Bab Ilmu, Wudhu, Mandi

Bab Ilmu, Wudhu, Mandi kitab Irsyadul Ibad

Nama kitab: Terjemah Irsyadul Ibad (Irsyad al-Ibad ila Sabilir Rasyad
Judul kitab asal: Irshad al-Ibad ila Sabil Al-Rashad ( إرشاد العباد إلى سبيل الرشاد)
Ejaan lain:
Pengarang: Zainuddin Al-Malibari ( زين الدين عبد العزيز المليباري الفناني)
Nama yang dikenal di Arab: زين الدين المليباري
Kelahiran: India, 1531 M/ 938 H
Meninggal: India, 1583 M
Penerjemah:
Bidang studi: Ilmu tasawuf, akhlak, sufisme

Daftar isi

  1. Bab Ilmu
  2. Bab Wudhu
    1. Pasal Hukum Wudhu
    2. Pasal Sunnah Wudhu
    3. Pasal Makruhnya Wudhu
    4. Pasal Pembatal Wudhu
  3. Bab Mandi
    1. Pasal Yang Mewajibkan Mandi (Pembatal Mandi) 
  4. Kembali ke: Terjemah Irsyadul Ibad

Bab Ilmu

Allah swt berfirman:

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Artinya: “Allah swt mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat.”

Allah swt berfirman:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Katakanlah, apakah sama antara orang-orang yangmengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui.”

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اُطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ فَاِنَّ طَلَبَ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَاِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَطْلُبُ . رواه ابن عبد البر

Artinya: “Dari Anas berkata, Rasulullah saw bersabda: “Tuntutlah ilmu sekalipun berada di negeri Cina, sebab sesungguhnya menuntut ilmu adalah kewajiban yang sangat diperlukan bagi setiap orang muslim. Sesungguhnya malaikat menghamparkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu, lantaran rela terhadap ilmu yangdicari.” (HR. Ibnu Abdil Bar).

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِیَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ، طَلَبُ الْعِلْمِ سَاعَةً خَيْرٌ مِنْ قِيَامِ لَيْلَةٍ وَطَلَبُ الْعِلْمِ يَوْمًا خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَشْهُرٍ . رواه الديلمی

Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra berkata: ‘Menuntut ilmu satu jam lebih baik dari salat semalam. Dan mencari ilmu sehari lebih baik daripada berpuasa selama tiga bulan.” (Addailami).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ سَخْبَرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ كَانَ كَفَارَةً لِمَامَضَى. رواه الترمذی

Artinya: “Sahbarah berkata: ‘Menuntut ilmu bisa menghapus dosa yang lalu.” (HR. Tirmidzi).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللُه عَنْهَا قَالَتْ. مَنِ انْتَقَلَ لِيَتَعَلَّمَ عِلْمًا غُفِرَ لَه قَبْلَ أَنْ يَخْطُوَ رواه الشيرازي

Artinya: “Barangsiapa yang berpindah untuk belajar maka akan diampuni dosanya sebelum melangkah.” (HR. Asy Syairazi).

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ خُيِّرَ سُلَيْمَانُ عَلَيْهِ السَّلَامُ بَيْنَ الْمَالِ وَالْمُلْكِ وَالْعِلْمِ فَاخْتَارَ الْعِلْمَ فَأَعْطَى الْمُلْكَ وَالْمَالَ لِاخْتِيَارِ الْعِلْمِ رواه ابن عساكر والدیلمی

Artinya: “Dari Ibnu Abbas berkata: Nabi Sulaiman as pernah disuruh memilih antara harta benda, kerajaan dan ilmu, lalu memilih ilmu, lalu diberi oleh Allah kerajaan dan harta, lantaran pilihannya kepada ilmu.” (HR. Ibnu Asakir dan Addailamy).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَيُّمَا نَاشِئٍ نَشَأَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ وَالْعِبَادَةِ حَتَّى يَكْبُرَ أَعْطَاهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوَابَ اثْنَيْنِ وَسَبْعِيْنَ صَدِيْقًا. رواه الطبراني

Artinya: “Dari Abu Umamah ra berkata: ‘Barangsiapa orang yang bertambah besar untuk menuntut ilmu dan beribadah hingga usia lanjut, maka akan diberi oleh Allah pahala 72 orang-orang yang bersungguh (shiddiq) di hari kiamat.” (Thabrani).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ الْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ يُحِبُّهُمْ أَهْلُ السَّمَاءِ وَيَسْتَغْفِرُ لَهُمُ الْحِيْتَانُ فِي الْبَحْرِ اِذَا مَاتُوْا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Dari Anas ra berkata: Ulama itu adalah pewaris para Nabi, dicintai oleh penduduk langit (para malaikat) dimintakan ampun oleh ikan-ikan di laut, bila mereka telah meninggal dunia.” (HR. Ibnun Najjar).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ مُعَاوِيَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

Artinya: “Dari Muawiyah dari Nabi saw bersabda: ‘Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah swt akan kebaikan maka difahamkan terhadap ajaran agama.” (HR. Bukhari).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: مَا عُبِدَ اللهُ بَشَيْءٍ أَفْضَلَ مِنْ الْفِقْهِ فِي الدِّيْنِ وَلَفَقِيْهٌ وَاحِدٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ وَلِكُلِّ شَيْءٍ عِمَادٌ وَ عِمَادُ هَذَا الدِّيْنِ الْفِقْهُ. رواه الطبراني والبيهقي

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata: Tidak ada ibadah di sisi Allah yang lebih baik dari memahami ajaran agama. Demi satu orang ‘alim lebih berat bagi setan daripada menggoda seribu orang yang ahli ibadah. Dan setiap sesuatu ada tiangnya dan tiang agama ini (Islam) adalah memahami ajaran agamanya.” (HR. Thabrani dan Al-Baihaqi).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِى قَالَ، رَكْعَتَانِ مِنْ عَالِمٍ اَفْضَلُ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً مِنْ غَيْرِ عَالِمٍ رواه ابن النجار

Artinya: “Dari Muhammad bin Ali berkata: ‘Shalat dua rakaat yang dilakukan oleh seorang ‘alim lebih afdhal daripada tujuh puluh rakaat yang dilakukan oleh orang bodoh.” (HR. Ibnun Najjar).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” خِيَارُ أُمَّتِي عُلَمَاؤُهَا ، وَخِيَارُ عُلَمَائِهَا رُحَمَاؤُهَا ، أَلَا وَإِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ لِلْجَاهِلِ أَرْبَعِينَ ذَنْبًا ، قَبْلَ أَنْ يَغْفِرَ لِلْعَالِمِ ذَنْبًا وَاحِدًا ، أَلَا وإِنَّ الْعَالِمَ الرَّحِيمَ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، وَإِنَّ نُورَهُ قَدْ أَضَاءَ ، يَمْشِي فِيهِ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ ، كَمَا يَسْرِي الكَوْكَبُ الدُّرِّيُّ ”  رواه أبو نعيم والخطب

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata: ‘Sebaik-baik umatku adalah ulamanya, sebaik-baik ulamanya adalah ulama yang belas kasih dengan sesama. Ingat, sesungguhnya Allah swt mengampuni empat puluh dosa orang ‘alim sebelum mengampuni satu dosa dari orang-orang yang bodoh. Ingat sesungguhnya seorang ‘alim yang berbelas kasih dengan sesama akan datang di hari kiamat sedang cahayanya yang dia berjalan di bawahnya telah menerangi apa yang berada di timur dan barat sebagaimana bintang terang di langit.” (HR. Abu Nu’aim dan Al-Khathib).

