuruh berbuat maruf dan mencegah dari yang
  mungkar. Dan berusahalah menjauhi perbuatan keji dan memaafkan dosa-dosa serta
  menahan diri dari perbuatan yang buruk bila ditegaskan. Demikian disebutkan
  dalam Siraajul Munir.
 
Umar bin Abdul Aziz
  berkata: “Takutlah kamu kepada Allah dan jagalah dirimu dari bergurau, karena
  perbuatan itu menyebabkan dendam dan perbuatan buruk. Bicaralah tentang
  Al-Qur’an dan duduklah dengan membacanya. Jika berat bagimu melakukannya, maka
  berbicaralah yang baik tentang orang-orang salih.”
 
Kedelapan
  penyakit lisan.tersebut di atas adalah kumpulan kejelekan lisan dan tiada yang
  membantu untuk mengatasinya selain uzlah atau tetap diam kecuali sekadar
  keperluan.
 
Nabi  bersabda: “Barangsiapa
  ingin selamat, hendaklah ia diam.”
 
Dalam kata
  berhikmah disebutkan: ”Lidahmu adalah singa. Jika engkau lepaskan dia, ia akan
  memangsamu. Dan jika engkau menahannya, maka ia akan menjagamu.”
 
Abu
  Bakar Ash-Shiddig pernah meletakkan batu dalam mulutnya untuk mencegah dari
  pembicaraan yang tidak berguna. Ia mengisyaratkan kepada lisannya seraya
  berkata: “Inilah yang memasukkan aku di tempat yang baik atau tempat yang
  buruk.”
 
Ketika Abu Bakar meninggal, ia terlihat
  dalam mimpi salah seorang sahabat. Kemudian dikatakan kepadanya: “Ke tempat
  mana engkau dimasukkan oleh lisanmu?” Abu Bakar menjawab: Aku ucapkan Laa
  ilaha illallah dengan tulus, maka ia masukkan aku ke dalam surga.”
 
Oleh
  sebab itu berusahalah sekuat tenaga untuk menghindari pelanggaran lisan karena
  ia adalah penyebab terkuat yang membinasakanmu di dunia dan akhirat.
 
Dalam
  hadis disebutkan: ”Beruntunglah siapa yang bisa mengendalikan lisannya dan
  merasa cukup di rumahnya serta menangisi dosanya. Diriwayatkan dari Al-Auzz’i
  bahwa ia berkata: “Orang mukmin itu sedikit bicara dan banyak amalnya,
  sedangkan orang munafik banyak bicara sedikit amalnya.
 
Abu
  Bakar bin Khalaf Al-Lakhmi berkata:
 
Manusia bisa
  mari karena tergelincir lidahnya sedang manusia tidak bisa mati karena
  tergelincir kakinya tergelincirnya lisan dari mulutnya bisa melemparkan
  kepalanya sedangkan tergelincirnya kaki bisa sembuh secara berangsur
 
Adapun
  perut, maka jagalah dia dari makan makanan haram dan Syubhat. Haram adalah
  yang menurut pengetahuanmu atau sebagian besar dugaanmu yang dilarang syara.
  Apabila ada dua tanda yang menunjukkan halal dan haram, hingga menimbulkan
  keraguan yang tidak bisa ditetapkan salah satunya, maka itu adalah syubhat
  yang bisa menjadi halal dan bisa menjadi haram sehingga tersamar keadaannya
  begimu. Demikian disebutkan dalam .Winhajul “Abidin.
 
Ibrahim
  Asy-Syabarkhiti berkata: “Para ulama telah berselisih pendapat mengenai
  syubhat.
 
Sebagian mengatakan ia adalah hukum yang
  diperselisih-kan para ulama. Seperti daging kuda yang diharamkan Imam Malik
  dan dibolehkan menurut yang lain, atau makruh menurut mendapat Al-Mawardi.
  Karena ia adalah pertengahan halal dan haram, maka hendaklah berhati-hati dan
  meninggalkannya.
 
Al-Khattabi mengatakan syubhat,
  jika seseorang bermua’amalat dengan orang lain yang memiliki harta yang
  bercampur dengan barang haram atau syubhat. Perkara ini tidak terdapat dalam
  nash dari syara’ apakah yang demikian itu halal atau haram. Maka berusahalah
  sekuat tenaga untuk mencari rezeki yang halal.
 
Nabi 
  bersabda: “Mencari rezeki halal adalah wajib atas setiap muslim.” HR. Ibnu
  Mas’ud.
 
Imam Malik dan Asy-Syafi’i menafsirkan
  halal sebagai suatu yang tidak terdapat dalil tentang pengharamannya, dan ia
  dikategorikan halal, karena lebih menyerupai kemudahan agama. Abi Hanifah
  menafsirkan sebagai sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil tentang kehalalannya.
  Nampak buah perselisihan tentang sesuatu yang didiamkan dan tidak diketahui
  asalnya. Sedang menurut fuqaha Hanafi ia termasuk haram, apabila menemukan
  yang halal dan membatasi makan dengan sekadar mencukupi. Dan
  tingkatan-tingkatan dalam makan ada tujuh.
 
Pertama,
  makan sekadar untuk hidup.
 
Kedua, melebihkan dari
  itu dengan kadar yang menimbulkan kekuatan untuk menunaikan salat lima waktu
  dan nawafil. Kedua hal ini adalah wajib. Seperti makan untuk menguatkan
  menjalankan puasa wajib.
 
Ketiga, makan makanan
  yang menimbulkan kekuatan untuk melakukan ibadat sunah dan ini adalah
  mustahab.
 
Kcempat, Makan untuk menguatkan tubuh
  mencari nafkah dan bekerja, ini adalah syar’i.
 
Kelima,
  memenuhi sepertiga perut. Kekenyangan ini tidaklah makruh jika ia makan dari
  miliknya. Adapun jika makan milik orang lain, maka Al-Ourafi berkata:
  “Sesungguhnya itu adalah haram.”
 
Karena makan
  lebih dari tuntunan syar’i tidak boleh, kecuali bila diketahui keridaan dari
  orang yang mengundang untuk makan lebih dari itu. Maka ia boleh makan sesuai
  keinginannya.
 
Keenam, Makan makanan lebih dari
  sepertiga perut dan itu adalah makruh, karena menyebabkan seseorang merasa
  malas dan selalu ingin tidur. Inilah yang dilakukan kebanyakan orang.
 
Ketujuh,
  Makan lebih dari itu hingga terlalu kenyang dan terganggu. Ini adalah haram.
  Demikian disebutkan dalam Syarah Al-Mandhumah oleh Ibnu Imad.
 
Sesungguhnya
  kenyang itu bisa mengeraskan hati dan merusakkan pikiran dan mengganggu daya
  hafal serta memberatkan anggota tubuh dari ibadat dan belajar ilmu di samping
  menguatkan syahwat dan membantu tentara setan yang sepuluh, yaitu kezaliman,
  khianat, kufur, tidak memelihara amanat, naminah, sifat munafik, penipuan,
  meragukan Allah Yang Maha Esa, melanggar perintah Allah yang memiliki
  keagungan dan kemuliaan dan melalaikan sunah Nabi  Demikian disebutkan
  oleh Al-Hamadani.
 
Lugman berkata kepada
  putranya:” Apabila perut menjadi penuh, pikiran tidur, hikmah menjadi bisu dan
  anggota-anggota badan malas beribadat.”
 
Seorang
  bijak berkata: “Barangsiapa banyak makannya, ia pun banyak minumnya. Dan siapa
  yang banyak minumnya, ia pun banyak tidurnya. Dan siapa yang banyak tidurnya,
  ia pun banyak dagingnya (gemuk). Dan siapa yang menjadi gemuk, hatinya menjadi
  keras. Dan siapa yang keras hatinya, ia pun hanyut dalam dosa-dosa.
  Kekenyangan dari yang halal adalah awal segala kejahatan. Maka bagaimana pula
  dari yang haram.
 
Asy-Syarani berkata:
  Sesungguhnya makan makanan haram atau syubhat membuat hati menjadi gelap dan
  menghalanginya dari memasuki hadirat Allah Mencari rezeki halal adalah wajib
  atas setiap muslim. Fardu ini adalah yang paling sulit dipahami akal dan
  paling berat dilakukan oleh anggota badan, karena orang-orang bodoh mengira
  bahwa rezeki halal itu tidak ada dan jalan untuk mencapainya telah tertutup.
  Hal itu mustahil. Segala yang halal itu jelas dan yang haram jelas, sedangkan
  di antara keduanya terdapat hal-hal yang tersamar dan ketiga perkara ini
  selalu bergandengan bagaimanapun beratnya keadaan-keadaan. Demikian disebutkan
  dalam Al-Ihya’.
 
Beribadat dan menuntut ilmu tapi
  makan makanan haram seperti membangun di atas kotoran. Ibrahim bin Adham
  berkata: Baikkanlah makananmu dan hendaklah engkau berpuasa di waktu siang dan
  mengerjakan salat malam (tahajjud).
 
Apabila
  engkau merasa puas dengan sepotong baju yang kasar dalam setahun dan potong
  roti kering dalam sehari semalam tanpa menikmati kuah yang paling enak,
  tidaklah sulit bagimu mencari yang halal sekadar mencukupi harimu sedangkan
  yang halal itu banyak. Engkau tidak perlu menyelidiki hal-hal yang
  tersembunyi, tetapi engkau harus berhati-hati dari apa yang engkau yakini
  sebagai sesuatu yang haram atau engkau menduga bahwa ia adalah haram
  berdasarkan tanda yang nampak dan berkaitan dengan harta. Hal itu termasuk
  haram pendapat Al-Ghazali, karena dugaan yang besar sama dengan meyakininya
  dalam banyak hukum. Namun ada yang mengatakan, hal itu termasuk syubhat,
  karena tidak terdapat keyakinan tentang keharamannya.
 
Adapun
  harta yang diyakini keharaman atau kehalalannya, maka sudahlah jelas. Seperti
  harta yang diambil dari akad yang saling meridai seperti jual beli, mahar dan
  upah. Adapun yang tanpa imbalan adalah seperti hibah, sedekah dan wasiat. Dan
  yang diambil secara paksa karena merupakan harta yang tak terlindung seperti
  ghanimah atau harta milik orang kafir yang tidak mendapat perlindungan dan
  jaminan. Maka ini adalah halal jika mereka keluarkan khumus darinya dan
  dibagikan dengan adil di antara orang-orang yang berhak. Atau mengambil dari
  zakat atau dari nafkah-nafkah yang wajib. Ini semua diambil dari orang-orang
  yang memiliki harta lebih atau mengambil dari barang-barang mubah yang tidak
  dimiliki oleh seseorang, yaitu seperti binatang buruan, atau dari menebang
  kayu di hutan, mencari rumput, mengambil air dari sungai dan menanami tanah
  tak bertuan, kesemuanya ini diperoleh dengan ikhtiar.
 
Dan
  yang diambil tanpa ikhtiar seperti warisan. Semua itu adalah halal apabila
  diperhatikan svarat-syvarat syara’ dalam menghasilkannya. Adapun harta yahg
  diduga keharamannya dengan suatu tanda seperti, harta raja dan para
  pejabatnya.
 
Para ulama berselisih tentang hadiah
  mereka di zaman ini. Sebagian mengatakan halal bagi kita mengambilnya karena
  tidak bisa dipastikan keharamannya. Sebagian mengatakan haram, karena
  kebanyakan harta di zaman ini adalah haram.
 
Sebagian
  lagi mengatakan, sesungguhnva hadiah mereka halal bagi orang kaya dan orang
  miskin bila tidak dipastikan bahwa harta itu haram sedangkan yang bertanggung
  jawab adalah pemberi. Sebagian yang lain mengatakan haram harta mereka bagi
  orang kaya maupun orang miskin sekalipun sedikit, karena mereka bersitat zalim
  dan kebanyakan harta mereka adalah haram, sedangkan hukumnya berlaku atas yang
  terbanyak. Ada yang mengatakan halal bagi orang miskin saja, kecuali bila
  diketahui bahwa barang itu adalah hasil rampasan. Maka ia tidak boleh
  mengambil barang, kecuali untuk mengembalikannya kepada pemiliknya. Tidaklah
  berdosa bagi orang miskin untuk mengambil dari harta raja, karena apabila
  barang itu miliknya, maka tiada keraguan tentang kehalalan orang miskin untuk
  mengambilnya. Dan bilamana berasal dari harta fai’, maka orang miskin
  mempunyai hak kepadanya, begitu pula bagi ahli ilmu.
 
Ali
  bin Abi Thalib berkata: “Barangsiapa masuk Islam dengan tunduk dan membaca
  Al-Qur’an dengan jelas, maka ia berhak mendapat seratus dirham setiap tahun
  dari Baitul maal kaum muslimin. Jika ia tidak mengambilnya di dunia, maka ia
  mengambilnya di akhirat. Apabila demikian halnya, maka orang miskin dan orang
  alim boleh mengambil haknya.”
 
Para ulama berkata,
  apabila hartanya bercampur dengan barang rampasan yang tidak bisa dikenali
  atau tidak mungkin dikembalikan kepada pemiliknya dan anak cucunya, maka tiada
  jalan keluar bagi raja kecuali menyederhanakannya.
 
Maka
  diizinkan bagi orang miskin untuk mengambil, kecuali barang yang dirampas dan
  barang haram, karena ia tidak boleh mengambilnya. Masalah-masalah ini tidak
  mungkin difatwakan mengenainya, kecuali dengan penjelasan dan penelitian.
  Inilah ringkasan dari apa yang disebutkan dalam Minhajul Abidin.
 
Dan
  harta orang yang tidak mempunyai penghasilan selain dari meratapi mayit atau
  menjual khamar dan semacamnya yang diharamkan atau riba atau menjual alat-alat
  musik seperti seruling dan alat-alat lainnya yang diharamkan. Jika engkau
  ketahui bahwa sebagian besar hartanya haram secara pasti, maka apa yang engkau
  ambil dari tangannya adalah haram karena itulah dugaan terbesar.
 
Asy-Syabarkhiti
  berkata dalam Al-Futuuhaat Al-Wahbiyyah dengan menukil dan Mukhtasor Ihya?”
  Uluumiddin, termasuk golongan yang samar adalah sesuatu yang sudah dibeli
  dengan harta haram, kecuali bila makanannya telah diterima atau telah dimakan
  sebelum membayar, maka hukumnya halal dengan ijma’ dan tidak berubah menjadi
  haram dengan membayarnya dengan harta haram.
 
Termasuk
  pula barang haram, harta yang dimakan dari wakaf sesuai dengan sabda Nabi :
  “Orang-orang muslim itu tergantung pada syaratsyarat mereka.”
 
Barangsiapa
  yang tidak belajar fikih, maka apa yang diambilnya dari madrasah tersebut
  adalah harta haram. Karena ia tidak berhak mengambil barang itu, sebab barang
  yang diwakafkan atas pelajar madrasah berlaku atas pelajar fikih, sedangkan
  ilmu syar’i ada tiga macam: fikih, hadis dan tafsir.
 
Barangsiapa
  melakukan maksiat yang menyebabkan kesaksiannya ditolak seperti pembunuhan,
  berzina, menuduh orang berzina tanpa bukti, kesaksian bohong dan terus menerus
  melakukan dosa kecil, maka apa yang diambilnya atas nama orang sufi dari harta
  wakaf atau lainnya seperti sedekah yang ditetapkan untuk orang sufi, maka
  harta itu haram karena ia tidak berhak atasnya. Karena kaum sufi adalah
  orang-orang yang menjalankan adab-adab syariah lahir dan batin.
 
Kami
  telah menyebutkan jalan-jalan masuknya syubhat, halal dan haram dalam sebuah
  kitab khusus, dalam bab Halal dan Haram dari kitab Ihya? Uluumiddin. Maka
  carilah kitab itu, tetapi ringkasannya tertulis dalam syarah ini.
 
Sesungguhnya
  pengetahuan tentang rezeki halal dan pencariannya adalah wajib atas setiap
  muslim seperti salat lima waktu berdasarkan sabda Nabi : “Mencari nafkah halal
  adalah wajib atas setiap muslim.” HR. Ad-Dailami dari Anas.
 
Yakni
  mencari pengetahuan tentang mana yang halal dan mana yang haram adalah wajib.
  Atau artinya mencari nafkah halal adalah wajib. Demikian dinukil oleh Al-Azizi
  dari Al-Manawi. Dan hadis yang lain Nabi #£ bersabda: “Mencari nafkah (rezeki)
  halal adalah wajib sesudah kewajiban lainnya.” HR. Thabrani dari Ibnu
  Mas’ud.
 
Yakni nafkah (rezeki) halal untuk biaya
  dirinya, istri dan anakanaknya adalah wajib sesudah iman dan salat atau
  sesudah semua kewajiban yang ditetapkan Allah. Maka mencari apa yang
  diperlukannya bagi dirinya, istri dan anak-anaknya adalah wajib tanpa melebihi
  dari yang cukup. Demikian dikatakan oleh Al-Azizi.
 
Nabi
  bersabda: “Mencari nafkah halal adalah jihad.” HR. AlOudha’iy dari Ibnu
  Abbas.
 
Mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga
  pahalanya seperti pahala jihad.
 
Adapun kemaluan,
  maka jagalah dia dari perbuatan yang diharamkan Allah  seperti zina,
  liwath (homoseks), hubungan antara wanita dengan sejenisnya (lesbian),
  mengeluarkan mani dengan tangan (onani), menggauli istri di waktu haid dan di
  waktu suci sebelum mandi serta bersetubuh dengan hewan. Jadilah engkau
  sebagaimana Allah  berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluan
  mereka, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka
  miliki, maka mereka itu tidak dipersalahkan.”
 
Engkau
  tidak akan sampai kepada hakikat pemeliharaan mata dari pandangan terlarang
  dan memelihara hati dari memikirkan keindahan wanita serta memelihara perut
  dari syubhat dan terlebih pula dari yang haram atau dari makan terlalu
  kenyang.
 
Karena semua ini dapat menggerakkan
  syahwat dan pokok-pokoknya. Adapun kedua tangan, maka jagalah keduanya dari
  memukul atau dzimmi tanpa alasan yang sah seperti memukul muka atau membunuh
  dengan tangan secara langsung atau karena suatu sebab seperti menggali sumur
  secara aniaya.
 
Nabi bersabda:
 
“Andaikata
  penghuni langit dan penghuni bumi bersekutu dalam menumpahkan darah seorang
  mukmin, niscaya Allah menjerumuskan mereka ke dalam neraka.”
 
Atau
  engkau peroleh harta haram dengan perantaraan kedua tanganmu atau menganggu
  seseorang atau menghianati amanat atau titipan atau engkau tuliskan sesuatu
  yang tidak boleh diucapkan, karena pena adalah salah satu dari kedua pesan.
  Maka jagalah pena dari apa yang tidak boleh diucapkan oleh lisan.
 
Dzun
  Nun Al-Mishri berkata:
 
Tidaklah setiap penulis,
  melainkan ia akan binasa i sedang apa yang ditulis kedua tangannya akan terap
  hidup maka janganlah engkau menulis dengan tanganmu kecuali sesuatu yang
  menyenangkanmu di hari kiamat ketika melihatnya.
 
Adapun
  kedua kaki, maka jagalah keduanya supaya tidak berjalan menuju ke tempat yang
  diharamkan seperti berjalan menuju pintu raja yang zalim dengan meridai
  kezalimannya. Demikian dikatakan oleh Ibnu Hajar. Karena berjalan menuju raja
  yang zalim tanpa keperluan yang sah dan tanpa melakukan maksiat adalah dosa
  besar.
 
Sebab berjalan menuju mereka berarti
  merendahkan diri dan memuliakan mereka atas kezaliman mereka sedangkan
  Allah  telah menyuruh berpaling dari mereka dalam firman Allah : “Dan
  janganlah kamu condong kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu
  disentuh api neraka.” QS. Hud: 114.
 
Perbuatan itu
  memperbanyak kelompok mereka dan membantu mereka untuk berbuat zalim. Dalam
  kabar disebutkan: “Sebaik-baik umara adalah yang mendatangi ulama dan
  seburuk-buruk ulama adalah yang mendatangi umara.”
 
Dalam
  kabar disebut: “Para ulama adalah orang-orang kepercayaan para rasul atas
  hamba-hamba Allah selama mereka tidak bergaul dengan raja (penguasa). Apabila
  mereka lakukan itu, maka mereka telah mengkhianati para rasul. Maka waspadalah
  dan jauhilah mereka.
 
Abi Dzar berkata:
  “Barangsiapa memperbanyak kelompok suatu kaum, maka ia termasuk golongan
  mereka. Seperti halnya raja-raja, ketentuan ini berlaku pula bagi para pejabat
  mereka.
 
