Hukum Zhihar

Zhihar dalam istilah syariah adalah perkataan suami yang menyerupakan istrinya yang tidak tertalak ba’in dengan wanita yang tidak halal dinikahi oleh sang suami tersebut. Ucapan zihar dapat memiliki konsekuensi hukum dalam hubungan suami-istri.
Hukum Zhihar
Zhihar dalam istilah syariah adalah perkataan suami yang menyerupakan istrinya yang tidak tertalak ba’in dengan wanita yang tidak halal dinikahi oleh sang suami tersebut. Ucapan zihar dapat memiliki konsekuensi hukum dalam hubungan suami-istri.

Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qarib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصا)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i

Daftar Isi


Hukum Zhihar

(فصل): في بيان أحكام الظهار وهو لغة مأخوذ من الظهر وشرعاً تشبيه الزوج زوجته غير البائن بأنثى لم تكن حلاله

(والظهار أن يقول الرجل لزوجته أنت علي كظهر أمي) وخص الظهر دون البطن مثلاً، لأن الظهر موضع الركوب والزوجة مركوب الزوج (فإذا قال لها ذلك) أي أنت عليّ كظهر أمي (ولم يتبعه بالطلاق صار عائداً) من زوجته

(ولزمته) حينئذ (الكفارة) وهي مرتبة وذكر المصنف بيان ترتيبها في قوله (والكفارة عتق رقبة مؤمنة) مسلمة ولو بإسلام أحد أبويها (سليمة من العيوب المضرة بالعمل والكسب) إضراراً بيناً

(فإن لم يجد) المظاهر الرقبة المذكورة بأن عجز عنها حساً أو شرعاً (فصيام شهرين متتابعين) ويعتبر الشهران بالهلال، ولو نقص كل منهما عن ثلاثين يوماً ويكون صومهما بنية الكفارة من الليل، ولا يشترط نية تتابع في الأصح

(فإن لم يستطع) المظاهر صوم الشهرين أو لم يستطع تتابعهما (فإطعام ستين مسكيناً) أو فقيراً (كل مسكين) أو فقير (مد) من جنس الحب المخرج في زكاة الفطر، وحينئذ فيكون من غالب قوت بلد المكفر كبر وشعير لا دقيق وسويق، وإذا عجز المكفر عن الخصال الثلاث استقرت الكفارة في ذمته، فإذا قدر بعد ذلك على خصلة فعلها، ولو قدر على بعضها كمد طعام أو بعض مد أخرجه (ولا يحل للمظاهر وطؤها) أي زوجته التي ظاهر منها (حتى يكفر) بالكفارة المذكورة. .

Pengertian Zihar

Dhihar secara bahasa diambil dari kata “al zhahru” (punggung). Dan dalam istilah syariah adalah perkataan suami yang menyerupakan istrinya yang tidak tertalak ba’in dengan wanita yang tidak halal dinikahi oleh sang suami tersebut.

Praktek dan Contoh Zhihar

Dhihar adalah ucapan seorang laki-laki pada istrinya, “engkau bagiku seperti punggung ibuku.

Ungkapan dhihar tertentu pada kata “adh dhahru (punggung)” bukan perut semisal, karena sesungguhkan punggung adalah tempat menunggang dan istri adalah tunggangan sang suami.

Konsekuensi Zhihar

Ketika sang suami mengatakan hal itu pada istrinya, maksudnya kata “engkau bagiku seperti punggung ibuku”, dan ia tidak melanjutkan langsung dengan talak, maka ia dianggap kembali pada sang istri. Dan kalau demikian, maka wajib membayar kafarat.

Kafarat tersebut bertahap. Mushannif menyebutkan penjelasan tentang tahapan pelaksanaan kafarat tersebut di dalam perkataan beliau,

Kafarat (Tebusan) Zhihar

Kafarat zhihar adalah memerdekakan budak mukmin yang beragama islam walaupun sebab islamnya salah satu dari kedua orang tuanya, yang selamat / bebas dari aib yang bisa mengganggu / membahayakan pekerjaan dengan gangguan yang begitu jelas.

Kemudian, jika orang yang melakukan dhihar tidak menemukan budak yang telah disebutkan, dengan gambaran ia tidak mampu mendapatkan budak secara kasat mata atau secara tinjauan syara’, maka wajib melaksanakan puasa dua bulan berturut-turut.

Yang dibuat acuan menghitung dua bulan tersebut adalah hitungan tanggal, walaupun masing-masing kurang dari tiga puluh hari.

Puasa dua bulan tersebut disertai dengan niat kafarat di malam hari.

Tidak disyaratkan niat tatabu’ (berturut-turut) menurut pendapat al ashah.

Kemudian, jika orang yang melakukan sumpah dhihar tidak mampu berpuasa dua bulan atau tidak mampu melaksanakannya secara terus menerus / berturut-turut, maka wajib memberi makan enam puluh orang miskin atau orang faqir.

Setiap orang miskin atau faqir mendapatkan satu mud dari jenis biji-bijian yang dikeluarkan di dalam zakat fitri.

Kalau demikian, maka jenis biji-bijian tersebut diambilkan dari makanan pokok negara orang yang membayar kafarat seperti gandum putih dan gandum merah, tidak berupa tepung dan sawiq (sagu).

Ketika orang yang wajib membayar kafarat tidak mampu melaksanakan ketiga-tiganya, maka kewajiban kafarat masih menjadi tanggungannya.

Sehingga, ketika setelah itu ia mampu melaksanakan salah satunya, maka wajib ia laksanakan.

Seandainya ia hanya mampu melaksanakan sebagian dari salah satu kafarat seperti hanya mampu memberikan satu mud atau setengah mud saja, maka wajib ia keluarkan.

Bagi laki-laki yang melakukan dhihar maka tidak diperkenankan mewathi istrinya yang telah ia dhihar, hingga ia melaksanakan kafarat yang telah disebutkan.[alkhoirot.org]
LihatTutupKomentar