Ukuran Dua Kulah Dalam Liter

Dalil Al-Quran dan hadits dan ijtihad ulama tentang ukuran dua kulah (qulah) dalam liter, menyamak kulit bangkai hewan, wadah emas dan perak, siwak, dan fardhunya wudhu.
Ukuran Dua Qulah Dalam Liter
Dalil Al-Quran dan hadits dan ijtihad ulama tentang ukuran dua kulah (qulah) dalam liter, menyamak kulit bangkai hewan, wadah emas dan perak, siwak, dan fardhunya wudhu.

Judul kitab: Al-Tahdzib fi Adillati Matnil Ghayah wat Taqrib
Nama kitab asal: التذهيب في أدلة متن الغاية والتقريب
Penulis: Mustofa Daib Al-Bigha Al-Maidani Al-Dimasyqi Al-Syafi'i
Bidang studi: Dalil Quran dan Hadits fiqih madzhab Syafi'i dalam Kitab Matan Taqrib karya Abu Syujak

Daftar Isi
  1. Ukuran Dua Qulah Dalam Liter
  2. Hukum Menyamak Kulit Bangkai
  3. Hukum Wadah Emas Dan Perak
  4. Kembali ke: Kitab Tahdzib Dalil Matan Taqrib


UKURAN DUA QULAH DALAM LITER

والقلتان خمسمائة رطل بغدادي تقريباً في الأصح (1).

Yang dimaksud dengan dua qullah ialah kurang lebih sebanyak 500 rithil Bagdad.) (1)

Catatan dan dalil

(1) أي ما يساوي مائة وتسعين ليتراً تقريباً، أو سعة مكعب طول حرفه 58 سم.

(1) Yakni kira-kira sama dengan 190 liter, atau sama dengan volume bejana kubus yang sisi-sisinya 58 cm. (dibulatkan 60 cm).

Pandangan ulama lebih detail lihat: Ukuran 2 kulah menurut ulama kontemporer


HUKUM MENYAMAK KULIT BANGKAI

"فصل" وجلود الميتة تطهر بالدباغ (1) إلا جلد الكلب والخنزير (2) وما تولد منهما أو من أحدهما وعظم الميتة وشعرها. نجس إلا الآدمي (3).
(Fasal): Kulit bangkai hewan dapat disucikan dengan cara disamak, (1) kecuali kulit anjing dan babi (2), dan hewan hasil peranakan dari keduanya atau salah satunya. Tulang bangkai dan rambut bangkai adalah najis, kecuali tulang dan rambut manusia. (3)

CATATAN

(1) روى مسلم (366) عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (إذَا دُبِغَ الإهَابُ فَقَدْ طَهرَ).
[الإهاب: الجلد، ودبغ: أزيلت فضوله ورطوبته التي يفسده بقاؤها، بحيث لو نقع في الماء بعد ذلك لم يعد إليه النتن].

(2) لأنً كلاً منهما نجس حال الحياة، فلا يطهر جزؤه بعد الممات من باب أولى.

(3) لقوله تعالى: " حُرمتْ عَلَيكُمُ المَيْتَةُ " / المائدة: 3/ " والميتة: كل حيوان زالت حياته بغير ذبح شرعي، فيدخل فيه:
ما لا يؤكل لحمه إذا ذبح كالحمار، وما يؤكل لحمه إذا لم تتوفر شروط ذبحه، كذبيحة المرتد، وإن لم يكن فيه ضرر بالصحة. وعليه: فتحريم الميتة دليل نجاستها، لأن تحريم ما لا ضرر فيه ولا حرمة له دليل نجاسته، ونجاستها تستتبع نجاسة أجزائها.
وأما الآدمي فلا تنجس ميتته، وكذلك أجزاؤه، لقوله تعالى: " وَلَقَدْ كَرمنَا بَني آدَمَ " / الإسراء: 70 /. وهذا يتنافى مع القول بنجاسته بعد موته، وحرم تناول لحمه لحُرمته، أي كرامته.

