Bab 8: Sembilan Induk Segala Kesalahan

Sembilan Induk Segala Kesalahan Nabi saw bersabda: Allah telah memberikan hayau kepada musa bin imran di dalam taurat Sungguh pokok segala kesalahan

Sembilan Induk Segala Kesalahan

 Nama kitab:  Terjemah Nashaihul Ibad, Nashoihul Ibad (kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)
Judul kitab asal: Nashaih Al-Ibad fi Bayani Munabbihat li Yaumil Ma'ad li Ibn Hajar Al-Asqalani ( نصائح العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد لابن حجر العسقلاني)
Ejaan lain:  Nashoih Al-Ibaad
Pengarang: Nawawi bin Umar al-Bantani Al-Jawi Al-Indunisi (محمد نووي بن عمر بن عربي بن علي  الجاوي  البنتني الإندونيسي)
Nama yang dikenal di Arab: محمد نووي بن عمر الجاوي
Kelahiran: 1813 Masehi; 1230 H,   Tanara, Banten, Indonesia
Meninggal: 1897 M;  1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H /22 Februari 1274 M
Penerjemah:
Bidang studi: Tasawuf, Akhlaq
Guru Nawawi Banten antara lain: Khatib asy-Syambasi, Abdul Ghani Bima, Ahmad Dimyati, Zaini Dahlan, Muhammad Khatib, KH. Sahal al-Bantani, Sayyid Ahmad Nahrawi, Zainuddin Aceh
Murid Nawawi Banten antara lain: KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Khalil Bangkalan, KH. Asnawi Kudus, KH. Mas Abdurrahman, KH. Hasan Genggong, Sayid Ali bin Ali al-Habsy

Daftar isi

  1. BAB VIII NASEHAT TENTANG SEMBILAN PERKARA 
    1. Sembilan hal sebagai induk segala kesalahan
    2. Sembilan Tanda bagi Orang yang Beribadah
    3. Sembilan Anak Iblis
    4. Sembilan Kemuliaan bagi Orang yang Memelihara Salatnya
    5. Menangis dan Keutamaannya
  2. Download Terjemah Nashoihul Ibad (pdf)
  3. Kembali ke: Terjemah Nashaihul Ibad

BAB VIII NASEHAT TENTANG SEMBILAN PERKARA

Nabi saw bersabda: Allah telah memberikan hayau kepada musa bin imran di dalam taurat

Sungguh pokok segala kesalahan ada tiga, yaitu satu sombing , dua hasud dan tiga rakus. Dari yang tiga itu muncullah enam macam yang lainnya, sebiggga menjadi sembilan , yaitu kenyang, tidur, bersang sengan mencintai harta, mencintai pujian dan cinta jabatan

Mengenai sikap sombong  itu menolak kebenaran dan meremekan orang lain

Barang siapa merasa dirinya agung dan meilhat orang lain rendah maka ia terbilang orang yang sombong

Tentang hasud muawiyah berkata

“Tidak ada kejahatan yang lebih parah daripada dengki. Orang yang dengki dapat membunuh sebelum dia sampai orang yang dia dengki.” Rakus dalam menghadapi dunia, Malik bin Dinar r.a. berkata: “Jika badan sakit, maka tidak berguna makanan, minuman, hidup dan kesenangan. Begitu pula jika hati sudah mencintai dunia, maka tidak akan berguna nasihat.”

Mencintai harta. Sayid Abdullah Al-Haddad berkata:

“Engkau harus mengeluarkan dari hatimu rasa cinta terhadap emas dan perak, sehingga dua benda itu engkau pandang seperti batu dan tanah.”

Demikian pula rasa cinta terhadap pujian, hendaknya dapat dihilangkan sesempurna mungkin, sehingga dipuji atau dicela dapat dirasakan sama saja.

