Maksud Cinta Dan Benci Karena Allah

Maksud Cinta Dan Benci Karena Allah Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang takwa

Maksud Cinta Dan Benci Karena Allah

Nama kitab: Terjemah Durratun Nashihin, Durrotun Nasihin
Judul asal: Durrat al-Nasihin fi al-Wa'zhi wa al-Irsyad
Judul asal dalam teks Arab: درة الناصحين في الوعظ والإرشاد
Makna: Mutiara Ahli Nasihat dalam Petuah dan Tuntunan Agama
Penulis: Umar bin Hasan bin Ahmad al-Syakir al-Khaubari (عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخويري)
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam, akhlak mulia, tasawuf
Penerjemah:

Daftar isi

  1. Penjelasan Tentang Cinta Dan Benci Karena Allah
  2. Penjelasan Tentang Permusuhan Setan
  3. Penjelasan Tentang Hijrah Untuk Melakukan Ketaatan Kepada Allah Taala
  4. Penjelasan Tentang Keutamaan Malam Bara'ah
  5. Penjelasan Tentang Hari Kiamat Dan Hisabnya
  6. Kecaman Terhadap Orang Yang Durhaka Kepada Ibu-Bapak Dan Keutamaan Berbuat Baik Kepada Keduanya
  7. Kecaman Terhadap Sifat Buruk Sangka Dan Menggunjing
  8. Penjelasan Tentang Mukjizat Nabi Muhammad Saw
  9. Penjelasan Tentang Menangis
  10. Penjelasan Tentang Keutamaan Hari Jumat
  11. Penjelasan Tentang Neraka Dan Malaikat Zabaniyah
  12. Penjelasan Tentang Tobat Nasuhah
  13. Penjelasan Tentang Tanda-Tanda Orang Yang Beruntung Dan Celaka
  14. Penjelasan Tentang Ihwal Nafsu
  15. Penjelasan Tentang Hari Raya Idul Fitri
  16. Keutamaan Sepuluh Dzulhijjah
  17. Penjelasan Tentang Keutamaan Lailatul Qadar
  18. Keutamaan Kurban Dan Penjelasan Tentang Takbir-Takbirnya
  19. Keutamaan Membaca Surah Al Ikhlas Dengan Basmalah
  20. Penutup
  21. Kembali ke: Terjemah Durratun Nashihin 

57. PENJELASAN TENTANG CINTA DAN BENCI KARENA ALLAH

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa. “Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekuatiran atasmu pada hari ini dan tiada pula kamu bersedih hati. (Yaitu orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, sedang dulu mereka adalah orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istrimu digembirakan”. (QS. Zukhruf : 67-70).

Tafsir :

Teman-teman akrab, orang yang berkasih-kasihan.

(.    ) pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Artinya : mereka saling bermusuhan pada hari itu (kiamat, sebab hubungan telah terputus, karena apa yang dahulu menjadikan mereka berkasih-kasihan ternyata menyebabkan azab.

 

(.    ) kecuali orang-orang yang bertakwa. Oleh karena persahabatan mereka adalah karena Allah, maka persahabatan itu tetap bermanfaat selama-lamanya.

 

(.    ) Hai hamba-hamba-Ku tiada kekuatiran atasmu pada hari ini dan tiada pula kamu bersedih hati. Ayat ini merupakan kisah tentang kalimat yang digunakan untuk menyeru orang-orang yang bertakwa, yang saling mengasihi karena Allah, pada hari itu.

 

(.    ) Yaitu orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. Ini adalah Sifat dari orang-orang yang diseru tersebut.

 

(.   ) sedang dahulu mereka adalah orang-orang yang berserah diri. Kalimat ini merupakan hal dari wawul jamaah (yang terdapat pada kata     ), maksudnya : Orang-orang yang beriman dengan ikhlas. Hanya saja, ungkapan ini lebih mantap.

 

(.    ) Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istrimu, istri-istrmu yang beriman.

 

(.   ) digembirakan, diberi kesenangan yang tampak tandanya, yakni bekasnya pada wajah-wajah kamu. Atau, kamu dihiasi dengan suatu hiasan, yaitu waiah dan perangai yang bagus. Atau, kamu dimuliakan dengan pemuliaan yang bersangatan.

 

Kata al habrah (.   ) artinya : bersangatan, berkaitan dengan sesuatu yang dianggap indah.

 

Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Hiasilah majelis-majelis kamu dengan membaca salawat untukku, karena salawatmu untukku itu adalah cahaya pada hari kiamat”. (Diriwayatkan oleh Pengarang Al Firdaus)

 

Dan diriwayatkan juga dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda yang artinya :

 

“Sesungguhnya Allah Taala mempunyai hamba-hamba, yang bagi mereka disediakan mimbar-mimbar pada hari kiamat untuk mereka duduki. Mereka adalah kaum yang pakaiannya bercahaya dan wajahnya pun bercahaya. Padahal mereka bukanlah nabi atau syahid, namun para nabi dan syuhada ingin menjadi seperti mereka”.

 

Para sahabat bertanya : “Siapakah mereka itu, Ya Rasulullah?”.

 

Beliau menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai di jalan Allah, orang-orang yang saling berkunjung pada jalan Allah, dan orang-orang yang saling bergaul pada jalan Allah”. (Hadis ini diriwayatkan oleh Ath Thabrani di dalam Al Ausath)

 

Dan diriwayatkan pula dari Rasulullah saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :

 

“Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Musa as. : “Hai Musa, sudahkan engkau berbuat suatu amal untuk-Ku semata?”.

 

Musa as. menjawab : “Tuhanku, aku telah melakukan salat untuk-Mu, berpuasa untuk-Mu, bersedekah untuk-Mu, dan telah berzikir untuk-Mu”.

 

Lalu Allah berfirman : “Hai Musa, sesungguhnya salat adalah suatu bukti kebenaran bagimu, dan puasa adalah sebuah perisai bagimu, sedekah adalah sebuah naungan bagimu, dan zikir adalah cahaya bagimu. Maka amal apakah yang telah engkau perbuat untuk-Ku semata?”.

 

Musa as. menjawab : “Tunjukkanlah kepada hamba amal apa yang hanya untuk-Mu semata?”.

 

Allah berfirman : “Hai Musa, pernahkah engkau berteman dengan seseorang karena Aku, dan pernahkah engkau memusuhi seseorang karena Aku?”.

 

Dari dialog di atas dapatlah diketahui bahwa, amal yang paling disukai Allah adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw. sabdanya :

 

Artinya : “Sesungguhnya pada hari kiamat kelak, Allah Taala akan berfirman : “Manakah orang-orang yang saling mencintai pada jalan-Ku, demi kemuliaan dan keagunganKu, pada hari ini Aku naungi mereka dengan naungan-Ku, yaitu hari yang tidak ada tempat berteduh kecuali naungan-Ku”. (HR. Ath Thabrani)

 

Di dalam sebuah khabar disebutkan bahwa, pada hari kiamat ada seorang mukmin dibawa mengahadap ke hadrat Allah, lalu amal-amalnya ditimbang. Maka ternyata keburukan-keburukannya lebih berat daripada kebaikan-kebaikannya, sehingga dia disuruh masukkan ke dalam neraka. Lalu berkatalah orang mukmin tersebut : “Oh Tuhanku, berilah tangguh kepada hamba barang sesaat. Hamba akan meminta satu kebaikan dari ibuku”.

 

Allah pun memberinya tangguh.

 

Kemudian orang mukmin itu datang menemui ibunya, lalu berkata : “Wahai ibunda, demi pengasuhan yang telah ibu lakukan terhadap diriku selama di dunia dulu, dan telah ibu sampaikan aku kepada tiap-tiap kebaikan, berilah aku sebuah dari kebaikan-kebaikan ibu, supaya aku selamat dari neraka”.

 

Ibunya menjawab : “Wahai anakku, sesungguhnya aku ini lemah terhadap keadaanku dan bingung menghadapi urusanku sendiri. Maka bagaimana mungkin itu dapat menyelamatkanmu pada hari ini?’.

 

Maka orang mukmin itu merasa tidak ada harapan lagi untuk mendapatkan kebaikan dari ibunya. Kemudian dia pun mendatangi semua kerabatnya, namun dia kecewa sebab semuanya tidak dapat memenuhi permintaannya. Maka Allah Taala memerintahkan supaya memasukkannya ke dalam neraka.

 

Tetapi, ketika dia sedang digiring ke dalam neraka, salah seorang sahabat kentalnya mengetahuinya, lalu sahabatnya itu berkata kepadanya : “Aku berikan seluruh kebaikanku kepadamu, supaya salah seorang dari kita ada yang selamat dari neraka. Dan itu lebih baik daripada kalau kita berdua sama-sama masuk neraka”.

 

Akhirnya orang mukmin tersebut disuruh masuk surga. Maka dengan gembira, dia pun bergegas menuju ke surga. Tetapi di tengah jalan ada yang berseru : “Bukanlah seorang jentelmen, apabila engkau melupakan sahabatmu di neraka, sedang engkau sendiri masuk surga”.

 

Orang itu lalu menjatuhkan dirinya bersujud kepada Allah, dan memberi syafaat kepada sahabatnya itu. Maka Allah pun menyuruh agar keduanya dimasukkan ke dalam surga. (Mau’izhah)

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah dan Ibnu Abbas ra., bahwa mereka mengatakan : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berkunjung ke saudaranya yang muslim, maka dari setiap langkahnya sampai pulang, dia akan mendapatkan pahala memerdekakan seorang sahaya perempuan, dan digugurkan darinya seribu kesalahan, dicatatkan baginya seribu kebaikan, dan diangkatkan baginya suatu cahaya seperti cahaya Arsy, di sisi Tuhannya”.

 

(HR. Alharits bin Abu Usamah)

 

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :

 

“Maukah kalian aku beritahu, beberapa orang dari kalian yang akan menjadi penghuni surga?”.

 

Kami menjawab : “Tentu, ya Rasulullah”.

 

Beliau menjelaskan : “Nabi adalah penghuni surga, orang-orang siddig adalah penghuni surga, orang yang mati syahid adalah penghuni surga, dan orang yang berkunjung kepada saudaranya yang muslim, yang tingga! di suatu sudut kota, yang kunjungannya itu hanya karena Allah, juga adalah penghuni surga”. (HR. Abu Na’im Alhafiz)

 

Dan dirwayatkan dari Barirah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya di dalam surga terdapat beberapa ruangan yang luarnya dapat dilihat dari dalamnya dan sebaliknya. Allah telah menyediakannya untuk orangorang yang saling mencinta, saling berkunjung dan saling berkurban di jalan-Nya”. (HR. Ath Thabrani)

 

Dan diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., katanya : Nabi saw. bersabda, yang artinya :

 

“Orang-orang yang saling mencintai dan saling berkunjung karena Allah, berada pada sebuah tiang yang terbuat dari yagut merah, pada puncak tiang tersebut ada tujuh puluh ribu ruangan yang menerangi penghuni surga sebagaimana matahari menerangi penduduk bumi. Para penghuni surga itu berkata : “Marilah kita berangkat untuk melihat orang-orang yang saling mencintai karena Allah”.

 

Ketika para penghuni surga itu melihat mereka, maka wajah-wajah mereka bersinar ssbagaimana matahari menerangi penduduk dunia. Mereka mengenakan pakaian serba hijau yang terbuat dari kain sutera halus. Pada dahi mereka tertulis : “Inilah orang-orang yang saling mencintai dan saling berkunjung karena Allah”.

 

Dan diriwayatkan dari Ali bin Alhusein, katanya : “Apabila orang-orang yang dahulu dan yang akhir telah berkumpul, maka terdengarlah suara seruan : “Mana tetangga-tetangga Allah di bumi-Nya?”. Yakni, di dunia.

 

Lalu sekelompok manusia bangkit menuju surga. Kemudian malaikat bertanya kepada mereka : “Mau ke mana?”. Mereka menjawab : “Ke surga”.

 

Malaikat bertanya pula : “Siapakah kalian?”.

 

Mereka menjawab “Kami adalah tetangga-tetangga Allah”.

 

Malaikat bertanya kembali : “Dari sebab apa ketetanggaan kalian itu?”.

 

Mereka menjawab : “Kami saling mencintai karena Allah”.

 

Maka berkatalah malaikat itu : “Masuklah ke surga, itulah sebaik-baik pahala orang yang beramal”.

 

Dan di dalam khabar disebutkan : “Apabila telah tiba hari kiamat, maka Allah menyuruh hadapkan dua orang mukmin ke hadapan-Nya. Yang seorang ahli maksiat, dan yang seorang lagi taat kepada Allah, namun kedua-duanya mati dalam keadaan beriman. Kemudian Allah menyuruh malaikat Ridhwan membawa orang yang taat itu ke dalam surga dan supaya dimuliakan. Firman Allah : “Aku telah meridai dia”. Dan Allah menyuruh malaikat Zabaniah supaya membawa mukmin yang suka maksiat itu ke neraka, dan supaya disiksa dengan siksa yang berat. Firman Allah : “Dahulu dia adalah seorang peminum arak”.

 

Maka pergilah mukmin yang taat tadi menuju surga sambil tertawa gembira. Tetapi setelah dekat ke surga, didengarnya suara panggilan sahabatnya dari arah belakangnya, yang berseru kepadanya: “Demi Allah hai sahabatku, hai kekasihku, kasihanilah aku dan berilah aku syafaat”. Begitu mukmin yang taat mendengar seruan itu, maka dia pun lalu berhenti di tempatnya, tidak mau masuk surga. Lantas Ridhwan menegurnya : “Masuklah ke dalam surga dan bersyukurlah kepada Allah atas keselamatan Anda dari neraka”.

 

Namun orang mukmin yang taat itu berkata : “Saya tidak mau masuk surga. Bawalah saya ke neraka”.

 

“Bagaimana aku membawamu ke neraka”, tanya Ridhwan dengan heran, sedany aku telah diperintahkan Allah agar memasukkan Anda ke surga dan melayani Anda?’.

 

Laki-laki itu berkata tegas : “Saya tidak menghendaki pelayananmu maupun surga”.

 

Kemudian terdengar seruan : “Hai Ridhwan, Aku lebih tahu apa yang terbetik di dalam hati sanubari hamba-Ku ini. Tetapi, tanyailah dia olehmu sendiri, maka engkau akan tahu apa yang terbetik di dalam hatinya”.

 

Maka Ridhwan pun bertanya : “Kenapa Anda tidak mau masuk surga dan rela masuk neraka?”

 

Orang itu menjawab : “Karena ahli maksiat yang pergi ke neraka itu, dahulu di dunia, dia mengenalku. Sekarang dia memanggil-manggilku, meminta pembelaan dan memohon syafaat kepadaku, sedang aku tidak berkuasa mengeluarkannya dari neraka dan memasukikan ke dalam surga. Kini tidak ada lagi jalan lain bagiku kecuali pergi juga ke neraka, supaya aku dan dia sama-sama menanggung azab”.

 

Maka terdengarlah suatu seruan dari hadirat Tuhan Yang Maha Rahman : “Wahai hamba-Ku, kamu dengan kelemahanmu tidak rela bila sahabatmu itu pergi ke neraka, karena dia telah melihatmu di dunia sebentar. Dulu, dia telah mengenalmu dan bersahabat denganmu hanya beberapa hari saja. Maka bagaimana Aku rela hamba-Ku itu masuk neraka, sedang dia sesungguhnya telah mengenal Aku seumur hidupnya, dan menganggap Aku Tuhan selama tujuh puluh tahun?. Pergilah ke surga, sesungguhnya Aku telah memaafkan sahabatmu itu, dan Aku berikan dia buat temanmu”. (Mau’izhah)

 

Dan diriwayatkan pula, ada dua orang yang bersaudara pada jalan Allah, bertemu. Seorang di antara mereka berdua bertanya kepada yang lain : “Darimana Anda datang?”.

 

Sahabatnya menjawab : “Saya telah naik haji ke Baitullah dan telah berziarah ke makam Rasulullah saw. Dan Anda, dari mana?”.

 

“Saya baru saja berkunjung kepada seorang saudara yang saya cintai karena Allah”, jawabnya.

 

Sahabatnya itu berkata pula : “Maukah Anda memberikan kepada saya keutamaan kunjunganmu itu, sehingga aku pun akan memberikan kepadamu keutamaan hajiku?”.

 

Yang diminta menundukkan kepalanya sejenak, sekonyong-konyong terdengar suara gaib mengatakan : “Berkunjung kepada seorang saudara pada jalan Allah adalah lebih utama di sisi Allah daripada seratus kali naik haji sunnah”. (Mau’izhah)

 

Diceritakan dari sebagian ulama mengenai firman Allah Taala di dalam surah Yusuf :

 

Artinya : “Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis”

 

Maksudnya, saudara-saudara Yusuf datang sambil berpura-pura menangis dengan membawa seekor serigala yang berhasil mereka tangkap, seraya berkata kepada ayah mereka : “Srigala ini telah memangsa anakmu, Yusuf”.

 

Nabi Ya’qub as. lalu menyendiri bersama serigala itu. Kemudian Beliau salat dua rakaat. Usai salat, Beliau menanyai serigala itu : “Wahai serigala, benarkah engkau telah memangsa anakku dan biji mataku?”.

 

Allah Taala lalu membuat srigala itu dapat berbicara, maka ia pun menjawab : “Aku berlindung kepada Allah, wahai Nabi Allah, sesungguhnya daging para nabi tidak termakan oleh bumi, api maupun binatang buas. Tetapi, mereka telah menangkapku lalu mcm. bawaku kepada Baginda”.

 

Ya’qub berkata kembali kepada srigala itu : “Wahat srigala, bagaimana engkau bisa jatuh ke tangan mereka?. Dari mana engkau datang dan ke mana engkau hendak pergi?

 

Srigala itu menjawab : “Aku datang dari negeri Jurjan, dan bermaksud akan pergi ke Kan’an untuk mengunjungi saudaraku pada jalan Allah”.

 

“Kenapa engkau mengunjunginya?”, tanya Nabi Ya’qub pula.

 

Srigala itu menjawab : “Karena ayahku telah bercerita, dari kakekku, dan kakekku dari kakekmu Ibrahim as., bahwa Beliau telah bersabda yang artinya : “Barangsiapa berkunjung kepada saudaranya pada jalan Allah, maka Allah akan mencatatkan baginya seri. bu kebaikan, menghapuskan darinya seribu keburukan, mengangkat untuknya seribu derajat. Dan menyelamatkannya dari siksa pada hari kiamat, dengan sebab kunjungannya kepada saudaranya itu. Dan dia akan dikumpulkan bersama saudaranya itu di dalam surga, sebagaimana jari telunjuk dengan jari tengah”. Sedang saya hendak mengunjungi seekor srigala. Dia adalah saudara sesusuanku. Saya dengar dia meninggal dunia. Kematiannya itu membuat saya sedih”.

 

Ya’gub as. berkata : “Tulislah oleh kamu cerita dari srigala ini!”

 

Hai saudara-saudaraku, srigala saja berkunjung kepada saudaranya pada jalan Allah, untuk memperoleh pahala dari Allah dan agar selamat dari siksa-Nya serta supaya dapat berkumpul bersama saudaranya itu di dalam surga. Maka, kenapa Anda tidak mencari pahala dari Allah dengan cara mengunjungi saudara-saudara Anda, serta supaya diselamatkan dari siksa-Nya dan dikumpulkan antara Anda dan saudara Anda di dalam surga?”. (Sekian, Mau’izhah)

 

Adapun ganjaran yang akan diperoleh oleh orang-orang yang saling berkunjung pada jalan Allah itu adalah seperti yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa dia berkata : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang hamba mengunjungi saudaranya pada jalan Allah, melainkan Allah Taala akan berfirman di dalam kerajaan Arsy-Nya : “Hamba-Ku telah berkunjung kepada-Ku, dan Aku harus memberinya hidangan. Dan Aku tidak rela untuk hamba-Ku itu hidangan selain dari surga”. (Diriwayatkan oleh Pengarang Al Firdaus tanpa sanad)

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Seorang laki-laki telah berkunjung kepada saudaranya pada jalan Allah. Maka Allah menugaskan kepada malaikat untuk menghadangnya di tengah perjalanan: nya. Malaikat itu berkata : “Anda hendak ke mana ?”. Laki-laki itu menjawab : “Saya hendak ke fulan”. Malaikat itu bertanya pula :’Apakah karena hubungan keluarga?”. Lelaki Itu menjawab : “Bukan”. Kemudian malaikat itu bertanya kembali : “Apakah karena Anda menginginkan suatu pemberian darinya?”. Laki-laki itu menjawab : “Bukan”. Malaikat Itu kembali bertanya : “Jadi, untuk apa Anda berkunjung kepadanya?” Orang itu menjawab “Saya mencintai dia karena Allah”. Maka berkatalah malaikat itu : “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah, sesungguhnya Allah mencintaimu dan juga dia (seorang yang Ar da kunjungi itu). (Diriwayatkan oleh Pengarang kitab Al Firdaus)

 

Dan diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Perbuatan yang paling utama adalah cinta pada jalan Allah dan benci pada jalan Allah”. (Hadis ini dari Hisanul Mashabih, diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.)

 

Dalam hadis ini terkandung suatu petunjuk bahwa, seorang mukmin itu harus ah mempunyai kawan-kawan yang dia cintai karena Allah Taala, dan haruslah ada orarg yang dia benci karena Allah pula, yaitu apabila orang itu termasuk orang yang durhaka kepada Allah Taala. Sebab orang yang menjadi kekasih oleh sesuatu alasan otomatis akan menjadi dibenci karena alasan sebaliknya. Dia bebas dalam masalah cinta dan benci itu, tetapi masing-masing dari cinta dan benci itu terpendam di dalam hati. Masing-masing baru akan tampak apabila telah nyata mana yang lebih menonjol. Apabila percinta yang lebih menonjol, maka akan lahirlah perbuatan-perbuatan orang yang sedang over cinta, seperti mendekat, mufakat, dan itu disebut muwalah (.  ): dan apabila benci yang menonjol, maka akan lahir pula perbuatan-perbuatan orang yang saling membenci. seperti saling menjauh dan berselisih, dan ini disebut mu’adah (.   ).

 

Seandainya ada orang yang bertanya : “Dengan cara bagaimana kebencian itu dapat ditampakkan?”. Maka jawabnya adalah : “Menampakkan kebencian itu adakalanya dengan perkataan dan adakalanya dengan perbuatan. Adapun yang dinyatakan dengan perkataan itu, kadang-kadang dilakukan dengan cara menutup mulut, tidak mau bicara atau saling menyapa dengan orang yang dibenci, dan kadang-kadang dengan cara berkata kasar kepadanya. Sedangkan kebencian yang dinyatakan dengan perbuatan itu, kadangkadang bisa dilakukan dengan cara tidak membantu orang yang dibenci itu, dan kadangkadang dilakukan dengan cara berusaha mencelakakannya atau merusak keperluankeperluannya yang menuju kepada kemaksiatan, yang ada kaitannya dengan rusaknya rencana jahatnya, bukan yang tidak berpengaruh apa-apa terhadapnya. Dan hal ini, apabila perbuatan maksiat yang dilakukannya itu disengajanya, baik yang besar maupun yang kecil. Adapun perbuatan maksiat yang dilakukannya dengan tidak sengaja, dan tampaknya dia menyesali perbuatannya itu, atau tidak terus-menerus dilakukannya maka dalam hal ini lebih baik memejamkan dan menutup mata saja, pura-pura tidak tahu, terutama apabila perbuatan durhakanya itu berupa pelanggaran terhadap hak Anda atau hak Orang yang ada hubungannya dengan Anda. Bersikap pura-pura tidak tahu daripada-nya adalah perbuatan yang baik. Karena memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya dan berbuat buruk kepada Anda itu adalah termasuk budi pekerti orang-orang yang beriman (siddig). Adapun terhadap orang yang menganiaya kepada orang lain selain Anda dan mendurhaka kepada Allah Taala, maka ketiadaan berpaling darinya itu merupakan perbuatan baik untuknya, sedang berbuat baik terhadapnya dalam kasus ini adalah termasuk perbuatan kurang baik, sebab berbuat baik kepada orang menganiaya itu adalah sama dengan berbuat buruk terhadap orang yang teraniaya. Sedangkan orang yang teraniaya itu lebih berhak mendapatkan perlindungan. Menguatkan hati orang yang teraniaya dengan cara berpaling dari orang yang menganiayanya adalah lebih disukai Allah daripada menguatkan hati penganiaya. (Demikianlah dari Majalis Ar rumi)

Kami telah membicarakan masalah ini secara panjang lebar, berkat inayah dari Allah, Raja Yang Mahakuat, Yang Maha Mendengar suara yang keras maupun yang pelan. Bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat.

58. PENJELASAN TENTANG PERMUSUHAN SETAN

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan munkar. Seandainya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, niscaya tidaklah bersih seorang pun dari kamu selama-lamanya. Tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Annur : 21)

 

Tafsir :

(.     ) hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, dengan cara menyebarkan kekejian. Nafi’, Albazzi, Abu-bakar, Abu Amr, dan Hamzah membaca khuthuwaati (.  ) dengan mensukunkan huruf tha, sehingga menjadi (.   ).

 

(.    ) Barangsiapa yang mengikuti langkahlangkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan munkar. Kalimat ini merupakan keterangan tentang alasan dari larangan mengikuti langkah-iangkah setan. Al fahsyau adalah perbuatan yang sangat buruk, sedang Al Munkar adalah perbuatan yang ditentang oleh syara’.

 

(.    ) Seandainya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dengan cara menuntun kepada tobat yang dapat menghapuskan dosa-dosa, dan mensyariatkan hukuman-hukuman sebagai penebusnya.

 

(.    ) niscaya tidaklah bersih, tidak suci dari kotoran langkah-langkah setan.

 

(.    ) seorang pun dari kamu selama-lamanya, hingga akhir masa.

 

(.    ) Akan tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendakiNya, dengan mengarahkannya kepada tobat dan menerima tobatnya.

 

(.    ) Dan Allah Maha Mendengar, perkataan mereka.

 

(.   ) dan Maha Mengetahui, perbuatan-perbuatan dan niat-niat mereka. (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Yang paling banyak salawatnya di antara kamu, dialah yang paling banyak istrinya kelak di surga”. Sungguh benar Nabi dengan segala sabdanya. Dan dari Ibnu Hisyam, katanya : “Telah sampai pada kami bahwa, Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Perbanyaklah olehmu membaca salawat untukku pada malam yang terang dan hari yang cerah, karena keduanya menyampaikan (salawat) darimu. Dan sesungguhnya bumi itu tidak akan memakan jasad nabi-nabi Tidak seorang muslim pun yang bersalawat kepadaku, melainkan ada malaikat yang akan membawa salawatnya itu hingga disampaikannya kepadaku seraya menyebutkan namanya, sampai-sampai malaikat itu berkata : “Bahwa si fulan berkata begini dan begini”. (Syifaus Syarif)

 

Adapun yang dimaksud “langkah-langkah setan” adalah tingkah laku dan jalan setan. Sedangkan arti ayat di atas adalah :

 

“Janganlah kamu menempuh jejak-jejak setan, dan janganlah kamu mengikuti pengaruh-pengaruhnya dan godaan-godaannya, dengan cara menyebariuaskan kekejian, serta mendengarkan dan memperkatakan benta dusta”. (Syaikh Zadah)

 

Mengenai firman Allah :

 

Artinya : “Seandainya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu”.

 

Dengan menerima tobat, niscaya tidak akan ada seorang pun di antara kamu yang bersih dari kotoran dosa hingga dunia berakhir. Akan tetapi, Allah Taala membersihkan Orang-orang yang bertobat, dengan menerima tobat mereka, berkat kelembutan dan kemurahan-Nya. (Kasysyaf)

 

Dari Syagig Al Balkhi, katanya : “Dahulu, Ibrahim bin Adham pernah berjalan-jalan di pasar-pasar Basrah, maka orang banyak pun datang mengerumuninya, lalu mereka berkata kepadanya : “Wahai Abu Ishak, sesungguhnya Allah Taala telah berfirman di dalam Kitab-Nya :

 

Artinya : “Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.

 

Sedang kami selama ini telah berdoa, tetapi kenapa Allah tidak juga memperkenan. kan doa kami?”.

 

Ibrahim menjawab : “Hai penduduk Basrah, hati kamu telah mati dalam sepuluh perkara, maka bagaimanakah akan diperkenankan doamu?.

 

Pertama, kamu mengaku telah mengenai Allah Taala, namun kamu tidak menunaikan hak-Nya.

Kedua, kamu mengaku telah membaca Alquran, namun kamu tidak mengamalkan isinya.

Ketiga, kamu mengaku mencintai Rasulullah, namun kamu meninggalkan sunnahnya.

Keempat, kamu mengaku memusuhi setan, tetapi kamu mematuhi dan menyetujuinya.

Kelima, kamu mengaku ingin masuk surga, namun tidak berusaha menuju ke sana.

Keenam, kamu mengaku ingin selamat dari neraka, namun kamu jerumuskan dirimu ke dalamnya.

Ketujuh, kamu mengatakan bahwa maut itu benar adanya, namun kamu tidak bersiap-siap menghadapinya.

Kedelapan, kamu sibuk memikirkan aib saudara-saudaramu, namun tidak mengenai aib dirimu sendiri.

Kesembilan, kamu telah memakan nikmat dari Tuhanmu, namun kamu tidak bersyukur kepada-Nya.

Kesepuluh, kamu telah menguburkan orang-orang yang mati diantara kamu, namun kamu tidak mengambil itibar dengan (pengalaman) mereka. (Hayatul qulub).

 

Dalam salah satu khabar disebutkan : Apabila tiba waktu salat, Iblis yang terkutuk itu memerintahkan bala tentaranya untuk berpencar dan mendatangi manusia, dan membuat mereka sibuk agar tidak salat. Kemudian setan mendatangi orang yang hendak salat, lalu dibuatnya sibuk hingga orang itu akhirnya menangguhkan salat dari waktu yang semestinya. Kalau usahanya itu tidak berhasil, maka setan tersebut lalu menyuruh orang itu agar tidak menyempurnakan ruku, sujud, bacaan dan tasbihnya. Dan kalau itu masih tidak berhasil juga, maka setan lalu membikin hati orang sibuk memikirkan urusan-urusan duniawi. Dan kalau semua itu tidak berhasil dilakukannya, maka pergilah setan itu dengan sia-sia dan terhina. Kemudian Iblis yang terkutuk itu memerintahkan supaya setan tersebut diikat lalu dicampakkan ke laut. Tetapi kalau setan itu berhasil melakukan salah satu dari yang disebutkan tadi, maka dia pun dimuliakan dan diagungkan oleh Iblis. (Tanbihul Ghafilin)

 

Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya setan itu mempunyai “lummah” terhadap manusia, dan malaikat pun demikian pula. Adapun “lummah” setan itu adalah mengancam keburukan dan mendustakan kebenaran. Sedangkan “lummah” malaikat itu adalah menjanjikan kebaikan dan membenarkan kebenaran. Maka barangsiapa mendapatkan yang ini (lummah dan malaikat), hendaklah diketahuinya bahwa itu adalah dari Allah, maka hendaklah dia memuji kepada Allah Taala. Dan barangsiapa mendapatkan yang lain (lummah dari setan), maka hendaklah dia berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk. (Mashabih)

 

Kata Al Lummatu (.   ) berasal dari kata Al lmam ( ) yang artinya Al Aurbu (   ), atau dekat. Jadi masing-masing dari malaikat dan setan itu mengadakan pendekatan kepada manusia dengan dua perkara ini, yaitu menjanjikan kebaikan (malaikat) atau keburukan (setan). Dua perkara tersebut, maksudnya dua macam ilham yang terjadi dalam hati manusia, satu di antaranya dengan perantaraan malaikat, sedang yang lain dengan perantaraan setan. Adapun yang terjadi dengan perantaraan malaikat itulah yang disebut “ilham”, sedangkan yang terjadi dengan perantaraan setan itu disebut “waswas”. Dan hati manusia tarik menarik di antara kedua perkara itu. Karena menurut fitrahnya yang asli, hati manusia itu biasa menerima pengaruh-pengaruh malaikat dan juga pengaruh-pengaruh setan secara sama. Yang satu tidak lebih berat dari yang lain, kecuali bila seseorang telah mengikuti hawa nafsu dan memperturutkan syahwat-syahwat, atau menyalahi hawa nafsu dan berpaling dari syahwat-syahwat. (Sananiyah).

 

Abul Laits berkata : “Ketahuilah, bahwa ada empat musuh yang masing-masing harus kamu lawan :

 

Pertama, dunia. Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia itu memperdayakan kamu”.

 

Kedua, nafsumu sendiri. Yang merupakan musuhmu yang paling jahat, sesuai dengan riwayat dari Ibnu Abbas ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Musuhmu yang paling jahat itu adalah nafsumu sendiri yang berada di antara kedua tulang rusukmu”. Dan Allah Taala berfirman (menceritakan perkataan Zuleikha) :

 

Artinya : “Dan aku tidak menganggap diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”.

 

Ketiga, setan dari bangsa jin. Maka mohonlah perlindungan kepada Allah Taala darinya, sebagaimana firman Allah yang berbunyi :

 

Artinya : “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah dia sebagai musuh(mu)”.

 

Keempat, setan dari bangsa manusia.

 

Maka berhati-hatilah terhadapnya. Karena setan dari bangsa manusia itu lebih berat bagimu daripada setan dari bangsa jin. Sebab, setan dari bangsa jin bila menyesatkan hanya dengan cara menggoda, sedangkan setan dari bangsa manusia dengan cara terang-terangan, berhadap-hadapan dan memberi bantuan. (Tanbihul Ghafilin)

 

Diceritakan dari Wahab bin Munabbih, bahwa dia berkata : “Allah Taala menyuruh Iblis datang kepada Nabi Muhammad saw., dan agar menjawab segala pertanyaan yang akan Beliau ajukan kepadanya. Maka datanglah Iblis laknatullah alaihi kepada Nabi Muhammad saw. dengan cara menyamar sebagai seorang kakek-kakek yang masih bugar, sambil memegang sebuah tongkat di tangannya. Setelah berhadapan, Nabi bertanya : “Anda siapa?”.

 

“Saya Iblis”, jawabnya.

 

“Kenapa engkau datang ke mari?”, tanya Nabi pula.

 

Iblis menjawab : “Sesungguhnya Allah-lah yang telah menyuruh saya datang kepadamu dan menjawab setiap pertanyaan yang engkau ajukan kepadaku”.

 

Maka Nabi pun bertanya : “Hai Iblis, ada berapakah musuh-musuhmu dari umatku?”.

 

“Ada lima belas”, jawab Iblis. Kemudian dijelaskannya :

 

Pertama, engkau sendiri, hai Muhammad.

Kedua, imam (pemimpin) yang adil.

Ketiga, pedagang yang jujur.

Keempat, orang kaya yang rendah hati.

Kelima, orang berilmu yang salat dengan khusyuk.

Keenam, orang mukmin yang suka memberi nasehat.

Ketujuh, orang mukmin yang belas-kasih.

Kedelapan, orang yang bertobat yang tetap dalam tobatnya.

Kesembilan, orang yang menjauhkan diri dari segala yang haram.

Kesepuluh, orang mukmin yang selalu berada dalam keadaan suci.

Kesebelas, orang mukmin yang banyak bersedekah.

Keduabelas, orang mukmin yang berbudi luhur.

Ketigabelas, orang mukmin yang memberi manfaat kepada manusia.

Keempatbelas, orang yang hafal Alquran yang selalu membacanya.

Kelimabelas, orang yang bangun malam sambil melakukan salat, sedang orang lain tidur.

 

Kemudian Nabi saw. mengajukan pertanyaan lagi kepada iblis.

 

“Ada berapa kawan-kawanmu dari umatku?”.

 

“Sepuluh”, jawab Iblis. Kemudian dijelaskannya :

Pertama, hakim yang sewenang-wenang.

Kedua, orang kaya yang sombong.

Ketiga, pedagang yang curang.

Keempat, peminum arak.

Kelima, pengadu-domba.

Keenam, orang yang suka riya (pamer amal).

Ketujuh, orang yang suka makan harta anak yatim.

Kedelapan, orang yang suka meremehkan salat.

Kesembilan, orang yang enggan mengeluarkan zakat.

Kesepuluh, orang yang panjang angan-angan.

 

Mereka semua adalah kawan-kawanku”.

 

(Dikutip dari kitab Tanbihul Ghafilin)

 

Disebutkan dalam khabar, bahwa dahulu di kalangan Bani Israil ada seorang laki-laki yang tekun beribadat di biaranya. Namanya Barshisha, sang abid. Dia adalah seorang yang dikabulkan doanya. Banyak orang yang datang kepadanya membawa keluarganya yang sakit, lalu Barshisha menyembuhkan si sakit itu berkat doanya.

 

Iblis, laknatullah alaihi, lalu memanggil setan-setan, kemudian berkata : “Siapa yang sanggup mencelakakan orang ini dan menyesatkannya?”.

 

Salah satu setan yang jahat berkata : “Sayalah yang akan mencelakakan dia. Jika aku tidak dapat mencelakainya, maka aku bukanlah dari golonganmu”.

 

Maka Iblis berkata : “Dia menjadi tugasmu!”.

 

Lalu berangkatlah ifrit itu, mendatangi raja di antara raja-raja Bani Israil. Raja itu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik. Ketika puteri raja itu sedang duduk-duduk bersama ayah bundanya dan saudara-saudaranya, maka ifrit itu merasukinya, sehingga putri raja itu menjadi gila. Mereka semua menjadi ketakutan. Demikianlah keadaan putri raja itu selama beberapa hari.

 

Kemudian, ifrit itu mendatangi mereka dengan menyamar sebagai seorang manusia. Lalu dia berkata kepada mereka : “jika kamu ingin anak perempuan ini sembuh, maka bawalah dia kepada si fulan, sang pendeta. Dia dapat menyembuhkannya dan berdoa untuknya”.

 

Maka mereka pun berangkat membawa anak perempuan itu kepada Barshisha. Setelah didoakan Barshisha, seketika itu juga anak perempuan itu sembuh dari penyakitnya. Lalu mereka pun pulang.

 

Setelah anak perempuan itu mereka bawa pulang, maka penyakitnya kambuh kembali. Lalu setan berkata kepada mereka : “Kalau kalian ingin anak perempuan ini sembuh total, maka biarkanlah dia tinggal pada pendeta itu untuk beberapa hari”.

 

Mereka pun berangkat lagi membawa anak perempuan itu kepada Barshisha. Lalu mereka tinggalkan dia pada pendeta itu, namun Barshisha menolaknya. Maka mereka pun terus memohon kepadanya dengan penuh harap dan sedikit memaksa, hingga akhirnya ditinggalkanlah oleh mereka anak perempuan itu padanya.

 

Pendeta itu adalah seorang yang rajin salat dan senantiasa berpuasa. Kemudian anak perempuan itu ditempatkannya di biaranya, dan diberinya makan sampai beberapa waktu yang lama.

 

Pada suatu hari, tanpa sengaja Barshisha melihat kepada anak perempuan itu. Dilihatnya wajah dan tubuhnya, belum pernah dia melihat kecantikan seperti itu. Maka hatinya pun tertarik kepada anak perempuan itu, karena godaan setan, dan akhirnya dia tidak kuat menahan gejolak nafsunya. Lalu didekatinya anak perempuan itu hingga hamillah dia karenanya.

 

Selanjutnya, datanglah setan kepada Barshisha, lalu berkata : “Sesungguhnya engkau telah membuatnya hamil. Engkau pasti tidak akan selamat dari pembalasan raja atas perbuatanmu kepada putrinya itu, kecuali bila engkau membunuhnya, lalu engkau kuburkan di samping biaramu. Nanti, kalau mereka menanyakannya kepadamu, maka jawab Saja, bahwa dia telah meninggal dunia. Mereka tentu akan mempercayaimu”.

 

Maka dibunuhnyalah anak perempuan itu, lalu dikuburkannya disamping biaranya. Kemudian datanglah keluarganya menanyakan dia, maka dijawab oleh pendeta itu : “Dia sudah meninggal dunia karena ketentuan Allah Taala”.

 

Mereka percaya saja dengan omongan pendeta itu, lalu mereka pun pulang.

 

Setan datang menemui keluarga yang malang itu seraya berkata : “Sebenarnya pendeta itu telah menghamilinya. Karena dia kuatir rahasianya ketahuan, maka anak perempuan itu dibunuhnya lalu dikuburnya”.

 

Maka berangkatlah raja bersama orang-orang menuju ke tempat pendeta itu. Kemudian dia membongkar kuburan anaknya, dan ternyata anak perempuannya itu memang telah disembelih. Maka pendeta itu pun ditangkap lalu disalib.

 

Setan datang lagi ketika Barshisha sedang di atas tiang penyaliban, lalu berkata : “Saya akan menyelamatkanmu dari tiang salib ini jika engkau mau bersujud kepadaku satu kali saja, selain kepada Allah Taala”.

 

Barshisha berkata : “Bagaimana aku bisa bersujud kepadamu, sedang aku dalam keadaan begini?”.

 

Setan menjawab : “Saya sudah rela jika engkau menganggukkan kepalamu”.

 

Maka sujudlah Barshisha kepada setan itu dengan menganggukkan kepalanya. Lalu setan berkata : “Aku berlepas diri darimu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam”.

 

Dan ini adalah sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Seperti (bujukan) setan, ketika dia berkata kepada manusia “Kafirlah”, maka setelah manusia itu menjadi kafir, setan berkata : “Sesungguhnya aku berlepas diri darimu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam. Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang yang zalim”.

 

Demikianlah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra..

 

Oleh karena itu, apabila Anda telah mengetahui betapa keadaan Barshisha yang akhirnya masuk ke dalam neraka selama-lamanya, maka ketahuilah, bahwa apabila manusia menuruti keinginan syahwat dan kemarahan, akan tampaklah kekuasaan setan atas hatinya dengan perantaraan hawa nafsunya, lalu hatinya menjadi sarang dan tempat tinggal setan. Karena memang hawa nafsu merupakan tempat berkeliaran dan ladang setan. Tetapi apabila dia melawan hawa nafsunya dan tidak menuruti keinginan syahwat dan kemarahannya, maka hatinya akan menjadi tempat tinggal dan persinggahan malaikat.

 

Namun, karena tidak mungkin ada hati manusia yang bersih dari syahwat, kemarahan, ketamakan dan kerakusan serta sifat-sifat manusia lainnya yang merupakan cabang dari nafsu, maka tidak bisa dibayangkan ada sebuah hati yang sepi dari setan yang tinggal di dalamnya, yang berperan melakukan godaan. Dan godaan setan itu tidak akan lenyap kecuali bila seseorang mengingat sesuatu yang lain daripada yang digodakan itu. Karena, ketika terjadi ingatan kepada sesuatu, maka akan hilanglah ingatan lainnya yang ada sebelumnya. Selain itu, bahwa segala sesuatu selain dari zikrullah (ingat kepada Allah Taala) dan apa-apa yang berkaitan dengannya, bisa jadi akan menjadi lapangan buat setan. Adapun zikrullah, itulah yang dapat menentramkan hati manusia dan menyadarkannya bahwa, ia bukanlah lapangan bagi setan. Maka ambillah apa yang telah saya tunjukkan kepada Anda, dan lakukaniah dengan penuh keyakinan. Semoga Allah Yang Mahakuasa dan tempat memohon pertolongan, akan memudahkan Anda melakukannya.

 

Hati manusia diumpamakan sebagai sebuah benteng yang mempunyai banyak pintu. Sedang setan ingin memasukinya dari tiap-tiap pintu itu lalu memilikinya dan menguasainya. Maka, orang harus menjaganya. Namun, dia tidak akan mampu menjaganya kecuali dengan menjaga ketat pintu-pintunya dan menutup jalan masuk dan pintu-pintunya.

 

Adapun jalan-jalan masuk setan itu adalah sifat-sifat yang tercela. Maka, tidak ada satu sifat pun di antara sifat-sifat tercela yang dimiliki oleh manusia, melainkan dia akan menjadi salah satu kekuatan setan, salah satu senjatanya, dan salah satu pintunya dan salah satu jalan masuknya. (Dari majalis Ar rumi)

 

Adapun syarat-syarat tobat itu ada tiga :

 

    Tidak jadi melakukan perbuatan maksiat (yang sudah diniatkannya).
    Menyesali perbuatan maksiat yang sudah dilakukannya.
    Berkemauan keras untuk tidak lagi mengulanginya selama-lamanya.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Jabir ra., bahwa ada seorang Arab Badui memasuki masjid Rasulullah saw. lalu berkata : “Ya Allah, aku memohon ampun kepada-Mu, dan bertobat kepada-MU”.

 

Kemudian dia mengucapkan takbir. Setelah orang itu selesai salat, maka Imam Ali ra., berkata kepadanya : “Hai fulan, sesungguhnya lidah yang cepat mengucapkan istighfar adalah tobatnya orang-orang yang dusta. Dan tobatmu ini perlu kepada tobat pula”.

 

Badui itu bertanya : “Bagaimanakah tobatnya orang-orang yang benar itu?”.

 

Ali menjawab : “Tobat adalah sebuah kata yang bisa berarti enam perkara : (1) menyesali dosa-dosa yang telah lalu, (2) menggadha fardu-fardu yang pernah ditinggaikan, (3) mengembalikan hak-hak orang lain yang pernah diambil secara aniaya, (4) mendidik dirinya dengan ketaatan sebagaimana dia mendidiknya dalam kemaksiatan, (5) mencicipinya dengan pahitnya ketaatan sebagaimana dahulu dia pernah mencicipi manisnya kemaksiatan, (6) menangis sebagai ganti dari tawa yang dilakukan.

 

(Demikian diceritakan oleh Abu Suud)

 

Najmuddin -qaddasallahu sirrahu- berkata :

 

“Apabila Allah Taala hendak menerima tobat dari salah seorang hamba-Nya, supaya dia kembali dari kerendahan yang paling rendah yang jauh (dari rahmat Allah), menuju ketinggian yang paling tinggi, yang dekat (dengan rahmat Allah), maka dilepaskannya hamba tersebut dari penyembahan kepada selain-Nya. Kemudian Allah memberinya petunjuk untuk kembali ke hadirat-Nya, dan Dia terima kepulangannya itu dengan mendekatkannya kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam salah satu hadis Oudsi :

 

Artinya : “Barangsiapa mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya satu hasta: dan barangsiapa yang mendekat kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa”. (Sekian Al hadis)

 

Maksudnya : barangsiapa yang mendekat kepada-Ku dengan bertobat dan melakukan ketaatan, maka Aku akan mendekat kepadanya dengan memberi rahmat, taufik dan pertolongan. Dan bila dia bertambah dekat, maka Aku pun bertambah dekat pula.
 

59. PENJELASAN TENTANG HIJRAH UNTUK MELAKUKAN KETAATAN KEPADA ALLAH TAALA

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas maka Sembahlah Aku saja. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian, kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalamal saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka di dalam surga di kamar-kamar, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal”. (QS. Al Ankabut : 56-58)

 Tafsir :

 (.   ) Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja. Maksudnya : Apabila tidak mudah bagimu untuk beribadat di suatu negeri dan tidak gampang bagimu untuk menampakkan agamamu, maka berhijrahlah kamu ke tempat lain di mana kamu dapat melaksanakan itu.

 

Dari Nabi saw. diriwayatkan, bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Barangsiapa membawa lari agamanya dari suatu negeri ke negeri lain, sekalipun hanya sejengkal, maka pastilah dia masuk surga dan menjadi teman Nabi !brahim dan Nabi Muhammad saw.”

 

Huruf fa dalam kata faiyyaya (     ) adalah jawab dari syarat yang makhdzuf, karena makna dari “sesungguhnya bumi-Ku luas” adalah : Jika kamu tidak dapat memurnikan ibadat untuk-Ku di suatu tempat, maka mumikanlah ibadat itu di tempat lain.

 

(.     ) Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian. Yakni, pasti akan mengalaminya.

 

(.   ) Kemudian, hanya kepada Kami kamu dikembalikan, untuk memperoleh ganjaran. Barangsiapa yang demikian kesudahannya, maka sepatutnya dia bersungguhSungguh mempersiapkan diri untuknya.

 

(.     ) Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka. Akan Kami persilahkan mereka tinggal.

 

(.   ) di dalam surga di kamar-kamar, tempat-tempat yang tinggi.

 

Hamzah dan Al Kisai membaca lanubawwiannahum menjadi lanutsawwiyannahum, yang artinya lanugiimannahum (akan Kami persilakan mereka mendiami) dari kata Ats Tsawa (.    ). Jadi dinasabkannya kata “ghurafan” adalah agar sejalan dengan kata janunzilannahum, atau karena dibuangnya huruf khafidh, atau karena diserupakannya zharaf yang tertentu waktunya dengan zharaf yang masih mubham (samar).

 

(.    ) yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal.

 

Dan kata wa ni’ma (.  ) dibaca juga menjadi fa ni’ma (     ). Sedangkan al makhsus bil madhi (yang dipuji) adalah mahdzuf (dihilangkan), yang ditunjukkan oleh kalimat sebelumnya. (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Orang-orang yang membaca salawat untukku akan memiliki cahaya ketika melintasi shirat. Dan barangsiapa termasuk yang bercahaya ketika melintasi shirat, maka dia bukanlah termasuk penghuni neraka”.

 

Sungguh benarlah Rasulullah dengan sabdanya.

 

Muqatil dan Alkalabi berkata : “Ayat ini (yang tersebut di atas) turun mengenai kaum muslimin yang lemah (dari segi sosial dan ekonomi) di Mekah. Firman-Nya : “Jika kamu mengalami kesempitan di Mekah untuk menampakkan imanmu, maka keluariah kamu dari Mekah menuju ke Madinah. Sesungguhnya bumi-Ku, yaitu Madinah, adalah luas lagi aman”.

 

Mujahid berkata : “Maksudnya ialah : “Sesungguhnya bumi-Ku luas, maka berhijrahlah kamu di sana”.

 

Dan Said bin Jabir berkata : “Apabila di suatu negeri kemaksiatan telah merajalela, maka keluarlah, sesungguhnya bumi-Ku luas”.

 

Sedang Atha berkata : “Apabila kamu disuruh melakukan perbuatan maksiat, maka larilah. Sesungguhnya bumi-Ku luas. Oleh karena itu, siapa saja yang tinggal di suatu negeri di mana kemaksiatan merajalela, sedang dia tidak mampu untuk mengubahnya, maka dia wajib berhijrah ke mana saja yang kiranya dia mampu melaksanakan ibadat di Sana”.

 

Dan konon, ayat ini turun mengenai orang-orang tertunda dari hijrah dan masih tinggal di kota Mekah. Mereka berkata : “Kami kuatir apabila kami melakukan hijrah, kami akan mati kelaparan dan sempit penghidupan”. Maka Allah Taala menurunkan ayat ini, dan tidak menerima alasan mereka yang tidak keluar dari kota Mekah.

 

Dan Mutharrif bin Abdullah berkata : “Sesungguhnya bumi-Ku luas, maksudnya, bahwa Sesungguhnya rezeki yang Aku berikan kepadamu itu luas, maka keluarlah”. (Ma’alimut Tanzil).

 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw., yang artinya :

 

Apabila seorang mukmin telah meninggal dunia, maka ruhnya akan berkeliaran di Sekitar rumahnya selama satu bulan. Dia memperhatikan keluarga yang ditinggalkannya, bagaimana mereka membagi-bagi hartanya, dan bagaimana mereka melunasi hutang-hu. tangnya. Apabila telah genap satu bulan, maka dia pun dikembalikan ke liang kuburnya latu berkeliaranlah dia di sekitar kuburnya selama satu tahun. Dia melihat siapa-siapa yang datang dan berdoa untuknya, serta siapa pula yang bersedih hati atas kematiannya Apabila telah genap satu tahun, maka diangkatlah ruhnya ke tempat berkumpulnya ruh. ruh sampai hari ditiupkannya sangkakala”. (Bahjatul Anwar).

 

Abu Hanifah -rahmatullah alaihi-.pernah ditanya : “Dosa apakah yang paling dikuatirkan dapat melenyapkan iman?”. Dia menjawab : “Tidak bersyukur kepada Allah atas iman, tidak kuatir mati dalam keadaan buruk (suul khatimah), dan menganiaya sesama hamba Allah”. (Kanzui Akhbar)

 

Allah Taala mengutus empat malaikat kepada orang mukmin yang meninggal dunia ketika ia sedang diusung di atas kerandanya. Setelah mereka tiba di atas kuburnya, maka salah seorang dari empat malaikat itu berseru : “Masa hidup telah berakhir, dan telah terputus pula segala cita-cita”. Yang kedua berseru : “Telah lenyaplah semua harta dan tinggallah amal perbuatan “. Yang ketiga berseru : “Telah lenyaplah segala kesibukan dan tinggallah kesudahannya”. Yang keempat berseru pula : “Berbahagialah engkau jika makananmu dari yang halal, dan kamu dahulu sibuk mengabdi kepada Allah Dzul Jata?. (Bahjatul Anwar).

 

Dan diceritakan, bahwa Nabi Sulaiman as. ketika diberi keluasan dalam urusan dunianya, dan telah pula memerintah bangsa manusia, jin, binatang buas dan burungburung, dan juga memerintah angin, maka Beliau merasa bangga diri, lalu Beliau minta izin kepada Allah, katanya : “Ya Tuhan, berilah hamba izin sehingga saya dapat memberi rezeki kepada tiap-tiap makhluk yang menerima rezeki selama satu tahun penuh”.

 

Maka Allah mewahyukan kepadanya : “Engkau tidak akan mampu melakukan itu”.

