Mengapa terjadi Perbedaan Penetapan Idul Adha

Mengapa terjadi Perbedaan Penetapan Idul Adha Menjelang Hari Kaya Idul Adha 1423 H, di kalangan masyarakat awam beredar pertanyaan soal perbedaan pene

Mengapa terjadi Perbedaan Penetapan Idul Adha

Judul buku, kitab: Ilmu Falak Praktik
Penulis dan Penerbit:
Sub Direktorat Pembinaan Syariah Dan Hisab Rukyat
Direktorat Urusan Agama Islam & Pembinaan Syariah
Direktokrat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Kementerian Agama Republik Indonesia
Bidang studi: Ilmu falak,
Nama lain dari ilmu falak: ilmu hisab, ilmu rashd, ilmu miqat, ilmu haiah.

Daftar isi

  1. Memahami Perbedaan Penetapan Idul Adha
    1. Biasa Terjadi di Indonesia
    2. Hisab-Rukyah Idul Adha  
    3. Bagaimana Kita Meyakini?
  2. Kembali ke buku: Ilmu Falak dan Hisab Praktis

Memahami Perbedaan Penetapan Idul Adha [163]

Menjelang Hari Kaya Idul Adha 1423 H, di kalangan masyarakat
awam beredar pertanyaan soal perbedaan penetapan Idul Adha antara
Indonesia dan Makah (Arab Saudi). Mengapa perbedaan penetapan itu
bisa terjadi, padahal keduanya sama-sama pakai rukyat? Pemerintah Arab
Saudi mengumumkan awal Dzulhijjah 1423 H jatuh pada Minggu, 2
Februari 2003, sehingga wukuf di Arafah jatuh pada 10 Februari 2005.
Dengan demikian, Idul Adha 1423 H jatuh pada 11 Februari 2003.

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Agama Prof Dr KH Said
Agil Al-Munawar MA, berdasarkan rukyat menetapkan bulan Dzulga'dah
1423 H harus disempurnakan 30 hari (diistikmalkan), sehingga awal
Dzulhijjah 1423 H jatuh pada Senin, 3 Februari 2008 dan Hari Raya Idul
Adha 1423 H jatuh pada Rabu, 12 Februari 2003.

Sementara itu, PP Muhammadiyah berdasarkan hisab wujudul
hilal menetapkan waktu Idul Adha 1423 H sama dengan Pemerintah Arab
Suadi, yakni 11 Februari 2003. Mengapa hisab Muhammadiyah sama
dengan rukyat Arab Saudi? Mengapa rukvat Indonesia berbeda dari
rukyat Arab Saudi?

Perbedaan serupa pernah terjadi pada 1411/1991. Idul Adha di
Indonesia dan di Arab Saudi berbeda hari. Pada 1991 wukuf di Arafah
terjadi pada 21 Juni 1991 dan Idul Adha di Arab Saudi jatuh pada 22 Juni
1991. Idul Adha di Indonesia jatuh pada 23 Juni 1991.

Banyak orang yang bingung waktu itu. Bukan hanya di Indonesia,
melainkan juga di beberapa negara Asia timur. Ada juga yang mengecam
perbedaan itu seolah-olah tidak mendasar. Bahkan, banyak tokoh
masyarakat (kita) yang mempertanyakan perbedaan tersebut. Mengapa
sama-sama memakai rukyat, malah terjadi perbedaan penetapan Hari
Raya Idul Adha?

Mengapa Indonesia yang lebih ke timur ketimbang Arab Saudi
malah harus ber-Idul Adha belakangan. Ada yang bertanya-tanya
mengapa perbedaan waktu yang hanya empat jam antara Arab Saudi dan
Indonesia bisa menyebabkan perbedaan penetapan Idul Adha.

Ada dua penyebab perbedaan tersebut hal yang perlu dijelaskan,
yakni aspek astronomus penetapan awal Dzulhijjah dan aspek syariat yang
berkaitan dengan pelaksanaan puasa Arafah.

