Ma’ani dalam Ilmu Balaghah

Ilmu Ma’ani A Pengertian Ilmu Ma’ani B Pengertian Kalam Kalam Khobar Kalam Insya C Qashr D Wasol dan Fashal E Ijaz, Ithnab, Musawah Ayat-Ay
Ilmu Ma’ani dalam Balaghah


 Nama kitab / buku: Balaghah

Penulis: DR. Hj. Rumadani Sagala, M.Ag
Bidang studi: Bahasa Arab, sastra Arab, ma'ani, bayan, badi'

Penerbit: Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung 1437 H/ 2016  

Daftar Isi

  1. Bab V Ilmu Ma’ani
    1. A Pengertian Ilmu Ma’ani
    2. B Pengertian Kalam  
      1. Kalam Khobar  
      2. Kalam Insya  
    3. C Qashr  
    4. D Wasol dan Fashal  
    5. E Ijaz, Ithnab, Musawah  
  2. Bab VI Ayat-Ayat Yang Berhubungan Dengan Ma’ani  
  3. Kembali ke buku: Balaghah oleh DR. Hj. Rumadani Sagala, M.Ag

 

BAB V ILMU MA’ANI


A. Pengertian Ilmu Ma'ani
Ilmu ma'ani adalah jamak dari ma'na, secara bahasa berarti maksud dan secara istilah para ahli bayan adalah ungkapan dengan lafal ucapan yang menggambarkan isi hati atau ungkapan yang menggambarkan isi hati. Ilmu ma'ani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara menyampaikan kalam Arab sesuai dengan situasi dan kondisi. Menyatakan makna yang tersimpan yang menjadi tujuan pembicaraan mutakalim (orang yang bicara) dengan rangkaian kata yang mencakup semua makna yang akan disampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.5 Dengan ilmu ma'ani kita tahu bagaimana cara menyusun kalimat Arab yakni makna yang ingin kita sampaikan tepat pada kondisi yang berbeda-beda, mutakalim mampu menyampaikan kalam terhadap orang yang polos (kholi dzihni) atau kepada orang yang meragukan (mutaroddid) ucapan mutakalim atau orang yang menolak (munkir) terhadap perkataan mutakalim. Ilmu ma'ani tersusun atas dua bagian yaitu Musnad disebut juga mahkum bih dan Musnad ilaih disebut juga mahkum 'alaih, apabila keduanya bersandar maka disebut dengan isnad.

- 5 السيد أحود الها شوى, جواهز البلاغت, )لبناى : دار الكتب العلويت, 9002 م( صز 19 13

Yang termasuk dalam musnad adalah: 1. Khobar mubtada' 2. Al-fi'lu at-tam 3. Isim fi'il 4. Mubtada' yang ditetapkan rofa'nya 5. Khobar an-nawasikh 6. Maf ‘ul kedua Dzonna dan saudaranya 7. Maf ‘ul ketiga Aro dan saudaranya 8. Mashdar pengganti dari fi'il amr Yang termasuk musnad ilaih adalah : 1. Fa'il 2. Isim an-nawasikh 3. Mubtada' yang ditetapkan khobamya 4. Maf ‘ul pertama Dzonna dan saudaranya 5. Maf ‘ul kedua Aro dan saudaranya 6. Naib fa'il.6

B. Pembagian Kalam 

Kalam terbagi menjadi dua yaitu : 

1. Kalam khobar 

Kalam khobar adalah perkataan atau ungkapan yang dapat dinilai benar atau bohong7 karena isinya menunjukan berita. 

Yang dimaksud dengan kebenaran suatu berita adalah jika apa yang dikatakan sesuai dengan apa yang terjadi dan dikatakan berita tersebut bohong jika apa yang dikatakan tidak sama dengan kenyataan yang terjadi. Oleh karena itu, kalimat seperti ini disebut kalimat informatif. Pada dasarnya, ketika seseorang menyampaikan sebuah berita kepada orang lain ia memiliki dua tujuan yaitu: 

3. Ifadah-khobar, memberi tahu audien tentang suatu berita yang belum diketahui. 

4. Lazim al-faidah, seorang pembicara memberi tahu audien tentang berita yang telah diketahui oleh audien, sehingga pada hakikatnya pembicara bukan semata-mata ingin menyampaikan berita tapi ingin memberi tahu pada orang lain bahwa dirinya pun mengetahui berita yang telah mereka ketahui.8 

Dilihat dari keberadaan orang-orang yang menjadi audien dari berita yang disampaikan, maka kalam khobar dibagi menjadi tiga, yaitu: 

1. Khobar ibtidai, berita ini dasampaikan pada orang yang masih polos {kholi dzihni) belum menerima berita apapun. Diantara tanda kepolosannya adalah tidak menampakan keraguan ataupun pengingkaran terhadap apa yang kita katakan. 

2. Khobar tholabi, jika audien menampakan keraguan terhadap berita yang kita sampaikan, sebaiknya perkataan ini mennggunakan penekanan dengan menambahkan kata ( إفّ ) sungguh, karena ungkapan ini ditujukan pada mukkatab mutaroddid ia butuh ungkapan yang dapat membuat dirinya yakin. 

3. Khobar inkari, jika audien menampakan penolakan serta pengingkaran terhadap apa yang kita utarakan kepadanya, maka dalam ungkapan ini sangat diperlukan beberapa penekanan (taukid) dengan menggunakan satu, dua, atau tiga penekanan sesuai dengan tingkat pengingkarannya.9
 

Dari pemahaman diatas, kita tahu bagaimana cara menyampaikan ungkapan yang cocok kepada seseorang agar mereka faham dan yakin dengan apa yang kita sampaikan. 

2. Kalam Insya 

Kalam Insya adalah kalam yang tidak berhubungan dengan benar atau bohong, kalam insya terbagi menjadi dua yaitu : a. Insya tholaby, adalah kalimat yang menuntut terjadinya sesuatu. Seperti tamanni (pengandaian), istifham (kalimat tanya), nahi (kalimat larangan), amr (kalimat perintah), dan nida (kalimat pangilan). b. Insya ghoir tholaby, adalah kalimat yang tidak menuntut terjadinya sesuatu. Diantaranya ungkapan pujian (madh), ungkapan celaan (dzam), ungkapan sumpah (qosam), ungkapan kekaguman (ta 'ajub), akad seperti pada jual beli (aqad) dan ungkapan pengharapan (raja). Dan macam-macam insya ghoir tholabi tidak termasuk pembahasan ilmu ma'ani. Insya tholaby dinyatakan dalam lima macam yaitu : 1. Amr (perintah) Amr adalah tuntutan untuk melakukan sesuatu yang datang dari atas kepada yang ada dibawahnya.10 Tuntutan ini dapat dilakukan melalui empat bentuk: (a) Fi'il Amr, seperti contoh dalam Qur'an surat An-Nur: 56 وَأَقِيْمُواالصَّلاَةَ )النور : ٙ (٘
" Dirikanlah sholat " Kata أَقِيْمُوْ dalam potongan ayat diatas adalah bentuk fi'il amar dari kata أَقَاَ يُقِيْمُ - yang mengandung arti "mendirikan atau melaksanakan". (b) Fi'il Mudhori' yang dibarengi dengan lam amr, seperti perintah untuk berinfaq: لِيُػنْفِقُ ذُوْ سَعَةٍ مِنْ سَعَتِوِ )الطلاؽ : ٚ(
" Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya " Kata " لِيُػنْفِقُ " yang menunjukan perintah untuk berinfaq adalah bentuk fiil mudhori' yang di-jazm kan oleh lam amr. (c) Isim Fi'il Amr, contoh ajakan untuk sholat dan menuju kemenangan : حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى اْلفَلاَحِ ٔٔ
"Mari melaksanakan sholat, mari menuju kemenangan " Kata " حَيَّ " yang berarti "mari" dalam kalimat diatas adalah sebuah kata yang berbentuk isim tetapi mengandung makna amr, sehingga disebut isim fi 'il amr. (d) Mashdar yang semakna dengan fi'il amr, seperti contoh dalam Surat Al-Baqoroh: 83 وَبِاْلوَالِدَيْنِ إِحْسَافَ

"dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik- baiknya" (QS. Al-Baqoroh: 83) Kata " إِحْسَافَ " yang mengandung am "kebaikan" dalam ayat diatas adalah bentuk masdar dari kata " أَحْسَنَ يَحْسَنُ -
" yang digunakan dalam fi'il amr "berbuat baiklah" Kalimat perintah ini terkadang menyimpang dari makna aslinya dan menunjukan makna-makna lain, yang difahami dari konteks pembicaraan atau kondisi tertentu. Diantaranya: a) Makna do'a Ungkapan amr dapat menunjukan makna doa jika perintah itu berupa permohonan yang dari bawah kepada yang diatas. Contoh permohonan kita kepada Allah agar mengampuni dosa kita dan orang tua: رَبِّ اغْفِرْ لِى وَلِوَالِدَىَّ
"Ya Tuhan, ampunilah dosaku dan kedua orang tuaku" (QS. Nuh : 28) Kata " اغْفِرْ " dalam ayat diatas meskipun berbentuk ft 'il amr, keduanya tidak menunjukan makna amr yang hakiki tetapi menunjukan makna doa. Sebab kata tersebut digunakan dalam konteks permohonan seorang hamba kapada Tuhannya.
b) Makna iltimas Ungkapan amr bermakna iltimas jika perintah beraasal dari pihak yang sederajat. Contoh permintaan teman sejawatnya untuk membawakan secangkir kopi. يَا صَا حِبِىْ خُذْ لِى كُوْباً مِنَ اْلقَهْوَة " Sahabatku, ambilkan secangkir kopi untukku ". Kata " خُذْ " dalam contoh tersebut meskipun berbentuk amr tetapi tidak menunjukan makna amr yang sesungguhnya, kata tersebut menunjukan makna permintaan biasa dari orang yang sama status dan tmgkatannya.12 c) Makna irsyad Amr dapat bermkna irsyad atau bimbingan jika perintah tersebut berisi pepatah إِ ذَِِِِا تَدَيْػتُمْ بِدَينِ إِلىَ أَجَلٍ مُّسَمَّ فَاكْتُبُػوْهُ, وَاْليَكْتُبْ بػيَْػنَكُمْ كَاتِبٌ بِاْلعَدْؿِ
"Apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu tertentu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar" 13

