Bab 6: Menghindari faktor-faktor perusak ibadah

Bab 6: Menghindari faktor-faktor perusak ibadah Kemudian setelah Anda melihat jalan dengan jelas dan langkah Anda telah lurus, hendaknya Anda membeda
Bab 6: Menghindari faktor-faktor perusak ibadah

Nama kitab: Terjemah Kitab Minhajul ‘Abidin
Judul kitab asal: Minhaj Al-Abidin ila Jannati Rabbil Alamin (منهاج العابدين إلى جنة رب العالمين)
Pengarang: Al-Ghazali
Nama lengkap: Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali (Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad aṭ-Ṭūsiyy al-Ġazzālīy)
Nama yang dikenal di Arab: أَبْو حَامِدْ مُحَمّد الغَزّالِي الطُوسِيْ النَيْسَابُوْرِيْ الصُوْفِيْ الشَافْعِي الأشْعَرِيْ
Kelahiran: 1058 M/450 H, Tous, Iran
Meninggal: December 19, 1111 M/ 505 H, Tous, Iran
Penerjemah: K.H.R. Abdullah bin Nuh
Bidang studi: Ilmu Tasawuf, Sufisme, Akhlaq

Daftar isi

  1. Bab VI: Tahapan Keenam : Menghindari faktor-faktor perusak ibadah
    1. Riya’ dan ujub faktor utama perusak ibadah
    2. Mengobati riya’ dan ujub
    3. Meremehkan khusyu dan ibadah
  2. Kembali ke: Terjemah Minhajul Abidin
Bab VI: Menghindari faktor-faktor perusak ibadah

Kemudian setelah Anda melihat jalan dengan jelas dan langkah Anda telah lurus, hendaknya Anda membedakan dan memeliharanya dari hal-hal yang merusak dan membuat langkah (amal) tersebut sia-sia. 

 A. Riya' dan Ujub: Faktor Utama perusak Ibadah

Anda harus melakukan hal itu dengan cara merasa ikhlas, mengingat karunia Allah dan menjauhi kebalikan dari dua hal tersebut karena adanya tujuan sebagai berikut:

Untuk mendapatkan faedah yang ada di dalamnya, yakni penerimaan yang baik dari Allah dan memperoleh pahala (keikhlasan). Jika tidak, maka amal tersebut akan ditolak dan pahalanya juga hilang, baik secara keseluruhan maupun sebagian, sesuai dengan hadis yang populer dan diriwayatkan dari Nabi Saw.:

Artinya: “Sesungguhnya Allah Swt. berfirman, “Aku tidak membutuhkan sesuatu dari orang lain. Barangsiapa mengerjakan suatu amal dan menyekutukannya kepada selain Aku, berarti bagianku dimiliki oleh sesuatu yang lain itu. Jadi aku tidak akan menerima amal selain yang murni (ikhlas) untuk-Ku.

Dikatakan juga bahwa sesungguhnya Allah berkata pada hamba-Nya kelak di hari kiamat saat ia meminta pahala amalnya: “Tidakkah telah diluaskan majelis-majelis bagimu? Tidakkah kamu menjadi pemimpin saat di dunia? Tidakkah telah dimurahkan jual belimu? Tidakkah kamu telah dimuliakan?”

Hal semacam ini adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan berbahaya.

Menurutku (Al-Ghazali) di antara bahaya riya adalah terbukanya dua aib dan timbulnya dua musibah.

Dua Aib yang Terbuka

Aib yang terbuka secara samar, yakri terbuka di hadapan para malaikat. Hal ini didasarkan pada sebuah hadis yang menceritakan bahwa para malaikat terbang membawa amal seorang hamba ke hadapan Allah dengan gembira. Lalu Allah berfirman:

Artinya: “Lemparkan amal tersebut ke neraka Sijjin, karena sesungguhnya dia tidak menghendaki Aku dengan amalnya (tidak ikhlas karena Allah).” Hamba tersebut dipermalukan di hadapan para malaikat.

Aib yang terbuka secara terang-terangan, yakni di hadapan semua makhluk kelak di hari kiamat, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda:

Artinya: Sesungguhnya orang yang berhati riya kelak di hari kiamat akan dipanggil dengan empat sebutan (nama), yaitu hai “Kafir,”hai Penjahat,hai “Pendusta, dan hai “Orang yang merugi. Amalmu salah jalan (tersesat), pahalamu telah musnah, dan hari ini tidak ada bagian untukmu. Mintalah pahala kepada orang yang kamu beramal karenanya hai penipu!

Diceritakan pula bahwa ia (orang yang berhati riya) dipanggil oleh penyeru di hari kiamat dengan seruan yang didengar oleh semua makhluk: Di mana orang-orang yang menyembah manusia? Ambillah pahala dari orang-orang yang kamu sekalian beramal karenanya, sebab Aku tidak akan menerima amal yang bercampur dengan sesuatu (selain Aku).

Dua Musibah

Musibah pertama, kehilangan surga, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw.:

Artinya: Sesungguhnya surga bisa berbicara dan berkata, Diriku haram bagi orang yang kikir dan riya.'”

Hadis di atas mengandung dua arti.

Yang dimaksud dengan bakhildi sini adalah orang yang enggan mengucapkan kata terbaik, yakni ucapan Laa ilaaha illallaah, Muhammadur Rasulullaah”(Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah).

Yang dimaksud dengan riyadi sini adalah orang yang memamerkan sesuatu yang paling keji, yakni berbuat munafik. Dia memamerkan keimanan dan pengesaan-Nya.

Berarti pendapat seperti ini memberikan sebuah harapan.

Jika ia tidak menghentikan perasaan kikir, riya, dan juga tidak memelihara nafsunya, maka ia pun memiliki dua hal yang mengkhawatirkan:



Yang pertama bertemu dengan keburukan rasa kikir, terjerumus ke dalam kekufuran, dan yang kedua ia sama sekali tidak mendapatkan surga. Kami berlindung kepada Allah dari murka dan kekerasan kemarahan-Nya.



Musibah Kedua, masuk ke dalam neraka,



Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. dari Nabi Saw. Beliau bersabda:



Artinya: Pada hari kiamat, pertama kali orang yang dipanggil adalah orang yang hapal Al-Qur’an, orang yang berjuang di jalan Allah dan orang yang banyak harta.



Allah bertanya kepada orang yang hapal Al-Qur’an: Bukankah Aku telah mengajarimu dengan apa yang telah Aku turunkan kepada rasul-Ku?Ia menjawab: Benar wahai Tuhanku.Allah bertanya: “Apa yang telah kau perbuat dengan pengetahuanmu itu?Ia menjawab: Dengannya aku telah bangun beribadah di tengah malam dan di senja hari.”Allah berfirman: Kamu berdusta!Para malatkat berkata: Bohong kamu!Allah berfirman: “Kamu hanya ingin agar dikatakan Si fulan adalah orang yang (fasih) membaca (Al-Qur’an) dan itu telah terucapkan.



Lalu orang yang banyak memiliki harta dihadapkan dan Allah bertanya kepadanya: Bukankah Aku telah memberikan kelebihan harta kepadamu sampai kamu sama sekali tidak membutuhkan orang lain?Ia menjawab: Anda benar, wahai Tuhanku.”Allah berfirman: Bohong kamu.Para malaikat pun berkata: Bohong kamu.Allah berfirman: Apa yang telah kau perbuat dengan harta yang telah Kuberikan padamu?Ia menjawab: Hara itu kupergunakan untuk silaturrahim dan bersedekah.Allah berfirman: Kamu berdusta!Para malaikat berkata: Bohong kamu!Allah berfirman: Kamu melakukan semua itu hanya karena ingin dikatakan sebagai seorang dermawan, dan itu telah terucapkan.



Setelah itu orang yang terbunuh saat berperang di jalan Allah dihadapkan dan Allah bertanya: Apa yang telah kamu lakukan?In menjawab: Aku diperintahkan untuk berjuang di jalan-Mu. Aku pergi berperang hingga mati terbunuh.Allah berfirman: “Kamu berdusta!Para malaikat berkata: Bohong kamu!Allah berfirman: Kamu melakukan semua itu hanya karena ingin orang-orang mengatakan ‘Si fulan adalah seorang pemberani, dan itu telah terucapkan.



Kemudian Rasulullah menepukkan tangan di atas lututku seraya berkata: Hai Abu Hurairah! Merekalah orang yang pertama kali dibakar dengan api jahannam.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. Beliau berkata bahwa Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:



Artinya: Sesungguhnya neraka dan para penghuninya berteriak karena orang-orang suka berbuat riya. Lalu ada orang bertanya, ‘Kenapa mereka berteriak wahai Rasulullah?”Rasulullah menjawab, ‘Karena panasnya api yang digunakan untuk menyiksa mereka.



Dengan terbukanya aib semacam ini orang-orang yang memiliki kewaspadaan bisa mengambil pelajaran.



Hanya Allah yang menguasai petunjuk dengan anugerah-Nya.



Jika Anda berkata: Sekarang terangkanlah kepadaku apa hakekat ikhlas dan riya, hukumnya, serta pengaruh (bekas) yang ditimbulkan keduanya sehubungan dengan ilmu!



Ketahuilah bahwa menurut ulama kita, ikhlas itu terbagi menjadi dua: Ikhlas dalam beramal dan ikhlas mencari pahala.



Ikhlas dalam beramal artinya keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengagungkan (menjalani) perintah-Nya dan memenuhi panggilan-Nya. Pendorong keinginan seperti ini adalah keyakinan yang sehat.



Kebalikan dari ikhlas semacam ini adalah kemunafikan, yaitu mendekatkan diri kepada selain Allah.



Guru kami (Abu Bakar) rahimahullah berkata: Kemunafikan yaitu keyakinan yang salah (rusak). Sesuatu yang dimiliki oleh orang yang munafik tentang Allah.



Keyakinan semacam ini tidak termasuk iradah, karena adanya cacat seperti yang telah kami terangkan di dalam babnya.



Adapun ikhlas dalam mengharap pahala adalah keinginan mendapatkan manfaat di akhirat dengan sarana kebaikan yang sama sekali tidak bisa ditolak dengan sebuah alasan, jika ia mengharapkan kemanfaatan darinya.



Kami telah menjelaskan syarat-syarat ikhlas semacam ini.



Orang-orang Hawariyyin berkata kepada Nabi Isa bin Maryam a.s.: Siapakah orang yang ikhlas beramal?Nabi Isa menjawab: Orang yang beramal karena Allah dan tidak merasa senang jika dipuji oleh seseorang.



Ungkapan semacam ini hanya himbauan untuk meninggalkan riya, Nabi Isa hanya menyebutkan hal itu karena riya adalah penyebab terkuat yang mengganggu keikhlasan.



Imam Al-Junaid berkata: Ikhlas adalah membersihkan diri dari kotoran-kotoran.”

Fudhail bin ‘Iyadh berkata: Keikhlasan adalah selalu muragabah dengan Allah dan melupakan semua keinginan dirinya sendiri.



Inilah keterangan yang sempurna.



Pendapat dalam masalah ini banyak sekali dan tidak ada gunanya banyak menyadur setelah kebenaran itu tersingkap.



Nabi Saw, pemimpin orang-orang terdahulu dan orang-orang yang hidup belakangan, saat ditanya tentang keikhlasan bersabda:



Artinya: “Katakanlah “Tuhanku Allah’, setelah itu lakukanlah hal itu secara terus menerus (istiqamah) sebagaimana kamu diperintah.”



Artinya, janganlah kamu menyembah hawa nafsumu. Jangan menyembah kepada selain Tuhanmu dan istiqamahlah dalam beribadah kepada-Nya sebagaimana kamu diperintah.



Hadis ini adalah sebuah isyarat agar kita memutuskan hubungan dengan semua yang selain Allah dari ruang pandang kita. Inilah ikhlas yang sebenarnya.



Kebalikan dari ikhlas adalah riya, yaitu menginginkan kemanfaatan di dunia dengan amal akhirat. Dan riya ini juga terbagi menjadi dua, riya yang masih murni dan riya campuran.



Riya yang murni adalah jika Anda menginginkan kemanfaatan di dunia dengan amal tersebut serta tidak disertai keinginan lain.



Riya campuran adalah jika Anda menginginkan keduanya secara bersamaan. Artinya menginginkan kemanfaatan dunia dan kemanfaatan akhirat.



