Guru Serius dalam Mengajar

Guru / Ustadz Hendaknya bersungguh-sungguh dalam pengajaran dan memberi kepahaman pada santri dengan mencurahkan daya upaya dan menjelaskan materi walaupun hanya mendekati arti tidak berlebihandan bukan memberatkan hati dan yang melampaui batas-batas hafalan. Dan menjelaskan sesuatu yang dimana ibarat hati menjadi terhenti karena telah mengerti arti tersebut. Dan mencari-cari hitungan seberapa dia telah mengulang-ulangi.
Guru Serius dalam Mengajar
Nama buku: Terjemah kitab Adabul Alim wa Al-Muta'allim
Judul versi terjemah: 1. Pendidikan Akhlak untuk Pengajar dan Pelajar; 2. Pendidikan Karakter Khas Pesantren (Adabul Alim wal Mutaallim)
Nama kitab asal: Adabul Alim wal Muta'allim (آداب العالم والمتعلم)
Pengarang: Hadratusy Syekh Kyai Haji Hasyim Asy'ari
Nama Ibu: Nyai Halimah
Penerjemah: Ishom Hadziq (?)
Bidang studi: Akhlaq dan Tasawuf

Daftar Isi

KE-LIMA: BERSUNGGUH-SUNGGUH DALAM MENGAJAR

Guru / Ustadz Hendaknya bersungguh-sungguh dalam pengajaran dan memberi kepahaman pada santri dengan mencurahkan daya upaya dan menjelaskan materi walaupun hanya mendekati arti tidak berlebihandan bukan memberatkan hati dan yang melampaui batas-batas hafalan. Dan menjelaskan sesuatu yang dimana ibarat hati menjadi terhenti karena telah mengerti arti tersebut. Dan mencari-cari hitungan seberapa dia telah mengulang-ulangi. Pertama-tama dengan menjelaskan gambaran masalah-masalah kemudian memberikan keterangan dengan sesuatu contoh dan menyebutkan dalil-dalil yang berhubungan dengan itu dan meringkas dalam pemberian gambaran beberapa contoh dan membuat perumpamaan (contoh) bagi yang belum menguasai materi (belum ahli) untuk kepahaman dalam mencerna (mengmbil) contoh-contoh dan dalil-dalilnya. Dan menyebutkan dalil dan mengambil dalil dari orang yang mempunyainya. Dan menerangkan kepada santri yaitu makna (arti) yang samar hikmahnya. Dan alasan-alasan dan sesuatu yang berkaitan dengan masalah tersebut berupa asalnya mupun cabangnya. Dan dari salah sangka dalam masalah tersebut hukum, pengecualian (pemecahan masalah) dan memindah ibarat (perumpamaan) yang baik cara penyampaiannya, dan jauh dari mengurangi derajad seorang ulama’, dan bermaksud menerangkan salah faham tersebut berupa nasehat dan devinisi pemindahan yang benar. Dan menyebutkan sesuatu yang menyamai dengan masalah-masalah tersebut dan kemudian mempraktekkannya, dan sesuatu yang membedai dan yang mendekatinya. Dan menerangkan mana yang harus diambil dari dua hikum dan perbedaan antara dua masalah yang bertentangan. Dan tidak boleh mencegah menyebutkan suatu lafadz dengan malu dari seorang yang lain. Biasanya apabila dia membutuhkan pada hal tersebut dan belum menyempurnakan penjelasannya kecuali dengan menerangkannya, apabila lafadz tersebut berupa kinayah (kiasan) maka guru harus memberikan kesimpulan hukumnya secara sejelas-jelasnya dan tidak menjelaskan dengan cara menyebutkan tapi cukup dengan kinayah pula.

Demikian juga apabila dalam suatu majelis ada seorang yang tidak layak dalam menyebutkan lafadz tersebut dengan hadirnya rasa malu pada dia atau secara samar, maka seorang guru harus membuat kinayah dari lafadz tersebut atau dengan selainnya oleh karena arti-arti itu perbedaan keadaan terdapat dalam hadits yang biasanya menjelaskan secara detail dan kadang juga dengan kinayah yang lain. Dan apabila guru sudah selesai pada pelajarannya maka tidak apa-apa seorang guru menyodorkan (mengemukakan) masalah-masalah yang berkaitan dengan hal tersebut atas para santri (murid) dengan tujuan sebagai ujian (pengetesan) dengan hal tersebut kefahaman mereka dan hafalan mereka atas semua yang telah dijelaskan. Apabila sudah tampak pada mereka pelajar yang kuat kefahamannya dengan cara mengulang-ulang jawaban yang benar maka berterimakasihlah padanya. Dan barang siapa belum faham maka guru harus menyuruhnya dengan halus untuk mengulanginya. Adapun maksud dengan memberikan masalah-masalah tersebut sesungguhnya santri ketika mereka kadang-kadang malu dari ucapannya (murid) maka dia belum faham adakalanya untuk menghilangkannya dengan membalas pengulangannya kepada guru atau untuk mempersempit waktu atau karena malu dari orang-orang yang hadir atau agar mereka tidak tertinggal dengan membaca dari yang lain dengan sebab malu itu.

