Bab 3: Godaan terhadap manusia

Bab 3: Godaan terhadap manusia Anda harus dapat menyingkirkan rintangan-rintangan hingga ibadah yang Anda lakukan bisa kokoh dan kuat. Semoga Allah me

Bab 3: Godaan terhadap manusia

Nama kitab: Terjemah Kitab Minhajul ‘Abidin
Judul kitab asal: Minhaj Al-Abidin ila Jannati Rabbil Alamin (منهاج العابدين إلى جنة رب العالمين)
Pengarang: Al-Ghazali
Nama lengkap: Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali (Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad aṭ-Ṭūsiyy al-Ġazzālīy)
Nama yang dikenal di Arab: أَبْو حَامِدْ مُحَمّد الغَزّالِي الطُوسِيْ النَيْسَابُوْرِيْ الصُوْفِيْ الشَافْعِي الأشْعَرِيْ
Kelahiran: 1058 M/450 H, Tous, Iran
Meninggal: December 19, 1111 M/ 505 H, Tous, Iran
Penerjemah: K.H.R. Abdullah bin Nuh
Bidang studi: Ilmu Tasawuf, Sufisme, Akhlaq

Daftar isi

  1. Bab 3: Awaiq (Godaan)
    1. A. Ragam godaan terhadap manusia 
    2. B. Takwa: senjata melawan godaan setan dan nafsu
    3. C. Cara mengatasi berbagai godaan
  2. Kembali ke: Terjemah Minhajul Abidin
Tahapan Ketiga 'AWAAIQ (GODAAN)

Tahapan ketiga adalah awanig (godaan).

Hai orang-orang yang hendak beribadah! Anda harus dapat menyingkirkan rintangan-rintangan hingga ibadah yang Anda lakukan bisa kokoh dan kuat. Semoga Allah memberikan petunjuk-Nya padamu.

A. Ragam Godaan terhadap Manusia

Di depan telah kami sebutkan bahwa ada empat macam rintangan (godaan).

Rintangan pertama: Dunia seisinya

Untuk menghilangkan rintangan tersebut kita harus menghilangkan ketergantungan terhadapnya dan memalingkan diri darinya. Adapun yang mengharuskan berbuat demikian ada dua:

Pertama, agar ibadah Anda lurus dan bertambah banyak. Sebab kecintaan terhadap dunia akan menyibukkan diri Anda. Anggota badan sibuk mencari kekayaan dunia, sedangkan hati selalu dipenuhi keinginan dan sibuk mencari berbagai cara (untuk mendapatkannya). Keduanya akan merintangi ibadah, karena nafsu dan hati merupakan sesuatu yang satu. Jika hati telah sibuk memikirkan sesuatu, maka ia pasti akan melupakan kebalikannya.

Dunia dan akhirat bagaikan dua wanita yang dimadu. Jika Anda membahagiakan yang satu, maka yang satu lagi pasti akan kecewa karena merasa terlupakan. Keduanya bagaikan timur dan barat. Jika Anda menghadap kesalah satu sisinya, tentu sisi yang lain berada di belakang Anda.

Keterangan yang menyebutkan bahwa kesibukan mencari dunia secara lahir dapat merintangi ibadah adalah apa yang diceritakan oleh Abu Darda’ r.a. Beliau berkata: “Tiada hentinya aku berusaha menyatukan ibadah dan berdagang. Ternyata keduanya tidak dapat menyatu. Kemudian aku memilih beribadah dan meninggalkan perdagangan.”

Diceritakan pula bahwa sahabat Umar r.a. berkata: “Jika keduanya (ibadah dan mencari dunia) dapat bersatu pada diri seseorang, tentu aku dapat menyatukannya pada diriku dengan kekuatan dan kelembutan yang dianugerahkan Allah kepadaku.”

Bila demikian adanya, maka tinggalkanlah dunia yang pasti rusak dan pilihlah (akhirat yang menjanjikan) keselamatan.

Adapun secara batin, hati akan sibuk memikirkannya, karena hati adalah tempat berkeinginan, sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw. Beliau bersabda:

Artinya: “Barangsiapa mencintai dunia, niscaya ia akan merugi di akhirat. Barangsiapa mencintai akhirat, niscaya dunianya akan terbengkalai. Oleh karena itu pilihlah hal yang bersifat abadi seraya meninggalkan sesuatu yang dijamin pasti binasa.”

Sekarang telah nyata bahwa jika secara lahir Anda sibuk berusaha mencari dunia dan secara batin dipenuhi keinginan untuk mendapatkannya, niscaya tidak mudah bagi Anda untuk memenuhi hak-hak ibadah. Sedangkan zuhud (menghilangkan ketergantungan terhadap dunia) akan menjadikan lahir dan batin Anda lapang, mudah beribadah, bahkan seluruh tubuh akan membantu ibadah Anda.

Diceritakan dari Salman Al-Farisi. Beliau berkata: “Sesungguhnya apabila hati seseorang tidak terpancang kepada dunia, maka hatinya bersinar terang penuh hikmah dan anggota badannya saling menolong dalam beribadah.”

Kedua, sikap zuhud akan membuat Anda semakin berharga, berkedudukan tinggi dan bertambah mulia. Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: “Dua rakaat yang dikerjakan oleh seorang alim dan berhati zuhud lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada amal yang dikerjakan oleh ahli ibadah sepanjang hidupnya secara terus menerus.”

Apabila ibadah yang bisa bertambah mulia dan banyak karena zuhud, maka sudah seharusnya orang yang ingin beribadah bersikap zuhud dan berpaling dari dunia.

Jika Anda bertanya: “Apakah arti zuhud di dunia dan bagaimana cara yang benar untuk melakukannya?”

Jawabnya adalah: Menurut para ulama, zuhud dibagi menjadi dua. Zuhud yang berada di bawah kemampuan manusia dan zuhud yang berada di luar jangkauan kemampuan manusia.

Zuhud yang berada di bawah kemampuan manusia terbagi menjadi tiga:

1 Tidak mencari-cari sesuatu yang tidak menjadi milikinya.Membagikan apa yang telah terkumpul kepada orang lain.
Di dalam hati tidak menghendaki dunia dan herusaha mendapatkannya.

Zuhud yang berada di luar jangkauan kemampuan seorang hamba adalah segala sesuau yang tidak bisa mempengaruhi hati agar berpaling dari ibadah.

Perlu diketahui pula bahwa sebenarnya zuhud yang mampu dilakukan oleh seorang hamba adalah permulaan dari munculnya zuhud yang berada di luar batas kemampuan zuhud sesuai dengan kemampuannya seperti tidak mencari sesuatu yang tidak dimilikinya, mau berbagi kesenangan dengan apa yang ia miliki, tidak berhasrat dan memilih dunia serta dikerjakan karena Allah, mengharap keagungan pahala yang diperoleh dengan banyak mengingat bahaya yang ditimbulkannya (dunia), maka hal itu pasti akan membuatnya bersikap masa bodoh terhadap dunia, Dan menurutku “sikap masa bodoh” inilah zuhud yang sebenarnya.

Kemudian ketahuilah bahwa yang terberat di antara ketiganya adalah membuang keinginan dari hatinya.

Banyak orang yang secara lahir meninggalkan dunia tapi dalam batin tetap menginginkannya. Jadi, ia hanya tenggelam dalam pergulatan dan penderitaan yang melelahkan dirinya sendiri. Dan segala persoalan zuhud sebenarnya bermuara pada “sikap masa bodoh terhadap dunia” ini.

Bukankah Allah Swt. telah berfirman:

Artinya: “Itulah negeri akhirat. Kami menjadikannya untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi.” (Q.S. Al-Qashshaash: 83)

Allah menyandarkan hukum pada “tidak adanya keinginan”, bukan “tidak mencari tahu” atau tidak mewujudkan keinginan.”

Juga firman Allah berikut ini:

Artinya: “Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, maka akan Kami tambahkan keuntungan tersebut baginya. Dan barangsiapa menghendaki keuntungan dunia, maka Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tiada sedikitpun bagian di akhirat untuknya.” (Q.S. Asy-syuraa: 20)

Firman Allah:

Artinya: “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (di dunia – ini), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki.” (Q.S. Al-Israa’: 18)

Dan firman-Nya pula:

Artinya: “Dan barangsiapa menghendaki kehidupan di akhirat dan berusaha dengan sungguh-sungguh ke arah itu, sedang ia seorang mukmin, maka mereka itulah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. “(QS.5 Al-lsraa 19)

Bukankah Anda tahu bahwa semua petunjuk tersebut menuju ke masalah iradah (keinginan)? Karenanya, dalam keadaan seperti Wu nadah amatlah penting. Akan tetapi jika hamba tersebut tekun dan rajin melakukan dua hal yang pertama, yaitu membagi (harta yanp dimiliki) dan tidak mencari-cari (harta yang bukan miliknya), maka ia masih bisa mengharap anugerah dari Allah agar Dia memberikan taufik untuk menolak keinginan.

Adapun pilihan itu berasal dari hati, karena sesungguhnya Dia (Allah) Maha Memberi anugerah dan Maha Mulia.

Kemudian, hal yang dapat memotivasi Anda agar tidak mencari-cari perkara yang tidak ada dan memberikan yang sudah menjadi milik kita serta dapat memudahkan hal tersebut adalah mengingat akibat buruk yang ditimbulkan dunia serta kekurangan-kekurangannya.

Telah banyak ulama yang membicarakan tentang hal ini. Di antaranya adalah ucapan seorang ulama berikut ini: “Kutinggalkan dunia karena manfaatnya hanya sedikit, sangat melelahkan, mudah (cepat) rusak dan kehinaan orang yang menjadikannya sebagai teman.”

Guru kami (Abu Bakr Al-Warraaq) berkata: “Pertanyaan seperti ini memang benar tapi masih semerbak berbau cinta. Sebab orang yang mengeluhkan suatu perpisahan tentu merasa senang bila bertemu kembali. Dan barangsiapa meninggalkan sesuatu karena adanya orang lain yang ikut memilikinya tentu akan merasa senang jika ia memilikinya sendirian. Oleh karena itu, ungkapan yang paling tepat adalah apa yang diutarakan oleh guru karhi: Sesungguhnya dunia ini adalah musuh Allah sedang Anda orang yang mencintainya, dan barangsiapa mencintai seseorang tentu akan ikut membenci musuh kekasihnya.”

Al-Ghazali berkata: “Sesungguhnya dunia berasal dari kotoran bangkai. Tidakkah Anda lihat dunia berakhir dengan keadaan kotor, binasa, rusak dan habis. Tapi karena bangkai tersebut diperciki wewangian dan dibungkus dengan perhiasan, maka orang-orang yang lalai menjadi tertipu dengan melihat sisi luarnya. Dan orang-orang yang sempurna akalnya akan pergi menghindar darinya.”

Jika ada pertanyaan: “Bagaimana hukumnya zuhud (meninggalkan dunia)? Wajib atau sunat?”

Ketahuilah bahwa zuhud bagi kami ditujukan pada barang halal dan haram. Meninggalkan yang haram hukumnya wajib. Sedangkan meninggalkan yang halal hukumnya sunat.

Kedudukan barang haram bagi orang-orang yang istiqamah dalam ketaatannya sama persis dengan bangkai yang menjijikkan. Mereka tidak mengambilnya kecuali dalam keadaan terpaksa dan hanya sekedar menolak datangnya bahaya.

Zuhud terhadap sesuatu yang halal adalah kedudukan yang dimiliki oleh para “Wali Abdal.” Bagi mereka barang halal itu seperti bangkai. Mereka tidak mengambilnya kecuali sekedar yang harus dimakan. Sedangkan barang haram bagi mereka sama dengan api. Tidak sedikitpun hati mereka tergerak untuk mendapatkannya. Inilah yang dinamakan buruudah (dinginnya hati). Artinya orang-orang yang berzuhud tentu memupus keinginannya terhadap dunia, menganggapnya kotor dan sangat mengingkarinya. Di dalam hatinya sedikitpun tidak tersisa pilihan atau keinginan untuk mmendapatkannya.

Jika Anda berkata: “Bagaimana mungkin dunia yang penuh kelezatan, menakjubkan dan banyak dicari oleh orang banyak bisa disamakan dengan api atau bangkai yang menjijikkan, kotor dan berubah, sementara diri dan tabiat kita tidak berubah?”

Ketahuilah bahwa orang yang diberi taufik secara khusus dan mengetahui bahwa pada dasarnya dunia itu rusak dan kotor, tentu dunia itu baginya sama dengan bangkai. Orang yang mengagumi masalah ini tak lain hanyalah para pecinta dunia yang tidak melihat cacat dan keburukannya, orang-orang yang tertipu dengan keadaan luar dan hiasannya. Aku akan memberikan berbagai perumpamaan tentang mereka yang beranggapan bahwa dunia itu seperti bangkai.

Ada seseorang yang membuat jenang dengan bahan lengkap seperti gula dan lain lain. Lalu ia memasukkan racun yang mematikan ke dalam adonan tersebut. Saat itu ada seseorang melihat kejadian tersebut dan ada seoranp lapi yang tidak melihatnya. Selanjutnya jenang tersebut diletakkan di hadapan kedua orang ini setelah dihias dan dipercantik. Orang yang melihat bahwa jenang itu telah dibumbuhi racun tentu tidak akan menginginkannya. Sedikitpun di dalam hatinya tidak terbersit keinginan untuk mengambil meski apapun keadaannya. Baginya jenang tersebut seperti api dan bahkan lebih dari itu karena ia tahu ada kebinasaan di dalannya. Ia tidak tertipu dengan keadaan luar dan hiasannya.

Sedangkan yang satunya, yakni orang yang tidak melihat pembuatan jenang tersebut pasti tertipu dengan keadaan luarnya yang telah dipercantik. Dia sangat menginginkan jenang itu dan bahkan dalam hal ini ia menganggap kawannya yang tidak mau mengambil sebagai orang bodoh.

Seperti inilah perumpamaan barang-barang dunia yang haram di mata orang-orang yang melihat sesuatu dengan mata hati serta istiqamah dan di mata orang-orang bodoh yang mencintai dunia.

Seandainya orang yang membuat jenang ini tidak membubuhkan racun tapi hanya meludah atau memberinya ingus kemudian memberi wewangian dan menghiasnya, orang yang melihat perbuatan itu tentu merasa jijik dan tidak mau memakannya. Ia tidak mau mengambilnya kecuali dalam keadaan sangat terpaksa dan amat membutuhkannya. Sedangkan orang yang tidak menyaksikan pembuatan jenang tentu tidak tahu apa yang terjadi padanya. Ia tertipu dengan keadaan luarnya, sangat menginginkannya, merasa asyik, kagum dan menyukainya.

Seperti inilah perumpamaan barang-barang dunia yang halal di mata dua golonngan, yakni orang-orang yang waspada (melihat sesuatu dengan mata hati) serta istiqamah dan di mata orang: orang yang mencintai dunia serta lalai.

Keadaan dua orang yang berwatak dan berperawakan sama ini berbeda hanya karena kewaspadaan dan pengetahuan yang dimiliki salah satu dari keduanya dan kebodohan serta ketertutupan hati yang dimiliki orang kedua.

Seandainya orang yanp mnenyukai dunia Ini tahu dan melihat apa yang diketahui oleh zahid (orang yang tidak menyukai dunia) tentu ia pun tidak merasa suka sama dengan si zahid. Seandainya zahid itu tidak tahu dan melihat apa yang tiduk diketahui oleh orang orang yang menyukai dunia tentu ia pun akan menyukainya dan sama dengan orang tersebut.

Dengan demikian, Anda pun tahu bahwa perbedaan itu hanya karena adanya kewaspadaan dan tidak terletak pada watak.

Semua ini merupakan inti permasalahan yang berguna, suatu keterangan yang benar dan bisa dicerna oleh orang berakal serta orang yang sadar.

Hanya Allah yang menguasai petunjuk dan taufik dengan anugerah-Nya. Jika ada yang mengatakan: “Mau tidak mau kita harus mengambil harta dunia ini sekedar menjadikannya sebagai penguat. Lalu bagaimana cara berzuhud dalam hal itu?”

Ketahuilah bahwa zuhud itu terletak pada kelebihan barang halal. Yakni sesuatu yang tidak dibutuhkan untuk menegakkan organ tubuh. Jadi, yang dimaksudkan di sini adalah kekuatan tubuh sehingga bisa beribadah kepada Allah, bukan makan, minum dan merasakan kelezatan.

Bila Allah menghendaki, maka Dia akan menegakkannya dengan suatu sebab. Dan bila menghendaki, maka Dia juga bisa menegakkannya tanpa sebab seperti halnya para malaikat.

Kemudian jika ingin menegakkannya dengan suatu sebab, bolehjadi Dia menegakkannya dengan sesuatu yang Anda peroleh atau dengan sesuatu yang Anda usahakan. Tapi bisa juga dengan hal lain yang diberikan-Nya tanpa pernah Anda perkirakan dan tanpa Anda cari sebagaimana firman Allah:

Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah maka Dia akan muanjadikan untuknya jalan keluar (dari kesulitan) dan memberinya rezeka dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Q.S. Ath-Thalaaq: 2-3)

Jika itu yang terjadi, Anda sama sekali tidak perlu mencari dan menginginkannya.

Apabila Anda tiba-tiba merasa tidak mampu melakukan zuhud seperti itu dan berusaha mendapatkan dunia, maka niatilah pencarian dunia itu sebagai persiapan dan mencari kekuatan untuk beribadah, bukannya menuruti keinginan syahwat dan mencari kelezatan. Sebab jika Anda niatkan untuk persiapan dan mencari kekuatan untuk ibadah, maka pencarian dan keinginan tersebut pada hakekatnya adalah kebaikan dan mencari akhirat, bukan mencari dunia. Dan hal itu tidak akan mengurangi kedudukan zuhud Anda.

Pahamilah keterangan ini! Semoga Anda mendapat petunjuk.

Rintangan Kedua: Makhluk .

Hendaklah Anda menyendiri dari masyarakat. Hal itu harus dilakukan karena dua hal:

Pertama, Lingkungan masyarakat akan membuat Anda sibuk dan melupakan ibadah kepada Allah sesuai dengan apa yang diceritakan seorang ulama bahwa beliau berkata: “ Aku berjalan dan menemukan sekelompok orang yang sedang memanah. Sementara itu ada seseorang yang duduk agak jauh dari mereka dan aku bermaksud mengajaknya berbicara. Akan tetapi ia berkata: “Aku lebih tertarik mengingat (dzikir) Allah ketimbang pembicaraanmu.’ Aku berkata: “Apakah Anda sendirian? Dia menjawab: ‘Aku bersama Tuhan dan dua malaikat (pencatat amal)ku’ Aku bertanya: Siapa yang menang di antara mereka? ia menjawab: ‘Orang yang diampuni Allah. Aku bertanya: ‘Di mana jalan untuk mendapatkannya? Dia menunjuk dengan tangannya ke arah langit dan meninggalkanku seraya bergumant ‘Kebanyakan makhluk telah melupakan-Mu. ”

Dengan demikian, masyarakat akan membuat Anda sibuk dan meninggalkan ibadah, menghalangi Anda atau bahkan menjerumuskan ke dalam perbuatan buruk dan merusak yang dikatakan oleh Hatim Al-Asham rahimahullah: “ Aku berusaha mendapatkan lima hal dari masyarakat tapi tidak bisa menemukannya. Aku berusaha agar mereka berbuat taat dan berzuhud tapi mereka tidak melakukannya. Aku berkata: “Jika kalian tidak melakukannya, maka tolonglah agar aku bisa melakukannya” dan mereka pun tidak melakukan hal itu. Lalu aku berkata: “Relakan kalau aku melakukan hal itu.” Mereka juga tidak merelakanku. Aku berkata: “Jangan mencegahku menjalani keduanya.” Mereka malah mencegahku. Aku berkata: “Jangan mengajakku melakukan sesuatu yang tidak diridai oleh Tuhan yang Maha Agung dan jangan memusuhi bila aku tidak mengikuti kalian”. Mereka juga tidak melakukannya. Maka aku pun meninggalkan mereka dan sibuk mengurusi diri sendiri secara khusus.

Ketahuilah wahai saudarakuseagama! Sesungguhnya nabimu Muhammad Saw. telah menggambarkan masa ‘uzlah, menerangkan sifat-sifatnya dan juga sifat-sifat orang menjalaninya serta memerintahkan agar mengasingkan diri pada masa itu. Tak diragukan lagi bahwa beliau lebih tahu yang terbaik dan lebih memberi nasehat kepada kita dibanding diri kita sendiri.

Oleh karena itu, jika Anda mengalami masa seperti yang telah diterangkan, maka ikutilah perintah beliau dan terimalah nasehatnya. Jangan ragu! Beliau adalah orang yang lebih mengerti apa yang terbaik buat Anda di masa yang Anda alami. Jangan membuat alasan yang tidak benar dan membohongi diri sendiri. Jika tidak, maka Anda akan binasa dan tidak lagi memiliki alasan.

Gambaran di atas adalah keterangan yang terdapat di dalam hadis riwayat Abdullah bin Amr bin “Ash r.a. Beliau berkata: “Suatu saat kami berada di sekeliling Rasulullah Saw. ketika membahas masalah fitnah. Beliau bersabda:

Artinya: “(Masa itu akan datang) jika kalian telah melihat manusia mengumbar janji, meremehkan kepercayaan dan sudah seperti ini (beliau menjalin kedua tangannya). Abdullah bertanya, “Apa yang harus kuperbuat di masa itu?” Beliau menjawab, ‘Teteplah tinggal di rumah, kendalikan pembicaraanmu, ambil apa yang telah kau ketahui sisi baiknya dan tinggalkan apa yang kau ingkari. Hendaklah kamu mengurus yang khusus (diri sendiri) dan meninggalkan urusan orang lain.”

Dalam hadis lain diterangkan bahwa beliau bersabda:

Artinya: “Masa tersebut adalah hari-hari yang penuh pertikaiat Ada yang bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan hari-har! pertikaian?” Beliau bersabda:, “Yaitu hari ketika seseorang tidak merasa aman dari teman duduknya.”

Ibnu Mas’ud menerangkan bahwa dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Al-Harits bin ‘Umairah beliau Saw. Bersabda:

Artinya: “Jika kamu dianugerahi umur panjang, maka akan datang padamu masa yang ketika itu benyak tukang pidato tapi sedikit yang berilmu, banyak orang yang meminta tapi sedikit yang memberi. Dan pada saat itu hawa nafsu menjadi penarik dalam menuntut ilmu.”

Al-Harits bertanya: “Kapan itu terjadi ya Rasulullah?

Beliau bersabda:

Artinya: “Nanti ketika salat berjamaah telah dimatikan (ditinggalkan), (uang) suap telah diterima dan agama dijual dengan harga murah. Kalau sudah begitu maka carilah keselamatan. Kasihan kamu! Carilah keselamatan.”

Semua yang disebut dalam hadis ini sudah Anda lihat dengan mata kepala pada zaman di mana Anda hidup. Karena itu, kasihanilah diri Anda.

Para salafash-shaalih telah sepakat untuk memelihara diri dari zaman mereka yang penuh fitnah dan orang-orang yang hidup di zaman itu, memilih nengasingkan diri, menganjurkannya dan saling mengingatkan tentang (zaman) itu.

Tak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang yang lebih waspada dan pemberi nasehat. Dan lagi masa setelah mereka tidak akan menjadi lebih baik dari sebelumnya bahkan lebih buruk dan lebih pahit.

Pendapat ini kuambil dari apa yang dikatakan oleh Yusuf Al. Ashbath. Beliau berkata: “Aku mendebgar bahwa Sufyan Ats. Tsauri mengatakan: ‘Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Telah dihalalkan ‘uzlah (menyendiri) di masa sekarang ini.”

Menurutku jika ‘uzlah telah dihalalkan di zaman beliau, maka di zaman kita sekarang ini tentu telah menjadi suatu kewajiban. Diceritakan dari Sufyan Ats-Tsauri juga bahwa beliau menulis surat kepada Abbad Al-Khawash rahimahullah: “Amma ba’du. Sesungguhnya kamu (hidup) di suatu zaman yang diminta oleh para sahabat Rasulullah agar mereka tidak mengalaminya. Menurutku mereka memiliki pengetahuan yang tidak kita miliki. Lalu bagaimana dengan kita jika harus mengalaminya, sementara pengetahuan, kesabaran dan orang yang menolong kebaikan kita hanya sedikit. Dunia kita semakin keruh dan manusia semakin rusak. Dan sesungguhnya sahabat Umar Al-Khaththab telah mengatakan bahwa ‘uzlah membuat kita merasa nyaman danjauh dari pergaulan buruk.’ ”

Dalam hal ini ada penyair yang mengatakan:

Masa sekarang adalah masa yang kita semua telah diingatkan darinya dalam ucapan Ka’ab dan Ibnu mas’ud, suatu masa yang pada saat itu seluruh kebenaran ditolak sedangkan kezaliman dan perampasan hak tak lagi ditolak.

Saat itu kebutaan dan ketulian bercampur menjadi satu.

Iblis naik dan turun.

Jika masa ini terus berlanjut dan tidak berganti dengan masa yang baru, niscaya tidak ada orang menangis saat ada kematian dan bahagia saat ada kelahiran.

Aku mendengar berita bahwa Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Aku berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, “Berilah aku wasiat!” Beliau menjawab, “Kurangi mengenal manusia! Aku berkata, ‘Semoga Allah memberikan rahmat padamu. Bukankah Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Artinya: “Perbanyaklah mengenal manusia.”

Karena setiap orang yang beriman itu berhak memiliki syafaat?” Sufyan menjawab, “Tidak. Kukira kamu tidak tahu benar bahwa apa yang kamu benci tak lain berasal dari orang yang kamu kenal. Aku berkata, Apa yang Anda katakan memang benar.”

Kemudian beliau (Sufyan) wafat dan aku bertemu dengannya dalam mimpi dan menanyakan berbagai masalah. Kemudian aku bertanya: “Wahai Abu Abdillah! Berilah aku wasiat! Beliau menjawab, Kurangi mengenal manusia semampu mungkin karena menyelamatkan diri dari mereka teramat sulit.”

Ada ulama yang menggubah syair bernada sama dengan isi hadis di atas:

Semenjak kepalaku beruban tiada hentinya aku menyelidiki masyarakat dan ingin mencari tahu tentang mereka.

Ternyata aku tidak mengenal mereka selain kemudian mencela.

Semoga Allah membalas dengan kebaikan kepada orang yang tidak kukenal.

Aku tidak memiliki dosa yang paling kubenci selain karena aku mencintai orang yang tidak mau sadar.”

Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Ada yang mengatakan bahwa Sufyan Ats-Tsauri menulis seperti di bawah ini di atas pintu rumahnya:

Artinya: “Semoga Allah membalas dengan kebaikan kepada orangorang yang tidak mengenalku dan tidak membalas dengan itu kepada teman-temanku, karena belum pernah disakiti kecuali oleh mereka.”

Para ulama melantunkan syair yang senada dengan ucapan Sufyan Ats-Tsauri sebagai berikut:

Semoga Allah membalas dengan kebaikan kepada orang-orang yang antara aku dengannya tidak ada hubungan cinta dan saling kenal mengenal, karena aku belum pernah merasa susah dan sakit hati kecuali kecuali karena orang yang kucintai dan orang yang kukenal.

Fudhail bin Iyadh berkata: “Sekaranglah saatnya. Pelihara lisanmu, sembunyikan tempat tinggalmu, obati hatimu, ambil apa yang kau ketahui baik dan tinggalkan apa yang kau ingkari (belum diketahui kebaikannya).”

Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Sekarang ini masanya untuk diam, tinggal di dalam rumah dan rela dengan makanan seadanya sampai kamu mati.”

Diceritakan dari Dawud Ath-Thaai. Beliau berkata: “Puasalah sejak di dunia dan jadikan akhirat sebagai saat berbuka. Larilah dari manusia seperti saat kamu lari dari singa.”

Diceritakan dari Abu ‘Ubaidah. Beliau berkata: “Aku sama sekali belum pernah melihat ahli hikmah selain ia bekata kepadaku sesaat setelah menyudahi pembicaraannya, Jika kamu lebih suka tidak dikenal di tengah masyarakat, maka kamu akan mendapat tempat di sisi Allah.”

Hadis yang membicarakan masalah ini teramat banyak sehingga tidak bisa termuat seluruhnya di dalam kitab ini. Kami telah menyusun sebuah kitab tersendiri yang kami namakan dengan kitab “Al-Akhlaaq Al-Abraar wan-Najaat minal Asyraar.” Pelajarilah kitab tersebut niscaya Anda akan menemukan berbagai keajaiban di dalamnya.

Orang berakal cukup dengan diberi isyarat. Allah-lah yang menguasai taufik dengan petunjuk dan anugerah-Nya.

Kedua, mereka (masyarakat) dapat merusak ibadah yang sudah Anda kerjakan jika tidak dipelihara oleh Allah, karena apa yang diperlihatkan kepada mereka termasuk ajakan riya dan menghias diri.

Benarlah apa yang dikatakan Yahya bin Mw’adz Ar-Raazi: “Pandangan manusia adalah hamparan riya.”

Orang yang berzuhud benar-benar takut terhadap diri mereka dari arti semacam ini sehingga mereka meninggalkan pertemuan dan saling berkunjung.

Diceritakan dari Harim Bin Hayan bahwa beliau berkata pada Uwais Al-Qarani: “Hai Uwais! Sambunglah persaudaraan padaku dengan kunjungan dan pertemuan. Uwais menjawab: “ Aku telah menyambung persaudaraan padamu dengan sesuatu yang lebih bermanfaat ketimbang keduanya, yakni doa dalam keadaan sunyi dan menyendiri, karena sesungguhnya kunjungan dan pertemuan hanya akan menampakkan hiasan dan riya.”

Saat Ibrahim bin Adham mengadakan kunjungan, Sulaiman Al-Khawash ditanya: “Apakah Anda tidak datang kepada beliau?” Sulaiman menjawab: “Sungguh, seandainya aku bertemu setan durhaka, maka hal itu lebih aku sukai daripada bertemu dengannya.”

Orang-orang tidak mempercayai hal itu, lalu Sulaiman berkata: “Aku takut kalau saat bertemu beliau aku menghias (mempermanis) untuknya, dan saat bertemu setan aku bisa mencegahnya.”

Guruku Abu Bakr Al-Warraq pernah bertemu seorang arif, lalu keduanya saling mengingatkan dalam waktu cukup lama. Di akhir perbincangan mereka berdoa. Guruku berkata kepada orang arif tersebut: “Aku tidak mengira bisa duduk di dalam suatu majlis yang lebih kuharap kebaikannya dari majlis ini.” Lalu orang arif tersebut berkata pada beliau: “Akan tetapi aku tidak duduk dalam suatu majlis yang lebih kutakutkan dari majlis ini. Bukankah Anda sengaja membaik-baikkan pembicaraan dan pengetahuan lalu mengutarakanya padaku dan memperlihatkannya untukku? Aku pun demikian juga. Jadi sebenarnya telah terjadi perbuatan riya.” Lalu guruku menangis dalam waktu cukup lama dan kemudian pingsan. Setelah siuman beliau membuat perumpamaan dengan syair-syair berikut ini:

Alangkah celakanya diriku karena tempat berdiri yang tidak lebih mengkhawatirkan dari pada saat Dzat yang Bijaksana mengadili.

Aku memperlihatkan kedurhakaanku kepada Allah, sementara selain Dia tiada yang menyayangiku.

Wahai Tuhanku! Berikan ampunan-Mu atas orang-orang yang berdosa dan yang berlebihan. Ingatlah bahwa ia telah menyesal, dan berdoa saat malam telah menjadi gelap:

‘Ah dosaku, dosa yang ditutupi oleh Tuhan yang Maha mengetahui.

Demikian ini keadaan orang yang ahli zuhud dan riyadhah dalam perjumpaan mereka. Lalu bagaimana keadaan orang-orang yang menyukai dunia dan ahli berbuat bathil, atau ahli berbuat buruk dan orang-orang bodoh?

Ketahuilah bahwa zaman telah menjadi sangat rusak, dan manusia mengalami banyak bahaya karena mereka sibuk dan melupakan ibadah kepada Allah, sampai-sampai Anda hampir tidak bisa melakukan ibadah. Lalu mereka merusak apa yang telah Anda dapatkan sehingga hampir saja ibadah yang Anda lakukan tidak selamat.