Al-Auza’y berkata: Tidaklah sesuatu yang
  lebih dibenci Allah dari pada seorang alim yang mengunjungi pejabat.
 
Bilamana
  kedatangan kepada mereka itu bertujuan meminta harta mereka, maka itu berarti
  kepergian menuju sesuatu yang haram.
 
Nabi 
  bersabda:
 
“Barangsiapa merendahkan diri kepada
  seorang kaya yang salih karena kekayaannya, lenyaplah dua pertiga
  agamanya.”
 
Yang dimaksud dengan agama di sini
  adalah adab. Artinya ialah adab itu ada tiga macam, yaitu adab terhadap Allah,
  adab terhadap Rasulullah dan adab terhadap orang banyak. Apabila seseorang
  merendahkan diri kepada orang kaya, lenyaplah kedua adabnya, yaitu adab
  terhadap Allah dan adab terhadap rasul-Nya dan tinggalah satu adab.
 
Lenyapnya
  dua pertiga adab ini adalah mengenai seorang kaya yang salih. Maka bagaimana
  sangkaanmu terhadap orang kaya yang zalim.
 
Ringkasnya
  ialah gerak dan diammu pada anggota tubuhmu adalah salah satu nikmat Allah
  padamu. Maka janganlah engkau gerakkan sebagian darinya dalam mendurhakai
  Allah  seluruhnya. Akan tetapi gunakanlah anggota-anggota itu dalam
  mentaati Allah  Ketahuilah bahwa jika engkau lamban dalam melakukan
  ketaatan, maka engkau akan merugi.
 
Dan jika
  engkau giat dalam melakukan ketaatan, maka engkau akan mendapat faidahnya.
 
Allah
  tidak membutuhkan dirimu dan tidak membutuhkan amalmu.
 
Akan
  tetapi setiap jiwa tergantung pada amalnya di sisi Allah.
 
Ali 
  berkata: “Barangsiapa menduga bahwa tanpa susah payah ia bisa masuk surga,
  maka ia pun berangan-angan. Dan siapa yang menduga bahwa dengan mencurahkan
  segenap tenaga, ia bisa masuk surga, maka ia pun berangan-angan. Maka
  janganlah engkau tinggalkan amal.” Hasan Al-Bashri berkata: “Meminta surga
  tanpa beramal adalah salah satu dosa.”
 
Waspadalah
  dari perkataanmu: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang dan
  mengampuni dosa-dosa bagi orang-orang yang durhaka. Karena ini adalah
  perkataan hak, tetapi maksudnya batil dan orang yang mengucapkannya disebut
  orang dungu seperti sebutan yang diberikan Rasulullah ”
 
Beliau
  bersabda:
 
“Orang yang cerdas ialah orang yang
  mengendalikan nafsunya dan beramal untuk kehidupan sesudah mari sedangkan
  orang yang dungu ialah orang yang na sunya mengikuti keinginannya dan
  berangan-angan dusta terhadap Allah.”
 
Hasan
  Al-Bashri berkata: “Banyak orang yang dilalaikan oleh anganangan ampunan
  hingga mereka keluar dari dunia dalam keadaan bangkrut dan tidak mempunyai
  kebaikan.”
 
Salah seorang dari mereka berkata:
  “Aku berbaik sangka kepada Tuhanku.” Ia berdusta: “Sesungguhnya jika ia
  berbaik sangka kepada Tuhannya, niscaya ia beramal baik untuk-Nya.”
 
Ketahuilah
  bahwa perkataan ini sama dengan orang yang merasa pandai tentang ilmu-ilmu
  agama tanpa belajaf ilmu dan tidak berbuat apa-apa.
 
Maka
  ia berkata: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang dan berkuasa
  untuk menampakkan berbagai ilmu dalam hatiku sebagaimana Dia menampakkannya
  dalam hati para nabi-Nya tanpa bersusah payah maupun belajar berulang-ulang.
  ”
 
Yahya bin Mw’adh berkata: “Keterpedayaan itu
  menurutku adalah terus-menerus berbuat dosa dengan mengharap ampunan tanpa
  menyesal dan mengharap kedekatan dari Allah 4& tanpa melakukan ketaatan,
  menunggu tanaman surga dengan menabur benih mereka, mencari negeri orang-orang
  yang taat dengan melakukan berbagai maksiat serta menunggu melampaui
  batas.”
 
Makna ini telah disebutkan penyair dalam
  Bahrul Basitth: Engkau harapkan keselamatan tetapi tidak menempuh
  jalan-jalannya sesungguhnya kapal tidak bisa berlayar di atas tempat yang
  kering.
 
Ia seperti orang yang menginginkan harta,
  tetapi tidak mau bertani, tidak mau berdagang dan tidak mau bekerja, tetapi
  tetap menganggur. Sedangkan ia berkata: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi
  Maha Penyayang. Dia mempunyai perbendaharaan langit dan bumi. Dan Dia berkuasa
  untuk menunjukkan kepadaku harta terpendam di bumi sehingga cukup bagiku tanpa
  bekerja. Dia telah melakukan itu pada sebagian hamba-Nya. Maka jika engkau
  mendengar perkataan dari kedua macam orang ini, niscaya engkau menganggap
  keduanya orang dungu dan engkau ejek kedua orang itu, meskipun apa yang
  dikatakannya benar dan betul bahwa Allah $$ Maha Pemurah dan Maha Kuasa.
 
Hal
  itu disebabkan Allah  menjadikan bagi segala sesuatu kebutuhan manusia
  sebagai sebab dan jalan untuk mencapai keinginannya. Jika tidak begitu,
  niscaya Allah  tidak berfirman kepada Sayyidah Mary am: “Dan goyanglah
  pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah
  kurma yang masak kepadamu.” QS. Maryam: 25. Sesungguhnya Allah sanggup
  menggugurkan kurma yang masak kepada Sayyidah Maryam tanpa menggoyang pangkal
  pohon kurma. Akan tetapi Allah “ menjadikan segala sesuatu melalui sebab.
 
rakyatnya:
  “Bagaimana keadaan pemimpinmu?”
 
Orang itu
  menjawab: “Wahai Amirul mukminin, apabila sumber airnya tawar, maka sungai pun
  menjadi sedap.”
 
Apabila demikian halnya, maka
  perbaikilah hati itu supaya anggotaanggota badanmu menjadi baik dan
  kebaikannya tercapai dengan melakukan muragabah, yaitu menghadirkan hati
  bersama Allah JS dan memusatkan perhatian kepada-Nya.
 
Salah
  seorang dari mereka berkata: “Kebaikan terdapat dalam lima perkara, yaitu
  banyak lapar, membaca Al-Qur’an dengan merenungkan maknanya, yaitu sambil
  menangis kepada Allah di waktu dini hari, mengerjakan salat di waktu malam dan
  duduk dengan orang-orang salih.”
 
Seorang penyair
  berkata:
 
Obat hatimu yang keras ada lima
  lakukanlah itu, niscaya engkau mendapat kebaikan dan keberuntungan kekosongan
  perut dan merenungkan Al-qur’an ‘ merengek sambil menangis kepada Allah di
  waktu dini hari begitu pula sholat di tengah malam dan duduk dengan
  orang-orang salih.
 
Ada yang menambahkan:
 
makan
  makanan halal dan diam mengasingkan diri tidak suka mengurusi hal ihwal orang
  lain.
  Pembicaraan Tentang Kedurhakaan Hati
Ketahuilah bahwa sifat-sifat tercela di dalam hati banyak
  jumlahnya, karena berkumpul pada manusia empat macam sifat, yaitu Sabu’iyah
  (binatang buas), Bahimiyah (binatang), Syaitaniyah dan Rabbaniyah. Semua itu
  terkumpul di dalam hati. Maka berkumpullah pada manusia sifat babi, anjing,
  setan dan orang bijak.
Babi adalah syahwat, anjing adalah amarah
  sedangkan setan selalu membangkitkan syahwat babi dan amarah binatang buas
  sementara orang bijak yang berupa akal, diperintah menolak tipu daya setan.
  Seseorang yang memiliki sifat babi, ia akan menuruti syahwatnya dengan
  menimbulkan sifat tak tahu malu, jahat, boros, kikir, riya’, berandal,
  kesiasiaan, tamak, dengki, dendam dan lainnya.
 
Sedang
  mereka yang memiliki sifat anjing, ia akan menuruti amarahnya dengan
  menyebarkan ke dalam hati sifat menonjolkan diri, suka berlaku keji,
  kemewahan, pembual, sombong, membanggakan diri, mengajak dan meremehkan orang
  lain, keinginan berbuat jahat dan kezaliman dan lainnya. Sedang mereka yang
  memiliki sifat setan ia akan menuruti syahwat dan amarah yang menghasilkan
  sifat licik dan penuh tipu-daya, keberanian, penyelewengan, pengkhianatan dan
  semacamnya.
 
Andaikata semua itu ditanam di bawah
  kepemimpinan sifat Rabbaniyah, niscaya menetaplah dari sifat-sifat Rabbaniyah
  di dalam hati, Yaitu ilmu, hikmah, keyakinan, pengetahuan akan hakikat segala
  sesuatu dan segala urusan menurut apa adanya.
 
Cara
  membersihkan hati dari sifat-sifat tercela sangatlah sulit. Cara pengobatan
  dan pengamalannya telah terhapus seluruhnya karena manusia lalai akan dirinya
  dan sibuk dengan kesenangan dunia. Kami telah menjelaskan hal itu semua, yaitu
  sifat-sifat tercela dan cara pembersihkan hati darinya dalam kitab Ihya’
  Ulumiddin dalam Rubu’ Muhlikaat dan Rubu? Munyiyaat.
 
Dalam
  Muhlikaat (perkara-perkara yang membinasakan) adalah pada bagian ketiga,
  sedangkan dalam Munjiyaat (perkara-perkara yang menyelamatkan) adalah pada
  bagian keempat. Akan tetapi kami peringatkan agar berhati-hati terhadap tiga
  sifat buruk di dalam hati yang kebanyakan menimpa pelajar figh di zaman ini,
  karena ketiga sifat ini menimbulkan kebinasaan dan merupakan pokok dari
  sifat-sifat buruk lainnya, yaitu dengki, riya dan kesombongan.
 
Maka
  berijtihadlah dalam membersihkan hati darinya. Jika seseorang sanggup
  membersihkannya, maka ia pun mengetahui cara menghindari sisanya diantara
  rubu’ muhlikaat.
 
Bilamana tidak sanggup melakukan
  ini, maka ia lebih tidak sanggup lagi membersihkan sifat-sifat buruk lainnya.
  Janganlah sering menyangka bahwa diri kita selamat dari dosa dengan niat yang
  baik dalam belajar ilmu sementara dalam hati kita terdapat sifat dengki, riya
  dan kesombongan.
 
Nabi  bersabda:
 
“Tiga
  perkara menimbulkan keselamatan, yaitu rasa takut kepada Allah  
  dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan. Berlaku adil Jalam keadaan rida
  dan marah, dan berbuat wajar dalam keadaan miskin dan kaya. Dan nga perkara
  menimbulkan kebinasaan yaitu kekikiran yang dituruti, hawa na Su yang diikuti
  dan kebanggaan manusia terhadap dirinya.”
 
Sifat
  yang terakhir ini adalah fitnah yang menimpa para ulama dan merupakan fitnah
  terbesar.
 
“Tiga perkara menimbulkan kebinasaan
  dan tiga perkara menimbulkan keselamatan serta tiga perkara menghapus dosa dan
  tiga perkara merupakan derajat-derajat. Adapun perkara-perkara yang
  membinasakan adalah kekikiran yang di taati, hawa nafsu yang diikuti dan
  kebanggaan manusia terhadap dirinya, Adapun perkara-perkara yang menimbulkan
  keselamatan alah berlaku adil dalam keadaan marah dan nda, berbuat wajar dalam
  kradaan miskin dan kaya, rasa takut kepada Allah dalam keadaan sembunyi dan
  terang-terangan. Adapun pertaraperkara yang menghapus dosa talah salat sesudah
  salat, menyempurnakan wudu mesti udara dalam keadaan sangat dingin dan
  melangkahkan kaki untuk salat jamaah. Adapun derajat-derajat (di surga) ialah
  dengan memberi makan orang lain, menyiarkan salam dan mengerjakan salat di
  waktu malam ketika orang-orang tidur:
 
Nabi 
  bersabda :
 
“Tiga perkara yang tidak selamat umat
  ini darinya, yaitu iri hati, prasangka dan berfirasat buruk. Maukah
  kuberitahukan kepada kalian jalan keluarnya? Mereka menjawab: Beritahulah
  kami, Nabi   berkata: Apabila menyangka, janganlah engkau pastikan.
  Apabila engkau iri. maka Janganlah berbuar zalim. Dan apabila berfirasat
  buruk, maka teruslah seraya bertawakal kepada Allah.”
 
Adapun
  hasad, maka ia adalah cabang dari kekikiran, dendam dan amarah. Karena orang
  bakhil adalah orang yang enggan membelanjakan hartanya yang dituntut oleh
  syara dan harga dirinya untuk menafkahkannya kepada orang lain.
 
Sedangkan
  syakhih adalah orang yang kikir dengan nikmat Allah  yang terdapat dalam
  perbendaharaan kekuasaan Allah  bukan dalam perberdaharaan-Nya pada
  hamba-hamba Allah. Maka kekikirannya lebih besar, karena macam yang kedua ini
  mencegah seseorang memberi orang lain sebagaimana ia mencegah seseorang
  memberi orang lain. Orang yang hasad ialah orang yang merasa berat melihat
  Allah memberi kenikmatan kepada orang lain dari perbendaharaan kekuasaan-Nya
  berupa ilmu atau harta atau kecintaan oleh orang banyak seperti pengikut yang
  banyak atau jabatan. Bahkan orang yang hasad itu menginginkan lenyapnya
  kenikmatan yang dimiliki orang lain, meskipun dengan keinginan itu ia tidak
  mendapatkan sedikitpun dari kenikmaran itu. Keinginan ini adalah puncak
  kekejian dan ini adalah salah satu tingkatan hasad.
 
Tingkatan
  kedua adalah menginginkan kenikmatan itu berada kepadanya karena ia menyukai
  nikmat itu. Seperti menyukai sebuah rumah yang bagus atau wanita yang cantik
  atau jabatan berpengaruh atau yezeki banyak yang diperoleh orang lain. Ia
  ingin memiliki kenikmatan jtu dan yang diharapkannya adalah kenikmatan itu,
  bukan lenyapnya kenikmatan itu darinya.
 
Tingkatan
  ketiga adalah ia tidak menyukai kenikmatan itu untuk dirinya, tetapi menyukai
  yang seperti itu. Jika tidak bisa memperoleh yang seperti itu, maka ia
  harapkan lenyapnya kenikmatan itu dari pemiliknya supaya tidak nampak
  perbedaan antara ia dan orang lain.
 
Bagian
  pertama tidak tercela dan itulah yang dinamakan ghibah (iri) dan munafasah
  (persaingan), sedangkan bagian kedua tercela. Tingkatan keempat adalah
  menginginkan kenikmatan seperti itu bagi dirinya. Jika tidak memperolehnya,
  maka ia tidak menginginkan lenyapnya kenikmatan itu dari pemiliknya. Macam
  terakhir ini bisa dimaafkan bila mengenai dunia dan dianjurkan bilamana
  mengenai agama.
 
Oleh sebab itu Nabi 
  bersabda:
 
“Kedengkian itu memakan kebaikan
  seperti api memakan kayu.” (H.R. Ibnu Majah)
 
Orang
  yang hasad itu tersiksa di dalam hatinya tanpa belas kasihan dan terus
  tersiksa di dunia.
 
Kedengkian itu menimbulkan
  lima perkara.
 
Pertama, rusaknya ketaatan, kedua,
  perbuatan maksiat dan kejahatan, ketiga, Kepayahan dan kesusahan tanpa faidah,
  keempat, kebutaan hati hingga nyaris tidak bisa memahami suatu hukum
  Allah  dan kelima, kegagalan, dan nyaris tidak bisa mencapai
  keinginannya. Karena dunia tidak kosong dari banyak teman sebaya maupun
  kenalannya yang diberi Allah kenikmatan berupa ilmu atau harta atau
  kedudukan.
 
Maka orang yang hasad itu terus
  tersiksa di dunia, yaitu terjadinya kesusahan dan kebingungan pada akal dan
  beban pikiran sampai akhir hayatn a, sedangkan siksa akhirat lebih keras dan
  lebih besar. Bahkan hamba tidak bisa mencapai hakikat iman selama ia tidak
  menyukai bagi kaum muslimin lainnya apa yang ia sukai bagi dirinya. Akan
  tetapi ia harus ikut bersama kaum muslimin dalam merasakan kesenangan dan
  kesusahan.
 
Orang-orang muslim itu seperti sebuah
  bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian lainnya. Dan seperti satu tubuh.
  Apabila salah satu anggota darinya merasa sakit, maka anggota lainnya merasa
  sakit.
 
Nabi  bersabda:
 
“Orang-orang
  mukmin iru seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya merasa sakit,
  maka seluruh tubuh menderita sakit demam dan tidak bisa tidur:”
 
Ibnu
  Baththal dan lainnya berkata:
 
“Rasa cinta itu ada
  tiga macam, yaitu cinta penghormatan dan pengagungan seperti cinta terhadap
  ayah. Cinta kasih sayang seperti cinta terhadap anak. Dan cinta simpati
  seperti cinta terhadap orang-orang lainnya. Jika engkau tidak menemukan cinta
  ini dari hatimu, maka lebih baik engkau sibukkan dirimu dengan mencari jalan
  keselamatan dari kebinasaan daripada kesibukanmu dengan furu’ yang langka dan
  ihnu khusumat.”
 
Adapun riya’ maka ia adalah
  syirik tersembunyi. Nabi  Bersabda: ”Hindarilah syirik kecil.”
 
Para
  sahabat berkata” Apakah syirik kecil itu?” Nabi  Menjawab: ”Riya’. Ia
  adalah salah satu dari dua syirik.”
 
Asal syirik
  ialah mencari simpati dalam hati orang-orang dengan menonjolkan sifat-sifat
  baik untuk memperoleh kedudukan dan supaya engkau disegani oleh mereka.
 
Cinta
  kedudukan termasuk hawa nafsu yang diikuti dan kebanyakan orang binasa
  karenanya. Maka tidaklah orang-orang binasa, melainkan dengan sebab
  orang-orang lainnya. Andaikata orang-orang bersikap adil, niscaya mereka
  mengetahui bahwa sebagian besar ilmu dan ibadat yang mereka amalkan di samping
  amalan-amalan biasa tidak lain disebabkan oleh riya’, sedangkan riya itu
  menghilangkan pahalanya.
 
Diriwayatkan dari Nabi ,
  beliau bersabda: “Sesungguhnya orang yang berbuat riya’ akan dipanggil pada
  hari kiamat dengan empat nama, hai kafir, hai fajir (durjana), hai kadir
  (penghianat), dan hai khaasir (orang yang rugi), usahamu telah sesat dan
  sia-sia pahalamu. Maka tiada bagian untukmu hari ini. Carilah pahala dari
  orang yang untuknya engkau beramal.”
 
Diriwayatkan
  dalam khabar bahwa orang yang mati syahid dibawa ke neraka. Maka ia berkata:
  “Ya Robb, aku telah mati syahid untuk menegakkan agama-Mu.” Allah 
  berkata: “Engkau dusta! Engkau ingin dikatakan pemberani. Dan telah dikatakan
  begitu dan itulah ganjaranmu.” Begitu pula dikatakan kepada orang alim, orang
  haji dan pembaca AlQuran.
 
Sebagaimana
  diriwayatkan oleh Abi Hurairah dari Nabi  beliau bersabda: “Orang pertama
  yang dipanggil pada hari kiamat adalah seorang yang telah hafal Al-Qur’an dan
  seorang yang berperan untuk menegakkan agama Allah serta seorang yang banyak
  harta.
 
Kemudian Allah  berkata kepada
  pembaca Al-Qur’an: “Bukankah Aku telah mengajarimu Al-Qur’an yang Aku turunkan
  kepada rasul-Ku?” Orang itu menjawab: “Benar, ya Robb.” Allah berkata: “Apa
  yang engkau
 
amalkan dari yang engkau ketahui
  itu?” Orang itu menjawab: “Aku mengamalkannya sepanjang malam dan siang.”
  Allah berkata: “Engkau dusta.” Dan para malaikat berkata: “Engkau dusta.”
  Kemudian Allah  berkata: “Akan tetapi engkau ingin supaya dikatakan
  sebagai ahli baca Al-Qur’an dan telah dikatakan begitu.” Kemudian pemilik
  harta didatangkan. Allah berkata kepadanya: “Bukankah Aku telah melapangkan
  rezekimu . hingga engkau tidak lagi membutuhkan seseorang?” Orang itu
  menjawab: “Benar, ya Robb.” Allah berkata: “Apa yang engkau lakukan terhadap
  rezeki yang Aku berikan kepadamu?”
 
