Tauhid Nabawiyyah dan Tauhid Sam’iyyah
  
Nama kitab: Terjemah Kifayatul Awam, Kifayah al-Awam,
  Kifayat-ul-‘Awam
Nama kitab asal: Kifayat al-awam fi ma Yajib alaihim min
  ilm al-kalam ( كفاية العوام فيما يجب عليهم من علم الكلام )
Penulis:
  Muhammad Al-Fudhali  (محمد الفضالي)
Penerjemah:
Bidang studi:
  Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) Asy’ariyah, ilmu kalam, tauhid,
  ushuluddin.
Daftar Isi
- BAB III TAUHID NABAWIYYAH
 - A. Sifat-Sifat Wajib Para Rosul
 - B. Sifat-Sifat Mustahil Bagi Para Rosul
 - C. Sifat Jaiz Bagi Para Rosul
 - D. Dalil-Dalil Sifat-Sifat Bagi Para Rosul
 - BAB IV TAUHID SAM’IYYAH
 - Kembali ke kitab: Terjemah Kifayatul Awam
 
BAB III TAUHID NABAWIYYAH
A. Sifat-Sifat Wajib Para Rosul
Sifat-sifat yang wajib bagi para rosul ada empat;
  1.    Sidiq;
Sidiq artinya benar dalam seluruh
  ucapan.
  2.    Amanah;
Amanah artinya terpelihara para rosul
  dari perbuatan yang diharamkan ataupun dimakruhkan.
  3.    Tabligh;
Tabligh   
  artinya    menyampaikan   
  sesuatu    yang    wajib disampaikan.
  4.    Fathonah;
Fathonah   
  artinya    cerdas    sekira   
  mereka    mampu mengalahkan hujjah musuhnya dan membatalkan
  dakwaanya.
Keempat sifat tersebut di atas wajib adanya bagi para
  rosul artinya akal sehat tidak bisa mengerti ketiadaannya dari mereka. Dan
  keimanan seseorang ditangguhkan atas mengetahui itu. Inipun diperselisihkan
  antara kedua ulama; Imam Sanusi dan lainnya.
B. Sifat-Sifat Mustahil Bagi Para Rosul
  Para rosul mustahil disifati lawan keempat sifat itu, yaitu;
1.   
  Kadzab, lawan sifat shidiq;
2.    Khiyanat dengan
  melakukan hal-hal yang diharamkan atau dimakruhkan, lawan sifat amanah;
3.   
  Kitman    /    menyembunyikan sesuatu
  yang    harus disampaikan, lawan sifat tabligh dan
4.   
  Baladah / bodoh, lawan sifat fathonah
Keempat sifat itu mustahil
  keberadaannya bagi Rosul. Artinya akal sehat tidak bisa menerima keberadaannya
  pada mereka. Dan keimanan seseorang ditangguhkan atas
 
mengetahui
  itu. Inilah keempat puluh sembilan akidah. Dan sifat penyempurna untuk 50
  akidah adalah sifat jaiz bagi mereka.
C. Sifat Jaiz Bagi Para Rosul
  Sifat jaiz bagi para Rosul adalah ;
Terjadinya sifat kemanusian yang
  tidak mengakibatkan berkurangnya martabat mereka yang tinggi seperti sakit,
  makan, minum, menikah dan lain-lain.
D. Dalil-Dalil Sifat-Sifat Bagi Para Rosul
  Dalil sifat Sidiq para Rosul adalah jika mereka berdusta, pasti khabar Allah
  dusta pula, karena Allah telah membenarkan pengakuan mereka jadi rosul dengan
  menampakan mu’jizat di atas tangan mereka, karena mu’jizat itu sama dengan
  firman Allah : “Amat benar hambaku dalam menyampaikan sesuatu dariKu”.
Penjelasannya,
  jika seorang Rosul datang kepada kaumnya lalu berkata : “aku seorang utusan
  Allah kepada kalian”. Mereka menjawab : “mana dalil atas kerasulanmu”. Beliau
  menjawab : “gunung ini akan terbelah”, misalnya. Mereka berkata lagi : “Coba
  buktikan sekarang juga!”. Sejurus kemudian Allah membelah gunung itu sebagai
  pembenaran atas pengakuan seorang Rosul tadi atas kerasulannya. Nah,
  pembelahan gunung oleh Allah sama dengan firmanNya : “Amat benar hambaku dalam
  menyampaikan sesuatu dariKu”. Jika seorang Rosul tadi dusta, pasti khobar
  Allah dusta pula, sedangkan mustahil khobar Allah dusta. Jika demikian
  mustahil pula para Rosul dusta. Jika mereka mustahil dusta, maka mereka wajib
  disifati as shidq.
Dalil sifat amanah -terpelihara dhohir bathin
  dari perbuatan haram dan makruh- adalah sesungguhnya jika mereka berkhianat
  dengan melakukan perbuatan haram atau makruh, pasti kita diperintahkan pula
  melakukan perbuatan itu, sedangkan tidak benar kita diperintahkan
  melakukannya, karena Allah tidak memerintahkan perbuatan itu. Dengan demikian,
  jelas sekali bahwasanya mereka tidak melakukan kecuali ketaatan baik yang
  wajib ataupun sunah. Mereka tidak akan melakukan hal yang mubah kecuali hanya
  untuk menjelaskan kebolehan melakukannya saja.
Dalil sifat tabligh
  adalah jika mereka menyembunyikan sesuatu yang harus disampaikan, pasti kita
  diperintahkan pula menyembunyikan ilmu, sedangkan tidak benar kita
  diperintahkan demikian, karena orang yang menyembunyikan
 