Akan halnya cinta kekuasaan atau pangkat dan jabatan, hendaknya dapat dihilangkan secara total, sehingga rasanya sama saja antara menjadi perhatian orang atau diabaikan orang. Cinta pangkat atau jabatan itu lebih berbahaya dibanding cinta harta, walaupun kedua-duanya menunjukkan adanya indikasi kecintaan terhadap duniawi. Pangkal kecintaan pangkat atau jabatan adalah cinta keagungan, padahal keagungan itu salah satu sifat Allah. Sedang pangkal cinta harta adalah kegemaran hidup penuh nikmat, di mana kegemaran seperti ini adalah sifat binatang.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:

“Mereka yang beribadah ada tiga golongan, masing-masing mempunyai tanda-tanda untuk dapat diketahui: Golongan pertama, beribadah kepada Allah dalam kerangka takut kepada-Nya. golongan kedua, beribadah kepada Allah dalam kerangka mengharap anugerah-Nya. Golongan ketiga, beribadah kepada Allah dalam kerangka cinta kepadaNya. Golongan pertama ditandai tiga hal: Melihat dirinya hina, merasa kebajikannya sedikit dan merasa kejelekannya banyak. Golongan kedua, ditandai tiga hal: Ia mengikuti semua hal ihwal manusia, ia dermawan kepada orang lain dan zuhud terhadap dunia dan ia berbaik sangka kepada Allah dalam menghadapi semua makhluk. Dan golongan ketiga juga ditandai dengan tiga hal: Ia memberikan sesuatu yang disenangi dan tidak peduli setelah Tuhannya rida, mengerjakan bekerjaan yang membuat benci nafsunya dan: tidak melayaninya sesudah dia beroleh rida Tuhannya, dan di dalam segala hal ihwal hidupnya selalu bersesuaian dengan Tuhannya, baik mengenai perintah maupun apa yang dilarang-Nya.”

Orang yang beribadah kepada Allah dalam kerangka cinta kepadaNya, ialah sampai tingkat bahwa Allah merupakan Zat yang paling ia cintai, bahkan tiada kekasih baginya melainkan Allah Ta’ala. Adapun timbul cinta itu sendiri, dapat disebabkan oleh dua hal, jika ditinjau dari pihak yang dicintai:

  1. Karena ia sempurna. Bagi orang yang tertarik mencintai sesuatu karena kesempurnaannya, maka kesempurnaan pada makhluk atau juga mungkin mahligai keindahan yang menampak darinya, maka . sesungguhnya Allah saja yang memberinya kesempurnaan dan keindahan itu, karena Dia pulalah yang mewujudkannya.
  2. Karena telah berhasil diperoleh jasa darinya. Bagi orang yang mencintai sesuatu karena keberhasilannya memperoleh jasa dari sesuatu tersebut, hendaknya melihat juga bahwa tiada pemberian kebaikan, penghormatan, tiada pula pemberian nikmat kepadanya dan kepada orang-orang lain, melainkan Allah selalu Maha Pemurah dan mencurahkan semuanya itu sekadar karena pancaran sifat kemurahan-Nya.

Sehubungan dengan ini pula, ketahuilah bahwa manusia ada tiga macam:

  1. Seorang manusia yang sering bergaul, baginya harus banyak mempunyai rasa takut, agar menjauhi berbagai kemaksiatan, kecuali ketika hendak meninggal dunia, sebaiknya harapannya harus lebih banyak daripada rasa takutnya, Nabi saw. bersabda:

“Jangan sampai salah satu dari kalian mati,  melainkan dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah. “

  1. Orang yang belum mampu mengamankan dirinya sendiri, karena masih banyak meninggalkan perintah-perintah agama dan tenang-tenang saja dalam menggeluti larangannya. Bagi orang seperti ini, seyogianya mempunyai rasa takut yang sebanding dengan harapannya. Nabi saw. bersabda:

“Kalau ditimbang Khauf orang mukmin dan harapannya, maka keduanya akan seimbang.”

Ini adalah sikap kebanyakan orang mukmin.

  1. Seorang hamba yang kembali kepada Tuhannya, tenteram jiwanya dan hilang kegelapan syahwatnya, karena terbit cahaya taqarubnya (pendekatan diri kepada Allah). Tidak ada kelezatan baginya, melainkan bermunajat kepada-Nya dan tidak ada kesenangan, melainkan hanya beribadah kepada-Nya, maka harapannya itu menjadi kerinduan dan kecintaan serta rasa takutnya berbentuk penghormatan dan kepatuhan.

Hal tersebut di atas dijelaskan oleh Sayid Syekh Abdullah bin Alawi Al-Haddad r.a.

