Keutamaan Ilmu

Keutamaan Ilmu Allah berfirman : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat

Keutamaan Ilmu

Nama kitab: Terjemah Durratun Nashihin, Durrotun Nasihin
Judul asal: Durrat al-Nasihin fi al-Wa'zhi wa al-Irsyad
Judul asal dalam teks Arab: درة الناصحين في الوعظ والإرشاد
Makna: Mutiara Ahli Nasihat dalam Petuah dan Tuntunan Agama
Penulis: Umar bin Hasan bin Ahmad al-Syakir al-Khaubari (عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخويري)
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam, akhlak mulia, tasawuf
Penerjemah:

Daftar isi

  1. Keutamaan Ilmu
  2. Keutamaan Ibadah di Bulan Ramadan
  3. Ketentraman Hati Dengan Menyaksikan Kekuasaan Allah
  4. Keutamaan Memberi Sedekah Di Jalan Allah
  5. Celaan Terhadap Orang Yang Makan Hasil Riba
  6. Keutamaan Salat Berjamaah
  7. Keutamaan Tauhid
  8. Keutamaan Tobat
  9. Keutamaan Bulan Rajab
  10. Keutamaan Orang Laki-Laki Atas Orang Perempuan
  11. Kembali ke: Terjemah Durratun Nashihin 

3. KEUTAMAAN ILMU

Allah Taala berfirman :

Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruh. nya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman : “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar’ Para malaikat itu menjawab : “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengeta. hui lagi Maha Bijaksana”. (QS. AlBaqarah : 31-32)

Tafsir :

(.  ) Dan Allah mengajarkan kepada Adam (alaihissalam) nama-nama (benda-benda) seluruhnya, baik dengan menciptakan ilmu dharuri pada Adam mengenai benda-benda itu. Atau, dengan cara menyampaikannya langsung kedalam pikiran Beliau tanpa memerlukan suatu istilah sebelumnya agar berkelanjutan. Belajar itu adalah suatu perbuatan yang umumnya mengakibatkan ilmu. Karena itu dikatakan : “Allamtuhu fata’lama”. (Saya mengajarinya maka ia pun tahu).

 

Adam adalah nama ajam (non Arab) seperti Azar dan Syalikh. Adapun asalnya adalah mengambil dari kata   atau   , dengan arti :  (teladan). Atau, bisa juga berasal dari kata   (permukaan bumi) sesuai dengan suatu riwayat dari Nabi saw. bahwa Allah Taala menggenggam segenggam tanah dari seluruh permukaan bumi, baik dari dataran rendah maupun dataran tinggi, lalu dari tanah yang segenggam itu, Dia menciptakan Adam (alaihis-salam). Karena itulah, anak cucunya lahir berbeda-beda.

 

  Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat.

 

Dhamir (kata ganti nama) yang terdapat pada ayat ini (yaitu 2) kembali kepada benda-benda yang punya nama yang secara implisit ditunjukkan oleh kata :  (kalimat sebelumnya). Karena pembahasannya adalah nama-nama benda ( ), lalu Mudhaf ilaihnya (benda-benda) dihilangkan (makhdzut), karena Mudhafnya (nama-nama) telah menunjukkannya, lantas (Mudhaf ilaih) tersebut digantikan oleh alif lam (   pada  ). Seperti firman Allah :   (di sini Mudhaf ilaihnya juga dihilangkan, sebagai gantinya adalah Jl yang ditambahkan pada kata (, pent.). Karena tujuan dari pengemukaan itu adalah untuk menanyakan tentang nama-nama dari benda-benda yang dikemukakan. Oleh sebab itu, yang dikemukakan itu bukan nama-nama itu sendiri apalagi jika yang dimaksud itu adalah berupa lafaz-lafaz, melainkan yang dimaksud adalah benda-benda itu sendiri, atau apa-apa yang ditunjukkan oleh lafaz-lafaz tersebut Sedangkan sebab digunakannya dhamir mudhakkar (kata ganti jenis jantan) pada kalimat ini (yaitu : 2 ) adalah karena umumnya yang tercakup dalam nama-nama benda itu adalah jenis ugala (yang berakal).

 

(   ) Lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama (bendabenda) itu”.

 

Ayat ini merupakan celaan dan peringatan terhadap para malaikat atas ketidak mampuan mereka dalam hal kekhalifaan. Karena mengendalikan dan mengatur makhluk-makhluk yang ada dengan tetap menegakkan keseimbangan sebelum adanya pengetahuan yang pasti, berada pada tingkatan-tingkatan bakat dan tingkat kebenaran adalah sesuatu hal yang mustahil. Jadi, ayat ini bukan merupakan taklif, karena ia termasuk bab taklif dengan yang tidak mungkin.

 

(   ) Jika kamu memang orang-orang yang benar. Karena menurut sangkamu, bahwa kamu lebih berhak menjadi khalifah (di muka bumi) karena kema’shumanmu (kesucianmu dari dosa).

 

(     ) Mereka (para malaikat itu) menjawab : “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain yang Engkau ajarkan kepada kami”.

 

Jawaban malaikat ini merupakan pengakuan akan kelemahan dan ketidak sempurnaan mereka, serta sebagai pernyataan bahwa pertanyaan mereka (pada ayat sebelumnya) itu adalah untuk minta penjelasan (istifsar) dan bukan penentangan (i’tiradh). Dan bahwasanya apa yang tidak mereka ketahui, kini menjadi jelas bagi mereka, yaitu mengenai keutamaan manusia dan hikmat dari diciptakannya mereka. Disamping itu, juga sebagai pernyataan syukur mereka atas nikmat Allah dengan apa yang diberitahukan-Nya kepada mereka dan disingkapkan-Nya bagi mereka apa yang tidak mereka pahami, serta menjaga kesopanan dengan cara menyertakan ilmu seluruhnya kepada Allah.

 

   Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui, yang tidak ada sesua u pun yang tersembunyi bagi-Nya.

 

 Lagi Maha Bijaksana. Yang sempurna dalam pencitaan-Nya, dan Yang tidak melakukan kecuali apa yang di dalamnya ada hikmat yang sempurna. (adhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling selamat di antara kamu pada hari kiamat dari hal-hal yang menakutkan dan jurang-jurangnya, ialah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”. (Syifa’un Syarif). Dan dari sahabat Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menempuh suatu jalan menuju ilmu, maka Allah akan menempatikannya pada jalan menuju surga. Dan sesungguhnya orang yang berilmu itu dimohonkan ampun oleh makhluk-makhluk di bumi, sampai-sampai ikan yang ada di lautan. Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi”. Dan dari sahabat Abu Dzarr ra. ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya kepergianmu untuk belajar satu bab darj Kitab Allah Taala adalah lebih baik bagimu daripada engkau salat seratus rakaat. Dan sesungguhnya kepergianmu untuk belajar satu bab dari ilmu, baik ia diamalkan ataupun tidak, adalah lebih baik bagimu daripada engkau salat seribu rakaat”. Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa belajar satu bab dari ilmu untuk diajarkannya kepada orang lain, maka dia diberi pahala tujuh puluh nabi”.

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Barangsiapa duduk di sisi orang alim dua jam, atau makan bersamanya dua suapan, atau mendengarkan darinya dua perkataan, atau berjalan bersamanya dua langkah, maka Allah Taala akan memberinya dua surga, yang masing-masing surga itu luasnya dua kali luas dunia”. (Misykatul Anwar) Dari Ali, karramallaahu wajhah, dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Aku telah menanyakan kepada Jibril tentang orang-orang yang berilmu, lalu Jibril menjawab : “Mereka adalah pelita-pelita umatmu di dunia dan akhirat. Beruntunglah orang yang mengenal mereka dan celakalah orang yang mengingkari dan membenci mereka”. (Kawasyi)

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda :

 

 

Artinya : “Barangsiapa melakukan salat secara berjamaah dan duduk di majelis ilmu serta mendengarkan Kalam Allah lalu mengamalkannya, maka Allah Taala akan memberinya enam perkara : (1) rezki dari usaha yang halal, (2) selamat dari azab kubur, (3) menerima kitab (catatan amalnya) dengan tangan kanannya, (4) melewati shirat (jembatan di atas neraka) laksana kilat yang menyambar, (5) dihimpun bersama para nabi, (6) Allah membangunkan untuknya sebuah mahligai di dalam surga dari permata yagut yang merah, yang mempunyai empat puluh pintu”. (Zubdah).

 

Dari sahabat Ibnu Abbas ra. ia berkata : “Orang-orang yang berilmu itu mempunyai derajat tujuh ratus tingkat di atas derajat orang-orang biasa, yang jarak di antara satu tingkat dengan tingkat derajat lainnya adalah sejauh (perjalanan) lima ratus tahun”.

 

Konon, ilmu itu lebih utama dari amal karena lima sebab :

 

    Ilmu tanpa amal tetap ada, sedangkan amal tanpa ilmu tidak ada.
    Ilmu tanpa amal masih berguna, sedangkan amal tanpa ilmu tidak berguna.
    Amal itu suatu kewajiban, sedangkan ilmu pemberi cahaya laksana pelita.
    Ilmu itu pangkat para nabi, seperti sabda Nabi saw. yang artinya : “Para ulama umatku seperti para nabi Bani Israil”.
    Ilmu itu sifat Allah, sedangkan amal itu sifat hamba-hamba Allah. Dan sifat Allah itu jelas lebih utama daripada sifat hamba-hamba-Nya. (Tafsir Al Taisir).

 

Dan dari Ibnu Abbas ra. Katanya : “Nabi Sulaiman as. pernah disuruh memilih antara ilmu dan kerajaan, lalu Beliau memilih ilmu. Maka Beliau pun diberi ilmu dan kerajaan”.

 

Sebagian orang bijak berkata : “Kata ilmu (     ) itu terdiri dari tiga huruf : “ain (   ) lam (.   ) dan mim (.   ). “Ain (   ) berasal dari kata illiyyin (   ) yang artinya “tempat yang tinggi”. Lam (. ) berasal dari kata al luthfu (   ) yang artinya “kelemah-lembutan”. Dan mim ( ) berasal dari kata al mulku (    ) yang artinya “kerajaan”. Jadi, ‘ain akan membawa orang alim itu sampai ke tempat (derajat) yang tinggi. Lam akan menjadikannya seorang yang lemah lembut. Dan mim akan menjadikannya sebagai penguasa makhluk”.

 

Dan dikatakan, bahwa kemuliaan ilmu itu ditunjukkan oleh firman Allah Taala kepada Nabi Muhammad saw.

 

Artinya : Dan katakanlah : “Oh Tuhanku, tambahilah aku ilmu!”

 

Karena Allah Taala telah memberikan kepada Beliau semua ilmu, dan Dia tidak menyuruhnya meminta tambahan kecuali tambahan ilmu. (Majalisul Abrar).

 

Diriwayatkan bahwa, Nabi saw. datang ke pintu masjid. Kemudian Beliau melihat setan berada di dekat pintu Masjid itu. Maka kemudian Nabi saw. bertanya : “Hai Iblis, apakah yang engkau lakukan di sini?” Setan itu menjawab : “Saya hendak masuk ke dalam masjid dan merusakkan saiat dari orang yang sedang saiat itu. Akan tetapi saya takut pada orang yang sedang tidur ini”.

 

Nabi saw. bertanya pula : “Hai Iblis kenapa engkau tidak takut pada orang yang sedang salat itu, sedangkan dia tengah beribadat dan bermunajat dengan Tuhannya, malah engkau takut dari orang yang sedang tidur itu, padahal dia sedang terlena?”.

 

Setan menjawab : “Orang yang sedang salat itu adalah seorang yang bodoh, meruSaknya lebih mudah. Namun, orang yang sedang tidur itu adalah orang berilmu, jika saya mengganggu orang yang salat itu dan merusakkan salatnya, saya khawatir orang yang tidur itu terjaga lalu membetulkannya segera”.

 

Maka Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tiduinya orang alim lebih baik daripada ibadatnya orang jahil (orang bodoh)”. (Minhajul Muta’allimin)

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa ingin menghafalkan ilmu maka ia harus membiasakan diri nya dengan lima. perkara : 1. Salat malam, sekalipun hanya dua rakaat. 2. Selalu dalam keadaan berwuadu. 3. Bertakwa (kepada Allah) baik secara rahasia (ketika sendirian) atau secara terang-terangan (ketika sedang di tempat ramai). 4. Makan untuk mendapatkan tenaga (supaya kuat ibadat) bukan (semata-mata) untuk memenuhi syahwat (kelezatan/kenikmatan). 5. Bersiwak (menggosok gigi)”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Kebaikan dunia dan akhirat adalah beserta ilmu : dan kemuliaan dunia dan akhirat adalah beserta ilmu. Satu orang alim lebih besar dari segi keutamaannya di sisi Allah Taala daripada seribu orang yang mati syahid”.

 

Begitu juga sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Matinya orang alim sama dengan matinya alam”.

 

Sedangkan di dalam kitab Al Kawasyi disebutkan : “Barangsiapa mengecam orang alim dengan kata-kata jimak, maka menjadi kafirlah ia, dan istrinya tertalak dengan talak bain”. Demikian menurut Imam Muhammad dan ahli fikih lainnya. Sedang Ash Shadru Asy Syahid di dalam kitab Fatawa Badi’iddin mengatakan : “Barangsiapa meremehkan orang alim menjadi kafirlah ia dan tertalaklah istrinya dengan talak bain”.

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Akan datang suatu masa pada umatku, ketika itu mereka lari dari para ulama dan fuqaha (ahli fikih). Maka Allah Taala akan menimpakan bencana kepada mereka dengan tiga macam bencana : (1) Allah menghilangkan berkah dari usaha mereka, (2) Allah menguasakan atas mereka seorang penguasa yang kejam, (3) Mereka keluar dari dunia (mati) dalam keadaan tanpa iman”. (Demikian disebutkan dalam kitab Mukasyafatul Asrar).

 

Dan dalam hadis lain diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda yang artinya : “Apabila tiba hari kiamat, akan dihadapkan empat golongan orang di dekat pintu surga tanpa mengalami hisab dan azab :

 

Pertama, orang alim yang mengamalkan ilmunya.

 

Kedua, orang yang sudah naik haji yang sewaktu dia naik haji dulu, dia tidak melakukan perbuatan keji.

 

Ketiga, orang yang mati syahid yang gugur di medan perang.

 

Keempat, orang dermawan yang megusahakan harta dari jalan yang halal dan menafkahkannya di jalan Allah tanpa riya.

 

Keempat golongan orang tadi saling mendahului untuk memasuki surga lebih dahulu. Maka Allah Taala mengutus Jibril untuk menjadi hakim di antara mereka. Pertamatama, Jibril bertanya kepada orang yang mati syahid yang gugur di medan perang itu, katanya : “Apa yang telah engkau lakukan di dunia sehingga engkau ingin masuk surga lebih dahulu?”.

 

Orang itu menjawab : “Saya telah terbunuh di medan perang demi mencapai keridhaan Allah Taala”.

 

Jibril bertanya pula : “Dari siapa engkau mendengar pahala orang yang mati syahid itu?”.

 

“Dari para ulama”, jawabnya.

 

“Jagalah kesopanan. Engkau jangan mendahului gurumu!”. Ujar Jibril memutuskan.

 

Kemudian Jibril menoleh kepada orang yang telah naik haji, lalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti tadi, dan akhirnya memutuskan perkaranya sama seperti keputusannya terhadap orang yang mati syahid tersebut. Kemudian Jibril mengajukan pertanyaan yang serupa kepada orang yang dermawan, dan mendapat jawaban yang sama. Akhirnya berkatalah orang alim : “Tuhanku, aku tidak memperoleh ilmu kecuali dengan kemurahan hati orang yang dermawan itu, dan dengan sebab kebajikannya”. Maka Allah Azza wajalla berfirman : “Sungguh benar apa yang dikatakan orang alim itu. Hai Ridhwan, bukalah pintu-pintu surga itu sehingga orang yang dermawan itu dapat masuk, baru kemudian mereka menyusul masuk sesudahnya”. (Demikian disebutkan dalam kitab Misykatul Anwar)

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : Kelebihan orang alim dibandingkan dengan orang abid (ahli ibadat) adalah seperti kelebihan diriku atas orang-orang yang paling rendah di antara kamu.

 

Juga, Allah Taala pernah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim as. Yang artinya : “Aku adalah Dzat Yang Maha Mengetahui, dan Aku menyukai orang-orang yang berilmu pengetahuan.

 

Sedangkan Alhasan rahimahullah berkata : “Nanti di hari kiamat tinta para ulama akan ditimbang bersama darah para syuhada (orang-orang yang mati syahid). Ternyata tinta para ulama itu lebih berat ketimbang darah para syuhada”.

 

Artinya : “Hati-hatilah terhadap tiga golongan manusia, yaitu : (1) ulama yang lalai, (2) orang-orang miskin yang congkak, (3) orang-orang sufi yang bodoh”. Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Kokohnya (kehidupan) dunia ini adalah dengan 4 perkara : (1) ilmu para ulama, (2) sifat adil para penguasa, (3) sifat dermawan orang-orang kaya, (4) doa orangorang miskin. Seandainya tidak ada ilmu para ulama maka akan binasalah orang-orang yang bodoh, kalau tidak ada kedermawanan orang-orang kaya maka akan binasalah orang-orang miskin, kalau tidak ada doa orang-orang miskin maka akan binasalah orangorang kaya, dan kalau tidak ada keadilan dari para penguasa maka manusia yang satu benar-benar akan memangsa manusia yang lain sebagaimana serigala memangsa kambing”. Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menafkahkan uangnya sebanyak satu dirham kepada seorang pelajar yang sedang menuntut ilmu, maka seolah-olah ia telah menafkahkan emas kuning sebesar gunung Uhud di jalan Allah Taala”. Dan juga sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa melaksanakan salat secara berjamaah bersama kaum muslimin selama empat puluh hari, tanpa terlewat satu rakaat pun, maka Allah akan menetapkan baginya terlepas dari nifak”. Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Barangsiapa salat Subuh, kemudian (setelah selesai salat) ia duduk (sejenak) untuk berzikir (mengingat dan menyebut asma) Allah Taala, maka Allah Taala akan memberinya di dalam surga Firdaus tujuh puluh mahligai yang terbuat dari emas dan perak”,

 

Artinya : “Hati-hatilah terhadap tiga golongan manusia, yaitu : (1) ulama yang lalai, (2) orang-orang miskin yang congkak, (3) orang-orang sufi yang bodoh”. Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Kokohnya (kehidupan) dunia ini adalah dengan 4 perkara : (1) ilmu para ulama, (2) sifat adil para penguasa, (3) sifat dermawan orang-orang kaya, (4) doa orangorang miskin. Seandainya tidak ada ilmu para ulama maka akan binasalah orang-orang yang bodoh, kalau tidak ada kedermawanan orang-orang kaya maka akan binasalah orang-orang miskin, kalau tidak ada doa orang-orang miskin maka akan binasalah orangorang kaya, dan kalau tidak ada keadilan dari para penguasa maka manusia yang satu benar-benar akan memangsa manusia yang lain sebagaimana serigala memangsa kambing”. Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menafkahkan uangnya sebanyak satu dirham kepada seorang pelajar yang sedang menuntut ilmu, maka seolah-olah ia telah menafkahkan emas kuning sebesar gunung Uhud di jalan Allah Taala”. Dan juga sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa melaksanakan salat secara berjamaah bersama kaum muslimin selama empat puluh hari, tanpa terlewat satu rakaat pun, maka Allah akan menetapkan baginya terlepas dari nifak”. Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Barangsiapa salat Subuh, kemudian (setelah selesai salat) ia duduk (sejenak) untuk berzikir (mengingat dan menyebut asma) Allah Taala, maka Allah Taala akan memberinya di dalam surga Firdaus tujuh puluh mahligai yang terbuat dari emas dan perak”,

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Sesungguhnya perumpamaan salat itu adalah ibarat sebuah anak Sungai yang mengalir di depan pintu rumah seseorang di antara kamu. Setiap hari ia mandi di situ sebanyak lima kali. Masih tersisakah kotoran pada (tubuh) nya?. Para sahabat menjawab : “Tidak”. Beliau melanjutkan : “Begitulah salat, ia mencuci dosa-dosa”. (Daqaiqul Akhbar). “

 4. KEUTAMAAN IBADAH DI BULAN RAMADAN

Allah SWT. berfirman : 

Artinya : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. AlBaqarah : 186)

 

Tafsir :

 

(  ) Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Yakni, katakaniah kepada mereka, bahwa Aku adalah dekat. Ayat ini merupakan gambaran dan kesempurnaan ilmu Allah akan perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan hamba-hamba-Nya, serta mengetahui segala hal-ihwal mereka seperti halnya orang yang berada dekat tempatnya dengan mereka.

 

Diriwayatkan, bahwa seorang A’rabi (orang desa) menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita (cukup) berbisik dengan-Nya, ataukah jauh sehingga kita harus menyeru-Nya?”. Maka turunlah ayat ini sebagai jawabannya.

 

(    ) Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku.

 

Ayat ini merupakan penegasan tentang kedekatan Allah, dan janji bagi orang yang berdoa bahwa doanya (pasti) akan dikabulkan Allah.

 

(    ) maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku. Yakni, apabila Aku menyeru mereka supaya beriman dan berbakti, sebagaimana Aku memenuhi (mengabulkan) mereka apabila mereka berdoa kepada-Ku bagi kebutuhan-kebutuhan mereka.

 

(.   ) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku.

 

Ayat ini merupakan perintah supaya bersikap mantap (tidak mudah berubah) dan selalu beriman.

 

( ) agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Mereka berharap memperoleh arrusydu, yaitu memperoleh kebenaran. Huruf syin (.   ) pada kata yarsyudun (.   ) bisa juga dibaca dengan fathah (. ) atau dengan kasrah (. ).

 

Ketahuilah bahwa setelah Allah Taala menyuruh kaum muslimin berpuasa selama satu bulan sambil memperhatikan bilangan hari-hari, serta menganjurkan mereka Supaya melaksanakan tugas-tugas mengumandangkan takbir dan memanjatkan puji Syukur maka Dia melanjutkan firman-Nya dengan mendetail segala keadaan mereka, Maha Men. dengar terhadap segala ucapan mereka, Maha Mengabulkan atas semua doa mereka dan Maha Membalas terhadap segala perbuatan mereka, sebagai penegas baginya (perintah puasa) dan anjuran atasnya (supaya melaksanakannya). (Aadhi Baidhawi)

 

Anas bin Malik ra., meriwayatkan hadis dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda :

 

Artinya : “Tidak ada suatu doa pun kecuali ada hijab (penghalang) yang mengha. langi antara doa itu dengan langit, sampai orang yang berdoa itu membaca (lebih dahulu) salawat untuk Nabi saw. Apabila ia telah membaca salawat untuk Beliau maka tembuslah hijab itu dan doa itu pun masuk. Dan kalau ia tidak membaca salawat, maka doanya kembali lagi”.

 

Diceritakan, bahwa seorang saleh duduk untuk membaca tasyahud, namun ia lupa membaca salawat untuk Nabi saw. Lantas dalam tidurnya, ia bermimpi melihat Rasulullah saw. Beliau berdiri lalu berkata kepadanya : “Kenapa engkau lupa membaca salawat untukku?” Orang itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya sibuk memuji Allah dan menyembahNya, sehingga saya terlupa membaca salawat untuk Baginda”.

