Akhlaq Ustadz Ketika Mengajar

Ustadz dalam mengajar hendaknya dirinya bersih dari segala hadts dan kotoran , selain harus berpakaian rapi, memakai wangi-wangian dan menggunakan pakaian yang pantas dan layak untuk dipakai ketika abersama dengan teman-teman, dan ustazd yang lainnya. Semuanya itu di lakukan dengan niatan untuk mengagungkan
Akhlaq Ustadz Ketika Mengajar
Nama buku: Terjemah kitab Adabul Alim wa Al-Muta'allim
Judul versi terjemah: 1. Pendidikan Akhlak untuk Pengajar dan Pelajar; 2. Pendidikan Karakter Khas Pesantren (Adabul Alim wal Mutaallim)
Nama kitab asal: Adabul Alim wal Muta'allim (آداب العالم والمتعلم)
Pengarang: Hadratusy Syekh Kyai Haji Hasyim Asy'ari
Nama Ibu: Nyai Halimah
Penerjemah: Ishom Hadziq (?)
Bidang studi: Akhlaq dan Tasawuf

Daftar Isi

BAB ENAM AKHLAQ USTAZD KETIKA MENGAJAR

Ustadz dalam mengajar hendaknya dirinya bersih dari segala hadts dan kotoran , selain harus berpakaian rapi, memakai wangi-wangian dan menggunakan pakaian yang pantas dan layak untuk dipakai ketika abersama dengan teman-teman, dan ustazd yang lainnya. Semuanya itu di lakukan dengan niatan untuk mengagungkan, mumuliakan dan menghormati ilmu , selain itu ketika untuk emnghormati syari’at agama islam dan sebagai upaya untuk taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada sang penguasa alam , Allah SWT, menyebarkan ilmu, dan menghidupkan syari’at.

Menyampaikan pesan-pesan Allah melalui hukum-hukumnya yang telah dipercayakan kepada seorang ulama’ dan memerintahkan untuk menyebar luaskan agaman-Nya. Selalu menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan dengan cara mengatakan yang benar dan selalu kembalai kepada kebenaran yang haqiqi. Berkumpul untuk zdikir kepada Allah, menyampaikan salam kepada sesama muslim dan berdo’a untuk para ulama’ pendahulu kita ( salafussalihin ).

Ketika ustazd keluar dari rumah untuk mengajar, seorang ustazd hendaknya berdo’a dengan do’a yang telah di ajarkan oleh nabi Muhammad SAW ;

“ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan dan disesatkan, dari kegelinciran dan digelincirkan, dari berbuat zalim dan di zalimi, dari berbuat bodoh dan di bodohi. Ya Allah yang Maha Agung, pertolongan-mu dan Maha Puji-Mu dan tidak ada Tuhan yang layak di sembah selain Engkau . Aku mohon penjagaan kepada Allah dan aku tawakkal kepada-Mu. Tidak ada daya dan kekuatan ( untuk menolak kemaksiatan dan berbuat ketaatan ) kecuali dengan pertolonganmu. Ya Allah, teguhkanlah hatiku dan tampakkan kebenaran di lisanku “.

Dan jika telah sampai di sekolah ( kelas ) hendaknya seorang ustazd memberi salam kepada para muridnya atau santri, para hadirin dan duduk menghadap ke arah kiblat ( jika memungkinkan ) , menjaga sikap dengan baik, tenang, berwibawa, tawadlu’ dan khusu’ sambil duduk bersila atau duduk di atas kursi dengan baik dan sopan.

Hendaknya seorang ustazd menjaga dirinya dari hal-hal yang mengurangi kewibawaannya, seperti duduk berdesakan denan yang lain, memeprmainkan kedua tangannya, memasukan deriji yang satu dengan deriji yang lain, memperhatikan kesan kemari dengan mempermainkan kdua bola matanya tanpa hajat.

Selain itu hendaknya seorang ustazd menjauhkan dirinya dari bersenda gurau dan sering tertawa , karena hal itu mengurangi kewibawaan dan menjatuhkan harga dan martabat seorang ustazd.

Ustazd hendaknya tidak mengajar di waktu perut dalam keadaan lapar, haus dan dahaga. Juga tidak sat marah, cemas, ngantuk ataupun di waktu panas dan dingin yang berlebihan.

Di samping itu ustazd hendaknya duduk dengan menampaakkan dirinya supaya bis dilihat oleh para santrinya, muri, dan para hadirin supaya mereka memuliakan seorang guru yang berilmu, tua, kebagusannya, dan kemuliaannya, serta memuliakan dan mengutamakannya untuk di jadikan sebagi imam shalat. Di samping itu harus berbuat dan nerkata-kata dengan bahasa yang lemah lembut terhadap orang laim dan menghotmati mereka dengan ucapan yang baik, menampakkan wajah yang berseri-seri dan penghormatan yang sangat luar biasa.