Aspek kedua mungkin paling merisaukan banyak orang, Bila kita
berpuasa Arafah pada 9 Dzulhijjah ikut ketetapan pada 11 Februari 2003,
kita mendengar hari itu di Arab Saudi sudah Hari Raya Idul Adha.
Mungkin inilah yang buat banyak orang kebingungan. Berpuasa pada
hari raya adalah haram. Lalu haramkah berpuasa pada 11 Februari 2003?

Sebenarnya hal itu tidak menjadi masalah, jika kita tahu duduk
perkaranya. Tulisan ini akan menguraikannya dengan harapan kita
menjadi memahami permasalahan tersebut sehingga dapat beribadah
dengan yakin dan mantap,

Biasa Terjadi di Indonesia

Perbedaan penetapan bulan Momariyah yang berkaitan dengan
ibadah yakni penetapan awal-akhir Ramadan dan awal Dzulhijjah di
Indonesia memang biasa terjadi. Snouck. Hourgronje bahkan pernah
menyatakan kepada Gubernur Jenderal Belanda, "Tak usah heran jika di
negeri ini hampir setiap tahun timbul perbedaan penetapan awal dan
akhir puasa (dan penetapan Idul Adha). Bahkan terkadang perbedaan itu
terjadi antara kampung-kampung berdekatan".

Statemen Snouck Hourgronje tidaklah berlebihan, karena
memang banyak sekali aliran pemikiran yang berkaitan dengan
penetapan tersebut. Aliran pemikiran itu muncul karena perbedaan
pemahaman dasar hukum hisab- rukyat yang masihmujmal yakni hadis
"Shuumu lirukyatihi wa afthiru lirukyatihi," Bahkan, persinggungan Islam
sebagai ' great  tradition dan budaya lokal sebagai little
tradition menumbuhkan aliran tersendiri, dalam hal ini sebagaimana
munculnya aliran hisab Jawa Asapon dan hisab Jawa Aboge.

Secara keseluruhan aliran pemikiran yang berkaitan dengan
penetapan awal bulan Gomariyah termasuk Idul Adha adalah sebagai
berikut. Pertama, aliran hisab wujudul hilal. Aliran ini berprinsip jika
menurut perhitungan (hisab), hilal dinyatakan sudah di atas ufuk, hari
esoknya dapat ditetapkan sebagai tanggal baru tanpa harus menunggu
hasil melihat hilal pada tanggal 29. Prinsip tersebut selama ini dipegang
oleh Muhammadivah.

Kedua, aliran rukyat dalam satu negara (rukyah fi wilayatil Inikmi).
Prinsip aliran ini berpegang pada hasil rukyat (melihat bulan tanggal
satu) pada setiap tanggal 29. Jika berhasil melihat hilal, hari esoknya
sudah masuk tanggal baru. Namun, jika tidak berhasil melihat hilal, bulan
harus disempurnakan 30 hari (diistikmalkan) dan hanya berlaku dalam
satu wilayah hukum negara. Keberadaan hisab dipergunakan sebagai alat
bantu dalam melakukan rukyat. Prinsip ini yang dipegangi Nahdlatul
Ulama selama ini.

Ketiga, aliran hisab imkanurrukyah (hisab yang menyatakan hilal
sudah mungkin dapat dilihat). Inilah aliran yang dipegangi pemerintah
dengan standarimkanurrukyah 2 derajat dari ufuk.

Keempat, aliran rukyat internasional atau rukyat global yang
berprinsip jika di negara mana pun menyatakan melihat hilal, maka hal
itu berlaku untuk selurah dunia tanpa memperhitungkan jarak geografis.
Aliran tersebut yang selama ini di Indonesia dikembangkan oleh Hizbut
Tahrir,

Kelima, aliran hisab Jawa Asapon yang berpedoman pada
kalender Jawa Islam yang diperbaharui dengan ketentuan Tahun Alif
jatuh pada Selasa Pon, Aliran ini dianut oleh Keraton Yogyakarta.

Keenam, aliran hisab Jawa Aboge yang berpedoman pada
kalender Jawa Islam yang lama dengan ketentuan Tahun Alif jatuh pada
Rabu Wage. Aliran ini yang dianut oleh mayoritas pemeluk Islam
Kejawen seperti di Dusun Golak Ambarawa.

