Maulid Nabi Bentuk Kegembiraan Kelahiran Nabi

Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw adalah bentuk menampakkan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah. Dan menampakkan suka cita atas kelahiran Nabi itu mendapat pahala dan penghargaan dari Allah sebagaimana Nabi sendiri melakukan akikah dirinya sendiri dan Abu Lahab yang mendapat keringanan hukuman di neraka karena bergembira atas kelahiran Muhammad kecil.
Maulid Nabi Bentuk Kegembiraan Kelahiran Nabi
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw adalah bentuk menampakkan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah. Dan menampakkan suka cita atas kelahiran Nabi itu mendapat pahala dan penghargaan dari Allah sebagaimana Nabi sendiri melakukan akikah dirinya sendiri dan Abu Lahab yang mendapat keringanan hukuman di neraka karena bergembira atas kelahiran Muhammad kecil.

Nama kitab: Terjemah Husnul Maqshid fi Amalil Maulid
Judul kitab asal: Husnul Maqshid fi Amalil Maulid (حسن المقصد في عمل المولد)
Penulis: Imam Suyuthi
Nama lengkap: Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti
Penerjemah: Sya'roni As-Samfuriy
Bidang studi: Hukum syariah

Daftar Isi

MAULID NABI BENTUK KEGEMBIRAAN ATAS KELAHIRAN NABI MUHAMMAD

Acara lain yang mengiringinya, seperti nyanyian, hal yang tak berguna dan sebagainya, maka sebaiknya diperinci sebagai berikut: “Sesuatu yang diperbolehkan dari nyanyian tersebut yang dapat ditolerir untuk dilakukan pada hari tersebut sebagai bentuk rasa suka cita, maka tidak apa-apa untuk diqiyaskan.[24] Sementara sesuatu yang haram atau makruh, maka harus dicegah.
Begitu pula yang menyalahi hukum keutamaan.” (Demikianlah penjelasan al-Hafidz Ibnu Hajar).

Saya (Imam as-Suyuthi) berkata: Telah jelas pula bagi saya dalam menggali dalil Maulid Nabi dari sumber hadits yang lain. Yaitu riwayat al-Baihaqi dari Anas Ra. bahwa Rasulullah Saw. melakukan aqiqah untuk diri beliau sendiri setelah menjadi nabi.[25] Padahal telah dijelaskan dalam riwayat lain bahwa kakek beliau, Abdul Muthalib telah melakukan aqiqah untuk Nabi Saw. pada hari ketujuh kelahirannya.[26] Sementara aqiqah tidak boleh diulang dua kali. Maka apa yang dilakukan oleh Nabi Saw. tersebut adalah sebagai bentuk syukur atas penciptaan Allah terhadap beliau sebagai rahmatan lil ‘alamin dan sebagai bentuk pemberian ajaran kepada umatnya, sebagaimana beliau membaca shalawat untuk beliau sendiri.

Oleh karenanya, dianjurkan bagi kita untuk menampakkan rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad Saw. dengan berkumpul, memberi makanan dan sebagainya, yang terdiri dari bentuk pendekatan diri kepada Allah.

4. Saya melihat imam ahli qira’ah, al-Hafidz Syamsuddin Ibnu al-Jazari[27], berkata dalam kitabnya ‘Urf At-Ta’rif bi al-Maulid asy-Syarif dengan redaksi berikut[28]:

قد رؤي أبو لهب بعد موته في النوم ، فقيل له : ما حالك ، فقال : في النار ، إلا أنه يخفف عني كل ليلة اثنين وأمص من بين أصبعي ماء بقدر هذا - وأشار لرأس أصبعه - وأن ذلك بإعتاقي لثويبة عندما بشرتني بولادة النبي صلى الله عليه وسلم وبإرضاعها له

“Salah seorang keluarga bermimpi bertemu Abu Lahab setelah kematiannya. Ditanyakan kepadanya: “Bagaimana keadaanmu?” Abu Lahab menjawab: “Saya di neraka. Hanya saja (siksa) diringankan bagi saya setiap hari Senin dan saya meminum air dari jari saya seukuran ini (ia menunjuk ujung jarinya). Hal itu karena saya memerdekakan budak Tsuwaibah ketika dia memberi kabar gembira pada saya tentang kelahiran Nabi Muhammad, dan karena ia menyusui Nabi Muhammad.”[29]

Jika Abu Lahab yang kafir dan mendapat celaan dalan al-Quran diberi ‘balasan pahala’ di neraka karena kegembiraannya di malam kelahiran Nabi Muhammad Saw., lalu bagaimana dengan seorang Muslim yang meng- Esakan Allah dari ummat Muhammad Saw. yang senang dengan kelahirannya dan mengerahkan segala kemampuannya untuk kecintaannya kepada Nabi Muhammad? Saya bersumpah, balasannya dari Allah tidak lain akan memasukkannya ke dalam surga kenikmatan dengan anugerahNya.

CATATAN KAKI

24. Imam al-Ghazali menjelaskan secara mendetail hukum menyanyi dan hal-hal yang terkait dalam kitab Ihya’ juz 2 hlm. 284. Pada intinya menyanyi adalah boleh jika tidak mengandung hal-hal haram dalam isi lagunya, musiknya, tidak tasyabbuh (menyerupai) dengan orang kafir dan sebagainya.

25. Ulama ahli hadits berbeda pendapat mengenai status hadits ini. Al-Baihaqi sendiri menilainya dhaif, dan disebutkan dalam Talkhish al-Kabir juz 4 hlm. 362 karya al-Hafidz Ibnu Hajar bahwa hadits ini adalah mungkar. Namun hadits ini juga diriwayatkan oleh ath- Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath No. 994. Al-Haitsami berkata: “Perawi ath-Thabarani adalah perawi shahih, selain Haitsam bin Jamil, ia perawi terpercaya.” (Majma’ az-Zawaid juz 4 hlm. 94). Dengan demikian hadits ini memiliki dua jalur riwayat yang berbeda.

26. Baca kitab Tarikh Hayatu Muhammad Saw. juz 1 hlm. 145 karya Syaikh Hasanain Haikal.

27. Al-Hafidz Ibnu al-Jazari (751-833 H) adalah ulama besar khususnya di bidang ilmu al-Quran dan sangat populer bagi ulama
ahli qira’ah.

28. Redaksi tersebut terdapat dalam kitab al-Mawahib al-Ladunniyah karya al-Hafidz al-Qasthalani. (Sirah al-Halabiyah juz 1 hlm. 138).

29. HR. Bukhari No. 5101, al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra No. 14297 dan dalam Dalail an-Nubuwwah juz 1 hlm. 149.
LihatTutupKomentar