Orang itu
  menjawab: “Aku menyambung hubungan kekeluargaan dan mengeluarkan sedekah.”
 
Allah
  berkata: “Engkau dusta.”
 
Dan para malaikat
  berkata: “Engkau dusta.”
 
Kemudian Allah 
  berkata: “Akan tetapi engkau ingin dikatakan ba’hwa engkau dermawan dan telah
  dikatakan begitu.”
 
Kemudian didatangkan orang
  berperang untuk menegakkan agama Allah. Allah berkata: ” Apa yang engkau
  lakukan?”
 
Orang itu menjawab: ” Aku diperintahkan
  berjihat untuk menegakkan agama-Mu. Maka aku berperang hingga aku
  terbunuh.”
 
Allah  berkata: “Engkau
  dusta.”
 
Dan para malaikat berkata: Engkau
  dusta.”
 
Allah berkata: ” Akan tetapi engkau ingin
  dikatakan ”Si Fulan berani” dan telah dikatakan begitu.”
 
Ketahuilah
  bahwa perbuatan riya’ itu ada lima macam. Pertama, riya dalam agama dengan
  menonjolkan badan seperti menampakkan kurus dan pucat serta membiarkan rambut
  acak-acakan. Dengan menampilannya ia ingin menunjukkan sedikit makan dan
  dengan pucat ia ingin menunjukkan kurang tidur di waktu malam dan sangat sedih
  atas agama. Dengan rambut acak-acakan, ia ingin menunjukkan dirinya sangat
  memikirkan agama dan tidak sempat menyisir rambut.
 
Kedua,
  riya dengan penampilan dan pakaian seperti menundukkan kepala di waktu
  berjalan, bersikap tenang dalam gerak serta membiarkan bekas sujud pada
  mukanya, mengenakan baju kasar, tidak membersihkan baju dan membiarkannya
  robek serta memakai baju bertambal.
 
Ketiga, riya’
  dengan perkataan, seperti mengucapkan kata berhikmah dan menggerakkan kedua
  bibir dengan berzikir di hadapan orang banyak. Amar maruf nahi munkar di
  hadapan orang banyak, menampakkan amarah atas perbuatan mungkar, menampakkan
  penyesalan karena orang lain berbuat maksiat, melemahkan suara di waktu
  berbicara dan melunakkan suara ketika membaca Al-Qur’an untuk menunjukkan rasa
  takut dan sedih. Keempat, riya’ dengan amal seperti riya’nya orang salat, lama
  di waktu berdiri, sujud dan rukuk, tidak menoleh, meluruskan kedua telapak
  kaki dan kedua tangannya. Begitu pula di waktu puasa atau haji dan di waktu
  mengeluarkan sedekah dan memberikan makanan.
 
Kelima,
  bersikap riya kepada teman-teman, para tamu dan orangorang yang bergaul
  seperti orang-orang yang bergaul seperti orang yang berusaha mendatangkan
  seorang alim atau abid atau seorang raja atau seorang pejabat supaya dikatakan
  bahwa mereka mengambil berkah darinya karena kedudukannya yang besar dalam
  agama dan seperti orang yang banyak menyebut guru-guru supaya dilihat bahwa ia
  mempunyai banyak guru dan belajar dari mereka sehingga merasa bangga dengan
  guru-gurunya. Adapun kesombongan dan membanggakan diri maka ia adalah penyakit
  kronis yang telah menyulitkan para dokter.
 
Ujub
  adalah membanggakan amal salih. Kesombongan terbagi menjadi batin dan lahir.
  Kesombongan batin ialah sifat pada diri seseorang yang menganggap dirinya
  melebihi orang lain. Sedangkan kesombongan lahir ialah amal-amal yang timbul
  dari anggota badan. Apabila nampak sifat sombong pada anggota badan, maka
  dinamakan takabbur. Dan apabila tidak nampak, maka dinamakan kibir. Al-Kibru
  mengharuskan adanya orang yang disombongi dan perbuatan yang disombongkan.
  Adapun ujub, maka ia hanya menghendaki orang yang membanggakan diri. Bahkan
  seandainya manusia diciptakan sendirian, ia pun bisa dianggap membanggakan
  diri, bukan sombong, kecuali bila bersama lainnya. Al-kibru ialah padangan
  hamba kepada dirinya sebagai orang mulai dan pandangannya kepada orang lain
  dengan penghinaan. Apabila ia menganggap dirinya mulia, tetapi memandang orang
  lain lebih mulia, darinya atau seperti dirinya, maka ia tidak dianggap
  menyombongkan diri kepada orang itu.
 
Andaikata ia
  meremehkan orang lain, namun ia menganggap dirinya lebih hina, ia pun tidak
  menyombongkan diri. Andaikata ia menganggap orang lain seperti dirinya, ia pun
  tidak dianggap sombong. Akan tetapi orang yang sombong ialah orang yang
  menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Sebagaimana dikatakan oleh
  iblis terkutuk: “Engkau Ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari
  tanah.”
 
Kesombongan di majelis-majelis, ialah
  mengutamakan diri dan mendahulukan orang lain serta ingin memimpin dan tidak
  suka disanggah ketika berdialog.
 
Orang sombong
  ialah orang yang tidak mau mencrima jika dinasihati. Dan apabila menasihati,
  ia bersikap keras. Apabila perkataannya disanggah, ia marah. Dan jika
  mengajar, ia tidak bersikap lemah lembut terhadap para pelajar. Ja suka
  menghina dan membentak mereka, menyebut-nyebut kebaikannya kepada mereka dan
  menjadikan meraka sebagai pelayan.
 
Ia memandang
  kepada orang awam seperti memandang seekor keledai karena menganggapnya bodoh
  dan hina. Setiap orang yang menganggap dirinya lebih baik daripada seseorang
  di antara makhluk Allah, maka ia pun termasuk orang yang sombong.
 
Akan
  tetapi engkau harus mengetahui bahwa orans baik adalah orang yang baik di sisi
  Allah di negeri akhirat sedangkan hal itu tidak diketahui oleh manusia dan ia
  tergantung pada penghabisan hidupnya. Maka keyakinanmu tentang dirimu bahwa
  engkau lebih baik daripada orang lain adalah kebodohan semata-mata. Akan
  tetapi engkau harus menganggap orang lain lebih baik darimu dan mempunyai
  kelebihan atas dirimu. Caramu untuk merendahkan diri adalah dengan merendahkan
  dirimu terhadap teman-teman setaraf dan orang-orang di bawah mereka hingga
  mudahlah bagimu bersikap tawadhu dan hilanglah kesombongan darimu, Jika mudah
  bagimu melakukan itu, maka terwujudlah bagimu akhlak tawadhu”. Jika berat
  bagimu melakukan itu dan engkau tetap melakukannya, maka engkau memaksa diri,
  bukan bersikap tawadhu. Akhlak yang sebenarnya adalah yang engkau lakukan
  dengan mudah tanpa merasa berat. Ketahuilah bahwa manusia mempunyai dua ujung
  dan satu tengah. Ujung yang satu condong kepada kelebihan dinamakan takkabur.
  Ujung yang lain condong kepada kekurangan dinamakan kehinaan dan kerendahan
  dan yang tengah dinamakan tawadhu’. Yang terpuji adalah bersikap tawadhu tanpa
  menghinakan diri. Masing-masing dari kedua ujung itu tercela.
 
Perkara
  yang paling disukai Allah  adalah yang di tengah. Barangsiapa mendahului
  orang lain adalah sombong dan siapa yang mundur darinya adalah merendahkan
  diri. Orang alim yang didatangi orang biasanya, menjauh dari tempat duduknya
  dan mendudukkan orang Jain di majelisnya, maka ia telah menghinakan dirinya
  sedang perbuatan itu tidak terpuji. Yang terpuji di sisi Allah ialah dengan
  berikan kepada sescorang apa yang menjadi haknya. Maka patutlah ia bersikap
  tawadhu dengan cara seperti ini terhadap teman-teman sejawatnya dan siapa yang
  mendekati derajatnya. Adapun tawadhu’nya kepada orang awam, maka ia lakukan
  dengan berdiri dan menampakkan wajah ceria di waktu berbicara, bersikap lemah
  lembut di waktu bertanya, menghadiri undangannya dan berusaha memenuhi
  keperluannya.
 
Janganlah menganggap dirimu lebih
  baik dari orang lain, tetapi lebih mengkhawatirkan diri daripadanya sehingga
  orang lain tidak meremehkan.
 
Jika melihat seorang
  anak kecil, maka katakanlah: “Anak ini tidak mendurhakai Allah  sedang
  aku mendurhakai-Nya, maka tiada keraguan bahwa ia lebih baik dariku.”
 
Jika
  melihat orang yang lebih tua, katakan: ” Orang ini telah beribadat kepada
  Allah  sebelum aku, maka tiada keraguan bahwa ia lebih baik dariku.”
 
Karena
  ibadat yang berturut-turut meningkat pahalanya. salat pertama ibarat satu
  pahala, salat kedua mendapat dua pahala dan salat ketiga mendapat tiga pahala.
  Demikian dikatakan oleh seorang ulama. Bila bertemu dengan orang alim
  katakanlah: “Orang ini diberi kelebihan yang tidak diberikan kepadaku,
  menyampaikan dakwah yang tidak aku sampaikan dan mengetahui hukum-hukum yang
  tidak aku ketahui. Salah seorang dari mereka berkata: “Bahwa siapa yang
  mempunyai hubungan nasab dengan Rasulullah $ dan ia termasuk keturunan
  Sayyidina Hasan atau Husein sedang ia bukan orang alim, maka ia mengungguli
  orang lain yang setaraf dengannya sebanyak 60 derajat.
 
Sedangkan
  orang alim yang tidak mempunyai hubungan nasab dengan Rasulullah 
  mengungguli keturunan Rasulullah yang bukan alim sebanyak 60 derajat.
 
Jika
  bertemu dengan orang yang lebih tua bodoh dan durhaka, katakan dalam hatimu:
  “Orang ini telah mendurhakai Allah karena kebodohan, sedang aku
  mendurhakai-Nya dengan ilmu. Maka hujjah Allah terhadapku lebih kuat dan aku
  tidak tahu bagaimana kesudahanku dan bagaimana kesudahannya.”
 
Jika
  bertemu orang kafir, katakan dalam hatimu: ”Aku tidak tahu barangkali besok ia
  masuk Islam dan berakhir hidupnya dengan sebaikbaik amal serta keluar dari
  dosa-dosa dengan keislamannya seperti rambut keluar dari tepung. Adapun aku,
  semoga Allah melindungi. Barangkali Allah  menyesatkan aku hingga aku
  kafir dan mengakhiri hidupku dengan seburuk-buruk amal hingga orang itu besok
  di akhirat di sisi Allah menjadi lebih baik daripada aku dan menjadi orang
  yang dekat dengan Allah sedang aku menjadi orang yang dijauhkan dari rahmat
  Allah
 
Maka tidaklah kesombongan itu keluar dari
  hatimu, kecuali bila engkau mengetahui bahwa orang besar itu adalah orang yang
  besar di sisi Allah  dan pengetahuan itu tergantung pada penghuvisan yang
  baik sedangkan hal itu masih diragukan.
 
Dengan
  begitu ketakutanmu akan penghabisan yang buruk mencegahmu untuk bersikap
  sombong terhadap para hamba Allah meskipun ada keraguan di dalamnya.
  Keyakinanmu mengenai kebaikan atau keburukan dirimu dan orang lain serta
  keimananmu mengenai keadaan itu tidaklah bertentangan dengan kebolehanmu untuk
  merubah di masa yang akan datang. Karena Allah  bisa mengubah-ubah hati.
  Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa
  yang dikehendaki-Nya. Seorang ulama berkata: “Kesempurnaan maqam tawadhu’
  tidak bisa tercapai, kecuali bila hamba menyaksikan mengenai dirinya bahwa
  derajatnya di bawah setiap orang muslim dan tidak ada seorangpun di muka bumi
  yang lebih banyak durhaka dan tidak ada yang lebih sedikit adab maupun rasa
  malunya dari pada dia secara pasti, bukan berdasarkan dugaan.”
 
Karena
  siapa yang menganggap dirinya lebih baik dari seorang yang durhaka dengan cara
  yang tidak menunjukkan syukur kepada Allah , maka ia pun telah masuk dalam
  derajat-derajat kesombongan. Orang-orang arif telah sepakat bahwa siapa yang
  mempunyai sedikit sifat sombong, ia tidak boleh memasuki hadirat Allah 
  untuk selamanya, walaupun pada lahirnya ia beribadat kepada Allah  dengan
  ibadat manusia dan jin. Ketahuilah, bahwa tidaklah manusia menganggap dirinya
  besar, melainkan ia beranggapan bahwa ia mempunyai salah satu sifat
  kesempurnaan dalam urusan agama atau duniawi. Sebab-sebab kesombongan ada
  tujuh. Pertama, ilmu, Nabi  bersabda: “Perusak ilmu adalah kesombongan.”
  Ilmu hakiki ialah ilmu yang dengan perantaraannya manusia mengenal diri dan
  Tuhannya, bahaya penghabisan yang buruk, hujjah Allah atas para ulama dan
  besarnya bahaya ilmu.
 
Kedua, amal dan ibadat,
  para ulama dan ahli ibadat dalam menghadapi bencana kesombongan ada tiga macam
  tingkatan.
 
    Kesombongan itu
  menetap dalam hatinya. Ia menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain,
  hanya saja ia berijtihad dan bersikap tawadhu’ serta melakukan perbuatan
  seperti yang dilakukan orang lain, sehingga menganggap dirinya lebih baik
  daripada orang lain. Ini telah mengukuhkan dalam hatinya pohon kesombongan,
  tetapi ia telah memotong seluruh rantingnya.
 
   
  Ia tampakkan hal itu pada perbuatan-perbuatannya dengan mengangkat dirinya di
  majelis-majelis dan mendahului teman-teman sebaya serta menampakkan
  pengingkaran terhadap siapa yang kurang memenuhi haknya.
 
Sekurang-kurangnya
  hal itu terjadi pada orang alim yang memalingkan mukanya dari orang-orang
  seakan-akan ia menjauhi mereka. Sedangkan pada ahli ibadat selalu bermuka
  masam seakan-akan ia membersihkan diri dari orang-orang dan menganggap jijik
  mereka atau marah kepada mereka.
 
   
  Menampakkan kesombongan pada lisannya hingga menyebabkan dia membanggakan diri
  dan memuji dirinya seperti perkataan ahli ibadat itu kepada orang lain: “Siapa
  dia dan apa amalnya dan dari mana zuhudnya.”
 
Ia
  berkata: “Aku tidak makan sejak hari anu sampai hari anu, dan aku tidak tidur
  di waktu malam.”
 
Orang alim itu berkata: “Aku
  menguasai berbagai macam ilmu dan mengetahui hakikat-hakikat. Aku pernah
  berguru kepada si Fulan dan si Fulan. Apa kelebihanmu, siapa gurumu dan apa
  hadis yang pernah engkau dengar. Sebab ketiga adalah nasab. Orang yang
  mempunyai nasab mulia meremehkan orang yang tidak mempunyai nasab itu,
  meskipun lebih tinggi amal dan ilmunya.
 
Keempat,
  kecantikan, hal ini kebanyakan terjadi di kalangan kaum wanita dan bisa
  menyebabkan ghibah dan cerita tentang kejelekan orang lain.
 
Kelima,
  harta, ini terjadi di antara raja-raja mengenai perbendaharaan mereka, dan di
  antara para pedagang pengenai barang-barang mereka, di antara para tuan tanah
  mengenai tanah mereka, di antara orang-orang kaya mengenai pakaian, kuda dan
  kendaraan mereka.
 
Keenam, kekuatan, yaitu yang
  disombongkan kepada orang yang lemah.
 
Ketujuh,
  pengikut dan murid serta kerabat.
 
Hal itu terjadi
  di antara raja-raja mengenai jumlah tentara yang banyak. Dan di antara para
  ulama mengenai jumlah murid yang banyak. Maka setiap kenikmatan yang bisa
  dianggap sempurna meskipun sebenarnya tidak sempurna, ia pun bisa
  disombongkan. Bahkan orang fasik terkadang membanggakan banyaknya kedurjanaan
  yang dilakukannya terhadap wanita dan disombongkannya karena ia menganggap
  sempurna, meskipun ia berdosa dalam perbuatan itu. Khabar-khabar mengenai
  kedengkian, kesombongan, riva’ dan kebanggaan diri banyak jumlahnya dan
  cukuplah bagimu sebuah hadis vang mencakup keempat macam itu.
 
Diriwayatkan
  oleh Al-Gadhi Al-Marusi dan Abdullah ibnul Mubarak rahimahumullah dengan
  sanadnya dari Khalid bin Madan, bahwa Rasulullah  pernah berkata mengenai
  Mu’adz bin Jabal  “Yang paling mengetahui halal dan haram di antara kamu
  adalah Mu’adz bin Jabal.” Kemudian Ia berkata: “Hai Mu’adz, ceritakan kepadaku
  sebuah hadis yang engkau dengar dari Rasulullah ”
 
Mendengar
  itu lantas Mw’adz menangis hingga aku menyangka bahwa ia tidak akan diam.
  Kemudian ia diam, dan berkata, “Betapa rindunya aku kepada Rasulullah 
  dan kepada pertemuan dengannya.” Kemudian Mu’adz berkata lagi, aku mendengar
  Rasulullah  bersabda: “Segala puji bagi Allah yang menetapkan bagi
  makhluk-Nya apa saja yang dikehendaki-Nya. Pada waktu itu beliau menaiki
  kendaraan sedangkan aku duduk di belakangnya.”
 
Beliau
  memandang ke langit, kemudian berkata kepadaku: “Hai Mu’adz kuceritakan
  kepadamu sebuah hadis yang jika engkau menghafalnya, maka ia bermanfaat bagimu
  di sisi Allah. Dan jika engkau melupakannya dengan tidak menghafalnya, maka
  terputuslah hujjahmu di sisi Allah  pada hari kiamat.
 
Hai
  Mu’adz, sesungguhnya Allah dg, menciptakan tujuh orang malaikat sebelum
  menciptakan langit dan bumi. Maka Allah menjadikan pada setiap langit seorang
  malaikat penjaga pintunya. Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba
  sejak pagi sampai sore. Amal itu mempunyai cahaya seperti cahaya matahari
  hingga ketika para malaikat pencatat naik membawanya ke langit dunia, yaitu
  yang dekat dari bumi, para malaikat itu memujinya dan menganggapnya banyak.
  Maka berkatalah malaikat yang bertugas di langit dunia kepada para malaikat
  pencatat: Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat
  pengurus ghibah. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amal
  yang yang menggunjingkan orang lain melewati aku menuju malaikat lain.
 
Nabi 
  berkata: Kemudian besoknya para malaikat pencatat datang membawa amal salih
  dari seorang hamba dan amal itu mempunyai cahaya. Maka para malaikat pencatat
  memuji dan menganggapnya banyak hingga melewati langit pertama dan
  menyampaikan amal itu ke langit kedua. Namanya Al-Maaun dan ia terbuat dari
  besi atau marmer putih. Kemudian malaikat yang bertugas di situ (bernama
  Rubail) berkata: Berhentilah kalian dan pukulkanlah amal ini ke wajah
  pemiliknya. Sesungguhnya pemilik amal ini menginginkan kenikmatan dunia. Aku
  adalah malaikat pengurus kebanggaan. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk
  tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lain. la dulu suka
  membanggakan diri kepada orang-orang di majelis-majelis mereka (hingga para
  malaikat melaknatnya sampai sore).
 
Nabi 
  berkata: Para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bercahaya berupa
  sedekah, salat dan puasa. Para malaikat pencatat itu merasa kagum. Maka mereka
  membawa amal itu melewati langit pertama dan kedua hingga tiba di langit
  ketiga. Konon ia terbuat dari tembaga dan ada yang mengatakan dari besi.
  Namanya Harabut, dan tasbih yang diucapkan penghuninya adalah ”subhanal hayyi
  al-ladzu laa yamuut”. (Maha Suci Tuhan yang hidup kekal dan tidak bisa mati).
  Barangsiapa mengucapkan perkataan itu, maka ia mendapat pahala seperti
  mereka.
 
