Dalil Dasar Ibadah Shalat Menghadap Kiblat

Dalil Dasar Ibadah Shalat Menghadap Kiblat dari al-Quran dan hadits (sunnah) Banyak ayat al-Ouran yang menjelaskan mengenai dasar hukum menghadap kibl

Dalil Dasar Menghadap Kiblat

Judul buku: Ilmu Falak Praktik
Penulis dan Penerbit:
Sub Direktorat Pembinaan Syariah Dan Hisab Rukyat
Dibrektorat Urusan Agama Islam & Pembinaan Syariah
Direktokrat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Kementerian Agama Republik Indonesia
Bidang studi: Ilmu falak, ilmu hisab   

Daftar isi

  1. Dalil Dasar Menghadap Kiblat
    1. a. Dalil dari Al-Quran
    2. b. Dalil dari Hadits (al-Sunnah)
  2. Sejarah Kiblat
  3. Referensi dan Catatan
  4. Kembali ke: Buku Ilmu Falak dan Hisab Praktis

2. Dasar Menghadap Kiblat

a. Dasar hukum dari al-Qur'an

Banyak ayat al-Ouran yang menjelaskan mengenai dasar hukum menghadap kiblat, antara lain yaitu:

1. Firman Allah SWT dalam OS. al-Bagarah (2) ayat 144 :

قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ


“Sunggul: Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[67], maka
sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah
mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang
diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil
Haram itu adalah benar dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa
yang mereka kerjakan (OS. al-Bagarah (2): 144).[68]

2. Firman Allah SWT dalam OS. al-Bagarah (2) ayat 150 :

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۙ لِئَلَّا يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ اِلَّا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِيْ وَلِاُتِمَّ نِعْمَتِيْ عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَۙ


“Dan dari mana saja kamu keluar (datang) maka palingkanlah wajalunu ke
arah Masjidil Haram, dan di mana saja kamu semua berada maka palingkanlah
wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-
orang yang zalim di antara mereka, Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan
takutlah kepada Ku. Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atas kamu, dan supaya
kamu dapat petunjuk” (OS. al-Bagarah (2): 50).

b. Dasar Hukum dari Hadits

Sebagaimana yang terdapat dalam hadits-hadits Nabi Muhammad
SAW yang membicarakan tentang kiblat antara lain adalah :
1. Hadits riwayat Imam Muslim :

“Bercerita Abu Bakar bin Abi Saibah, bercerita “Affan, bercerita Hammad bin
Salamah, dari Tsabit dari Anas: “Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW (pada
suatu hari) sedang Shalat dengan menghadap Baitul Magdis, kemudian turunlah
ayat “Sesunggulnya Aku melihat mukamu sering menengadah ke langit, maka
sungguh Kami palingkan mukam ke Kiblat yang kamu kehendaki, Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram”. Kemudian ada seseorang dari bani Salamah
bepergian, menjumpai sekelompok sahabat sedang ruku' pada shalat fajar. Lalu 1g
menyeru “Sesungguhnya Kiblat telah berubah”, Lalu mereka berpaling seperti
kelompok Mabi, yakni ke arah Kiblat” (HR. Muslim).

2. Hadits  riwayat Imam Bukhari :

“Dari Abi Huratrah r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda: “menghadaplah
kiblat lalu takbir" (HR. Bukhari).[69]

3, Hadits riwayat Imam Bukhari :

“Bercerita Muslim, bercerita Hisyam, bercerita Yahya bin Abi Katsir dari
Muhammad bin Abdurrahman dari Jabir berkata: Ketika Rasulullah SAW shalat di
atas kendaraan (tunggangannya) beliau menghadap ke arah sekehendak
tunggangannya, dan ketika beliau hendak melakukan shalat fardlu beliau turun
kemudian menghadap Kiblat.” (HR. Bukhari).