Inilah batasan ikhlas dan riya,



Ikhlas dan riya juga memiliki pengaruh, karena ikhlas dalam beramal akan membuat Anda menjadikan semua amal sebagai sebuah pendekatan diri kepada Allah. Sedangkan ikhlas dalam mencari pahala membuat amal yang Anda kerjakan diterima, berpahala dan menjadi agung.



Kemunafikan dapat menghancurkan semua amal, membuatnya tidak lagi menjadi sebuah pendekatan yang dapat menghasilkan pahala sesuai dengan janji dari Allah Swt.



Menurut seorang ulama, riya yang murni tidak akan timbul pada diri seseorang yang telah makrifat kepada Allah, walaupun hal itu dapat menghancurkan separoh pahala.

Menurut ulama yang lain, riya yang murni kadang bisa muncul pada diri orang yang telah makrifat dan menghapus separoh dari kelipatan pahala. Sedangkan mencampuradukkan niat bisa menghapus seperempat kelipatan pahala.



Menurut guru kami, pendapat yang benar adalah: Riya yang murni tidak akan timbul pada diri orang yang telah makrifat saat ia sedang mengingat akhirat dan bisa timbul bila ia sedang lupa.



Di antara pengaruh riya, menurut sebuah pendapat yang dipilih para ulama adalah amalnya tidak diterima dan pahalanya berkurang. Tidak jelas apakah berkurang separoh atau hanya seperempatnya, karena penjelasan dalam hal ini panjang sekali dan kami telah menerangkannya di dalam kitab Ihya Ulumiddinsecara lebih luas dan memuaskan di dalam babasraari mu’aamalat ad-diin,



Jika Anda bertanya: Sekarang di mana keikhlasan itu berada dan ketaatan macam apa yang membutuhkan keikhlasan serta yang wajib ikhlas di dalamnya?



Ketahuilah! menurut seorang ulama, semua amal itu terbagi Menjadi tiga:

Amal yang bisa ditempati dua keikhlasan secara bersamaan Yaitu ibadah zhahir yang pokok.
Amal yang tidak bisa ditempati oleh salah satu keikhlasan, yaitu ibadah bathiniyyah yang pokok.
Amal yang bisa ditempati keikhlasan mencari pahala tapi tidak bisa ditempati keikhlasan dalam beramal, yaitu amal-amal mubah yang dipersiapkan sebelum beribadah.



Guru kami berkata: Setiap amal yang memiliki kemungkinan untuk dibelokkan ke arah selain Allah seperti ibadah-ibadah pokok itu bisa ditempati oleh keikhlasan beramal. Sedangkan ibadah-ibadah bathiniyyah itu kebanyakan bisa ditempati oleh keikhlasan beramal.



Para guru aliran Kiramiyah berpendapat bahwa keikhlasan mencari pahala tidak bisa bertempat pada ibadah-ibadah bathiniyyah, karena hal itu tidak b’sa dilihat seorangpun selain Allah. Dengan begitu, tidak mungkin di dalamnya ada ajakanajakan berbuat riya. Karena itulah dalam hal ini tidak diperlukan adanya keikhlasan mencari pahala.



Guru kami berkata: Jika seorang hamba yang mendekatkan diri kepada Allah berkeinginan mendapatkan kemanfaatan di dunia dengan suatu ibadah, maka hal itu juga termasuk riya.



Menurutku (Al-Ghazali) Jika keadaannya seperti itu berarti kemungkinan adanya dua keikhlasan dalam ibadah bathiniyyah tidaklah jauh. Begitu pula ibadah-ibadah sunat. Ia harus menyertainya dengan dua keikhlasan sekaligus saat memulainya. Sedangkan amal-amal (ibadah) mubah yang dipergunakan sebagai persiapan hanya bisa ditempati oleh keikhlasan mencari pahala, bukan keikhlasan beramal. Karena ibadah yang mubah itu sendiri tidak pantas dijadikan sebagai pendekatan diri, tapi hanya sebagai sarana untuk mendekatkan diri (kepada Allah).



Jika Anda berkata: Ini semua baru tempat dua macam keikhlasan. Sekarang tolong terangkan kapan waktunya merasa ikhlas dalam suatu amal?



Ketahuilah bahwa keikhlasan beramal itu harus dibarengkan dengan amal itu sendiri dan tidak boleh merasa ikhlas setelah selesai mengerjakannya. Sedangkan keikhlasan mencari pahala bisa dilakukan setelah amal itu selesai.



Menurut seorang ulama, waktu yang mereka tentukan dalam keikhlasan mencari pahala adalah saat amal itu selesai. Jika amal itu selesai dengan rasa ikhlas atau riya, maka berakhir sudah urusan tersebut dan tidak mungkin bisa diikuti (disusul) dengan keikhlasan lagi.



Menurut ulama aliran Kiramiyah, jika hamba tersebut belum mendapatkan suatu manfaat yang ia harapkan dengan riya, maka ja masih berkesempatan menyusuli amal tersebut dengan keikhlasan. Tapijika ia telah mendapatkan suatu manfaat, berarti kesempatan merasa ikhlas itu telah hilang.



Menurut seorang ulama, dalam ibadah fardu seorang hamba memiliki kesempatan merasa ikhlas sampai ia mati. Adapun ibadah sunat, maka Anda tidak memiliki jalan selain yang telah disebutkan di atas. Perbedaannya adalah: Allah memasukkan seorang hamba di dalam sebuah kewajiban. Jadi, ada harapan Allah memberi anugerah dan kemudahan kepadanya. Sedangkan dalam ibadah sunat hamba itu sendiri yang masuk ke dalamnya dan membebani diri dengannya. Karena itu, ia harus memenuhi hak yang ia bebankan pada dirinya sendiri.



Menurutku (Al-Ghazali) dalam masalah ini terpetik satu faedah, yaitu orang yang terlanjur merasa riya atau meninggalkan keikhlasan masih mungkin mengikuti (menyusulinya) dengan keikhlasan sesuai dengan salah satu cara yang kami sebutkan sebelumnya.



Tujuan utama menerangkan pilihan (pendapat) para ulama dalam masalah yang pelik ini adalah agar kita semua tahu bahwa saat ini sedikit sekali orang yang merasa ikhlas, tidak banyak orang yang menempuhjalan ini, dan untuk memudahkan para pemula dalam beribadah. Jika ia tidak menemukan pengobat dalam pendapat yang satu ini, maka ia akan menemukannya dari tempat lain, karena adanya perbedaan penyakit, tujuan, kekurangan dalam berbagai amal dan kerusakannya. Pahamilah niscaya Anda termasuk orang yang pandai. Insya Allah.



Jika Anda bertanya: Apakah setiap amal membutuhkan keikhlasan tersendiri?

Ketahuilah bahwa para ulama memiliki pendapat sendiri-sendiri dalam masalah ini.

Ada yang mengatakan bahwa setiap amal membutuhkan keikhlasan tersendiri.

Ada yang mengatakan bahwa satu keikhlasan bisa mencakup bermacam ibadah.

Adapun amal yang memiliki berbagai rukun seperti salat dan wudu, maka keduanya dengan satu keikhlasan, karena satu sama lain saling berkaitan baik dan buruknya. Dengan begitu, dua hal ini seperti telah menjadi satu amal.



Jika Anda bertanya: Apakah bila seorang hamba dengan amal baiknya hanya ingin mendapatkan kemanfaatan dari Allah tanpa menginginkan pujian, ketenaran atau kemanfaatan dari orang lain dia termasuk berbuat riya?



Ketahuilah bahwa hal semacam itulah yang dinamakan riya secara murni.



Guru kami mengatakan bahwa yang diperhitungkan dalam hal ini adalah keinginannya, bukan keinginan yang diharapkan dari hal tersebut.



Jika dari amal tersebut Anda menginginkan kemanfaatan duniawi, baik dari Allah ataupun dari orang lain maka itu dinamakan riya. Allah Swt. berfirman:



Artinya: “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat maka akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya. Dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia, maka Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat.(Q.S.Asy-Syu’araa’:20)



Yang diperhitungkan di sini bukanlah kata riyadan pengambilan kata tersebut dengan arti ru’yah (penglihatan), tapi keinginan yang tidak benar ini dinamakan riya, karena hal itu kebanyakan menimpa dan terjadi dari sisi manusia dan penglihatan mereka.



Jika Anda berkata: Umpama tujuan mendapatkan dunia itu hanya untuk memelihara diri dari meminta-minta kepada manusia serta persiapan untuk beribadah kepada Allah, adakah itu termasuk riya?



Ketahuilah! Sesungguhnya pemeliharan diri dari memintaminta kepada manusia itu tidak harus dengan harta yang banyak, kedudukan tinggi serta hal-hal yang tidak berguna. Akan tetapi hal itu terdapat dalam sikap .3 ana’ah (rela dengan karunia Allah) dan percaya penuh dengan jaminan kecukupan dari-Nya.



Adapun persiapan ibadah kepada Allah, jika tujuannya memang untuk beribadah, maka hal itu tidak dinamakan riya.



Yang dimaksud dengan persiapan di sini adalah sesuatu yang berkaitan dengan urusan akhirat dan berbagai penyebabnya. Jadi, tujuannya tak lain memang untuk itu. Jika persiapan seperti ini dimaksudkan sebagai persiapan berbuat baik, maka keinginan seperti itu juga tidak dinamakan riya. Sebab dengan niat tersebut hal itu telah menjadi suatu kebaikan atau dihukumi amal akhirat. Jadi, keinginan baik itu tidak dinamakan riya.



Begitu juga jika Anda ingin dihormati di hadapan orang banyak atau dicintai guru-guru dan para imam. Keinginan itu Anda maksudkan untuk memperkuat mazhab ahlul ha , menolak pendapat para pembuat bid’ah, menyebarkan ilmu atau menghimbau orang lain agar mau beribadah, atau tujuan lain yang Semacam itu, bukan untuk kemuliaan diri sendiri yang Anda peroleh dari hal tersebut, atau harta dunia yang Anda dapatkan.

Keinginan seperti ini termasuk keinginan yang benar dan niat yang terpuji. Tidak sedikitpun dari hal itu yang termasuk riya, karena hakekatnya yang menjadi tujuan dari hal itu adalah urusan akhirat.



Ketahuilah bahwa aku pernah bertanya kepada salah seorang guruku tentang kegiatan yang dilakukan oleh para wali kita seperti membaca surah Al-Wagi ah pada saat kesulitan rezeki. Tidakkah yang diinginkan dari hal itu adalah supaya Allah menahan kesulitan tersebut dan memperluas salah satu bagian dari dunia sebagaimana kebiasaan yang sudah berlaku? Apakah menginginkan harta dunia dengan sarana amal akhirat itu dibenarkan? Beliau menjawab bahwa yang diinginkan oleh mereka (para wali) adalah agar Allah memberi rezeki kepada mereka berupa rasa qana’ah (merasa cukup dengan apa yang telah diberikan) atau kekuatan sebagai persiapan untuk beribadah kepada Allah dan kekuatan mempelajari suatu pengetahuan. Hal ini termasuk keinginan baik, bukan termasuk keinginan mendapat harta dunia.



Dan perlu diketahui bahwa pekerjaan seperti membaca surah Al-Waqi:ah pada saat kesulitan rezeki termasuk kebiasaan yang ditiru dari Nabi Saw. dan para sahabat r.a. Bahkan saat Ibnu Mas’ud dicela karena tidak meninggalkan sedikitpun harta warisan kepada putera-puteranya, beliau menjawab: Aku telah meninggalkan surah Al-Waqi’ah untuk mereka.Dan dari pokok hadis tersebut kemudian berlaku kebiasaan seperti ini pada perilaku para ulama kita. Jika tidak, tentu mereka tidak mempedulikan kesulitan ataupun kecukupan urusan duniawi dan tetap memuji kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang mengambil keuntungan dari sempitnya urusan dunia dan membanggakan kesempitan tersebut antar sesama mereka. Mereka juga menganggap kesempitan tersebut sebagi anugerah yang agung dari Allah dan merasa khawatir jika tampak tanda-tanda keluasan rezeki yang oleh kebanyakan orang dianggap sebagai kebaikan dan kenikmatan. Mereka khawatir kalau-kalau hal itu menjadi sebuah tipuan dan musibah dari Allah. Bagaimana mereka tidak merasa beruntung jika yang ada di hati mereka hanya ingin berjalan dan berlapar-lapar pada kesempatan biasa? Para pendahulu mereka, mengatakan bahwa lapar adalah modal kami yang utama. Kenyataan seperti ini yang dipilih oleh para ahli tasawuf, pilihan kami, dan pilihan guru-guru kami.