Kemudian malaikat yang bertugas di situ
  berkata kepada mereka: Berhentilah dan pukulkan amal ini ke wajah
  pemiliknya.
 
Aku adalah malaikat pengurus
  kesombongan. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya
  melewati aku menuju malaikat lain. Ia dulu menyombongkan diri kepada
  orang-orang di majelis -majelis mereka.
 
Nabi 
  berkata: Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba yang bercahaya seperti
  bintang yang bersinar dan mengeluarkan suara berupa tasbih, salat, puasa, haji
  dan umrah hingga mereka melewati langit ketiga dan tiba di langit keempat.
  Konon langit itu terbuat dari tembaga, ada yang mengatakan dari perak. Namanya
  Az-Zahir, dan tasbih yang diucapkan penghuninya adalah “subhanal malikil
  quddus”. Barangsiapa mengucapkannya, ia pun mendapat pahala seperti mereka.
 
Malaikat
  yang bertugas di situ berkata mereka: Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini
  ke wajah, punggung dan perut pemiliknya. Aku adalah malaikat pengurus
  kebanggaan diri. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya
  melewati aku menuju malaikat lain. Sesungguhnya ia dulu apabila mengerjakan
  suatu amal, ia pun membangunkan amal itu.
 
Nabi 
  berkata: Kemudian para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bercahaya
  seperti matahari hingga melewati langit keempat dan tiba di langit kelima
  seakan-akan pengantin yang ditemukan dengan suaminya. Konon langit kelima itu
  terbuat dari perak dan ada yang mengatakan dari emas. Di langit kelima itu
  bernama Al-Mushirah. Kemudian malaikat yang bertugas di situ berkata:
  “Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya dan letakkan dia
  di atas pundaknya. Aku adalah malaikat pengurus kedengkian. Sesungguhnya ia
  dulu dengki kepada orang yang belajar dan beramal seperti dia. Setiap orang
  yang lebih banyak beribadat daripada dia, ia pun dengki kepadanya dan
  menggunjingkannya.
 
Dalam .Minhajul ‘Abidiin
  disebutkan: Kemudian para malaikat itu berkata: Aku adalah malaikat pengurus
  kedengkian. Ia dulu dengki kepada orang-orang atas karunia yang diberikan
  Allah kepada mereka. Ia telah membenci apa yang diridai Allah, Tuhanku telah
  memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju
  malaikat lain, yakni sesudah langit ini.
 
Nabi
  berkata: Kemudian para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bersinar
  seperti matahari berupa salat, zakat, haji, umrah, jihad dan puasa, lalu
  mereka membawa amal itu ke langit keenam. Konon langit itu terbuat dari emas
  dan ada yang mengatakan dari permata dan namanya Al-Khalishah.
 
Malaikat
  yang bertugas di situ bernama Thuthail, ia berkata: Berhentilah kalian dan
  pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya. Ia dulu tidak mengasihani seorang pun
  dari hamba-hamba Allah yang ditimpa cobaan atau penyakit, tetapi ia gembira
  dengannya. Aku adalah malaikat pengurus rahmat. Tuhanku memerintahkan kepadaku
  untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lainnya yakni
  malaikat penjaga sesudahku.
 
Nabi  berkata:
  Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba berupa puasa, salat, nafagah
  untuk menegakkan agama Allah, jihad fi sabilillah dan wara (berhati-hati dalam
  membedakan antara halal dan haram). Amal itu mengeluarkan suara seperti suara
  lebah dan sinar seperti sinar matahari.
 
Dalam
  Minhajul “Abidin disebutkan: Ia mengeluarkan suara seperti guntur dan sinar
  seperti kilat. Amal itu disertai 3000 malaikat. Mereka membawanya ke langit
  ketujuh. Konon ia terbuat dari yagut merah dan namanya Al-Labiyah. Tasbih yang
  diucapkan penghuninya ialah “subhana khaligin nuur” (Maha Suci Tuhan Pencipta
  Cahaya). Barangsiapa mengucapkannya, ia mendapat pahala seperti pahala
  mereka.
 
Kemudian malaikat yang bertugas di situ
  berkata kepada mereka: Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini pada wajah
  pemiliknya dan pukullah anggota-anggota tubuhnya, lalu pukulkan amal itu pada
  jantungnya. Aku adalah malaikat pengurus kemasyhuran. Aku bertugas menutupi
  dari Tuhanku semua amal yang tidak ditujukan untuk mendapatkan keridaan
  Tuhanku.
 
Sesungguhnya ia menginginkan selain
  Allah dengan amalnya. Ia menginginkan kemuliaan di antara para ulama,
  kedudukan di antara para pembesar dan kemasyhuran di antara masyarakat supaya
  tersiar di kota-kota. Tuhanku memerintah-kan kepadaku untuk tidak membiarkan
  amalnya melewati aku menuju malaikat lainnya. Setiap amal yang tidak karena
  Allah  secara murni, maka itu adalah riya dan Allah tidak menerima amal
  orang yang riya.
 
Nabi  berkata: Para
  malaikat pencatat naik membawa amal hamba berupa salat, zakat, puasa, haji,
  umrah, akhlak yang baik, diamnya orang itu dari segala yang tidak berguna di
  dunia dan akhirat serta dzikrullah, lalu para malaikat dari tujuh lapis langit
  mengantarkannya hingga mereka melewati semua tabir menuju Allah , lalu
  berhenti di hadapan-Nya dan menjadi saksi baginya atas amalnya yang salih dan
  diikhlaskan untuk Allah 
 
Kemudian Allah 
  berkata: Kalian adalah para pencatat amal hamba-Ku dan Akulah Yang Mengawasi
  isi hatinya. Sesungguhnya ia tidak menginginkan Aku dengan amal mi, tetapi
  menginginkan selain Aku. la tidak mengikhlaskannya untuk-Ku sedang Aku lebih
  tahu tentang apa yang diinginkannya dengan amalnya.
 
Kutukan-Ku
  akan menimpanya. la telah menipu para manusia dan menipu kalian, tetapi tidak
  bisa menipu Aku sedang Aku Maha Mengetahui segala yang tersembunyi dan
  mengetahui isi hati. Tidaklah tersembunyi sesuatu apa pun dari-Ku.
  Pengetahuan-Ku tentang apa yang telah terjadi sama dengan pengetahuan-Ku
  tentang apa yang sedang terjadi. Pengetahuan-Ku tentang apa yang sudah lewat
  sama dengan pengetahuan-Ku tentang apa yang akan terjadi.
 
Pengetahuan-Ku
  tentang orang-orang yang terdahulu sama dengan pengetahuan-Ku tentang
  orang-orang yang kemudian. Aku mengetahui segala rahasia dan lebih tersembunyi
  dari itu.
 
Bagaimana hamba-Ku bisa menipu Aku
  dengan amalnya. Sesungguhnya ia hanya bisa menipu para makhluk yang tidak
  mengetahui sesuatu yang gaib sedang Aku Maha Mengetahui segala yang gaib. Maka
  laknat-Ku dan laknat kami akan menimpanya. Kemudian ia dilaknat oleh langit
  yang tujuh dan, penghuninya.
 
Kemudian Mu’adz
  menangis dan meratap dengan keras sambil berkata: Aku bertanya kepada
  Rasulullah: Ya Rasulullah, engkau adalah utusan Allah, sedang aku adalah
  Muw’adz bin Jabal. Bagaimana aku bisa selamat dari semua itu? Kemudian
  Nabi  menjawab: Ikutilah aku, meskipun ada kekurangan dalam amalmu. Hai
  Muw’adz, peliharalah lisanmu dari mengumpat saudara-saudaramu para penghafal,
  AlQuran khususnya dan pikullah dosa-dosamu sendiri dan jangan membebankannya
  pada mereka, jangan memuji dirimu dengan mencela mereka, jangan mengangkat
  dirimu di atas mereka dengan merendahkan mereka, jangan masukkan amalan dunia
  dalam amalan akhirat dan jangan bersikap riya dalam amalmu, janganlah engkau
  menyombong-kan diri di majelismu supaya orang-orang takut kepada akhlak-mu
  yang buruk dan janganlah engkau berbisik kepada seseorang atau seorang teman
  sedang di dekatmu ada orang lain. Janganlah engkau membanggakan diri kepada
  orang lain supaya tidak terputus darimu kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat.
  Janganlah engkau merobek-robek (mencaci maki) orang lain dengan lisanmu supaya
  engkau tidak dirobek-robek oleh anjing-anjing neraka pada hari kiamat di dalam
  neraka.”
 
Allah berfirman: “Wan nassyithaati
  nasythan.” Tahukah engkau apakah itu hai Mu’adz?”
 
Aku
  menjawab: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya Rasulullah.”
 
Nabi 
  berkata: “Mereka adalah anjing-anjing di neraka yang mencabuti daging dari
  tulang.” Aku berkata: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya Rasulullah.”
 
Siapa
  yang bisa menanggung kejadian ini dan siapa yang bisa selamat darinya?
  Nabi  menjawab: “Hai Mu’adz, sesungguhnya itu adalah mudah atas siapa
  yang dimudahkan Allah baginya. Sesungguhnya cukuplah bagimu untuk , menghadapi
  semua itu bila engkau menyukai pada orang lain apa yang engkau sukai bagi
  dirimu dan membenci pada mereka apa yang engkau benci pada dirimu. Hai Mu’adz,
  dengan begitu engkau telah selamat.”
 
Khalid bin
  Madan rahimahullah berkata: “Maka tidaklah kulihat seseorang yang lebih banyak
  membaca Al-Quran dari pada Mu’adz lantaran hadis yang agung ini.”
 
Wahai
  orang yang menyukai ilmu, renungkanlah hal-hal ini dan berlindunglah dengan
  Tuhanmu, Tuhan seluruh alam dan mohonlah dengan penuh kerendahan diri sambil
  merengek dan menangis sepanjang malam dan siang bersama orang-orang yang
  berdoa dengan khusyuk, karena tidaklah selamat dari bencana ini, kecuali
  dengan pemeliharaanNya. Maka perangilah nafsumu dalam menghadapi hambatan ini
  supaya engkau tidak binasa bersama orang-orang yang binasa. Ketahuilah, bahwa
  sebab terbesar dalam kokohnya sifat-sifat keji ini di dalam hati adalah
  mencari ilmu untuk membanggakan diri dan bersaing.
 
Kebanyakan
  orang awam jauh dari sifat keji ini, sedangkan orang yang berilmu menjadi
  sasaran sifat-sifat ini dan cenderung mengalami kebinasaan karenanya.
 
Maka
  pikirlah mana urusanmu yang lebih penting. Apakah engkau belajar cara
  menghindari hal-hal yang membinasakan ini dan berusaha memperbaiki hatimu
  serta membangun akhiratmu ataukah lebih mementingkan ikut berbicara yang tidak
  perlu bersama orangorang, sehingga engkau dapatkan ilmu yang menyebabkan
  tambahan kesombongan, riya dengki dan kebanggaan diri hingga engkau binasa
  bersama orang-orang yang binasa. Ketahuilah bahwa tiga sifat pertama ini
  merupakan induk berbagai kekejian hati. Pengarang menganggap kesombongan dan
  kebanggaan diri sebagai satu sifat karena keduanya saling berhubungan dan
  hampir sama. Oleh karena itu keduanya tidak disebut diawal bab.
 
Ketiga
  sifat mempunyai satu asal, yaitu cinta dunia. Oleh karena itu Nabi 
  bersabda: “Cinta dunia itu adalah pangkal setiap dosa.” Sesungguhnya cinta itu
  menjerumuskan dalam hal-hal yang syubhat, kemudian yang makruh, kemudian yang
  diharamkan.
 
Bilamana cinta dunia adalah pangkal
  setiap dosa, maka benci dunia adalah pangkal setiap kebaikan. Hadis ini
  diriwayatkan oleh Baihagi dari Hasan Al-Bashri secara mursal. Demikian
  disebutkan dalam Al-Jaami’ Ash-shaghir dan syarahnya. Az-Zargani berkata: ”Ini
  adalah perkataan Malik bin Dinar sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya.
  Atau perkataan Isa  sebagaimana diriwayatkan oleh Baihagi dalam kitab
  Az-Zuhd.”
 
Ia berkata dalam Syw’abul Innan: ”Ini
  tidak berasal dari Nabi , tetapi dari mursal Hasan Al-Bashri. Meskipun
  demikian, dunia adalah tempat tanaman untuk negeri akhirat. Barangsiapa yang
  mengambil sesuatu dari dunia sekadar kebutuhannya untuk menggunakan dalam
  mencapai kebahagiaan akhirat, maka dunia menjadi tempat tanamannya: Dan siapa
  yang menginginkan dunia untuk bersenang-senang dengannya, maka dunia adalah
  tempat kebinasaannya.
 
Seorang ulama berkata:
  “Mencari penghasilan adalah wajib dan  terbagi menjadi empat macam.”
 
Fardu,
  yaitu mencari sekadar yang mencukupi bagi dirinya, keluarga dan agamanya.
  Mustahab, yaitu yang melebihi dari itu untuk menolong orang miskin atau
  menyambung hubungan kekeluargaan dan itu lebih dari utama dari pada ibadat
  sunah. Mubah, yaitu mencari yang lebih dari itu untuk bersenang-senang dan
  berhias. Haram, yaitu mencari sebanyak mungkin untuk membanggakan jumlahnya
  yang banyak dan membanggakan diri.
 
Semua yang
  tersebut di atas adalah sekelumit dari ilmu takwa yang lahir, yaitu permulaan
  hidayat. Jika engkau uji nafsumu dengan permulaan ini dan ia tunduk kepadamu
  untuk menunaikan maksudnya, maka hendaklah engkau berpegang pada kitab Ihya”
  Ulumiddin supaya engkau mengetahui cara mencapai batinnya takwa.
 
Saya
  nukil dari kitab Ihya’ Ulumuddin sesuatu yang patut dihadirkan di dalam hati
  pada setiap rukun dan syarat dari amal-amal salat. Yaitu, apabila engkau
  mendengar panggilan muazin, maka bayangkanlah dalam hatimu kedahsyatan
  panggilan itu pada hari kiamat dan engkau siapkan lahir dan batinmu untuk
  menjawab dan segera memenuhi panggilan itu. Karena orang-orang yang segera
  memenuhi panggilan ini adalah orang-orang yang dipanggil dengan lembut pada
  hari penunjukkan amal terbesar.
 
Maka hadapkan
  hatimu kepada panggilan ini. Jika engkau dapati dia gembira dan penuh dengan
  kesukaan untuk ,bersegara, maka ketahuilah bahwa telah datang kepadamu
  panggilan dengan membawa gembira. Dan apabila engkau bersuci, maka janganlah
  engkau lalai dari hatimu. Berusahalah engkau untuk menutupi aurat, maka
  ketahuilah bahwa maknanya ialah menutupi keburukan-keburukan badanmu dari
  pandangan manusia. Maka bagaimana pendapatmu tentang kejelekankejelekan di
  hatimu dan berusahalah untuk menutupinya, karena ia tidaklah bisa dihapus,
  kecuali dengan rasa penyesalan, malu dan takut. Adapun menghadap kiblat, maka
  pusatkan perhatianmu ke arah Baitullah. Oleh sebab itu, hendaklah wajah hatimu
  selalu menyertai anggota badanmu.
 
Ketahuilah
  bahwa sebagaimana wajah, ia tidak menghadap ke arah Baitullah, kecuali dengan
  meninggalkan lainnya, demikian pula hati tidak menghadap Allah , kecuali
  dengan mengosongkannya dari selain Allah. Adapun “tidak dengan berdiri, ia
  adalah tampilnya badan dan hati di hadapan Allah  Ketika itu hendaklah
  kepala menunduk sebagai peringatan kepada hati agar selalu bersikap tawadhu’
  dan menjauhi kesombongan. Ingatlah dalam keadaan itu kehebatan berdiri di
  hadapan Allah  pada hari kiamat ketika amal-amal ditunjukkan untuk
  ditanya. Adapun niat, maka bertekadlah memenuhi seruan Allah  dalam
  mematuhi perintah-Nya untuk mengerjakan salat dan menyempurnakannya serta
  menghindari hal-hal yang memsakkannya dan mengikhlaskan semuanya untuk Dzat
  Allah dengan mengharap pahalaNya dan takut kepada hukuman-Nya serta mencari
  kedekatan dari-Nya.
 
Adapun takbir, maka apabila
  lisanmu mengucapkannya, janganlah hatimu mendustakannya. Jika dalam hatimu ada
  sesuatu yang engkau anggap lebih besar daripada Allah, maka Allah menyaksikan
  bahwa engkau dusta. Adapun doa iftitah, awal kalimatnya adalah perkataanmu:
  Kuhadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan bukanlah
  yang dimaksud wajah yang nampak, karena engkau hanya menghadapkannya ke arah
  kiblat sedangkan Allah tidak dibatasi oleh arah. Sesungguhnya hatilah yang
  kita hadapkan kepada Pencipta langit dan bumi.
 
Maka
  lihatlah kepadanya, apakah ia memikirkan urusan dunia dan mengikuti syahwat
  atau menghadap kepada Pencipta langit. Apabila engkau katakan: Hanii an
  musliman, (secara lurus sebagai orang muslim), maka hendaklah engkau renungkan
  bahwa orang muslim itu ialah orang yang tidak mengganggu sesama muslim dengan
  lisan atau tangannya. Jika tidak, maka engkau dusta. Apabila engkau katakan:
  ”Dan bukanlah aku termasuk orang musyrik,” maka renungkanlah syirik
  tersembunyi dan waspadalah terhadap syirik ini. Karena nama syirik berlaku
  untuk yang sedikit maupun yang banyak. Apabila engkau katakan: Hidup dan
  matiku bagi Allah, maka ketahuilah bahwa ini adalah keadaan seorang hamba yang
  hilang untuk dirinya dan ada untuk Tuannya.
 
Apabila
  engkau katakan: Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk,
  maka ketahuilah bahwa ia adalah musuhmu dan selalu berusaha memalingkan hatimu
  dari Allah  karena dengki kepadamu atas munajatmu dengan Allah dan
  sujudmu kepada-Nya. Ketahuilah bahwa termasuk tipu daya setan adalah
  menyibukkan dalam salatmu dengan mengingat akhirat dan memikirkan perbuatan
  akhirat untuk mencegahmu dari memahami apa yang engkau baca. Maka ketahuilah
  bahwa segala apa yang melalaikanmu dari memahami maknamakna bacaanmu, maka itu
  adalah was-was. Karena gerakan lisan tidaklah dituju, tetapi yang dituju
  adalah makna-maknanya.
 
Apabila membaca:
  Bismillahi” Rahmanir Rahim, rnaka niatkanlah tabarruk dengannya karena
  mengawali bacaan dengan kalamullah. Pahamilah bahwa maknanya: Segala sesuatu
  itu tergantung pada Allah dan yang dimaksud dengan nama di sini adalah pemilik
  nama itu sendiri. Makna alhamdu adalah bahwa segala syukur itu bagi Allah,
  karena segala kenikmatan berasal dari Allah. Apabila engkau ucapkan
  Ar-Rahmanir Rahim, rnaka hadirkan dalam hatimu segala macam karunia-Nya supaya
  rahmat-Nya menjadi jelas bagimu. Kemudian resapkan pengagungan bagi Allah
  dalarn hatimu dan rasa takut terhadap kedahsyatan hari kiamat dengan
  perkataanmu: Maaliki yaumuiddin.
 
Kemudian
  perbaharuilah keikhlasan dengan perkataanmu: iyyakta na ‘budu dan
  perbaharuilah ketidakmampuan, kebutuhan dan kebebasan dari daya dan kekuatan
  dengan perkataanmu: Wa iyyaaka nastta’iin.
 
Kemudian
  mintalah hajatmu yang terpenting dan ucapkanlah: Ihdinash shirotol mustagiim.
  Kemudian mohonlah ijabah (pengabulan doa) dengan mengucapkan: Amin. Apabila
  engkau membaca Al-Fatihah, maka engkau termasuk orang-orang yang dikatakan
  Allah  dalam hadis yang diriwayatkan dari Nabi : “Aku membagi salat,
  yakni bacaannya antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua, yakni separuhnya bagi-Ku
  dan separuhnya bagi hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya. Apabila
  hamba mengucapkan, Alhamdulillahi Robbil ‘aalamiin, Allah , berkata: “Hamba-Ku
  memuji-Ku.” Apabila hamba mengucapkan: Ar-Rahmanir Rahiim, Allah 
  berkata: “Hamba-Ku menyanjung-Ku.” Apabila hamba mengucapkan: Maaliki
  yaumiddiin, Allah  berkata: “Hamba-Ku mengagungkan Aku.” Apabila hamba
  mengucapkan: Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in, Allah  berkata:”Ini
  antara Aku dan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.”
 