ilmu
  itu terkutuk. Maka dengan demikian, jelas sekali bahwa mereka tidak akan
  menyembunyikan sesuatu yang harus disampaikan. Ini berarti mereka wajib
  disifati sifat tabligh.
Dalil sifat fathonah -kecerdikan yang luar
  biasa- adalah jika sifat fathonah dinafikan dari mereka, pasti mereka tidak
  mampu berargumentasi dengan argumen yang dapat menaklukan para musuhnya,
  sedangkan kemampuan mereka berargumentasi telah dinyatakan dalam Al Qur’an
  bukan pada satu surat dan ayat saja. Kemampuan beragumentasi ini tidak akan
  timbul kecuali dari orang sangat cerdik.
Dalil sifat jaiz / wenang
  terjadi sifat kemanusian bagi para rosul adalah sesungguhnya mereka senantiasa
  naik terus kedalam kedudukan yang tinggi. Terjadinya sifat kemanusian misalnya
  sakit justru akan menambah kedudukan mereka yang tinggi dan juga supaya hati
  selain mereka dapat terobati manakala diuji oleh berbagai macam penderitaan.
  Terutama orang yang cerdik pandai dapat mengetahui bahwasanya dunia bukan
  tempat untuk membalas ketaatan kekasih Allah, karena jika sebagai tempat
  pembalasan ketaatan, pasti kekasih Alah tercinta tidak akan terkena sedikitpun
  dengan penderitaan itu.
Apalagi jungjunan kita Nabi Muhammad ﷺ yang jadi
  pimpinan para rosul, sahabat-sahabatnya dan keluarganya tentu tidak akan
  mengalaminya. Dengan berakhirnya dalil sifat jaiz, tuntas sudah lima puluh
  akidah dengan dalil-dalil yang mulya.
BAB IV TAUHID SAM’IYYAH
  Kini tiba saatnya kami terangkan tauhid sam’iyyah - perkara-perkara yang dapat
  diketahui dengan dalil Al Quran dan Hadist- yang wajib di’itikadkan oleh
  setiap mukallaf. Diantaranya;
A. Haudh (telaga)
  Perlu diketahui bahwasanya kita wajib mempercayai
sesungguhnya Nabi
  Muhammad ﷺ memiliki Haudh / telaga. Ketidaktahuan keberadaannya, apakah
  setelah melewati shirot / jembatan atau sebelumnya tidak akan membahayakan
  keimanan. Telaga itu akan didatangi seluruh makhluk beriman pada hari kiamat.
  Ia bukan telaga kautsar yang merupakan sungai di surga.
B. Syafa’at
Sebagian yang harus di’tikadkan bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ akan memberikan syafa’at pada hari kiamat saat faslul qodho’ / keputusan pengadilan tatkala manusia berdiam di alam mahsyar. Mereka berharap segera berpaling dari mahsyar walaupun harus masuk neraka. Akhirnya beliau memberikan syafa’at tatkala mereka berpaling darinya. Syafa’at ini khusus untuk baginda Nabi Muhammad ﷺ.
C. Dosa
Melakukan dosa selain kufur tidak akan memposisikan pelakunya dalam kekufuran. Namun baginya harus segera bertaubat walaupun dosa kecil menurut pendapat yang kuat. Pertaubatan tidak batal dengan kembalinya seseorang pada dosa yang sama, tetapi baginya wajib taubat yang baru.
  Seseorang diwajibkan menjauhi sombong, dengki ghibah berdasarkan sabda Nabi
  Muhammad ﷺ
“Sesungguhnya pintu-pintu langit memiliki hijab pada
  yang menolak amal-amal orang sombong, dengki dan ghibah”.
  Arti menolak “mereka menghadang amal-amal tersebut naik untuk diterima,
  akhirnya tidak diterima”
Hasad / dengki artinya mengharapkan hilang
  ni’mat yang ada pada orang lain, baik mengharapkan nikmat itu beralih kepada
  si pendengki ataupun tidak.
 