Begitulah kebiasaan yang dikerjakan pendahulu kita. Adapun penyelewengan (penyimpangan) yang dilakukan oleh ulamaulama zaman akhir, maka tidak perlu diperhitungkan.



Kami menerangkan semua ini agar orang yang berselisih pendapat tidak mencela karena ketidaktahuan mereka terhadap tujuan yang diinginkan suatu kaum mengenai urusan ibadah mereka sendiri. Atau agar para pemula dalam beribadah yang masih bersih hatinya dan belum mempelajari ilmu dengan semestinya tidak salah menilai.

Jika ada yang berkata: Apakah hal itu pantas dilakukan oleh orang yang ahli ilmu pengetahuan, orang yang memfokuskan diri untuk beribadah, orang yang berzuhud, penyabar dan senang melatih diri?



Ketahuilah bahwa semua ini diambil dari perilaku Nabi Saw. Yang menjadi tujuan adalah agar bisa mendapatkan rasa gana’ah serta persiapan beribadah. Bukan menuruti kerakusan, syahwat dan bukan karena tidak mampu menanggung kesulitan. Sebagian besar yang Anda lihat setelah melakukan hal itu adalah rasa cukup dalam hati, hilangnya rasa lapar yang rakus seperti anjing. Hatinya semakin melemah, merasa terhibur dan jauh dari makanan serta kesenangannya. Semua itu benar-benar telah dirasakan oleh orang yang pernah mencobanya.



Camkan keterangan ini niscaya Anda akan mendapat taufik. Insya Allah.



Cacat yang kedua adalah perasaan ujub (kagum pada diri Sendiri). Anda harus menjauhi perasaan seperti itu karena dua hal:



Pertama, perasaan seperti itu bisa menghalangi taufik dan pertolongan dari Allah Swt. Karena sesungguhnya orang yang Wub itu dibiarkan tidak tertolong. Jika seorang hamba tidak Mendapatkan pertolongan dan taufik dari Allah tak lama kemudian pasti ia akan celaka. Karena itulah Nabi Saw. bersabda:



Artinya: “Tiga hal yang bisa merusak, yaitu sifat kikir yang dituruti, nafsu yang diikuti dan merasa kagum dengan dirinya sendiri.”



Kedua, ujub itu bisa merusak amal saleh. Kaitannya dengan ini, Isa a.s. berkata: “Hai kaum Hawariyyin, banyak lampu padam disebabkan angin dan banyak ahli ibadah yang rusak ibadahnya disebabkan ujub.



Jika yang menjadi tujuan dan bisa bermanfaat adalah ibadah, lalu perasaan ujub seperti ini menghalangi seorang hamba sampaisampai ia tidak mendapatkan hasil sedikitpun, ataupun jika memperoleh kebaikan, dengan sedikit rasa ujub kebaikan tersebut rusak tidak tersisa, maka sudah semestinya hamba tersebut berhati-hati dan menjaga diri dari perasaan ujub seperti ini.



Jika ada yang berkata: Apakah hakekat ujub, arti, pengaruh dan hukumnya? Tolong jelaskan semuanya untuk kami!



Ketahuilah bahwa hakekat ujub adalah menganggap agung suatu amal baik.



Menurut para ulama kita, rincian ujub adalah penuturan seorang hamba terhadap kemuliaan suatu amal baik tanpa disandarkan kepada Allah, orang lain ataupun dirinya sendiri.



Kadang sikap itu jaga mengarah pada ketiganya, yakni menuturkan amal baik dengan disandarkan kepada Allah, orang lain atau dirinya sendiri. Kadang sikap ujub itu mendua seperti menyandarkannya pada dua arah, atau menyendiri dengan menyandarkannya pada satu dari ketiganya, yakni Allah, orang Jain dan dirinya sendiri.



Kebalikan dari sikap ujub adalah mengingat anugerah Allah. Yakni mengingat bahwa semua itu didapat dengan taufik dari Allah Swt. Dan Dia adalah Dzat yang memuliakan, membesarkan pahala dan kedudukan amal tersebut. Mengingat anugerah seperti ini harus dilakukan saat ada ketertarikan merasa ujub, dan sunat dilakukan pada kesempatan yang lain.



Pengaruh ujub pada amal, menurut seorang ulama kita adalah: Orang yang ujub berarti menanti kehancuran suatu amal. fikaia bertobat sebelum mati, maka ia akan selamat. Tapi jika tidak maka amal itu akan hancur.



Pendapat inilah yang dipilih oleh Muhammad Ibnu Shabir, seorang ulama aliran Kiramiyah. Sedangkan kehancuran amal baginya adalah hilangnya semua bentuk kebaikan yang ada pada amal sehingga hamba tersebut tidak sedikitpun berhak mendapat pahala atau pujian.



Adapun ulama lain mengatakan bahwa pengaruh ujub adalah hilangnya kelipatan pahala, dan yang lain tidak berubah sedikitpun.



Bagaimana mungkin orang yang makrifat tidak melihat dengan jelas bahwa sesungguhnya Allah-lah yang memberikan taufik terhadap amal saleh, meninggikan derajatnya serta memperbanyak pahala amal tersebut dengan anugerah dan karunia-Nya?



Ketahuilah bahwa dalam masalah ujub ini ada satu arti penting dan menjadi suatu simpanan yang mulia. Yakni bahwasanya semua manusia dalam hal ujub ini terbagi menjadi tiga golongan:



1, Orang-orang yang selamanya merasa ujub. Yakni orang-orang yang mengikuti aliran Mu tazilah dan Qadariyah. Mereka tidak sedikitpun melihat bahwa Allah yang memberikan anugerah di dalam pekerjaan yang mereka lakukan. Mereka mengingkari adanya pertolongan, taufik khusus dan kelembutan rahmat Allah. Hal itu terjadi karena ketidakjelasan yang menguasai perasaan mereka.

Orang-orang yang selamanya mengingat anugerah yang telah diberikan oleh Allah. Mereka adalah orang-orang yang istiqamah. Mereka tidak sedikitpun merasa kagum meski dengan satu pekerjaan. Hal itu terjadi karena mata hati yang terbuka dan pertolongan khusus yanp diberikan kepada mereka.

Orang orang yanp mencampur aduk. Yakni orang-orang ahli sunnah, Suatu ketika mereka terjapa dan menpinpat anugerah dari Allah. Di saat lain mereka lalai dan kagum dengan amal baik mereka. Hal itu terjadi karena adanya kelalaian yang secara tiba-tiba muncul, kelengahan dalam ijtihad, dan berkurangnya kewaspadaan.



Jika Anda bertanya: Bagaimana keadaan orang-orang Qadariyah dan Mu tazilah sehubungan dengan apa yang mereka lakukan?



Ketahuilah bahwa dalam hal itu para ulama berselisih pendapat.



Ada yang mengatakan bahwa amal tersebut hancur karena keyakinan mereka. Ada yang mengatakan bahwa amal tersebut tidak hancur secara total karena suatu keyakinan yang pada umumnya menyangkut bagian-bagian Islam, kecuali bila semua amalnya disertai ujub seperti halnya keyakinan para ahli sunnah bahwa ujub tidak bisa dihindarkan dari semua amal kecuali mengkhususkan amal tersebut dengan mengingat anugerah dari Allah.



Jika ada yang bertanya: Adakah sesuatu yang bisa merusak amal selain ujub dan riya?



Jawabnya adalah: Ada.Di dalam amal banyak sekali perusak selain ujub dan riya. Akan tetapi kami banyak menerangkan dua hal tersebut secara khusus, karena keduanya adalah inti dari kebanyakan perusak yang berada di sekelilingnya.



Seorang guru berkata bahwa seorang hamba, di dalam amalnya harus memelihara sepuluh perkara, yaitu munafik, riya, mencampur aduk antara ikhlas dan riya, mengungkit-ungkit amal yang telah dikerjakan, menyakiti orang lain, menyesal, ujub, mengeluh, menyepelekan dan takut dicela orang banyak.



Lalu guru kami, Syekh Abu Bakr Al-Warraq menyebutkan kebalikan dari sepuluh perkara tadi dan bahaya yang ia timbulkan ada amal.

Kebalikan dari sikap munafik adalah ikhlas dalam beramal.

2.Kebalikan dari sikap riya adalah ikhlas mencari pahala.Kebalikan dari sikap mencampuraduk antara ikhlas dan riya adalah menyatkan tujuan (suatu amal).
Kebalikan dari sikap mengungkit-ungkit adalah menyerahkan semua amal kepada Allah.
Kebalikan dari sikap menyakiti orang lain adalah bersikap baik.
Kebalikan dari sikap menyesal adalah memantapkan diri.
Kebalikan dari sikap ujub adalah mengingat anugerah dari Allah.
Kebalikan dari sikap mengeluh adalah mempergunakan kesempatan secara maksimal untuk kebaikan.
Kebalikan dari sikap menyepelekan adalah menganggap agung taufik dari Allah.

10 Kebalikan dari sikap takut dicela adalah merasa takut kepada Allah semata.

Ketahuilah bahwa kemunafikan itu dapat menghancurkan amal. Perasaan riya mengharuskan amal tersebut dikembalikan atau tidak diterima. Mengungkit-ungkit dan menyakiti orang lain bisa menghancurkan sedekah sampai tidak tersisa dalam waktu sekejap. Dan menurut seorang guru kami, keduanya menghilangkan kelipatan pahala. Penyesalan akan menghancurkan amal secara keseluruhan. Ujub akan menghilangkan kelipatan pahala. Sedangkan mengeluh, meremehkan dan takut dicela orang lain akan meringankan suatu amal dan menghilangkan bobotnya.

Menurut para peneliti, diterima atau ditolaknya suatu amal itu kembali pada bermacam pengagungan dan perasaan ringan dalam beramal.

Yang dimaksud dengan ihbath(hancur) adalah hilangnya manfaat yang keluar dari suatu pekerjaan dan berbagai penyebabnya. Kadang kehilangan tersebut berupa hilangnya pahala, dan kadang berupa hilangnya kelipatan pahala.

Yang dimaksud dengan pahala adalah suatu manfaat yang bisa dicerna oleh akal, baik bentuk, tanda-tanda maupun keadaannya.

Kelipatan pahala adalah tambahan dari (pahala) ini.

Yang dimaksud dengan razanah(bobot suatu amal) adalah tambahan yang diberikan sesuai dengan tanda-tanda pekerjaan lain seperti berbuat baik pada seseorang yang baik, kedua orang tua, dan salah seorang nabi. Jadi, bisa saja amal memiliki bobot tapi tidak memiliki kelipatan pahala,

Semua ini kami terangkan untuk meringkas apa yang telah kami kemukakan dalam masalah ini. Camkan hal itu dengan baik. Hanya kepada Allah kita memohon taufik.

B. Mengobati riya’ dan ujub

Sebaiknya Anda menyelesaikan tahapan yang sangat mengkhawatirkan, penuh penghalang dan perusak ini dengan menjaga diri secara maksimal. Sebab orang yang memiliki perniagaan ketaatan benar-benar bisa menyelesaikan tahapan ini dan menahan kesukarannya sehingga ia berhasil mendapatkan harta perniagaan dari ibadah yang mulia bernilai tinggi. Ia tidak akan takut kehilangan dagangan selain di jalan (tahapan) yang rumit ini, karena di dalamnya terdapat banyak perampok yang dikhawatirkan akan merampas dagangannya di tengah jalan. Selain itu, juga terdapat banyak tempat yang rusak dan dikhawatirkan bisa menimbulkan bahaya sehingga merusak ketaatannya.

Kemudian kekhawatiran yang paling besar dan sering terjadi adalah adanya dua penghadang atau perampok berupa ujub dan riya. Dan sebaiknya kami menerangkan beberapa pokok, masing-masing diterangkan secara tersendiri agar dapat memuaskan dan Anda merasa cukup hanya dengan mendalaminya.