 

Maka Rasulullah saw. berkata : “Tidakkah engkau mendengar sabdaku : “Semua amal dihentikan dan semua doa ditahan sampai dibacakan salawat untukku. Dan seandainya seorang hamba datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebanyak kebaikan-kebaikan penduduk dunia, namun di dalamnya tidak ada salawat untukku, maka kebaikan-kebaikannya itu dikembalikan kepadanya, satu pun tidak ada yang diterima”. (Zubdah)

 

Dan diriwayatkan, bahwa Nabi Musa as. pernah bermunajat kepada Tuhannya, ‘ katanya : “Ya Ilahi, apakah Engkau memuliakan seseorang seperti halnya Engkau memulaikan aku, yang mana Engkau telah memperdengarkan Kalam-Mu kepadaku?” Allah Taala menjawab : “Wahai Musa, sesungguhnya Aku mempunyai hamba-hamba yang Aku keluarkan mereka di akhir zaman. Lalu, Aku muliakan mereka dengan bulan Ramadan, dan Aku lebih dekat kepada mereka daripada kepadamu. Karena sesungguhnya Aku berbicara kepadamu, sedang antara Aku dan engkau ada tujuh puluh ribu hijab (tabir). Namun, apabila umat Muhammad berpuasa dan bibir-bibir mereka menjadi pucat, dan kulit-kulit mereka menjadi kuning, maka Aku angkat tabir-tabir tersebut pada saat berbuka. Wahai Musa, beruntunglah orang yang limpanya haus dan perutnya lapar di bulan Ramadan. Aku tidak akan mengganjar mereka kecuali dengan berjumpa pada-Ku”.

 

Maka, seyogyanyalah bagi orang yang berakal agar mengetahui kemuliaan bulan ini, dan memelihara hatinya di bulan itu dari kedengkian dan permusuhan terhadap sesama kaum muslimin. Di samping itu, hendaknya ia merasa takut dan gentar kepada Allah, apakah puasanya diterima atau tidak?. Karena Allah Taala telah berfirman, yang artinya : “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertagwa”.

 

Orang-orang yang berpuasa akan keluar dari dalam kubur-kubur mereka dan mengenali puasa-puasa mereka yang menyambut mereka dengan hidangan-hidangan, bingkisan-bingkisan dan piala-piala. Lalu dikatakan kepada mereka : “Makanlah oleh kalian, karena kalian dahulu telah lapar ketika orang-orang lain kenyang. Dan minumlah oleh kalian, karena kalian dahulu telah haus ketika orang-orang lain minum. Serta beristirahatlah!”. Maka mereka pun makan dan minum, sedangkan orang-orang lain masih menghadapi hisab. (Tanbihul Ghafilin)

 

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra. bahwa dia berkata : “Nabi saw. pernah ditanya tentang keutamaan-keutamaan salat Taraweih di bulan Ramadan, lalu Beliau menjawab :

 

“Pada malam pertama, seorang mukmin keluar dari dosanya seperti saat ia baru dilahirkan oleh ibunya.

 

Pada malam kedua, dosa-dosanya diampuni, juga dosa-dosa kedua orang tuanya, jika keduanya beriman.

 

Pada malam ketiga, malaikat dari bawah Arsy berseru : Mulailah beramal, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lewat.

 

Pada malam keempat, dia memperoleh pahala seperti pahala orang yang membaca kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alfurgan (Alquran).

 

Pada malam kelima, Allah Taala memberinya (pahala) seperti pahala orang yang salat di Masjidil Haram, Masjid Madinah dan Masjidil Agsha.

 

Pada malam keenam, Allah Taala memberinya (pahala) orang yang melakukan tawaf di Baitul Makmur, dan dimohonkan ampun oleh setiap bebatuan dan cadas.

 

Pada malam ketujuh, seolah-olah ia bertemu Musa as. dan membelanya dalam menghadapi Firaun dan Haman. | Pada malam kedelapan, Allah Taala memberinya apa yang pernah diberikan-Nya kepada Nabi Ibrahim as.

 

Pada malam kesembilan, seolah-olah ia beribadat kepada Allah Taala sebagaimana ibadatnya Nabi saw.

 

Pada malam kesepuluh, Allah Taala menganugerahinya kebaikan dunia dan akhirat.

 

Pada malam kesebelas, ia keluar dari dunia (mati) seperti saat baru dilahirkan dari perut ibunya.

 

Pada malam keduabelas, ia datang pada hari kiamat dengan wajah yang bercahaya bak bulan purnama.

 

Pada malam ketiga belas, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari semua kejahatan.

 

Pada malam keempat belas, para malaikat datang seraya memberi kesaksian untuknya, bahwa dia benar-benar telah mengerjakan salat Taraweih, maka Allah Taala tidak menghisabnya pada hari kiamat.

 

Pada malam kelima belas, ia didoakan oleh para malaikat, dan oleh para pemanggul Arsy dan Kursi.

 

Pada malam keenam belas, Allah menetapkan baginya kebebasan untuk selamat dari neraka, dan kebebasan untuk masuk ke dalam surga.

 

Pada malam ketujuh belas, ia diberi ganjaran seperti pahalanya nabi-nabi.

 

Pada malam kedelapan belas, malaikat berseru : ‘Hai hamba Allah, sesungguhnya Allah telah rida kepadamu dan kepada ibu bapakmu’.

 

Pada malam kesembilan belas, Allah mengangkat derajatnya di dalam surga Firdaus.

 

Pada malam kedua puluh, ia diberi ganjaran seperti pahalanya para syuhada (orangorang yang mati syahid) dan orang-orang saleh.

 

Pada malam kedua puluh satu, Allah membangunkan untuknya sebuah mahligai dari cahaya di dalam surga.

 

Pada malam kedua puluh dua, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari Segala kesedihan dan kesusahan. Pada malam kedua puluh tiga, Allah membangunkan untuknya sebuah kota di dalam Surga, f Pada malam kedua puluh empat, ia mempunyai dua puluh empat doa yang musta. jab. Pada malam kedua puluh lima, Allah Taala menghapuskan azab kubur darinya. Pada malam kedua puluh enam, Allah mengangkat baginya pahalanya selama empat puluh tahun. Pada malam kedua puluh tujuh, ia datang pada hari kiamat melewati Sirat (jembatan yang melintang di atas neraka menuju surga) laksana kilat yang menyambar. Pada malam kedua puluh delapan, Allah mengangkat untuknya seribu derajat di dalam surga.

 

Pada malam kedua puluh sembilan, Allah memberinya pahala seribu haji yang diterima.

 

Dan pada malam ketiga puluh, Allah berfirman : “Hai hamba-Ku, makanlah dari buahbuahan surga, dan mandilah dari air Salsabil, dan minumlah dari telaga Alkautsar. Akulah Tuhanmu dan engkau adalah hamba-Ku’. (Majalis)

 

Dari Aisyah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa melakukan i’tikaf (tinggal untuk beberapa saat di dalam masjid) dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. (Bukhari dan Muslim)

 

Dan diriwayatkan pula dari Aisyah ra. bahwa ia berkata : “Dahulu, Nabi saw. melakukan iktikaf pada sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadan, sampai Allah mewafatkannya. Kemudian istri-istri Beliau melakukan iktikaf pula sepeninggal Beliau, yakni beriktikaf di rumah-rumah mereka masing-masing. (Syarhui Masyariq)

5. KETENTRAMAN HATI DENGAN MENYAKSIKAN KEKUASAAN ALLAH

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman : “Apakah engkau belum percaya?” Ibrahim menjawab : “Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya”. Allah berfirman : (Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu jinakkanlah burung-burung itu kepadamu, kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor daripadanya diatas tiap-tiap bukit. Sesudah itu, panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. AlBaqarah : 260) Tafsir :

(.      ) Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Ibrahim as. menanyakan hal itu tak lain adalah agar ilmunya menjadi nyata. 

(.     ) Allah berfirman : “Apakah engkau belum percaya, bahwa Aku kuasa menghidupkan dengan mengulangi penyusunan dan kehidupan?”.    Ibrahim menjawab : “Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hatiku”. Maksudnya : Tentu saja saya telah percaya. Namun saya bertanya adalah supaya saya dapat menambah pengetahuan dan menentramkan hati dengan ditambahnya kejelasan selain wahyu dan pembuktian dalil.

(.      ) Allah berfirman : “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung”. Konon keempat burung itu ialah burung merak, ayam jantan, gagak dan merpati.

(.      ) lalu jinakkanlah burung-burung itu kepadamu. Perhatikanlah ciri-ciri mereka dan peliharalah mereka, supaya engkau lebih mengenal dan mengetahui keadaan mereka, agar engkau tidak keliru setelah mereka dihidupkan kembali.

(      ) kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor daripadanya di atas tiap-tiap bukit. Maksudnya : Kemudian potong-potonglah mereka. (.     ) sesudah itu panggillah mereka. Katakanlah kepada mereka : “Kemarilah dengan izin Allah”. (.    ) niscaya dia akan datang kepadamu dengan segera. Dengan cepat dan bergegas, dengan terbang atau lari.

(.          ) dan ketahuilah bahwa Allah Maha Porkasa. Tidak lemah terhadap apa yang Dia kehendaki

(.          ) Maha Bijaksana. Mempunyai kebijaksanaan yang sempurna dalam apa Saja yang Dia lakukan dan Dia tinggalkan. (Qadhi Baidhawi).

(Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagai. mana Engkau menghidupkan orang-orang mati). Alhasan berkata : “Adapun sebab dari timbulnya pertanyaan Nabi Ibrahim as. ini adalah karena Beliau pernah melewati seekor binatang yang sudah hancur, yang menurut Ibnu Juraij adalah bangkai keledai, di tepj laut. Beliau melihatnya dalam keadaan telah dicerai-beraikan oleh binatang-binatang lau dan darat. Jika laut pasang, datanglah ikan-ikan dan binatang-binatang laut lainnya lalu memakan bangkai keledai itu. Bagian-bagian yang jatuh dari bangkai itu masuk ke laut, Dan jika laut itu surut, maka datanglah binatang-binatang buas lalu memakannya pula, Bagian-bagian yang jatuh daripadanya ke tanah, menjadi tanah. Jika binatang-binatang buas itu telah pergi meninggalkannya, maka datanglah burung-burung pemakan bangkaj lalu memakannya pula. Bagian-bagian yang jatuh daripadanya diterbangkan angin di udara.

Ketika Nabi Ibrahim as. menyaksikan hal itu, Beliau merasa heran lalu berkata : “Oh Tuhanku, sesungguhnya aku telah tahu bahwa Engkau akan menghimpun kembali ba. gian-bagian tubuh bangkai ini dari perut-perut binatang buas, tembolok-tembolok burung, dan dari perut-perut binatang laut. Maka perlihatkanlah kepadaku, bagaimana Engkau menghidupkannya kembali, agar aku dapat menyaksikannya, sehingga bertambahlah keyakinanku”.

Allah mengecam Beliau dan berfirman : “Apakah engkau belum percaya”. Ibrahim as menjawab : “Tentu saja Ya Tuhanku, aku telah tahu dan telah percaya. Akan tetapi agar hatiku menjadi tenang”. Maksudnya, supaya hatiku menjadi tenang dengan melihat dan menyaksikannya langsung dengan mata sendiri. Maksud Nabi Ibrahim adalah agar Beliau memperoleh ilmul yagin dan ‘ainul yagin.

 

Allah berfirman : “Kalau begitu, ambillah empat ekor burung”. Mujahid berkata : “Nabi Ibrahim as. mengambil burung merak, ayam jantan, merpati dan burung gagak”. Dan ada pula yang mengatakan : bebek hijau, gagak hitam, merpati putih dan ayam jantan merah. “Lalu jinakkanlah mereka kepadamu”. Maksudnya : Lalu potong-potonglah mereka dan cacah-cacahlah. Dan ada pula yang menafsirkannya : Himpunlah dan kumpulkanlah kepadamu. “Kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor daripadanya di atas tiap-tiap bukit”. Para mufassir berkata : “Allah Taala menyuruh Ibrahim as. supaya menyembelih burung-burung itu dan mencabuti bulu-bulunya serta memotong-motong burung-burung itu menjadi tujuh bagian, lalu Beliau meletakkannya di atas tujuh bukit, sedang potongan kepala burung-burung itu Beliau pegang. Kemudian Beliau memanggil mereka dengan perkataan : “Kemarilah dengan izin Allah”. Maka mulailah setiap tetes darah dari seekor burung terbang ke tetes darah yang lain, setiap tulang terbang menuju tulang yang lain, dan setiap potongan daging menuju potongan daging yang lain. Sementara itu Nabi Ibrahim as. melihatnya, sampai masing-masing bagian tubuh bertemu dengan bagian-bagiannya yang lain di udara, tanpa kepala. Selanjutnya mereka datang kepada kepalanya masing-masing dengan segera. Setiap seekor burung datang maka kepalanya pun terbang menyambut nya. Jika itu memang kepalanya maka burung itu lalu mendekatinya, dan jika ternyata itu bukan kepalanya, maka burung itu mundur, sehingga masing-masing burung bertemu dengan kepalanya sendiri. Dan itu sesuai dengan firman Allah Taala, yang artinya : “Sesudah itu panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”.

 

Ada pendapat yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan kata assa’yu dalam ayat di atas adalah bergegas dan berlari. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah berjalan, seperti firman Allah Taala :

 

Artinya : “Maka bergegaslah kamu untuk mengingat Allah”.

 

Dipergunakannya kata “berjalan” sebagai maksud dari kata assa’yu itu, dan bukan “terbang”, hikmatnya adalah karena kata “berjalan” itu lebih mungkin untuk tidak menimbulkan keragu-raguan. Sebab, seandainya burung-burung itu datang kepada Nabi Ibrahim dengan terbang, tentu ada kemungkinan Nabi Ibrahim menyangka bahwa kaki-kakinya tidak sehat.

 

Namun, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, assa’yu itu adalah “terbang”.

 

“Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Tafsir Ma’alim)

 

Diriwayatkan bahwa, ketika Allah Taala hendak menciptakan langit dan bumi. Dia menciptakan suatu material yang berwarna hijau, yang besarnya berkali-kali lipat daripada langit dan bumi. Kemudian Dia memandangnya dengan pandangan hebat, sehingga material tersebut menjadi air. Kemudian, Dia pandang air itu maka bergejolaklah air itu dan muncullah buih, asap dan uap. Dan air itu bergetar karena takut kepada Allah. Karena itulah, air selalu bergetar (bergelombang) hingga hari kiamat.

 

Dari asap itu, Allah menciptakan langit, dan dari buih itu Dia menciptakan bumi. Kemudian Allah mengutus malaikat dari bawah Arsy. Maka meluncurlah ia ke bumi sampai masuk ke bawah lapisan ke tujuh dari bumi, lalu diletakkannya bumi itu di pundaknya, sedang salah satu tangannya berada di timur dan yang satunya lagi di barat, keduanya terlentang sambil menggenggam bumi yang tujuh sampai bumi itu benar-benar stabil. Namun tidak ada tempat berpijak bagi kakinya. Maka Allah menurunkan dari Firdaus seekor lembu yang memiliki tujuh puluh ribu tanduk dan empat puluh ribu kaki, dan Dia jadikan tempat berpijak kaki malaikat itu di atas punuk sapi itu, namun kedua kaki malaikat itu tidak bisa mantap. Maka, Allah menurunkan permata yagut yang berwarna hijau yang berasal dari tempat tertinggi di dalam surga, yang tebalnya sejauh perjalanan lima ratus tahun. Permata tersebut diletakkan-Nya di antara punuk lembu itu sampai ke ekornya, maka kedua kaki malaikat itu pun mantaplah berpijak pada permata tersebut. Sedang tanduk-tanduk lembu itu keluar dari batas-batas wilayah bumi.

 

Akan tetapi lembu itu berada di lautan. Pada setiap harinya, dia bernapas dua kali. Jika dia bernapas maka pasanglah air laut, dan jika dia menahan napas maka air laut pun surut kembali. Namun, kaki-kaki lembu itu tidak mempunyai tempat berpijak. Maka Allah menciptakan batu karang setebal tujuh kali langit dan bumi. Disanalah kaki-kaki lembu itu berpijak dengan mantap. Dan batu karang itu tidak mempunyai tempat menetap, maka Allah lalu menciptakan Nun, yaitu seekor ikan besar bernama Nun, panggilannya Yalhub dan gelarnya Yahmut. Allah meletakkan batu karang itu di atas punggung Nun, sedangkan seluruh tubuhnya kosong tidak ada apa-apa. Nun itu berada di laut dan laut itu berada di atas punggung angin, dan angin berada dalam kekuasaan Allah.

 

Ka’bul Akhbar berkata : “Sesungguhnya Iblis pernah masuk ke dalam jasad Nun yang di atas punggungnya ada bumi seluruhnya berikut pepohonan, binatang melata dan sebagainya, lalu ia berkata kepada ikan itu : ‘Lemparkan saja beban-beban yang berat itu seluruhnya dari atas punggungmu!”. Ka’ab berkata : “Ikan itu pun tergugah untuk melakukan suruhan Iblis tersebut, namun Allah lalu mengirim seekor binatang. Binatang itu masuk ke dalam lubang hidung ikan itu sampai ke otaknya. Maka ikan itu berteriak kepada Allah Taala karena gangguan binatang itu. Lantas Allah mengizinkan binatang itu untuk keluar, dan ia pun keluar”.

 

Ka’ab melanjutkan : “Ikan itu memperhatikan binatang tersebut, begitu pula sebaliknya. Apabila ikan itu hendak melakukan seperti yang dahulu, maka binatang itu kembali masuk ke dalam lubang hidungnya sampai ke otaknya seperti tadi. Ikan inilah yang dijadikan bahan sumpah oleh Allah Taala dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Nun, demi qalam dan apa yang mareka tulis”.

 

Sungguh benarlah Allah Yang Mahaagung dengan segala firman-Nya. (Tafsir Tsa’. labi rahimahullaahu Taala). Ini semua merupakan tanda kekuasaan Allah Taala Yang Maha luhur, Mahabesar lagi Mahatinggi.

 

HAL LAIN YANG BERKAITAN DENGAN HAL IHWAL DUNIA DAN AKHIRAT.

 

Dalam salah satu khabar disebutkan, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa dahulu pernah menganiaya saudaranya baik dalam masalah kehormatan maupun hartanya, maka hendaklah ia meminta kepada orang yang teraniaya itu agar memberikannya untuknya atau menghalalkannya darinya, atau ia membayar kepadanya sebelum para seterunya itu menuntutnya di hari yang sudah tidak ada lagi dinar ataupun dirham”.

 

(Cerita).

 

Pada zaman dahulu, ada seorang nelayan, ia berhasil menangkap seekor ikan. Namun ikannya itu dirampas oleh seorang tentara sambil dipukulnya pula nelayan itu. Maka nelayan itu mengadukan halnya kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, Engkau telah menjadikan diriku sebagai orang yang lemah, dan dia sebagai orang yang kuat, sehingga dia menganiaya aku. Berilah kuasa atas salah satu makhluk-Mu untuk menghukumnya, dan jadikanlah itu sebagai pelajaran bagi kaum muslimin!”.

 

Ketika tentara itu tiba di rumahnya, maka ikan itu dipanggangnya. Setelah itu, diletakkannya ikan itu di atas meja makan. Ketika ia hendak mengambilnya, maka ikan itu, dengan izin Allah, lalu mengantupnya. Maka timbullah ulat di tangannya. Tentara itu tidak kuat menanggungnya, sehingga akhirnya dipotong tangannya yang berulat itu. Namun, ulat itu terus menjalar sampai ke lengannya, sehingga lengannya itupun akhirnya dipotongnya pula.

 

Pada saat tentara itu tidur, ia bermimpi melihat seseorang yang berkata kepadanya : “Kembalikanlah hak kepada pemiliknya, agar kau selamat dari penyakit ini!”. Setelah ia bangun dari tidurnya, maka ia pun mengerti akan hal itu. Kemudian dengan bergegas, ia menemui nelayan dan memberinya ganti sebanyak sepuluh ribu dirham, serta meminta maaf kepadanya atas perbuatannya dahulu. Setelah nelayan itu menerima ganti rugi dan memberinya maaf, maka seketika itu juga berjatuhanlah ulat-ulat itu dari tangannya dan tangannya kembali utuh seperti sedia kala, dengan berkat kekuasaan Allah jua. (Mukasyafatul Qulub)

 

Dari Abu Umamah Al Bahili ra. bahwa ia berkata : “Apabila seseorang meninggal! dunia, dan telah diletakkan di dalam kuburnya, maka datanglah kepadanya malaikat lalu duduk di sisi kepalanya. Kemudian disiksanya orang itu dan dipukulinya dengan sebuah palu, sehingga tidak ada satu anggota tubuhnya pun kecuali terpenggal dan menyala di dalam kubuinya. Kemudian dikatakan kepadanya : “Bangkitlah dengan seizin Allah !”. Ketika dia sudah berdiri maka berteriaklah dia dengan sekuat-kuatnya, yang bisa didengar oleh seluruh makhluk yang ada di antara langit dan bumi kecuali oleh jin dan manusia. Lalu berkatalah si mayit kepada malaikat itu : “Kenapa engkau melakukan ini terhadapku dan kenapa engkau menyiksaku, padahal aku mendirikan salat, membayar zakat dan berpuasa di bulan Ramadan ?”. Malaikat menjawab : “Aku menyiksamu karena suatu hari, engkau pernah melewati seseorang yang teraniaya. Orang itu meminta tolong kepadamu, namun engkau tidak menolongnya. Dan engkau pernah melakukan salat suatu hari, tetapi engkau tidak mencuci bekas kencingmu!”.

 

Oleh karena itu, ada pendapat yang mengatakan bahwa, menolong orang yang teraniaya itu hukumnya wajib. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa melihat seseorang yang teraniaya, lalu orang itu meminta pertolongan kepadanya namun ia tidak menolongnya, maka ia akan dipukul di dalam kuburnya seratus kali dengan cambuk dari api neraka”. (Mukasyafatul Qulub).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berzina dengan seorang perempuan muslimah atau bukan muslimah, baik perempuan merdeka ataupun hamba sahaya, kemudian ia meninggal dunia sebelum sempat bertobat, maka Allah akan membukakan baginya dalam kuburnya liga ratus pintu dari api. la diazab di dalam kuburnya sampai tiba hari kiamat. Dan apabila tiba hari kiamat, ia masuk ke dalam neraka bersama-sama orang-orang lain yang masuk neraka”, (Hayatul Qulub)

 

Dikisahkan, bahwa Hasan Albasri, Malik bin Dinar dan Tsabir Albanani berkunjung kepada Rabiah Al Adawiyah. Lantas Hasan berkata : “Wahai Rabiah. pilihlah salah seorang di antara kami untuk menjadi suamimu. Karena nikah itu merupakan sunnah Nabi saw”,

 

Rabiah menjawab : “Saya mempunyai beberapa pertanyaan, siapa yang dapat menjawabnya, maka saya peristrikan diriku dengannya”.