Karena itulah Anda harus ber’uzlah, menyendiri dari orang banyak dan memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan zaman ini beserta seluruh penghuninya.

Allah-lah yang memelihara dengan anugerah dan rahmatNya.

Jika ditanyakan: “Bagaimana hukumnya ‘uzlah dan menyendiri? Terangkanlah tingkatan-tingkatan manusia dalam hal ini dan batasan yang wajib di dalamnya.”

Ketahuilah bahwa dalam hal ini manusia ada dua macam. Pertama, orang yang tidak dibutuhkan oleh masayarakat dalam masalah ilmu dan keterangan tentang hukum. Yang terbaik bagi orang semacam ini adalah menyendiri. Jadi, ia tidak bergaul (berbaur) dengan mereka kecuali untuk salat Jum’at, berjamaah, salat Id, haji, majlis pengetahuan tentang sunat-sunat, atay kebutuhan hidup yang sudah menjadi kewajibannya. Kalau bukan untuk hal semacam ini sebaiknya ia menutup diri dan tetap menjadi orang yang tidak mengenal dan tidak dikenal.

Namun jika orang semacam ini lebih suka memutuskan hubungan dengan masyarakat, maka hendaklah ia tidak pernah mencampuri mereka dalam urusan apapun, baik dalam urusan agama, dunia, salat jamaah, salat Jum’at atau ibadah selain keduanya, karena adanya kebaikan yang terlihat dalam hal ini. Sebab ia hanya boleh meninggalkan jamaah dan lain-lain karena satu dari dua hal Yaitu adakalanya karena ia berada di suatu tempat yang di situ ia tidak berkewajiban melakukan hal-hal fardu (misalnya salat Jum’at dan berjamaah) seperti berada di puncak gunung, di dasar lembah dan lain sebagainya. Mungkin inilah salah satu alasan yang menarik para ahli ibadah ke tempat-tempat yang jauh dari masayarakat.

Adakalanya karena ia benar-benar merasa yakin bahwa bahaya yang ditemui bila bercampur dengan masyarakat saat melakukan hal-hal fardu ini lebih besar daripada meninggalkannya. Saat itulah ia memiliki alasan untuk meninggalkannya.

Aku benar-benar melihat di Mekkah ada seorang guru yang menyendiri. Ia tidak mendatangi Masjidil Haram untuk berjamaah meski tempat tinggal beliau berdekatan dan tidak dalam keadaan sakit.

Pada suatu hari aku memperbincangkan hal itu ketika sering mengunjungi beliau. Beliau mengemukakan alasan seperti yang kuterangkan di atas, yakni pahala yang beliau dapatkan tidak sesuai dengan dosa-dosa dan tuntutan saat pergi ke masjid dan bertemu dengan masyarakat.

Kesimpulannya adalah orang yang memiliki uzur tidak bisa dicela, sedangkan Allah Maha Tahu dengan uzur tersebut. Dan Dia adalah Dzat yang lebih mengetahui isi hati.

Namun jalan tengah dalam masalah ini adalah cara pertama, yaitu hendaknya ia bergabung dengan masyarakat dalam melakukan salat Jum’at, berjamaah, dan berbagai kebaikan serta memisahkan diri dari mereka dalam hal selain itu.

Jika ia lebih senang memilih jalan kedua, yakni memutuskan diri dari masyarakat secara total, maka cara yang harus ditempuh adalah pergi ke tempat yang di sana ia tidak dihadapkan pada fardu-fardu ini. Sebab jalan ketiga yakni bersatu dengan masyarakat di satu kota dan tidak menghadiri salat Jum’at dan berjamaah karena alasan dosa atau tuntutan-tuntutan untuknya, membutuhkan pemikiran mendalam dan pertimbangan yang matang sehingga kewajiban itu gugur baginya. Dalam hal ini kekhawatiran melakukan kesalahan masih ada. Jadi, dua hal yang pertama itu lebih menyelamatkan dan memelihara dirinya.

Hanya Allah yang menguasai petunjuk dengan anugerahNya.

Kedua orang yang menjadi panutan di bidang ilmu pengetahuan, masyarakat membutuhkannya untuk menerangkan masalah agama, menjelaskan kebenaran, menolak pembuat bid’ah, mengajak berbuat baik dengan menggunakan perbuatan ataupun ucapan dan sebagainya.

Orang semacam ini tidak dibenarkan mengasingkan diri dari masyarakat, bahkan ia harus menempatkan diri di tengah-tengah mereka sebagai pemberi nasehat kepada makhluk Allah, pembela agama dan pemberi penerangan tentang hukum-hukum Allah.

Kami telah meriwayatkan dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda:

Artinya: “Ketika perbuatan-perbuatan bid’ah telah nampak dan orang yang alim berdiam diri, maka ia berhak menerima laknat dari Allah.”

Ini terjadi bila orang alim tersebut berada di tengah-tengah mereka. Dan bila ia keluar dari kalangan mereka, maka ia pun tidak dibenarkan mengasingkan diri.

Diceritakan bahwa Al-Ustadz Abu Bakr bin Faurak bermaksud menyendiri dan beribadah kepada Allah seraya menjauh dari masyarakat.

Suatu ketika beliau berada di salah satu gunung saat mendengar suara yang memanggil: “Hai Abu Bakr! Ketika kamu telah menjadi bagian dari hujjah (pemberi keterangan) Allah kepada makhluk-Nya, maka kamu meninggalkan hamba-hamba Allah.” Lalu beliau kembali (ke masyarakat). Dan karena itulah beliau bergaul dengan masyarakat.

Makmun bin Ahmad mengatakan kepadaku bahwa Al-Ustadz Abu Ishag berkata kepada orang-orang ahli ibadah di gunung Lebanon: “Wahai para pemakan rumput! Kenapa kalian meninggalkan umat Muhammad di tengah-tengah para pembuat bid ah, sementara di sini kalian sibuk makan rumput?” Mereka manjawab: “Kami tidak mampu menemani masyarakat. Karena Allah telah memberi Anda kekuatan, maka Andalah yang harus melakukan itu.”

Setelah kejadian itu, Beliau (Abu Ishag) menyusun salah satu kitabnya (yang berjudul) Al-Jaami’ lil Jaliy wal khafty (kitab yang mengumpulkan antara hal yang terang dan hal samar).

Orang-orang (di gunung Lebanon) ini di samping memiliki banyak ilmu juga memiliki banyak amal dan pandangan yang lembut dalam meniti jalan akhirat.

Ketahuilah bahwa orang yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam bidang agama seperti ini, untuk bergaul dengan mereka, ia membutuhkan dua hal yang amat sulit:

Kesabaran yang amat lama, santun yang agung dan pandangan lembut serta selamanya memohon pertolongan kepada Allah.

Dalam beribadah hendaknya ia menyendiri dari mereka, meskipun secara lahir berkumpul. Bila mereka mengajaknya berbincang-bincang, maka ia pun berbicara pada mereka. Jika meraka berkunjung, maka ia harus memuliakannya sesuai kedudukan dan kesyukuran mereka. Jika mereka diam dan berpaling darinya, ia harus mengambil keuntungan perbuatan itu dari mereka. Jika mereka berbuat benar dan baik, maka ia harus membantu. Jika mereka berbuat sesuatu yang tak berguna dan berbuat buruk, ia harus meninggalkan mereka, bahkan jika ada kemungkinan mereka menerima larangan dan pencegahan, ia harus mencegah dan melarang. Kemudian ia juga harus memenuhi hak-hak mereka seperti berkunjung, menengok orang sakit, dan memenuhi undangan yang di sampaikan padanya semampu mungkin, tidak meminta balasan yang setimpal dari mereka dan mengharapnya. Ia tidak menampakkan kekecewaan karena tidak mendapat imbalan. Ia menggelar pemberian untuk mereka dan menahan diri tidak menerima bila diberi. Ia harus menahan diri dari hal menyakitkan yang mereka lakukan, memperlihatkan kebahagiaan, memenuhi sendiri kebutuhanya dan mengusahakanya secara lahir batin.

Di samping semua itu ia juga perlu memperhatikan diri sendiri dan memberinya kesempatan beribadah secara khusus seperti yang dikatakan oleh Umar bin Al-Khaththabr.a.: “Jika aku tidur di malam hari tentu aku telah menyia-nyiakan diriku. Dan bila aku tidur di siang hari tentu aku menyia-nyiakan rakyat. Bagaimana aku harus tidur di antara keduanya?”

Berkenaan dengan artian yang semacam ini aku disodori beberapa bait syair sebagai berikut:

Jika kamu merasa senang berada di bawah petunjuk para imam, maka tempatkanlah dirimu di jalan yang mengantarmu pada berbagai kenyataan dengan hati yang tenang saat menghadapi hal-hal yang tidak disenangi disertai hati yang penuh kesabaran sebagai pencegah di dalam dada.

Lidahmu harus terjaga, pandanganmu terkendali, rahasiamu tersimpan hanya untuk Tuhan, dzikirmu tersembunyi, pintumu terkunci, bibirmu tersenyum, perutmu lapar, hatimu terluka, (dagangan) pasarmu tidak laku, keutamaanmu terpendam dan kekurangan (cacat)mu menyebar luas.

Setiap hari kamu mereguk kedukaan dari waktu dan saudara sementara hati tetap taat.

Siang hari kamu habiskan untuk sibuk mengurusi masyarkat tanpa imbalan.

Di waktu malam kamu sangat merindukan Tuhan tanpa ada yang tahu.

Untukmu malam ini. Ambillah sebagai sarana menyelamatkan diripada hari yang banyak orang bermuka masam dan sedikit yang mau menolong.

Memang benar. Secara lahir beliau berkumpul dengan masyarakat tapi hatinya tetapjauh dari mereka. Dan sumpah demi umurku. Hal itu adalah sesuatu yang teramat sulit dan kehidupan yang amat berat.

Dalam masalah ini guruku Abu Bakr Al-Warraq mengatakan dalam wasiat beliau: “Wahai anakku! Hiduplah kamu bersama orang yang hidup di zamanmu dan jangan mengikuti mereka.” Kemudian beliau berkata: “Betapa beratnya kehidupan ini. Berkumpul dengan orang-orang yang masih bernafas tapi mengikuti (perbuatan) orang-orang yang telah tiada (mati).”

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a. Beliau berkata: “Bergabunglah dengan masyarakat. Tinggalkan mereka dengan menghadapkan hati kepada Allah. Danjangan melukai agamamu.”

Semua ini merupakan faedah yang sangat memuaskan.

Selanjutnya bila fitnah sudah bergejolak, susul menyusul satu sama lain, urusan agama terhalang (tidak terurus), masyarakat berpaling dari agama dan tidak mempedulikan hak-hak orang mukmin. Mereka tidak mencari orang yang alim, tidak memandang orang yang memberi faedah, dan urusan agama sama sekali tidak memberi manfaat pada mereka. Anda juga melihat fitnah yang sudah merata dan merembet kepada orang-orang khusus. Maka saat itulah orang yang alim memiliki alasan untuk ber’uzlah, menyendiri dan mengubur ilmunya. Dan aku takut kalau apa yang beliau katakan adalah zaman yang sulit sekarang ini.

Hanya Allah tempat memohon pertolongan. Dan kepada-Nya kita berserah diri.

Inilah hukum ‘uzlah dan mengasingkan diri dari masyarakat. Pahamilah dengan benar, karena kesalahan dalam hal ini adalah suatu masalah besar dan bahayanya juga tidak sedikit.

Jika dikatakan: “Bukankah Nabi Saw. telah bersabda:

Artinya: “Hendaklah kalian senantiasa berjamaah karena pertolongan Allah diberikan kepada jamaah. Dan setan, bagi manusia bagaikan serigala. Ia akan memakan kambing yang memencilkan diri dari teman-temannya.”

Beliau juga bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya setan itu mendampingi orang yang menyendiri dan lebih menjauh dari dua orang (yang bersatu).”

Ketahuilah bahwa hadis semacam ini memang ada. Tapi ada juga hadis yang seperti di bawah ini:

Artinya: “Tetaplah tinggal di rumahmu, mengurus diri sendiri secara khusus dan tinggalkan urusan umum.”

Kemudian beliau memerintahkan ‘uzlah di zaman yang buruk. Dan tidak mungkin ada hadis Nabi yang bertentangan. Oleh karena itu, mau tidak mau kita harus menyatukan dua kebaikan dengan daya dan taufik-Nya.

Aku berpendapat bahwa sabda Nabi Saw.: “Tetaplah berjamaah” memiliki tiga kemungkinan:

Yang dimaksud dengan kata “berkumpul” dalam hadis tersebut adalah “berkumpul dalam urusan agama dan hukum”, karena tidak mungkin umat ini disuruh bersatu (berkumpul) dalam kesesatan. Jadi, menyimpang dari kesepakatan ulama dan menghukumi sesuatu menggunakan cara yang berbeda dengan apa yang menjadi pegangan jumhur ulama adalah perbuatan bathil dan sesat.

Sedangkan bila ia mengasingkan diri dari mereka untuk kebaikan agamanya, maka hal itu tidak berpengaruh apa-apa.

Maksud hadis tersebut adalah: Tetaplah berjamaah dengan cara tidak memisahkan diri dari mereka pada waktu salat Jum’at dan berjamaah, karena di dalamnya terdapat kekuatan agama, kesempurnaan Islam, serta (memancing) kemarahan orang-orang kafir dan orang-orang yang menyimpang dari agama. Jamaah semacam ini tidak pernah lepas dari berkah dan perhatian Allah dengan rahmat-Nya. Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa orang yang menyendiri adalah orang yang bergabung dengan masyarakat secara luas dalam hal kebaikan serta menjauhi mereka dalam pergaulan dan berdesak-desakan di bidang lain, karena di dalamnya terdapat bermacam kerusakan.

Hadis tersebut dilontarkan oleh beliau sebelum zaman fitnah kepada orang yang lemah di bidang agama. Adapun orang yang waspada dan berpegang kuat pada perintah Allah, saat melihat zaman fitnah seperti yang telah diperingatkan oleh beliau kepada seluruh umat dan memerintahkan mereka agar ber’uzlah pada masa itu tentu baginya yang terbaik adalah ‘uzlah. Sebab dari pergaulan akan muncul berbagai kerusakan dan bahaya. Dan alangkah baiknya bila ia tidak memutuskan diri dari perkumpulan Islam dan kebaikan-kebaikan secara umum. Dan bila ia ingin menyendiri dari masyarakat secara total, hendaklah ia menetap di puncak gunung atau di tengah gurun pasir demi kebaikan yang ja lihat dalam urusan agamanya.

Menurut pendapatku orang semacam ini di manapun berada tentu diberi kesempatan oleh Allah untuk mendatangi jamaahjamaah, salat-salat Jum’at dan pertemuan-pertemuan Islami yang lain.

Oleh karena itu, sebaiknya ia datang agar tidak kehilangan bagian dari semua itu, karena pertemuan-pertemuan tersebut memiliki tempat tersendiri di sisi Allah walaupun manusia kebanyakan telah berubah dan menjadi rusak.

Begitulah yang kudengar dari para Wali Abdal. Mereka selalu menghadiri pertemuan-pertemuan yang Islami di manapun pertemuan itu berada. Mereka berjalan dari satu tempat menurut kehendak mereka, karena bumi ini bagi mereka bagaikan satu telapak kaki (selangkah).

Dalam banyak hadis diterangkan bahwa bumi ini terlipat bagi mereka. Mereka saling memberi penghormatan. Mereka juga dikelilingi dengan bermacam kebaikan dan karamah (kemuliaan). Alangkah enaknya apa yang mereka dapatkan.

Semoga Allah memperbagus kesabaran orang lalai yang tiada melihat dirinya serta menolong orang yang mencari dan belum sampai ke tempat tujuan seperti kita ini.

Sungguh aku telah disodori beberapa bait syair yang menerangkan keadaanku sebagai berikut:

Orang-orang yang mencari telah berhasil mendapatkan apa yang mereka cari. Orang-orang yang ingin “wushul” (mencapai derajat di sisi Allah) sudah bisa wushul.

Dan para kekasih telah beruntung bisa bertemu dengan kekasihmya.

Tinggal aku sendiri yang bingung ke sana ke mari di antara batas “wushul” (sampai kepada Allah) dan “ijtinab” (menjauh dari-Nya).

Aku mengharap kedekatan dengan menjauhkan diri.

Ini adalah suatu hal yang menurut akal sehat tak mungkin terjadi.

Karena itu berilah seteguk minuman penghilang kegelisahan dari sisi-Mu ya Allah.

Tunjukkanlah keadaku jalan menuju kebanaran, wahai Pengobat segala yang sakit, wahai Dzat yang menyembuhkan luka dan Penyembuh penyakit penyakit kronis.

Aku tak tahu dengan apa kusembuhkan lukaku atau dengan apa kuraih keberuntungan di hari perhitungan.

Hendaknya sekarang kuhentikan keterangan ini dan kembali ke tujuan semula tentang ‘uzlah, karena saat ini aku telah benar benar keluar dari pokok bahasan kitab ini.

Jika ada yang mengatakan: “Bukankah Nabi Saw. telah bersabda:

Artinya: “Ketekunan ibadah umatku adalah duduk di masjid.” Bukankah di dalamnya ada larangan menyendiri?”

Ketahuilah bahwa hadis tersebut tidak dilontarkan di masa banyak fitnah seperti yang telah kami terangkan. Selain itu orang tersebut duduk di dalam masjid dan tidak mencampuri urusan mereka sehingga bila dilihat, dirinya bersama masyarakat tapi sebenarnya ia menyendiri dan jauh dari mereka.

Itulah makna yang terkandung di dalam ‘uzlah dan menyendiri yang telah kuterangkan, bukan menyendiri dengan tubuh dan tempat. Perhatikan hal ini. Semoga Allah memberimu rahmat.

Dalam hal ini Ibrahim bin Adham berkata: “Jadilah orang yang menyendiri di tengah masyarakat. Bersikaplah yang jinak pada Tuhanmu dan liarlah pada orang banyak (masyarakat).”

Jika ditanyakan: “Apa yang Anda katakan tentang tempattempat pendidikan para ulama akhirat, pondok-pondok para sufi yang mennempuh jalan akhirat dan bagaimana jika tinggal di dalamnya?”

Ketahuilah bahwa dalam hal ini, itulah cara paling mulia bagi ahli ilmu dan para mujtahid, karena dengan tinggal di dalamnya ja akan memperoleh dua faedah yang salah satunya adalah mengasingkan diri dari masyarakat, menyendiri dari pergaulan mereka, dan tidak ikut berebut di dalam urusan mereka.

Faedah kedua yaitu bisa bersama-sama dengan mereka dalam melakukan salat-salat Jum’at, salat berjamaah, dan memperbanyak syiar Islam. Dengan cara itu ia bisa memperoleh keselamatan yang didapat oleh orang-orang yang menyendiri. Dan juga memperoleh banyak kebaikan yang diberikan kepada masyarakat Islam pada umumnya, di samping keuntungan yang datang dari masyarakat seperti ketokohan (menjadi panutan), berkah dan nasehat. Dengan begitu tinggal di dalam pondok merupakan jalan tengah, keadaannya paling baik dan paling selamat.

Untuk mendapatkan yang seperti ini kebanyakan orang yang ‘arif tinggal di tengah masyarakat untuk memberikan kemanfaatan yang mereka miliki kepada hamba-hamba Allah di bidang agama, serta menekan tindakan yang menyakitkan mereka agar masyarakat melihat langsung budi pekerti dan tingkah laku mereka. Agar masyarakat bisa secara langsung mengikuti langkah mereka. Karena bahasa tindakan lebih mengena (fasih) ketimbang bahasa ucapan. Dengan begitu tempat-tempat tersebut bisa menjadi tempat penataan terbaik di bidang agama. Bisa menjadi tempat pengajian, beribadah dan tempat mencari pendapatpendapat yang kuat.

Jika dikatakan: “Apa yang harus dilakukan oleh seorang murid terhadap para mujtahid dan orang-orang yang berriyadhah? Berkawan dengan mereka ataukah menjauhi?”

Ketahuilah! Jika mereka masih menjalani cara hidup (mereka) yang mulia dan langkah mereka juga masih seperti yang mereka warisi dari para ulama pendahulu, maka mereka adalah saudara seiman yang paling agung, sahabat dan penolong untuk beribadah kepada Allah. Karena itu, Anda tidak boleh bersembunyi dan menyendiri dari mereka. Sebab seperti yang kudengar, mereka sama saja dengan ahli-ahli zuhud di gunung Lebanon dan lain sebagainya. Di antara mereka ada sekelompok orang yang saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran.

Akan tetapi bila mereka telah mengubah langkah dan meninggalkan cara-cara hidup mereka, tidak mengikuti langkah langkah yang diwarisi dari para pendahulu mereka yang salehsaleh, maka mujtahid dan orang yang berriyadhah seperti ini, hidup bersama mereka hukumnya sama saja dengan hidup bersama orang lain (masyarakat umum). Yakni tetap harus mengasingkan diri, bergabung dengan mercka dalam urusan kebaikan dan menjauhi mereka dalam urusan lain serta kerusakan yang mereka timbulkan. Maka ia pun ber’uzlah (mengasingkan diri) dari orangorang yang ber’uzlah dan menyendiri, jauh dari orang-orang yang menyendiri.

Jika Anda bertanya: “Bagaimana kalau orang yang bersungguh-sungguh dan berriyadhah ini memilih keluar dari lingkungan mereka, pergi ke tempat lain yang dirasanya bisa mendatangkan kebaikan dirinya dan untuk menjauhi kerusakan yang timbul dari pergaulan bersama mereka.”

Ketahuilah bahwa tempat-tempat belajar dan pondok-pondok (para sufi) ini bagaikan benteng kuat yang akan membuat para mujthid terpelihara dari perampok dan pencuri agama. Adapun di luar lingkungan pondok baginya seperti gurun tempat berkeliling pasukan-pasukan setan berkuda dan siap menyambar serta menawannya.

Lalu bagaimana jika ia keluar dari pondok dan memberi kesempatan kepada musuh yang datang dari segala arah dengan bebas? Dalam keadaan seperi itu tak ada jalan lain bagi orang yang lemah seperti ini selain tetap tinggal di dalam benteng.

Sedangkan orang yang kuat dan waspada, yang tidak dapat dikalahkan oleh musuh dan merasakan kesamaan antara tinggal di dalam benteng dan di gurun, maka seandainya ia keluar tentu tidak perlu dikhawatirkan. Hanya saja bila tetap tinggal di dalam benteng, maka ia pun harus lebih berhati-hati dalam segala keadaan, sebab di luar benteng ia tidak akan merasa aman dari gangguan yang datang dengan tiba-tiba dan berkesempatan tinggal bersama kawan-kawan buruk.

Bila keadaaannya seperti ini, maka tinggal bersama orangorang pilihan Allah dan sabar menjalani payahnya pergaulan tentu lebih utama bagi orang yang berriyadhah dan berusaha mencari kebaikan walau dalam keadaan apapun.

Sedangkan orang telah kuat dan mencapai derajat istiqamah tidak memiliki alasan yang bisa mencegahnya untuk menyendiri dari mereka.

Pahami keterangan ini dan renungkanlah! Niscaya Anda beruntung dan memperoleh keselamatan.

Jika ada pertanyaan: “Bagaimana pendapat Anda tentang berkunjung pada saudara-saudara seiman dan bertemu dengan para sahabat untuk saling mengingatkan?”

Ketahuilah bahwa sesungguhnya berkunjung pada saudarasaudara seiman termasuk mutiara ibadah kepada Allah Swt. Di dalamnya terdapat pendekatan yang mulia kepada Allah dan bermacam faedah di samping kebaikan hati, tapi dengan dua Syarat:

Kunjungan itu tidak terlalu sering dilakukan. Nabi Saw. bersabda:

Artinya: “Bekunjunglah dengan selang waktu, niscaya kecintaaan kepadamu akan bertambah.”

Memelihara hak-hak berkunjung dengan cara menjauhi riya, mempermanis ucapan, kata-kata yang tak berguna, menggunjing dan sebagainya yang akan menjerumuskan Anda dan sanak famili ke dalam kerusakan.

Dikisahkan bahwa Fudhail bin Iyadh dan Sufyan saling mengingatkan. Setelah itu keduanya menangis. Lalu Sufyar berkata: “Wahai Abu “Ali! Aku berharap kita tidak berkumpul dalam suatu majlis yang lebih kuharapkan kebaikannya dari majlis ini.” Lalu Fudhail menjawab: “Aku belum pernah duduk dalam suatu majlis yang lebih kutakutkan daripada majlis ini.” Sufya” bertanya: “Kenapa bisa begitu wahai Abu ‘ Ali?” Fudhail menjawab: “Bukankah Anda telah merancang perkataan yang terbaik dan membicarakannya kepadaku? Aku juga merancang pembicaraan yang terbaik dan mengutarakannya pada Anda Anda mempermanis mulut padaku dan aku pun mempermanis mulut untuk Anda.” Kemudian Sufyan-pun menangis.

Hendaklah pertemuan Anda dengan saudara-saudara seagama tersebut secukupnya Saja, dilakukan dengan hati-hati dan pemikiran yang mendalam sehingga hal itu tidak merusak ‘uzlah dan pengucilan diri Anda dari masyarakat. Dan Anda tidak kembali dengan membawa bahaya serta kerusakan, tapi membawa banyak kebaikan dan manfaat yang besar.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Jika Anda bertanya: “Apa yang bisa membangkitkan diriku untuk ber’uzlah dan dengan mudah bisa melaksanakannya?”

Ketahuilah bahwa yang mempermudah Anda untuk melaksanakannya ada tiga hal:

Pertama, menghabiskan seluruh waktu yang Anda miliki untuk beribadah. Karena di dalam ibadah tersebut terdapat suatu kesibukan, sementara beramah tamah dengan masyarakat termasuk tanda-tanda kebangkrutan.

Bila diri Anda terlihat ingin bertemu dengan masyarakat dan berbicara dengan mereka tanpa suatu kebutuhan dan tidak ada sesuatu yang mamaksa, maka ketahuilah bahwa itu termasuk fudhuul (sesuatu yang tidak bermanfaat) yang muncul karena terdorong oleh waktu yang kosong dan terlalu kagum saat mendapat kenikmatan.

Betapa indahnya syair tentang artian semacam ini:

Waktu kosong menuntunku pada keselamatan-Mu

Kadang-kadang orang yang menganggur berbuat sesuuatu yang tak berguna.

Bila Anda telah menjalani ibadah sebagaimana mestinya niscaya Anda merasakan manisnya bermunajat, merasa tenteram dengan kitab Allah, melupakan masyarakat dan tidak merasa nyaman berkawan serta berbicara dengan mereka.

Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa pada saat Nabi Musa a.s. kembali dari bermunajat (kepada Allah), beliau menjadi gelisah dan tidak merasa nyaman bila harus berkumpul dengan masyarakat. Beliau memasukkan duajari tangan ke dalam telinga supaya tidak mendengar perkataan mereka. Di saat itu suara mereka bagi beliau sama persis dengan suara khimar di tengah kesunyian.

Oleh karena itu, hendaklah Anda selalu menjalani apa yang diperintahkan oleh guru kami Abu Bakr Al-Warraq rahimahulah:

Relakan Tuhanmu sebagai teman dan tinggalkan masyarakat sejauh mungkin.

Cintai Allah dengan penuh kesungguhan, baik di tengah masyarakat ataupun jauh dari mereka.

Perlakukan mereka sesuai kehendakmu, maka pastilah kamu menemukan mereka bagaikan kalajengking.”

Kedua, memupus harapan dari mereka. Dengan begitu urusan mereka menjadi sepele bagi Anda. Sebab orang yang Anda tidak mengharapkan sesuatu (kemanfaatan) darinya serta tidak khawatir membahayakan, maka ada dan tidaknya bagi Anda sama saja.

Ketiga, melihat bahaya-bahaya mereka, mengingatnya, dan mengulang-ulang hal itu dalam hati.

Bila tiga komponen ini Anda jalankan, maka dengan sendirinya Anda akan terdorong untuk meninggalkan pergaulan bersama masyarakat menuju pintu Allah, menyendiri untuk beribadah kepada-Nya, membuat-Nya mencintai Anda dan menempatkan Anda di pintu-Nya.

Hanya Allah yang menguasai taufik dan pemeliharaan.

Rintangan Ketiga: Setan

Kemudian hendaklah Anda memerangi setan dan mengalahkannya karena dua hal:

Pertama, ia adalah musuh yang menyesatkan dengan nyata. Tidak ada sedikitpun harapan kebaikan darinya. Dia takkan pernah membiarkan Anda dan bahkan sama sekali tidak merasa puas kecuali setelah melihat kerusakan pada diri Anda. Dengan begitu, tidak ada alasan untuk merasa aman dari musuh yang sifatnya seperti ini dan juga tidak boleh lengah. Renungkan dua ayat dari kitab Allah yang salah satunya adalah sebagai berikut:

Artinya: “Apakah Aku tidak menjanji (memerintahkan) kalian (hai anak Adam) agar tidak menyembah setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi kamu sekalian.” (Q.S. Yaa Siin: 60)

Yang kedua adalah ayat:

Artinya: “Sesungguhya setan itu adalah musuh bagi kalian, karena itu anggaplah dia sebagai musuh.” (Q.S. Faathir: 6)

Dua ayat ini adalah peringatan keras bagi kita semua.

Kedua, ia diberi watak untuk selalu memusuhi Anda. Ia juga telah mempersiapkan diri untuk memerangi Anda selamalamanya. Siang malam ia lemparkan panah ke arah Anda di saat lengah. Lalu apa yang terjadi?

Di sisi lain ada hal penting yang terjadi, yaitu Anda menjalankan ibadah kepada Allah dan mengajak masyarakat menuju pintu-Nya dengan perbuatan dan ucapan Anda Sedangkan hal semacam ini bertentangan dengan pekerjaan, cita. cita, keinginan, dan perbuatan setan. Sekali-kali Anda bersiaga dan menyingsingkan lengan baju untuk memancing kemarahan setan, melawan dan berusaha mengalahkannya. Pasti ia pun akan bersiap-siap, menyingsingkan lengan bajunya untuk memusuhi, memerangi dan berupaya dengan berbagai cara sampai berhasil merusak ibadah Anda, atau bahkan menghancurkan Anda secara total. Sebab ia tidak akan merasa aman dari Anda setelah melihat apa yang kusebutkan di atas, karena ia adalah makhluk yang membinasakan dan bertujuan merusak orang yang tidak membuatnya marah atau melawan, tapi malah membenarkan dan menyetujuinya seperti orang-orang kafir, orang-orang sesat dan orang-orang yang suatu saat mencintai setan.

Lalu apa tujuan yang hendak dicapainya dari orang-orang yang membuatnya marah dan memusatkan kekuatan untuknya?

Saat itulah ia akan memusuhi masyarakat secara umum dan memusuhi Anda secara khusus.

Sesungguhya urusan Anda teramat penting. Ia memiliki beberapa pembantu. Pembantu yanb paling berat untuk dihadapi adalah nafsu dan kesenangan diri Anda. Ia juga memiliki sejumlah penyebab dan beberapa pintu masuk di saat Anda lengah.

Benar sekali apa yang dikatakan Yahya bin Mu’adz: “Setan itu makhluk yang memiliki waktu luang, sedangkan Anda orang yang sibuk. Setan melihat Anda, sedangkan Anda tidak melihatnya. Ia juga tidak akan melupakan Anda, sementara Anda melupakannya. Dan di dalam diri Anda terdapat pembantu-pembantu setan yang akan merugikan.

Jika seperti itu yang terjadi, maka mau tidak mau Anda harus memerangi dan mengalahkannya. Jika tidak, Anda tidak akan bisa terbebas dari kerusakan dan kehancuran. Jika Anda berkata: “Dengan apa aku bisa memerangi setan? Dengan apa aku bisa mengalahkan dan menolaknya?”

Ketahuilah bahwa para ahli melakukan pekerjaan seperti ini dengan dua cara:

Cara yang dikatakan oleh salah seorang dari mereka: “Cara terbaik untuk menolak setan tak lain adalah memohon perlindungan kepada Allah. Karena sesungguhnya setan adalah anjing yang diberi kewenangan mencelakakan Anda. Jika Anda sibuk memeranginya tentu akan merasa kesulitan, waktu Anda terbuang, lalu ia pun mendapatkan kemenangan dan bisa melukai Anda. Karena itu, kembali kepada pemilik anjing untuk memalingkannya dari Anda adalah langkah terbaik.

