Tashih Pelajaran pada Guru

Sebelum menghafalkan sesuatu hendaknya pelajar mentashihkan terlebih dahulu kepada orang seorang kyai (guru) atau orang yang mempunyai kapabilitas dalam ilmu tersebut, setelah selesai diteliti oleh gurunya barulah ia menghafalkannya dengan baik dan bagus.
Tashih Pelajaran pada Guru

Nama buku: Terjemah kitab Adabul Alim wa Al-Muta'allim
Judul versi terjemah: 1. Pendidikan Akhlak untuk Pengajar dan Pelajar; 2. Pendidikan Karakter Khas Pesantren (Adabul Alim wal Mutaallim)
Nama kitab asal: Adabul Alim wal Muta'allim (آداب العالم والمتعلم)
Pengarang: Hadratusy Syekh Kyai Haji Hasyim Asy'ari
Nama Ibu: Nyai Halimah
Penerjemah: Ishom Hadziq (?)
Bidang studi: Akhlaq dan Tasawuf

Daftar Isi

Tashih Pelajaran pada Guru

Empat, Sebelum menghafalkan sesuatu hendaknya pelajar mentashihkan terlebih dahulu kepada orang seorang kyai (guru) atau orang yang mempunyai kapabilitas dalam ilmu tersebut, setelah selesai diteliti oleh gurunya barulah ia menghafalkannya dengan baik dan bagus.

Setelah menghafalkan materi pelajaran, hendaklah di ulang-ulangi sesering mungkin dan menjadikan kegitan taqrar sebagai wadhifah, kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Janganlah menghafalkan ssuatu sebelum diteliti, ditashih oleh seorang kyai atau orang yang mempunyai kemampuan dalam bidang itu, karena akan mengakibatkan , menimbulkan ekses yang negatif. Misalnya merubah makna atau arti dari kalimat tersebut. Dan telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu bahwa ilmu pengetahuan itu tidak di ambul dari sebuah kitab atau buku, tetapi diambil dan diperoleh dari seorang guru karena hal itu merupakan kerusakan yang sangat berbahaya.

Ketika sedang mengkaji sebuah ilmu pengetahuan, hendaknya pelajar mempersiapkan tempat tinta, puklpen dan pisau untuk memperbaiki dan membenerkan hal-hal yang perlu diperbaiki baik dalam segi bahasa atau i’rab.
Lima, Hendaknya pelajar (murid) berangkat lebih awal. Lebih pagi dalam rangka untuk mencari ilmu , apalagi berupa ilmu hadits, dan tidak menyia-nyiakan seluruh kesempatan yang ia miliki untuk menggali ilmu pengetahuan dan meneliti sanad-sanad hadits, hukum-hukumnya, manfaat, bahasa, cerita-cerita yang terkandung didalamnya, dan bersungguh-sungguh sejak awal dengan kitab “Shahih Bukhari “dan “Shahih Muslim” kemudian kitab-kitab pokok yang lainya yang biasa dipakai pedoman, rujukan pada masa sekarang, seperti Muattha’nya imam Maliki dan Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, kitab Jami’nya Imam Turmudzi. Dan tidak seharusnya bagi pelajar untuk meminimalisasikan batsan-batasan yang telah dikemukakan diatas.

Sebaik-baiknya kitab yang bisa,mampu menolong kepada orang yang alim, orang yang ahli dalam ilmu fiqh adalah kitab “Sunan Al Kubra” Karya Abu Bakar Al Baihaqy, karena sesungguhnya hadits merupakan salah satu dari dua sisi imu syari’at dan sekaligus mampu menjelaskan terhadap begitu banyaknya persoalan yang ada pada sisi yang lain (Al Qur’an) artinya adalah al Qur’an merupakan kitab suci yang kandunagn isinya bersifat universal, oleh karenanya dibutuhkan alat untuk menerjemahkan isi al qur’an tersebut yaitu al Hadits.

Imam Al Syafi’i berkata : “Barang siapa yang mampu mempelajari kitab hadits , maka ia akan memiliki hujjah yang sangat kuat”.

Enam, Ketika pelajar telah mampu menjelaskan, mengejawantahkan terhadap apa yang ia hafalkan walaupun masih dalam tahap ikhtishar dan bisa menguraikan kemusykilan yang ada dan faidah-faidah yang sangat penting, maka ia diperbolehkan pindah untuk membahas kitab-kitab besar serta tiada henti, terus menerus menelaah tanpa mengenal rasa lelah.