 

Pertama-tama, Rabiah mengajukan pertanyaan kepada Hasan Albasri : “Bagaimana pendapat Anda tentang firman Allah Taala pada hari kiamat, ‘Mereka itu di dalam surga dan Aku tidak peduli, dan mereka itu di dalam neraka dan Aku tidak peduli’, dari golongan manakah saya?”. Hasan menjawab : “Saya tidak tahu”. Rabiah bertanya pula : “Ketika saya dibentuk di dalam rahim ibuku, apakah saya ini menjadi perempuan yang celaka ataukah perempuan yang bahagia?”. Hasan menjawab : “Saya tidak tahu”. Rabiah bertanya kembali : “Apabila dikatakan kepada seseorang, Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati’,, Sedang kepada yang lain dikatakan, “Tidak ada kabar gembira bagimu’, Termasuk golongan manakah saya?”. Hasan menjawab : “Tidak tahu”. Rabiah bertanya : “Kubur itu merupakan salah satu taman surga atau salah satu jurang neraka. Bagaimanakah kira-kira kubur saya”. Hasan menjawab : “Tidak tahu”. Rabiah bertanya :

 

“Pada hari wajah wajah momutih dan ada pula wajah wajah yang menghitam. Bagaimana: kah kira-kira wajah saya?” Hasan monjawab : “tidak tahu”, Rabtah bertanya pula . “Apabila seorang penyeru menyerukan pada hati kiamat : “Kotahuilah, sesungguhnya fulan bin fulan benar-benar memperoleh kebahagiaan, sodang fulan bin fulan benar-benar memperoleh kesengsaraan, termasuk golongan manakah saya?”. Hasan menjawab : “Saya tidak tahu”. Kemudian ketiga orang itu pun menangis semua, lalu meroka keluar dari tempat perempuan itu. (Bahjatul Anwar),

 

Dalam versi lain dikisahkan, bahwa kotika suami Rabiah Al Adawiyah meninggaf dunia, maka Hasan Albasri besorta kawan-kawannya meminta izin untuk menemuinya, Rabiah mengizinkan mereka untuk berkunjung kepadanya, Rabiah menurunkan tabir lalu duduklah ia di balik tabir itu. Hasan dan kawan-kawannya berkata kepadanya : “Suamimy telah meninggal dunia, sedangkan Anda masih membutuhkan seorang suami”.

 

“Ya,” jawab Rabiah. “Akan tetapi, siapakah di antara kalian yang paling alim supaya saya peristrikan diri saya kepadanya?”.

 

Mereka menjawab : “Hasan Albasri”.

 

Rabiah berkata : “Jika Anda dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan saya mengenai empat masalah, maka saya bersedia menjadi milik Anda”.

 

Hasan menjawab : “Tanyakanlah. Jika Allah Taala memberi petunjuk kepada saya, maka saya menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda itu”,

 

Rabiah mulai bertanya : “Bagaimanakah pendapat Anda, seandainya saya meninggal dunia dan keluar dari dunia ini, apakah saya keluar dalam keadaan beriman atau tidak?”.

 

Hasan menjawab : “Ini merupakan perkara gaib, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah Taala”.

 

Kemudian Rabiah mengajukan pertanyaan lain : “Bagaimana pendapat Anda, seandainya saya telah diletakkan di dalam kubur, dan saya ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir, dapatkah kiranya saya menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka atau tidak?”.

 

Hasan menjawab : “Ini juga merupakan perkara gaib, sedangkan urusan gaib itu tidak ada yang mengetahuinya selain hanya Allah Taala”.

 

Rabiah mengajukan pertanyaan lagi : “Apabila manusia telah dikumpulkan pada hari kiamat, dan buku-buku catatan amal beterbangan, apakah saya menerima buku catatan amal saya dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri?”.

 

“Ini pun termasuk perkara gaib”. Jawab Hasan.

 

Kemudian Rabiah bertanya kembali : “Apabila diserukan kepada manusia, “Segolongan di dalam surga dan segolongan di dalam neraka”, termasuk golongan manakah saya di antara kedua golongan itu?”.

 

Hasan menjawab : “Ini pun termasuk perkara gaib”.

 

Rabiah kemudian berkata : “Orang yang selalu memikirkan tentang empat perkara ini, bagaimana mungkin ia memikirkan pula tentang perkawinan”. Setelah itu ia melanjutkan : “Wahai Hasan, beritahukanlah kepadaku, berapa bagiankah Allah menciptakan akal?”.

 

Hasan menjawab : “Sepuluh bagian. Sembilan bagian untuk laki-laki dan satu bagian untuk perempuan”.

 

Rabiah bertanya pula : “Wahai Hasan, berapa bagiankah Allah menciptakan syahwat?”.

 

Hasan menjawab : “Sepuluh bagian, Sembilan bagian untuk perempuan dan satu bagian untuk laki-laki”.

 

Rabiah berkata : “Wahai Hasan, saya mampu memelihara sembilan bagian syahwat dengan satu bagian akal, sedang Anda tidak mampu memelihara satu bagian syahwat dengan sembilan akal”.

 

Maka menangislah Hasan, lalu keluar dari tempat perempuan itu. (Misykatul Anwar). 

6. KEUTAMAAN MEMBERI SEDEKAH DI JALAN ALLAH

Allah SWT. berfirman :  

Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menaf. kahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi orang yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui”. (QS. AlBaqarah : 261)

Tafsir : ,

(.    ) Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih. Maksudnya, perumpamaan nafkah mereka adalah serupa dengan sebutir benih. Atau, perumpamaan mereka adalah serupa dengan orang yang menebarkan sebutir biji (   ) atas dasar hadizifi mudhaf (hilangnya Mudhaf, yaitu   ).  yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.

Penumbuhan dinisbatkan kepada biji, karena biji itu tergolong sebab, sebagaimana ia dinisbatkan pula pada bumi dan air, padahal hakekatnya yang menumbuhkan itu adalah Allah Taala. Makna ayat di atas adalah bahwa, dari biji itu keluar batang, yang mengeluarkan tujuh cabang, yang masing-masing mempunyai tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir itu terdapat seratus biji. Ini adalah suatu perumpamaan yang tidak memerlukan bukti kejadiannya, karena terkadang bisa terjadi pada tanaman jagung dan jelai, juga pada tanaman gandum di tanah yang subur pada sebagian lahan pertanian.

(.     ) Dan Allah melipat gandakan, dengan kelipatan seperti itu.      bagi orang yang Dia kehendaki, dengan karunia-Nya menurut keadaan si pemberi nafkah, yaitu keikhlasannya dan jerih-payahnya. Dan karenanya, amal-amal itu berbeda-beda ukuran pahalanya.

 

(.      ) Dan Allah Mahaluas, tidaklah menyempitkan-Nya tambahan yang Dia karuniakan.  lagi Maha Mengetahui akan niat si pemberi nafkah dan jumlah nafkahnya. (Qadhi Baidhawi).

 

Ayat ini turun berkaitan dengan sahabat Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Centanya begini, ketika Rasulullah saw. menganjurkan orang-orang supaya bersedekah pada saat mereka hendak berangkat perang menuju ke Tabuk. Maka datanglah sahabat Abdurrahman sambil membawa uang sebanyak empat ribu dirham, ta berkata : “Ya Rasulullah, saya mempunyai delapan ribu dirham. Saya tahan empat ribu untuk diriku dan keluargaku, dan saya serahkan yang empat ribu lagi untuk Tuhanku”. Lantas Rasulullah saw. menjawab : “Semoga Allah memberkatimu pada apa yang engkau tahan dan pada apa yang engkau berikan”.

 

Sedangkan sahabat Utsman bin Affan berkata : “Ya Rasulullah, saya menanggung perlengkapan orang yang tidak mempunyai perlengkapan”.

 

Maka turunlah ayat ini : (matsalul-ladziina yunfiquuna…) (Abul Laits).

 

Alkalabi dan Muqatil berkata : “Ayat ini turun berkenaan dengan sahabat Ali bin Abitalib ra. Dia hanya memiliki uang sebanyak empat dirham, tidak punya lainnya. Ketika turun anjuran agar bersedekah, dia bersedekah satu dirham secara sembunyi-sembunyi dan satu dirham secara terang-terangan. Maka turunlah ayat : Alladziina yunfiquuna….. dst. (Abul Laits).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti jalah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”.

 

Diriwayatkan dari Ali bin Abitalib ra. katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidak ada satu doa pun kecuali dihalangi oleh suatu hijab antara dia dan Allah Taala, sampai orang yang membaca doa itu membaca salawat untuk Nabi Muhammad saw. Apabila dia telah melakukan itu, maka tembuslah hijab itu dan dikabulkanlah doanya”.

 

Dan dari sahabat Anas ra., katanya : “Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Ketika Allah Taala telah menciptakan bumi dan ia bergerak-gerak, Dia lalu menciptakan gununggunung, lantas meletakkannya di atas bumi itu. Maka bumi itu pun menjadi tenang. Para malaikat yang menyaksikan hal itu menjadi heran, lalu mereka berkata : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada gunung-gunung itu?”.

 

Allah menjawab : “Ya, besi”.

 

Lantas malaikat bertanya lagi : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada besi?”.

 

“Ya,”. Jawab Allah, “api”.

 

Para malaikat bertanya kembali : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada api?”.

 

“Ya,” jawab Allah, “air”.

 

Para malaikat kembali bertanya : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada air?”.

 

“Ya” jawab Allah “Angin”

 

Pata malaikat bertanya pula . “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk Mu yang lebih hebat daripada angin?”

 

“Ya, jawab Allah “Anak Adam yang bersedokah dongan tangan kanannya dan menyembunyikannya dari tangan kirinya adalah yang lobih hebat daripada angin”.

 

Namun hal itu setelah menjaga hal-hal berikut :

 

Pertama, hendaklah Anda menyembunyikan (merahasiakan) sedekah, sesuai firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan jika kami menyembunyikan sedekah dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu”.

 

Oleh karena itu, para ulama dahulu sangat berlebihan dalam menyembunyikan sedekah mereka dari pandangan orang banyak, sampai-sampai ada sebagian mereka yang mencari orang fakir yang buta supaya tidak diketahui siapa yang bersedekah. Dan sebagian lagi mengingatkan sedekahnya di baju orang fakir ketika orang itu sedang tidur. Dan yang lainnya, meletakkan sedekahnya di jalanan yang dilalui oleh orang-orang fakir, supaya mereka mengambilnya.

 

Kedua, tidak mengungkit-ngungkit dan mengeluarkan perkataan yang menyakiti hati si penerima sedekah. Hal ini didasarkan pada firman Allah Taala :

 

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan cara mengungkit-ngungkitnya atau mengeluarkan perkataan yang menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ingin dipuji oleh manusia”.

 

Ketiga, hendaklah harta yang Anda sedekahkan itu merupakan harta Anda yang terbaik, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Kamu tidak akan mencapai derajat kebaktian (yang sempurna) sampai kamu menafkahkan sebagian hartamu yang kamu cintai”.

 

Agar Anda tidak termasuk kedalam golongan orang-orang yang dikatakan Allah dalam firman-Nya:

 

Artinya : “Dan mereka memberikan kepada Allah apa yang mereka sendiri tidak menyukainya’. Oleh karena itulah, Rasulullah saw. bersabda : ,

 

Artinya : “Allah itu Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik”. Yakni, yang halal. Seperti yang dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri : “Orang yang menafkahkan barang haram dalam berbuat taat kepada Allah adalah ibarat orang yang mencuci kain dengan kencing. Padahal kain itu tidak akan suci selain dengan air yang suci. Begitu pula dosa tidak akan disucikan kecuali dengan barang yang halal”.

 

Keempat, hendaklah Anda memberikan sedekah itu dengan wajah yang menyenangkan (ceria) dan berseri-seri, tidak seperti orang yang terpaksa. Hal mana disebutkan Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka nafkahkan itu dengan mengungkit-ngungkitnya dan tidak pula dengan menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala dari Tuhan mereka, Tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.

 

Karenanya, Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Satu dirham mengungguli seratus ribu dirham”.

 

Maksudnya : uang satu dirham dari harta yang halal dan dengan wajah berseri-seri ketika memberikannya, adalah lebih baik daripada uang seratus ribu (dirham) yang diberikan dengan terpaksa.

 

Kelima, hendaklah Anda cermat dalam memilih orang yang akan Anda beri sedekah itu. Berikanlah ia kepada orang alim yang bertakwa, yang dapat menggunakan sedekah itu untuk berbuat taat dan takwa kepada Allah Taala. Atau, kepada orang saleh yang fakir. Firman Allah :

 

Artinya : “Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat-zakat) itu hanyalah untuk orangorang fakir dan orang-orang miskin … dst”.

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Apabila sedekah itu telah keluar dari tangan pemberinya, maka ia berbiCara dengan lima perkara : (pertama) Dahulu aku kecil lalu engkau besarkan aku, (kedua) Dahulu, engkau yang menjaga aku dan sekarang akulah yang menjagamu, (ketiga) Dahulu aku adalah musuh lalu engkau jadikan aku kekasih, (keempat) Dahulu aku merupakan barang yang fana, lalu engkau jadikan aku kekal, (kelima) Dahulu aku sedikit lalu engkau Jadikan aku banyak. Sebagaimana firman Allah, yang artinya : “Barangsiapa membawa amal (satu) kebaikan, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipatnya”.

 

Rasulullah Saw bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang muslim memberi makan saudaranya sampai ia kenyang, dan memberi minum sampai ia puas, melainkan Allah akan menjauhkannya dari api neraka, dan menjadikan antara dia dan neraka itu tujuh jurang, yang antara tiap-tiap dua jurang itu jauhnya seperti jarak perjalanan lima ratus tahun. Dan neraka Jahannam berteriak : “Oh Tuhan-ku, izinkanlah saya bersujud sebagai pernyataan syukurku kepadaMu. Saya benar-benar menginginkan agar Engkau membebaskan seseorang dari umat Muhammad dari azabku. Karena saya merasa malu kepada Muhammad untuk menyiksa orang yang bersedekah di antara umatnya. Padahal saya harus taat kepada-Mu”. Kemudian Allah Taala memerintahkan supaya masuk surga orang yang bersedekah dengan sepotong roti atau segenggam kurma.

 

Dikisahkan, dahulu, bangsa Bani Israil pernah mengalami musim paceklik yang dahsyat beberapa tahun berturut-turut. Dan ada seorang perempuan yang hanya memiliki sekerat roti. Pada saat ia hendak menyantap roti itu, sekonyong-konyong datang seorang pengemis di depan pintu rumahnya seraya berseru : “Demi Allah, berilah saya sesuap makanan”. Maka perempuan itu mengeluarkan kembali roti yang sudah dimasukkannya ke mulutnya, lalu diberikannya kepada pengemis itu. Kemudian ia keluar bersama anaknya yang masih kecil ke gurun untuk mencari kayu bakar. Lantas datang seekor serigala menerkam anak kecil itu, dan menyeretnya pergi. Ketika si ibu mendengar suara jeritan anaknya, maka ia pun pergi menyusul sambil mengikuti jejak kaki sang serigala. Maka Allah mengutus malaikat Jibril. Lalu anak kecil itu dikeluarkannya dari mulut serigala tersebut. Kemudian diserahkannya kembali anak itu kepada ibunya seraya berkata : “Hai hamba Allah, relakah engkau sesuap dibayar dengan sesuap”. (Demikian disebutkan dalam kitab tafsir Al Hanafi).

 

Dikisahkan pula, bahwa Aisyah ra. berkata : “Ada seorang perempuan datang menemui Nabi saw. sedang tangan kanannya lumpuh. Perempuan itu lalu berkata kepada Beliau : “Ya Nabi Allah, mohonkanlah kepada Ailah supaya Dia menyembuhkan tanganku”.

 

Nabi saw. bertanya : “Apa yang menyebabkan tanganmu lumpuh?”.

 

Perempuan itu menjawab : “Saya bermimpi seakan-akan kiamat telah bangkit, neraka telah dinyalakan dan surga telah didekatkan. Tiba-tiba saya melihat ibuku berada di dalam neraka Jahannam. Tangannya yang satu memegang sepotong lemak (gajih) sedangkan tangannya yang lain memegang sepotong kain yang kecil, dengan kedua benda itu ia melindungi dirinya dari api. Lantas saya bertanya : “Kenapa saya lihat ibu berada di jurang neraka ini, padahal ibu adalah seorang perempuan yang taat kepada Tuhan, dan suami ibu pun meridai ibu?” Ibuku menjawab : “Hai putriku, semasa di dunia dahulu, saya adalah seorang perempuan yang kikir. Dan ini adalah tempat orang-orang yang kikir. Saya bertanya pula kepadanya : “Dan apakah lemak dan kain ini yang berada di tangan: mu?”. Ibu menjawab : “Kedua benda ini merupakan satu-satunya yang pernah saya sedekahkan di dunia. Saya tidak pernah bersedekah seumur hidupku selain dengan kedua: nya”. Lalu saya bertanya : “Dimanakah bapak?”. Ibu menjawab : “Dia adalah laki-laki yang dermawan, dan sekarang dia berada di tempat orang-orang yang dermawan”.

 

Kemudian saya mendatangi surga, ternyata ayah sedang berdiri di dekat telaga Baginda, sedang memberi minum kepada orang-orang, Ya Rasulullah. Maka saya bertanya : “Wahai ayahku, Ibuku adalah istrimu yang taat kepada Tuhannya dan ayah pun rida kepadanya. Dia sekarang berada di dalam neraka Jahannam, terbakar, sedangkan ayah memberi minum kepada orang-orang dari telaga Nabi saw. Tolong berilah ia seteguk dani telaga ini”. Ayah menjawab : “Wahai putriku, Allah telah mengharamkan telaga Nabi saw. atas orang-orang yang kikir dan orang-orang durhaka”.

 

Kemudian saya mengambil segelas air dari telaga itu tanpa izin ayahku, lalu saya berikan kepada ibuku yang kehausan. Lantas saya mendengar suara yang menyatakan : “Semoga Allah Taala melumpuhkan tanganmu, karena engkau telah memberi minum kepada perempuan durhaka yang kikir dari telaga Nabi saw.”. Lalu saya pun terjaga, dan ternyata tangan saya benar-benar telah menjadi lumpuh”.

 

Selanjutnya Aisyah ra. berkata : “Setelah Nabi saw. mendengar cerita perempuan itu, maka Beliau lalu meletakkan tongkatnya pada tangan perempuan itu, lalu berkata : “Ilahi, deni kebenaran mimpi yang telah dia ceritakan, sehatkanlah kembali tangannya”. Maka tangan perempuan itu pun kembali sehat seperti sedia kala”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Kedermawanan itu adalah sebatang pohon di dalam surga yang dahandahannya menjulur ke dunia. Maka barangsiapa mengambil salah satu dahan daripadanya, niscaya dahan itu akan membimbingnya ke surga. Dan kekikiran itu adalah sebatang

 

pohon di dalam neraka yang dahan-dahannya menjulur ke dunia. Maka barangsiapa mengambil salah satu dahan daripadanya, niscaya dahan itu akan membimbingnya ke neraka”,

 

Juga Beliau saw. bersabda :

 

Artinya : “Orang yang dermawan dekat kepada Allah dan makhluk-Nya, sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah dan makhluk-Nya”.

 

Dan Beliau saw. bersabda pula :

 

Artinya : “Orang yang kikir tidak akan masuk surga, sekalipun ia seorang yang zuhud”. .

 

Dikisahkan, bahwa seekor elang datang menghadap Nabi Sulaiman as. seraya berkata : “Ada seorang laki-laki mempunyai sebatang pohon. Dan saya menetaskan telur-telurku di atas pohon tersebut. Tetapi orang itu membuang anak-anakku”.

 

Maka Nabi Sulaiman as. lalu memanggil pemilik pohon itu, kemudian Beliau melarang orang itu melakukan hal itu lagi. Lantas Beliau berkata kepada dua setan : “Aku perintahkan kepada kalian berdua, apabila tiba tahun depan, sedang orang ini masih membuang anak-anak burung itu, maka tangkaplah ia dan belahlah dia menjadi dua, lalu lemparkan separuh tubuhnya ke timur dan separuhnya lagi ke barat”.

 

Ketika tiba tahun berikutnya, pemilik pohon itu lupa akan ancaman Nabi Sulaiman tempo hari. Maka ta pun bermaksud akan memanjat pohon itu, namun sebelumnya ia telah bersedekah dengan sesuap makanan. Kemudian diambilnya anak-anak burung ity lalu d buangnya. Maka induk burung itu datang kembali menghadap Nabi Sulaiman ag Untuk mengadukan perbuatan pemilik pohon itu. Lantas Nabi Sulaiman memanggil kedua setan tadi, Beliau hendak menghukum mereka berdua, Beliau berkata kepada keduanya . “Kenapa kalian berdua tidak melaksanakan perintahku?”. Kedua setan itu menjawab serentak : “Wahai Khalifatullah, sebenarnya ketika pemilik pohon itu hendak memanjat pohonnya. kami sudah bergerak untuk menangkapnya. Namun sebelumnya, pemilik pohon itu telah bersedekah kepada seorang lelaki muslim dengan sepotong roti. Maka Allah mengirim kepadanya dua malaikat dari langit, lalu kedua malaikat menangkap masing-masing dari kami berdua, dan melemparkannya. Salah seorang dari kami dilem. parkannya ke timur dan yang lain ke barat. Kejahatan kami tertolak dari pemilik pohon ity berkat sedekah yang diberikannya”.

 

Dan dikisahkan pula, bahwa pada waktu terjadi musim paceklik di kalangan Bani Israil, seorang lelaki miskin masuk ke pintu rumah seorang yang kaya raya. Dia berkata : “Berilah saya sedekah sepotong roti, demi keridaan Allah Taala”.

 

Lantas anak perempuan orang kaya itu mengeluarkan sepotong roti yang hangat laly diberikannya kepada orang miskin tersebut. Kemudian ayahnya datang, maka dipenggal. nya tangan putrinya itu.

 

Maka Allah pun mengubah nasib laki-laki kaya itu, melenyapkan hartanya, sehingga ia menjadi melarat dan akhirnya mati dalam keadaan hina. Sedangkan putrinya berkeliling di antara pintu-pintu rumah sambil meminta-minta. Padahal ia adalah seorang perempuan yang cantik.

 

Pada suatu hari, sang putri mendatangi pintu rumah seorang laki-laki yang kaya raya. Lalu keluarlah ibu dari laki-laki kaya itu. Si ibu memperhatikan peminta-minta itu, terutama pada kecantikannya, lalu dipersilakannya masuk ke dalam rumahnya, dan dimin. tanya bersedia kawin dengan anaknya.

 

Setelah perempuan itu dikawinkan dengan anak laki-lakinya, maka ibu itu lalu menghiasinya dan menyuguhkan hidangan makan malam bersama suaminya. Sang putri mengeluarkan tangan kirinya untuk mengambil makanan, namun suaminya menegurnya seraya berkata : “Saya pernah mendengar bahwa orang miskin itu kurang kesopanannya. Keluarkanlah tanganmu yang kanan!”. Namun, anak perempuan itu tetap mengeluarkan tangan kirinya, sampai suaminya menegurnya berkali-kali. Kemudian terdengar suara bisikan dari sudut rumah berkata : “Keluarkanlah olehmu tangan kananmu, hai hamba Allah, Sesungguhnya engkau pernah memberi sepotong roti demi keridaan Kami, maka sekarang Kami pasti akan mengembalikan tanganmu”.

 

Akhirnya, sang putri mengeluarkan tangan kanannya yang telah utuh kembali seperti sedia kala, berkat kekuasaan Allah Taala. Kemudian dia pun makan bersama-sama suaminya.

 

Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang berakal dan nafkahkanlah hartamu di jalan Allah, sehingga engkau mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa memuliakan tamu berarti ia telah memuliakan aku, dan ba rangsiapa memuliakan aku berarti ia telah memuliakan Allah. Barangsiapa membenci tamu berarti ia telah membenci aku: dan barangsiapa membenci aku beratu Ia telah membenci Allah”.