 

Tetapi, Nabi Sulaiman berkata pula : “Tuhanku, berilah hamba izin barang sehari saja”. Maka Allah pun memberikan izin kepadanya selama satu hari.

 

Kemudian Nabi Sulaiman as. memerintahkan kepada manusia dan jin untuk mendatangkan semua yang ada di bumi. Lalu Beliau menyuruh mereka agar memasak apa saja yang bisa dimasak dan menghidangkan apa saja yang bisa dihidangkan. Masakan dan hidangan itu disiapkan selama empat puluh hari. Kemudian Beliau melarang angin menghembus makanan-makanan itu agar tidak rusak. Setelah itu, Beliau memerintahkan supaya makanan itu disiapkan dalam suatu deretan di suatu padang yang luas. Panjang hidangan itu sama dengan perjalanan satu bulan, dan bayangkan sendiri, berapa lebarnya.

 

Selanjutnya, Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Sulaiman : “Makhluk mana yang akan engkau jamu lebih dahulu?”.

 

Nabi Sulaiman menjawab : “Penghuni daratan dan lautan”.

 

Maka Allah Taala menyuruh seekor ikan di antara penghuni lautan Atlantik untuk mendatangi undangan Nabi Sulaiman. Ikan itu mengangkat kepalanya dan mendekat kepada hidangan itu, lalu berkata : “Hai Sulaiman, Allah telah menetapkan rezekiku pada hari ini menjadi tanggunganmu”.

 

Nabi Sulaiman menjawab : “Ambillah, itu makananmu”.

 

Ikan itu lalu melahap makanan tersebut. Tidak lama kemudian, seluruh isi hidangan itu telah habis dimakannya, kemudian dia berseru : “Hai Sulaiman, kenyangkan aku. Aku sungguh sangat lapar!”.

 

“Engkau belum kenyang?”, tanya Nabi Sulaiman dengan terkejut.

 

“Sampai sekarang, aku masih belum kenyang”. Jawab ikan itu.

 

Maka seketika itu juga, Nabi Sulaiman menjatuhkan diri bersujud kepada Allah seraya berkata : “Mahasuci Tuhan yang telah menjamin rezeki tiap-tiap makhluk dari arah yang tidak dia sadari”. (Badi’ul Asrar)

 

Dan diriwayatkan pula, bahwa Nabi Sulaiman as. pernah mengajukan pertanyaan kepada seekor semut, katanya :”Berapa rezekimu dalam satu tahun?”.

 

“Sebutir gandum,”, jawab semut itu.

 

Lalu Nabi Sulaiman menempatkan semut itu di dalam sebuah botol dan diletakkannya pula di dalam botol itu sebutir gandum. Kemudian botol itu Beliau buka, ternyata semut itu hanya memakan separuh butir gandum saja. Maka Nabi Sulaiman bertanya : “Kenapa tidak engkau makan yang separuhnya itu?”.

 

Semut itu menjawab : “Karena dahulu saya hanya bertawakkal kepada Allah saja, sehingga saya habiskan satu butir gandum itu seluruhnya. Tetapi, setelah tawakkalku beralih kepadamu ketika saya berada dalam botol itu, maka saya biarkan yang separuhnya. Saya berkata dalam hati, jika Sulaiman melupakan aku pada tahun ini, maka tahun depan aku dapat memakan yang separuhnya itu”. (Rajabiyah)

 

Menurut sebuah khabar : Apabila seseorang hamba mulai dicabut nyawanya (naza”) maka malaikat maut diseru : “biarkan dia sampai dia beristirahat dulu”.

 

Dan apabila ruh itu telah sampai di dada, maka diserukan pula : “Biarkan, sampai dia beristirahat dulu”.

 

Dan apabila ruh telah sampai di tenggorokan, maka diserukan pula ! “Biarkan, sampai masing-masing anggota tubuhnya mengucapkan selamat tinggal kepada yang lain”.

 

Kemudian mata mengucapkan selamat tinggal kepada mata yang satunya, katanya : “Selamat atasmu sampai hari kiamat”. Demikian pula kedua telinga, dua tangan dan dua kaki. Dan ruh pun mengucapkan selamat tinggal kepada dirinya. Kita memohon perlindungan kepada Allah dari berpisahnya iman dari lidah, makrifah dan hati.

 

Tinggallah kini kedua belah tangan tanpa gerak, kedua belah kaki tanpa berkutik, kedua belah mata tiada dapat memandang lagi, kedua telinga tiada dapat mendengar, dan jasad tanpa ruh. Dan andaikata hati pun tinggal tanpa makrifat lagi, maka betapa keadaan hamba itu di dalam kuburnya. Dia sudah tidak melihat lagi seorang pun, baik ayah, ibu, anak, sahabat, istri, saudara maupun pengawal. Seandainya kepada Tuhan Yang Mahamulia pun dia sudah tidak mengenal, maka benar-benar dia sangat rugi yang besar. (Zahratur Riyadh)

 

Dan menurut salah satu khabar juga, bahwa apabila malaikat maut hendak mencabut nyawa seseorang hamba, maka hamba itu akan mengatakan : “Aku tidak akan memberikan kepadamu apa yang tidak diperintahkan kepadamu”.

 

Maka malaikat maut itu menjawab : “Aku telah diperintahkan oleh Tuhanku untuk melakukan itu”.

 

Tetapi ruh itu tetap menuntut kepada malaikat maut itu tanda dan bukti, katanya : “Sesungguhnya Tuhanku telah menciptakan aku, lalu memasukkan aku ke dalam jasadku. Sedang engkau saat itu tidak ada bersamaku. Sekarang engkau hendak mengambil aku”.

 

Maka malaikat maut itu kembali menghadap Allah Taala, lalu berkata : “Sesungguhnya hamba-Mu si fulan berkata begini-begini, dan dia meminta bukti”.

 

Allah Taala berfirman : “Benarlah kata ruh hamba-Ku itu. Hai malaikat maut, pergilah engkau ke surga, lalu ambillah sebuah apel di sana, yang ada tanda dari-Ku, kemudian perlihatkanlah ia kepada ruh hamba-Ku itu”.

 

Malaikat maut pun berangkat menuju surga, lalu dipetiknya sebuah apel yang terdapat tulisan “bismillaahirrahmaanirrahiim”. Kemudian diperlihatkannya buah apel itu kepadanya. Maka ketika ruh hamba itu melihat buah apel tersebut, ia pun keluar dengan penuh Semangat”. (Zahratur Riyadh).

 

Diriwayatkan pula bahwa, Nabi saw. bersabda, yang artinya :

 

“Tidak akan keluar ruh seorang mukmin sampai dia mengetahui di mana tempatnya di dalam surga Maka pada saat itu, dia sudah tidak melihat lagi kepada kedua orang tia nya, maupun kepada anak-anaknya, saking asyiknya memandang tempat tersebut Dan tidak akan keluar ruh seorang munafik sampai dia mengetahui di mana tempatnya di da. lam neraka Maka dia sudah tidak melihat lagi kepada kedua orang tuanya maupun kepada anak-anaknya, saking ngerinya menyaksikan tempat tersebut”,

 

Kemudian ada seorang sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimanakah orang mukmin melihat tempatnya di surga, dan orang munafik melihat tempatnya di neraka?”

 

Beliau menjawab :

 

“Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan malaikat Jibril as. dalam bentuk yang paling indah. Dia memiliki 124 ribu sayap. Di antara sayap-sayapnya itu ada sepasang sayap hyau yang minp sayap burung merak. Apabila Jibril membentangkan salah satu dan sayap-sayapnya Itu, maka akan memenuhi ruang antara langit dan bumi. Pada sayapnya yang kanan, tertera gambar surga seisinya, seperti bidadari, istana-istana, tingkatan-tingkatannya dan pelayan-pelayannya. Sedangkan pada sayapnya yang kini, tertera gambar neraka seisinya, seperti ular-ular, kalajengking-kalajengking, jurang-jurangnya dan Zabaniyah. Apabila telah tiba ajal seseorang, maka masuklah sekelompok maiaikat ke dalam otot-ototnya, lalu mereka memeras ruhnya mulai dari telapak kaki sampai ke lututnya, kemudian mereka keluar. Selanjutnya masuk kelompok kedua, mereka memeras ruhnya mulai dari lutut sampai ke perutnya, setelah itu mereka pun keluar. Selanjutnya masuk kelompok ketiga, mereka memeras ruhnya mulai dari perut sampai ke dadanya, setelah itu mereka keluar. Selanjutnya masuk kelompok keempat, mereka memeras mulai dari dada sampai ke tenggorokannya, dan ketika itulah terjadi naza’.

 

Maka apabila orang itu seorang mukmin, Jibril as. membentangkan sayapnya yang sebelah kanan, sehingga orang itu dapat mengetahui tempatnya di dalam surga. Maka pemandangan tersebut sangat mengasyikkannya, sehingga dia tidak melihat lagi kepada kedua orang tuanya maupun anak-anaknya, saking asyiknya melihat tempat itu. Tetapi, apabila dia seorang munafik, maka Jibril as. akan membentangkan sayapnya yang sebelah kiri, sehingga orang itu dapat mengetahui tempatnya di neraka. Dan dia sudah tidak melihat lagi kepada kedua orang tuanya, maupun kepada anak-anaknya, saking ngennya menyaksikan pemandangan neraka tersebut. Pandangannya hanya terpaku pada tempat itu. Maka berbahagialah orang yang kuburnya merupakan salah satu taman dan taman

 

taman surgawi, dan celakalah orang yang kuburnya merupakan salah satu jurang di antara jurang-jurang neraka”.

 

(Zahratur Riyadh, dalam menceritakan tentang teriakan ruh ketika keluar dari jasad)

 

Dan menurut salah satu khabar yang ‘ain, bahwa apabila ruh itu telah meninggalkan jasad, maka dari langit diserukan tiga seruan yang keras :

 

“Hai anak Adam, engkaukah yang meninggalkan dunia, atau duniakah yang meninggalkanmu?. Apakah engkau telah mengumpulkan dunia, atau dunialah yang telah mengumpulkanmu?. Engkaukah yang telah membunuh dunia, atau dunialah yang membunuhmu?”.

 

Kemudian, apabila dia telah diletakkan di atas tempat permandian, maka diserukan pula tiga seruan yang keras :

 

“Hai anak Adam, manakah badanmu yang kuat itu, alangkah lemahnya engkau sekarang ?. Mana lisanmu yang fasih itu, alangkah pendiamnya engkau sekarang?. Mana telingamu yang tajam itu, alangkah tulinya engkau sekarang?. Dan manakah kekasih-kekasihmu yang tulus itu, alangkah sunyinya engkau sekarang?’.

 

Dan apabila telah dibungkus kain kafan, maka diserukan pula dari langit dengan tiga seruan yang keras :

 

“Hai anak Adam, berbahagialah engkau, jika engkau ditemani oleh keridaan Allah, tetapi celakalah engkau jika engkau ditemani oleh kemurkaan Allah. Hai anak Adam, berbahagialah engkau jika tempatmu adalah surga, tetapi celakalah engkau jika tempatmu adalah neraka. Hai anak Adam, engkau akan pergi melakukan perjalanan jauh tanpa suatu bekal apa pun, dan engkau akan keluar dari rumahmu dan tidak akan kembali lagi untuk selama-lamanya. Dan engkau akan tinggal di sebuah rumah yang penuh dengan kengerian-kengerian”.

 

Dan apabila dia telah dibawa di atas keranda, maka diserulah dari langit dengan tiga seruan keras :

 

“Hai anak Adam, berbahagialah engkau jika amalmu baik dan berbahagialah engkau jika engkau telah bertobat, dan berbahagialah engkau jika engkau adalah orang yang taat kepada Allah”.

 

Dan apabila dia telah diletakkan untuk disalati, maka diserukan pula dari langit dengan tiga seruan yang keras :

 

“Hai anak Adam, tiap-tiap amal yang telah engkau perbuat, niscaya akan engkau ketahui sekarang (hasilnya). Jika amalmu itu baik, maka engkau akan melihatnya baik, dan jika amalmu itu buruk, maka engkau akan melihatnya buruk”.

 

Dan apabila keranda itu telah diletakkan di bibir kubur, maka diserukan pula dari langit dengan tiga seruan keras :

 

“Hai anak Adam, bekal apakah yang engkau bawa dari tempat yang ramai untuk tempat yang sepi ini?. Kekayaan apa yang engkau bawa untuk menghadapi kemiskinan ini?. Dan cahaya apa yang engkau bawa untuk tempat gelap gulita ini?”.

 

Dan apabila dia telah diletakkan di liang kubur, maka diserukan pula tiga seruan keras :

 

“Hai anak Adam, engkau dahulu tertawa-tawa di atas punggungku, tetapi sekarang engkau menangis di dalam perutku. Engkau dahulu bersenang-senang di atas punggungku, tetapi sekarang engkau bersedih di dalam perutku. Dan engkau dahulu pandai berbicara di atas punggungku, tetapi sekarang engkau hanya diam saja di dalam perutku”.

 

Dan apabila para pengantar telah meninggalkannya, maka Allah Taala berfirman :

 

“Wahai hamba-Ku, sekarang engkau tinggal sendirian dan kesepian. Mereka telah meninggalkan engkau di dalam kuburan yang gelap, padahal engkau dahulu telah melanggar perintah-Ku demi mereka. Dan hari ini, Aku merahmatimu dengan suatu rahmat yang akan mengherankan semua manusia, dan Aku lebih mengasihanimu daripada seorang ibu terhadap anak-nya”. | Demikian disebutkan di dalam kitab Dagoigul Akhbar. Silakan Anda membaca kitab tu dengan pertolongan Allah Yang Maha Menguasai lagi Maha Pengampun, niscaya Anda akan menjadi sahabat orang-orang yang abrar di dalam surga, negeri yang damai.

 

Firman Allah :

 

Artinya : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”.

 

Yakni, dia akan merasakan betapa pahitnya maut, dan akan merasakan betapa beratnya perpisahan, sebagaimana orang yang mencicipi makanan akan merasakan barang yang dicicipinya itu, dengan pengertian bahwa, mencicipi sesuatu bisa jadi hanya menciCipi sedikit dan bisa juga banyak, seperti yang dikatakan oleh Ar Raghib.

 

Sementara itu, sebagian ulama ada pula yang mengatakan : Dzauq (mencicipi) asalnya adalah dilakukan dengan mulut terhadap sesuatu yang diambil sedikit. Jadi, maksud Ayat ini adalah, bahwa semua yang berjiwa akan mengalami kehancuran dengan merasakan sebagian dari rasanya maut.

 

Dan ketahuilah, bahwa manusia mempunyai ruh dan jasad, dan di antara keduanya ada semacam uap yang lembut, yaitu ruh hewani. Selama uap itu masih tetap tampak pada wajah yang bisa menjadi sarana perhubungan antara ruh dan jasad, maka kehidupan itu masih tetap ada. Dan manakala uap itu sudah padam dan tidak berfungsi lagi, maka lenyaplah kehidupan, dan ruh pun terpaksa meninggalkan jasad, dan itulah mati shuwari (mati yang nyata rupanya). Tidak ada yang tahu bagaimana ruh itu muncul di badan dan bagaimana pula ia meninggalkan badan ketika terjadi kematian, selain orang yang mengerti ilmu anatomi yang benar-benar ahli.

 

Firman :

Artinya : “Kemudian hanyalah kepada Kami…”

Yakni, kepada keputusan dan pembalasan Kami.

Artinya : “Kamu dikembalikan”.

Berasal dari kata Ar Raj’u (.   ) yang artinya Ar Radd  , yang maksudnya : Kamu Semua dikembalikan.

Maka barangsiapa yang demikian akhir kesudahannya, sudah sepatutnya dia bersungguh-sungguh mencari bekal dan persiapan untuk menghadapinya, dan menganggap hijrah meninggalkan kampung halaman adalah sesuatu yang gampang, dan menanggung keterasingan di negeri orang adalah sesuatu yang ringan. Yang demikian adalah apabila kampung halamannya itu merupakan negeri kemusyrikan, dan juga apabila kampung halamannya itu merupakan negeri tempat merajalelanya kemaksiatan dan bid’ah, sedang dia tidak mampu mengubahnya maupun menghalanginya. Maka hendaklah dia pindah ke negeri orang-orang yang taat, dari bumi Allah yang luas itu. (Dari Ruhul Bayan)

60. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN MALAM BARA'AH

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Haa miim, Demi Kitab yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati. Sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmat”. (QS. Ad Dukhan: 1-4)

Tafsir :

(.   ) Haa miim, Demi Kitab yang menjelaskan. Yakni, Alquran. Huruf waw (.  ) di sini menjabat sebagai wawul athef (     ) jika haa miim itu digunakan untuk bersumpah (muqsam bih). Kalau tidak, maka huruf waw tadi menjabat sebagai wawul qasam (.   ), sedang jawabnya adalah firman Allah selanjutnya :

 

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati. Pada malam Qadar (    ) atau malam Bara’ah (    ). Malam dimulainya penurunan Alquran, atau saat diturunkannya Alquran sekaligus dari Lauh Mahfuz ke langit dunia, yang kemudian diturunkan kepada Rasulullah saw. secara berangsurangsur selama 23 tahun. Dan oleh karena turunnya Alquran itulah agaknya berkah dari malam itu. Karena, turunnya Alquran itu menyebabkan adanya manfaat-manfaat keagamaan atau keduniaan. Atau, karena adanya hal-hal yang terjadi pada malam itu, seperti turunnya para malaikat dan rahmat, dikabulkannya doa, dibagikannya nikmat dan diputuskannya perkara-perkara.

 

    Sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Ini merupakan kalimat musta’nafah, yang menerangkan alasan dari diturunkannya Alquran. Begitu pula firman-Nya :

 

(.     ) Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmat. Sesu gguhnya adanya malam itu sebagai saat dijelaskannya perkara-perkara yang teratur rapi atau yang penuh hikmat, memerlukan diturunkannya Alquran pada malam itu, yang juga termasuk salah satu di antara perkara besarnya. (Qadhi Baidhawi).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa melupakan membaca salawat untukku, maka sesungguhnya dia telah keliru (dalam menempuh) jalan (ke) surga”.

 

Maksud “melupakan” di sini adalah “meninggaikan”. Jadi, barangsiapa meninggalkan membaca salawat untuk Nabi saw. itu dianggap telah keliru dalam menempuh jalan ke surga, maka berarti, orang yang membaca salawat untuk Beliau itu adalah orang yang sedang menempuh jalan ke surga. (Alhadis).

 

Qatadah berkata : “Sesungguhnya Haa Miim adalah salah satu di antara nama-nama Alquran”.

 

Sementara itu ada pula yang mengatakan bahwa, ia adalah salah satu di antara nama-nama (asma) Allah Taala. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa ia adalah kata Sumpah (gasam) yang digunakan Allah Taala dalam bersumpah. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa artinya adalah, bahwa Allah-lah yang menetapkan apa-apa yang terjadi sampai hari kiamat. Dan ada iagi yang mengatakan, Ha adalah permulaan dari tiap-tiap asma Allah yang dimulai dengan huruf Ha, seperti Al Hakim, Al Halim, sedangkan Mim adalah untuk asma yang dimulai dengan huruf Mim, seperti Al Mubin, Al Malik, dan Al Muhaimin.

 

Sedangkan di dalam tafsir Abul Laits disebutkan :

 

“Haa Miim (Hai Muhammad, demi kebenaran Allah Yang Mahahidup lagi Berdiri sendiri), Demi Kitab yang menjelaskan (Demi kebenaran Alquran yang membedakan antara yang hak dan yang batil) Sekian.

 

Firman Allah :

 

Artinya : “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati”.

 

Yakni, pada malam Qadar (.    ) atau malam Bara’ah (.   ).

 

Pengarang kitab Al Kasysyaf berkata : “(Pada suatu malam yang diberkati) itu adalah malam Qadar’.

 

Sementara itu ada pula yang mengatakan, yang dimaksud adalah malam pertengahan dari bulan Sya’ban (nisfu Sya’ban). ‘

 

Firman Allah :

 

Artinya : “Sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan”. Dan kelanjutan ayat itu, adalah tafsir bagi jawab qasam, yang maksudnya : “Kamilah yang telah menurunkan peringatan dan ancaman terhadap orang-orang kafir itu berupa siksaan dan hukuman”.

 

Firman Allah :

 

Artinya : “Pada malam itu dijelaskan”,

 

Maksudnya : pada malam Qadar atau Baraah itu dijelaskan dan dicatat.

 

Firman Allah :

 

Artinya : “Semua perkara yang penuh hikmat”.

 

Yakni, diputuskan terjadinya perkara-perkara itu, baik berupa kebaikan, keburukan, rezeki, ajal dan apa saja yang akan terjadi sejak malam itu sampai malam berikutnya di tahun depan. (Syaikh Zaadah).

 

Dan katanya : “Jika Haa miim adalah kata yang dipakai bersumpah (muqsam bih), maka Haa miim menjabat sebagai majrur mahalli, yaitu dengan mengidhmarkan huruf gasam, dan tidak boleh menjadi mansub dengan memahzufkan huruf jarr dan menghubungkan fiil kepadanya. Karena dalam masalah perbedaan antara mahzuf dan mudhmarnya huruf jarr ini, para ahli Nahwu mengatakan, bahwa huruf yang mudhmar itu lafaznya tidak disebutkan, tetapi pengaruhnya masih tetap ada dalam pembicaraan, sedangkan yang mahzuf adalah yang sama sekali ditinggalkan, baik lafaznya maupun pengaruhnya. Dan di sini, masih terasa adanya pengaruh dari huruf jarr terhadap Haa Miim, terbukti pada ma’thuf alaih-nya, yaitu Al Kitaabi (     )”. (Syaikh Zaadah)

 

Dan katanya pula : “Dan kalau tidak, maka ia berarti untuk glqasam”.

 

Maksudnya : Jika Haa Miim itu bukan mugsam bih, baik sekedar menyebutkan kata ataupun nama dari surah ini, maka dia menduduki tempatnya marfu, karena menjabat sebagai khabar dari mubtada yang mahzuf. (Syaikh Zaadah)

 

Malam yang diberkati itu disebut Baraah, karena pada malam itu Allah Taala memutuskan terhadap musuh-musuh dan orang-orang yang celaka, bahwa mereka terlepas dari Surga, sebagaimana firman Allah :

 

Artinya : “Inilah pernyataan pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya”.

 

Dan pada malam itu pula, Allah Taala menyatakan terlepasnya orang-orang yang Suci dan orang-orang yang takwa dari neraka. Dan pada malam itu pula amal dari bumi dari tahun ke tahun diangkat. Dan juga, pada malam itu rezeki dibagi-bagi, sebagaimana lirman Allah Taala : ,

 

Artinya : “Pada malam itu dijelaskan semua perkara yang penuh hikmat”. Dari Ali Karramaliaahu wajhah, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda:

 

Artinya : “Apabila tiba malam pertengahan dari bulan Sya’ban, maka kerjakanlah salat (sunnah) pada malamnya dan berpuasalah pada siangnya. Karena pada saat itu, Allah Taala turun ke langit dunia, di kala matahari terbenam, seraya berfirman : “Adakah orang yang meminta, maka akan Aku beri permintaannya, adakah orang yang memohon ampunan. maka akan aku ampuni dia: dan adakah orang yang meminta rezeki, maka akan Aku beri dia rezeki?”, sampai fajar menyingsing”. (Majalis Ruumii)

 

Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa melakukan salat (sunnah) seratus rakaat pada malam pertengahan bulan Sya’ban, yang pada setiap rakaatnya dia membaca surah Alfatihah (satu kali) dan surah Al Ikhlas lima kali, niscaya Allah Taala akan menurunkan kepadanya lima ratus ribu malaikat, tiap-tiap malaikat membawa sebuah daftar dari cahaya, mereka menuliskan pahalanya sampai hari kiamat”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Demi Allah yang telah mengutusku sebagi seorang nabi dengan kebenaran, barangsiapa membaca salawat untukku pada malam ini, maka dia akan diberi pahala nabi-nabi, rasul-rasul, malaikat-malaikat dan manusia seluruhnya”. (Misykatul Anwar).

 

Diriwayatkan dari Abu Nashr bin Said, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :

 

“Ketika tiba malam ketiga belas dari bulan Sya’ban, Jibril datang menemuiku, lalu berkata : “Hai Muhammad, bangunlah, sesungguhnya saat bertahajjud telah tiba, mintalah apa yang engkau kehendaki untuk umatmu”.

 

Nabi pun menuruti kata Jibril. Kemudian ketika fajar menyingsing, Jibril datang lagi serta berkata : “Hai Muhammad, sesungguhnya Allah telah menyerahkan kepadamu sepertiga umatmu”.

 

Lalu Nabi menangis dan berkata : “Hai Jibril, beritahukanlah kepadaku mengenai dua pertiga umatku yang lainnya”.

 

Jibril menjawab : “Aku tidak tahu”.

 

Pada malam berikutnya, Jibril datang lagi menemui Nabi, lalu berkata : “Hai Muhammad, bangunlah dan bertahajjudlah”.

 

Nabi pun menuruti kata Jibril itu. Kemudian ketika fajar menyingsing, Jibril datang lagi kepada Beliau dan berkata : “Hai Muhammad, sesungguhnya Allah telah menyerahkan dua pertiga dari umatmu kepadamu”.

 

Nabi menangis kembali, lalu berkata : “Hai Jibril, beritahukanlah kepadaku mengenai nasib sepertiga umatku yang lainnya”.

 

“Aku tidak tahu”, sahut Jibril.

 

Kemudian pada malam Bara’ah, Jibril datang lagi menemui Beliau seraya berkata – “Hai Muhammad, ada kabar gembira untukmu. Sesungguhnya Allah Taala telah menyerahkan kepadamu seluruh umatmu yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun”.

 

Kemudian Jibril berkata pula : “Hai Muhammad, angkatlah kepalamu ke langit, dan perhatikanlah apa yang engkau lihat!”.

 

Maka Nabi pun memperhatikan, sekonyong-konyong pintu-pintu langit terbuka, dan para malaikat dari langit dunia sampai ke Arsy tampak dalam keadaan bersujud, memohonkan ampunan bagi umat Muhammad saw.. Dan pada tiap-tiap pintu langit ada malaikat. Pada pintu langit pertama, ada malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang melakukan ruku pada malam ini”.

 

Pada pintu langit kedua, ada pula malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang bersujud pada malam ini”.

 

Pada pintu langit ketiga, ada pula malaikat yang berseru : “Beruntunglah orang-orang yang berzikir pada malam ini”.

 

Pada pintu langit keempat, ada pula malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang berdoa kepada Allah pada malam ini”.

 

Pada pintu langit kelima. malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang menangis pada malam ini karena takut kepada Allah Taala”.

 

Pada pintu langit keenam, malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang berbuat kebaikan pada malam ini”.

 

Pada pintu langit yang ketujuh, malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang membaca Alquran pada malam ini”. Kemudian malaikat itu berseru lagi : “Adakah orang yang meminta ?. Maka akan diberi permintaannya itu. Adakah orang yang berdoa?. Maka akan dikabulkan doanya itu. Adakah orang yang bertobat?. Maka akan diterima tobatnya itu. Dan adakah orang yang meminta ampun?. Maka akan diampunilah dia”.

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Pintu-pintu rahmat terbuka bagi umatku sejak permulaan malam sampai lerbit fajar. Sesungguhnya Allah Taala pada malam ini membebaskan dari neraka lebih banyak daripada bilangan bulu kambing milik kabilah Bani Kalab”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dan dari Aisyah ra., katanya : “Saya pernah tidur bersama Nabi saw. Ketika saya terbangun, ternyata saya tidak mendapatkan Nabi saw., lalu saya bingung. Saya menyangka bahwa Beliau kembali kepada salah seorang istrinya selagi dalam giliranku. Maka saya Pun mencari Beliau di rumah-rumah mereka, namun saya tidak menemukan Beliau di sana. Kemudian saya mendatangi rumah Fatimah ra., lalu saya ketuk pintunya. Ada yang berseru : “Siapa di pintu?”. Saya jawab : “Saya Aisyah, saya datang ke sini pada saat seperti ini adalah untuk mencari Nabi saw.”

 

Maka keluarlah Ali, Hasan, Husein, dan Fatimah, rahmatullah alaihim ajma’in, lalu Saya berkata : “Kemana kita mencari Nabi saw.?”.

 

Kami pun mencari Beliau di Masjid-masjid, namun tetap tidak karni jumpai. Akhirnya Ali berkata : “Nabi pasti pergi ke Bagi al Gharqad””.

 

Maka kami pun pergi ke daerah pemakaman itu. Tiba-tiba tampak ada suatu cahaya memancar dari arah pekuburan itu. Lantas Ali berkata : “Itu pasti cahaya Nabi saw.”.

 

Ketika kami dekati, ternyata Beliau sedang bersujud sambil menangis. Dan tidak seOrang pun dari kami yang menegur Beliau. Beliau berhiba-hiba di dalam sujudnya, seraya berdoa : “Jika Engkau siksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau ampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

 

Ketika Fatimah melihat Beliau, maka berdirilah dia di sisi kepala Beliau, lalu diangkatnya wajah Beliau dari tanah sambil berkata : “Wahai ayahanda, apakah gerangan yang telah menimpa Baginda. Musuhkah yang datang atau wahyukah yang turun?”.

 

Beliau menjawab : “Wahai Fatimah, tidak ada musuh yang datang dan tidak ada

 

N wahyu yang turun. Tetapi malam ini adalah malam Bara’ah, aku meminta dari Allah ” Taala”. Kemudian Beliau berkata kepada Aisyah : “Hai Aisyah, kalau kiamat telah tiba, maka | aku akan dalam keadaan bersujud, dan meminta kepada Tuhanku, serta memberi syafaat.

 

Setelah itu Beliau bersabda : “Jika kalian ingin aku rida, maka bersujudlah kalian dan bantulah aku dalam berdoa dan bertadharru”.

 

Dan sabdanya pula : “Hai Ali, sujudlah dan doakanlah kaum laki-laki. Hai Fatimah dan Aisyah, sujudlah kamu berdua dan doakanlah anak-anak dan kaum wanita”. Maka mereka semua bersujud dan menangis sampai terbit waktu subuh”.

 

Wahai sidang pembaca, Anda semua lebih pantas memohon dan berhiba-hiba, karena dosa-dosa Anda yang menumpuk. Orang-orang tersebut tadi menangis demi Anda. Maka sudah sepantasnya anda menangisi diri anda sendiri. (Raudhatul Ulama).

 

Berikut ini doa Bara’ah :

 

Artinya : “Ya Allah, jika Engkau telah mencatat namaku sebagai orang yang celaka di dalam daftar orang-orang yang celaka, maka hapuskanlah dan catatlah aku di dalam daftar orang-orang yang bahagia. Dan jika Engkau telah mencatat namaku sebagai orang yang bahagia di dalam daftar orang-orang yang bahagia, maka tetapkanlah itu. Karena sesungguhnya Engkau telah berfirman di dalam Kitab-Mu yang mulia : Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki). Dan di sisiNyalah terdapat Kitab Induk (Lauh Mahfuz). (Demikian disebutkan oleh Ali Al Qari, alaihi rahmatul Bari) Dan dari Aisyah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala turun pada malam pertengahan dari bulan sya’ban ke langit dunia, maka diampuni-Nya lebih banyak daripada bilangan bulu karmnbing milik kabilah Bani kalab”.

 

Adapun sebab disebutkannya Bani Kalab dalam hadis ini secara khusus, tidak lain adalah karena merekalah yang paling banyak penduduknya dan kambing-kambingnya daripada kabilah-kabilah yang lain.

 

Adapun maksud hadis ini adalah : bahwa pada malam itu, Allah Taala menjadikan sifat Jalal (Keagungan)-Nya, yang oleh karenanya Dia berkuasa memaksa hamba-hambaNya dan menghukum orang-orang yang durhaka, kepada sifat Jamal, yang oleh karenanya Dia memberi rahmat dan ampunan. Adapun sebab lafaz hadis tersebut harus diartikan demikian, adalah karena turun dan naik, bergerak dan diam itu termasuk sifat-sifat jisim yang memerlukan tempat. Padahal, baik dalil-dalil agli maupun nagli telah menetapkan bahwa, Allah Taala Mahasuci dari jisim maupun bertempat pada suatu tempat. Maka, tidaklah mungkin bahwa turun dan naik itu maksudnya dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Oleh karena itu, pengertian hadis di atas menurut keterangan ahli ilmu hakikat adalah, turunnya rahmat Allah Taala atas hamba-hamba-Nya, dan diperkenankannya doa-doa mereka, serta diterimanya tobat mereka. (Syarah).

 

Dari Abdullah bin Umar ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ada lima saat di mana doa tidak ditolak: malam Jumat, malam kesepuluh dari bulan Muharram, malam pertengahan dari bulan Sya’ban, dan dua malam hati raya. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Konon, Nabi Isa as. pernah berjalan-jaian, lalu dilihatnya sebuah gunung yang tinggi. Maka Beliau pun menuju ke sana. Akhirnya Beliau tiba pada sebuah batu besar di puncak gunung itu, warnanya lebih putih dari susu. Beliau berputar-putar mengelilingi batu itu dan mengagumi keindahannya. Kemudian Allah Taala mewahyukan kepadanya :”Hai Isa, maukah engkau Aku jelaskan yang lebih mengagumkan lagi daripada ini?”.

 

“Ya”, jawab Isa as.

 

Lantas batu besar itu terbelah, dan ternyata di dalamnya ada seorang tua berpakaian bulu, di hadapannya ada sebuah tongkat dan di tangannya ada setangkai buah anggur, Sedang dia tengah berdiri mengerjakan salat. Nabi Isa as. merasa kagum, lalu Beliau bertanya : “Hai orang tua, apa yang sedang saya lihat ini?”.

 

Orang tua itu menjawab : “Ini adalah rezeki saya untuk setiap harinya”.

 

“Sejak berapa lama Anda beribadat di dalam batu besar ini?”, tanya Nabi Isa pula.

 

“Sejak empat ratus tahun lalu”. Jawabnya.

 

Nabi Isa lalu bermunajat : “Ya Tuhanku, apakah Engkau menciptakan makhluk lain yang lebih utama dari orang ini?”.

 

Maka Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Bahwasanya kalau seseorang dari Umat Muhammad mendapati bulan Sya’ban, kemudian dia melakukan salat Bara’ah pada malam pertengahan bulan itu, maka sesungguhnya salatnya itu lebih utama pada sisi-Ku daripada ibadatnya hamba-Ku ini selama empat ratus tahun”.

 

Maka Nabi Isa pun berkomentar : “Mudah-mudahan saja aku bisa menjadi umat Muhammad”. (Zahratur Riyadh)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : “Jibril as., pada pertengahan bulan Sya’ban, telah datang menemuiku, lalu mengatakan : “Ya Muhammad, malam ini dibukakan pintu-pintu langit dan pintu-pintu rahmat. Maka bangkitlah dan salatiah, serta angkatlah kepalamu dan kedua tanganmu ke langit!”

 

Lalu aku pun bertanya : “Hai Jibril, malam apakah ini?”.

 

Jibril as. menjawab : “Pada malam ini dibukakan tiga ratus pintu rahmat, lalu Ailah mengampuni semua orang yang tidak mensekutukan sesuatu dengan-Nya kecuali : tukang sihir, dukun tenung, pendendam, pemabuk, orang yang terus-menerus melakukan zina, orang yang suka makan riba, orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya, tukang adu-domba, atau orang yang memutuskan tali silaturahmi. Sesungguhnya mereka semua tidak akan memperoleh ampunan sampai mereka mau bertobat dan meninggalkan (perbuatannya) itu”.

 

Maka keluarlah Nabi saw., lalu salat sambil menangis di dalam sujudnya, Beliau berdoa :

 

Artinya : “Ya Ailah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu dan murka-Mu, sesungguhnya aku tidak mampu menghitung pujian kepada-Mu sebagaimana Engkau memuji kepada Zat-Mu, maka bagi-Mulah segala pujian hingga Engkau nida” (Zubdatul Majalis)

 

Disebutkan bahwa :

 

Adapun sebab Allah lebih mengutamakan bulan, hari dan saat antara yang satu dari yang lainnya sebagaimana Dia lebih mengutamakan antara rasul atau umat yang satu dengan yang lainnya, adalah supaya jiwa manusia berlomba-lomba dan hati mereka bergegas-gegas menghormatinya, dan ruh mereka merasa rindu untuk menghidupkannya dengan melakukan ibadat di dalamnya, dan supaya semua makhluk menginginkan ketuamaan-keutamaannya. Adapun berlipat gandanya pahala kebaikan pada sebagian waktuwaktu tersebut, maka itu adalah karunia Allah dan pemberian khusus dari-Nya.

 

Artinya : “Itu karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”.

 

Al Qasyani di dalam syarah At Taaiyyah mengatakan : “Sebagaimana kemuliaan dan keutamaan waktu-waktu tersebut menurutkan kemuliaan suasana yang terjadi di saat itu, seperti hadirnya orang yang dikasihi atau menyaksikannya, maka demikian pula halnya dengan kemuliaan amal itu bergantung kepada niat maupun tujuan yang memotivasinya. Adapun kemuliaan niat amal-amal itu adalah bila amal itu dilakukan semata-mata demi Allah Yang terkasih dan secara murni hanya menginginkan keridaan-Nya belaka, tanpa dicampuri oleh tujuan yang lain”.

Umar bin Faridh -qaddasaliaahu sirrahu- bermadah :

Artinya : “Menurutku, setiap hari adalah hari raya hari kumelihat keelokan wajahnya dengan sorot gembira Dan setiap malam adalah malam Qadar, jika ia mendekat sebagaimana hari-hari perjumpaan adalah seperti hari Jumat”. (Dari Ruhul Bayan) 

61. PENJELASAN TENTANG HARI KIAMAT DAN HISABNYA

 Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Dan (pada hari kiamat itu) kamu lihat tiap-tiap umat berhimpun. Tiap-tiap umat dipanggil kepada kitabnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. (Allah berfirman) : “Inilah kitab Kami, yang menuturkan kepadamu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Al Jaatsiyah : 28-29)

Tafsir : ,.

(. ) Dan kamu lihat tiap-tiap umat berhimpun, atau berkumpul, dari kata al jitswah (     ) yang artinya al jama’ah (     ), atau mendekam sambil bersedekap pada lutut. Dan ia dibaca juga jaadiyatan (     ), artinya : duduk pada ujung-ujung jari karena rendahnya mereka bersedekap.

 

( bbb ) tiap-tiap umat dipanggil kepada kitabnya, atau catatan amalnya.

 

    Ya’gub membaca “kullu” (     ) dengan menasabkannya, sehingga menjadi “kulla” (.  ), sebagai badal dari kulla yang pertama, sedangkan kata tud’aa (      ) adalah sifat atau maf’ul kedua.

 

(.   ) Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. Kalimat ini dianggap sebagai firman Allah.

 

(.  ) Inilah kitab Kami. Allah menisbatkan catatan-catatan amal mereka kepada Zat-Nya, karena Dia-lah yang telah menyuruh para malaikat pencatat supaya mencatat perbuatan-perbuatan tersebut.

 

(.    ) yang menuturkan kepadamu dengan benar, memberi kesaksian kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan tanpa menambah dan mengurangi sedikit pun.

 

(.   ) Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat, menyuruh malaikat pencatat untuk mencatat.

 

(.   ) apa yang telah kamu kerjakan, perbuatan-perbuatan. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Abu Umamah Altbahili ra., katanya : Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala telah menjanjikan kepadaku, apabila aku telah mati kelak, maka Dia membuat aku dapat mendengar bacaan salawat dari orang yang membaca salawat untukku. Aku di Madinah, sedang dia berada di belahan timur bumi atau di baratnya”.

 

Dan sabda Beliau pula :

 

Artinya : “Hai Abu Umamah, sesungguhnya Allah Taala menjadikan dunia seluruhnya (seolah-olah) ada di dalam kuburku, dan segala sesuatu yang Allah ciptakan dapat aku dengar dan lihat. Maka, setiap orang yang membaca salawat untukku satu kali, Allah akan memberinya rahmat sepuluh kali. Dan barangsiapa membaca salawat untukku sepuluh kali, Allah akan memberinya rahmat seratus kali”.

 

Firman Allah : jaatsiyatan (    ) artinya : berkumpul, berhimpun (     , ) atau duduk mendekam sambil bersedekap pada lutut (.    ) seperti dalam kalimat :

 

Artinya : “Dia duduk dengan gelisah”. (Syaikh Zaadah)

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa ‘al jutsuwwu’ (     ), itu artinya adalah duduk berlutut seperti duduknya orang yang sedang bersengketa di hadapan hakim. Dikatakan demikian, karena pada saat itu, umat tersebut sedang ketakutan, sehingga dalam duduknya tidak bisa tenang. (Syaikh Zaadah). | Dan dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma, katanya : “Apabila hari kiamat telah tiba, dan seluruh makhluk, baik dari golongan jin, manusia, maupun jenis-jenis makhluk lainnya, telah dikumpulkan dalam keadaan berlutut dan berbaris, maka terdengarlah seruan:

 

| “Pada hari ini kamu semua akan mengetahui siapakah yang memperoleh kemuliaan, Silakan berdiri orang-orang yang banyak memuji Allah dalam segala keadaannya”. Maka berdirilah mereka, lalu dibawa ke surga.

 

Kemudian diserukan pula untuk kedua kalinya : “Pada hari ini kamu semua akan mengetahui siapakah yang memperoleh kemuliaan. Silakan berdiri orang-orang yang lambung mereka jauh dari tempat tidur, sedang mereka berdoa kepada Tuhan-nya dengan berasaan harap-harap cemas, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. Maka mereka pun berdiri, lalu dibawa ke surga.

 

Kemudian disanikan pula untuk yang ketiga kalinya . “Pada hari Ini kamu samua akan mengolahui siapa orangnya yany tolah mamparoleh kamuliaan Fulakan bardin Orang yang tidak dilalaikan oleh porniayaan, dan juga tidak pula oleh jual bali dan mengingat Allah, dan dari mendirikan salat. Serta dari membayarkan zakat” Maka mareka pun berdiri, lalu dibawa ke surga.

 

Apabila ketiga golongan manusia tadi telah menempati! tempatnya masing masing dan telah pergi semua ke surga, maka muncullah dari dalam neraka seekor binatang gunug mendekati makhluk-makhluk tersebut. Binatang Itu mompunyal sepasang mata yang tajam dan Iidah yang fasih, dia berkata : “Sesungguhnya aku ditugaskan kepada setiap Orang yang telah berlaku sewenang-wenang lagi suka membangkang”. Kemudian binatang itu mematuk mereka dari tengah-tengah barisan, seperti seekor burung yang mernatuk byi-biji wijen, lalu disingkirkannya mereka masuk ke dalam neraka Jahannam.

 

Setelah itu, binatang tersebut keluar lagi, lalu borkata : “Sesungguhnya aku ditugaskan kepada orang yang telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya”. Maka dipatuknya mereka dari tengah-tengah barisan, lalu disingkirkannya mereka masuk ke dalam neraka Jahannam.

 

Kemudian, untuk yang ketiga kalinya, binatang itu keluar lagi. Kata Abul Minhaj, “Saya kira, dia mengatakan : “Aku ditugaskan kepada juru-juru gambar”. Maka dipatuknyalah mereka dari tengah-tengah barisan itu, lalu disingkirkannya mereka masuk ke dalam neraka Jahannam”.

 

Apabila ketiga golongan manusia tadi telah disingkirkan semua, maka disiarkanlah lembaran-lembaran amal, dan ditegakkanlah mizan (neraca amal), lalu dipanggiliah seluruh makhluk untuk dihisab amal mereka masing-masing”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Sebagian besar ahli tafsir berpendapat bahwa, perintah mencatat yang disebutkan dalam ayat ini maksudnya adalah perintah mencatat dari Lauh Mahfuz. Allah memerintahkan kepada malaikat agar mencatat perbuatan-perbuatan yang akan dilakukan manusia pada setiap tahunnya, Dan ternyata malaikat-malaikat itu mendapati catatan itu sesuai benar dengan apa yang dilakukan oleh manusia. Kata para ahli tafsir : “Perintah mencatat itu hanya bisa dilaksanakan dari suatu sumber, yaitu penulisan sebuah kitab dari kitab lain”. (Wasith)

 

Dikatakan bahwa, para saksi atas perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu ada tujuh golongan :

 

Pertama, malaikat.

Firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan malaikat-malaikat itu pun menjadi saksi”.

 

Kedua, bumi. Firman Allah Taala :

 

Artinya : “Manusia bertanya : “Kenapa bumi (jadi begini)?. Pada hari itu bumi menceritakan beritanya”.

 

Ketiga, waktu. Seperti, disebutkan dalam khabar :

 

Artinya : “Tiap-tiap Hari berseru : “Aku adalah Hari yang baru, dan aku menjadi sakyi atas segala perbuatan yang kamu lakukan”.

 

Keempat, lidah. Firman Allah Taala :

 

Artinya : “Pada hari (ketika) lidah mereka menjadi saksi”.

 

Kelima, anggota-anggota tubuh. Firman Allah Taala :

 

Artinya : Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka, dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”.

 

Keenam, dua malaikat pencatat amal. Firman Allah Taala :

 

Artinya : “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah), dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaan itu)”.

 

Ketujuh, catatan amal. Firman Allah Taala :

 

Artinya : (Allah berfirman) : “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu dengan benar”

 

Maka bagaimana jadinya Anda, hai pendurhaka, kelak apabila para saksi itu telah memberikan kesaksian mereka masing-masing terhadap perbuatan Anda?.

 

Dari Amr bin Ash ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :” Apabila Allah telah mengumpulkan seluruh makhluk, maka akan ada penyeru yang menyerukan : Manakah orang-orang yang utama?”. Rasulullah berkata : “Maka berdirilah beberapa Orang. Mereka berjalan cepat-cepat menuju ke surga. Mereka disambut oleh para malaikat, lalu para malaikat itu bertanya : “Kami melihat kalian bergegas menuju surga, siapakah Sebenarnya kalian?”. Mereka menjawab : “Kami adalah orang-orang yang utama”.

 

“Apa keutamaan kalian?”, tanya malaikat pula.

 

Mereka menjawab : “Apabila dianiaya, kami bersabar. Dan apabila diperlakukan buUk, kami memaafkan”. Maka dikatakanlah kepada mereka : “Masuklah kalian ke dalam Surga. Surga itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal”.

 

Selanjutnya terdengar pula seruan : “Manakah orang-orang yang sabar?”. Maka bangkitiah beberapa orang yang termasuk golongan orang-orang yang sabar. Mereka berjalan dengan cepat menuju surga. Mereka disambut oleh para malaikat, lalu para malaikat itu bertanya kepada mereka : “Kami lihat kalian bergegas menuju surga. Siapakah sebenarnya kalian ini?”. Mereka menjawab : “Kami adalah orang-orang yang sabar.

 

“Apa kesabaran kalian?”, tanya malaikat pula.

 

Mereka menjawab : “Kami sabar menerima musibah dari Allah”.

 

Maka dikatakanlah kepada mereka : “Masuklah kalian ke dalam surga”.

 

Kemudian diserukan pula : “Manakah orang-orang yang saling mencintai karena . Allah?”. Maka berdirilah beberapa orang yang telah saling mencintai karena Allah. Mereka berjalan dengan bergegas-gegas menuju surga. Para malaikat menyambut mereka seraya berkata : “Kami melihat kalian bergegas menuju surga. Siapakah sebenarnya kalian ini?” Mereka menjawab : “Kami adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah?”.

 

Malaikat bertanya pula : “Bagaimanakah kalian saling mencintai?”.

 

Mereka menjawab : “Kami saling mencintai pada jalan Allah, dan saling berkorban pada jalan Allah”.

 

Maka dikatakanlah kepada mereka : “Masuklah kalian ke dalam surga”.

 

Nabi saw. selanjutnya bersabda : “Setelah mereka semua masuk surga, barulah neraca dipasang untuk penghisaban (perhitungan amal baik dan buruk seluruh makhluk)”

 

Ketahuilah, bahwa perhitungan amal itu diselenggarakan secara berbeda-beda dan keadaannya pun berlain-lainan. Di antaranya ada yang mudah dan ada pula yang sukar: ada yang secara rahasia dan ada pula yang secara terang-terangan: ada yang secara terhormat dan ada pula yang secara terhina: ada yang memperoleh anugerah dan ada pula yang memperoleh keadilan. Perhitungan tersebut berlaku untuk seluruh makhluk, baik orang mukmin maupun kafir, manusia maupun jin, kecuali mereka yang oleh hadis dinyatakan mendapat pengecualian.

 

Allaqoni berkata : “Saya belum melihat suatu nash yang tegas mengenai perhitungan (hisab) terhadap anak-anak kecil, orang-orang gila maupun orang-orang yang hidup dalam masa sebelum adanya seruan Nabi (masa fatrah)”.

 

Adapun fase-fase mauqif itu adalah : kebangkitan dari kubur, kemudian penghimpunan, kemudian berdiri menghadap Tuhan semesta alam, kemudian pengajuan, yaitu saat masing-masing nabi memperlihatkan keistimewaan umatnya sendiri-sendiri, kemudian terbangnya lembaran-lembaran amal, kemudian diambilnya lembaran-lembaran tersebut dengan tangan kanan atau kiri, kemudian pertanyaan dan perhitungan, baru kemudian ditimbang.

 

Ketika Allah telah mengumpulkan seluruh makhluk di padang Mahsyar, dan bermaksud akan menghisab mereka, maka beterbanganlah kitab-kitab catatan amal mereka laksana salju yang berterbangan. Kemudian terdengar penyeru dari pihak Tuhan Yang Maha Rahman : “Hai fulan, ambillah kitabmu dengan tangan kananmu!”. Dan : “Hai fulan, ambillah kitabmu dengan tangan kirimu!”. Maka tidak seorang pun yang mampu mengambil kitabnya dengan tangan kanannya selain orang-orang yang takwa yang menerima kitab mereka dengan tangan kanan mereka. Adapun orang-orang yang celaka, mereka menerima kitab mereka dengan tangan kiri mereka, sedangkan orang-orang kafir, menerimanya dari belakang punggung mereka.

 

Demikian pula dalam penghitungan amal, manusia terbagi ke dalam tiga tingkatan : Tingkatan pertama, ialah mereka yang dihitung amalnya dengan mudah, merekalah Orang-orang yang takwa. Tingkatan kedua, ialah mereka yang dihitung amalnya dengan penuh kesukaran dan kemudian dibinasakan, merekalah orang-orang yang kafir. Tingkatan ketiga, ialah mereka yang dihitung amalnya dan ditanyai, kemudian diselamatkan, merekalah orang-orang yang durhaka.

 

Dalam salah satu hadis disebutkan, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat tidak akan bergeser dari hadapan Allah Taala sampai dia ditanya lebih dahulu tentang empat perkara : (1) tentang umurnya, untuk apa dia habiskan?” (2) tentang jasadnya, untuk apa dia rapuhkan?, (3) tentang ilmunya, untuk apa dia gunakan?, (4) tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan?”.

 

Dan dia juga akan ditanyai tentang apa yang tercantum di dalam kitab catatan amalnya. Setelah dia selesai membacanya sampai akhirnya, maka Allah Taala bertanya : “Hai hamba-Ku, apakah semua ini telah engkau lakukan, ataukah malaikat-malaikat-Ku telah menambah-nambahi terhadapmu dalam kitabmu itu?’.

 

“Tidak, Ya Tuhan”, jawab si hamba, “memang semuanya itu telah saya lakukan”.

 

Maka Allah Taala berfirman : “Akulah yang telah menutupi kesalahan-kesalahanmu di dunia, dan hari ini Aku mengampuninya untukmu. Pergilah, sesungguhnya Aku telah mengampuni itu semua untukmu”. Ini adalah keadaan orang yang ditanyai Allah dalam hisabnya, kemudian selamat karena anugerah Allah Taala.

 

Dan di antara perkara-perkara yang wajib diyakini adanya, adalah bahwa Allah Taala mempunyai malaikat-malaikat yang bertugas mencatat perbuatan hamba-hamba-Nya, perbuatan yang baik maupun yang buruk, yang dengan main-main maupun sungguhan, yang karena keliru atau lupa, ketika sehat atau sakit, bahkan sampai dengan suara rintihan atau pun suara napas sekalipun, baik hamba itu seorang mukmin maupun seorang kafir.

 

Diriwayatkan dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Saya pernah duduk-duduk bersama Rasulullah saw. Beliau bercerita kepada kami tentang berita-berita Bani Israel dan bangsa-bangsa dahulu kala. Kemudian pada akhir cerita, Beliau berkata kepada saya “Hai Ali, sesungguhnya Jibril telah diutus Allah Taala untuk memberitahukan kepadaku tentang keadaan-keadaan umatku. Jibril berkata kepadaku : “Ya Muhammad, sesungguhnya di antara umatmu ada beberapa orang yang berdiri di hadapan Allah Taala pada saat amalnya dihisab. Kemudian mereka berdialog dengan Allah, sebagaimana orang yang bersengketa berbicara dengan lawannya”.

 

Aku bertanya : “Hai saudaraku Jibril, dapatkan seseorang melakukan itu?”.

 

Jibril menjawab : “Penjelasan tentang hal itu cukup panjang, biarlah aku minta izin lebih dahulu kepada Tuhanku, nanti aku datang lagi kepadamu”.

 

Maka Jibril hilang sejenak dari pandanganku. Sesaat kemudian dia datang lagi sambil tertawa, Jalu aku bertanya : “Kenapa Anda tertawa, hai saudaraku Jibril?”. jubk Jibril menjawab : “Ya Muhammad, pada saat ini aku ada cerita-cerita yang menakUbkan”,

 

Aku bertanya : “Cerita apakah itu?”.