Cara yang dikatakan oleh ulama lain bahwa cara yang benar adalah berjuang, senantiasa menolak dan tidak mengikutinya.

Menurutku (Al-Ghazali) cara yang benar dan lebih mencakup urusan tersebut adalah menyatukan dua cara. Mula-mula kita memohon perlindungan kepada Allah dari keburukannya seperti yang telah diperintahkan (kepada kita). Dia-lah Dzat yang memelihara dari kejahatan setan.

Jika kita melihatnya selalu menang, kita pun tahu bahwa itu adalah cobaan dari Allah agar Dia bisa melihat kesungguhan perjuangan kita, seberapa kekuatan kita dalam menjalankan perintah-Nya dan sampai di mana kesabaran kita. Seperti halnya ketika Dia menguasakan orang-orang kafir atas kita, sementara Dia mampu menyelesaikan urusan mereka. Juga keburukan yang mereka lakukan agar kita semua mendapat bagian berupa (pahala) perjuangan, kesabaran, kebersihan diri (dari dosa) dan mati syahid. seperti firman Allah Swt.:

Artinya: “Agar Allah mengetahui orang-orang yang (benar-benar) beriman dan menjadikan orang-orang yang mati syahid di antara kamu sekalian.” (Q.S. Ali Imran: 140)

Allah juga berfirman:

Artinya: “Apakah kamu sekalian mengira akan memasuki surga, sementara belum jelas orang-orang yang berjuang di antara kalian dan juga orang-orang yang bersabar (menghadapi ujian)?” (Q.S. Ali Imran: 142)

Demikian juga dengan apa yang sedang kita bicarakan sekarang ini.

Kemudian untuk bisa memerangi dan mengalahkannya, menurut para ulama ada tiga cara:

Pertama, mengenali tipu dayanya, dengan begitu ia tidak akan berani mengganggu Anda. Seperti halnya seorang pencuri. Bila ja tahu bahwa pemilik rumah menyadari kedatangannnya tentu akan lari.

Kedua, menganggap remeh ajakannya, maka hati Anda tidak akan bergantung padanya. Dan jangan mengikutinya. Karena ia bagaikan anjing menggonggong. Bila Anda menanggapinya maka ja akan merasa senang dan terus menggonggong. Tapi bila Anda berpaling tentu ia akan diam.

Ketiga, senantiasa berdzikir kepada Allah dengan lisan dar hati Anda.

Nabi Saw, bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya berdzikir kepada Allah itu bagi setan bagaikan penyakit menular bagi tubuh manusia.”

Jika Anda bertanya: “Bagaimana aku bisa mempelajari tipu dayanya, dan jalan mana yang harus ditempuh untuk mengetahui hal itu?”

Ketahuilah bahwa (yang pertama) ia mempunyai rasa waswas. Perasaan was-was itu bagaikan anak panah yang ia luncurkan. Hal itu akan tampak jelas dengan mengetahui gerakgerak hati dan berbagai macamnya.

Kedua, setan itu memiliki tipu muslihat. Tipu muslihat ini bagaikan jaring yang dipasangnya untuk menjerat. Hal itu akan tampak jelas dengan mengetahui tipuan-tipuan, sifat-sifat dan jalan-jalannya.

Para ulama telah banyak yang menerangkan berbagai hal tentang gerak hati (khathir). Dan kami telah menyusun sebuah kitab yang kami beri nama “Talbiisu Ibliis.” Kitab (Minhajul ‘Aabidiin) ini tidak banyak memuat tentang itu. Akan tetapi kami akan menerangkan masing-masing satu pokok yang sekiranya bisa mencukupi kalau Anda berpegang teguh padanya.

Mengenai Inti Khathir (Gerak Hati)

Ketahuilah bahwa Allah memberi kuasa kepada malaikat yang mengajak berbuat baik bagi hati seorang manusia yang bernama Mulhim. Ajakan malikat ini dinamakan ilham. Dan sebagai bandingannya Dia memberi kuasa kepada setan yang akan mengajak seorang hamba berbuat buruk bernama was-was. Ajakan setan ini dinamakan was-wasah. Karena itu, menurut pendapat kebanyakan ulama, malaikat Mulhim tidak akan mengajak seorang hamba selain pada kebaikan. Dan Was-was tidak akan mengajaknya selain pada keburukan.

Telah diceritakan dari guru kami rahimahullah bahwa sesungguhnya setan itu kadangkala mengajak berbuat baik, tapi yang menjadi tujuannya tetap buruk. Seperti halnya ketika ia mengajak melakukan suatu hal yang utama agar hamba tersebut tidak melakukan hal yang lebih utama. Atau mengajaknya berbuat baik agar hamba tersebut terseret ke perbuatan dosa, sekira keburukannya tidak sebanding dengan kebaikan yang ia kerjakan, seperb ujub dan sebagainya. Dua makhluk ini senantiasa mengajak dian bersemayam di dalam hati seorang hamba. Hamba tersebut akan mendengar dengan hatinya. Juga merasakan ajakan tersebut, Seperti telah diceritakan di dalam hadis-hadis pilihan bahwa beliau (Nabi saw.) bersbda:

Artinya: “Apabila seorang anak Adam dikaruniai seorang anak, maka Allah akan menyertakan bagi anak itu satu malaikat. Dan setan Juga menyertakan baginya satu setan. Setan akan bertengger di atas telinganya sebelah kiri. Sedangkan malaikat bertengger di atas telinganya sebelah kanan. Dan keduanya selalu mengajak anak tersebut (mempengaruhinya).”

Nabi juga bersabda:

Artinya: “Setan itu memiliki satu tempat pada diri anak Adam. Dan malaikat juga memiliki satu tempat.”

Artinya memiliki tempat untuk mengajak, berdasarkan ucapan para ulama: “Mengumpulkan di suatu tempat dan membuatkan sesuatu saat tinggal di sana.”

Kemudian di dalam diri seorang manusia, Allah menciptakan watak yang cenderung pada keinginan syahwat dan mencari kelezatan, bagaimanapun keadaannya, entah itu baik atau buruk.

Hal itu dinamakan keinginan nafsu yang menarik seseorang menuju pada kerusakan. Jadi, di dalam diri seseorang ada tiga hal yang selalu mengajak (mempengaruhinya). ketahuilah bahwa setelah pendahuluan ini masih ada yang perlu diketahui, bahwa yang dinamakan khathir (gerak hati) adalah pengaruh yang muncul dalam hati seorang hamba. Pengaruh tersebut akan membangkitkannya untuk melakukan sesuatu, meninggalkannya, atau menarik hatinya kepada perbuatan tersebut. Pengaruh itu dinamakan khathir (gerak hati), karena goncangan di dalam hati yang berasal dari perjalanan angin dan semisalnya.

Pada hakekatnya kemunculan semua itu di dalam hati seorang hamba berasal dari Allah Swt. Akan tetapi kemunculanya terbagi menjadi empat:

Gerak hati yang pertama kali dimunculkan di dalam hati seorang hamba oleh Allah. Gerak hati semacam ini dinamakan “khathir”.
Gerak hati yang dimunculkan sesuai dengan watak manusia. Gerak hati semacam ini dinamakan “hawa nafsu” dan dinisbatkan kepadanya (nafsu).
Gerak hati yang dimunculkan seiring dengan ajakan malaikat Mulhim. Lalu gerak hati tersebut dinisbatkan kepadanya (Mulhim) dan dinamakan “ilham”.
Gerak hati yang dimunculkan seiring dengan ajakan setan. Lalu dinisbatkan kepadanya (setan) dan dinamakan “was-wasah”. Was-wasah ini disandarkan (dinisbatkan) kepada setan, karena gerak hati itu memang berasal dari setan. Akan tetapi pada hakekatnya pengaruh itu muncul pada saat setan mengeluarkan ajakannya. Karena dalam hal ini setan bagaikan penyebab, tapi juga dijadikan sandaran (penisbatan).

Inilah empat macam gerak hati. Kemudian setelah pembagian-pembagian ini, ketahuilah bahwa gerak hati yang pertama kali berasal dari Allah kadang mengajak kepada kebaikan sebagai sebuah kemuliaan dan penetapan hujjah. Kadang juga mengajak berbuat buruk sebagai ujian dan pemberatan suatu ujian.

Gerak hati yang berasal dari malaikat Mulhim senantiasa mengajak berbuat baik, karena ia adalah pemberi nasehat dan pemberi petunjuk. Ia tidak diutus melainkan hanya untuk itu.

Gerak hati yang berasal dari setan senantiasa mengajak berbuat buruk untuk menyesatkan atau agar seseorang tergelincir. Kadang ia mengajak berbuat baik tapi hanya sebagai tipuan.

Gerak hati yang berasal dari hawa nafsu mengajak pada keburukan dan sesuatu yang tidak mengandung kebaikan sebagai pencegahan dan agar manusia tidak berpikir panjang.

Aku pernah menemukan sebuah pendapat dari seorang salaf bahwa hawa nafsu terkadang juga mengajak berbuat baik, akan tetapi yang menjadi tujuannya adalah agar ia berbuat syirik (bersekutu) pada setan.

Inilah macam-macam khathir (gerak hati).

Setelah mengetahui semua ini, ketahuilah bahwa sesungguhnya Anda sangat perlu mengetahui tiga pasal yang menjadi keharusan dan di dalamnya terdapat apa yang menjadi tujuan Anda.

Perbedaan antara khathir baik dan buruk secara global.
Perbedaan antara khathir buruk yang muncul di permulaan, dinisbatkan pada setan atau yang dinisbatkan pada nafsu dan juga dengan apa membedakan ketiganya, karena masingmasing saling bertolak belakang. 

Perbedaan antara khathir baik yang muncul di permulaan, yang dinisbatkan pada ilham, dinisbatkan pada setan, atau dinisbatkan pada nafsu agar Anda dapat mengikuti khathir yang berasal dari Allah atau malaikat Mulhim dan menjauhi khathir yang berasal dari setan.



Begitu juga khathir yang berasal dari hawa nafsu, menurut pemdapat orang yang mengatakannya.



Pasal pertama: Para ulama berkata: “Jika Anda ingin mengetahui khathir baik dan khathir buruk, serta membedakan antara keduanya, maka timbanglah hal itu dengan salah satu dari pertimbangan berikut, tentu keadaannya akan menjadi jelas bagi Anda.

Apa yang tergerak di hati Anda hendaknya disodorkan pada aturan syarak. Jika keinginan tersebut menyamai jenisnya berarti keinginan tersebut baik. Dan jika yang terjadi itu kebalikannya karena adanya keringanan (rukhshah) atau syubhat berarti khathir tersebut buruk.
Jika hal ini masih belum jelas bagi Anda dengan pertimbangan semacam ini, maka hendaknya gerak hati tersebut disodorkan pada panutan. Jika dalam mengerjakannya menganut orangorang saleh berarti itu adalah khathir baik. Tapijika yang terjadi adalah sebaliknya, dan hanya karena mengikuti orang-orang saleh berarti itu khathir buruk. 

Jika masalah ini belumjelas bagi Anda dengan ukuran semacam ini, maka sodorkanlah gerak hati tersebut pada hawa nafsu. Kemudian lihatlah! Kalau gerak hati tersebut termasuk hal yang ditinggalkan oleh nafsu menurut wataknya, bukan karena takut kepada Allah, maka khathir itu merupakan khathir baik. Jika hal itu termasuk sesuatu yang nafsu cenderung kepadanya, dan kecenderungan tersebut sesuai dengan wataknya, bukan karena kecenderungan berharap kepada Allah, maka khathir tersebut adalah khathir buruk, karena nafsu selalu mengajak berbuat buruk. Pada dasarnya ia tidak akan cenderung berbuat baik.

Dengan melihat berbagai macam ukuran seperti ini serta benar-benar merenungkannya, maka akan tampak jelas bagi Anda perbedaan antara khathir baik dan buruk.

Hanya Allah yang menguasai petunjuk dengan anugerahNya. sesungguhnya dia Maha murah lagi Maha Mulia.

Pasal kedua: Para ulama berkata: “Jika Anda ingin membedakan antara khathir buruk yang berasal dari setan, khathir buruk yang berasal dari hawa nafsu, atau khathir buruk yang berasal dari Allah pada permulaannya, maka lihatlah khathir tersebut dari tiga sisi:

Bila Anda melihatnya kokoh dan menetap pada satu keadaan berarti khathir tersebut berasal dari Allah atau dari hawa nafsu. Jika Anda menemukannya berputar-putar dan berubah, maka ketahuilah bahwa khathir tersebut berasal dari setan.

Seorang ulama saleh mengatakan bahwa perumpamaan hawa nafsu adalah harimau. Kalau sudah menyerang ia tak akan berpaling kecuali karena adanya perlawanan yang teramat sangat. Atau seperti pemberontak yang berperang untuk membela agamanya. Ia tak akan pulang sebelum terbunuh. Perumpamaan setan adalah serigala. Jika Anda mengusirnya dari satu sisi, maka ia akan masuk dari sisi lain.

Bila khathir tersebut muncul seiring dengan perbuatan dosa yang baru saja Anda kerjakan berarti khathir tersebut berasal dari Allah sebagai penghinaan dan siksaan disebabkan oleh buruknya dosa tersebut. Allah berfirman:

Artinya: “Sekali-kali tidaklah begitu. Bahkan hati mereka telah berkarat karena apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. AlMuthaffifiin: 74)

Guruku rahimahullah berkata: “Demikianlah. Suatu dosa akan mengantar seseorang pada kerasnya hati. Mula-mula hanya berupa khathir (gerak hati) dan akhirnya sampai pada kerasnya hati.”

Bila gerak hati ini muncul terlebih dahulu, tidak beriringan dengan dosa yang Anda kerjakan, maka ketahuilah bahwa khathir tersebut berasal dari setan. Hal ini terjadi pada kebanyakan orang, karena mula-mula ia hanya mengajak berbuat buruk.

Bila khathir tersebut tiada melemah dan tidak berkurang dengan berdzikir kepada Allah serta tidak hilang, itu berarti khathir tersebut berasal dari hawa nafsu.

Bila Anda menemukan khathir tersebut Anda temukan melemah dan berkurang karena dzikir kepada Allah, berarti khathir tersebut berasal dari setan, seperti yang disebutkan di dalam tafsir firman Allah yang berbunyi:

Artinya: “(Aku berlindung kepada Allah) dari kejahatan setan yang suka mengganggu dan lagi suka mundur.”

Sesungguhnya setan itu bertengger dalam hati anak Adam. saat anak Adam mengingat Allah ia akan mundur. Dan saat anak Adam tersebut lalai ia akan kembali mengganggu.

Pasal ketiga: Jika Anda ingin membedakan antara khathir baik yang berasal dari Allah dan yang berasal dari malaikat, maka lihatlah khathir tersebut dari tiga sisi.

Bila khathir tersebut tertanam dengan kuat dan kokoh, berarti khathir tersebut berasal dari Allah. Sedangkan bila khathir tersebut hanya mondar-mandir berarti khathir tersebut berasal dari malaikat Mulhim. Sebab kedudukan malaikat Mulhim ini seperti seorang pemberi nasehat yang bisa masuk dari segala arah dan memberikan nasehat dengan harapan Anda mau melakukan dan suka berbuat kebaikan.

Apabila khathir tersebut muncul seiring dengan ijtihad dan ketaatan yang Anda kerjakan, berarti khathir itu berasal dari Allah Swt.

Allah berfirman:

Artinya: “Dan orang-orang yang berjuang karena mencari keridaan kami, tentu Kami menunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Q.S. Al-Ankabuut: 69)

Firman-Nya pula:

Artinya: “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambahkan petunjuk baginya.” (Q.S. Muhammad: 17)

Bila khathir tersebut muncul pertama kali (sebelum ijtihad dan berbuat taat), maka biasanya khathir tersebut berasal dari malaikat.

Bila khathir itu menyangkut ibadah-ibadah pokok dan amalamal batin, berarti khathir tersebut berasal dari Allah. Dan bila khathir menyangkut cabang-cabang ibadah dan amal zhahir, maka kebanyakan khathir tersebut berasal dari malaikat Mulhim, karena seorang malaikat tidak memiliki cara untuk mengetahui batin seorang hamba.

Sedangkan khathir yang berasal dari setan, maka halitu hanya untuk menarik seseorang agar berbuat buruk dan semakin meningkat keburukannya.

Guru kami berkata: “Ketahuilah! Bila saat melakukan keinginan tersebut nafsu Anda terlihat giat tanpa merasa takut, tergesa-gesa, tidak berhati-hati, merasa aman, tidak merasa khawatir, tidak melihat akibat yang ditimbulkan, dan tidak waspada, maka ketahuilah bahwa khathir tersebut berasal dari setan. Karena itu, jauhilah.

Bila nafsu Anda nampak sebaliknya, yaitu melakukannya dengan rasa takut, tidak menggebu, berhati-hati, tidak tergesagesa, merasa takut, tidak merasa aman dan nampak waspada dengan melihat akibat yang ditimbulkannya, maka ketahuilah bahwa khathir tersebut berasal dari Allah atau dari malaikat Mulhim.

Menurutku, giat/ menggebu di sini adalah perasaan ringan pada diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan tanpa kewaspadaan dan tanpa mengingat pahala yang membuatnya giat melakukan hal tersebut.

Sedangkan perlahan-lahan adalah langkah terpuji, kecuali di beberapa tempat tertentu yang bisa dihitung.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw. disebutkan bahwa beliau bersabda:

Artinya: “Tergesa-gesa itu berasal dari setan kecuali dalam lima hal: Pertama, menikahkan anak perawan bila sudah mencapai umurnya. Kedua, membayar utang setelah jatuh tempo. Ketiga, mengurus jenazah setelah benar-benar mati. Keempat, menjamu ‘ tamu yang bertandang. Kelima, tobat setelah ia melakukan sebuah dosa.”

Adapun khauf (takut) bisa dalam kesempurnaan amal, pengerjaan yang sesuai dengan yang diinginkan (sebagaimana mestinya) dan penerimaan Allah terhadap amal tersebut.

Waspada terhadap akibat yang akan terjadi bisa dilakukan dengan cara mawas diri dan merasa yakin bahwa amal tersebut benar dan baik. Bisa gaja hal itu dilakukan karena melihat pahala di kemudian hari dan karena mengharapkannya.

Ketahuilah keterangan tersebut niscaya kamu akan mendapatkan taufik.

Itulah ketiga pasal yang harus Anda ketahui di dalam masalah khathir (gerak hati). Pelihara dan perhatikan sebaik mungkin sesuai kemampuan Anda, karena hal itu termasuk pengetahuan yang teramat halus dan dalam bab ini termasuk rahasia yang teramat mulia.

Hanya Allah yang memberikan taufik dengan anugerah-Nya.

Adapun pasal yang menerangkan tentang tipu daya dan bujukan setan, maka tempat berlaku dan contohnya adalah sebagai berikut:

Tipu daya setan terhadap keturunan Adam dalam hal ketaatan itu melalui tujuh cara:

Menghalanginya dari melakukan ketaatan tersebut. Jika Allah memelihara, hamba tersebut menolak ajakannya dengan berkata: “Sungguh aku sangat membutuhkan ketaatan tersebut, karena mau tidak mau aku harus mencari bekal dari dunia yang fana ini untuk kehidupan akhirat yang tiada pernah berakhir.”

Setan akan menyuruhnya agar menunda amal tersebut. Jika Allah memelihara, hamba tersebut menolak ajakan setan seperti dengan mengatakan: “Aku tidak menguasai batas akhir hidupku. jika aku menunda pekerjaanku hari ini dan kukerjakan esok pagi, lalu kapan aku mengerjakan pekerjaanku esok hari? Sebab setiap hari ada pekerjaan yang mesti diselesaikan.”

Lalu setan pun akan melakukan dengan cara lain. Ia membujuk hamba tersebut agar tergesa-gesa dengan mengatakan: “Cepatlah! Cepat kerjakan agar segera selesai dan kamu bisa melakukan ini dan itu.” Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu pun menolaknya dengan berkata: “Sedikit pekerjaan yang dilakukan dengan sempurna lebih baik ketimbang pekerjaan yang banyak tapi penuh kekurangan.”

Kemudian setan akan menggunakan cara lain. Ia akan membujuk hamba tersebut agar mau menyempurnakan amalnya dengan menampakkan amal itu di hadapan orang banyak. Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu pun menolak ajakannya dengan berkata: “Untuk apa aku menampakkan pekerjaanku di hadapan banyak orang? Tidakkah pandangan Allah telah cukup bagiku?”

Cara lain lagi yang digunakan setan, ia menghendaki agar hamba tersebut tergelincir ke dalam sikap ujub. Ia mengatakan: “Betapa agungnya, betapa waspadanya, dan betapa mulianya Anda.” Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu akan menjawabnya dengan berkata: “Yang membuatku bisa begini adalah kebaikan Allah, bukan aku. Dia-lah yang memberiku keistimewaan dengan taufik-Nya. Dia juga yang menjadikan amalku berharga mahal dengan anugerah-Nya.” Jika bukan karena anugerah-Nya, bagaimana mungkin amalku ini bisa berharga bila melihat kenikmatan yang diberikan-Nya padaku, dan juga kemaksiatan yang kulakukan pada-Nya.”

Maka setan punakan menggunakan cara yang lain lagi. Ia akan mendatanginya dengan cara keenam. Inilah tipuan yang paling licik dan tidak diketahui oleh orang-orang yang benar-benar waspada, yakni setan akan mengatakan: ” Bersunnguh-sunguhlah di saat tidak ada orang yang melihat, karena Allah akan menampakkanmu.” Ia pun akan mencampuri semua amal yang dikerjakan hamba tersebut. Dengan begitu, ia ingin agar hamba tersebut sedikit berbuat riya. Jika Allah memelihara hamba tersebut, hamba itu juga menjawabnya dengan berkata: “Hai makhluk terkutuk! Sampai saat ini kamu selalu mendatangiku dengan bujukan untuk merusak amalku. Tapi sekarang kau datang dengan bujukan untuk memperbaiki amalku dengan tujuan ingin merusaknya. Sesungguhya aku adalah hamba Allah. Dia-lah Majikanku. Bila menghendaki maka Dia akan menampakkan diriku. Dan bila menghenaki maka Dia akan merahasiakan (menutupi)ku. bila menghendaki maka Dia akan menjadikan aku sebagai orang yang berkedudukan tinggi. Dan bila menghendaki maka Dia akan menjadikan aku sebagai orang yang hina. Semua itu hanya kembali kepada-Nya. Aku tak peduli, mau ditampakkan di hadapan orang banyak atau tidak. Dan mereka tak akan bisa berbuat banyak.”

Kemudian setan akan mencari cara lain. Ia akan mendatangi hamba tersebut dengan cara ketujuh. Ia mengatakan: “Sebenarnya kamu tidak memerlukan amal semacam ini. Sebab kalau memang kamu tercipta untuk menjadi orang beruntung, maka kamu tidak akan celaka hanya karena meninggalkan amal semacam ini. Dan kalau kamu memang tercipta untuk menjadi orang celaka, maka tiada gunanya kamu melakukan amal tersebut.” Jika Allah memelihara hamba tersebut, maka hamba itu akan menjawab ucapan setan dengan ucapan: “ Aku hanya seorang hamba. Dan dalam pengabdiannya, seorang hamba harus mengikuti perintah. Sedangkan Tuhan lebih tahu dengan sifat ketuhanan-Nya. Dia memutuskan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya. Dia akan melakukan apa yang diinginkan-Nya. Dan sesungguhnya apapun yang terjadi amal itu tetap berguna untukku. Karena bila aku,memang diciptakan untuk beruntung, maka amal itu kuperlukan untuk menambah pahala. Dan bila aku memang tercipta untuk celaka, maka amal itu kuperlukan agar aku tidak mencela diri sendiri. Hanya saja apapun keadaannya Allah tidak akan menyiksaku karena ketaatan yang kulakukan, dan Dia juga tidak akan mencelakaiku. Bila aku dimasukkan ke dalam neraka dalam keadaan taat, maka hal itu lebih kusukai ketimbang masuk ke dalamnya dalam keadaan durhaka. Bagaimana tidak, jika janjiNya selalu nyata dan ucapan-Nya juga pasti benar? Dia telah menjanjikan pahala atas ketaatan. barangsiapa bertemu Allah dalam keadaan iman dan taat, maka ia sama sekali tidak akan dimasukkan ke dalam neraka. Orang itu akan memasuki surga. Bukannya ia berhak memperoleh surga karena amal yang dikerjakannya, tapi semata-mata karena janji yang benar dari Allah. Maha Suci Allah.”



Karena artian semacam inilah Allah mengabarkan tentang keadaan orang-orang yang beruntung saat mereka telah masuk surga dan berkata:



Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya untuk kami.”



Karena itu, sadarlah! Semoga Allah merahmatimu. Sebab segala sesuatunya telah Anda lihat dan Anda dengar. Jadikan semua itu sebagai kiasan untuk melangkah pada perbuatan yang lain. Mohonlah pertolongan kepada Allah. Mintalah perlindungan kepada-Nya, karena segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-nya. Dia-lah yang memberikan taufik. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.

Rintangan Keempat: Nafsu



Hai orang-orang yang beribadah! Hendaknya Anda senantiasa berhati-hati dalam menjaga nafsu yang selalu memerintah kepada hal-hal buruk. Ia adalah musuh yang paling berbahaya, cobaannya teramat berat, paling sulit diobati, penyakit yang ditimbulkanya teramat rumit dan pangobatanya juga amat sulit. Hal itu harus dilakukan karena dua hal:

Nafsu adalah musuh yang datang dari dalam tubuh

Jika seorang pencuri berasal dari dalam rumah, maka jalan untuk menyiasatinya sangat sulit dan kerugian yang ditimbulkan juga besar.

Benar sekali apa yang dikatakan oleh seorang penyair:



Nafsuku senantiasa mengajakku pada hal-hal yang membahayakan dan memperbanyak penyakitku.

Bagaimana caranya menghindar dari musuh jika ia berada di antara tulang igaku.

Ia adalah musuh yang disukai

Biasanya seseorang tidak melihat kekurangan yang ada pada kekasihnya. Hampir ia sama sekali tidak melihat kekurangannya. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair:



Dan kamu tiada melihat kekurangan pada kekasih dan saudaram, Bahkan sebagiannya saja tidak kau lihat jika telah merasa senang Tatapan mata yang senang menutupinya dari segala kekurangan, Tapi tatapan mata yang benci akan menampakkan berbagai keburukan.



Kalau sudah seperti itu seseorang tentu menganggap baik segala keburukan dari kekasihnya. Ia nyaris tidak melihat kekurangannya. Sementara ia (nafsu) masih tetap dalam permusuhan dan penggodaannya. Tidak berapa lama nafsu akan menjerumuskannya ke dalam cemoohan dan kerusakan. Orang itu tidak akan merasa kecuali bila Allah memeliharanya dengan anugerah-Nya, dan memberinya pertolongan untuk mengalahkan nafsu dengan rahmat-Nya.



Kemudian renungkanlah sebuah arti penting yang cukup memuaskan. Yaitu jika Anda perhatikan, pasti akan tahu bahwa pangkal segala fitnah, cemoohan, kehinaan, kerusakan, dosa dan afat yang menimpa seorang makhluk Allah, dari dulu hingga esok hari kiamat adalah nafsu ini. Kadang dengan nafsu itu sendiri, dan kadang dengan bantuan yang diberikannya.



Maksiat kepada Allah yang pertama kali, dilakukan oleh Iblis. Penyebabnya selain takdir yang sudah ditetapkan adalah nafsu. Dengan kesombongan dan kedengkian, nafsu menjerumuskannya ke dalam lautan kesesatan setelah ia beribadah menurut sebuah pendapatselama 80.000 tahun. Maka ia pun tenggelam untuk selamanya, karena di sana tidak ada dunia, orang lain dan setan. Yang ada hanya nafsu bersama kesombongan dan kedengkiannya yang akan memperlakukan Iblis sekehendaknya.



Lalu dosa Nabi Adam a.s. dan Hawa. Keduanya dijatuhkan oleh keinginan nafsu dan kerakusannya terhadap keabadian tinggal di surga hingga terbujuk rayuan Iblis. Kemudian dengan bantuan nafsu terjadilah perbuatan tersebut sehingga ia terlempar dari sisi Allah, sampai ke dunia yang hina, sulit, fana dan merusak ini. Keduanya mengalami apa yang harus ia alami. Dan keturunannya juga mengalami hal serupa dari hari itu hingga selamanya.



Lalu disusul denpan kisah Oabil dan Habil. Dosa yang mereka Inkukan disebabkan oleh kedengkian dan sifat kikir.



Lalu kisah dosa Harut dan Marut. Penyebabnya adalah syahwat. Demikian seterusnya sampai hari kianat.



Anda tidak akan menemukan fitnah yang menimpa seorang makhluk, cemoohan, kesesatan dan kemaksiatan selain berpangkal dari nafsu dan keinginannya. Jika tidak, tentu seluruh makhluk akan selamat dan berbuat baik.



Jika ada musuh yang mendatangkan bahaya seperti apa yang kusebutkan ini, maka sudah sepantasnya orang yang berakal sangat memperhatikanya.



Hanya Allah yang menguasai petunjuk dan taufik serta anugerah-Nya.



Jika Anda berkata: “Lalu upaya apa yang harus kami tempuh untuk menghadapi musuh yang seperti ini dan bagaimana cara menyiasatinya? Tolong terangkan masalah itu kepada kami.”



Ketahuilah! Di depan telah kami terangkan bahwa urusan nafsu memang teramat sulit, sebab kita tidak mungkin mengalahkanya dengan satu langkah seperti musuh-musuh yang lain, karena ia memang kendaraan dan peralatan kita.



Diceritakan bahwa ada seorang pedalaman yang mendoakan seseorang dengan kebaikan. Maka ia berdoa: “Semoga Allah membuat kalah semua musuh Anda selain nafsu.”



Ia juga tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena sangat berbahaya. Karenanya, dibutuhkan jalan tengah di antara keduanya, yaitu mendidik dan memberinya kekuatan sekedar agar ia kuat melakukan bermacam kebaikan. Ia juga harus diperlemah dan dikekang sebatas tidak sampai melampaui batas. Karena itu, dalam mengurusnya Anda harus benar-benar merawat dan memperhatikanya dengan teliti.



Kami juga pernah nenerangkan bahwa ia harus dikendalikan dengan kendali “takwa” dan “wara” agar bisa memperoleh dua manfaat sekaligus.



Jika Anda berkata: “Nafsu ini memang sama dengan hewan tunggangan yang liar, bertabiat buruk dan tidak mau dikendalikan. Lalu bagaimana caranya agar kami bisa menguasainya?”



Ketahuilah bahwa apa yang Anda katakan itu benar adanya,



Adapun cara mengendalikan nafsu adalah merendahkannya sehingga bisa dikendalikan.



Para ulama kita mengatakan: “Cara untuk merendahkan nafsu dan membatalkan keinginannya ada tiga:

Menahan hal yang disenanginya, sebab hewan tunggangan yang liar akan menjadi jinak jika makanannya dikurangi.

Membebankan ibadah-ibadah yang berat kepada-Nya. Sebab bila seekor keledai ditambah muatannya dan dikurangi jatah makannya, tentu ia akan tunduk dan menurut (jinak).

Memohon pertolongan kepada Allah dan merendahkan diri agar Dia berkenan menolong Anda. Dan jika tidak memohon pertolongan, maka Anda tidaklah selamat. Bukankah Anda pernah mendengar perkataan Nabi Yusuf a.s.:

Artinya: “Sesungguhnya nafsu selalu mengajak berbuat buruk kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS Yusuf : 53)

Bila Anda melakukan tiga hal ini secara rutin, pasti dengan izin Allah nafsu Anda akan tunduk secara total. Saat itulah Anda harus segera menguasainya dan menghindar dari keburukanya.

B. Takwa, Senjata Melawan Godaan Setan dan Nafsu

Jika Anda berkata: “Kalau begitu sekarang terangkan arti ketakwaan agar kami bisa mengetahuinya.”

Mula-mula sebaiknya Anda mengetahui bahwa takwa adalah tempat menyimpan harta-harta yang sangat indah. Dan bila Anda mendapatkanya maka pasti akan menemukan berbagai permata yang amat mulia dan barang-barang yang sangat elok, banyak kebaikan, rezeki yang mulia, keuntungan yang sangat besar, keberuntungan yang mulia, dan istana yang megah. Seolah-olah semua kebaikan dunia dan akhirat dijadikan satu dan kesemuanya itu digantungkan kepada satu hal, yakni takwa.