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: إَذَا مَاتَ الْعَالِمُ صَوَّرَ اللهُ عِلْمَهُ فِي قَبْرِهُ وَيُؤْنِسُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيَدْرَأُ عَنْهُ هَوَّامُ الْأَرْضِ. رواه الديلمی

Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra berkata: ‘Apabila seorang ‘alim meninggal dunia maka ilmunya dijadikan oleh Allah swt sebagai manusia yang menyenangkannya di dalam kuburan hingga hari kiamat dan bisa menangkal serangan binatang jahat di tanah.” (HR. Dailami).

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِیَ اللُه عَنْهُمَا قَالَ: إِذَا اجْتَمَعَ الْعَالِمُ وَالْعَابِدُ عَلَى الصِّرَاطِ قِيْلَ لِلْعَابِدِ اُدْخُلِ الْجَنَّةِ وَتَنَعَّمْ بِعِبَادَتِكَ وَقِيْلَ لِلْعَالِمِ قِفْ هُنَا فَاشْفَعْ لِمَنْ أَحْبَبْتَ فَاِنَّكَ لَا تَشْفَعُ لِاَحَدٍ اِلَّا شُفِعْتَ فَقَامَ مَقَامَ الْاَنْبِيَاءِ. رواه ابو الشيخ والديلمي

Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra berkata: ‘Apabila seorang alim dan orang yang ahli ibadah di dunia berkumpul di jembatan di atas jahanam, lalu dikatakan kepada orang yang ahli ibadah: Masuklah kamu ke surga dan nikmatilah kehidupan di dalamnya lantaran ibadahmu.

Artinya: “Dan dikatakan kepada orang ‘alim: ‘Berhentilah di sini, berilah syafaat kepada orang yang kamu senangi di hari kiamat, sebab sesungguhnya engkau tidak memberi syafa’at kepada seseorang kecuali Allah swt menerima syafa’atmu. Jadi seorang ‘alim itu berkedudukan seperti para nabi.” (Addailami).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ عُثْمَانَ رَضِیَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: أَوَّلُ مَنْ يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ. رواه الخطيب

Artinya: “Dari Usman ra berkata: Permulaan orang yang memberi syafaat pada hari kiamat adalah para Nabi, kemudian para ulama, kemudian para syuhada.” (HR. Al-Khathib).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى غَيْرِهِ كَفَضْلِ النَّبِىِّ عَلَى أُمَّتِهِ. رواه الخطيب

Artinya: “Dari Anas ra berkata: ‘Keutamaan orang ‘alim atas orang lain seperti keutamaan Nabi atas umatnya.” (HR. Al-Khathib).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اَكْرِمُوا الْعُلَمَاءَ فَإِنَّهُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ فَمَنْ اَكْرَمَهُمْ فَقَدْ أَكْرَمَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ

Artinya: “Dari Jabir ra berkata: ‘Hormatilah para ulama, sebab sesungguhnya mereka adalah pewaris para nabi, maka barangsiapa yang menghormat pada mereka berarti menghormat kepada Allah swt dan Rasul-Nya.”

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: مَنْ عَلَّمَ اَيَةً مِنْ كِتَابِ اللهِ أَوْبَابًا مِنْ عِلْمٍ اَنْمَى اللهُ أَجْرَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. رواه ابن عساکر

Artinya: “Dari Abu Said ra berkata: ‘Barangsiapa yang mengajarkan satu ayat dari kitab suci Allah swt atau satu bab ilmu, maka Allah swt mengembangbiakkan pahalanya hingga hari kiamat.” (HR. Ibnu Asakir).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ اَنَسٍ رَضِیَ اللهُ عَنْهُ قَالَ مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الْعَامِلِ. رواه ابن ماجة

Artinya: “Dari Muadz bin Anas ra berkata: ‘Barangsiapa yang mengajarkan ilmu maka dia mendapat pahala orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala orang yang melakukannya.” (HR. Ibnu Majah).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ مُعَاذٍ رَضِیَ اللهُ عَنْهُ قَالَ. لَاَنْ يَهْدِىَ اللهُ بِكَ رَجُلًا خَيْرٌ لَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا. رواه أحمد

Artinya: “Dari Muadz ra berkata: ‘Apabila Allah swt menunjukkan satu orang lelaki lantaran usahamu akan lebih baik bagimu daripada mendapat dunia dan seisinya.” (HR. Ahmad).

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ اَلْغُدُوُّ وَالرَّوَاحُ إِلَى الْمَسَاجِدِ فِي تَعْلِيْمِ الْعِلْمِ اَفْضُلُ عِنْدَ اللهِ مِنَ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ . رواه ابن النجار

Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra berkata: ‘Berangkat di waktu pagi atau sore ke beberapa masjid untuk mengajarkan ilmu akan lebih utama daripada orang yang berjuang dijalan Allah.” (HR. Ibnun Najjar).

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ. اَيُّمَا رَجُلٍ آتَاهُ اللهُ عِلْمًا فَكَتَمَهُ اَلْجَمَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ. رواه الطبراني

Dari Ibnu Mas’ud berkata: “Tiap orang lelaki yang diberi ilmu oleh Allah swt, lalu disimpannya, maka Allah swt akan mengendalikan mulutnya dengan kendali dari api di hari kiamat.” (HR. Thabrani).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَعَى بِهِ وَجْهُ اللهِ لَا يَتَعَلَّمَهُ اِلَّ لِيُصَيِّبَ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيْحَهَا. رواه النسائي

Artinya: “Dan Abu Hurairah ra berkata, Nabi saw bersabda: ‘Barangsiapa yang menuntut ilmu agama yang seharusnya untuk mencari keridhaan Allah swt, tapi dia tidak mempelajarinya kecuali untuk memperoleh harta benda dunia maka tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.” (HR. Nasa’i).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: مَنْ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ اَوْ يُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ اَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوْهَ النَّاسِ أَدْخَلَهُ اللهُ جَهَنَّمَ. رواه ابن ماجه

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata: ‘Barangsiapa yang belajar ilmu untuk menyombongi para ulama dengan ilmu yang diperolehnya, berdebat dengan orang-orang bodoh atau memalingkan pandangan orang banyak kepadanya, maka Allah swt memasukkannya ke neraka Jahannam.” (HR. Ibnu Majah).