 

Jibril menjawab : “Cerita yang pertama, ialah yang telah aku janjikan kepadamu, Ya Rasullah. Ketahuilah, Ya Muhammad, apabila kelak hari kiamat telah tiba, maka Allah Taala memberikan kepada tiap-tiap orang kitab (amal)nya masing-masing. Maka si hamba (yang bersangkutan) itu mengambil kitabnya, lalu dilihat dan dibacanya. Maka diketahuinyalah isinya, yang baik maupun yang buruk. Kemudian Allah Taala berfirman kepadanya : “Hai hamba-Ku, sudahkah engkau baca kitab (catatan amal)-mu itu?”.

 

Hamba itu menjawab :

 

“Sudah, tetapi yang tercantum di dalam kitabku ini, saya sama sekali tidak pernah melakukannya”.

 

Allah Taala bertanya pula : “Hai hamba-Ku, adakah orang lain selainmu yang telah melakukannya?”.

 

“Entalah, Ya Tuhan, saya tidak tahu”, jawabnya.

 

Allah berfirman : “Sesungguhnya malaikat-malaikat pencatat yang mulia itu telah mencatat perbuatan-perbuatan tersebut, kau hanya berpura-pura lupa”.

 

Namun hamba itu tetap mengelak, katanya :

 

“Ya Tuhanku, para malaikat pencatat itu adalah hamba-hamba-Mu juga. Mereka berkata sesuka mereka dan tidak membiarkan Engkau saja bersamaku. Jika perlu, Engkaulah Hakim Yang Mahaadil. Engkau tidak akan mengambil sesuatu keputusan tanpa bukti”.

 

Maka Allah Taala berfirman : “Wahai hamba-Ku, dan siapakah yang akan menjadi saksi atas perbuatan-perbuatanmu, sedang semuanya adalah hamba-hamba-Ku juga. Sedangkan para malaikat yang mulia beserta catatan mereka saja telah engkau bantah?’.

 

Sang hamba menjawab : “Benar, Ya Tuhan, saya tidak menerima kesaksian selain dari saya sendiri”.

 

Maka Allah Taala berfirman : Jika Aku telah mengajukan bukti dari dirimu sendiri, apakah engkau akan menerima dan mengakui?”.

 

“Benar, Ya Tuhan”, jawabnya.

 

Lalu Aliah berfirman kepada lidah : “Dengan kekuasaan-Ku, berbicaralah engkau dan jangan mengatakan kecuali yang benar. Karena pada hari ini, semua kebatilan telah mati”. Maka lidah itu pun mulai berbicara, mengatakan segala yang telah dilakukan hamba itu semasa hidupnya di dunia, yang buruk-buruk maupun yang baik-baik. Namun, hamba itu tetap menolak, katanya :”Oh Tuhanku, Tuanku dan Penguasaku, Engkau tahu bahwa saya tidak mampu menguasai lidahku. Wataknya memang suka ngomong terus. Karenanya, saya tidak mau menerima kesaksiannya. Apalagi dia adalah musuhku di dunia, dan semua dosa yang telah saya lakukan adalah gara-gara dia. Sementara Rasul-Mu sendiri telah memberi peringatan mengenai dia, sabda Beliau : “Lidah adalah musuh manusia”. Dan Engkau tentu akan menghukum dengan adil. Engkau tidak akan menerima kesaksian musuh atas musuhnya”.

 

Allah berfirman : “Aku masih mempunyai saksi lain terhadapmu dari dirimu sendiri. Maka apa pendapatmu?’.

 

Hamba itu menjawab : “Saya sudah tidak mau lagi berkomentar, Ya Tuhanku”.

 

Maka Allah pun berfirman kepada kedua tangan si hamba : “Berbicaralah mengenai perbuatan yang pernah dilakukan oleh hamba-Ku ini!. Lalu kedua tangan itu berbicara mengenai segala apa yang telah dilakukan oleh si hamba dengan menggunakan keduanya. Dan keduanya pun memberikan kesaksian. Tetapi hamba itu masih tetap tidak mau menerima, katanya : “Oh Tuhanku, Tuanku dan Penguasaku, Engkau telah mengutus kepada kami seorang Rasui, dan telah mensyariatkan kepada kami suatu syariat yang kami ikuti dengan izin-Mu, sehingga Engkau berfirman : “Barangsiapa mentaati Rasul itu, maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah”.

 

“Hai hamba-Ku , apakah yang telah disyariatkan Rasul-Ku?”, tanya Allah.

 

Hamba itu menjwab : “Sesungguhnya Rasul-Mu itu telah bersabda : “Seorang saksi saja dalam memberi keterangan belum cukup”. Dua belah tangan adalah satu saksi, jadi belum cukup. Harus ada saksi yang kedua”.

 

Allah berfirman : “Dan apabila saksi yang kedua telah memberikan kesaksiannya, apakah engkau akan mengiyakan dan mengaku?”.

 

“Ya”, jawab hamba itu tegas.

 

Maka Allah pun berfirman kepada kaki : “Apa yang akan engkau katakan. Berbicaralah tentang apa yang telah diperbuat oleh hamba-Ku ini, dan berilah kesaksian dengan benar.

 

Dengan kekuasaan Allah, kaki itu pun berbicara dengan lancar katanya : “Sesungguhnya dia berjalan, dan dikerjakannya kebaikan dan keburukan”. Demikianlah kaki itu memberikan kesaksiannya terhadap semua perbuatan hamba tersebut.

 

Dengan perasaan bingung, hamba itu menoleh kepada anggota-anggota badannya, lalu mencela mereka, katanya “Hai semua anggota-anggota tubuhku. Aku bukanlah orang lain bagi kamu, bahkan aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Dan sesungguhnya aku telah membantah Tuhanku adalah demi kamu, lain tidak. Tidak ada yang kulihat lebih bodoh daripada kamu Aku bela kamu, namun kamu membuat dirimu merasakan api neraka”.

 

Seluruh anggota tubuhnya lalu menjawab serempak : “Kau sebut kami bodoh dan pandir, tetapi kami tidak pernah melihat orang yang lebih tolol daripada engkau. Kami hanyalah menerima perintah Allahlah yang telah membuat kami dapat berbicara. Dia yang dapat membuat segala sesuatu berbicara”.

 

Kemudian hamba itu menjadi bingung, bungkam dan sangat malu. Allah Taala lalu memerintahkan kepada malaikat Zabaniyah supaya menyeret hamba itu, maka si hamba berkata : “Oh Tuhanku, di manakah rahmat-Mu, padahal Engkau adalah Yang Maha Rahim di antara semua yang pengasih?”.

 

Allah berfirman : “Rahmat-Ku adalah untuk orang yang mengaku salah. Seandainya engkau mengaku, niscaya ada keringanan”.

 

Maka dengan menyesai hamba itu berkata : Oh Tuhanku, sebenarnya saya memang lalai dan saya mengakui segala dosaku, namun karena rasa takut saya terhadap neraka, maka saya terpaksa melakukan itu”.

 

Maka Allah Taala berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, bawalah hamba-Ku ini ke surga. Sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuninya dan memaafkannya”.

 

Para malaikat lalu membawa hamba itu menuju ke surga seraya berkata : “Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. Hai hamba Allah, engkau telah masuk ke dalam rahmat-Nya. Masuklah ke dalam surga dengan sejahtera lagi aman”.

 

Itulah pembicaraan antara malaikat Jibril as. dengan Nabi saw.

 

Sementara itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, kata nastansikhu (.   ) artinya adalah : na’khuddzu nuskhotahu (.      ) Kami mengambil naskahnya. Itu adalah, bahwa dua malaikat pencatat mengajukan pekerjaan seseorang, kemudian oleh Allah Taala ditetapkan mana yang mendapat pahala, dan mana yang mendapat Siksa, lalu Allah membuang hal-hal yang tidak disengaja atau main-main, seperti ucapan “Kemarilah”, atau “Pergilah”. Demikian disebutkan di dalam kitab Ma’alimut Tanzil. (Sananiyah).

62. KECAMAN TERHADAP ORANG YANG DURHAKA KEPADA IBU-BAPAK DAN KEUTAMAAN BERBUAT BAIK KEPADA KEDUANYA.

 Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibubapanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah. Mengandung sampai menyapihnya adalah sampai tiga puluh bulan. Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdoa : “Oh Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku dan kepada ibu-bapakku, dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridai. Berilah kebaikan kepadaku dan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. Al Ahqaf : 15).

 

Tafsir :

 

( ) Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya baik kepada ibu-bapaknya, yakni dengan perintah yang baik.

 

(.   ) Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan telah melahirkannya dengan susah payah pula. Yakni, keadaan yang susah payah, atau kehamilan yang susah payah, maksudnya adalah kesulitan.

 

(.  ) Sedang mengandungnya dan menyapihnya, masa mengandungnya dan menyapihnya. Kata al fishal artinya al fitham (menyapih). Sedang yang dimaksud adalah masa penyusuan yang sempurna, yang berakhir dengan penyapihan. Oleh karena itu, kata al fishallah yang digunakan (dan bukan al fitham), sebagaimana kata al amad (batas waktu) yang digunakan untuk mengungkapkan al muddah (waktu).

 

(.   ) adalah tiga puluh bulan. Semua itu adalah keterangan tentang penderitaan yang dialami seorang ibu di kala mengasuh anaknya, sebagai penjelasan yang bersifat mubalaghah (berlebihan) dalam rangka perintah berbuat baik kepadanya.

 

(.   ) Sehingga apabila dia telah dewasa, apabila telah tua sedang kekuatan dan akalnya telah mantap.

 

(.   ) dan mencapai empat puluh tahun. Konon, tidak ada seorang nabipun yang diutus kecuali setelah usianya genap empat puluh tahun.

 

(.   ) dia berdoa :”Oh Tuhanku, tunjukilah aku. Berilah aku ilham. Kata auzi’ni (     ) artinya adalah auli’ni (.   ) Jadikanlah aku gemar. Dari kata : auza’tuhu bikadza (    ) Aku mendorongnya melakukan begitu.

 

(.   ) untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu-bapakku. Yakni, nikmat agama, atau nikmat yang mencakup nikmat agama dan nikmat-nikmat lainnya.

 

(.   ) dan agar aku dapat melakukan amal saleh yang Engkau ridhai. Allah menakirahkan kata shalihan (.   ) untuk menyatakan keagungannya, atau karena yang dimaksudkan-Nya adalah satu macam tertentu dari jenis amal saleh, yang menye

 

babkan rida Allah Taala.

 

(.   ) dan berilah kebaikan bagiku pada anak cucuku. Dan berilah aku kebaikan yang terus berkesinambungan sampai kepada anak cucuku, dan tertanam pada mereka.

 

(.  ) Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dari apa yang tidak Engkau ridai, atau yang melalaikan dari (mengingat)-Mu.

 

(.   ) Dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri, yang ikhlas kepada-Mu. (Qadhi Baidhawi). Dari sahabat Umar bin Khattab ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya: “Apabila telah tiba hari Jumat, ada seribu malaikat datang berkunjung ke kuburku. Setelah selesai dari kunjungan tersebut, mereka lalu mengembara ke segenap penjuru bumi, timur dan barat. Setiap kali mereka mendengar ada orang membaca salawat untukku, maka salawat itu mereka bawa lalu mereka tempatkan di bawah Arsy, seraya berkata : “Ya Tuhan kami, inilah salawat fulan bin fulan”. Maka Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku membalas salawatnya berlipat ganda. Bawalah salawatnya itu kepada Jibril, agar di tempatkannya di sisinya, sehingga salawat itu kelak akan datang kepada pemiliknya pada hari kiamat. Dan Aku akan meletakkan salawat itu pada neraca (mizan amal) orang yang membacanya, dan membawa pembacanya masuk ke dalam surga”. (Mau’izhah).

 

Konon, ayat di atas turun mengenai sahabat Abubakar ra., ayahnya Abu Qahafah, ibunya Ummul Khair, juga mengenai anak-anaknya, dan bahwa doa Abubakar untuk mereka dikabulkan Allah. Abubakar telah beriman kepada Nabi saw. ketika usianya 38 tahun, dan berdoa untuk keluarganya (supaya mereka beriman pula) ketika usianya 40 tahun. Di antara para sahabat, baik kaum Muhajirin maupun Anshar, tidak ada seorang pun yang masuk Islam beserta ibu-bapaknya dan seluruh anaknya, yang laki-laki maupun perempuan, selain Abubakar ra.. (Dari Al Madarik).

 

Dan dari Ali bin Abitalib Karramallahu wajhah, katanya : “Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda : “Aku berlepas diri dari orang yang tidak menunaikan hak ibubapaknya”. Lalu saya bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimana kalau orang itu tidak memiliki apa-apa?” Beliau menjawab : “Apabila dia mendengar perkataan mereka berdua, maka hendaklah dia jawab “Saya dengar dan patuh”, dan janganlah mengatakan kepada keduanya “Hah”, dan jangan membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. Demikian kata Rasul.

 

D nwayatkan, bahwa seorang laki-laki datang menemui Nabi saw., lalu berkata : “Ya Rasulullah. nasihatilah saya dengan suatu nasehat yang berguna bagiku di dunia dan akh rat. Nabi lalu bertanya : “Apakah engkau masih mempunyai ayah dan ibu?”. Orang itu menjawab : “Ya”. Maka bersabdalah Nabi saw. : Jika engkau memenuhi hak-hak mereka berdua. dan engkau beri makan mereka, maka untuk tiap-tiap suap makanan itu engkau akan memperoleh sebuah mahligai di dalam surga”. Benariah apa yang disabdakan Rasulullah itu.

 

Ada pula seorang lelaki datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, saya mempunyai seorang ibu. Saya yang menafkahinya, tetapi dia selalu menyakiti saya dengan Iisannya. Apa yang mesti saya perbuat?”.

 

Rasululiah saw. menjawab :”Tunaikanlah haknya. Demi Allah, seandainya engkau potong dagingmu, namun engkau tetap belum dapat melunasi seperempat haknya. Tidakkah engkau tahu bahwa surga berada di bawah telapak kaki para ibu?’.

 

Laki-laki itu diam, lalu berkata : “Demi Aliah, saya tidak akan berkata apa-apa kepada ibuku”.

 

Kemudian dia datang menemui ibunya, lalu diciuminya kedua telapak kaki ibunya itu seraya berkata : “Wahai ibunda, inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah kepadaku”.

 

Dan pernah pula Rasulullah saw. menyampaikan sebuah hadis yang panjang, yang pada bagian akhirnya Beliau mengatakan : “Demi Allah, yang telah mengutusku sebagai seorang nabi dengan membawa kebenaran, tidaklah seseorang hamba yang diberi karunia harta oleh Allah, kemudian dia berbuat baik kepada ibu-bapaknya, melainkan dia akan tinggal bersamaku di dalam surga”.

 

Seorang laki-laki bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimana bila di dunia dia tidak lagi mempunyai ibu-bapak, apa yang harus dia perbuat?”.

 

Nabi menjawab : “Hendaklah dia bersedekah untuk keduanya dengan memberi makan (kepada orang yang membutuhkan) dan membaca Alquran, atau dengan mendoakan. Jika semua itu ditinggalkannya, maka dia telah durhaka kepada ibu-bapaknya. Dan barangsiapa durhaka kepada mereka berdua, maka dia benar-benar telah bermaksiat”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Tidak seorang hamba pun yang mengerjakan salat fardu kemudian mendoakan kedua ibu-bapaknya agar mendapatkan ampunan, melainkan Allah Taala akan memperkenankan doanya, sedang dia sendiri pun akan diampuni, berkat doanya untuk mereka berdua, sekalipun ibu-bapaknya itu adalah orang-orang yang fasik”. (Mau’izhah)

 

Dan dari sahabat Abu Dzarr Al Ghiffari ra., katanya : Saya pernah mendengar Raulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berjalan untuk mengunjungi kedua ibu-bapaknya, maka dari tiap-tiap langkahnya akan dicatat oleh Allah Taala baginya seratus kebaikan, dan dihapuskan darinya seratus keburukan, dan diangkat baginya seratus derajat. Lalu, apabila dia duduk di hadapan mereka berdua dan berbicara dengan mereka dengan pembicaraan yang baik, maka pada hari kiamat kelak Allah akan memberinya suatu cahaya yang memancar di hadapannya. Dan apabila dia keluar dari sisi mereka, dia keluar dalam keadaan telah memperoleh ampunan”.

 

Dan diriwayatkan pula bahwa, pada masa Khalifah Umar ra. ada seorang saudagar. Pada suatu hari, ibunya datang mengunjunginya. Ibunya meminta kepadanya supaya dia membiayai dirinya. Namun istri saudagar itu berkata : “Sesungguhnya ibumu ini hendak membiarkan kita menjadi melarat, kalau setiap hari dia meminta begini”.

 

Mendengar ucapan kasar istri anaknya itu, sang ibu menangis lalu pergi meninggalkan tempat itu, sedang anaknya belum memberi apa-apa kepadanya. Syahdan, pada suatu palayarannya, ketika saudagar itu sedang berjalan membawa barang dagangannya, sekonyong-konyong muncullah sekawanan penyamun. Mereka merampas semua barang-barang milik saudagar itu. Kemudian saudagar itu mereka tangkap dan mereka potong kedua tangannya lalu mereka kalungkan di lehernya. Mereka membiarkan saudagar itu tergeletak berlumuran darah di tengah jalan.

 

Kemudian ada beberapa orang lewat yang mengenalnya, lalu mereka membawanya pulang ke rumahnya. Ketika sanak kerabatnya datang menjenguknya, saudagar itu berkata : “Inilah ganjaranku. Andai kata aku dahulu memberi kepada ibuku dengan tanganku ini uang satu dirham saja, niscaya tanganku ini takkan terpotong, dan harta bendaku takkan dirampok”.

 

Ibunya pun datang menjenguknya. Setelah menyaksikan keadaan anaknya itu, sang ibu lalu berkata : “Anakku, aku sangat menyesali dirimu atas perbuatan musuh terhadapmu”.

 

Namun dengan nada sendu si anak menjawab : “Wahai ibuku, ini semua adalah karena dosaku juga terhadapmu. Maka aku memohon rida kepadamu”.

 

“Anakku,”, kata sang ibu, “Aku sungguh-sungguh telah meridaimu”.

 

Ketika malam telah berlalu, dan tiba waktu pagi, dengan kuasa Allah kedua tangan saudagar itu telah kembali pulih seperti sediakala. (Mau’izhah)

 

Diceritakan, bahwa ada seorang tokoh terkemuka yang terkenal akan keutamaannya. Suatu hari, dia hendak berangkat ke Mekah. Tetapi, ibunya tidak rela kalau dia berangkat ke Mekah. Dia tidak berhasil mendapatkan kerelaan ibunya, namun dia berangkat juga ke Mekah. Ibunya mengejarnya seraya berkata : “Ya Tuhan, anakku telah membakarku dengan api perpisahan. Maka timpakanlah kepadanya suatu hukuman”.

 

Dengan terhiba-hiba, ibu itu memanjatkan doanya.

 

Sesampainya pada suatu kota, dia masuk ke dalam Masjid pada malam hari untuk beribadat. Di tempat lain, ada seorang pencuri masuk ke salah satu rumah penduduk. Tuan rumah memergoki pencuri yang masuk rumahnya itu, maka larilah pencuri itu ke samping Masjid. Orang-orang pun mengejarnya. Ketika mereka sampai ke pintu Masjid, pencuri itu menghilang. Kemudian mereka berkata : “Mungkin pencuri itu bersembunyi di dalam Masjid ini”. Maka mereka pun masuk ke dalam mesjid. Mereka lihat di dalam masjid tu ada seseorang sedang berdiri salat. Mereka langsung menangkapnya dan membawanya ke hadapan penguasa kota itu. Penguasa kota itu lalu memerintahkan agar kedua tangan dan kakinya dipotong, sedangkan matanya dicungkil. Maka dipotonglah kedua tangan dan kakinya, serta dicungkillah matanya. Kemudian disiarkan ke khalayak ramai : “Inilah hukuman bagi pencuri!”. Tetapi dia berkata : “Jangan katakan demikian, namun katakanlah, “Inilah hukuman orang yang hendak tawaf di Mekah tanpa seizin ibunya”.

 

Ketika orang-orang tahu bahwa dia adalah tokoh terkemuka yang terkenal itu, maka Mereka pun menangis dan merasa takut. Lalu mereka kembalikan dia kepada ibunya. Mereka letakkan dia di depan pintu rumahnya. Pada saat itu, ibunya sedang bermunajat :

 

“Ya Tuhan. Jika Engkau coba anakku dengan suatu cobaan. Maka kembalikanlah dia, sehingga aku dapat melihatnya”.

 

Maka dia pun berseru : “Saya adalah musafir yang kelaparan, berilah saya makan”.

 

“Mendekatlah ke pintu”, kata perempuan tua itu.

 

Dia menjawab : “Aku tidak punya kaki untuk berjalan”.

 

“Ulurkanlah kedua tanganmu”, suruh perempuan tua itu.

 

“Kedua tangan pun aku tak punya”, jawabnya.

 

Perempuan tua itu berkata : “Vika aku memberimu makan, maka akan terjadi pelanggaran kehormatan antara aku dan engkau”.

 

Dia menjawab : “Jangan kuatir, aku tidak mempunyai mata”.

 

Perempuan tua itu lalu mengambil sepotong roti dan segelas air dingin, kemudian diberikannya kepada musafir itu. Ketika dia mengetahui bahwa itu adalah ibunya, maka diletakkan wajahnya pada kedua telapak kaki ibunya seraya berkata : “Sayalah anakmu yang durhaka”.

 

Setelah ibu itu mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah anaknya sendiri, maka dia pun menangis dan berkata : “Ya Tuhan, apabila demikian halnya, maka cabutlah ruhku dan ruhnya, supaya orang tidak tahu hitamnya wajah kami”.

 

Baru saja ibu itu selesai bermunajat, maka seketika itu pula nyawa mereka telah dicabut. (Dari tafsir ayat ke 72 dari surah Al Ahzab)

 

Dan dari Ali bin Abitalib Karramallahu wajhah, katanya : “Saya pernah duduk-duduk bersama Rasulullah saw. serta beberapa orang sahabat. Tiba-tiba datang seorang lakilaki, dia berkata : “Assalamualaikum”.

 

“Wa alaikas salam”, jawab kami.

 

Kemudian orang itu berkata : “Ya Rasulullah, Abdullah bin Salam mengundang Baginda untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Baginda. Karena dia sekarang sedang menderita sakit yang berat dan hampir menjelang ajal”.

 

Mendengar berita itu, maka bangkitlah Rasulullah saw. sambil berkata : “Mari kita lihat saudara kita, Abdullah!”.

 

Kemudian Nabi saw. menghampiri Abdullah dan berdiri di samping kepalanya, lalu Beliau bersabda : “Hai Abdullah, ucapkanlah : Asyhadu alla ilaaha illallaah, wahdahu laa syariikalah, wa anna muhammadan abduhu wa rasuuluh”. Beliau mengulangi ucapan kalimat syahadat itu di telinga Abdullah sampai tiga kali, namun Abdullah tidak juga mengucapkannya. Akhirnya Beliau bersabda : “Laa haula walaa quwwata illa billaahil ‘aliyyil “azhim”. Kemudian Beliau berkata kepada Bilal : “Hai Bilal, pergilah kepada istrinya, dan tanyakan kepadanya apa yang pernah dikerjakan suaminya di dunia dan pernahkah dia menyusahkannya”.

 

Maka berangkatlah Bilal menemui istri Abdullah. Setelah Bilal menanyainya tentang apa yang dahulu pernah diperbuat suaminya, maka istri Abdullah menjawab : “Demi kebenaran yang dibawa Rasul, sejak dia mengawini saya, belum pernah saya lihat dia meninggalkan salat di belakang Rasulullah saw. dan tidak pernah lewat satu hari pun kecuali dia bersedekah dengan sesuatu. Hanya saja ibunya tidak rida kepadanya”.

 

Nabi saw. bersabda : “Bawalah ibunya ke mari!”.

 

Bilal pergi menemui ibunya, dan berkata “Penuhilah panggilan Rasulullah!”.

 

Ibu tua itu menjawab : “Untuk apa?”.

 

Bilal menjelaskan : “Untuk memperbaiki hubungan antara ibu dengan anak ibu, Abdullah. Karena dia sekarang sedang menghadapi ajal”.

 

Namun ibu itu menolak, katanya : “Demi kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah, aku tidak akan pergi ke sana. Dan aku tidak akan memaafkannya atas perbuatannya yang telah menyakiti hatiku, di dunia maupun di akhirat.

 

Bagaimanapun Bilal membujuknya, dia tetap tidak mau pergi. Maka akhirnya Bilal memberitahukan hal itu kepada Rasulullah saw. Lalu Rasulullah berkata kepada Umar dan Ali : “Hai Umar dan Ali, pergilah kalian berdua, dan bawalah perempuan tua itu ke mari”. Umar dan Ali berangkat menemui ibu Abdullah itu. Setelah bertemu, mereka berkata kepadanya : “Hai perempuan tua, Nabi mengundangmu!”. “Apa yang Beliau kehendaki dariku, dan apa pula keperluannya?”, tanya ibu Abdullah itu.

 

Umar dan Ali mengatakan dengan tegas : “Ibu harus mau ikut kami!”. Maka terpaksalah wanita itu ikut bersama Umar dan Ali menemui Rasulullah saw. Setelah berjumpa, Beliau berkata kepadanya : “Wahai perempuan tua, lihatlah anakmu dan nasib yang dialaminya!”.

 

Perempuan tua itu memandangi anaknya sejenak, lalu dia berkata : “Anakku, demi Allah, aku tidak akan memaafkanmu berkaitan dengan hak-hakku, tidak di dunia dan tidak pula di akhirat!”

 

Rasulullah berkata : “Hai perempuan tua, takutlah kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung, maafkanlah dia”.

 

“Bagaimana saya memaafkan dia”, kata perempuan tua itu, “Sedang dia telah memukuli aku dan telah mengusir aku dari rumahnya, demi istrinya, Dia telah menyakitiku dan telah durhaka kepadaku”.

 

Lalu Nabi saw. bersabda : “Sesungguhnya hakmu menjadi tanggunganku, jika engkau memaafkan dia”.

 

Kemudian Rasulullah saw. berkata kepada Abdullah : “Hai Abdullah, ucapkanlah : Asyhadu an laa ilaaha illallah… hingga akhirnya”.

 

Maka dengan suara lantang, Abduliah mengucapkan dua kalimat syahadat itu, lalu dia pun menghembuskan napasnya yang terakhir. Setelah selesai kami mensalatinya dan menguburkannya, maka Rasulullah saw. bersabda : “Wahai sekalian kaum muslimin, ketahuilah, barangsiapa mempunyai seorang ibu, sedang dia tidak berbakti kepadanya, maka dia akan meninggal dunia dalam keadaan tidak bersyahadat”. (Mauizhah) Dari sahabat Anas ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidak seorang pun yang kedua orang tuanya meninggal dunia dalam keadaan tidak rida kepadanya, melainkan Allah akan mengeluarkan ruhnya dalam keadaan tidak bersyahadat. Dan dia tidak akan keluar dari kuburnya, melainkan pada wajahnya tertera : “Inilah balasan bagi orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya”.

 

Juga dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Tidak seorang hamba pun yang dikaruniai harta oleh Allah Taala, kemudian dia tidak menunaikan hak kedua orang tuanya, melainkan Allah Azza wa Jalla akan membatalkan amalnya dan akan menimpakan kepadanya siksaan yang pedih”. (Alhadis)

 

Attirmizi telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Keridaan Tuhan tergantung pada keridaan ibu-bapak, dan kemurkaan Tuhan tergantung pada kemurkaan ibu-bapak”.

 

Demikian disebutkan di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir.

 

Karena Allah Taala telah memerintahkan agar orang mematuhi dan menghormati ayahnya. Maka barangsiapa patuh kepada ayahnya, berarti dia patuh kepada Allah Taala : dan barangsiapa membuatnya marah, maka berarti dia telah membuat murka Allah Taala.

 

Ancaman keras seperti ini memberi pengertian bahwa, durhaka kepada ayah itu adalah dosa besar. Dari sini diketahui bahwa, patuh kepada ibu adalah lebih dituntut, demikian tersebut di dalam kitab At Taisir, karena hak ibu lebih banyak, Maka orang yang berakal hendaknya berhati-hati, jangan sampai melakukan kedurhaan kepada kedua orang tuanya. Sekian.

 

Alfagih Abul Laits rahimahullah, berkata : “Seandainya Allah Subhanahu wa Taala

 

tidak menyebutkan di dalam Kitab-Nya tentang kehormatan kedua orangtua dan tidak menyuruh agar berbuat baik kepada keduanya, namun secara akal orang akan tahu sendiri, bahwa menghormati keduanya adalah suatu kewajiban, dan wajib pula atas orang yang berakal mengakui kehormatan mereka berdua, menunaikan hak mereka dan berusaha mendapatkan keridaan mereka. Apa lagi kehormatan kedua orangtua ini telah disebutkan oleh Allah Taala di dalam semua Kitab-Nya, baik dalam Taurat, Injil, Zabur maupun Alquran, dan telah diperintahkan-Nya pula di dalam semua Kitab-Nya agar mereka berdua dipatuhi. Dan juga., Dia telah mewahyukan kepada semua rasul-Nya, dan Dia wasiatkan kepada mereka tentang kehormatan ibu-bapak dan keharusan mengetahui akan hak-hak keduanya. Dan Dia jadikan kerihaan-Nya tergantung pada keridaan ibu-bapak, dan kemurkaan-Nya tergantung pada kemurkaan ibu-bapak. Sekian. (Demikian disebutkan dalam Tanbihul Ghafilin)

63. KECAMAN TERHADAP SIFAT BURUK SANGKA DAN MENGGUNJING

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu memata-matai. Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hujuraat : 12) Tafsir :

 

(.    ) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Hindarilah kebanyakan dari praduga.

 

Kata katsiran (     ) dijadikan dalam bentuk mubham adalah supaya orang berhatihati dan merenungkan setiap persangkaan, sehingga dia tahu dari jenis manakah persangkaan itu. Karena di antara persangkaan itu memang ada yang wajib diikuti, seperti persangkaan tentang amalan-amalan yang tidak ada dalil yang tegas tentangnya, dan juga persangkaan yang baik terhadap Allah Taala. Dan ada pula persangkaan yang haram, seperti persangkaan terhadap masalah-masalah ketuhanan dan kenabian, persangkaan yang bertentangan dengan dalil yang tegas, serta persangkaan yang buruk terhadap sesama kaum mukminin. Dan ada pula persangkaan yang dibolehkan, seperti persangkaan terhadap masalah-masalah penghidupan.

 

(.   ) Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa. Kalimat ini merupakan illah (alasan) yang mengawali perintah selanjutnya. Sedang kata Itsmun (    ) artinya dosa yang patut dihukum karenanya. Dan hamzah (.   ) yang terdapat pada kata ini asalnya adalah wawu (.   ) seperti kalimat : “innahu yatsimul a’maal” (    ) artinya : Sesungguhnya dia memperbanyak amal. :

 

(.   ) Dan janganlah kamu memata-matai. Dan janganiah kamu mencari-cari kesalahan sesama kaum muslimin. Dalam salah satu hadis disebutkan :

 

Artinya : “Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan sesama kaum muslimin. Karena barangsiapa mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah Taala pun akan mencari-cari kesalahannya, sehingga Dia bukakan aibnya, walaupun di tengah rumahnya sendiri”.

 

(.    ) Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Dan janganlah sebagian kamu membicarakan keburukan-keburukan sebagian yang lain tanpa sepengetahuannya.

 

(.   ) Sukalah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Kalimat ini merupakan perumpamaan dari apa yang dipergunjingkan seseorang mengenai kehormatan orang yang digunjingkannya dengan cara yang paling keji, melalui pengajuan pertanyaan yang bersangatan.

 

Sedangkan maksud dari dinisbatkannya perbuatan ini kepada salah seorang (ahadukum) adalah untuk menyatakan bahwa perbuatan tersebut telah merata. Dan mengaitkan rasa suka dengan suatu perbuatan yang dibenci, serta mengumpamakan perbuatan menggunjing its dengan memakan daging manusia, dan menjadikan yang dimakan itu adalah daging saudaranya sendiri yang telah mati, yang kemudian diakhiri dengan firmanNya (maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya), itu semua adalah sebagai taqrir (pemantapan) dan tahgig (penandasan) atas kekejian perbuatan tersebut. Adapun maknanya ialah : Jika itu semua benar, atau kamu menghadapi yang seperti ini, maka sebenarnya kamu akan merasa jijik kepadanya.

 

(.    ) Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang, kepada orang yang menjaga diri dari apa-apa yang telah dilarang-Nya dan bertobat dari apa-apa yang terlanjur dilakukannya.

 

Adapun sebab digunakannya bentuk mubalaghah (    ) dalam kata “tawwaab” (Yang Maha Penerima Tobat) adalah karena Allah memang sungguh-sungguh dalam menerima tobat, sebab Dia menjadikan orang yang bertobat itu seperti orang yang tidak berdosa. (Qadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari sahabat Anas. bin Malik ra., katanya : Rasullullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Hiasilah majelis-majelismu dengan pembacaan salawat untukku, karena salawatmu untukku itu adalah cahaya bagimu kelak di hari kiamat”. (Hadis ini diriwayatkan oleh pengarang Al Firdaus)

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang tidak akan melihat wajahku (pada hari kiamat nanti) : (1) orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya, (2) orang yang meninggalkan sunnahku, (3) orang yang ketika aku disebut di sisinya, dia tidak bersalawat untukku.

 

Sungguh benarlah Nabi dengan sabdanya.

 

Konon, sebab turunnya ayat ini adalah berkaitan dengan dua orang sahabat Nabi saw., yaitu ketika Nabi saw. mengikutsertakan seorang laki-laki dari kalangan sahabat yang fakir miskin dalam suatu perjalanan kepada dua orang laki-laki kaya, supaya dia dapat ikut makan bersama dari makanan mereka, dan supaya dia mendahului mereka berdua turun di tempat persinggahan untuk menyiapkan tempat dan makanan bagi mereka berdua. Nabi mengikut-sertakan Salman Alfarisi kepada dua orang laki-laki tersebut. Pada suatu hari, Salman singgah di suatu tempat, tetapi dia tidak menyiapkan apa-apa untuk mereka berdua. Maka berkatalah kedua orang itu kepadanya : “Pergilah kepada Rasulullah, dan mintalah untuk kita sisa lauk-pauk”.

 

Ketika Salman telah pergi, salah seorang di antara mereka berdua berkata kepada sahabatnya, sementara Salman tidak ada : “Sesungguhnya, kalau Salman itu tiba di sumur Samihah (yakni sebuah sumur yang banyak airnya), pasti airnya akan surut”.

 

Setelah Salman sampai kepada Rasulullah dan menyampaikan pesan mereka kepada Beliau, Rasulullah saw. berkata : “Katakanlah kepada mereka berdua, sesungguhnya kalian telah memakan lauk-pauk itu”.

 

Saiman pun kembali menemui mereka, lalu menyampaikan apa yang diucapkan oleh Rasulullah saw. tadi. Maka mereka berdua lalu menemui Rasulullah dan berkata : “Kami belum memakan lauk-pauk itu, Ya Rasulullah”.

 

Rasulullah saw. menjawab : “Sesungguhnya aku benar-benar telah melihat daging yang merah pada mulutmu berdua, karena perbuatanmu menggunjing sahabatmu itu”.

 

Kemudian turunlah ayat di atas tadi.

 

Dan dari Ali bin Abi Thalib Karramallaahu wajhah, katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku pada hari Jumat seratus kali, maka dia akan datang kelak di hari kiamat beserta suatu cahaya, yang seandainya cahaya itu dibagi-bagikan di antara sekalian makhluk, niscaya mereka semuanya akan mendapat bagian”. (Alhadis)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ada empat sifat yang tidak simpatik : (pertama) laki-laki yang kencing sambil berdiri, (kedua) mengusap dahi sebelum usai salat, (ketiga) mendengarkan azan namun tidak menirukan ucapan yang diucapkan oleh muazzin, (keempat) jika aku disebut di Sisinya, dia tidak membaca salawat untukku”. (Sayyid Ali Zaadah)

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Terhinalah orang yang ketika aku disebut di sisinya, namun dia tidak membaca salawat untukku”. (Qadhi Baidhawi) Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Menggunjing adalah lebih berat daripada perbuatan zina”.

 

Para sahabat bertanya : “Bagaimana bisa, Ya Rasulullah?”.

 

Nabi menjelaskan : “Apabila seorang laki-laki berzina komudian bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya. Tetapi seorang penggunjing, dia tidak akan diampuni dosanya sebelum orang yang digunjinginya itu memaafkannya”.

 

Dari hadis ini dapatlah diketahui bahwa, menggunjing itu termasuk dosa besar.

 

Ada pula riwayat, bahwa Allah Taala telah mewahyukan kepada Nabi Musa as. : “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan bertobat dari porbuatan menggunjing, maka dia adalah yang terakhir masuk surga : dan barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan masih terus melakukan perbuatan menggunjing, maka dia adalah orang yang mula-mula masuk neraka”. (Zubdatul Wa’zhin)

 

Nabi saw. pernah ditanya tentang pergunjingan ini, maka Beliau menjawab : “Yang dinamakan menggunjing itu ialah) apabila engkau membicarakan saudaramu tentang apa-apa yang tidak dia sukai. Jika apa yang engkau bicarakan itu benar adanya, maka engkau telah melakukan perbuatan menggunjing: dan jika apa yang engkau bicarakan itu tidak benar adanya, maka berarti engkau telah melakukan kedustaan (buhtan) terhadapnya”. (Qadhi Baidhawi).

 

Begitu juga, telah diriwayatkan dari Ikrimah, bahwa seorang wanita jangkung datang menemui Nabi saw. Ketika wanita itu telah keluar, Aisyah ra. berkata : “Wanita ini berperawakan jangkung”. Maka Nabi saw. berkata kepadanya : “Muntahkan pergunjingan itu!” Lantas Aisyah memuntahkan sekerat daging”.

 

Aisyah berkata : “Saya hanya mengatakan apa yang ada padanya”.

 

Nabi menjawab : “Engkau telah menyebutkan keburukan yang ada padanya”.

 

Karena yang dimaksud dengan menggunjing (ghibah) itu adalah menyebutkan keburukan yang ada pada saudaramu. Sedangkan menyebutkan keburukan yang tidak ada pada saudaramu, maka itu adalah mengadakan kedustaan (buhtan), yakni suatu perbuatan yang lebih jahat daripada ghibah. Karena buhtan itu memerlukan tobat di tiga tempat :

 

Pertama, dia harus kembali menemui orang yang telah diajaknya bicara buhtan itu, lalu mengatakan kepadanya “Saya tadi telah mengatakan kepada Anda mengenai si fulan, yang sebenarnya saya telah berdusta tentang dia”.

 

Kedua, dia harus pergi menemui orang yang dia dustakan, lalu meminta maaf kepadanya sambil menyebutkan apa yang telah dikatakannya tentang diri orang itu.

 

Ketiga, dia bertobat dan memohon ampun kepada Allah Taala.

 

Oleh karena itu dikatakan, menggunjing itu hukumnya sama saja, baik yang Anda sebutkan itu kekurangan mengenai dirinya, akalnya, pakaiannya, perkataannya, nasabnya, hewannya, atau apa saja yang berkaitan dengannya, sampai-sampai bila Anda mengatakan bahwa dia longgar lengan bajunya, atau panjang ujung bajunya, atau jangkung perawakannya, seperti cerita mengenai Aisyah tadi. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau telah bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berjalan untuk mengadu-domba antara dua orang, maka Allah akan memberi kuasa pada api atas dirinya di dalam kuburnya nanti, yang akan membakarnya sampai hari kiamat”. (Mau’lzhah)

 

Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, katanya :“Ketika Nabi Nuh as. telah naik ke atas bahtera, Beliau membawa masuk pula bersamanya pasangan dari setiap jenis binatang, sampai anjing dan kucing. Nabi Nuh melarang semua binatang itu bersetubuh supaya tidak beranak, yang akan berakibat sesaknya bahtera itu. Tetapi anjing tidak tahan, lalu dia bersetubuh, dan perbuatannya itu diketahui oleh kucing. Maka kucing itu pun melaporkan perbuatan anjing tersebut kepada Nabi Nuh as. Lalu Nabi Nuh memanggil anjing, kemudian ditegurnya, setelah itu dibebaskannya. Tetapi, kemudian anjing itu berbuat sekali lagi, maka kucing pun melaporkan hal itu kepada Nabi Nuh. Beliau memanggil anjing dan menegurnya, namun kali ini anjing itu tidak mau mengakui perbuatannya. Lalu kucing berkata : “Hai Nabi Allah, saya benar-benar telah melihat dia melakukan itu. Jika Tuan sudi berdoa kepada Allah, tentu Dia akan menampakkan kepada Tuan tandanya, dan Tuan akan mengetahui dengan mata kepala Tuan sendiri”.

 

Nabi Nuh lalu berdoa kepada Tuhannya. Ternyata memang anjing itu bersetubuh lagi, namun kelewatan, sehingga tidak dapat dipisahkan dari lawan jenisnya. Maka kucing pun melaporkan hal itu kepada Nabi Nuh. Nabi Nuh datang dan melihat kedua anjing demikian keadaannya, sehingga oleh karenanya, anjing itu merasa sangat malu. Lalu ia berdoa kepada Tuhannya, katanya : “Wahai Tuhan, permalukanlah dia di depan semua makhluk ketika dia sedang bersetubuh, sebagaimana dia telah mempermalukan kami”.

 

Doa anjing itu diperkenankan Allah Taala, sehingga apabila kucing betina disetubuhi, dia akan berteriak, yang karena teriakannya itu semua makhluk menjadi tahu, sebagai balasan atasnya karena telah membuka aib anjing”.

 

Maka demikian pula anak Adam, apabila dia membuka aib dari orang-orang beriman, Allah akan membukakan pula aibnya pada hari kiamat kelak. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dari Ka’bul Ahbar, katanya : “Bangsa Bani Israel pernah mengalami musim paceklik yang panjang. Maka keluarlah Nabi Musa as. untuk meminta hujan selama tiga hari, namun hujan tidak kunjung turun, sehingga Nabi Musa berkata : “Tuhanku, sesungguhnya hamba-hamba-Mu telah keluar memohon turunnya hujan selama tiga hari berturut-turut, kenapa Engkau tidak memperkenankan doa mereka?”.

 

Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Musa : “Hai Musa, sesungguhnya Aku tidak akan memperkenankan doa suatu kaum yang di antara mereka ada tukang adu-domba”.

 

Nabi Musa as berkata : “Ya Rabb, siapakah dia, supaya kami bisa mengeluarkannya dari kalangan kami?”.

 

Allah Taala menjawab : “Hai Musa, aku telah melarang kamu dari mengadu-domba, kenapa Aku mesti menjadi pengadu-domba?’.

 

Akhirnya mereka semuanya bertobat bersama-sama, maka hujan pun turun”. (Zubdatul Wa’zhin)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menggunjing satu kali sepanjang hidupnya, maka Allah akan menghukumnya dengan sepuluh hukuman : (1) Dia akan menjadi orang yang jauh dan rahmat Allah. (2) Para malaikat memutuskan persahabatan dengannya. (3) Pencabutan rohnya menjelang ajalnya akan diperberat. (4) Dia akan menjadi orang yang dekat kepada neraka. (5) Dia akan menjadi orang yang jauh dari surga. (6) Siksaan kubur akan diperberat atasnya. (7) Amalnya akan dianggap batal. (8) Ruh Nabi saw. merasa terganggu karenanya. (9) Allah murka kepadanya. (10) Ketika amalnya ditimbang pada hari kiamat,akan menjadi orang yang bangkrut (yang tidak mempunyai amal apa-apa). (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dari Abu Umamah Al Bahili, katanya : “Pada hari kiamat nanti, ada seseorang hamba diberi kitabnya, lalu dia melihat di dalamnya kebaikan-kebaikan yang belum pernah dikerjakannya. Maka dia berkata : “Ya Rabb, dari mana semuanya ini?”. Allah Taala menjawab : “Ini adalah amal orang yang menggunjingmu, sedang engkau tidak merasa”.

 

Oleh karena itu, ada riwayat yang mengatakan bahwa, Hasan Al Bashri pernah dilapori seseorang : “Si fulan telah menggunjing tuan”. Maka Hasan Albashri lalu mengirimi orang yang menggunjingnya itu sebaki makanan seraya berpesan : “Saya dengar Anda telah menghadiahkan kebaikan-kebaikan Anda kepada saya, maka sebagai balasannya, saya menghadiahkan ini untuk Anda”.

 

Dari sahabat Anas bin Malik, dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa menggunjing saudaranya sesama muslim, maka pada hari kiamat kelak, Allah akan memutar kubul (kemaluan)nya ke dubur (anus) nya”.

 

Dan dari sahabat Ali, Karramallaahu wajhah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda:

 

Artinya : “Jauhilah olehmu pergunjingan, karena dalam perbuatan tersebut ada tiga bencana : (1) doanya tidak akan dikabulkan, (2) kebaikan-kebaikannya tidak akan diterima, (3) keburukan-keburukannya akan bertambah. (Zubdah)

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah Al Ansari ra., katanya : “Dahulu kami pernah berada bersama-sama Nabi saw, kemudian terciumlah bau bangkai yang sangat busuk, lalu Nabi bertanya kepada kami : “Tahukah kamu bau apakah ini?”.

 

Para sahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”.

 

Nabi lalu menjelaskan : “Ini adalah bau dari mereka yang menggunjing orang lain sesama mukmin”.

 

Apabila Anda bertanya : “Apa sebab bau busuk dari perbuatan menggunjing itu tercium oleh umat dahulu dan tidak tercium oleh umat sekarang?”. Maka jawabnya adalah : “Pada masa sekarang, pergunjingan itu sudah sangat banyak dilakukan orang, dan hidung-hidung orang-orang sekarang telah dipenuhi olehnya, sehingga tidak jelas lagi baunya yang busuk, seperti orang yang masuk ke ruang penyamak kulit, maka dia tidak akan tahan untuk berdiam di tempat itu walau hanya sesaat karena tidak kuat dengan baunya yang menyengat itu. Tetapi orang-orang yang ada di situ, mereka enak-enak saja makan minum di sana, karena bau busuknya sudah tidak terasa lagi oleh mereka, sebab hidung-hidung mereka telah dipenuhi oleh bau tersebut. (Zubdatul Wa’izhin) Konon, perbuatan menggunjing itu ada empat macam : Pertama, mubah. Kedua, maksiat. Ketiga, nifak. Keempat, kufur.

 

Yang mubah (boleh) itu ialah menggunjing orang yang terang-terangan telah melakukan kefasikan dan menggunjing ahli bid’ah karena telah diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda : ,

 

Artinya : “Ceritakanlah tentang si fajir (pendurhaka) itu tentang keadaannya, supaya orang-orang menjadi waspada terhadapnya”.

 

Yang maksiat (berdosa) itu ialah menggunjing orang tentang cela yang ada padanya, dengan menyebutkan nama orang itu di tengah orang banyak, sedang dia tahu bahwa itu adalah dosa. Maka pelakunya telah berbuat maksiat dan dia wajib bertobat.

 

Yang nifak (munafik) itu ialah menggunjing orang lain tentang cela (aib) yang ada padanya, dengan tidak menyebutkan nama orang yang digunjingkan itu, namun orangorang yang mendengar gunjingan itu mengerti bahwa yang dimaksudkan tentu si fulan. Padahal orang yang menggunjing itu tahu bahwa orang yang digunjingnya itu adalah orang yang selalu menjaga diri dari dosa. Inilah nifak.

 

Adapun yang kufur itu ialah menggunjing orang lain tentang cela (aib) yang sebenarnya tidak terdapat padanya, serta menyebutkan namanya. Dan jika ada yang menegurnya, “Jangan menggunjing!”, maka jawabnya, “Ini bukan menggunjing, tetapi saya mengatakan yang sebenarnya”. Inilah yang disebut kufur itu, sebab dia telah menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah Taala. (Zubdatul Wa’izhin. Bukhari dan Muslim)

 

Dari sahabat Hudzaifah ra., katanya : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidak akan masuk surga, orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain”.

 

Dan menurut riwayat lain : … orang yang suka mengadu-domba. (Tarikat Muhammadiyah)

 

Dan diriwayatkan dari Hammad bin Salamah, katanya : “Seorang laki-laki menjual budak belian. Kepada pembelinya, laki-laki tadi berkata : “Budak ini tidak ada celanya, hanya saja dia suka mengadu-domba”.

 

Sifat itu oleh pembeli dianggap sepele, dan dengan cela itu budak tersebut tetap dibelinya. Maka tinggallah budak itu di rumah tuannya yang baru selama beberapa hari. Kemudian berkatalah dia kepada istri tuannya : “Sebenarnya suami nyonya tidak mencintai nyonya, tetapi dia hanya berpura-pura saja. Maukah nyonya supaya dia benar-benar mencintai nyonya?”.

 

“Tentu”, jawab wanita itu.

 

Budak itu berkata : “Ambillah sebuah pisau cukur, lalu cukurlah beberapa helai rambut dari janggutnya yang sebelah dalam selagi dia tidur”.

 

Kemudian budak itu datang pula menemui suami wanita itu, lalu berkata : “Sesung9uhnya istri tuan berpacaran dengan laki-laki lain, dan kini dia hendak membunuh tuan. Apakah tuan ingin membuktikan hal itu?’.

 

“Ya”, jawab tuannya.

 

Budak itu berkata : “Berpura-puralah tuan tidur”.

 

Tuannya mengikuti saran budak tersebut. Kemudian datanglah istrinya sambil membawa sebuah pisau cukur hendak mencukur rambut janggutnya. Tentu saja suaminya menyangka bahwa istrinya itu hendak membunuhnya, maka dengan cepat pisau itu direbutnya lalu wanita itu dibunuhnya.

 

Keluarga wanita itu tidak terima, lalu mereka membunuhnya pula. Pihak keluarga laki-laki itupun tidak terima, maka akhirnya terjadilah peperangan di antara dua keluarga tersebut, (Mau’izhah)

 

Diceritakan bahwa, Abul Laits Albukhari berangkat naik haji. Di dalam kantongnya disimpannya dua keping uang dirham. Dia bersumpah, katanya : “Seandainya saya menggunjing orang dalam perjalanan ini, baik ketika pergi maupun ketika pulang dari Mekah, maka demi Allah, uang dua dirham ini akan saya sedekahkan”.

 

Ketika Abul Laits kembali pulang ke rumahnya, uang dua dirham itu masih tetap utuh di dalam kantongnya maka ditanyakanlah hal itu kepadanya, lalu dia menjawab : “Lebih baik aku berzina seratus kali daripada menggunjing orang satu kali”.

 

Kemudian dia berkata pula : “Barangsiapa menggunjing seorang fakih, maka ketika dia datang pada hari kiamat kelak, pada dahinya tertera : “Orang yang berputus asa dari rahmat Allah”. Dan barangsiapa menggunjing seorang nabi, maka seolah-olah dia telah membunuh satu jiwa tanpa hak. Dan barangsiapa digunjing lalu dia mendengarnya, tetapi dia bersabar atas hai itu, maka separuh dari dosanya akan diampuni”.

 

Oleh karena itu, sudah sepatutnya bagi orang yang telah menggunjing orang lain supaya memohon ampun kepada Allah Taala dan bertobat sebelum dia bangkit dari tempat duduknya, mudah-mudahan perbuatannya itu diampuni oleh Allah sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi wasallam :

 

Artinya : “Apabila seseorang di antara kamu mengatakan keburukan saudaranya sesama muslim, maka hendaklah dia berlindung kepada Allah Taala, maka sesungguhnya Itu merupakan kaffarat (penghapus dosa).

 

Ketahuilah, bahwa menggunjing itu hanya mendapatkan keringanan di dalam lima perkara saja :

 

Pertama, bagi orang yang teraniaya, apabila dia menceritakan penganiayaan orang yang menganiayanya itu kepada penguasa, agar dia mendapatkan pembelaan dari penganiayaan tersebut. Adapun bila dia menceritakan hal itu kepada selain penguasa, maka itu tetap tidak boleh.

 

Kedua, bagi orang yang meminta fatwa, apabila dia perlu menyebutkan keburukan orang lain. Kasus ini pernah terjadi ketika istri Abu Sufyan mengadukan suaminya itu kepada Rasulullah saw., katanya : “Ya Rasulullah, Abu Sufyan tidak memberi nafkah yang cukup untukku”,

 

Ketiga, memperingatkan orang Islam agar waspada dari kejahatannya itu telah diketahui.

 

Keempat, apabila seseorang telah dikenal luas dengan nama yang kurang baik, seperti : Al A’masy (si rabun), Al A’raj (si pincang, dan lain-lain. Namun beralih kepada nama yang lain adalah lebih baik.

 

Kelima, apabila ada orang yang terang-terangan memperlihatkan aibnya, dan dia menyukainya, seperti orang yang banci. Para ulama telah mengatakan bahwa, barangsiapa membuang kerudung malunya, maka tidak ada lagi ghibah (gunjingan) baginya. (Demikian tersebut di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).

64. PENJELASAN TENTANG MUKJIZAT NABI MUHAMMAD SAW.

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Saat itu telah dekat dan bulan telah terbelah. Dan jika orang-orang musyrik itu melihat suatu tanda, maka mereka berpaling dan berkata : “ini adalah) sihir yang terus-menerus”, Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti keinginan-keinginan nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan adalah tetap”. (QS. Al Qamar : 1-3)

 

Tafsir :

 

(.   ) Saat itu telah dekat dan bulan telah terbelah.