Apabila
  hamba mengucapkan: lldinash shirorol mustagim, shirotol ladziina anamta
  ‘alaihim ghairil maghdluubi alaihim wa ladidhoollium, maka Allah 
  berkata: “Ini bagi hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.”
 
Adapun
  berdiri yang lama, maka itu adalah peringatan untuk menegakkan hati bersama
  Allah dengan kehadiran penuh. Adapun rukuk dan sujud, hendaklah engkau
  mengingat berulang kali kebesaran Allah dan engkau angkat kedua tanganmu
  seraya berlindung dengan maaf Allah  dari hukuman-Nya. Apabila engkau
  duduk menghadap-Nya, maka duduklah dengan sopan dan hadirkan Nabi  di
  dalam hatimu sebagai pribadi yang mulia, kemudian renungkan bahwa Allah
  menjawab salammu dengan penuh sebanyak hamba-hamba-Nya yang salih. Kemudian
  engkau saksikan bahwa Allah Maha Esa dan Muhammad  adalah nabi dan
  rasul-Nya dengan memperbaharui janji kepada Allah  dengan mengulangi dua
  kalimat syahadat.
 
Kemudian berdoalah di akhir
  salatmu dengan doa yang diriwayatkan dari Nabi  Tunjukkan sikap tawadhu’,
  khusyuk dan harapan yang tulus bahwa doamu akan terkabul. Ikutkan dalam doamu
  kedua orang tuamu dan orang-orang mukmin lainnya. Ketika memberi salam
  niatkanlah salam itu untuk para malaikat dan hadirin dan akhirilah salat
  dengannya. Sembunyikanlah dalam hatimu rasa syukur kepada Allah  atas
  taufikNya untuk menyempurnakan ketaatan ini. Bayangkan bahwa engkau berpamitan
  dengan salatmu ini dan barangkali engkau tidak hidup lebih lama lagi untuk
  menunaikannya. Takutlah bahwa salatmu tidak diterima dan engkau dibenci dengan
  sebab itu lahir dan batin hingga ditolak salatmu di depanmu. Meskipun begitu,
  berharaplah bahwa Allah  akan menerimanya dengan kemurahan dan
  karunia-Nya.
 
Di antara mereka ada yang tinggal
  sesaat sesudah salat seakan-akan ia sakit. Maka hendaklah manusia memeriksa
  salatnya dan gembira atas kadar yang telah dikerjakannya dengan sempurna serta
  menyesali ketinggalannya. Hendaklah ia berijtihad untuk terus melakukan itu.
  Apabila engkau penuhi batin hatimu dengan ketakwaan, maka ketika itu
  tersingkaplah tabir antara engkau dengan Tuhanmu dan tersingkap pula cahaya
  makrifat. Sumber-sumber hikmah memancar dari hatimu rahasiarahasia kerajaan
  Allah (Al-mulk dan Al-malakuut).
 
Al-mulk adalah
  segala yang engkau saksikan dengan penglihatan matamu sedangkan Al-malakuut
  adalah segala sesuatu yang bisa engkau ketahui dengan mata hatimu. Dengannya
  engkau akan mudah memperoleh ilmu ladunni berupa rahasia-rahasia mukasyafah
  dan ma’arif tanpa berusaha dan bersusah payah sehingga engkau anggap remeh
  ilmuilmu baru yang belum pernah ada di zaman para sahabat dan tabi’in
  radhiyallahu ‘anhum seperti fikih dan nahwu serta lainnya.
 
Diceritakan
  bahwa Imam Al-Ghazali ketika menjadi imam di masjidnya, sementara saudaranya
  bernama Ahmad tidak mengikutinya. Maka Imam Al-Ghazali berkata kepada ibunya:
  Hai ibuku, suruhlah saudaraku Ahmad untuk mengikuti aku dalam salatku supaya
  orangorang tidak menuduhku atas perbuatanku yang buruk. Kemudian ibunya
  menyuruh Ahmad mengikuti Al-Ghazali menjadi makmum dalam shalamya, maka
  saudaranya mengikutinya. Kemudian ia melihat darah dalam perut Al-Ghazali.
  Maka saudaranya memisahkan diri darinya. Setelah selesai salat, Imam Ghazali
  bertanya kepadanya tentang sebab pemisahan dirinya dalam salat. Saudaranya
  menjawab: “Aku melihat perutmu penuh dengan darah.” Al-GHazali bertanya: “Dari
  mana engkau belajar ilmu itu?”
 
Saudaranya
  menjawab: “Aku mempelajarinya dari Asy-Syeikh Al-Utaqi. Seorang menjahit
  sandal-sandal yang sudah usang dan memperbaikinya. Kemudian Al-Ghazali pergi
  kepada Asy-Syeikh AlKharrazi.
 
Al-Ghazali berkata
  kepadanya:” Wahai tuanku, aku ingin belajar ilmu darimu”. Asy-Syeikh berkata:
  “Barangkali engkau tidak sanggup mentaati perintahku.”
 
Al-Ghazali
  berkata: ”Insya’ Allah aku sanggup”. Kemudian AsySyeikh berkata: “Sapulah
  lantaimu.” Ketika Al-Ghazali hendak menyapu dengan sapu, Asy-Syeikh menyuruh
  menyapu lantai itu dengan tangannya. Maka Al-Ghazali menyapu dengan tangannya.
  Kemudian ia melihat kotoran (tahi) banyak sekali di lantai tersebut.
  Asy-Syeikh berkata: “Sapulah kotoran itu.” Ketika Al-Ghazali hendak melepaskan
  bajunya, Asy-Syeikh berkata kepadanya: ”Sapulah lantai itu dengan baju yang
  engkau pakai.” Ketika Al-Ghazali dengan senang hati hendak menyapunya,
  Asy-Syeikh melarangnya dan menyuruh pulang ke rumahnya. Setelah Al-Ghazali
  kembali dan tiba di madrasahnya, yaitu tempat mengajarkan ilmu kepada para
  pelajar, ia berkata kepada para santrinya: “Ini tempat kita bermain bersama
  anak-anak kecil.”
 
Allah  telah memberinya
  ilmu-ilmu ladunni dan ketika itu ia menyadari bahwa semua ilmu yang
  diajarkannya kepada muridnya adalah ilmu yang tak ada apa-apanya dibandingkan
  dengan ilmu-ilmu yang ditanamkan Allah dalam hatinya tanpa berusaha dan
  bersusah-payah. Jika engkau mencari ilmu dari berdebat, maka betapa besarnya
  musibahmu dan betapa lamanya kepayahanmu serta betapa besarnya kerugianmu.
 
Maka
  kerjakanlah apa saja yang engkau sukai dari hal-hal yang dilarang jika engkau
  tidak takut binasa. Karena engkau tak akan mendapatkan dunia dengan menjual
  agama, dan akhiratmu juga akan lenyap (meninggalkanmu). Maka siapa yang
  mencari kesenangan dunia dengan menjual agama, ia pun rugi kedua-duanya. Dan
  siapa yang meninggalkan kesenangan dunia demi agama, ia pun beruntung
  keduaduanya. Sesungguhnya dunia adalah musuh Allah dan musuh para wali-Nya
  serta musuh dari para musuh Allah. Adapun permusuhannya terhadap Allah , maka
  ia putuskan jalan dari para wali-Nya. Adapun permusuhannya terhadap para wali
  Allah, maka disebabkan ia berhias bagi mereka dan membutakan mereka dengan
  keindahannya sehingga mereka menanggung pahitnya kesabaran dalam memutuskan
  hubungan dengannya.
 
Sedangkan permusuhannya
  dengan musuh-musuh Allah adalah mereka menikmatinya dalam waktu yang lama
  hingga mereka mengandalkannya. Semua yang tersebut ini adalah petunjuk menuju
  permulaan jalan dalam perlakuanmu terhadap Allah  dengan menunaikan
  segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
 
Saya
  nasihatkan kepadamu sekarang dengan sejumlah adab supaya engkau bisa
  mengoreksi dan mengobati dirimu dalam pergaulanmu dengan para hamba Allah dan
  ketika engkau berteman dengan mereka di dunia. Adab ialah perlakuan terpuji
  berupa perkataan dan perbuatan dengan akhlak dan sifat-sifat yang baik seperti
  menunjukkan wajah yang menyenangkan, perjumpaan yang baik serta mengambil
  sesuatu dengan cara yang baik.
 
Ibnu Atha’illah
  berkata: “Adab ialah menjalankan segala sesuatu yang dipandang baik.” Ada yang
  mengatakan: “Ia adalah penghormatan kepada orang yang lebih tinggi dan kasih
  sayang terhadap yang lebih rendah kedudukannya.” Seorang ulama terdahulu
  berkata: “Adab ibarat makanan tubuh, yang harus di olah dahulu sebelum
  memakannya makanan yang dibuat, demikian pula makanan akal adalah adab-adab
  yang didengar.”
 
Seorang penyair berkata:
Tidaklah
  setiap waktu engkau lihat berguna maka peliharalah jalan adab niscaya kau
  lihat Allah menyingkap sesuatu yang tersembunyi hingga kau peroleh pahala dan
  kau capai pangkat yang tinggi
  Adab Bergaul Dengan Al-Khaliq Dan Sesama
Ketahuilah bahwa seseorang yang tidak akan pernah berpisah dengan
  Tuhannya baik dalam perjalanan, di waktu tidur dan jaga, bahkan di masa hidup
  dan kematian di dunia ini. Dia adalah Tuan, Pemimpin dan Penciptanya, di
  manapun ia mengingat-Nya dengan lisan atau hatinya, maka Dia adalah teman
  dudukmu. Dalam hadis Oudsi Allah  berfirman: ”Aku adalah teman duduk
  orang yang menyebut-Ku.”
Allah  berfirman: “Hai hamba-Ku, Aku
  tergantung pada sangkaanmu terhadap-Ku dan Aku menyertaimu dengan taufik atau
  Aku menyertai dengan pengetahuan-Ku ketika engkau menyebut-Ku sehingga Aku
  mendengar apa yang engkau katakan dan mengabulkan doamu.”
Ini dan
  semacamnya adalah mengenai zikir dalam keadaan sadar, bukan dalam keadaan
  lalai.
Allah  berfirman:
“Hai anak Adam, jika
  engkau menyebut-Ku dalan keadaan sendiri, maka Aku menyebutmu dalam keadaan
  sendirian. Jika engkau menyebut-Ku dalam suatu majelis, maka Aku menyebutmu
  dalam majelis yang lebih baik darinya. Jika engkau mendekat dari-Ku sehasta,
  maka Aku mendekat darimu sedepa. Dan jika engkau mendatangi Aku dengan
  berjalan, maka Aku mendatangimu dengan berlari.”
Artinya ialah jika
  engkau menyebut Allah dengan diam-diam secara ikhlas dan menjauhi riya, maka
  Allah segera memberimu pahala sesuai dengan amalmu. Jika engkau menyebut Allah
  dalam sekelompok orang untuk membanggakan dan mengagungkan-Nya di antara para
  makhluk-Nya, maka Allah akan menyebutmu di antara para malaikat yang
  didekatkan dan arwah para rasul untuk membanggakanmu dan mengagungkan
  derajatmu. Dan jika engkau mendekat kepada Allah dengan ijtihad dan ikhlas
  dalam mentaati-Nya, maka Allah mendekatkanmu dengan hidayat dan taufik. Jika
  engkau menambah, maka Allah pun menambah ganjarannya.
 
Demikian
  disebutkan oleh Al-Azizi. Bilamana patah hatimu dan sedih atas kecerobohanmu
  mengenai hak agamamu, maka Dia adalah temanmu dan pendampingmu. Karena
  Allah  berfirman dalam hadis Oudsi:” Aku menyertai orang-orang yang patah
  hatinya demi Aku.”
 
Yakni Allah bersama
  orang-orang yang khusyuk dengan taufik karena kecerobohan dalam melakukan
  ketaatan dan melakukan maksiat. Andaikata engkau mengenai Allah dengan
  sebenarnya, niscaya engkau menjadikan-Nya sebagai teman dan mengesampingkan
  orang-orang.
 
Seorang penyair berkata:
 
Sejak
  aku mengenal Tuhan, aku tidak mengenal lainnya begitu pula selain Dia
  terlarang di dekat kami Sejak aku berkumpul aku tak takut berpisah sekarang
  aku pun sampai dan berkumpul
 
Seorang penyair
  berkata dari Bahrul Basiith:
 
Segala sesuatu yang
  engkau tinggalkan tentu ada gantinya tetapi jika engkau tinggalkan Allah maka
  tidak ada gantinya.
 
Jika engkau tidak bisa
  melakukan itu dalam seluruh waktumu, maka janganlah engkau kosongkan malam dan
  siangmu dari suatu waktu dimana engkau menyendiri bermunajat kepada Allah.
  Hendaklah engkau pelajari adab-adab berteman dengan Allah
 
Adab
  bergaul dengan Allah ada empat belas:
 
   
  Menundukkan kepala dan merendahkan pandangan.
 
   
  Memusatkan perhatian kepada Allah.
 
   
  Memperbanyak diam disertai dengan zikirullah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi
  :” Hendaklah engkau banyak diam, karena hal itu bisa mengusir setan.”
 
   
  Menenangkan anggota badan dari gerakan yang sia-sia. Karena pada waktu itu
  dituntut khusyuk, tunduk dan kehadiran hati bersama Allah
 
   
  Segera mematuhi perintah.
 
   
  Menjauhi larangan.
 
    Sedikit
  menyanggah takdir.
 
Nabi bersabda: “Sembahlah
  Allah dengan keridaan. Jika engkau tidak mampu, maka terdapat kebaikan yang
  banyak dalam kesabaran atas apa yang tidak engkau sukai.”
 
Allah 
  berfirman:
 
“Aku adalah Allah, tiada Tuhan selain
  Aku. Maka siapa yang tidak sabar atas cobaan-Ku dan tidak mensyukuri nikmat-Ku
  serta tidak menerima keputusan-Ku, biarlah ia mencari Tuhan selain Aku.”
 
Abu
  Ali Ad-Daggag rahimahullah berkata: “Bukanlah keridaan itu bila seseorang
  tidak merasakan cobaan, tetapi keridaan itu adalah bila ia tidak menyanggah
  hukum dan keputusan Allah.”
 
Diceritakan dari
  Asy-Syeikh Afifuddin Az-Zahid bahwa ketika berada di Mesir ia mendengar
  tentang penyerbuan suku Tartar ke Baghdad. Maka ia pun tidak bisa menerimanya
  dan berkata: “Ya Robb, bagaimana terjadi kehancuran ini sedang di antara
  mereka terdapat anak-anak dan orang-orang tak berdosa?”
 
Kemudian
  ia bermimpi melihat seorang lelaki yang di tangannya terdapat sebuah kitab
  bertulisan dua bait syair:
 
Tinggalkan sanggahan
  itu, karena kejadian itu bukan urusanmu dan jangan menghakimi tentang
  gerakan-gerakan alak Janganlah engkau tanyakan kepada Allah tentang
  perbuatan-Nya barangsiapa memasuki gelombang laut, ia pun binasa.
 
   
  Senantiasa berzikir, yakni dengan lisan dan hati.
 
   
  Selalu memikirkan tentang nikmat Allah dan keagunganNya.
 
   
  Mengutamakan kebenaran di atas kebatilan.
 
   
  Tidak mengandalkan manusia dalam segala keperluan, baik di waktu bepergian
  maupun di dalam kota, karena manusia tidak bisa memberikan manfaat dan tidak
  menimbulkan bahaya (tanpa kehendak Allah).
 
   
  Tunduk disertai rasa takut kepada Allah
 
   
  Bersedih disertai rasa malu kepada Allah atas kecerobohan dalam ibadat.
 
   
  Tidak mengandalkan siasat dalam mencari penghasilan karena percaya pada
  jaminan Allah Allah berfirman: “Dan tidak ada suatu binatang melata (yakni
  makhluk bernyawa) pun di bumi, melainkan Allah yang memberi rezekinya.”
 
   
  Huud: 6.
 
Dan bersandar pada karunia Allah karena
  mengetahui pilihan Allah yang baik. Semua adab ini patut menjadi peganganmu
  dalam seluruh malam dan siangmu. Karena adab-adab ini adalah adab-adab
  berteman dengan sesama yang tidak meninggalkanmu dalam seluruh waktumu
  sementara manusia seluruhnya meninggalkanmu.
 
Allah 
  berfirman: “Dan Dia selama bersama kamu dimana pun kamu berada.”
 
Jika
  engkau seorang alim, maka adab-adab orang alim ada tujuh belas.
 
   
  Menerima pertanyaan yang diajukan oleh murid-muridnya dan sabar atas hal
  itu.
 
    Tidak terburu-buru dalam
  segala urusan.
 
    Duduk dengan
  penuh wibawa disertai ketenangan dan menundukkan kepala.
 
   
  Tidak bersikap sombong kepada semua manusia, kecuali terhadap orang-orang yang
  zalim dan terang-terangan menunjukkan kezalimannya untuk mencegah mereka
  berbuat zalim. Karena bersikap sombong terhadap orang-orang yang sombong
  adalah sedekah seperti tawadhu terhadap orang-orang yang bersikap tawadhu.
 
   
  Mengutamakan tawadhu’ di tempat-tempat pertemuan dan majelismajelis.
 
   
  Tidak bermain dan bercanda.
 
   
  Menunjukkan kasih sayang kepada pelajar di waktu mengajarnya dan bersabar
  terhadap siswa yang tidak pandai bertanya tetapi mengaku mengetahui sesuatu
  sedang ia tidak mengetahuinya, yaitu engkau perlakukan dia dengan sikap dan
  perkataan yang baik.
 
   
  Memperbaiki siswa yang bebal dengan bimbingan yang baik.
 
   
  Tidak memarahi siswa yang bebal dan tidak menyindirnya.
 
   
  Tidak sombong, tidak segan dan tidak malu mengatakan: ”Saya tidak tahu,” atau
  mengatkan: “Wallahu Alam,” jika masalahnya tidak jelas atau tidak
  diketahui.
 
Diriwayatkan dalam hadis bahwa seorang
  lelaki bertanya kepada Nabi : “Negeri mana yang paling buruk?”
 
Nabi
  menjawab: “Aku tidak tahu, aku akan menanyakannya kepada Jibril.” Jibril
  menjawab: “Aku tidak tahu. Aku akan menanyakannya kepada Robbil izzah.”
 
   
  Memusatkan perhatian kepada penanya dan memahami pertanyaannya untuk menjawab
  masalahnya.
 
    Menerima dalil
  yang benar dan mendengarkannya, meskipun dari lawan, karena mengikuti
  kebenaran adalah wajib.
 
    Tunduk
  kepada kebenaran dengan kembali kepadanya ketika bersalah, sekalipun kebenaran
  itu dari orang yang lebih rendah kedudukannya.
 
   
  Melarang siswa mempelajari ilmu yang membahayakan dalam agama seperti ilmu
  sihir, nujum dan ramal.
 
   
  Melarang siswa dari mengharap selain rida Allah dan negeri akhirat dengan ilmu
  yang berguna.
 
    Mencegah siswa
  dari menyibukkan diri dengan fardu kifayah sebelum menyibukkan diri dengan
  fardu ‘ain, sedangkan fardu ‘ainnya adalah memperbaiki lahir dan batinnya
  dengan ketakwaan, yakni dengan menunaikan ibadat yang lahir dan batin dan
  menjauhi maksiat lahir dan batin sebagaimana disebutkan dalam kitab ini.
 
   
  Mengutamakan memperbaiki diri sendiri sebelum menyuruh orang lain berbuat
  kebaikan dan sebelum melarang mereka berbuat kejahatan dengan bertakwa supaya
  diikuti amal perbuatan dan perkataannya oleh siswa.
 
Karena
  bukti perbuatan lebih kuat dari pada bukti perkataan. Abul Aswad berkata:
 
Bila
  engkau menegur teman dan menyalahkannya sedang engkau sendiri berbuat itu,
  maka engkau pun tercela mulailah dengan dirimu dan laranglah dia dari
  penyimpangannya bila engkau berhenti darinya, maka engkau pun bijaksana
  janganlah engkau melarang suatu perbuatan tetapi engkau sendiri melakukannya
  adalah besar kejelekanmu bila engkau melakukannya.
 
Jika
  engkau seorang siswa, maka adab-adab siswa terhadap orang alim (guru) ada tiga
  belas.
 
    Memulai memberi salam
  dan minta izin masuk.
 
    Sedikit
  bicara di hadapannya.
 
    Tidak
  berbicara selama tidak ditanya oleh gurunya.
 
   
  Tidak menanyakan sesuatu sebelum minta izin kepada gurunya lebih dulu.
 