Masalah Riya

Pokok yang pertama, kami akan mengemukakan satu pokok, yakni firman Allah Swt.:

Artinya: “Allah-lah yang telah menciptakan tujuh langit, dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan sesungguhnya Allah, Ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.(Q.S. Ath-Thalaaq: 12)

Dengan ayat ini seolah Allah berfirman: Sesungguhnya Aku telah menciptakan langit, bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya dengan segala kebaikan dan keindahannya. Bagiku cukuplah kiranya jika kamu mau melihat semua itu serta kamu mengetahui bahwa Aku Maha Kuasa dan Maha Tahu. Kamu hanya melakukan salat dua rakaat yang memiliki kekurangan dan tanpa berpikir (mengerjakannya dengan lalai) tapi kamu tidak merasa cukup dengan pandangan dan pengetahuan-Ku, pujian dan terimaksih dari-Ku sehingga kamu lebih suka jika salat tersebut diketahui orang lain agar mereka memujimu karenanya. Apakah itu yang namanya menepati janji? Apakah seperti itu pikiran yang diinginkan seseorang bagi dirinya? Celaka. Apakah kamu tidak berpikir?

Pokok yang kedua, seseorang memiliki berlian yang indah dan laku jika dijual dengan harga satu juta dinar dan ia menjualnya seharga satu keping uang tembaga. Bukankah itu suatu kerugian yang besar, tertipu dengan tipuan yang amat buruk, bukti nyata rendahnya cita-cita, keterbatasan ilmu, kelemahannya dalam berpikir dan tipisnya rasa penghambaan.

Sesuatu yang didapatkan seorang hamba dari orang lain berkenaan dengan amalnya seperti pujian dan hal-hal lain yang tidak berguna, jika diukur dengan keridaan, syukur, sanjungan dan pahala dari Allah, maka hal itu nilainya lebih kecil daripada sekeping uang tembaga yang dibandingkan dengan uang satu juta dinar, dua juta, atau berjuta-juta. Bahkan itu tetap lebih kecil meski sekeping tadi dibandingkan dengan dunia seisinya, lebih banyak lagi ataupun lebih besar dari semua itu.

Bukankah sebuah kerugian nyata jika diri Anda kehilangan kemuliaan yang sedemikian itu hanya karena urusan sepele dan rendah?

Selanjutnya. Kalau memang mau tidak mau Anda harus melakukan pikiran keji semacam ini, maka hendaklah yang menjadi tujuan Anda adalah akhirat, niscaya dunia akan mengikuti Anda. Bahkan (kalau bisa) usahakan mencari rida Tuhan yang Maha Esa, pasti Anda akan diberi keuntungan dunia dan akhirat karena Dia-lah yang menguasai keduanya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah:

Artinya: Barangsiapa yang menghendaki keuntungan dunia (maka ia akan merugi) karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat.(Q.S. An-Nisaa’: 134)

Nabi Saw. juga bersabda:

Artinya: Sesungguhnya Allah benar-benar akan memberikan dunia karena seseorang melakukan amal akhirat. Akan tetapi Dia tidak akan memberikan (pahala) akhirat karena seseorang melakukan amal dunia.



Jika Anda memurnikan niat dan pikiran untuk akhirat, maka Anda akan memperoleh balasan akhirat dan dunia sekaligus. Jika Anda ingin mendapatkan dunia saja, maka akhirat akan lari dengan seketika dan terkadang Anda tiaak memperoleh dunia eperti yang Anda inginkan. Kalaupun bernasil mendapatkannya maka hal itu tidak akan kekal. Dengan begitu Anda akan rugi dunia akhirat. Camkanlah semua itu.



Pokok ketiga, makhluk yang Anda tuju dengan amal dan selalu diharapkan kerelaannya itu, jika ia mengetahui bahwa Anda beramal karenanya, tentu ia akan merasa marah, tidak suka, menghina dan meremehkan Anda.



Bagaimana mungkin seseorang yang memiliki akal bekerja untuk seseorang yang jika ia tahu bahwa dirinya diharapkan kerelaaannya akan membenci orang tersebut dan menghinanya?



Hai orang yang perlu dikasihani! Bekerjalah untuk Dzat yang jika Anda bekerja untuk-Nya, menginginkan-Nya dengan perbuatan itu seta mengharapkan kerelaan-Nya dengan perbuatan tersebut, niscaya Dia akan mencintai, memberi dan memuliakan Anda sampai-sampai Dia merelakan dan mencukupi Anda dari segala kebutuhan.



Perhatikan keterangan ini dan pikirkanlah jika Anda seorang yang berakal.



Pokok keempat, sesungguhnya orang-orang yang telah berhasil menjalani hal-hal yang bisa digunakan untuk mencari kerelaan raja yang agung di dunia, kemudian dia masih mencari kerelaan tukang sapu yang diremehkan orang banyak, maka hal itu menjadi bukti ketololan dan kerendahan daya pikirnya serta buruknya bagian yang ia dapatkan. Pantas bila ditanyakan apa perlunya mencari kerelaan tukang sapu ini, sementara Anda mampu mendapatkan kerelaan dari sang raja lalu Anda kehilangan semuanya?



Seperti inilah keadaan orang yang berbuat riya. Kemudian apa perlunya Anda mencari kerelaan makhluk yang remeh, lemah dan terhina, sementara Anda mampu mendapatkan kerelaan Allah Tuhan semesta alam yang mencukupi segala kebutuhan? Jika keinginan Anda lemah dan kewaspadaan Anda kurang serta terpaksa mengharapkan kerelaan makhluk, maka jalan yang terbaik adalah memurnikan keinginan dan langkah Anda karena Allah Swt. Sebab hati dan ubun-ubun manusia berada dalam genggaman-Nya. Dia-lah Dzat yang membuat hati manusia cenderung pada Anda serta mengumpulkan diri mereka untuk Anda. Allah juga memenuhi mereka dengan rasa cinta kepada Anda sehingga dari semua itu Anda mendapatkan apa yang tidak bisa diperoleh dengan kesungguhan dan tujuan Anda.

Jika Anda tidak melakukan itu semua dan menginginkan kerelaan para makhluk selain Allah swt. dengan amal Anda, maka Dia akan memalingkan hati mereka dari Anda, membuat diri mereka menjauh dari Anda, dan semua makhluk memarahi Anda. Dengan begitu Anda mendapatkan murka dari Allah dan manusia sekaligus. Ingatlah hai orang-orang yang merugi dan terhalang dari rahmat Allah.



Telah kami ceritakan bahwa Hasan Al-Bashri berkata: Ada seseorang yang mengatakan Demi Allah. Aku akan benar-benar menyembah Allah dengan ibadah yang membuatku selalu diingat.Lalu dia menjadi orang yang pertama kali masuk ke dalam masjid dan terakhir kali orang yang keluar darinya. Tak seorangpun yang melihatnya kecuali ia sedang salat, berpuasa tapi tidak berbuka dan duduk di kalangan orang yang sedang zikir. Dia melakukan semua itu selama tujuh bulan. Lalu setelah itu dia tidak berjalan di muka umum kecuali orang-orang mengatakan Semoga Allah melakukan sesuatu kepada orang yang riya iri.



Kemudian orang itu memaki dirinya sendiri dan berkata kepadanya: Sungguh aku melihat diriku tidak akan mendapat apaapa. Sungguh. Aku akan menjadikan semua amalku karena Allah.Lalu dia tidak menambahkan amal sedikitpun dari apa yang dulu telah dikerjakannya. Hanya saja niatnya telah berubah menjadi baik.



Setelah itu dia berjalan di muka orang banyak dan mereka mengatakan Semoga Allah memberikan rahmat kepada si fulan karena sekarang dia telah berubah menjadi baik.

Lalu Hasan Al-Bashri membaca ayat:



Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan beramal saleh, maka Allah yang Maha Pengasih akan membuatkan rasa cinta untuk mereka.(Q.S. Maryam: 96)



Hasan Al-Bashri berkata: Allah mencintai mereka dan membuat mereka mencintai orang-orang mukmin.



Benar sekali apa yang dikatakan oleh seorang penyair:



Hai orang-orang yang mencari pujian dan pahala

di dalam amal. Kamu mencari sesuatu yang mustahil.

Allah akan menyia-nyiakan orang-orang yang riya

Serta membatalkan langkah dan keletihannya.

Barangsiapa mengharapkan bertemu dengan Tuhan,

tentu ia akan memurnikan pekerjaannya karena merasa takut kepada-nya.

Kekekalan dalam neraka berada dalam genggaman Allah,

karena itu perlihatkanlah amalmu kepada-Nya, niscaya Dia akan memberimu anugerah.

Sedangkan manusia tidak memiliki sesuatu,

lalu untuk apa engkau memperlihatkan amal di hadapan mereka?



Ujub



Tentang ujub ini sebaiknya kami menerangkan beberapa pokok:



Pertama, pekerjaan seorang hamba menjadi berharga karena berada dalam keridaan Allah dan diterima oleh-Nya. Jika tidak, tentunya Anda pernah melihat seorang buruh yang bekerja sepanjang hari hanya mendapatkan upah dua dirham. Sedangkan seorang satpam (penjaga malam) yang tidak tidur semalaman mendapatkan dua keping uang (dinar). Sama halnya dengan orang yang memiliki perusahaan dan pekerjaan. Semuanya bekerja siang malam dan upah yang mereka dapatkan hanya beberapa hutungan dirham.



Jika Anda mengalihkan pekerjaan tersebut untuk mendapatkan kerelaan Allah seperti berpuasa karena Allah selama satu hari, maka puasa tersebut tidak ternilai harganya jika Allah meridai dan menerimanya.

Allah Swt. berfirman:



Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang bersabar dicukupkan pahalanya tanpa batas.(Q.S. Az-Zumar: 10)



Dalam sebuah hadis qudsi diterangkan:



Artinya: Aku (Allah) menyediakan bagi orang-orang yang berpuasa, sesuatu (pahala) yang belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbersit di dalam hati manusia.



Hari ini adalah hari yang cuma seharga dua dirham, sementara Anda harus menanggung kepayahan yang teramat sangat. Semua itu bisa berubah menjadi lebih berharga dengan menunda makan siang sampai sore hari. Jika Anda mau beribadah semalam karena Allah dan memurnikan ibadah tersebut karenanya, maka perbuatan tersebut tidak ternilai kemuliaan dan keindahannya.



Allah berfirman:



Artinya: Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu bermacam kenikmatan yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan dari apa yang telah mereka kerjakan.(Q.S. As-Sajdah: 17)



Seperti inilah pekerjaan yang semula berharga dua keping uang atau dua dirham menjadi begitu mahal. Bahkan seandainya Anda mempergunakan waktu sebentar karena Allah dengan melakukan salat dua rakaat yang singkat, atau bahkan satu tarikan nafas yang Anda pergunakan untuk membaca Laa Ilaaha Illallah pasti harganya juga mahal.



Allah berfirman:



Artinya: Dan barangsiapa mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia dalam keadaan beriman maka mereka akan masuk surga. Mereka diberi rezeki tanpa hisab di dalamnya.(Q.S. Ghaafir: 40)



Seperti ini hanya satu tarikan nafas di antara nafas-nafas Anda yang tidak berharga sedikitpun menurut ahli dunia dan menurut Anda sendiri. Berapa banyak nafas-nafas seperti itu yang Anda Sia-siakan untuk sesuatu yang tidak berguna. Berapa lama masa yang berlalu dari Anda tanpa guna. Semua ini bisa menjadi mulia karena diridai oleh Allah. Setelah itu kedudukannya menjadi tinggi dan harganya menjadi mahal karena anugerah dari Allah. Dengan begitu orang yang berakal harus melihat keremehan amalnya dan kurangnya kemampuan yang dimilikinya dibanding dengan Allah. Dan hendaklah ia tidak melihat kecuali karunia yang diberikan Allah kepadanya sehubungan dengan kemulyaan yang setara dengan amalnya dan lebih besar dari pahala yang Dia berikan. Dan hendaklah ia memelihara pekerjaannya jangan sampai tergelincir ke tempat yang tidak sepantasnya bagi Allah serta tidak menempati keridaan-Nya yang menyebabkan hilangnya nilai yang Anda dapatkan, lalu kembali kepada asalnya. Yakni nilai paling rendah semisal beberapa dirham atau beberapa keping uang, atau bahkan lebih rendah dari itu semua.



Satu contoh: Setangkai anggur dan sekuntum bunga, di pasaran hanya seharga satu keping uang. Tapi jika oleh seseorang dihadiahkan kepada seorang raja, meskipun harganya murah tapi hati sang raja merasa senang. Boleh jadi raja tersebut akan memberinya seribu dinar, karena hadiah itu menempati keridaan atau kesenangan sang raja. Dengan begitu, satu biji anggur bernilai seribu dinar. Tapi jika raja itu tidak merasa senang dan mengembalikan hadiah tersebut kepadanya, maka barang itu kembali pada nilainya semula yang rendah, yakni sebiji atau sekeping uang.