 

Dalam hadis lain, Nabi saw, bersabda :

 

 Artinya : “Apabila seorang tamu memasuki rumah seorang mukmin, maka masuk pula bersamanya saribu berkat dan seribu rahmat”

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Tidaklah sesoorang didatangi oleh tamu lalu dimuliakannya tamu itu dengan makanan yang ada, melainkan Allah Taala akan membukakan baginya sebuah pintu di dalam surga”.

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Amal yang paling utama di muka bumi ini ada tiga : (1) menuntut ilmu, (2) berjuang di jalan Allah, (3) mencari rezki yang halal. Orang yang menuntut ilmu itu adalah kekasih Allah Taala, orang yang berjihad itu wali Allah, dan orang yang mencari rezki yang halal itu adalah orang yang mulia di sisi Allah”.

 

Sungguh benarlah apa yang disabdakan oleh Baginda Rasulullah saw. itu (Dagaigul Akhbar)

Dan sabda Nabi saw. dalam hadis lainnya :

Artinya : “Jagalah dirimu dari api neraka (yakni buatlah di antara kamu dan neraka Itu sebuah perlindungan, atau hijab dari sedekah) sekalipun dengan separuh kurma (yakni Sebelahnya atau setengahnya)”.

Karena yang separuh itu pun dapat mempertahankan hidup, khususnya bagi anak kecil. Maka jangan sekali-kali orang yang bersedekah meremehkan hal itu.

Imam Bukhari dan Imam Muslim sepakat atas riwayat hadis ini yaitu dari “Ady bin Hatim. (Demikian disebutkan dalam kitab Al Jami’u Ash Shaghir).

Kesimpulan :

Bahwasanya menafkahkan harta di jalan Allah itu merupakan sebab untuk meraih ganjaran yang banyak, serta selamat dari segala hal yang menakutkan, yang memberanikan dan yang membahayakan baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al Khathib dari sahabat Anas ra., dari Rasulullah saw bahwa Beliau pernah bersabda : ,

Artinya : “Sedekah itu mencegah tujuh puluh macam bencana, yang paling ringan di antaranya adalah penyakit kusta dan belang”. (Al Jami’u Ash Shaghir).

 7. CELAAN TERHADAP ORANG YANG MAKAN HASIL RIBA

Allah SWT. berfirman : 

Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. (AS. AlBaqarah : 275)

Tafsir :

 Orang-orang yang memakan riba, yakni, mengambilnya. 

Dalam ayat ini disebut “memakan riba” tidak lain adalah karena makan merupakan salah satu dari manfaat harta yang paling besar. Dan juga, karena riba itu umumnya berkaitan dengan makanan, yaitu tambahan (ziyadah) karena adanya penangguhan pembayaran, dengan cara menjual makanan dengan makanan atau uang dengan uang, dengan tempo sampai waktu tertentu. Atau dalam sifat, seperti menjual salah satu dari kedua barang tadi ditukar dengan barang yang sejenis dengan nilai yang lebih banyak. ( ) tidak dapat berdiri, apabila mereka dibangkitkan dari dalam kubur mereka. (.  ) melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan, melainkan seperti berdirinya orang yang kesurupan. Pernyataan ini disampaikan berdasarkan pada anggapan mereka bahwa, setan itu memukul manusia sampai tak sadarkan diri. Kata   itu artinya sama dengan memukul secara serampangan, seperti membabi-buta. (.   ) lantaran (tekanan) penyakit gila. Dan ini pun berdasarkan pada anggapan mereka bahwa jin menyentuh manusia sehingga mengacaukan akalnya. Oleh karena itu dikatakan : Laki-laki itu gila.

Kata   berkaitan dengan kata   , yakni : mereka tidak dapat berdiri lantaran penyakit gila yang mgnimpa mereka disebabkan oleh makan harta riba. Atau, berkaitan dengan kata    atau    , maka maksudnya menjadi : bangkit dan jatuhnya mereka seperti orang yang kesurupan itu bukan lantaran hilangnya akal mereka, melainkan karena Allah memuaikan dalam perut mereka apa-apa yang mereka makan dari harta riba itu, Sehingga memberatkan mereka.

 

(.  ) Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. Maksudnya, hukuman itu disebabkan oleh perbuatan mereka yang menyamaratakan riba dengan Jual. beli. karena kedua duanya menda tangkan laba, sehingga mereka menganggap riba Itu halal, sebagaimana jual bol. Jadi bentuk kalimat itu asalnya adalah :    (sesungguhnya nba itu sepert jual-beli), namun sebagai bentuk muba aghah, kalimat It, dibalik menjadi :   (sesungguhnya jual-beli itu seperti riba), seolah-olah mg. reka menganggap bahwa riba itulah yang asli, kemudian jual-beli mereka kiaskan dengan, nya. Padahal perbedaannya jelas, karena orang yang menukar uang dua dirham dengar satu dirham, maka dia telah merugi satu dirham. Sedang orang yang membeli barang seharga satu dirham, dibelinya dengan harga dua dirham, boleh jadi karena dipaksa olekebutuhan yang amat sangat kepada barang tersebut, atau karena mengharapkar keuntungan dari barang itu, yang memaksanya berani merugi seperti ini.

 

   Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharam, kan riba. Ayat ini merupakan bantahan terhadap anggapan mereka yang menyamarata, kan riba dengan jual-beli, dan juga sebagai pembatalan terhadap kias yang bertentangar dengan nash. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Zaid bin Tsabit ra., katanya : “Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda : |

 

Artinya : “Barangsiapa mengucapkan : “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Mu. hammad, dan tempatkanlah dia pada tempat yang didekatkan di sisi-Mu pada hari kia. mat”, niscaya dia pasti akan mendapatkan syafaatku”. (Syifa)

 

Dan dari sahabat Abu Hurairah ra. Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ada empat golongan yang Allah pasti tidak akan memasukkan mereka ke dalam surga dan tidak akan merasakan mereka akan nikmatnya, (1) orang yang terusmenerus minum minuman keras, (2) orang yang memakan dari harta riba, (3) orang yang memakan dari harta anak yatim tanpa hak, (4) orang yang mendurhakai kepada ibubapaknya”. (HR. Alhakim)

 

Mengenai hadis ini ada dua takwil :

 

Pertama, bahwa hadis ini ditujukan kepada orang yang melakukan perbuatan terse but kemudian menganggapnya halal.

 

Kedua, bahwa pada mulanya Allah tidak memasukkan mereka kedalam surga pada saat masuknya orang-orang yang memperoleh kemenangan dan keselamatan ke dalam surga. Adakalanya memang Ailah memberi balasan berupa tercegahnya orang itu masuk surga pada mulanya, namun setelah itu Dia memasukkan orang itu ke dalamnya. Dan adakalanya pula, Allah Taala tidak membalas, bahkan memaafkannya.

 

Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabada :

 

Artinya : “Jauhilah olehmu tujuh perkara yang membinasakan!. Para sahabat bertanya : “Apakah itu?” Baginda menjawab : “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berbalik dan melarikan diri pada waktu perang sedang berkecamuk, dan menuduh zina pada wanita baik-baik, yang lengah lagi beriman”. (Alhadis)

 

Dan dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Riba itu ada tiga puluh tujuh pintu, yang paling ringan di antaranya adalah seperti seorang laki-laki menyetubuhi ibunya sendiri”. (HR. Alhakim)

 

Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda : –

 

Artinya : “Dosa riba itu lebih besar di sisi Allah Taala daripada tiga puluh tiga perzinaan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dalam Islam”.

 

Dan sabda Beliau saw. :

 

Artinya : “Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seorang laki-laki sedang ia mengetahuinya, adalah lebih berat daripada tiga puluh enam perzinaan”. (Hayatul Qulub).

 

Dari Aisyah ra. katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seorang lelaki menjual uang satu dirham dengan dua dirham, dan satu dinar dengan dua dinar, maka dia benar-benar telah melakukan riba. Kemudian apabila dia melakukan suatu hailah (tipu daya), maka dia benar-benar telah melakukan riba sekaligus menipu Allah Azza Wa Jalla, serta telah menjadikan ayat-ayat Allah sebagai mainan”. (Firdaus Akbar). Dari sahabat Jabir bin Abduilah ra., ia berkata :

 

Artinya : “Rasulullah saw. telah mengutuk orang yang memakan riba, yang memberinya, yang menulisnya dan saksinya”. (HR. Muslim)

 

Dari sahabat Abu Said Alkhudri ra. ia berkata : Dalam kisah Isra’ Rasulullah saw menceritakan sebagai berikut :

 

“… Maka, bertolaklah Jibril membawa diriku menuju orang lelaki yang banyak, setiap orang dari laki-laki itu berperut buncit seperti perut unta yang gemuk. Mereka Saling tindih di jalanan yang dilewati oleh kaum Firaun. Mereka diinjak-injak oleh kaum Firaun tersebut. Setiap pagi dan petang, kaum Firaun itu digiring ke neraka, mereka datang lak. sana unta yang dihardik, atau seperti unta yang diteriaki supaya mempercepat jalan-nya atau seperti Dzun Nahim (orang yang rakus pada makanan) yang berlebihan dalam nafsu makannya lantaran kelaparan, mereka membentur bebatuan dan pepohonan, tidak men. dengar dan tidak pula berpikir. Apabila orang-orang yang berperut buncit itu mendengar kedatangan mereka, mereka berusaha bangkit namun perut-perut mereka memberati mereka sehingga akhirnya mereka jatuh tersungkur. Kemudian salah seorang dari mereka bangkit maka ia diseret oleh perutnya hingga jatuh tersungkur pula. Mereka tidak dapat meninggalkan tempat mereka sampai mereka diinjak-injak oleh kaum Firaun, bolak-balik. Itulah azab mereka di alam barzakh, yakni antara dunia dan akhirat.

 

Nabi saw. bersabda : Kaum Firaun berdoa : Ya Allah, janganlah Engkau bangkitkan hari kiamat untuk selama-lamanya”. Namun Allah Taala berfirman : “ Masukkaniah keluar. ga Firaun itu ke dalam azab yang berat”. Aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, siapakah mereka itu?” Jibril menjawab : “Mereka itu adalah orang-orang yang makan riba dari kalangan umatmu (mereka tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila).

 

Dan dari Samurah bin Jundub ra., katanya : “Apabila Rasulullah saw. telah selesai melaksanakan salat Subuh bersama kami, Beliau lalu menghadapkan wajahnya kepada kami, kemudian bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apakah ada di antara kalian yang bermimpi?”. Maka berceritalah sahabatnya tentang mimpinya kepada Beliau secara panjang lebar. Pada hari yang lain. Beliau menanyakan pula : “Apakah di antara kalian ada yang bermimpi tadi malam?”. Kami menjawab : “Tidak”. Lantas Beliau berkata : “Tetapi tadi malam saya bermimpi, ada dua orang (Jibril dan Mikail) datang menemuiku lalu mengajakku ke tanah suci. Maka kami pun berangkat hingga tiba pada suatu sungai darah, yang di dalamnya ada seorang laki-laki berdiri. Dan di pinggir sungai itu juga ada seorang laki-laki sedang berdiri, sedang di hadapannya ada bebatuan. Laki-laki yang ada di sungai itu maju ke depan, namun jika ia hendak keluar dari sungai itu maka laki-laki yang ada di tepi sungai lantas melemparinya dengan batu ke mulutnya sehingga ia terpentai kembali ke tempat berdirinya semula. Demikianlah, tiap kali laki-laki dalam sungai itu hendak keluar maka laki-laki yang di tepi sungai itu lalu melemparinya dengan batu hingga ia pun terpental kembali ke tempatnya semula.

 

Maka aku pun bertanya : “Siapakah orang yang saya lihat dalam sungai ini?” Jibril menjawab : “Itu orang yang memakan riba”. (HR. Bukhari).

 

Dari sahabat Abu Rafi’ ra. katanya : “Saya pernah menjual sebuah gelang kaki dan perak kepada Abubakar. Lantas diletakkannya gelang kaki itu di tangannya yang satu sedang uang dirham diletakkannya di tangannya yang lain. Ternyata gelang kaki itu sedikit lebih berat daripada uang dirham itu. Maka ia pun mengambil gunting untuk memotongnya. Saya berkata : “Kelebihan itu untuk Tuan, wahai Khalifah Rasulillah”. Namun Abubakar menjawab : “Saya pernah mendengar sabda Nabi saw. “Orang yang menambah dan yang minta tambah sama-sama masuk neraka”. (Mauizhah).

 

Sebagian ulama telah menjelaskan tentang perbedaan antara jual-beli dan riba itu, katanya : “Apabila seseorang menjual kain yang harganya sepuluh, dijualnya dengan harga dua puluh, Maka nilai kain itu telah menjadi sebanding dengan dua puluh. Ketika telah diperoleh saling rida dalam hal pertukaran seperti ini, maka masing-masing pihak telah menyetujui mongonar harta yang akan ada pada mereka Dongan cara seperti demikian, pomulik kam atu berarti tidak mongambit sesuatu tanpa imbalan Adapun jika ia menjual uang sepuluh duham dongan dua puluh duham, maka berarti ai telah mengambil sepuluh dirham kolobihan itu tanpa imbalan. Dalam hal ini, tidak bisa dikatakan bahwa, imbalan Itu adalah borupa ponangguhan pombayaran dari waktu yang samestinya Karena penundaan waktu pembayaran itu bukanlah harta atau termasuk barang yang bisa dihargai, sehingga bisa dihadiakan imbalan dari sopuluh dwham tambahan itu. Perbedaan antara kedua contoh di atas cukup jelas. (Hayatul Qulub).

 

Ada beberapa faktor yang monjadi sebab diharamkannya tiba itu :

 

Pertama, riba itu mengakibatkan diambilnya harta orang lain tanpa ganti. Karena, orang yang menjual satu dirham dongan dua dirham, baik kontan atau tempo, maka berarti dia telah memperoleh tambahan satu dirham, tanpa adanya suatu ganti. Inilah yang haram.

 

Kedua, diharamkannya akad riba itu karena hal itu menyebabkan orang jadi enggan untuk berniaga. Karena jika pemilik uang itu dapat melakukan transaksi riba, mudahlah baginya untuk mendapatkan tambahan (keuntungan) tanpa susah payah. Hal mana mengakibatkan terputusnya manfaat-manfaat yang diperoleh manusia lewat perdagangan dan mencari laba itu.

 

Ketiga, riba itu menjadi sebab terputusnya kebajikan di antara sesama manusia, berupa pinjam meminjam. Ketika riba diharamkan, hati menjadi senang untuk meminjamkan uang kepada orang yang membutuhkan dengan meminta kembali sebanyak yang dipinjam itu saja, demi mencari keridaan Allah Taala.

 

Keempat, pengharaman riba itu telah tetap nashnya (berdasarkan kitab suci Alquran), sedang hikmat semua taklif (kewajiban agama) itu tidak selamanya harus diketahui oleh makhluk. Oleh karena itu, wajiblah diputuskan keharaman riba itu sekalipun kita tidak mengetahui, apa hikmat yang terkandung dalam pengharaman riba itu. Ini merupakan penjelasan bahwa nash itu membatalkan kias. Karena penghalalan Allah dan pengharaman-Nya tadi menjadi dalil atas batalnya kias mereka itu. (Hayatul Qulub).

 

Dari sahabat Ubaidah bin Shamit ra. Katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Janganlah kamu menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, melainkan harus sama persis jumlahnya, barang dengan barang dan secara kontan. Akan tetapi, kamu boleh menjual emas dengan perak, perak dengan emas, gandum dengan jelai dan kurma dengan garam, secara kontan dan dengan penambahan menurut kehendak-Mu”.

 

Karena penambahan dalam transaksi seperti yang disebutkan terakhir ini tidak termasuk riba, sebab sudah tidak ada lagi kesamaan jenis. Ingatlah olehmu dan janganlah Anda termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lengah.

 

Barang-barang yang ada nash pongharaman riba padanya, jika ia berupa barang yang ditakar, maka selamanya ta harus ditakar, seperti : gandum, jelai dan kurma. Dan kalau ta berupa barang yang ditimbang, maka selamanya ia harus ditimbang, sepert omas dan porak, sekalipun dalam kebiasaan dikenal cara yang lam. Karena nash itu hukumnya pasti, dan ia lebih kuat daripada hukum adat. Hukum yang lebih kuat tidak boleh ditinggalkan dengan adanya hukum yang lebih lemah. Adapun barang-barang yang tidak ada nashnya, maka ia boleh dikenakan hukum adat, seperti barang-barang selain dari yang enam barang yang disebutkan di atas, yaitu yang disabdakan oleh Baginda Nahi saw. : Janganlah kamu menjual emas dengan emas… dst. (alhadis)

 

Ketahuilah, bahwa hailah-hailah (trik-trik) syariyah supaya terhindar dari riba sekalipun menurut sebagian fukaha hal itu dibolehkan, namun menurut sebagian yang lain hukumnya adalah makruh. Dan pendapat terakhir inilah yang lebih tepat. Contohnya : Seorang laki-laki hendak meminjam uang dari orang lain sebanyak sepuluh dirham dengan membayar sepuluh setengah dirham selama satu bulan. Seperti, seorang laki-laki menjual secarik kain yang harganya sepuluh dirham, dijualnya dengan harga sepuluh dirham kepada orang lain, lalu dia serahkan kain itu dan menerima uang sepuluh dirham dari orang itu. Kemudian orang yang telah membeli kain itu berkata di tempat itu juga : “Saya jual kain ini dengan harga sepuluh setengah dirham”. Lantas kain itu dibeli oleh Orang yang dipinjami (kreditor) dengan harga sekian dan dalam tempo tertentu. Riba dalam tempo tertentu. Riba dalam contoh ini memang tidak terjadi, tetapi lebih utama tidak melakukan trik seperti ini. Karena takwa itu lebih baik daripada fatwa.

 

Contoh lain : seorang mugridh (pemberi hutang) memberikan sepotong kain kepada mustagridh (yang berhutang) yang harganya sama dengan dua belas dirham. Dia hutargkan dengan harga yang sama dalam tempo tertentu. Kemudian, orang yang berhutang tadi menjualnya kepada orang lain dengan harga sepuluh dirham. Selanjutnya orang an tadi menjualnya kembali kepada orang pertama (yang memberi hutang) dengan narga sepuluh dirham pula, seraya berkata kepadanya : “Berikanlah kepada si Anu sepulur dirham, yang darinya saya beli kain ini”. Apabila penjual pertama, yaitu orang yang membeli dari orang lain tadi, yang dari sisi lain juga merupakan orang yang memberikan hutang, memberikan uang sepuluh dirham kepada orang yang berhutang, maka orang yang berhutang itu tetap berhutang kepada si pemberi hutang sebesar dua belas dirham. Dalam kasus ini, tambahan tersebut juga bukan riba. Namun, seorang mukmin sejati seyogyanya menjaga diri dari muamalat yang tidak sesuai dengan syariat, sehingga ia tidak mendapat hukuman kelak di hari kiamat.

Penjelasan secara lebih rinci tentang masalah ini dapat dilihat di dalam kitab-kitab fikih. Maka, sebaiknya Anda membaca asal nukilan ini, yang dinukil dari terjemahan ke bahasa Arab. Dan jangan lupa mendoakan penukilnya yang fakir ini dengan doa-doa yang baik, semoga Anda mendapatkan syafaat Nabi pilihan, setelah berpegang teguh pada sunah yang luhur. Dan janganlah Anda meragukan nikmat-nikmat Allah yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang berdosa, sehingga Anda tidak diharamkan dari kebahagiaan yang abadi. Dan renungkanlah apa yang telah saya paparkan dengan penuh perhatian dan pandangan yang cermat.

 8. KEUTAMAAN SALAT BERJAMAAH

Allah SWT berfirman : 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal-amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. AlBaqarah : 277) Tafsir :

(.    ) Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kepada Allah dan RasulNya, serta apa-apa yang Dia datangkan kepada mereka.

(     ) mengerjakan amal-amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Mendirikan salat dan menunaikan zakat di-athaf-kan (disandarkan pada kalimat yang mencakup keduanya yaitu : amal saleh), karena keduanya mengungguli amal-amal saleh lainnya. (.    ) mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada ketakutan atas mereka, terhadap apa-apa yang akan datang. (.   ) dan tidak (pula) mereka bersedih hati, dari apa-apa yang telah lewat. (Aadhi Baidhawi).

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa ketika Beliau sedang duduk-duduk di dalam masjid, datanglah seorang pemuda menemui Beliau. Oleh Beliau, pemuda itu dihormatinya dan dipersilakannya duduk di sebelahnya, lebih dekat daripada Abubakar ra. Kemudian Nabi menyampaikan alasannya kepada Abubakar, katanya : “Wahai Abubakar, aku dudukkan pemuda ini lebih dekat daripadamu tidak lain karena di dunia ini tidak ada seorang pun yang membaca salawat untukku lebih banyak daripadanya. Sesungguhnya dia telah mengucapkan setiap pagi dan petang :

 

Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Muhammad sebanyak jumlah Orang yang membaca salawat untuknya. Limpahkanlah rahmat kepadanya sebanyak bilangan Orang yang tidak membaca salawat kepadanya. Limpahkanlah rahmat kepada Muhammad sebagaimana Engkau suka dibacakan salawat untuknya. Limpahkanlah rahma, kepadanya sebagaimana yang telah Engkau perintahkan kami agar bersalawat kepadanya Limpahkanlah rahmat kepada Muhammad sebagaimana salawat yang pantas untuk nya.

 

Karena itulah, dia saya dudukkan lebih dekat daripadamu.

 

Diiwayatkan pula dari Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa melaksanakan salat lima waktu secara berjamaah, dia akan memperoleh lima perkara : (Pertama) Dia tidak akan ditimpa kemiskinan di dunia. (Kedua) Allah Taala menghapuskan siksa kubur dari dirinya, (Ketiga) Dia akan diberi kitab catatan amalnya dari sebelah kanannya, (Keempat) Dia akan melintasi Sirat (titian di atas neraka) laksana kilat yang menyambar, (Kelima) Allah Taala memasukkannya ke dalam surga tanpa dihisab dan diazab”. (Mashaabih)

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Salat Seseorang secara berjamaah adalah lebih utama daripada salatnya sendirian di rumahnya selama empat puluh tahun”.

 

Dan diriwayatkan, bahwa salat berjamaah itu lebih utama daripada salat sendirian (munfarid) dengan selisih dua puluh tujuh derajat. Dan menurut riwayat lain, dari Nabi saw, beliau bersabda :

 

Artinya : “Apabila telah tiba hari kiamat, Allah membangkitkan suatu kaum yang wajah mereka laksana bintang-bintang. Lalu para malaikat bertanya kepada mereka – “Apakah amal perbuatan kalian?”. Mereka menjawab : “Dahulu, tatkala kami mendenga’ suara azan, kami segera bangkit untuk bersuci dan berwudu, dan tidak menyibukkan diri! dengan lainnya”, Dan kaum lainnya yang wajah mereka laksana bulan. Lantas ditanyalah mereka : “Apa amal perbuatan kalian?”, Mereka menjawab : “Dahulu, kami berwudu sebelum azan”. Dan kaum lainnya, wajah mereka bak matahari. Mereka menjawab setelah ditanya : “Dahulu, kami mendengar azan di dalam masjid”. (Durratul Wa’izhin).