d) Makna tamanny Ungkapan amr dapat bermakna tamanni jika perintah ditujukan kepada sesuatu yang tidak berakal, seperti ungkapan qoys : أ لَِاَ أَيػهَُّا الَّيْلِ الطَّوِيْلُ لاَ ابْقَلِى بِصُبْحٍ وَمَا اْلإِصْبَاحُ مِنْكَ بِأَمْثَلِ
" Wahai malam yang panjang, semoga engkau pergi dengan datangnya subuh. Dan subuh itu tidak lebih baik dari engkau " Kalimat diatas menunjukan kata angan-angan yang tidak mungkin tercapai, karena kalimat tersebut digunakan dalam konteks percakapan antara seseorang yang berakal dengan malam yang tidak berakal. e) Makna ibahah Amr terkadang bermakna kebolehan untuk melakukan sesuatu atu tidak melakukan sesuat, bukan sebuah kewajiban. Seperti perintah untuk makan dan minumdalam Surat Al-A'rof: 31 وَكُلُوْاوَاشْرَبػوُْا وَلاَ تَسْرِفُػوْا
" Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan" Kata "كُلُوْا " dan "اشْرَبػوُْا " keduanya tidak menunjukan makkna perintah yang hakiki meskipun perintah itu datangnya dari Allah, namun keduanya hanya menunjukan makna ibahah atau kebolehan untuk makan dan minum. Bukan kewajiban untuk
makan dan minum, karena walaupun tidak makan dan tidak minum hukumnya tidak berdosa. f) Makna takhyir Amr bermakna pilihan atau takhyir jika ada dua perintah yang diajukan untuk dipilih salah satunya, seperti ungkapan: عِشْ كَرِيْدًا أَوْ مُتْ شَهِيْدًا
"Hiduplah dalam keadaan mulia atau matilah dalam keadaan syahid" Kata " عِشْ " dan " مُتْ " dalam ungkapan ini bermakna pilihan antara hidup dan mati. g) Makna tahdid Amr juga kadang bermakna tahdid atau ancaman, yakni perintah yang disertai ancaman. Jika dalam konteks ini, maka amr menunjukan sindiran dari pihak yang memberi perintah tersebut. Contoh : إِعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ بَؾْزِيٌ بِوِ
"Lakukan apa saja yang kamu mau, nanti juga kamu akan dibalas" 2. Nahy (larangan) Nahy berasal dari kata نػهََى يػنَْػهَى نػهَْيًا yang berarti larangan, sedangkan menurut ilmu nahwu dan ilmu bayan adalah tuntutan untuk meninggalkan sesuatu yang datang dari atas kepada yang dibawahnya. Nahy dapat diungkapkan dengan
satu cara yaitu menggunakan fi'il mudhori' dan didahului dengan la nahy yang menjazmkan. Contoh: وَلاَ تَػقْرَبُواالزِّنَا إِنَّوُ كَافَ فَاحِيْشَةً ) الإسراء : (ٕٖ
"Janganlah kamu mendekati zina, sebab ia adalah perbuatan yang nista" Terkadang nahy atau larangan keluar dari makna aslinya dan menunjukan makna yang lain sesuai dengan konteksnya. Diantaranya: a) Makna doa Makna doa muncul jika nahy berbentuk permohonan yang berasal dari pihak yang rendah kepada pihak yang lebih tinggi atau dari yang kecil kepada yang besar. رَبػنََّا لا تػؤَُا خِدْنَا إِفْ نَسِيْػنَا أَوْ أَخْطَأْنَا )البقراة : ٙٛ (ٕ
" Ya Tuhan kami, jangan siksa kami jika kami lupa atau berbuat salah " b) Makna tamanni Nahy dapat bermakna tamani jika ungkapan nahy ditujukan pada sesuatu yang tidak berakal, seperti ungkapan dalam syair berikut: ياَ لَيْلُ طُلْ يَا نَاُ يَا صُبْحُ قِفْ لاَ تَطْلُعِ
" Wahai malam, teruslah, wahai tidur lenyaplah, wahai subuh berhentilah jangan muncul " c) Makna irsyad Nahy bermakna irsyad jika berisi pepatah atau bimbingan mengenai sesuatu. لاَ تُشَكِّ إِلىَ خَلْقٍ فَػتُشْمِتَوُ شَكْوَى اْبعَرِيْحِ إِلىَ اْلغُرْبَافِ وَالرَّخَمِ
" Janganlah engkau mengadu kepada seorang makhlukpun, sebab hal itu akan membuatnya bergembira, sama seperti pengaduan orang yang terluka pada burung gagak dan burung bangkai " d) Makna taubikh Terkadang nahy juga bermakna taubikh jika ungkapannya berkaitan dengan celaan atau teguran, contoh : ؿاَ يػتَْوَ عَنْ خُلُقٍ وَتَأْ تِىْ مِثْػلَوُ عَارٌ عَلَيْكَ إِذَا فَػعَلْتَ عَظِيْمٌ
" Janganlah engkau melarang suatu perbuatan, sedangkan engkau melakukannya. Sebab hal itu merupakan aib yang besar bagimu jika engkau melakukannya " e) Makna tahdid Nahy menyatakan makna ancaman atau tahdid, jika ungkapan tersebut disampaikan oleh pembicara yang sedang marah. Seperti ucapan seorang guru yang
sedang marah terhadap muridnya yang tidak memperhatikan ucapan dan perintahnya. لاَ تَسْتَمِعْ بِقَوْ لِى وَلاَ بَسْتَثِلْ بِأَمْرِىْ
" Tidak usah memperhatikan ucapanku dan tidak usah melaksanakan perintahku " 3. Istifham (tanya) Istifham adalah tuntutan untuk mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Kalimat tanya ini dapat diungkapkan melalui kata yang disebut adawat al-istifham yaitu: a. Hamzah ( أ ), menuntut tashowur atau pembenaran "tashdiq". Tashowur adalah mengetahui sesuatu hal (yang tunggai). Contoh : أَرَا غِبٌ أَنْتَ عَنِ اْلأَمْرِ اَْ رَاغِبٌ فِيْوِ
"Bencikah engkau akan hal itu ataukah senang?" Dengan pemyataan itu kita yakin bahwa orang tersebut senang atau benci terhadap sesuatu tersebut, tapi kita menuntut dinyatakan benci atau senang. Oleh karena itu jawabannya dengan menentukan salah satu. b. Hal ( ىَلْ ), untuk menuntut tashdiq saja. Contoh : ىَلْ جَاءَ صَدِيْػقُكَ ؟
" Apakah temanmu telah datang? " Jawaban dari hal tersebut adalah ya atau tidak, oleh karena itu ىَلْ tidak boleh menggunakan bandingan (kebanyakan). c. Ma (ما ), untuk minta penjelasan tentang benda. Contoh: ما العسجد؟ Apa 'asjad itu (emas) ? Atau menanyakan hakikat benda itu, Apa hakikat manusia itu مَا اْلإِنْسَافُ؟
Atau menanyakan keadaan / kedudukan seseorang, Apa jabatanmu ? مَا أنَتَْ
d. Man ( مَنْ ), untuk menanyakan ketentuan tentang manusia. Contoh: مَنْ فَػتَحَ مِصْرَ؟
" Siapakah yang menaklukan mesir? " e. Mata ( مَتَى ), untuk menanyakan ketentuan waktu, baik masa lampau ataupun akan datang. Contoh: مَتَى جِئْتَ
Kapan kamu datang ? f. Ayyana (أيأف ), untuk menanyakan ketentuan waktu akan
saja dan berfungsi untuk membuat takut "tahwil", contoh firman Allah : يَسْأَؿُ اَيَّافَ يػوََْ اْلقِيَامَةِ
“Dia kutanya kapan terjado hari kiamat itu?” g. Kaifa ( كَيْفَ ), untuk menanyakan keadaan, contoh : كَيْفَ حَالَكَ
" Bagaimana kabarmu ? " h. Aina ( أَيْنَ ), untuk menanyakan ketentuan tempat, contoh: أَيْنَ تَذْىَبُ
" Kemana kau pergi? " i. Anna ( أَنىَّ )5 memiliki arti sama dengan كَيْفَ , contoh : أَنىَّ يُحْيِ اللهُ بػعَْدَ مَوْتِهاَ
" Bagaimana Allah menghidupkan ini setelah mati? " Dan berarti مِنْ أَيْنَ , contoh: Hai maryam dari mana kau (dapat) ini? : يَا مَرْ يَمَ أَنَّى لَكَ ىَذَا؟
Dan berarti مَتَى contoh :
Kapankah akan bertambah sungai nil itu ? : اَنىَّ تَكُوْفُ زِيَادَةُ
النَّػيْلِ
j. Kam ( كَمْ ), untuk menanyakan bilangan yang tidak jelas, contoh: Berapa lama kamu tinggal ?: كَمْ ليشتم؟
k. Ayyun (أي ) ; untuk meminta penentuan salah satu dari dua hal yang sama dalam sesuatu urusan.14 Contoh: اي الفريقنٌ خنً مقاما؟
" yang manakah dari dua golongan yang terbaik kedudukannya " Dalam konteks tertentu kata tanya dapat menyimpang dari makna aslinya dan menunjukan makna lain, yaitu : a) Makna nafy Adalah sebuah makna yang ditujukan untuk meniadakan sesuatu, contoh : ىَلْ جَزَاءُ اْلإِ حْسَافَ إِلاَّ اْلإِ حْسَافُ
" Tidak ada balasan kebaikan itu kecuali kebaikan (pula) "15