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ الْحَسَنِ قَالَ مَا مِنْ عَبْدٍ يَخْطُبُ خُطْبَةً اِلَّا اللهُ سَائِلُهُ عَنْهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا أَرَادَ بِهَا. رواه ابن الدنيا و البيهقي

Artinya: “Dari Al-Hasan berkata: ‘Tidak ada seorang hamba yang berkhutbah kecuali Allah swt menanyakan pertanggungan jawabnya tentang isi khutbah itu pada hari kiamat: ‘Apa yang Dia kehendaki?” (HR. Ibnu Abiddunya dan Al-Baihaqi).

Sayyidina Malik bin Dinar bila berbicara di waktu berkhutbah menangis, lalu berkata: ‘Apakah kamu mengira bahwa aku merasa tenang hatiku dengan apa yang kuketengahkan padamu, bukankah aku telah mengetahui bahwa Allah swt yang akan mempertanggung jawabkan padaku tentang isi khutbah yang kusampaikan kali ini.

Apakah yang kamu kehendaki dengan penyampaian itu? Lalu aku berkata: “Sesungguhnya engkau sebagai saksi yang mengetahui seluk beluk hatiku, seandainya aku tidak mengetahui bahwa apa yang kusampaikan ini lebih kamu cintai aku tak akan menyampaikannya kepada dua orang selamanya.

Guru kami Muhammad bin Abil Hasan Al-Baskri Ashshiddiqi ra dalam wasiatnya kepadaku, berkata: Jadikanlah ikhlas sebagai siarmu baik dalam hal yang akan kamu ketengahkan kepada orang lain atau kamu yang mendengar nasehat daripadanya, dan Jadikanlah etis yang baik apabila berhubungan pada Allah swt, seolah etis ini sebagai hamparanmu.

Dan janganlah kamu enggan mengajarkan ilmu kepada orang yang mau belajar. Sungguhpun demikian kamu harus mengetahui bahwa dalam mengajar itu kamu harus berkomunikasi pada Allah swt seolah-olah Allah senantiasa mengintaimu. Semoga Allah swt memberikan keikhlasan dalam hati kita dalam menuntut ilmu, dalam mengembangkan dan menyiarkanya dan dalam seluruh perbuatan yang baik.

Dalam kitab Al-Ghayah karangan Al-Hishni terdapat keterangan bahwa Dhirar bin Amar berkata: Sesungguhnya ada suatu kaum yang enggan menuntut ilmu, tidak sudi duduk bersama ahlul ilmi, baik pelajar atau ulama, lalu mereka hanya membikin kamar khusus, melakukan shalat, berpuasa sehingga kurus kering, kulitnya telah melekat pada tulangnya.

Tindakan mereka ini ternyata bertentangan dengan ajaran agama, akhirnya kebinasaanlah yang mereka terima. Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Allah, tidak seorangpun yang beribadah dengan kebodohan, kecuali yang merusak lebih banyak daripada yang memperbaiki. Oleh karena itu, dia menyatakan bahwa mereka akan menemui kebinasaan.

Catatan Penting:

Permulaan perkara yang diwajibkan terhadap orang tua dalam mendidik anak-anaknya, hendaklah diberitahu bahwa Nabi Muhammad dilahirkan di Makkah dan wafat di Madinah.

Ketahuilah sesungguhnya permulaan hal yang wajib untuk orang mukallaf (dewasa) hendaklah mempelajari kandungan pengertian dua kalimat syahadat, lantas berupaya agar kepercayaan tersebut mantap, kemudian belajar ilmu tauhid dan sifat-sifat Allah swt, sekalipun tidak mengerti dalil, lalu mempelajari apa yang diperlukan untuk mengerjakan hal yang diwajibkan oleh agama.

Diantaranya seperti mempelajari rukun-rukun shalat, puasa dan beberapa syarat-syaratnya, mengeluarkan zakat apabila mempunyai harta satu nisab, menjalankan haji bila mampu. Kemudian hukum yang berlaku, apabila mau berdagang, tata cara membeli dan menjual, begitu juga syarat dan rukun-rukunnya.

Lebih-lebih yang berkaitan dengan masalah riba,’ begitu juga kewajiban dalam memberi hak bermalam kepada sang isteri, berbuat baik kepada budak-budak. Dan wajib mengetahui tentang obat penyakit-penyakit hati seperti hasud, riya, sombong dan percaya terhadap apa yang ada dalam kitab suci dan hadis.

Bab Wudhu

Baginda Nabi Muhammad saw bersabda:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّی اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَ اَحَدِكُمْ إِذَا اَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ. رواه البخاري ومسلم

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: Allah tidak akan menerima shalat seseorang diantara kamu apabila hadas sehingga berwudhu’ (terlebih dahulu).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ اُمِرَ بِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ تَعَالَى يُضْرَبُ فِي قَبْرِهِ مِائَةَ جَلْدَةٍ فَلَمْ يَزَلْ يَسْأَلُ وَيَدْعُو حَتَّى صَارَتْ جِلْدَةً وَاحِدَةً فَامْتَلَأَ قَبْرَهَ عَلَيْهِ نَارًا فَلَمَّا ارْتَفَعَ عَنْهُ عَلَامَ جَلَدْتُمُوْنِيْ قَالَ إِنَّكَ صَلَّيْتَ صَلَاةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ وَمَرَرْتَ بِمَظْلُوْمٍ فَلَمْ تَنْصُرْهُ. رواه أبو الشيخ

Artinya: “Ibnu Mas’ud meriwayatkan sebagai berikut: Ada seorang hamba Allah swt yang para malaikat diperintahkan memukulnya seratus dera di dalam kuburannya. Namun dia tak segan minta dan berdo’a pada Allah swt (seratus kali dera itu dikurangi, lalu permintaan itu dikabulkan) hingga hukumannya tinggal satu kali dera.

Lalu kuburannya penuh dengan api yang menyala-nyala. Setelah api itu tidak ada, lalu mayat itu bertanya: ‘Atas dasar apa kamu mendera aku?’ Lantas dijawab: “Sesungguhnya engkau pernah melakukan shalat tanpa wudhu’ atau tayammum dan kamu pernah berjalan bertemu dengan orang yang teraniaya tapi kamu tidak mau membelanya”. (HR. Abusy Syekh).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ سَلْمَانَ رَضِیَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَال َالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ تَحَاتَّتْ عَنْهُ ذُنُوْبُهُ كَمَا تَحَاتَّ وَرَقُ هَذِهِ الشَّجَرَةِ . رواه البيهقي

Artinya: “Dan Salman ra berkata, Nabi saw bersabda: ‘Apabila seorang hamba berwudu maka dosanya gugur daripadanya sebagaimana rontoknya daun pohon ini.” (HR. Al-Baihaqi).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ أَوِ الْمُؤْمِنُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ  أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ  رواه مسلم

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi saw bersabda: “Apabila seorang hamba yang muslim atau yang mukmin berwudu, lantas membasuh mukanya maka keluarlah semua dosa kesalahan yang pernah dilihat dengan matanya bersama dengan air (yang jatuh dari wajahnya) atau bersamaan dengan akhir air (yang jatuh daripadanya).