 

Dan diriwayatkan pula dalam hadis lain, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Jika seseorang hamba mengucapkan takbir (Allahu Akbar) untuk salat, maka Allah Taala beriman kepada malaikat : “Angkatlah dosa-dosa hamba-Ku dari lehernya sehingga Ia menyembah-Ku dalam keadaan suci”. Lantas para malaikat pun mengambil dosa-dosa si hamba seluruhnya. Kemudian, apabila si hamba telah selesai dari sajatnya, para malaikat bertanya : “Ya Rabbana, apakah dosa-dosanya kami kembalikan lagi kepadanya?” Allah Taala menjawab : “Wahai para malaikat-Ku, tidak layak dengan sifat kemurahan-Ku selain memaafkan. Aku telah memaafkan kesalahan-kesalahannya”.

 

Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah Taala akan menghimpun masjid-masjid yang ada di dunia pada hari kiamat seolah-olah mereka adalah unta-unta putih, yang kaki-kakinya dari ambar, lehernya dari kuma-kuma, kepalanya dari misik, dan telinga-telinganya dari zabarjad hijau, sedangkan para muazzin menuntun mereka dan para imam salat menggiring mereka. Mereka lewat di medan kiamat secepat kilat yang menyambar. Maka orang-orang yang sedang berada di medan kiamat itu bertanya-tanya : “Apakah mereka itu termasuk golongan para malaikat yang dekat kepada Allah, atau mereka adalah para nabi dan rasul?”. Maka terdengar seruan : “Bukan, tetapi mereka adalah termasuk golongan umat Muhammad saw. yang memelihara salat lima waktu secara berjamaah”.

 

Karenanya, Nabi saw. bersabda :

 

air yang mengalir, lalu melaksanakan salat di belakang imam yang bacaannya mahir, maka ia pasti memperoleh rahmat dari Allah Al Baari”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dan diriwayatkan pula dalam hadis lain, bahwa Nabi saw. bersabda. yang artinya : “Setelah Allah Taala menciptakan Jibril as. dengan rupa yang sebaik-baiknya, dan Dia jadikan baginya enam ratus sayap yang panjang tiap-tiap sayap itu adalah seperti jarak antara timur dengan barat, maka Jibril lalu memandang kepada dirinya seraya berkata : “Ilahi, apakah Engkau menciptakan juga makhluk yang rupanya lebih baik dariku?” Allah menjawab : “Tidak”. Maka Jibril bangkit berdiri lalu mengerjakan salat dua rakaat sebagai pernyataan syukur kepada Allah Taala. Pada tiap rakaatnya, dia berdiri selama dua puluh ribu tahun. Ketika Jibril selesai dari salatnya, Allah Taaia berfirman kepadanya : “Hai Jibril, engkau telah menyembah Aku dengan sesungguh-sungguhnya, dan tidak ada seorang pun yang menyembah-Ku seperti ibadatmu itu. Akan tetapi, nanti di akhir zaman, akan datang seorang nabi yang mulia, yang Aku cintai, bernama Muhammad. Dia mempunyai umat yang lemah dan berdosa. Mereka mengerjakan salat dengan lalai dan kurang sempurna dan dalam waktu yang singkat, dengan disertai pikiran yang banyak dan dosa-dosa yang besar. Namun, demi Keperkasaan dan Keagungan-Ku, sesungguhnya salat mereka itu lebih Aku sukai daripada salatmu. Karena salat mereka itu atas perintah-Ku, sedangkan engkau melakukan salat tanpa perintah-Ku”.

 

Jibril berkata : “Ya Rabb, apakah yang Engkau berikan kepada mereka sebagai ganjaran dar ibadat mereka itu?”

 

Allah menjawab : “Aku akan memberikan kapada mereka surga Al Ma’wa”,

 

Jibril menunta izin kopada Allah Taala untuk malhat surga tersebut, dan Allah mengizinkannya. Maka Jibril pun mendatangi surga Itu sambil membuka sayapnya dan kemudian ia pun terbang. Setiap kali dia membuka kedun sayapnya, dia dapat menempuh jarak sejauh perjalanan tiga ratus ribu tahun, dan setiap kali dia menangkupkan sayapnya maka dia dapat menempuh jarak sejauh itu pula. Maka terbanglah ia dengan cara dernih. an selama tiga ratus tahun, akhirnya ia merasa tidak mampu, lalu ta pun singgah di bawah naungan sebuah pohon lalu sujud kepada Allah Taala. Di dalam sujudnya, ia bermunajat. “Ilahi, apakah hamba tolah moncapai separuh surga itu, atau sepertiganya, atau Seperempatnya?”.

 

Allah Taala menjawab : “Wahai Jibril, seandainya engkau terbang selama tiga ratus ribu tahun lagi, dan walaupun Aku berikan kepadamu kekuatan seperti kekuatanmu dan sayap seperti sayap-sayapmu, lalu engkau terbang seperti yang telah engkau lakukan, engkau tetap tidak akan mencapai sepersepuluh dari sepersepuluh dari apa yang Aku berikan kepada umat Muhammad sebagai ganjaran dari salat moreka yang dua rakaat itu”. (Misykatul Anwar).

 

Dan Nabi Saw bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat karena mengagungkan aku, maka Allah akan menjadikan dari salawat itu malaikat yang mempunyai sepasang sayap. Satu sayap di timur dan satu lagi di barat. Kedua kakinya berada di bawah bumi ketujuh, sedangkan lehernya bersambung dengan Arsy. Allah Taala berfirman kepada malaikat tersebut : “Doakanlah hamba-Ku sebagaimana ia telah membaca salawat untuk Nabi-Ku Muhammad saw”. Maka malaikat itu pun mendoakannya sampai hari kiamat”. (Zubdatul Wa’i zhin).

 

Dalam salah satu hadis Qudsi, Rasulullah saw. meriwayatkan dari Allah Taala, bahwa Dia berfirman :

 

Artinya : “Tiga perkara yang siapa menjaganya, niscaya dia adalah benar-benar seorang wali-Ku: dan siapa yang menyia-nyiakannya, niscaya dia adalah benar-bena’ seorang musuh-Ku. Seseorang bertanya : Ya Rasulullah, apakah tiga perkara itu?” Beliau menjawab : “Salat, puasa dan mandi junub”. Beliau menegaskan : “Ketiganya adalah amd nat antara Allah dengan hamba-Nya. Allah memerintahkan agar ketiganya dijaga”.

 

Adapun yang dikehendaki dengan salat dalam hadis di atas adalah mendirikannya tepat pada waktu waktunya, dengan menyempurnakan yang fardu-fardunya, yang wajibwajibnya, dan yang sunnah-sunnahnya, sehingga jika seseorang melakukan salat tidak tepat pada waktunya maka dia dianggap telah menyia-nyiakannya berdasarkan salah satu riwayat khabar, bahwa Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam aku diisra’kan ke langit, aku melihat banyak orang laki laki dan perempuan memukuli kepala mereka sendiri, lalu mengalir otak mereka laksana sungai yang besar. Mereka berkata : “Oh celaka… Oh nista!” Maka aku bertanya kepada Jibril : “Wahai Jibril, siapakah orangorang ini?” Jibril menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan salat tidak pada waktunya”.

 

Dalil yang menunjang bunyi hadis di atas adalah firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Maka datanglah sesudah mereka pengganti-pengganti (generasi-generasi) yang menyia-nyiakan salat dan mengikuti hawa nafsunya”.

 

Begitu juga, dianggap sebagai telah menyia-nyiakan salat, orang yang melakukannya tidak secara berjamaah, sesuai dengan apa yang diriwayatkan dalam salah satu hadis, yang artinya : “Seorang laki-laki datang menemui Nabi saw. lalu berkata : “Saya bermimpi seolah-olah pada salah satu tangan saya ada uang duapuluh dinar, sedangkan pada tangan yang lain empat dinar. Uang yang duapuluh dinar itu terjatuh dari tangan saya, sedangkan yang empat dinar itu menjadi merah”. Maka Nabi saw. bertanya : “Apakah engkau melakukan salat Isya secara berjamaah?”. Orang itu menjawab : “Tidak”. Nabi saw. menjelaskan : “Yang jatuh dari tangan itu adalah keutamaan salat berjamaah yang telah engkau lewatkan. Sedang yang empat itu adalah salat yang telah engkau kerjakan di rumahmu (secara munfarid) yang tidak diterima”. (Zahratul Riyaadh).

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

Artinya : “Barangsiapa memelihara salat yang lima waktu, maka salat-salat tersebut akan menjadi cahaya, tanda bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, maka salat-salat tersebut tidak akan menjadi cahaya, tanda bukti dan keselamatan baginya”. (Tanbihul Maharim).

 

Dan disebutkan dalam salah satu hadis, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Ada sepuluh (golongan) orang yang salat mereka tidak diterima oleh Allah ? (1) orang laki-laki yang mengerjakan salat secara sendirian tanpa bacaan, (2) orang lakilaki yang mengerjakan salat namun tidak menunaikan zakat, (3) orang laki-laki yang menjadi imam suatu kaum namun mereka tidak menyukainya, (4) hamba sahaya laki-laki yang melarikan diri dari tuannya, (5) orang laki-laki peminum arak kronis, (6) perempuan yang Suaminya marah kepadanya, (7) perempuan yang melakukan salat tanpa memakai tutup kepala, (8) pemimpin yang sombong dan lalim, (9) orang laki-laki pemakan riba, (10) orang laki-laki yang tidak dicegah oleh salat dari perbuatan keji dan munkar'”

 

Dalam nwayat lain, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Orang yang tidak dicegah oleh salatnya dari melakukan perbuatan kaj dan munkar, maka salatnya itu tidak akari menambahnya pada sisi Allah selain dari kutuk. an dan semakin jauh (dari Allah)”.

 

Dan Alhasan berkata : “Apabila salat Anda tidak dapat mencegah (menghalangi Anda dari melakukan perbuatan keji, maka sebenarnya Anda tidak salat. Dan salat Anda itu akan dilemparkan ke wajah Anda pada hari kiamat kelak bagaikan kain kasar yang kotor”. (Mukasyafatul Qulub).

 

Dari Muaz bin Jabal dan Jabir bin Abdullah ra. mereka berkata : “Ketika Nabi saw dimikrajkan pada malam mikraj ke atas langit, pada langit pertama, Beliau melihat para malaikat yang berzikir kepada Allah Taala semenjak mereka diciptakan Allah Taala. Pada langit kedua, Beliau melihat para malaikat yang melakukan rukuk kepada Allah Taaia semenjak mereka diciptakan oleh Allah Taala, sejak itu mereka tidak pernah mengangkat kepala mereka sama sekali. Pada langit ketiga, Beliau melihat para malaikat yang sedang sujud, yang mereka lakukan semenjak mereka diciptakan oleh Allah Taala, dan sejak itu mereka tidak pernah mengangkat kepala mereka sama sekali, kecuali pada saat Nabi kita Muhammad saw. mengucapkan salam kepada mereka maka mereka mengangkat kepala mereka sambil menjawab salam Beliau, selanjutnya mereka melakukan sujud kembali hingga hari kiamat. Oleh karena itu, sujud (dalam salam) menjadi dua kali. Pada langit keempat, Beliau melihat para malaikat yang sedang bertasyahhud. Pada langit kelima, Beliau melihat para malaikat yang sedang membaca tasbih. Pada langit keenam, Beliau melihat para malaikat yang sedang membaca takbir dan tahlil. Pada langit ketujuh, Beliau melihat para malaikat yang sedang mengucapkan salam, yang mereka lakukan semenjak mereka diciptakan oleh Allah Taala. Maka tergeraklah hati Nabi saw. dan Beliau menginginkan agar Beliau dan umatnya mempunyai ibadat seperti itu seluruhnya. Allah Taala mengetahui keinginan dan kerinduan Nabi saw. tersebut, maka Dia menghimpun seluruh ibadat para malaikat penghuni tujuh petala langit itu, lantas dengan ibadat-ibadat itu Dia muliakan Nabi-Nya saw. seraya berfirman : “Barangsiapa menunaikan salat lima waktu maka dia akan memperoleh ganjaran ibadat para malaikat penghuni tujuh petala langit”. (Raudhatul Ulama).

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Salat itu menyebabkan koridaan Tuhan, sunah para nabi, kecintaan malaikat, cahaya makrifat, pokok keimanan, kewajiban-kowajiban doa, diterimanya segala amal, keberkahan dalam harta dan usaha, senjata dalam menghadapi musuh. kebencian setan, pemberi syafaat antara orang yang salat itu dengan malaikat maut, pelita di dalam kuburnya sampai han kiamat, naungan di atas kepalanya pada hari kiamat, mahkota di atas kepalanya, pakaian penutup tubuhnya, tabir penghalang antara dirinya dan neraka, pembela di hadapan Tuhan, pemberat pada timbangan amal, pengantar di atas sirat (titian di atas neraka), dan kunci memasuki surga”

 

Dan Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Apabila tiba hari kiamat, maka keluarlah suatu makhluk dari dalam neraka Jahannam yang bernama Huraisy, dari anak cucu kalajengking (ketunggeng), panjangnya laksana jarak antara langit dan bumi, sedangkan lebarnya dari timur ke barat. Lalu Jibril as. bertanya kepadanya : “Hai Huraisy, kau hendak kemana dan siapa yang kau cari?” Huraisy menjawab : “Saya hendak mencari lima golongan orang : (1) orang yang meninggalkan salat, (2) orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, (3) orang yang mendurhaka kepada ibu bapaknya, (4) orang yang suka mabukmabukan, (5) orang yang bercakap-cakap di dalam masjid dengan percakapan mengenai urusan dunia”.

Oleh karena itu, Allah Taala berfirman :

Artinya : “Dan masjid-masjid itu sesungguhnya adalah milik Allah, maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”.

Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang berakal, dan janganlah kalian termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lalai. (Zubdatul Wa’izhin).

 9. KEUTAMAAN TAUHID

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Dia (sendiri) Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan kecuali (hanya) Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orangorang yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayatayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS. Ali Imran : 18)

Tafsir :

( ) Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali (hanya) Dia. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan tentang keesaan-Nya dengan cara mengemukakan dalil-dalil yang menunjukkan akan hal tersebut, serta menurunkan ayat-ayat yang berbicara tentang hal itu.

 

( ) para malaikat juga menyatakan keesaan Allah dengan jalan igrar (mengakuinya).

 

(.   ) juga orang-orang yang berilmu, dengan beriman dan memberikan pembelaan terhadapnya.

 

Pernyataan mereka itu dalam hal kejelasan dan keterbukaannya dium-pamakan sebagai kesaksian seorang saksi.

 

(.    ) Yang menegakkan keadilan, dalam hal pembagian rezki dan hukum.

 

Kata       dibaca nasab (dalam hal ini tandanya adalah fathatain) adalah karena ia menjadi Hal (kata keterangan) dari kata    . Adapun sebab ia boleh dibaca mufrad (tunggal) ketika menjadi Hal, sedang dalam kalimat :       tidak boleh, adalah karena tidak ada keraguan bahwa ia merupakan Hal (keterangan) dari kata  seperti firman Allah Taala :     

 

Atau, bisa juga ia Sanggan sebagai Hal dari kata   Sedangkan amilnya adalah makna dari jumlah (kalimat), atau      . Dia sendirilah yang menegakkan (keadilan), atau Dia-lah Yang paling layak menegakkan (keadilan), karena     merupakan Hal penegas.

 

Atau, bisa juga ia dibaca nasab karena menjadi pujian atau sifat dari kalimat negatif :    Namun, pendapat terakhir ini lemah, sebab ada fashal (pemisah), padahal fashal ini termasuk yang dinyatakan jika Anda menjadikannya sebagai sifat atau Hal dari dhamir.

 

Kalimat   bisa juga dibaca   sebagai Badal (pengganti) dari   atau Khabar (predikat) yang mahdzuf (dihilangkan).

 

(. ) tidak ada Tuhan kecuali (hanya) Dia. Kata-kata ini diulangi oleh Allah untuk memberi ketegasan, dan agar semakin diperhatikan dengan cara mengetahui dalildalil tauhid, dan juga merupakan keputusan setalah ditegakkannya hujjah, dan agar bisa menjadi pijakan bagi firman Allah selanjutnya:

 

(.   ) Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka diketahuilah bahwasanya Allah bersifat dengan kedua sifat tersebut. Adapun didahulukannya kata   adalah karena pengetahuan tentang kekuasaan Allah itu lebih dahulu daripada pengetahuan tentang kebijaksanaan-Nya. Sedangkan kedua kata itu dibaca rafa (yang tanda rafanya dhammah) adalah karena ia menjadi Badal (pengganti) dari dhamir (   ), atau menjadi sifat dari fail (subjek)  .

 

Mengenai keutamaan ayat ini, telah disebutkan dalam salah satu riwayat, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Orang yang membaca ayat ini akan didatangkan pada hari kiamat, lalu Allah berfirman : “Sesungguhnya hamba-Ku ini mempunyai suatu janji pada-Ku, dan Aku paling patut untuk menunaikan janji. Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga”.

 

Ayat ini juga merupakan dalil atas keutamaan ilmu ushuluddin dan kemuliaan ahlinya.

 

(.   ) Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam.

 

Ayat ini merupakan kalimat musta’nafah, yang menguatkan kalimat pertama. Maksudnya, tidak ada agama yang diridai di sisi Allah selain Islam. Dia adalah agama Tauhid dan melaksanakan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

 

(.    ) Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Alkitab, dari golongan Yahudi dan Nasrani, atau pun dari golongan yang telah dituruni kitab-kitab terdahulu, mengenai agama Islam. Sebagian kaum mengatakan bahwa, agama Islam itu adalah hak. Yang lain mengatakan bahwa, agama Islam itu khusus untuk bangsa Arab. Yang lain lagi tidak mengakuinya sama sekali, atau tidak mengakui tauhid, seperti orangorang Nasrani yang mengakui Trinitas (Tiga Oknum), dan orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa, Uzair adalah anak Allah. Konon, yang dimaksud Ahli Kitab itu ialah kaum Nabi Musa as. yang berselisih sepeninggal Beliau. Dan ada pula pendapat yang mengatakan, bahwa Ahli Kitab itu ialah kaum Nasrani yang berselisih dalam perkara Nabi Isa as.

 

     kecuali setelah datang pengetahuan kepada mereka. Yakni, Setelah mereka mengetahui fakta yang sebenarnya, atau setelah mereka menguasai ilmu tentang itu berdasarkan ayat-ayat dan argumentasi-argumentasi.

 

(.    ) karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Dan karena menginginkan kepemimpinan, bukan karena keraguan atau kotidak jelasan mengenai hal yang sebenarnya.

 

(.     ) Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Ayat ini merupakan ancaman terha, dap siapa saja yang kafir di antara mereka. (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Jibril, Israfil Izrail dan Mikail as. telah datang kepadaku, lalu Jibril berkata : “Ya Rasulullah, barang, siapa memberi salawat atasmu sepuluh kali maka aku akan memegang tangannya dan menuntunnya di atas sirat (titian di atas neraka)”. Mikai! berkata : “Dan saya akan membe. rinya minum dari telagamu”. Israfil berkata : “Dan saya akan melakukan sujud kepada Allah Taala dan tidak akan mengangkat kepala saya sampai Allah mengampuninya”. Izrail berkata : “Dan saya akan mencabut nyawanya seperti ketika saya mencabut nyawa para nabi as.”.

 

Ada yang mengatakan bahwa, makna “syahidallaahu” itu adalah Allah memutuskan hukum dan menetapkan. Dan ada pula yang mengatakan, Allah memberitahukan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, yaitu dengan menerangkan dalil-dalil yang dapat mengantarkan kepada pengetahuan tentang keesaan-Nya. Jadi, Allah Taala membimbing hambahamba-Nya kepada pengetahuan tentang keesaan-Nya. (Tafsir Al Lubab).

 

Ada pula yang mengatakan bahwa, makna kesaksian Allah adalah pemberitaan dan pemberitahuan. Sedangkan makna kesaksian malaikat dan orang-orang mukmin adalah pernyataan dan pengakuan mereka tentang keesaan Allah Taala. Ada perbedaan pendapat dalam menetapkan makna “ulul ilmi”, ada pendapat yang mengatakan bahwa itu maksudnya adalah orang-orang yang paling tahu tentang Allah Taala. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, mereka adalah para ulama dari sahabat-sahabat Nabi saw. dari kaum Muhajirin dan Ansar. Dan ada lagi yang mengatakan bahwa, mereka adalah para ulama dari seluruh kaum mukminin. (Tafsir Al Khazin).

 

Sebagian ulama mengatakan : “Sesungguhnya ayat ini memuat dalil tentang ketuamaan ilmu dan kemuliaan ulama. Karena seandainya ada orang yang lebih mulia daripada ulama, tentu Allah akan menggandengkan namanya dengan nama malaikat, dan bukan ulama.

 

Al Bazaazi meriwayatkan hadis dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Firman Allah Taala (Sesungguhnya agama (yang hak) di sisi Allah adalah Islam). Turun ketika orang-orang musyrik membangga-banggakan agama mereka masing-masing. Setiap golongan dari mereka mengatakan, tidak ada agama selain agama kami, Agama kami adalah agama Allah semenjak Dia mengutus Adam as. Maka Allah Taala mendustakan mereka dengan firman-Nya (Sesungguhnya agama yang hak di sisi Allah itu adalah Islam) yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dan ia adalah agama yang benar. (Syaikh Zaadah).

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw. Beliau bersabda, yang artinya : “Ketika turun ‘alhamdulillahi rabbil “alamin (surah Alfatihah), ayat Alkursi, “syahidallaahu annahu laa ilaaha illaa huwa dst”. Dan “gulillaahumma maalikal mulki… sampai firman-Nya “bighoiri hisaab, maka ayat-ayat itu bergantungan pada Arsy seraya berkata : “Ya Tuhan kami, apakah Engkau turunkan kami pada suatu kaum yang berbuat durhaka kepada-Mu?”. Allah Taala menjawab : “Demi Keperkasaan-Ku dan Keagungan-Ku, tidaklah seseorang hamba membaca kamu semua sehabis tiap-tiap salat lima waktu, melainkan Aku ampun! dia, dan Aku tempatkan dia di dalam surga Firdaus, dan Aku memandangnya setiap har sebanyak tujuh puluh kali, serta Aku penuhi tujuh puluh hajatnya, yang paling ringan diantaranya adalah ampunan”. Kemudian Nabi membaca ayat ini :

 

Lantas Beliau berkata : “Dan aku termasuk golongan orang-orang yang menyaksikan hal itu”. Sedang menurut lafaz Atthabrani : “Dan aku bersaksi bahwasanya Engkaulah, tidak ada Tuhan selain Engkau, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

 

Dan dari sahabat Ubaidah bin Ashshamit ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan neraka atas dirinya”. (Ad Durrul Mantsur oleh Imam As Suyuthi).

 

Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Apabila seorang hamba mukmin berkata : “laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah”, keluarlah dari mulutnya seorang malaikat seperti seekor burung hijau yang memiliki sepasang sayap putih bertahtakan mutiara dan mira delima. Salah satu sayapnya berada di timur, sedangkan yang satunya lagi di barat. Jika ia membentangkan kedua sayapnya, maka kedua sayapnya itu melampaui timur dan barat. Kemudian terbanglah malaikat itu ke langit hingga sampailah dia ke Arsy. Dia mengeluarkan suara laksana dengungan lebah. Maka para malaikat penjaga Arsy berkata kepadanya : “Diamlah, demi keperkasaan Allah dan keagunganNya!”. Malaikat itu menjawab : “Aku tidak akan diam sampai Allah mengampuni orang yang mengucapkan kata-kata itu tadi”. Maka Allah pun memberinya tujuh puluh ribu lidah yang memohonkan ampun bagi orang yang membaca kata-kata tadi, hingga hari kiamat. Kemudian apabila hari kiamat tiba, malaikat itu menggandeng tangan orang yang membaca kata-kata itu lalu mengantarkannya melewati Sirat, dan memasukkannya kedalam surga”. (Raudhatul Ulama).