Renungkan juga firman Allah di dalam Al-Qur’an yang membicarakan tentang takwa. Berapa banyak kebaikan yang Ia gantungkan padanya. Berapa banyak janji pahala dan ancaman siksa yang digantungkan padanya. Berapa banyak keberuntungan yang Dia sandarkan padanya.

Di sini kami akan menyebutkan dua belas hal tentang itu.

Pertama, pujian dan sanjungan.

Allah berfirman:

Artinya: “Apabila kamu sekalian bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya hal itu termasuk bagian dari urusan yang diutamakan.” (Q.S. Ali Imran: 186)

Kedua, terpelihara dari musuh.

Firman Allah:

Artinya: “Dan jika kamu sekalian sabar serta bertakwa maka tipudaya mereka sedikitpun tidak membahayakan mereka.” (Q.S. Ali Imran: 120)

Ketiga, kekuatan dan pertolongan.

Firman Allah:

Artinya: “Sesungguhnya Allah nenyertai orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. An-Nahl: 128)

Dan firman Allah:

Artinya: “Dan Allah Dzat yang mengasihi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Jaatsiyah: 19)

Keempat, selamat dari bahaya dan mendapat rezeki halal.

Allah berfirman:

Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka Allah akan menjadikan untuknya jalan keluar (dari kesulitan) dan memberinya rezeki secara tidak disangka-sangka.” (Q.S. Ath-Thalaaq: 2-3)

Kelima, kebaikan dalam amal.

Allah berfirman:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal kalian.” (Q.S. Al-Ahzaab: 70-71)

Keenam, ampunan dari dosa-dosa.

Allah berfirman:

Artinya: “Dan dia akan mengampuni dosa-dosa kalian. (Q.S. Al-Ahzab:71)

Ketujuh, kecintaan Allah.

Allah berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. “(Q.S. At-Taubah: 4)

Kedelapan Diterima amalnya.

Allah berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari: orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Maidah: 27)

Kesembilan, kemuliaan.

Allah berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang paling mulia di antara kamu sekalian adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian. (Q.S. Al-Hujuraat: 13)

Kesepuluh, kabar gembira menjelang kematian.

Firman Allah:

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan bertakwa, Mereka mendapat kabar gembira di dunia dan ahirat.”(Q.S. Yunus: 63-64)

Kesebelas, bebas dari api (neraka).

Firman Allah:

Artinya: “Kemudian kami selamatkan orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Maryam: 72)

Dan firman Allah:

Artinya: “Dan ia (neraka) dijauhkan dari orang-orang yang bertakwa.” (Q.S.Al-Lail: 17)

Kedua belas, abadi di dalam surga.

Artinya: “Surga itu disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S.Ali Imran: 133)

Inilah keterangan kebaikan dan keberuntungan di dunia dan ahkirat yang digantungkan pada ketakwaan.

Karena itu,jangan lupa bagian Anda, hai orang-orang yang jantan.

Dari semua ini yang khusus diberikan kepada orang-orang yang bertakwa dalam kaitannya dengan ibadah ada tiga macam.

Taufik dan pertolongan yang pertama kali khusus diberikan orang-orang yang bertakwa. Firman Allah:

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. At-Taubah: 76)Perbaikan amal dan penyempurnaan kekurangan. Allah berfirman:

Artinya: “Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal kalian.” (Q.S. Al-Ahzaab: 71)Diterima amalnya. Firman Allah:



Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Maidah: 27)



Jadi, poros perputaran ibadah itu ada tiga. Pertama taufik yang membuat Anda bisa mengerjakan amal. Kedua memperbaiki kekurangan sampai betul-betul sempurna. Dan ketiga diterima oleh Allah setelah amal itu menjadi sempurna.



Inilah tiga hal yang digunakan sebagai sarana untuk merendahkan diri kepada Allah oleh para hamba. Mereka meminta sebagai berikut: “Ya Tuhan kami! Berilah petunjuk agar kami taat kepada-Mu. Sempurnakanlah kekurangan kami dan terimalah ketaatan ini dari kami.”



Tetapi sebenarnya Allah menjanjikan semua itu bagi orang yang bertakwa, ia meminta ataupun tidak, pasti diberi. Karena itu hendaknya Anda selalu bertakwa bila ingin bisa beribadah kepada Allah Swt. Atau bahkan untuk meraih keuntungan dunia dan akhirat sekalipun.



Benar sekali ungkapan seorang penyair:



Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka akan didatangkkan baginya sesuatu yang menguntungkan, Seorang ulama menggubah syair sebagai berikut:



Tidak ada satupun yang mengikuti seseorang ke dalam kuburnya selain ketakwaan dan amal saleh.” Ulama yang lain bersyair:



Barangsiapa mengenal Allah dan tidak merasa cukup dengan Mengenal-Nya,

berarti itulah orang uang celaka.

Seseorang tidak menjadi mulia karena harta,

karena segala kemuliaan hanya dimiliki oleh orang yang bertakwa. Kesulitan yang dirasakan seseorang saat menjalani ketaatannya tidak akan mencelakakannya. Begitu juga apa yang ditemuinya.” Seorang ulama menulis sebuah syair di atas kubur (nisan):



Tiada bekal selain ketakwaan, karena itu ambillah ia sebagai bekal atau tinggalkanlah. hai nafsu!



Kemudian renungkanlah satu hal pokok, yaitu seandainya Anda telah mengalami kepayahan sepanjang hidup untuk beribadah, berjuang memerangi hawa nafsu dan bersusah payah hinpga berhasil mendapatkan apa yang Anda idam-idamkan. Bukankah yang terpenting dalam hal ini adalah “penerimaan?” Sementara Anda juga tahu bahwa Allah telah berfirman:



Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Maaidah: 27)



Dengan begitu segala sesuatunya kembali pada ketakwaan.



Karena hal itu pula Aisyah r.a. berkata: “Rasulullah Saw. tidak pernah merasa kagum dengan sesuatu atau seorangpun di dunia ini selain pada orang yang bertakwa.”



Diceritakan Qatadah. Beliau berkata: “Di dalam kitab Taurat tertulis:



Artinya: “Wahai anak cucu Adam! Bertakwalah kepada Allah dan tidurlah sesukamu.”



Aku pernah mendengar tentang “Amir bin abdi Qais. Saat menjelang kematiannya, beliau menangis. Padahal sehari semalam beliau melakukan salat seribu rakaat. Kemudian beliau mendatangi tempat tidur seraya berkata: “Hai tempat kembali segala keburukan! Demi Allah aku sama sekali tidak merasa rela kepadamu karena Allah, walaupun hanya sekejap.”



Suatu hari beliau menangis. Lalu ditanya: “Apa yang membuat Anda menangis?”



Beliau berkata: “(Yang membuatku menangis adalah) Firman Allah Swt.:



Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari – orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Maaidah: 27)



Setelah mengetahui semua itu, renungkan pula satu hal penting lain yang menjdi inti dari beberapa pokok masalah, yaitu apa yang pernah disebutkan bahwa salah seorang ulama berkata kepada gurunya: “Berilah aku wasiat!” Gurunya menjawab: “Aku berpesan kepadamu dengan sesuatu yang dipesankan oleh Allah kepada orang-orang terdahulu dan orang-orang yang hidup kemudian. Allah berfirman:



Artinya: “Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orangorang yang telah diberi Al-Kitab sebelum kamu dan juga kepadamu: ‘Bertakwalah kepada Allah”! (Q.S. An-Nisa’: 131)



Menurutku, bukankah Allah mengetahui kebaikan seorang hamba lebih dari siapapun? Bukankah Dia juga Dzat yang memberi nasehat, lebih pengasih dan lebih lembut kepadanya dibanding siapapun? Jika di dunia ini ada suatu perbuatan yang lebih baik bagi seorang hamba, lebih banyak mengumpulkan kebaikan, lebih besar pahalanya, lebih besar penghambaannya, lebih mulia kedudukannya, lebih baik keadaannya dan lebih bermanfaat di akhirat daripada ketakwaan ini, tentu Allah akan memerintahkan hamba-Nya dan berwasiat kepada orang-orang pilihan-Nya dengan hal itu karena kesempurnaan kebijaksanaanNya dan juga karena keluasan rahmat-Nya.



Ketika Allah berwasiat dengan satu pekerjaan ini dan juga menyatukan orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian dalam mengerjakannya dan Dia mencukupkan wasiat tersebut, maka Anda pun menjadi tahu bahwa ketakwaan itulah puncak yang tidak boleh dilewatkan dan juga tidak ada tujuan lain selain itu.



Sesungguhnya Allah benar-benar telah mengumpulkan segala nasehat, tanda-tanda, petunjuk, peringatan, pendidikan, pengajaran dan pembersihan dalam satu wasiat sesuai dengan kebijaksanaan dan keluasan rahmat-Nya.



Anda juga tahu bahwa ketakwaan inilah yang menyatukan dua kebaikan dunia dan akhirat, yang bisa memenuhi berbagai hal penting dan mengantarkan seseorang ke puncak derajat kehambaan.



Alangkah indah syair berikut ini:



Ingatlah bahwa ketakwaan berarti keagungan dan kemuliaan.

Dan kecintaanmu terhadap dunia itulah kehinaan serta kemiskinan.

Tiada kekurangan pada seorang hamba yang bertakwa

saat ia bersungguh-sungguh dengan ketakwaannya walaupun ia menjadi tukang tenun atau tukang candhuk.”



Inilah pokok yang tidak perlu ditambah lagi. Di dalamnya tercakup keterangan yang mencukupi bagi orang yang melihat cahaya dan mendapat petunjuk. Juga orang yang mau mengamalkan dan menganggapnya sudah cukup.



Hanya Allah yang menguasai taufik dengan karunia-Nya. Jika Anda berkata: “Sungguh besar kedudukan takwa dan begitu besar kebutuhan untuk mengetahui semua itu teramat mendesak. Oleh karena itu, mau tidak mau sekarang ketakwaan itu harus diterangkan secara rinci.”



Ketahuilah bahwa hal itu memang pantas dianggap besar kedudukannya, harus diusahakan dan perlu diketahui. Tapi Anda juga harus tahu bahwa setiap hal yang penting dan besar, untuk menariknya harus menggunakan banyak cara. Kesulitan yang harus dihadapi juga besar. Harus bertekad kuat dan bersungguh-sungguh. Dengan begitu, seperti halnya ketinggian derajat takwa dan juga kebesarannya, maka perjuangan untuk mencarinya, untuk bisa memenuhi haknya, dan pertolongan untuk bisa mendapatkannya merupakan hal besar. Sebab berbagai macam kemuliaan itu diukur dengan tingkat kesulitan. Dan semua kelezatan diukur dengan ongkos yang dikeluarkan.



Allah berfirman:



Artinya: “Dan orang-orang yang berjuang untuk mencari (keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka Jalan-jalan Kami.” (Q.S. Al-Ankabut: 69)



Dia-lah Dzat yang lemah lembut. Oleh karenanya, dengar, ingat, dan patuhi keterangan tentang takwa ini dengan baik sampai Anda mengetahuinya dan bersiap-siap untuk menjalaninya. Mohonlah pertolongan kepada Allah Swt. sampai Anda bisa beramal dengan apa yang telah Anda ketahui, karena segala sesuatunya berhubungan dengan pertolongan tersebut.



Hanya Allah yang menguasai taufik dan hidayah dengan anugerah-Nya.



Mula-mula ketahuilah bahwa ketakwaan itu menurut guru kami adalah membersihkan hati dari dosa yang belum pernah Anda lakukan sebelumnya sampai Anda benar-benar berkeinginan kuat meninggalkannya untuk menjaga antara Anda dengan kemaksiatan. Begitulah yang dikatakan guru kami.



Pendapat ini keluar karena sesungguhnya kata “taqwa” bila dilihat dari segi bahasa berasal dari kata dasar “waqwa” dengan huruf depan berupa wawu, dan keluar dari kata “wiqaayah”. Perubahan tasrifnya sebagai berikut: “waqa – yaqi – wiqaayatan – waqwan”. Kemudian huruf wawu diganti menjadi ta’ seperti penggantian yang terjadi dalam kata “wuklaan” menjadi “tuklaan” dan sebagainya, maka jadilah kata “taqwan”.



Jika seorang hamba telah berhasil menjaga dirinya dari maksiat dengan adanya keinginan kuat dan ketetapan hati untuk penar-benar meninggalkannya, maka hamba tersebut berhak disebut sebagai “muttaqiy.”



Dengan begitu kata “taqwa” juga bisa berarti membersihkan hati, keinginan kuat dan ketetapan di dalam hati.



Sedangkan di dalam Al-Qur’an kata “taqwa” digunakan dengan tiga macam arti:

Pertama, digunakan dengan arti takut. Allah berfirman:



Artinya: “Dan hanya kepada-Ku (Allah) hendaknya kamu bertakwa (merasa takut).” (Q.S. al-Baqarah: 41)

Firman Allah:



Artinya: “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada saat itu kamu sekalian dikembalikan kepada Allah.” (Q.S. al-Baqarah: 281)

Kedua, digunakan dengan arti patuh dan tunduk.

Allah berfirman:



Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya.” (Q.S. Ali Imran: 102)



Ibnu Abbas berkata: “Taatlah kepada allah dengan taat yang sebenar-benarnya.”



Mujahid berkata: “Ayat-ayat ini menyimpan arti bahwa sesungguhnya Allah harus selalu ditaati dan tidak didurhakai: diingat dan tidak dilupakan, serta disyukuri dan tidak dikufuri.”

Ketiga, digunakan dengan arti membersihkan hati dari dosa. Dan inilah arti takwa yang sebenarnya, bukan yang pertama dan kedua. Tidakkah Anda melihat bahwa Allah berfirman:



Artinya: “Barangsiapa tant kepada Allah dan Rasul-Nya, dan takut kepada Allah serta bertakwa kepada-Nya, maka mereka itulah orangorang yang beruntung.” (Q.S. An-Nuur: 52)



Allah menyebutkan kata “taat”, “takut”, dan baru menyebutkan kata “takwa”. Dengan begitu Anda menjadi tahu bahwa pada hakekatnya arti “takwa” bukanlah ““taat” dan “takut’ melainkan “membersihkan hati dari maksiat”.



Kemudian para ulama berkata bahwa tingkatan takwa terbagi menjadi tiga:Membersihkan diri dari syirik.
Membersihkan diri dari bid’ah.
Membersihkan diri dari cabang-cabang maksiat.



Allah telah menyebutkan ketiganya di dalam satu ayat, yakni firman:



Artinya: “Tiada dosa bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh karena memakan makanan yang dahulu mereka makan apabila mereka bertakwa, beriman dan mengerjakan amal saleh. Kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman. Lalu mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan.” (Q.S. Al-Maaidah: 93)

1. Membersihkan diri dari syirik. Yang menjadi bandingannya adalah keimanan (pengesaan) kepada Allah. 

Membersihkan diri dari bid’ah. Keimanan yang disebut bersamanya adalah mengikuti langkah sunat dan langkah para ulama.
Membersihkan diri dari cabang-cabang maksiat. Dalam tingkatan yang ketiga ini tidak ada pengakuan yang menjadi bandingannya. Karena itu, ketakwaan ini harus diimbangi dengan ihsan, yaitu taat dan istiqamah. Dengan begitu takwa yang ketiga ini menjadi tingkatan orang-orang yang istiqamah dalam ketaatan mereka.

Ayat di atas mengumpulkan tiga tingkatan takwa, yaitu tingkatan iman, sunat, dan istiqamah dalam ketaatan.

Inilah yang dikatakan oleh para ulama mengenai arti kata takwa.

Aku juga menemukan takwa yang berarti menjauhi kelebihan perkara halal.

Arti semacam ini terdapat dalam sebuah hadis masyhur dari Nabi Saw. bahwasanya beliau bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu dikatakan sebagai ‘muttaqiin’ karena mereka meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat untuk menjaga diri dari hal-hal yang membahayakan.”

Kemudian aku lebih cenderung menggabungkan antara pendapat-pendapat para ulama tadi dengan hadis di atas. Maka terciptalah sebuah batasan yang lebih menyeluruh dan artian yang sempurna, yaitu: “Ketakwaan adalah menjauhi segala yang dikhawatirkan bisa membahayakan agama Anda.”

Bukankah orang yang sedang sakit dan menghindari suatu pantangan disebut sebagai orang yang “berpantangan’” jika sudah menjauhi semua yang membahayakan tubuhnya baik berupa makanan, minuman, buah-buahan dan sebagainya?

Kemudian hal yang dikhawatirkan bisa membahayakan agama ada dua macam:

Kemaksiatan dan sesuatu yang benar-benar haram.
Kelebihan perkara halal.

Sibuk dengan kelebihan perkara halal dan membiasakan diri dengannya bisa menarik pelakunya kepada sesuatu yang haram dan kemaksiatan yang murni. Hal itu terjadi karena keburukan (kenakalan) nafsu dan keinginannya yang sangat keterlaluan.

Barangsiapa ingin selamat dari bahaya yang menimpa agamanya, hendaknya ia menjauhi hal yang mengkhawatirkan dan kelebihan sesuatu yang halal untuk menjaga dirinya agar tidak terseret pada sesuatu yang benar-benar haram, sesuai dengan apa segala yang tidak berguna agar tidak terjerumus ke dalam sesuatu yang membahayakan.” Artinya, karena mereka meninggalkan kelebihan sesuatu yang halal sebab takut terjerumus ke dalam keharaman.

Jadi, arti ketakwaan yang sempurna adalah menjauhi semua yang bisa membahayakan agama berupa kemaksiatan dan kelebihan sesuatu yang halal.

Inilah rincian takwa yang sebenarnya.

Kemudian jika kita ingin membuat batasan takwa menurut ilmu sirri, batasannya adalah membersihkan hati dari keburukan yang belum pernah Anda lakukan sebelumnya dengan keinginan kuat untuk meninggalkannya sehingga keinginan tersebut bisa menjadi penghalang antara Anda dan segala keburukan.

Kemudian keburukan itu terbagi menjadi dua:

Keburukan asli. Yaitu sesuatu yang dilarang oleh Allah secara haram seperti halnya maksiat-maksiat yang murni,

Keburukan yang tidak asli, Yaitu sesuatu yang dilarang oleh Allah sebagai upaya mendidik berupa kelebihan sesuatu yang halal, seperti hal-hal mubah yang dilakukan karena keinginan nafsu.

Menjauhi keburukan yang pertama termasuk fardu. Danjika ditinggalkan mengakibatkan siksa di neraka.

Adapun menjauhi keburukan yang kedua termasuk kebaikan. Dan jika ditinggalkan mengakibatkan penahanan, pemeriksaan, pencelaan dan pencemoohan.

Barangsiapa menjalani ketakwaan yang pertama berarti ia menduduki kedudukan terendah dari takwa, yaitu kedudukan orang-orang yang istiqamah menjalani kataatan. Sedangkan orang yang menjalani ketakwaan kedua berarti ia menduduki kedudukan tertinggi dari takwa, yaitu kedudukan orang yang istiqamah meninggalkan hal-hal mubah.

Bila sesorang telah mengumpulkan keduanya, yakni menjauhi kemaksiatan dan kelebihan sesuatu yang halal berarti ia telah menyempurnakan arti takwa, menjalaninya dengan benar (sesuai haknya) dan mengumpulkan segala kebaikan di dalamnya. Takwa semacam ini dinamakan wara’ (kehati-hatian) yang sempurna, yang menjadi hal terpenting dari urusan agama. Hal ini juga dinamakan adab (tatakrama) di hadapan Allah Swt.

Inilah arti takwa dan keterangan globalnya. Pahamilah! Insya Allah Anda mendapat taufik.

Bila Anda berkata: “Kalau begitu sekarang tolong terangkan untuk kami arti takwa dan cara penggunaannya sehubungan dengan nafsu, karena kebutuhan untuk itu sudah muncul. Agar kami bisa mengetahui bagaimana caranya mengendalikan nafsu dengan ketakwaan seperti yang telah Anda terangkan rinciannya, yakni ketakwaan yang sebenarnya.

Menurutku (Al-Ghazali) memang harus begitu. Adapun rincian takwa tersebut sehubungan dengan ibadah adalah sebagai berikut:

(Langkah pertama) Anda harus menjaganya dengan keinginan yang kuat agar bisa mencegahnya dari segala perbuatan maksiat dan memeliharanya dari kelebihan sesuatu yang halal.

Kalau sudah begitu, berarti Anda telah bertakwa kepada Allah dalam urusan mata, telinga, mulut, hati, perut, kemaluan dan seluruh anggota badan serta mengendalikannya dengan kendali “takwa”.

Persoalan ini membutuhkan banyak sekali penjelasan dan kami telah menerangkannya di dalam kitab “Ihya Ulumiddin”. Sedangkan keterangan yang harus dijelaskan di dalam kitab ini adalah:

Barangsiapa ingin bertakwa kepada Allah, hendaknya ia melihat kembali pada lima inderanya. Sebab lima anggota badan inilah yang menjadi pokok permasalahan, yaitu mata, telinga, mulut, hati dan perut.

Ia harus menjaganya dari segala sesuatu yang membahayakan urusan agamanya seperti kemaksiatan, sesuatu yang haram, berlebihan dan boros dengan sesuatu yang halal.

Jika seseorang telah berhasil menjaga lima anggota badan ini berarti ia memiliki harapan anggota badan tersebut, maka yang lain bisa selamat.

Iajuga telah berhasil menjalani ketakwaan secara menyeluruh dengan semua anggota tubuhnya.

Sehubungan dengan hal ini tentunya diperlukan lima pasal tentang rincian lima anggota badan tersebut serta membuat beberapa pasal tentang apa yang diharamkan untuk masingmasing anggota badan sekedar yang sesuai dengan kapasitas kitab (yang dibuat ringkas) ini.

Pasal Pertama: Mata

Hendaknya Anda senantiasa memelihara mata, karena mata ini sering menjadi penyebab segala fitnah dan kerusakan. Dalam hal ini aku akan menerangkan tiga pokok yang sekira bisa mencukupi.

Firman Allah

Artinya: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman! Hendaklah mereka menahan pandangan dan menjaga kemaluan mereka. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (Q.S. An-Nuur: 30)

Meskipun ayat ini pendek, setelah direnungkan ternyata menyimpan tiga arti yang mulia yaitu: Mendidik kesopanan (tata krama), peringatan dan menakut-nakuti. Arti yang mendidik kesopanan yaitu:

Artinya: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman! Hendaklah mereka menahan pandangan mereka.” (Q.S. An-Nuur: 30)

Seorang hamba harus mengikuti perintah majikan dan bersikap sopan seperti diajarkan majikannya. Jika tidak, maka ia akan dianggap buruk budi pekertinya dan terhalang dari anugerah majikannya. Ia juga tidak diperbolehkan menghadiri pertemuan dan bersenang-senang di hadapan majikanya. Pahamilah keterangan ini dan renungkan apa yang tersirat darinya, karena di dalamnya terdapat manfaat yang besar sekali. Yang berisi peringatan adalah firman Allah:

Artinya: “Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.” (Q.S. . An-Nuur: 30)

Firman ini dipergunakan untuk dua arti.

Pertama, “yang demikian itu lebih membersihkan hati mereka.”

Kata-kata “Az-zakat” berarti “bersih”. Sedangkan “At-tazkiyat” berarti membersihkan.

Kedua, “yang demikian itu lebih meningkatkan kebaikan mereka.”

Kata-kata Az-zakat pada dasarnya memiliki arti “meningkat”.

Dengan begitu, di dalam ayat ini Allah mengingatkan bahwa dalam menundukkan pandangan terdapat penyucian hati dan memperbanyak (meningkatkan) ketaatan serta kebaikan. Hal itu terjadi karena apabila Anda tidak menundukkan pandangan dan melepaskannya begitu saja, tentu mata Anda akan memandang hal-hal yang tidak berguna. Kalau itu yang terjadi bukan hal yang tidak mungkin pandangan Anda akan jatuh pada hal-hal haram. Bila Anda dengan sengaja memandangnya maka hal itu merupakan dosa besar, dan kadang hal yang terlihat itu melekat di hati Anda. Dengan begitu, Anda akan binasa bila tidak diberi rahmat oleh Allah.

Telah diceritakan bahwa seorang hamba memandang sesuatu hanya sekilas, akan tetapi hatinya menjadi rusak karena sekilas pandangan tersebut seperti kulit yang dimasukkan ke dalam penyamakan, dan tidak bisa di manfaatkan untuk selamanya.

Jika yang Anda lihat itu sesuatu yang mubah, maka hati Anda akan menjadi sibuk. Lalu datanglah perasaan was-was dan khawatir karenanya. Bisa jadi Anda tidak bisa menggapai apa yang Anda lihat sehingga hati Anda tetap saja sibuk dan terputus dari kebaikan.

Seandainya Anda tidak melihat semua itu, tentu Anda akan merasa nyaman dari semuanya.

Sehubungan dengan arti semacam ini, dikisahkan bahwa Nabi Isa a.s. pernah berkata: “Hati-hatilah dengan pandanganmu, karena pandangan tersebut menanamkan keinginan (syahwat) di hatimu. Dan cukuplah hal itu sebagai fitnah bagimu.”

Dzun-Nuun Al-Mishri berkata: “Penghalang terbaik untuk syahwat adalah memejamkan mata.”

Sungguh indah gubahan seorang penyair berikut ini:

Bila suatu hari kau lepas pandanganmu sebagai utusan hati, maka apa yang terlihat akan membuatmu payah.

Kau melihat sesuatu yang tidak semuanya bisa kau raih. Dan engkaupun tidak sabar mendapatkan sebagian darinya.

Kalau begitu, sebaiknya Anda menahan pandangan dan memelihara mata. Jangan melihat hal-hal yang tidak bermanfaat dan sesuatu yang tidak penting, niscaya hati Anda akan bersih, lega dan nyaman dari rasa was-was. Diri Anda juga selamat dari berbagai kerusakan. Dan kebaikan Anda pun akan bertambah. Oleh karena itu, ingatlah keterangan yang menyeluruh ini.

Hanya Allah yang memberikan taufik dengan anugerah dan kemuliaan-Nya.

Sedangkan yang memiliki arti menakut-nakuti adalah firman Allah:

Artinya: “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (Q.S. An-Nuur: 30)

Dia juga berfirman:

Artinya: “Dia Maha mengetahui (pandangan) mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Q.S. Al-Mu’min: 19)

Ayat ini cukup sebagai teguran bagi orang yang takut dengan kekuasaan Tuhannya. Dan ini merupakan dasar utama yang berasal dari kitab Allah Swt.

Hadis Nabi Saw.:

Artinya: “Sesungguhnya memandang keindahan seorang wanita bagaikan panah beracun dari Iblis. Barangsiapa meninggalkannya akan dicicipkan rasa ibadah yang menyenangkannya.”



Temuan rasa manis beribadah dan lezatnya bermunajat bagi para hamba merupakan suatu posisi tersendiri.

Hal ini telah diujicoba dan dibuktikan oleh orang yang mengamalkannya. Sebab jika seseorang menahan pandangan dari hal-hal yang tidak berguna, maka ia akan menemukan kelezatan beribadah dan manisnya ketaatan. Hatinya juga merasakan kebeningan yang belum dia rasakan sebelumnya.

Hendaknya Anda melihat setiap anggota tubuh. Apa saja yang pantas dikerjakan, dan sebaiknya digunakan untuk apa. Dengan begitu, Anda bisa menjaga dan memeliharanya.

Kaki digunakan untuk berjalan di taman surga dan istanaistananya. Tangan digunakan untuk memegang gelas minuman dan memetik buah-buahan (surga), dan seterusnya. Sedangkan mata hanya dipergunakan untuk memandang Penguasa alam semesta. Maha Suci Allah. Tidak ada kemuliaan di dunia dan akhirat yang lebih besar ketimbang memandang Penguasa alam semesta.

Jadi, sudah semestinya bila sesuatu yang ditunggu-tunggu dan diharapkan seperti kemuliaan ini dijaga, dipelihara, diagungkan dan dimuliakan.

Inilah tiga dalil pokok yang jika benar-benar direnungkan dengan baik cukup sebagai bekal mengamalkan pasal ini. Hanya Allah yang menguasai taufik. Dia-lah yang mencukupiku. Dan Dia-lah sebaik-baik tempat berserah diri.

Pasal Kedua: Telinga


Hendaklah Anda memelihara pendengaran dari omongan buruk dan tidak berguna. Hal itu harus dilakukan, karena adanya dua hal:

Pertama, karena telah diceritakan bahwa orang yang mendengarkan sama hukumnya dengan orang yang berbicara.

Dalam hal ini seorang penyair berkata:

Pilih jalan tengah di antara jalan yang ada.

Hindari persimpangan yang meragukan.

Jagalah telingamu dari mendengarkan hal buruk.

Seperti halnya menjaga mulut dari mengucapkannya.

Sebab ingatlah! Jika kamu mendengarkan hal buruk, maka kamu menjadi pasangan orang yang mengucapkannya.

Kedua, mendengarkan hal buruk bisa membangkitkan berbagai gerak hati dan rasa was-was di dalamnya. Kemudian akan tampak kesibukan pada diri Anda dan tak satupun anggota badan dibiarkan beribadah.

Kemudian ketahuilah bahwa ucapan yang masuk ke dalam hati melalui pendengaran sama halnya dengan makanan yang masuk ke dalam perut. Kadang berbahaya dan kadang juga bermanfaat. Ada yang menjadi sumber energi dan ada yang menjadi racun. Bahkan ucapan yang telah menetap di dalam hati pengaruhnya lebih kuat dibanding makanan. Sebab pengaruh makanan itu bisa hilang dari perut dengan tidur dan sebagainya. Kadang pengaruhnya terasa beberapa saat lalu menghilang. Ada juga penawar untuk menghilangkan pengaruhnya dari tubuh seseorang. Akan tetapi kalau ucapan sudah masuk ke dalam hati, terkadang bersemayam sepanjang hidupnya dan tidak dapat dilupakan. Jika ucapan itu buruk maka tiada hentinya ia membuat payah dan tercela. Hal itu juga bisa mendatangkan berbagai kekhawatiran dan rasa was-was di dalam hati sehingga ia harus berpaling dan berusaha untuk tidak mengingatnya. Ia juga harus memohon perlindungan kepada Allah dari keburukannya. Ia tidak akan terbebas dari dorongan bebuat buruk sehingga yang terjadi adalah kerusakan besar-besaran karenanya.

Jika Anda memelihara pendengaran dari hal-hal yang tidak berguna, maka Anda akan merasa nyaman dari semua itu. Dan hendaknya orang yang berakal merenungkan keterangan di atas.

Hanya Allah tempat memohon taufik.

Pasal Ketiga: Mulut

Hendaknya Anda memelihara mulut dan mengendalikannya, karena ia adalah anggota tubuh yang paling sulit diatur, durhaka, serta banyak menimbulkan kerusakan dan permusuhan.

Diceritakan dari Sufyan bin Abdullah. Beliau berkata: “Aku bertanya (kepada Rasulullah), Wahai Rasulullah! Apa yang paling banyak Anda khawatirkan padaku? Rasulullah memegang lisannya sendiri dan berkata, “Ini.”

Diceitakan dari Yunus bin Abdullah. Beliau berkata: “Sesungguhnya aku menemukan diriku sendiri mampu menahan derita puasa saat panas yang teramat sangat di negeri Bashra dan tidak mampu menahan satu ucapan yang tidak berguna.”

Karena itu, hendaklah Anda bersungguh-sungguh dan mengerahkan seluruh kemampuan (untuk menjaganya).

Di sini kami akan menerangkan lima pokok bahasan: 1. Apa yang diceritakan dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa jika seorang keturunan Adam memasuki waktu pagi, maka seluruh anggota tubuhnya bersegera mendatangi mulut dan berkata kepadanya: “Kami memohon agar kamu bersumpah demi Allah akan berbuat lurus. Sebab jika kamu lurus, maka kami pun akan berbuat lurus. Tapi jika kamu bengkok (berbuat salah), maka kami pun akan bengkok.

Menurutku (Al-Ghazali) yang diinginkan dari perkataan tersebut adalah (wallahu a’lamu): Ucapan mulut memberikan pengaruh kepada seluruh anggota badan seseorang berupa taufik dan kehinaan.