Apabila membasuh kedua tangannya maka akan keluar dari kedua tangannya setiap dosa bersama dengan air, dimana kedua tangannya pernah dibuat menampar (orang yang tidak bersalah), atau bersamaan dengan akhir air yang jatuh daripada keduanya.

Apabila membasuh kedua kakinya maka keluar dari keduanya segala dosa kesalahannya bersama dengan air, dimana keduanya pernah berjalan untuk melakukan kesalahan tersebut atau bersamaan dengan akhir tetesan yang jatuh dari keduanya sehingga seorang yang berwudhu’ akan keluar dalam keadaan bersih dari dosa. (HR. Muslim).

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِیَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: مَنْ تَوَضَّأَ عَلَى طُهْرٍ كُتِبَ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ. رواه أبو داود

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra berkata: ‘Barangsiapa yang berwudhu’ padahal dia masih berwudhu,’ maka dicatat untuknya sepuluh pahala kebajikan.” (HR. Abu Dawud).

Kisah Pertama:

Imam Ghazali pernah bermimpi bertemu dengan sebagian orang yang sudah meninggal dunia, lantas dikatakan kepadanya: ‘Bagaimana keadaanmu?’ Lalu dia menjawab aku pernah melakukan shalat tanpa berwudhu,’ lalu sekarang aku dihadang oleh serigala yang menakutkan aku di dalam kuburan, jadi keadaanku dengannya semakin jelek.

Kisah Kedua:

Pada suatu hari mata Junaid sakit, lalu pergi ke dokter, lalu dibilang: ‘Apabila kamu (Junaid) ingin matamu sembuh, maka janganlah sampai tersentuh dengan air. Namun rupanya Junaid kurang menerima terhadap nasehat dokter itu, setelah pak dokter pergi. Junaid pun segera berwudhu,’lalu shalat dan tidur, ternyata kedua matanya malah sembuh.

Lalu terdengarlah suara hati yang berkata: ‘Junaid telah mengorbankan mata untuk memperoleh keridhaan-Ku.’ Seandainya orang-orang yang durhaka minta padaku dengan sungguh-sungguh sebagaimana kesemangatan Junaid, maka Aku akan mengabulkannya. Ketika sang dokter datang, dan melihat kedua mata Junaid dalam keadaan sembuh, lalu bertanya: ‘Apa yang kamu lakukan untuk matamu?’

Junaid tak segan-segan menjawab: ‘Aku berwudhu,’ lalu shalat. Ketepatan pada waktu itu, dokternya seorang Nasrani, lalu beriman seketika dan berkata: ‘Ini adalah pengobatan yang langsung dari Allah swt, bukan dengan tata cara medis.’ Lalu Junaid berkata: ‘Aku sedang sakit mata dan Engkaulah sebagai dokternya. (Allah swt).’

Kisah Ketiga:

Al-Yafi’i bercerita dari Sahal bin Abdillah berkata: ‘Permulaan keajaiban yang kulihat yaitu sewaktu aku ke tempat yang sunyi senyap, lalu aku pun ingin menetap di situ. Akupun merasa tenang hati dan enak digunakan dzikir kepada Allah swt. Akhirnya tibalah waktu shalat, akupun ingin mengambil air wudhu,’ sekalipun aku sudah berwudhu.’ Sebab aku mempunyai kebiasaan sejak kecil untuk mengambil air wudhu’ apabila menjalankan shalat fardhu.

Ternyata di sekelilingku tidak terdapat air, jadi aku bersedih hati, sebab kebiasaan sejak kecil rupanya sulit ditinggalkan dengan begitu saja. Di saat hatiku masih risau, tiba-tiba ada beruang datang, berjalan di atas kedua kakinya, seolah-olah manusia yang membawa tempat air hijau. Ketika aku melihat beruang itu dari kejauhan, aku kira ada manusia yang akan datang.

Sehingga dia mendekat padaku dan mengucapkan salam, lalu meletakkan tempat air di hadapanku. Akhirnya terlintaslah dalam pikiranku suatu pertanyaan, dari mana tempat air dan air di dalamnya. Lalu beruang itu menjawab: “Wahai Sahal sesungguhnya kami ini binatang buas, kamu telah menggunakan waktu dan tenaga kamu untuk beribadah pada Allah swt dengan penuh kecintaan, dan kita pun tidak segan-segan bertawakkal.’

Ketika kami sedang berbincang-bincang dengan teman kami untuk memecahkan suatu masalah, tahu-tahu ada suara: ‘Ingat sesungguhnya Sahal sedang membutuhkan air untuk memperbarui wudhu,’ lalu aku meletakkan tempat air ini dengan tanganku ke tanah, lalu aku menengok ke samping, tahu-tahu ada dua malaikat yang mengiringiku, lalu aku mendekat pada mereka.

Lalu mereka menumpahkan air dari atas, tak pelak bila aku juga mendengarkan suara air yang berjatuhan ke tempat airku ini. Sahal berkata: ‘Akhirnya aku pun tertelungkup tidak sadar, setelah aku sembuh, tahu-tahu tempat air tadi sudah di letakkan di hadapanku. Sungguh aku gelisah, dimana beruang tadi, entah kemana dia pergi. Akupun tidak mengetahuinya.

Kini aku sedih sebab aku tadi tidak berbicara padanya sewaktu dia pergi menghilang. Ketika aku selesai berwudhu,’ akupun ingin meminumnya, lalu ada suara dari balik lembah: ‘Wahai Sahal kamu belum diperbolehkan untuk meminum air ini.’ Akhirnya tempat itu berputar-putar dengan sendirinya, aku melihatnya pergi namun aku tidak mengerti sampai dimana dia?

Pasal: Hukum-hukum Wudhu

Syarat-syarat wudhu;’

  1. Air mutlak atau dikiranya mutlak,
  2. Islam
  3. Tamyiz (bisa membedakan antara yang baik dan buruk).
  4. Mengetahui fardhu-fardhunya wudhu.’
  5. Tidak boleh mengira yang fardhu menjadi sunah.
  6. Antara kulit anggota orang yang berwudu dan sampainya air ke kulit tidak ada yang menghalangi (suatu misal ada cat di kulit dan lain-lain)
  7. Tidak ada sesuatu yang merobah keadaan air seperti kotoran di pinggir kuku atau za’faran atau minyak cendana.
  8. Mengalirkan air ke seluruh anggota wudhu.’
  9. Masuknya waktu shalat fardhu bagi orang yang terus-menerus hadas (suatu misal orang yang terus menerus mengeluarkan air kencing sekalipun sedikit).