Ketujuh, aliran mengikuti Makah yang berprinsip kapan Makah
menetapkan, maka penganut aliran ini mengikutinya. Di sini tampak
mempertimbangkan letak dan jarak geografis.

Di antara banyak aliran tersebut, yang sering mencuat dan
membikin ramai suasana adalah jika terjadi perbedaan penetapan antara
aliran hisab wujudul hilal yang dipegang Muhammadiyah, aliran rukyat
satu negara yang dipegang Nahdlatul Ulama, aliran
hisab imkanurrukyah yang dipegang pemerintah, dan aliran rukyat
internasional atau rukyat global.

Melihat fenomena semacam ini, sangatlah arif ketika terjadi
perbedaan kita kembangkan sikap saling memahami perbedaan dalam
bingkai toleransi, Penulis sepakat dengan pernyataan utusan PP
Muhammadiyah Fatah Wibisono yang menyebutkan selayaknya
pemerintah tidak menekan ormas Islam dalam penentuan Hari Kaya Idul
Adha (Suara Merdeka, 2 Februari 2003). Sebab, pada era reformasi
sekarang dalam rangka mengembangkan sikap berdemokrasi yang baik,
kita perlu mengembangkan sikap agree in disagreement (ittifag fil
ikhtilaf),

Hisab-Rukyah Idul Adha

Menurut perhitungan (hisab) kontemporer, ijtima akhir
Dzulga'dah 1423 tejadi pada Sabtu pukul 17.50 WIB. Di Sumatera, Jawa,
Bali, dan NTB, hilal memang sudah di atas ufuk, tapi belum mungkin
dapat dilihat, Sebab, masih di bawah standar imkanurrukyah (dua
derajat). Laporan rukyat oleh tim rukyat seluruh Indonesia pada Sabtu
sore, 1 Februari 2003, menyatakan tidak berhasil melihat hilal.

Berdasarkan data hisab tersebut, Muhammadiyah dengan prinsip
hisab wujudul hilal tetap menyatakan awal Dzulhijjah 1429 H jatuh pada
Ahad, 2 Februari 2003 dan Idul Adha 1423 ditetapkan pada Selasa, 11
Februari 2003. Ini tidak keliru, karena menurut hisab memang hilal sudah
di atas ufuk.

Dengan pertimbangan tidak mungkin dilihat dan memang tidak
berhasil merukyat, walaupun sudah di atas ufuk, maka pemerintah
menetapkan bulan Dzulga'dah 1423H harus disempurnakan 30 hari dan
awal Dzulhijjah 1423 H baru ditetapkan pada Senin, 3 Februari 20083,
sehingga Idul Adha jatuh pada Rabu, 12 Februari 2003.

Demikian pula Nadlatul Ulama, karena rukyat pada 1 Februari
(29 Dzulga'dah 1423) tidak berhasil melihat hilal, sehingga menetapkan
Idul Adha sama dengan pemerintah.

Bagaimana Kita Meyakini?

Berkaitan dengan perbedaan penetapan Idul Adha sekarang, yang
terpenting kita yakin dan mantap dengan keyakinan masing-masing.
Sebab, ini masalahijtihadiyyah, tiap-tiap aliran pemikiran mempunyai
dasar ijtihad sendiri.

Bagi yang meyakini berdasarkan hisab wujudul hilal (yang
dipegangi Muhammadiyah), awal Dzulhijjah 1423 Hjatuh pada Ahad, 2
Februari 2003 berarti dapat melaksanakan puasa Tarwiyah pada Ahad, 9
Februari, puasa Arafah pada Senin, 10 Februari dan merayakan Hari Raya
Idul Adha pada Selasa, 11 Februari 2003.


Yang meyakini berdasarkan rukyat (yang dipegangi Nahdlatul
Ulama) dan hisabimkanurrukyah (yang dipegangi pemerintah), awal
Dzulhijjah 1423 Hjatuh pada Senin, 3 Februari, yang berarti dapat
melaksanakan puasa Tarwiyah pada Senin, 10 Februari, puasa Arafah
pada Selasa, 11 Februari dan merayakan Hari Raya Idul Adha pada Rabu. 

Referensi

163 Dimuat di Harian Suara Merdeka, Junv' at 7 Februari 2006

LihatTutupKomentar