Hendaknya pelajar memiliki cita-cita tinggi, sangat luhur, ibaratnya kaki boleh dibumi tapi cita-cita menggelantung diangkasa, sehingga tidak boleh merasa cukup hanya memiliki ilmu yang sedikit, padahal ia masih mempunyai kesempatan yang cukup untuk mencari ilmu sebanyak-banyakanya, santri tidak boleh bersifat qana’ah (menerima apa adanya) seperti yang diwariskan oleh para nabi, yaitu menerima sesutu walaupun naya sedikit. Santri tidak boleh menunda-nunda dalam mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan dan manfaat yang sangat mungkin ia peroleh, karena menunda sesuatu itu mengandung beberapa bahaya, disampimng itu apabila pelajar bisa mendapatkan ilmu secara cepat dan tepat waktu maka pada waktu yang lain ia bia mendapatkan sesuatu yang lain.

Santri harus selalu menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya terhadap waktu luangnya, kecekatannya, ketelitiannya, dan waktu sehatnya dan dimasa mudanya sebelum datngnya perkara yang bisa mencegah untuk mencari, menimba ilmu pengetahuan.

Santri harus menjaga dalam melihat terhadap dirinya sendiri dengan pendangan yang penuh kesempurnaan, tidak membutuhkan terhadap petunjuk-petunjuk seorang guru dalam mempelajari ilmu, karena hal itu merupakan hakekat dari kebodohan dan kesombongan.

Tokoh para tabi’in, Sa’id bin Jubair r.a. berkata; “Seorang laki-laki selalu mendapat sebutan, predikat aorang yang alim bila ia selalu belajar, menambah ilmu pengetahuan, namun apabila ia telah meninggalkan belajar dan menyangka bahawa dirinya adalah orang yang tidak membutuhkan terhadap ilmu (merasa pinter) maka, sebenarnya ia adalah orang yang paling bodoh .

Tujuh, Pelajar harus selalu mengikuti halaqah, diskusi dan musyawarah degan gurunya dalam setiap pelajaran, kalau memungkinkan ia membacakannya. Karena hal itu apabila dilkaukan oleh santri maka ia akan selalu mendapat kebaikan, menghasilkan setiap sesuatu yang ia harapkan, cita-citakan, memperoleh sopan santun yang baik serta memdapatkan keutamaan dan kemulyaan.

Santri harus selalu bersungguh–sungguh dlam nberkhidmat kepada gurunya karena akan menghasilkan kemulyaan, penghormatan. Dan apabila memungkinkan santri tidak boleh mengadakan diskusi, halaqah dengan gurunya hanya untukmendengarkan pelajarannya saja, bahkan ia harus bersungguh-sungguh dalam setiap pelajaran yang diterangkan oleh gurunya, dengan tekun, konsentrasi dan penuh perhatian , apabila hal itu bisa ia lakukan dan hatinya tidak merasa keberatan, dan selalu mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya sehingga setiap pelajaran yang telah disampaikan oleh gurunya ia kuasai dengan baik.

Apabila ia tidak mampu untuk menguasai secara keseluruhan, maka hendaknya ia memprioritaskan pelajaran yang lebih penting terlebih dahulu kemudian baru pelajaran yang lain.

Seyogianya pelajar (murid) selalu mengingat-ingat setiap peristiwa, kejadian yang terjadi dalam forum diskusi dengan gurunya, beberapa manfaat, qaidah-qaidah, definisi, batasan dan lain sebagainya . Disamping itu pelajar hendaknya mengulangi perkataan guru ketika sedang terjadi proses diskusi, karena mengingat–ingat sesuatu hal itu mempunyai manfaat yang sangat luar biasa.

Al Khtaib Al Baghdadi telah berkata : “Bahwa mudzakarah , mengingat pelajaran yang paling baik adalah dilakukan pada waktu malam hari. Sekelompok jama’ah rombongan dari ulama’ salaf mereka memulai mudzakarah mulai setelah isya’, mereka tidak beranjak dari tempat mudzakarah tersebut selama belum berkumandang adzan subuh, apabila santri tidak menemukan teman yangbisa untuk diajak mudzakarah, meingat–ingat pelajaran, maka hendaknya ia melakukannya pada diriny sendiri, ia mengulangi makna atau arti dari setiap kata/ lafadz yang ia dengar dalam hatinya supaya menancap dan membekas dalam lubuk hatinya. Karena mengulangi makna, arti dalam hati itu sama dengan mengulangi kata atau lafadz pada lisan. Namun sangat sedikit sekali orang-orang yang tidak menggunakan akal nya untuk berfikir bisa memperoleh kebahagiaan, wabil khusus dihadapan gurunya, terkadang menggunakan akal dan terkaang meninggalkannya , lantas tidak membiasakan diri untuk menggunakan kekuatan otak yang dimiliki.[alkhoirot.org]
LihatTutupKomentar