 

Diriwayatkan bahwa, orang-orang kafir meminta kepada Rasulullah saw. suatu tanda (kerasulannya), maka terbelahlah bulan (sebagai suatu mukjizat). Dan ada pula yang mengatakan bahwa maknanya adalah : bulan akan terbelah pada hari kiamat. Pendapat pertama dikuatkan oleh, bahwa ayat ini dibaca juga “wa gad insyaggotil gomaru” (.  ). Maksudnya : Saat itu telah dekat, dan benar-benar telah terjadi salah satu di antara tanda kedekatannya itu, yaitu terbelahnya bulan.

 

(    ) Dan jika orang-orang musyrik itu melihat suatu tanda, maka mereka berpaling, dari memikirkan dan mempercayainya.

 

(.  ) Dan berkata : “Ini adalah) sihir yang terus-menerus”. Tiada henti-hentinya. Pernyataan mereka ini menunjukkan bahwa, sebelumnya mereka juga telah pernah melihat tanda-tanda (mukjizat) lain yang serupa, dan mujizat-mukjizat yang berturutturut, sehingga mereka mengatakan demikian. .. Atau, bisa juga artinya : sihir yang rapi. Berasal dari kata “al marra”, seperti kalimat : amrartuhu fastamarra”. (Saya merapikan lalu ia menjadi rapi). Atau, berarti “sihir yang hebat”, berasal dari kata “istamarrasy syaiu” jika, benda itu sangat pahit. Atau, sihir yang lewat, pergi tanpa bekas.

 

(.     ) Dan mereka mendustakan dan mengikuti keinginan-keinginan mereka, yaitu apa yang oleh setan ditampakkan keindahannya kepada mereka, yakni menolak kebenaran setelah nyata.

 

Adapun sebab disebutkannya kedua perbuatan ini dengan menggunakan bentuk lampau (fill madhi), agar diketahui bahwa kedua perbuatan itu merupakan kebiasaan mereka yang lama.

 

(.   ) Sedang tiap-tiap urusan adalah tetap. Berakhir sampai tujuan, yang berupa kekalahan atau kemenangan di dunia, dan kesengsaraan atau kebahagiaan di akhirat.

 

Karena apabila sesuatu telah berakhir sampai ke tujuannya, maka menjadi tetap dan mantaplah ia. Kata “mustagarrun” dibaca juga dengan fathah, yang artinya dzu mustagarrin, yakni yang mempunyai ketetapan, dan dibaca pula dengan kasrah dan dimajrurkan, sebagai sifat dari amrin. Sedangkan kata “kullu” di-athef-kan pada kata “as sa’atu”  (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sebagian sahabat ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidak ada suatu majelis pun yang di situ dibacakan salawat atas Nabi Muhammad saw. melainkan akan semerbaklah suatu aroma yang harum hingga mencapai ruang angkasa. Maka berkatalah para malaikat : “Ini adalah aroma suatu majelis yang di sana dibacakan salawat untuk Nabi Muhammad saw.”. (Dalailul Khairat)

 

Dan diriwayatkan bahwa Habib bin Malik adalah salah seorang raja Syam pada jaman Jahiliah dahulu. Orang-orang Arab menggelarinya “raihanatu Guraisy” (Wewangian Guraisy). Ketika surat Abu Jahal sampai kepadanya, yang isinya begini begitu. Maka bertolaklah Habib bin Malik beserta 12.000 orang penunggang kuda, dan singgah di Abthah, suatu tempat dekat kota Mekah.

 

Abu Jahal keluar menyambutnya disertai oleh para pembesar kota Mekah, sambil membawa hadiah-hadiah berupa budak-budak dan perhiasan-perhiasan. Habib bin Malik menyilakan Abu Jahal duduk di sebelah kanannya, kemudian dia bertanya mengenai Muhammad. Namun Abu Jahal menjawab : “Tuan, bertanyalah tentang Bani Hasyim saja?”. Karena tidak mendapatkan jawaban dari Abu Jahal, seperti yang ditanyakannya, maka Habib bin Malik mengalihkan pertanyaan itu kepada orang banyak : “Apa kata kalian mengenai Muhammad?”.

 

Mereka menjawab : “Kami mengenal Beliau sejak kecil. Beliau adalah seorang yang terpercaya dan jujur bila berbicara. Namun, setelah usia Beliau menginjak empat puluh tahun, mulailah Beliau mencela tuhan-tuhan kami, dan mengajarkan suatu agama yang bukan agama nenek moyang kami”.

 

“Datangkanlah Muhammad kemari dengan sukarela, dan kalau tidak mau, maka secara paksa”, kata Habib bin Malik.

 

Maka dikirimlah seseorang untuk memanggil Muhammad saw. Lalu Rasulullah saw. keluar dengan didampingi oleh Abubakar dan Khadijah, sedang mereka menangis seraya berkata : “Kami khawatir akan keselamatanmu terhadap keganasan Si kafir ini”. Maksudnya, terhadap kekerasan, kekejaman dan kemurkaannya.

 

Namun, Rasulullah menenangkan mereka, katanya : “Janganlah kalian berdua khawatir akan diriku. Dan serahkanlah urusanku kepada Allah”.

 

Kemudian Abubakar membawakan Beliau pakaian merah dan sehelai sorban hitam, lalu keduanya dipakai oleh Rasulullah saw.. Setelah itu, berangkatlah Beliau menemui Habib bin Malik, hingga akhirnya Beliau berhadapan dengannya, sedang Abubakar berada di sebelah kanan Beliau dan Khadijah berada di belakang Beliau.

 

Syahdan, ketika Habib bin Malik melihat kedatangan Nabi saw. itu, maka berdirilah dia untuk menghormati Beliau. Kemudian disiapkannya sebuah kursi dari emas untuk BeJiau. Sementara itu, Khadijah tiada hentinya berdoa : “Ya Allah, tolonglah Muhammad, dan jelaskanlah hujjahnya”.

 

Setelah Rasulullah duduk menghadapi Habib bin Malik, sedang cahaya tampak berkilauan dari wajah Beliau. Habib bin Malik diam, sementara itu orang-orang berkerumun untuk melihat Beliau, dan terasalah kewibawaan Nabi atas orang-orang itu.

 

Lalu Habib bin Malik mengangkat kepalanya, seraya berkata : “Hai Muhammad, Anda tahu bahwa semua nabi mempunyai mukjizat. Punyakah Anda suatu mukjizat?”.

 

“Apakah yang Anda kehendaki?”. Rasulullah balik bertanya.

 

Habib bin Malik berkata : “Saya ingin agar matahari itu terbenam, lalu terbitlah bulan dan turun ke bumi, lalu terbelah menjadi dua, lalu masuk ke dalam pakaianmu. Yang separuh keluar lagi dari lengan bajumu yang kanan, sedang yang separuh lagi keluar dari lengan bajumu yang sebelah kiri. Setelah itu, ia bersatu kembali di atas kepalamu lalu bersaksi atas kerasulanmu. Kemudian ia naik kembali ke langit sebagai bulan yang terang benderang. Kemudian ia terbenam kembali, dan sesudah itu, terbitlah matahari dan berjalan ke tempatnya seperti sediakala”.

 

Rasulullah saw. bertanya : “Jika semua itu dapat aku lakukan, akan berimankah kamu kepadaku?’.

 

“Ya”, jawab Habib bin Malik. “Dengan syarat Anda dapat memberitahu kepadaku apa yang sedang terbetik di hatiku”.

 

Tiba-tiba melompatiah Abu Jahal, yakni berdiri di hadapan Habib bin Malik seraya berkata : “Bagus, tuan sungguh pandai berkata dan mengena”.

 

Maka keluariah Rasulullah saw., lalu mendaki gunung Abu Qubais. Di sana, Beliau salat dua rakaat, lalu membentangkan kedua tangannya, berdoa kepada Tuhannya. Maka turuniah malaikat Jibril as. disertai 12.000 malaikat, sedang di tangan mereka memegang tombak.

 

Jibril menyapa Beliau : “Selamat atasmu, Ya Rasulullah. Sesungguhnya Allah berkirim salam kepadamu dan berfirman : “Kekasih-Ku, janganlah engkau Khawatir dan bersedih hati, karena Aku selalu menyertaimu di mana pun engkau berada. Sesungguhnya telah ada dalam pengetahuan-Ku dan telah beriaku keputusan-Ku pada zaman azali, apa yang diminta Habib bin Malik hari ini. Maka pergilah temui mereka, dan sampaikan!ah hujjahmu, serta terangkanlah urusanmu dan jelaskanlah kerasulanmu. Ketahuilah, bahwa Allah Taaia telah menundukkan untukmu matahari, bulan, malam dan siang. Dan bahwa Habib bin Malik itu mempunyai seorang anak perempuan, tergeletak, tidak mempunyai kedua tangan, kedua kaki dan kedua mata. Beritahukaniah kepadanya bahwa Allah taala telah mengembalikan kepada putrinya itu kedua tangannya, kedua kakinya dan kedua matanya”.

 

Maka Rasulullah pun turun kembali, sementara Beliau bertambah bercahaya dan bergembira, sedang Jibril tetap berada di udara bersama para malaikat lainnya yang berbaris rapi. Akhirnya berdirilah Rasulullah di sisi Magam Ibrahim. Waktu itu adalah saat terbenamnya matahari. Maka mulailah matahari itu merendah dengan cepat, sehingga terbenam dan keadaan menjadi gelap gulita. Kemudian terbitlah bulan purnama dengan Sinarnya yang terang benderang. Setelah bulan itu naik, maka Rasulullah menunjuk kepadanya dengan kedua jarinya. Tiba-tiba bulan itu menukik rendah sekali, sehingga turunlah ia ke bumi dan berhenti di hadapan Nabi dalam keadaan bergerak-gerak seperti awan. Kemudian bulan itu terbelah menjadi dua, lalu masuk di balik pakaian Rasulullah. Selanjutnya ia keluar lagi melalui lengan baju Beliau yang sebelah kanan, separuh, sedang yang separuhnya lagi keluar melalui lengan baju Beliau yang sebelah kiri.

 

Kemudian ia kembali ke bentuknya semula menjadi bulan purnama yang terang bendarang, sambil berseru dengan suara nyaring : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Sungguh berbahagia orang yang membenarkanmu, dan sungguh merugi orang yang menentangmu”.

 

Setelah itu, bulan tersebut kembali ke langit dengan cahaya yang terang benderang, lalu terbenam. Kemudian muncul matahari, kembali lagi seperti sediakala.

 

Habib bin Malik berkata : “Tinggal satu syarat lagi”.

 

Maka Nabi bersabda : “Sesungguhnya Anda mempunyai seorang anak perempuan yang tergolek tidak berdaya. Tetapi, sungguh, Allah benar-benar telah mengembalikan kepadanya semua anggota badannya”.

 

Mendengar itu, maka bangkitlah Habib bin Malik seraya berkata : “Wahai orangorang Mekah, tidak ada kekafiran sesudah iman, dan tidak ada keraguan sesudah yakin. Ketahuilah, sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”.

 

Kemudian semua pengiringnya pun ikut masuk Islam bersamanya.

 

Latu Abu Jahal berkata : “Tuan, apakah tuan beriman kepada tukang sihir ini, karena tuan telah melihat sihirnya?”.

 

Habib bin Malik tidak menghiraukan omongan Abu Jahal itu, dia pergi meninggalkan tempat itu kembali ke negeri Syam, sebagai seorang muslim. Ketika dia memasuki istana, putrinya menyambutnya dengan kata-kata : “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”.

 

“Dari mana engkau tahu kalimat-kalimat ini, wahai anakku?”, tanya Habib bin Malik dengan heran.

 

Anaknya menjawab : “Seorang laki-laki telah datang kepada ananda di dalam mimpi, lalu dia berkata : “Sesungguhnya ayahmu telah masuk Islam, maka jika engkau menjadi seorang muslimah, Kami benar-benar akan mengembalikan seluruh anggota badanmu dengan selamat”. Maka saya pun masuk Islam selagi masih dalam tidur, dan kini ananda seperti yang ayahanda lihat”.

 

Setelah mendengar penjelasan dari anaknya itu, Habib bin Malik langsung bersujud kepada Allah Taala sebagai pernyataan syukurnya atas nikmat iman. Dan kini dia semakin bertambah yakin.

 

Kemudian Habib bin Malik menyiapkan lima ekor unta penuh dengan bawaan emas, perak dan kain, lalu dikirimnya beserta budak-budaknya kepada Rasuluilah saw. Tetapi ketika rombongan itu mendekati kota Mekah, sekonyong-konyong Abu Jahal menghadang mereka, lalu bertanya : “Milik siapakah kalian?”.

 

“Kami milik Habib bin Malik”, jawab budak-budak itu. “Kami hendak menuju kepada Rasulullah saw”.

 

Lalu Abu Jahal menyerang mereka untuk merampas barang-barang bawaan mereka itu dari tangan mereka, namun mereka melawan, sehingga terjadilah saling baku hantam, dan ahirnya pecahlah pertempuran di antara mereka, Kemudian orang-orang Mekah, paman-paman Nabi dan budak-budak itu berkumpul. Mereka berkata : “Habib bin Malik menghadiahkan harta ini kepada Muhammad saw.”.

 

Namun Abu Jahal tetap bersikeras menolak, katanya : “Dia menghadiahkannya kepadaku”.

 

Maka Nabi berkata : “Wahai penduduk Mekah, relakah kamu pada perkataanku?.

 

“Ya”, jawab mereka.

 

Nabi lalu bersabda : “Kita berhakim kepada unta-unta ini. Untuk siapa unta-unta itu berkata, maka dialah yang berhak memiliki harta ini”.

 

Namun Abu Jahal berkata : “Kita tangguhkan urusan harta ini sampai besok”.

 

Rasulullah setuju.

 

Kemudian Abu Jahal masuk ke rumah berhala. Semalam-malaman itu dia tinggal bersama berhala-berhalanya. Dia mempersembahkan kurban kepada berhala-berhala itu sambil berdoa dan berhiba-hiba sampai pagi.

 

Setelah fajar menyingsing, maka seluruh penduduk Mekah berkumpul, dan Rasulullah berserta paman-paman Beliau pun datang pula. Kemudian tampillah Abu Jahal, lalu berjalan mengitari unta-unta itu seraya berkata : “Bicaralah dengan nama Latta, Uzza dan Manat’.

 

Abu Jahal terus berjalan mengitari unta sambil berkata demikian hingga matahari naik tinggi, namun tidak ada reaksi sama sekali dari unta-unta tersebut, dan tidak juga terdengar satu jawaban pun dari mereka. Maka akhirnya penduduk Mekah berkata kepadanya : “Cukup hai Abu Jahal, sekarang majulah kamu hai Muhammad!”.

 

Lalu Rasulullah maju ke depan menghampiri unta-unta itu, kemudian Beliau berkata : “Wahai binatang-binatang makhluk ciptaan Allah, berbicaralah kamu dengan kuasa Allah Taala”.

 

Salah seekor dari unta-unta itu bangkit lalu berbicara dengan suara nyaring : “Hai orang-orang semua, sesungguhnya kami adalah hadiah dari Habib bin Malik untuk Muhammad saw.!”.

 

Maka Nabi pun mengambil kendali binatang-binatang itu kemudian dituntunnya menuju ke gunung Abu Qubais. Lalu Beliau keluarkan emas dan peraknya, kemudian Beliau tumpuk menjadi satu onggokan, seraya berkata : “Jadilah kamu tanah!”.

 

Maka emas dan perak itu pun berubah menjadi tanah sampai sekarang.

 

Berkenaan dengan kisah ini, Syaikh Abu Hafs Umar bin Hasan berkata : “Setelah nyata kebenaran Nabi saw., maka Abu Jahal mulai mengatur rencana untuk mencelakaikan Beliau. Dia lalu mengumpulkan antek-anteknya untuk menggali sebuah sumur. Setelah selesai, maka mulut sumur itu ditutupinya dengan rerumputan dan tanah yang lunak. Kemudian disuruhnya budak-budaknya menunggu, apabila nanti Muhammad datang dan terjerumus ke dalam sumur itu, supaya mereka menimbunnya dengan tanah.

 

Ketika Rasulullah saw. mendengar sakitnya Abu Jahal, karena budi pekertinya yang luhur, maka Beliau datang untuk menjenguknya. Namun setelah Beliau berada di depan pintu rumah Abu Jahal, Jibril memberitahu Beliau tentang adanya sumur jebakan itu, dan melarang Beliau untuk masuk ke rumah Abu Jahal. Maka Nabi pun berbalik dan pulang. Lalu hat itu diberitahukan orang kepada Abu Jahal, maka dia bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas mengejar Nabi saw., dengan maksud akan menanyai Beliau mengapa pulang. Dia tidak ingat lagi akan sumur yang digalinya, hingga terjerumuslah dia ke dalamnya. Orang-orang pun lalu melemparkan tambang kepadanya, tetapi ternyata tidak Sampai kepadanya. Kemudian mereka kumpulkan tali dan tambang sebanyak-banyaknya. Tetapi, setiap kali mereka sambung tambang itu, Abu Jahai semakin masuk ke dalam. Akhirnya, Abu Jahal berkata : “Pergilah kalian menemui Muhammad., minta dia datang ke mari. Sesungguhnya tidak ada orang yang dapat menyelamatkan aku selain dia”.

 

Orang-orang lalu datang menemui Nabi saw., meminta Beliau agar sudi menolong Abu Jahai. Maka Nabi pun datang menghampiri bibir sumur itu, lalu berkata kepada Abu Jahal : “Jika aku telah mengeluarkanmu dari sumur ini, apakah engkau akan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?”.

 

“Ya”, sahut Abu Jahal.

 

Nabi lalu mengulurkan tangan Beliau dan ditangkapnya tangan Abu Jahal, kemudian dikeluarkannya dari dalam sumur. Namun, setelah Abu Jahal berada di luar sumur, ta berkata : “Betapa pandai kamu bersihir, hai Muhammad!”.

 

Ini termasuk salah satu di antara mukjizat-mukjizat Nabi saw.

 

Karena kejadian itu, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menggali Sumur untuk (menjerumuskan) saudaranya sesama muslim, maka dia (sendirilah) yang akan terjerumus ke dalamnya”. (Mau’izhah)

 

Dan diriwayatkan pula dalam sebuah khabar, bahwa pada masa kanak-kanaknya, Nabi saw. bermain-main bersama anak-anak yang lain. Lalu Allah Taala mewahyukan kepada malaikat Jibril as.: “Pergilah ke surga dan ambillah di sana sebuah mangkuk dan kendi emas, lalu isilah dengan air telaga Kautsar. Kemudian pergilah kepada Muhammad dan belalah dadanya. Kemudian keluarkan hatinya, lalu cucilah dalam mangkuk dengan air dari kendi. Kemudian isilah hatinya dengan iman dan hikmat. Setelah itu, kembalilah engkau ke tempatmu”.

 

Maka Jibril kemudian datang menyerupai seekor burung yang terbang di angkasa. Lalu diangkatnya Nabi dari tengah-tengah anak-anak itu, dan dibawanya ke tengah padang pasir. Kemudian Jibril membaringkan Beliau di bawah sebatang pohon, lalu dibelahnya dada Beliau dengan sayapnya, kemudian dikeluarkannya hati Beliau dan dibasuhnya dalam mangkuk dengan air dari dalam kendi. Segala sesuatu yang ada di dalam hati itu dikeluarkan Jibril seraya berkata : “Inilah bagian setan”. Kemudian hati itu dikembalikannya lagi ke posisinya semula seraya berkata : “Inilah hati yang telah disucikan Allah dari segala cela”. Kemudian berangkatlah Jibril kembali ke langit, sedang Nabi ditinggalkannya tergeletak di tempat itu.

 

Sementara itu, anak-anak yang lain menjadi ketakutan, lalu mereka pergi menemui Halimah (ibu susu Nabi), dan melaporkan : “Sesungguhnya Muhammad telah disambar burung lalu dibawa terbang ke angkasa”.

 

Halimah menangis, lalu dibukanya tutup kepalanya dan ditarik-tariknya rambutnya sambil berteriak-teriak : “Oh Muhammad…. Oh Muhammad!”.

 

Orang-orang berkumpul mengerumuni Halimah, juga paman-paman Muhammad dan kerabatnya yang lain, lalu Halimah memberitahukan kejadian itu kepada mereka. Maka berangkatlah mereka semua pergi mencari Muhammad ke segala penjuru, dengan menunggang kuda mereka masing-masing. Akhirnya mereka temukan Muhammad tergeletak di bawah sebatang pohon, sedang keringat membasahi sekujur tubuhnya. Mereka bertanya kepadanya, apa sebenarnya yang telah terjadi. Maka Muhammad lalu menceritakan kepada mereka peristiwa yang telah menimpa dirinya itu. Mendengar cerita itu, mereka tercengang dan berkata : “Sungguh ini adalah suatu peristiwa yang benar-benar aneh”. (Mau’izhah)

 

Syaikh Abu Hafs berkata : “Sesungguhnya Abu Jahal dan para tokoh Ouraisy lainnya pernah datang menemui Abu Thalib, paman Nabi saw., lalu mereka berkata kepadanya : “Sesungguhnya kemenakanmu ini telah mengajarkan suatu agama baru yang sangat jauh berbeda dengan agama yang kami anut. Dan dia telah mencela tuhan-tuhan kami. Tetapi kami mau memaafkan dia, demi menghormati Anda, asalkan dia mau meninggalkan perselisihan yang dia lakukan dan kembali menyetujui kami. Kalau tidak, maka tidak ada lagi yang tinggal di antara kita, selain pedang”.

 

“Duduklah dulu”, kata Abu Thalib menyabarkan mereka. “Biar aku panggilkan dia dan aku tanyai, lalu aku lihat jawaban apa yang akan dia sampaikan kepadaku nanti”.

 

Nabi pun dipanggilnya, lalu Beliau datang. Ketika itu Abu Thalib duduk di atas balaibalai sambil bertelekan padanya. Beliau mendekati balai-balai tempat duduk Abu Thalib itu, kemudian naik dan bersandar di sebelah Abu Thalib, sehingga berkatalah para tokoh Ouraisy itu : “Lihatlah, bagaimana dia tidak menghormati Anda dan melangkahi leherleher kami, lalu duduk di sebelah Anda di balai-balai Anda?”.

 

Namun, Abu Thalib menjawab : “Jika apa yang akan dia katakan dan dakwakan itu benar, maka hari ini dia duduk di atas balai-balai, sedang besok dia akan duduk di atas leher-leher kalian”.

 

Kemudian para pemimpi Ouraisy itu berkata :”Jika apa yang didakwakannya itu benar, katakanlah kepadanya, datangkanlah suatu hujjah di depanmu, sehingga kami dapat mengakuinya dan membenarkannya”.

 

“Hai kemenakanku”, kata Abu Thalib. “Bagaimana pendapatmu terhadap apa yang mereka katakan itu?”.

 

“Sebutkanlah oleh tuan-tuan, apa yang tuan-tuan kehendaki?”, kata Nabi saw.

 

Adapun di halaman rumah Abu Thalib itu terdapat sebongkah batu besar. Para pemimpin Ouraisy itu agar Nabi mengeluarkan dari dalam batu besar itu sebatang pohon, yang bagian atasnya terbelah dua, yang satu sampai ke barat dan yang lain sampai ke timur.

 

Maka Nabi pun mulai berdoa. Sejurus kemudian turun Jibril dan berkata : “Sesungguhnya Allah Taala berfirman : “Sejak Aku ciptakan batu besar ini, Aku telah tahu bahwa mereka akan meminta kepadamu mukjizat ini. Dan Aku telah ciptakan pohon itu di dalam rongganya”.

 

Kemudian Nabi memberi isyarat kepada batu besar itu, maka terbelahlah batu tersebut menjadi dua. Lalu dari dalamnya keluar sebatang pohon yang terus meninggi sampai ke angkasa, persis seperti apa yang mereka pinta kepada Beliau. Tetapi kemudian mereka berkata : “Alangkah bagusnya apa yang telah engkau perbuat ini, tetapi kami tidak akan percaya kepadamu sebelum engkau kembalikan lagi pohon itu ke dalam batu besar tersebut, seperti sediakala”.

 Nabi berpikir sejenak. Lalu turuniah Jibril seraya berkata : “Allah Taala berfirman : “Doa adalah darimu, sedang perkenan dari-Ku”.

Nabi saw. lalu berdoa, maka pohon itu pun kembali kepada keadaannya semula. Adapun para pemimpin Ouraisy itu kemudian bangkit dari tempat duduknya masingmasing seraya mengomel : “Betapa pandainya engkau main sihir, hai Muhammad. Belum pernah kami lihat orang sepertimu!”. (Mukjizat).

65. PENJELASAN TENTANG MENANGIS

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan hen: daklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. Al Hasyr : 18-19).

Tafsir :

(.    ) Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Aliah, dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, untuk hari kiamat. Hari kiamat disebut hari esok adalah karena dekatnya. Atau, karena dunia itu adalah seperti satu hari, sedang akhirat adalah hari esoknya. Adapun sebab dijadikannya kata Qhadin (      ) dalam bentuk nakirah adalah untuk menyatakan keagungan hari esok tersebut. Sedangkan dinakirahkannya kata nafsun (.    ) adalah karena individu-individu yang memperhatikan apa yang telah dilakukannya untuk menghadapi akhirat itu, masing-masing berdiri sendiri, seolah-olah Allah berfirman : “Maka hendaklah setiap individu-individu memperhatikan hari itu”.

 

(.    ) dan bertakwalah kepada Allah. Kalimat anjuran kepada takwa yang kedua ini adalah untuk menguatkan (litta’kid) bagi kalimat anjuran kepada takwa yang pertama. Atau bisa juga, perintah takwa yang pertama berkaitan dengan pelaksanaan kewajibankewajiban, karena perintah tersebut bergandengan dengan perbuatan. Sedang perintah takwa yang kedua berkaitan dengan meninggalkan hal-hai yang diharamkan, karena ber: gandengan dengan firman Allah :

 

(.  ) Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Yang berfungsi sebagai ancaman terhadap perbuatan-perbuatan maksiat.

 

(.     ) Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah. Lupa kepada hak-Nya.

 

(.  ) lalu Allah melupakan diri mereka sendiri. Lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka, sehingga tidak mendengar apa-apa yang berguna baginya dan tidak melakukan amalan-amalan yang dapat menyelamatkannya. Atau, Allah memperlihatkan kepada mereka pada hari kiamat kengerian-kengerian yang membuat mereka lupa akan diri mereka.  .

 

(.   ) mereka itulah orang-orang yang fasik. Maksudnya, orang-orang yang sempurna ketasikannya. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari Abu Kahil, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Hai Abu Kahil, barangsiapa membaca salawat untukku tiga kali sehari dan tiga kali semalam, karena cinta dan rindu kepadaku, maka Allah pasti akan mengampuni dosa-dosanya pada hari itu dan dosa-dosanya pada malam itu”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Konon, Umar ra. mempunyai sebuah buku harian yang di dalamnya ditulisnya apa-apa yang dikerjakannya, yang baik maupun yang buruk, dari minggu ke minggu. Bila tiba hari Jumat, dia perlihatkan pada dirinya sendiri apa yang telah dikerjakannya selama seminggu itu. Maka setiap kali dilihatnya ada sesuatu pekerjaannya yang tidak diridai oleh Allah Taala, dia pukul dirinya sendiri dengan sebuah cambuk sambil berkata : “Beginikah perbuatanku?”.

 

Tatkala Umar meninggal dunia, orang-orang hendak memandikannya, ternyata pada punggung dan kedua lambungnya terdapat warna hitam karena bekas menerima banyak pukulan.

 

Dan juga, apabila Umar mendengarkan ayat azab dari Alquran, dia tersungkur pingsan, tidak sadarkan diri, lalu jatuh sakit. Maka datanglah para sahabatnya untuk menjenguknya, sementara pada wajahnya tampak dua buah garis saking seringnya dialiri oleh air mata. Umar berkata : “Alangkah baiknya kalau aku tidak dilahirkan oleh ibuku”.

 

Pada suatu hari, Umar berjalan-jalan, lalu didengarnya ada orang sedang membaca Alquran, yang artinya : (Sesungguhnya azab Tuhan pasti terjadi, tidak seorang pun dapat menolaknya). Maka jatuhlah Umar dari tunggangannya, pingsan. Kemudian dia diantarkan orang pulang ke rumahnya, dan tidak keluar-keluar dari rumahnya selama sebulan. (Majalisul Abrar).

 

Dari Ka’bul Ahbar, katanya : “Sesungguhnya menangis karena takut kepada Allah sehingga air mataku mengalir lebih aku sukai daripada bersedekah emas seberat badanku, karena, tidak seorang pun yang menangis karena takut kepada Allah Taala sehingga mengalir setetes dari air matanya jatuh ke tanah, melainkan dia tidak akan tersentuh oleh api neraka. (Majalisul Abrar).

 

Diriwayatkan, bahwa Allah Taala telah mewahyukan kepada Nabi Musa as. : “Tidaklah berlaku zuhud orang-orang yang zuhud terhadap sesuatu yang bisa menyamai zuhud terhadap dunia: dan tidaklah bertagarrub orang-orang yang mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang bisa menyamai dengan sikap wara’ terhadap apa yang telah Aku haramkan kepadanya, dan tidaklah beribadat orang-orang yang beribadat kepada-Ku yang bisa menyamai tangisan seseorang karena takut kepada-Ku”.

 

Nabi Musa as. bertanya : “Wahai Yang Mahamulia dari semua yang mulia, : Wahai Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang, pahala apakah yang akan Engkau berikan kepada mereka atas semuanya itu?”.

 

Allah Taala menjawab : “Adapun bagi orang-orang yang zuhud itu, Aku perkenankan Surga untuk mereka tempati di mana saja yang mereka sukai. Adapun orang yang wara terhadap apa-apa yang Aku haramkan atas mereka, maka mereka Aku masukkan ke dalam surga tanpa hisab. Dan adapun orang-orang yang menangis karena takut kepada. Ku, maka mereka akan tinggal di dalam surga bersama teman yang luhur (ar rafiqul a’la)” (Mau’lzhah).

 

Dan menurut sebuah khabar : Apabila hari kiamat telah tiba, seorang hamba dihadapkan ke hadapan Allah Taala, kemudian kitab catatan amalnya diberikan kepadanya. Ketika dilihatnya, ternyata di dalamnya dia dapati keburukan-keburukan yang banyak. Maka borkatalah dia : “Ilahi, saya tidak pernah melakukan keburukan-keburukan ini”.

 

Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku mempunyai saksi-saksi yang dapat dipercaya”.

 

Hamba itu menolak ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak ada seorang saksi pun yang tampak olehnya.

 

“Mana saksinya?”. Tanya hamba itu.

 

Maka Allah lalu memerintahkan kepada anggota-anggota tubuhnya untuk memberikan kesaksian mereka masing-masing terhadap hamba itu. Lantas berkatalah kedua telinga memberikan kesaksiannya : “Sesungguhnya kami telah mendengar dan mengetahui bahwa dia benar-benar telah melakukan perbuatan-perbuatan buruk tersebut”.

 

Dan kedua mata berkata : “Sungguh kami telah melihat”.

 

Lidah berkata : “Saya benar-benar telah mengucapkan itu”.

 

Begitu juga kedua tangan dan kedua kaki pun memberikan kesaksian mereka pula dengan berkata : “Sesungguhnya kami telah melakukan itu”.

 

Sedang kemaluan hamba itu berkata : “Aku telah berbuat zina”.

 

Maka tingga!lah si hamba dalam kebingungan. Kemudian Allah Taala memerintahkan supaya hamba itu dijebloskan ke dalam neraka. Namun tiba-tiba muncullah sehelai rambut dari mata hamba itu yang sebelah kanan. Ia meminta izin kepada Allah Taala untuk berbicara. Maka Allah pun memberinya izin. Rambut kecil itu berkata : “Ya Tuhanku, bukankah Engkau telah berfirman : “Hamba mana pun yang telah menenggelamkan sehelai rambut di antara rambut-rambut matanya dengan air matanya karena takut kepada-Ku, niscaya akan Aku selamatkan dia dari neraka?”.

 

“Benar”. Firman Allah Taala.

 

Lalu rambut itu berkata pula : “Saya bersaksi bahwa hamba yang penuh dosa ini, sesungguhnya pernah menenggelamkan aku dengan air matanya karena takut kepadaMu”.

 

Maka Allah Taala memerintahkan supaya hamba tadi dibawa ke surga. Kemudian terdengarlah seruan : “Ketahuilah, bahwa si fulan bin fulan telah selamat dari neraka karena sehelai rambut kecil di antara bulu-bulu matanya”. (Hayatul Qulub)

 

Diriwayatkan dari Atha, katanya : “Saya bersama Ibnu Umar dan Ubaid bin Amr pernah menemui Aisyah ra., kemudian Ibnu Umar berkata : “Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang paling menakjubkan dari Nabi saw.”.

 

Aisyah menangis, lalu berkata : “Pada suatu malam, yaitu malam giliranku, Rasulullah datang menemuiku. Kulit Beliau bersentuhan dengan kulitku, lalu Beliau bersabda : “Hai Aisyah, izinkanlah aku beribadat kepada Tuhanku”.

 

Saya menjawab : “Sesungguhnya aku tidak menyukai hawa nafsuku, tetapi aku lebih suka kedekatan Baginda dengan Allah Taala”.

 

Beliau pun bangkit menghampiri sebuah bejana yang tersedia di dalam rumah sambil menangis, lalu berwudu, Beliau mengucurkan air banyak-banyak. Kemudian Beliau membuka Alquran, Jalu menangis lagi sehingga air matanya mengalir ke atas tanah.

 

Bilal datang, sedang Beliau masih menangis. Maka berkatalah Bilal “Ya Rasulullah, kutebus Baginda dengan ayah dan ibuku, kenapa Baginda menangis. Padahal Allah telah mensucikan Baginda dari dosa, baik yang lalu maupun yang akan datang?”.

 

Rasulullah saw. menjawab : “Tidak patutkah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?. Dan kenapa aku tidak boleh menangis?!. Sedang Allah Taala semalam telah menurunkan wahyu kepadaku:

 

Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih.bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : Ya Rabbana, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.

 

Hai Bilal, tidak ada yang mampu memadamkan api neraka itu selain air mata. Celakalah orang yang membaca ayat ini sedang dia tidak memikirkan isinya”. (Majalisul Abrar)

 

Dari Ibnu Abbas dan dari Abbas bin Abdil Muttalib ra., bahwa keduanya berkata : Rasulullah saw. bersabda : .

 

Artinya : “Apabila kulit seorang hamba menggigil karena takut kepada Allah Taala, maka berguguranlah dosa-dosa darinya sebagaimana daun-daun rontok dari pohon yang kering”. (Hayatul Qulub).

 

Dikatakan bahwa, apabila telah tiba hari kiamat, maka keluarlah dari dalam neraka Jahim, gumpalan api sebesar gunung. Api itu menuju ke arah umat Muhammad saw. Maka Nabi berusaha menolaknya, namun tidak bisa. Nabi lalu berseru : “Hai Jibril.. hai Jibril! api itu benar-benar sedang menuju ke arah umatku, hendak membakar mereka”.

 

Maka datanglah Jibril as. membawa segelas air, lalu diberikannya kepada Rasulullah Seraya berkata : “Ya Rasulullah, ambillah air ini dan giramkanlah ke arah api itu”.

 

Setelah Beliau menyiramkan air itu ke arah api tersebut, maka seketika itu juga api tersebut padam. Lalu Nabi bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, air apakah ini. Aku belum pernah melihat yang sepertinya dalam memadamkan api?’.

 

Jibril menjawab : “Ini tidak lain adalah air mata umatmu yang menangis karena takut kepada Allah Taala dalam kesendiriannya. Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar mengambil dan menjaganya sampai saat engkau memerlukannya, untuk memadamkan api yang menuju ke arah umatmu”. (Mau’izhah)

 

Diceritakan bahwa, setelah Nabi Adam as. diturunkan dari surga, maka Beliau menangis terus-menerus selama tiga ratus tahun, dan tidak pernah menengadahkan kepalanya ke langit karena malu kepada Allah Taala. Beliau bersujud di puncak sebuah gunung di India, Satu kali sujud selama seratus tahun, sambil menangis sehingga air matanya mengalir di lembah sungai Sindus. Dari air mata Nabi Adam itulah, Allah menumbuhkan di lembah itu pohon kayu manis dan cengkih. Burung-burung minum dari air mata Nabi Adam itu, lalu mereka berkata : “Kami tidak pernah minum suatu minuman yang lebih lezat daripada ini”. Mendengar ucapan burung-burung itu, Nabi Adam menyangka bahwa mere. ka itu mengejeknya atas pelanggaran yang telah dilakukannya. Maka Allah Taala mewah. yukan kepada Beliau : “Hai Adam, sesungguhnya Aku tidak menciptakan sesuatu minum. an yang lebih lezat dan lebih segar daripada air mata mereka yang durhaka”. (Zahratur Riyadh)

 

Diceritakan bahwa, Rabbah Al Abbasi pernah membeli seorang budak kecil berkulit hitam seharga empat dinar. Budak itu tidak tidur dan tidak membiarkan tuannya tidur. Ketika malam telah kelam, berkatalah Rabbah kepadanya : “Hai ghulam, kenapa engkau tidak mau tidur dan tidak membiarkan kami tidur?”

 

“Tuanku”, budak itu menjawab. “Apabila malam telah kelam, maka aku ingat betapa gelapnya kubur dan betapa kelamnya neraka Jahannam, sehingga lenyaplah seleraku untuk tidur. Lantas, ketika aku teringat hari saat aku berdiri di hadapan Tuhanku, maka bertambah susahlah hatiku. Sedangkan jika aku mengingat surga dan kenikmatan-kenikmatan yang ada di dalamnya, semakin bertambahlah rinduku. Maka bagaimana aku bisa tidur, wahai Tuanku?”.

 

Mendengar perkataan budaknya itu, Rabbah jatuh tak sadarkan diri. Setelah siuman kembali, dia lalu berkata : “Hai ghulam, orang sepertiku ini tidak pantas memiliki orang seperti engkau. Pergilah, engkau merdeka demi keridaan Allah Taala”. (Majalis Ar-Rumi)

 

Diriwayatkan pula bahwa, seorang lelaki mempunyai anak yang masih kecil. Dia tidur seranjang bersama anaknya itu. Pada suatu malam, anak itu tampak gelisah dan tidak mau tidur. Maka ayahnya bertanya : “Anakku, apakah engkau sakit?’.

 

“Tidak ayah”, jawab anaknya. “Tetapi besok adalah hari Kamis. Hari itu aku akan ditanya tentang ilmu yang telah aku peroleh selama satu minggu, sedang guruku akan mendengarkannya. Aku kuatir kalau pak guru menemukan suatu kesalahan, lalu dia memukulku dan marah kepadaku”.

 

Orang tua itu menjerit dengan keras, lalu ditaburkannya tanah ke atas kepalanya dan menangis. Kemudian dia berkata : “Aku lebih patut bersikap takut seperti ini untuk hari ketika aku dihadapkan ke hadapan Allah Yang Maha Rahman guna mempertanggung jawabkan semua perbuatan maksiat yang telah kulakukan di dunia. Sebagaimana firman Allah Taala : (Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris)”.

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda:

 

Artinya : “Dua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser dari tempatnya pada hari kiamat kelak, sampai dia (selesai) ditanya tentang empat perkara : (1) tentang umur: nya, untuk apa dia habiskan, (2) tentang jasadnya, untuk apa dia gunakan, (3) tentang ilmunya, amal apa yang telah dia lakukan dengannya, (4) dan tentang harta bendanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan”. (Thariqat)

 

Seorang ahli makrifat berkata : “Cucilah empat perkara dengan empat perkara : wajahmu dengan air matamu, lidahmu dengan mengingat Penciptamu, hatimu dengan takut kepada Tuhanmu, dan dosamu dengan bertobat kepada Penguasamu”.

 

Alfaqih Abul Laits berkata : “Dosa itu ada dua macam, dosa antara Anda dengan Allah dan dosa antara Anda dengan sesama hamba Allah”.

 

Adapun dosa antara Anda dengan Allah, tobatnya adalah memohon ampun dengan lidah, menyesal dengan hati dan bertekad tidak akan mengulanginya lagi selama-lamanya. Jika itu telah dilakukan, tobat itu masih belum bermanfaat bagi seseorang selagi apa yang telah dia lewatkan (berupa amal-amal fardu, seperti salat, puasa dll.) belum dibayar, jalu menyesal dan memohon ampun kepada Allah”

 

Sedangkan dosa antara Anda dengan sesama hamba Allah, maka selagi Anda bejum memperoleh kerelaan mereka, tobat tidak ada gunanya bagi Anda, sampai mereka memaafkan Anda”. (Mau’izhah)

 

Adapun hamba yang disebutkan dalam hadis yang mulia di atas, sekalipun bersifat umum, karena berupa isim nakirah dalam susunan nafi (kalimat sangkal), namun hadis itu ditaknshish dengan sabda Rasulullah yang lain :

 

Artinya : “Ada tujuh puluh ribu orang di antara umatku yang masuk surga tanpa hisab”.

 

Dengan demikian, pertanyaan yang disebutkan dalam hadis tersebut adalah pertanyaan yang akan diajukan kepada selain yang tujuh puluh ribu orang itu.

 

Maka sudah seharusnya, setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat menyadari bahwa, pada hari kiamat nanti dia akan ditanyai dan akan diajak berdialog dalam perhitungan amal (hisab), dan akan dituntut semua amal dan perbuatannya walaupun hanya setimbang atom. Dan hendaklah ia meyakini bahwa, dia tidak akan selamat dari bahaya-bahaya ini kecuali dengan selalu menghisab dirinya dalam perniagaan akhiratnya, serta menanyainya dalam segala tarikan napas, waktu, gerak dan diamnya. Karena, barangsiapa menghisab dirinya sebelum dirinya itu dihisab, maka pada hari kiamat kelak, hisabnya akan diringankan. Dan pada saat dia menerima pertanyaan, jawabnya akan datang sendiri kepadanya. Dan dia akan mendapatkan tempat tinggal dan tempat kembali yang baik. Tetapi, barangsiapa tidak mau menghisab dirinya, maka langgeng penyesalannya, dan akan lama dia berdiri di padang kiamat, serta akan dijerumuskan oleh keburukan-keburukannya sendiri kepada kehinaan dan kenistaan. Jadi, bagi seorang mukmin, dalam perniagaan untuk memperoleh keuntungan akhirat, seharusnya dia tidak lalai untuk mengawasi dirinya, dalam gerak dan diamnya, dalam pandangan dan pikirannya, karena perniagaan ini labanya adalah surga Firdaus yang paling tinggi dan sampai ke Sidratul Muntaha bersama para Nabi, orang-orang siddig dan orang-orang yang mati syahid. (Dari Majalis Ar Rumi)

 

Ar Raqhib berkata : “Nisyan (lupa) adalah bila seseorang tidak memelihara apa yang dititipkan kepadanya, baik karena kelemahan hatinya atau karena lalai, sehingga ingatannya terhadap barang titipan itu lenyap dari hatinya. Tiap-tiap lupa yang terjadi pada seseotang yang dikecam oleh Allah Taala ialah lupa yang asalnya karena suatu kesengajaan. Sedangkan lupa yang dimaafkan adalah seperti yang diriwayatkan dari Nabi saw. : “Kekelruan dan kelupaan dimaafkan dari umatku”. Yang dimaksud adalah lupa yang bukan diSebabkan oleh kesengajaan.

 

Jadi, firman Allah Taala, yang artinya : “Maka rasailah olehmu (siksa ini) disebabkan kamu melupakan pertemuan dengan harimu ini (hari kiamat)”. Yang dimaksudkan adalah lupa yang disebabkan karena kesengajaan mereka dan karena meninggalkan dengan Sikap menghina.

 

Dan kalau nisyan itu dinisbatkan kepada Allah Taala, maka yang dimaksud adalah bahwa Allah meninggalkan mereka sebagai penghinaan terhadap mereka dan sebagai balasan atas perbuatan mereka meninggalkan-Nya, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Lubab : “Nisyan kadang-kadang bisa diartikan meninggalkan, contohnya adalah Seperti firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Mereka telah melupakan Allah, maka Allah pun melupakan mereka”.

 

Yakni mereka meninggalkan ketaatan kepada Allah, seperti orang yang telah lupa, maka Allah pun meninggalkan mereka.

 

Sebagian ahli tafsir mengatakan: Jika dikatakan bahwa lupa itu terjadi sesudah ingat, dan ia adalah lawan dari ingat, karena ia adalah ketidak ingatan yang terjadi sesudah tahu, maka apakah orang-orang kafir itu penah ingat akan hak-hak Allah Taala dan mengakui ketuhanan-Nya, yang kemudian mereka lupakan?.

 

Jawabnya : “Sesungguhnya mereka telah pernah mengakui dan berkata “ya”, dahulu di hari perjanjian (Yaumul Mitsaq). Tetapi kemudian mereka lupakan setelah mereka diciptakan. Sedangkan orang-orang yang beriman, mereka tetap mengakui sesudah mereka diciptakan, sebagaimana mereka mengakui sebelum itu dengan petunjuk Allah Taala. Dan petunjuk itu tetap mereka pelihara haknya, sedikit atau banyak, besar atau kecil”.

Dzunun Al Mishri pernah ditanya tentang perjanjian yang terdapat pada ayat :

Artinya : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”

Tanya : Apakah Anda mengingatnya”.

Dzunnun menjawab : Seolah-olah perjanjian itu saat ini masih terngiang di telingaku. (Ruhul Bayan).

66. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN HARI JUMAT

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Hai orang-orang yang berman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat maka bersegeraiah karnu kepada mengingat Allah, dan tinggaikanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu, pka kamu mengetahui”. (QS. Al Jumuat : 9)

 

Tafsir :

 

(.   ) Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat. Maksudnya : apabila azan untuk salat lelah dikumandangkan.

 

(.  ) pada hari Jumat, adalah bayan dari     (   ).

 

Hari tersebut dinamakan Jumat, tidak lam adalah karena pada hari itu, orang-orang berkumpul (ijtima) untuk menunaikan salat. Sedang orang-orang Arab dahulu menamakannya Arubah (.    ). Konon, yang menamakan demikian itu adalah Ka’ab bin Luay, karena pada hari itu orang-orang berkumpul kepadanya.

 

Adapun salat Jumat yang pertama kali dilakukan oleh Nabi saw. adalah, bahwa sesampainya Rasulullah saw. di Madinah, Beliau singgah di Ouba, dan tinggal di sana sampai hari Jumat. Kemudian barulah Beliau memasuki kota Madinah dan melakukan salat Jumat di kampung Bani Salim bin Autf.

 

(.    ) Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah. Maksudnya, maka berangkatlah kamu cepat-cepat dengan tujuan untuk mengingat Allah. Karena As Sa’yu itu lebih lambat daripada Al’adwu (.   ). Sedang maksud mengingat Allah di sini adalah khutbah. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah salat. Sedang perintah supaya bersegera menuju kepadanya, menunjukkan bahwa bersegera itu wajib.

 

(.   ) dan tinggaikanlah jual-beli. Maksudnya, dan tinggalkanlah semua mu’amalat,

 

(.   ) Yang demikian itu lebih baik bagimu. Maksudnya, bersegera kepada Mengingat Allah itu lebih baik bagimu daripada mu’amalat, karena keuntungan akhirat ku lebih baik dan lebih kekal.

 

(.    ) jika kamu mengetahui. Maksudnya, mengetahui kebaikan dan keburukan yang sebenarnya. Atau, jika kamu termasuk golongan orang-orang yang berilmu. (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku pada hari Jumat sebanyak delapan puluh kali, maka akan diampunilah dosa-dosanya selama delapan puluh tahun”.

 

Dan diriwayatkan dari Abu Darda ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Perbanyaklah oleh kalian membaca salawat untukku pada hari Jumat, karena hari Jumat itu adalah hari yang disaksikan, yakni disaksikan oleh para malaikat. Dan tidak seorang pun yang membaca salawat untukku, melainkan salawatnya itu dibawa ke hadapanku, sampai dia selesai dari salawatnya”. (Alhadis)

 

Adapun sebab turunnya ayat (yaa ayyuhal ladziina aamanuu idzaa nuudiya lish shalaati… dst, seperti disebutkan di atas tadi), adalah bahwa, Nabi saw. pernah memberikan khutbah di atas mimbar pada hari Jumat, tiba-tiba datang kafilah dagang milik Dihya Alkalabi, seorang saudagar dari Syam, sambil menabuh genderang untuk memberitahukan kedatangannya kepada orang banyak. Maka keluarlah orang-orang dari dalam masjid untuk menyaksikannya, sehingga di dalam Masjid hanya tinggal dua belas orang saja. Lalu turunlah ayat :

 

Artinya : “Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka meninggalkanmu selagi berdiri (berkhutbah).

 

Kemudian Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya tidak ada dua belas orang laki-laki yang tinggal di antara kamu, niscaya lembah ini akan mengalir menjadi api”.

 

Itulah yang dimaksudkan oleh firman Allah Taala :

 

Artinya : “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini…. dst”. (Sab’iyaat)

 

Sahabat Abu Hurairah ra., mengatakan : “Salat Jumat itu wajib atas orang yang jarak antara dia dengan tempat Jumat itu memungkinkan dia bisa pulang ke kampungnya, setelah selesai menunaikan salat tersebut”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa meninggalkan salat Jumat tanpa uzur, maka hendaklah dia bersedekah satu dinar. Kalau tidak ada, maka setengah dinar. Dan barangsiapa meninggalkan salat Jumat tiga kali berturut-turut, maka kesaksiannya tidak diterima”. (Mashabih)

 

Dari sahabat Abubakar ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mandi di hari Jumat, maka dihapuskanlah dosa-dosanya. Dan apabila dia berjalan menuju salat Jumat, maka untuk tiap-tiap langkahnya, Allah Taala akan mencatatkan baginya pahala ibadat selama dua puluh tahun. Dan apabila dia melaksanakan salat Jumat, maka dia diberi pahala amal selama dua ratus tahun”.

 

Dari Said bin Almusayyib, katanya : “Sesungguhnya melakukan salat Jumat adalah lebih aku sukai daripada haji yang sunnah”.

 

Dan begitu juga, diriwayatkan dari Maisarah, katanya : “Saya pernah melewati kuburan kaum muslimin, lalu saya ucapkan : “Selamat atasmu sekalian hai penghuni kubur. Kamu sekalian telah mendahului kami, sedang kami akan menyusul kamu. Semoga Allah merahmati kami dan kamu serta mengampuni kami dan kamu”. Lantas terdengar oleh saya seruan dari dalam kubur, yang berkata : “Berbahagialah kamu sekalian hai penghuni dunia. Kamu naik haji empat kali sebulan”.

 

“Di mana kami bisa naik haji begitu?”, tanya saya.

 

Jawabnya : “Itulah salat Jumat. Tidakkah kamu tahu bahwa salat Jumat itu serupa dengan haji yang mabrur?. Maka, alangkah senangnya seandainya kami dapat pergi ke pintu-pintu masjidmu, sehingga kami dapat melihat amal-amalmu dan mendengarkan zikir-zikirmu. Akan tetapi, kami telah rela kepada kamu sekalian hai penduduk dunia, dengan ucapan kamu kepada kami : “Semoga Allah merahmati si fulan yang telah wafat”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Diriwayatkan dari Abu Amr, dari bapaknya, dari kakeknya, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya di seberang gunung Qaf ada tanah putih yang tidak ada tanaman satu pun, seolah-olah tanah itu perak, sedang luasnya sama dengan tujuh kali luas dunia. Tempat itu dipenuhi oleh para malaikat. Seandainya ada sepotong jarum jatuh, niscaya akan jatuh pada mereka. Tangan mereka masing-masing memegang bendera, yang panjangnya empat puluh farsakh. Sedang pada tiap-tiap bendera Itu tertulis kalimat “Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah”. Setiap malam Jumat mereka berkumpul di sekitar gunung Oaf itu, lalu mereka bertadarru kepada Allah Taala dan berdoa memohon keselamatan bagi umat Muhammad saw. Apabila terbit waktu subuh, mereka berdoa : “Ya Allah, ampunilah orang yang mandi dan menghadiri salat Jumat”. Mereka mengeraskan suara sambil menangis, sehingga Allah Taala berfirman : “Wahai para malaikat-Ku, apakah yang kamu kehendaki?”. Maka mereka menjawab : “Kami ingin agar Engkau mengampuni umat Muhammad saw”. Lantas Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”. (Misykatul Anwar).

 

Diriwayatkan dalam sebuah khabar bahwa, Allah Taala telah menciptakan sebuah menara dari perak putih di sisi Baitul Makmur. Panjang menara itu sejauh perjalanan lima Tatus tahun. Apabila tiba hari Jumat, malaikat Jibril as. naik ke atas menara itu lalu mengumandangkan azan, sedang Israfil as. naik ke atas mimbar lalu berkhutbah. kemudian Mikail as. mengimami salat para malaikat. Apabila mereka telah selesai salat, maka Jibril berkata : “Pahala yang aku peroleh dari azan, aku berikan kepada seluruh tukang azan kaum muslimin dari umat Muhammad saw. di muka bumi”.

 

Dan Israfil berkata : “Pahala yang aku peroleh dari berkhutbah, aku berikan kepada seluruh khatib di muka bumi dari umat Muhammad saw.”.

 

Dan Mikail berkata pula : “Pahala yang aku peroleh dari mengimami, aku berikan kepada semua orang yang menjadi imam di muka bumi pada hari Jumat”.

 

Sedang malaikat-malaikat lain, semuanya berkata : “Pahala yang kami peroleh dari berjamaah, kami berikan kepada orang yang salat Jumat di belakang imam”.

