Bab 6: Tujuh Golongan Mendapat Naungan dari Allah

Tujuh Golongan Mendapat Naungan dari Allah Tujuh golongan, mereka akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan: Arasy kelak di hari tiada naungan melain

Tujuh Golongan Mendapat Naungan dari Allah

 Nama kitab:  Terjemah Nashaihul Ibad, Nashoihul Ibad (kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)
Judul kitab asal: Nashaih Al-Ibad fi Bayani Munabbihat li Yaumil Ma'ad li Ibn Hajar Al-Asqalani ( نصائح العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد لابن حجر العسقلاني)
Ejaan lain:  Nashoih Al-Ibaad
Pengarang: Nawawi bin Umar al-Bantani Al-Jawi Al-Indunisi (محمد نووي بن عمر بن عربي بن علي  الجاوي  البنتني الإندونيسي)
Nama yang dikenal di Arab: محمد نووي بن عمر الجاوي
Kelahiran: 1813 Masehi; 1230 H,   Tanara, Banten, Indonesia
Meninggal: 1897 M;  1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H /22 Februari 1274 M
Penerjemah:
Bidang studi: Tasawuf, Akhlaq
Guru Nawawi Banten antara lain: Khatib asy-Syambasi, Abdul Ghani Bima, Ahmad Dimyati, Zaini Dahlan, Muhammad Khatib, KH. Sahal al-Bantani, Sayyid Ahmad Nahrawi, Zainuddin Aceh
Murid Nawawi Banten antara lain: KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Khalil Bangkalan, KH. Asnawi Kudus, KH. Mas Abdurrahman, KH. Hasan Genggong, Sayid Ali bin Ali al-Habsy

Daftar isi
  1. BAB VI NASIHAT TENTANG TUJUH PERKARA 
    1. Tujuh Golongan Mendapat Naungan dari Allah
    2. Orang Bakhil Diancam oleh Tujuh Perkara
    3. Tujuh Sebab Akibat Buruk yang Merusak Hati
    4. Tujuh Kalimat dalam Harta Terpendam dan Dua Anak Yatim pada Zaman Nabi Musa as
    5. Tujuh Perkara Melebihi Keadaan
    6. Tujuh Pandangan Nabi saw Tentang Dunia
    7. Tujuh Wasiat Jibril kepada Nabi saw
    8. Tujuh Orang yang Dimurkai Allah pada Hari Kiamat
    9. Tujuh Orang Termasuk Mati Syahid
    10. Tujuh Hal yang Harus Dipilih oleh Orang yang Berakal
  2. Download Terjemah Nashoihul Ibad (pdf)
  3. Kembali ke: Terjemah Nashaihul Ibad

BAB VI NASIHAT TENTANG TUJUH PERKARA

Dari Abu Hurairah r.a.: dari Nabi saw., beliau bersabda:

“Tujuh golongan, mereka akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan: Arasy kelak di hari tiada naungan melainkan naungan Allah, yaitu: Imam yang adil, pemuda yang tumbuh beribadah kepada Allah swt., – orang yang zikir kepada Allah swt. di kesepian sampai bercucuran air matanya karena takut kepada Allah, orang yang jiwanya tertambat pada mesjid, bila ia keluar dari mesjid seraya kembali lagi, orang yang. memberikan sedekah secara diam-diam sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kanannya itu, dua orang yang saling menyayangi karena Allah, berkumpul dan berpisah karena Allah, serta laki-laki yang diajak perempuan cantik (untuk berbuat mesum dengannya), maka dia a menolaknya dan mengatakan, sungguh aku takut kepada Allah swt.”

Imam yang adil di sini ialah setiap orang yang menangani urusan umat Islam, baik para pejabat maupun hakim.

Orang yang beribadah dari usia muda, di sini dikhususkan kepada Pemuda, karena dia tempat bergejolak syahwat.

Orang yang ingat kepada Allah dengan lisannya atau dengan har dalam keadaan menyendiri, tidak dilihat selain oleh Allah. Air matany, Meleleh karena takut kepada Allah.

Orang yang jiwanya tertambat di mesjid, yakni hatinya sangat menyenangi mesjid, dan selalu berjamaah di mesjid.

Orang yang memberikan sedekah secara diam-diam, sehingga seolah. olah tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kanannya, yakni kalau tangan kiri diumpamakan sebagai orang yang bangun, maka dia tidak mengetahui sedekah tangan kanan karena tersembunyi. : Menurut pendapat lain, yang dimaksud adalah manusia.

Dua orang yang saling menyayangi karena Allah, bukan karena tujuan duniawi. Mereka menjalin kasih sayang sampai meninggal dunia.

Laki-laki yang menolak ajakan perempuan cantik untuk berbuat maksiat, karena takut kepada Allah.

Mereka semua itulah yang kelak pada hari Kiamat akan mendapatkan naungan dari Allah swt.

Abu Syamah menuturkan tujuh golongan tersebut dalam gubahan nazham pada Bahar Thawil, sebagai berikut:

Bersama Nabi yang mulia

Sungguhnya ada tujuh golongan

Allah meletakkan mereka di bawah naungan-Nya

Orang yang menyayangi dan orang yang menjaga diri pemuda (gemar beribadah) dan orang yang suka memberi

orang menangis, dan orang salat (di mesjid Ilahi)

juga pemimpin yang adil.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:

“Orang bakhil tidak akan terhindar dari tujuh hal: Ia mati, kemudian hartanya diwarisi oleh orang yang membelanjakannya untuk keperluan di luar yang diperintahkan Allah: ia dikuasai oleh penguasa jahat yang merampas hartanya setelah menyakitinya dulu: Allah membangkitkan nafsu syahwatnya, sehingga memusnahkan hartanya: ia sendiri mempunyai kemauan membangun atau memugar bangunan di tempat rawan, yang menyebabkan hartanya musnah, ia tertimpa musibah duniawi semacam kebanjiran, kebakaran atau kecurian dan sebagainya, ia terserang penyakit abadi, hingga habis untuk biaya berobatnya: atau mungkin ia menanam hartanya dalam suatu lokasi, kemudian lupa letak tempatnya dan tidak dapat menemukannya kembali.”