Mengenai kesanggupan memberikan sesuatu yang dicintai oleh diri sendiri, Allah berfirman:

“Kamu tidak akan mendapatkan kebaikan, hingga kamu menafkahkan harta yang menjadi kesenangan kalian.” ”(Q.S: Aali Imran: 92).

Orang yang beribadah karena cinta, di antara tandanya’dia mengamalkan suatu pekerjaan yang membuat benci nafsunya, seperti berbagai amal kebaikan.

Kebaikan adalah sumber rida Allah, karena itu maka merupakan sesuatu yang dibenci oleh setan. Disebut dalam hadis:

“Aku berlindung kepada Allah dari bayahnya ujian, kecuali ujian yang membawa kemuliaan di sisi Allah.”

Umar r.a. berkata:

“Sesungguhnya keturunan setan ada sembilan: Zallaitoun, Watsin, Laqous, A’wan, Haffaf, Murrah, Masouth, Dasim dan Walhan. Si Zallaitoun bertugas mengelola penggodaan pasar-pasar, di sinilah ia mengibarkan panji-panji. Si Watsin bertugas mengelola penggodaan pada bencana (musibah). Si A’wan-bertugas menggoda pejabat. Si Haffaf bertugas menggoda pada pemabuk. Si Murrah bertugas menggoda pada permainan seruling. Si Lagous bertugas menggoda orang Majusi. Si Masouth bertugas mengelola pengacauan pada berita-berita, sehingga para penerima berita tidak tahu lagi dari mana sumbernya. Si Dasim bertugas mengelola penggodaan rumah-rumah, sehingga jika suami datang tidak memberikan salam serta tidak pula menyebut Asma Allah, lalu ia kobarkan api pertengkaran sampai akhirnya terjadi talak, khuluk, atau tamparan oleh suami itu kepada istrinya. Dan si Walhan. bertugas menimbulkan was-was dalam wudu, salat, dan ibadah-ibadah lain.”

Dimaksud setan di sini adalah iblis, dan anak iblis disebut Izazil. Karena Izazil ada yang bernama Murrah, seperti keterangan yang akan diuraikan di sini, maka iblis juga bergelar Abu Murrah. –

Zallatoun dipanggil juga Zallanbour, dalam melaksanakan tugasnya menggoda para pedagang di pasar, agar gemar omong, sumpah palsu, memuji dagangan sendiri, berbohong terhadap takaran dan timbangan. Di dalam sebuah kamus disebutkan, bahwa tugas Zallaitoun atau Zallanbour ini adalah memisahkan antara suami dan istrinya dan membeber aib seorang wanita kepada suaminya.

Watsin, selaku pengelola bencana, dalam menunaikan tugasnya ia menggoda agar si korban suka berteriak-teriak, memukul-mukul diri sendiri dan sebagainya. Ada yang mengatakan, bahwa setan bencana adalah Tabar.

Sedang si A’wan, dalam menunaikan tugasnya bisa saja dengan mempengaruhi pejabat, agar berbuat aniaya. Dan si Affaf maupun si Murrah, juga bertugas seefektif mungkin.

Laqous dipanggil juga Lagis. Ada yang mengatakan bahwa Lagis dan Walhan bersama-sama bertugas melakukan godaan pada thaharah (bersuci) dan salat. Di sini mereka berusaha menimbulkan was-was. Sebagian ulama menyebutkan pengganti Lagous, Murrah dan Haffaf dengan tiga anak iblis lagi, yaitu:

  1. A’war, ia bertugas pada perzinahan. Ia meniup kemaluan laki-laki dan pantat wanita.
  2. Wasnan, ia bertugas menggoda orang tidur. Ia membebani kepala dan menarik pelupuk mata, agar tetap tidur dan tidak bangun untuk mengerjakan salat dan yang lainnya. Tapi ia suka membangunkan orang tidur untuk diajak melakukan perbuatan jelek, seperti zina dan yang lainnya.
  3. Abyadh, ia bertugas menggoda para nabi dan wali. Adapun para nabi, mereka selamat daripada godaannya. Sedang para wali, selalu berjuang dalam menghadapi godaannya. Siapa yang diselamat-kan Allah, maka selamatlah. Dan siapa yang tidak diselamatkan, maka terperangkap dalam jaring godaannya.

