Adab (Etika) Bergaul Guru dan Murid

Islam mengajarkan etika (adab) untuk bergaul dengan sesama manusia. Etika seorang guru tentunya berbeda dengan adab seorang murid.
Adab (Etika) Bergaul Guru dan Murid
Islam mengajarkan etika (adab) untuk bergaul dengan sesama manusia. Etika seorang guru tentunya berbeda dengan adab seorang murid.

Nama kitab: Terjemah kitab Bidayatul Hidayah (Bidayah Al-Hidayah)
Judul kitab asal: بداية الهداية للإمام الغزالي
Penulis: Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Al-Thusi (أبو حامد محمد بن محمد الغزالي الطوسي)
Lahir: 1058 M / 450 H
Asal: Tous, Iran
Wafat: 19 Desember 1111 Masehi (usia 53) atau tahun 505 Hijriah
Bidang studi: Tasawuf
Download:
- Versi Arab (pdf)
- Terjemah Bidayatul Hidayah (pdf)

Daftar Isi


III. Adab Bergaul

القسم الثالث القول في آداب الصحبة

آداب الصحبة مع الله تعالى اعلم أن صاحبك الذي لا يفارقك في حضرك وسفرك ونومك ويقظتك، بل في حياتك وموتك، هو ربك وسيدك ومولاك وخالقك، ومهما ذكرته فهو جليسك؛ إذ قال الله تعالى: (أنا جليس من ذكرين) .
ومهما انكسر قلبك حزنا على تقصيرك في حق دينك، فهو صاحبك وملازمك؛ إذ قال الله تعالى: (أنا عند المنكسرة قلوبهم من أجلي) .
فلو عرفته حق معرفته لاتخذته صاحبا وتركت الناس جانبا. فإن لم تقدر على ذلك في جميع أوقاتك،

فإياك أن تخلي ليلك ونهارك عن وقت تخلو فيه لمولاك وتتلذذ معه بمناجاتك له، وعند ذلك فعليك أن تتعلم آداب الصحبة مع الله تعالى.
وآدابها: إطراق الرأس، وغض الطرف، وجمع الهم، ودوام الصمت، وسكون الجوارح، ومبادرة الأمر، واجتناب النهي، وقلة الاعتراض على القدر، ودوام الذكر، وملازمة الفكر، وإيثار الحق على الباطل، والإياس عن الخلق، والخضوع تحت الهيبة والانكسار تحت الماء، والسكون عن حيل الكسب ثقة بالضمان والتوكل على فضل الله تعالى معرفة بحسن الاختيار.
وهذا كله ينبغي أن يكون شعارك في جميع ليلك ونهارك؛ فإنها آداب الصحبة مع صاحب لا يفارقك، والخلق كلهم يفارقونك في بعض أوقاتك.

آداب العالم

وإن كنت عالما، فآداب العالم: الاحتمال، ولزوم الحلم، والجلوس بالهيبة على سمت الوقار مع إطراق الرأس، وترك التكبر على جميع العباد إلا على الظلمة زجرا لهم عن الظلم، وإيثارا للتواضع في المحافل والمجالس، وترك الهزل والدعابة، والرفق بالمتعلم، والتأني بالمتعجرف، وإصلاح البليد بحسن الارشاد، وترك الحرد عليه، وترك الأنفه من قول: (لا أدري) وصرف الهمة إلى السائل وتفهم سؤاله، وقبول الحجة، والانقياد للحق، والرجوع إليه عند الهفوة، ومنع المتعلم عن كل علم يضره، وزجره عن أن يريد بالعلم النافع غير وجه الله تعالى، وصد المتعلم عن أن يشتغل بفرض الكفاية قبل الفراغ من فرض العين.. وفرض عينه إصلاح ظاهره وباطنه بالتقوى، ومؤاخذه نفسه أولا بالتقوى ليقتدي المتعلم أولا بأعماله، ويستفيد ثانيا من أقواله.

آداب المتعلم

وإن كنت متعلما، فآداب المتعلم مع العالم: أن يبدأه بالتحية والسلام، وأن يقلل بين يديه الكلام، ولا يتكلم ما لم يسأله أستاذه، ولا يسأل ما لم يستأذن أولا، ولا يقول في معارضة قوله: قال فلان بخلاف ما قلت، ولا يشير عليه بخلاف رأيه فيرى أنه أعلم بالصواب من أستاذه، ولا يسأل جليسه في مجلسه، ولا يلتفت إلى الجوانب، بل يجلس مطرقا ساكنا متآدبا كأنه في الصلاة، ولا يكثر عليه السؤال عند ملله، وإذا قام قام له، ولا يتبعه بكلامه وسؤاله، ولا يسأله في طريقه إلى أن يبلغ إلى منزله، ولا يسىء الظن به في أفعال ظاهرها منكرة عنده، فهو أعلم بأسراره، وليذكر عند ذلك قول موسى للخضر - عليهما السلام: (أَخَرَقتًها لِتُغرِقَ أَهلَها، لَقَد جِئتَ شَيئاً إمرا) ، وكونه مخطئا في إنكاره اعتمادا على الظاهر.