   
  Tidak menyanggah guru dengan perkataan si fulan yang berbeda dengan yang
  engkau katakan atau semacam itu.
 
   
  Tidak menyanggah pendapat guru bila berbeda denganmu, sehingga menjatuhkan
  martabatnya dan mengurangi berkah.
 
   
  Janganlah bertanya kepada teman di majelisnya dan jangan tertawa ketika
  berbicara dengannya.
 
    Tidak
  menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi duduk sambil menundukkan pandangannya
  dengan tenang dan sopan seakan-akan ia di dalam salat.
 
   
  Tidak banyak bertanya kepada gurunya ketika sedang jemu atau bersedih,
  walaupun dengan berdasarkan dugaan yang kuat.
 
   
  Apabila guru berdiri, maka siswa pun berdiri untuk menghormatinya.
 
   
  Tidak mengikuti guru dengan berbicara dan menanyainya.
 
   
  Tidak bertanya dijalan, tetapi tunggulah sampai ia tiba di rumahnya atau
  tempat duduknya.
 
    Tidak
  berburuk sangaka kepadanya mengenai perbuatan-perbuatan yang lahirnya adalah
  mungkar menurut siswa. Guru lebih tahu tentang rahasia-rahasianya. Ingatlah
  kisah Nabi Musa yang berkata kepada Al-Khaidhir bernama Balya’ bin Mulkan: ”
  Mengapa kamu melobangi perahu itu yang berakibat menenggelamkan penumpangnya?
  Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan besar.”
 
Perbuatan
  itu pada lahirnya adalah munkar. Oleh karena itu Musa menyalahkan gurunya
  Al-Khaidir pertama kalinya. Akan tetapi pada hakikatnya sesuai dengan batin
  syariat. Dan akhirnya Musa membenarkan perbuatan gurunya. Hendaklah seorang
  siswa ingat bahwa ia bersalah ketika mempersalahkan gurunya dengan
  mengandalkan dhahirnya, ketahuilah bahwa guru mengetahui rahasia-rahasia.
 
Diriwayatkan
  bahwa ketika Ibnu ‘Arabi sedang mengerjakan salat, para muridnya memperhatikan
  Ibnu ‘Arabi menggerak-gerakkan kakinya berulang kali dalam salat. Selesai
  salat, mereka menanyainya: “Mengapa anda menggerakkan kaki?” Ibnu ‘Arabi
  menjawab: ”Fakhrur Rasi akan wafat dan para setan mengepungnya untuk
  menghilangkan imannya, maka kuusir mereka dengan kakiku hingga ia mati dalam
  keadaan iman.”
 
Jika engkau mempunyai ayah dan
  ibu, maka adab-adab anak terhadap kedua orang tuanya yang muslim ada dua
  belas.
 
    Mendengarkan perkataan
  mereka.
 
    Berdiri menyambut
  keduanya ketika mereka berdiri demi menghormati dan memelihara kehormatan
  mereka, meskipun kedudukan mereka berada di bawahnya.
 
   
  Mematuhi perintahnya selama perintah itu bukan dalam mendurhakai Allah.
 
   
  Tidak berjalan di depan kedua orangnya, tetapi di samping atau dibelakangnya.
  Jika ia berjalan di depan kedua orang karena sesuatu hal, maka tidaklah
  mengapa ketika itu.
 
    ‘Tidak
  mengeraskan suaranya melebihi suara kedua orang tua demi sopan santun terhadap
  mereka. Ini adalah adab yang paling ditekankan sebagaimana dikatakan oleh
  Ar-Ramli dalam Umadatur Raabih.
 
   
  Menjawab panggilan mereka dengan jawaban yang lunak seperti: Labbaik.
 
7,
  Berusahalah keras untuk mencari keridaan kedua orang tua dengan perbuatan dan
  perkataan.
 
    Bersikaplah rendah
  hati dan lemah lembut kepada kedua orang tua seperti melayani mereka. Menyuapi
  makan dengan tangannya bila keduanya tidak mampu dan mengutamakan keduanya di
  atas diri dan anak-anaknya.
 
   
  Tidak mengungkit-ungkit kebaikanmu yang kepada keduanya maupun pelaksanaan
  perintah yang dilakukan olehnya. Seperti ia katakan:” Aku beri engkau sekian
  dan sekian dan aku lakukan begini kepada kamu berdua.” Karena perbuatan itu
  bisa mematahkan hati. Ada yang mengatakan, menyebut-nyebut kebaikan itu bisa
  memutuskan hubungan.
 
    Janganlah
  ia memandang kedua orang tua dengan pandangan sinis.
 
   
  Janganlah bermuka cemberut kepada keduanya.
 
   
  Janganlah bepergian, kecuali dengan izin keduanya, yaitu perjalanan untuk
  jihad, haji tathawwu’, menziarahi para nabi dan wali serta perjalanan yang
  bisa mengancam keselamatan untuk berniaga. Maka perjalanan macam itu
  diharamkan, bilamana tidak diizinkan oleh ayah dan ibu, meskipun diizinkan
  oleh yang lebih dekat darinya. Kecuali perjalanan untuk belajar ilmu yang
  fardu, walaupun kifayah, seperti belajar nahwu dan derajat pemberian fatwa.
  Maka tidaklah diharamkan atasnya, meskipun tidak diizinkan oleh orang
  tuanya.
 
Demikian disebutkan dalam Fathul Mu’iin.
  Adapun ayah dan ibu yang kafir, maka anaknya harus mempergaulinya dengan baik
  dalam halhal yang tidak berkaitan dengan agama selama ia masih hidup.
 
Ketahuilah
  bahwa selain orang-orang yang tersebut ini, yakni orang alim (guru), siswa dan
  kedua orang tua, maka ada tiga golongan dalam hakmu,
 
Mereka
  itu adalah teman-teman, para kenalan atau orang-orang yang belum dikenal
  sebelumnya. Apabila engkau bergaul dengan orang awam yang belum dikenal
  sebelumnya, maka adab di waktu duduk dengan mereka ada lima.
 
   
  Tidak ikut campur pembicaraan mereka.
 
   
  Sedikit mendengarkan cerita-cerita mereka yang buruk dan perkataan mereka yang
  dusta.
 
    Mengabaikan apa yang
  terjadi dari perkataan mereka yang buruk.
 
   
  Menghindari banyak pertemuan dengan mereka dan tidak menampakkan kebutuhan
  kepada mereka.
 
    Mengingatkan
  kesalahan mereka dengan lemah lembut dan nasihat agar mereka mau menerimanya.
  Karena hati orang awam cepat berubah. Maka jika nasihat tidak bermanfaat,
  sebaiknya engkau berpaling darinya.
 
Adapun
  terhadap saudara-saudara dan teman-teman, maka engkau mempunyai dua tugas.
 
Pertama:
  Engkau harus mencari lebih dulu syarat-syarat bersahabat dan berteman.
 
Oleh
  karena itu Janganlah engkau bersaudara, kecuali dengan orang yang cocok untuk
  menjadi saudara dan teman. la harus mempunyai sifatsifat yang disukai dalam
  berteman dengannya dan sesuai dengan faidahfaidah yang diinginkan.
 
Hendaklah
  diketahui bahwa apa yang disyaratkan untuk berteman dalam urusan-urusan dunia
  tidaklah disyaratkan untuk berteman bagi tujuan akhirat. Karena teman itu ada
  tiga macam. Ada teman untuk akhiratmu, ada teman untuk duniamu dan teman
  supaya engkau terhibur dengannya. Tujuan-tujuan ini tidak berkumpul pada satu
  orang, tetapi terpencar-pencar pada sejumlah orang sehingga terbagilah
  syarat-syarat itu pada mereka.
 
Rasulullah 
  bersabda:
 
“Manusia itu mengikuti kebiasaan
  temannya, maka hendaklah seseorang dari kami melihat dengan siapa ia
  berteman.”
 
Dalam sabdanya yang lain: “Manusia itu
  mengikuti siapa yang disukainya dan ia mendapat apa yang dilakukannya.” HR.
  Timidzi dari Anas.
 
Sahl bin Abdullah berkata:
  “Hindarilah berteman dengan tiga macam orang, yaitu para penguasa yang sombong
  dan lalai, para ahli baca
 
(ulama) yang
  berpura-pura baik dan para pengamal tasawwuf yang bodoh. Apabila engkau
  mencari teman untuk menjadi mitramu dalam belajar dan temanmu dalam urusan
  agama serta duniamu, maka perhatikanlah lima perkara di dalamnya.
 
Pertama,
  carilah teman yang berakal (cerdas), karena tiada kebaikan dalam berteman
  dengan orang dungu yang hanya menimbulkan keresahan dan berakibat pemutusan
  hubungan. Sebaik-baik teman dungu adalah ia bisa membahayakanmu di saat ingin
  memberimu manfaat. Musuh yang berakal lebih dari dari pada teman yang
  dungu.
 
Seorang penyair berkata:
 
Sungguh
  aku merasa aman dari musuh yang cerdas dan takut teman yang dungu
 
Oleh
  sebab itu dikatakan: Pemutusan hubungan dengan orang dungu adalah pendekatan
  kepada Allah. Yang dimaksud dengan orang berakal adalah orang yang memahami
  segala urusan menurut apa adanya.
 
Amirul mukminin
  Ali bin Abi Thalib  berkata:
 
“Janganlah
  engkau berteman dengan orang bodoh, dan jagalah dirimu darinya. Banyak orang
  bodoh membinasakan orang berakal ketika berteman dengannya. Manusia diukur
  dengan manusia bila ia berjalan dengannya, seperti sandal dengan sandal bila
  sandal itu berdampingan dengan pasangannya. Sesuatu itu berdampingan ukuran
  dan kemiripan dengan benda lainnya, sedang hati itu menjadi petunjuk hati yang
  lain bila ,berjumpa dengannya.”
 
Penyair lain
  berkata:
 
Bergaullah dengan orang mulia dan
  hindarilah pergaulan dengan orang yang rendah Jangan urusi kejelekan temanmu
  dan lupakanlah Jagalah lisanmu bila berada di tempat berkumpul orang banyak
  Jangan ikut serta dan jangan menjamin
 
kedua,
  akhlak yang baik. Hal itu harus dimiliki. Karena boleh jadi orang yang berakal
  memahami segala sesuatu menurut apa adanya. Akan tetapi bila dia dikuasai
  amarah atau syahwat atau kekikiran atau sifat penakut, maka ia pun menuruti
  hawa nafsunya dan menentang apa yang diketahuinya karena tidak mampu mengatasi
  sifat-sifatnya dan meluruskan akhlaknya. Itu adalah akhlak yang buruk. Oleh
  karena itu janganlah engkau berteman dengan orang yang buruk akhlaknya. Ja
  adalah orang yang tidak bisa mengendalikan nafsunya di waktu marah dan bangkit
  syahwatnya.
 
Al-qamah bin Milhan rahimahullah
  telah mengumpulkan dalam wasiatnya kepada anaknya menjelang wafatnya.
 
Ia
  berkata: “Hai anakku, apabila engkau ingin berteman dengan seseorang, maka
  bertemanlah dengan orang yang apabila engkau melayaninya dengan perkataan dan
  perbuatan, ia melindungimu dalam kehormatan, jiwa dan hartamu. Jika engkau
  berteman dengannya, maka ia menghiasimu. Jika engkau tidak mempunyai biaya,
  maka ia menanggungnya dan mencukupimu.
 
Bertemanlah
  dengan orang yang apabila engkau berbuat baik kepadanya, maka ia membalasmu
  atau bila engkau berbuat sesuatu kebajikan, ia membantu. Jika ia melihat
  kebaikan darimu, ia menyebutnya. Dan jika melihat perbuatan buruk darimu, ia
  pun menutupinya.
 
Bertemanlah dengan orang yang
  apabila engkau meminta sesuatu darinya, ia memberimu. Jika engkau diam, ia
  memulaimu. Dan jika bencana menimpamu, ia menolongmu. Bertemanlah dengan orang
  yang apabila engkau mengatakan sesuatu, ia benarkan perkataanmu. Apabila
  engkau berusaha mengatasi suatu perkara yang ia suruh melakukannya, maka ia
  membantu dan menolongmu. Dan jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka ia
  lebih mengutamakan engkau. Ini adalah kumpulan hak persahabatan.”
 
Al-Mamun
  berkata:” Dimana orang macam ini?”
 
Dikatakan
  kepadanya: “Tahukah engkau, mengapa ia wasiatkan itu kepadanya?”
 
Al-Ma’mun
  menjawab:” Aku tidak tahu.”
 
Orang itu berkata:
  “Karena ia tidak ingin berteman dengan seorangpun.”
 
Salah
  seorang udaba (ahli adab) berkata: “Janganlah engkau berteman, kecuali dengan
  orang yang menyimpan rahasiamu dan menutupi kejelekanmu. Maka ia selalu
  bersamaan dalam keadaan susah dan mengutamakan engkau dalam keadaan senang. Ia
  siarkan kebaikanmu dan menutupi perbuatanmu yang buruk. Jika engkau tidak
  menemukannya, maka janganlah berteman kecuali dengan dirimu sendiri.”
 
Amirul
  mukminin Ali bin Abi Thalib  berkata:
 
“Sesungguhnya
  saudaramu yang sebenarnya adalah yang bersamamu, dan yang membahayakan dirinya
  untuk memberimu manfaat dan yang ketika datang musibah, ia menolongmu ia
  korbankan dirinya untuk menyenangkanmu.”
 
Keriga,
  janganlah berteman dengan orang fasik yang terus-menerus melakukan maksiat
  besar, karena tidak ada faidah dalam berteman dengannya. Karena orang yang
  takut kepada Allah akan berhenti berbuat dosa sedangkan orang yang tidak takut
  kepada Allah, akan selalu menimbulkan gangguan pada orang lain.
 
Keadaannya
  berubah-ubah mengikuti perabahan situasi dan kondisi. Allah  berfirman
  kepada nabi Muhammad : “Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah
  kami lalaikan dari mengingat kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya
  itu melampaui batas.” QS. Al-Kahfi: 28.
 
Ini
  menunjukkan bahwa keadaan manusia yang terburuk adalah bila hatinya dalam
  keadaan kosong dari mengingat Allah dan penuh dengan hawa nafsu yang
  menyibukkan pikiran dengan urusan manusia. Karena mengingat Allah  adalah
  cahaya dan mengingat selain Allah adalah kegelapan. Demikian dikatakan oleh
  Asy-Syarbini.
 
Al-Ghazali berkata, dalam ayat itu
  terdapat peringatan bagi orang “ fasik. Hindarilah berteman dengan orang
  fasik, karena penyaksian kefasikan dan maksiat secara terus menerus
  menghilangkan dari hatimu kebencian terhadap maksiat dan memudahkan bagimu
  untuk berbuat maksiat. Oleh sebab itu hati menganggap remeh perbuatan ghibah,
  karena mereka menyukainya. Andaikata mereka melihat cincin dari emas atau
  pakaian sutera pada seorang fagih, niscaya mereka sangat menyalahkannya.
  Sedangkan ghibah lebih besar dosanya daripada memakai emas dan sutera.
 
Diriwayatkan
  dari Aisyah  bahwa ia berkata kepada Nabi : “Cukuplah bagimu bahwa
  Shofiyah begini dan begini, yakni ia seorang yang pendek.”
 
Kemudian
  Nabi  berkata: “Engkau telah mengucapkan perkataan yang andaikata
  dicampur dengan air laut, niscaya akan merusakkannya.” HR. Tirmidzi.
 
Para
  ulama berkata: Hadis ini termasuk peringatan yang paling keras terhadap
  ghibah. Demikian disebutkan dalam Qam’in Nufuus oleh Abu Bakar Al-Hismi.
 
Keempat,
  bertemanlah dengan orang yang tidak tamak terhadap dunia. Berteman dengan
  seorang yang tamak terhadap dunia adalah racun yang mematikan, karena tabiat
  diciptakan untuk meniru dan mengikuti temannya. Bahkan tabiat yang baik
  mencari dari tabiat yang fasid dari jalan yang tidak diketahui manusia.
 
Ungkapan
  dalam Al-Ihya’ ialah: Dari jalan yang tidak diketahui oleh pemiliknya.
  Pergaulan dengan orang tamak menambah ketamakanmu dan pergaulan dengan orang
  zahid menyebabkan kezuhudanmu dan menambah kezuhudanmu. Oleh karena itu
  tidaklah disukai bertemu dengan pencari dunia dan dianjurkan berteman dengan
  orang-orang yang menyukai akhirat. Ali berkata: “Hiduplah ketaatan-ketaatan
  dengan duduk bersama orang yang disegani.”
 
Ahmad
  bin Hambal berkata: “Tidaklah menjerumuskan aku dalam bencana, kecuali
  berteman dengan orang yang tidak aku segani.”
 
Luqman
  berkata kepada anaknya: ”Hai anakku, duduklah dengan para ulama dan
  mendekatlah kepada mereka dengan kedua lututmu, karena hati menjadi hidup
  dengan mendengarkan hikmah seperti bumi yang tandus dihidupkan dengan hujan
  yang deras.”
 
Kelima, berkata benar, maka
  janganlah berteman dengan pendusta, karena engkau tidak tahu keadaannya yang
  sebenarnya. Orang macam itu bagaikan fatamorgana yang mendekatkan sesuatu yang
  jauh darimu dan menjauhkan yang dekat darimu. Janganlah berteman dengan ahli
  bid’ah, karena berteman dengannya menimbulkan bahaya menjalarnya bid’ah itu
  kepadamu.
 
Janganlah berteman dengan orang kikir,
  karena ia menghalangimu untuk mendapatkan sesuatu yang paling engkau
  butuhkan.
 
Janganlah berteman dengan orang
  penakut, karena ia akan membiarkanmu dan lari di saat menghadapi bahaya.
  Barangkali engkau tidak menemukan sifat-sifat ini pada penghuni madrasah dan
  masjid, yakni para ulama, pelajar dan ahli ibadat. Maka asingkanlah dirimu dan
  hiduplah sendirian, karena dengan uzlah engkau selamat dari dosa. Atau
  bergaullah dengan teman yang sesuai dengan sifat-sifat mereka, misalnya
  mengetahui bahwa teman itu ada tiga macam sebagaimana dinukil oleh Al-Ghazali
  dari Basyar. Yaitu teman untuk akhiratmu. Maka janganlah perhatikan padanya,
  kecuali agama.
 
Dan teman untuk duniamu. Maka
  janganlah perhatikan padanya, kecuali akhlak yang baik dan keadaan yang
  menyebabkan kebaikan. Dan teman untuk menghibur hatimu, maka janganlah
  perhatikan padanya, kecuali keselamatan dari kejahatan dan cobaan serta
  penipuannya. “Abu Dzar  bekata: “Tinggal sendirian lebih baik daripada
  berteman dengan orang yang buruk kelakuannya. Dan teman yang baik lebih baik
  daripada menyendiri.
 
Orang-orang yang engkau
  jadikan teman ada tiga macam sebagaimana dinukil oleh Al-Ghazali dari
  Al-Ma’mun. Salah satu dari mereka adalah seperti makanan yang selalu
  dibutuhkan, yaitu para ulama. Yang satu lagi perumpamaannya adalah seperti
  obat yang dibutuhkan dalam waktu tertentu.
 
Perumpamaan
  lainnya seperti penyakit. Ia tidak dibutuhkan sama sekali, tetapi terkadang
  seseorang dicoba dengannya. Yakni ia diuji berkumpul bersama orang yang
  sifatnya seperti penyakit, pendusta dan penakut. Maka haruslah engkau bersikap
  lunak kepadanya guna menyelamatkan diri darinya dan menolak kejahatannya.
 
Rasulullah 
  bersabda: “Bersikap lunak kepada orang-orang adalah sedekah.” HR. Ibnu Hibban,
  Thabrani dan Baihagi dari Jabir bin Abdullah.
 
Maksudnya
  bersikap lemah lembut kepada orang-orang dengan perkataan dan perbuatan diberi
  pahala seperti pahala sedekah. Dalam menyaksikan orang semacam itu terdapat
  faidah besar jika engkau berhasil mengatasinya. Yaitu engkau saksikan hal
  ihwal perbuatan-perbuatannya yang buruk sehingga engkau bisa menjauhinya.
 
Orang
  yang bahagia ialah orang yang mengambil pelajaran dari orang lain sedangkan
  orang yang sengsara ialah orang yang kejelekannya mengungguli kebaikannya.
  Orang mukmin adalah cermin orang mukmin lainnya. Maka ia mengukur dirinya
  dengan orang lain dalam hal ihwal dan perkataan yang disukai maupun yang tidak
  disukainya.
 
