Akhlak Santri pada Pelajarannya

Akhlaq pelajar terhadap pelajaranya dan hal-hal yang harus ia pegang ketika bersama-sama dengan syaikh (ulama’) dan teman-temannya. Mengenai hali ini ada sepuluh etika, yaitu : Satu, Hendaknya pelajarmemulai pelajaran dengan pelajaran-pelajaran yang sifatnya fardlu ‘ain, sehingga pada langkah pertama ini ia cukup menghasilkan empat ilmu pengetahuan yaitu:
Akhlak Santri pada Pelajarannya

Nama buku: Terjemah kitab Adabul Alim wa Al-Muta'allim
Judul versi terjemah: 1. Pendidikan Akhlak untuk Pengajar dan Pelajar; 2. Pendidikan Karakter Khas Pesantren (Adabul Alim wal Mutaallim)
Nama kitab asal: Adabul Alim wal Muta'allim (آداب العالم والمتعلم)
Pengarang: Hadratusy Syekh Kyai Haji Hasyim Asy'ari
Nama Ibu: Nyai Halimah
Penerjemah: Ishom Hadziq (?)
Bidang studi: Akhlaq dan Tasawuf

Daftar Isi

BAB EMPAT Akhlaq Pelajar Terhadap Pelajarannya

Akhlaq pelajar terhadap pelajaranya dan hal-hal yang harus ia pegang ketika bersama-sama dengan syaikh (ulama’) dan teman-temannya. Mengenai hali ini ada sepuluh etika, yaitu :

Satu, Hendaknya pelajarmemulai pelajaran dengan pelajaran-pelajaran yang sifatnya fardlu ‘ain, sehingga pada langkah pertama ini ia cukup menghasilkan empat ilmu pengetahuan yaitu:

a. Pelajar harus mengetahu tentang ilmu tauhid, ilmu yang mempelajari tentang ke Esa-an Tuhan. Ia harus mempunyaikeyakinan bahwa Allah SWT itu ada, mempunyai sifat dahulu, kekal serta tersucikan dari sifat-sifat kurang dan mempunyai sifatsempurna.

b.Cukuplah bagi pelajar untuk mempunyai keyakinan, bahwa Dzat Yang Maha Luhur mempunyai sifat kuasa, menghendaki, sifat ilmu, hidup, mendengar, melihat, kalam. Seandainya ia menambahnya dengan dalil atau bukti-bukti dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah maka itu merupakan kesempurnaan ilmu.

c.Ilmu fiqh, ilmu yang dipergunakan untuk mengetahu ilmu–ilmu syari’at islam yang diambil dari dalil-dalil syara’ tafsily. Ilmu ini merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mampu mengantarkan kepada pemiliknya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (taat ), dimulai dari cara-cara bersuci, shalat, puasa.

Apabila pelajar (murid) termasuk orang-orang yang mempunyai harta melimpah (min jumlatil agniya’ ) maka ia harus mempelajari ilmu yang mempunyai kaitan dengan harta tersebut , ilmu ekonomi ,iqtishad. Ia tidak diperbolehkan untuk mengamalkan, mengimplementasikan, mengejawantahkan sebuah ilmu sebelum ia mengerti tentang hukum-hukum Allah.

Kempat, ilmu tasawuf, ilmu yang menjelaskan tentang keadaan–keadaan, maqam, tingkatan, dan membahas tentang rayuan dan tipu daya nafsu dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Secara keseluruhan Imam Al Gazali telah menyebutkan keempat macam ilmu tersebut dalam kitabnya : “BIDAYAH AL HIDAYAH”, juga telah di sebutkan oleh Sayyid Abdullah bin Thahir dalamkitab “SULLAM AL TAUFIQ”.
Dua, Setelah santri mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat fardlu ‘ain maka hendaklah dalam langkah selanjutnya ia mempelajari ilmu-ilmu yang berkatan dengan kitab Allah (tafsir Al Qur’an) sehingga ia mempunyai keyakinan dan i’tiqad yang sangat kuat.