Fardhunya wudhui

  1. Niat mendatangi fardhu wudhu’ atau bersuci untuk menjalankan shalat pada permulaan membasuh muka
  2. Membasuh muka.
  3. Membasuh kedua tangan sampai pada dua siku-siku.
  4. Mengusap sebagian kepala.
  5. Membasuh dua kaki sampai kedua mata kaki.
  6.  

Catatan Kecil:

Apabila seseorang ragu apakah sudah membasuh salah satu anggota wudhu’ ataukah belum, padahal dia di tengah-tengah berwudhu’ maka anggota tersebut dibasuh lagi, begitu juga anggota sesudahnya. Apabila lupa sesudah wudhu’nya selesai maka tidak usah mengulangi lagi.

Sunnahnya Wudhu 

Sunnah-sunnah wudhu’ adalah:

  1. Membaca bismillah sebelum berwudhu.’ Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda:

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَا وُضُوْءَ لَهُ وَلَا وُضُوْءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ . رواه احمد و ابو داود

Artinya: “Shalat tidak sah bagi orang yang tidak berwudhu’ dan wudhu’ tidak sempurna bagi orang yang tidak membaca bismillah (tidak menyebut nama Allah swt).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

  1. Membasuh kedua telapak tangan sebelum dimasukkan ke tempat air.
  2. Bersiwak (menggosok gigi) dengan sesuatu yang kasar kecuali bagi seseorang yang berpuasa setelah matahari condong ke barat. Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda:

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَاَ مَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ. رواه مالك والشافعی

Artinya: “Seandainya aku tidak membikin berat kepada umatku, niscaya kuperintahkan mereka untuk bersiwak pada tiap-tiap berwudhu.” (HR. Imam Malik dan Syafi’i).

  1. Berkumur
  2. Menghirup air dengan hidung, lebih afdhal lagi apabila di masukkan ke hidung hingga bagian dalam bagi orang yang tidak berpuasa. Untuk cara yang terbaik dalam berkumur dan menghirup air dengan hidung hendaklah mengambil air tiga kali dengan telapak tangan, lantas digunakan untuk keduanya dan air itu disemprotkan keluar.
  3. Mengusap seluruh kepala.
  4. Mengusap kedua telinga, luar dan dalam.
  5. Membasuh sela sela rambut jenggot dan godek yang tebal begitu juga membasuh sela-sela jari-jari tangan dengan cara menjalin jari-jari yang kiri ke jari-jari yang kanan.
  6. Membasuh sela-sela jari-jari dua kaki dari arah bawah dengan jari kelingking tangan yang kiri. Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda:

أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ إِذَا تَوَضَّأْتَ فَخَلِّلْ لِحْيَتَكَ. رواه ابن أبي شيبة

Artinya: “Malaikat Jibril pernah datang kepadaku, lalu berkata: “Apabila engkau berwudhu,’ maka basuhlah sela-sela jenggotmu.” (HR. Ibnu Abi Syaibah).

Rasulullah saw juga bersabda:

خَلِّلُوْا بَيْنَ أَصَابِعِكُمْ لاَ يُخَلِّلُ اللهُ بَيْنَهُمَا بِالنَّارِ . ثُمَّ قَالَ وَيْلٌ لِلْاَعْقَابِ مِنَ النَّارِ

Artinya: “Basuhlah sela-sela jarimu, Allah swt tidak akan membakarnya dengan api. Kemudian beliau saw bersabda: “Celaka bagi tumit dari ancaman api neraka.” (HR. Addaraquthni).

  1. Menggosok anggota wudhu.’
  2. Hendaklah seorang yang berwudhu’ (setelah selesai) menghadap kiblat, mengangkat kedua tangannya dan mengarahkan pandangannya ke langit, sekali-pun orang buta lalu membaca do’a sebagai berikut:

أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبُدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.  سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ  أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Setelah itu membaca Surat Inna Anzalnahu.

Rasulullah saw juga bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَاَحْسَنَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ رَفَعَ بَصَرَهُ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الخ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابَ الْجَنَّةَ يَدْخُلُ مِنْ اَيُّهَا شَاءَ. رواه مسلم

Artinya: “Barangsiapa berwudhu’ lalu dilakukannya dengan dan (  أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ   ) baik, kemudian melihat ke langit, membaca seterusnya) maka delapan pintu surga dibuka untuknya, dia boleh masuk dari pintu yang mana yang dikehendaki.” (HR. Muslim).

Dalam hadis lainnya, Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَقَالَ بَعْدَ فِرَاغِهِ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ اِنِّيْ أَتُوْبُ إِلَيْكَ كُتِبَ فُي رِقٍّ ثُمَّ جُعِلَ فِي طَابِعٍ فَلَمْ يُكَسّرْ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. رواه الحاكم

Artinya: “Barangsiapa yang berwudhu,’lalu membaca:

سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ اِنِّيْ أَتُوْبُ إِلَيْكَ

Maka pahalanya ditulis pada kulit, kemudian dicap dan tidak akan robek sampai hari kiamat.” (HR. Al-Hakim).

Rasulullah saw bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang membaca Surat Inna anzalnaahu dan seterusnya setelah wudhu’ sekali maka termasuk orang-orang yang siddiq (bersungguh dalam menjalankan agama).

Dan barangsiapa yang membacanya dua kali maka ditulis dalam setambuk orang-orang mati syahid. Dan barangsiapa yang membacanya tiga belas kali, maka Allah swt kelak akan menghimpunnya bersama paranabi di padang mahsyar kelak.” (HR. Addailami).

  1. Membasuh atau mengusap anggota wudhu’ tiga kali. Dan menghadap kiblat dalam membasuh masing-masing anggota wudhu.
  2. Berniat pada waktu mengerjakan sunah wudhu’ yang pertama kali agar diberi pahala karenanya, begitu juga membacanya dengan pelan-pelan.
  3. Memperhatikan kulit yang mengkerut, saluran air mata dan ekor mata dan menggosoknya dengan air, kalau tidak kotoran mata yang bisa menghalangi sampainya air pada kulit. Kalau memang ada tahi matanya maka menggosoknya dengan telunjuk adalah wajib.
  4. Apabila membasuh wajah, hendaknya mengambil air dengan dua telapak tangan secara bersamaan, tidak usah di tamparkan dan mulai membasuhnya hendaknya dari atas sendiri, jangan dari pertengahan wajah.

Untuk membasuh dua kaki dan kedua tangan disunahkan membasuhnya dari jari-jari, sekalipun ada orang lain yang menuangkan air padanya. Untuk kepala Disunahkan membasuhnya dari arah muka.