4. Hadits riwayat Imam Bukhari :

"Ishag bin Mansyur menceritakan kepada kita, Abdullah bin Umar
menceritakan kepada kita, Ubaidullah menceritakan dari Sa'id bin Abi Sa'id al-
Magburiyi dari Abi Hurairah r.a berkata Rasulullah SAW bersabda: “ Bila kamu
hendak shalat maka sempurnakaniah wudlu lalu menghadap kiblat kemudian
bertakbirlah “ (HR. Bukhari).”[70]

5. Hadits riwayat Tirmidzi :

“Bercerita Muhammad bin Abr Ma'syarin, dari Muhammad bin Umar, dari
Abi Salamah, dari Abu Hurarral ra berkata» Rasulullah saw bersabda: antara
Timur dan Barat terletak kiblat (Ka'bah )”, (Haditst Riwayat Tirmidzi)[71]

Berdasarkan ayat Al Our'an dan Hadits di atas dapat diketahui bahwa
menghadap arah kiblat itu merupakan suatu kewajiban yang telah
ditetapkan dalam hukum atau syariat. Sehingga para ahli figh bersepakat
mengatakan bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah shalat. Maka
tiadalah kiblat yang lain bagi umat Islam melainkan Ka'bah di Baitullah di
Masjidil Haram.

Dalam persoalan menghadap ke Ka'bah semua empat mazhab yaitu
Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali telah bersepakat bahwa menghadap
kiblat merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Akan tetapi ada beberapa
pendapat di antaranya dikemukakan oleh Ali as-Sayis dalam Kitab Tafsir
Ayatul Ahkam yang menyebutkan bahwa golongan Syafi' iyah dan Hanabilah
menyatakan bahwa kewajiban menghadap kiblat tidaklah berhasil
terkecuali bila menghadap 'ain (bangunan) Ka'bah, hal itu berarti bahwa
kewajiban ini harus dilakukan dengan tepat menghadap ke Ka'bah.[72]

Sementara golongan Hanafiyah dan Malikiyah berpandangan bahwa
bagi penduduk Makkah yang dapat menyaksikan Ka'bah, maka wajib
menghadap kepada 'am-nya Ka'bah, tetapi bagi yang tidak dapat
menyaksikan Ka bah cukup dengan menghadap ke arahnya saja.[73]

Pendapat golongan Hanafiyah dan Malikiyah ini diperkuat dengan
hadits Rasululah SAW yang menyatakan bahwa “Bercerita Hasan bin Bakar
al-Maruzy bercerita al-Ma'ally bin Manshur bercerita Abdullah bin Ja'far al-
Mahzumy dari Utsman bin Muhammad al-Aklmas dari Sa'id al-Magbury dari Abi
Hurairah r.a berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Arah yang ada di antara Timur
dan Barat adalah Kiblat” (HR. Tirmidzi dan dikuatkan oleh Bukhari)[74] Hadits
ini menunjukkan bahwa kiblat yang harus dihadapi oleh orang yang tidak
dapat menyaksikan Ka'bah adalah cukup arahnya saja, karena pada
dasarnya seluruh alam semesta adalah milik Allah SWT.

Berdasarkan dalil-dalil di atas dapat diketahui bahwa:

Pertama, menghadap kiblat merupakan suatu keharusan bagi seseorang
yang melaksanakan shalat, sehingga para ahli figh bersepakat mengatakan
bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah shalat:

Kedua, apabila seseorang hendak melakukan shalat ketika di atas
kendaraan, maka diwajibkan baginya untuk menghadap kiblat sepenuhnya
(mulai takbiratul ihram sampai dengan salam) ketika melaksanakan shalat
fardlu, akan tetapi dalam melaksanakan shalat sunnah hanya diwajibkan
ketika melakukan takbiratul ihram saja.

