Wala' dan Mudabbar

Wala' adalah ketetapan hukum syariah karena sebab memerdekakan budak atau memberikan sebab kemerdekaan seperti tadbir. Al-Wala' tidak mewarisi namun diberi warisan. Artinya: apabila sayid (pemilik budak) memerdekakan budak laki-laki atau perempuan, kecil atau besar, maka dia memiliki hubungan usubah yakni berhak menjadi ahli waris asobah apabila ahli waris asobah sebab nasab tidak ada. Juga dia berhak menjadi wali nikah, dll. Sedangkan tadbir adalah sayid (pemilik budak) berjanji akan memerdekakan budak yang dikaitkan setelah matinya sayid.
Wala' dan Mudabbar
Wala' adalah ketetapan hukum syariah karena sebab memerdekakan budak atau memberikan sebab kemerdekaan seperti tadbir. Al-Wala' tidak mewarisi namun diberi warisan. Artinya: apabila sayid (pemilik budak) memerdekakan budak laki-laki atau perempuan, kecil atau besar, maka dia memiliki hubungan usubah yakni berhak menjadi ahli waris asobah apabila ahli waris asobah sebab nasab tidak ada. Juga dia berhak menjadi wali nikah, dll. Sedangkan tadbir adalah sayid (pemilik budak) berjanji akan memerdekakan budak yang dikaitkan setelah matinya sayid.

Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qorib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصار)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Penerjemah:
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi'i

Daftar Isi


BAB WALA’

(فصل): في أحكام الولاء

وهو لغة مشتق من الموالاة وشرعاً عصوبة سببها زوال الملك عن رقيق معتق

(والولاء) بالمد (من حقوق العتق وحكمه) أي حكم الإرث بالولاء (حكم التعصيب عند عدمه) وسبق معنى التعصيب في الفرائض (وينتقل الولاء عن المعتق إلى الذكور من عصبته) المتعصبين بأنفسهم لا كبنت المعتق وأخته

(وترتيب العصبات في الولاء كترتيبهم في الإرث) لكن الأظهر في باب الولاء أن أخا المعتق وابن أخيه مقدمان على جد المعتق بخلاف الإرث، أي بالنسب فإن الأخ والجد شريكان ولا ترث امرأة بالولاء إلا من شخص باشرت عتقه أو من أولاده وعتقائه

(ولا يجوز) أي لا يصح (بيع الولاء ولا هبته) وحينئذ لا ينتقل الولاء عن مستحقه.

Pengertian Al Wala'

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum wala’.

Wala’ secara bahasa adalah lafadz yang dicetak dari lafadz “al muwalah (saling mengasihi).” Dan secara syara’ adalah waris ashabah sebab hilangnya kepemilikan dari seorang budak yang dimerdekakan.

Wala’ dengan terbaca panjang adalah termasuk hak sebab memerdekakan.

Hukum Wala’

Hukumnya, maksudnya hukum waris dengan wala’ adalah hukum waris ashabah ketika tidak ada waris ashabah dari jalur nasab. Mengenai makna dari waris ashabah sudah dijelaskan di dalam permasalahan “Faraidl.”

Waris wala’ berpindah dari orang yang memerdekakan kepada orang-orang laki-laki yang mendapatkan waris ashabah dengan dirinya sendiri dari orang yang memerdekakan tersebut, tidak seperti anak perempuan dan saudara perempuan orang yang memerdekakan.

Urutan waris ashabah di dalam wala’ sama seperti urutan waris ashabah di dalam warisan.

Akan tetapi, menurut pendapat al adhhar, di dalam waris wala’, sesungguhnya saudara laki-laki dan anak laki-lakinya saudara laki-laki orang yang memerdekakan itu lebih didahulukan daripada kakek orang yang memerdekakan.

Berbeda dengan yang ada di dalam warisan, maksudnya sebab nasab, maka sesungguhnya saudara laki-laki dan kakek itu bersekutu (tidak ada yang didahulukan).

Orang perempuan tidak bisa mendapatkan waris wala’ kecuali dari budak yang ia merdekakan sendiri atau dari anak-anak dan orang-orang yang dimerdekakan oleh budak yang ia merdekakan.

Tidak boleh, maksudnya tidak sah menjual dan menghadiahkan wala’.