 

Kemudian Allah Taala berfirman : “Wahai para malaikat-Ku, apakah kamu sekalian menampakkan kedermawanan di hadapan-Ku?. Demi keperkasaan dan keagungan-Ku, sesungguhnya pada hari ini telah Aku ampuni siapa saja di antara hamba-hamba-Ku yang mengerjakan salat Jumat karena mematuhi perintah-Ku dan menuruti kekasih-Ku, Muhammad”. (Zubdatu! Wa’izhin).

 

Konon, ada seorang laki-laki membawa gandum di atas seekor keledai, lalu pergi ke tempat penggilingan. Laki-laki itu bercerita : “Setelah saya ambil gandum itu dari punggung keledai, tiba-tiba ia lari dariku. Sementara itu, saya mempunyai sawah yang bertetangga dengan seseorang. Orang itu datang lalu berkata : “Hari ini adalah giliranmu untuk mengairi sawah, airilah sawahmu, kalau tidak maka lewatlah giliranmu”.

 

Tetapi hari itu adalah hari Jumat, maka dalam hati, aku berkata : “Salat Jumat lebih aku sukai daripada yang lain”. Semua pekerjaan itu saya tinggalkan, lalu saya pergi mengerjakan salat Jumat. Ketika saya pulang ke rumah, usai salat Jumat, ternyata gandum tersebut telah digiling, dan roti telah telah dimasak, sawah pun telah diairi, juga keledai yang kabur telah kembali. Saya lalu bertanya kepada istri saya : “Bagaimana ini semua bisa terjadi?”.

 

Istri saya menjawab : “Tetangga kita pergi ke penggilingan lalu gandum yang ada di karung kita itu digilingnya, disangkanya itu miliknya. Tetapi setelah dia pulang membawa karung itu ke rumahnya, saya tahu bahwa itu adalah karung kita, maka karung itu lalu saya bawa pulang ke rumah. Adapun sawah, air dari sawah tetangga kita itu telah mengalir ke sawah kita sampai penuh”.

 

Setelah saya menyaksikan kejadian itu, maka sejak itu pula saya tinggalkan urusan dunia seluruhnya, lalu saya hanya melakukan ibadat dan ketaatan belaka”. (Mathali’ul Anwar)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :

 

“Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan malaikat yang berdiri di bawah Arsy. Malaikat itu mempunyai empat puluh ribu tanduk. Jarak antara satu tanduk dengan tanduk yang lain adalah sejauh perjalanan seribu tahun. Dan pada tiap-tiap tanduknya terdapat empat puluh ribu barisan malaikat. Sedangkan pada wajah malaikat tersebut terdapat matahari, pada tengkuknya ada bulan, dan pada dadanya ada bintang-bintang. Apabila tiba hari Jumat, malaikat tersebut sujud kepada Allah Taala sambil mengucapkan doa :

 

“Ya Allah, ampunilah orang yang melaksanakan salat Jumat dari umat Muhammad saw.”. Dan Allah Taala berfirman : “Wahai malaikat-malaikat-Ku, saksikanlah olehmu sekalian, bahwa Aku benar-benar telah mengampuni siapa saja yang melakukan salat Jumat”. (Kanzul Akhbar) Dari sahabat Abubakar ra., dari Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mandi pada hari Jumat, maka dihapuskanlah darinya segala dosanya. Dan apabila dia berjalan menuju (ke tempat) salat Jumat, maka dari tiap-tiap langkahnya Allah Taala mencatatkan baginya pahala Ibadat selama duapuluh tahun Kemudian apabila dia melaksanakan salat Jumat, maka dia diberi pahala amal selama dua ratus tahun”. (Alhadis)

 

Cerita:

 

Konon, pada masa hidup Malik bin Dinar, ada dua orang bersaudara beragama Majusi (penyembah api). Salah seorang dari mereka telah menyembah api itu selama tujuh puluh tiga tahun, sedang yang lain telah menyembahnya selama tiga puluh lima tahun.

 

Pada suatu hari, sang adik berkata kepada kakaknya : “Kak, kita telah menyembah api ini sejak sekian lama. Maka sekarang, marilah kita coba, jika ia masih membakar kita seperti orang lain, kita tidak akan menyembahnya lagi. Tetapi kalau tidak, maka kita akan tetap menyembahnya sampai kita mati”.

 

Maka mereka menyalakan api, lalu si adik berkata : “Apakah kakak dulu yang akan meletakkan tangan kakak ke dalam api, atau saya dulu?”.

 

Kakaknya berkata : “Engkau sajalah yang duluan. Letakkanlah tanganmu di dalam api itu”.

 

Adiknya lalu meletakkan tangannya di dalam nyala api, ternyata api itu masih tetap membakar tangannya.

 

“Celaka”. Serunya, sambil menarik tangannya dari api. Kemudian dia berkata kepada api itu : “Hai api, sudah cukup lama aku menyembahmu, tetapi engkau tetap menyakiti aku, sungguh kejam engkau!”. Lalu dia berkata kepada kakaknya : “Kak, mari kita tinggaikan saja dia”.

 

“Tidak”, jawab kakaknya. “Aku tidak akan meninggalkannya”.

 

Maka pergilah si adik meninggalkan kakaknya, lalu dia memboyong keluarganya menuju ke rumah Malik bin Dinar. Pada saat itu, Malik bin Dinar sedang memberikan pelajaran. Lalu orang tadi menceritakan kisahnya kepada Malik. Lantas Malik menerangkan Islam kepadanya dan kepada keluarganya. Orang-orang yang hadir menangis semua karena gembira. Kemudian Malik berkata kepada laki-laki itu : “Duduklah bersama kami sejenak. Saya akan mengumpulkan untukmu sedikit uang dari sahabat-sahabatku”.

 

“Jangan”, tukas laki-laki itu. “Saya tidak akan menjual agama dengan dunia”.

 

Kemudian dia pun pergi. Lalu didapatinya di antara reruntuhan kota ada sebuah bangunan yang rusak. Dia pun masuk ke sana bersama keluarganya. Di sana mereka beribadat kepada Allah Taala.

 

Esok harinya, istrinya berkata kepadanya : “Pergilah ke pasar dan carilah pekerjaan. Hasilnya bisa dipakai untuk membeli makanan”.

 

Maka berangkatlah laki-laki itu menuju ke pasar. Namun tidak ada seorang pun yang mempekerjakannya. Lalu berkatalah laki-laki itu di dalam hatinya : “Saya akan bekerja Untuk Allah Taaia”.

 

Kemudian dia masuk ke dalam masjid, lalu dikerjakannya salat sampai larut malam. Setelah itu dia pulang ke rumah dengan tangan kosong. Istrinya bertanya : “Tidakkah engkau memperoleh sesuatu?”. Dia menjawab : “Hari ini aku bekerja untuk Yang Satu. Dan dia berkata , “Besok baru akan aku berikan upahmu”.

 

Malam itu mereka tidur dalam keadaan lapar.

 

Esok paginya, laki-laki itu berangkat lagi ke pasar, tetapi kali ini pun dia tidak mendaPatkan pekerjaan sama sekali. Maka kembali dia bekerja untuk Allah. Kemudian pulang ke rumah dengan tangan kosong. Istrinya menanyakan keadaannya, dan dijawabnya sama seperti jawabannya kemarin. Dan malam itu kembali mereka tidur dalam keadaan kelaparan.

 

Esok paginya, adalah hari Jumat. Tetapi dia tetap belum mendapatkan pekerjaan Maka pergilah ia ke Masjid lalu salat Jumat dua rakaat. Kemudian ditengadahkan tangan. nya ke langit seraya berdoa : “Oh Tuhanku, berkat kemuliaan agama ini, dan berkat kemuliaan hari ini, buanglah kesusahan karena memikirkan belanja keluargaku dari dalam hatiku. Sesungguhnya aku malu kepada keluargaku, dan aku kuatir mereka kembali kepa. da agama kakekku karena dirundung lapar”.

 

Syahdan, ketika masuk waktu Zuhur, seseorang datang ke pintu bangunan yang rusak itu, lalu mengetuk pintunya. Maka keluarlah istri laki-laki tersebut, ternyata dilihatnya Seorang pemuda yang berparas elok, tangannya memegang sebuah baki yang terbuat dari emas, tertutup sehelai sapu tangan. Pemuda itu berkata kepadanya : “Ambillah ini dan katakan kepada suamimu, “Inilah upah kerjamu untuk Allah Taala pada hari Jumat. Karena sesungguhnya amal yang sedikit pada hari ini berpahala banyak di sisi Allah”.

 

Maka diambilnya baki itu dari tangan pemuda itu, lalu disingkap tutupnya, ternyata di dalam baki itu terdapat uang emas seribu dinar. Wanita itu mengambil satu dinar lalu dibawanya kepada seorang penukar uang. Ketika uang itu ditimbang, ternyata beratnya dua kali melebihi emas dunia. Penukar uang itu lalu memeriksa lukisan pada uang itu, maka tahulah dia bahwa itu bukan dinar dunia.

 

“Darimana ibu mendapatkan uang ini?”, tanya penukar uang itu.

 

Maka wanita itu lalu menceritakan kepadanya seluruh kisahnya dari awal sampai akhir. Setelah mendengar cerita itu, penukar uang tersebut berkata : “Terangkanlah agama Isiam itu kepadaku”. Wanita itupun menjelaskan tentang agama Islam kepada laki-laki itu, dan akhirnya dia menyatakan diri masuk Islam. Kemudian diserahkannya seribu keping uang emas dunia, sebagai penukar dari uang yang satu dinar tadi.

 

Sehabis salat Jumat, suami wanita itu pulang ke rumah, tetap dengan tangan kosong. Untuk menutup malu, dia mengambil tanah lalu dimasukkannya ke dalam sapu tangannya sambil berkata di dalam hatinya : “Kalau istriku nanti bertanya, “Kerja apa kau”. Maka akan kujawab, “Aku bekerja dengan upah tepung”. Ketika dia tiba di rumah, tercium olehnya bau masakan, maka sapu tangannya diletakkannya di sisi pintu agar istrinya tidak mengetahuinya. Kemudian dia bertanya kepada istrinya tentang apa yang dia lihat di dalam rumah. Istrinya menceritakan kepadanya peristiwa datangnya seorang pemuda tersebut. Maka laki-laki itu lalu bersujud kepada Allah Taala, sebagai pernyataan syukur atas apa yang datang dari sisi Allah Taala.

 

Sejurus kemudian istrinya bertanya : “Apa yang engkau bawa tadi?”.

 

“Jangan tanyakan itu”, jawab suaminya.

 

Tetapi istrinya membuka bungkusan itu, dan ternyata tanah tadi telah berubah menjadi tepung sungguhan, dengan izin Allah Taala, dan berkat kemuliaan hari Jumat itu. Lantas, laki-laki itu bersujud kembali kepada Allah Taala. (Demikian ringkasan cerita dari Hadis Al Arba’in).

 

Diriwayatkan bahwa, Nabi Musa as. pernah pergi ke bukit Baitul Maqdis. Di sana, Beliau melihat suatu kaum yang sedang beribadat kepada Allah Taala dengan bersungguh-sungguh dan bersangatan. Nabi Musa bertanya kepada mereka, lalu mereka jawab : “Kami termasuk umat Tuan. Kami telah beribadat kepada Allah Taala di sini semenjak tujuh puluh tahun yang lalu, dengan bersungguh-sungguh dan bersangatan. Pakaian kami adalah sabar, makanan kami adalah tetumbuhan bumi, dan minuman kami adalah air hujan”.

 

Maka Nabi Musa pun merasa senang. Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada Beliau : “Hai Musa, ada satu hari untuk umat Muhammad, yang salat dua rakaat pada hari itu lebih utama dari ini semua”.

 

“Ya Rabb”, kata Nabi Musa. “Hari apakah itu?’.

 

“Hari Jumat”, jawab-Nya.

 

Nabi Musa sangat menginginkan hari itu, namun Allah taala berfirman : “Hai Musa, untukmu adalah hari Sabtu, untuk Isa hari Ahad, untuk Alkhali! Ibrahim hari Senin, untuk Zakariya hari Selasa, untuk Yahya hari Rabu, untuk Adam hari Kamis, dan untuk Muhammad beserta umatnya hari Jumat”. Maka Nabi Musa pun merasa takjub akan keistimewaan umat ini. (Zubdah)

 

Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Jibril as. telah datang kepadaku, sedang pada telapak tangannya ada sebuah cermin putih, dia berkata : “Hari ini adalah hari Jumat. Tuhanmu memperlihatkannya kepadamu agar ia menjadi hari raya bagimu dan bagi umatmu sepeninggalmu”. Dan di tengah cermin itu ada sebuah titik, aku bertanya : “Titik apakah ini?” Jibril menjawab : “Titik ini adalah suatu saat di antara dua puluh empat jam. Barangsiapa berdoa kepada Allah Taala pada saat itu, maka Allah akan memperkenankan doanya. Dia adalah penghulu semua hari”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : “Apabila tiba hari Jumat, maka Allah Taala mengutus para malaikat turun ke muka bumi, sedang tangan-tangan mereka memegang penapena dari emas dan kertas-kertas dari perak. Para malaikat itu berdiri pada pintu-pintu Masjid dan mencatat nama orang yang masuk ke Masjid dan salat Jumat. Apabila salat telah selesai mereka kerjakan, mereka kembali ke langit lalu melapor : “Ya Tuhan kami, kami telah mencatat nama orang yang masuk ke Masjid dan melakukan salat Jumat”. Allah lalu berfirman : “Wahai malaikat-malaikat-Ku, demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni mereka, sedang mereka tidak berdosa lagi sedikit pun”. (Raunaqul Majalis)

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa berangkat menuju salat Jumat pada saat yang pertama, maka seolah-olah dia telah berkorban seekor unta: dan barangsiapa berangkat pada saat kedua, maka seolah-olah dia telah berkurban seekor lembu, dan barangsiapa berangkat pada saat ketiga, maka seolah-olah dia telah berkurban seekor domba, dan barangsiapa berangkat pada saat keempat, maka seolah-olah dia telah berkurban seekor ayam: dan barangsiapa berangkat pada saat kelima, maka seolah-olah dia telah berkurban sebutir telur. Manakala imam telah keluar menuju mimbar, dilipatlah lembaran-lembaran, sedang pena pun diangkat, dan para malaikat berkumpul di sisi mimbar mendengarkan khutbah. Maka barangsiapa datang sesudah itu, seolah-olah dia datang hanya untuk memenuhi kewajiban salat saja.”.

 Konon, bahwasanya manusia dalam masalah kedekatan mereka ketika memandang Wajah Allah Taala kelak tergantung kepada kesegeraan mereka masing-masing berangkat menuju salat Jumat. Dan oleh karenanya dikatakan pula : “Bid’ah yang pertama-tama Sekali dilakukan orang dalam Islam adalah meninggalkan kesegeraan berangkat menuju Salat Jumat”. Dan oleh karena itu pula disebutkan dalam salah satu atsar, bahwa para malaikat meneliti Seorang hamba, apabila dia terlambat dari waktu yang semestinya pada hari Jumat, mereka berdoa : “Ya Allah, apabila keterlambatannya itu karena kemiskinan, maka kayakanlah dia, kalau karena penyakit, maka sembuhkanlah dia, dan kalau karena kesibukan, maka selesaikanlah kesibukannya itu agar dia tekun beribadat kepada-Mu: serta kalau karena lalai, maka palingkanlah hatinya agar taat kepada-Mu”.

Dahulu, pada abad pertama, jalan-jalan sesudah fajar penuh sesak oleh orang-orang yang berjalan membawa obor. Mereka berdesak-desakan di jalan menuju ke Masjid Jami’ seperti pada hari raya. Sampai pada suatu saat, hal itu terhenti. (Zubdatul Wa’izhin).

67. PENJELASAN TENTANG NERAKA DAN MALAIKAT ZABANIYAH

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batuan. Penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, yang galak, yang tidak mendurhakai Allah tentang apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At Tahrim : 6)

Tafsir :

 

(.    ) Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu, dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat dan melakukan perbuatan-perbuatan taat.

 

(.   ) dan keluargamu, dengan memberi nasihat dan pendidikan.

 

Kata “ahliikum” (.    ) ini dibaca juga “ahluukum” (.     ), yang diathafkan pada kata Auu (     ). jadi kata anfusakum (.   ) dianggap diri kedua pihak dengan jalan menggabungkan kedua pihak yang diajak bicara.

 

(.     ) dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batuan : dari api neraka yang dinyalakan dengan bahan bakar manusia dan batubatuan, seperti halnya api lain yang dinyalakan dengan kayu bakar.

 

(.    ) penjaganya malaikat. Malaikat-malaikat itu mengurusnya, yaitu malaikatmalaikat Zabaniyah.

 

(.   ) yang kasar dan galak, kasar perkataannya dan galak tindakannya, atau, kasar tubuhnya lagi kuat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat.

 

(.    ) Yang tidak mendurhakai Allah tentang apa yang Dia perintahkan kepada mereka, pada waktu yang telah lalu.

 

(.    ) dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka, pada waktu yang akan datang: atau, mereka tidak menolak dari menerima perintah-perinlah, dan memikulnya, serta menunaikan apa yang diperintahkan kepada mereka itu. (Qadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya akan datang ke telagaku pada hari kiamat beberapa kaum yang tidak aku kenal melainkan dengan banyaknya mereka membaca salawat untukku”. (Syifaun Syarif)

 

Di dalam khabar disebutkan : bahwa apabila seseorang hamba menangis karena takut kepada Allah, sehingga keluarlah air mata dari kedua matanya, maka dari air mata itu Allah menciptakan sebatang pohon bernama “Syajaratus Saadah” (Pohon Kebahagiaan). Jika angin takut dan sedih bertiup mengenai pohon itu, maka keluarlah suara dari pohon itu “Oh Muhammad”. Suara itu disampaikan Allah kepada Rasul-Nya di dalam kuburnya, maka Beliau lalu menangisi umatnya. Dari air mata Rasul tadi, Allah menciptakan sebatang pohon yang disebut “Syajaratus Syafaat” (Pohon Syafaat). Apabila angin kenabian dan kerasulan bertiup mengenai pohon itu, maka keluarlah suara yang mengatakan “Oh umatku”. Suara itu disampaikan Allah ke seluruh penjuru langit, sehingga para malaikat mendengarnya. Maka mereka semua lalu bersujud kepada Allah sambil menangis dan mengiba-iba : “Oh umat Muhammad”. Allah Taala mendengar tangisan dan tadharru mereka, lalu Dia berfirman : “Hai para malaikat-Ku, kenapa kalian menangis?’.

 

Malaikat itu menjawab : “Tuhan kami, Engkau lebih tahu kenapa kami menangis dan mengiba-iba terhadap umat Muhammad”.

 

Allah Taala berfirman : “Hai para malaikat-Ku, saksikanlah bahwa Aku benar-benar telah mengampuni siapa pun yang menangis karena takut kepada-Ku dari umat Muhammad”, (Hayatul Qulub)

 

Disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan “manusia” (bahan bakar neraka dalam ayat di atas tadi) adalah orang-orang kafir, sedangkan “batu-batuan’ adalah orang-orang bodoh yang tidak mau mendengarkan nasehat. Kata al hijarah (.   ) adalah jamak dari kata al hajar (     ) yang artinya : batu. Kata ini tidak mengikuti giyas sharaf seperti biasanya, karena jamak dari ‘hajar’ adalah ‘ahjaar’ (    ). Seperti halnya ‘syajar’ (.  ) jamaknya ‘asyjaar’ (.   ). (Tafsir An Nasafi).

 

Dan ada pula yang mengatakan, yang dimaksud dengan ‘batu-batuan’ dalam ayat di atas adalah patung-patung berhala sesembahan orang-orang kafir itu, baik yang terbuat dari kayu maupun dari batu, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Sesungguhnya kamu dan apa yang kau sembah selain Allah adalah makanan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya”.

 

Adapun sebab kenapa batu-batuan itu digunakan untuk menyiksa mereka, tidak lain adalah agar para penyembah berhala itu mengerti benar bahwa patung-patung itu tidak patut mereka sembah, dan agar mereka tahu betapa hina dan rendahnya benda-benda tersebut setelah mereka dahulu meyakini kemuliaan dan keagungan benda-benda itu. Dan dimasukkannya patung-patung berhala itu ke dalam neraka bukan untuk menyiksa mereka, namun sebagai alat penyiksa bagi orang-orang kafir. Sebab benda-benda yang digunakan untuk menyiksa memang tidaklah disiksa, sebagaimana firman Allah:

 

Artinya : “Pada hari dipanaskannya emas-perak itu dalam neraka Jahannam, lalu gibakarlah dengannya dahi-dahi mereka….”.

 

Harta itu dimasukkan ke dalam neraka Jahannam adalah sebagai alat penyiksa bagi orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Penyiksaan itu dilakukan terhadap pemilik harta, dan bukan terhadap harta itu sendiri”. (Dari tafsir An Nasafi) Cerita:

 

Dahulu, apabila Nabi Zakariya as. sedang duduk memberikan pelajaran, Beliau menoleh ke kanan dan ke kiri lebih dahulu untuk melihat apakah putranya hadir di situ. Jika Beliau tidak melihat putranya, Nabi Yahya as., barulah Beliau mengemukakan ayat-ayat azab. Tetapi jika Beliau melihat putranya, maka Beliau sama sekali tidak menyebutkan ayat-ayat azab, karena merasa kasihan kepada putranya itu, sebab Nabi Yahya tidak tahan bila mendengar tentang neraka.

 

Suatu hari, Nabi Zakariya duduk untuk memberikan pelajaran. Lalu Beliau memandang ke arah kaumnya. Oleh karena banyaknya yang hadir, Beliau tidak melihat putranya di sana, padahal Nabi Yahya berada di tengah-tengah kerumunan orang banyak sambil menutupi kepalanya dengan bajunya. Kemudian Nabi Zakariya menyampaikan beberapa ayat tentang neraka sambil menangis, sabdanya : “Jibril as. berkata kepadaku, bahwa di alam neraka Jahannam ada sebuah gunung, namanya gunung Sakran. Di kaki gunung tersebut ada sebuah lembah yang disebut lembah Ghadban. Lembah itu diciptakan dari kemurkaan Allah Yang Maha Rahman. Di lembah itu terdapat beberapa sumur api, tiaptiap sumur dalamnya sejauh perjalanan dua ratus tahun. Di dalam sumur itu terdapat petipeti yang terbuat dari api, dan di dalamnya terdapat rantai-rantai dan belenggu-belenggu”.

 

Mendengar cerita itu, Nabi Yahya bangkit lalu keluar sambil mengaduh : “Aduh, Sakran… Aduh, Ghadbaan!”. Maka melompatlah Nabi Zakariya, lalu bersama istrinya Belilau keluar membuntuti putranya itu. Tetapi ternyata Nabi Yahya sudah tidak ada lagi. Kedua orang suami istri itu kemudian melihat seorang pengembala, maka mereka lalu bertanya : “Apakah engkau melihat seorang pemuda dengan ciri-ciri begini-begini?”.

 

“Barangkali Tuan sedang mencari Yahya?”. Pengembala itu balik bertanya.

 

“Benar”, Jawab kedua orang suami istri itu.

 

“Dia saya tinggal di sebuah pendakian”, kata pengembala itu.

 

“Dia mengoceh : “Saya tidak akan makan apa pun dan tidak akan minum apa pun, sampai saya tahu, apakah tempat tinggalku kelak di surga atau di neraka?”.

 

Akhirnya mereka temukan juga putranya itu yang ketika itu sedang berdoa, lalu ibunya berseru : “Anakku, demi kepedihan yang aku derita pada saat aku mengandungmu di dalam perutku sekian lama dan menyusui engkau dari tetekku sekian lama. Kemarilah, marilah pulang bersama kami ke rumah”.

 

Nabi Yahya memenuhi ajakan ibunya lalu pulang ke rumah. Ayahnya berkata kepadanya : “Aku ingin kau tukar pakaianmu itu dengan jubah ini!” Nabi Yahya menurut.

 

Sementara itu, ibunya memasakkan untuknya gulai dari adas, dan dia pun mau makan, lalu dia merasa kantuk dan tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi, ada yang berseru kepadanya : “Hai Yahya, rupanya telah engkau peroleh negeri yang lebih baik dari negeriku, dan lingkungan yang lebih baik dari lingkunganku”.

 

Nabi Yahya bangun dengan terperanjat, lalu dia menangis dan berkata : “Kembalikanlah bajuku yang lama, dan ambillah jubah kalian ini. Saya tahu kalian menghendaki kehancuranku”.

 

Maka berkatalah Nabi Zakariya as. : “Biarkanlah anakku berbuat sesuka hatinya. Semoga dia selamat dari neraka”.

 

Ketika ibadat Nabi Yahya telah demikian tekunnya, maka Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Zakariya as. “Sesungguhnya Aku benar-benar telah mengharamkan neraka untukmu sekalian”.

 

Maka hati merekapun menjadi tentram, dan bertambah tekunlah mereka beribadat kepada Allah Taala, sebagaimana firman Aliah Taala tentang mereka :

 

Artinya : “Sesungguhnya mereka (keluarga Zakariya) adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (Dzukhratul Abidin)

 

Diriwayatkan dalam sebuah khabar, bahwa Allah Taala telah mengutus malaikat Jibril as. kepada malaikat Malik, juru kunci neraka Jahannam, untuk mengambil api yang akan diberikannya kepada Nabi Adam as. Untuk memasak makanan. Maka berkatalah Malik as. : “Hai Jibril, berapa besar api yang Anda kehendaki?”.

 

“Kira-kira sebesar buah kurma “, jawab Jibril.

 

Malik berkata : “Kalau aku berikan seperti yang Anda kehendaki itu niscaya akan melelehlah semua langit yang tujuh dan bumi yang tujuh, karena panasnya”.

 

“Bagaimana kalau separuhnya?”, tanya Jibril.

 

Malik menjawab : “Kalau aku berikan kepadamu seperti apa yang Anda kehendaki itu, niscaya tidak akan turun hujan dari langit barang setetes pun, dan tidak akan tumbuh tanam-tanaman sejumput pun di muka bumi”.

 

Kemudian Jibril as. berseru : “Ilahi, seberapakah api yang mesti aku ambil?”.

 

Allah Taala berfirman : “Ambillah api itu sebesar atom”.

 

Maka diambillah api itu oleh Jibril sebesar atom, kemudian dicucinya dalam tujuh puluh sungai di antara sungai-sungai di dalam surga sampai tujuh puluh kali. Kemudian barulah api itu diserahkannya kepada Nabi Adam as. Jibril meletakkan api itu di atas sebuah gunung yang tinggi, maka melelehlah gunung itu, sedang api itu dikembalikan lagi ke tempatnya semula, yang tinggal hanya asapnya saja, terdapat di dalam batu-batuan hingga sekarang. Jadi api kita di dunia ini adalah dari asap api neraka yang sebesar atom itu. Maka renungkanlah, wahai saudaraku!. (Daqoiqul Akhbar)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan azabnya ialah orang yang disiksa dengan memakai dua terompah api, yang karenanya mendidihlah otaknya seolah-olah periuk yang terletak di atas bara api. Dari otak itu api menyala berkobarkobar, lalu keluarlah isi perutnya dari dua telapak kakinya. Orang itu mengira bahwa dialah penghuni neraka yang paling berat siksanya, padahal dia termasuk orang yang paling ringan azabnya di antara penghuni neraka yang lain. (Daqoiqul Akhbar)

 

Diceritakan dari Manshur bin Ammar, katanya :

 

“Pada suatu malam yang sangat gelap, saya meronda di satu jalan di kota Kufah.

 

Lantas saya mendengar suara dari dalam salah satu rumah di sana. Suara itu mengatakan : “Ilahi, demi kemuliaan dan keagungan-Mu, janganlah kiranya Engkau melihat kepada perbuatan maksiatku. Ampunilah dosaku dan terimalah uzurku. Jika tidak Engkau terima uzurku, maka betapa akan jadinya keadaanku”. Ketika saya dengar ucapannya itu maka saya pun membacakan ayat azab yang berbunyi :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari neraka… dst.”

 

Tiba-tiba saya dengar suara dan gerakan yang keras, kemudian gerakan itu diam, lalu tidak terdengar lagi olehku suara kehidupan. Maka saya pun pergi meninggalkan tempat itu.

 

Keesokan harinya, saya kembali ke jalan yang saya datangi semalam. Saya lihat orang-orang di tempat itu sedang menangis, dan tampak seorang perempuan tua yang juga sedang menangis. Perempuan tua itu berkata : “Semoga Allah tidak membalas kebaikan kepada pembunuh anakku ini, yaitu orang yang membaca ayat azab, padahal anakku ini sedang berdiri salat di dalam mihrabnya. Ketika anakku mendengar ayat itu, hatinya tidak tahan hingga dia menjerit dan akhirnya tersungkur mati”.

 

Mendengar perkataan perempuan tua itu, saya menjadi sedih. Malamnya saya mimpi melihat orang itu sedang berada di tempat yang tinggi, lalu saya berkata kepadanya : “Apa yang telah Allah lakukan terhadapmu?”

 

Dia menjawab : “Allah telah memperlakukan aku seperti yang Dia perlakukan terhadap para syuhada Uhud dan Badr”.

 

“Kenapa begitu?”. Tanya saya.

 

Dia menjelaskan :”Karena mereka telah terbunuh oleh pedang orang-orang kafir, sedang saya telah terbunuh oleh pedang Allah. Penguasa Yang Maha Pengampun”. (Misykatul Anwar).

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Di dalam neraka terdapat ular-ular dan kala-kala yang besarnya seperti leher unta. Binatang-binatang itu menyengat seseorang di antara kamu dengan sengatan yang panasnya tetap terasa selama empat puluh tahun. (Dagoigul Akhbar)

 

Konon, ada seorang kakek berjalan di tepi sungai. Di sana dia melihat seorang anak kecil sedang berwudu sambil menangis. Si kakek bertanya : “Hai nak, kenapa kau menangis?”.

 

Anak kecil itu menjawab : “Saya pernah membaca ayat suci Alquran yang berbunyi : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri-diri kamu sekalian…!” dan seterusnya. Maka saya kuatir kalau-kalau saya nanti dijebloskan Allah ke dalam neraka”.

 

“Hai nak,”, ujar si kakek. “Engkau terpelihara, maka jangan takut, sungguh engkau tidak akan masuk neraka”.

 

Namun anak itu menyangkal, katanya : “Kek, kakek adalah seorang yang berakal. Tidakkah kakek perhatikan bahwa jika orang menyalakan api untuk keperluan mereka, pertama-tama yang mereka letakkan adalah kayu-kayu kecil untuk menyalakannya, baru kemudian kayu yang besar-besar”.

 

Maka kakek itu menangis keras sekali seraya berkata : “Sungguh, anak kecil ini lebih takut daripada kami terhadap neraka”.

 

Tetapi bagaimana dengan keadaan kita sendiri?. Pikirkanlah hai orang-orang yang berakal. Kenapa Anda tidak menangisi dirimu yang telah digadaikan untuk neraka, sedang maut telah merayapi leher Anda, kubur adalah tempat tinggal Anda, kiamat adalah tempat pemberhentian Anda, musuh-musuh Anda kuat-kuat, sedang hakimnya adalah Allah yang Mahakuasa, penyerunya adalah Jibril, sedangkan sipir-sipirnya adalah Zabaniyah. Terhadap sengatan panas matahari saja Anda sudah tidak tahan, maka betapa pula Anda akan tahan terhadap sengatan ular-ular dan kala-kala?. (Jami’ul Jawami’).

 

Diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Pada malam mikraj, aku mendengar suara desingan, lalu aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, suara apakah ini?” Jibril menjawab : “Itu adalah batu yang telah dilemparkan ke dalam neraka Sa’ir sejak tujuh puluh tahun yang silam, dan sekarang baru sampai ke dasar nereka itu”.

 

Sama seperti kata Abu Hurairah ra. : “Kami pernah bersama-sama Rasulullah saw. Sekonyong-konyong kami mendengar suara dentuman yang sangat dahsyat dan keras. Lalu Rasulullah bertanya : “Tahukah kalian, suara apakah itu?”. Kami menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahuinya”. Beliau menjelaskan : “Itu adalah suara batu yang dikirim ke neraka Jahannam sejak tujuh puluh tahun yang silam, dan baru sekarang sampai di dasarnya”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Dan diceritakan, bahwa seorang abid beribadat kepada Allah Taala sekian lama, kemudian pada suatu hari, dia berwudu lalu salat dua rakaat. Usai salat, dia menengadahkan tangannya berdoa : “Ya Tuhan kami, terimalah amal dari kami ini”.

 

Lalu terdengar seruan dari pihak Allah Yang Maha Rahman : “Jangan bicara, hai terkutuk, sesungguhnya ketaatanmu ditolak”.

 

“Kenapa demikian, Ya Rabb?”, tanya si abid.

 

Penyeru itu menjawab : “Sesungguhnya istrimu telah melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan perintah-Ku, sedang engkau merelainya!”.

 

Maka pergilah abid itu menemui istrinya, kemudian ditanyakannya tentang hal itu, istrinya menjawab : “Saya telah pergi ke tempat mesum, lalu saya mendengarkan musik dan tidak salat”.

 

“Engkau saya ceraikan, dan aku tidak akan menerimamu lagi untuk selama-lamanya”. Tegas si abid dengan suara keras.

 

Abid itu lalu menceraikan istrinya. Setelah itu dia berwudu lagi dan kemudian salat dua rakaat. Kemudian ditengadahkan kepalanya seraya berdoa :”Ya Allah, terimalah amal dariku ini!”

 

Lalu terdengarlah seruan : “Sekarang Aku terima ketaatanmu!”. (Uyun).

 

Diriwayatkan dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : Nabi saw. bersabda : “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari sumur kesedihan!”. Ada yang bertanya : “Apakah sumur kesedihan itu?”. Beliau menjawab : “Itu adalah sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, yang neraka Jahannam itu sendiri mohon perlindungan daripadanya setiap hari sebanyak tujuh puluh kali, yang diperuntukkan Allah bagi para gari (pembaca) Alquran yang ingin dipuji orang (riya)”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Manshur bin Ammar berkata : “Saya dengar bahwa malaikat Malik, juru kunci neraka. memiliki tangan sebanyak bilangan penghuni neraka. Untuk tiap-tiap orang ada tangan yang akan membuatnya berdiri, duduk dan membelenggunya dengan rantai-rantai Apabila malaikat Malik memandang kepada neraka, maka neraka itu akan saling membakar antar sesamanya, Saking takutnya kepada malaikat Malik. Huruf-huruf dalam kalimat basmalah itu ada sembilan belas, dan jumlah malaikat Zabaniyah juga demikian.

 

Mereka dinamakan Zabaniyah, karena mereka bekerja dengan kaki-kaki mereka sebagaimana mereka bekerja dengan tangan-tangan mereka. Malaikat Zabaniyah dapat menyambar sepuluh ribu orang kafir dengan sebelah tangannya, dan sepuluh ribu dengan sebelah kakinya, dan sepuluh ribu dengan sebelah tangannya yang lain, dan sebanyak itu pula dengan sebelah kakinya yang lain. Jadi, empat puluh ribu orang kafir disiksanya sekaligus dengan kekuatan dan kekejaman yang ada padanya. Salah satu dari mereka adalah malaikat Malik, juru kunci neraka, itu sendiri, dan delapan belas malaikat lainnya serupa dengannya. Mereka adalah pemimpin-pemimpin para malaikat, yang. masingmasing membawahi malaikat-malaikat yang tidak terhitung jumlahnya, selain Allah Taala saja yang tahu. Mata mereka tajam laksana kilat menyambar, gigi mereka laksana putihnya tanduk lembu, dan bibir mereka menyentuh kaki-kaki mereka. Dari mulut-mulut mereka keluar kobaran api jarak antara kedua pundak mereka adalah seperti perjalanan satu tahun. Allah tidak menciptakan di dalam hati mereka perasaan belas kasih barang seberat atom pun. Salah satu dari mereka terjun ke dalam lautan api selama empat puluh tahun, namun api itu tidak mencelakannya, karena cahaya lebih hebat daripada panas api. Kita berlindung kepada Allah dari kehebatan api neraka.

Malaikat Malik berkata kepada malaikat Zabaniyah : “Lemparkan mereka ke dalam neraka!”.

Apabila malaikat-malaikat Zabaniyah itu melemparkan manusia ke dalam api, maka mereka berseru ramai-ramai : “Tidak ada Tuhan selain Allah”. Maka api itu tidak mau menyambar mereka.

“Hai api, sambar mereka!”, seru malaikat Malik.

Tetapi api menjawab : “Bagaimana aku mengambil mereka, sedang mereka mengucapkan: “Laa ilaaha illallaah”.

“Memang”, kata Malik, “Tetapi begitulah perintah Tuhan Pemilik Arsy yang agung”.

Maka api itu pun akhirnya mengambil mereka. Di antara mereka ada yang ditarik Sampai kepada kedua telapak kakinya, ada pula yang ditarik sampai kepada pusarnya, dan ada pula yang ditarik sampai kepada lehernya. Maka, apabila api telah menjerumuskan mereka hampir sampai ke wajah-wajah mereka, maka berkatalah malaikat Malik : “Jangan bakar wajah mereka, karena mereka sering bersujud kepada Tuhan Yang Maha Rahman, dan jangan bakar pula hati mereka, karena seringkali mereka kehausan oleh beratnya berpuasa di bulan Ramadan”. (Daqaiqul Akhbar).

68. PENJELASAN TENTANG TOBAT NASUHA

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat nasuha, mudah-mudahan Tuhanmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya, sedang cahaya memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, mereka berkata : “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”, (QS. At Tahrim : 8)

 

Tafsir : ‘

 

(.   ) Hai orang-orang yang beriman, bertobatiah kepada Allah dengan tobat nasuha, yang semurni-murninya. Kata nasuha ini adalah sifat dari orang yang bertobat itu, karena orang yang bertobat itu memurnikan jiwanya dengan tobatnya itu. Adapun kata tobat (.   ) disifati dengan nasuha (.    ) adalah sebagai mubalaghah, dengan cara menisbatkan kata sifat ini kepadanya secara majaz.

 

(.    ) Mudahmudahan Tuhanmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Kalimat ini menggunakan bentuk yang memberi harapan, yakni mengikuti kebiasaan raja-raja, dan agar dimengerti bahwa, pahala seperti itu adalah karunia, sedangkan tobat tidaklah memastikannya, dan bahwa seorang hamba seharusnya selalu bersikap antara takut dan harap.

 

(.    ) pada hari Allah tidak menghinakan nabi. Kalimat ini merupakan zorof dari kata liyudkhitakum (    ), sedang :

 

(.   ) dan orang-orang yang beriman bersamanya, diathafkan kepada annabiyya, sebagai pujian terhadap mereka dan sindiran terhadap orang yang menjauhi mereka.

 

Dan ada pula yang mengatakan, bahwa kalimat ini adalah mubtada, yang khabarnya adalah :

 

(.    ) sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan rnereka, yakni ketika berada di atas Shirat.

 

(.  ) Mereka berkata, ketika cahaya orang-orang munafik dipadamkan.

 

(.   ) Ya Tuhan kami, sempurnakaniah bagi kami cahaya kafni dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, cahaya mereka berbeda-beda menurut amal mereka masing-masing, lalu mereka meminta karunia agar cahaya tersebut disempurnakan. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku seratus kali pada hari Jumat, maka kelak pada hari kiamat dia akan datang disertai cahaya, yang seandainya cahaya itu dibagi-bagikan kepada makhluk-makhluk seluruhnya, niscaya mereka akan mendapatkan bagian semua”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Juga dari Nabi saw. :

 

Artinya : “Bertobat dari dosa ibarat sabun terhadap pakaian”.

 

Konon, kesempurnaan tobat itu akan tercapai dengan delapan perkara:

 

Pertama, menyesal atas dosa-dosa yang telah lalu.

Kedua, menunaikan kewajiban-kewajiban yang ditinggalkan (salat, puasa).

Ketiga, mengembalikan barang-barang yang telah diambil secara aniaya.

Keempat, meminta maaf kepada lawan

Kelima, bertekad tidak akan mengulangi lagi dosa-dosa yang pernah dilakukan.

Keenam, mendidik jiwa untuk taat kepada Allah sebagaimana Anda pemah mendidiknya untuk berbuat maksiat.

Ketujuh, merasakan pada jiwa pahitnya ketaatan sebagaimana Anda telah merasakan padanya manisnya perbuatan maksiat.

Kedelapan, memperbaiki makanan dan minuman (harus dari yang halai). (Mau’izhah). Diriwayatkan dari Abullah bin Mas’ud ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda : “Tahukah kalian, siapakah orang yang bertobat itu?”. Kami menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Beliau menjelaskan : “Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak mempelajari ilmu, maka dia bukan orang yang bertobat. Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak bertambah tekun ibadahnya, maka dia bukan Orang yang bertobat. Barangsiapa bertobat, sedang dia meridai lawan-lawannya, maka dia bukan orang yang bertobat.

 

Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak mengubah pakaian dan perhiasannya, maka dia bukan orang yang bertobat.

 

Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak mengganti kawan-kawannya, maka dia bukan orang yang bertobat.

 

Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak mengubah budi pekertinya, maka dia bukan orang yang bertobat.

 

Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak melipat kasur dan tikarnya (untuk beribadat di malam hari) maka dia bukan orang yang bertobat.

 

Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak mau bersedekah, yakni menyedekahkan kelebihan dari apa yang ada di tangannya, maka dia bukan orang yang bertobat.

 

Maka apabila semua pekerti tadi telah nyata dari seorang hamba, barulah dia menjadi orang yang benar-benar bertobat”.

 

Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Apabila seorang hamba berkata, “Aku takut pada neraka”, sedangkan dia tidak berhenti dari melakukan perbuatan dosa, maka di sisi Allah dia adalah seorang pendusta, bukan orang yang bertobat. Dan apabila seorang hamba mengatakan “Aku rindu pada surga”, namun dia tidak berbuat sesuatu untuknya, maka dia adalah seorang pendusta, bukan orang yang bertobat. Dan apabila seorang hamba berkata : Aku rindu untuk memeluk bidadari”, namun dia tidak memberi maskawin terlebih dahulu, maka dia adalah seorang pendusta, bukan orang yang bertobat. Sesungguhnya orang yang bertobat itu adalah kekasih Allah dan kekasih Rasul-Nya, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan orangorang yang mensucikan diri”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Tobat yang tulus itu ialah menyesal atas dosa-dosa yang lalu, berhenti seketika dari melakukan dosa-dosa itu, dan bertekad tidak akan mengulangi lagi dosa-dosa yang pernah dilakukan itu”.

 

Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya tobat…”

 

Maksudnya : kembali dari hal-hal yang dilarang.

 

Artinya : “Di sisi Allah…”.

 

Maksud ‘ala (     ) di sini bukan kewajiban, sebagaimana pendapat kaum Mu’tazilah. Karena tidak ada kewajiban atas Allah dalam segala hal. Tetapi artinya adalah ‘inda (    ) atau di sisi. ,

 

Artinya : “Adalah bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan…”. Yakni : berbuat maksiat.

 

Artinya : “Karena kejahilan (bodoh), yang kemudian mereka segera bertobat”.

 

Maksudnya : Dalam waktu yang dekat sebelum datang sakaratul maut.

 

Artinya : “Maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya”.

 

Maksudnya : Allah menerima tobatnya.

 

Karenanya, Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Orang yang bertobat dari dosa adalah seperti orang yang tidak berdosa”.

 

Artinya : “Dan Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijakana”

 

Maksudnya : Allah mengetahui orang yang benar-benar bertobat, dan memutuskan diterimanya tobat itu.

 

Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya Allah masih menerima tobat dari seorang hamba, selagi ruhnya belum mencapai tenggorokannya, sebelum tobatnya itu”. (Mashabih)

 

Jadi, sekalipun hampir mati, namun itu tidaklah menghalangi diterimanya tobat, selagi orang belum melihat hal-ihwal akhirat. Adapun di waktu itu, maka sudah tidak diterima lagi tobatnya orang yang suka menangguh-nangguhkan bertobat dan orang-orang munafik, sebagian tidak diterima lagi imannya orang yang kafir di kala dia sudah berputus asa, seperti iman Firaun ketika dia hampir ditelan lautan, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan tidaklah tobat itu…”

 

Maksudnya : Allah tidak menerima tobat.

 

Artinya : “Dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan-kejahatan…”.

 

Maksudnya : dosa-dosa (selain syirik) yang terus-terusan dilakukannya.

 

Artinya : “Yang hingga apabila datang maut kepada seseorang di antara mereka….”

 

Maksudnya : telah mengalami sakaratul maut, bukan sekedar tanda-tanda maut.

 

Karena, tobat itu masih diterima pada saat datangnya tanda-tanda maut, sebab di waktu itu seseorang belum melihat hal-ihwal akhirat. |

 

Artinya : “Barulah mengatakan : “Sesungguhnya saya bertobat sekarang…” dari dosa-dosaku.

 

Maksudnya : tobat di saat itu sudah tidak diterima lagi. Karena itu adalah waktu putus asa, bukan waktu memilih lagi.

 

Artinya : “Dan tidak pula dari orang-orang…”. Maksudnya : tidak pula diterima imannya orang-orang.

 

Artinya : “Yang mati sedang mereka dalam kekafiran”.

 

Sebagaimana tidak diterima iman mereka sesudah dibangkitkan atau selagi masih di dalam kubur.

 

Artinya : “Bagi orang-orang itu, Kami sediakan siksa yang pedih”.

 

Pengarang kitab Al Kasysyaf berkata : “Ayat ini menyamaratakan antara orang-orang yang menangguh-nangguhkan tobat mereka sampai datangnya ajal, dengan mereka yang mati dalam keadaan kafir, bahwa tobat mereka tidak diterima. Sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Binasalah orang yang menangguh-nangguhkan”.

 

Yakni, orang yang mengatakan, “kelak saya baru akan bertobat”. Dan seperti firman Allah Taala :

 

Artinya : “Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus-menerus”.

 

Maksudnya : dia hendak meneruskan dosanya dan menangguhkan tobatnya. Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seorang mukmin bertobat, maka Allah Taala mencatatkan baginya ibadat selama satu tahun untuk tiap-tiap hari yang dilaluinya ketika dia dalam kefasikannya, dan Allah memberikan kepadanya pahala orang yang mati syahid, dan pada hari kiamat kelak dia akan dimahkotai dengan seribu mahkota, dan di dalam kuburnya akan dibukakan baginya sebuah pintu yang menuju ke surga. Sedang pada hari kiamat, akan berdiri malaikat di sebelah kanannya dan malaikat di hadapannya, serta malaikat lagi di belakangnya, semuanya memberi kabar gembira kepadanya tentang surga”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seorang pemuda yang bertobat mati, maka Allah melepaskan siksaan dari kubur orang-orang Islam selama empat puluh tahun, berkat kemuliaan pemuda itu di sisi Allah”. (Khalishah).

 

Konon, sahabat Umar bin Khattab ra. pernah menemui Rasulullah saw. sambil menangis, lalu ditanya Nabi : “Kenapa kau menangis, hai Umar?”.

 

“Ya Rasulullah”, jawab Umar. “Sesungguhnya di pintu ada seorang pemuda. Tangisnya benar-benar telah membakar kaibuku”.

 

“Suruh dia masuk ke mari”, perintah Nabi saw.

 

Pemuda itu masih tetap menangis ketika Umar membawanya masuk menemui Rasulullah saw. Lantas Nabi bertanya kepadanya, mengapa dia menangis sampai demikian sedihnya. Pemuda itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya menangis karena dosa-dosaku yang sangat banyak, sedang saya takut kalau Tuhan Yang Mahakuasa murka kepadaku”.

 

“Apakah engkau menyekutukan Aliah dengan sesuatu?”, tanya Rasulullah.

 

“Tidak”, jawab pemuda itu.

 

“Apakah engkau telah membunuh orang tanpa hak?”, tanya Rasulullah pula.

 

“Tidak”, jawab pemuda itu.

 

Maka Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosamu, sekalipun sepenuh langit yang tujuh dan bumi yang tujuh”.

 

Namun pemuda itu berkata : “Ya Rasulullah, dosaku lebih besar daripada langit yang tujuh maupun gunung-gunung yang terpancang”.

 

Mendengar perkataan pemuda itu Nabi lalu bertanya : “Besar manakah dosamu dengan al Kursi?”.

 

“Dosa saya lebih besar”, sahut pemuda itu.

 

“Manakah yang lebih besar antara dosamu dan Arsy?”, tanya Nabi pula.

 

“Dosa saya lebih besar”, jawab pemuda itu.

 

“Besar manakah antara dosamu dengan Allah?”, tanya Nabi.

 

Maksudnya, ampunan Allah dan rahmat-Nya.

 

Pemuda itu menjawab : “Bahkan Allah-lah Yang Mahabesar lagi Mahaagung”.

 

Kemudian bersabdalah Nabi saw. : “Beritahukanlah kepadaku, apa dosamu itu!”.

 

“Saya malu kepada Baginda, Ya Rasulullah”, elak pemuda itu.

 

Maka Nabi lalu membesarkan hatinya, sabdanya : “Jangan malu kepadaku. Beritahukanlah kepadaku tentang dosamu itu!”.

 

“Ya Rasulullah”, akhirnya pemuda itu bertutur. “Sebenarnya saya adalah pencuri kain kafan, yang sudah saya lakoni sejak tujuh tahun yang silam. Sampai pada suatu hari, salah seorang gadis Ansar meninggal dunia. Kemudian saya gali kuburnya, dan saya keluarkan dia dari kafannya, lalu saya ambil kafannya dan pergi. Namun rupanya setan telah merasuki jiwa saya, hingga akhirnya saya kembali kepadanya, lalu saya setubuhi dia. Namun, tiba-tiba anak perempuan itu berkata « “Tidakkah engkau merasa malu terhadap persidangan Allah ketika Dia meletakkan Kursi-Nya untuk mengadili. Dia ambil hak orang yang teraniaya dari orang yang menganiayanya. Engkau benar-benar telah membiarkan aku telanjang di tengah-tengah barisan orang-orang mati, dan engkau biarkan aku berdiri di hadapan Allah dalam keadaan junub!”.

 

Mendengar penuturan pemuda itu, Rasulullah bangkit dengan cepat seraya berkata . “Hai manusia durhaka, enyalah dari hadapanku. Balasanmu tidak lain adalah neraka’”.

 

Maka dengan menangis dan mengaduh, pemuda itu pun keluar menuju padang pasir. Selama tujuh hari tujuh malam, dia tidak merasakan makanan, minuman dan tidak tidur sama sekali. Hingga akhirnya badannya menjadi lemah dan ia pun terkulai rebah di suatu tempat. Wajahnya dia sungkurkan ke atas tanah, bersujud sambil berdoa : “Ilahi, aku hamba-Mu yang penuh dosa dan salah. Aku telah datang ke pintu Rasul-Mu agar Beliau sudi memberi syafaat untukku di sisi-Mu. Namun, tatkala didengarnya betapa besar kesalahanku, maka Beliau lalu mengusirku dari pintunya, dan Beliau enyahkan aku dari sisinya. Hari ini, aku datang ke pintu-Mu, agar Engkau menjadi Pemberi Syafaat untukku di sisi kekasih-Mu, karena Engkaulah Tuhan Yang Maha Rahman kepada hamba-hambaMu. Tidak ada lagi harapanku kecuali hanya kepada-Mu. Jika tidak, maka kirimkantah api dari sisi-Mu, dan bakarlah aku dengannya selagi di dunia-Mu, sebelum Engkau membakarku di akhirat-Mu”.

 

Kemudian malaikat Jibril as. datang menemui Nabi saw., lalu berkata : “Ya Rasulullah, Allah berkirim salam kepadamu!””.

 

Nabi menjawab : “Dia-lah Assalam, dan dari-Nya Assalam, dan kepada-Nya kembali Assalam”.

 

Jibril berkata pula : “Allah Taala bertanya kepadamu : “Apakah engkau telah menciptakan hamba-hamba-Ku?”.

 

“Bahkan Dia-lah Yang telah menciptakan aku dan mereka”, jawab Nabi.

 

Jibril berkata : “Allah Taala bertanya : “Apakah engkau memberi rezeki kepada mereka?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Bahkan Dia-lah Yang telah memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadaku”.

 

Jibril bertaka : “Dia bertanya : “Apakah engkau yang menerima tobat mereka?”.

 

“Bahkan Dia-lah Yang menerima tobat mereka dan memaafkan kesalahan-kesalahan”, jawab Nabi.

 

“Allah Taala berfirman kepadamu”, kata Jibril. “Aku telah mengirimkan kepadamu salah seorang di antara hamba-hamba-Ku, dan dia telah menyatakan salah satu dari dosa-dosanya. Tetapi engkau telah berpaling darinya dengan sangat hanya lantaran satu dosa. Maka betapa akan jadinya orang-orang yang berdosa kelak, manakala mereka membawa dosa-dosa laksana gunung-gunung yang besar. Engkau adalah utusan-Ku. Aku utus engkau sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam, maka jadilah sebagai orang yang belas kasih terhadap orang-orang yang beriman, dan sebagai pemberi syafaat kepada mereka yang berdosa. Dan maafkanlah keterlanjuran hamba-Ku, sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni dosanya”.

 

Kemudian Rasulullah menyuruh beberapa sahabat untuk mencari pemuda itu. Mereka temukan pemuda itu dalam keadaan terkapar tak berdaya, lalu mereka beritahukan kepadanya kabar gembira tentang maaf dan ampunan dari Allah itu. Kemudian mereka bawa pemuda itu menghadap Rasulullah saw. Namun ketika tiba, mereka dapati Beliau sedang mengerjakan salat Magrib, maka mereka langsung ikut bermakmum kepada Beliau. Ketika Rasulullah selesai membaca surah Alfatihah, Beliau melanjutkannya dengan membaca surah At Takatsur, hingga akhirnya sampai kepada ayat :

 

Artinya : “Sampai kamu masuk kubur”.