Begitu juga apa yang sedang kita bicarakan di sini. Karena itu ingatlah, lihatlah anugerah dari Allah dan peliharalah perbuatan Anda dari sesuatu yang mengotorinya di hadapan Allah.



Kedua: Seperti Anda ketahui bahwasanya seorang raja di dunia ini jika memberikan sesuatu baik makanan, minuman, pakaian, uang (dirham) atau dinar yang bisa dihitung dan bisa rusak, tentu dia akan menjadikan orang tersebut sebagai pelayannya sepanjang malam dan siang dalam keadaan hina dan nista. Lalu ia berdiri di atas kepalanya sampai kedua kakinya lelah. Diajuga berjalan kaki di depan sang raja saat raja tersebut naik kendaraan. Kadang ia harus berdiri di depan pintu rumah sang raja sebagai penjaga sepanjang malam. Kadang ia melihat musuh sang raja. Maka ia pun harus melawan musuh tersebut. Dia juga menyerahkan nyawanya yang tidak memiliki ganti kepada raja tersebut. Semua pengabdian, beban berat, kekhawatiran dan bahaya seolah hanya untuk mendapatkan manfaat yang menyusahkan dan sangat remeh. Padahal pada hakekatnya manfaat tersebut berasal dari Allah Swt. Raja tersebut dalam hal ini hanya menjadi penyebab. Jadi, Tuhanlah yang menciptakan Anda yang waktu itu tidak bisa apa-apa, memelihara dan mendidik Anda dengan baik. Setelah itu Allah memberikan kerukmatan kepada Anda baik yang tampak maupun yang tidak nampak seperti dalam urusan agama, diri, dan dunia Anda. Sesuatu yang tdak bisa dicerna oleh akal dan pikiran Anda.



Allah Swt. berfirman:



Artinya: Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.(Q.S. An-Nahl: 18)



Kemudian Anda melaksanakan salat dua rakaat yang memiliki cacat dan kekurangan, sementara Anda tahu apa yang telah dijanjikan Allah untuk keduanya di masa mendatang seperti pahala yang baik dan berbagai macam kemuliaan. Anda menganggap keduanya sebagai suatu keagungan dan Anda juga mengaguminya. Jika Anda mau merenung maka yang demikian itu bukanlah sikap orang yang memiliki akal.



Camkanlah keterangan ini dengan baik.



Ketiga: Seorang raja memiliki kebiasaan dilayani oleh raja-raja lain dan para pembesar. Di hadapannya berdiri para majikan, orang-orang besar dan dilayani oleh para cendekiawan dan ahli hikmah. Orang-orang pandai dan para ulama mengharapkan pujiannya. Para pembesar dan para pemimpin mengawal di depannya.



Seandainya raja semacam ini memberikan izin kepada seorang pedagang pasar atau penduduk desa karena merasa kasihan atau ingin menolongnya, untuk menghadap di hadapannya sehingga mendesak para raja, para majikan, para pembesar dan orang-orang yang mulia, supaya ia bisa melayani dan memujinya. Raja tersebut juga memberikan tempat yang sudah ditentukan di hadapannya serta memandang pelayanannya dengan tatapan senang meskipun pengabdian tersebut masih dirasa kurang. Apakah tidak pantas kalau ada orang yang berkata: Sungguh besar karunia yang diberikan kepada hamba yang rendah ini dari sang raja. Betapa besar pertolongan yang diberikan kepadanya.



Jika hamba yang rendah itu mengungkit-ungkit sang raja atas pengabdian yang masih kurang dan menganggap agung pengabdian tersebut serta merasa kagum dengannya, bukankah orang tersebut teramat bodoh, gila, dan sedikitpun tidak berpikir?



Setelah semua ini dimengerti, maka sesungguhnya Tuhan kita yang Maha Suci adalah Maharaja. Langit, bumi dan seeluruh isinya membaca tasbih untuk-Nya. Tak satupun makhluk yang tiada membaca tasbih dengan memujinya. Dia-lah Dzat yang selalu disembah. Seluruh penghuni langit dan bumi bersujud kepadaNya, baik dengan ketaatan ataupun karena terpaksa.



Pelayan yang berada di sisi-Nya antara lain: Malaikat Jibril Al-Amin, malaikat Mikail, Malaikat Israfil, Malaikat Izrail, para pemikul Aarasy, Malaikat Karubiyyun, Malaikat Ruhaniyyun dan para malaikat lain yang berada tak jauh dari sisi Allah. Dan jumlahnya juga tidak bisa dihitung terkecuali oleh Allah sendiri. Mereka menetap di tempatnya masing-masing yang sangat mulia. Jiwa mereka adalah jiwa yang suci dan ibadah mereka sangat agung.



Makhluk lain yang melayani di sisi-Nya antara lain Nabi . Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad Saw. Seorang pilihan yang terbaik di seluruh alam beserta seluruh nabi dan rasul a.s. Mereka menempati kedudukan yang amat tinggi, memiliki kehormatan yang mulia, berpangkat tinggi dan ibadah mereka juga agung serta amat bernilai.



Setelah itu baru para ulama, para pemimpin yang baik dan orang-orang yang zuhud. Mereka menempati kedudukan yang tinggi dan megah. Tubuh mereka bersih suci dan ibadah mereka pun banyak, murni, dan saling menolong.



Pelayan terrendah yang ada di sisi-Nya antara lain: Raja-raja dunia, dan pemimpin yang semena-mena. Mereka menyungkurkan dagu untuk bersujud dan merasa hina. Mereka melumuri muka dengan debu sambil menunduk, memanjatkan permohonan sambil menangis, meratap dan merendahkan diri. Mereka mengakui kehambaan yang disandangnya hanya untuk Allah, menyadari kekurangan yang ada pada dirinya sambil bersujud dan merendahkan diri sampai suatu saat Allah melihat ke arah mereka, dan dengan anugerahnya Dia memberikan apa yang mereka butuhkan. Atau dengan kemuliaan-Nya Dia memaafkan kesalahan yang mereka perbuat.



Dengan semua keagungan dan kesempurnaan yang dimilikiNya, Dia mau memberikan izin kepada Anda yang hina, penuh cela dan kotor. Padahal seandainya Anda meminta izin kepada seorang kepala desa saja belum tentu ia mengizinkan. Seandainya Anda mengajak bicara kepada seorang bupati, kadang ia tidak mau berbicara dengan Anda. Dan seandainya Anda bersujud di hadapan seorang raja, kadang raja tersebut menolehpun tidak mau.



Sekarang ini, Allah yang Maha Agung memberi izin kepada Anda sehingga Anda boleh menyembah, memuji, dan berbicara dengan-Nya. Kadang Anda mengajukan permohonan. Kadang dengan berbagai alasan Anda berusaha mendapatkan apa yang Anda butuhkan dan bisa menggapai cita-cita.



Kemudian Diajuga rela dengan salat dua rakaat yang masih kurang sempurna dari Anda. Bahkan Dia menyiapkan pahala yang agung bagi keduanya untuk diri Anda. Pahala yang belum pernah terbersit di hati manusia.



Sementara itu Anda masih saja kagum dengan dua rakaat yang belum sempurna tersebut, menganggap bahwa itu suatu amal yang banyak dan agung. Anda tidak melihat bahwa hal itu adalah anugerah dari Allah yang diberikan kepada Anda. Buruk sekali hamba semacam itu. Alangkah bodohnya manusia semacam ini.



Hanya Allah tempat memohon dan mengadu dari kebodohan yang dilakukan oleh nafsu. Dan kepada-Nya aku berserah diri.



Jika dilihat dari segi yang lain, seorang raja yang agung jika memberi izin kepada rakyatnya untuk menyampaikan hadiah, tentu di hadapannya banyak para pemimpin, pembesar, kepala negeri, para bangsawan dan para jutawan yang datang membawa bermacam hadiah berupa permata yang mahal harganya, barangbarang simpanan yang sangat indah serta harta yang banyak jumlahnya. Kemudian jika ada seorang pedagang sayur yang datang membawa seikat sayuran atau seorang penduduk desa yang datang membawa sekeranjang anggur seharga satu keping uang dan masuk ke hadapannya, berdesakan dengan para pembesar dan jutawan yang membawa banyak hadiah serta bagus-bagus. Lalu sang raja mau menerima hadiah dari orang hina tersebut, berkenan melihatnya dengan pandangan menerima dan rela. Kemudian ia memerintahkan bawahannya agar memberikan pakaian yang paling indah kepada orang tersebut serta memberinya kemuliaan. Bukankah hal itu merupakan anugerah dan kemuliaan besar yang diberikan oleh seorang raja?



Kemudian jika orang yang rendah ini mengungkit-ungkit hadiah tersebut kepada sang raja, merasa bangga dengan hadiah itu dan menganggapnya sebagai sesuatu yang berarti serta lupa dengan karunia yang diberikan oleh sang raja, bukankah ia boleh dikatakan sebagai orang yang gila, dungu, tolol, tidak sopan dan teramat bodoh?



Jadi, sekarang jika suatu malam Anda telah selesai mengerjakan salat dua rakaat karena Allah, maka sebaiknya Anda berpikir. Pada malam ini berapa banyak orang yang bangun melakukan salat malam di seluruh pelosok bumi di darat, di laut, di gunung, ataupun di kota-kota. Mereka adalah orang-orang yang istiqamah, jujur, takut kepada Allah, sangat merindukan-Nya, para pejuang (orang yang bersungguh-sungguh) dan juga merendahkan diri. Berapa bnyak amal yang sampai ke hadapanNya pada saat ini berupa amal ibadah yang bersih dan pengabdian yang tulus, yang dihaturkan oleh jiwa-jiwa khusyuk, mulut-mulut yang bersih, mata-mata yang menangis, hati yang penuh takwa, dada yang bersih dan anggota badan yang bertakwa.



Sedangkan salat Anda, meskipun sebenarnya Anda sudah mengerahkan seluruh kekuatan untuk memperbagus, merapikan dan mengikhlaskannya tidak sedikitpun kelihatan bagus di hadapan raja yang Maha Mulia, tidak tampak jelas di tengahtengah ibadah yang dihamparkan di hadapan-Nya. Bagaimana mungkin bisa pantas bila salat tersebut berasal dari hati yang lengah, bercampur aduk dengan berbagai macam cacat, dari badan kotor yang penuh lumpur dosa, berasal dari mulut yang berlepotan maksiat dan hal-hal tak berguna. Pantaskah hal seperti ini dihadapkan pada persembahan yang (agung) semacam ini? Pantaskah hal itu dihadapkan pada penguasa yang Maha Agung?



Guru kami berkata: Wahai orang yang mau berpikir! Renungkanlah. Apakah pantas jika kamu mengirimkan satu di antara salat-salatmu. Sebagaimana kamu mengirim satu macam hidangan ke beberapa rumah orang kaya.

Abu Bakr Al-Warraaq berkata: Setiap kali selesai salat aku merasa sangat malu, lebih malu dari seorang perempuan yang habis melakukan zina.

Kemudian Allah yang Maha Suci dan Mulia, dengan kemurnian, kemuliaan dan anugerah-Nya telah membesarkan derajat salat dua rakaat ini dan menetapkan pahala yang telah Dia janjikan sebagai balasannya. Anda hanyalah seorang hamba Yang berbuat menurut kehendak-Nya, mengerjakan segala sesuatu dengan pertolongan dan kemudahan yang diberikan-Nya. Meski begitu Anda masih saja merasa bangga dan lupa dengan anugerah yang telah diberikan oleh Allah. Sungguh ini adalah sesuatu yang sangat mengherankan. Hal seperti ini tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang bodoh yang tidak bisa berpikir, orang lupa yang sama sekali tidak bisa mengingat atau orang yang hatinya telah mati, kosong dan sedikitpun tidak memiliki niat baik.

Camkanlah hal ini. Kami memohon kepada Allah agar diberi kecukupan yang baik dengan anugerah dan karunia-Nya.