 

Dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., dari Nabi saw, Beliau bersabda, yang artinya : “Pada malam Mikraj, ketika aku dimikrajkan ke langit, aku melihat sebuah kota dari cahaya yang luasnya seribu kali luas dunia, yang tergantung di bawah Arsy dengan rantairantai dari cahaya. Kota itu mempunyai seratus ribu pintu yang terpisah-pisah. Pada setiap pintu ada taman yang dihampari dengan rahmat Allah. Pada setiap taman terdapat istana dari cahaya, dan pada setiap istana terdapat gedung dari cahaya, pada setiap gedung terdapat tujuh puluh ruangan dari cahaya, pada setiap ruangan ada rumah dari Cahaya, di atas tiap-tiap rumah ada kamar dari cahaya, dan setiap kamar itu mempunyai empat ratus pintu, masing-masing pintu mempunyai dua daun pintu, yang satu terbuat dari emas dan yang satunya lagi terbuat dari perak. Di depan tiap-tiap pintu terdapat ranjang dari cahaya, dan pada tiap-tiap ranjang itu ada kasur dari cahaya, dan di atas tiap-tiap kasur itu ada seorang bidadari, yang seandainya ia menampakkan jari manisnya ke dunia ini, niscaya cahayanya akan mengalahkan cahaya matahari dan bulan. Maka aku berkata : “Ya Rabbi, apakah ini semua untuk seorang nabi atau seorang siddig?”. Allah menjawab : “Ini adalah untuk orang-orang yang berzikir di saat-saat malam hari dan pada penghujung-penghujung siang. Dan sesungguhnya bagi mereka pasti ada tambahan yang lebih banyak lagi di sisi-Ku, dan Aku Maha meluaskan”. (Tanbihul Ghafilin).

 

Dari Nabi saw. yang artinya : “Pada suatu hari, Beliau duduk dengan perasaan Sedih. Kemudian Jibril as. datang menemui Beliau, lalu berkata : “Ya Muhammad, kenapa Tuan bersedih hati seperti ini, padahal Allah Taala telah memberikan kepada umatmu lima perkara yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun sebelummu. (Pertama) Allah Taala berfirman : “Aku menurut apa yang disangkakan oleh hamba-Ku”. (Kedua)

 

Barangsiapa yang Allah tutupi aibnya di dunia, maka Dia tidak akan membukakannya pada hari kiamat, (Ketiga) Allah tidak menutup pintu tobat atas umatmu selagi nyawanya belum sampai di kerongkongan saat nyawanya dicabut, (Keempat) Barangsiapa mempu. nyai kesalahan sepenuh bumi, Allah tetap akan mengampuninya setelah dia mengucap. kan “laa ilaaha illallaah, Muhammad rasulullah”, (Kelima) Allah mengangkat azab dar orang-orang mati dengan berkat doa orang-orang yang masih hidup”. (Zahratur Riyadh).

 

Ibnu Abbas ra. berkata : “Allah Taala telah menciptakan ruh empat ribu tahun sebe. lum Dia menciptakan jasad. Dan Dia telah menciptakan rezeki empat ribu tahun sebelum ruh. Lantas Allah menyatakan kepada diri-Nya tentang diri-Nya sebelum Dia menciptakan makhluk, ketika keadaan belum ada langit, bumi, daratan dan lautan. Allah Taala bertir. man, yang artinya : “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali hanya Dia, Yang Menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan kecuali hanya Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijak. sana”. (Tafsir Alkhazin).

 

Dari sahabat Said bin Jabir ra., dia berkata : “Dahulu, di sekeliling Kakbah ada tiga ratus enam puluh berhala. Ketika turun ayat yang mulia ini, berhala-berhala itu tersungkur sambil bersujud”. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Nasrani dari Najran tentang pengakuan mereka mengenai Nabi Isa as. (Abu Mas’ud).

 

Sedang Alkalabi berkata : “Dua orang pendeta dari negeri Syam datang ke Madinah untuk menemui Nabi saw. Ketika mereka melihat kota Madinah, mereka berkata : ‘Alangkah miripnya kota ini dengan ciri-ciri kota Nabi yang muncul pada akhir zaman”. Setelah mereka berjumpa dengan Nabi saw. mereka dapat mengenali sifatnya, maka keduanya lalu berkata kepada Beliau : “Muhammadkah Tuan?”. Nabi menjawab “Ya”.

 

Mereka bertanya pula : “Ahmadkah Tuan”. Beliau menjawab : “Aku Muhammad dan Ahmad”.

 

Kemudian mereka berkata : “Sesungguhnya kami hendak bertanya kepada Tuan tentang sesuatu. Jika Tuan dapat memberitahukannya kepada kami, maka kami akan beriman kepada Tuan dan akan membenarkan Tuan”.

 

“Bertanyalah”, kata Nabi.

 

Kedua pendeta itu lalu bertanya : “Beritahukanlah kepada kami tentang syahadat yang terbesar di dalam Kitabullah!”. Maka Allah pun lalu menurunkan ayat ini. Kemudian kedua pendeta itu akhirnya beriman dan masuk Isiam”. (Abus Su’ud).

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. yang artinya : “Pada hari kiamat, amalamal akan datang untuk membela orang yang telah melakukannya dan memberi syafaat kepadanya. Salat datang lalu berkata : “Ya Rabb, saya salat”. Maka Allah berfirman : “Engkau ada dalam kebaikan”. Kemudian datang pula sedekah, lalu berkata : “Ya Rabb, saya sedekah”. Allah menjawab : “Engkau ada dalam kebaikan”. Kemudian datang puasa, lalu berkata : “Ya Rabb, saya puasa “. Allah menjawab : “Kalian semua datang dalam kebaikan “. Setelah itu, datangiah Islam, lalu berkata : “Dan Engkau Dzat Yang Maha Sejahtera”. Maka Allah Taala menjawab : “Engkau datang dalam kebaikan, denganmu Aku mengambil dan denganmu Aku memberi”. Allah mengatakan demikian tidak lain adalah karena Islam meliputi seluruh amal tersebut tadi”. (Sananiyah).

 

Kisah lain : Diriwayatkan bahwa, Nabi Isa as pernah melewati sebuah desa. Di desa itu, ada seorang tukang celup. Penduduk desa itu berkata kepada Nabi Isa as. : “Tukang celup itu menahan air, meludahinya dan mengotorinya. Maka mohonkanlah kepada Allah supaya tidak mengembalikannya ke asalnya”. Lantas Nabi Isa as. berdoa : “Ya Allah, kirimkanlah kepadanya ular, yang tidak membiarkannya pulang dalam keadaan hidup”.

 

Sebagaimana biasa, tukang celup itu pergi ke kali untuk mencelup pakaian, sambil membawa bekal tiga potong roti. Setelah sampai di tepi kali, maka dia disinggahi oleh seorang abid yang biasa beribadat di sebuah bukit di sana. Abid itu memberi salam seraya berkata : “Adakah suatu makanan yang dapat Tuan berikan kepadaku, atau Tuan perlihatkan kepadaku agar saya dapat melihatnya, atau mencium baunya. Karena saya belum makan apa-apa sejak beberapa hari”. Tukang celup itu memberinya sepotong roti, maka berkatalah si abid itu : “Hai tukang celup, semoga Allah mengampunimu dan membersihkan hatimu”. Kemudian diberikannya lagi roti yang kedua, maka si abid berkata : “Hai tukang celup, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang”. Kemudian diberikannya lagi roti yang ketiga, maka si abid berkata : “Hai tukang celup, semoga Allah membangunkan untukmu sebuah istana di dalam surga”.

 

Kemudian tukang celup itu pulang ke desanya. Penduduk desa itu segera mendatangi Nabi Isa as. Lalu berkata : “Tukang celup itu sudah pulang kembali ke desa”. Nabi Isa berkata : “Panggillah dia kemari!”.

 

Orang-orang pun lalu memanggil tukang celup itu, dan akhirnya dia pun datang menemui Nabi Isa as. Nabi Isa berkata kepadanya : “Hai tukang celup, beritahukaniah kepadaku kebajikan-kebajikan apa saja yang telah engkau lakukan hari ini?”. Maka berceritalah tukang celup itu kepada Beliau tentang kali, roti dan doa-doa yang telah diucapkan oleh abid itu.

 

Nabi Isa as. berkata : “Bawalah kemari bungkusan pakaianmu”. Maka diambilnya bungkusan itu lalu diberikannya kepada Nabi Isa. Ketika bungkusan itu dibuka, ternyata di dalamnya ada seekor ular hitam yang dikekang dengan kekang dari besi. Lantas Nabi Isa berkata kepada ular itu: “Hai ular hitam!” Ular itu menjawab : “Ya, wahai Nabi Allah”.

 

“Bukankah engkau dikirim kepada orang ini?”. Tanya Nabi Isa.

 

“Benar. Jawab ular itu, “akan tetapi ada seorang peminta-minta datang dari balik bukit itu meminta makanan kepada tukang celup ini, lalu diberinya makan. Maka pemintaminta itu mendoakannya dengan tiga macam doa. Ada malaikat yang sedang berdiri di situ mengucapkan “amin”, maka Allah pun mengirimkan kepadaku malaikat, lalu dia mengekangku dengan kekang dari besi”.

 

Maka Nabi Isa as. Berkata : “Hai tukang celup, teruslah beramal, Karena Allah Taala telah mengampuni dosa-dosamu”. (Tanbihul Ghafilin).

 

(Hikayat) Dahulu, Ibrahim Alwasithi, semoga Allah merahmatinya, melakukan wukuf di Arafah. Di kedua tangannya ada tujuh butir batu. Kemudian ia berkata kepada batubatu itu : “Hai batu-batu, saksikanlah bahwa aku telah mengucapkan, bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah dan bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusanNya”.

 

Pada malam harinya, Ibrahim tidur. Dalam tidurnya itu, ia bermimpi seakan-akan kiamat telah bangkit, dan bahwa dirinya dihisab dan kemudian disuruh bawa ke neraka. Maka, malaikat membawanya ke sebuah pintu dari api. Namun, sekonyong-konyong sebutir batu di antara batu-batu itu melemparkan dirinya ke arah pintu neraka itu. Para malaikat azab berusaha untuk menyingkirkan batu itu, tetapi mereka tiada berhasil melakukannya. Kemudian mereka menggiring dirinya ke pintu yang lain, tetapi ternyata disana Sudah ada pula sebutir batu di antara ketujuh batu itu. Dan mereka pun tidak mampu untuk menyingkirkannya. Para malaikat itu menggiringnya sampai ke ketujuh pintu neraka, namun pada tiap-tiap pintu itu sudah ada sebutir batu di antara batu-batu itu yang menghalangi. Semua batu itu mengatakan : “Kami menjadi saksi bahwa orang ini telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah”,

Kemudian mereka menggiringnya ke arah Arsy, maka berfirmanlah Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi : “Engkau telah menjadikan batu-batu ini sebagai saksi, dan mereka tidak menyia-nyiakan hakmu. Maka bagaimanakah Aku akan menyia-nyiakan hakmu, padahal Aku pun menyaksikan syahadatmu itu”. Lantas Allah Taala berfirman : “Masukkanlah dia kedalam surga”.

Ketika orang itu sudah berada di dekat surga, didapatinya pintu-pintu surga itu tertutup. Kemudian datanglah syahadat, bahwa tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah, latu terbukalah pintu-pintu itu seluruhnya, dan ia pun masuk ke dalamnya. (Demikian tersebut dalam kitab Al Mawa’izh). 

10. KEUTAMAAN TOBAT

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mereka mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka, dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal”. (QS. Ali Imran : 135-136)

Tafsir :

(.   ) Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji. Yaitu perbuatan yang sangat buruk, seperti zina.

(.   ) atau menganiaya diri sendiri. Dengan melakukan dosa apa Saja. Konon, menurut salah satu pendapat, yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah dosadosa besar, sedangkan menganiaya diri sendiri ialah dosa-dosa kecii. Dan bisa juga, kekejian ialah perbuatan yang mengganggu orang lain, sedangkan menganiaya diri sendiri ialah perbuatan yang tidak mengganggu orang lain namun terhadap dirinya sendiri.

 

(.  ) maka mereka mengingat Allah, mengingat ancaman-Nya, atau hukumNya, atau hak-Nya yang besar.

 

(.   ) lalu mereka memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dengan menyesali dan bertobat.

 

(.   ) dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain daripada Allah. Sebuah pertanyaan yang berarti nafi (meniadakan). Sedangkan yang dimaksud adalah mensifati Allah dengan keluasan rahmat-Nya dan keumuman ampunanNya, serta anjuran supaya memohon ampunan, dan juga janji tentang diterimanya tobat.

 

(.   ) dan mereka tidak meneruskan perbuatannya. Yakni mereka tidak meneruskan dosa-dosa mereka tanpa memohon ampun. Karena Nabi saw. bersabda:

 

Artinya : “Tidaklah meneruskan (berbuat dosa) orang yang memohonkan ampunan Sekalipun ia kembali (melakukan dosa) tujuh puluh kali dalam sehari”.

 

(.   ) sedang mereka mengetahui. Kalimat ini adalah Hal (keterangan) dar kalimat    (orang yang tidak meneruskan dosa). Maksudnya, mereka tidak mene. ruskan perbuatan mereka yang buruk dalam keadaan mereka mengetahuinya.

 

(.     ) Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai.. sedang mereka kekal di dalamnya. Ayat ini adalah khabar (predikat) dari   , jika ia dimulai dengannya. Tetapi bisa juga ia merupakan kalimat musta’nafah yang menerangkan ayat sebelumnya, apabila Anda meng-athaf-kannya pada kata    atau pada   . Dan disediakannya surga bagi orang-orang yang bertakwa dan bertobat sebagai balasan bagi mereka itu, tidak harus berarti, bahwa surga itu tidak dimasuki oleh orangorang yang terus-terusan berdosa, sebagaimana disediakannya neraka bagi orang kafir sebagai balasan atas mereka, tidak harus berarti, bahwa neraka itu tidak dimasuki oleh orang-orang selain mereka.

 

(.     ) dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. Karena orang yang bersegera memperbaiki kekurangannya adalah seperti orang yang berusaha memperoleh sebagian dari apa yang terluput dari dirinya. Dalam banyak ayat, Allah sering menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat baik, orang-orang yang cepat memperbaiki kesalahannya, orang-orang yang dicintai Allah, orang-orang yang diberi pahala. Boleh jadi digantinya lafaz “jaza” ( ) dengan lafaz “ajr” (. ) dalam ayat ini adalah karena pengertian seperti ini. Sedangkan yang menjadi tujuan dari pujian itu tidak disebut (. ), yang kalau ditampakkan menjadi :     (dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal), yaitu memperoleh ampunan dan surga. (Qadhi BaidhaWi).

 

Dari sahabat Said ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah sesuatu kaum duduk di dalam suatu majelis yang di situ tidak diucapkan salawat atas Nabi saw. melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka, sekalipun mereka masuk surga, disebabkan pahala yang mereka lihat”.

 

Abu Isa Attirmidzi meriwayatkan sebuah hadis dari sebagian orang alim, bahwa dia mengatakan : “Apabila seorang laki-laki mengucapkan salawat atas Nabi saw. satu kali dalam suatu majelis, maka salawatnya itu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan yang terjadi di majelis itu. (Syifaun Syarif).

 

Dikatakan bahwa, ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki pedagang Kurma. Seorang wanita datang kepadanya untuk membeli kurma darinya. Lantas lelaki itu memasukkan wanita itu ke dalam rumahnya lalu menciumnya. Kemudian dia menyesal atas perbuatannya itu. Tetapi kemudian, ayat ini berlaku umum bagi siapa saja yang telah melakukan dosa, lalu memohon ampunan dari dosanya itu, baik dosa besar (seperti zina) atau pun lainnya.

 

Firman Allah :   , di-athaf-kan pada kata     , yang maksudnya : (Surga itu) disediakan bagi orang-orang yang bertakwa dan bertobat. Sedangkan firman-Nya :    , adalah isim isyarat (kata isyarat) yang menunjuk kepada kedua golongan tadi. Dan bisa juga kata    itu menjadi mubtada (subjek), sedangkan khabar (predikat) nya adalah kata     (Kasysyaf).

 

Firman Allah :      , di dalamnya terkandung suatu bujukan bagi jiwa-jiwa hamba Allah, penyemangat, dorongan dan anjuran supaya bertobat, serta cegahan dari sikap patah semangat dan putus asa dari rahmat Allah Taala, dan bahwa dosa-dosa itu betapa pun besarnya, namun ampunan Allah tetap lebih besar dan kemurahan-Nya lebih agung. (Kasysyaf).

 

Firman Allah :     berarti, dikarenakan dosa-dosa mereka, maka mereka bertobat daripadanya dan menghentikan diri darinya sambil bertekad untuk tidak kembali melakukannya. Inilah syarat-syarat tobat yang diterima itu. (Tafsir Alkhazin).

 

Firman Allah :    , Ibnu Abbas ra., berkata : “Sedang mereka mengetahui bahwa perbuatan-perbuatan tersebut adalah maksiat”. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa maksud ayat ini adalah : “Sedang mereka mengetahui bahwa meneruskan dosa itu adalah berbahaya”. Dan yang lain mengatakan : “Sedang mereka mengetahui bahwa Allah Taala memiliki ampunan dosa, dan bahwa mereka mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa-dosa itu”. Yang lain mengatakan bahwa artinya adalah : “Sedang mereka mengetahui bahwa Allah tidak keberatan mengampuni dosa-dosa betapapun banyaknya”. Dan ada pula yang mengatakan : “Sedang mereka mengetahui bahwa, jika mereka memohon ampun maka mereka akan diampuni”. (Tafsir Al Lubab).

 

Dari sahabat Ibnu Umar ra, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah menerima tobat seseorang hamba sebelum nyawanya sampai di kerongkongan (pada saat ajalnya tiba)”. (Dari Almashaabih).

 

Maksudnya : bahwa tobatnya orang yang berdosa itu tetap akan diterima Allah selama ruhnya belum mencapai kerongkongannya pada saat dicabut oleh malaikat maut. Karena apabila ruh telah mencapai kerongkongan maka pada saat itu dia dapat melihat nasib apa yang akan dialaminya, apakah ia akan memperoleh rahmat Allah, ataukah azab siksaan. Ketika itu sudah tidak berguna lagi baginya tobatnya maupun imannya. Karena di antara syarat tobat itu adalah tekad untuk meninggalkan dosa dan tidak akan mengulanginya lagi. Sedangkan hal itu baru dapat menjadi kenyataan apabila orang yang bertobat itu masih mempunyai kesempatan. Dan ini tidak akan menjadi kenyataan, karena dia sudah tidak mampu lagi. (Majalisu Arrumi).

 

Dari Ali bin Abithalib ra., dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Empat ribu tahun sebelum diciptakannya Adam as. di sekeliling Arsy tertulis : “Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh”. (Tanbihul Ghafilin).

 

Duiwayatkan bahwa, Jibril as. pernah berkunjung kepada Nabi saw. ia berkata : “Ya Muhammad, Allah Taala menyampaikan salam kepadamu dan berfirman : “Orang yang bertobat dasi umatmu satu tahun sebelum matinya, tobatnya akan diterima”.

 

Nabi saw. berkata : “Wahai Jibril, satu tahun bagi umatku terlalu banyak, karena dikalahkan oleh sifat lalai dan panjang angan-angan”.

 

Maka pergilah Jibril as. Kemudian kembali seraya berkata : “Ya Muhammad, sesunyguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu bulan sebelum matinya, tobatnya akan diterima”.

 

Nabi saw. berkata : “Wahai Jibril, satu bulan bagi umatku terlalu lama”.

 

Maka Jibril pun pergi, kemudian kembali lagi, seraya berkata : “Ya Muhammad, se.Sungguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu hari sebelum matinya, maka tobatnya masih diterima”.

 

Nabi saw. berkata : “Wahai Jibril, satu hari itu bagi umatku terlalu lama”.

 

Maka pergilah Jibril, dan kemudian kembali, lalu berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu jam sebelum matinya, maka tobatnya tetap diterima”.

 

Nabi saw. menjawab : “Wahai Jibril, satu jam itu bagi umatku terlalu lama”.

 

Maka Jibril pun pergi lagi, dan kemudian kembali seraya berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Allah Taala menyampaikan salam kepadamu dan berfirman : “Orang yang menghabiskan seluruh umurnya dalam kemaksiatan, dan dia tidak kembali (bertobat) juga kepada-Ku dalam (tempo) satu tahun, atau satu bulan, atau satu hari, atau satu jam, sebelum matinya, sampai ruhnya mencapai kerongkongan (saat dicabut), sedang dia sudah tidak dapat mengucapkan kata-kata permohonan ampun dengan lidahnya, namun masih bisa menyesal dengan hatinya, maka sesungguhnya Aku tetap akan mengampuninya”. (Zubdatui Wa’izhin).

 

Dari sahabat Umar bin Khattab ra., katanya : “Nabi saw. bersama saya pernah menemui seorang lelaki Ansar yang sedang menghadapi ajalnya. Lantas Nabi saw. berkata kepadanya : “Bertobatlah kepada Allah”. Orang itu tidak bisa melakukannya dengan lidahnya, namun ia hanya bisa memutar-mutarkan kedua bola matanya ke arah langit. Nabi saw. tersenyum, sehingga saya bertanya : “Ya Rasulullah, kenapa baginda tersenyum?” Nabi saw. menjawab : “Orang sakit ini tidak dapat melakukan tobat dengan lidahnya, lalu dia memberi isyarat dengan matanya ke langit dan menyesal dengan hatinya. Maka Allah Taala berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, sesungguhnya hamba-Ku ini tidak mampu lagi bertobat dengan lidahnya, namun dia menyesal dalam hatinya. Maka Aku tidak akan menyia-nyiakan tobat dan penyesalannya dengan hatinya itu. Saksikanlah, bahwa Aku benar-benar telah mengampuninya”. (Durratul Majalis)

 

Allah SWT. berfirman di dalam surah Annur :

 

Artinya : “Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung”.

 

Sebagian ahli hikmat berkata : “Tobat seseorang bisa diketahui dengan empat perkara : (Pertama) Dia mencegah lidahnya dari mengeluarkan kata-kata yang tidak berguna, mengumpat, memfitnah, dan berbohong. (Kedua) Tidak tampak dalam hatinya perasaan dengki atau permusuhan terhadap seseorang manusiapun, (Ketiga) Dia meninggalkan kawan-kawan yang jahat dan tidak bersahabat dengan salah seorang pun dari mereka. (Keempat) Selalu siap-sedia untuk mati, menyesali dosa-dosanya, memohon ampun atas dosa-dosanya yang telah lalu, dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perbuatan bakti kepada Tuhannya”.

 

Dalam ayat lain, Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah dengan tobat nasuha”.

 

Yakni, tobat yang sebenar-benarnya, dan ada pula yang mengatakan. bahwa maksudnya adalah, kamu memurnikan tobat karena Allah. Sahabat Umar bin Khattab ra. pernah ditanya orang tentang tobat nasuha, ia menjawab : “Tobat nasuha talah. bahwa seseorang bertobat dari perbuatan yang buruk, dan tidak melakukannya lagi selama-lamanya”.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra. mengenai firman Allah Taala yang artinya : “Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah dengan tobat nasuha”. la berkata : “Tobat nasuha adalah dengan hati, disertai permohonan ampun dengan lidah, dan tekad kuat untuk tidak melakukannya lagi buat selama-lamanya. Sebagaimana diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : Orang yang memohon ampun dengan lidah, namun terus-menerus melakukan dosa, adalah seperti orang yang memperolok-olokkan Tuhannya. (Raudhatul Ulama).