  1. Memanjangkan basuhan kedua tangan dan kaki. Dalam hal ini, Baginda Rasullah saw bersabda:

إِنَّ أُمَّتِيْ يَدْعُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوْءِ مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يُطِيْلَ غَرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ. رواه الشيخان

Artinya: “Sesungguhnya umatku di datangkan di hari kiamat dalam keadaan bersinar kedua tangan dan kedua kakinya lantaran bekas air wudhu.’ Oleh karena itu barangsiapa yang bisa memperpanjang cahayanya maka kerjakanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

  1. Mendahulukan yang kanan daripada anggota wudhu.’
  2. Berturut-turut.
  3. Tidak berbicara atau minta tolong di waktu wudhu’ dan setelah wudhu’ juga tidak dihanduki atau dikibas-kibas agar airnya jatuh apabila tidak ada keperluan.
  4. Tidak menggunakan ceret.
  5. Minum air yang tersisa setelah dibuat wudhu.’
  6. Bersungguh-sungguh dalam menyempurnakan wudhu.

Dalam hal ini, Baginda Rasulullah saw bersabda:

تَبْلُغُ الْحِلْيَةُ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ حَيْثُ تَبْلُغُ الْوُضُوْءُ. رواه مسلم

Artinya: “Batas pakaian orang-orang mukmin (pada hari kiamat) adalah sampai dimana batas air wudhu’nya.” (HR. Muslim).

Rasulullah saw bersabda:

لَا يَسْبِغُ عَبْدٌ الْوُضُوْءَ إِلَّا غُفِرَلَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ

Artinya: “Seseorang tidak akan berwudhu’ dengan sempurna kecuali dosa yang dahulu dan yang mendatang akan di ampuni.”

  1. Memercikkan air ke sarungnya yang berdekatan dengan kemaluan setelah berwudhu,’ seperti orang yang habis istinja lalu berwudhu.’ Dalam hal ini, Baginda Rasulullah saw bersabda:

أَتَانِيْ جِبْرِيْججُ فِيْ أَوَّلِ مَا أَوْحَى إِلَىَّ فَعَلَّمَنِيْ الْوُضُوْءَ فَلَمَّا فَرَغَ الْوُضُوْءَ أَخَذَ غُرْفَةً مِنَ الْمَاءِ فَنَضَحَ بِهَا فَرْجَهُ. رواه احمد والحاكم

Artinya: “Malaikat Jibril pernah datang kepadaku, pada masa permulaan aku diberi wahyu, lalu mengajariku tentang tata cara berwudhu, maka ketika selesai wudhu,” lalu mengambil air satu telapak tangan, lalu dipercikkan pada kemaluannya.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).

Tidak disunahkan membasuh leher atau membaca do’a di waktu membasuh anggota wudhu.’ Sebab hadisnya sangat lemah, sehingga tidak perlu dijalankan.

Catatan Kecil:

Seseorang hendaknya berwudhu’ dan membasuh anggota yang wajib belaka, lantaran waktu shalat hampir berakhir, sehingga tidak bisa melakukan shalat secara keseluruhan pada waktunya. Atau boleh juga dikarenakan ketinggalan jama’ah, sebab shalat berjama’ah jelas lebih afdhal dari menigakalikan basuhan kepada anggota wudhu. Begitu juga daripada menjalankan kesunatan wudhu’ yang lain, kecuali menggosok anggota wudhu’ dengan tangan. Keterangan tersebut diatas berlaku apabila seseorang tidak mengharapkan jama’ah lain.

Makruhnya Wudhu

Hal-hal yang dimakruhkan dalam berwudhu:

  1. Berlebihan dalam menggunakan air wudhu.’
  2. Mendahulukan membasuh anggota yang kiri daripada membasuh anggota yang kanan.
  3. Kurang dari tiga kali basuhan atau melebihinya dengan menggunakan air yang bukan diwakafkan. Namun apabila menggunakan air wakafan untuk wudhu’ maka membasuh anggota wudhu’ lebih dari tiga kali diharamkan.

Rasulullah saw bersabda:

هَكَذَا الْوُضُوْءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا وَانْقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ اَوْ ظَلَمَ رواه أبو داود

Artinya: “Demikianlah cara berwudhu,’ barangsiapa yang menambah atau mengurangi, maka sungguh berbuat kejelekan dan dzalim.” (HR. Abu Dawud).

Kisah Pertama:

Syeikh Hasan Assajazi pernah bersama dengan Syekh Ajal Sirri, lantas waktu salat telah tiba, lalu Syekh Ajal Sirri memperbarui wudu dan mungkin demikianlah kebiasaannya, namun kali ini dia lupa tidak membasuh sela-sela jari. Akhirnya terdengarlah suara, entah siapakah yang berbicara:

Wahai Ajal, engkau mengaku termasuk umat Muhammad, engkau mengaku cinta padanya, tapi kamu meninggalkan tindak lakunya.’ Akhirnya Syekh Ajal Sirri bersumpah tidak akan meninggalkan lagi sunah yang pernah dijalankan oleh Rasul mulai sekarang hingga ajal merenggutnya.

Syekh Hasan berkata: ‘Aku bisa melihat Syekh Ajal Sirri seolah-olah tertidur.’ Lalu aku bertanya kepadanya, lalu dia menjawab: ‘Aku sejak aku meninggalkan membasuh sela-sela jari dalam keadaan lupa sampai saat ini masih terkenang peristiwa itu, sehingga aku masih bimbang tidak bisa tidur dengan nyenyak. Kupikir bagaimana wajahku apabila bertemu dengan Muhammad saw?’

Kisah Kedua:

Ada suatu cerita dari Al-Fudhail bin Iyadh, bahwa beliau pernah lupa tidak membasuh kedua tangannya dua kali, lalu shalat lalu tidur pada malam itu juga. Akhirnya dia bermimpi berjumpa dengan Rasul seraya berkata: ‘Wahai Fudhail aku heran melihatmu mengapa kamu meninggalkan sunahku di dalam berwudhu.’ Lalu Fudhail bangun lantaran terketuk hatinya oleh kharisma Rasul.

Dan tanpa menunggu lagi, dia berwudhu’ dan menghukum dirinya menjalankan shalat sunah sebanyak lima ratus rakaat untuk sehari semalam dan dijalankannya selama satu tahun sebagai tebusan perbuatan yang tak layak itu yaitu mengabaikan sunah Rasul dalam berwudhu.

Semoga Allah swt memberikan manfaat kepada kita lantaran mendengar kisah itu dan kisah-kisah para auliya’ yang lain begitu juga semoga kita bisa mengikuti jejak mereka.

Pembatal Wudhu

Perkara yang membatalkan wudhu:

  1. Yakin keluarnya sesuatu dari jalan muka atau belakang sekalipun hanya kentut (selain air mani)
  2. Tidak sadar, lantaran tidur atau mabuk kecuali tidur yang pantatnya masih melekat ke tanah dan dalam keadaan duduk.
  3. Menyentuh jalan muka atau belakang dengan tapak tangan bagian dalam
  4. Tersentuhnya kulit lelaki dan perempuan yang sudah besar dan bukan mahramnya.