Ia harus bersungguh-sungguh dalam memahami tafsir Al Qur’an dan beberapa ilmu yang lain, karena Al Qur’an merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan yang ada di muka bumi dan sekaligus induk dan ilmu yang paling penting, setelah itu hendaknya ia menghafalkan setiap materi, ilmu yang pembahasannya tidak terlalu panjang, bertele-tele (ikhtishar) yang dikumpulkan dari ilmu hadits, hadits, fiqh, ushul fiqh, nahwu dan sharaf.
Kesibukan yang dijalani oleh pelajar dalam mencari ilmu jangan sampai melupakan untuk membaca Al Qur,an , menjaganyha, selalu istiqamah dan selalu membacanya sebagai kegiatan sehari-hari (wadhifah). Hendaknya ia mampu menjaga Al qur’an setelah menghafapalkannya, karena berdasarkan dalil al hadits yang menjelaskan tentang hal itu.

Setelah santri mampu menghafalkan Al Qur’an dengan baik, maka hendaklah hafalan itu ditashihkan , disetorkan kepada seorang guru (kyai) untuk disima’ dan didengar. Ketika sedang terjadi proses menghafalkan itu pelajar sejak awal menjaga dirinya jangan sampai selalu berpegang, melihat pada kitabnya, bahkan dalam setiap materi pelajaran semestinya ia harus berpegang teguh pada orang-orang yang bisa memberikan pengajaran, pendidikan yang baik terhadap materi tersebut dan lebih mengutamakan praktek.

Sebagai santri ketika berada dihadapan gurunya ia harus selalu menjaga agamanya, menjaga ilmunya, kasih akung pada yang lain dan sebagainya. …..

Tiga, sejak awal pelajar harus bisa menahan diri dan tidak terjebak dalam pembahasan mengenai hal-hal yang masih terdapat perbedaan pandangan, tidak ada persamaan persepsi di antara para ulama’ (khilafiah ) secara mutlak baik yang berhubungan dengan pemikiran-pemikiran ataiu yang bersumber dari Tuhan, karena apabila hal itu masih dilakukan oleh pelajar maka sudah barang tentu akan membuat hatinya bingung, dan membuat akal fikiran tidak tenang.

Bahkan sejak awal ia harus bisa meyakinkan dirinya untuk berpegang pada hanya satu kitab saja dalam satu materi pelajaran, dan bebrapa kitab pada bebera meteri pelajaran dengan syarat apabila ia mampu dengan menggunakan satu metode dan mendapat izin dari sang kyai (guru), namun apabila sistem pengajaran yang telah diberikan oleh gurunya itu hanya menukil, memindah pendapat dari beberapa mazhab dan masih ada ikhtilaf di kalangan ulama’ itu sendiri sedangkan ia sendiri tidak mempunyai satu pendapatpun, maka sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam Al Gazali, hendaknya ia mampu menjaga dari hal seperti itu karena antara manfaat dan kerusakan (mafsadat) masih lebih banyak kerusakannya.

Begitu juga seorng santri ketika masih dalam tahap permulaan dalam belajar hendaknya ia menghindarikan diri mempeleajari berbagai macam buku, dan kitab karena hal itu akan visa menyia-nyiakan waktunya dan hati tidak biasa konsentrasi., tidak fokus pada satu pelajaran bahkan ia harus memberikan seluruh kitab-kitab dan pelajaran yang ia ambil kepada gurunya untuk dilihat sampai dimana kemampuan pelajarsehingga guru bisa memberikan bimbingan dan arahan sampai pelajar yaqin, dan mampu dalam menguasai palajarannya.
Begitu juga menukil,. Memindah, meresum dari satu kitab pada kitab yang lain tampa adanya hal-hal yang mewajibkan, karena apabila hal itu dilakukan maka akan muncul indikasi, pertanda kebosanan dan menjadi tanda bagi orang yang tidak bisa memperoleh kebahagiaan.

Namun apabila sang santri sudah mempunyai basic, latar belakang kemampuan yang sudah memadai dan menukil suatu permasalahan hanyalah untuk meningkatkan dan megembangkan kemampuan yang ia miliki , maka yang lebih baik adalah hendaknya ia tidak meninggalkan satupun dari pelajaran- pelajaran ilmu agama (syara’ ) karena yang bisa menolong hanyalah taqdir dari Allah SWT, semoga diberi umur panjang oleh Allah untukmemperdalam ilmu agama (syara’).[alkhoirot.org]
LihatTutupKomentar