 

Dan dari Tsabit Albanani, bahwa ia berkata : “Saya dengar bahwa Iblis Laknatullah alaih menangis ketika turunnya ayat yang mulia ini”. (Tafsir Al Lubab).

 

Dari sahabat Abubakar ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Hendaklah kamu selalu membaca “laa ilaaha illallaah” dan istighfar. Perbanyaklah kamu membaca keduanya. Karena sesungguhnya Iblis Laknatullah alaih berkata : “Aku telah membinasakan manusia dengan dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan maksiat, namun mereka membinasakan aku dengan “aa ilaaha illallah” dan istighfar. Ketika aku melihat hal itu, maka aku binasakan mereka dengan hawa nafsu, sedang mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk”. (Durrun Mantsur)

 

Dari Nabi saw. sabdanya : “Iblis berkata : “Ya Rabb, demi keperkasaan-Mu aku akan tetap menyesatkan anak cucu Adam selama ruh mereka berada di dalam tubuh mereka”. Maka Allah Taala menjawab : “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku hai makhluk terkutuk, Aku akan tetap mengampuni mereka sepanjang mereka memohon ampun”.

 

Dari Atha bin Khalid, katanya : “Saya mendengar bahwa ketika turun ayat, yang artinya : … dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”, maka berteriaklah Iblis Laknatullah alaih, memanggil bala tentaranya, sambil menaburkan tanah ke atas kepalanya serta mengaduh celaka, sehingga datanglah bala tentaranya dari segenap pelosok daratan dan lautan. Mereka berkata : “Ada apa, wahai Tuan kami?”. Iblis menjawab : “Satu ayat telah turun di dalam Kitab Allah Taala, yang sesudahnya tidak akan ada lagi seorang pun dari anak cucu Adam yang bisa dibahayakan oleh suatu dosa”.

 

“Ayat apakah itu?”, tanya bala tentara Iblis. Iblis lalu membertahukannya kepada mereka.

 

Mereka berkata : “Kita bukakan untuk anak cucu Adam itu pintu-pintu hawa nafsu, sehingga mereka tidak mau bertobat dan memohon ampun, sedang mereka menyangka bahwa mereka benar”.

 

Iblis pun rela dengan saran tersebut “. (Durrun Mantsur)

 

Dan sahabat Anas bin Malik ra., ia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. ber. sabda :

 

Artinya : “Allah Taala berfirman, “Hai anak cucu Adam, sesungguhnya selama engkau (mau) berdoa kepada-Ku dan mengharapkan Aku, Aku akan mengampuni apa-apa yang telah engkau lakukan, dan Aku tidak peduli. Hai anak cucu Adam, seandainya dosadosamu mencapai penjuru-penjuru langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni engkau, dan Aku tidak peduli. Hai anak cucu Adam, seandainya eng. kau datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa sepenuh bumi, kemudian engkau temui Aku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula”. (HR. Attirmidzi)

 

Dan telah disebutkan dalam salah satu hadis, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membiasakan beristighfar, Allah akan memberikan untuknya jalan keluar dari setiap kesempatan, kegembiraan dari setiap kesusahan, dan akan memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya”.

 

Dan dalam hadis lain disebutkan bahwa, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Wahai sekalian manusia, bertobatlah kalian kepada Allah. Karena sesungguhnya aku pun bertobat kepada-Nya seratus kali dalam sehari”,

 

Juga dalam hadis lainnya disebutkan, bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tiap-tiap anak cucu Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang-orang yang banyak bertobat”.

 

Orang yang suka menunda-nunda ialah orang yang mengatakan “Saya akan bertobat”, dia akan binasa. Karena ia beranggapan akan panjang umur, padahal panjang umur itu tidak tergantung kepadanya, bisa jadi dia sendiri takkan lama hidup. Kalau pun dia panjang umur, maka sebagaimana dia tidak mampu meninggalkan perbuatan dosa pada hari ini, tentu esok pun dia takkan mampu melakukannya. Sebab, kelemahannya untuk meninggalkan dosa sekarang, tak lain adalah karena dia dikalahkan oleh hawa nafsunya. Padahal hawa nafsunya itu tidak akan berpisah dari dirinya besok. Bahkan mungkin akan semakin menjadi-jadi dan bertambah kuat karena dibiasakan. Hawa nafsu yang diperkuat oleh manusia dengan cara dibiasakan tidaklah sama dengan hawa nafsu yang tidak diperkuatnya. Maka perhatikanlah, wahai hadirin yang hadir di majelis ini, dan wahai orangorang yang sadar, apabila Nabi saw. sendiri memohon ampun dan bertobat. padahal Beliau telah pasti diampuni oleh Allah Taala, dari permulaan sampai akhirnya. Maka orang yang belum jelas nasibnya, akan diampunikah ia atau tidak?. Mengapa dia tidak mau bertobat kepada Allah Taala setiap saat, dan tidak menjadikan lidahnya selalu sibuk dengan ucapan istighfar, dan mengapa dia tidak mau mengingat Maharaja Yang Maha Pengampun, yang Dia itu adalah Penyelamat dari siksa neraka?. Nabi saw. bersabda:

Artinya : “Apabila Allah Taala menghendaki kebaikan pada hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman terhadap hamba-Nya itu di dunia. Dan jika Dia menghendaki keburukan terhadap hamba-Nya, maka Dia tahan dosanya, sehingga Dia membalasnya kelak pada hari kiamat”.

11. KEUTAMAAN BULAN RAJAB

AIlah SWT. berlirman :

Artinya : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada sur. ga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertak. wa”. (QS. Ali Imran : 133) Tafsir : 

(.  ) Dan bersegeralah kamu. Bergegasiah dan menghadapiah kamu….

(.   ) Kepada ampunan dari Tuhanmu. Yakni kepada hal-hal yang pantas diganjar dengan ampunan, seperti : Islam, tobat dan ikhlas

(.  ) Dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Maksudnya, yang lebarnya selebar langit dan bumi. Penyebutan “bumi” di dalam ayat ini adalah untuk “mubalaghah” dalam mensifati surga sebagai tempat yang luas, dengan cara perumpamaan. Karena biasanya lebar itu lebih pendek daripada panjang.

Ibnu Abbas ra., berkata : “Seumpama tujuh langit dan tujuh bumi seandainya semuanya disambung satu sama lainnya”.

(.   ) Disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Dipersiapkan untuk mereka. Ayat ini menjadi dalil bahwa surga itu makhluk (yang diciptakan) dan bahwa ia berada di luar alam ini. (Qadhi Baidhawi)

 

(.     ) Dan bersegeralah kamu. Orang-orang Madinah membacanya tanpa waw (.   ). sedangkan yang lain membacanya dengan waw.

 

(.     ) kepada ampunan dari Tuhanmu. Maksudnya : Bergegastah dan berlomba-lombalah kamu sekalian kepada amal-amal yang menyebabkan kamu mendapatkan ampunan.

 

Amal-amal apa saja yang menyebabkan ampunan itu? (pent.)

 

Menurut Ibnu Abbas ra. Agama Islam. Dan diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas ra. tobat.

 

Ikrimah dan Ali bin Abithalib ra. mengatakan bahwa yang dimaksud adalah pelakSanaan yang fardu-fardu.

 

Abul Aliyah mengatakan, hijrah.

Ad Dhahhak mengatakan, jihad.

Muqatil mengatakan, amal-amal salih.

 

Sedangkan diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa yang dimaksudkan adalah takbir yang pertama (dalam salat berjamaah).

 

(       ) dan surga. Maksudnya, dan kepada surga.

 

(.    ) yang luasnya seluas langit dan bumi. Yakni, yang lebarnya selebar langit dan bumi, seperti disebutkan pula di dalam firman Allah Taala dalam surah Alhadid :

 

Artinya : “Dan surga yang lebarnya seperti lebar langit dan bumi”.

 

Yakni, luasnya. Penggunaan kata “lebar secara khusus di dalam ayat ini dimaksudkan sebagai mubalaghah. Karena pada umumnya, panjang segala sesuatu itu melebihi lebarnya. Orang akan berkata : “Lebarnya saja sudah demikian, betapa puia panjangnya?”

 

Menurut Azzuhri, sifat dari lebarnya surga memang demikian, sedangkan panjangnya, tidak ada yang mengetahui selain daripada Allah. Ini hanya sebagai perumpamaan, bukan berarti bahwa surga itu sama seperti langit dan bumi, tidak lain. Jadi maksudnya adalah : selebar tujuh petala langit dan bumi menurut persangkaanmu. Seperti firman Allah :

 

Artinya : “Mereka kekal di dalamnya (surga) sekekal langit dan bumi.

 

Yakni, menurut persangkaanmu, padahal yang sebenarnya, langit dan bumi itu, kedua-duanya akan binasa”.

 

Sahabat Anas bin Malik ra. pernah ditanya tentang keberadaan surga, apakark ji langit ataukah di bumi? Maka dijawabnya : “Bumi dan langit manakah yang dapat mena mpung surga?”.

 

Lalu ia ditanya lagi : “Maka dimanakah surga itu?”. Jawabnya : “Di luar langit yang tujuh, di bawah Arsy, sedangkan neraka berada di bawah bumi yang tujuh”. (Ma’alim).

 

Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda:

 

Artinya : “Jibril telah datang kepadaku dan berkata : “Ya Muhammad, tidaklah seseorang membaca salawat atasmu, melainkan dia akan didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat. Dan barangsiapa didoakan oleh malaikat maka dia termasuk golongan ahli surga”.

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Takbir pertama yang didapat oleh seorang mukmin bersama mam adalah lebih baik baginya daripada seribu haji dan umrah. Dan dia akan memperoleh pahala sg. perti orang yang bersedekah emas kepada orang-orang miskin sebanyak gunung Uhug Dan dicatatkan untuknya dari setiap rakaat yang dilakukannya laksana ibadat satu tahun, Dan Allah menetapkan baginya dua kebebasan : kebebasan dari neraka dan kebebasan dari nifak, dan ia tidak akan keluar dari dunia (mati), melainkan akan melihat (dilihatkan) tempatnya (lebih dahulu) di dalam surga, dan ia akan masuk surga tanpa hisab”.

 

Mengenai takbir pertama ini, para ulama berselisih pendapat. Sebagian dari mereka mengatakan, sampai imam selesai dari membaca surah Alfatihah. Sebagian lagi menga, takan, sampai imam memulai bacaannya. Namun sebagian besar ahli tafsir berpendapat seperti pendapat yang pertama. (Majalisul Anwar).

 

Dirnwayatkan dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menghidupkan malam pertama dari bulan Rajab (dengan amal ibadat), maka hatinya tidak akan mati di kala hati orang-orang banyak yang mati. Dan Allah mencurahkan kebaikan ke atas kepalanya dengan berlimpah-limpah. Dan dia keluar dari dosa-dosanya seperti saat dia baru dilahirkan oleh ibunya. Dan dia member syafaat kepada tujuh puluh ribu orang berdosa yang sudah layak masuk neraka”.

 

Demikian disebutkan di dalam kitab Lubbul Albab oleh Maula Tajul Arifin. (A’rajiyah).

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : Barangsiapa mengerjakan salat (sunah) sesudah (salat fardu) Magrib pada malam dari bulan Rajab sebanyak dua puluh rakaat, yang pada setiap rakaatnya ia membaca surah Alfatihah dan surah Al Ikhlas, dan memberi salam sepuluh kali, maka Allah Taala akan memeliharanya, keluarganya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya dari bencana dunia dan azab akhirat. (Zubdah).

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Ketahuilah, bahwa Rajab adalah bulan Allah yang dinamakan bulan tuli. Barangsiapa berpuasa satu hari pada bulan ini dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka ia pasti akan memperoleh keridaan Allah yang terbesar. Dan barangsiapa berpuasa dua hari niscaya tidak ada seorang pun penghuni langit dan bumi yang dapat melukiskan kemuliaan dirinya yang diperolehnya di sisi Allah. Dan barangsiapa berpuasa tiga hari, ia akan diselamatkan dari segala bencana dunia dan azab akhirat, juga dari penyakit gila, kusta, sopak, serta dari tipu daya Dajjal. Dan barangsiapa berpuasa tujuh hari, maka ditutupkanlah terhadapnya tujuh pintu Jahannam. Dan barangsiapa berpuasa delapan hari, maka akan dibukakan untuknya delapan pintu surga. Dan barangsiapa berpuasa sepuluh hari, maka apa saja yang dimintanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikannya. Dan barangsiapa berpuasa lima belas hari, Allah akan mengampuni segala dosanya yang telah lalu, dan menggantikan kesalahan-kesalahannya dengan kebaikan-kebaikan. Dan barangsiapa menambah puasanya, Allah pun akan menambah ganjarannya (Zubdah)

 

Diriwayatkan pula dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Pada malam mikraj (saat Beliau diangkat ke langit), aku melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis daripada madu, lebih sejuk daripada es, dan lebih harum daripada misik. Maka aku bertanya kepada Jibril : “Untuk siapakah ini?” Jibril menjawab : “Untuk orang yang membaca salawat atasmu pada bulan Rajab”.

 

Dari sahabat Muqatil ra., ia berkata : “Bahwasanya di belakang gunung Qaf terdapat suatu bumi yang putih, tanahnya laksana perak, luasnya tujuh kali dunia, yang penuh dengan malaikat, yang seandainya ada sebuah jarum jatuh, tentu akan jatuh ke atas mereka, di tangan tiap-tiap malaikat itu terdapat sebuah bendera yang bertuliskan : Laa ilaaha ilailaah, Muhammad Rasulullah. Mereka berkumpul di sekeliling gunung Qaf setiap malam Jumat dari bulan Rajab, memohonkan keselamatan untuk umat Muhammad saw. mereka berdoa : “Oh Tuhan kami, kasihanilah umat Muhammad dan janganlah Engkau mengazab mereka”. Mereka memohonkan ampunan sambil merendahkan diri sampai tiba waktu Subuh. Maka Allah Taala berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, demi keperkasaanKu dan keagungan-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”. (Majalisui Abrar).

 

Konon, lafaz Rajab (.   ) itu terdiri dari tiga huruf. Huruf ra (.    ) menunjukkan pada rahmat Allah, huruf jim (     ) menunjukkan jurmil abdi (kedurhakaan hamba Allah), dan huruf ba (.   ) menunjukkan birrullaahi (Kebaikan Allah Taala). Seolah-olah Allah berfirman : “Hai hamba-Ku, Aku letakkan dosamu dan kejahatanmu di antara kebaikan dan rahmatKu, maka tidak tersisa lagi dosa dan kejahatan pada dirimu berkat kemuliaan bulan Rajab ini”. (Majalisul Anwar)

 

Dan konon, setelah bulan Rajab itu habis, ia naik ke langit. Maka Allah berfirman : “Hai bulan-Ku, apakah orang-orang itu menyukaimu dan mengagungkanmu?”. la diam dan tidak menjawab sepatah kata pun, sampai Allah mengulangi pertanyaan tadi dua — tiga kali, barulah ia menjawab : “Ilahi, Engkau adalah Tuhan Yang Maha Menutupi segala aib hamba-Mu, dan Engkau telah memerintahkan kepada makhluk-Mu supaya menutupi aib orang lain. Dan Rasul-Mu telah menamakan aku sebagai bulan yang tuli. Aku mendengar ketaatan mereka dan tidak mendengar kedurhakaan mereka. Karena itulah aku dinamakan bulan yang tuli”. Kemudian Allah Taala berfirman : “Engkau adalah bulanKu yang mempunyai aib tuli, dan hamba-hamba-Ku pun mempunyai aib. Maka demi kemuliaanmu, Aku terima mereka beserta aib-aib mereka sebagaimana Aku terima engkau sedang engkau mempunyai aib. Aku ampuni mereka hanya dengan satu penyesalan saja padamu (pada bulan Rajab) dan tidak Aku catat buat mereka perbuatan makSiat yang mereka lakukan di dalammu (di dalam bulan Rajab). (A’rajiyah)

 

Konon, bulan Rajab disebut bulan Tuli adalah karena para malaikat pencatat yang mulia mencatat kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan pada bulan-bulan yang lain, sedangkan pada bulan Rajab, mereka hanya mencatat kebaikan-kebaikan saja dan tidak mencatat keburukan-keburukan. Jadi mereka tidak mendengar satu keburukan pun pada bulan Rajab yang patut dicatat. (Misykatul Anwar)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Rajab itu bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadan adalah bulan umatku”.

 

Abu Muhammad Alkhallal telah mengemukakan tentang keutamaan-keutamaan by. lan Rajab yang bersumber dari sahabat Ibnu Abbas ra. Ia berkata : Melakukan puasa pada hari pertama bulan Rajab adalah sebagai penghapus dosa selama tiga tahun, pada hari kedua adalah sebagai penghapus dosa selama dua tahun, dan pada hari ketiga adalah sebagai penghapus dosa selama satu tahun. Kemudian pada hari-hari seterusnya adalah sama dengan penghapus dosa selama satu bulan”. (Demikian seperti yang d se. butkan dalam kitab Al Jami’u Ash Shaghir).

 

Sahabat Abu Hurairah ra. berkata, bahwasanya Rasulullah saw. tidak pernah me a. kukan puasa sesudah bulan Ramadan kecuali pada bulan Rajab dan Sya’ban.

 

Bukhari dan Muslim mengemukakan hadis, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

Artinya : “Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah sungai yang dinamakan su. ngai Rajab. Airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu. Barangsiapa berpuasa satu hari di dalam bulan Rajab, maka Allah akan memberinya minum dari su. ngai itu”. (A’rajiyah)

 

Adapun sebab bulan ini dinamakan Rajab adalah karena orang-orang Arab merajab. kannya, yakni mengagungkan. Seperti perkataan Anda : “rajjabtusy syaia”, artinya : “Aku mengagungkan sesuatu”. Pengagungan orang-orang Arab terhadap bulan Rajab itu, anta. ra lain, bahwa pelayan-pelayan Kakbah membuka pintu Kakbah pada bulan ini sepanjang hari selama sebulan penuh, sedangkan pada bulan-bulan lainnya, mereka membukanya hanya pada hari Senin dan Kamis saja. Mereka mengatakan, bulan ini adalah bulan Allah. sedang rumah ini adalah rumah Allah, dan hamba ini adalah hamba Allah. Maka tidaklah dicegah hamba Allah dari rumah Allah pada bulan Allah. (A’rajiyah).

 

Dikisahkan, ada seorang perempuan ahli ibadat di Baitul maqdis. Apabila tiba bulan Rajab, dia membaca surah Al Ikhlas tiap-tiap hari sebanyak dua belas kali, sebagai pengagungannya terhadap bulan Rajab. Dia menukar pakaiannya yang bagus dengan pakaian yang jelek.

 

Pada suatu bulan Rajab, perempuan itu jatuh sakit, lalu dia berwasiat kepada anaknya, kalau dia mati agar menguburnya dengan pakaian yang jelek itu. Namun karena ingin dipuji orang, anaknya mengafaninya dengan kain-kain yang mahal. Malamnya si anak bermimpi, ibunya berkata kepadanya : “Hai anakku, kenapa engkau tidak melaksanakan wasiatku. Sesungguhnya aku tidak rela kepadamu”.

 

Sang anak terbangun dengan ketakutan, kemudian dibongkarnya kuburan ibunya. tetapi tidak ditemukannya. Akhirnya ia menjadi kebingungan lalu menangislah ia dengan suara keras. Lantas didengarnya suara gaib mengatakan : “Tidakkah engkau tahu, bahwa barangsiapa mengagungkan bulan Kami Rajab, Kami tidak akan membiarkannya di dalam kuburnya sendirian dan kesepian”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Diriwayatkan dari sahabat Abubakar Assiddig ra., katanya : “Apabila telah lewat sepertiga malam pada Jumat pertama dari bulan Rajab, maka tidak tinggal para malaika! baik yang di langit maupun yang di bumi, melainkan semuanya berkumpul di Kakbah. Lalu Allah memandang mereka seraya berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, mintalah ap3 yang kamu kehendaki!” Mereka menjawab : “Oh Tuhan kami, hajat kami adalah ! Engkau mengampuni orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab”. Maka Allah Taal berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”.

 

Dan dari Aisyah ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Pada hari kiamat kelak, semua manusia akan kelaparan kecuali para nabi keluarga-keluarga mereka dan orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadan. Mereka semuanya kenyang, tidak merasakan lapar ataupun dahaga . (Zubdatul Wa’izhin)

 

Diriwayatkan dalam salah satu khabar : “Apabila tiba hari kiamat, terdengar suara seruan menyerukan : “Manakah orang-orang yang mencintai bulan Rajab ?”. Kemudian muncul suatu cahaya. Jibril dan Mikail mengikuti cahaya itu dan diikuti pula oleh orangorang yang mencintai bulan Rajab. Lantas mereka menyeberang di atas Sirat laksana kilat yang menyambar. Kemudian mereka bersujud kepada Allah Taala sebagai pernyataan syukur atas keberhasilan mereka melintasi Sirat. Lalu Allah Taala berfirman : “Wahai orang-orang yang mencintai bulan Rajab, angkatlah kepala kalian pada hari ini, karena kalian telah melakukan sujud di dunia pada bulan-Ku. Pergilah kalian ke tempat kalian masing-masing”. (Raudhatul Majalis).

 

Diceritakan dari sahabat Tsauban ra., dia berkata :” Kami dahulu penah pergi bersama Nabi saw. Di tengah jalan, kami melewati suatu kuburan. Nabi berhenti lalu menangis dengan sedihnya. Setelah itu, Beliau berdoa kepada Allah Taala. Maka saya bertanya kepada Beliau : “Kenapa Baginda menangis, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Hai Tsauban, mereka tadi sedang diazab di dalam kubur mereka, lalu aku mendoakan mereka, maka Allah pun meringankan azab atas mereka”. Kemudian Beliau meneruskan : “Hai Tsauban, seandainya mereka berpuasa satu hari saja di bulan Rajab dan tidak tidur satu malam di bulan itu, niscaya mereka tidak akan diazab dalam kubur mereka”. Saya bertanya : “Ya Rasulullah, apakah puasa sehari dan salat satu malam pada bulan itu dapat menolak azab kubur?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Hai Tsauban, demi Allah yang telah mengutusku dengan benar sebagai seorang nabi, tidak seorang muslimpun, baik laki-laki maupun perempuan, yang berpuasa sehari dan salat semalam di bulan Rajab karena mengharap keridaan Allah, melainkan Allah akan mencatatkan untuknya pahala ibadat selama satu tahun, yang siangnya ia berpuasa dan malamnya ia salat”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Para ulama berkata : “Hadis-hadis yang diriwayatkan berkenaan dengan salat sunnah Raghaib adalah palsu (maudhu). Orang yang dituduh memalsukannya ialah Ibnu! Jahm. Dengan demikian, setelah adanya penjelasan ini, maka ia tidak perlu diperhatikan lagi meskipun hadis-hadis itu disebutkan di dalam sebagian kitab atau risalah. Karena kita tahu, bahwasanya semua urusan agama serta diperolehnya pahala maupun hukuman adalah dari Pembuat Syariat, karena akal tidak memiliki kemandirian dalam hal tersebut. Salat Raghaib itu pada malam ini tidak pernah dikerjakan oleh Nabi saw. maupun salah seorang dari sahabat-sahabat Beliau. Dan Beliau tidak pernah pula menganjurkannya. Karenanya, tidak akan diperoleh pahata dari salat itu, bahkan melakukan salat itu termasuk perbuatan yang sia-sia yang dikuatirkan akan mendatangkan hukuman”. (Rumi).