Perkara yang diharamkan sebab hadas kecil:

  1. Menjalankan shalat.
  2. Melakukan thawaf.
  3. Menyentuh atau membawa kertas yang di dalamnya ada tulisan Alquran untuk belajar. Berlainan dengan Alquran yang menggunakan terjemahnya atau ada keterangan lain sekiranya banyak keterangan terjemahnya dibanding dengan tulisan ayat-ayat Alquran.

Begitu juga tidak diharamkan membalikkan kertas Alquran dengan kayu petunjuk yang biasanya digunakan para ibu untuk mengaja anak-anaknya. Oleh karena itu, bagi para orang tua hendaknya melarang kepada anak yang belum tamyiz untuk memegang Alquran.

Atau papan yang terdapat tulisan Alquran sekalipun tulisan itu merupakan satu ayat yang sempurna. Untuk anak yang sudah tamyiz maka diperbolehkan memegang Alquran lantaran ada keperluan belajar dan lain-lain.

Bab Mandi

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضْیَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَغَابَتِ الْحَشَفَةُ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ اَنْزَلَ اَوْ لَمْ يَنْزِلْ. رواه الطبراني

Artinya: “Dari Ibnu Umar berkata, Rasullah saw bersabda: “Apabila dua kemaluan (antara lelaki dan perempuan) bertemu dan ujung dzakar (lelaki yang seperti topi baja) itu sudah menyelam (pada kemaluan wanita). Maka sungguh telah diwajibkan mandi (jinabat), sekalipun keluar mani (dari pihak lelaki atau wanita) atau tidak mengeluarkannya.” (HR. Thabrani).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَرَاَی بَلَلًا وَلَمْ يَرَاُه احْتَلَمَ اِغْتَسَلَ وَاِذَا رَاَى اَنَّهُ احْتَلَمَ وَلَمْ  يَرَى بَلَلًا فَلَا غُسْلَ عَلَيْهِ. رواه النسائي وابن ماجه

Artinya: “Dari Sayyidah Aisyah berkata: ‘Apabila seseorang bangun dari tidurnya kemudian melihat basah (pada pakaiannya yang ada kemiripan dengan air mani), tapi dia tidak terasa bermimpi maka wajib mandi (jinabat). Apabila dia merasa bermimpi (mengeluarkan air mani) tapi tidak ada bekas basah (pada pakaiannya) maka tidak diwajibkan mandi (jinabat) padanya.” (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah)

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ إِذَا وَجَدَتِ الْمَرْأَةُ فِي الْمَنَامِ مَايَجِدُ الرَّجُلُ فَلْتَغْتَسِلْ. رواه سمویه

Artinya: “Dari sahabat Anas ra berkata: ‘Apabila seorang perempuan bermimpi di waktu tidur dan menjumpai sebagaimana yang dijumpai oleh lelaki (keluar air mani) maka wajib mandi (jinabat).” (HR. Samweh).

Rasulullah saw bersada:

عَنْ ابْنْ عَبَّاسٍ أَنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَحْضُرُ الْجُنُبَ وَلَا الْمُتَضَمِّخَ بِالْخُلُوْقَ حَتَّى يَغْتَسِلَا. رواه الطبراني

Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra berkata: ‘Sesungguhnya malaikat tidak akan hadir pada orang yang lagi junub atau berlumuran dengan parfum sehingga keduanya mandi.” (HR. Thabrani).

Rasulullah saw bersabda:

لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيْهِ صُوْرَةٌ وَلَا كَلْبٌ وَلَا جُنُبٌ

Artinya: “Malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapa tgambar (makhluk bernyawa), anjing dan orang junub.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعْرَةٍ مِنْ كِتَابَةٍ لَمْ يَغْسَلْهَا فُعِلَ بِهِ كَذَا وَكَذَا مِنَ النَّارِ قَالَ عَلْيٌّ فَمِنْ ثَمَّ عَادَتْ شَعْرَ رَأْسِي وَكَانَ يَجُرُّ شَعْرَهُ

Artinya: “Dari Ali bin Abi Thalib ra berkata: ‘Barangsiapa yang berjinabat tidak membasuh tempat satu rambut maka dia dibakar api secara demikian secara demikian.’ Sayyidina Ali berkata: ‘Oleh karena itu aku memusuhi rambut kepalaku. Dia memang sering mencukurnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعْرَةٍ جَنَابَةً فَاغْسِلُوْا الشَّعْرَ وانْقُوْا البَشَرَةَ

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata: ‘Sesungguhnya di bawah sehelai rambut terdapat jinabat (bagi orang yang junub) oleh karena itu basuhlah rambut dan bersihkan kulit.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِیَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: لَا يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَلَا الْحَائِضُ شَيْئًا مِنَ الْقُرآنِ

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra berkata: ‘Seorang yang junub dan wanita yang haid tidak diperbolehkan membaca seayat Alquran.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: وَجِّهُوْا هَذِهِ الْبُيُوْتَ عَنِ الْمَسْجِدِ فَاِنِّيْ لَا أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَ لَا جُنُبٌ

Artinya: “Dari Aisyah berkata: ‘Hadapkan rumah-rumah ini ke lain masjid, sebab sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid untuk ditempati orang haid dan junub.” (HR. Annasa’i).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ مَنْ اَتَى حَائِضًا فِي فَرْجِهَا أَوِ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّی اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: ‘Barangsiapa bersetubuh melalui farji isteri yang lagi haid atau menggauli isteri melewati jalan belakangnya atau mendatangi tukang tenung (untuk minta ditebak masa depannya lalu percaya) maka sungguh telah mengkufuri ingkar terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا فَاَرَادَ اَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ لِلصَّلَاةِ. رواه الشيخان

Artinya: “Dari Sayyidah Aisyah berkata: ‘Rasulullah saw apabila dalam keadaan junub, lalu ingin makan, atau tidur maka berwudhu’ sebagaimana wudhu’nya untuk melaksanakan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الخُدْرِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ اَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُوْدَ فَلْيَتَوَضَّأْ بَيْنَهُمَا. رواه مسلم

Artinya: “Dari Abu Said Al-Khudry ra berkata: ‘Apabila seseorang diantara kamu mendatangi istrinya (jima’), kemudian ingin mengulangi lagi (bersetubuh lagi) maka hendaklah berwudhu’ antara keduanya (antara jima’ yang pertama dan jima’ yang kedua).” (HR. Muslim).