Masouth, dipanggil juga Mathoun. ‘

Dasim, dalam menunaikan tugasnya, ia mengobar-ngobarkan api pertikaian antara suami-istri, agar terjadi perceraian di antara keduanya. Pendapat lain mengatakan, Dasim adalah nama untuk setan yang bertugas menggoda pada makanan. Ia masuk rumah dan makan bersama orang yang digoda, jika tidak menyebut Asma Allah di kala masuk rumah dan di kala akan makan. Ia juga tidur bersama, jika alas tidur dan pakaian tidak dilipat rapi dengan dibacakan Basmalah.

Adapun Walhan, dalam melaksanakan tugasnya, dia suka mengganggu wudu, salat dan ibadah lainnya. Ada yang mengatakan Walhan adalah yang suka mengganggu ketika bersuci, dia suka menanamkan rasa was-was pada manusia, sehingga dalam bersuci memperbanyak pemakaian air. Dari Ali r.a., dari Rasulullah saw., beliau bersabda:

“Dalam berwudu terdapat setan yang menggoda, ia bernama Walhan, maka peliharalah dirimu, atau beliau berkata: Berhati-hatilah kamu.”

Adapun setan yang mengganggu dalam salat bernama Khanzab, seperti dijelaskan dalam kamus. –

Utsman r.a. berkata:

“Barangsiapa memelihara salat yang lima pada waktunya, dan kontinu dalam melaksanakannya, maka Allah memuliakannya dengan sembilan kemuliaan, yaitu dicintai Allah, badan selalu sehat, dijaga oleh malaikat, turun berkah pada rumahnya, akan tampak pada wajahnya tanda orang yang saleh, Allah akan melembutkan hatinya, akan melewari shirath (titian) secepat kilat, akan diselamatkan oleh Allah dari api neraka, dan Allah akan menempatkannya beserta orang-orang yang tidak takut dan tidak sedih.”

Yang dimaksud dengan mereka yang tidak takut dan tidak sedih di sini, ialah para wali yang besar.

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Lima salat, barangsiapa yang memeliharanya, maka ia memperoleh nur dan burhan (bukti kebenaran diri), juga keselamatan di hari Kiamat. Barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka tidak akan mempunyai nur (cahaya), burhan dan tidak memperoleh keselamatan. Pada hari Kiamat dia beserta Firaun, Oarun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” | (H.R. Ibnu Nashr).

Dari Ali r.a.:

“Ada tiga latar belakang menangis: Pertama, menangis karena takur terkena siksa Allah. Kedua, menangis karena takut terkena murka Altah. Ketiga, takut diputuskan dari rahmat-Nya. Menangis yang pertama dapat melebur dosa-dosa, menangis kedua dapat membersihkan berbagai aib, dan adapun menangis ketiga adalah menjadi wali atau kekasih Allah dan beroleh rida yang dikasihi (Allah)…”

Komentar selanjutnya:

“Peleburan dosa membuahkan keselamatan dari siksa, dan bersih dari berbagai aib membuahkan kenikamatan yang abadi dan derajat yang tinggi (di surga). Kedudukan wali dan rida Allah akan membuahkan kegembiraan yang memuncak dari Allah dengan limpahan rida-Nya, serta beroleh kesempatan melihat langsung Zat Allah, mendapat kunjungan para-malaikat dan bertambah keutamaan.”

Menurut Ali r.a., menangis yang baik ada tiga sebab, yaitu:

  1. Sebab takut terhadap siksa Allah.
  2. Sebab takut dari murka Allah swt.
  3. Sebab takut diputuskan, yakni takut jauh dari.Allah dan Allah berpaling darinya.

Faedah dari yang pertama, untuk menutupi berbagai dosa, yang kedua untuk membersihkan berbagai noda, yang ketiga untuk berdiri di sisi Tuhannya serta mendapat keridaan yang dicintai, yaitu Allah swt.

Adapun buah tertutupi dosa, adalah keselamatan dari siksa di akhirat. Buah membersihkan noda adalah kesenangan yang tetap dan terusmenerus, dan mendapatkan derajat yang tinggi di dalam surga. Buah mendapat keridaan-Nya adalah melihat Zat Allah swt. dan malaikat berkunjung kepadanya serta bertambah keutamaan, yakni kebaikan. [alkhoirot.org]

LihatTutupKomentar