Keterangan ini diperkuat dengan apa yang diceritakan dari Malik bin Dinar bahwasanya beliau berkata: “Jika kamu melihat kekerasan dalam hatimu, badanmu melemah dan rezekimu terhalang, maka ketahuilah bahwa kamu telah mengucapkan sesuatu yang tiada berguna.”

Menjaga waktu. Kebanyakan hal yang dibicarakan oleh seseorang bukanlah dzikir kepada Allah. Jadi, paling tidak hal itu tidak berguna dan hanya membuang-buang waktu. loteng yang sedang dibangun dan berkata: “Sejak kapan loteng ini mulai dibangun?” Beliau pun segera menegur dirinya sendiri seraya berkata: “Hai nafsuku yang suka menipu! Kenapa kamu menanyakan sesuatu yang tidak berguna untukmu?” Kemudian beliau menghukum dirinya dengan puasa selama satu tahun. Beruntung sekali orang-orang yang memperhatikan diri mereka. Alangkah celakanya orang-orang yang lalai, melepas kendali nafsu dan mengumbarnya begitu saja.

Hanya Allah tempat memohon pertolongan.

Benar sekali ucapan seorang penyair di bawah ini:

Abillah keuntungan dua rakaat di kegelapan malam saat kamu santai dan beristirahat.

Bila kamu ingin berbicara yang tidak berguna dalam hal-hal bathil, maka gunakanlah waktu itu untuk membaca tasbih.

Tetap diam lebih baik daripada berbicara meskipun kamu orang yang pandai berbicara.

Menjaga amal saleh. Bila seseorang tidak memelihara lisannya dan banyak berbicara, maka bukan tidak mungkin ia terjerumus ke dalam pergunjingan mengenai orang lain, seperti ucapan seorang ulama: “Barangsiapa banyak bicara, maka sering pula pembicaraannya tergelincir.”

Menggunjing ibarat halilintar yang merusak ketaatan, sebagaimana dikatakan: “Perumpamaan orang yang menggunjing orang lain adalah memasang alat pelempar (sebangsa meriam). Ia melemparkan kebaikan ke arah timur dan barat, ke kanan dan ke kiri.”

Aku telah mendengar bahwa Hasan Al-Bashri pernah diberi tahu oleh seseorang: “Wahai Abu Said! Sungguh si fulan telah menggunjing Anda.” Maka Hasan mengirimkan nampan berisi roti untuk orang (yeng menggunjing) tersebut dan berkata: “Kudengar Anda menghadiahkan kebaikan-kebaikan padaku. Karena itu, aku merasa senang bila bisa membalas kebaikan Anda.”

Suatu saat ada gunjingan yang dikeluarkan di hadapan Ibnul Mubarak. Maka beliau berkata: “Seandainya aku menggunjing seseorang, tentu aku akan menggunjing ibuku, karena dialah yang lebih berhak atas kebaikan-kebaikanku.”

Diceritakan bahwa suatu malam Hatim Al-Asham tidak melakukan salat malam dan ditegur oleh isteri beliau. Beliau menjawab: “Kemarin malam orang-orang melakukan salat malam. Paginya mereka menggunjingku. Maka kelak di hari kiamat (pahala) salat-salat mereka akan berpindah ke timbangan amalku.

Selamat dari bahaya dunia. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Sufyan Ats-Tsauri: “Jangan membicarakan sesuatu yang bisa memecahkan gigimu.”

Ulama lain berkata: “Jangan mengumbar mulut agar ibadahmu tidak hancur.”

Para ulama menggubah sebuah syair:

Pelihara mulutmu! Jangan sampai mengucapkan sesuatu yang menimbulkan petaka bagimu,

karena sesungguhnya petaka itu berpangkal dari ucapan.

Ibnul Mubarak menggubah sebuah syair:

Ingat! Jaga mulutmu.

Karena sesungguhnya mulut itu bisa mempercepat kematian.

Sesungguhnya mulut merupakan cerminan hati yang bisa menunjukkan ukuran rasio seseorang.

Ibnul Muthi juga bersyair:

Mulut seseorang bagaikan singa di dalam kandang.

Jika dilepas pasti ia menerkam.

Jagalah mulut Anda dari bicara buruk dengan pengendali “diam”.

Niscaya pengendali itu jadi penghalang dari segala petaka.

Ada peribahasa yang mengatakan: “Banyak ucapan yang berkata kepada pemiliknya “Tinggalkan daku.”

Kami memohon taufik kepada Allah dengan rahmat-Nya.

Mengingat bahaya akhirat dan akibat yang ditimbulkannya.

Dalam hal ini aku akan mengemukakan satu pokok yang penting, yaitu bahwa pembicaraan Anda tidak akan pernah lepas dari dua kemungkinan: Pembicaraan yang diharamkan dan yang diperbolehkan berupa membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaat secara berlebihan.

Bila pembicaraan tersebut diharamkan, maka Anda berhak mendapat siksa dari Allah yang tidak mampu ditanggung.

Telah kami ceritakan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda:

Artinya: “Pada malam ketika aku diisra’kan, aku melihat sekelompok orang di dalam neraka yang sedang memakan bengkai. Kemudian aku bertanya, “Wahai Jibril! Siapakah mereka itu?” Jibril menjawab,

‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia.’

Beliau juga pernah bersabda kepada Mu’adz:

Artinya: “Hentikan menggunjing para ahli Al-Qur’an, dan para penuntut ilmu. Jangan mencabik-cabik orang lain dengan mulutmu agar dirimu tidak dicabik-cabik anjing neraka.” Diceritakan dari Abu Qilabah. Beliau berkata: “Sesungguhnya gunjingan itu menyimpan kerusakan hati dari petunjuk Allah.”

Kami memohon pemeliharaan kepada Allah dengan anugerah-Nya.

Inilah akibat pembicaraan yang terlarang. Sedangkan dalam pembicaraan yang mubah Anda harus memperhatikan empat hal:

Kesibukan malaikat pencatat amal karena harus mencatat halhal yang tidak ada kebaikan dan manfaaatnya, sudah semestinya seseorang merasa malu kepada keduanya dan tidak menyakiti mereka.

Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan di dekatnya ada Ragib dan “Atid (malaikat yang mengawasi dan menunggu). (Q.S. Oaf: 19)

Dengan melakukan itu berarti kita mengirimkan buku catatan kepada Allah dalam keadaan kosong. Dan hendaknya seorang hamba menjaga dirinya dari hal itu serta merasa takut kepada Allah Swt.

Telah diceritakan bahwa ada ulama yang melihat seorang lakilaki sedang mengeluarkan kata-kata keji. Kemudian ulama tersebut berkata: “Wahai saudara! Sungguh celaka. Kamu sedang mengirim tulisan kepada Tuhanmu. Karena itu, perhatikan apa yang kau tulis untuk-Nya.”

Pembacaan buku catatan amal tersebut pada hari kiamat di hadapan para raja yang Maha Perkasa, di depan para saksi, di tengah suasana sulit dan bebagai goncangan dalam keadaan dahaga, telanjang, lapar, jauh dari surga dan terhalang dari kenikmatan.

Cercaan dan cemoohan karena ucapan yang Anda keluarkan, kehilangan hujjah dan rasa malu kepada Allah.

Ada ulama yang mengatakan:

Artinya: “Janganlah kamu berlebihan dalam bicara karena perhitungannya akan panjang.”

Kiranya keterangan ini sudah cukup sebagai nasehat bagi orang yang mau menerima nasehat.

Kami telah menerangkan hal ini secara panjang lebar dan memuaskan di dalam kitab “Asraari Muaamalat Ad-Diin.” Pelajarilah! Semoga Anda mendapatkan pengobatnya.

Pasal Keempat: Hati

Sebaiknya Anda senantiasa menjaga hati, memperbagus dan mengawasinya dengan baik dan sekuat tenaga. Sebab hati adalah anggota badan yang paling mengkhawatirkan, paling berpengaruh, paling rumit, paling sulit diperbaiki dan susah perawatannya.

Dalam hal ini aku akan menerangkan lima pokok bahasan yang sangat urgen.

Firman Allah Swt.:

Artinya: “Dia Maha mengetahui (pandangan) mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Q.S. Al-Mu’min: 19)

Juga firman Allah:

Artinya: “Dan Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hatimu.” (Q.S. Al-Ahzab: 51)

Firman Allah:

Artinya: “Sungguh Allah Maha mengetahui segala isi hati.” (Q.S. Al-Anfal: 43)

Berapa kali Allah menyebut dan mengulang masalah ini di dalam Al-Qur an. Cukuplah kiranya pengawasan Dzat yang Maha Mengetahui sebagai peringatan bagi hamba-hamba pilihan. Sebab muamalah (bergaul) dengan Dzat yang Maha Mengetahui segala urusan gaib adalah hal penting yang berbahaya. Karena itu, perhatikanlah apa yang diketahui-Nya dari hati Anda.

Hadis Nabi Saw.:

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa dan kulitmu, melainkan Dia hanya memandang hatimu.”

Hadis ini menunjukkan bahwa hati adalah pusat pandangan Tuhan semesta alam. Alangkah mengherankan bila seseorang hanya mementingkan wajah yang hanya menjadi pusat pandangan makhluk. Orang tersebut membasuhnya, membersihkannya dari kotoran dan menghiasinya semampu mungkin agar orang lain tidak melihat kekurangan pada dirinya. Dia tidak mementingkan hati yang menjadi tempat pandangan Tuhan semesta alam. Tidak mau membersihkan, menghias dan mengharumkannya agar Allah tidak melihatnya dalam keadaan kotor, jelek, rusak, dan cacat. Bahkan sebaliknya, ia justru memenuhinya dengan hal memalukan, kotor dan keji, yang seandainya orang lain melihat salah satunya saja tentu mereka akan menyingkir dan membiarkannya begitu saja, atau bahkan mengusirnya.

Hanya Allah tempat memohon pertolongan.

Sesungguhnya hati bagaikan seorang raja yang ditaati, Bagaikan pemimpin yang diikuti (anak buahnya). Adapun seluruh anggota badan bagaikan pengikutnya. Bukankah jika pemimpinnya baik anak buahnya juga baik? Jika rajanya berbuat lurus rakyatnya juga lurus?

Keterangan ini diambil dari hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwasanya beliau bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya di dalam jasad (manusia) terdapat segumpal darah yang apabila baik, maka baik pula seluruh jasad. Dan apabila rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ingatlah! Itulah hati.”

Jika kebaikan segala sesuatu tergantung padanya (hati), maka sudah seharusnya kita mencurahkan seluruh perhatian padanya.

Sesungguhnya hati adalah tempat penyimpanan segala macam permata indah bagi seorang hamba dan juga menyimpan berbagai hal penting.

Yang pertama akal dan puncaknya adalah makrifat kepada Allah yang menjadi salah satu penyebab kebahagiaan dunia akhirat.

Kemudian disusul oleh bermacam pengetahuan dan hikmah yang menjadi kemuliaan seorang hamba, serta seluruh akhlak mulia dan perbuatan-perbuatan terpuji yang digunakan untuk mendapatkan jenjang kedudukan orang-orang mulia, seperti yang telah kami jelaskan secara panjang lebar di dalam kitab ” Asraari Mu’aamalat Ad Diin.”

Sudah sepantasnya simpanan seperti ini dipelihara dari bermacam kotoran dan kerusakan. Dijaga dari para pencuri atau perampok. Dan juga dimuliakan dengan bermacam kemuliaan agar permata tesebut tidak kotor dan diambil musuh.

Setelah kurenungkan keadaannya ternyata aku menemukan lima hal yang tidak dialami oleh anggota tubuh lain:

Pertama, musuh yang selalu mengintai dan berusaha mempengaruhinya. Sebab setan selalu bertengger di atas hati manusia, tempat tinggal ilham dan was-wasah yang membisikkan dua ajakan berbeda untuk selamanya, yakni bisikan malaikat Mulhim dan setan.

Kedua, kesibukan yang harus dijalani karena akal dan nafsu tinggal bersama di dalamnya. Hati adalah medan tempur antara dua pasukan, yakni pasukan hawa nafsu dan pasukan akal. Selamanya hati tetap berada di tengah pertempuran dan luncuran panah mereka. Karena itu, sudah seharusnya kalau tempat itu dijaga, dibentengi dan tidak dilupakan.

Ketiga, di dalam hati terdapat banyak rintangan. Bermacam gerak hati seperti panah yang tiada hentinya menghunjam. Bagaikan hujan yang tiada pernah reda, malam dan siang tiada henti. Sementara itu Anda tidak mampu mencegahnya.

Hati tidaklah sama dengan mata yang berada di tengah kedua kelopaknya. Bisa dipejamkan dan merasa nyaman. Atau diletakkan di tempat sepi dan gelap sehingga pandangannya bisa terhambat.

Hati juga tidak sama dengan lidah yang ada di belakang dua sekat, gigi dan bibir. Anda masih mampu menahannya dan membuatnya diam.

Akan tetapi hati adalah obyek bermacam gerak hati yang bagaimanapun juga Anda sendiri tidak mampu menahan dan menjaga diri darinya. Gerak hati tersebut sedetikpun tak bisa lepas dari Anda. Sementara itu hawa nafsu cepat sekali ingin mengikutinya.

Untuk mencegah hati dari semua itu dengan sekuat tenaga merupakan hal berat dan ujian yang paling besar.

Keempat, pengobatannya yang sulit karena tidak bisa Anda lihat, Hampir saja Anda tidak tahu sampai perlahan-lahan merasakan adanya kerusakan di dalamnya dan juga terjadi halhal baru. Untuk itu, Anda harus membicarakannya dengan sempurna, kekuatan penuh, perenungan mendalam dan banyak riyadhah.

Kelima, kerusakan yang lebih cepat menjalar ke dalamnya, karena pergolakan yang terjadi di dalamnya juga amat cepat. Bahkan ada yang mengatakan bahwa pergolakan hati lebih cepat dibanding air mendidih dalam kendil.

Karena itu dalam syair disebutkan:

Tidak dinamakan hati selain karena pergolakannya.

Adapun pikiran bisa menciptakan berbagai keadaan pada manusia.

Kemudian bila hati telah tergelincir — semoga Allah melindungi kita semua — maka pasti gelincirannya lebih keras dan jatuhnya juga lebih buruk, karena paling tidak hati menjadi keras dan cenderung kepada selain Allah. Sedangkan puncaknya adalah diakhiri (mati) dengan membawa kekufuran.

Tidakkah Anda pernah mendengar firman Allah:

Artinya: “Dia (Iblis) membangkang dan menyombongkan diri. Dia termasuk golongan orang-orang kafir.” (Q.S. al-Baqarah: 34)

Kesombongan yang bersemayam di hatinya mendorong untuk berani membangkang dan secara lahir berbuat kufur.

Adakah Anda tidak mendengar firman Allah:

Artinya: “Akan tetapi (Bal’am) lebih senang abadi di muka bumi dan mengikuti hawa nafsunya.” (Q.S. Al-A’raaf: 176)

Kecenderungan mengikuti hawa nafsu bersemayam di hati Bal’am. Dan hal itu mendorongnya melakukan dosa buruk yang tercela.

Adakah Anda tidak mendengar firman Allah:

Artinya: “Kami membolak-balikkan hati dan mata mereka sebagaiamana pertama kali mereka tidak beriman kepada Al-Jur’an. Dan Kami membiarkan mereka berada dalam kedurhakaan dalam keadaan bingung.” (Q.S. Al-An’aam: 110)

Karena arti semacam inilah para hamba Allah yang terpilih senantiasa mengkhawatirkan hati mereka, menangisinya dan mencurahkan seluruh kekuatan untuk menjaganya.

Allah berfirman tentang gambaran mereka:

Artinya: “Mereka takut pada suatu hari (yang ketika itu) hati dan penglihatan menjadi bergoncang.” (Q.S. An-Nuur: 37)

Semoga Allah berkenan menjadikan kita semua bagian dari orang-orang yang bisa mengambil pelajaran dari contoh-contoh yang ada dan mendapat petunjuk di tempat-tempat berbahaya dan mendapatkan taufik untuk memperbagus hati mereka dengan pemikiran yang baik. Sungguh Dia Maha Pengasih di antara para pengasih.

Jika ada yang berkata: “Urusan hati seperti ini memang penting sekali. Karena itu, tolong jelaskan usaha apa saja yang bisa memperbagaus dan kerusakan macam apa yang menghadang dan merusaknya. Siapa tahu aku mendapat taufik untuk bersungguh-sungguh menjalaninya.

Ketahuilah bahwa rincian keterangan ini sungguh teramat panjang dan tidak akan muat di dalam kitab ini. Akan tetapi para ulama akhirat berupaya dengan sungguh-sungguh untuk bisa menerangkan hal itu dan menyusun kitab yang tak lain hanya menerangkan urusan hati ini.

Dalam hal ini mereka menerangkan sekitar 90 hal terpuji dan 90 hal tercela sebagai bandingannya. Kemudian mereka menerangkan sekitar 90 langkah yang wajib dan 90 langkah terlarang, lengkap dengan perinciannya.

Sumpah demi hidupku. Sesungguhnya orang yang memperhatikan urusan agama, bangkit dari tidur orang-orang lupa dan melihat dirinya sendiri, jika mendapat taufik dari Allah, tentu tidak akan keberatan mencari dan mengamalkan semua ini.

Kami telah menerangkan sedikit tentang itu di dalam kitab “Keajaiban Hati” yang ada di dalam kitab Ihya Ulumiddin dan menerangkan semuanya disertai berbagai rincian dan cara merawatnya di dalam kitab Asraari Mu’aamalat Ad-Diini, yaitu sebuah kitab berbentuk kecil tapi manfaatnya besar. Manfaat kitab tersebut tidak bisa diambil selain oleh ulama-ulama besar yang berpengetahuan sangat dalam.

Sedangkan tujuan kitab ini adalah agar bisa digunakan, baik oleh para pemula ataupun orang yang telah mencapai puncak, orang yang kuat maupun yang lemah. Oleh karena itu, kami berpikir tentang hal-hal pokok yang harus diterangkan dalam upaya merawat hati dan yang sangat dibutuhkan dalam ibadah.

Kemudian di dalamnya kami menemukan empat hal yang sering menyebabkan para ahli ibadah tergelincir dan menjadi penyakit para mujtahid. Semua itu merupakan fitnah bagi hati dan bencana untuk nafsu, yang akan menghalangi, memperburuk, merusak dan menghancurkan.

Kami juga menemukan empat hal sebagai imbangannya, yaitu hal yang bisa menyebabkan para hamba mengatur peribadatan dan memperbagus hati.

Keempat penyakit tersebut adalah:Khayalan (ngelantur, panjang angan-angan)
Tergesa-gesa
Dengki
Takabbur

Sedangkan keempat kebaikan (sifat baik) tersebut adalah:Pendek angan-angan
Tenang dalam mengerjakan berbagai hal
Memberi nasehat kepada (sesama) makhluk
Tawadhuk dan khusyuk (merendahkan diri)

Inilah pokok-pokok kebaikan hati dan kerusakannya serta faedah yang samar dan menjadi sentral pembahasan. Oleh karenanya, hedaklah kita mengerahkan kekuatan penuh untuk memelihara diri dari penyakit-penyakit dan berhasil mendapatkan kemuliaan seperti ini, agar Anda tidak perlu mengeluarkan biaya banyak dan memperoleh apa yang Anda inginkan. Insya Allah.

Kami akan menerangkan penyakit-penyakit tesebut dalam bahasa yang ringkas tapi penuh makna.

Khayalan (Panjang Angan-angan) | Khayalan merupakan perintang seorang hamba dari segala macam kebaikan dan ketaatan. Ia juga menjadi penarik untuk melakukan segala macam keburukan dan fitnah. Ia adalah penyakit parah yang akan menjerumuskan seseorang ke dalam berbagai macam bencana.

Ketahuilah bahwa jika angan-angan Anda sudah melantur, maka dari diri Anda akan muncul empat hal.

Meninggalkan ketaatan dan perasaan malas.

Dalam hal ini Anda akan mengatakan: “Nanti saja kukerjakan. hari masih panjang dan hal itu pasti takkan lepas dariku (sempat kukerjakan).”

Benar sekali Dawud Ath-Thaai yang berkata: “Barangsiapa takut ancaman, maka menurutnya sesuatu yang jauh menjadi dekat. Dan barangsiapa panjang angan-angan (suka berkhayal) maka amalnya menjadi buruk.

Yahya bin Muadz Ar-Raazi berkata: “Angan-angan (khayalan) akan memutuskan segala kebaikan. Dan ketamakan akan menghalangi perkara hag. Kesabaran membawa keberuntungan, dan nafsu mengajak melakukan segala macam kejahatan.

Meninggalkan tobat dan menundanya. Anda akan mengatakan: “Nanti saja aku bertobat. Hari-hari masih panjang, sementara umurku masih muda. Umurku sedikit, sedangkan tobat berada di depan mata. Aku bisa melakukannya kapanpun aku mau.”

Kadang orang semacam ini diterkam kematian. Maka kematian pun menyambarnya sebelum ia sempat memperbaiki amal.

Rakus untuk mengumpulkan harta dan sibuk dengan urusan dunia serta melupakan akhirat. Anda akan mengatakan: ” Aku khawatir miskin di usia senja. Kadang aku tak mampu bekerja dan mau tidak mau harus memiliki simpanan yang kupersiapkan bila sakit, sudah renta atau miskin.

Perasaan ini dan yang sejenisnya termasuk hal yang menggerakkan Anda untuk mencitai dunia dan rakus terhadapnya. Anda juga akan mementingkan rezeki. Anda akan mengatakan: “Apa yang akan kumakan? Apa yang akan kuminum? Apa yang akan kupakai? Sekarang musim dingin. Sekarang musim panas. Sementara aku tidak memiliki apa-apa. Siapa tahu umurku panjang dan membutuhkan semua itu? Padahal memenuhi kebutuhan di waktu tua amatlah sulit. Sementara itu, aku harus makan dan tidak meminta-minta pada orang lain.”

Perasaan seperti ini dan yang sejenisnya akan menggerakkan Anda untuk mencari dunia, mencintai, menumpuk dan menimbunnya. Hal ini paling tidak akan membuat hati Anda sibuk, menyia-nyiakan umur, menambah keprihatinan dan kesedihan Anda yang tiada berguna. Seperti apa yang diceritakan dari Abu Dzarr r.a. Beliau berkata: “Aku telah . terbunuh oleh keprihatinan terhadap suatu hari yang tak pernah kutemui.”

Ada yang bertanya: “Bagaimana bisa demikian wahai Abu Dzarr! Beliau menjawab: “Karena angan-anganku melebihi batas umurku.”

Hati menjadi keras dan melupakan akhirat. Sebab jika berkhayal akan berumur panjang, pasti Anda tak lagi mengingat kematian dan alam kubur seperti yang dikatakan oleh Ali bin Abu Thalib r.a.: “Sesungguhnya sesuatu yang paling kukhawatirkan menimpa kalian semua adalah dua hal, yaitu panjang anganangan (berkhayal) dan mengikuti hawa nafsu. Ingatlah bahwa sesungguhnya khayalan itu akan melupakan ahkirat dan mengikuti hawa nafsu akan mencegah seseorang dari sesuatu yang haq.”

Kalau sudah begitu, tentu pikiran atau yang Anda pentingkan adalah membicarakan dunia, hal yang menyebabkan bisa hidup, bergaul dengan masyarakat dan sebagainya. Kemudian hati Anda akan menjadi keras karenanya. Sedangkan yang membuat hati menjadi lunak danjernih adalah mengingat kematian, alam kubur, pahala, siksaan dan hal ihwal urusan akhirat. Jika dari ini semua tak satupun yang terdapat di hati Anda, maka bagaimana mungkin hati menjadi lunak dan jernih?

Allah berfirman:

Artinya: ” Kemudian berlalulah masa panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras.” (Q.S. Al-Hadid: 16)

Dengan begitu jika Anda melanturkan angan-angan (berkhayal), maka sedikit sekali kataatan yang Anda kerjakan, tobat Anda tertunda, maksiat menjadi banyak, kerakusan makin menjadi-jadi, hati menjadi keras, dan Anda menjadi orang yang terlalu melupakan akibat yang akan didapatkanya di ahkirat. Akhirnya hilanglah ahkirat Anda. Lalu apa kejadian yang lebih buruk dari ini? Kerusakan apakah yang lebih besar dari ini? Semua ini disebabkan oleh khayalan (angan-angan yang melantur).

Adapun jika Anda memendekkan angan-angan, mendekatkan diri pada kematian (selalu mengingatnya), mengingat kawankawan dan saudara-saudara Anda yang dikejutkan oleh kematian pada saat yang tidak mereka perhitungkan, Anda akan sadar bahwasiapa tahu Anda sendiri mengalami hal yang sama dengan mereka. Maka waspadalah hai nafsu! Ingatlah apa yang dikatakan oleh Auf bin Abdullah: “Dan berapa banyak orang yang hidup di suatu hari dan tak sempat menyempurnakannya. Berapa banyak orang yang menunggu pagi dan tidak sempat menjumpainya.”

Jika Anda melihat batas umur dan perjalanannya niscaya Anda akan membenci khayalan dan tipuan yang dibuatnya.

Tidakkah Anda mendengar perkataan Isa bin Maryam a.s. bahwa dunia ini terbagi menjadi tiga:Hari kemarin yang telah berlalu, dan Anda tidak mendapat apa-apa darinya.
Hari esok yang Anda sendiri tidak tahu bisa menjumpainya atau tidak.
Hari yang sedang Anda jalani (hari ini). Karena itu ambillah keuntungan darinya.

Kemudian ingatlah perkataan Abu Dzar Al-Ghifari berikut ini: ” Dunia ini terbagi menjadi tiga kesempatan.Kesempatan yang telah berlalu.
Kesempatan yang sedang Andajalani saat ini.
Kesempatan yang Anda sendiri tidak tahu bisa menjumpainya atau tidak (kesempatan setelah ini).”

Jadi, pada hakekatnya Anda hanya memiliki satu kesempatan. Kematian terus menunggu dari waktu ke waktu.

Selanjutnya ingat pula perkataan guru kami Abu Bakar rahimahullah: “ Dunia ini bagaikan tiga tarikan nafas:Nafas yang telah berlalu. Yaitu nafas yang Anda pergunakan untuk mengerjakan apa saja.
Nafas yang sedang Anda jalani.
Nafas yang Anda sendiri tidak tahu bisa menjumpainya atau tidak. Sebab betapa banyak orang yang menarik nafas satu kali, lalu ia dikejutkan oleh kematian sebelum sempat menarik nafas kedua kalinya.

Pada hakekatnya Anda hanya memiliki satu tarikan nafas, bukan sehari ataupun satu jam. Karena itu, dengan satu tarikan nafas ini bersegeralah menjalankan ketaatan sebelum kesempatan itu hilang. Segeralah bertobat. Siapa tahu pada tarikan nafas yang kedua Anda sudah mati. Jangan terlalu mementingkan rezeki, karena bisa saja Anda tak lagi hidup dan membutuhkannya. Kalau itu yang diutamakan, waktu Anda menjadi sia-sia dan keprihatinan Anda juga tiada gunanya.

Untuk apa seseorang mementingkan rezeki yang hanya dibutuhkan untuk sehari, satu jam, atau satu tarikan nafas? Tidakkah ia mengingat sabda Nabi Saw. tentang Usamah? Beliau bersabda:

Artinya: “Tidakkah kalian merasa heran kepada Usamah yang membeli dengan tempo sebulan? Sesungguhnya Usamah telah berkhayal. Demi Allah aku tidak meletakkan satu telapak kaki dan berpikir bisa mengangkatnya kembali. Aku tidak pernah menyuap satu suapan dan berpikir bisa menelannya sampai kematian menyusulku. Demi Dzat yang nyawaku berada dalam “genggaman” – Nya. Sesungguhnya apa yang telah dijanjikan pada kalian pasti akan datang. Dan kalian takkan dapat melemahkan Allah.”

Jika Anda mengingat peringatan-peringatan ini dan tekun menjalaninya dengan cara mengulang-ulang, maka angan-angan Anda pasti menjadi pendek dengan izin Allah. Saat itu diri Anda akan terlihat bersegera menjalankan ketaatan dan bertobat. Dengan begitu Anda gugur dari kemaksiatan, berzuhud dari dunia dan usaha untuk mencarinya. Lalu perhitungan (hisab) dan tanggung jawab Anda menjadi ringan. Hati Anda memasuki suasana mengingat akhirat dan hal-hal menakutkan yang ada di dalamnya. Semua itu hanya karena dari satu nafas ke nafas berikutnya, ia berjalan menuju ke sana dan melihatnya satu persatu. Kemudian kekerasan hati akan hilang dan nampaklah kelembutan serta kejernihan. Saat itulah Anda akan merasa takut kepada Allah, istiqamah dalam beribadah, memiliki harapan kuat untuk mempersiapkan diri Anda dari kematian dan meraih apa yang Anda inginkan di akhirat. Semua itu didapat karena satu hal, yaitu angan-angan yang pendek setelah mendapatkan anugerah dari Allah.

Diceritakan bahwa setelah Zararah bin Aufa wafat, beliau ditanya seseorang di dalam mimpinya: ” Amal apa yang lebih tepat menurut Anda?”

Beliau menjawab: “Rida dan pendek angan-angan (tidak berkhayal).”

Wahai saudaraku! Lihatlah dirimu. Kerahkan seluruh kemampuan untuk pokok agama yang penting ini. Sebab hal itu memang sesuatu yang paling penting untuk mencapai kebaikan hati dan diri seseorang.

Hanya Allah yang menguasai taufik dengan anugerah dan rahmat-Nya.

Kedengkian

Dengki merupakan hal yang bisa merusak ketaatan dan mendorong seseorang untuk melakukan berbagai kesalahan. Dengki juga suatu penyakit menular yang banyak diujikan kepada para ahli Al-Qur’an dan ulama, lebih-lebih orang awam dan orangorang bodoh. Sehingga kedengkian tersebut akan merusak dan menjerumuskan mereka ke dalam neraka.

Tidakkah Anda mendengar sabda Nabi Saw. berikut ini:

Artinya: “Enam golongan masuk ke dalam neraka karena melakukan enam hal: 1) Bangsa Arab karena fanatik terhadap sukunya. 2) Para penguasa karena kezalimannya. 3) Para pemimpin karena bersikap sombong. 4) Para pedagang karena pengkhianatannya. 5) Penduduk kampung (pedalaman) karena kebodohannya. 6) Para ulama karena kedengkiannya.”

Suatu kerusakan yang keburukannya saja bisa menyeret para ulama ke dalam neraka. Maka sudah semestinya kita waspada terhadapnya.

Ketahuilah bahwa kedengkian itu bisa menimbulkan lima hal: 1. Rusaknya ketaatan. Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: “Kedengkian akan memakan kebaikan bagaikan api yang memakan kayu bakar.”

Perbuatan maksiat dan hal-hal buruk.

Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Wahb bin Munabbih bahwa orang yang merasa dengki memiliki tiga ciri-ciri:Saat berhadapan menampakkan rasa senang (menjilat)
Saat jauh akan menggunjing
Merasa gembira dengan musibah yang menimpa orang lain (yang didengki)

Kiranya Anda sudah cukup tahu kalu Allah memerintahkan agar kita berlindung dari orang yang dengki. Dia berfirman:

Artinya: “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” (Q.S. al-Falaq: 5)

Dia memerintahkan agar kita berlindung dari orang yang dengki seperti Dia juga memerintahkan agar kita berlindung dari kejahatan setan dan tukang sihir. Betapa banyak keburukan yang ditimbulkan rasa dengki hingga pelakunya disejajarkan dengan setan dan tukang sihir. Bahkan tidak ada penolong dan tempat berlindung darinya kecuali hanya Allah, Penguasa alam semesta.

Kepayahan dan keprihatinan yang tak berguna.

Bahkan keduanya merupakan dosa dan kemaksiatan seperti yang dikatakan oleh Ibnu As-Samak rahimahullah: “ Aku tidak pernah melihat orang zalim yang pelakunya lebih menyerupai orang yang dizalimi selain orang yang dengki. Ia terus bernafas, pikirannya kosong dan susah berkepanjangan.”

Kebutaan dalam hati. Sehingga orang yang dengki nyaris tidak mengetahui satu hukum di antara hukum-hukum Allah.

Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata: “Sebaiknya engkau selalu diam. Dengan begitu kau akan memiliki sikap wara’. Jangan rakus pada dunia, maka dirimu akan terpelihara. Jangan suka mencela, maka kau akan terhindar dari dibicarakan orang banyak. Danjangan merasa dengki, maka kau akan memahami sesuatu dengan cepat.”