3. Sejarah Kiblat

Ka'bah, tempat peribadatan paling terkenal dalam Islam, biasa disebut
dengan Baitullah (the temple or house of God).[75] Dalam The Encyelopedia Of
Religion dijelaskan bahwa bangunan Ka'bah ini merupakan bangunan yang
dibuat dari batu-batu (granit) Makkah yang kemudian dibangun menjadi
bangunan berbentuk kubus (cube-like building) dengan tinggi kurang lebih 16
meter, panjang 13 meter dan lebar 11 meter.[76]

Batu-batu yang dijadikan bangunan Ka'bah saat itu diambil dari lima
sacred mountains, yakni: Sinai, al-Judi, Hira, Olivet dan Lebanon.[77] Nabi Adam
AS dianggap sebagai peletak dasar bangunan Ka'bah di Bumi karena
menurut Yagut al-Hamawi (575 H/1179 M-626 H/1229 M. ahli sejarah dari
Irak) menyatakan bahwa bangunan Ka'bah berada di lokasi kemah Nabi
Adam AS setelah diturunkan Allah SWT dari surga ke bumi.[78] Setelah Nabi
Adam AS wafat, bangunan itu diangkat ke langit. Lokasi itu dari masa ke
masa diagungkan dan disucikan oleh umat para nabi.

Pada masa Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS, lokasi itu
digunakan untuk membangun sebuah rumah ibadah. Bangunan ini
merupakan rumah ibadah pertama yang dibangun, berdasarkan ayat dalam
(OS. Ali Imran (3) ayat 96.

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah)
manusia talah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi
petunjuk bagi semua manusia” (OS. Ali Inaran (31: 96).

Sebagaimana yang terdapat dalam (9S. al-Bagarah (2) ayat 125.

“Dan (ingatlah), ketika kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat
berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan jadikanlah sebagian “magam
Ibrahim”,[79] tempat shalat. dan Telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail:
"Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thunoaf, yang i"tikaf, vang ruku'
dan yang sujud" (OS. al-Bagarah (2): 125). [80]

Dalam pembangunan itu, Nabi Ismail AS menerima Hajar Aswad (batu
hitam)[81] dari Malaikat Jibril di Jabal Oubais, lalu meletakkannya di sudut
tenggara bangunan, Bangunan itu berbentuk kubus yang dalam bahasa arab
disebut muka'ab, Dari kata inilah muncul sebutan Ka'bah. Ketika itu Ka'bah
belum berdaun pintu dan belum ditutupi kain. Orang pertama yang
membuat daun pintu Ka'bah dan menutupinya dengan kain adalah Raja
Tubba' dari Dinasti Hunvar (pra Islam) di Najran (daerah Yaman).

Setelah Nabi Ismail AS wafat, pemeliharaan Ka'bah dipegang oleh
keturunannya, lalu Bani Jurhum, lalu Bani Khuza'ah yang memperkenalkan
penyembahan berhala. Selanjutnya pemeliharaan Ka'bah di pegang oleh
kabilah-kabilah Ouraisy yang merupakan generasi penerus garis keturunan
Nabi Ismail AS.[82]

Menjelang kedatangan Islam, Ka'bah dipelihara oleh Abdul Muthalib,
kakek Nabi Muhammad SAW. Ia menghiasi pintunya dengan emas yang
ditemukan ketika menggali sumur zam-zam. Ka'bah di 'masa ini,
sebagaimana halnya di masa sebelumnya, menarik perhatian banyak orang.
Abrahah, gubernur Najran, yang saat itu merupakan daerah bagian kerajaan
Habasyah (sekarang Ethiopia) memerintahkan penduduk Najran, yaitu bani
Abdul Madan bin ad-Dayyan al-Harisi yang beragama Nasrani untuk
membangun tempat peribadatan seperti bentuk Ka'bah di Makkah untuk
menyainginya. Bangunan itu disebut Brah, dan dikenal sebagai Ka'bah
Najran. Ka'bah ini diagungkan oleh penduduk Najran dan dipelihara oleh
para uskup.[83]

Al-Qur an memberikan informasi bahwa Abrahah pernah bermaksud
menghancurkan Ka'bah di Makkah dengan pasukan gajah. Namun,
pasukannya itu lebih dahulu dihancurkan oleh tentara burung yang
melempari mereka dengan batu dari tanah berapi sehingga mereka menjadi
seperti daun yang di makan ulat.

Dalam firman Allah SWT dalam OS. al-Fiil, (105) ayat 1-5.