Ayat diatas tidak dimaksudkan untuk bertanya tentang balasan kebaikan tetapi diungkapkan untuk menyatakan bahawa : tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). b) Makna inkari Makna pengingkaran ditujukan untuk menyatakan keanehan dan ketidak pantasan, contoh : Apakah kamu menyeru (Tuhan) selain Allah ? : أَغَيْػرَ اللهِ تَدْعُوْفَ
Ayat diatas menyatakan tidak pantas jika kita meminta atau berdoa kepada selain Allah. c) Makna taqriry Makna taqriry ditujukan agar menuntut lahirya sebuah pengakuan dari orang yang diajak bicara, contoh: أَلَيْسَ اللهِ بِأَحْكَمِ اْبغَاكِمِنٌَْ )التنٌ : ٛ(
" Buakankah Allah Hakim yang seadil-adilnya ? " d) Makna taubikh Makna taubikh ditujukan untuk menyatakan celaan dan teguran tentang sesuatu yang dilakukan oleh mukhathab, contoh: إِلاََ اْبػُلُفُ بػيَْػنَكُمْ إِلاََ؟ وَىَذِهِ الضَّ جَّةُ اْلكُبْػرَ عَلاَمَا
" Sampai kapan polemik diantara kalian akan berlangsung? sedang kegoncangan yang besar ini sangat memuncak " e) Makna taswiyah Istifham juga dapat bermakna menyamakan atau taswiyah sesuatu terhadap sesuatu, contoh: سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَ رْتَػهُمْ اَْ لمَْ تػنُْذِرْىُمْ لاَ يػؤُْ مِنُػوْفَ
" Sama saja bagi mereka, baik engkau memberi peringatan ataupun tidak merekatetap tidak beriman " f) Makna tamanni Istifham bermakna tamanni jika diungkapkan untuk menyatakan keinginan yang mustahil atau sulit terjadi, contoh : فَػهَلْ لَنَا مِنْ شُفَعَاءَ فَػيَشْفَعُوْالَنَا )الأعراؼ : (ٖ٘
" Maka adakah kami pemberi syafa 'at yang memberi syafa 'at bagi kami" Ayat diatas menyatakan angan-angan orang kafir di akhirat nanti yakni andai saja kami memiliki penolong niscaya mereka akan membantu kami.
f) Makna tasywiq Makna istifham mengandung arti untuk menimbulkan keinginan agar mukhathab mengikuti atau melakukan sesuatu,16 contoh : ىَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى بِذَارَةٍ تػنُْجَارَةٍ تػنُْجِيْكُمْ مِنْ عَذَابٍ ا لِيْمٍ
" Maukah saya tunjukan kepadamu perniagaan yang menyelamatkan kamu dari siksa yang pedih “17 Ayat tersebut bukan menyatakan tentang perlu atau tidaknya sebuah info perdagangan dari Allah yang dapat menyelamatkan kita di akhirat, tetapi dimaksudkan untuk memotivasi mukhathab agar melakukan isi berita yang disampaikan mutakalim. h) Makna amr Istifham terkadang bermakna perintah, contoh: أَأَسْلَمْتُمْ
" Adakah kamu masuk islam? " Pengertian dalam pemyataan tersebut adalah masuk islamlah. i) Makna nahy Menyatakan larangan,

contoh: اَبَزْشَوْنػهَُمْ فَاللهُ اَحَقُّ اَفْ بَزْشَوْه " Apakah kamu takut kepada mereka, padahal Allah lebih pantas kau takuti " Maksud ayat diatas adalah jangan takut kepada manusia tapi takutlah kepada Allah. j) Makna ta'dzim Istifham dapat bermakna ta 'dzim jika diungkapkan untuk mengagungkan, contoh: مَنْ ذَالَّذِيْ يَشْفَعْ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِوِ
" Siapakah yang akan bisa memberi syafa 'at disisinya kecuali dengan izinNya " k) Makna tahqir18 Istifham bisa bermakna tahqir jika berisi ungkapan penghinaan, contoh : أَىَذَا الَّذِيْ مَدَحْتَوُ كَثِيْػرًا
" Inikah orangnya yang kau sering puji itu ? "

4. Tamanni (angan-angan) Tamanni adalah menuntut sesuatu yang disenangi tetapi tuntutan itu sulit terjadi atau bahkan mustahil terjadi. Dan jika tuntutan itu terjadi maka harapan itu dinamakan Tarajji dan dinyatakan dengan عسى atau لعل : mudah-mudahan atau semoga, contoh: لَعَلَّ اللهُ يُحْدِثُ بػعَْدَ ذَلِكَ اَمْرًا
" Mudah-mudahan Allah akan mengadakan suatu perkara sesudah itu “ Untuk Tamanni biasanya menggunakan kata laita (ليت ). Contoh : اَلاَ لَيْتَ الشَّبَابَ يػعَُوْدُ يػوَْمًا شِيْبَ
َ
فَأُخْبِرَهُ بِدَا فَػعَلَ اْبؼ
" Wahai masa muda, kiranya engkau kembali pada suatu hari Akan kuceritakan apa-apayang telah dilakukan oleh masa beruban ". Syair tersebut mengharapkan masa muda yang telah berlalu terulang kembali padahal ia telah beruban, maka harapan seperti ini akan mustahil terjadi. Namun terkadang juga menggunakan kata-kata lain seperti hal (ىل ), contoh : فَػهَلْ لَنَا مِنْ شَفَعَاءَ فَػيَشْفَعُوْالَنَا )الأعا رؼ : (ٖ٘
" Maka adakah bagi kamipemberi syafa 'atyang akan memberi syafa 'at bagi kami " Ayat diatas menyatakan angan-angan orang kafir di akhirat nanti yakni andai saja kami memiliki penolong niscaya mereka akan membantu kami. Dan dapat juga diungkapakan menggunakan lau (لو ), ؤْ مِنِنٌَْ
ُ
لَوْ أَفَّ لَنَا كَرَّةً فَػنَكُوْفَ مِنَ ابْؼ
" Sekiranya kita dapat kembali sekali lagi (ke dunia) niscaya kami menjadi orang-orang yang beriman "19 Ayat diatas menjelaskan bahwa orang-orang kafir menyesal atas kekafirannya selama hidup di dunia, dan setelah di akhirat disiksa mereka ingin kembali lagi ke dunia untuk beriman dan memperbaiki yang terlanjur mereka lakukan. Hal ini tidak mungkin terjadi. Dan dapat juga menggunakan la 'alia (LW) أَسْرِبُ الْقَطَا ىَلْ مَنْ يعُِيْػرُ جَنَا حَوُ لَعَلِّىْ إِلىَ مَنْ قَدْ ىَوَيْتُ أطَِيْػرُ
" Wahai kawanan burung qatha, siapa yang akan meminjamkan sayapnya padaku, mungkin aku akan dapat terbang menemui orang yang aku cintai " Kalimat tersebut berisi ungkapan seseorang yang ingin bertemu dengan kekasihnya dan berharap pada kawanan burung untuk meminjamkan sayapnya sehingga ia dapat terbang ke tempat kekasihnya berada. 5. Nida (panggilan) Nida adalah meminta datangnya seseoarang dengan menggunakan kata-kata tertentu yang mengandung makna panggilan sebagai pengganti kata أَدْعُوْ : aku panggil. Kata-kata yang digunakan untuk nida (memanggil) ada delapan, yaitu: يا أ اى آ آ ي ايا ىيا dan وا
Semua berarti hai أ dan أي' untuk memanggil yang dekat, dan selain itu untuk memanggil yang jauh. Tetapi kadang-kadang yang jauh menempati tempat yang dekat. Maka dipanggil dengan أ atau أي sebagai pertanda bahwa pemanggil sangat mengharapkan kehadirannya dan seakan-akan yang dipanggil itu ada didekatnya. Contoh: اَسُكًافٌ نػعَْمَافَ اْلاَرَاؾِ تَػيَػقَّنُػوْا بِأَنَّكُمْ فِى رَبْعِ قَػلْبِى سُكًافٌ
" Hai penduduk Na'man al-Arak, yakinlah bahwa anda semua mendiami lubuk hatiku " Dan terkadang yang dekat menempati yan jauh, maka dipannggil dengan dengan salah satu huruf-huruf nida yang digunakan untuk jauh.20 Sebagai pertanda bahwa yang