 

Tiba-tiba pemuda itu menjerit keras, lalu jatuh tersungkur. Dan ketika salat itu telah selesai, mereka dapati pemuda itu sudah tidak bernyawa lagi dan telah pulang ke rahmatullah. Semoga Allah merahmatinya. (Misykatul Anwar).

 

Dirwayatkan dari Nabi saw., dari At Khalil as. bahwa pada suatu hari Al Khalil berkata : “Ya Kariimal ‘aftwi (Oh Tuhan Yang Maha Murah maaf-Nya)”.

 

Lalu Jibrit as. bertanya : “Tahukah Anda, apakah kemurahan maaf-Nya itu? ‘.

 

“Tidak”, jawab Al Khalil.

 

Jibril menjelaskan : “Apabila Dia memaafkan seseorang hamba, maka Dia tidak rela hanya begitu, sampai Dia ganti kesalahan-kesalahannya dengan kebaikan-kebaikan, sebagaimana firman-Nya yang berbunyi :

 

Artinya : “Maka mereka itu, diganti Allah kejahatan-kejahatan mereka dengan kebaikan-kebaikan”. (Naktah)

 

Konon, pada suatu hari sahabat Umar bin Khattab ra. pernah melewati suatu jalan di kota Madinah. Di tengah jalan, dia bertemu dengan seorang pemuda. Pemuda itu membawa sesuatu di balik bajunya. Lalu Umar bertanya kepadanya : “Hai anak muda, apa yang kau bawa di balik bajumu itu?”.

 

Pemuda itu sebenarnya membawa sebotol arak. Tetapi dia malu mengatakan itu arak. Lalu dalam hatinya dia bergumam : “Ilahi, jika Engkau tidak mempermalukan aku di hadapan Umar dan tidak Engkau perlihatkan aibku, serta Engkau rahasiakan aibku di hadapannya, maka aku berjanji tidak akan minum arak lagi selama-lamanya”. Kemudian dia menjawab dengan tenang : “Ya Amiril mukminin, yang saya bawa ini adalah cuka”.

 

“Coba perlihatkan padaku”. Pinta Umar.

 

Maka barang itu pun diperlihatkannya kepada Umar. Ketika Umar melihatnya, ternyata arak itu benar-benar telah berubah menjadi cuka murni.

 

Maka pahamilah wahai saudara, bahwa seorang makhluk yang bertobat lantaran takut kepada Umar, padahal Umar itu makhluk juga, namun Allah Taala mengubah araknya menjadi cuka. Apalagi jika seorang ahli maksiat yang telah banyak menimbun dosa, mau bertobat dari pekerjaan-pekerjaannya yang buruk lantaran takut kepada Allah Taala, niscaya Allah Taala akan menggantikan arak kesalahan-kesalahannya dengan cuka ketaatan-ketaatan-Nya. Itu bukanlah suatu hal yang aneh, karena kelembutan dan kermurahan-Nya, sebagaimana firman-Nya yang berbunyi :

 

Artinya : “Maka mereka itu, diganti Allah kejahatan-kejahatan mereka dengan kebajikan-kebajikan. Dan Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Dari Asaduddin)

 

Dalam hadis disebutkan :

 

Artinya : “Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata : “Saya telah melakukan kesalahan, Ya Rasulullah. Maka apa yang harus saya lakukan (supaya Selamat)?” Beliau menjawab : “Bertobatlah, sesungguhnya tobat itu mensucikan jiwa”.

(Demikianlah disebutkan dalam kitab Khalishatul Haqoiq)

69. PENJELASAN TENTANG TANDA-TANDA ORANG YANG BERUNTUNG DAN CELAKA

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Tiap-tiap diri merupakan rungguhan (borg) dikarenakan apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga. Mereka saling bertanya-tanya tentang orang-orang yang berdosa: “Apa yang memasukkan kamu ke dalam neraka Sagar?”. Mereka menjawab : “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak memberi makan orang yang miskin, dan kami tenggelam bersama orang-orang yang tenggelam, dan kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami yakin”. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberi syafaat”. (QS. Al Muddatsir : 38-48).

Tafsir :

(.   ) Tiap-tiap diri adalah rungguhan dikarenakan apa yang telah diperbuatnya, dirungguhkan di sisi Allah. Kata rahinah (.   ) adalah masdar seperti kata syatiimah (.   ). Diartikan sebagai maf’ul seperti halnya ar rahnu (yang dirungguhkan). Kalau kata ini sifat , tentu akan dikatakan rahiin (      ).

 

(.    ) kecuali golongan kanan. Karena mereka membebaskan leher mereka (diri mereka) dengan amal perbuatan yang baik. Dan ada pula yang mengatakan bahwa golongan kanan di sini artinya para malaikat atau anak-anak kecil.

 

(.   ) berada di dalam surga, yang tidak terhingga sifatnya. Kata-kata ini adalah hal dari kata-kata ash-haabul yamiin (       ), atau hal dari dhamir hum yang terdapat pada firman Allah selanjutnya:

 

(.    ) mereka saling bertanya tentang orang-orang yang berdosa. Maksudnya, sebagian mereka bertanya kepada sebagian yang lain. Atau, mereka bertanya kepada orang lain tentang keadaan orang-orang yang berdosa itu. seperti perkataan

 

“tawaa’adnaahu” (.   ) yang sama artinya dengan “waa’adnaahu” (.     ).

 

Sedang firman-Nya :

 

Apakah yang memasukkan kamu ke dalam neraka Sagar?, beserta jawabannya, adalah cerita tentang dialog yang terjadi antara orang-orang yang bertanya itu dengan orang-orang yang berdosa, yang menjawab pertanyaan tersebut.

 

(.   ) Mereka menjawab : “Kami dahulu tidak termasuk orang yang mengerjakan salat. Maksudnya, salat wajib.

 

(.   ) dan kami tidak memberi makan kepada orang miskin, yang wajib diberi.

 

Firman Allah ini memuat dalil bahwa orang-orang kafir pun terkena khitab tentang cabang-cabang agama.

 

(.     ) dan kami tenggelam bersama orang-orang yang tenggelam. Kami menjerumuskan diri ke dalam kebatilan bersama orang-orang yang menjerumuskan diri ke sana.

 

(.    ) dan kami mendustakan hari pembalasan. Kalimat ini disebutkan belakangan karena sangat pentingnya. Maksudnya : di samping itu semua, kami juga mendustakan tibanya hari kiamat.

 

(.    ) sehingga datang kepada kami yakin, kematian dan pendahulu-pendahulunya.

 

(.    ) Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat orang-orang yang memberi syafaat. Seandainya orang-orang itu semua memberi syafaat kepada mereka. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaat Baginda pada hari kiamat?”. Jawab Beliau : “Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari kiamat kelak ialah orang yang mengucapkan : “Iaa ilaaha illallaah” (tidak ada tuhan selain Allah) dengan tulus dari lubuk hatinya”.

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mengucapkan “Laa ilaaha Illallaah” secara tulus maka dia akan masuk surga. Seseorang bertanya : Ya, Rasulullah, bagaimana cara agar bisa tulus?. Beliau menjawab : (Hendaknya kalimat itu) mencegahnya dari hal-hal yang diharamkan Allah Taala”. (Tadzkiratul Qurthubi)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila Allah Taala telah mengumpulkan semua makhluk pada hari kia, nat, maka ja mengizinkan umat Muhammad saw. untuk bersujud. Maka mereka pun Sujud, Di dalam sujud itu mereka mengucapkan tasbih agak lama, kemudian dikatakan :

 

“Angkatlah kepalamu sekalian, sesungguhnya Kami telah menjadikan musuh-musuhmu sebagai penebusmu dari neraka”. Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya umat ini menjadi rungguhan dari siksanya karena perbuatan tangan-tangan mereka. Maka apabila telah tiba hari kiarnat, Allah memberikan seorang musyrik kepada seorang muslim, lalu dikatakan : Ini penebusmu dari neraka”. (HR. Muslim).

 

Dan dari Abu Bardah, katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila tiba hari kiamat, Allah memberikan seorang Yahudi atau Nasrani kepada setiap muslim, seraya berfirman : “Inilah tebusanmu dari neraka”.

 

Dan menurut riwayat lain :

 

Artinya : “Tidaklah mati seorang muslim, melainkan Allah telah memasukkan pada tempatnya di neraka seorang Yahudi atau Nasrani”. Alhadis (Tadzkiratul Qurthubi)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Zuhud terhadap dunia itu memberi keringanan pada hati dan jasad, dan cinta kepadanya itu mermayahkan hati dan badan”. (Tarekat Muhammadiyah)

 

Abu Yazid Al Busthami berkata : “Saya tidak permah dikalahkan kecuali oleh seorang laki-iaki dari Balkan. Dia datang kepada kami lalu bertanya kepadaku : “Hai Abu Yazid, bagaimana batasan zuhud menurut Anda?”.

 

Abu Yazid menjawab : “Apabila ada kami makan, dan apabila tidak ada kami bersabar”.

 

Laki-laki itu berkata : “Kelakuan seperti itu dilakukan oleh anjing-anjing di Balkan”.

 

“Jadi bagaimana batasan zuhud menurut Anda?”. Tanyaku.

 

Orang itu menjawab : “Apabila tidak ada kami bersabar, dan apabila ada kami dahulukan orang lain”. (Misykatul Qulub)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa sibuk mencari yang halal, maka dosa-dosanya akan diampuni”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari barang yang haram, gan nerakalah tempat yang layak untuknya”. (Mikasyafatul Qulub).

 

Ketahuilah, bahwa tanda su’ud (bahagia) itu ada sebelas :

 

Pertama, zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat.

Kedua, selalu ingin beribadat dan membaca Alquran.

Ketiga, sedikit bicara tentang hal yang tidak perlu.

Keempat, senantiasa memelihara salat yang lima waktu.

Kelima, bersikap wara terhadap barang haram atau syubhat, sedikit atau banyak.

Keenam, bersahabat hanya dengan orang yang baik-baik.

Ketujuh, berlaku tawadhu (rendah hati) tidak sombong.

Kedelapan, dermawan lagi pemurah.

Kesembilan, belas-kasih terhadap sesama makhluk Allah.

Kesepuluh, menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama makhluk.

Kesebelas, banyak mengingat mati. (Tanbihul Ghafilin)

 

Adapun tanda-tanda syaga (celaka) itu juga ada sebelas :

 

Pertama, rakus mengumpulkan harta.

Kedua, keinginannya hanya memperturutkan hawa nafsu dan kelezatan-kelezatan dunia saja.

Ketiga, suka berbicara kotor dan menggunjing orang.

Keempat, meremehkan salat lima waktu.

Kelima, bersahabat dengan orang-orang yang durhaka.

Keenam, berakhiak buruk.

Ketujuh, bersikap congkak lagi sombong.

Kedelapan, menolak manfaat dari sesama manusia.

Kesembilan, sedikit belas kasihnya terhadap orang-orang yang ber-iman.

Kesepuluh, kikir.

Kesebelas, tidak ingat mati.

 

Yakni, bahwa apabila seseorang ingat akan mati, maka dia tidak akan menolak memberi makan dan belas kasih terhadap sesama muslim, baik laki-laki maupun perempuan. (Tanbihul Ghafilin)

 

Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tanda syagawah (nasib celaka) itu ada empat :

 

(1) Tidak mengingat dosa-dosa yang telah lalu, padahal dosa-dosa itu tersimpan di Sisi Allah.

(2) Menyebut-nyebut kebaikan yang telah lalu, padahal dia tidak tahu, kebaikan-kebaikan itu diterima atau tidak.

(3) Memandang orang yang lebih sukses dalam urusan dunia, dan

(4) Memandang orang yang lebih rendah dalam urusan agama. Allah Taala berfirman : “Aku menghendaki kamu, tetapi kamu tidak menghendaki Aku, maka Aku pun meninggalkan kamu”. (Minhajul Muta’allim)

 

Diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Siapa saja di antara orang Islam yang memberi pakaian kepada orang Islam lainnya yang tidak berpakaian, maka Allah akan memberinya pakaian hijau di dalam surga. Dan siapa saja di antara orang Islam yang memberi makan kepada orang Islam lainnya yang sedang kelaparan, maka Allah akan memberinya makan dari buah-buahan surga. Dan siapa saja di antara orang Islam yang memberi minum kepada orang Islam lainnya, maka Allah akan memberinya minum dari arak murni yang dilak”. (Mashabih)

 

Konon, ada seorang abid di kalangan Bani Israel. Pada malam hari, dia beribadat kepada Allah Taala, dan siangnya dia menjual barang-barang dagangannya kepada orang banyak. Dia selalu berkata kepada dirinya : “Hai diriku , takutlah engkau kepada Allah Taala!”.

 

Pada suatu hari, ketika dia keluar dari rumahnya untuk menjual dagangannya, dan tiba di pintu rumah seorang bangsawan sambil menjajakan barang dagangannya. Istri bangsawan itu melihat ada seorang pedagang yang sangat tampan, yang belum pernah dilihatnya laki-laki setampan itu, maka hati wanita itu tertarik kepadanya. Pedagang itu dipanggilnya masuk ke rumahnya, lalu dia berkata : “Hai pedagang, aku sungguh senang kepadamu. Aku memiliki banyak harta dan pakaian sutera. Tinggalkanlah daganganmu yang sedikit itu, tukarlah pakaianmu dan kenakanlah pakaian sutera ini, lalu ambillah harta yang banyak itu”.

 

Hati laki-laki itu tertarik kepada ucapan wanita tersebut, tetapi kemudian dia berkata kepada dirinya : “Hai diriku, takutlah engkau kepada Allah”. Lalu dia berkata kepada wanita itu : “Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam”.

 

Wanita itu berkata : “Demi Allah, aku tidak akan membukakan pintu sampai engkau serahkan dirimu kepadaku!”.

 

Pedagang itu kembali berkata kepada dirinya :”Hai diriku, takutlah kepada Allah”. Kemudian dia berpikir sesaat, bagaimana cara melepaskan diri dari jerat wanita itu. Akhirnya dia berkata : “Hai istri bangsawan, berilah aku tangguh sampai aku berwudu lalu salaf dua rakaat”.

 

Lantas laki-laki itu berwudu, lalu naik ke atas loteng dan salat dua rakaat di sana. Selesai salat, dia memandang ke bawah, dilihatnya tanah sangat jauh di bawahnya, kira-kira dua puluh hasta. Kemudian dipusatkannya pandangannya ke langit, lalu sambil menangis, dia bermunajat kepada Tuhannya, katanya : “Aku telah beribadat kepada-Mu sejak tujuh puluh tahun yang lalu, selamatkanlah aku dari kejahatan wanita ini. Kalau tidak, niscaya aku akan datang kepada-Mu bersama dia”.

 

Kemudian dia berkata kembali kepada dirinya : “Hai diriku, takutlah kepada Allah!. Hai diriku, takutlah kepada Allah!”, sambil terus mengucapkan kata-kata itu, dia lalu menerjunkan diri dari atas loteng itu.

 

Maka Allah Taala berfirman kepada malaikat Jibril : “Tangkaplah tangan hamba-Ku itu sebelum dia mencapai tanah. Karena dia melemparkan dirinya lantaran takut akan siksa-Ku”.

 

Dengan cepat Jibril turun lalu menangkap tangan orang itu sebelum dia jatuh ke tanah, ibarat seorang ibu yang memegang tangan anaknya, lalu didudukkannya di atas tanah seperti hinggapnya seekor burung. Maka pulanglah pedagang itu ke rumahnya, selamat dari kejahatan istri bangsawan itu. Dia merasa gembira atas keselamatannya itu. Kemudian dia temui keluarganya dalam keadaan sangat lapar, sambil menangis dan bersedih. Lalu dia duduk di sisi istrinya. Kemudian seorang laki-laki tetangganya datang ke rumahnya untuk meminjam roti kepadanya.

 

“Demi Allah, kami tidak memiliki roti sama sekali sejak beberapa hari ini”, kata abid itu. “Tetapi kalau Anda mau, silahkan lihat sendiri di dapur itu”.

 

Maka tetangga yang akan berhutang roti tadi pergi ke dapur untuk melihat, dan ternyata di sana, dia melihat roti yang sudah di masak. Lalu hal itu diberitahukannya kepada abid itu, maka mereka pun lalu menyantap roti bersama-sama. Istri abid itu merasa heran dengan kejadian itu, lantas dia bertanya kepada suaminya : “Keramat ini adalah darimu, bukan dariku, apa rahasianya?”.

 

Maka abid itu lalu menceritakan kepada istrinya rahasianya. Istrinya bersyukur kepada Allah sebanyak-banyaknya. Sebagaimana difirmankan Allah :

 

Artinya : “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan-baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. (Zubdatul Wa’izhin) —

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Apabila telah tiba hari kiamat, sedang manusia, jin dan malaikat telah bangkit kembali berbaris-baris. Maka datanglah anak-anak orang Islam, mereka membentuk suatu barisan. Dan saat itulah Allah Taala berfirman kepada malaikat Jibril as. : “Pergilah dan masukkanlah anakanak orang Islam itu ke dalam surga!”.

 

Maka anak-anak itu pun dibawa menuju ke surga. Di pintu surga, mereka berhenti, lalu bertanya : “Mana ayah dan ibu kami?. Masuk surga tanpa bersama ayah-ayah dan Ibu-ibu kami, sungguh tidak pantas bagi kami.

 

Para malaikat menjawab : “Sesungguhnya ayah-ayah dan ibu-ibu kalian itu tidak saMa seperti kalian. Karena mereka telah durhaka kepada Tuhan, dan mengikuti hawa nafSu Serta setan-setan mereka, karenanya mereka harus masuk neraka”.

 

Ketika anak-anak itu mendengar perkataan malaikat itu, mereka lalu menjerit keras Sekali, kemudian menangis meraung-raung. Dan pada saat itulah Allah Yang Maha tinggi, Mahatahu lagi Mahateliti pengetahuan-Nya berfirman : “Hai Jibril, suara jertan apakah Itu?”

 

Jibril menjawab : “Ini adalah jeritan anak-anak orang Islam. Mereka berkata, “Kami tidak perlu surga, dan kami tidak akan bisa menikmati kelezatan-kelezatan surga tanpa ayah-ayah dan ibu-ibu kami. Kami berharap agar Allah Taala berkenan memaafkan dan memberikan dosa-dosa mereka kepada kami, lalu memasukkan mereka bersama kami ke dalam surga. Kalau tidak, maka masukkanlah kami bersama-sama mereka ke dalam neraka”.

 

Pada saat itulah Allah Taala berfirman kepada Jibril : “Pergilah dan ambillah ayahayah dan ibu-ibu mereka di mana pun mereka berada, lalu serahkan mereka kepada anak-anak mereka. Karena sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni doa-dosa mereka dengan syafaat anak-anak mereka. Dan masukkanlah mereka bersama anakanak mereka masing-masing ke dalam surga”.

 

Ketika anak-anak itu mendengar firman Allah Taala itu, maka mereka pun bergemabira ria dan bersuka cita, lalu mereka menemui ayah dan ibu mereka masing-masing Kemudian mereka bimbing tangan ayah dan ibu mereka masuk surga bersama-sama”. (Demikian intisari hadis).

 

Ibnul Mubarak, rahimahullah, menuturkan dari Abu Saleh Alkalabi, rahimahullah bahwa dalam mengomentari firman Allah :

 

Artinya : “Allah akan membalas mengolok-olok mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka”.

 

Abu Saleh berkata : “Bahwa Allah berfirman kepada penghuni neraka ketika mereka telah berada di dalam neraka, “Keluarlah kamu”. Lalu dibukakanlah bagi mereka pintupintu neraka itu. Ketika mereka melihat pintu-pintu itu terbuka, maka dengan cepat mereka berlari menuju ke pintu-pintu itu hendak keluar. Sementara itu, orang-orang mukmin melihat mereka dari atas dipan-dipan masing-masing. Ketika orang-orang kafir itu telah hampir sampai di pintu-pintu tersebut, maka pintu-pintu itu seketika tertutup kembali terhadap mereka. Itulah makna dari firman Allah yang artinya : (Allah akan membalas mengolok-olok mereka…dst).

 

Sedangkan orang-orang mukmin, ketika melihat pintu-pintu itu tertutup kembali terhadap orang-orang kafir itu, maka mereka pun menertawakan orang-orang kafir itu. Itulah makna dari firman Allah Taala yang artinya : (Maka pada hari ini orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang yang kafir, mereka duduk di atas dipandipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran atas apa yang dahulu mereka kerjakan)”.

 

Ibnul Mubarak rahimahullah telah berkata juga : “Muhammad bin Basyar telah memberitahukan kepada kami, dari Gatadah, mengenai firman Allah Taala yang artinya: (Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang yang kafir…dst), dia berkata : “Disebutkan kepada kami bahwa Ka’ab mengatakan : “Sesungguhnya di antara surga dan neraka terdapat jendela-jendela. Maka apabila seorang mukmin ingin melihat kepada musuhnya semasa di dunia, dia dapat melihat kepadanya dari jendela tersebut, sebagaimana firman Allah Taala dalam ayat lain yang berbunyi :

 

Artinya : “Maka dia meniliknya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala”.

 

Katanya pula : “Ka’ab menceritakan kepada kami bahwa, orang mukmin itu menilik, jalu dia melihat tengkorak orang-orang itu sedang digodok hingga mendidih”. (Tadzkiran Qurthubi)

 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Darda ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Para penghuni neraka itu dikuasai oleh perasaan lapar, dan siksaan lapal itu lebih berat mereka rasakan dibandingkan dengan siksaan-siksaan yang lain. Lalu me” nangislah mereka minta makan. Oleh malaikat Zabaniyah, mereka diberi makan Dhari, yaitu sejenis rumput berduri di padang belantara, yang bila termakan oleh unta maka akar berhenti di kerongkongannya sampai mati. Apabila penghuni neraka itu makan rumput perduri tadi, maka rumput itu berhenti pada kerongkongan mereka, lalu mereka minta air, maka mereka diberi Minum air hamim (yang sangat mendidih). Tatkala air itu mereka dekatkan ke mulut-mulut mereka, maka rontoklah daging wajah mereka menjatuhi minuman itu, saking panasnya air tersebut. Dan apabila mereka meminumnya juga, maka melelehkan usus-usus di dalam perut mereka. Mereka memandang dan menghiba-hiba kepada para malaikat Zabaniyah, lalu para malaikat itu berkata kepada mereka : “Tidakkah datang kepadamu seorang pemberi peringatan di dunia dahulu?”.

 

Para penghuni neraka itu menjawab : “Memang pernah datang, namun kami tidak mau mendengarkan perkataan para rasul itu, dan tidak pula membenarkan mereka”.

 

Maka para malaikat itu berkata : “Sekarang sudah tiada berguna lagi penyesalan dan tadharru kalian”.

 

Kemudian mereka menghiba-hiba kepada malaikat Malik, juru kunci neraka. Namun malaikat Malik tidak sudi menjawab perkataan mereka dan membiarkan mereka selama seribu tahun. Maka apabila telah genap seribu tahun, berkatalah malaikat Malik kepada mereka : “Kamu akan tetap tinggal di neraka ini!”.

 

Akhirnya mereka berhiba-hiba kepada Allah Taala, dengan berkata : “Oh Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, yang telah ditetapkan atas kami, karenanya kami tidak mengikuti petunjuk, dan kami adalah orang-orang yang sesat dari petunjuk. Oh Tuhan kami, keluarkanlah kami dari neraka, maka jika kami kembali melakukan kedurhakaan yang tidak Engkau sukai, maka sesungguhnya kami adalah tergolong orang-orang yang zalim”. Maksudnya : jika kami masih tetap melakukan kedurhakaan sesudah itu, maka masukkanlah kami kembali ke dalam neraka, dan siksalah kami dengan sejenis siksaan Jahannam.

 

Kemudian setelah lewat seribu tahun, barulah datang jawaban dari Allah Taala.

 

Artinya : “Allah berfirman : “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku”.

 

Maksudnya : Diamlah dalam neraka, dan jangan bicara dengan Aku tentang pencabutan siksa, karena sesungguhnya Aku tidak akan melepaskan siksaan itu darimu sekalian, sebab neraka bukan tempat meminta.

Maka sejak saat itu mereka menjadi putus asa dan benar-benar hina serta jauh dari rahmat Allah. Setelah itu mereka tidak mampu lagi berbicara, sedang suara mereka berubah menjadi seperti suara anjing, dan mereka tidak memperoleh kebaikan sama sekali, (Tafsir surah Yaasiin)

70. PENJELASAN TENTANG IHWAL NAFSU

 Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dia dahulukan dan apa yang dia tangguhkan. Bahkan manusia itu mengetahui dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”. (QS. Algiyamah : 13-14) Tafsir :

 (.    ) Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dia dahulukan dan apa yang dia tangguhkan. Perbuatan yang telah dia lakukan dan perbuatan yang dia tangguhkan lalu tidak dia kerjakan. Atau, perbuatan yang dia”lakukan terlebih dahulu dan perbuatan yang dia akhirkan, berupa tradisi yang baik atau yang buruk yang dia lakukan sesudah itu. Atau, sedekah harta yang dia dahulukan dan yang dia tang-guhkan. Atau, permulaan amal dan akhirnya.

 

(.    ) Bahkan manusia itu mengetahui dirinya sendiri, menjadi hujjah yang terang atas perbuatan-perbuatannya sendiri, karena dia menyaksikannya. Allah mensifati manusia dengan sifat melihat, sebagai majaz, yakni serupa mata yang me-lihat dari manusia itu sendiri, sehingga tidak perlu diberitahukan lagi.

 

(.   ) meskipun dia mengemukakan alasan-alasan. Meskipun dia mengemukakan segala alasan yang dapat dia kemukakan.

 

Kata ma’adzirah (.    ) ini adalah kata jamak dari mi’dzar (     ), yaitu udzur. Atau, kata jamak dari ma’dzirah (.   ) dengan tidak mengikuti kias, seperti halnya manaakir (.    ) jamak dari munkar (     ). Karena kias dari jamak ma’dzirah itu adalah ma’adzir (.    ). (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa merasa kesulitan memenuhi kebutuhannya, maka hendaklah dia memperbanyak pembacaan salawat untukku. Karena salawat itu mampu menyingkirkan kesedihan, kesusahan dan kesulitan, serta memperbanyak rezeki dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan”.

 

Pari sebagian orang saleh, dia berkata : “Saya bertetangga dengan seorang penulis, Kemudian dia meninggal dunia. Lalu saya bermimpi melihatnya, saya bertanya kepadanya: “Apa yang dilakukan Allah terhadapmu?”.

 

“Dia telah mengampuni saya”, jawabnya.

 

“Karena apa?”, tanya saya pula.

 

Dia menjawab : “Dahulu, apabila saya menulis nama Muhammad saw. dalam sebuah kitab, maka saya mengucapkan salawat untuk Beliau. Maka Tuhanku lalu memberiku apa yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas di dalam benak seseorang manusia”. (Dari kitab Dalailul Khairat)

 

Mengenai firman Allah Taala, yang artinya : “Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dia dahulukan dan apa yang dia tangguhkan”. Maksudnya adalah perbuatannya, yang tidak perlu diberitahu oleh orang lain, karena dia sendiri menjadi saksi atas dirinya sendiri. (Tafsir)

 

Ibnu Abbas ra., berkata : “Mizan (neraca pada hari kiamat) itu mempunyai dua piringan, yang satu di timur dan yang lain di barat”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Dua kalimat yang ringan (diucapkan) di lidah, namun berat (timbangannya) di Mizan, serta disukai oleh Allah Yang Maha Rahman, ialah : subhanallah wa bihamdihi, subhaanallaahil ‘azhim. (Bukhari)

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Barangsiapa membuat suatu tradisi yang baik (yakni dalam Islam) lalu menjadi panutan (dalam tradisi tersebut), maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang ikut mengamalkannya (yakni, siapa pun yang ikut melakukan tradisi itu Sepeninggal orang tersebut, maka pahalanya ditulis pula untuknya). Dan barangsiapa membuat suatu tradisi yang buruk, lalu dia menjadi panutan dalam tradisi tersebut, maka dia akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang ikut melakukannya. (yakni, siapa pun yang melakukan tradisi tersebut sepeninggal orang itu, maka dosanya ditulis pula untuknya). (Bukhari) ‘

 

Dari sahabat Mu’az bin Jabal ra., katanya : “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser dari tempatnya, sehingga dia ditanya tentang empat perkara : (1) tentang umurnya untuk apa dia habiskan, (2) tentang jasadnya, untuk apa dia gunakan, (3) tentang ilmunya, amal apa yang telah dilakukannya dengannya, (4) dan tentang hartanya, lari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan. (Tanbihul Ghafilin)

 

Allah Taala berfirman di dalam surah Fusshilat :

 

Artinya : “Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, maka pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi (yang memojokkan) terhadap mereka atas apa yang telah mereka kerjakan”.

 

“Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, maka pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi (yang memojokkan) terhadap mereka atas apa yang telah mereka kerjakan”.

 

Kemudian mereka bertanya kepada kulit mereka : “Kenapa engkau menjadi saksi atasku?”. Kulit mereka menjawab : “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berbicara, telah menjadikan kami pandai pula berbicara. Dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.

 

Nabi Daud as. berkata : “Ya Rabb, aku ingin melihat Shirat (titian di atas neraka) dan Mizan (neraca amal manusia) selagi masih di dunia”.

 

Allah Taala berfirman : “Hai Daud, pergilah ke lembah anu!”.

 

Di sana, Allah menyingkapkan tabir hijab dari Daud, sehingga Beliau dapat menyaksikan Shirat dan Mizan seperti yang dituturkan dalam riwayat-riwayat. Maka menangislah Nabi Daud dengan hebat, lalu Beliau berkata : “Ilahi, siapakah di antara hamba-hambaMu yang akan mampu memenuhi piringan neraca itu dengan kebajikan-kebajikan?’.

 

Allah Taala menjawab : “Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, barangsiapa mengucapkan ‘aailaaha illallaah, muhammadur rasulullah’, satu kali dengan penuh keyakinan, maka dia akan mampu menyeberangi Shirat dengan cepat laksana kilat yang menyambar. Dan barangsiapa bersedekah dengan semisal kurna demi keridaan-Ku, maka dia akan mampu memenuhi Mizan, padahal Mizan itu lebih besar daripada gunung Oaf”. (Masyarigul Anwar)

 

Allah Taala berfirman dalam surah Yaasiin :

 

Artinya : “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati (yakni : orang-orang yang telah meninggal dunia ketika dibangkitkan di hari kiamat), dan Kami catat apa yang telah mereka kerjakan (perbuatan-perbuatan mereka yang baik-baik maupun yang burukburuk), dan jejak-jejak mereka (yakni : tradisi baik atau buruk yang telah mereka contohkan). .

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tanda syagawah (nasib buruk) itu ada empat : (1) tidak mengingat dosadosa yang telah lewat, padahal dosa-dosa itu tersimpan di sisi Allah, (2) suka menyebutnyebut kebaikan yang telah lalu, padahal dia tidak tahu, apakah kebaikan-kebaikan itu diterima atau ditolak, (3) dalam urusan dunia, dia memandang kepada orang yang lebih sukses. dan (4) dalam urusan agama, dia memandang kepada orang yang lebih rendah darinya Allah Taala berfirman : “Aku menghendaki dia tetapi dia tidak menghendaki Aku, maka Aku tinggalkan dia”. (Minhajul Muta’allim).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : Sesungguhnya sedekah seseorang satu dirham semasa hidupnya adalah lebih baik baginya daripada bersedekah seratus dirham di saat matinya”. (Mashabih)

 

Mengenai firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan Kami catat apa yang telah mereka kerjakan dan jejak-jejak merela”.

 

Maksud “jejak-jejak mereka”, dalam ayat di atas adalah langkah-langkah mereka menuju ke Masjid”.

 

Diriwayatkan dari Abu Said Alkhudri ra., katanya : “Banu Salamah pernah mengeluh tentang rumah-rumah mereka yang jauh dari masjid, lalu Allah menurunkan firman-Nya, yang artinya : (Dan Kami catat apa yang telah mereka kerjakan dan jejak-jejak mereka).

 

Dari sahabat Anas ra., katanya : “Banu Salamah ingin pindah ke dekat masjid, tetapi Rasulullah tidak suka kalau kota Madinah menjadi kosong. Lalu Beliau bersabda : “Hai Banu Salamah, tidak sukakah kalian dengan (pahala) langkah-langkahmu (menuju Masjid) itu?”. Maka mereka pun mau tinggal.

 

Dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Orang yang paling besar pahalanya di dalam salat ialah orang yang paling jauh berjalannya. Dan orang yang menunggu salat, sehingga dia melakukannya bersama imam adalah lebih besar pahalanya daripada orang yang salat (sendirian) terus tidur”,

 

Lanjutan firman Allah dalam surah Yaasin :

 

Artinya : “Dan segala sesuatu Kami kumpulkan (maksudnya : Kami simpan, Kami hitung dan Kami jelaskan) dalam Kitab Induk yang nyata (yaitu di Lauhul Mahfuz). (Tafsir a’alim)

 

Al Faqih Abul Laits berkata : “Kelak pada hari kiamat, ada empat golongan manusia yang didatangkan, lalu masing-masing mengemukakan alasan-alasan. Akan tetapi alasan-alasan mereka itu tidak ada yang diterima :

 

Yang pertama, orang kaya.

 

Dia mengemukakan alasan : “Sesungguhnya saya seorang kaya yang disibukkan Oleh tuntutan-tuntutan hartaku, sehingga saya tidak sempat mengabdi kepada-Mu”. Alasan mereka itu dipatahkan Allah dengan firman-Nya : “Sesungguhnya Sulaiman memiliki Wilayah dari timur ke barat, namun dia tidak durhaka kepada Tuhannya. Jadi alasanmu ini lidak diterima”. Maka mereka pun lalu digiring ke neraka.

 

Yang kedua, orang miskin.

 

Dia mengemukakan alasan dengan kemiskinannya, namun Allah mematahkan pula alasannya dengan memberi contoh Nabi Isa as.

 

Yang ketiga, hamba sahaya.

 

Dia beralasan melayani tuannya, tetapi Allah membantahnya dengan mengajukan contoh Nabi Yusuf as.

 

Yang keempat, orang sakit.

 

Dia beralasan dengan penyakitnya, tetapi Allah membantahnya dengan Nabi Ayyub as. (Tanbihul ghafilin).

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah membantah dengan empat orang terhadap empat golongan manusia, kelak pada hari kiamat. Terhadap orang-orang kaya, Allah berargumentasi dengan Nabi Sulaiman bin Daud as. Orang kaya berkata : “Ya Rabb, dahulu saya adalah orang kaya. Kekayaan itu telah membuat saya sibuk, sehingga saya tidak sempat beribadat lagi kepada-Mu”. Maka Allah menjawab : “Kamu belum sekaya Sulaiman, namun kekayaannya itu tidaklah menjadi penghalang baginya untuk beribadat kepada-Ku”.

 

Dan Allah membantah golongan hamba sahaya dengan Nabi Yusuf as. Hamba sahaya itu berkata : “Ya Rabb, aku dahulu adalah seorang hamba sahaya. Perbudakan telah menghalangiku dari mengabdi kepada-Mu”. Maka Allah Taala menjawab : “Sesungguhnya perbudakan tidak menghalangi Yusuf dari mengabdi kepada-Ku”.

 

Dan Allah membantah golongan fakir miskin dengan Nabi Isa as. Orang fakir berkata : “Ya Rabb, sesungguhnya kemelaratanku telah menghalangi aku dari mengabdi kepadaMu”. Maka Allah menjawab : “Mana yang lebih fakir, engkau atau Isa?. Kemelaratan tidak menghalangi dia dari beribadat kepada-Ku”.

 

Dan Allah membantah alasan orang-orang yang sakit dengan Nabi Ayyub as. Orang sakit berkata : “Ya Rabb, penyakit telah menghalangiku dari mengabdi kepada-Mu”. Maka Allah menjawab : “Mana yang lebih berat, penyakitmu atau penyakit Ayyub ? Sekalipun demikian, penyakitnya itu tidak menjadi penghalang baginya untuk beribadat kepada-Ku”.

 

Jadi, pada hari kiamat kelak, tidak ada seorang pun dapat membuat alasan di hadapan Allah Taala. (Tanbihul Ghafilin)

 

Konon, sehari semalam ada dua puluh empat jam, manusia bernapas setiap jamnya seratus delapan puluh kali. Jadi sehari semalam dia bernapas 4320 kali. Dan untuk setiap napas, manusia akan ditanya dengan dua pertanyaan, ketika menghembus dan menghirup, yaitu perbuatan apakah yang engkau lakukan ketika menghembuskan dan menghirup napas?. (Raudhatul Abidin)

 

Apabila Anda telah menyadari hal ini, maka sudah sepatutnya orang alim yang zuhud itu menyuruh manusia mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari melakukan kemungkaran. Sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Telah diazab penduduk suatu negeri di mana terdapat delapan be: las ribu abid yang berkelakuan seperti kelakuan para nabi”.

 

Para sahabat yang mendengar itu lalu bertanya : “Ya Rasulullah, kenapa bisa terjadi demikian?”.

 

“Sebab” jawab Nabi : “Mereka tidak marah karena Allah, tidak menyuruh kepada yang ma’ruf, dan tidak melarang dari yang munkar’.

 

Jadi, setiap orang yang menyaksikan kemungkaran yang dilakukan oleh seseorang, dan dia tidak melarangnya, maka dia bersekutu dengannya dalam kemungkaran tersebut. Seperti orang yang mendengarkan pergunjingan, maka dia bersekutu dengan penggun

 

jing. Begitu pula dalam semua kemaksiatan. Contohnya : orang yang duduk di tempat orang-orang yang minum minuman keras, maka dia adalah seorang yang fasik, sekalipun tidak ikut minum.

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Kami pernah bertanya kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, benarkah kita tidak perlu menyuruh yang ma’ruf sampai kita melakuannya sepenuhnya, dan benarkah kita tidak perlu melarang kemungkaran sampai kita menjauhinya sepenuhnya?”.

 

Beliau menjawab :

 

Artinya : “Bahkan suruhlah yang ma’ruf sekalipun kamu tidak melakukan yang ma’ruf itu sepenuhnya : dan cegahlah kemungkaran sekalipun kamu belum menjauhi yang munkar itu sepenuhnya”.

 

Jadi, orang yang melakukan kemungkaran, boleh-boleh saja melarang orang lain dari kemungkaran tersebut, sehingga tidak terkumpul dua dosa pada dirinya. Seperti kata orang : “Ambillah ucapan orang alim yang buruk kelakuannya, dan jangan tiru perbuatannya. Sebab perkataannya adalah hak, sedang perbuatannya dari setan”.

 

Diceritakan bahwa, seorang laki-laki bertanya kepada Abdul Qasim Alhakim, “Kenapa para kiyai sekarang petuah dan nasihatnya tidak dituruti oleh masyarakat sebagaimana halnya para kiyai dahulu?”. Alhakim menjawab : “Sesungguhnya para kiyai dahulu itu jaga (tidak tidur), sedang masyarakat tidur. Maka orang yang jaga jelas bisa membangunkan orang yang sedang tidur. Sedangkan para ulama sekarang dalam keadaan tidur dan masyarakatnya mati, maka bagaimana mungkin orang yang tidur dapat membangunkan orang yang mati?”.

 

Sebagaimana dikatakan, di dalam kitab Taurat tertulis : “Barangsiapa menanam kebaikan, dia akan menuai keselamatan”. Di dalam kitab Injil tertulis : “Barangsiapa menanam keburukan, dia akan menuai penyesalan : Dan di dalam Alquran tertulis : “Barangsiapa mengerjakan kejahatan, maka dia akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu”.

 

Diceritakan, dari Ikrimah, bahwa ada seorang laki-laki melewati sebatang pohon yang menjadi sesembahan orang banyak, selain Allah. Maka laki-laki itu marah kepada pohon tersebut, lalu diambilnya kapak, kemudian sambil menunggang seekor keledai dia pergi menuju ke pohon itu hendak ditebangnya. Maka Iblis menemui orang itu dengan menyamar sebagai manusia biasa.

 

“Mau ke mana tuan?”, tanya Iblis ramah.

 

“Saya hendak ke pohon yang menjadi sesembahan orang banyak itu”, jawabnya. “Saya sudah bersumpah akan menebangnya sampai rata dengan tanah”.

 

Iblis yang terkutuk itu berkata : “Apa untungnya bagi Anda, dan apa salah pohon itu, biarkan ,jangan ditebang!”.

 

Namun laki-laki itu tidak perduli, dia tetap bertekad menebang pohon tersebut. Maka terjadilah perkelahian antara kedua makhluk itu. Orang itu berhasil membanting Iblis Sampai tiga kali. Maka ketika Iblis sudah tidak mampu lagi melawan, dia lalu berkata kepada laki-laki itu : “Pulanglah, nanti saya beri Anda setiap hari uang empat dirham”.

 

“Benar itu?”, tanya laki-laki tersebut. “Ya”. Jawab Iblis.

 

Laki-laki itu lalu pulang ke rumahnya. Kemudian ketika dia memeriksa di bawah sajadahnya, maka dia dapati uang sebanyak empat dirham. Hal itu terjadi setiap hari selama liga hari. Namun pada hari berikutnya tidak dia temukan apa-apa. Maka diambilnya Kas Paknya lalu dia berangkat menunggang keledainya menuju ke pohon itu. Iblis telah mengadangnya dalam rupa seperti ke marin.

 

“Mau ke mana?”, tanya Iblis. “Saya hendak menebang pohon itu!”, jawab laki-laki itu. “Engkau tidak akan bisa melakukannya”, ejek Iblis.

 

Maka terjadi lagi perkelahian di antara mereka berdua, dan kali ini, laki-laki itulah yang dibanting Iblis sampai tiga kali. Laki-laki itu menjadi heran, maka tanyanya : “Apa se. bab engkau menang atas diriku, padahal ke marin sayalah yang menang?”.

 

“Tentu saja”, jawab Iblis. “kemarin engkau berangkat semata-mata karena Allah Taala. Maka sekalipun semua koncoku berkumpul mengeroyokmu, mereka tidak akan dapat mengalahkanmu. Tetapi sekarang, engkau berangkat hanya karena tidak mendapati uang dirham lagi sebagaimana biasanya. Maka tentu saja, akulah yang menang. Pulanglah, kalau tidak, akan kupenggal lehermu!”.

 

Maka pulanglah laki-laki itu dengan tangan hampa, dan tidak jadi menebang pohon itu. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Dua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat, sehingga dia ditanya tentang empat perkara : tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang tubuhnya, untuk apa dia gunakan, tentang ilmunya, amal apa yang dilakukannya dengan ilmu itu: dan tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan”.

 

Hadis ini dinukil dari Hisanul Mashabih. Sedangkan hamba yang disebutkan di dalam hadis itu, sekalipun bersifat umum karena berupa isim nakirah dalam susunan nafi (kalimat menyangkal), namun dia telah ditakhsis dengan sabda Nabi saw. yang berbunyi :

 

Artinya : “Ada tujuh puluh ribu orang dari umatku yang akan masuk surga tanpa hisab”.

Dengan demikian, berarti pertanyaan seperti yang disebutkan dalam hadis di atas adalah ditujukan kepada selain yang tujuh puluh ribu orang itu.

Oleh sebab itu, setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir harus menya dari, bahwa dia akan ditanya pada hari kiamat kelak dan akan diajak dialog saat dihisab. serta akan dituntut semua detak hati dan perbuatannya meski sebesar atom sekalipun. Dan bahwa Allah Taala tidak akan menyelamatkannya dari bahaya-bahayanya ini kecuali bila orang itu menghisab dirinya dalam perniagaannya untuk memperoleh keuntungan akhirat. Dan senantiasa menuntutnya pada seluruh napas, waktu, gerak dan diamnya. Karena sesungguhnya, barangsiapa yang suka menghisab dirinya sebelum dia dihisab, maka pada hari kiamat kelak dia akan mendapatkan keringanan hisab. Dan ketika dia menerima pertanyaan, jawabannya akan datang sendiri kepadanya, dan akan mendapatkan tempat tinggal dan tempat kembali yang baik. Tetapi, barangsiapa tidak mau menghisab dirinya, maka akan berkekalan penyesalannya dan akan lama tegaknya di padang kiamat, dan oleh keburukan-keburukannya dia akan dipimpin menuju kehinaan dan kenistaan. Jadi bagi seorang mukmin, dalam perniagaannya untuk memperoleh keuntungan akhiratnya, seharusnya tidak lalai mengawasi dirinya sendiri dalam semua gerak dan diamnya, maupun dalam pandangan mata dan bisikan hatinya. Karena, perniagaan ini keuntungannya adalah surga Firdaus yang paling tinggi, dan tercapainya Sidratul Muntaha bersama para nabi, orang-orang Siddiq, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang saleh. (Majalis Ar Rumi)

71. PENJELASAN TENTANG HARI RAYA IDUL FITRI

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan diri, dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. Tetapi, kamu memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, yaitu kitab-kitab Ibrahim dan Musa”. (QS. Al A’la : 1419)

Tafsir :

 (.  ) Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri. Membersihkan diri dari kekafiran dan kemaksiatan. Atau, memperbanyak takwa, karena kata tazakka (     ) berasal dari azzaka (.   ) yang artinya bertambah. Atau, bersuci untuk melakukan salat. Atau, menunaikan zakat.

 

(.  ) dan dia ingat nama Tuhannya, dengan hati dan lidahnya.

 

(.   ) lalu dia salat. Sebagaimana firman Allah yang artinya : Dirikanlah salat untuk mengingat-Ku!. Dan mungkin juga yang dimaksud zikir dalam ayat ini adalah takbiratul ihram.

 

Dan ada pula yang menafsirkannya sebagai berikut : Man tazakka (orang yang membersihkan diri) maksudnya : mengeluarkan zakat fitrah. Wa dzakarasma (dan dia ingat nama Tuhannya) Maksudnya : bertakbir pada hari raya. Fasholla (lalu salat) Maksudnya : lalu melakukan salat led.

 

(.    ) Tetapi kamu lebih memilih kehidupan duniawi, lalu tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat membahagiakan kamu di akhirat.

 

Khitab ini ditujukan kepada orang-orang yang celaka, dengan cara mengalihkan pembicaraan, atau dengan menganggap adanya kata qul (Katakanlah) yang tersembunyi di dalamnya. Atau, bisa juga khitab ini ditujukan kepada semuanya, karena pada umumNya, upaya untuk memperoleh dunia itu lebih banyak dilakukan orang.

 

(.    ) Sedangkan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Karena kenikmatan akhirat benar-benar dapat dirasakan kelezatannya, bersih dari hal-hal yang membahayakan dan tidak terputus.

 

 (.   ) Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang ahulu. Isim isyarah (.    ) di sini menunjuk kepada apa-apa yang disebutkan sebelumnya, mulai dari kata qad aflaha (     ). Karena hal-hal tersebut mencakup urusan keagamaan dan merupakan ringkasan dari kitab-kitab yang pernah diturunkan, yaitu :

 

Kitab-kitab Ibrahim dan Musa. Kalimat ini adalah Badal dari asshuhutul ula,

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al A’la, maka Allah akan memberinya sepuluh kebaikan dari tiap-tiap huruf yang telah Allah turunkan kepada Ibrahim, Musa dan Muhammad, semoga rahmat dan kesejahteraan senantiasa tercurah atas mereka.” (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Pada suatu hari, Rasulullah saw. menaiki mimbar. Ketika Beliau menaiki anak tangga yang pertama, Beliau mengucapkan “Amin”. Selanjutnya, ketika Beliau menaiki anak tangga kedua, Beliau juga mengucapkan “Amin”, dan ketika menaiki anak tangga ketiga, Beliau pun mengucapkan “Amin”. Akhirnya Beliau sampai di atas mimbar lalu duduk. Kemudian sahabat Muaz bin Jabal bertanya : “Baginda tadi, ketika menaiki anak tangga mimbar mengucapkan amin sampai tiga kali. Apakah hikmatnya. Ya Rasulullah?”.

 

Beliau menjawab : “Tadi Jibril telah datang kepadaku lalu berkata : “Hai Muhammad, barangsiapa mendapati bulan Ramadan, namun dia tidak berpuasa sampai akhir bulan dan tidak mendapatkan ampunan, maka dia akan masuk neraka. Semoga dia dijauhkan Allah dari rahmat-Nya, amin. “Maka akupun mengaminkannya pula. Kemudian, Jibril berkata pula : “Barangsiapa mendapati kedua ibu-bapaknya atau salah satu dari keduanya di kala tua mereka, dan dia tidak berbakti kepada keduanya, lalu dia mati, maka dia akan masuk neraka. Semoga dia dijauhkan Allah dari rahmat-Nya, amin!”. Lalu aku pun mengaminkannya pula. Kemudian Jibril berkata pula :””Barangsiapa yang disebutkan namamu di sisinya, tetapi dia tidak mengucapkan salawat untukmu, maka dia akan masuk neraka. Semoga dia dijauhkan Allah dari rahmat-Nya, amin!”. Lalu akupun ikut mengaminkannya”. (Zubdah)

 

Ada ahli tafsir yang mengatakan bahwa, maksud firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, itu ialah orang yang berbuat baik kepada ibubapaknya. Sebagaimana firman Allah Taala:

 

Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah kepada selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaikbaiknya”.

 

Dan ada pula yang mengatakan, bahwa maksud firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”. lalah orang yang tidak condong kepada orangorang zalim. Sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, yang menyebabkan kamu (nanti) disentuh api neraka”.

 

Dan ada pula yang mengatakan, bahwa maksud firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”. Ialah orang yang tidak suka menggunjing. Seimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”.

 

Dan ada pula yang mengatakan, bahwa maksud firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”. ialah orang yang tidak mencintai dunia. Sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Di hari itu harta dan anak-anak lelaki tidak berguna kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksud firman Allah :

 

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah orang yang banyak mengingat Allah, seperti firman Allah Taala :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sebutlah Allah dengan zikir yang banyak”.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksud firman Allah Taala : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah orang yang sabar menerima musibah dari Allah. Seperti firman Allah yang berbunyi :

 

Artinya : “Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabar yang akan dicukupkan pahala mereka tanpa batas”.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, maksud firman Allah Taala : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah orang yang membersihkan lahir dan batinnya, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) Perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, maksud dari firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah dengan membaca Alquran, seperti firMan Allah Taala :

 

Artinya : “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya)”.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, maksud dari firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah dengan beramal secara ikhlas, seperti firman Allah Taala :

 

Artinya : “Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh: maka mereka itu, kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan”.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, maksud dari firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan dir”, ialah orang yang menahan dirinya dari hawa nafsu, seperti firman Allah :

 

Artinya : “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”. (Syaikh Zaadah)

 

Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya :

 

“Apabila orang-orang itu berpuasa pada bulan Ramadan laiu keluar menuju salat hari raya mereka, maka Allah Taaia berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, tiap-tiap orang yang bekerja meminta upahnya. Dan juga hamba-hamba-Ku yang telah berpuasa di bulan Ramadan dan keluar menuju salat hari raya, mereka meminta pahala-pahala mereka. Maka, saksikanlah olehmu sekalian, bahwa Aku benar-benar telah mengampuni mereka”.

 

Maka terdengariah seruan : “Hai umat Muhammad, kembalilah kamu sekalian ke rumahmu masing-masing, sesungguhnya kesalahan-kesalahan kamu telah Kuganti dengan kebaikan-kebaikan”.

 

Kemudian Allah Taala berfimman : “Wahai hamba-hamba-Ku, kamu telah berpuasa untuk-Ku, maka bangkitlah kamu dalam keadaan telah mendapatkan ampunan”.

 

Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Bulan Ramadan itu permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan, dan penghabisannya pembebasan dari neraka”.

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah membebaskan pada setiap jam dalam bulan Ramadan, baik siang maupun malam, sebanyak enam ratus ribu orang dari dalam neraka yang seharusnya menerima siksaan, sampai datang malam Qadar (Lailatul Qadar). Dan pada malam Qadar itu, Dia membebaskan sebanyak orang yang dibebaskan sejak awal bulan. Sedang pada hari raya Fitrah, Dia membebaskan sebanyak mereka yang dibebaskan dalam bulan itu dan malam Qadar’. (Tanbihul Ghatilin)

 

Dan dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Puasa seorang hamba terkatung-katung di antara langit dan bumi sampai dia selesai menunaikan zakat fitrahnya. Dan apabila dia telah menunaikan zakat fitrahnya. maka Allah memberikan dua sayap hijau pada puasa tersebut, yang dengan kedua sayap itu ia lalu terbang ke langit yang ketujuh. Kemudian Allah menyuruh agar puasa itu di tempatkan di dalam sebuah kendiil (pelita) di antara kendil-kendil Arsy, sampai datang pemiliknya kelak”. (Zubdah)

 

Anas bin Malik ra. berkata : “Orang yang beriman mempunyai lima hari raya : (Pertama) tiap hari yang dilalui oleh seorang mukmin, yang pada hari itu tidak ada satu dosa pun yang dicatat untuknya, itulah hari raya baginya. (Kedua) hari ketika dia keluar dari dunia dalam keadaan membawa iman, syahadat dan terpelihara dari tipu daya setan, itulah hari raya baginya. (Ketiga) hari ketika dia menyeberangi shirat dalam keadaan aman dari huru-hara kiamat, dan selamat dari tangan-tangan musuh maupun malaikatmalaikat Zabaniyah, itulah hari raya baginya. (Keempat) hari ketika dia masuk ke surga, dan selamat dari neraka Jahannam, itulah hari raya baginya. (Kelima) hari ketika dia memandang kepada Tuhannya, itulah hari raya baginya”. (Abu Laits).