Halangan dan hinaan.

Orang yang dengki nyaris tidak dapat meraih apa yang diinginkan dan bantuan untuk mengalahkan musuhnya. Seperti yang dikatakan oleh Hatim Al-Asham: “Orang yang iri bukanlah orang yang beragama. Orang yang mencela bukanlah ahli ibadah. Orang yang mengadudomba bukanlah orang terpercaya. Dan orang yang dengki tidak akan mendapat pertolongan.”

Menurutku, bagaimana mungkin orang yang dengki meraih keinginannya, sementara yang diinginkan adalah hilangnya kenikmatan dari Allah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Bagaimana mungkin ia mendapat pertolongan untuk mengalahkan musuhnya jika yang menjadi musuhnya adalah hamba-hamba Allah yang beriman.”

Alangkah indah apa yang dikatakan oleh Abu Ya gub berikut ini: “Ya Allah! Berilah kesabaran atas kesempurnaan nikmat yang ada pada hamba-Mu dan juga bersabar atas kebaikan mereka.”

Dengki adalah penyakit yang akan merusak ketaatan Anda dan memperbanyak keburukan serta maksiat Anda. Ia juga akan mencegah Anda dari rasa nyaman di dalam jiwa, kepahaman hati, pertolongan untuk mengalahkan musuh dan mencapai keinginannya.

Sekarang penyakit apa lagi yang lebih berbahaya dari ini? Untuk itu hendaklah Anda memelihara jiwa dari penyakit tersebut.

Hanya Allah yang menguasai taufik dengan anugerah dan kemuliaan-Nya.

Tergesa-gesa dalam beribadah

Sikap ini malah bisa menghilangkan apa yang menjadi tujuannya dan menjerumuskannya dalam berbagai kemaksiatan, Sebab dari sikap tersebut akan muncul empat macam afat.

Orang yang beribadah menginginkan sebuah kedudukan dan terkadang ia tergesa-gesa untuk mendapatkannya, padahal hari itu belum tiba saat yang telah ditentukan baginya. Lalu ia pun tidak bersemangat dan berputus asa. Maka ia tak lagi bersungguh-sungguh dan terhalang dari kedudukan tersebut. Kalau tidak begitu ia bertindak melampaui batas dan menyusahkan dirinya. Maka ia pun tak dapat mencapai kedudukan tersebut. Dengan begitu ia berada di antara keteledoran dan keterlaluan, yang keduanya merupakan buah dari sikap tergesa-gesa.

Diceritakan dari Nabi Saw. beliau bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya agama kami adalah agama yang kokoh. Jalanilah dengan pelan-pelan, sebab orang yang berpatah semangat itu tidak bisa melintasi bumi dan tidak pula terus berada di atas punggung hewan tunggangan.”

Dalam sebuah peribahasa ada ungkapan lain yaitu: “Jika kamu tidak tergesa-gesa pasti kamu akan sampai (ke tempat tujuan).”

Dalam sebuah syair diungkapkan:

Orang-orang melakukan sesuatu dengan pelan dapat mencapai sebagian kebutuhannya.

Dan orang yang tergesa-gesa kadang malah meleset (tidak mendapatkannya).”

Seorang hamba memiliki suatu kebutuhan dan memohon kepada Allah untuk mendapatkannya. Kemudian ia memperbanyak doa dan bersungguh-sungguh. Kadang ia tergesa-gesa untuk segera dikabulkan sebelum tiba waktunya. Lalu ia berputus asa dan tidak lagi berdoa. Akhirnya ia pun tidak terpenuhi kebutuhannya dan tujuannya juga tidak tercapai.

Hamba tersebut dizalimi oleh seseorang. Lalu ia segera berdoa agar orang yang menzaliminya ditimpa kerusakan. Maka ada seorang muslim yang tertimpa kecelakaan karena (doa) hamba tersebut. Atau hamba tadi bertindak melebihi batas sehingga ja terperosok ke dalam kemaksiatan dan kerusakan.

Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Dan seseorang berdoa dengan suatu keburukan seperti za berdoa meminta kebaikan. Dan manusia itu memang suka tergesagesa.” (Q.S. Al-Israa’: 11)

Inti ibadah adalah wara’. Sedangkan wara’ berasal dari pandangan yang teliti dan penyelidikan secara matang terhadap segala sesuatu yang dikerjakan seperti makan, minum, berbicara, dan melakukan sesuatu.

Jika seseorang tergesa-gesa dalam berbagai urusan, tidak melakukannya dengan pelan dan berhati-hati untuk mencari titik terang dalam urusan tersebut, tentu ia tidak bisa berhenti pada satu pokok permasalahan dan melihat segala sesuatu dengan benar sebagaimana mestinya.

Dengan segera ia berbicara dan terpeleset ke dalam kesalahan. la bersegera untuk makan lalu terjatuh ke dalam hal-hal haram dan syubhat. Begitu pula dengan urusan-urusan yang lain. Ia pun kehilangan sikap wara’. Lalu bagaimana mungkin kebaikan dalam Ibadah bisa tercapai tanpa adanya sikap wara?

Jika hamba tersebut sudah terputus dari kedudukan. kedudukan baik, terhalang dari kebutuhan-kebutuhan, merusak kaum muslimin dan dirinya sendiri, dikhawatirkan akan kehilangan sikap wara’nya yang menjadi modal utama. Untuk itu, sudah semestinya bila seluruh manusia memperhatikan hal itu dan berusaha menghilangkannya. Dan setelah itu ia memperbaiki dirinya.

Hanya Allah yang menguasai taufik dengan karunia dan anugerah-Nya.

Takabur

Kesombongan adalah sebuah sikap yang bisa merusak segalanya. Tidakkah Anda mendengar firman Allah:

Artinya: “Iblis membangkang serta menyombongkan diri. Dan dia termasuk golongan orang-orang kafir.” (Q.S. al-Baqarah: 34)

Sikap seperti ini tidak seperti sikap-sikap lain yang hanya merusak amal dan membahayakan cabang-cabang agama. Akan tetapi sikap ini juga membahayakan inti agama (keimanan) dan merusak agama juga keyakinan.

Jika sikap seperti ini tertanam kuat dan menguasai hati, maka tiada lagi yang bisa diharapkan. Na’udzubillah. Paling tidak dari sikap tersebut akan muncul empat kerusakan:Terhalang dari kebenaran, kebutaan hati dari pengetahuan tentang ayat-ayat Allah dan memahami hukum-hukum-Nya

Allah berfirman:

Artinya: “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.” (Q.S. Al-A’raaf: 146)

Firman Allah:

Artinya: “Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (Q.S. A-Mu min: 35)

Kemurkaan dan kebencian Allah.

Firman Allah:

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.” (Q.S. An-Nahl: 23)

Diceritakan bahwa Nabi Musa a.s. bertanya: “Wahai Tuhanku! Siapakah makhluk yang paling membuat-Mu benci?” Allah berfirman: “Orang yang hatinya sombong, mulutnya kasar, matanya sipit (tak pernah menangis), tangannya pelit dan pekertinya buruk.

Siksaan serta hinaan di dunia dan akhirat.

Hatim Al-Asham berkata: “Jangan sampai kamu mati saat melakukan salah satu dari tiga hal, yaitu sombong, rakus dan pamer kedudukan. Sebab orang yang sombong tidak akan dikeluarkan oleh Allah dari dunia ini sebelum kehinaannya ditampakkan kepada keluarga dan para pelayannya yang paling hina. Orang yang rakus tidak akan dikeluarkan oleh Allah dari dunia ini sebelum ia dibuat sangat membutuhkan sekerat roti atau seteguk air dan tidak bisa memperolehnya. Sedangkan orang yang pamer kedudukan tidak akan dikeluarkan oleh Allah dari dunia ini sebelum disungkurkan ke dalam air seni dan kotorannya.

Ada seorang ulama mengatakan: “Barangsiapa bersikap sombong tidak pada tempatnya, maka Allah akan mewariskan kehinaan yang nyata.”

Neraka dan siksaan di akhirat seperti diceritakan bahwa Allah berfirman (dalam hadis qudsi):

Artinya: “ Kesombongan adalah selendang (sifat)-Ku. Keagungan adalah kain (sifat)-Ku. Barangsiapa mencopot salah satunya dariKu, maka Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam.”

Artinya keagungan dan kesombongan termasuk dari sifat-sifat yang khusus bagi-Ku. Karena itu tidak pantas kalau sifat itu ditempatkan pada selain Aku, seperti selendang dan kain yang khusus dipakai oleh seseorang tentu tidak pantas jika keduanya dipakai orang lain.

Jika ada sebuah sikap yang membuat Anda luput dari pengetahuan tentang kebenaran dan memahami arti ayat-ayat Allah dan hukum-hukumnya, segala hal yang menjadi inti agama dan membuahkan murka dari Allah Swt., membuahkan hinaan di dunia dan siksa neraka di akhirat seperti ini, maka tidak seharusnya orang yang memiliki akal lupa diri dan tidak memperbaikinya dengan cara menghilangkan sikap tersebut, menjaga diri dan memohon pertolongan kepada Allah dari hal itu. Dia Maha Agung yang menguasai pemeliharaan dan taufik dengan anugerah-Nya.

Demikianlah sedikit keterangan tentang apa yang bisa kami kemukakan tentang empat macam kerusakan (panjang angan-angan, Tergesa-gesa, dengki, dan Takabbur).

Orang yang berakal cukup melihat salah satunya, apa lagi jika melihat keempatnya, tentu ia akan lebih berhati-hati mementingkan urusan hatinya dan menjauhkan hal tersebut dari urusan agamanya.

Jika Anda bertanya: “Kalau demikian keadaannya maka hal itu harus diketahui hakekat dan batasannya. Oleh karena itu tolong terangkan agar kami mengetahui cara menjaga diri darinya.”

Ketahuilah bahwa masing-masing membutuhkan banyak keterangan. Hal itu sudah kami terangkan secara panjang lebar di dalam kitab “Ihya Ulumiddin” dan kitab “Asraari Mu’aamalat Ad-Diin”. Di dalam kitab ini kami hanya menerangkan secara garis besar dan apa yang memang harus diketahui. Karena itu, kami akan menerangkannya satu persatu.

Angan-angan

Para ulama mengatakan bahwa yang dinamakan angan-angan adalah keinginan untuk hidup dalam waktu yang cukup lama dengan penuh keyakinan (memastikan hal itu akan terjadi pada dirinya —Pen.). Adapun pendek angan-angan adalah tidak memastikan apa yang menjadi keinginannya seperti dengan cara menyandarkan keinginan tersebut pada pengecualian, kehendak Allah dan pengetahuan-Nya di dalam mengutarakan keinginan tersebut, atau dalam menginginkannya disertai syarat adanya kebaikan.

Dengan begitu, jika Anda mengatakan bahwa aku pasti hidup sampai tarikan nafas kedua, dua jam lagi, atau dua hari lagi, itu berarti Anda termasuk orang yang mengkhayal (panjang anganangan).

Hal itu bagi Anda termasuk sebuah kemaksiatan karena, memastikan sesuatu yang gaib.

Jika Anda menyandarkan ucapan tersebut pada kehendak dan pengetahuan Allah serta mengatakan: “Jika Allah menghendaki aku masih akan hidup” atau “Jika Allah mengetahui bahwa aku masih akan hidup”, maka Anda pun telah keluar dari hukum berangan-angan dan berpredikat meninggalkan angan-angan.

Begitu juga jika Anda secara pasti menginginkan hidup untuk kedua kalinya, maka Anda termasuk oang yang berangan-angan, Tapi jika Anda menyandarkan keinginan tersebut pada syarat adanya kebaikan, maka Anda telah keluar dari hukum beranganangan dan berpredikat pendek angan-angan, sebab tidak memasukkan kata pasti di dalamnya.

Oleh karena itu, sebaiknya Anda tidak usah memastikan sebuah kekekalan dan menginginkannya.

Yang dimaksud dengan “mengatakan” di sini adalah kata hati, yaitu memantapkan dan meneguhkan hati pada hal itu.

Pahamilah keterangan ini! Semoga Anda mendapat petunjuk. Insya Allah.

Kemudian angan-angan ini ada dua macam, yaitu anganangan yang bersifat umum dan angan-angan yang bersifat khusus.

Angan-angan yang bersifat umum yaitu bila Anda menginginkan kehidupan yang abadi untuk mengumpulkan kekayaan dunia dan bersenang-senang di dalamnya. Hal ini termasuk kemaksiatan murni dan yang menjadi kebalikannya adalah pendek angan-angan.

Allah berfirman:

Artinya: “Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenangsenang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (Q.S. Al-Hijr: 3)

Sedangkan angan-angan yang bersifat khusus yaitu jika Anda menginginkan kehidupan yang kekal untuk mengumpulkan amal baik yang masih menyimpan kekhawatiran. Hal itu berupa amal yang belum diyakini kebaikannya, sebab terkadang amal itu baik dilakukan dengan sempurna atau tidak, tidak mendatangkan kebaikan bagi seorang hamba. Bisa saja saat melakukan amal tadi hamba tersebut terperosok ke dalam sifat ujub dan kerusakan yang tidak seimbang dengannya.

Kalau begitu berarti seorang hamba yang memulai ibadahnya tidak boleh memastikan bisa menyempurnakannya, karena penyempurnaan tersebut termasuk hal gaib. Ia tidak boleh menginginkan ibadah tersebut secara pasti, karena terkadang hal itu tidak membawa kebaikan. Akan tetapi hamba tersebut hendaknya menyandarkan amal itu pada pengecualian atau syarat adanya kebaikan agar ia selamat dari angan-angan yang tercela.

Allah berfirman:

Artinya: “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi. Kecuali (dengan menyebut) Insya Allah.” (Q.S. Al-Kahfi: 23-24)

Menurut para ulama kebalikan dari angan-angan semacam ini adalah niat terpuji. Mereka mengemukakan pendapat seperti ini karena semacam kelonggaran, yaitu orang yang memiliki niat terpuji biasanya tidak senang berangan-angan.

Inilah hukum angan-angan dan niat terpuji, karena hal itu memang sudah dibutuhkan dan perlu diketahui. Sebab masalah ini memang sangat penting

Para ulama menyebutkan yang lebih luas lagi tentang hal ini. Mereka mengatakan bahwa niat yang benar dan terpuji adalah memastikan keinginan untuk melakukan suatu amal dan menyempurnakannya sebelum memulai amal yang baru disertai penyerahan diri dan pengecualian (Insya Allah) dalam menyempurnaannya.

Jika ada yang bertanya: “Kenapa pada saat memulai diperbolehkan memastikannya tapi untuk menyempurnakan harus disertai penyerahan diri dan pengecualian?”

Alasannya, karena saat memulai tidak ada sesuatu yang mengkhawatirkan dan hal itu belum terlambat. Juga karena adanya kekhawatiran saat menyempurnakan amal tersebut. Sebah saat menyempurnakan suatu amal ia sudah terlanjur melakukannya. Kemudian dari situ muncul dua kekhawatiran: Pertama khawatir tidak bisa wushul (sampai ke tempat tujuan). Ia tidak tahu entah bisa wushul atau tidak. Yang kedua adalah khawatir amal tersebut menjadi rusak. Ia tidak tahu apakah amal tersebut baik atau tidak.

Jadi, ia harus mengecualikan (dengan lafal Insya Allah) karena mengkhawatirkan sampai dan tidaknya amal tersebut. Ia juga harus berserah diri karena mengkhawatirkan kerusakannya.

Bila keinginan Anda sudah memenuhi syarat-syarat di atas berarti keinginan tersebut sudah masuk dalam kategori niat terpuji yang bisa mengeluarkan seseorang dari batas panjang anganangan dan kerusakannya.

Oleh karenanya, renungkanlah keterangan ini dengan sungguh-sungguh.

Ketahuilah bahwa benteng pendek angan-angan adalah mengingat kematian. Dan benteng yang menjadi penjaganya adalah mengingat maut yang selalu datang tiba-tiba, tanpa disangka-sangka dan datang di saat lengah.

Peliharalah semua keterangan ini. Semoga Allah memberikan taufik. Sebab kebutuhan untuk itu sudah mendesak. Jangan siasiakan waktu Anda untuk beromong kosong dan berselisih pendapat dengan orang lain.

Hanya Allah yang memberikan taufik dengan anugerah-Nya.

Kedengkian

Dengki adalah keinginan hilangnya nikmat-nikmat yang yang diberikan kepada Allah dari saudara-saudara yang beragama Islam berupa nikmat kebaikan.

Jika Anda tidak menginginkan hilangnya kenikmatan tersebut tapi hanya ingin agar diri Anda mendapatkan yang seperti itu, maka keinginan tersebut dinamakan ghibthah (bercita-cita ingin mendapat seperti orang lain tanpa merasa iri).

Cita-cita seperti inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya berikut ini:

Artinya: “Tidak diperbolehkan mendambakan nikmat milik orang lain kecuali dalam dua hal…

Beliau mengungkapkan “ghibthah” dengan kata “hasad” hanya untuk memberi kelonggaran, karena keduanya memiliki arti yang hampir sama.

Bila nikmat yang diberikan oleh Allah tidak mengandung kebaikan baginya, lalu Anda menginginkan hilangnya kenikmatan tersebut, maka hal itu dinamakan “ghirah” (kecemburuan).

Kebalikan dari sikap dengki adalah “nashihah”, yaitu keinginan agar nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada saudara Anda mengandung kebaikan tetap melekat padanya.

Jika ada pertanyaan: “Bagaimana caranya mengetahui bahwa nikmat itu mengandung kebaikan atau tidak, agar kami bisa merasa nashih atau merasa dengki?”

Ketahuilah bahwa kita pasti memiliki sebuah dugaan yang lebih kuat. Bagi kita dugaan kuat seperti itu bisa disejajarkan dengan pengetahuan.

Kemudian jika hal itu terlihat sama, artinya dugaan bahwa hal itu mengandung kebaikan dan tidak, sama-sama kuat, maka jangan sekali-kali menginginkan hilangnya suatu kenikmatan atau tetap melekatnya nikmat tersebut dari sesama muslim kecuali dengan menyandarkannya pada Allah dan dengan syarat hal itu mengandung kebaikan, agar Anda terbebas dari hukum kedengkian dan mendapatkan manfaat “nashihah”.

Benteng yang dapat melindungi pertahanan di atas adalah mengingat keagungan yang diberikan oleh Allah, seperti hak seorang mukmin dan kedudukan tinggi. Selain itu masih ada kemuliaan-kemuliaan yang akan diberikan Allah kelak di akhirat dan manfaat-manfaat lain yang diberikan-Nya di dunia seperti saling menolong, saling membantu, berjamaah, dan salat Jum’at. Kemudian syafaat (pertolongan) yang Anda harapkan di akhirat kelak.

Semua ini termasuk bagian dari hal-hal yang membangkitkan “nashih” kepada setiap muslim dan menjauhkan Anda dari perasaan dengki terhadap nikmat Allah yang diberikan kepada mereka.

Tergesa-gesa

Tergesa-gesa adalah sesuatu yang tersusun rapi dalam hati seseorang dan mendorongnya untuk melakukan segala macam keinginan dengan segera tanpa menyelidikinya terlebih dahulu.

Kebalikan dari sikap ini adalah al-anat, yaitu sesuatu yang tersusun rapi di dalam hati dan membangkitkan kehati-hatian dalam segala hal, berpikir tentang hal itu dan tidak tergesa untuk mengukuti dan mengamalkannya.

Tawaquf (kebimbangan) adalah kebalikan dari Ta’assuf (melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang, teledor — Pen).

Guru kami berkata: “Perbedaan antara kebimbangan (tawaquf) dan perlahan-lahan (ta’anniy) adalah: Sesungguhnya kebimbangan itu dilakukan sebelum memulai suatu pekerjaan sampai ia merasa yakin bahwa apa yang akan dikerjakan itu memang benar. Sedangkan perlahan-lahan dilakukan setelah memulainya sehingga ia bisa melakukan bagian-bagiannya dengan sempurna.

Permulaan “anat” (perlahan-lahan) adalah mengingat kekhawatiran-kekhawatiran yang muncul dalam segala hal yang dihadapkan kepadanya. Mengingat kerusakan yang ditakutinya, mengingat keselamatan yang diperoleh dengan kehati-hatian dan mengingat apa yang diperoleh dengan tawagguf dan isti’jal (tergesa-gesa) seperti penyesalan dan cemoohan.

Semua ini dan yang sejenisnya merupakan hal-hal yang membangkitkan seseorang untuk perlahan-lahan dan bimbang dalam melakukan sesuatu serta mencegahnya dari ketergesagesaan dan keteledoran.

Hanya Allah yang menguasai pemeliharaan dengan rahmatNya.

Kesombongan

Ketahuilah bahwa kesombongan adalah gerak hati untuk menganggap agung diri sendiri, dan akibatnya bersikap sombong.

Adapun dhi’ah atau rendah diri adalah merendahkan diri, dan akibatnya muncul sikap tawadhu’. Masing-masing bersifat umum dan khusus.

Tawadhu’ yang bersifat umum adalah mencukupkan diri pakaian, tempat tinggal dan kendaraan yang tidak mewah.

Kesombongan yang menjadi bandingannya adalah bermewah-mewah dalam hal tersebut.

Tawadhu’ yang bersifat khusus adalah melatih diri untuk menerima kebenaran dari siapapun datangnya, baik orang yang hina ataupun mulia.

Kesombongan yang menjadi bandingannya adalah hanya menerima kebenaran yang datang dari orang-orang yang mulia.

Kesombongan semacam ini merupakan dosa besar dan kesalahan yang fatal.

Kemudian benteng tawadhu’ yang bersifat umum adalah mengingat asal-muasal, kesudahan dan apa yang terjadi saat ini, – Seperti kerusakan dan hal-hal yang kotor.

Sebagian ulama berkata: “Permulaanmu adalah setetes air mani yang menjijikkan. Kesudahanmu adalah bangkai yang berbau, dan kamu hidup di antara keduanya sambil membawa kotoran.

Benteng tawadhu’ yang bersifat khusus adalah mengingat Siksaan bagi orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dan terus menerus berada dalam kebathilan.

Inilah keterangan yang bisa dianggap cukup oleh orang yang waspada.

Hanya Allah yang memberikan taufik dengan anugerah-Nya,

Pasal Kelima: Perut dan Pemeliharaannya

Wahai orang yang berkehendak untuk beribadah! Hendaklah Anda senantiasa memelihara perut dan meperbaikinya. Sebab perut merupakan anggota tubuh yang paling sulit diperbaiki oleh orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya. Perut juga banyak memerlukan biaya, banyak menyita waktu, sangat berbahaya dan juga sangat berpengaruh. Semua itu disebabkan karena perut merupakan sumber segala macam penyakit. Dari situ akan muncul beberapa hal yang berhubungan dengan anggota badan lain seperti kekuatan, ketidakmampuan, pemeliharaan diri (iffah) tak mau beribadah, dan lain-lain.

Jadi pada awalnya Anda harus senantiasa memeliharanya dari barang haram dan syubhat. Setelah itu baru memeliharanya dari kelebihan barang halal kalau Anda memang memiliki keinginan kuat untuk menjalankan ibadah.

Anda harus menjauhkannya dari barang haram dan syubhat karena tiga hal:

Memelihara diri dari api neraka Jahannam. Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim itu sebenarnya mereka memasukkan api ke dalam perut mereka. Dan mereka akan masuk ke dalam neraka sa’iir.” (QS. An-Nisaa’: 10)

Nabi Saw. juga bersabda:

Artinya: “Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka api neraka lebih berluk membakarnya.”

Orang yang memakan barang haram dan syubhat ditolak menghadap Allah dan tidak akan mendapat taufik untuk menjalankan ibadah, karena tidak ada yang pantas melayani Allah selain orang-orang yang suci dan bersih. Menurut pendapatku, bukankah Allah telah melarang orang yang sedang junub masuk ke dalam rumah-Nya (masjid)? Ia juga melarang orang yang berhadas memegang kitab suci-Nya.

Allah berfirman:

Artinya: “Dan (jangan mendekat ke masjid) ketika sedang junub kecuali hanya melewati jalan sampai kalian semua mandi.”

Allah juga berfirman:

Artinya: “Tidak diperbolehkan menyentuhnya selain orang-orang yang suci.” (Q.S. al-Waqiah: 79)

Padahal junub dan hadas adalah sesuatu yang timbul dari Sesuatu yang diperbolehkan. Lalu bagaimana jika yang melakukannya adalah orang yang berlepotan lumpur haram dan barang syubhat yang najis? Kapan hal itu akan mengajaknya untuk melayani Allah yang Maha Luhur dan mengingat yang Maha Mulia?

Tak mungkin. Hal itu selamanya tak mungkin akan terjadi.

Mu adz Ar-Raazi berkata: “Ketaatan itu tersimpan di dalam gudang Alah. Kunci untuk membukanya adalah doa. Dan gigi anak kuncinya adalah barang halal. Bila kunci itu tidak bergigi, maka pintunya tidak akan terbuka. Dan bila pintu gudang tida terbuka, maka bagaimana mungkin bisa sampai dan mengambil ketaatan yang ada di dalamnya?

Orang yang memakan makanan haram dan syubhat akan terhalang dari malakukan kebaikan. Apabila secara kebetulan ja melakukannya, maka kebaikan itu pun ditolak. Jadi, ia tidak menghasilkan apapun selain kepayahan, kesukaran dan buangbuang waktu.

Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: “Banyak sekali orang yang beribadah di malam hari dan yang didapatkannya hanyalah begadang. Banyak orang yang berpuasa dan yang didapatkan dari puasanya hanyalah lapar dan dahaga.”

Diceritakan dari Ibnu Abbasr.a.: “Allah tidak akan menerima salat dari orang yang di dalam perutnya terdapat barang haram.”

Camlan hal ini baik-baik!

Adapun kelebihan barang halal, maka ketahuilah bahwa itu adalah kerusakan bagi para ahli ibadah dan bencana bagi orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya.

Kemudian aku merenung dan menemukan sepuluh kerusakan yang sangat pokok dalam hal ini:

Banyak makan membuat seseorang berhati keras.

Diceritakan dari Nabi Saw. beliau bersabda:

Artinya: “Jangan membunuh hati kalian dengan banyak makan dan minum, karena hati akan mati bagai tanaman yang terendam air”

Orang-orang saleh menggambarkan bahwa perut itu bagaikan periuk yang berada di bawah hati dan dididihkan. Uapnya naik ke atasnya (hati). Uap yang banyak akan membuat hati menjadi keruh dan hitam.

Banyak makan menimbulkan fitnah bagi seseorang, membangkitkannya untuk mencari kelebihan barang halal dan membuat kerusakan. Sebab seseorang yang perutnya kenyang tentu akan melecehkan nikmat. Matanya selalu ingin memandang hal-hal haram yang tidak ada gunanya atau kelebihan barang halal. Telinganya ingin mendengarkan hal itu. Mulutnya ingin membicarakan hal haram dan tak berguna. Kemaluannya ingin mendapatkan apa yang disukainya. Dan kaki hendak melangkah ke arah itu.

Jika seseorang merasa lapar, maka seluruh anggota badannya akan tenang, dia, tidak menginginkan sesuatu dan tidak ada gairah untuk itu.

Al-Ustadz Abu Ja’far mengatakan bahwa perut adalah satu anggota tubuh. Jika ia lapar, maka seluruh badan menjadi kenyang (diam). Bila ia kenyang, maka seluruh badan menjadi lapar.

Intinya, semua perbuatan dan ucapan seseorang disesuaikan dengan makanan dan minumannya. Jika ada barang haram yang masuk ke dalamnya, maka yang keluar (muncul) adalah perbuatan dan ucapan haram. Jika yang masuk adalah kelebihan barang halal, maka yang keluar juga kelebihan barang halal (sesuatu yang tak berguna). Makanan bagaikan biji perbuatan dan ucapan yang akan tumbuh dan muncul darinya (perut).

Banyak makan membuat seseorang berdaya pikir rendah dan kurang pengetahuan. Sebab perut yang penuh akan menghilangkan kecerdasan.

Benar sekali yang dikatakan oleh Ad-Daarani berikut ini: “Jika kamu memiliki suatu kebutuhan dari bermacam kebutuhan dunia dan akhirat, maka janganlah kamu makan sebelum mendapatkannya, sebab makan itu dapat merubah pikiran.”

Ini semua adalah sesuatu yang jelas dan diketahui oleh orang yang pernah mencobanya.

Banyak makan bisa mengurangi ibadah seseorang. Sebab apabila seseorang terlalu banyak makan tentu badannya menjadi berat, matanya mengantuk, anggota badan mengendor dan tidak bisa melakukan ibadah sedikitpun. Ia tidak akan bersungguh-sungguh kecuali untuk tidur bagai bangkai yang ditelentangkan.

Ada orang yang mengatakan: “Jika kamu kenyang, maka anggaplah dirimu orang yang lumpuh.”

Telah diceritakan dari Nabi Yahya a.s. bahwa Iblis menampakkan diri pada beliau dengan membawa beberapa jerat. Lalu Nabi Yahya bertanya kepadanya: “Hai Iblis! Apa yang kau bawa itu?” Iblis menjawab: “Ini adalah syahwat yang kupakai untuk memburu keturunan Adam.” Yahya bertanya lagi: “Apakah kamu menemukan sesuatu pada diriku untuk kau jerat?” Iblis menjawab: “Tidak. Hanya saja pada suatu malam engkau merasa kenyang dan aku membuatmu merasa berat melakukan salat.” Yahya berkata: “Sungguh aku tidak akan makan kenyang setelah kejadian itu untuk selamalamanya.” Iblis berkata: ” Akujuga pasti tidak akan memberikan nasehat sebaik ini kepada siapapun untuk selamanya.”

Beginilah keadaan orang yang seumur hidup hanya satu malam merasa kekenyangan. Lalu bagaimana dengan orang yang seumur hidupnya tidak merasa lapar kecuali hanya semalam dan ia berharap bisa beribadah?

Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Ibadah bagaikan perusahaan. Kedainya adalah menyepi dan alat yang digunakan adalah lapar.”

Banyak makan menghilangkan rasa manis dalam beribadah. Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata: ” Aku tidak penah merasa kenyang semenjak masuk Islam agar bisa merasakan manisnya beribadah kepada Tuhanku. Aku tidak pernah merasakan puasnya minum semenjak masuk Islam karena teramat rindu untuk segera bertemu dengan Tuhanku.”

Inilah ciri-ciri orang yang telah terbuka hijabnya. Karena itu, Abu Bakar telah menjadi orang yang mukasyafah, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah Saw. dengan sabdanya:

Artinya: “ Kelebihan Abu Bakar atas kalian bukanlah karena puasa dan salatnya tapi apa yang tertanam kuat di dalam dirinya.” Ad-Daarani berkata: “Ibadah yang kurasakan paling manis adalah saat perutku lengket dengan lambungku.”

Banyak makan menimbulkan kekhawatiran terjerumus ke dalam barang syubhat dan haram. Sebab barang halal yang datang kepada Anda tak lain hanya sebagai penguat.

Telah diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya tidak ada barang halal yang datang kepadamu selain hanya sebagai penguat, sedangkan barang yang haram datang kepadamu secara berbondong-bondong.”

Banyak makan menimbulkan kesibukan pada hati dan badan, Mula-mula seseorang sibuk untuk mendaptkannya. Yang kedua ia akan sibuk menyiapkannya dan yang ketiga sibuk memakannya. Lalu yang keempat ia akan sibuk mengeluarkannya. Setelah itu ia akan sibuk menyelamatkan diri dari bahaya yang ditimbulkan seandainya makanan tersebut menimbulkan bahaya pada tubuhnya atau bahkan makanan tersebut bisa merusak agamanya.

Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Artinya: “Inti segala macam penyakit adalah kekenyangan. Dan inti segala macam obat adalah mengurangi makan.” Artinya, lapar dan menghindari pantangan.

Diceritakan dari Malik bin Dinar bahwa beliau berkata: “Wahai sudara-sudaraku! Aku berulangkali masuk ke dalam jamban karena banyak makan, sampai aku merasa malu kepada Tuhanku. Alangkah senangnya bila rezekiku berada di dalam kerikil yang dapat kukulum sampai mati.”

Sehubungan dengan keterangan di atas, sehingga menjadikan orang yang ingin beribadah mau tidak mau harus mencari dunia, mengharap pemberian orang lain dan menyia-nyiakan waktu karena banyak makan selama ia tidak merasa takut.