Dikatakan kepada Isa : “Siapa yang
  mengajarimu adab sedangkan engkau dilahirkan tanpa ayah.”
 
Isa 
  menjawab: “Tak seorang pun ang mengajariku adab. Akan tetapi aku melihat
  kebodohan orang bodoh, lalu aku menjauhinya.”
 
Beliau
  berkata benar. Andaikata orang-orang menjauhi perkataan dan perbuatan tercela
  yang berasal dari orang lain, niscaya sempurnalah adab mereka dan tidak
  memerlukan pengajar adab. Karena orang berakal melihat perubahan zaman dan
  menjalankan adab sesuai dengan keadaannya. Secara keseluruhan manusia itu
  ibarat dan pohon. Di antaranya ada yang mempunyai bayangan tetapi tidak
  mempunyai buah. Ja adalah orang yang bermanfaat mengenai urusan dunia tanpa
  akhirat. Sesungguhnya manfaat dunia itu seperti bayangan yang cepat hilang.
  Ada pula yang mempunyai buah dan tidak mempunyai bayangan. Ia adalah orang
  yang bermanfaat untuk akhirat tanpa dunia. Ada pula yang tidak mempunyai buah
  maupun bayangan. Ada yang mempunyai salah satu dari keduanya. Semuanya ada
  empat macam.
 
Kewajiban kedua, ialah memelihara
  hak-hak persahabatan dan persaudaraan. Apabila terjadi persekutuan dan
  terjalin persahabatan, maka engkau harus menunaikan kewajiban-kewajiban yang
  harus diamalkan yang terdapat dalam adab-adab.
 
Rasulullah 
  bersabda: “Perumpamaan dua orang saudara adalah seperti dua tangan, yang satu
  membasuh yang lain.”
 
Rasulullah 
  mengumpamakan keduanya dengan dua tangan, bukan tangan dengan kaki, karena
  keduanya saling membantu untuk mencapai satu tujuan. Begitu pula dua orang
  bersaudara. Persaudaraan keduanya menjadi sempurna bila saling membantu
  mencapai satu tujuan. Keduanya dari satu sisi seperti satu orang. Ini menuntut
  kebersamaan dalam keadaan suka dan duka dan kebersamaan dalam menghadapi masa
  akan datang maupun masa sekarang.
 
Suatu ketika
  Rasulullah  memasuki hutan, kemudian mengambil dua ranting. Yang satu
  bengkok dan yang lain lurus.
 
Menurut riwayat
  Nabi  disertai seorang sahabatnya, yaitu Abdurrahman bin Auf, ada yang
  mengatakan beliau ditemani Usman bin Affan. Kemudian beliau memberikan yag
  lurus kepada sahabatnya dan menahan yang bengkok. Maka ia berkata kepada Nabi
  :”Ya Rasulullah, engkau lebih berhak memegang yang lurus daripada aku.”
  Kemudian Rasulullah  berkata:” Tidaklah seseorang menemani temannya
  walaupun sesaat di siang hari, melainkan ia ditanya tentang persahabatannya,
  apakah ia menegakkan hak Allah  dalam persahabatan itu atau
  menyianyiakannya.”
 
Hadis ini menunjukkan bahwa
  yang diutamakan adalah menunaikan hak Allah dalam persahabatan.
 
Pada
  suatu hari Rasulullah keluar menuju sebuah sumur untuk mandi di situ,
  Hudzaifah memegang baju dan berdiri menutupi Rasulullah  hingga beliau
  selesai mandi. Kemudian Hudzaifah duduk untuk mandi. Maka Rasulullah 
  mengambil baju itu dan berdiri menutupi Hudzaifah dari pandangan orang-orang.
  Namun Hudzaifah menolak dan berkata: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya
  Rasulullah, janganlah engkau lakukan itu.” Akan tetapi Rasulullah  tetap
  menutupinya hingga Hudzaifah selesai mandi.
 
Rasulullah 
  bersabda: “Tidaklah dua orang berteman, melainkan yang paling dicintai
  Allah  ‘adalah yang paling lemah lembut terhadap temannya.”
 
Adab-adab
  dalam persahabatan ini ada dua belas:
 
   
  Mengutamakan temannya dalam pemberian harta. Jika tidak bisa melakukan ini,
  maka ia beri temannya dari hartanya di saat temannya membutuhkan, walaupun
  sedikit. Alhasil, pertolongan dengan harta terhadap saudara-saudara ada tiga
  tingkatan. Tingkatan terendah adalah bila engkau tempatkan temanmu dalam
  kedudukan hamba atau pelayanmu. Maka engkau penuhi kebutuhannya dari kelebihan
  hartamu. Bilamana ia mempunyai keperluan sedang engkau mempunyai kelebihan
  dari hartamu, maka engkau beri dia sebelum ia meminta. Karena jika ia
  memintanya kepadamu, maka itu adalah puncak kecerobohan terhadap hak saudara.
  Tingkatan kedua engkau tempatkan dia dalam kedudukan dirimu dan engkau rela ia
  ikut menikmati hartamu. Dan tingkatan tertinggi, yaitu engkau utamakan dia di
  atas dirimu dan engkau dahulukan kebutuhannya di atas kebutuhanmu bila
  sama-sama mempunyai keperluan. Ini adalah tingkatan pada shiddig dan puncak
  tingkatan orang-orang yang saling mencintai. Adapun dalam hal ibadat, maka
  tidaklah disukai mengutamakan orang lain dengannya.
 
   
  Menolong dengan jiwa dalam memenuhi kebutuhan atas kemauan sendiri tanpa
  menunggu permintaan.
 
Hal itu lebih menampakkan
  tawadhu dan ini juga terbagi dalam beberapa tingkatan seperti menolong dengan
  harta. Maka yang terendah adalah memenuhi kebutuhan ketika diminta dan dalam
  keadaan mampu, tetapi dengan wajah berseri-seri dan menampakkan
  kegembiraan.
 
    Menyimpan rahasia
  yang disampaikan temannya kepadanya dan tidak menyampaikannya kepada orang
  lain sama sekali maupun kepada temannya yang paling akrab dan tidak
  menyingkapnya sekalipun setelah pemutusan hubungan dan mengalami keresahan.
  Karena hal itu adalah tabiat yang hina dan batin yang buruk. Dan menutupi
  kejelekan yang diketahuinya, baik tanpa setahu temannya, meskipun berkaitan
  dengan larangan Allah demi menutupi kejelekan sebagaimana dianjurkan,
  sekalipun dalam keadaan putus hubungan. Dan tidak menyampaikan sesuatu yang
  menyedihkan dari celaan orang kepadanya. Ringkasnya ialah tidak menyampaikan
  perkataan yang tidak disukainya, kecuali bila wajib baginya mengucapkan
  sesuatu tentang amar maruf atau nahi munkar dan ia tidak menemukan rukhsah
  untuk diam. Ketika itu ia tidak peduli untuk tidak menyukainya, karena hal itu
  merupakan kebaikan kepadanya.
 
   
  Menyampaikan sesuatu yang menyenangkan berupa pujian orang kepadanya di
  samping menampakkan kegembiraan. Karena menyembunyikan hal itu merupakan
  kedengkian belaka. Nabi telah bersabda: “Apabila seseorang dari kamu mencintai
  saudaranya, hendaknya ia mengabarinya. Hendaklah ia mendengarkan dengan baik
  ketika temannya berbicara dan tidak menyelidiki keadaannya. Bilamana
  melihatnya di jalan atau sedang menunaikan suatu keperluan, janganlah ia
  menanyainya tentang tujuan kepergiannya. Barangkali ia merasa berat
  menyebutnya.”
 
    Hendaklah ia
  memanggil temannya dengan nama yang paling disukainya dan memujinya dengan
  menyebut kebaikannya yang ia ketahui, karena hal itu termasuk sebab terbesar
  untuk menimbulkan kecintaan. Begitu pula dengan memuji anak-anak dan
  keluarganya, hingga ilmu dan karangannya dan segala yang menggembirakannya
  tanpa berdusta dan berlebihan. Hendaklah ia berterima kasih kepadanya atas
  kebaikannya terhadap dirinya. Ini sesuai dengan AlIhya. Bahkan ia berterima
  kasih kepadanya atas niatnya, meskipun telah terlaksana.
 
Ali 
  berkata: “Barangsiapa tidak memuji saudaranya (temannya) atas niatnya yang
  baik, maka ia pun tidak memujinya atas perbuatannya yang baik.” Hendaklah ia
  membela temannya bila ada yang menyinggung kehormatannya sebagaimana ia
  membela dirinya.
 
Ini lebih besar pengaruhnya
  dalam menimbulkan kecintaan, karena hak persaudaraan adalah berusaha keras
  dalam melindungi dan membela teman serta menegur dan memarahi siapa yang
  mengganggunya. Rasulullah  mengumpamakan dua orang saudara dengan dua
  tangan, yang satu mencuci yang lain, adalah supaya saudara yang satu menolong
  saudara yang lain. Hendaklah ia menasihati temannya dengan lemah lembut dan
  secara tersamar bila ia perlu menasihatinya. Hal itu dilakukannya dengan
  menyebut kejelekan-kejelekan perbuatan itu dan faidahfaidah bila
  meninggalkannya serta mengingatkannya akan akibat buruk perbuatan itu di dunia
  dan di akhirat supaya ia berhenti melakukannya. Akan tetapi patutlah ia
  lakukan itu dengan diamdiam tanpa diketahui seorang pun. Apabila dilakukannya
  di hadapan orang banyak, maka itu adalah keburukan dan kecemaran. Dan apabila
  dilakukannya dengan diam-diam, maka itu adalah kasih sayang dan nasihat yang
  sebenarnya.
 
Asy-Syafi’i  berkata:
  “Barangsiapa menasihati saudaranya dengan diam-diam, maka ia pun telah
  menasihatinya dengan membaguskannya sedangkan siapa yang menasihatinya secara
  terang-terangan, maka ia pun telah mencemarkan dan menjelekkannya.”
 
Hendaklah
  ia maafkan kesalahannya dalam agamanya karena melakukan maksiat atau kurang
  memenuhi hak persaudaraan, walaupun ia sanggup imbalannya, karena sikap itu
  lebih besar pahalanya. Janganlah ia menegurnya dengan kebencian. Adapun
  pelanggaran agama seperti perbuatan maksiat atau terus menerus melakukannya,
  maka nasihatilah dia dengan lemah lembut supaya ia kembali menjadi baik.
  Adapun kesalahan terhadap dirinya, maka tiada perselisihan bahwa yang lebih
  utama adalah memaafkan dan menanggungnya.
 
Telah
  dikatakan: Patutlah engkau mencari 70 uzur bagi kesalahan saudaramu. Jika
  hatimu tidak menerimanya, maka salahkan dirimu. Maka katakan pada hatimu:
  Betapa kerasnya engkau. Ia mengajukan 70 uzur kepadamu, namun engkau tidak
  menerimanya. Maka engkaulah yang tercela, bukan saudaramu, jika ia tidak bisa
  menerima perbaikan, maka jika sanggup sebaiknya engkau jangan marah. Akan
  tetapi hal itu tidak mungkin.
 
Asy-Syafi’i telah
  berkata: “Barangsiapa yang dibangkitkan kemarahannya sedang ia tidak marah,
  maka ia adalah keledai. Dan siapa pun yang diminta kerelaannya sedang ia tidak
  rela, maka ia adalah setan. Maka janganlah engkau menjadi keledai maupun setan
  jika tidak mau menerima.”
 
   
  Mendoakannya ketika berada sendirian di masa hidupnya dan sesudah matinya
  dengan segala yang disukainya bagi dirinya dan keluarganya. Maka engkau doakan
  dia sebagaimana engkau mendoakan dirimu.
 
Janganlah
  engkau bedakan antara dirimu dan dia, karena doamu baginya sama dengan doanya
  bagi dirimu. Nabi  bersabda: “Apabila seseorang berdoa bagi saudaranya
  dalam keadaan sendirian, malaikat berkata, Dan bagimu seperti itu. Dalam lafaz
  lain: Allah  berkata, Denganmu aku mulai.”
 
Disebutkan
  dalam hadis:” Dikabulkan doa seseorang bagi saudaranya tidak seperti yang
  dikabulkan baginya mengenai dirinya.”
 
Dalam hadis
  disebutkan: “Dan seseorang bagi saudaranya di kala sendirian tidak
  ditolak.”
 
    Tetap setia dalam
  mencintainya sampai mati terhadap anak-anaknya dan para kerabatnya setelah
  temannya meninggal seperti sebelumnya. Karena cinta itu sesungguhnya
  dimaksudkan untuk akhirat. Maka jika terputusnya sesudah mati, sia-sialah amal
  dan usahanya.
 
    Hendaklah ia
  berusaha meringankannya dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang
  memberatkannya. Maka janganlah meminta darinya suatu kedudukan atau harta
  untuk menghindari kejemuan yang menimbulkan perpecahan. Janganlah memaksanya
  bersikap tawadhu’ kepadanya, tetapi ia hanya mengharapkan rida Allah dengan
  kecintaannya untuk mencari berkah dengan doanya dan kesenangan ketika berjumpa
  dengannya untuk memelihara agamanya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan
  menunaikan hak-haknya dan menanggung bebannya.
 
Dan
  menampakkan kegembiraan atas semua kegembiraan yang dialaminya serta
  menampakkan kesedihan atas gangguan yang dialaminya. Ia sembunyikan dalam
  hatinya seperti apa yang nampak sehinggaia benar-benar tulus dalam
  kecintaanya, baik dalam keadaan diam-diam maupun terang-terangan. Karena
  keikhlasan dalam persaudaraan’adalah kesamaan sikap pada ucapan dan di dalam
  hati, dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan, di hadapan jamaah maupun
  dalam keadaan sendirian. Barangsiapa tidak ikhlas dalam persaudaraan
  (persahabatannya), maka ia pun munafik. Bilamana batin menyembunyikan dendam
  dan kedengkian, maka putus hubungan lebih baik daripada persahabatan.
 
Seorang
  bijak berkata: “Teguran yang nyata lebih baik daripada dendam yang
  tersembunyi.”
 
Apabila seseorang ingin mengetahui
  kecintaan temannya kepadanya, maka hendaklah ia melihat kecintaannya kepada
  temannya itu: Tanyailah hatimu tentang kecintaan orang lain
Itu
  adalah saksi yang tidak menerima suap
Janganlah kamu tanyai mata
  tentang kecintaan itu
Karena ia akan menunjukkan lain dari yang
  tersembunyi dalam hati.
 
   
  Mendahului memberi salam kepadanya ketika berjumpa dengannya. Demikian pula ia
  lakukan terhadap orang yang tak dikenalnya. Dan melapangkan tempat duduk
  baginya dalam majelis dan engkau panggil dia dengan nama yang paling
  disukainya.
 
    Keluar dan
  menyambut serta mengantarkannya ketika temannya berdiri demi menghormatinya,
  kecuali bila ia melarangnya.
 
   
  Diam ketika temannya berbicara hingga ia selesaikan bicaranya dan tidak
  mencampuri pembicaraannya.
 
Memenuhi undangannya
  bila ia mengundangnya,dan menjenguknya bila sakit walaupun sekali. Menghadiri
  jenazah keluarganya bila meninggal dunia walaupun tidak mengimami salat
  jenazah. Memenuhi sumpahnya ketika temannya bersumpah terhadapnya dalam
  perkara yang mubah. Ringkasnya ialah ia perlakukan temannya sebagaimana
  mestinya, karena hal itu menunjukkan kesempurnaan iman.
 
Sahl
  bin Abdullah berkata: “Barangsiapa tidak suka mengganggu orang lain, ia pun
  bisa berjalan di atas air, yakni menampakkan karomahnya untuk suatu keperluan.
  Karena boleh jadi wali wajib menyembunyikan karomah yang utama.” Sebagaimana
  dinukil oleh ArRamli dari Asy-Syeikh Khalil.
 
Maka
  siapa yang tidak menyukai pada saudaranya seperti yang ia sukai bagi dirinya,
  persaudaraannya adalah nifag dan persaudaraan itu akan menjadi berat baginya
  di dunia dan akhirat.
 
Hak persahabatan itu berat,
  tidak ada yang sanggup memenuhinya kecuali orang yang bijaksana. Tidaklah
  diragukan bahwa pahalanya banyak. Tidak ada orang yang dapat memperolehnya,
  kecuali orang yang mendapat taufik. Karena itu dikatakan: ”Berbuatlah baik
  kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang mukmin sejati. Semua ini
  adalah adabmu terhadap orang awam yang belum engkau kenal sebelumnya dan
  terhadap teman-teman yang telah engkau anggap sebagai Sudara.”
 
Adapun
  macam ketiga, yaitu para kenalan, maka waspadalah terhadap mereka, karena
  engkau tidak menemukan kejahatan kecuali dari orang yang dikenalnya. Adapun
  teman, maka ia akan membantumu. Adapun orang tak dikenal, maka ia tidak
  mengganggumu.
 
Sesungguhnya kejahatan itu timbul
  dari para kenalan yang menampakkan persahabatan dengan lisan mereka, tetapi
  menyembunyikan permusuhan dalam batin mereka. Maka sedikitlah berhubungan
  dengan para kenalan sedapat mungkin. Apabila engkau terpaksa bergaul dengan
  mereka dalam madrasah atau masjid atau masjid atau pasar atau di tempat lain
  di dalam maupun diluar negaramu, maka janganlah meremehkan seorang pun dari
  mereka. Karena engkau tidak tahu barangkali ia lebih baik darimu di sisi Allah
  “
 
Disebutkan dalam sebuah hadis:
 
“Cukuplah
  kejahatan orang muslim bila ia meremehkan saudaranya yang muslim. Setiap
  muslim terhadap muslim lainnya haram darahnya, harta dan kehormatannya.”
 
Janganlah
  engkau memandang kepada mereka dengan mengagungkan mereka dalam urusan dunia,
  karena engkau akan binasa dengan sebab cintamu kepada dunia. Sebagaimana sabda
  Nabi : “Barangsiapa merendahkan diri kepada seorang kaya lantaran kekayaannya,
  lenyaplah dua pertiga agamanya.” Karena dunia itu di sisi Allah 
  sangatlah kecil dan rendah, dan Allah  tidak memandang kepada dunia sejak
  Dia menciptakannya.
 
Betapa pun besarnya penghuni
  dunia di dalam hatimu, ia telah jatuh dari pandangan Allah , yakni pandangan
  cinta. Karena dunia adalah musuh Allah  dan para wali-Nya. Dalam hadis
  disebutkan: ”Cinta harta dan kehormatan menumbuhkan sifat munafik di dalam
  hati sebagaimana air menumbuhkan tanaman.”
 
Janganlah
  engkau berikan agamamu kepada mereka untuk memperoleh kesenangan dunia dari
  mereka. Hal itu merupakan kerugian besar. Tidaklah seseorang melakukan itu,
  melainkan ia menjadi rendah dalam pandangan mereka, kemudian tidak mendapat
  harta dari mereka sebagaimana kita saksikan di masyarakat. Jika mereka
  memusuhimu, janganlah engkau balas mereka dengan permusuhan, karena engkau
  tidak bisa bersabar untuk membalas mereka sehingga lenyaplah agamamu dalam
  permusuhan mereka dan mengalami kepayahan yang Jama bersama mereka. Janganlah
  engkau condong kepada mereka ketika mereka menghormatimu dan memujimu di
  hadapanmu serta menampakkan kecintaan kepadamu. Karena jika engkau mencari
  hakikat perlakuan itu, niscaya engkau tidak menemukan seorang dari seratus
  orang.
 
Seorang penyair berkata:
 
Ambillah
  yang bersih dari temanmu dan tinggalkan mana yang keruh darinya karena umur
  manusia terlalu pendek untuk mencela orang lain.
 
Janganlah
  engkau berharap sikap mereka sama terhadapmu dalam keadaan sembunyi maupun
  terang-terangan. Janganlah engkau heran bila mereka mencelamu di saat engkau
  tidak ada dan jangan marah kepadanya lantaran itu, karena jika engkau berlaku
  adil, maka engkau dapati dirimu seperti itu pula. Bahkan engkau telah
  melakukan seperti itu terhadap teman-teman dan para kerabatmu sekalipun
  terhadap gurumu dan kedua orang tuamu, karena engkau menyebut mereka di saat
  mereka tidak ada, lain dari yang engkau katakan secara langsung kepada mereka.
  Janganlah engkau terlalu mengharapkan harta, kedudukan dan pertolongan mereka,
  karena orang yang tamak pada umumnya adalah sia-sia dalam akibatnya di masa
  yang akan datang. Orang yang tamak itu pasti hina seketika itu.
 