Kalau demikian, waris wala’ tidak bisa berpindah dari orang yang menghakinya.[alkhoirot.org]

BAB BUDAK MUDABBAR

(فصل): في أحكام التدبير

وهو لغة النظر في عواقب الأمور، وشرعاً عتق عن دبر الحياة، وذكره المصنف بقوله

(ومن) أي والسيد إذا (قال لعبده) مثلاً (إذا مت) أنا (فأنت حر فهو) أي العبد (مدبر بعتق بعد وفاته) أي السيد (من ثلثه) أي ثلث ماله إن خرج كله من الثلث وإلا عتق منه بقدر ما خرج من الثلث إن لم تجز الورثة، وما ذكره المصنف هو من صريح التدبير، ومنه أعتقتك بعد موتي، ويصح التدبير بالكناية أيضاً مع النية كخليت سبيلك بعد موتي

(ويجوز له) أي السيد (أن يبيعه) أي المدبر (في حال حياته وبطل تدبيره) وله أيضاً التصرف فيه بكل ما يزيل الملك كهبة بعد قبضها أو جعله صداقاً والتدبير تعليق عتق بصفة في الأظهر، وفي قول وصية للعبد بعتقه فعلى الأظهر لو باعه السيد ثم ملكه لم يعد التدبير على المذهب.

(وحكم المدبر في حالي حياة السيد حكم العبد القن) وحينئذ تكون أكساب المدبر للسيد، وإن قتل المدبر فللسيد القيمة أو قطع المدبر، فللسيد الأرش ويبقى التدبير بحاله، وفي بعض النسخ وحكم المدبر في حياة سيده حكم العبد القن.


Pengertian Budak Mudabbar

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum at tadbir.

At tadbir secara bahasa adalah melihat pada akhir dari perkara-perkara. Dan secara syara’ adalah memerdekakan setelah meninggal dunia.

Mushannif menjelaskannya dengan perkataan beliau, “barang siapa, maksudnya majikan ketika berkata pada budaknya seumpama, ‘ketika aku meninggal dunia, maka engkau merdeka,’ maka budak tersebut adalah budak mudabbar.

Yang akan merdeka setelah wafatnya sang majikan dari sepertiganya, maksudnya sepertiga harta sang majikan, jika seluruh bagian budak tersebut masuk dalam hitungan dari sepertiga.

Jika tidak termasuk, maka yang merdeka adalah sebagian yang masuk dalam hitungan sepertiga jika memang ahli waris tidak mengizini semuanya.

Yang telah disebutkan oleh mushannif adalah bentuk tadbir yang sharih. Dan di antaranya adalah ungkapan, “aku memerdekakanmu setelah aku meninggal dunia.”

Tadbir Secara Kinayah

Tadbir juga sah dengan bentuk ungkapan kinayah yang disertai dengan niat seperti, “aku bebaskan jalanmu setelah aku meninggal dunia.”

Baginya, maksudnya bagi sang majikan diperkenankan menjual budak mudabbar saat ia masih hidup dan tadbirnya menjadi batal.

Dan baginya juga diperkenankan mentasharrufkan budak mudabbar tersebut dengan bentuk pentasharrufan yang bisa menghilangkan kepemilikan seperti hibah setelah diterima dan menjadikannya sebagai mas kawin.

Mudabbar adalah menggantungkan kemerdekaan budak dengan sifat menurut pendapat al adhhar (paling zhahir).

Dan menurut satu pendapat adalah wasiat kepada si budak untuk merdeka.

Sehingga, menurut pendapat al adhhar, seandainya sang majikan menjual budak mudabbar, kemudian ia memilikinya lagi, maka status tadbir tidak kembali lagi menurut pendapat al madzhab.

Saat Majikan Masih Hidup

Budak mudabbar saat majikannya masih hidup hukumnya adalah budak murni.

Kalau demikian, hasil dari pekerjaan budak mudabbar adalah milik sang majikan.

Jika budak mudabbar itu dibunuh, maka majikan berhak menerima ganti rugi harganya.

Atau anggota budak mudabbar tersebut dipotong, maka majikan berhak mendapatkan ganti ruginya.

Dan status mudabbarnya tetap seperti semula.

Dalam sebagian redaksi diungkapkan, “budak mudabbar saat majikannya masih hidup hukumnya adalah budak murni.”[alkhoirot.org]
LihatTutupKomentar