 

Dan Al Mawardi di dalam kitab Al Igna berkata : “Puasa pada bulan Rajab dan Sya’ban itu adalah mustahab (sunnah). Sedangkan mengenai salat pada bulan tersebut, maka tidak ada riwayat yang pasti tentang salat tertentu yang khusus untuknya. Maka dengan demikian, bagi orang yang mempunyai kepatuhan dan ketundukan, seyogyanya ia tidak berpaling kepada apa yang ditekuni oleh orang-orang pada zaman sekarang, dan tidak terperdaya dengan tersebarnya hal itu di negeri-negeri islam dan banyak terjadinya di kota-kota besar, yaitu salat Raqhaib pada malam Jumat pertama di bulan Rajab. Karena diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

“ La Na Artinya : “Hendaklah kalian berhati-hati terhadap perkara-perkara baru (yang diada-adakan). Karena setiap perkara baru (yang diada-adakan) itu adalah bid’ah, dan Setiap bid’ah itu sesat. Maka semua perkara baru itu sesat, dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka”.

 

Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Seburuk-buruk perkara itu adalah perkara-perkara yang baru (diada. adakan)”.

 

Masing-masing dari kedua hadis ini menunjukkan bahwa keberadaan salat tersebut pada malam ini (Jumat pertama bulan Rajab) adalah bid’ah dan sesat. Karena salat terse. but termasuk perkara baru, yang belum pernah terjadi di masa para sahabat dan tabun maupun dimasa imam-imam mujtahidin, tetapi ia baru terjadi sesudah abad keempat Hijr. yah. Karena itulah, ia tidak dikenal oleh orang-orang terdahulu dan tidak pernah dibicara. kan oleh mereka. Bahkan tokoh-tokoh ulama mutaakhkhirin banyak yang mengecamnya. Mereka mengatakan bahwa, salat tersebut (salat raghaib) adalah bid’ah yang buruk yang mengandung kemungkaran-kemungkaran. Maka tinggalkanlah ia, dan berpegang teguh. lah bada ketaatan-ketaatan, sehingga Anda mendapatkan surga yang tinggi serta martabat dan derajat yang luhur. (Majlis Rumi)

 

Begitu juga, pengarang kitab Majma’ul Bahrain di dalam syarahnya mengatakan : “Seorang laki-laki, pada hari raya, berada di kuburan. Dia bermaksud akan melakukan salat sebelum salat led, lalu dicegah oleh Ali Karramallaahu Wajhah. Maka orang itu berkata : “Ya Amirul mukminin, saya tahu bahwa Allah tidak akan mengazab karena salat: Ali menjawab : “Dan aku pun tahu, bahwa Allah tidak akan memberi pahala atas sesuatu perbuatan sampai perbuatan itu dilakukan oleh Rasulullah dan dianjurkannya. Maka Salatmu itu adalah sia-sia belaka. Sedangkan kesia-siaan itu adalah haram. Barangkai Allah Taala mengazabmu karenanya, sebab engkau telah menyalahi Rasul-Nya. Lakukan: lah apa yang telah aku tuliskan dan janganlah engkau menjadi orang-orang yang meniru: niru”. (Dari Majlis Rumi secara ringkas).

Dan disebutkan dalam salah satu khabar, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Allah Taala menciptakan wajah para bidadari dari empat warna : putih hijau, kuning dan merah. Dan menciptakan tubuhnya dari kuma-kuma, misik, ambar dan kafur, sedangkan rambutnya dari cengkih. Bagian tubuh mulai dari jari-jari kaki sampai ke lutut dari kuma-kuma yang harum, dari lutut sampai ke pusat dari misik, dari pusat sampa ke leher dari ambar, dan dari leher sampai ke kepala dari kafur. Seandainya sang bidada’ meludah setetes saja ke dunia, niscaya ludahnya itu akan menjadi misik yang harum. d dadanya tertulis nama suaminya dan salah satu di antara asma Allah Taala. Jarak anta’d kedua bahunya luas (bidang). Pada masing-masing dari kedua tangannya terdapat sepv’ luh gelang emas, dan pada jari-jarinya ada sepuluh cincin, sedangkan pada kedua kak” nya terdapat gelang-gelang kaki dari intan dan mutiara. (Daqaiqul Akhbar).

12. KEUTAMAAN ORANG LAKI-LAKI ATAS ORANG PEREMPUAN

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya (dikala suami tidak hadir), oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”. (QS. Annisa : 34)

Tafsir :

(.  ) Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Yakni, memimpin mereka sebagaimana pemerintah memimpin rakyatnya. Hal ini dikarenakan oleh dua perkara yang bersifat pembawaan dan bersifat kasab. Yaitu :

(. ) karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (lakilaki) atas sebagian yang lain (wanita). Disebabkan Allah telah melebihkan kaum laki-laki atas kaum wanita dengan akal yang sempurna, kepemimpinan yang baik, kekuatan yang lebih besar (daripada wanita) untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan dan ketaatanketaatan. Oleh karena itu. Kaum laki-laki diberi keistimewaan dalam hal kenabian, kepemimpinan, kewalian, kewajiban menegakkan syiar-syiar agama, menjadi saksi dalam sidang-sidang pengadilan, kewajiban berjihad dan salat Jumat dan lain-lain kewajiban seperti ini, mendapat ashabah dan bagian yang lebih banyak dalam harta warisan, dan kewenangan untuk menceraikan (istri).

 

(.    ) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, dalam menikahi wanita, seperti : Maskawin dan nafkah.

 

Diriwayatkan, bahwa Saad bin Arrabi’, salah seorang pemuka Ansar, didurhakai oleh istrinya, Habibah binti Zaid bin Abu Zubair, maka ditamparnya istrinya itu. Lalu istrinya itu pergi ditemani oleh ayahnya menemui Rasulullah saw. kemudian keduanya mengadukan kasus itu kepada Beliau. Rasulullah saw. bersabda : “Suruh dia membalas menamparnya!” Maka turunlah ayat seperti tersebut di atas. Lalu Rasulullah saw. berkata : “Kita menghendaki sesuatu hal, sedang Allah menghendaki hal lain, dan yang dikehendaki Allah itulah yang terbaik”.

 

(.     ) sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat. Yakni, taat kepada Allah dan menunaikan hak-hak suami.

 

(.  ) dan lagi memelihara dirinya dibalik pembelakangan suaminya (di kala suanunya tdak hadir. Maksudnya adalah, memelihara apa yang wajib dipelihara dalam hal din dan harta di kala suaminya tidak ada.

 

(.   ) Karena Allah telah memelihara (mereka), dengan memerin-tahkan dan menyuruh mereka memelihara yang tidak diketahui orang lain itu, lewat janji, ancaman dan petunjuk kepada mereka. Atau, oleh karena hal-hal yang dipelihara oleh Allah bagi kaum wanita yang menjadi kewajiban suami, seperti : maskawin, naikah, kewajiban menjaga istn dan membela mereka.

 

Kata      dalam ayat di atas dibaca juga dengan di-nasab-kan, menjadi :      . Ini didasarkan bahwa      adalah isim maushul (.   ). Karena, kalau pun     itu masdanyah, namun tidak berarti memelihara fail (yaitu Allah). Adapun arti dari perkara yang dipelihara itu adalah hak Allah dan ketaatan kepada-Nya. Yaitu dengan jalan menjaga kesucian din dan kasih sayang kepada kaum laki-laki (suaminya). (Qadhi Baidhawi).

 

Ayat ini turun berkaitan dengan kasus yang terjadi pada Saad bin Arrabi Al Ansan, yang telah menampar istnnya, anak perempuan Muhammad bin Muslimah. Maka, perempuan itu pergi menemui Rasulullah saw. untuk mengadukan hal itu. Lalu Beliau menyuruh membalas (hukum kisas). Maka pada saat itu juga, Jibril as. turun menemui Beliau dengan membawa ayat ini. (Kaum laki-laki adalah pemimpin atas kaum perempuan), maksudnya : mereka berkuasa atas urusan-urusan perempuan dan pendidikan mereka. (Abul Laits).

 

Diriwayatkan dari Fudail bin Ubaidah, katanya : “Seorang laki-laki masuk (ke dalam Masjid) lalu melakukan salat. Usai salat ia mengangkat tangannya dan berdoa : “Ya Allah, ampunilah aku dan kasihanilah aku”. Rasulullah saw. menegurnya : “Kau terlalu terburuburu, hai orang yang salat. Apabila engkau telah selesai mengerjakan salat, maka duduklah, kemudian pujilah Allah dengan pujian yang sepantasnya, lalu bacalah salawat atasku, sesudah itu barulah engkau memohon kepada-Nya”.

 

Kemudian, setelah itu, ada pula seorang laki-laki lain melakukan salat. Usai salat, orang itu duduk dan memanjatkan puji-pujian kepada Allah dan bersalawat atas Nabi saw. Lantas Nabi saw. berkata kepadanya : “Hai orang yang salat, berdoalah, niscaya doamu dikabulkan. Berdoalah, niscaya doamu dikabulkan. Begitu pula, orang yang mendengar namaku disebut lalu ia memberi salawat kepadaku, Allah akan memperkenankan semua doanya”.

 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sebaik-baik perempuan itu ialah perempuan yang apabila Anda memandangnya, ia menyenangkan Anda: apabila Anda menyuruhnya, ia mematuhi Anda: dan apabila Anda tidak ada, dia memelihara hak Anda dalam hal harta Anda dan kehormatan dirinya. Kemudian Beliau membacakan firman Allah : (Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan). Yakni, kaum laki-laki berkuasa dalam hal pendidikan dan urusan-urusan mereka” Dan diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seorang perempuan melaksanakan salat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadan, memelihara kemaluannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan memasuki surga dari pintu-pintu Surga yang mana saja yang dia kehendaki”. (Diriwayatkan oleh Abu Nuaim).

 

Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra. katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Perempuan yang salehah itu lebih baik daripada seribu orang laki-laki yang tidak saleh. Dan perempuan mana saja yang melayani suaminya selama tujuh hari, maka akan ditutuplah terhadapnya tujuh pintu neraka dan dibukakan untuknya delapan pintu surga, yang dapat dimasukinya dari pintunya yang mana saja yang dia kehendaki tanpa hisab”.

 

Dan diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang perempuan mengalami haid, melainkan haidnya itu menjadi penghapus dosa-dosanya yang telah lalu. Dan jika pada hari pertama haidnya ia mengucapkan : “Segala puji bagi Allah atas segala keadaan, dan aku memohon ampun kepada Allah dari semua dosa”. Maka Allah akan mencatatkan baginya kebebasan dari neraka, dan dapat melintasi Sirat dengan selamat, serta aman dari azab. Dan Allah akan mengangkat untuknya dalam setiap sehari semalamnya, derajat empat puluh orang yang mati syahid, apabila selama haidnya ia tetap mengingat Allah Taala”.

 

Hasan Albashri berkata : “Ini semua adalah untuk perempuan-perempuan yang salehah yang patuh kepada suaminya dalam urusan-urusan syara”.

 

(Hikayat) Pada zaman Rasulullah saw. dahulu, ada seorang laki-laki yang bermaksud berangkat ke medan perang. Sebelum berangkat, dia berpesan kepada istrinya : “Jangan keluar dari rumah ini sampai aku pulang”. Tak lama setelah kepergian suaminya, ayah perempuan itu jatuh sakit. Kemudian perempuan itu menyuruh seseorang menemui Nabi saw. untuk menanyakan jalan keluarnya. Maka Nabi saw. bersabda : “Patuhilah suamimu!”. Sampai beberapa kali diulanginya dan Beliau tetap menjawab demikian, maka perempuan itu tidak keluar dari rumahnya sesuai dengan amanat suaminya. Akhirnya ayah perempuan itu meninggal dunia, dan perempuan itu tetap tidak melihatnya. Dia bersabar sampai suaminya pulang. Atas kepatuhannya itu, Allah Taala lalu mewahyukan kepada Nabi Nya, bahwa Allah benar-bonar telah mengampuni porompuan Itu borkat kotaatannya kopada suaminya Sahabat Abdullah bin Mas’ud ra, moriwayatkan sobuah hadis, bahwa Nabi saw bersabda :

 

Artinya : “Apabila soorang porompuan mencucikan pakaian suaminya, maka Allah mencatatkan baginya seribu kebaikan dan mongampuni dua ribu kesalahannya, serta segala sesuatu yang terkona sinar matahari momohonkan ampun untuknya, dan diangkat. kan baginya seribu dorajat” (Hadis riwayat Abu Mansur dalam Musnad Al Firdausl)

 

Adapun mengenai keburukan perempuan adalah sebagaimana yang diriwayatkan dari Imam Ali Karramaliaahu wajhah, katanya : “Saya dan Fatimah pernah berkunjung kepada Rasulullah saw. Kami jumpai Beliau sedang menangis dengan sedihnya. Maka kami bertanya : “Apa yang menyebabkan Baginda menangis, Ya Rasulullah ?.

 

Beliau menjawab : “Pada malam aku diisra’kan ke langit, aku melihat kaum wanita sedang mengalami azab yang sangat hebat. Aku teringat keadaan mereka itu, maka aku pun menangis”.

 

Saya bertanya : “Ya Rasulullah, apa yang Baginda lihat ?”.

 

Beliau menjawab : “Aku melihat seorang perempuan digantung pada rambutnya sedangkan otak di kepalanya mendidih. Dan aku melihat seorang perempuan digantung pada lidahnya, sementara tangannya dia keluarkan dari punggungnya, dan ter disiramkan kedalam kerongkongannya. Dan aku melihat pula seorang perempuan yang digantung pada buah dadanya dari belakang punggungnya, sedangkan zaqum (pohon yang berduri) dimasukkan kedalam kerongkongannya. Dan aku melihat pula seorang perempuan digantung, sedangkan kedua kaki dan tangannya diikat pada ubun-ubunnya, sementara ia dikerubungi oleh ular-ular dan kaiajeng-king-kalajengking. Dan aku melihat pula seorang perempuan yang memakan tubuhnya sendiri, sedangkan di bawahnya dinyalakan api Dan aku melihat seorang perempuan yang tubuhnya dipotong-potong dengan gunting dari api. Dan aku melihat juga seorang perempuan yang berwajah hitam dan ja memakan UsuS-ususnya sendiri. Dan aku melihat seorang perempuan yang tuli, buta dan bisu di dalam sebuah peti dari api, otaknya keluar dari lubang hidungnya, sedangkan badannya mengeluarkan bau busuk karena penyakit sopak dan kusta. Dan aku melihat pula seorang perempuan kepalanya seperti kepala babi dan badannya seperti badan keledai, dia mendapat satu juta macam azab. Dan saya melihat seorang perempuan dalam rupa anjing, kalajengking-kalajengking dan ular-ular masuk melalui kemaluannya atau mulutnya dan keluar melalui duburnya, sedangkan para malaikat memukuli kepalanya dengan penggada-penggada dari api”.

 

Saking ngeri mendengar kisah itu, Fatimah sampai bangkit dari duduknya lalu berkata : “Wahai ayahku, wahai cahaya mataku, beritahukanlah kepadaku, perbuatan-perbuatan apakah yang telah dilakukan oleh perempuan-perempuan tersebut?”.

 

Rasulullah saw. menjawab : “Wahai Fatimah, adapun perempuan yang digantung pada rambutnya itu ialah perempuan yang dahulu tidak menyembunyikan rambutnya dari kaum lelaki. Sedangkan perempuan yang digantung pada lidahnya itu ialah perempuan yang dahulu suka menyakiti hati suaminya dengan lidahnya”.

 

Kemudian Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang perempuan menyakiti hati suaminya dengan lidahnya, melainkan Allah akan menjadikan lidahnya panjang pada hari kiamat, sepanjang tujuh puluh hasta, kemudian diikat di belakang lehernya”. Dan diriwayatkan dari sahabat Abubakar Assiddiq ra., bahwa dia berkata : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Perempuan mana saja yang menyakiti hati suaminya dengan lidahnya, – maka dia berada di dalam kutukan dan murka Allah, serta kutukan malaikat dan manusia seluruhnya”.

 

Dan diriwayatkan juga dari sahabat Utsman ra. bahwa dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang perempuan berkata kepada suaminya, “Aku tidak melihat kebaikan sama sekali padamu”, melainkan Allah membatalkan amalnya selama tujuh puluh tahun, sekalipun dia berpuasa siang dan salat malam”.

 

Adapun perempuan yang digantung pada payudaranya, dahulu dia menyusui anak: anak orang lain tanpa perintah dari suaminya. Perempuan yang digantung pada kedua kakinya ialah perempuan yang keluar dan rumah tanpa seizin dari suaminya, serta perempuan yang tidak mandi dari haid dan nifas. Perempuan yang memakan tubuhnya sendiri jalah perempuan yang dahulunya suka berhias untuk laki-laki lain dan mengumpat orang. Perempuan yang tubuhnya dipotong-potong dengan gunting dari api ialah perempuan yang dahulunya suka mempertontonkan dirinya kepada orang lain, yakni supaya mereka melihat perhiasannya, dan dia suka tiap-tiap lelaki melihatnya dengan perhiasan seperti itu. Perempuan yang diikat kedua kakinya bersama kedua tangannya pada ubun-ubunnya serta dikerubungi oleh ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu ialah perempuan yang dahulunya mampu melaksanakan salat dan puasa, namun dia tidak berwudu, tidak salat dan tidak mandi dari jenabah. Perempuan yang berkepala seperti kepala babi dan tubuhnya seperti tubuh keledai ialah perempuan yang suka mengadu-domba dan suka berdusta. Dan perempuan yang rupanya seperti anjing itu ialah perempuan penggoda yang menjengkelkan suaminya”.

 

Dari sahabat Abubakar ra., dia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Perempuan mana saja yang berkata kepada suaminya : “Laknat Allah atasmu!”. Sedang dia zalim, maka dia dilaknat oleh Allah dari atas tujuh petala langit, dan juga oleh seluruh makhluk ciptaan Allah Taala, selain dari dua golongan, yaitu manusia dan jin”.

 

Dan diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf ra., katanya : “Saya mendengar Rasulul. lah saw. bersabda :

 

Artinya : “Perempuan mana saja yang mendatangkan duka cita kepada suaminya dalam urusan belanja, atau membebani suaminya dengan sesuatu di luar kemampuan. nya, maka Allah Taala tidak akan menerima amalnya sedikitpun”. Dan diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Seandainya semua yang ada di muka bumi itu adalah emas dan perak, lalu diboyong oleh seorang perempuan ke rumah suaminya. Kemudian suatu hari, dia menyombongkan diri di hadapan suaminya sambil berkata : “Siapa kamu, sesungguhnya harta ini kepunyaanku, sedang kamu tidak berharta”. Maka Allah membatalkan seluruh amalnya, sekalipun banyak”.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Perempuan mana saja yang keluar rumah tanpa izin suami, maka dia dikutuk oleh segala sesuatu yang kena cahaya matahari dan bulan, sampai ia pulang kembali ke rumah suaminya itu”.

 

Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seorang perempuan keluar dari pintu rumahnya dalam keadaan berhias dan memakai minyak wangi, sedang suaminya merelakannya, maka kelak akan dibangunkan untuk suami perempuan itu, dari setiap langkah perempuan itu, sebuah rumah di dalam neraka”.

 

Kami berlindung kepada Allah, Raja Yang Mahakuasa.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Talhah bin Abdullah ra., katanya : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

Artinya : “Perempuan mana saja yang bermuka masam di hadapan suaminya sehingga suaminya menjadi sedih karenanya, maka dia berada dalam kemurkaan Allah sampai dia melucu di hadapan suaminya, yang dapat mendatangkan kegembiraan padanya”.

Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

Artinya : “Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur namun istrinya itu menolak sehingga suaminya tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka perempuan itu dikutuk oleh para malaikat sampai pagi”. (HR. Bukhari, Muslim dll.).

Dan diriwayatkan dari sahabat Salman Alfarisi, dia berkata : “Suatu hari Fatimah ra. menemui Rasulullah saw. Ketika telah berhadapan dengan Beliau, Fatimah tampak sedih sehingga kedua matanya berlinangan air mata dan rona wajahnya menjadi berubah. Menyaksikan hal itu, Rasulullah lalu bertanya : “Kenapa engkau, hai anakku?”.

Fatimah menjawab : “Ya Rasulullah, tadi malam, saya dan Ali bergurau. Dari pembiCaraan kami itu timbul kemarahan Ali, gara-gara satu perkataan yang keluar dari mulut saya. Ketika saya menyadari bahwa Ali benar-benar marah, maka saya pun menyesal dan sedih. Lalu saya berkata kepadanya : “Wahai kekasihku, maafkanlah saya!”. Kemudian saya berputar-putar mengelilinginya sampai tujuh puluh dua kali, sehingga dia memaafkan saya dan tertawa di hadapan saya dengan suka cita. Sementara saya, masih tetap merasa takut kepada Tuhanku”.

Maka berkatalah Nabi saw. kepada puterinya itu : “Wahai anakku, demi Allah Yang telah mengutus aku dengan sebenarnya sebagai seorang nabi, bahwa seandainya engkau meninggal dunia sebelum engkau dapat menyukakan hati Ali, maka aku tidak akan menyalati jenazahmu”. Kemudian Beliau melanjutkan : “Wahai anakku, tahukah engkau bahwa keridaan suami adalah keridaan Allah, dan kemurkaan suami adalah kemurkaan Allah. Hai anakku, perempuan mana saja yang melakukan ibadat seperti ibadatnya Maryam binti Imran, namun tidak diridai oleh suaminya, maka Allah Taala tidak akan menerima amalnya. Hai anakku, sebaik-baik amal kaum perempuan itu adalah patuh kepada suaminya. Dan sesudah itu, tidak ada suatu pekerjaan bagi perempuan yang lebih utama daripada menenun. Wahai anakku, duduk sesaat pada waktu menenun adalah lebih baik bagi kaum perempuan daripada beribadat satu tahun. Dan dicatatkan untuk mereka dari setiap jenis kain yang mereka tenun itu, pahala orang yang mati syahid. Wahai anakku, sesungguhnya apabila seorang perempuan menenun sampai bisa memberi pakaian kepada suami dan anak-anaknya, maka ia pasti mendapat surga. Dan Allah akan memberinya dari tiap-tiap orang yang memakai kainnya, sebuah kota di dalam surga”.

Nabi saw. bersabda :

Artinya : “Laki-laki mana saja yang mempunyai dua istri, lalu dia tidak berlaku adil dj antara keduanya dalam masalah belanja, dan tidak menyamakan di antara keduanya dalam masalah tidur, makan dan minum, maka dia terlepas dariku dan aku pun terlepas darinya, serta dia tidak akan memperoleh bagian dari syafaatku, kecuali jika dia bertobat”.

Dan sabda Nabi saw. :

Artinya : “Barangsiapa mempunyai dua istri lalu dia lebih condong kepada salah satu dari keduanya melebihi yang lain: (dalam riwayat lain), dan dia tidak berlaku adil di antara keduanya, maka kelak pada hari kiamat, dia akan datang, sedang salah satu dari rusuknya miring”.

Demikianlah disebutkan di dalam kitab Mursyidul Mutaahhiliin.


LihatTutupKomentar