Seorang
  penyair berkata:
 
Hamba itu merdeka jika ia
  menerima apa adanya sedang orang merdeka adalah hambajika ia tamak maka
  terimalah apa yang ada dan jangan tamak karena tiada sesuatu yang buruk selain
  tamak.
 
Apabila engkau mempunyai keperluan kepada
  seseorang, lalu ia memenuhinya, maka berterima kasihlah kepadanya dan
  bersyukurlah kepada Allah  Karena tidaklah sempurna syukur kepada Allah ,
  kecuali disertai terima kasih kepada perantaranya.
 
Rasulullah 
  bersabda: “Siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, ia pun tidak
  bersyukur kepada Allah ” Sabdanya pula:
 
”Barangsiapa
  berbuat kebaikan kepadamu, maka balaslah dia. Jika kamu tidak bisa
  membalasnya, maka doakanlah dia.”
 
Dalam sabdanya
  yang lain:
 
“Barangsiapa memberikan suatu
  kenikmatan kepada suatu kaum, tetapi mereka tidak berterima kasih kepadanya
  hingga ia doakan kebiasaan mereka, maka doanya dikabulkan.”
 
Jika
  berbuat ceroboh, maka jangan menegurnya. Abu Sulaiman AdDaazani berkata kepada
  Ahmad bin Abil Hawazi: Jika engkau berteman dengan seeorang, janganlah engkau
  menegurnya atas sesuatu yang tidak engkau sukai. Karena engkau akan
  mendapatkan dalam jawabanmu sesuatu yang lebih buruk daripada yang pertama.
 
Ahmad
  berkata: Kemudian aku mencobanya. Ternyata begitulah adanya. Salah seorang
  dari mereka berkata: Bersabar atas gangguan teman lebih baik daripada
  menegurnya. Menegur lebih baik daripada memutuskan hubungan, memutus hubungan
  lebih baik daripada mencaci maki. Janganlah engkau adukan perbuatannya
  terhadapmu kepada orang lain sehingga menimbulkan permusuhan.
 
Jadilah
  engkau sebagai orang mukmin yang mencari uzur dan jangan menjadi seperti orang
  munafik yang mencari aib-aib orang Lain.
 
Katakanlah
  di dalam hatimu bila temanmu berbuat kesalahan itu karena ja mempunyai uzur
  yang tidak aku ketahui. Janganlah engkau menasihati salah seorang dari mereka
  sebelum engkau periksa dengan hatimu apakah ia bisa menerima nasihatmu. Kalau
  tidak, ia tidak akan mendengarkan nasihatmu dan memusuhimu. Apabila mereka
  keliru dalam suatu masalah dan mereka enggan belajar darimu, maka janganlah
  engkau ajari mereka, karena bila mereka belajar darimu, mereka akan menjadi
  musuhmu.
 
Kecuali bila kekeliruan itu berkaitan
  dengan maksiat yang mereka lakukan karena kebodohan dari mereka. Maka sebutlah
  kebenaran dengan lemah lembut tanpa kekerasan.
 
Apabila
  engkau melihat perbuatan mulia dan kebaikan, maka bersyukurlah kepada Allah
  yang menjadikan mereka mencintaimu. Dan apabila engkau melihat kejahatan dari
  mereka, serahkanlah mereka kepada Allah dan berlindunglah kepada Allah dari
  kejahatan mereka dan jangan menegur mereka.
 
Teguran
  secara sembunyi lebih baik daripada pemurusan hubungan, sindiran lebih baik
  daripada penegasan, rulisan lebih baik daripada bicara langsung dan menahan
  diri lebih baik daripada semua itu. Janganlah engkau katakan kepada mereka:
  Mengapa kalian tidak mengenal hakku sedang aku adalah fulan bin fulan dan aku
  unggul dalam ilmu. Itu adalah perkataan orang yang dungu, sedangkan orang yang
  paling dungu adalah orang yang memuji dirinya.
 
Ketahuiah
  bahwa Allah  tidak menjadikan mereka menindasmu dengan kejahatan itu,
  kecuali lantaran suatu dosa yang pernah engkau lakukan, walaupun setelah
  beberapa tahun. Maka mohonlah ampun kepada Allah atas dosamu setiap waktu.
 
Dalam
  riwayat Ibnu Hibban: Kami menghitung seratus kali perkataan Rasulullah 
  dalam satu majelis, yaitu:
 
“Ya Tuhanku, ampunilah
  dosaku dan terimalah tobatku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima tobat
  lagi Maha Penyayang.”
 
Asy-Syadzali rahimahullah
  berkata: Hendaklah engkau sering mengucapkan istigfar, meskipun tidak
  berdosa.”
 
Ketahuilah bahwa kejahatan yang mereka
  lakukan adalah hukuman dari Allah  bagimu di dunia dan jadilah engkau di
  antara mereka mendengarkan perkataan mereka yang benar dan tidak mendengarkan
  kebatilan mereka dengan tidak menyiarkan di antara orang-orang atau engkau
  menasihati mereka dengan lemah lembut atau mengabaikannya sama sekali. Engkau
  sebutkan kebaikan-kebaikan mereka dan menyiarkannya di antara orang-orang
  dengan menampakkan kegembiraan dan menutupi kejelekan-kejelakan mereka. Semoga
  Allah mengasihani orang yang melihat kejelekan saudaranya dan menutupinya.
  Hindarilah bergaul dengan para pelajar fikih di zaman ini, terutama
  orang-orang yang menyibukkan diri dengan ilmu khilaf dan perdebatan.
 
Waspadalah
  terhadap mereka, karena mereka mengharap-kan datangnya bencana atas dirimu
  karena kedengkian mereka mengharapkan datangnya bencana atas dirimu
  berdasarkan sangkaan-sangkaan yang buruk. Mereka memberi isyarat di belakangmu
  dengan kedipan mata dan menyebut-nyebut kesalahanmu dalam pergaulan mereka
  hingga mereka mengecammu dengan kesalahan-kesalahan itu seakan-akan mereka
  memukulmu dengan batu di dahimu ketika mereka marahmarah kepadamu dan berdebat
  denganmu. Mereka tidak memaafkan kesalahanmu dan tidak menutupi aibmu. Mereka
  menunrutmu atas perbuatan yang sangat remeh, maka terlebih pula yang lebih
  besar dari itu.
 
Mereka dengki kepadamu atas
  sesuatu kenikmatan yang sedikit dan banyak. Mereka menghasut orang-orang
  terhadapmu dengan melancarkan naminah. Dalam hadis disebutkan: Tidaklah masuk
  surga orang yang suka melakukan naminah. Mereka suka mengadukan kepada
  penguasa dan melancarkan fitnah terhadapmu. Jika mereka senang kepadamu, maka
  pada lahirnya mereka menunjukkan kelembutan yang sangat. Jika mereka tidak
  senang denganmu, maka batin mereka adalah kejengkelan. Bagian luar mereka
  adalah baju dan bagian dalam mereka adalah serigala. Ini adalah yang kita
  saksikan pada sebagian besar dari mereka, kecuali siapa yang dipelihara
  Allah  Maka berteman dengan mereka adalah suatu kerugian dan bergaul
  dengan tidak mendatangkan pertolongan.
 
Ini adalah
  hukum orang yang menampakkan persahabatan denganmu. Maka bagaimana pula orang
  yang memusuhimu secara terangterangan.
 
Al-Oadhi
  ibnu Maruf rahimahumullah berkata:
 
Waspadailah
  musuhmu sekali, dan waspadailah temanmu seribu kali.
Barangkali
  temanmu berubah, maka ia lebih tahu cara untuk menimbulkan bahaya.
 
Abu
  Tamman berkata:
 
Musuhmu berasal dari temanmu,
  maka jangan terlalu sering menyalahkan teman.
Karena penyakit’yang
  engkau lihat kebanyakan berasal dari makanan atau minuman.
 
Abu
  Said Ats-Tsauri berkata: ” Apabila engkau berteman dengan seseorang, maka
  buatlah dia marah. Kemudian suruhlah orang untuk menanyainya tentang dirimu
  dan rahasia-rahasiamu. Jika ia berkata baik atau menyembunyikan rahasiamu,
  maka temanilah dia.”
 
Dzun Nun berkata: “Tiada
  kebaikan dalam berteman dengan orang orang tidak ingin melihatmu kecuali dalam
  keadaan terpelihara. Dan siapa yang menyiarkan rahasia di waktu marah, maka ia
  adalah orang yang hina.” Seorang bijak berkata: “Janganlah berteman dengan
  orang yang berubah dalam empat keadaan, yaitu di waktu marah dan senangnya, di
  saat ia tamak dan menuruti hawa nafsunya. Akan tetapi ia harus tetap sikapnya
  dalam berbagai keadaan sebagai teman yang tulus.”
 
Seorang
  penyair berkata:
 
Engkau lihat orang yang mulia
  apabila putus hubungannya
Menyembunyikan yang buruk dan menampakkan
  kebaikan Dan engkau lihat orang yang hina ketika dipenuhi kebutuhannya
Menyembunyikan
  yang baik dan menampakkan dusta.
 
Jadilah engkau
  sebagaimana dikatakan oleh Hilal ibnu Ala Ar-Ruqiy:
 
Ketika
  kuberi maaf dan aku tidak mendendam kepada seorangpun kubebaskan diriku dari
  keresahan permusuhan kuberi salam kepada musuhku sewaktu melihatnya untuk
  menolak gangguan dariku dengan memberi salam kutampakkan senyum kepada manusia
  yang kubenci seakan-akan ia telah memenuhi hatiku dengan kegembiraan aku tidak
  selamat dari orang yang tidak kukenal maka bagaimana aku selamat dari orang
  yang berkasih sayang orang-orang itu penyakit dan obatnya adalah membiarkan
  mereka sedang menjauhi mereka berarti memutuskan persaudaraan maka berdamailah
  dengan orang-orang niscaya engkau selamat dari gangguan mereka dan berusahalah
  keras untuk menghasilkan kasih sayang
 
Asy-Syaf”i
  berkata:
 
Manusia itu penyakit tersembunyi yang
  tak ada obatnya akal bingung terhadap mereka dan tak berdaya Jika engkau giat
  mereka bilang engkau mengejek atau engkau bersantai mereka bilang pemalas Jika
  engkau bergaul dengan mereka maka mereka bilang engkau tamak Jika engkau jauhi
  mereka, maka mereka bilang engkau jemu Jika engkau tidak menginginkan harta
  mereka sebagai kemuliaan mereka bilang engkau sudah kaya dan jika engkau minta
  kepada mereka, ternyata mereka kikir Sungguh aku bingung mengenai urusanku dan
  urusan mereka seperti halnya burung unta yang bukan burung dan bukan unta
 
Rasulullah 
  bersabda:
 
“Sesungguhnya kalian tidak bisa
  mencukupi orang-orang dengan hartamu, tetapi yang mencukupi mereka dari kamu
  adalah wajah ceria dan akhlak yang baik.”
 
Wahai
  pencari kebaikan, amalkanlah adab-adab penghidupan dan pergaulan bersama
  berbagai macam manusia.
 
Seorang bijak berkata:
  Temuilah teman dan musuhmu dengan wajah ceria tanpa merendahkan diri
  maupun.takut kepada keduanya. Tunjukkan kewibawaan tanpa menyombongkan diri
  dan tawadhu tanpa menghinakan diri. Beradablah engkau dalam semua urusanmu
  ditengahnya, karena kedua ujungnya adalah sifat tercela.
 
Seorang
  penyair berkata:
 
Ambillah sikap tengah dalam
  segala urusan karena ia adalah cara terbaik dalam menempuh jalan yang lurus
  Janganlah engkau melampaui batas atau ceroboh karena kedua sifat itu tercela
  Rasulullah  bersabda:
 
“Sebaik-baik perkara
  adalah yang di tengah.” Janganlah engkau memandang ke kanan dan kiri dan
  jangan sering menoleh ke belakang maupun berhenti di tempat orang-orang yang
  duduk tanpa keperluan. Apabila engkau duduk bersama orang-orang, maka
  janganlah mengangkat kedua kakimu dan janganlah mengaitkan jari-jarimu, karena
  perbuatan itu menyebabkan mengantuk dan berasal dari setan. Janganlah engkau
  mempermainkan janggut dan cincinmu dan mengorek gigimu serta memasukkan
  jari-jarimu dalam hidungmu. Janganlah banyak meludah dan mengeluarkan ingus
  serta mengusir lalat dari wajahmu. Janganlah banyak menggeliat dan menguap di
  hadapan orang banyak dan di dalam salat serta lainnya.
 
Apabila
  engkau menguap, maka tutupilah mulutmu dengan punggung tanganmu yang kiri
  untuk mengusir setan, karena menguap berasal dari setan.
 
Hendaklah
  engkau duduk dengan tenang dan bicara yang teratur. Dengarkanlah perkataan
  baik dari orang yang berbicara kepadamu tanpa menampakkan keheranan yang
  banyak dan jangan terlalu banyak bercerita. Janganlah engkau ceritakan tentang
  kekagumanmu terhadap anakmu maupun syairmu, perkataan dan karanganmu serta
  segala urusanmu. Janganlah memaksakan sikap seperti orang salih dalam
  tindaktandukmu seperti wanita yang berlebihan dalam bersolek.
 
Janganlah
  memakai baju yang hina seperti budak dan jangan terlalu banyak memakai celak.
  Janganlah berlebihan dalam memakai minyak di badan dan jangan mendesak dalam
  mencari keperluanmu dari orangorang dan jangan mendorong seseorang untuk
  berbuat kezaliman kepada orang lain. Karena siapa yang membantu perbuatan
  jahat, ia pun terlibat di dalamnya.
 
Janganlah
  engkau memberitahu istri dan anakmu maupun orang lain kader kedudukan yang
  engkau miliki.
 
Karena jika mereka melihatnya
  sedikit, maka mereka meremehkannya. Dan jika mereka melihatnya banyak, mereka
  tetapi tidak puas. Menjauhlah dari mereka bila mereka bersalah tanpa bersikap
  keras dan bersikaplah lunak terhadap mereka tanpa menunjukkan kelemahan.
  Janganlah engkau bercanda dengan budak perempuan maupun budak lelakimu supaya
  tidak hilang kewibawaanmu dari hati mereka.
 
Demikian
  pula terhadap orang-orang lainnya. Oleh karena itu dikatakan: “Janganlah
  menampakkan putihnya gigimu kepada seseorang supaya ia tidak menampakkan
  kehitaman duburnya kepadamu.”
 
Apabila engkau
  bertengkar dengan orang lain, maka hargailah dirimu supaya orang-orang
  mengikuti perkataanmu.
 
Demikian dikatakan oleh
  Asy-Syeikh Abdush Shomad. Jangan sampai engkau melakukan atau mengatakan
  sesuatu yang bertentangan dengan syara di waktu bertengkar dan jangan
  terburu-buru ketika menjawab dan ketika marah. Pikirkanlah jawabanmu dan
  jangan banyak memberi isyarat dengan menoleh serta jangan sering menoleh
  kepada orang yang dibelakangmu, dan jangan duduk di atas kedua lututmu.
 
Apabila
  amarahmu telah reda, maka bicaralah. Bahkan patutlah engkau diam sebeum
  berwudu. (Ini adalah penyelesaian perkara yang dilakukan di hadapan raja atau
  penguasa).
 
Jagalah dirimu dari teman yang hanya
  menemanimu di saat engkau sakit dan miskin, karena ia adalah musuh yang paling
  jahat. Dan Janganlah engkau jadikan hartamu lebih mulia daripada kehormatanmu.
  Barangsiapa bergurau atau ribut di majelis, hendaklah ia menyebut nama Allah
  ketika berdiri.
 
Nabi  bersabda:
 
“Barangsiapa
  duduk di suatu majelis dan banyak ribut di situ, lalu mengucapkan sebelum
  berdiri dari tempat duduknya itu: Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan
  memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku mohon ampun dan
  bertobat kepada-Mu, maka diampunilah dosanya di majelis itu.”
 
Hai
  pemuda, cukuplah bagimu kadar ini dari Bidayatul Hidayat, maka amalkanlah
  dengan permulaan ini bagi dirimu. Permulaan itu terdiri dari tiga bagian. Satu
  bagian mengenai adab-adab ketaatan, satu bagian tentang meninggalkan maksiat
  dan satu bagian tentang pergaulan dengan manusia. Permulaan hidayat ini
  mencakup hubungan hamba dengan Al-Khalig  dan manusia. Keseluruhan ini
  dinamakan agama yang sempurna dan ia adalah bekal untuk akhirat. Jika engkau
  lihat permulaan hidayat ini dekat dengan dirimu dan engkau dapati hatimu
  condong kepadanya serta ingin mengamalkan isinya, maka ketahuilah bahwa engkau
  adalah hamba Allah  yang diterangi hatimu dengan iman sempurna oleh
  Allah   dan dilapangkan Allah dadamu dengannya.
 
Maka
  bersyukurlah kepada Allah  yang memberimu petunjuk untuk melakukan itu
  dan mohonlah kepada-Nya agar tetap di atas jalan yang lurus. Telah jelas bahwa
  permulaan ini mempunyai penghabisan dan di balik penghabisan itu ada
  rahasia-rahasia dan rincian-rincian yang telah saya sebutkan pertama kali
  dalam syarah ini dan ilmu-ilmu batin seperti ihnu hal ihwal hati.
 
Adapun
  yang terpuji darinya adalah kesabaran, syukur, rasa takut, harapan, keridaan,
  zuhud, gana’ah, pengetahuan karunia Allah  dalam semua keadaan, baik
  sangka dan keikhlasan dan sebagainya. Adapun yang tercela adalah takut miskin,
  benci takdir, mencari ihnu, ingin dipuji, ingin panjang umur di dunia untuk
  bersenang-senang dan sebagainya.
 
Dan mukasyafah,
  yaitu puncak ilmu. Ia adalah ibarat cahaya yang nampak di dalam hati ketika
  membersihkan dari sifat-sifatnya yang tercela. Dari cahaya itu timbul banyak
  hal hingga timbul pengetahuan yang hakiki tentang Dzat Allah  dan
  sifat-sifat-Nya yang kekal dan sempurna, perbuatan-perbuatan-Nya,
  hikmah-hikmah-Nya dalam hukum penciptaan dunia dan akhirat dan alasan
  pengutamaan-Nya terhadap akhirat di atas dunia.
 
Kami
  telah memasukkannya dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, maka pelajarilah kitab
  Al-Ihya’ supaya engkau menjadi ahli dhahir dan batin sekaligus. Telah
  dikatakan: Ulama dhahir adalah perhiasan bumi dan kerajaan bumi, sedangkan
  ulama batin adalah perhiasan langit dan kerajaan langit. :
 
As-Sariyyu
  berkata kepada Al-Junaid: Semoga Allah menjadikanmu ahli hadis yang sufi dan
  tidak menjadikanmu sebagai sufi yang ahli hadis. Dengan itu ia mengisyaratkan
  kepada pendapat bahwa siapa yang mempelajari hadis dan ilmu, kemudian belajar
  tasawuf, ia pun beruntung. Dan siapa yang belajar tasawuf sebelum ilmu, ia pun
  membahayakan dirinya.
 
Jika engkau melihat dirimu
  merasa berat mengamalkan wirid-wirid ini dan mengingkari ilmu semacam ini,
  lalu dirimu berkata kepadamu: Bagaimana ilmu ini bisa bermanfaat bagimu dalam
  majelis ulama dan kapan engkau bisa mengungguli teman-teman sejawat dan
  sederajat dan bagaimana ilmu ini bisa mengangat kedudukanmu di majelis umara
  dan wuzara. Bagaimana ia menyampaikanmu kepada pemberian dan tunjangan yang
  diberikan oleh mereka serta kepemimpinan atas wakaf dan peradilan.
 
Maka
  ketahuilah bahwa setan telah menyesatkan dan membuatmu lupa akan tempat
  kembali dan tempat tinggalmu, yaitu akhirat. Oleh karena itu carilah setan
  seperti engkau untuk memberitahukan kepadamu apa yang engkau sangka bahwa ia
  berguna bagimu di dunia dan menyampaikanmu kepada keinginanmu. Kemudian
  ketahuilah bahwa kemuliaan itu tidak bersih dari kekeruhan, baik di rumahmu
  maupun di desa dan kotamu.
Kemudian engkau akan kehilangan
  kemuliaan yang kekal dan kenikmatan abadi di sisi Tuhan sekalian alam.
  Segala puji bagi Allah yang pertama dan terakhir, yang lahir dan batin dan
  tiada daya dan kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi
  dan Maha Agung.
Semoga Allah melimpahkan salawat dan salam yang
  banyak kepada Sayyidina Muhammad  dan keluarga serta para
  sahabatnya.[alkhoirot.org] 