dipanggil berkedudukan tinggi, karena jauhnya perbedaan derajat pembicara dengan lawan bicara seakan-akan yang dipanggil berada dalam jarak jauh padahal berada di dekatnya. Contoh: اَيَامَوْ لاَي اَ
"Wahaituanku " Kalimat panggilan terkadang menyimpang dari makna aslinya, yaitu tuntutan untuk menghadap kepada seseorang, tetapi menunjukan makna lain. Yaitu : a. Makna zajr (الزجر ) Zajr adalah makna yang menunjukan larangan atau bentakan, contoh : أَيَّ تػهَُا النَّػفْسُ الرَّاغِبَةُ فِى الشَّهَوَاتِ الدُّنْػيَا مَتَى التَّػوْبَةُ؟
" Wahai jiwa yang mencintai kesenangan dunia, kapan bertaubat ?" Ungkapan tersebut dimaksudkan agar orang yang mencintai kesenangan dunia segera berhenti mencintainya lalu bertaubat. b. Makna tahassur (التحسر ) Nida terkadang juga bermakna tahassur yakni menunjukan arti penyesalan dan rasa duka cita, contoh:
دَعْوَتُكَ يَا بػنَُىَّ فَػلَمْ بُذِبْنِى فَػرَدَّتْ دَعْوَ ىِِ يَأْسًا عَلَيَّا
" ... memanggilmu wahai anakku, namun engkau tidak menjawab sehingga panggilanku ini hanya mengembalikan rasaputus asa padaku " Kalimat diatas adalah ungkapan orang tua yang berduka atas kematian anaknya. c. Makna ighra' (الإغراء ) Makna ighra' menunjukan arti dorongan,21 contoh jika ingin memberi dorongan atau motivasi kepada seseorang agar berani melawan musuhnya, sehingga tidak ada lagi keraguan di dalam hatinya dengan kata-kata: يا شجاع اقد " Wahai sang pemberani, majulah " 

C. Qashr 

Qashr secara bahasa sama dengan "takhsis" berarti pengkhususan, secara terminologi berarti mengkhususkan sesuatu pada sesuatu dengan menggunakan cara-cara tertentu. Dalam qashr mengandung dua bagian pokok yaitu maqshur (sesuatu yang dikhususkan) dan maqshur 'alaih (yang menerima pengkkhususan).

Contoh: ؿاَ يػفَُوْزُ إِلاَّ الصَّابغُِوْفَ
" Tidak beruntung kecuali orang-orang shalih " Pemyataan ini mengandung arti pengkhususan atas keberuntungan yang hanya bagi orang-orang yang baik saja. Dalam konteks ini kata يفوز disebut maqshur dan kata الصابغوف
disebut maqshur 'alaih. Cara yang digunakan dalam contoh ini adalah dengan nafy dan istitsna. إِنَّم ا اْبغَيَاةُ لَعِبٌ
" Kehidupan itu hanyalah permainan " Ungkapan ini mengkhususkan kehidupan sebagai permainan semata. Kata لعب disebut mawshur dan kata ابغياة
disebut maqshur 'alaih dan cara yang digunakan dalam qoshr ini adalah innama "إنما ". اِ يَّاؾَ نػعَْبُدُ )الفابرة : (٘
" Hanya engkaulah yang kami sembah " Ungkapan ini mengandung maksud bahwa kita hanya mengkhususkan ibadah kepada Allah semata, tidak pada yang lain. Kata نعبد disebut sebagai maqshur dan kata اياؾ
disebut maqshur alaih, cara yang digunakan dengan taqdim ma haqquhu at-ta'khir, yaitu mendahulukan sesuatu yang biasanya diakhirkan. Dalam hal ini mendahulukan mqful bih dari fa 'ilnya. لاَ أَقػوُْؿُ اْلبَاطِلَ بَلْ ابغَقَّ
Aku tidak mengatakan kesalahan tetapi kebenaran Kalimat tersebut menunjukan bahwa pembicara mengkhususkan ucapannya pada kebenaran saja, dalam hal ini اقوؿ disebut maqshur dan kata ابغق disebut maqshur 'alaih. Dan cara yang digunakan adalah 'athaf bi bal. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa qashr adalah mengkhususkan dengan menggunakan empat sighat (bentuk) yaitu: a) Menggunakan nafy (pengingkaran) dan istitsna (pengecualian), dimana maqshur 'alaihnya terletak setelah adapt istitsna. b) Menggunakan innama (hanyalah), maqshur 'alaihnya terletak di akhir. c) Menggunakan taqdim ma haqqahu at-ta 'khir (mendahulukan yang seharusnya diakhir) dan maqshur 'alaihnya bagian yang didahulukan itu. d) Menggunakan 'athaf dengan bal atau lakin yang berarti "tetapi", yang menjadi maqshur 'alaihnya adalah kata
yang ada sesudahnya. Atau 'athaf dengan la yang brarti bukan, maka maqshur 'alaihnya adalah kata pembanding yang ada sebelum la.22 1. Pembagian Qashr Qashr dibagi menjadi dua: a) Qashr hakiki Qashr hakiki adalah mengkhususkan sesuatu sesuai dengan kenyataannya, tidak digantungkan pada yang lain. Seperti: دِيْػنَةِ إِلاَّ عَلَىَّ
َ
لاَ كَاتِبٌ فِى اْبؼ
" tidak ada penulis kecuali Ali " Dikatakan demikian jika di kota itu tidak ada penulis yang lain kecuali Ali. b) Qashr idhofi Qashr idhofi adalah kekhususan itu dihubungkan dengan kenyataan tertentu, contoh: ومَا بُؿَمَّدٌ إِلاَّ رَسُوْؿٌ
" Tidaklah Muhammad itu kecuali seorang rosul " Pengkhususan ini lahir karena ada orang yang menganggap bahwa Muhammad bukanlah rosul, padahal

dalam kenyatannya Muhammad bukan hanya seorang rosul tetapi juga pemimpin bagi masyarakatnya, suami bagi isterinya, dan bapak bagi anaknya. Dan masing-masing 

D. Washal dan Fashal 

1. Washl 

Secara bahasa washal berarti menyambungkan atau menggabungkan, dan secara istilah adalah menggabungkan dua kalimat dengan perantara wawu 'athof karena alasan-alasan tertentu. Diantaranya : a) Untuk menyamakan dua kalimat dalam segi I'robnya, contoh: نْكَرُِ
عْرُوْؼِ وَيػنَْػهَوْفَ عَنِ اْبؼ
َ
وَلْتَكُمْ مِنْكُمْ اُمَّةٌ يَدْعُوْفَ إِلىَ اْبػَنًِْ وَيَأْمُرُوْفَ بِاْبؼ
" Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umatyang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada ma 'rufdan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung "23 Dalam ayat tersebut ada tiga kalimat yang disambungkan dengan wawu, mereka yang menyeru kepada kebajikan, dan yang menyuruh kepada yang ma'ruf, serta yang mencegah kemunkaran. Karena kedudukan I'robnya sama yaitu sebagai sifat dari kata umat.