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِیَ اللهُ عَنْهُ قَالَ إْنَّ اللهَ يَنْهَاكُمْ عَنِ التَعَرِّي فَاسْتَحْيُوْا مِنْ مَلَائْكَةِ اللهِ الَّذِيْنَ لَا يُفَارِقُوْنَكُمْ إِلَّا عِنْدَ ثَلَاثَةِ حَالَاتٍ الغَائِطِ وَ الْجَنَابَةِ وَالْغُسْلِ فَإِذَا اغْتَسَلَ اَحَدُكُمْ بِالْعَرَاءِ فَلْيَسْتَتَرْ بَثَوْبِهِ أَوْ بَجَذَمَةَ حَائِطٍ أَوْ بِبَعِيْرِهِ

Artinya: “Dari Ibnu Abbas berkata: ‘Sesungguhnya Allah swt melarangmu melepaskan pakaian sampai telanjang, oleh karena itu, bersikaplah malu kepada para malaikat yang tidak henti mendampingimu kecuali pada tiga keadaan: buang air besar, jinabat dan mandi.

Apabila salah seorang diantaramu mandi di tempat yang lapang maka hendaklah membikin tabir dengan pakaiannya (baik dikenakan agar auratnya tidak tampak atau dijadikan tabir) atau dinding atau dengan untanya.” (HR. Al-Bazzar).

Rasulullah saw bersabda:

عَنِ ابْنِ جُرَيْحٍ قَالَ بَلَغَنِيْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ فَإِذَا هُوَ بِأَجِيْرٍ لَهُ يَغْسِلُ عَارِيًا فَقَالَ لَا أَرَاكَ تَسْتَحْيِ مِنْ رَبِّكَ خُذْ اِجَارَتَكَ لَا حَاجَةَ لَنَا بِكَ

Artinya: “Dari Ibnu Juraih ra berkata: ‘Telah sampai suatu cerita kepadaku bahwa Nabi saw pernah keluar, kemudian menjumpai pembantunya mandi dalam keadaan telanjang, lalu Nabi saw bersabda: Aku melihatmu tidak malu kepada Tuhanmu. Ambillah gajimu dan pergilah, aku tidak membutuhkan tenagamu lagi.” (HR. Abdur Razzaq).

Kisah Pertama:

Aban bin Abdillah Al-Bajali bercerita, ada seorang tetangga kita meninggal dunia, lalu kita mengikuti acara pemandian dan mengantarkan jenazahnya sampai pada kuburan, tahu-tahu di kuburan ada binatang yang hampir mirip dengan kucing.

Kami singkirkannya dan kami bentak agar berpindah, tapi dia tetap berada di situ tidak menyingkir dan tidak berpindah dari tempatnya. Lalu Penggali kubur tak ambil pusing lagi, akhirnya dipukul dahi binatang tersebut. Sungguhpun demikian tidak mau berpindah dari tempat tersebut.

Akhirnya orang-orang kampung mencoba menggali kuburan baru, namun ketika selesai dan membikin liang lahad, tahu-tahu binatang tadi sudah nongol di situ. Akhirnya mereka berupaya untuk menyingkirkannya, tapi usahanya tetap tidak berguna lagi. Akhirnya mereka berkata: ‘Sesungguhnya kejadian seperti itu sama sekali tidak pernah menjumpainya. Oleh karena itu, pendamlah temanmu ini, lalu mereka memakamkan di situ.’

Ketika bata merah dipasang dengan baik, tahu-tahu kami terdengar suara tulang yang dimakan binatang. Lalu pamanku dan beberapa orang yang mengikutinya pergi ke rumah istrinya seraya menanyakan: Apakah yang dilakukan oleh suamimu dan mereka juga memberitahukan apa yang terlihat di pemakamannya. Lalu dijawabnya: Bahwa suaminya tidak mandi jinabat.

Kisah Kedua

Al-Ghazali pernah bercerita bahwa ada seorang lelaki bermimpi bertemu dengan orang yang sudah meninggal, lalu orang yang meninggal itu ditanya: Apa yang dilakukan oleh Allah swt kepadamu, dia menjawab: “Aku pernah tidak mandi jinabat pada suatu hari, sekarang aku diselimuti dengan api, aku tidak bisa keluar daripadanya.’

Kisah Ketiga

Syekh Al-Yafi’i pernah bercerita bahwa Syekh Izzuddin bin Abdissalam pernah bermimpi mengeluarkan air mani pada malam amat dingin, lalu pergi ke air, tahu-tahu airnya membeku, lalu dicairkan hingga bisa dibuat mandi jinabat. Dalam keadaan dingin yang sedemikian rupa ini hampir saja tidak panjang umurnya, lantaran udara yang amat dingin mencekik pernafasannya.

Setelah itu, bermimpi mengeluarkan air mani lagi, lalu datang ke tempat air, lalu mandi, namun kali ini dia pingsan. Setelah sadar ia mendengar suara yang mengatakan: ‘Sungguh aku akan menggantimu kemuliaan dunia dan akhirat karena usahamu untuk memperoleh ridha-Ku.

Semoga kita diberi kemuliaan oleh Allah swt, sehingga kita bisa berkumpul dengan Izzuddin bin Salam di akhirat kelak.

Yang Mewajibkan Mandi (Pembatal Mandi)

Diantara sebab-sebab yang mewajibkan seseorang untuk mandi adalah:

  1. Jinabat, lantaran keluar air mani atau bersetubuh.
  2. Haid
  3. Nifas
  4. Wiladah (melahirkan)
  5. Masuk Islam

Syarat-syarat mandi:

  1. Air mutlak.
  2. Tidak ada sesuatu yang menghalangi antara kulit dan air yang sampai padanya.
  3. Tidak ada sesuatu yang merubah keadaan air, seperti kotoran di pinggir kuku, za’faran, minyak cendana atau daun bidara.

Fardhunya mandi:

  1. Niat menjalankan kewajiban mandi, atau menghilangkan jinabat (hadas besar)
  2. Meratakan air ke seluruh tubuh, sehingga kulup bagi orang yang belum disunat.

Catatan Kecil

Tidak wajib meratakan air ke seluruh tubuh dengan yakin akan tetapi cukup menurut perkiraan sudah rata, dan tidak ada anggota tubuh yang ketinggalan tidak terbasuh.

Perkara yang disunahkan dalam mandi:

  1. Membaca bismillah.
  2. Menghilangkan kotoran tubuh.
  3. Berwudhu’ sebelum mandi.
  4. Membasuh sela-sela jari kaki atau kedua tangan, begitu juga memperhatikan pada kulit yang mengkerut, saluran air mata dan ekor mata.
  5. Menggosok seluruh tubuh yang bisa dilakukan dengan tangan.
  6. Mendahulukan sisi yang kanan.
  7. Menghadap kiblat.
  8. Tidak minta tolong kepada orang lain dalam menuangkan air
  9. Membaca dua kalimat syahadat sesudahnya.
  10. Menigakalikan basuhan.
  11. Berturut-turut.

Perkara yang dimakruhkan di dalam mandi:

  1. Berlebihan dalam menggunakan air.
  2. Tidak berwudhu’ sebelumnya dan tidak berkumur atau menghirup air dengan hidung. [alkhoirot.org : Terjemah Irsyadul Ibad]
LihatTutupKomentar