Kibr / sombong adalah menolak
  kebenaran dan meremehkan orang lain. Makna menolak kebenaran adalah
  mengembalikan lagi ke si pembicaranya.
Diwajibkan pula atas setiap
  mukallaf meninggalkan perbuatan namimah / mengadu domba. Namimah adalah usaha
  merusak hubungan baik diantara manusia, karena ada suatu hadist yang
  menyatakan : “orang yang suka mengadu domba tidak akan masuk surga”. Keharaman
  berbuat dengki itu jika nikmat tersebut tidak membawa orang yang didengki
  menjurus kepada perbuatan maksiat. Jika membawa, maka diperbolehkan
  mengharapkan hilangnya nikmat dari orang tersebut.
  
  D.    Pelaku Dosa
Sebagian yang wajib di’itikadkan bahwasanya “sebagian pelaku dosa besar
  akan disiksa walaupun hanya seorang”.
  
  
  
E.    Khotimah (Akhir Pembahasan)
Iman menurut bahasa adalah percaya atau pembenaran. Diantara arti itu
  tertera dalam firman Allah “dan kamu sekali- kali tidak akan percaya kepada
  Kami” [ QS Yusuf ; 17 ]. Sedangkan arti iman menurut syara’ adalah pembenaran
  kepada sesuatu yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Para ulama berbeda pendapat
  dalam mengartikan tashdiq / pembenaran. Sebagian ada yang berpendapat : “ia
  adalah ma’rifat / mengenal. Jadi setiap yang mengenal adalah mu’min”. Namun
  penjelasan ini disanggah, bahwasanya orang kafir juga mengenal tapi bukan
  mu’min. Penafsiran inipun tidak sesuai dengan pernyataan jumhur ulama' :
  “orang yang taklid tetap mu’min, padahal tidak ma’rifat”. Pendapat yang benar
  tentang tafsir tashdiq adalah perkataan jiwa yang mengikuti pada keteguhan
  baik timbul dari dalil yang disebut ma’rifat ataupun tidak timbul dari dalil
  disebut taklid. Dengan demikian, orang kafir keluar dari nama mu’min, karena
  tidak ada perkataan jiwa. Makna perkataan jiwa adalah : “Aku ridho
kepada
  apapun yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ”, sedangkan jiwa orang kafir tidak
  berkata itu. Sementara orang yang taklid masuk dalam katagori mu’min, karena
  dia memiliki perkataan jiwa yang mengikuti kepada keteguhan walaupun
  keteguhannya bukan timbul dari dalil.
Sebagian yang wajib
  dipercayai oleh setiap mukallaf adalah nama-nama silsilah jungjungan kita,
  Nabi Muhammad ﷺ baik dari arah ayahnya maupun dari arah ibunya. Adapun dari
  arah ayahnya adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutholib bin Hasyim bin
  Abdu Manaf bin Qushoy bin Kilab bin Muroh bin Ka’ab bin Luay bin Gholib
  bin Fihir bin Malik bin Nadhor bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin
  Ilyas bin Mudhor bin Nadzar bin Ma’ad bin Adnan. Ijma’ ulama telah menetapkan
  silsilah ini sampai ke Adnan. Dan tidak ada jalur yang benar dari Adnan sampai
  Adam. Adapun silsilah Nabi Muhammad ﷺ dari jalur ibunya adalah Aminah binti
  Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhroh. Abdu Manaf yang ini bukan Abdu Manaf dari
  arah kakek beliau ﷺ –anak Kilab-. Dengan demikian berkumpullah ibu Nabi
  Muhammad ﷺ pada Kilab. 
  Diwajibkan pula kepada setiap mukallaf mengetahui bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ
  berkulit putih kemerah- merahan sebagaimana perkataan sebagian ulama.
Inilah
  akhir karunia Allah yang dipermudah penulisannya. Rahmat dan salampun semoga
  tercurah kepada baginda Rosul, keluarga, para sahabt dan istri-istrinya selagi
  orang ahli zikir berzikir dan para pelupa lupa berzikir. [alkhoirot.org]