"Apakah kamu tidak memperhatikan bagannana Tuhanmu telah bertindak
terhadap tentara gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk
menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung
yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari
Tanah yang terbakar. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang di
makan (ulat).” (OS. al-Fiil (105): 1-5),

Ka'bah sebagai bangunan pusaka purbakala semakin rapuh dimakan
waktu, sehingga banyak bagian-bagian temboknya yang retak dan bengkok.
Selain itu Makkah juga pernah dilanda banjir hingga menggenangi Ka'bah
dan meretakkan dinding-dinding Ka'bah yang memang sudah rusak.

Pada saat itu orang-orang Ouraisy berpendapat perlu diadakan
renoyasi bangunan Ka'bah untuk memelihara kedudukannya sebagai
tempat suci. Dalam renovasi ini turut serta pemimpin-pemimpin kabilah
dan para pemuka masyarakat Ouraisy, Sudut-sudut Ka'bah itu oleh Ouraisy
dibagi empat bagian,[84] tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus
dirombak dan dibangun kembali.

Ketika sampai ke tahap peletakan Hajar Aswad mereka berselisih
tentang siapa yang akan meletakkannya. Kemudian pilihan mereka jatuh ke
tangan seseorang yang dikenal sebagai al-Amin (yang jujur atau terpercaya)
yaitu Muhammad bin Abdullah (yang kemudian menjadi Rasulullah SAW).

Setelah penaklukan kota Makkah (Fathul Makkah), pemeliharaan Ka'bah
dipegang oleh kaum muslimin. Dan berhala-berhala sebagai lambang
kemusyrikan yang terdapat di sekitarnyapun dihancurkan oleh kaum
muslimin.[85]

Referensi dan Catatan

67. Maksudnya talah nabi Muhammad SAW, sering melihat ke langit berdo'a dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.

68 Berdasarkan asbabum nuzul ayat tentang arah kiblat di atas disertai dengan hadits- hadits Rasulullah SAW,, para fugaha bersepakat menempatkan menghadap ka'bah sebagai kiblat merupakan syarat sah bagi seseorang yang hendak melakukan shalat. Artinya bahwa apabila shalat dilakukan tanpa menghadap kiblat / mengarah ke Ka'bah, dengan beberapa pengecualian, di sini dipergunakan dalam beberapa hal, di antaranya ketika shalat dalam ketakutan, keadaan terpaksa, keadaan sakit berat (OS. Al-Bagarah (2) ayat 239) dan ketika melakukan shalat sunnah di atas kendaraan (05. Al-Bagarah (2) ayat 115). maka shalatnya juga dinyatakan tidak sah. Ibnu Kusyd al-GJartuby, Bidayatul Muftahud toa Nihayatul Mugtashid, jaz, IL, Beirut: Darul Kutubil "Ilmiyyah. Lt, hlm. 115,
      Oleh sebab itu, sebelum seseorang menunaikan shalat. maka ia harus memenuhi syarat-syarat sah shalat, diantaranya harus yakin dan sadar bahwa ia melakukan shalat tepat menghadap arah kiblat. Ibnu Rusyd al4Jartuby, Ibul, Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Dur'an dan terjemahannya, Op.cit. 37. 

69. Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Op.cit hlm. 130

70 ibid

71 Abi Isya Muhammad bin Isya Ibnu Saurah, Jami'u Shahih Sumanut at-Tirmidri, Beirut: Darul Katobil "Tlmiyyah, tthu, Juz. II hlm.17t. 

72 Sebagaimana dalam pandangan Mazhab Syafi'i telah menambah dan menetapkan tiga kaidah yang bisa digunakan untuk memenuhi syarat menghadap kiblat yaitu:

a. Ainul Ka'bah yaitu bagi seseorang yang langsung berada di dalam Masjidil Haram dan melihat langsung Ka'bah, maka ia harus wajib menghadapkan dirinya ke Kiblat dengan penuh yakin, karena kewajiban tersebut bisa dipastikan terlebih dahulu dengan melihat atau menyentuhnya

b,  Jihatul Ka'bah yaitu bagi seorang yang berada di luar Masjidil Haram atau disekitar tanah suci Makkah sehingga tidak dapat melihat bangunan Ka'bah, maka mereka wajib menghadap ke arah Masjidil Haram sebagai maksud menghadap ke arah Kiblat secara azan,