b) Adanya kesamaan bentuk kalimat, baik kalimat yang khobary atau kalimat yang insya'i, disamping juga adanya kesesuaian yang sempuma antara kedua kalimat tersebut. Contoh: لاَ وَفَاءَ لِكَذُوْبٍ وَلاَ رَاحَةَ بغَِسُوْدٍ
" Tidak ada kesetiaan bagi seorang pembohong, dan tidak ada kesenangan bagi orang yang iri " Kalimat لا وفاء لكذوب dan kalimat ولا راحة بغسود bentuknya sama yakni kalam khobary, oleh karena itu kalimat ini diwashlkan dengan wawu. Contoh lain: فَػلْيَضْحَكُوْا قَلِيْلاً وَاْليَبْكُوْاكَثِيْػرًا
Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak "24 Dalam ayat itu terdapat dua kalimat yaitu فليضحكواقليل dan kalimat واليبكواكثنًا , yang keduanya berbentuk kalam insya'i yakni amr. Oleh karena itu, kedua kalimat dihubungkan dengan wawu 'athaf.

c) Adanya perbedaan bentuk antara dua kalimat, sehingga jika tidak diwashlkan dengan wawu akan menimbulkan pemahaman yang salah.25 Contoh: لاَ وَبَارَؾَ اللهُ فِيْكَ
" Tidak, dan semoga Allah memberkatimu " Ungkapan tersebut dimaksudkan sebagai jawaban atas pertanyaan: ىَلْ لَكَ حَاجَةٌ أُسَاعِدُؾَ فِى قَضَائِهَا؟
" Apakah andapunya keperluan yang dapat saya bantu untuk menyelasaikannya " Jika jawaban tidak disambung oleh wawu maka akan menimbulkan kesalahpahaman, sebab mungkin saja orang akan memahami ungkapan tersebut sebagai doa yang jelek baginya yakni "semoga Allah tidak memberkatimu ". 

2. Fashal 

Fashal secara bahasa adalah memisah atau menahan, ssdangkan menurut istilah adalah tidak menghubungkan dua kalimat melalui perantara wawu 'athaf karena ada alasan dan maksud tertentu. Wajib washal adalah pada lima tempat :26

a) Antara dua jumlah mempakan satu kesatuan yang sangat erat dimana jumlah yang kedua mempakan pengganti bagi yang pertama Hubungan semacam ini disebut kamal al-ittshal. Contoh adanya hubungan badal: اُمِدُّكُمْ بِدَا تَػعْمَلُوْفَ اُمِدُّكُمْ بِاَنْػعَاٍ وَبَنِنٌَْ
" Aku berikan kepadamu apa-apayang kamu ketahui, yakni aku berikan kepadamu binatang ternak dan anak-anak " Kalimat امُِدُّكُمْ بِاَنْػعَاٍ وَبَنِ نٌ menjadi badal terhadap kalimat امُِدُّكُمْ بِدَا
تَػعْمَلُوْفَ . Atau adanya hubungan taukid: فَمَهِّلِ اْلكاَفِرِيْنَ اَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا )الطارؽ : ٚ (ٔ
" Maka berikan kelonggaran pada orang-orang kafir itu, yaitu longgarkan pada mereka selonggar-longgarnya " Dalam ayat diatas ada dua kalimat yakni اَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا yang mempakan taukid bagi kalimat فَمَهِّلِ اْلكاَفِرِيْنَ . oleh karena itu kedua kalimat tersebut difashalkm dengan tidak menggunakan wawu. Atau menjadi 'athaf bayan, contoh : فَػوَسْوَسَ إِلَيْوِ الشَّيْطَافُ قَاؿَ يَآاَدَُ ىَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ اْبػُلْدِ )طو : (ٕٓٔ
" Kemudian syaitan membisikan fikiran jahat dengan berkata: Hai Adam maukah saya tunjukan kepadamu pohon khuldi (pohon kekekalan) " Ayat ىَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ اْبػُلْدِ mempakan bayan atau penjelasan tentang bagaimana syaitan menggoda Adam, sebagaimana yang dapat kita pahami dari penggalan ayat فَػوَسْوَسَ إِلَيْوِ الشَّيْطَافُ , oleh karena itu kedua kalimat ini difashalkan tidak menggunakan wawu 'athaf. b) Antara dua jumlah ada perbedaan yang nyata, seperti berbeda antara khobar dan insya'. Contoh: رْءَ عَنْ خَلاَ ئِقِوِ
َ
لاَ تَسْئَلِ اْبؼ فِى وَجْهِوِ شَاىِدٌ مِنَ اْبػَبَرِ
" Janganlah kau tanya orang itu tentang akhlaknya, karena pada aura mukanya ada tanda yang menunjukannya " Kalimat pertama yakni ungkapan رْءَ عَنْ خَلاَ ئِقِوِ
َ
لاَ تَسْئَلِ اْبؼ berbentuk insya' sedangkan kalimat kedua yakni فِى وَجْهِوِ شَاىِدٌ مِنَ اْبػَبَرِ berbentuk khobar. Oleh karena itu, ada perbedaan bentuk diantara keduanya sehingga di/ ers/ ja/ kan. Atau antara kedua jumlah tidak ada persesuaian dalam artinya, seperti contoh : أَبضَْدُ كَاتِبٌ اْبغَمَاُ طَائِرٌ
" Ali menulis, merpati itu terbang "
Dalam kalimat tersebut tidak ada hubungannya antara menulisnya Ali dengan terbangnya merpati. Gambaran ini sering disebut kamal al-inqitha' c) Jumlah yang kedua menjadi jawab bagi pertanyaan yang timbul dari jumlah yang pertama, keadaan semacam ini disebut syibhu kamal al-ittishal. Contoh : وَمَا أُبػرَِّىءُ نػفَْسِىْ إِفَّ النَّػفْسَِ لاَمَّارَةٌ بِالسُّوْءِ )يوسف : (ٖ٘
" Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan " Termasuk syibhu kamal al-ittishal karena ungkapan إِفَّ
النَّػ فْسَِ لاَمَّارَةٌ بِالسُّوْءِ seolah-olah mempakan jawaban dari pertanyaan sebelumnya, yakni "dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan)" karena "nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan" . Oleh karena itu, antara ungkapan yang pertama dan ungkapan kedua tidak dipisah oleh wawu athaf. d. Bahwa suatu jumlah didahului oleh dua jumlah yang boleh mengathafkan jumlah itu dengan salah satu kedua jumlah itu, karena adanya kesesuaian. Jika di'athafkan pada yang lain akan menimbulkan kekacauan. Oleh karena itu ditinggalkan 'athaf untuk mencegah dugaan-dugaan, hal ini disebut syibhu kamal al-anqitha'. Contoh: وَتَظُنُّ سَلْمَى اَنَّنىِ اَبْغِىْ بِهَا بَدَلاً أَرَاىَا فِى الضَّلاَؿِ تَهِيْمُ
" Salama menyangka bahwa aku mengharapkannya sebagai ganti aku melihatnya bingung dalam kesesatan " Maka jumlah ارىا boleh di'athafkan pada تظن tetapi tercegah karena adanya dugaan dengan mengathafkannya pada أبغى بها , maka jadilah jumlah ketiga termasuk yang disangkakan oleh salma, padahal bukan itu yang dimaksud. e) Bahwa tidak dimaksudkan mensekutukan dua jumlah dalam hukum karena adanya yang mencegah. Contoh: وَإِذَا خَلَوْ إِلىَ شَيَاطِيْنِهِمْ قَالُوْا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا بَكْنُ مُسْتَػهْزِئػوُْفَ اللهُ يَسْتَػهْزِئُ بِهِمْ
" Dan apabila mereka kembalipada syaithan-syaithan mereka, mereka berkata: sesungguhnya kami bersamamu, kami henyalah berolok-olok Allah akan membalas olok-olokan mereka " Maka jumlah اللهُ يَسْتَػهْزِئُ بِهِمْ tidak boleh di'athafkan pada إِنَّا مَعَكُمْ
karena menimbulkan bahwa jumlah itu adalah kata-kata mereka. Dan tidak juga pada jumlah قَالُوْا karena akan menimbulkan pemahaman bahwa Allah mengolok-olok mereka yang terikat syarat ketika keadaan mereka berpaling pada syaithan-syaithan mereka.