Oleh karena itu seyogyanya bagi guru untuk tidak berkata / bertanya kepada murid “ apakah engkau sudah faham ? “ kecuali apabila tidak bermasalah (aman) dari ucapan guru yaitu jawaban “ ya “ yang dijawab murid sebelum mereka belum faham. Kemudian apabila tidak aman / membuat malu bagi murid atau yang lainnya maka janganlah bertanya tentang kepahaman karena hal itu kadang-kadang guru menanyakannya akan terjadi kebohongan ucapan murid dengan “ ya “ karena sesuatu yang telah jelas dari beberapa sebab.Tapi seorang guru hendaknya melontarkan permasalahan kepada murid sebagaimana yang telah disebutkan.

Apabila seorang guru bertanya kepada murid tentang kefahaman (faham/belum) dan murid menjawab “ ya “ (sudah faham) maka jangan memberinya permasalahan yang baru setelah itu, terkecuali jika hal tersebut menyebabkan siswa malu dengan masalah tersebut karena dengan jelasnya perbedaan suatu jawaban yang dilontarkan siswa. Dan juga seyogyanya bagi guru untuk memerintah seorang murid dalam mempelajari pelajaran yang mencocokinya.Sebagaimana keterangan yang akan datang Insya’ Allah, dan dengan pengulangan pelajaran setelah selesai menjelaskan sesuatu antara mereka (murid) dengan tujuan agar tetap pada hati mereka dan meresap padanya kefahaman pelajaran. Kerena semua hal tersebut mendorong atas kesungguhan pikiran dan pengokohan badan (jiwa) dalam pencarian yang haq (benar).

KE-ENAM

Meminta terhadap santri untuk senantiasa mengulangi hafalannya dan menguji hafakannya yang telah lalu seperti kaidah-kaidah yang dianggap sulit dan masalah-masalah konteporer. Tidak lupa hendaknya sang guru senantiasa memberikan informasi yang terkait dengan pokok-pokok bahasan atau dalil-dalil yang telah dipelajari. Apabila diantara mereka memberikan jawaban benar dan tidak takut atau grogi maka berterima kasilah dan pujilah dihadapan kawan-kawannya agar mereka tergugah semangatnya untuk mencari tambahan.

Begitu pula jika mereka beraspirasi dan tidak takut unjuk gigi dengan kemampuannya yang minim itu maka berilah semangat dengan memberikan iming-iming cita-cita yang tinggi atau kedudukan yang terkait dengan ilmu. Apalagi teguran itu bisa membuatnya semangat dan akhirnya dia bisa berterimakasih.Hendaknya pula mengulangi materi-meteri yang terkait bahasannya agar siswa faham.

KE-TUJUH

Apabila seorang murid melakukan sesuatu yang belum waktunya dan menghawatirkan maka dinasehati dengan lemah lembut dan ingatkan dengan hadits Nabi “sesungguhnya bagi tanaman itu taklah mengenal bumi yang gersang dan tidak ada permukaan yang tetap.” Agar tetap sabar dan semanagat. Apabila terkait indikasi yang membosankan atau indikasi lain maka perintahlah untuk istirahat dan mengurangi aktivitas. Jangan sekali-kali mengomando murid untuk mempelajari sesuatu yang dia belum cukup kepandaiannya atau umurnya. Atau memberikan rekomendasi tulisan yang mengacaukan fikirannya. Jika adaseseorang yang mengajak bermusyawarah kepadanya baik dari segi kefahaman / hafalan dalam bacaan fak / buku-buku maka jangan berkomentar sesuatu sehingga dia mencobanya dan mengetahuinya sendiri apabila dia tidak mampu pada akhirnya, maka komentarilah dengan sederhana terkait dengan bab yang dimaksud. Apabila dia sudah mampu memahami satu kitab dengan baik maka pindahkan kekitab lain yang sesuai dengan kemampuannya, apabila belum jangan dulu, itu semua karena memindahkan santri kepeda apa yang seharusnya dipindahkan atau menambah semangatnya sedangkan menunjukkan kekurangannya mengurangi semangatnya. Begitu pula tidaklah mungkin bagi santri terbagi pikirannya pada dua fak pelajaran atau lebih apabila belum menghafalnya. Tetapi mendahulukan yang terpenting secara berurutan. Apabila diketahui atau dianggap belum layak pada satu bidang maka intrupsikan untuk meninggalkannya dan pindah kelainnya yang bisa diharapkan kelayakannya.[alkhoirot.org]

LihatTutupKomentar