(1) Diriwayatkan oleh Muslim (306) dari Abdullah bin Abbas ra. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Kulit bangkai apabila disamak, maka menjadi suci”. Penyamakan berfungsi menghilangkan cairan yang bisa merusak kulit bila didiamkan. Dan apabila sudah disamak kemudian terkena air, maka bakterinya pembusuk tidak akan kembali lagi.

(2) Oleh karena kedua hewan tersebut najis sejak masih hidup, maka bagian organ tubuhnya tidak dapat disucikan lagi setelah menjadi bangkai adalah lebih tepat.

(3) Berdasarkan firman Allah: Diharamkan bagi kami bangkai (al Maidah: 3). Yang dinamakan bangkai adalah semua hewan yang hilang nyawanya tanpa disembelih menurut syara’. Berdasarkan firman Allah: Diharamkan bagi kami bangkai (al Maidah: 3). Yang dinamakan bangkai adalah semua hewan yang hilang nyawanya tanpa disembelih menurut syara’. Termasuk dalam kategori ini ialah hewan tidak halal dimakan dagingnya sekalipun sudah disembelih, seperti himar piaraan atau hewan yang halal dimakan dagingnya tetapi penyembelihannya tidak memenuhi syarat syar’ie, seperti hasil sembelihan orang yang murtad, selama orang tidak dalam keadaan dlarurat. Menurut As Syafi’ie: Keharaman bangkai sebagai dasar hukum kenajisannya. Oleh karena haram karena bukan berbahaya atau karena pengormatan (pemulyaan) sebagai dalil (dasar) kenajisannya, dan kenajisannya meliputi seluruh bagian dari organ tubuhnya. Adapun bangkai manusia tidak najis hukumnya, demikian pula bagian dari organ tubuh bangkai manusia, berdasarkan firman Allah: “Dan sungguh kami telah memulyakan anak keturunan Adam” (al Isrok: 70). Ayat ini menghilangkan menolak pendapat yang menyatakan bahwa manusia menjadi najis sesudah mati. Dan menunjukkan bahwa haram hukumnya memakan daging bangkai manusia, karena kemulyaannya.


HUKUM WADAH EMAS DAN PERAK

"فصل" ولا يجوز استعمال أواني الذهب والفضة (1)

ويجوز استعمال غيرهما من الأواني (2).

(Fasal): Tidak diperbolehkan mempergunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak (1), dan diperbolehkan mempergunakan bejana yang dibuat dari bahan dari keduanya. (2)

Catatan dan dalil

(1) روى البخاري (5110) ومسلم (2067) عن حذيفةَ بن اليمان - رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (لاَ تَلْبَسُوا الحريرَ ولاَ الدَيبَاجَ، ولا تَشْرَبُوا في آنيةِ الذهبِ وَالْفِضَّةِ، ولا تَأكُلُوا في صِحافِها، فَإنهَا لَهُمْ في الدُنْيَا وَلَنَا في الآخِرَة)
[الديباج: نوع نفيس من ثياب الحرير. آنية: جمع إناء. صحافهاَ جمع صَحْفَة وهي القصعة. لهم: أي الكفار].
ويقاس على الأكل والشرب غيرهما من وجوه الاستعمال، ويشمل التحريم الرجال والنساء.

(2) الطاهرة، لأن الأصل الإباحة ما لم يرد دليل التحريم.

(1) Diriwayatkan oleh al Bukhary (5110) dan Muslim (2067) dari Hudzaifah ibnul Yaman ra. ia berkata: saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Jangan kalian memakai pakain dari bahan sutera dan sutera tinggi, dan jangan minum menggunakan bejana yang terbuat dari emas atau perak, dan jangan makan menggunakan piring terbuat dari emas atau perak, oleh karena bejana emas dan perak itu bagi mereka didunai, dan bagi kita di akhirat nanti”. Keharaman tersebut mencakup kaum lelaki dan wanita.

(2) Suci, oleh karena pada dasarnya segala sesuatu itu mubah (diperbolehkan) kecuali apabila ada dalil yang mengharamkannya.


LihatTutupKomentar