E. Ijaz, Ithnab, dan Musawah 

Pada dasamya, unsur ungkapan bahasa dapat direalisasikan pada situasi dan kondisi yang pas dan tepat sesuai dengan tuntutan, hams cukup stabil untuk mempertahankan komunikasi yang normal bagi pengirim dan penerima pesan.27 Telah dikemukakan diatas bahwa, ilmu ma'ani adalah mempelajari cara-cara menyampaikan makna sesuai dengan situasi dan kondisi. Kondisi tersebut dapat dilihat dari keterangan berikut: 1. Ijaz Dalam kondisi tertentu kadang kita dituntut untuk berbicara singkat meskipun maksud yang ingin disampaikan itu banyak (gaya seperti inilah yang disebut ijaz)28 yaitu menguraikan isi hati dengan mendatangkan pengertian yang banyak menggunakan redaksi yang pendek tetapi cukup memadai29 maksud yang akan disampaikan kepada orang yang diajak bicara tepat sasaran walaupun dengan lafadz yang sedikit dan tetap dapat difaham.30 وَلَكُمْ فِى اْلقِصَاصِ حَيَاة (Bagj kamu pada qishos ada kehidupan)

Qishos adalah menghukum mati seorang pembunuh dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan para ahli hokum islam. Jika semua manusia telah mengetahui bahwa yang membunuh akan sihukum mati, maka semua orang atau sekurang-kurangnya sebagian besar tidak akan berani membunuh, maka amanlah masyarakat. Ketenangan dan ketentraman ini berarti hidup. Itulah yang dimaksud dengan ayat tersebut.31 Pengertian tadi cukup panjang maknanya jika diuraikan tapi hanya disampaikan dengan redaksi yang pendek. Ijaz terbagi menjadi dua yaitu: Ijaz Qoshr dan Ijaz Hadzfu (membuang). Ijaz Qoshr seperti ayat diatas. Adapun Ijaz Hadzfu terbagi manjadi tiga bagian yaitu: Membuang satu kalimat, contoh : قاَلُوْا تَاللهِ تَػفْتَػؤُا تَذْ كُرُيػوُْسُفَ حَتَّى تَكُوْفُ حَرَضًا اَوْ تَكُوْفُ مِنَ اْبؽاَلِكِنٌَْ
"mereka berkata: Demi Allah senantiasa kamu mengingati yusuf sehingga kamu mengingatkan penyakityang berat atau termasuk orang-orang yang binasa" Dalam ayat tersebut ada satu humf yang dibuang yaitu humf naif laa, asal ayatnya adalah قاَلُوْالا تَاللهِ تَػفْتَػؤُا تَذْ كُرُيػوُْسُفَ حَتَّى تَكُوْفُ حَرَضًا اَوْ تَكُوْفُ مِنَ اْبؽاَلِكِنٌَْ
Membuang jumlah, contoh :

وَاِفْ يُكَذِّبػوُْؾَ فَػقَدْ كُذِّبَتْ رَسُ لٌ مِّنْ قَػبْلِكَ
" Dan jika mereka mendustakan kamu maka sesungguhnya telah didustakan Rosul-Rosul sebelum kamu " Ayat diatas ada satu jumlah yang dibuang, asalnya adalah: وَاِفْ يُكَذِّبػوُْؾَ فَػقَدْ كُذِّبَتْ رَسُلٌ مِّنْ قَػبْلِكَ, اى فَػتَأَسَّ وَصْبِرْ
Contoh lain adalah: ا ذِِْ دَخَلُوْ عَلَيْوِ فَػقَالُوْا سَلاَمًا قَاؿَ سَلاٌَ قَػوٌْ مُنْكَرُوْفَ
"(ingatlah) katika mereka masuk ketempatnya lalu mengucapkan: salaamun; Ibrahim menjawab : salaamun (kamu adalah orang-orang yang tidak dikenal"32 Asalnya adalah: اِذْ دَخَلُوْ عَلَيْوِ فَػقَالُوْا سَلاَمًا قَاؿَ سَلاٌَ عَلَيْكُمْ اَنْػتُمْ قَػوٌْ مُنْكَرُوْفَ
Membuang jumlah lebih banyak فَسَقَ بَؽمَُا ثُمَّ تَػوَلَّى اِلَى الظَّلَّ فَػقَاؿَ رَبِّ أَنِّى لِمَا أَ زَِْلْتَ اِلَىَّ مِنْ خَنًٍْ فَقِيْػرٌ. فَجَاءَتْوُ اِحْدَاهُمَا بَسشِْى
عَلىَ اسْتِحْياَءِ قَالَتْ اِفْ اَبِِ يَدْعُوْؾَ لِيَجْزِيَكَ اَجْرَمَا سَقَيْتَ لَنَا )القصص : (ٕٕٗ٘ -
" Maka Musa memberi minum ternak itu untuk untuk (menolong) keduanya kemudian mereka kembali ketempat yang teduh lalu berdoa: ya Robb-ku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang engkau turunkan kepadaku; kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu- maluan, ia berkata: sesungguhnya Bapakku memanggil kamu agar ia, memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum ternak kami" Dalam ayat diatas banyak jumlah yang dibuang, maka lengkapnya adalah setelah lafadz فَقِنًْ ditambah dengan jumlah : فَذَىَبَتَا اِلىَ اَبِيْهِمَا وَقَصَّتَا عَلَيْوِ مَاكاَفَ مِنْ اَمْرِ مُوْسَى فَاَرْسَلَ اِلَيْوِ
Dan kemudian bam disambxmg dengan jumlah : فَجَاءَتْوُ اِحْدَهمَُا بَسْشِى عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ اِفَّ اَبِِ يَدْعُوْؾَ لِيَجْزِيَكَ اَجْرَمَا
سَقَيْتَ لَنَا
2. Ithnab Dalam kondisi lain, berbicara panjang lebar juga kadang diperlukan karena ada maksud-maksud tertentu. Redaksi yang disampaikan panjang, mengandung faedah tapi pengertiannya pendek.33 Seperti firman Allah : ؤْ مِنَاتِ
ُ
ؤْ مِنِنٌَْ وَاْبؼ
ُ
رَبِّ اغْفِرْ لِى وَلِوَالِدَىَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بػيَْتِِ مُؤْ مِنًا وَاْبؼ