C. Meremehkan Khusyu' dan Istiqamah

Setelah kami menerangkan semua ini, maka bangkitlah dari tidur Anda saat melewati tahapan ini. Bila tidak, maka pasti Anda akan merugi. Sebab tahapan ini amat sulit, berat, pahit dan berbahaya di antara tahapan-tahapan yang menghadang di depan Anda. Buah dari tahapan-tahapan yang Anda lalui akan berakhir di sini. Bila dalam tahapan ini Anda selamat, maka pasti Anda akan beruntung. Dan bila tidak selamat maka sia-sialah usaha yang Anda kerjakan selama ini, sirnalah semua lamunan dan hidup Anda terbuang percuma.

Kemudian yang terpenting adalah bahwa dalam tahapan ini terdapat tiga hal yang harus diketahui:

Pertama, tahapan ini adalah tahapan yang sangat pelik. Kerugian yang ditimbulkan besar sekali dan sangat mengkhawatirkan. Tahapan ini dianggap pelik, karena jalan yang dilalui riya dan ujub amatlah kecil dan bisa terlihat dengan inayah (pertolongan) dari Allah. Hampir tidak nampak kecuali jika dilihat oleh orang yang ilmu agamanya sangat mendalam, mata hatinya terjaga dan juga selalu memelihara diri mereka. Orang-orang yang bodoh suka bermain-main, lalai dan banyak tidur tidak mungkin dapat melihatnya.

Kami pernah mendengar salah seorang guru-guru kami di Naisabur bercerita bahwa ‘Atha’ As-Salami menenun selembar kain yang yang dibuat serapi dan sebagus mungkin. Lalu ia membawa kain tersebut ke pasar dan memperlihatkannya kepada seorang pedagang kain. Seorang pedagang menawarnya dengan harga murah dan berkata: Kain ini memiliki cacat begini dan begini.’Atha’ mengambil kembali kain itu dan duduk sambil menangis sejadi-jadinya. Pedagang tersebut menyesali perkataannya dan mengakui kesalahannya. Kemudian pedagang tersebut memberikan harga berapapun yang beliau minta. ‘ Atha’ pun menjawab: Yang kutangisi bukanlah seperti yang engkau perkirakan. Tapi karena aku telah melakukan pekerjaan ini dengan sungguh-sungguh. Aku berusaha membuat kain ini serapi dan sebagus mungkin sampai aku mengira tidak ada cacatnya. Setelah kain kuperlihatkan pada orang yang ahli (mengetahui cacatnya) tampak masih ada cacat yang terlewatkan karena kelalaianku. Lalu bagaimana jika aku memperlihatkan amal-amalku kelak di hadapan Allah. Berapa banyak cacat dan kekurangan akan terlihat, yang pada hari ini aku melalaikannya?

Diceritakan dari orang saleh. Beliau berkata: Pada suatu malam aku berada di sebuah kamar yang ada di pinggir jalan. Menjelang pagi aku membaca surat Thaha. Setelah selesai aku tertidur sejenak dan bermimpi melihat seseorang turun dari langit membawa sebuah lembaran dan membentangkannya di hadapanku. Di lembaran tersebut terdapat tulisan surat Thaha. Di bawah setiap kalimat terdapat sepuluh kebaikan yang telah ditetapkan kecuali hanya satu kalimat yang terhapus dan di bawahnya tidak terdapat sesuatu. kemudian aku berkata, Demi Allah aku telah membaca kalimat ini dan tidak melihat pahalanya serta pahala tersebut belum ditetapkan. Lalu orang itu berkata, ‘Kamu benar. Kalimat itu telah kamu baca dan kami telah menuliskan pahalanya. Hanya saja terdengar seruan dari balik Arasy Hapuslah tulisan tersebut dan gugurkan pahalanya.Dan kami pun menghapus tulisan itu.

Kemudian aku menangis dalam tidur dan bertanya: Kenapa Anda melakukan semua itu?Orang tersebut menjawab: Ketika Anda sedang membaca ada seseorang yang lewat dan Anda mengeraskan bacaan tersebut karenanya. Maka hilanglah pahala dari bacaan ayat tersebut.Camkan baik-baik.

Tahapan ini dianggap sangat merugikan, karena riya dan ujub adalah penyakit ganas yang terjadi dalam waktu sekejap dan bisa Merusak ibadah yang Anda kerjakan selama tujuh puluh tahun.

Diceritakan bahwa ada seorang lelaki yang menjamu Sufyan Ats-Tsauri dan para sahabatnya. Lelaki tersebut berkata kepada keluarganya: “Bawa kesini talam itu. Jangan talam yang kubawa dari haji yang pertama, tapi ambillah talam yang kubawa dari haji kedua.” Sufyan Ats-Tsauri menatap orang tersebut dan berkata: “Kasihan. Orang ini telah merusak kedua ibadah hajinya dengan kata-kata seperti ini.”

Sisi lain yang merugikan adalah: Sedikit ketaatan yang bebas dari riya dan ujub akan mendapatkan nilai yang tak terhingga dari Allah. Akan tetapi amal yang banyak jika sampai terkena penyakit riya semacam ini, maka hal itu tidak berharga sama sekali, kecuali jika amal tersebut disusul dengan anugerah dari Allah, sebagaimana diceritakan dari sahabat Ali r.a. Beliau berkata: “Pahala amal yang diterima oleh Allah tentu tidak akan berkurang. Lalu bagaimana mungkin amal yang diterima itu berkurang?

An-Nakha’i pernah ditanya tentang amal ini dan itu serta apa yang menjadi pahalanya. Beliau menjawab: “Pahalanya tidak terhitung apabila amal tersebut diterima (oleh Allah).”

Diceritakan dari Wahb. Beliau berkata: “Pada zaman dahulu kala ada seorang lelaki yang beribadah selama tujuh puluh tahun dengan cara berpuasa. Ia hanya berbuka (tidak berpuasa) setiap hari sabtu. Kemudian ia memohon suatu kepentingan kepada Allah, dan permohonan tersebut tidak dikabulkan. Ia pun memaki dirinya sendiri dengan berkata: ‘ Karena kamu, kepentingan itu akan terpenuhi. Seandainya kamu memiliki kebaikan, tentu kebutuhan akan terpenuhi. Kemudian Allah menurunkan malaikat Jibril. Lalu (kepada orang tersebut) Jibril berkata: “Hai anak Adam. Waktu sebentar yang kau gunakan untuk menghina nafsumu lebih baik dari ibadah yang telah kau kerjakan.”



Menurutku (Al-Ghazali) sebaiknya orang yang memiliki akal merenungkan pembicaraan (kisah) ini. Bukankah termasuk bencana jika ada seseorang yang telah bersungguh-sungguh dan dengan susah payah beribadah selama tujuh puluh tahun kemudian ada orang lain yang hanya berpikir sesaat. Dan pada akhirnya pikiran yang hanya sesaat itu lebih utama di hadapan Allah ketimbang ibadah yang dilakukannya selama tujuh puluh tahun. Bukankah sangat rugi bila Anda memiliki waktu sesaat yang nilainya lebih baik daripada tujuh puluh tahun tapi meninggalkanya begitu saja untuk hal yang tidak Anda perlukan? Tentu. Demi Allah halitu adalah kerugian yang sangat besar. Dan jika hal itu dilupakan tentu amat merugikan, karena nilainya yang sangat berharga dan derajatnya sangat tinggi. Anda harus berhatihati dan menjauhinya.



Karena arti semacam inilah pandangan orang-orang yang waspada tertuju pada urusan yang pelik ini. Dan mementingkan rahasia-rahasia semacam ini agar terlebih dahulu mengetahui dan menjauhkan diri darinya sebagai langkah kedua. Mereka tidak merasa kaya dengan banyaknya amal-amal zhahir. Mereka berkata behwa yang penting adalah kejernihan hati bukan banyaknya amal. Mereka juga berkata bahwa sebutir permata lebih baik dari seribu kalung plastik.



Adapun orang-orang yang pengetahuannya dangkal serta tidak jelas dalam melihat hal seperti ini, maka mereka tidak akan mengerti arti semacam ini, melupakan cacat yang ada di hati mereka dan sibuk memayahkan diri dengan rukuk, sujud, menahan diri dari makanan, minuman dan sebagainya. Mereka terbuai dengan jumlah yang banyak dan tidak berpikir tentang anugerah serta kejernihan hati. Buah pala yang banyak tidak akan berguna jika tak ada isinya. Atap yang tinggi tidak akan berarti jika pondasinya tidak diperkuat.



Tidak ada yang memikirkan kenyataan semacam ini selain orang-orang yang beramal karena Allah dan terbuka mata hatinya (orang-orang yang mukasyafah). Hanya Allah yang menguasai petunjuk dengan anugerah-Nya.



Tahapan sangat mengkhawatirkan karena dilihat dari beberapa sisi:



Pertama: Tuhan yang disembah adalah Maharaja yang kemuliaan dan keagungannya tiada batas. Dia telah memberikan hikmat-nikmat yang jumlahnya tidak terhingga, dan Anda hanya memiliki tubuh yang banyak cacat, masih samar (tidak nampak), penuh penyakit dan hal-hal yang menakutkan. Bila Anda terpeleset, sementara nafsu terus mengejar dan Anda harus membuahkan amal yang bersih dan utuh dari badan yang penuh cacat dan nafsu yang cenderung ingin melakukan hal-hal buruk serta mengajak berbuat jahat, untuk dihadapkan ke hadirat Tuhan semesta alam dengan kemuliaan-Nya yang tinggi dan banyaknya pertolongan serta anugerah (yang diberikan)-Nya serta harus menempati keridaan serta penerimaan-Nya. Danjika tidak, maka Anda akan kehilangan keuntungan yang sangat besar dan kadangkadang nafsu Anda tidak akan memberikan toleransi jika sampai tidak mendapatkannya, atau bahkan Anda mendapatkan musibah yang tidak mampu Anda tanggung. Sungguh demi Allah. Ini adalah hal yang amat penting dan pembakar semangat yang sangat besar.



Kemuliaan dan keagungan sang raja (bisa dibuktikan) dengan adanya para malaikat Mugarrabiin yang baik-baik berdiri tegak mengabdi kepada-Nya sepanjang hari. Sampai-sampai di antara mereka ada yang sejak diciptakan sampai saat ini selalu berdiri. Ada yang selalu rukuk, bersujud, membaca tahlil dan tahajud. Malaikat yang berdiri tidak menyempurnakan berdirinya, yang rukuk tidak menyempurnakan rukuknya, yang sujud tidak menyempurnakan sujudnya, yang membaca tasbih tidak menyempurnakan tasbihnya, dan yang membaca tahlil tidak menyempurnakan tahlinya. Masing-masing memanjangkan suaranya sampai terompet kiamat. Kemudian setelah menyelesaikan pengabdian yang besar ini mereka berseru dengan kompak:



Artinya: Maha Suci Engkau. Ya Allah. Kami tidak beribadah kepadamu sebagaimana mestinya.



Rasulullah Muhammad Saw. seorang pemimpin rasul, orang terbaik di jagad raya, dan yang paling alim serta utama dibanding seluruh makhluk, mengatakan:



Artinya Aku tidak mampu menghitung pujian kepada-Mu sebanyak Engkau memuji Dzat-Mu.”



Beliau mengatakan:



Artinya Aku tidak mampu memuji-Mu dengan pujian yang pantas bagi-Mu, apalagi beribadah dengan sesuatu yang pantas bagi-Mu.



Beliau adalah seseorang yang pernah mengatakan:



Artinya Tidak ada seorangpun yang masuk surga karena amalnya. Para sahabat bertanya, Termasuk Anda ya Rasulullah?”Beliau menjawab, Termasuk aku kecuali jika aku diliputi dengan rahmat Allah.



Kenikmatan dan anugerah Allah adalah sebagaimana firmanya:



Artinya Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.(Q.S. An-Nahl: 18)



Juga seperti apa yang telah diceritakan bahwa kelak di hari kiamat manusia akan dikumpulkan sambil membawa tiga catatan: Catatan amal baik, catatan amal buruk dan catatan kenikmatan. Catatan kebaikan diperbandingkan dengan nikmat-nikmat (yang telah diterimanya). Pada setiap satu kebaikan didatangkan satu kenikmatan sampai semua kebaikan menutupi semua kenikmatan. Yang tersisa hanya keburukan serta dosa-dosa dan hal itu terserah pada Allah (diampuni atau tidak).



Mengenai cacat-cacat dan penyakit pada diri seseorang telah kami terangkan di depan di dalam babnya sendiri.