Ketahuilah bahwa ‘sahabatmu’ yang tak pernah ber­pisah denganmu entah dalam keadaan diam, bepergian, tidur, diam, bahkan dalam hidup dan matimu adalah Tuhan Penciptamu. Selama engkau mengingatNya, niscaya Dia menjadi ‘Teman dudukmu’. Sebab, Allah Swt. berkata, “Aku adalah teman duduk bagi orang yang berzikir pada-Ku.” Selama hatimu sedih karena tak mampu menunaikan kewajiban agamamu, maka Dia senantiasa menyertaimu. Sebab Allah Swt. berkata, “Aku berada bersama mereka yang hatinya sedih karena-Ku.” Apabila engkau betul-betul mengenali-Nya, niscaya engkau akan menjadikan-Nya sebagai ‘sahabat’ dan niscaya engkau akan meninggalkan yang lainnya. Jika engkau tak mampu melaksanakan hal itu setiap waktu, maka eng­kau harus menyediakan waktu di malam dan di siang hari untuk kau pergunakan berkhalwat bersama Tuhan dan merasakan kenikmatan bermunajat kepada-Nya. Ber­kenaan dengan hal itu, engkau harus mengetahui adab­-adab menjalin hubungan dengan Tuhan. Yaitu, menun­dukkan kepala, menjaga pandangan mata, mengkonsen­trasikan pikiran, senantiasa diam, menenangkan anggota badan, segera mengerjakan perintah, meninggalkan la­rangan, tidak menolak takdir, senantiasa berzikir dan berpikir, mengutamakan yang hak atas yang batil, putus asa dari makhluk, tunduk dengan perasaan hormat, ri­sau diliputi oleh rasa malu, tenang dalam berusaha ka­rena yakin atas jaminan-Nya, bertawakal kepada karunia Allah Swt. Semua ini harus menjadi karaktermu sepan­jang siang dan malam. Itulah adab menjalin hubungan dengan ‘Teman yang tak pernah berpisah denganmu.’ Adapun semua makhluk, dalam waktu tertentu akan berpisah denganmu.

01. Adab Seorang Alim (Guru)

Jika engkau seorang alim, maka adab yang kau harus kau perhatikan adalah sabar, selalu santun, duduk dengan wibawa disertai kepala yang tunduk, tidak ta­kabur terhadap semua hamba kecuali pada mereka yang lalim dengan tujuan menghapus kelalimannya, bersikap tawadu dalam setiap majelis dan pertemuan, tidak ber­senda gurau, menyayangi murid, berhati-hati terhadap orang yang sombong, memperbaiki negeri dengan cara yang baik dan tidak marah, tidak malu untuk mengaku tidak tahu, memperhatikan pertanyaan si penanya dan berusaha memahami pertanyaannya, mau menerima hu­jah dan mengikuti yang benar dengan kembali kepada­nya manakala ia salah, melarang murid mempelajari ilmu yang berbahaya dan mengingatkannya agar tidak menuntut ilmu untuk selain rida Allah Swt, melarang murid sibuk dengan hal-hal yang bersifat fardu kifayah sebelum menyelesaikan yang fardu ain (yang termasuk fardu ain adalah memperbaiki yang lahir dan batinnya dengan takwa) serta membekali dirinya terlebih dahulu dengan sikap takwa tersebut agar sang murid bisa mencontoh amalnya, kemudian mengambil manfaat dari ucapannya.

02. Adab Seorang Murid

Jika engkau seorang murid, maka adab yang harus dimiliki oleh seorang murid terhadap gurunya adalah mendahuluinya dalam memberi hormat dan salam, tidak banyak berbicara di hadapannya, tidak mengatakan apa yang tak ditanya oleh gurunya, tidak bertanya sebelum diberi izin, tidak mengungkapkan sesuatu yang bertentangan dengan ucapannya, misalnya dengan ber- kata, “Pendapat si fulan berbeda dengan dengan ucapanmu”, tidak menunjuk sesuatu yang berseberangan dengan pendapatnya sehingga terlihat ia lebih tahu tentang yang benar daripada gurunya, tidak bertanya kepada teman duduk gurunya dalam majelisnya, tidak menoleh ke sekitarnya, melainkan ia harus duduk dengan menundukkan pandangan disertai sikap tenang dan etika sebagaimana ketika menunaikan salat. Murid juga tak boleh banyak bertanya ketika guru sedang bosan. Jika guru berdiri maka sang murid juga harus berdiri untuknya, tidak diikuti dengan pembicaraan dan pertanyaan, tidak bertanya kepadanya dalam perjalanan menuju rumah.

Tidak berburuk sangka pada perbuatan-perbuatan yang secara lahiriah tidak bisa diterima, karena ia lebih mengetahui rahasia dibalik itu semua. Sehubungan dengan hal itu perhatikan pertanyaan Musa a.s kepada Nabi Khidir a.s, “apakah engkau sengaja melubangi perahu itu untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh kamu telah melakukan kesalahan yang besar” (Q.S al-Kahfi: 71) ia salah dalam menyikapi perbuatan Nabi Khidir a.s. karena bersandar pada apa yang tampak secara lahir.[alkhoirot.org]
LihatTutupKomentar