 

Dari Wahab bin Munabbih, katanya : Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada setiap hari raya led, Iblis yang terkutuk itu menjerit. Lalu berkumpullah konco-konconya mengerumuninya seraya bertanya : “Tuan kami, siapakah yang telah membuat tuan murka, akan kami hancurkan dia!”.

 

Iblis menjawab : “Tidak ada apa-apa. Hanya saja Allah telah mengampuni umat ini pada hari ini. Maka kamu harus membikin mereka sibuk dengan kelezatan-kelezatan, keinginan-keinginan nafsu dan minum minuman keras, sehingga Allah akan murka kembali kepada mereka”.

 

Maka bagi orang yang berakal, hendaklah dia menahan diri pada hari raya dari keInginan-keinginan nafsu dan hal-hal yang terlarang, lalu senantiasa melakukan ketaatanketaatan. Karenanya, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Usahakanlah agar pada hari raya kamu dapat mengeluarkan zakat, dan melakukan amal-amal kebaikan dan kebajikan lainnya, seperti salat, zakat, membaca tasbih dan tahlil. Karena sesungguhnya hari raya adalah hari di mana Allah mengampuni dosa-dosa kamu sekalian, mengabulkan doamu, dan memandang kamu dengan pandangan rahmat. (Durratul Wa’izhin)

 

Diceritakan, bahwa Saleh bin Abdullah dahulu, apabila tiba hari raya, dia pergi ke lempat salat. Setelah menunaikan salatnya, dia pulang kembali ke rumahnya, lalu dikumRulkannya istri dan keluarganya di sekitarnya. Kemudian dia meletakkan seutas rantai besi di lehernya sambil menaburkan debu ke atas kepala dan tubuhnya, lalu menangis hebat.

 

Keluarganya merasa heran, lalu mereka berkata kepadanya: “Saleh, ini hari raya dan hari gembira, kenapa engkau begini?”.

 

Dia menjawab : “Aku tahu itu, namun aku adalah seorang hamba. Tuhanku telah menyuruhku melakukan suatu perbuatan untuk-Nya, lalu aku laksanakan. Tetapi, aku tidak tahu, apakah Dia menerimanya atau tidak?”.

 

Pernah suatu ketika, dia duduk di pinggir musala, lalu seseorang menegurnya : “Kenapa tuan tidak duduk di tengah musala saja?”. Dia menjawab : “Saya datang untuk mengemis rahmat, dan di sinilah tempat duduk para pengemis!”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Apabila tiba hari raya, Allah mengutus para malaikat. Maka mereka pun turun ke bumi dan menyebar ke segenap negeri. Mereka menyerukan : “Hai umat Muhammad, keluarlah kamu kepada Tuhan Yang Maha Rahim”. Maka apabila mereka telah keluar menuju ke tempat salat mereka masing-masing, Allah berfirman : “Saksikanlah oleh kalian, hai para malaikat-Ku, sesungguhnya Aku memberikan pahala atas puasa mereka berupa keridaan dan ampunan-Ku”.

 

Ada yang mengatakan bahwa, hikmat hari raya di dunia adalah sebagai peringatan bagi hari raya di akhirat. Jika Anda melihat orang-orang, sebagian mereka ada yang pergi dengan berjalan kaki, dan yang lainnya naik kendaraan, sebagian mereka ada yang berpakaian dan sebagian lain bertelanjang: sebagian mereka mengenakan kain sutera, sedang yang lainya mengenakan kain kasar, sebagian ada yang bermain-main sambil tertawa riang, sedang yang lainnya menangis. Maka ingatlah akan perjalanan hari kiamat, sesungguhnya demikianlah keadaan hari kiamat kelak, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Rahman sebagai perutusan yang terhormat: dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga”.

 

Dan firman Allah Taala :

 

Artinya : (Yaitu) hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok?.

 

Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang menjadi putih berseri, dan ada pula wajah yang menjadi hitam legam”.

 

Oleh karena itulah, dikatakan bahwa, hari raya adalah musibah bagi anak-anak yatim dan bagi sebagian orang yang keluarganya telah meninggal dunia.

 

Diceritakan dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau pernah keluar untuk melaksanakan salat led, sedang anak-anak lagi asyik bermain. Di antara mereka ada seorang anak kecil yang duduk saja memandang kawan-kawannya. Pakaiannya compang-camping, sedang dia menangis. Maka Nabi berkata kepadanya : “Hai nak, apa sebab kau menangis, dan tidak ikut bermain bersama teman-temanmu?”.

 

Anak itu tidak mengetahui bahwa yang bertanya itu adalah Nabi saw., maka dijawabnya : “Hai laki-laki, ayahku telah gugur di hadapan Rasulullah di perang anu. Lalu ibuku kawin lagi dan memakan semua harta bendaku. Kemudian suaminya telah mengusir aku dari rumahku sendiri. Dan sekarang aku tidak lagi mempunyai makanan, minuman pakaian maupun rumah. Maka pada hari ini, ketika saya melihat anak-anak lain yang mash mempunyai ayah, saya merasakan betapa pedihnya tiada berbapak, oleh karena itu ah saya menangis”.

 

Maka tangannya di pegang oleh Rasulullah, lalu Beliau berkata kepadanya : “Ha nak, maukah engkau bila aku menjadi ayahmu, sedang Aisyah sebagai ibumu, Ali menjadi pamanmu, Hasan dan Husin sebagai saudara-saudara lelakimu, dan Fatimah sebagai saudara perempuanmu?”.

 

Maka sadariah anak kecil itu bahwa yang berada di hadapannya itu adalah Rasulullah saw., maka jawabnya : “Kenapa saya tidak mau, Ya Rasulullah?”.

 

Selanjutnya anak kecil itu dibawa oleh Rasulullah ke rumahnya. Di sana, dia diberi pakaian yang bagus, disuruh makan sampai kenyang, dihias dan diberi wangi-wangian. Kemudian anak itu keluar sambil tertawa gembira. Ketika anak-anak lain melihatnya, mereka lalu bertanya kepadanya : Tadi kau menangis, kenapa sekarang bergembira?”.

 

Anak itu menjawab : “Saya tadi lapar, sekarang sudah kenyang: tadi saya telanjang, sekarang sudah berpakaian, tadi saya yatim, sekarang Rasulullah menjadi ayahku, Aisyah ibuku, Hasan dan Husin saudara-saudara lelakiku Ali pamanku, dan Fatimah saudara perempuanku. Kenapa aku tidak gembira?’.

 

Maka berkatalah anak-anak itu : “Alangkah baiknya seandainya ayah-ayah kita mati terbunuh di jalan Allah pada perang itu, tentu kita akan menjadi begitu pula”.

 

Syahdan, ketika Nabi saw. meninggal dunia, anak kecil itu keluar sambil menaburkan tanah ke atas kepalanya, meminta tolong sambil berteriak : “Aku sekarang menjadi anak yang asing dan yatim lagi”.

 

Maka dipungutlah ia oleh Abubakar Assiddiq ra. (Zubdah).

 

Zakat fitrah adalah suatu kewajiban yang berupa amal, bukan i’tikad. Ia diwajibkan atas setiap orang Islam yang merdeka, yang memiliki senisab, lebih dari kebutuhan yang pokok, sekalipun tidak berkembang yang oleh karenanya haram disedekahkan. Zakat fitrah itu wajib dikeluarkan untuk diri sendiri, anaknya yang masih kecil lagi miskin, hamba Sahayanya yang bertugas sebagai pelayan sekalipun dia kafir, dan begitu pula hamba mudabbarnya dan ummu waladnya, tetapi tidak wajib atas istrinya, anaknya yang sudah dewasa dan anak kecilnya yang kaya, bahkan pengeluaran itu diambilkan dari harta anak kecil yang kaya tadi. Dan tidak wajib pula dikeluarkan untuk hamba mukatab maupun hamba yang berstatus dagangan.

 

Waktu pelaksanaan zakat fitrah itu adalah sebelum salat led. Diriwayatkan bahwa, Sahabat Utsman bin Affan ra. pernah lupa, tidak membayarkan zakat fitrah sebelum salat led, lalu sebagai penebusnya, dia memerdekakan seorang hamba sahaya wanita. SelanJutnya, dia datang menemui Nabi saw., melaporkan : “Ya Rasulullah, saya kelupaan, tidak membayar zakat fitrah sebelum salat led. Dan sebagai penebusnya, saya memerdekakan Seorang hamba sahaya wanita”. Namun Nabi saw. mengomentari : “Seandainya engkau Memerdekakan seratus hamba sahaya wanita sekalipun, hai Usman, tetap tidak akan dapat menyamai pahala zakat fitrah sebelum salat led”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Ada orang bertanya, “Kenapa rukuk itu hanya satu kali, sedang sujud itu dua kali, Padahal keduanya sama-sama fardu?”.

 

Dijawab : “Karena rukuk itu lebih menunjukkan pada objek peribadatan, sedang dua Sujud merupakan dua saksi. Maka sebagaimana rukuk itu tidak akan diterima kecuali dengan sujud, begitu pula puasa tidak akan diterima kecuali dengan zakat fitrah. Karena Zakat fitrah itu merupakan saksi atas puasa”. (Zubdatul Wa’izhin) Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Barangsiapa memberikan zakat fitrah, dia akan memperoleh sepuluh perkara :

 

Pertama, tubuhnya bersih dari dosa-dosa.

Kedua, dibebaskan dari api neraka.

Ketiga, puasanya diterima.

 

Hasan Albashri berkata : “Sesungguhnya zakat fitrah bagi puasa adalah seperti sujud sahwi bagi salat. Sebagaimana sujud sahwi dapat menambal semua kekurangan yang terjadi dalam salat, begitu pula dengan puasa, segala kekurangan yang terjadi dalam puasa ditambal dengan zakat fitrah dan salat teraweih. Karena kebaikan-kebaikan itu menghapuskan keburukan-keburukan.

 

Keempat, pasti memperoleh surga.

Kelima, keluar dari kubur dalam keadaan aman.

Keenam, semua kebaikan yang dilakukannya pada tahun itu diterima.

Ketujuh, dia pasti mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.

Kedelapan, dia akan melintasi Shirat (titian di atas neraka menuju surga) dengan cepat, laksana kilat yang menyambar.

Kesembilan, timbangan amalnya akan berat penuh dengan kebaikan-kebaikan.

Kesepuluh, Allah Taala akan menghapuskan namanya dari daftar orang yang celaka”. (Syaikh Zaadah).

 

Disunnahkan mengeluarkan zakat fitrah itu sebelum melaksanakan salat Id. Dan kewajiban itu tidak gugur meskipun telah terlambat. Yaitu setengah sha (1 sha 2.75 liter) gandum atau tepung terigu, atau tepung sawig (gandum halus), atau satu sha kurma atau jelai. Adapun anggur kering adalah sama seperti jelai, tetapi menurut Malik dan Syafii, seperti gandum.

 

Satu sha sama dengan delapan rithel.

 

Pembayaran dengan harganya adalah lebih baik, demikian disebutkan dalam kitab Al Fatwa, karena lebih efektif dalam menolak kebutuhan orang fakir. (Multagol Abhur)

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : Barangsiapa memberikan zakat fitrah, maka dari setiap butir yang dia berikan, dia akan memperoleh tujuh puluh ribu gedung, yang tiap-tiap gedung panjangnya sejauh antara timur dan barat”. (Misykatul Anwar)

 

Imam Muslim telah mengeluarkan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan, kemudian dia teruskan dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka seolah-olah dia berpuasa setahun penuh.

 

Dan menurut suatu riwayat lainnya :

 

Allah Taala akan memberinya pahala enam orang nabi : Pertama, Nabi Adam as, kedua, Nabi Yusuf as, ketiga, Nabi Ya’qub as: keempat, Nabi Musa as: kelima, Nabi Isa as: dan Keenam, Nabi Muhammad saw.”.

Allah juga yang lebih mengetahui dengan yang benar. (Zubdatul Wa’izhin)

Mengeluarkan zakat fitrah itu wajib atas orang dewasa atau yang belum dewasa (anak-anak), baik dalam keadaan sehat maupun gila, demikian menurut Imam Malik dan Imam Syafii. Tetapi menurut Muhammad dan Zufar, tidak wajib atas yang belum dewasa dan orang gila. Jika ada yang mempunyai dua rumah, yang satu dia tempati sedang yang lain tidak, tetapi disewakan, maka harganya dihitung dua ratus dirham, dan dia wajib mengeluarkan zakat fitrah. Dan begitu pula kalau dia mempunyai sebuah rumah yang dia tempati, dan masih ada sisa tempat selain yang dia tempati, sekalipun hanya sedikit, maka sisa tempat itu dianggap harga kelebihan. Dan begitu pula dengan pakaian dan perabotan rumah tangga. (Muhithul Burhan).

72. KEUTAMAAN SEPULUH DZULHIJJAH

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat sumpah bagi orang yang berakal. Apakah kamu tidak memperhatikan, bagaimana… dst.” (QS. Al Fajr : 1-6)

 

Tafsir :

 

(.   ) Demi fajar. Di sini Allah bersumpah dengan waktu pagi, atau dengan menyingsingnya, sebagaimana firman Allah dalam ayat yang lain, yang artinya : “Demi Subuh apabila fajarnya sudah menyingsing”. Atau, dengan salat Subuh.

 

(.   ) dan malam yang sepuluh. Sepuluh malam Dzulhijjah. Dan oleh karenanya, fejar di sini ditafsirkan dengan fajar hari Arafah atau hari Nahr. Atau, sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadan. Sedangkan dinakirahkannya kata-kata ini (.   ) adalah karena sangat pentingnya. Dan ia dibaca juga wa layaali ‘asyrin (.  ) dengan di idhafahkan, dengan pengertian, bahwa yang dimaksud adalah sepuluh hari.

 

(.    ) dan yang genap dan yang ganjil. Segala sesuatu, baik yang genap maupun yang ganjil. Atau, semua makhluk, sebagaimana firman Allah Taala, yang artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan”. Sedangkan Sang Pencipta ialah Allah, karena hanya Dia Yang Esa.

 

Adapun orang yang menafsirkan “yang genap dan yang ganjil” itu dengan unsur-unsur yang empat daii falak-falak, atau gugusan bintang dan bintang-bintang yang beredar, atau salat yang genap dan salat yang ganjil, atau hari Nahr dan hari Arafah, dengan didukung oleh hadis-hadis yang marfu atau dengan tafsiran lainnya, mungkin tujuannya menyebutkan makna satu-persatu itu adalah karena dipandangnya lebih nyata menunjukkan keesaan Allah, atau dapat menjadi pengantar kepada agama, atau sesuai dengan ayat sebelumnya, atau lebih banyak manfaatnya, sehingga menjadikan sebab bersyukur.

 

(.    ) dan malam apabila berlalu, apabila lewat, sebagaimana firman Allah Taala dalam ayat lainnya, yang artinya: “Demi malam, ketika telah berlalu”. Pengkaitan dengan cara demikian adalah karena pergantian yang berurutan (seperti pergantian malam dengan siang) itu merupakan dalii yang kuat atas kesempurnaan kodrat Allah dan kelimpahan nikmat-Nya.

 

Kata yasri asalnya adalah yasrii (    ) sedang dibuangnya huruf ya (.  ) di akhirnya itu adalah untuk meringankan bacaan, karena dianggap sudah cukup dengan kasrah.

 

(A53) Pada yang demikian itu. Kalimat ini adalah sumpah, sedang yang disumpahkan adalah :

 

(.   ) sumpah, janji teguh, atau yang dijanjikan.

 

(. n. ) bagi orang-orang yang berakal, yang memperhatikannya, dan yang menegaskan dengan sumpah itu apa yang dia ingin teliti.

 

Adapun yang disumpahi mahdzuf (dihilangkan), yaitu : layu’adzdzibanna (      ), hal mana ditunjukkan oleh firman-Nya selanjutnya : alam tara kaifa…….dst. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari Hasan bin Ali ra., katanya : “Apabila masuk Masjid, maka ucapkanlah salam kepada Nabi saw. Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Janganlah kamu jadikan rumahku sebagai tempat berhari raya, dan ja

 

nganlah kamu jadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan. Ucapkanlah salawat untukku di mana saja kamu berada. Karena sesungguhnya, salawatmu itu akan sampai kepadaku”.

 

Dan dalam hadis Aus ra., dia berkata : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Perbanyaklah olehmu pembacaan salawat untukku pada hari Jumat, karena sesungguhnya salawatmu itu akan dihantarkan kepadaku”.

 

Dan dari Salman bin Suhaim rahimahullah, katanya : “Saya pernah bermimpi melihat Nabi saw. saya bertanya kepada Beliau : “Ya Rasulullah, mereka yang datang kepadamu dan mengucapkan salam kepadamu itu, apakah Baginda mengerti ucapan salam mereka itu?”. Beliau menjawab : “Ya. Dan aku menjawab ucapan salam mereka itu”. (Syifaus Syarif)

 

Sebagian ulama mengatakan : “Barangsiapa berpuasa pada hari-hari ini (seperti yang disebutkan dalam ayat di atas), maka Allah akan memuliakannya dengan sepuluh perkara : (1) keberkahan dalam umurnya, (2) bertambah hartanya, (3) terpelihara keluarganya, (4) dihapuskan kesalahan-kesalahannya, (5) dilipat gandakan kebaikan-kebaikannya, (6) dimudahkan ketika sakaratul maut, (7) mendapat penerangan di kegelapan kuburnya, (8) diberatkan timbangan kebaikannya, (9) selamat dari tuntutan-tuntutan terhadapnya, (10) naik derajatnya”.

 

Dan diriwayatkan juga, bahwa Allah memilih tiga macam hari yang sepuluh dalam setahun : (1) sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, karena di dalamnya terdapat keberkatan-keberkatan malam Qadar (Lailatul Qadar), (2) sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah, karena di dalamnya terdapat hari-hari tarwiyah, hari Arafah, gurban-gurban, talbiyah, haji dan ibadat-ibadat lainnya, sebagaimana disebutkan di dalam khabar: “Sesungguhnya Allah Taala berbangga kepada para malaikat-Nya, firman-Nya : “Perhatikanlah hamba-hamba-Ku itu, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh dalam keadaan kusut masai dan berdebu, untuk menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka. Maka saksikanlah, hai para malaikat-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”. (3) sepuluh hari dari bulan Muharram, karena di dalamnya terdapat keberkatan-keberkatan hari Asyura.

 

Dengan adanya atsar-atsar ini dan yang seumpamanya, maka para ahli fikih, rahimahumullah, mengatakan : “Seandainya ada seseorang berkata : “Demi Allah, saya harus berpuasa pada hari-hari yang utama dalam tahunku ini sesudah bulan Ramadan “. Maka dia wajib berpuasa pada sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah, karena hari-hari yang utama dalam setahun ialah hari-hari ini.

 

Dan menurut sebuah khabar : “Barangsiapa berpuasa pada hari Arafah dalam bulan Dzulhijjah, maka Allah menuliskan baginya pahala berpuasa selama enam puluh tahun, dan oleh Allah dia dicatat tergolong orang-orang yang khusyuk”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidak ada hari, yang amal saleh di dalamnya lebih disukai Allah daripada hari-hari ini (yakni : sepuluh hari pada bulan Dzulhijjah). Para sahabat bertanya : “Dan tidak juga berjuang di jalan Allah?” Nabi menjawab : “Dan tidak juga berjuang di jalan Allah, melainkan apabila seseorang berangkat perang dengan membawa diri dan hartanya, lalu tidak kembali lagi selama-lamanya (yakni : mati syahid)”.

 

Sahabat Abu Hurairah ra., meriwayatkan dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Tidak ada hari yang Allah lebih suka disembah di dalamnya melebihi sepuluh hari dalam bulan Dzulhijjah. Berpuasa tiap-tiap hari dalam bulan tersebut menyamai puasa setahun, dan salat tiap-tiap hari pada bulan itu menyamai salat pada malam Qadar”

 

Dan dalam salah satu khabar disebutkan, bahwa Nabi Musa as. berdoa : “Ya Rabb, aku telah berdoa kepada-Mu namun Engkau tidak memperkenankan doaku. Maka ajarilah aku sesuatu yang akan aku pakai untuk berdoa kepada-Mu”.

 

Lantas Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Hai Musa, apabila telah tiba hari-hari yang sepuluh pada bulan Dzulhijjah, maka ucapkanlah : laa ilaaha illallah, niscaya akan Aku perkenankan doamu”.

 

Musa berkata : “Ya Rabb, semua hamba-Mu mengucapkan kalimat itu”.

 

Allah berfirman : “Hai Musa, barangsiapa mengucapkan “laa ilaaha illailaah” pada bulan tersebut satu kali saja, maka seandainya seluruh langit yang tujuh dan bumi yang tujuh diletakkan pada salah satu piringan Mizan (timbangan amal) sedangkan kalimat “laa laaha illallah” pada piringan Mizan yang lain, niscaya ucapan tadi lebih berat dan lebih berbobot daripada itu semua”.

 

Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : “Hari ketika Allah Taala mengampuni Nabi Adam as. ialah hari pertama pada bulan Dzulhijjah. Barangsiapa berpuasa pada hari itu, maka Allah akan mengampuni segala dosanya.

 

Hari kedua, Allah memperkenankan doa Nabi Yunus as. Dia telah mengeluarkan Beliau dari perut ikan. Barangsiapa berpuasa pada hari itu, maka seperti orang yang beribadat kepada Allah Taala selama satu tahun, yang dalam ibadatnya itu dia tidak pernah bermaksiat sekejab mata pun.

 

Han ketiga, ialah hari yang di dalamnya Allah telah memperkenankan doa Nabi Zakaria as. Barangsiapa berpuasa pada han tersebut, maka Allah akan memperkenankan doanya.

 

Hari keempat, ialah hari lahirnya Nabi Isa as. Barangsiapa berpuasa pada hari itu, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dan kefakuran darinya, lalu pada hari kiamat dia akan bersama-sama orang-orang yang baik lagi terhormat.

 

Hari kelima, ialah hari kelahiran Nabi Musa as. Barangsiapa berpuasa pada hari itu, ja akan selamat dari kemunafikan dan azab kubur.

 

Hari keenam, ialah hari dibukakannya kebaikan oleh Allah Taala untuk Nabi-Nya. Barangsiapa berpuasa pada hari itu maka Allah akan memandangnya dengan pandangan rahmat, sehingga setelah itu, dia tidak akan disiksa lagi selama-lamanya.

 

Hari ketujuh, hari ditutupnya pintu-pintu neraka Jahannam dan tidak dibuka sampai lewat sepuluh hari tersebut. Barangsiapa berpuasa pada hari tersebut, Allah akan menutup terhadapnya tiga puluh pintu kesusahan dan membukakan untuknya tiga puluh pintu kemudahan.

 

Hari kedelapan, ialah hari yang dinamakan hari Tarwiyah, Barangsiapa berpuasa pada hari tersebut dia akan diberi pahala yang tidak diketahul banyaknya kecuali oleh Allah Taala.

 

Hari kesembilan, ialah hari Arafah. Barangsiapa berpuasa pada hari itu, maka puasanya itu menjadi penebus (kifarat) dosanya selama satu tahun yang telah lewat dan satu tahun yang akan datang. Dan pada hari itu pula diturunkannya firman Allah yang artinya : “Pada hari ini telah Aku sempumakan untukmu agamamu”.

 

Dan hari kesepuluh, ialah hari Adhaa. Barangsiapa menyembelih seekor hewan kurban pada hari itu, maka dengan tetesan darah yang pertama Allah mengampuni dosa-dosanya dan dosa-dosa keluarganya: dan barangsiapa memberi makan pada hari itu kepada seorang mukmin atau bersedekah di waktu itu dengan satu sedekah, maka Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat dalam keadaan aman, sedang timbangannya akan menjadi lebih berat daripada gunung Uhud. (Majalis)

 

Diceritakan dari Sufyan Ats Tsauri, katanya :

 

“Pada suatu malam di bulan Dzulhijjah, saya pemah berkeliling di pekuburan kaum muslimin di kota Basrah. Tiba-tiba tampak suatu cahaya memancar dari salah satu kubur Seorang laki-laki. Saya pun lalu berhenti sambil berpikir. Sekonyong-konyong terdengar Suara yang keras mengatakan : “Hai Sufyan, berpuasalah kamu sepuluh hari dalam bulan Dzulhijjah, niscaya engkau akan diberi cahaya seperti ini”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berpuasa pada hari terakhir dari bulan Dzulhijjah dan hari pertama bulan Muharram, maka dia telah menutup tahun yang lewat dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan puasanya itu dijadikan Allah sebagai penebus (kifarat) atas dosa-dosanya selama lima puluh tahun”.

 

Dan dari Aisyah ra., katanya : Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidak ada satu hari yang pada hari itu Allah membebaskan penghuni neraka dari dalam neraka itu lebih banyak daripada yang Dia bebaskan pada hari Arafah” (Demikian tersebut di dalam Zubdatul Wa’izhin)

 

Maka ambillah apa yang telah saya kemukakan kepada Anda ini, dan janganlah ter. masuk ke dalam golongan orang-orang yang ingkar. Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Ucapan yang paling utama, yang aku dan para nabi lain sebelumku ucapkan pada hari-hari yang sepuluh ini adalah : laa ilaaha illallaah wahdahu laa syarukalah”.

 

Dan sabda Nabi saw. pula, yang artinya : “Tidak ada hari yang amal di dalamnya lebih utama daripada dalam hari-hari yang sepuluh dari bulan Dzulhijjah”. Lalu ada yang bertanya : “Ya Rasulullah, tidak jugakah dengan hari-hari dalam bulan Ramadan?”. Beliau menjawab : “Bahkan beramal dalam bulan Ramadan itu lebih utama hanya kemuliaan hari-hari ini lebih besar”. (Mau’izhah)

 

Mengenai firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan demi yang genap dan yang ganjil”.

 

Menurut riwayat dari Abdullah bin Abbas ra., dia mengatakan : “Yang genap ialah hari Tarwiyah dan hari Arafah, sedangkan yang ganjil ialah hari raya (led)”.

 

Sedangkan dari Gatadah dan Mujahid, keduanya mengatakan : “Yang genap adalah seluruh makhluk, sedangkan yang ganjil adalah Allah Taala. Allah telah berfirman, yang artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan”. Maksudnya : Supaya mereka mengerti bahwa Allah Taala itu Tunggal.

 

Dan dari Alhasan, katanya : “Yang genap salat-salat yang empat, yaitu : Subuh, Zuhur, Asar dan Isya, sedang yang ganjil ialah salat Magrib. Allah Taala bersumpah dengan salat-salat yang lima itu, yang dilakukan oleh pemeluk-pemeluk Isiam.

 

Sedangkan menurut sebagian ulama, yang genap ialah hari Kamis dan hari Senin, sedangkan yang ganjil ialah hari Jumat. Allah bersumpah dengan hari-hari yang tiga ini, karena keutamaan dan kemuliaan hari-hari ini daripada lainnya.

 

Sebagian ulama yang lain mengatakan : “Yang genap ialah bulan Rajab dan bulan Sya’ban, sedangkan yang ganjil ialah bulan Ramadan. Allah Taala bersumpah dengan bulan-bulan ini karena kemuliaan dan keutamaan bulan-bulan ini daripada bulan-bulan lainnya.

 

Dan sebagian yang lain mengatakan : “Yang genap ialah Nabi Adam as. dan istrinya Hawa as., sedangkan yang ganjil ialah Nabi Muhammad saw. Allah Taala bersumpah dengan mereka karena banyaknya keutamaan dan kemuliaan mereka”.

 

Firman Allah :

 

Artinya : “Dan demi malam, apabila berlalu”.

 

Sebagian ulama mengatakan : “Malam yang dimaksud ialah malam Muzdalifah. Allah bersumpah dengannya, karena keutamaan dan kemuliaannya dengan adanya orang-orang haji yang lewat di sana pada malam itu”.

 

Sedangkan menurut Syaikh Abu Said, yang dimaksud ialah malam Mi’raj. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Taala, yang artinya : “Mahasuci Allah, yang telah memperjajankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa…dst’. (Tafsir Hanafi)

 

Firman Allah :

 

Artinya : “Demi fajar”.

 

Maksudnya : fajar yang pertama, yakni apabila kata ‘fajr itu dianggap isim yang berarti pagi’ saat pertama tampak cahaya mata hari di ufuk timur. Tetapi bisa juga maksudnya adalah fajar kedua, yakni apabila kata itu dianggap masdar yang berarti keluarnya pagi dengan membelah kegelapan.

 

Allah bersumpah dengan waktu fajar, karena peristiwa yang terjadi di waktu itu, yaitu habisnya malam karena munculnya cahaya, tersebarnya manusia dan hewan-hewan, seperti burung-burung dan marga satwa untuk mencari rezeki masing-masing, yang semua itu menjadi contoh dari kebangkitan orang-orang mati kelak, dan memuat pelajaran yang besar artinya bagi orang-orang yang mau berpikir. (Syaikh Zaadah)

 

Firman Allah :

 

Artinya : “Dan demi malam yang sepuluh”.

 

Maksudnya : sepuluh hari dalam bulan Dzulhijjah. Allah bersumpah dengan hari-hari tersebut karena merupakan hari-hari yang sibuk dengan ibadat-ibadat dan amalan-amalan haji. Sedang haji yang mabrur adalah amai yang paling utama untuk menebus dosa sepanjang umur.

 

Dan menurut sebuah khabar : “Tidak ada hari yang amal saleh di dalamnya melebihi hari-hari yang sepuluh ini”.

 

Dan karena hari-hari yang sepuluh itu ditafsirkan dengan sepuluh hari di bulan Dzulhijjah, maka konon, yang dimaksud dengan fajar dalam ayat itu ialah fajar dari hari tertentu, yaitu fajar hari Arafah, atau fajar hari Nahr. Allah bersumpah dengan fajar hari Arafah, karena hari itu adalah hari yang mulia. Pada hari itu orang-orang yang sedang beribadat haji menuju gunung Arafah untuk melakukan wukuf. Atau, Allah bersumpah dengan fajar hari Nahr, karena hari itu adalah hari yang agung. Pada hari itu orang-orang melakukan penyembelihan kurban-kurban”. (Syaikh Zaadah)

 

Firman Allah :

 

Artinya : “Dan demi yang genap dan yang ganjil”.

 

Maksudnya : demi segala sesuatu, baik yang genap maupun yang ganjil, yakni apabila yang genap dan yang ganjil itu dianggap sebagai kinayah dari segala sesuatu. DidaSarkan pada, bahwa apa saja, baik yang berupa jenis, macam, golongan, individu, inti maupun sifat, sumpah dengan yang genap dan yang ganjil itu berarti sumpah dengan Segala sesuatu dengan cara demikian. Begitu juga, apabila genap dianggap sebagai kinayah dari semua makhluk, karena Allah Taala telah menciptakan makhluk secara berpaSang-pasangan, laki-laki dan perempuan, berbicara dan diam, pandai dan bodoh, mampu dan tidak mampu, panas dan dingin, kering dan basah, sebangsa talak dan sebangsa unsur, dan seterusnya. Sedang ganjil dianggap sebagai kinayah dari g Ipta (Allah) karena Dia tunggal, tidak berbilang.

 

Namun sebagian ulama ahli kalam berkata : “Orang tidak boleh mengatakan bahwa, maksud dari ganjil itu ialah Allah Taala, sebab Allah tidak boleh disebutkan bersama Salah satu makhluk dengan cara demikian. Tetapi menyebut-Nya itu haruslah disertai pengagungan, sehingga berbeda dari selain-Nya.

 

Diriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah mendengar seseorang mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya”, maka Beliau mencegahnya, sabda Beliau : Katakanlah Allah, kemudian Rasul-Nya. (Syaikh Zaadah)

73. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN LAILATUL QADAR

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya :“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Alquran) pada malam kemuliaan. Tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Turun para malaikat dan malaikat Jibril pada malam itu dengan izin Tuhan mereka, untuk (mengatur) segala urusan. Sejahteralah ia sampai terbit fajar”. (QS. Al Aadar : 1-5) Tafsir :

 

(.    ) Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam kemuliaan. Dhamir (.   ) di sini tertuju pada Alquran. Allah mengagungkan Alquran dengan cara menyatakan dhamirnya saja, tanpa menyebutkannya secara terang-terangan, sebagai kesaksian akan kemasyhuran Alquran yang tidak perlu disebutkan secara terang-terangan. Demikian pula, Dia mengagungkannya dengan cara menisbatkan penurunannya kepada Dzat-Nya dan dengan mengagungkan waktu di mana ia diturunkan, dengan firman-Nya : (.   ). Dan tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Penurunan Alquran pada malam tersebut, yang dimaksud adalah, bahwa Alquran mulai diturunkan secara keseluruhan dari Lauh Mahfuz ke langit yang terendah oleh malaikat (safarah). Kemudian Jibril as. menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw. secara berangsur-angsur dalam masa dua puluh tiga tahun. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksud ‘menurunkan Alquran dalam ayat ini adalah : Kami menurunkan Alquran pada malam yang utama, yaitu pada malam-malam ganjil di antara sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan. Adapun Sebab dirahasiakannya malam itu adalah agar orang yang menginginkannya, menghidupkan pula malam-malam lainnya. Sedang malam itu disebut ‘lailatu Qadri’ adalah karena kemuliaannya, atau untuk menghargai urusan-urusan yang ada di malam itu. Sebab Allah Taala berfirman, yang artinya : “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmat”.

 

Dan kata ‘alfi’ (seribu) bisa untuk mengartikan “banyak”, atau bisa juga karena adanya riwayat dari Nabi saw., bahwa Beliau pernah menceritakan kepada para sahabat tentang seorang Israil yang mengenakan senjata dan berperang di jalan Allah selama seribu butan. Maka orang-orang mukmin menjadi kagum, dan kemudian menganggap kecil amal Ibadat mereka sendiri. Lantas mereka kemudian diberi suatu malam yang lebih baik daripada masa yang ditempuh oleh pejuang tadi.

 

(.   ) Pada malam itu, turun para malaikat dan malaikat Jibril. MakSudnya, pada malam kemuliaan itu.

 

(.   ) dengan izin Tuhan mereka. Ini adalah keterangan tentang apa yang menyebabkan malam itu lebih baik daripada seribu bulan, dan tentang turunnya para malaikat ke bumi atau ke langit yang terendah, atau tentang mendekatnya mereka kepada orang-orang mukmin.

 

(.   ) untuk segala urusan. Maksudnya, untuk mengatur segala urusan yang berupa kebaikan dan keberkatan, yang ditakdirkan untuk tahun itu sampai tahun berikutnya. Dan ia dibaca juga min kullimriin (.   ), yang artinya : untuk mengurus setiap orang.

 

(.  ) Sejahteralah. Kata ini menjabat sebagai khabar mugaddam (objek yang didahulukan).

 

(.   ) ia. Maksudnya : malam kemuliaan. Kata ini menjabat sebagai mubtada muakhkhar (subjek yang diakhirkan).

 

Maksudnya : malam kemuliaan itu tidak lain adalah kesejahteraan. Allah tidak mentakdirkan pada malam itu selain kesejahteraan. Sedangkan pada malam-malam lainnya, Aliah menetapkan ada kesejahteraan dan ada pula bencana di dalamnya. Atau, malam itu tidak lain adalah kesejahteraan, disebabkan oleh saking banyaknya para malaikat itu mengucapkan salam kepada kaum mukminin.

 

(.   ) sampai terbit fajar, maksudnya : waktu terbitnya. Dan kata mathia’i (.   ) dibaca juga dengan mengkasrahkan huruf lam, menjadi mathili’i (.  ), seperti kata marji’u (     ), atau isim zaman yang tidak mengikuti kias, seperti masyrigu (.   ). (Qadhi Baidhawi)

 

| Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat ialah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”.

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abu Hafs Alkabir, katanya : “Warrag meninggal dunia di Kufah, kemudian seorang alim bermimpi melihatnya, lalu orang alim itu bertanya kepadanya : “Apa yang telah dilakukan Allah terhadapmu, hai Warrag?”.

 

Warraq menjawab : “Tuhanku telah mengampuni aku”.

 

“Dengan apakah?”, tanya orang alim itu pula.

 

Warrag menjawab: “Dengan menuliskan salawat mengiringi tulisan nama Nabi saw.”.

 

Orang yang menuliskan salawat pada kertas saja mendapatkan ampunan, maka bagaimana Allah tidak mengampuni orang yang mengucapkan salawat dengan lisan dan hatinya?”.

 

(Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)

 

Ada yang mengatakan, bahwa Allah Taala mengagungkan Alquran dengan tiga perkara :

 

Pertama, turunnya Alquran itu dinisbatkan kepada-Nya, dan dijadikan-Nya khusus oleh-Nya.

 

Kedua, Alquran itu disebut dengan isim dhamir (kata ganti nama) bukan dengan isim zhahir (kata nama) sebagai kesaksian atas ketinggian derajatnya, karena kemuliaannya yang sempurna.

 

Ketiga, diangkatnya derajat waktu yang di situ Alquran diturunkan. (Kasysyaf)

 

Adapun sebab kenapa malam itu disebut Lailatul Qadar, tidak lain adalah karena pada malam itulah ditetapkannya segala urusan, ketetapan-ketetapan rezeki, ajal dan semua yang akan terjadi pada tahun itu sampai dengan malam yang sama pada tahun depan. Allah Taala menetapkan itu semua untuk seluruh negeri dan semua hamba-Nya. Artinya bahwa, Allah Taala memperlihatkan itu kepada para malaikat dan menyuruh mereka melaksanakan apa yang menjadi tugas mereka masing-masing. Allah menuliskan untuk mereka apa yang telah Dia tetapkan untuk tahun itu, lalu memperlihatkannya kepada mereka. Dan bukan berarti, bahwa Allah Taala memutuskan tagdir pada malam itu. Karena Allah Taala telah menetapkan semua takdir sebelum Dia menciptakan langit dan bumi pada zaman azali.

 

Seseorang bertanya kepada Husein bin Fadhl: “Bukankah Allah telah menetapkan semua takdir sebelum Dia menciptakan langit dan bumi?’.

 

“Benar”, jawab Husein.

 

“Kalau begitu, apa artinya Lailatul Qadar itu?”, tanya orang itu pula.

 

Husein menjawab : “Pengarahan takdir-takdir itu kepada waktu-waktu dan pelaksanaan dari ketetapan yang telah ditakdirkan tersebut”. (Tafsir Lubab)

 

Malam itu dinamakan Lailatul Qadar, tidak lain adalah karena pada malam itulah ditetapkan segala urusan dan keputusan-keputusan untuk tahun itu sampai dengan tahun berikutnya. Kemudian diserahkanlah buku-buku panduan itu, yaitu : daftar tumbuh-tumbuhan dan rezeki kepada Mikail as., daftar hujan dan angin kepada Israfil as., daftar pencabutan nyawa dan ajal kepada Izrail as.. Karena Allah Taala berfirman : P

 

Artinya : “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmat”.

 

Atau, bisa juga AlQadar itu diartikan Adhdhiig (sesak). Karena, bumi pada malam itu penuh sesak dengan banyaknya para malaikat yang turun”. (Misykatul Anwar).

 

Konon, sebab turunnya para malaikat ke bumi pada malam Qadar itu adalah, karena dahulu mereka pernah mengatakan :

 

Artinya : “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang hanya akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah belaka, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”.

 

Allah berfirman :

 

Artinya : “Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

 

Aliah menampakkan bahwa kenyataannya tidaklah seperti yang pernah mereka katakan itu, dan Dia menerangkan pula keadaan kaum mukminin yang sebenarnya. Para malaikat itu turun seraya mengucapkan selamat kepada orang-orang yang beriman dan meminta maaf atas apa yang pernah mereka katakan, berdoa dan memohon ampunan buat kaum mukminin. (Bukhari)

 

Adapun sebab turunnya surah AlQadar ini, menurut riwayat dari Ibnu Abbas ra. : Jibril as. bercerita kepada Nabi saw. tentang seorang hamba yang bernama Syam’un Alghazi. Dia bertempur melawan orang-orang kafir selama seribu bulan, bersenjatakan tulang dagu unta. Dia tidak mempunyai peralatan perang selain dari itu. Setiap kali dia memukul orang kafir dengan tulang dagu unta itu, pasti orang itu mati. Maka tidak terhi. tung mereka yang tewas karenanya. Apabila dia haus, maka keluarlah dari sela-sela gigi unta itu air yang segar, lalu diminumnya. Dan apabila dia merasa lapar, maka tumbuhiah dari tempat itu sekerat daging, lalu dimakannya. Demikianlah kerja Syam’un, berperang setiap hari hingga umurnya mencapai seribu bulan, yaitu sama dengan delapan puluh tiga tahun empat bulan. Orang-orang kafir itu tidak mampu menolak serangannya. Kemudian mereka berkata kepada istri Syam’un, ia adalah seorang wanita kafir, kata mereka : “Ka. lau engkau mau membunuh suamimu, maka engkau akan kami beri harta yang banyak!”

 

“Aku tidak mampu membunuhnya”, jawab istri Syam’un.

 

‘Kami beri engkau seutas tali yang kuat”, kata orang-orang kafir itu. “Ikatlah dengannya kedua tangan dan kedua kaki suamimu itu, selagi dia masih tidur. Lalu kami nanti yang akan membunuhnya”.

 

Maka, ketika Syam’un sedang tidur, istrinya lalu mengikatnya kuat-kuat. Syam’un pun terjaga, lalu dia berkata : “Siapa yang telah mengikatku?’.

 

Istrinya menjawab : “Akulah yang mengikatmu, sekedar untuk mencobamu”.

 

Syam’un merenggutkan tangannya, maka dengan mudah terputuslah tali itu.

 

Kemudian orang-orang kafir datang lagi menemui istri Syam’un lalu menyerahkan seutas rantai kepadanya. Dengan rantai itu, istri Syam’un mengikat kedua tangan dan kaki suaminya. Syam’un pun terjaga dari tidurnya.

 

“Siapa yang telah mengikatku?”, tanyanya dengan suara menggelegar.

 

“Aku”, jawab istrinya. “Hanya sekedar mencobamu”.

 

Maka Syam’un lalu merenggutkan tangannya, sehingga terputuslah rantai itu. Sementara itu, istrinya mengucapkan kata-kata seperti tadi.

 

“Hai istriku”, kata Syam’un. “Aku adalah salah seorang wali Allah. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang mampu mengalahkan aku, selain rambutku ini”.

 

Memang, Syam’un memiliki rambut yang panjang. Ketika istrinya mendengar perkataan Syam’un tadi, maka tahulah ia letak kelemahan Syam’un. Karenanya, begitu Syam’un berangkat tidur, istrinya lalu memotong rambutnya yang panjang sampai ke tanah itu, sebanyak delapan utas. Dengan empat utas rambut itu, dia mengikat kedua tangan suaminya, dan dengan empat utas lainnya, dia mengikat kedua kakinya.

 

Akhirnya Syam’un terjaga dari tidurnya, lalu dia berkata dengan suara keras : “Siapa yang telah mengikatku?”.

 

“Aku”, jawab istrinya. “Untuk mencobamu”.

 

Syam’un mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan itu, namun sekalipun dia sampai meronta-ronta, dia tetap tidak mampu memutuskan ikatan tersebut. Kemudian istri Syam’un memberitahukan kepada orang-orang kafir bahwa tugasnya telah berhasil dengan bagus. Mereka pun datang. Lalu Syam’un mereka bawa ke tempat penyiksaan. Di sana sudah terpancang sebuah tiang. Syam’un lalu mereka ikatkan ke tiang itu. Kedua telinga Syam’un, kedua matanya, kedua bibirnya, lidahnya dan kedua tangan dan kakinya mereka potong. Orang-orang kafir itu seluruhnya berkumpul di rumah penyiksaan itu. Lantas Allah mewahyukan kepada Syam’un : “Perlakuan apa yang engkau inginkan Aku timpakan kepada mereka?”.

 

Syam’un menjawab : “Berilah hamba kekuatan, sehingga aku dapat menggerakkan tiang rumah ini, lalu runtuh menimpa mereka”.

 

Lalu Allah memberi kekuatan kepada Syam’un. Kemudian dia menggerak-gerakkan badannya, sehingga atap bangunan itu runtuh menimpa orang-orang kafir itu, maka matilah mereka semuanya, termasuk istri Syam’un yang kafir itu. Allah menyelamatkar Systa – un dari kejahatan mereka, lalu mengembalikan kepadanya seluruh anggota tubuhnya. Setelah kejadian itu, Syam’un masih sempat beribadat kepada Allah selama seribu butan lagi. Malam hari dia bangun untuk mengerjakan salat, dan siangnya dia berpuasa, hingga akhirnya tewas dipenggal pedang di jalan Allah”.

 

Setelah mendengar cerita tersebut, para sahabat semuanya menangis karena ingin menjadi seperti Syam’un. Mereka berkata kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, tahukah Baginda, apa pahala yang akan diperolehnya?”.

 

Maka Nabi menjawab : “Aku tidak tahu”.

 

Lantas Allah Taala menyuruh malaikat Jibril as. turun membawa surah AlQadar, seraya berpesan : “Hai Muhammad, Aku memberimu dan umatmu malam Qadar (Lailatul Qadar). Ibadat yang dilakukan pada malam itu lebih utama daripada ibadat selama tujuh puluh ribu tahun.

 

Sementara itu ada pula sebagian ulama yang mengatakan : “Allah Taala berfirman : “Hai Muhammad, salat dua rakaat pada malam Qadar itu lebih baik bagimu dan bagi umatmu daripada menebaskan pedang selama seribu bulan pada zaman Bani israil”. (Sananiyah).

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, sebab turun surah ini adalah, pada saat menjelang wafat dan telah dekat perpisahan meninggalkan umatnya, Rasulullah saw., menangis sedih, seraya bergumam : “Jika aku telah meninggalkan dunia yang fana ini, siapa nanti yang akan menyampaikan salam Allah kepada umatku?!”.

 

Beliau sangat masygul, maka Allah menghibur hati Beliau dengan firman-Nya :

 

Artinya : “Para malaikat dan malaikat Jibril turun…. dst.”

 

Jadi merekalah yang akan menyampaikan salam-Ku, dan Aku tidak akan menolak salam dari mereka. Maka janganlah engkau bersedih, wahai kekasih-Ku”. (Mau’izhah).

 

Imam Arrazi berkata : “Apabila fajar telah menyingsing pada malam Qadar, malaikat Jibril as. berseru : “Hai sekalian malaikat, berangkat… berangkat!”.

 

Para malaikat bertanya : “Hai Jibril, apakah yang telah Allah lakukan terhadap orang-orang Islam, umat Muhammad saw., pada malam ini?”.

 

Jibril menjawab : “Sesungguhnya Allah Taala memandang mereka dengan pandangan rahmat, memaafkan dan mengampuni mereka selain empat golongan”.

 

“Siapakah empat golongan itu?”, tanya para malaikat.

 

Jibril menjawab : “Mereka adalah para pencandu minuman keras, orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya, orang yang memutuskan tali silaturahmi, dan pendendam, yakni Orang yang suka marah, yang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa mengerjakan salat dua rakaat pada malam Qadar, yang pada Setiap rakaatnya dia membaca surah Alfatihah satu kali dan surah Al Ikhlas tujuh kali, kemudian setelah salam dia mengucapkan : astaghfirullah wa atuubu ilaih (aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya) tujuh puluh kali. Maka tidaklah dia bangkit dari tempatnya, melainkan Allah telah mengampuni dosa-dosanya dan dosa-dosa ibu-bapaknya, dan Allah Taala mengirim beberapa malaikat menuju ke surga. Di sana menanam pohon-pohon untuknya, membangun mahligai-mahligai, dan mengalirkan sungai-sungai. Dan orang itu tidak akan meninggalkan dunia, melainkan dia akan melihat itu semua lebih dahulu”. (Tafsir Hanafi)

 

Nabi saw. bersabda yang artinya : “Pada tiap-tiap malam Qadar (Lailatul Qadar) Allah Taala menurunkan satu rahmat, yang mengenai semua orang yang beriman, mulai dari bagian bumi sebelah timur sampai ke bagian bumi sebelah barat, namun masih ada tersisa. Kemudian malaikat Jibril berkata : “Ya Rabb, rahmat-Mu telah mencapai semua orang yang beriman, dan masih ada sisanya”.

 

Allah berfirman : “Berikanlah sisa-sisa rahmat itu kepada bayi-bayi yang lahir pada malam ini”.

 

Lantas malaikat Jibril membagi-bagikan sisa rahmat itu kepada bayi-bayi orang Islam dan bayi-bayi orang kafir. Hanya dengan sisa rahmat yang diberikan kepada bayi-bayi orang kafir itu, mampu menarik mereka menuju ke Darussalam. Dan dengan demikian mereka akan mati sebagai orang-orang mukmin”.

 

Begitu pula Nabi Musa as. pernah mengatakan di dalam munajatnya :”Ilahi, aku ingin dekat kepada-Mu”. Lalu dijawab oleh Allah : “Dekat kepada-Ku adalah untuk orang yang melek (tidak tidur) pada malam Qadar”.

 

Musa as. berkata pula : “Ilahi, aku inginkan rahmat-Mu”. Allah menjawab : “Rahmat

 

| Ku adalah untuk orang yang mengasihi si miskin pada malam Qadar”.

 

Musa berkata : “Ilahi, aku ingin dapat melintasi Shirat laksana kilat cepatnya”. Allah menjawab : “Itu hanya untuk orang yang bersedekah pada malam Qadar”.

 

Musa berkata : “Ilahi, aku ingin duduk di bawah naungan pohon-pohon surga dan memakan buah-buahannya”. Allah Taala menjawab : “Itu untuk orang yang bertasbih dengan tekun pada malam Qadar”.

 

Musa berkata : “Aku ingin selamat dari api neraka”. Maka dijawab oleh Allah : “Itu untuk orang yang memohon ampunan kepada Aliah pada malam Qadar sampai Subuh”.

 

Musa berkata : “Ilahi, aku ingin rida-Mu”. Allah menjawab : “Keridaan-Ku untuk orang yang salat dua rakaat pada malam Qadar”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Pada malam

 

Qadar, pintu-pintu langit dibuka. Tidak seorang hamba pun yang mengerjakan salat pada malam itu, melainkan Allah Taala akan mengganti baginya, untuk setiap takbirnya dengan menanamkan sebatang pohon di dalam Surga, yang seandainya seorang pengendara berjalan di bawah bayang-bayang pohon itu selama seratus tahun, masih belum selesai baginya untuk menempuh seluruh bayang-bayang tersebut. Dan untuk setiap rakaat yang dikerjakannya, akan diganti dengan sebuah mahligai di dalam Surga, yang terbuat dari berlian, yagut, zabarjad dan mutiara. Dan untuk setiap ayat yang dibacanya dalam salat itu, akan diganti dengan sebuah mahkota di dalam Surga. Dan untuk setiap duduk di dalam salat itu akan diganti dengan sebuah derajat di antara derajat-derajat dalam surga. Dan untuk setiap salam akan diganti dengan seperangkat perhiasan di antara perhiasanperhiasan Surga”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Menurut salah satu khabar, diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Pada malam Qadar ada empat bendera yang turun : bendera Alhamd, bendera Arrahmah, bendera Almaghfirah, dan bendera Alkaramah. Pada tiap-tiap bendera tadi tertera tulisan : laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah (Tidak ada Tuhan selain Allah Muhammad utusan Allah)”. Beliau melanjutkan : “Barangsiapa membaca tiga kali Laa ilaaha illallaah muhammadur rasuulullah’ pada malam itu, maka dari bacaan yang pertama, dia akan memperoleh ampunan: dari bacaan yang kedua dia akan diselamatkan dari neraka, dan dari bacaan yang ketiga dia akan dimasukkan ke dalam Surga. Kemudian ditancapkanlah bendera Alhamd di antara langit dan bumi bendera Almaghtirah di atas kuburan Nabi saw., bendera Arrahmah di atas Kakbah, dan bendera Alkaramah di atas Sakhrah di Baitul Maqdis. Dan tiap-tiap seorang dari para malaikat itu mendatangi rumah-rumah kaum muslimin pada malam itu sebanyak tujuh puluh kali sambil mengucapkan salam kepada mereka”. (Sananiyah)

 

Dari wahab bin Munabbih, katanya : “Pada jaman dahulu, ada seorang abid di kalangan Bani Israil yang telah beribadat kepada Allah Taala selama tiga ratus tahun. Dia berharap akan memperoleh wahyu. Allah Taala telah menumbuhkan sebatang pohon kurma untuknya yang setiap malam berbuah yang dapat mencukupinya. Dengan adanya buah kurma itu, hati si abid menjadi tentram. Namun, wahyu yang ditunggu-tunggunya tak kunjung datang. Akhirnya terdengar suatu seruan: “Sesungguhnya Aku tidak akan memberikan wahyu kepada seseorang yang harinya merasa tentram dengan selain-Ku”.

 

“Wahai Tuhan “, kata si abid itu. “Apa gerangan yang telah membuat hati hamba menjadi tentram?”.

 

Jawab : “Pohon yang telah engkau makan buahnya itu”.

 

Maka abid itu lalu menebang pohon tersebut. Kemudian dia kembali beribadat dengan tekun. Akhirnya Allah berfirman kepadanya : “Sesungguhnya bagi hamba-hamba-Ku ada suatu malam, yaitu malam Qadar, yang lebih baik daripada seluruh ibadatmu””.