Kepayahan yang didapatkan di akhirat sulitnya sakaratul maut.

Diceritakan dalam beberapa hadis bahwa kesulitan sakaratul maut sesuai dengan kelezatan dunia. Barangsiapa yang memperbanyak hal itu (merasa lezat) maka sakaratpun terasa lebih sulit.

Berkurangnya pahala di akhirat.

Artinya: ” Kalian telah menghilangkan keenakan-keenakan dalam kehidupan dunia dan bersenang-senang dengannya. Maka pada hari ini kalian akan dibalas dengan azab yang hina karena kesombongan yang tidak sepantasnya di muka bumi dan juga karena kalian berbuat fasik.” (Q.S. Al-Ahqaaf: 20)

Sesunggunya ukuran kelezatan yang Anda rasakan di dunia akan mengurangi kelezatan yang ada di akhirat. Karena itulah, saat Allah menampakkan dunia ini kepada Nabi Muhammad Saw. Dia berfirman: “Dan aku tidak akan sedikitpun mengurangi kelezatanmu diakhirat.” Prioritas seperti ini menunjukkan bahwa selain beliau akan mengalami pengurangan kecuali bila ia diberi anugerah oleh Allah.

Diceritakan bahwa Khalid bin Walid menjamu sahabat Umar bin Al-Khaththab. Beliau menyiapkan makanan tersebut. Maka sahabat Umar bertanya: “Makanan ini untukku. Lalu bagaimana dengan kaum fakir, para muhajirin, orang-orang yang mati kelaparan dan belum pernah merasakan kenyangnya makan roti gandum?” Khalid menjawab: “Wahai amirul mukminin! Mereka telah mendapatkan surga.” Umar berkata: “Jika mereka mendapatkan surga dan makanan ini bagian kita, maka mereka jelas sangat berbeda dengan kita.”

Diceritakan bahwa pada suatu hari sahabat Umar r.a. merasa haus dan beliau meminta air. Seseorang memberikan sebuah cawan berisi air rendaman kurma kepada beliau. Saat mendekatkan cawan tersebut ke mulut, beliau merasakan air yang amat dingin dan manis. Lalu beliau tidak jadi meminumnya dan mendesah. Maka orang yang mengambilkan cawan tersebut berkata: ” Wahai Amirul mukminin! Demi Allah, aku telah membuat minuman itu semanis mungkin.” Maka sahabat Umar menjawab: “Itulah yang membuatku tidak jadi minum. Seandainya tidak ada kehidupan akhirat tentu aku akan menyamai kehidupan kalian.”

10. Banyak makan menimbulkan penahanan, hisab, celaan dan cemoohan, karena mengambil kelebihan barang halal secara tidak sopan dan mencari kesenangan syahwat. Padahal harta dunia yang halal menimbulkan hisab, yang haram menimbulkan siksaan, dan perhiasannya membawa kerusakan.

Inilah sepuluh kerusakan yang berkaitan dengan kelebihan barang halal dan masing-masing kiranya sudah mencukupi bagi orang yang mau melihat kepada dirinya sendiri.

Oleh karena itu, hai orang yang bersungguh-sungguh, hendaklah Anda sangat berhati-hati dalam mencari makanan agar tidak terjerumus ke dalam barang haram atau syubhat yang membuat Anda berhak disiksa. Selain itu, hendaknya Anda mencukupkan diri dengan barang yang halal sekedar untuk persiapan melakukan ibadah kepada Allah sehingga tidak terjerumus ke dalam hal buruk yang membuat Anda tertahan.

Hanya Allah yang menugasai taufik.

Jika Anda mengatakan: “Sekarang tolong jelaskan terlebih dahulu kepada kami, bagaimana hukumnya barang yang haram dan syubhat beserta batasannya!”

Jawabanku begini: “Demi Allah aku telah menerangkannya secara panjang lebar di dalam kitab “Asraari Mu’aamalat Ad-Diin”. Aku juga menyebutkannya dalam bab tersendiri di dalam kitab “Ihya Ulumiddin”. Akan tetapi kami akan menerangkan beberapa kalimat tersendiri sekira bisa dicapai oleh orang yang daya pemahamannya rendah dan baru memulai ibadahnya, karena memang yang menjadi tujuan utama kitab ini adalah agar bisa dimanfaatkan oleh para pemula dan bisa menolong orang yang sedang belajar.

Sebagian ulama mengatakan bahwa segala sesuatu yang Anda yakini bahwa itu milik orang lain dan dilarang oleh agama, maka hal itu adalah murni haram. Sedangkan sesuatu yang belum diyakini milik orang lain tapi menurut dugaan yang kuat hal itu milik orang lain, maka hal itu adalah syubhat.

Ulama yang lain mengatakan bahwa barang yang murni haram adalah sesuatu yang Anda yakini atau diduga kuat sebagai sesuatu yang dilarang Allah. Sebab dugaan yang kuat bagi kami sama dengan yakin dalam banyak hukum. Sedangkan jika tandatandanya seimbang dan tidak ada lagi keraguan serta tidak ada yang lebih unggul, hal itu termasuk syubhat. Ia bisa saja halal dan juga bisa haram. Jadi, bagi Anda hal itu belum jelas.

Kemudian mencegah diri dari sesuatu yang murni haram adalah suatu kewajiban. Dan mencegah diri dari sesuatu yang syubhat adalah suatu ketakwaan atau sikap wara’. Inilah pendapat yang lebih terpilih di antara dua pendapat.

Jika ada yang bertanya: “Bagaimana pendapat Anda tentang menerima bonus yang diberikan oleh para sultan (penguasa) di zaman sekarang ini?”

Ketahuilah bahwa dalam hal ini para ulama berselisih pendapat. Sebagian ulama mengatakan bahwa segala sesuatu yang belum diyakini keharamannya itu boleh diterima.

Ulama yang lain berkata: “Seseorang tidak diperbolehkan menerima (mengambil) sesuatu yang belum diyakini kehalalannya. Sebab diduga kuat harta-harta yang dimiliki oleh para penguasa di zaman sekarang ini adalah haram dan tidak ada sedikitpun atau jarang sekali barang halal di tangan mereka.”

Ulama lain berkata: “Pemberian para penguasa itu halal bagi orang kaya dan miskin, karena harta tersebut belum nyata keharamannya, sedangkan tanggung jawabnya (bila harta itu haram —Pen.) dibebankan kepada si pemberi (penguasa tersebut).” Mereka berani berkata begitu karena Nabi Saw. pernah menerima hadiah dari Mugaugis yang menjadi raja Iskandariyah dan beliau juga pernah berutang kepada orang Yahudi. Sementara Allah telah berfirman:

Artinya: “Mereka (orang-orang Yahudi) banyak memakan barang haram: (Q.S. Al-Maaidah: 42)

Mereka juga mengatakan bahwa ada sekelompok ulama yang mengalami masa pemerintahan orang-orang zalim dan menerima pemberian mereka. Di antara ulama tersebut terdapat Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan ulama-ulama lain, semoga — Allah meridai mereka semua.

Ulama lain berkata: “Tidak ada sedikitpun dari harta mereka yang halal bagi orang kaya maupun miskin, karena mereka biasa disebut sebagai orang yang zalim dan harta mereka kebanyakan haram. Oleh karena itu, hukum yang dipakai adalah yang lebih banyak. Dengan begitu, maka diwajibkan untuk menjauhi (harta)nya.

Ulama lain mengatakan bahwa segala sesuatu (dari para penguasa) yang belum diyakini keharamannya adalah halal bagi orang miskin dan haram bagi orang kaya, kecuali jika si miskin tahu bahwa harta itu hasil dari ghashab, maka ia tidak boleh mengambilnya kecuali untuk mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya. Orang miskin tidak berdosa jika mengambil (menerima) pemberian dari penguasa, karena bila harta tersebut memang milik si penguasa dan diberikan kepada orang miskin, maka ia boleh saja mengambilnya tanpa ragu. Dan bila harta itu berasal dari hasil rampasan perang, pajak, atau potongan sepersepuluh, maka orang fakir berhak memilikinya, begitu juga dengan orang yang ahli ilmu.

Ali bin Abu Thalib r.a. berkata: “Barangsiapa masuk Islam dengan membawa ketaatan dan secara lahir membaca Al-Qur’an, maka setiap tahun ia berhak mendapat bagian dua ratus dirham, atau dua ratus dinar dari baitul-maal milik kaum muslimin. Jika ja tidak mengambilnya saat hidup di dunia, maka ia akan mengambilnya di akhirat.”

Kalau begitu, maka orang fakir dan ahli ilmu berhak mengambil haknya.

Para ulama mengatakan: “Jika harta tersebut telah bercampur baur dengan harta hasil ghashab dan tidak mungkin memisahkannya, atau harta tersebut memang harta ghashab yang tidak mungkin dikembalikan kepada pemilik dan keluarganya, maka penguasa tersebut tidak memiliki jalan lain kecuali menyedekahkannya. Allah tidak memerintahkan kepada penguasa untuk bersedekah kepada orang-orang fakir dan melarang si fakir menerimanya. Allah tidak mungkin menyuruh orang fakir menerima sesuatu dan mengharamkan barang tersebut untuknya. Jadi, orang yang fakir boleh menerima pemberian kecuali yang benar-benar hasil ghashab atau haram.

Masalah ini tidak mungkin dijelaskan tanpa pembahasan yang panjang, berat dan mengartikan setiap pendapat serta keluar dari tujuan utama kitab ini. Jika Anda ingin mengetahuinya, maka lihatlah kitab “Halal dan haram” bagian dari kitab “Ihya Ulumiddin” yang telah kami susun, tentu di dalamnya akan Anda temukan penjelasannya secara jelas. Insya Allah.

Jika ditanyakan: “Bagaimana pendapat Anda tentang pemberian para pedagang pasar dan sebagainya? Haruskah pemberian tersebut ditolak dan dibahas terlebih dahulu? Sementara Anda telah mengetahui jual-beli mereka yang hanya dikira-kira (tanpa ditimbang) dan minimnya perenungan mereka dalam pekerjaan mereka. Begitu pula dengan pemberian saudarasaudara yang lain.”

Jawabannya adalah: “Jika secara lahir manusia tersebut bersikap baik dan tersembunyi (keburukannya), maka tak ada salahnya bila Anda menerima pemberian dan sedekah mereka. Tak ada lagi yang perlu dipertanyakan seperti yang Anda katakan bahwa zaman telah menjadi rusak, karena itu hanya buruk sangka terhadap seorang muslim. Bahkan berbaik sangka terhadap kaum muslimin adalah sesuatu yang diperintahkan.

Kemudian ketahuilah bahwa yang terpenting dalam menerima pemberian ini adalah dua hal:Hukum agama dan lahirnya.

Hukum wara’ dan keharusannya.

Menurut hukum agama, Anda boleh menerima sesuatu dari seseorang yang secara lahir bersifat baik kecuali Anda merasa yakin bahwa barang tersebut benar-benar hasil ghashab atau haram. Adapun menurut hukum wara’, Anda boleh menerima sesuatu dari seseorang setelah mempertanyakannya secara detail dan membahasnya dengan benar sampai merasa yakin bahwa barang tersebut tidak mengandung syubhat. Jika tidak, maka Anda harus menolaknya.

Telah diceritakan dari sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. bahwa salah seorang pelayan beliau datang membawakan susu dan beliau langsung meminumnya. Pelayan tersebut berkata: “Setiap kali aku datang membawakan susu, Anda pasti menanyakan kepadaku tentang susu tersebut. Tapi kali iri Anda tidak menanyaiku tentang susu ini.”

Abu Bakar bertanya: “Bagaimana ceritanya?”

Pelayan tersebut menjawab: “Pada masa jahiliyah aku pernah membuat penangkal untuk suatu kaum, lalu mereka memberikan susu ini kepadaku.”

Maka Abu Bakar segera memuntahkan susu tersebut dan berdoa: “Ya Allah. Hanya inilah kemampuanku. Dan apa yang tersisa dalam ototku, maka Engkaulah yang menghisabnya.”

Hal ini menunjukkan keharusan Anda untuk mempertanyakan apa yang disodorkan jika Anda memang memiliki pikiran untuk bersikap wara’ dan memenuhi apa yang harus dilakukan di dalamnya.

Jika Anda berkata: “Kalau begitu seakan-akan sikap wara’ berbeda dengan agama dan hukumnya.”

Ketahuilah bahwa syarak (agama) itu dibuat atas dasar mempermudah dan mempermurah. Karena itu pula Nabi Saw. bersabda:

Artinya: “Aku diutus dengan agama yang dicenderungi dan dipermurah.”

Sikap wara’ dibuat atas dasar memberatkan dan kehati-hatian seperti yang dikatakan oleh seorang ulama bahwa urusan agama bagi orang yang bertakwa itu lebih rumit daripada menghitung sembilan puluh sembilan dengan hitungan jari.”

Selain itu sikap wara’ juga berasal dari agama. Pada mulanya dua hal tersebut adalah satu. Akan tetapi agama mempunyai dua hukum, yaitu hukum “boleh” dan “lebih utama untuk lebih berhati-hati”. Hukum “boleh” dinamakan hukum syarak. Sedangkan yang lebih utama untuk berhati-hati” dinamakan wara’. Meski berbeda keduanya tetapi hanya dalam satu prinsip.

Pahamilah keterangan ini. Semoga Anda mendapat petunjuk.

Jika Anda berkata: “ Apabila diperbolehkan mempertanyakan sesuatu serta menyelidikinya, maka semua yang Anda terima di zaman sekarang ini tentu rusak dan sulit sekali mencari orang yang benar-benar bersikap wara’, karena ia harus memiliki bekal untuk bisa sampai pada tingkat ketaatan.”

Ketahuilah bahwa jalan wara’ ini sangat sulit ditempuh dan orang yang ingin menitinya disyaratkan harus memantapkan diri dan hatinya untuk menanggung segala kesulitan. Jika tidak, maka ia tidak akan dapat menitinya dengan sempurna. Karena alasan ini ini pula banyak orang yang ahli dalam hal wara’ dan orangorang terdahulu berjalan menuju gunung Lebanon dan tempattempat lain. Mereka merasa cukup dengan memakan rumput dan buah-buahan yang tak berharga dan tidak mengandung syubhat sama sekali.

Maka barangsiapa bercita-cita tinggi untuk mencapai kedudukan tersebut, hendaknya siap menanggung berbagai kesulitan, menjalaninya dengan sabar dan mengikuti langkah mereka supaya bisa mencapai kedudukan tersebut.

Sedangkan jika ia tetap tinggal di tengah masyarakat dan memakan barang yang silih berganti di antara mereka, maka hendaklah ia menganggapnya bagaikan bangkai. Ia tidak mengambil kecuali dalam keadaan terpaksa. Kemudian ia juga tidak mencarinya selain hanya sekedar cukup sebagai bekal untuk mencapai ketaatan. Dengan begitu, ia memiliki alasan untuk memakannya dan hal itu tidak akan membahayakan dirinya meski pada dasarnya barang tersebut berupa syubhat, sebab Allah lebih lebih baik dalam menerima alasan.

Oleh karena itu, Hasan Al-Bashri berkata: “Pasar telah menjadi rusak. Karena itu, hendaklah kamu sekalian mengambil makanan sekedar untuk penguat. Aku benar-benar telah mendengar kabar bahwa Wahb bin Al-Warid memperlapar dirinya selama satu, dua, atau tiga hari. Kemudian ia mengambil roti dan berkata, Ya Allah! Sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak kuat beribadah. Aku juga khawatir menjadi lemah. Jika tidak karena itu aku tidak akan memakannya. Ya Allah! Jika di dalamnya ada sesuatu yang kotor (syubhat) atau haram, maka janganlah Engkau menyiksaku karenanya.” Lalu beliau membasahi roti tersebut dengan air dan memakannya.

Menurut sepengetahuan kami, inilah dua jalan menuju tingkatan tertinggi dari orang-orang yang bersikap wara.

Sedangkan orang yang berada setingkat di bawah tingkatan ini, mereka memiliki sikap berhati-hati sesuai dengan derajat yang mereka miliki. Mereka juga memiliki bagian dari derajat wara’ sesuai dengan tingkatannya. Dan sesuai dengan jerih payah yang Anda kerjakan, maka Anda pun akan mendapatkan apa yang Anda harapkan.

Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala seseorang yang memperbagus amalnya. Dan Dia Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

Jika ada pernyataan: “Keterangan ini baru pada sisi yang haram. Oleh karena itu, sekarang tolong terangkan sisi yang halal, apa batasan kelebihan barang halal yang yang tidak mengharuskan seseorang ditahan dan dihisab, seberapa ukuran harta yang jika diambil oleh seorang hamba menjadi suatu kesopanan tidak menjadi fudhul serta tidak menyebabkan penahanan dan hisab baginya!”

Ketahuilah bahwa keadaan sesuatu yang mubah itu secara global terbagi menjadi tiga macam:

Sesuatu yang diambil oleh seorang hamba dengan tujuan membanggakan diri, memperbanyak harta dan pamer. Mengambil harta semacam ini termasuk perbuatan yang secara lahir mengharuskan pelakunya ditahan, dihisab, dicela dan dicemooh. Sedangkan secara batin pengambilan tersebut termasuk perbuatan mungkar dan buruk, yaitu memperbanyak harta, menyombongkan diri dan siksaan di dalam neraka.

Tujuan semacam ini termasuk kemaksiatan dan suatu dosa berdasarkan firman Allah:

Artinya: “Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah main-main, permainan dan hiasan.” sampai pada firman: “Kelak di akhirat akan menghadapi siksa yang pedih.” (Q.S. Al-Hadiid: 20)

Nabi Saw. bersabda:

Artinya: “Barangsiapa mencari harta dunia yang halal untuk bermegah-megahan, memperbanyak dan karena pamer, maka ia akan bertemu Allah, sedangkan Dia dalam keadaan murka.”

Jadi, ancaman tersebut dihubungkan pada tujuan yang ada di dalam hatinya.

Seseorang mengambil harta tersebut secara halal karena mengikuti keinginan nafsu semata. Perbuatan semacam itu termasuk perbuatan buruk dan mengharuskan pelakunya ditahan dan di hisab berdasarkan firman Allah:

Artinya: “Kemudian kamu semua pasti akan dimintai pertanggungjawaban pada hari itu mengenai nikmat yang diberikan.” (Q.S. At-Takaatsur: 8)

Nabi Saw. bersabda:

Artinya: “(Harta dunia itu) halalnya akan dihisab.”

Seseorang mengambil harta halal pada saat uzur (beralasan) sekedar untuk menolong dirinya agar bisa beribadah kepada Allah dan merasa cukup hanya dengan itu.

Mengambil harta tersebut termasuk baik, bersopan-santun, tidak ada perhitungan (hisab) untuknya dan juga tidak ada siksa karenanya. Bahkan harta semacam itu mengharuskan adanya pahala dan pujian berdasarkan firman Allah:

Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan bagian dari apa yang mereka usahakan.” (Q.S. al-Baqarah: 202)

Nabi Saw. bersabda:

Artinya: “Barungsiapa mencari harta dunia yang halal untuk menjaga din dari menunta minta, berbelas kasih pada tetangganya dan berusaha untuk mencukupi keluarganya, maka pada hari kiamat ma akan datang dengan muka cemerlang bagaikan bulan saat purnama.”

Halitu disebabkan tujuan yang ingin dicapainya adalah karena Allah.

Pahamilah keterangan penting ini.

Jika ditanyakan: “Apa yang disyaratkan dalam mengambil perkara mubah sehingga hal itu bisa menjadi suatu kebaikan seperti yang Anda katakan tadi?”

Ketahuilah bahwa pada dasarnya hal itu memiliki dua syarat. Yang pertama, keadaan dan yang kedua, adalah tujuan.

Keadaan yang dimaksud di sini adalah mengambilnya dalam keadaan uzur. Artinya jika tidak mengambil barang tersebut maka ja dituntut oleh dirinya sendiri. Untuk lebih jelasnya, jika ia tidak mengambil perkara mubah tersebut, maka ia tidak bisa melakukan kewajibanatau kesunatan. Dengan begitu, berarti mengambil perkara mubah tersebut baginya lebih baik ketimbang meninggalkannya, sebab tidak mengambil perkara dunia yang mubah termasuk keutamaan. Jika itu yang terjadi, maka itulah yang dinamakan keadaan uzur.

Adapun tujuan yang dimaksud di sini adalah mengambilnya dengan niat untuk persiapan dan pertolongan dalam beribadah kepada Allah. Hal itu dilakukan dengan berkata dalam hati “Seandainya hal itu tidak mengantarkan pada ibadah kepada Allah, tentu aku tidak akan mengambilnya.” Inilah yang dinamakan mengingat alasan kuat (hujjah).

Jika ia bisa mengingat hujjah dalam keadaan uzur, maka pengambilannya terhadap harta dunia yang halal bisa menjadi kebaikan dan kesopan-santunan.

Sedangkan bila keadaannya adalah keadaan uzur tapi ia tidak memiliki tujuan seperti ini, atau ia memiliki tujuan seperti ini tapi tidak dalam keadaan uzur, maka pangambilan tersebut tidak termasuk dalam kategori kebaikan.

Kemudian untuk menjaga kelangsungan bersopan-santun seperti ini Anda membutuhkan kewaspadaan dan tujuan yang bulat, yaitu tidak akan mengambilnya sama sekali kecuali sekedar persiapan untuk beribadah kepada Allah sehingga jika ia lupa tidak mengingat hujjah, maka ia cukup menggunakan tujuan bulat tanpa harus memperbaharui mengingat hujjah.

Guru kami Abu Bakr Al-Warraq berkata: “Tiga hal ini menjadi Syarat utama untuk mengambil perkara mubah dari sisi masingmasing.” Artinya, mengingat hujjah dan keadaan (uzur) itu menjadi syarat utama untuk menjadikan pengambilan tersebut sebagai sesuatu yang pada dasarnya sudah baik.

Adapun tujuan bulat yang berasal dari kewaspadaan dan menduduki derajat kesopanan itu dibutuhkan untuk kelangsungannya (keistiqamahannya).

Pahamilah keterangan tersebut. Semoga Anda mendapat petunjuk.

Jika ditanyakan: “Apakah mengambil harta dunia yang halal dengan syahwat itu temasuk perbuatan maksiat? Apakah ia berhak disiksa? Dan apakah mengambil dengan suatu alasan (uzur) itu suatu kewajiban?”

Ketahuilah bahwa hal itu adalah sebuah keutamaan dan kami menamakannya sebagai kebaikan. Sementara perintah yang ada di situ adalah mendidik kesopanan.

Adapun mengambil dengan syahwat itu merupakan suatu keburukan. Larangan yang ada di situ adalah suatu kesopanan dan bukan termasuk maksiat. Oleh karena itu, ia tidak berhak mendapat siksaan, tapi hanya penahanan, hisab, celaan dan : cemoohan.

Jika Anda bertanya: “Apa yang dimaksud dengan hisab dan penahanan yang harus diterima oleh seorang hamba?”

Ketahuilah bahwa hisab tersebut adalah, Anda akan ditanya mengenai apa yang Anda usahakan, dibelanjakan untuk apa dan apa tujuan yang ingin Anda capai dengan hal itu. Sedangkan penahanan di sini adalah tertahan dari masuk surga saat terjadi hisab (perhitungan) dan hal itu dilakukan di pelataran Makhsyar di antara peristiwa-peristiwa mengerikan dan hal-hal yang menakutkan di dalamnya dalam keadaan telanjang dan sangat haus.

Cukuplah kiranya hal itu sebagai bencana.

Jika dikatakan: “Kalau begitu Allah telah menghalalkan barang yang halal ini bagi kita. Lalu untuk apa masih ada makian dan cacian dalam pengambilannya?”

Ketahuilah bahwa makian dan cacian itu karena ia tidak sopan. Seperti halnya orang yang diundang dalam jamuan makan di rumah seorang penguasa. Lalu ia tidak bersikap sopan. Ia akan dimaki dan dicaci karena ketidak-sopanannya, meski makanan tersebut boleh ia makan.

Yang penting dalam bab ini adalah bahwa Allah menciptakan semua hamba untuk beribadah (menghamba). Dia tetap hamba Allah walau dilihat dari segi manapun. Oleh karena itu, seorang hamba harus beribadah kepada Allah dari segala arah yang mampu dilakukannya. Dia juga harus menjadikan semua yang dikerjakannya sebagai ibadah dari segala segi yang ia kuasai. Jika ia tidak melakukan hal itu dan memilih menuruti keinginan nafsunya serta sibuk dengan keinginan tersebut hingga lalai dari beribadah kepada Tuhannya, sementara itu ia mampu malakukannya tanpa mengalami kesulitan, sedangkan posisinya saat ini adalah posisi melayani dan menghamba, bukan bersenangsenang dan menuruti syahwat, maka dia berhak mendapat makian dan cacian dari tuannya.

Oleh karena itu, renungkanlah hal penting ini. Semoga Anda mendapat petunjuk. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung.

Inilah keterangan secara menyeluruh yang kami maksudkan dalam memperbaiki diri dan cara mengendalikannya dengan kendali takwa. Karena itu, peliharalah keterangan ini sebaik mungkin dengan benar dan jagalah dengan sungguh-sungguh, maka Anda akan memperoleh banyak kebaikan di dunia dan akhirat. Insya Allah.

Hanya Allah yang menguasai pemeliharaan dan taufik dengan anugerah-Nya. 

 

C. Cara Mengetahui Berbagai Godaan

Melihat keterangan di atas hendaklah Anda mengerahkan seluruh kemampuan untuk mengatasi (melewati) tahapan panjang ini. Sebab tahapan ini adalah tahapan yang paling sukar, banyak mengeluarkan biaya, banyak cobaan dan fitnahnya. Karena sesungguhnya semua orang menjadi rusak karena terputus dari jalan kebenaran. Ada yang terputus karena dunia, makhluk, setan, atau nafsu. Kami telah banyak menerangkan apa yang dapat membangkitkan seseorang agar mementingkan pengerahan seluruh tenaganya di dalam kitab-kitab yang kami susun seperti Ihya Ulumiddin,Al-Asraardan “Qurbah Ilallah.

Sedangkan tujuan kitab (Minhajul Abidin) ini adalah kami memohon kepada Allah agar Dia berkenan memperlihatkan kami pada rahasia pengobatan nafsu, memperbaiki diri kami, dan agar dia berbuat baik pada kami. Karena itu, di dalam kitab ini kami cukup menerangkan secara ringkas tapi penuh makna sehingga jika Allah menghendaki, maka orang yang mau merenungkannya merasa puas dan bisa menempatkannya padajalan yang nyata.

Sedang pasal berikut ini khusus menerangkan ringkasan mengenai pengobatan diri dari pengaruh dunia, makhluk, setan, dan nafsu.

Dunia

Dalam masalah dunia seharusnya Anda berhati-hati dan berzuhud di dalamnya. Karena segala sesuatu tidak pernah lepas dari tiga hal:Adakalanya Anda memiliki kewaspadaan dan kecakapan. Anda cukup mengatasinya dengan merasa bahwa dunia adalah musuh Allah sedangkan Dia adalah kekasih Anda. Dunia adalah perusak akal, sedangkan akal adalah harga diri Anda.

Adakalanya Anda adalah orang yang memiliki keinginan luhur dan bersungguh-sungguh dalam beribadah, karena itu Anda cukup mengatasinya dengan merasa bahwa dunia, keburukannya saja bisa menghalangi Anda dari keinginan beribadah, menyibukkan pikiran hingga melalaikan Anda dari ibadah dan berbuat baik. Lalu bagaimana dengan dunia itu sendiri?
Adakalanya Anda termasuk golongan yang lalai dan tidak memiliki kewaspadaan sehingga tidak bisa melihat kebenaran. Juga tidak memiliki keinginan luhur yang membangkitkan Anda untuk mencari berbagai kemuliaan. Kalau itu yang terjadi, maka Anda cukup mengatasinya dengan merasa bahwa dunia itu tidaklah abadi. Kadang Anda memisahkan diri darinya, atau dia yang memisahkan diri dari Anda. Seperti yang dikatakan oleh Hasan Al-Bashri: Jika dunia ini tetap ada untukmu, maka kamu tidak selamanya hidup di dunia.

Lalu manfaat apa yang Anda dapatkan jika mencari dan menghabiskan umur yang sangat berharga untuk mendapatkannya?

Sungguh indah ucapan seorang penyair berikut ini:

Anggap saja dunia ini digiring kepadamu dengan mudah.

Tapi bukankah pada akhirnya ia akan sirna?

Apa yang Anda harapkan dari kehidupan yang tiada abadi dan tak lama lagi akan digantikan oleh malam.

Duniamu tak lain bagaikan bayang-bayang.

Menaungimu dan dengan segera pergi berlalu (meninggalkanmu).

Oleh karena itu, tidak sepantasnya orang yang memiliki akal sehat terbujuk olehnya.

Benar sekali apa yang diungkapkan oleh seorang penyair:

Bagaikan mimpi penghias tidur atau bayang-bayang yang sirna, Sesungguhnya orang yang cerdas tidak akan terbujuk oleh hal-hal seperti itu.Setan

Dalam masalah setan ini Anda cukup memperhatikan firman Allah Swt. kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.:

Artinya: Dan katakanlah hai Muhammad! Ya Tuhanku. Aku berlindung kepada-Mu dari bisikan setan-setan. Dan aku berlindung kepada-Mu wahai Tuhanku dari kedatangan mereka kepadaku.(Q.S. Al-Mukminuun: 97-98)

Padahal Nabi Muhammad adalah makhluk yang terbaik, terpandai, paling cerdas dan paling mulia di sisi Allah dibanding makhluk lain. Dia masih dianjurkan memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan setan. Lalu bagaimana dengan Anda yang bodoh, tidak sempurna dan lalai?

Makhluk Dalam masalah makhluk ini Anda cukup mengatasinya dengan merasa bahwa jika Anda mencampuri dan mengikuti keinginan mereka, maka Anda telah berdosa dan merusak urusan akhirat Anda sendiri. Jika Anda meninggalkan mereka tentu akan sulit menghindari perlakuan yang menyakitkan dan pengingkaran mereka. Lalu hal itu bisa memperkeruh urusan dunia Anda. Anda juga tidak akan merasa aman dari desakan mereka sampai kadang memusuhi dan membenci mereka sehingga Anda terjerumus dalam keburukan mereka. Dan sesungguhnya jika mereka memuji dan mengagungkan, aku khawatir akan membuat Anda terkena fitnah dan merasa dirinya baik. Dan jika mereka mencela serta menghina, aku khawatir suatu saat Anda merasa sedih dan di saat lain merasa marah bukan karena Allah, dan dua hal ini adalah bencana yang merusak.

Kemudian ingatlah bagaimana keadaan Anda dengan mereka setelah terkubur selama tiga hari. Bagaimana mereka meninggalkan, menjauhi dan melupakan Anda. Mereka nyaris tidak meningat Anda. Seolah-olah Anda belum pernah melihat mereka, dan mereka juga belum pernah melihat Anda. Yang ada hanya tinggal Allah Swt. Bukankah rugi besar jika Anda menyianyiakan hari-hari Anda bersama makhluk-makhluk tersebut, sementara sedikit sekali dari mereka yang setia (memenuhi janji) dan tidak banyak yang abadi bersama mereka. Sementara itu Anda meninggalkan pelayanan kepada Allah, yang sebenarnya hanya kepada-Nya segala sesuatu akan kembali.

Kemudian tidak ada sesuatu yang abadi bersama Anda kecuali Dia, selamanya. Dia-lah yang mencukupi segala kebutuhan. Dialah yang menyelesaikan segala penyerahan diri. Segala pemeliharaan dalam keadaan apapun dan sesulit apapun, Dialah yang mengurusnya. Tiada sekutu bagi-Nya.

Oleh karena itu renungkanlah, hai orang yang miskin. Semoga Anda mendapat petunjuk. Dan hanya Allah yang menguasai petunjuk dengan anugerah-Nya.

Nafsu

Dalam masalah nafsu ini Anda cukup melihat bagaimana keadaannya, kerendahan keinginannya, dan keburukan yang menjadi pilihannya.

Saat memiliki keinginan ia persis binatang piaraan. Saat marah bagaikan binatang buas. Saat terkena musibah persis anak kecil. Saat mendapat kenikmatan ia bagaikan Fir aun. Saat lapar seperti orang gila. Dan saat kenyang ia menjadi angkuh. Jika Anda membuatnya kenyang, maka ia menjadi sombong dan melonjak kegirangan. Dan jika Anda membuatnya lapar, maka dia akan menjerit dan mengeluh.