Yang menjadi kekhawatiran adalah: Ada seorang hamba yang telah bersusah payah melakukan ibadah dan mengalami kesulitan selama tujuh puluh tahun dan tidak memperhatikan cacat serta penyakitnya. Bisa jadi tak satupun dari ibadah tersebut yang diterima. Kadang ia bersusah payah selama beberapa tahun dan dirusak oleh (perbuatan yang dikerjakan dalam) waktu sekejap.



Yang lebih mengkhawatirkan dari semua itu adalah jika Allah melihat seorang hamba yang berbuat riya kepada orang lain dengan ibadah dan pengabdian yang dikerjakannya. Yaitu secara lahir dilakukan karena Allah, tapi secara batin dilakukan karena orang lain. Lalu Allah mengusir orang tersebut sampai ia tidak menemukan jalan untuk kembali.



Semoga Allah melindungi kita semua.



Aku pernah mendengar bahwa ada seorang ulama yang bercerita tentang Hasan Al-Bashri setelah beliau wafat. Di dalam mimpi beliau ditanya tentang keadaan yang dialaminya. Beliau menjawab: Allah menempatkan diriku di hadapan-Nya. Lalu Dia berfirman Hai Hasan! Apakah kamu masih ingat? Suatu saat kamu salat di dalam masjid. Tiba-tiba orang-orang melayangkan pandangan mereka kepadanu, lalu kamu menambah kebaikan salatmu. Seandainya tidak karena niatmu yang murni karena Aku pada saat memulainya, tentu sudah kuusir kamu dari sisi-Ku dan kuputuskan hubunganmu denganKu satu kali.



Karena urusan ini secara umum amat rumit dan sukar, maka orang-orang yang waspada merenung dan mengkhawatirkan diri mereka. Sampai-sampai ada di antara mereka yang tidak menoleh pada amal-amal yang terlihat oleh orang lain.



Dikisahkan juga bahwa Rabiah Al-Adawiyah berkata: Amalamal yang tampak pada diriku tidak kuperhitungkan sedikitpun.



Ulama yang lain berkata: Simpanlah (rahasiakan) amal-amal baikmu seperti kamu merahasiakan amal-amal buruk.



Yang lain lagi mengatakan: Jika kamu mampu membuat tempat menyembunyikan amal baik maka lakukanlah.



Diceritakan pula bahwa Rabiah Al-Adawiyah pernah ditanya: Dengan amal apa Anda sering berharap?Beliau menjawab: Dengan keputusasaanku (tidak adanya harapan) pada amal yang paling besar.



Diceritakan juga bahwa Muhammad bin Waasi berkumpul dengan Malik bin Dinar. Malik berkata: Tiada pilihan lain, taat kepada Allah atau neraka.Muhammad bin Wasi’ berkata: Tiada yang lain, rahmat Allah atau neraka.Maka Malik bin Dinar pun berkata: Mengagumkan sekali. Aku amat membutuhkan guru yang seperti Anda.



Diceritakan dari Yazid Al-Bushthami. Beliau berkata: “Aku telah bersusah payah menjalankan ibadah selama tiga puluh tahun. Lalu aku melihat seseorang yang berkata kepadaku: Hai Abu Yazid! Gudang-gudang penyimpanan Allah telah penuh dengan ibadah. Jika kamu ingin wushuul (sampai) kepada-Nya, hendaklah kamu selalu merendahkan diri dan merasa butuh.



Kami juga mendengar Al-Ustadz Abu Al-Hasan menceritakan Al-Ustad Abu Al-Fadhl. Abu Al-Fadhl berkata: Sebenarnya akau tahu kalau ketaatan yang kulakukan tidak diterima di sisi Allah.Lalu beliau ditanya: Kenapa bisa begitu?Beliau menjawab: Karena aku sudah mengetahui apa saja yang diperlukan oleh ketaatan tersebut agar bisa diterima dan aku tahu kalau aku tak dapat melakukannya. Karena itulah aku menjadi tahu kalau ketaatan itu tidak diterima.



Beliau ditanya lagi: Kenapa Anda tetap melakukannya?



Jawab beliau: Siapa tahu pada suatu hari Allah menjadikannya baik untukku dan aku pun telah terbiasa berbuat baik sehingga tidak perlu membiasakan dari awal.

Inilah keadaan mereka, yakni para ulama yang ahli bermujahadah, memiliki kekhawatiran, dan maju dalam bidang agama.



Sebaiknya Anda menjadi orang yang (ciri-cirinya) seperti dikatakan oleh seorang penyair:



Carikan teman untuk dirimu selain mereka

yang putus asa dan gagal meraih cita-cita.

Teramat jauh jika dengan kemalasan kamu ingin menyusul para pemimpin

yang telah menyusahkan diri dan beruntung bisa menghadap kepada (Allah).



Aku berpikir untuk meletakkan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ash-Shaadiq wal mashduuq Muhammad. Semoga rahmat dan salam Allah diberikan kepada beliau dan para keluarganya. Kami menerangkan hadis itu di dalam lebih dari satu kitab.



Diceritakan dari Ibnul Mubarak bahwa ada seorang lelaki bernama Khalid bin Ma dan berkata kepada Mu’adz: Tolong ceritakan sebuah hadis yang Anda dengar dari Rasulullah Saw. yang Anda hapal dan selalu ingat mengenai kelemah lembutan dan kekerasan pemikiran beliau.



Mu’adz menjawab: Baikah.Kemudian lama sekali beliau menangis. Lalu beliau mengucapkan kata rindu kepada Rasulullah dan sangat ingin bertemu dengan beliau, lalu berkata:



Artinya: “Pada suatu hari aku berada di sisi Rasulullah Saw. Tibatiba beliau menaiki seekor onta dan menyuruhku agar duduk di belakang beliau. Kami berjalan. Beberapa waktu kemudian beliau mengangkat pandangan ke arah langit dan bersabda, Segala puji bagi Allah yang menentukan apa saja yang Dia kehendaki untuk para makhluk-Nya, hai Mu’adz!’ Aku menjawab, “Benar sekali. Ya Rasululllah.’ Beliau bersabda, ‘Aku akan menceritakan sebuah kisah.



Jika kamu menghapalnya maka kisah tersebut akan bermanfaat bagimu. Dan jika kamu menyia-nyiakannya maka kamu tak lagi memiliki hujjah di hadapan Allah.



Hai Mu ‘adz. Sesungguhnya Allah telah menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan beberapa langit dan bumi. Setiap langit memiliki penjaga pintu yang berjaga-jaga. Lalu Dia menciptakan malaikat yang menjaga semua pintu langit sesuai dengan ukuran pintu dan keagungannya.



Suatu saat malaikat hafazhah naik sambil membawa amal seorang hamba. Amal tersebut memiliki cahaya bagai matahari. Mereka membawa amal tersebut ke langit dunia dan menganggap bahwa amal tersebut sudah banyak serta bersih. Setelah sampai di depan pintu, seorang malaikat berkata kepada beliau, Pukulkan amal ini ke muka pemilikinya. Aku adalah malaikat yang menjaga gunjingan. Tuhan memerintahkan aku agar tidak membiarkan amal orang yang menggunjing melewatiku.’



Keesokan harinya malaikat hafazhah membawa amal baik yang bercahaya dan mereka anggap telah banyak lagi bersih. Sesampainya di pintu langit kedua, seorang malaikat berkata, Stop! Pukulkan amal ini ke muka pemilikinya. Karena dengan amal ini ia mengharapkan harta dunia. Tuhan memerintahkan aku agar tidak membiarkan amal orang tersebut melewatiku.”



Para malaikat mengutuk orang tersebut sampai sore hari.



Kemudian malaikat hafazah membawa amal hamba tersebut dengan girang karena di dalamnya ada sedekah, puasa dan banyak sekali kebaikan. Mereka menganggap amal itu sudah banyak dan bersih. Setelah sampai di pintu langit ketiga, malaikat penjaga pintu berkata, Stop! Pukulkan amal ini ke muka pemilikinya. Aku adalah malaikat yang menjaga kesombongan. Tuhan memerintahkan aku agar tidak membiarkan amal orang tersebut melewatiku. Sesungguhnya orang tersebut merasa sombong di hadapan orang banyak pada setiap majlismajlis mereka.”



Kemudian malaikat hafazah membawa amal hamba tersebut yang bercahaya bagaikan bintang bersinar terang. Amal tersebut bergemuruh dan membaca tasbih. Amal itu berisi puasa, salat, haji, dan umrah. Setelah sampai di pintu langit keempat, malaikat penjaga pintu berkata, Stop! Pukulkan amal ini ke muka pemilikinya. Aku adalah malaikat yang menjaga ujub. Tuhan memerintahkan aku agar tidak membiarkan amal orang tersebut melewatiku. Karena sesungguhnya jika beramal, ia juga memasukkan perasaan ujub (bangga) ke dalamnya.”



Kemudian malaikat hafazah membawa amal hamba tersebut dengan cepat seperti pengantin perempuan yang dibawa ke rumah suaminya. Sesampainya di pintu langit kelima dengan membawa amal baik berupa jihad, haji dan umrah, yang bersinar seperti matahari, seorang malaikat mengatakan, “Aku penjaga sifat hasud. Sesungguhnya ia selalu iri dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain karena kemurahan-Nya. Dia juga benar-benar tidak menyukai apa yang diridai oleh Allah. Tuhan memerintahkan aku agar tidak membiarkan amal orang tersebut melewatiku.’



Kemudian malaikat hafazah naik membawa amal hamba tersebut berupa wudu yang sempurna, salat yang banyak jumlahnya, puasa, haji dan umrah. Setelah mereka berhasil membawa amal baik tersebut sampai ke pintu keenam, seorang malaikat penjaga pintu mengatakan, “Aku penjaga rahmat. Pukulkan amal ini ke muka pemiliknya, karena ia sama sekali tidak merasa kasihan kepada seorangpun. Jika ada orang terkena musibah dia malah merasa gembira karenanya. Oleh karena itu Tuhan memerintahkan aku agar tidak membiarkan amal orang tersebut melewatiku.’



Kemudian malaikat hafazah membawa amal hamba tersebut berupa nafkah yang berjumlah banyak, puasa, salat, jihad, dan wara’. Amal itu menggelegar bagaikan suara petir dan bersinar seperti kilat. Sesampainya di pintu langit ketujuh, malaikat penjaga pintu berkata, ‘Aku penjaga sifat sum’ah (ingin menonjolkan diri dan terkenal di tengah masyarakat). Orang yang memiliki amal ini ingin terkenal di tempat-tempat pertemuan, berkedudukan tinggi di hadapan para sahabat, dan ingin mulia di hadapan para pembesar. Tuhan memerintahkan aku agar tidak membiarkan amal orang tersebut melewatiku.’



Setiap amal yang tidak tulus karena Allah adalah riya. Sementara itu Dia juga tidak menerima amal orang yang berbuat riya. Kemudian malaikat hafazah naik kembali membawa amal hamba tersebut seperti salat, zakat, puasa, haji, umrah, pekerti yang mulia, diam, dan dzikir (kepada) Allah. Amal tersebut diantarkan oleh malaikat tujuh langit sehingga melintasi semua dinding penutup dan berhenti di hadapan Tuhan yang Maha Agung. Mereka memberikan kesaksian bahwa amal tersebut baik dan diikhlaskan bagi Allah. Lalu Allah berfirman, “Kamu semua adalah para penjaga amal hamba-Ku. Dan Aku adalah Dzat yang selalu mengawasi isi hatinya. Sesungguhnya ia tidak menginginkan Aku dengan amal ini, melainkan menginginkan orang lain. Dia tidak ikhlas karena Aku, sedangkan Aku lebih mengetahui apa yang dia inginkan dengan amalnya. Dia berhak mendapat laknat-Ku. Dia bisa menipu keturunan Adam serta menipu kamu semua, tapi tidak bisa menipuku. Aku Maha tahu dengan hal-hal gaib, melihat segala isi hati. Bagiku tidak ada hal yang samar. Pengetahuan-Ku terhadap hal yang telah terjadi sama dengan pengetahuan-Ku terhadap hal yang akan terjadi. Ilmu-Ku terhadap hal yang sudah berlalu sama dengan ilmu-Ku terhadap hal yang akan datang. Ilmu-Ku tentang orang-orang terdahulu sama dengan ilmu-Ku tentang orang-orang yang hidup di kemudian han. Aku mengetahui segala rahasia dan hal-hal yang tidak terlihat. Bagaimana mungkin seorang hamba bisa menipu-Ku dengan amalnya? Ia hanya bisa menipu para makhluk yang tidak tahu. Sedangkan Aku Maha Mengetahui hal-hal gaib. Dia berhak menerima laknat-Ku.