Jihatul Kiblat yaitu bagi seseorang berada di luar tanah suci Makkah atau bahkan di luar negara Arab Saudi. Bagi yang tidak tahu arah dan ia tidak dapat mengira Kiblat Dzannya maka ia boleh menghadap kemanapun yang ia yakini sebagai Arah Kiblat. Namun bagi yang dapat mengira maka ia wajib fjtihad terhadap arah kiblatnya, ljtihad dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat dari suatu tempat yang terletak jruh dari Masjidil Haram, Di antaranya adalah ijtihad menggunakan posisi rasi bintang, bayangan matahari, arah matahari terbenam dan perhitungan segitiga bola maupun pengukuran menggunakan peralatan modern. Bagi lokasi atau tempat yang jauh seperti Indonesia, ijtihad arah kiblat
dapat ditentukan melalui perhitungan falak atau astronomi serta dibantu pengukurannya
menggunakan peralatan modern seperti kompas, GPS, theodolit dan sebagainya,

Penggunaan alat-alat modern ini akan menjadikan arah kiblat yang kita tuju semakin tepat dan akurat, Dengan bantuan alat dan keyakinan yang lebih tinggi maka hukum kiblat dzan akan semakin mendekati kiblat yakin. Dan sekarang kaidah-kaidah pengukuran arah kiblat menggunakan perhitungan astronomis dan pengukuran menggunakan alat-alat modem semakin banyak digunakan secara nasional di Indonesia dan juga di negara-negara lain.

Bagi orang awam atau kalangan yang tidak tahu menggunakan kaidah tersebut, ia pertu  taqlid atau percaya kepada orang yang berijtihad.  

73 Sebagaimana dinukil oleh Abduarrachim dari Ali as-Sayis dalam Tafsir Ayatul Ahkam juz I, hlm. 45 

74 Lihat Sunanut Tirmidzi dalam Kutubut Tis'ah, Lihat juga dalam Muhammad ibnu Ismail ash-Shan' ani, Subulus Salam, juz. 1, Beirut : Darul Kutubil Tlmiyyah, tt, hlm. 250

75 CE Bastworth, et. al (ed), The Encyolopedia Of Islam, Vol. IV, Leiderc E |. Brill, 1978, hlm. 317.

76 Mircea Eliade (ed), The Encvclopedia Of Eeigion, Vol. 7, New York: Macmillan Publishing Company, t.th, hlm. 225.

77 Lihat dalam Susiknan Azhari, Op, cit. hlm. 34-35.  Abdul Azis Dahlan, ef al., op cit. 

78 Abdul Azis Dahlan, et al., op.cit

79 Ialah tempat berdiri Nabi Ibrahim a.s. di waktu membuat Ka'bah 

80 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit,. hlm. 33.

81 Dalam The Encydlopedia Of Religion disebutkan bahwa Hajar Aswad atau batu hitam yang berletak di sudut tenggara bangunan Ka'bah ini sebenarnya tidak berwarna hitam, melainkan berwarna merah kecoklatan (gelap). Hajar Aswad ini merupakan batu yang  "disakralkan” oleh umat Islam, Mereka mencium atau menyentuh Hajar Aswad tersebut saat  melakukan thawaf karena Nabi Muhammad SAW juga melakukan hal tersebut, Pada dasarnya "pensakralan” tersebut dimaksudkan bukan untuk menyembah Hajar Aswid, akan tetapi  dengan tujuan menyembah Allah SWT.

82 Abdul Azis Dahlan, et al., Loc.cit

83  Lihat dalam Susiknan Azhari, Op, cil., hlm. 25-36. 

84 Pojok sebelah Utara disebut ar-rukmul Iragi, sebelah Barat ar-ruknusy Syam, sebelah
Selatan ruknul Yamani, sebelah Timur ar-rukmul Aswadi (karena Hajar Aswad terletak di pojok ini).


LihatTutupKomentar