Dia (nafsu) seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair adalah:

Bagai keledai yang jahat. Jika kau membuatnya kenyang dia akan menyepak orang lain. Dan jika lapar ia merintih.

Benar sekali apa yang dikatakan oleh seorang saleh: Karena terlalu buruk dan bodohnya nafsu, jika ia ingin berbuat maksiat atau membangkitkan syahwat, kemudian Anda membelokkannya, atau memohonkan pertolongan untuknya kepada Allah Swt., para utusan-Nya, semua nabi, kitab-kitab-Nya dan semua orang saleh di masa dahulu di antara hamba-hamba-Nya, dan dia dihadapkan pada kematian, alam kubur, kiamat, surga dan neraka, maka ia tidak mau mengikuti dan tidak mau meninggalkan keinginannya. Kemudian jika Anda menghadapinya dengan tidak memberinya sepotong roti, maka ia akan tenang dan mau meninggalkan keinginannya. Ini kukatakan agar Anda mengetahui kerendahan dan kebodohannya.

Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai Anda lengah darinya. Sebab nafsu, seperti yang dikatakan oleh Penciptanya, yang lebih Mengetahui keadaannya, yang Maha Agung keagungan-Nya, adalah:

Artinya: Sesunggunya nafsu senantiasa memerintahkan berbuata jahat.(Q.S. Yusuf: 53)

Cukuplah ayat ini sebagai peringatan bagi orang yang berakal.

Ada sebuah cerita yang sampai kepada kami bahwa seorang ulama saleh yang disebut dengan nama Ahmad bin Argam AlBalkhi berkata: Nafsuku mengajak diriku keluar untuk pergi berperang. Lalu aku berkata, ‘Maha Suci Allah. Sesungguhnya Allah telah berfirman:

Artinya: Sesunggunya nafsu senantiasa memerintahkan berbuat jahat.(Q.S. Yusuf: 53)

Dan saat ini dia mengajakku berbuat baik, suatu hal yang selamanya tidak akan terjadi. Tapi ia tidak suka dan berkeinginan untuk berjumpa dengan orang banyak agar dapat menyenangkan mereka, agar banyak orang yang saling bercerita mengenai dirinya dan menyambutnya dengan keagungan, kebaikan dan kemuliaan. Aku pun berkata padanya, ‘Aku tidak akan menempatkan dirimu di hadapan orang banyak dan membiarkanmu terkenal. Dia mengiyakan, dan aku tetap berprasangka buruk terhadapnya. Aku bergumam, Allah Swt. adalah yang paling terpercaya di antara para pembicara.”Lalu aku berkata padanya, ‘Aku akan menghadapi musuh tanpa membawa senjata agar kamu menjadi Orang pertama yang terbunuh. Dia juga mengiyakan, dan aku memperburuk sangkaan serta berbagai hal untuk membujuknya. Ja pun mengiyakan semua itu.

Ahmad bin Arqam berkata: “Kemudian aku berdoa sebagai berikut, Ya Tuhan! Ingatkanlah dia untukku. Sungguh aku curiga kepadanya dan membenarkan Engkau.

Lalu terbukalah hatiku melihatnya. Seolah-olah ia berkata: Hai Ahmad! Setiap hari kamu berulangkali membunuhku dengan mencegahku dari keinginan dan perselisihan denganmu, sementara tak seorangpun mengenalku. Jika kamu berperang, maka aku akan terbunuh hanya satu kali, lalu aku terbebas darimu dan orang-orang saling membicarakanku. Mereka berkata, ‘Ahmad telah mati syahid’. Aku pun mendapat kemuliaan dan selalu diingat.

Ahmad bin Argam berkata: Kemudian aku berdiam diri di rumah dan tidak keluar untuk berperang pada tahun itu.

Oleh karena itu, lihatlah bujukan dan tipuan nafsu. Dia ingin menyombongkan diri kepada manusia setelah mati dengan perbuatan yang tak dapat ditemukannya setelah itu.

Benar sekali apa yang dikatakan oleh seorang penyair, betapa indah ucapannya:

Peliharalah nafsumu. Kamu tidak akan terbebas dari pengkhianatannya.

Sebab satu nafsu lebih buruk daripada tujuh puluh setan.

Oleh karena itu, —semoga Allah memberimu rahmatingatlah bujukan seperti ini yang selalu mengajak berbuat jelek. Mantapkanlah hati Anda untuk selalu tidak menurutinya dalam keadaan apapun, niscaya jika Allah menghendaki Anda akan bebuat benar dan menjadi selamat.

Kemudian Anda juga harus selalu mengendalikannya dengan kendali takwa, sebab memang tidak ada cara lain kecuali itu.

Ketahuilah bahwa di sini terdapat hal pokok yang sangat mendasar, yaitu sesungguhnya ibadah itu dibagi menjadi dua: Mengerjakan dan menjauhi.

Mengerjakan berarti menjalankan berbagai ketaatan. Dan menjauhi berarti mencegah diri dari berbagai perbuatan maksiat dan keburukan. Inilah yang disebut takwa.

Sesungguhnya dalam keadaan apapun menjauhi maksiat itu lebih menyelamatkanmu, lebih baik dan lebih utama bagi seorang hamba daripada mengerjakan ketaatan. Karena itulah, para pemula yang baru mencapai tingkatan pertama dari ijtihad dalam ibadahnya selalu sibuk mengerjakan ketaatan. Semua berkenginan puasa di siang hari, beribadah di malam hari, dan menjalankan ibadah yang sejenis dengan hal itu.

Orang yang telah mencapai puncak ibadah dan memiliki kewaspadaan akan sibuk dengan menjauhi maksiat. Yang menjadi keinginan mereka adalah menjaga hati dari kecenderungan kepada selain Allah, menjaga perut mereka dari kelebihan barangbarang halal, memelihara lisan dari kata-kata yang tidak berguna dan menjaga mata dari memandang apa-apa yang tidak bermanfaat bagi mereka.

Karena hal ini pula, orang kedua dari tujuh ahli ibadah berkata kepada Nabi Yunus: Hai Yunus. Sungguh di antara manusia ada yang dikaruniai perasaan suka melakukan salat sehingga ia tidak memilih ibadah lain untuk mengalahkannya. Sementara itu salat adalah tiang ibadah. (Ia melakukannya) dengan khusyuk, bersungguh-sungguh dan merendahkan diri (kepada-Nya). Di antara mereka ada yang dikaruniai suka berpuasa sehingga ia tidak memilih ibadah lain untuk mengalahkannya. Di antara mereka ada yang dikaruniai rasa suka bersedekah sehingga sama sekali tidak memilih ibadah lain yang dapat mengalahkannya. Hai Yunus. Aku akan memberi penafsiran keadaan-keadaan seperti in kepadamu.

Jadikanlah kesabaran menerima kesengsaraan dan penyerahan segala sesuatu kepada Allah sebagai salat panjangmu. Jadikanlah diam dari segala keburukan sebagai puasamu. Jadikanlah mencegah dari hal yang menyakitkan sebagai sedekahmu. Karena sesungguhnya kamu tidak bisa bersedekah dengan sesuatu yang lebih baik dari itu dan tidak bisa berpuasa dengan sesuatu yang lebih bersih darinya.

Jika Anda telah mengetahui bahwa menjauhi maksiat lebih utama daripada menjaga diri dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Jika Anda behasil melaksanakan keduanya, yakni berusaha dan menjauhi, berarti urusan Anda telah sempurna. Anda telah berhasil mencapai tujuan, kemudian selamat dan beruntung. Jika Anda tidak dapat mencapai keduanya dan hanya mampu meraih salah satunya, maka pilihlah menjauhkan diri dari maksiat. Maka pasti Anda selamat meski tidak beruntung. Jika tidak, maka Anda akan merugi dari keduanya.

Salat dan ibadah lain yang Anda kerjakan di malam hari tidak akan bermanfaat bila Anda mengharcurkannya dengan satu keinginan. Puasa yang Anda lakukan sepanjang hari tidak akan bermanfaat bila Anda merusaknya dengan satu kata.

Kami telah bercerita tentang sahabat Ibnu Abbas r.a. bahwasanya beliau ditanya tentang posisi dua orang lelaki. Yang satu banyak berbuat baik dan juga banyak berbuat buruk. Yang satu lagi sedikit berbuat baik tapi juga sedikit berbuat buruk. Beliau menjawab: Aku tidak menyamakan keselamatan dengan suatu apapun.

Perumpamaan dari apa yang telah kami bicarakan adalah keadaan orang yang sakit. Cara untuk mengobati orang yang sedang sakit terbagi menjadi dua. Cara pertama dngan obatobatan. Yang kedua dengan menjauhi pantangan. Jika dua cara tersebut digabung menjadi satu, maka si pasien seakan terbebas dari penyakit dan menjadi sehat. Jika tidak digabungkan, maka berpantang (menjauhi pantangan) saat sakit itu lebih baik. Obatobatan tidak akan berguna jika ia tidak menjauhi pantangan, tapi kadang-kadang berpantang itu bisa berguna meski tanpa memakai obat-obatan.

Sungguh Rasulullah Saw. telah bersabda:

Artinya: Inti setiap pengobatan adalah menjauhi pantangan.

Arti sebenarnya, hanya Allah yang mengetahuinya, adalah: Berpantang itu cukup sebagai ganti semua obat.

Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa pengobatan terbaik yang dilakukan oleh orang India adalah berpantang, dengan cara melarang orang-orang yang sedang sakit dari makan, minum dan berbicara selama beberapa hari. Kemudian si penderita terbebas dari penyakit dengan cara tersebut, bukan dengan cara lain.

Dengan begitu, sekarang semua keterangan ini telah menjadi jelas bagi Anda, bahwa sesungguhnya ketakwaan adalah inti dan permata segala sesuatu (ibadah). Orang yang ahli dalam ketakwaannya menempati kedudukan tertinggi di antara para hamba. Oleh karena itu, curahkanlah seluruh kemampuan untuk mencapainya dan menggunakan segala pertolongan yang ada baginya.

Hanya Allah yang menguasai taufik dngan rahmat-Nya.

Kemudian peliharalah-empat inti anggota badan, yaitu:Mata

Dalam hal ini Anda cukup memeliharanya dengan berpikir bahwa semua urusan agama dan dunia bermuara di dalam hati. Dan sesungguhnya kekhawatiran, kesibukan, dan kerusakan hati kebanyakan berasal dari mata. Oleh karena itu, Sayyidina Ali bin Abu Thalib karramallahu wajhahu pernah berkata: Barangsiapa tidak bisa menguasai pandangannya berarti ia tidak menghargai hatinya.Mulut (Lisan) ,

Dalam hal mulut ini Anda cukup memeliharanya dengan merasa bahwa semua keberuntungan dan buah dari jerih payah Anda didapat karena ibadah dan ketaatan.

Sedangkan kehancuran ibadah dan kerusakannya yaitu mengada-ada, menggunjing dan lain sebagainya, yang kebanyakan berasal dari lisan. Hal itu akan merusak apa yang telah Anda kerjakan selama satu tahun atau bahkan lima tahun hanya dengan satu kata.

Karena itulah ada sebuah ungkapan yang berbunyi

Artinya: Tidak ada sesuatu yang lebih pantas untuk senantiasa dipenjara selain mulut.

Dikisahkan bahwa salah seorang dari tujuh ahli ibadah berkata kepada Nabi Yunus a.s.: Hai Yunus! Sesugguhnya jika para hamba itu bersungguh-sungguh dalam ibadah, maka tidak ada kekuatan yang lebih tepat untuk menjalaninya selain menahan diri dari ucapannya dalam waktu yang cukup lama.Kemudian ahli ibadah tersebut mengulang perkataannya tadi dan berkata: Jangan ada sesuatupun yang dipentingkan selain memelihara lisan Anda. Jangan sampai ada sesuatu yang lebih Anda perhatikan selain keselamatan diri Anda.

Camkan perkataan ini baik-baik.

Kemudian ingatlah bahwa nafas yang Anda pergunakan untuk membicarakan sesuatu yang tak berguna itu tidak akan membahayakan seandainya dipergunakan untuk mengucapkan kata astaghfirullah(aku memohon ampunan kepada Allah). Kadang saat itu bertepatan dengan saat yang mulia. Dengan begitu Allah akan mengampuni Anda dan modal Anda menghasilkan keuntungan. Atau Anda pergunakan untuk mengucapkan Iaa ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah). Dengan begitu, Anda akan mendapatkan pahala dan simpanan yang tak terbayangkan sebelumnya. Atau Anda pergunakan untuk mengucapkan asalullaaha al ‘aaftyata (aku memohon keselamatan kepada Allah). Dan terkadang hal itu bertepatan dengan pandangan baik (dari Allah). Dengan begitu, Allah mengabulkan permohonan Anda dan Anda pun selamat dari berbagai bencana di dunia dan akhirat.

Bukankah suatu kergian yang nyata jika Anda melepaskan faedah-faedah yang mulia ini begitu saja dan menggunakan nafas serta waktu Anda hanya untuk hal tak berguna yang paling tidak menjadikan Anda tercela, dicemooh, dihisab dan tertahan pada hari kiamat?

Sungguh indah kata-kata seorang penyair berikut ini:

Jika Anda berkeinginan mengucapkan sesuatu yang bathil, maka gantikanlah tempatnya dengan ucapan tasbih.

3, Perut

Dalam hal ini Anda cukup memeliharanya dengan merasa bahwa yang menjadi tujuan Anda adalah ibadah. Sementara makanan adalah benih amal dan airnya. Dari situlah amal akan tumbuh dan berkembang. Jika benihnya buruk maka tanaman tak akan menjadi baik bahkan tanaman tersebut dikhawatirkan bisa merusak tanah Anda, dan selamanya Anda tidak akan beruntung.

Di antara hal yang mengkhawatirkan adalah apa yang kudengar dari Ma’ruf Al-Karkhi bahwa beliau berkata:

Artinya: Bila kamu berpuasa, maka perhatikanlah apa yang kamu gunakan untuk berbuka, di hadapan siapa kamu berbuka dan makanan siapa yang kamu makan. Sebab banyak sekali orang yang makan satu kali dan hatinya berubah meninggalkan apa yang dahulu dikerjakannya sehingga ia tidak dapat kembali pada keadaannya semula. Betapa banyak sesuap makanan menyebabkan seseorang terhalang dari ibadah semalaman. Betapa banyak sekilas pandangan yang mencegah seseorang dari membaca satu surah Al-Qur’an. Dan seorang hamba yang hanya memakan satu suapan kadang terhalang dari melakukan ibadah selama satu tahun.”

Oleh karena itu, hendaknya Anda melihat dengan teliti dan sangat berhati-hati dalam hal makanan penguat jika Anda memang memperhatikan urusan hati dan memiliki keinginan kuat untuk beribadah kepada Tuhan Anda.

Inilah keterangan tentang makanan penguat agar seorang hamba bisa mengambil dari sisi yang dihalalkan.

Selanjutnya hendaklah Anda bersopan-santun dalam hal ini. Jika tidak, maka Anda hanya akan menjadi pembawa makanan dan menyia-nyiakan waktu. Sebab kita tahu pasti dan, bahkan melihat jelas bahwa tak ada satupun ibadah yang bisa dilakukan bila perut kita terlalu kenyang. Jika Anda memaksanya sekuat tenaga dengan berbagai alasan, maka ibadah Anda sedikitpun tidak terasa lezat dan manis.

Oleh karena itu, ada yang mengatakan: Tidak ada rasa manis ibadah yang bisa diharapkan dengan banyak makan.Mana mungkin ada nur di dalam hati tanpa adanya ibadah. Dan mana mungkin ada nur dalam ibadah tanpa adanya rasa lezat dan manis?

Karena arti semacam ini pula Ibrahim bin Adham berkata: Aku bergaul dengan para kekasih Allah yang ada di pegunungan Lebanon dan mereka berpesan kepadaku, Jika kamu kembali pada orang-orang yang mementingkan dunia, maka nasehatilah mereka dengan empat hal. Katakan kepada mereka, Barangsiapa memperbanyak makan, maka ia tidak akan menemukan kelezatan dan rasa manis dalam beribadah. Barngsiapa memperbanyak . tidur, maka ia tidak akan menemukan keberkahan dalam hidupnya. Barangsiapa mencari kerelaan manusia makajanganlah ja menunggu kerelaan Tuhan. Dan barangsiapa banyak mernbicarakan hal-hal yang tak berguna dan menggunjing, maka ja tidak akan keluar dari dunia (mati) dalam keadaan beragama Islam.

Diceritakan dari Sahl rahimahullah bahwa beliau berkata: Bersatunya segala macam kebaikan itu terdapat dalam empat hal. Dengan keempatnya pula seseorang bisa menjadi wali Abdal. Empat hal itu adalah perut yang kempis, diam, meninggalkan pergaulan masyarakat dan berjaga di malam hari.

Seorang ‘arif berkata: Lapar adalah modal utama kami.

Artinya sesuatu yang kami hasilkan seperti waktu longgar, keselamatan, ibadah, rasa manis ibadah, pengetahuan, dan amal yang bermanfaat adalah karena lapar dan kesabaran menjalaninya karena Allah Swt.Hati

Dalam hal ini Anda cukup memeliharanya dengan mengetahui bahwa hati adalah inti segala hal. Jika Anda merusaknya, maka segalanya akan menjadi rusak. Dan jika Anda memperbaikinya maka segalanya menjadi bagus. sebab hati bagaikan batang pohon dan anggota badan yang lain bagaikan cabang-cabangnya. Dari batang pohon itulah cabang-cabang mendapatkan air dan menjadi baik atau rusak.

Hati juga bagaikan raja, sedangkan cabang-cabangnya bagaikan pengikutnya. Jika sang raja baik, maka seluruh rakyat menjadi baik. Danjika raja tersebut rusak maka seluruh rakyatnya juga akan rusak.

Kalau begitu, kebaikan mata, lisan, perut dan lain sebagainya menunjukkan kebaikan hati dan kemakmurannya. Bila di dalamnya terdapat berbagai kekurangan (cacat) dan kerusakan, maka ketahuilah bahwa hal itu menunjukkan kekurangan hati dan kerusakan yang terjadi di dalamnya. Bahkan kadang kerusakan yang ada padanya lebih parah. Oleh karena itu, curahkanlah seluruh perhatian untuk memperbaikinya, pasti dengan sekaligus semua menjadi baik dan Anda bisa merasa nyaman.

Kemudian urusan hati ini memang pelik, karena digerakkan oleh berbagai khathir yang berada di bawah kemampuan Anda. Sedangkan untuk tidak mengikuti khathir dengan sekuat tenaga merupakan sesuatu yang teramat melelahkan. Karena itu pula memperbaiki hati menjadi sesuatu yang paling berat bagi orang yang bersungguh-sungguh. Dan perhatian terhadap hati ini lebih banyak serta lebih besar bagi orang-orang yang memiliki kewaspadaan.

Diceritakan dari Abu Yazid bahwa beliau berkata: Aku mengobati hati selama sepuluh tahun, mengobati lisanku selama sepuluh tahun, dan mengobati nafsuku selama sepuluh tahun. Dari ketiganya hatilah yang terasa paling berat.

Camkan hal ini baik-baik!

Selanjutnya, hendaklah Anda memperhatikan empat perkara yang telah kuterangkan, yaitu khayalan (panjang angan-angan), tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu, dengki dan sombong.

Keempatnya kami bahas secara khusus dibanding perkaraperkara lain di tempat ini dan sangat kami anjurkan untuk memelihara diri darinya, karena keempatnya merupakan penyakit yang secara khusus menyerang para ahli Al-Qur’an. Keempat perkara tersebut menyerang masyarakat secara umum dan menyerang para ahli Al-Qur’an secara khusus. Karena itulah keempatnya menjadi sangat buruk.

Anda melihat seorang ahli Al-Qur’an yang angan-angannya melantur dan menganggapnya sebagai niat baik. Maka ia akan terjerumus ke dalam kemalasan menunda-nunda amal. Anda melihatnya tergesa-gesa untuk mencapai derajat kebaikan sehingga ia malah terputus dari kebaikan tersebut. Atau ia tergesagesa untuk dikabulkan doanya sehingga malah terhalang dari hal itu. Atau ia tergesa-gesa mendoakan seseorang dengan keburukan dan menyesalinya, seperti yang dikisahkan dari Nabi Nuh a.s.

Anda melihatnya merasa dengki dengan teman yang setingkat atas anugerah yang diberikan Allah kepada mereka sampai hampir mencapai tingkatan dengki yang belum tentu dilakukan meski oleh orang yang fasik ataupun fnajir (jahat).

Karena keadaan semacam ini pula Sufyan Ats-Tsauri berkata: Aku tidak mengkhawatirkan darahku kecuali dari ancaman para ahli Al-Qur’an dan para ulama.Orang-orang yang mendengar hal itu tidak percaya. Maka beliau kemudian berkata: Aku tidak mengatakan hal itu, tapi yang mengatakannya adalah Ibrahim AnNakha’i rahimahullah.

Diceritakan dari ‘Atha’. Beliau berkata: Sufyan Ats-Tsauri berkata kepadaku, ‘Berhati-hatilah terhadap para Ahli Al-Qur’an. Hati-hatilah jika aku bersama dengan mereka. Jika aku berselisih paham, maka aku lebih suka mengatakan bahwa menurutku buah delima itu rasanya manis dan mereka mengatakannya masam. Aku tidak mempercayakan darahku untuk dibawanya kepada penguasa yang jahat.

Diceritakan dari Malik bin Dinar. Beliau berkata: Sesungguhnya aku menerima kesaksian para ahli Al-Qur an atas semua orang. Akan tetapi aku tidak menerima persaksian sebagian dari mereka atas sebagian yang lain, karena aku melihat kebanyakan dari mereka bersifat pendengki.

Diceritakan dari Fudhail. Beliau berkata kepada anaknya: Belikan untukku rumah yang jauh dari para ahli Al-Qur an. Apa gunanya tinggal bersama kaum yang jika aku nampak terpeleset, maka mereka membuka aibku. Dan bila nampak kenikmatan pada diriku mereka akan merasa dengki.

Begitulah. Anda akan melihatnya sombong kepada masyarakat dan meremehkan mereka. Bila bertemu ia akan berpaling dan bermuka masam. Seakan-akan ia telah dikaruniai kelebihan dua rakaat dari orang lain, mendapat surat keputusan dari Allah akan mendapat surga atau terbebas dari neraka, atau seakan ia merasa yakin dengan keberuntungan bagi dirinya dan kecelakaan bagi orang lain.

Di samping itu, ia juga memakai pakaian orang-orang yang bertawadhuk dari bahan wool dan sebagainya serta berpura-pura telah mati (nafsunya).

Semua ini tidak sesuai dengan keangkuhan dan kesombongan serta tidak menjadikannya baik, bahkan malah bertentangan. Akan tetapi orang yang buta tak pernah melihat.

Diceritakan bahwa Fargad As-Sabkhi masuk kepada Hasan Al-Bashri dengan memakai pakaian, sementara Hasan memakii pakaian lengkap. Kemudian Hasan Al-Bashri berkata: Apakah kamu tidak melihat pakaianku ini? Ini adalah pakaian ahli surga, sementara pakaianmu adalah pakaian ahli neraka. Aku memang telah mendengar bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah orang-orang yang memiliki pakaian usang.Lalu Hasan berkata: Mereka menempatkan zuhud pada pakaian dan menempatkan kesombongan di dalam dada mereka. Demi Allah sebagai sumpahku. Sungguh salah satu di antara kalian lebih sombong ketimbang orang yang memiliki kain lurik dan memakainya.

Karena artian  semacam inilah Dzun-Nuun Al-Mislri bersyair:

Ia memakai pakaian tasawuf dan membanggakan pakaian bulunya karena bodoh,sementara sebagian orang memakainya sambil bercanda.

Ia memperlihatkan kehinaan dan kesombongan kepadamu.

Dan kesombongan bukanlah sesuatu sama dengan kehinaan dini.

Ia berlagak sufi agar dikatakan sebagai orang yang terpercaya, dan kesuftannya tidak berarti apa-apa selain kepercayaan.

Ia tidak menginginkan keridaan Tuhan dengannya tapi hanya mencari jalan untuk berkhianat.”

Oleh karenanya, hendaklah Anda menjaga diri dari empat macam kerusakan yang telah kami sebutkan ini, lebih-lebih dalam hal kesombongan. Sebab tiga hal yang pertama adalah sebuah jalan licin yang jika Anda tergelincir di dalamnya pasti Anda akan terjerumus ke dalam kemaksiatan. Sedangkan kesombongan adalah sebuah jalan licin yang seandainya Anda tergelincir pasti akan terjerumus ke dalam lautan kufur dan kedurhakaan.

Jangan lupa bagaimana kisah Iblis dan fitnahnya. Ia menolak dan bersikap sombong. Lalu ja menjadi bagian dari orang-orang kafir.

Marilah kita kembali kepada Allah. Semoga Dia berkenan memelihara kita semua dengan kebaikan pandangan-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Murah lagi Maha Mulia.

Kesimpulannya adalah: Jika Anda merenungkan dengan pikiran jernih, Anda akan tahu bahwa dunia ini tidak ada yang abadi. Manfaatnya tidak sebanding dengan bahaya dan semua hal yang menjadi akibatnya seperti badan lelah, hati yang sibuk berpikir, siksa yang pedih dan perhitungan yang lama di akhirat serta tidak mampu Anda tanggung.

Jika Anda benar-benar telah mengetahui hal itu, tentu Anda tidak akan terpancang oleh kelebihannya. Anda tidak akan mengambil darinya kecuali apa yang mau tidak mau harus diambil sebagai sarana beribadah kepada Tuhan. Anda tidak akan bersenang-senang dan bernikmat-nikmat sampai mendapatkan surga, tempat tinggal abadi, tempat bermukim di sisi Penguasa alam semesta, Maha Raja, Maha Kuasa, Maha Kaya, dan lagi Maha mulia.

Anda juga tahu bahwa semua makhluk itu tidak setia. Kesengsaraan yang mereka timbulkan lebih banyak daripada pertolongan mereka yang bermanfaat bagi Anda. Anda juga tidak akan bergabung dengan mereka kecuali dalam hal yang memang telah menjadi keharusan bagi Anda. Anda memanfaatkan kebaikan mereka dan menjauhi bahaya yang mereka timbulkan.

Anda bersahabat dengan Dzat yang tidak membuat rugi jika berteman dengan-Nya. Anda tidak akan kecewa bila melayaniNya. Dia menghibur Anda dengan kitab-Nya dan kerutinan (ibadah) Anda kepada-Nya. Dalam keadaan apapun Dia tetap ada untuk Anda. Dari-Nya Anda akan melihat semua keindahan dan keutamaan. Anda akan menemukan-Nya setiap kali bahaya mengancam, baik di dunia maupun di akhirat, seperti yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. dalam hadisnya:

Artinya: Peliharalah (keagungan) Allah. Niscaya kamu akan menemukan-Nya di manapun kamu berada

Anda juga tahu bahwa setan itu brengsek. Dia selalu berusaha memusuhi Anda. Oleh karena itu, mohonlah perlindungan dari Tuhanmu yang Maha Kuasa, Maha Mengalahkan, dari anjing yang dilaknat ini. Jangan sampai lengah dari tipu daya dan perangkapnya. Usirlah ia dengan dzikir kepada Allah Swt. Jangan mempedulikannya, karena hal itu teramat remeh.

Dengan begitu Anda akan menjadi lelaki sejati seperti yang difirmankan Allah:

Artinya: Ia tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan berserah diri kepada Allah.(Q.S.An-Nahl: 99)

Benar sekali apa yang dikatakan Abu Hazim: Apakah dunia itu? Dan apa itu Iblis?

Dunia. Yang telah berlalu adalah mimpi, dan yang akan datang adalah lamunan. Adapun setan, demi Allah. Dia benarbenar telah dijadikan sebagai panutan, tapi ia tidak memberi manfaat. Dia juga ditentang, tapi tidak membahayakan. Anda pun mengetahui kebodohan nafsu dan perlawanannya dengan mencari sesuatu yang membahayakan dan menghancurkannya. Anda melihatnya dengan kasih sayang seperti pandangan orangorang berakal dan para ulama, yaitu orang-orang yang memandang pada hakekat sesuatu yang nampak. Tidak seperti pandangan orang-orang bodoh dan anak kecil, yaitu orang yang hanya memandang sekilas tanpa memikirkan rasa sakit dikemudian hari. Berlari dari obat yang terasa pahit. Lalu Anda mengendalikannya (nafsu) menggunakan kendali dengan cara mencegahnya dari sesuatu yang benar-benar tidak dibutuhkan seperti omong kosong, memandang dan makan. Sekali-kali Anda terpengaruh perbuatan yang buruk seperti berandai-andai (thuulul amal), tergesa-gesa, iri terhadap orang Islam, takabur tidak pada tempatnya atau makan semata-mata karena syahwat dan rakus.

Anda memberikan kepadanya sesuatu yang baginya tidak harus dan Anda tidak khawatir mendapat bahaya darinya, karena tidak ada alasan untuk berlebih-lebihan. Allah telah memperluas segala persoalan bagi hamba-hamba-Nya dengan rahmat-Nya, memperkaya mereka dari sesuatu yang membahayakan dalam urusan agama. Apalagi yang dibutuhkan? Karena menurut seorang ulama saleh sesungguhnya ketakwaan itu sesuatu yang paling mudah. Bila meragukan sesuatu, maka aku akan meninggalkannya. Sebab nafsu itu akan tenang dan terbiasa selama Anda membiasakannya.

Sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair bahwa nafsu adalah:

Nafsu akan merasa senang bila kau senangkan.

Dan bila kau kembalikan ia pada sesuatu yang sedikit, maka ia akan menerima.

Penyair lain berkata:

Dialah nafsu. Apapun yang kau bebankan kepadanya ia pasti mampu memikulnya.

Dan diceritakan bahwa bila engkau membiasakannya pasti ia akan terbiasa.

Penyair yang lain lagi berkata:

Aku menahan diri dari kelezatan sampai nafsuku berpaling.

Aku memaksanya untuk bersabar dan iapun senantiasa bersabar.

Nafsu itu tak lain mengikuti apa yang dilakukan oleh seorang pemuda.

Jika diberi makan maka iapun menginginkannya. Tapi bila tidak, maka iapun merasa puas.

Apabila Anda telah mengetahui ciri-ciri yang kusebutkan tadi, maka Anda akan menjadi bagian dari orang-orang yang berzuhud dari dunia dan mencintai akhirat.

Ketahuilah bahwa yang disebut dengan orang yang berzuhud sama saja dengan diberi seribu nama yang terpuji. Dan Anda termasuk orang-orang yang mengucilkan diri dan memutuskan hubungan dengan masyarakat untuk beribadah kepada Allah Swt., yaitu orang-orang yang merasa tenteram dan berkhidmat kepada Penguasa alam semesta.

Anda pun menjadi orang yang seperti dikatakan oleh seorang penyair berikut ini:

Sekelompok orang merasa sibuk dengan urusan dunia mereka.

Dan sekelompok orang yang lain menyepi untuk Tuhan mereka.

Lalu Allah mengharuskan mereka untuk diam di pintu keridaanNya.

Dan Dia mencukupkan mereka dari seluruh makhluk.

Mereka membariskan telapak kaki di malam hari dan pandangan Dzat yang Maha Melihat selalu menjaganya. Maka beruntung sekali mereka itu. Dan sungguh mereka sangat beruntung dengan penghormatan yang diberikan Allah pada mereka.

Anda juga menjadi bagian dari orang-orang yang berzuhud di hadapan Allah, menjadi orang yang istimewa di antara para hamba Allah. Yakni orang-orang yang difirmankan Allah:

Artinya: Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, tidak ada kekuasaan bagimu atas mereka.(Q.S. Al-Hijr: 42)

Anda juga termasuk orang-orang yang bertakwa, yaitu orangorang yang memiliki keberuntungan dunia dan akhirat. Saat itulah Anda menjadi pertolongan-Nya yang baik serta kemudahan-Nya. Dia-lah Dzat yang mencukupi semua perkara penting. Semoga Allah memberi pertolongan dalam segala kesukaran. Di tangan-Nya tergenggam segala urusan makhluk. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Inilah yang ingin kami kemukakan dalam bab ini.

Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur lagi Maha Agung.[alkhoirot.org]

LihatTutupKomentar