Kemudian malaikat yang berjumlah 3007, yang mengantarkan amal tersebut berkata, Ya Tuhan kami! Semoga ia mendapatkan laknat Anda dan laknat kami.”



Dan penduduk langit berkata, Semoga ia mendapatkan laknat dari Allah dan laknat dari seluruh makhluk yang bisa melaknati.”Kemudian Mu’adz menangis tersedu-sedu seraya berkata, Ya Rasulullah! Bagaimana caranya agar kami bisa selamat dari apa yang Anda katakan tadi?”



Rasulullah menjawab, Hai Mu’adz! Ikutilah keyakinan nabimu.”

Aku (Mu’adz) berkata, “Anda adalah utusan Allah. Sedangkan aku Mu’adz bin Jabal. Bagaimana aku bisa selamat?



Rasulullah berkata, “Benar kamu Mu’adz!. Jika ada kekurangan pada amalmu, maka jauhkanlah lisanmu dari membicarakan keadaan orang lain, lebih-lebih dari para penghapal Al-Qur’an. Sebaiknya kamu mengembalikan keadaan mereka pada kekurangan yang kau dapati pada dirimu sendiri. Jangan membersihkan diri dengan mencela saudara-saudaramu. Jangan mengangkat derajatmu dengan merendahkan saudara-saudaramu. Jangan memperlihatkan amalmu agar dikenal banyak orang. Jangan tenggelam ke dalam urusan dunia yang bisa membuatmu lupa dari urusan akhirat. Jangan bicara berdua dengan seseorang jika di sampingmu ada orang lain. Jangan merasa besar di hadapan banyak orang sehingga kebaikan dunia dan akhiratmu terputus. Jangan berkata buruk dalam suatu majlis sehingga mereka meninggalkanmu karena pekertimu yang buruk. Jangan mengungkit-ungkit orang lain dan mencabik-cabik hati mereka sehingga kelak kamu akan dicabik-cabik oleh anjing-anjing jahannam. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah Swt.: “Demi anjing yang mencabik-cabik dengan cabikan yang sebenarnya.(An-Naazi’aat: 2).



Allah berfirman bahwa anjing-anjing itu mencabik daging dari tulangnya.



Aku (Mu’adz) berkata, ‘Ya Rasulullah! Siapa yang mampu melakukan semua ini?”

Rasulullah menjawab, “Hai Mu’adz! Semua yang kukatakan kepadamu teramat mudah bagi orang yang diberi kemudahan oleh Allah. Sedangkan kamu cukup melakukannya dengan cara mencintai orang lain seperti mencintai dirimu sendiri dan membenci sesuatu yang menimpa mereka seperti halnya jika hal tersebut menimpa dirimu. Dengan demikian kamu akan selamat.



Khalid bin Ma’dan berkata: Dalam setiap majlis (pertemuan)nya Mu’adz bin Jabal lebih banyak membaca dan menerangkan hadis ini ketimbang Al-Qur’an.



Jika Anda mendengar hadis ini atau diberi tahu seseorang tentang hadis yang kisahnya agung, sangat mengkhawatirkan, dan pengaruh yang ditimbulkannya amat pedih ini, cerita yang bisa membuat hati terbang melayang, pikiran bingung dan dada serasa sempit saat menampungnya serta orang-orang mengeluh karena cerita tersebut menakutkan, maka sebaiknya Anda memohon perlindungan kepada Majikan Anda, yakni Penguasa alam semesta. Tetaplah berada di pintu (yang menuju kepada)Nya, dengan kerendahan hati, tangis sepanjang malam dan di ujung hari, bersama dengan orang-orang yang merendahkan diri serta berdoa. Karena tidak mungkin selamat dari urusan ini kecuali dengan rahmat-Nya. Dan tidak mungkin terbebas dari lautan ini kecuali dengan pertolongan dari-Nya. Bangkitlah dari tidur orangorang yang lalai. Lakukan segala sesuatunya dengan benar. Perjuangkan nafsumu demi meniti tahapan yang mengkhawatirkan ini. Siapa tahu Anda tidak binasa bersama orang-orang yang binasa.



Hanya Allah tempat memohon pertolongan dalam segala hal. Dia-lah sebaik-baik penolong. Dia Maha Tinggi. Lebih pengasih di antara para pengasih. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur lagi Maha Agung.



Pendek kata, jika Anda merenung dengan baik dan melihat ketinggian derajat ketaatan kepada Allah serta ketidakmampuan seluruh makhluk, keterbatasan dan kebodohan mereka, maka sebaiknya Anda tidak menggubris mereka. Jangan terpancang dengan sanjungan, pujian, dan pengagungan mereka, karena semua itu tiada artinya. Jangan menginginkan sesuatupun dari mereka dengan menggunakan ketaatanmu. Dan jika kamu melihat betapa kejinya dunia, betapa hina dan cepat-musnah, maka janganlah kamu mengingikannya dengan menggunakan ketaatanmu kepada Allah. Katakan pada nafsumu sendiri: Hai nafsu! Sanjungan dan ungkapan terimakasih dari Allah lebih baik ketimbang sanjungan yang diberikan oleh makhluk-makhluk yang lemah dan bodoh. Mereka tidak mengetahui derajat amalmu serta apa saja yang kau rasakan di dalamnya. Mereka tidak memenuhi hak-hak yang semestinya kau peroleh dengan amalmu. Bahkan kadang-kadang mereka lebih mengutamakan orang-orang yang sebenarnya memiliki derajat di bawahmu dengan memberikan Seribu derajat, menyia-nyiakanmu yang sedang sangat membutuhkan serta melupakanmu. Meskipun mereka tidak melakukan semua itu, apa yang mereka miliki? Mereka juga berada dalam genggaman kekuasaan Allah yang akan memperlakukan mereka menurut kehendak-Nya. Hai nafsu! Jangan sia-siakan kemuliaan taatmu karena mereka. Jangan sampai kehilangan sanjungan-Nya yang penuh kemuliaan. Dan jangan sampai kehilangan anugerah Allah yang akan menjadi simpanan (bagimu).



Benar sekali seorang penyair yang mengatakan:



Mata yang tadak tidur semalaman untuk selain Engkau tiada gunanya.

Dan tangisan selain karena kehilangan selain Engkau akan sia-sia.

Katakan pada nafsumu!: Hai nafsu! Mana yang lebih baik, surga yang abadi ataukah berlumur keharaman dunia serta halhal tak berguna yang mudah rusak? Sementara itu ketaatan yang kamu lakukan mampu menghasilkan kenikmatan yang abadi. Jangan menjadi orang yang bercita-cita rendah, berkeinginan tidak baik, dan berbuat hina. Apakah kamu tidak pernah melihat seekor merpati yang bisa terbang tinggi? Bagaimana harganya menjadi mahal dan kedudukannya meningkat?



Angkatlah cita-citamu setinggi langit. Dan murnikan hatimu untuk Allah yang Esa dan menguasai segala urusan. Jangan siasiakan ketaatanmu untuk mendapatkan sesuatu yang tiada berarti.



Begitu pula jika Anda merenung dengan baik dan melihat pertolongan serta anugerah-anugerah Allah yang agung, yang diberikan kepada Anda menjalankan ketaatan.



Mula-mula Dia memberi Anda kesempatan dan sarana untuk mengerjakannya. Kemudian menghilangkan berbagai rintangan sampai Anda selesai mengerjakannya sebagai langkah kedua. Langkah ketiga adalah mengistimewakan Anda dengan taufik dar pertolongan, memberi jalan yang mudah dan menghiaskannya di hati Anda sehingga Anda bisa mengerjakannya.



Kemudian dengan keagungan yang dimiliki-Nya, ketidakbutuhan-Nya pada ketaatan, dan banyaknya kenikmatan yang Dia berikan kepadamu, Dia juga masih menukar amal yang sedikit itu dengan sanjungan yang berlebihan dan pahala besar, yang sebenarnya kamu tidak berhak mendapatkannya sebagai langkah keempat.

Ditambah lagi Allah masih memuji Anda, menyanjung dengan sanjungan yang berlebih serta mencintaimu hanya karena amal yang sekecil itu sebagai langkah kelima.



Semua ini tak lain hanya karena anugerah-Nya yang agung. Jika tidak, apa hak Anda mendapatkan semua ini? Seberapa tinggi derajat amal Anda yang hina dan penuh cacat ini?



Hai nafsu! Ingatlah semua anugerah Tuhanmu yang Maha Mulia, yang membuatmu menjadi baik dengan ketaatan ini. Kamu harus merasa malu jika menengok pada amalmu. Tapi lihatlah karunia dan anugerah Allah yang diberikan kepadamu dalam keadaan apapun.



Setelah berhasil melakukan ketaatan ini, janganlah kamu menyibukkan diri selain merendah dan memohon agar Dia berkenan menerimanya.

Apakah kamu tidak mendengar ucapan kekasih-Nya (Nabi) Ibrahim sesudah beliau menyelesaikan pengabdiannya dengan membangun Ka’bah? Bagaimana beliau memohon anugerah Allah agar pengabdiannya diterima? Beliau berdoa begini:



Artinya: Ya Tuhan kami! Terimalah (amal ini) dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.



Setelah selesai berdoa, beliau memohon begini:



Artinya: Ya Tuhan kami! Terimalah permohonan kami.



Bila Allah berkenan memberi anugerah kepadamu dengan menerima dagangan (amal) yang campur aduk ini, berarti Dia menyempurnakan kenikmatan dan membesarkan anugerah-Nya. Alangkah untungnya, alangkah mulianya, alangkah agungnya, alangkah luhurnya, dan betapa terhiasnya dirimu. Karena bagimu semua itu adalah mahkota, kenikmatan, simpanan, dan kemuliaan.



Dan bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka betapa ruginya, betapa kamu tertipu dan terhalang. Karena itu bersungguhsungguh dan sibukkanlah dirimu dengan hal seperti ini. Dan jika kamu tekun melakukan semuanya, mengulangnya dalam hati pada saat selesai mengerjakan ketaatan serta memohon pertolongan kepada Allah, niscaya Dia akan memalingkan kamu dari melihat semua makhluk dan diri sendiri, dari kesibukanmu dengan kesombongan dan kebanggaan, membangkitkan dirimu untuk tulus dan ikhlas karena Allah dalam menjalani ketaatan, dan selalu mengingat Allah dalam segala keadaan.



Kamu juga akan berhasil melakukan ketaatan yang lebih bisa diharapkan, lebih bersih, dan tidak memiliki kekurangan. Mendapatkan kebaikan yang murni, tiada campuran di dalamnya, dan ibadah yang diterima tak kurang sedikitpun.



Bahkan ketaatan semacam ini meski hanya dilakukan sekali seumur hidup, maka pada hakekatnya hal itu amatlah banyak.



Sumpah demi hidupku. Sesungguhnya meski amal itu jumlahnya hanya sedikit tapi amat berarti, kedudukannya tinggi, sangat bermanfaat dan pada akhirnya menjadi harum.



Adakah hadiah yang lebih mulia ketimbang yang diberikan oleh Penguasa alam semesta? Adakah usaha yang lebih mulia ketimbang usaha yang dipuji oleh Dzat yang memenuhi segala kebutuhan orang-orang yang sangat memerlukan, dan disanjung oleh Penguasa alam semesta? Adakah harta perniagaan yang lebih tinggi nilainya dari harta perniagaan yang dipilih serta diridai oleh Penguasa alam semesta?



Renungkanlah! Hai orang-orang yang perlu dikasihani! Berhati-hatilah. Jangan sampai kamu termasuk orang-orang yang merugi.



Jika semuanya telah berjalan seperti keterangan yang tersebut di atas berarti Anda termasuk orang-orang yang memurnikan amal karena Allah, merasa takut kepada-Nya, mengingat anugerah-Nya dan lagi diridai oleh-Nya.



Anda telah melewati tahapan yang menakutkan ini dan selamat dari bahayanya. Anda adalah orang yang lebih dulu mendapatkan kebaikan dan buah ketaatan, serta mendapat kebahagiaan untuk selamanya, dengan kemuliaan dan keberuntungannya.

Hanya Allah yang memberikan taufik dan pemeliharaan dengan anugerah dan kemuliaan-Nya.



Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.[alkhoirot.org]

LihatTutupKomentar