 

Dan sebagian ulama mengatakan :

 

“Di sini terdapat suatu rahasia yang teramat mulia. Yaitu, bahwa Nabi Nuh as. telah menyeru umat manusia selama seribu tahun kurang lima puluh tahun saja. Sedang engkau Ya Muhammad, menyeru umat manusia hanya selama dua puluh tiga tahun saja, tetapi engkau lebih baik daripada Nabi Nuh as. Dan masamu yang sebentar itu lebih baik daripada masa Nabi Nuh as. Dan orang-orang yang mengikutimu kepada-Ku itu lebih banyak jumlahnya daripada pengikut-pengikut Nabi Nuh. Maka demikian pula dengan lelaki yang berperang dengan pedangnya selama seribu bulan itu, dan juga laki-laki yang telah beribadat selama seribu bulan itu, sekalipun banyak, tetapi salat dua rakaat dari umatmu, sekalipun sedikit, yang dilakukan pada malam itu, adalah lebih baik daripada itu semua, agar seluruh makhluk tahu, bahwa karunia-Ku dan rahmat-Ku atas Muhammad dan umatnya adalah lebih baik daripada rahmat-Ku kepada semua makhluk”. (Tafsir Hanafi).

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu malam Qadar itu. Sebagian mengatakan, bahwa malam O

Qadar itu hanya terjadi pada masa Rasulullah saw. saja, kemudian dihapuskan. Namun pada umumnya para Masyaikh berpendapat bahwa, malam Qadar itu masih tetap berianjut sampai hari kiamat. Tetapi mengenai kapannya, mereka berbeda pendapat. Sebagian berpendapat, pada malam pertama dari bulan Ramadan. Yang lain berpendapat, pada malam ketujuh belas. Tetapi kebanyakan berpendapat, di antara sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadan. Adapun umumnya para sahabat dan ulama sependapat bahwa malam Qadar ialah malam kedua puluh tujuh dari bulan Ramadan.

 

Diceritakan bahwa, Abu Yazid Albustami rahimahullah berkata : “Seumur-umur hidup saya, saya pernah mengalami malam Qadar dua kali, semuanya terjadi tepat pada tanggal dua puluh tujuh”.

 

Dan tersebut di dalam kitab Al Haqaiq, karangan Alhanafi, dia mengatakan : “Sesungguhnya huruf-huruf yang terdapat pada kata : Lailatul Qadar’ (      ) ada sembilan. Dan Allah Taala telah menyebutkan kata-kata lailatulQadar itu pada tiga tempat. Jadi seluruhnya ada dua puluh tujuh huruf. Adapun sebab kenapa malam itu tidak diberitahukan kapan terjadinya secara tepat kepada umat, adalah agar mereka tekun beribadat pada seluruh malam di bulan Ramadan itu, karena keinginan yang kuat untuk dapat mengalami malam itu, seperti juga halnya dengan tidak dijelaskannya saat terkabulnya doa pada hari Jumat, dan juga salat wustha di antara salat-salat fardu yang lima, serta ismul a’zham di antara asma ul husna yang sambilan puluh sembilan, dan rida-Nya dalam perbuatan taat kepada-Nya. Itu semua adalah supaya mereka bersungguh-sungguh melakukan peribadatan tersebut. (Misykatul Anwar)

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa beribadat sesaat pada malam Qadar, kira-kira selama seorang pengembala memerah susu kambingnya, itu lebih di sukai Allah daripada berpuasa sepanjang tahun. Dan demi Allah yang telah membangkitkan aku dengan benar sebagai seorang nabi, sesungguhnya membaca satu ayat dari Alquran pada malam Qadar adalah lebih disukai Allah daripada mengkhatamkannya pada malam-malam yang lain”.

 

Dari Aisyah ra., katanya : “Saya bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, kalau saya kebetulan mengalami malam Qadar, maka apakah yang sebaiknya saya baca?”. Rasulullah menjawab : “Ucapkanlah :

 

Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang Maha Pemaaf lagi Maha Pemurah, yang suka memberi maaf, maka maafkanlah aku”. (Mau’lzhah)

 

Dan mengenai makna Arruh (    ) di dalam ayat di atas, para ulama ahli tafsir juga berselisih pendapat. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa, Arruh itu ialah malaikat Jibril as. Sedangkan menurut Ka’bul Ahbar, bahwa di Sidratul Muntaha ada malaikatmalaikat yang tidak diketahui bilangan mereka kecuali hanya oleh Allah Taala saja. Mereka turun bersama malaikat Jibrii pada malam Qadar itu, sedang Jibril berada di tengahtengah mereka. Mereka mendoakan kebaikan untuk orang-orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan. Sedang Jibril tidak melewatkan seorang pun melainkan dijabatnya orang itu. Adapun tandanya adalah jika orang itu gemetar kulitnya, lunak hatinya dan berlinang kedua matanya, maka dialah yang dijabat oleh Jibril as.

 

Dan sebagian ulama yang lain mengatakan : yang dimaksud dengan Arruh ialah malaikat yang sangat besar, yang seandainya dia menelan seluruh langit dan bumi, maka baginya hanya seperti menelan segenggam makanan saja. Malaikat-malaikat yang lain tidak mengetahui tentang malaikat itu selain pada malam Qadar. Pada malam itu ia turun untuk melayani orang-orang yang beriman bersama para malaikat yang lain, ketika meninjau umat Muhammad saw.

 

Sedang kata yang lain, Arruh ialah segolongan malaikat yang tidak diketahui oleh para malaikat lainnya kecuali pada malam Qadar itu.

 

Dan kata yang lain pula, ialah suatu umat ciptaan Allah Taala, mereka makan dan berpakaian. Bukan sebangsa malaikat dan bukan pula sebangsa manusia. Boleh jadi, mereka adalah para pelayan penghuni surga nantinya.

 

Dan ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa Arruh ialah Nabi Isa as. karena nama Beliau memang Arruh. Beliau turun bersama para malaikat untuk meninjau umat Muhammad saw.

 

Dan pendapat lainnya mengatakan, Arruh ialah malaikat, kedua kakinya berada di bawah bumi yang ketujuh, sedang kepalanya berada di bawah Arsy yang tertinggi. Malaikat itu memiliki seribu kepala yang lebih besar daripada dunia. Pada tiap-tiap kepalanya terdapat seribu wajah, dan pada tiap-tiap wajahnya terdapat seribu mulut, dan pada tiaptiap mulut terdapat seribu lidah. Malaikat itu bertasbih mensucikan Allah dengan setiap lidahnya. Pada malam itu, malaikat tersebut turun dan memohonkan ampun buat umat Muhammad saw. (Tafsir At Taisir) –

 

Dan kata sebagian ulama lainnya, maksud Arruh ialah rahmat. Allah mengutus malaikat Jibril membawa rahmat itu untuk hamba-hamba-Nya yang masih hidup, tetapi ternyata berlebih. Maka Allah Taala berfirman : “Hai Jibril, kelebihannya bagikanlah kepada orang: orang yang telah mati”. Namun masih juga berlebih, maka malaikat Jibril bertanya : Ya Rabb, rahmat-Mu masih berlebih, maka apa yang Engkau akan perintahkan?”.

 

Allah Taala berfirman : “Hai Jibril, gudang-gudang rahmat-Ku penuh, maka bagikanlah kelebihannya itu kepada orang-orang kafir yang tinggal di negeri musuh”.

 

Malaikat Jibril lalu membagikannya kepada orang-orang yang diketahui bahwa dia akan mati sebagai muslim. (Syaikh Zaadah)

74. KEUTAMAAN KURBAN DAN PENJELASAN TENTANG TAKBIR-TAKBIRNYA

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus”. (QS. Al Kautsar : 1-3)

 Tafsir :

(.   ) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Yakni, kebaikan yang amat banyak berupa ilmu, amal dan kemuliaan dunia dan akhirat.

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Al Kautsar adalah sungai di dalam surga yang dijanjikan oleh Tuhanku, di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak. lebih manis dari pada madu, lebih putih daripada susu, lebih sejuk daripada es, dan lebih empuk daripada busa. Kedua tepinya berupa permata zabarjad, sedangkan bejana-bejananya dari perak. Orang yang meminumnya tidak akan kehausan lagi selama-lamanya.

 

Dan ada pula yang mengatakan, bahwa ia adalah telaga di dalam surga. Dan ada pula yang mengatakan, anak-anak Nabi dan para pengikutnya, atau ulama dari umatnya, atau Alquranul Azhim.

 

(.    ) Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu. Maka kerjakanlah salat selamanya dengan tulus ikhlas semata-mata mengharapkan keridaan Allah, berlainan dengan orang yang melalaikannya, yang riya dalam melakukannya, sebagai pernyataan syukur atas segala karunia-Nya. Karena salat itu mencakup semua bagian syukur.

 

(.   ) dan berkurbaniah, dan sembelihlah unta, yang merupakan harta orang Arab yang terbaik, dan sedekahkanlah kepada orang-orang yang menghajatkannya. Berlainan dengan orang yang menghardik mereka dan enggan memberi zakat kepada mereka.

 

Jadi surah ini menjadi pembanding dari surah sebelumnya. Dan salat di sini ditafsirkan pula dengan salat hari raya, sedangkan penyembelihan dengan kurban.

 

(.    ) Sesungguhnya orang yang membecimu, sesungguhnya orang yang membuatmu benci, dikarenakan oleh kebenciannya kepadamu…

 

(.  .) itulah yang terputus, yang tidak ada generasinya, karena tidak ada keturunan yang kekal darinya, dan tidak pula nama yang baik. Sedangkan engkau, maka anak cucumu akan terus berkembang dan tetap ada, kemasyhuranmu akan baik, serta bekaspekas keutamaanmu sampai hari kiamat. Dan di akhirat kelak, engkau akan memperoleh hal-hal! yang tidak bisa dilukiskan.

 

Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al Kautsar, maka Allah akan memberinya minum dari setiap sungai di dalam surga, dan dituliskan untuknya sepuluh kebaikan dari setiap kurban yang dikurbankan oleh hamba-hamba Allah pada hari Nahr’ (Qadhi Baidhawi)

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku, karena mengagungkan aku, maka Allah Taala akan menggantikan kalimat itu dengan malaikat yang memiliki sepasang sayap, sebuah di timur dan sebuah lagi di barat, sedang kedua kakinya berada di bawah Arsy. Allah Taala berfirman kepada malaikat itu : “Bersalawatlah engkau untuk hamba-Ku, sebagaimana dia bersalawat untuk Nabi-Ku. Maka malaikat itu bersalawat untuk orang itu sampai hari kiamat”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat Anas ra., katanya : “Nabi saw. tidur-tiduran, kemudian Beliau bangun lalu mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Seseorang bertanya kepada Beliau : “Kenapa Baginda tertawa, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Tadi, yakni belum lama ini, telah turun kepadaku sebuah surah”. Kemudian Beliau membacakannya :

 

Adapun sebab turunnya surah ini, menurut riwayat Abu Saleh, dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Bahwasanya Al ‘Ash bin Wa’il bin Hisyam melihat Rasulullah saw. keluar dari Mesjid, sedang dia sendiri mau masuk, maka berpapasanlah mereka berdua di pintu, lalu bercakap-cakap, sementara sekelompok orang-orang kafir Guraisy sedang berada di dalam Mesjid. Ketika Al ‘Ash bertemu dengan mereka, mereka bertanya : “Siapa yang engkau ajak bicara tadi?”.

 

“Oh itu si Abtar”, jawab Al ‘Ash.

 

Al “Ash menjawab demikian, tidak lain adalah karena orang-orang Ouraisy menyebut Nabi Muhammad saw. sebagai Abtar (orang yang terputus keturunannya). Ketika wafatnya putra Beliau, Ibrahim. Pada jaman jahiliah, apabila seorang laki-laki tidak mempunyai seorang anak laki-laki, mereka menyebutnya Abtar. Ketika Beliau mendengar perkataan Al “Ash itu, masyghullah hati Nabi saw. Maka Aliah Taala lalu menurunkan surah ini, sebagai penghibur hati Beliau dan sebagai jawaban terhadap musuh Beliau: “Andai kata putramu itu hidup, maka dia hanya mempunyai dua pilihan, menjadi nabi atau tidak. Kalau dia tidak menjadi nabi maka engkau tidak mempunyai kehormatan padanya, sedangkan kalau dia menjadi nabi, maka engkau tidak lagi menjadi penutup para nabi. Sedangkan Aku telah menggandengkan nama-Ku dengan namamu di dalam kalimat tauhid, azan, salat dan banyak lagi lainnya, dan engkaulah yang memiliki Alkautsar. Maka mana bisa engkau menjadi seorang yang terputus (dari rahmat)”. (Raudhatul Ulama).

 

Dia, yakni Ibrahim, meninggal dunia semasa masih menetek ada riwayat yang mengatakan, bahwa saat itu ia masih bayi berusia tujuh hari atau lebih. Putra-putra Rasulullah saw. semuanya ada tiga : Qasim, lahir sebelum masa kenabian Muhammad saw., dan telah berpulang kerahmatullah tujuh belas hari sebelum kenabiannya, demikian menurut pendapat yang paling sahih. Kemudian Ibrahim, yang tadi telah dibicarakan. Dan Abdullah. Para ahli sejarah mengatakan, bahwa Abdullah dipanggil juga Thayyib atau Thahir. Dia lahir sesudah kenabian Muhammad saw., di Mekah, dan wafat semasa masih kanak-kanak. Ada pula yang mengatakan bahwa, Thayyib dan Thahir itu bukan Abdullah. Sedangkan putri-putri Beliau ada empat : Fatimah, Rugayyah, Zainab dan Ummu Kuitsum radiyallahu anhunna ajma’in. Putra-putri Beliau seluruhnya lahir dari Khadijah radiyallaahu anha selain Ibrahim, dia lahir dari seorang sahaya asal Dibti (Mesir) yang bernama Mariyah. Semua putra-putri Beliau meninggal dunia sebelum Beliau, selain Fatimah Azzahra radiyiailaahu anha. Fatimah meninggat dunia selang enam bulan sesudah wafat Beliau. Dan Fatimah adalah putri Beliau yang paling utama. (Demikian tersebut dalam Syarah Al Barkawi oleh Al Qanwi)

 

Diriwayatkan bahwa, Alkautsar adalah sebuah sungai di dalam surga. Pendapat lain mengatakan, sebuah telaga di sana. Dan ada pula yang mengatakan, di maugif (padang Mahsyar). Ada pula yang mengatakan, keutamaan-keutamaan yang banyak. Ada pula yang mengatakan, kedudukan yang terpuji. Ada pula yang mengatakan, budi pekerti yang tuhur. Ada pula yang mengatakan, keluhuran nama Beliau. Ada pula yang mengatakan, Surah ini. Ada pula yang mengatakan anak cucu Beliau dan pengikut-pengikut Beliau. Ada pula yang mengatakan, ulama-ulama umat Beliau. Ada pula yang mengatakan, Alquranul “Azhim. Ada pula yang mengatakan, para ulama dari anak cucu Beliau. Ada pula yang mengatakan, apa saja yang telah diwahyukan kepada Beliau seluruhnya. Ada pula yang mengatakan, tokoh-tokoh sahabat Beliau. Ada pula yang mengatakan, tafsir Alquran. Ada pula yang mengatakan, umatnya yang banyak. Ada pula yang mengatakan keramat-keramat yang terjadi. Dan ada pula yang mengatakan, syafaat kubro. (Syihabuddin)

 

Adapun segi kontradiksi antar surah Alkautsar ini dengan surah sebelumnya (surah Alma’un) adalah bahwa, Allah Taala telah mensifati orang-orang munafik di dalam surah sebelumnya dengan empat sifat:

 

Pertama, kikir.

 

Yaitu sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :

 

Artinya : “lalah mereka yang suka menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin”. Kedua, meninggalkan salat.

 

Yaitu sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Maka celakalah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya”.

 

Ketiga, ingin dipuji orang (riya) dalam salatnya. Yaitu sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Orang-orang yang berbuat riya”. Keempat, enggan mengeluarkan zakat. Yaitu Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Dan enggan menolong dengan barang yang berguna” Sebagai lawan dari sifat orang munafik yang lalai dari salatnya itu, Allah menyatakan:

 

Artinya : “Dan salatlah!”. Sebagai lawan dari sifat orang munafik yang suka berbuat riya, maka Allah menyatakan : As Artinya : “Semata-mata hanya karena Tuhanmu”.

 

Dan sebagai lawan dari sifat orang munafik yang suka menghardik anak yatim dan enggan membayar zakat, Aliah menyatakan :

 

Artinya : “Dan berkorbanlah!”.

 

Karena membelanjakan harta yang terbaik adalah lawan dari sifat kikir, sedangkan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang membutuhkannya adalah lawan dari keengganan membayar zakat”. (Syaikh Zaadah)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mempunyai kelapangan rezeki namun tidak mau berkorban (menyembelih hewan kurban), maka mati sajalah ia, kalau mau sebagai seorang Yahudi, dan kalau mau sebagai seorang Nasrani”. Dan menurut riwayat lain :

 

Artinya : “Barangsiapa mempunyai kelapangan rezeki, tetapi tidak mau berkorban, maka janganlah sekali-kali dia mendekati tempat salat kami”.

 

 Dari Imam Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk menyembelih hewan kurban, maka dari setiap langkahnya, dia akan mendapatkan sepuluh kebaikan, dan dihapuskan darinya sepuluh keburukan, dan diangkatlah dia sepuluh derajat Dan apabila dia berbicara kotika membelinya, maka pembicaraannya itu adalah tasbih. Dan apabila dia membayar harganya, maka dari setiap dirhamnya dia akan mendapatkan tujuh ratus kebaikan. Dan apabila hewan kurban itu telah dia rebahkan di atas tanah ketika hendak menyembolihnya, maka setiap makhluk dari mulai tempat penyembelihan itu sampai dengan bumi yang ke tujuh memohonkan ampunan buatnya Dan apabila darahnya telah dia alirkan, maka dari setiap tetes darahnya Allah menciptakan sepuluh malaikat yang akan memohonkan ampunan buatnya sampai hari kiamat Dan apabila dagingnya dia bagi-bagikan, maka dari setiap keratnya dia akan mendapatkan pahala seperti pahala memerdekakan seorang sahaya wanita dari keturunan Ismail as”. (Jawahir Zaadah)

 

Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau berkata kepada Aisyah : “Hai Aisyah, persembahkanlah kurbanmu dan saksikanlah, sesungguhnya dari tetesan darahnya yang pertama yang menetes di atas tanah, engkau akan mendapatkan ampunan Allah Taala atas dosadosamu yang telah lalu”. Aisyah bertanya : “Apakah ampunan itu hanya untuk kita saja, atau juga untuk orang-orang yang beriman umumnya?”. Nabi menjawab : “Bahkan untuk kita dan juga untuk orang-orang yang beriman pada umumnya!””.

 

Dan dari Wahab bin Munabbih, katanya : “Nabi Daud as. bermunajat : “Ilahi, apa pahala orang yang berkurban dari umat Muhammad saw. ?.

 

Allah berfirman : “Pahalanya ialah, Aku akan memberinya dari tiap-tiap rambut yang ada pada badannya sepuluh kebaikan, dan Aku hapuskan darinya sepuluh kesalahan, serta Aku angkat dia sepuluh derajat. Dan dari setiap helai rambutnya, dia akan mendapatkan sebuah mahligai di dalam surga, seorang istri dari golongan bidadari, dan sebuah kendaraan bersayap yang langkahnya sejauh jarak pandangan, yaitu kendaraan penghuni Surga. Dengan kendaraan itu, dia bisa terbang ke mana saja yang dia sukai. Tidakkah kau tahu hai Daud, hewan-hewan kurban itu adalah kendaraan-kendaraan, dan dapat melenyapkan segala bencana di hari kiamat?”. (Zahratur Riyadh)

 

Diceritakan dari Ahmad bin Ishak, katanya : “Saya mempunyai seorang saudara lakilaki yang miskin. Namun, sekalipun dia miskin, setiap tahunnya dia berkorban seekor kambing. Ketika dia meninggal dunia, saya salat dua rakaat, lalu saya berdoa : “Ya Allah, perlihatkanlah kepadaku di dalam tidurku, supaya aku dapat menanyainya tentang keadaannya”. Kemudian saya berangkat tidur dalam keadaan masih wudu. Dalam tidurku, saya bermimpi seolah-olah kiamat telah tiba, dan seluruh umat manusia sudah dibangkitkan dari kuburnya masing-masing. Sekonyong-konyong tampak saudaraku itu naik seekor kuda kelabu, sedang di hadapannya banyak tunggangan yang bagus-bagus. Kemudian saya bertanya kepadanya : “Hai saudaraku, apa yang telah diperlakukan Allah kepadamu?”.

 

“Dia telah mengampuni aku”, jawabnya.

 

“Karena apa?”, tanyaku pula.

 

Dia menjawab : “Karena uang satu dirham yang telah saya sedekahkan kepada seorang perempuan tua yang miskin, karena Allah”.

 

Saya bertanya kembali :“Dan tunggangan-tunggangan ini, apa?”.

 

Dia menjawab : “Ini adalah hewan-hewan kurban saya dahulu di dunia. Sedangkan yang saya tunggangi ini adalah hewan kurban saya yang pertama”.

 

“Ke manakah engkau akan pergi?”, tanya saya.

 

“Ke surga”, jawabnya.

 

Setelah mengucapkan kata-kata itu, dia pun lenyap dari pandanganku. (Sananiyah).

 

Adapun jika orang-orang mukmin itu tidak mempunyai tunggangan dari hewan kurbannya, maka amalnya yang salehlah yang akan menjadi tunggangannya kelak. Dari amal-amalnya yang saleh itu, Allah menciptakan seekor unta yang akan ditungganginya ketika dia keluar dari kuburnya. Kemudian dia menghadap kepada Tuhannya Yang Maha tinggi (Sananiyah)

 

Dari sahabat Anas dan Ali radiyallaahu anhuma, mereka berkata : “Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Apabila orang-orang yang beriman telah dibangkitkan dari kubur mereka masing-masing, Allah Taata lalu berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, janganlah kalian Suruh hamba-hamba-Ku itu berjalan kaki, tetapi naikkanlah mereka ke atas tunggangan-tunggangan mereka. Karena mereka telah terbiasa naik kendaraan ketika di dunia dahulu. Kendaraan mereka yang mula-mula dahulu ialah tulang punggung ayah mereka, kemudian perut ibu mereka, menjadi kendaraan mereka. Kemudian setelah lahir, pangkuan ibu merekalah yang menjadi kendaraan mereka, sampai mereka sempurna menetek. Kemudian kendaraan mereka adalah tengkuk bapak mereka. Sesudah itu, kendaraan mereka adalah kuda dan keledai di darat serta kapal dan sampan di laut. Dan ketika mereka meninggal dunia, maka tengkuk-tengkuk saudara-saudara merekalah yang menjadi kendaraan. Dan ketika bangkit dari kubur mereka masing-masing, janganlah kalian suruh mereka berjalan kaki, karena mereka telah terbiasa naik kendaraan. Berikanlah kepada mereka kendaraan-kendaraan mereka”. Yaitu hewan-hewan kurban mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah Taala :

 

Artinya : “Ingatlah hari ketika Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Rahman sebagai perutusan yang terhormat”.

 

Maksudnya : Dengan naik tunggangan.

 

Dan oleh karenanya, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Besarkanlah kurban-kurbanmu, karena kurban-kurban itu akan menjadi kendaraan-kendaraanmu kelak di atas Shirat”. (Rajabiyah)

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Barangsiapa mengurbankan satu kurban, maka apabila dia bangkit dari kuburnya kelak, dia akan melihat hewan kurban itu berdiri di atas kuburnya, dan ternyata bulunya dari emas, kedua matanya dari yagut surga dan kedua tanduknya dari emas. Orang itu lalu bertanya : “Siapakah engkau, dan engkau ini apa, aku tidak pernah melihat yang sebagus engkau?”. Maka binatang itu menjawab : “Aku adalah hewan kurbanmu yang telah engkau kurbankan di dunja dahulu”. Kemudian binatang itu berkata pula : “Naikiah ke atas punggungku”. Maka orang itu pun naik ke atas punggung binatang itu, lalu dibawanya antara langit dan bumi menuju naungan Arsy”. (Rajabiyah)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa melakukan salat seperti salat kami dan beribadat seperti ibadat kami, maka dia termasuk golongan kami. Dan barangsiapa tidak melakukan salat seperti salat kami dan tidak mau berkurban, maka dia bukanlah dari golongan kami, jika dia kaya”

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Sebaik-baik umatku talah orang yang mau borkurban, dan sejahat-jahat umatku jalah orang yang tidak mau berkurban”,

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Ketahuilah bahwa berkurban itu termasuk amal yang menyelamatkan, yang akan menyelamatkan orang yang melakukannya dari keburukan dunia dan akhirat” (Zubdatul Wa’izhin)

 

Mengeluarkan kurban itu wajib dilakukan oleh tiap-tiap orang Islam yang menetap lagi kaya, yakni bila dia telah memiliki satu nishab, yaitu 200 dirham, atau yang senilai dengannya. Yang merupakan kelebihan dari kebutuhan-kebutuhannya yang pokok. Dalam hal ini tidak disyaratkan harta itu berkembang atau berulang tahun (haul) seperti halnya zakat karena zakat memang disyaratkan harus berulang tahun (haul). Adapun orang miskin, apabila dia mendapatkan harta pada hari-hari saatnya berkurban, maka dia wajib pula berkurban. Sedang orang kaya, tetapi pada hari-hari saatnya berkurban tiba, hartanya itu musnah (bangkrut), maka gugurlah kewajiban berkurbannya. (Demikian tersebut di dalam kitab-kitab fikih).

 

Kurban itu hanya boleh dilakukan dengan empat macam hewan : unta, lembu, domba dan kambing, jantan atau betina. Lembu yang boleh dikorbankan ialah yang telah genap umurnya dua tahun menginjak tahun ketiga. Seekor unta atau lernbu adalah cukup untuk menjadi kurban dari satu sampai tujuh orang yang masing-masing hendak berkurban. Jadi, kalau ada salah seorang dari ketujuh orang tersebut yang menghendaki daging dari bagiannya, atau dia orang kafir, maka dia tidak boleh mengambil atau mengurangi bagian seorang dari tujuh orang itu.

 

Hewan yang dikurbankan boleh berupa jadza, jama, kebiri dan taula.

 

Jadza ialah kambing yang baru berumur enam bulan. Jama ialah hewan yang tidak bertanduk. Sedang taula ialah hewan yang gila.

 

Tetapi, tidak boleh hewan yang buta, yakni yang sudah tidak memiliki dua mata, maupun yang pincang, yakni yang berjalan hanya dengan tiga kaki: maupun yang picek, yang hanya mempunyai sebelah mata: maupun yang sudah tidak bersumsum lagi, maupun yang telah hilang lebih banyak dari sepertiga kupingnya, matanya, atau pantatnya. (Demikian tersebut dalam kitab-kitab fikih).

 

Permulaan waktu kurban ialah sesudah salat led, di dalam kota (tempat yang ramai), dan tidak boleh menyembelih sebelum salat kecuali di desa (tempat yang sepi). Sedang akhir waktu kurban ialah menjelang terbenamnya matahari pada hari Tasyrig yang ketiga. Yang paling utama ialah disembelih sendiri kalau bisa, dan kalau tidak bisa, maka boleh menyuruh orang lain. Dan sangat disukai (dianjurkan) apabila dia menyaksikan sendiri saat penyembelihan. Dan makruh apabila tidak dihadapkan ke arah kiblat. Sebelum hewan itu disembelih dan setelah dihadapkan ke kiblat, hendaklah dibacakan :

 

Artinya : “Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Allah yang telah menciptakan seluruh langit dan bumi, dengan lurus, dan aku bukanlah termasuk golongan orang-orang yang menyekutukan Tuhan. Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar, dan segala puji bagi Allah. Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar’

 

Kemudian hewan itu disembelih, setelah itu kerjakanlah salat dua rakaat. sebagai sesuatu yang sangat disukai (mustahab), sebab Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Letakkanlah pisau yang ada di tanganmu, lalu kerjakanlah salat dua rakaat. Sesungguhnya tidak seorang pun yang melakukan salat dua rakaat, kemudian dia meminta sesuatu kepada Allah, melainkan akan diberi”. Usai salam, ucapkanlah :

 

Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya salatku, ibadatku, hidupku dan matiku sematamata hanya untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintahkan, dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri”. (Dhiyauddin)

 

Adapun waktu salat Ied ialah sejak meningginya matahari kira-kira setinggi satu atau dua tombak, sampai condong ke arah barat (zawaal).

Suatu masalah :

Apabila ada seseorang memiliki uang sebanyak 200 dirham, lalu pada hari Selasa dia membeli hewan kurban seharga 20 dirham, umpanya. Namun binatang itu mati pada hari Rabu, sedang hari raya Adha jatuh pada hari Kamis, maka dia tidak wajib berkurban, karena kurban itu hanya wajib pada hari Adha, sedang dia ketika itu sedang dalam keadaan fakir”. (Demikian disebutkan dalam kitab Fatawal Waaqi’at).

75. KEUTAMAAN MEMBACA SURAH AL IKHLAS DENGAN BASMALAH

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Katakanlah : Bahwasanya Allah Mahaesa, Allah tumpuan segala harapan. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”. (QS. Al Ikhlas : 1-4).

Tafsir :

(.  ) katakanlah : bahwasanya Allah Mahaesa. Dhamir di sini (.  ) adalah dhamir lisy sya’ni, seperti kalau Anda mengatakan “huwa zaidun munthalig (.  ) bahwasanya Zaid berangkat. Sedangkan dirafakannya dhamir ini, karena jabatannya sebagai mubtada (subjek), dan khabar (predikat)nya adalah kalimat sesudahnya. Di sini tidak diperlukan a’id, karena kalimat itu sudah merupakan a’id itu sendiri. Atau, sebagai jawaban ketika Beliau ditanya tentang Allah : Yang kamu tanyakan itu adalah Allah (       ). Karena diriwayatkan bahwa orang-orang kafir Quraisy berkata : “Ya Muhammad, ceritakanlah kepada kami tentang Tuhan-mu yang engkau seru kami kepadaNya itu!”. Maka diturunkanlah surah ini.

 

(.  ) Allah Tumpuan segala harapan. Tuhan yang menjadi tumpukan segala keperluan, berasal dari kata “shamada ilaih” (.  ) yang artinya gashadahu (.   ) atau ‘menuju kepada-Nya’. Dan hanya Dia yang disifati dengan sifat ini dengan tidak terbatas. Karena, Dia tidak memerlukan kepada yang lain sama sekali. Sedang apa pun selain Dia, memerlukan kepada-Nya dalam segala keadaannya. Adapun sebab kata Ashshamad (.  ) itu dima’rifatkan, adalah karena orang telah tahu tentang keshamadan Allah. lain halnya dengan keesaan Aliah. Sedangkan diulang-ulangnya lafaz Allah adalah untuk memberi pengertian, bahwa siapa pun yang tidak bersifat shamad, tidak patut menjadi Tuhan. Dan dikosongkannya kalimat ini dari huruf athaf, karena dia merupakan hasil kalimat yang pertama, atau sebagai dalil atasnya.

 

(.  ) Dia tidak beranak. Karena Dia tidak berjenis, dan tidak pula memerlukan kepada apa pun yang membantu atau menggantikan-Nya, sebab hajat dan binasa tidak mungkin bagi-Nya. Dan penggunaan sighat madhi semata-mata di sini adalah disebabkan oleh tujuannya sebagai jawaban terhadap orang yang mengatakan : “Para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah, sedang Isa Almasih adalah anak laki-laki Allah”. Atau selaras dengan firman Allah :

 

(.  ) dan tidak pula diperanakkan. Hal ini karena Dia tidak memerlukan kepada sesuatu pun dan tdak didahului oleh tiada.

 

(.   ) Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia. Maksudnya, tidak ada seorang pun yang menandingi-Nya, yakni menyamai-Nya, baik isteri atau lainnya. Pada asalnya zharaf diakhirkan, karena zharat itu merupakan jumlah shilah dari kufuwan. Akan tetapi, karena tujuannya adalah untuk meniadakan tandingan terhadap Dzat Allah, maka akhirnya zharaf itu didahulukan, demi sesuatu yang lebih penting. Dan bisa juga, zharaf itu menjadi hal dari dhamir yang tersembunyi dalam kata kufuwan, atau menjadi khabar. Sedangkan kufuwan menjadi hal dan kata ahadun. Dan digandengkannya ketiga kalimat ini dengan huruf athaf, mungkin karena tujuannya adalah untuk meniadakan bagian-bagian dari yang dianggap setara dengan Allah. Jadi, semuanya seperti satu kalimat, yang disampaikan dengan tiga kalimat. (Qadhi Baidhawi)

 

Sebab turunnya surah ini seperti yang dikatakan oleh Ubai bin Ka’ab, Jabir bin Abdullah, Abul Aliyyah, Asysya’bi dan Ikrimah radiyallaahu anhum ajma’in, bahwa orang-orang kafir Mekah, diantaranya : Amir bin Thufail, Zaid bin Gais dan beberapa orang lainnya, semuanya berkumpul, kemudian mereka mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah saw. : “Hai Muhammad, sebutkanlah kepada kami sifat-sifat Tuhanmu, dari bahan apa Dia, apakah dari emas, dari perak, dari besi atau dari tembaga?. Karena tuhan-tuhan kami adalah dari bahan-bahan ini”.

 

Maka Nabi saw. menjawab, yakni jawaban dari diri Beliau sendiri : “Dia tidak serupa dengan sesuatu apa pun”. Kemudian Allah menurunkan surah ini, firman-Nya : Katakanlah (hai Muhammad), Dialah Allah, Yang Mahaesa. Allah Tumpuan segala harapan… dst.

 

Ibnu Abbas ra. berkata : “Ashshamad artinya yang tidak berongga (tidak berperut), tidak makan dan tidak minum. Karena seandainya Allah berperut, maka pasti Dia berhajat kepada sesuatu. Padahal Dia tidak berhajat kepada sesuatu, bahkan seluruh makhluklah yang berhajat kepada-Nya. Dan seandainya Dia berhajat kepada sesuatu, maka Dia tidak patut menjadi Tuhan”. (Dari hadis Al Arba’in)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau pernah berkata kepada Aisyah ra., sabdanya : “Janganlah engkau tidur sebelum engkau melakukan empat perkara : yaitu sebelum engkau mengkhatamkan Alquran, sebelum engkau menjadikan para nabi sebagai pemberi syafaat kepadamu pada hari kiamat nanti sebelum engkau menjadikan semua orang rela kepadamu, dan sebelum engkau melakukan haji dan umrah”.

 

Kemudian Beliau masuk, sedang Aisyah masih tetap menunggu di tempat tidurnya sampai Beliau menyelesaikan salatnya. Setelah Beliau selesai salat, Aisyah bertanya : “Ya Rasulullah, saya tebus Baginda dengan ayah dan ibuku, Baginda tadi menyuruh saya melakukan empat perkara yang pada saat ini saya tidak mampu melakukannya”.

 

Maka tersenyumlah Rasulullah saw. seraya bersabda : “Apabila engkau membaca gul huwallaahu ahad, maka seolah-olah engkau telah mengkhatamkan Alquran. Dan apabila engkau membaca salawat untukku dan untuk para nabi sebelumku, maka sesungguhnya kami akan memberi syafaat kepadamu pada hari kiamat kelak. Dan apabila engkau memohonkan ampun buat orang-orang mukmin, maka mereka semua akan ridha kepadamu. Dan apabila engkau mengucapkan subhanallah walhamdu lillah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar, maka seolah-olah engkau telah melakukan haji dan umrah”. (Tafsir Hanafi)

 

Dari Ali bin Abi Thalib Karramallaahu wajhah, katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca qul huwallaahu ahad sesudah salat Subuh sepuluh kali, maka tidak akan sampai kepadanya satu dosa pun, sekalipun setan bersungguhSungguh menggodanya”.

 

Surah Al Ikhlas adalah surah yang diturunkan di Mekah (Makkiyah), terdiri dari empat ayat, lima belas kata dan empat puluh tujuh huruf.

 

Dari sahabat Ubai bin Ka’ab ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda:

 

Artinya : “Barangsiapa membaca gul huwallaahu ahad satu kali, maka Allah Taala memberi pahala kepadanya sebanyak pahala seratus orang yang mati sebagai syahid”. (Dari hadis Al Arba’in)

 

Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pohon bernama Haulab. Pohon itu mempunyai buah lebih besar daripada buah apel dan lebih kecil daripada buah delima. Tetapi lebih manis daripada madu, lebih putih daripada susu, dan lebih empuk daripada buih”.

 

Sahabat Abubakar ra. lalu bertanya : “Siapakah yang akan memakannya, Ya Rasulullah?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Barangsiapa mendengar namaku, lalu dia membaca salawat untukku, maka dialah yang akan memakannya”. (Zahratur Riyadh)

 

Surah ini dinamakan surah Al Ikhlas, tidak lain adalah karena dia melepaskan pembacanya dari kesulitan-kesulitan dunia dan akhirat, sakaratul maut, kegelapan-kegelapan kubur dan huru-hara kiamat.

 

Konon, ada seorang laki-laki meninggal dunia. Ayahnya bermimpi melihatnya malam itu seolah-olah dia berada di dalam neraka Jahannam dalam keadaan terbelenggu. Tetapi pada malam berikutnya, ayahnya bermimpi lagi melihat anaknya itu yang kini telah berada di dalam surga. Maka bertanyalah sang ayah kepadanya : “Kemarin malam aku bermimpi melihatmu begini-begini, kenapa sekarang menjadi seperti ini?”.

 

Anaknya menjawab : “Seorang lelaki telah lewat di atas kubur kami, lalu dia membaca gui huwalaahu ahad tiga kali, dan memberikan pahalanya kepada kami. Kemudian pahala tersebut dibagi-bagikan di antara kami. Maka inilah bagianku, yang ayah lihat”. (Tafsir Khazin)

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersahda:

 

Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas satu kali, maka seolah-olah dia telah membaca sepertiga Alquran. Dan barangsiapa membacanya dua kali, maka seolah: olah dia telah membaca dua pertiga Alquran. Dan barangsiapa membacanya tiga kali, maka seolah-olah di telah membaca Alquran seluruhnya. Dan barangsiapa membacanya sepuluh kali, maka Allah Taala akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga terbuat dari yagut merah”.

 

Dan menurut sebuah khabar :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas di dalam salat-salat fardu, maka Allah Taala mengampuni dia dan kedua ibu-bapaknya, serta menghapuskan namanya dari daftar orang-orang yang celaka dan mencatatnya di dalam daftar orang-orang yang bahagia”.

 

Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : “Aku dahulu merasa kuatir azab itu akan menimpa kepada umatku di malam dan siang hari, sampai malaikat Jibril datang kepadaku membawa surah gul huwallaahu ahad. Maka tahulah aku, bahwa sesudah turunnya surah tersebut, Allah Taala tidak akan menyiksa umatku, karena surah itu mengenai Allah. Barangsiapa terbiasa membacanya, maka akan berjatuhanlah kebaikan dari langit ke atas kepalanya, dan turunlah ketentraman kepadanya, dan diliputilah ia oleh rahmat. Lalu Allah memandang kepada orang yang membacanya itu, kemudian mengampuninya dengan suatu ampunan yang sesudah itu Dia tidak akan menyiksanya lagi buat selama-lamanya. Dan tidak ada sesuatu pun yang dia pinta kepada Allah Taala, melainkan Allah akan memberinya”. (Tafsir Hanafi).

 

Ai Baihagi mengeluarkan sebuah hadis dari Abu Umamah Al Bahili, bahwa dia berkata : “Malaikat Jibril datang menemui Nabi saw. ketika Beliau sedang berada di Tabuk, diiringi oleh tujuh puluh ribu malaikat. Jibril berkata : “Ya Rasulullah, saksikanlah jenazah Muawiyah”.

 

Maka Nabi pun keluar. Lalu Jibril meletakkan sayapnya di atas bumi sampai rendah sekali, sehingga Rasulullah dapat melihat ke Madinah. Kemudian Beliau melakukan salat jenazah atas Muawiyah itu bersama Jibril dan malaikat-malaikat lainnya. Setelah itu, Nabi bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, dengan apa Muawiyah bisa mencapai derajat ini?’

 

Jibril menjawab : “Karena dia selalu membaca gul huwallaahu ahad, ketika berdiri, duduk, ruku dan berjalan”.

 

Diriwayatkan, bahwa ketika Nabi saw. Telah berangkat hijrah menuju ke Madinah, maka orang-orang kafir Mekah berkumpul di pintu Darunnadwah, yaitu yang terletak di gang Abujahal, lalu mereka berkata : “Barangsiapa yang dapat mengembalikan Muhammad atau membawa kepalanya kepada kami, maka akan kami beri hadiah seratus ekor Unta merah yang bermata hitam, seratus orang perempuan Romawi, dan seratus ekor kuda Arab”.

 

Seorang laki-laki bernama Suragah bin Malik bangkit dan berkata : “Sayalah yang akan mengembalikan Beliau kepada tuan-tuan”.

 

Maka mereka pun menjamin untuk laki-laki itu semua harta tersebut.

 

Maka berangkatlah Suragah mengejar Nabi saw. hingga akhirnya terkejar. Suragah lalu menghunus pedangnya untuk membunuh Nabi saw. Lantas turunlah malaikat Jibril as. seraya berkata : “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menitahkan bumi supaya tunduk kepada perintahmu”.

 

Lalu Rasulullah berkata : “Hai bumi, telanlah dia”. Maka kuda Suragah ditelan bumi Sampai ke lututnya. Lalu Suragah berteriak minta tolong : “Ya Rasulullah, saya tidak jadi melakukannya, tolong… tolong!”.

 

Kemudian Rasulullah berdoa, maka Altah menyelamatkan Suragah berkat doa Beliau Itu. Suragah pun pergi, namun tak lama kemudian dia berbalik kembali sambil menghunuskan pedangnya hendak membunuh Nabi saw. Maka sekali lagi kudanya ditelan bumi, Bumi menelan kuda Suragah sampai ke pusarnya, lalu Suragah berteriak : “Tolong… tolong ya Rasulullah. Saya tidak akan melakukannya lagi sesudah in:!”.

 

Rasulullah kembali berdoa, maka Allah pun menyelamatkan Suraqah kembali. Suragah lalu turun dari kudanya, kemudian dia bertiarap di hadapan unta Rasulullah seraya berkata : “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang Tuhanmu, yang mempunyai kekuasaan besar seperti ini, apakah Dia dari emas atau dari perak?”.

 

Sejurus lamanya Rasulullah diam sambil menundukkan kepalanya. Lalu turunlah Jibril as., kemudian berkata : “Hai Muhammad (Katakaniah, “Dialah Allah, Yang Mahaesa, Allah tumpuan segala harapan. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia), dan (Katakanlah, “Wahai Tuhan Yang Mempunyai kerajaan. Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki) dan, (Dia Pencipta langit dan bumi. Dan Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan, dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula. Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat)”.

 

Suraqah berkata : “Ya Rasulullah, terangkanlah kepadaku agama Islam”.

 

Maka Rasulullah pun menjelaskan kepadanya tentang agama Islam, maka Suragah lalu masuk Islam, dan baik Islamnya. (Dari hadis Al Arba’in).

 

Dahulu, Nabi saw. suka membaca surah Al ikhlas dan dua surah muawwizah (yaitu surah Al Falag dan An Nas), lalu menghembuskannya kepada kedua belah tangannya dan kemudian diusapkannya ke sekujur tubuhnya ketika hendak tidur, apabila Beliau sakit. Dan Beliau menyuruh hal demikian itu.

 

Sebagian ulama mengatakan : “Barangsiapa senantiasa membaca surah Al Ikhlas dengan tekun, maka dia akan mendapatkan semua kebaikan dan selamat dari semua ke

 

jahatan di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa membacanya ketika lapar, maka dia akan kenyang, atau haus, maka akan hilang hausnya”.

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Kami bersama Nabi saw. ketika itu sedang berada di Tabuk. Matahari terbit dengan cahaya dan sinarnya yang terik, belum pernah hal itu terjadi sebelumnya. Jarak antara Tabuk dan Madinah sejauh perjalanan satu bulan. Pada suatu hari, matahari terbit agak suram. Lalu Jibril as. datang, maka Nabi bertanya kepadanya : “Hai Jibril, kenapa kelihatan matahari agak suram?”.

 

Jibril menjawab : “Karena banyaknya sayap-sayap malaikat”.

 

“Mengapa begitu?”, tanya Nabi.

 

Jibril menjawab : “Karena Muawiyah (bukan Muawiyah bin Abu Sufyan, pent.) hari ini meninggal dunia di Madinah. Maka Allah mengirim tujuh puluh ribu malaikat untuk mensalati jenazahnya”.

 

“Mengapa begitu?”, tanya Beliau pula.

 

Jibril menjawab : “Karena dia banyak membaca gul huwallaahu ahad, malam dan siang, pergi dan datang, serta dalam setiap keadaan”.

 

Kemudian Jibril menghampiri Nabi seraya berkata : “Ya Rasulullah, maukah Baginda aku kerutkan bumi agar Baginda dapat melakukan salat atas jenazahnya?”.

 

“Ya”, jawab Nabi.

 

Dengan kedua sayapnya, Jibril memukul bumi sehingga mengkerutiah bumi, lalu Jibril mengangkat dipan Muawiyah agar dapat dilihat oleh Beliau. Nabi pun dapat melihatnya, sementara di belakang Beliau telah berbaris malaikat bersaf-saf yang setiap safnya terdiri dari tujuh puluh ribu malaikat. Kemudian Nabi melakukan salat atas jenazah Muawiyah tersebut. Setelah itu, Beliau lalu kembali ke Tabuk.

 

Imam Muslim telah meriwayatkan dari sahabat Abu Darda ra., katanya : “Sesungguhnya Allah Taala telah membagi-bagi Alquran menjadi tiga bagian. Qul huwallaahu ahad dijadikan-Nya salah satu bagian Alquran. Adapun sebab dia menjadi satu bagian dar! Alquran, boleh jadi karena melihat pahalanya, yaitu, bahwa Allah Taala memberi pahala kepada orang yang membaca surah ini, seperti pahala membaca sepertiga Alquran, tanpa pelipatan pahala.

 

(Demikian dikatakan oleh Imam Annawawi)

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Alquran itu memuat tiga segi : kisah-kisah. hukum-hukum dan sifat-sifat Allah.

 

Adapun Oul huwallaahu ahad adalah salah satu dari ketiga segi ini, yaitu sifat-sifat Allah Taala.

 

(Ibnu Malik atas kitab Al Masyrig)

 

Diceritakan, bahwa Nabi saw. sedang duduk di pintu kota Madinah, tiba-tiba lewattah jenazah seorang laki-iaki. Nabi saw. bertanya : “Apakah dia mempunyai hutang?”.

 

“Dia masih mempunyai hutang empat dirham”, jawab orang-orang yang membawanya. “Dia mati, sedang dia belum sempat membayarnya”.

 

Nabi saw. lalu bersabda : “Salatilah jenazahnya oleh kalian, karena aku tidak akan mensalati jenazah orang yang masih mempunyai hutang, sedang dia belum melunasinya”.

 

Kemudian turun malaikat Jibril as., lalu dia berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Allah mengucapkan salam kepadamu dan berfirman : “Aku telah mengutus Jibril menyamar seperti orang itu, lalu melunasi hutang-hutangnya. Bangkitiah dan salatilah jenazahnya, karena dia mendapat ampunan. Dan barangsiapa mensalati jenazahnya, maka akan mendapatkan ampunan pula dari Allah Taala”.

 

Nabi saw. lalu bertanya : “Hai Jibril, sebab apa dia memperoleh kemuliaan seperti ini?”.

 

Jibril menjawab : “Sebab dia setiap hari membaca seratus kali surah gul huwallaahu ahad. Karena di dalam surah tersebut ada keterangan tentang sifat-sifat Allah dan pujian kepada-Nya”

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas satu kali seumur hidupnya, maka dia tidak akan keluar dari dunia sebelum melihat tempatnya di surga. Terutama orang yang membacanya di dalam salat lima waktu, sekali setiap harinya, maka pada hani kiamat kelak, dia akan memberi syafaat kepada seluruh kerabat dan familinya yang sepatutnya masuk neraka”. (Hadis Arba’in)

 

Di dalam hadis lain disebutkan :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca gul huwallaahu ahad disertai basmalah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya selama lima puluh tahun”. (Tafsir Hanafi)

 

Diceritakan dari sebagian orang saleh, bahwa dia bermimpi melihat seratus ekor burung merpati dari merpati-merpati yang ada di kota Mekah, tanpa kepala. Setelah bangun, dia menceritakan mimpinya itu kepada seorang ahli ta’bir mimpi. Ahli ta’bir itu berkata kepadanya : “Barangkali Anda telah membaca surah Al Ikhlas seratus kali tidak diawali dengan bacaan basmalah”. Orang itu menjawab : “Anda benar”. (Tafsir Hanafi).

 

Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :”Ketika aku diisra’kan ke langit. Aku melihat Arsy terletak pada tiga ratus enam puluh ribu tiang, jarak antara satu tiang dengan tiang lainnya sejauh perjalanan selama tiga ratus ribu tahun. Dan di bawah masing-masing tiang ada dua belas ribu gurun. Tiap-tiap gurun itu sejauh antara timur dan barat. Dan pada tiap-tiap gurun itu tinggal delapan puluh ribu malaikat yang membaca gul huwallaahu ahad. Apabila mereka selesai dari membacanya, mereka lalu berdoa : “Ya Rabbana wa Ya Sayyidana, sesungguhnya pahala bacaan ini kami berikan kepada siapa pun yang membaca surah Al Ikhlas, baik laki-laki maupun perempuan’.

 

Mendengar itu, para sahabat merasa kagum, maka Beliau bertanya : “Kagumkah kalian hai para sahabatku?”.

 

Mereka menjawab : “Benar, Ya Rasulullah”.

 

Nabi bersabda pula : “Demi Allah yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya gul huwaliaahu ahad itu tertulis pada sayap malaikat Jibril as., Allahush shamad tertulis pada sayap malaikat Mikail, Lam yalid wa lam yuulad tertulis pada sayap malaikat Izrail as: walam yakul lahu kufuwan ahad tertulis pada sayap Israfil as. Maka siapa saja di antar umatku yang membaca surah Al Ikhlas, maka Allah akan memberinya pahala orang yang membaca kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alfurgonul azhim”.

 

Kemudian Beliau bertanya : “Herankah kalian hai para sahabatku?”.

 

Para sahabat menjawab : “Benar, Ya Rasulullah”.

 

Nabi saw. bersabda : “Demi Allah, yang diriku berada di dalam kekuasaan-Nya. Sesungguhnya gul huwallahu ahad itu tertulis pada dahi Abubakar Assiddig, Allahush shamad tertulis pada dahi Umar Alfarug: Lam yalid walam yuulad tertulis pada dahi Utsman Dzunnurain, dan walam yakul lahu kufuwwan ahad tertulis pada dahi Ali yang dermawan. Maka barangsiapa membaca surah Al Ikhlas, Allah Taala akan memberinya seperti pahala Abubakar, Umar, Utsman dan Ali radiyallahu anhum”. (Hayatul Qulub).

 

Diriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki mengadukan kemiskinannya kepada Nabi saw., maka Beliau bersabda : “Kalau engkau memasuki rumahmu, maka bacalah surah Al Ikhlas”. .

Laki-laki itu menuruti nasihat Nabi saw., maka Allah pun melapangkan rezekinya.

 Nabi saw. bersabda :

Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas ketika sakit yang menyebabkan kematiannya, maka di dalam kuburnya dia tidak akan membusuk, aman dari kesempitan kubur, dan dibawalah ia oleh para malaikat dengan sayap-sayap mereka, sehingga menyeberangi Shirat menuju ke Surga”.

(Demikian tersebut di dalam Tadzkiratul Aurthubi, hanya saja Al Qurthubi mensyaratkan harus dimulai dengan bacaan basmalah)

PENUTUP

Kami memohon kepada Allah penutup yang baik (husnul khatimah).

Berkata penyusun kitab ini :

“Segala puji bagi Allah, yang telah memberi petunjuk kepada kita di antara mereka yang mendapatkan petunjuk-Nya, dengan tercapainya pengetahuan-pengetahuan yang dicita-citakan: dan yang telah memberi nikmat kepada kita, dengan selesainya kitab Durratun Nashihin ini, yang dipetik dari kitab-kitab yang diminati, dan yang telah mengubah suasana yang sempit menjadi lapang, dengan terputusnya air mata karena pena-pena yang tegak. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi, seutama-utama para rasul dan sesempurna-sempurnanya seluruh makhluk, dan juga atas keluarga dan para sahabat Beliau, yang memperoleh apa yang telah mereka peroleh, karena berpegang teguh dengan syariat Nabi semoga Allah memudahkan syafaat mereka untuk kita pada hari kebangkitan dan pengumpulan.

Kitab ini telah selesai di tulis di tangan orang yang mengaku hina, fakir dan berdosa, yang berharap akan rahmat Tuhannya Yang Maha Kuasa pada hari dipegangnya ubunubun, Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy Syakir Al Khaubawi. Semoga Allah memuliakannya di dunia dan akhirat dengan belas kasih dan kemurahan-Nya yang besar. Dan semoga Allah mengampuni dosanya dan dosa ibu bapaknya, serta memberikan kebaikan kepada keduanya, dengan berkat kemuliaan penghulu para Nabi dan para utusan Tuhan.

Selesai pada tahun 1214 Hijriyah. Semoga pemilik Hijrah (Nabi) itu senantiasa dilimpahi salawat paling mulia dan penghormatan paling terpuji. Amin.[]

LihatTutupKomentar