Melihat pada contoh diatas dapat dipahami bahwa kata لى
ولوالدى adalah kata-kata tambahan, karena jika dilihat dari maknanya kata tersebut mempakan bagian kusus dari kata ؤْ مِنِنٌَْ
ُ
اَِْبؼ
ؤْ مِنَاتِ
ُ
وَاْبؼ semestinya walaupun kata-kata tersebut tidak ditambah maknanya sudah cukup. Karena ada maksud dan tujuan tersendiri maka kata tersebut dihadirkan, inilah yang dinamakan gaya itnab.34 Contoh lain dalam surat Maryam ayat 4 yaitu: رَبِّ اِنِّى وَىَنَ اْلعَظْمُ مِنِّى وَاشْتَػعَلَ الرَّاْسُ شَيْ أً
"wahai Robb-ku sesungguhnya telah lemah tulangku dan kepalakupun telah beruban"35 3. AI-Musawah Musawah adalah pengungkapan kata dengan makna yang seimbang, yakni banyaknya makna yang akan disampaikan sama dengan banyaknya kata-kata atau banyaknya kata-kata sesuai dengan banyaknya makna, satu sama lain tidak ada yang lebih dan tidak ada yang kurang.36 Seperti contoh firman Allah : وَإِذَارَاَيْتَ الَّذِيْنَ يَخُوْضُوْفَ فِى اَيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْػهُمْ

" Bila engkau melihat orang yang mengejeh ayat-ayat kahni, maka berpalinglah dari mereka "
وَمَا تػقَُدِّمُوْاِ لأَنْػفُسِكُمْ مِنْ خَنًٍْ بَذِدُوْهُ عِنْدَ الله
 

BAB VI AYAT-AYAT YANG BERKENAAN DENGAN MA’ANI

 
         
         
Artinya : Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (Qs. AL-Baqarah : 110)
 
Kalam insya’tholabi shihoh amri
 
Kalam insya’tholabi shihoh amri
  
Kalam insya’tholabi shihoh amri
          
       
        
       
       
         
 
Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (Qs. Al-Baqarah : 177)
       
         
 
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Qs. Al-Baqarah : 277)
       
         
    
Artinya : Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah
merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (Qs. Annisa : 130)
  

Kalam insya’tholabi shihoh amri
 
Kalam insya’tholabi shihoh amri
         
         
        
Artinya : Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang Telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang Telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. orang-orang Itulah yang akan kami berikan kepada mereka pahala yang besar.
          
           
      
       
          

Artinya : Dan Sesungguhnya Allah Telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan Telah kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, Sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik Sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. dan Sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, Sesungguhnya ia Telah tersesat dari jalan yang lurus. (Qs. Al-Maidah : 12)
         
Artinya : Dan agar mendirikan sembahyang serta bertakwa kepadanya". dan dialah Tuhan yang kepadaNyalah kamu akan dihimpunkan. (Qs. Al-An’am : 72)
  
Kalam insya’tholabi shihoh amri
         
          
   
Artinya : Dan Ini (Al Quran) adalah Kitab yang Telah kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya. (Qs. Al-An’am : 92)
         
        
Artinya : Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana dia Telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (Qs. Al-Anfal : 29)
  
Kalam insya’tholabi shihoh amri
 
Kalam insya’tholabi shihoh amri
      
Artinya : (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. (Qs. Al-Anfal : 3)
         
    
Artinya : Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang Mengetahui. (Qs. At-Taubah : 11)
         
          
   
Artinya : Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
      
      
          
 
Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. At-Taubah : 71)
        
       
  
Artinya : Dan orang-orang yang sabar Karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (Qs. Ar-Ra’du : 22)
        
            
 
Kalam insya tholaby siboh istifham
 
Kalam insya’tholaby sihoh amri
Artinya : Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang Telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan[790]. (Qs. Ibrahim : 31)
           
        
     
Artinya : Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur. (Qs. Ibrahim : 37)
 
Kalam insya’tholabi shihoh amri
          
Artinya : Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. (Qs. Ibrahim : 40)
 
Kalam insya’tholabi shihoh amri
  
Kalam insya’tholabi shihoh amri
            
  
Artinya : Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
  
Kalam insya’tholabi shihoh amri
           
           
         
        
      
Artinya : Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. dia adalah Pelindungmu, Maka dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.
  
  
Kalam insya’tholabi shihoh amri
        
Artinya : Dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.
Semua kalimat termasuk kalam Kalam insya’tholabi shihoh amri
         

Artinya : Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta Dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, (Qs. Ar-Rum : 31)
  
 

Kalam insya’tholabi shihoh amri
         
         
       
Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Qs. Al-Ahzab : 33)
   

Kalam insya’tholabi shihoh amri
          
        
      
Artinya : Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) Karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah Telah memberi Taubat kepadamu Maka Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Mujadilah : 13)
  
Termasuk kalam insya’ tholabi siboh istifham
  
Termasuk kalam insya’ tholaby sihon nahi
 
Termasuk kalam insya tholabi sihon amri
 
Termasuk kalam insya tholabi sihon amri
  
Termasuk kalam insya tholabi sihon amri

 Footnote

على الجارهى 6 Op. Cit., hal. 140
7 Ibid., hal. 139

8 على الجارهى Op. Cit., hal. 140

9 على الجارهى Op. Cit., hal. 140

10 على الجارهى Op. Cit., hal. 140

 11 Yuyun Wahyuni, Menguasai Balaghah, cara cerdas berbahasa (Yogyakarta, NU ME ID, 2007) hal.83

 12 Ibid., hlm. 99
13 282: البقزة

14 Hifni Bek Dayyat dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, Jakarta : Darul Ulum Press, 2007, hal. 430-431


15  الرحمن 6

16 Yuyun Wahyuni, Op. Cit., hal 107-110
17 الصف : 30

18 Hifni Bek Dayyat dkk, Op. Cit., hal. 438-439

19 الشعزاء : 102

20 Ibid., hal. 442-443

21 Ibid., hal. 442-443

22 Ibid., hal. 118-119

23 ال عوزاى : 301

24 التوبت : 89

25 Ibid hal. 122-123
26 Hifni Bek Dayyab dkk, Op. Cit., hal. 457

27 Jhon Lyons, Pengantar Teori Linguistik, di indonesiakan oleh I. Soetikno, (Jakarta, PT. Rajagrafindo Pustaka Utama, 1995), hal. 62
28 Yuyun Wahyuni, Op. Cit. hal. 130
29 Wahab Muhsin dan T. Fuad Wahab, Op. Cit, hal. 137
30 Ahmad Al-Hasyimiy, Op. Cit, hal. 122

31 Wahab Muhsin, Loc. Cit

32 الذرياث : 9

33 Mashuri Sirojuddin dan A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung : Angkasa, 1993), cet, ke- hal. 208

34 Ali al-Jazimy dan Musthofa Amin, Al-Balaghotul Wadhidah (Mesir: Darul Ma’arif, 1975), Cet Ke-12 hal. 247-249
35 هزين : 1
36 Ibid hal. 239-240

LihatTutupKomentar