Ustazd hendaknya berdiri untuk menghormati para pemimpin islam sebagai ungkapan rasa penghormatan, dan melihat kepada para hadirin dengan tujuan untuk menghormati ala kadanya saja, terlebih lagi terhadap orang yang mengajak bicara dan bertanya tentang sesuatu dan orang yang menemuinya , mereka semua harus didengarkan dengan penuh perhatian dan konsentrasi meskipun merka orang-orang yang masih kecil dan orang hina dina , apabila hal seperti itu tidak di lakukan oleh seorang ustazd maka ia telahmenampakkan prilaku dan perbuatan orang orang yang sombong.

Ustazd sebelum memulai mengajar, hendaknya di mulai dengan mengucapkan atau membaca sebagian Al Qur;an sebagai tabarrukan ( mengharap barakah ) untuk kebaikan dirinya sendiri, para santri, orang yang hadir, kaum muslimin, dan mereka yang membantu kesuksesan pendidikan, seperti orang yang memberikan waqaf , kalau memang ada orang yang memberikan waqaf dan sebagainya. Kemudian di susl dengan memabaca ta’awwuzd, basmalah, hamdalah, shalawat pada nabi dan para pengikutnya, sera meminta kerelaan terhadap pemimpin kaum muslimin.

Jika pelajaranya banyak, hendaknya di dahulukan pelajaran yang paling mulia terlebih dahulu, yang mulia dan seterusnya. Yakni mendahuliukan pelajaran tafsir, hadits, ushuluddin, ushul fiqh, kitab-kitab mazhab, nahwu dan di akhiri dengan kitab-kitab raq’iq ( kitab yang memperhalus watak ) supaya santri bisa mengambil pelajaran dari cara-cara pembersihan hati.

Hendaknya seorang Ustazd meneruskan poelajaran-pelajaran yang belum diselesaikan dengan baik dan menghentikan pelejaran jika sudah selesai materi pembahasan. Jangan sampai menyebutkan pembahasan-pembahasan yang bisa membingungkan santri, tidak memberikan jawaban yang jelas, baik dalam masalah agama atau pelajaran dan baru di tuntaskan jawabanya pada materi-materi yang akan datang . Bahkan seorang guru harus mampu menjelaskan permasalahan secara mendetaild an menyeluruh atau menundanya sekalian , karena mengandung unsur mafsadat ( kerusakan ), apalagi forum tersebut di hadiri orang golongan umum baik, kaum cerdika pandai, para ulama’ dan orang – orang awam.

Janganlah memperpanjang dan memperpendek pelajaran sehingga menimbulkan kebosanan dan kerusakan pemahaman, ketika belajar selalu menjaga kemaslahatan umum, baik ketika memberikan keterangan dan penjalasan. Di samping itu janganlah membahas sebuah persoalan kecuali pada forum-forum resmi, sebuah forum yang di pergunakan untuk pembahasan sebuah ilmu pengetahuan, tidak boleh memajukan atau menunda jadwal pelaksanaan belajar kecuali adal kemaslahatan untuk umum.

Juga tidak mengeraskan atau memelankan suara lebih dari sekedar kebutuhan, namun yang lebih utama adalah bagaimana suara itu tidak terlalu melebihi batas sehingga terdengar dri luar dan juga tidak terlalu pelan sehingga para santri, audien sulit untuk mendegarkannya.

Al Khatib Al Baghdadi telam meriwayatkan sebuah hadits dari nabi SAW : sesungguhnya nabi mencintai suara yang pelan dan samar dan beliau membenci suara yang keras, nyaring.

Namun di dalam formu tersebut apabila terdapat orang yang kurang peka pendengarannya, maka tidak ada masalah, dan sah sah saja untuk mengeraskan suaranya sehingga ia mampu mendengarkannya, di samping itu tidak boleh berbicara dengqan terlalu cepat, bahkan harus pelan-pelan sambil berfikir dan di fikirkan juga oleh para mustami’, orang yang mendengarkannya.

Nabi Muhammad, ketika beliau berbicara dengan orang lain, maka beliau selalu berbicara dengan pelan-pelan, sistematis, dan terperinci sehingga bisa di fahami oleh orang lain. Beliau ketika mengucapkan suatu kalimat selalu di ulangi samapi tiga kali maksudnya adalah suapaya mudah di fahami. Dasn ketika beliau telah selesai dalam menjelaskan sebuah persoalan, permasalahan, atau pokok masalah , beliau berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengulangi permasalahan, persoalan yang telah beliau sampaikan.
Seorang Ustazd hendaknya menjaga ruangan atau kelasnya dari kegaduhan, keramaian atau pembahasan yang simpang siur yang tidak jelas arahnya, karena hal itu bisa merubah terhadap lafazd.

Al Rabi’ telah berkata : adalah imam Syafi’I apabila mengadakan debat, adu argumentasi, mujadalah dengan orang lain , kemudian orang itu berpindah pada masalah yang lain sbeblum tuntas, maka iamam Syafi’I berkata: aku akan menyelesaikan masalah ini baru kemudian berpindah pada masalah yang engkau kehendaki.[alkhoirot.org]
LihatTutupKomentar