Atau mungkin ia mati sebelum sempat memberikan kepada orang lain, di mana letak hartanya itu disimpan, sehingga harta hilang tanpa bekas, karena tiada ahli waris yang mengetahuinya.

Demikianlah tujuh kemungkinan yang kenyataannya dapat membuktikan seluruhnya. Semoga Allah melindungi kita dari sikap bakhil.

Umar r.a. berkata:

“Siapa banyak tertawa, maka sedikit wibawanya, siapa meremehkan manusia, maka ia diremehkannya: siapa banyak-banyak melakukan sesuatu, maka ia dikenal oleh ahli sesuatu itu: siapa banyak bicaranya, maka banyak pula salahnya, siapa banyak salahnya, maka ‘sedikit perasaan malunya: siapa sedikit perasaan malunya, maka sedikit pula – wira’inya, dan siapa yang sedikit wira’inya, maka matilah hatinya.”

Tujuh sebab akibat buruk, yaitu:

Pertama, orang yang banyak tertawa, maka hilang wibawanya dan orang lain tidak menghormatinya. Abu Dzar Al-Ghifari berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Janganlah banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya muka”

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda:

 “Senda gurau adalah tipu daya dari setan dan tipu muslihat dan hawa nafsu.”

Umar bin Abdul Aziz berkata: “Jauhilah bersenda gurau, karena senda gurau adalah pekerjaan orang yang dungu, yang dapat mengakibatkan. iri.

Selain itu, Al-Mawardi berkata dalam bait syairnya:

Sungguh …..

bergurau itu awal mulanya manis

tetapi pada akhirnya permusuhan

Orang yang mulia akan benci pada senda gurau

sedang orang yang dungu senang melakukannya

Kedua, orang yang menyepelekan orang lain, maka dia disepelekan.

Ketiga, orang yang berbuat sesuatu, maka akan terkenal, seperti perkataan Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a:

“Harga diri seseorang terletak pada keahliannya.”

Keempat, orang yang banyak bicara, maka banyak kesalahannya. .Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Sesungguhnya manusia yang paling banyak dosanya pada hari Kiamat, adalah yang paling banyak membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagi dirinya”

Ibnu Nashr). Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Lisan akan disiksa dengan suatu siksaan yang tubuh pun tidak akan disiksa dengan siksaan itu, lalu lidah berkata: “Wahai, Tuhanku, mengapa Engkau menyiksaku dengan suatu siksaan yang Engkau tidak menyiksa pada tubuh?” Maka dijawab: ‘Karena telah keluar perkataan darimu yang telah sampai ke Timur dan Barat, dengan perkataanmu itu mengalir darah yang haram. Demi kemuliaan-Ku, Aku akan menyiksamu dengan suatu siksaan yang Aku tidak menimpakannya pada tubuh sedikit pun’.” (H.R. Abu Nu’aim).

Kelima, orang yang banyak salahnya, maka sedikit malunya. Sebagian hukama berkata:

“Barangsiapa yang memakai baju malu, maka orang lain tidak bakal melihat nodanya.”

segolongan pujangga berkata:

“Hidupnya wibawa dengan punya rasa malu, sebagaimana hidupnya pohon dengan air.”

Saleh bin Abd. Qudus mendendangkan syairnya dalam Bahar Thawil sebagai berikut:

 “Apabila telah sedikit air mukanya (wibawanya), maka sedikit pula rasa malunya, tidak ada keindahan pada muka jika sedikit air mukanya, Jagalah rasa malumu sungguh rasa malu menunjukkan pekerjaan yang mulia.”

Keenam, orang yang sedikit malunya, maka sedikit wira’inya. Wira’i adalah menjauhi perkara yang subhat karena takut terjerumus pada yang haram.

Ketujuh, orang yang sedikit wira’inya, maka mati hatinya, yaitu dia tidak akan menerima peringatan. Orang yang paling jauh dari Allah, ialah orang yang keras hatinya.

Allah swt. berfirman:

” ternyata di bawahnya terdapat kanzun (simpanan) untuk mereka (dua anak yatim) dan ternyata ayah mereka adalah orang saleh.” (Q.S. Al-Kahfi: 82)

Dua anak yatim ini bernama Ashram dan Sharim, sedang ayah mereka yang dinyatakan sebagai orang saleh tersebut, bernama: Kaasyih.

Dalam masalah kanzun ini, diriwayatkan dari Utsman bin Affan r.a., beliau menjelaskan:

“Kanzun adalah lempengan emas yang tertulis padanya tujuh kalimat:

– Saya heran kepada orang yang tahu akan mati, namun dia tertawa.

– Saya heran kepada orang yang tahu bahwa dunia rusak, namun dia menyenanginya.

– Saya heran kepada orang yang tahu bahwa semua urusan sesuai dengan ketetapan Allah, namun dia masih bingung karena urusan – Saya heran kepada orang yang telah mengetahui adanya hisab, namun dia mengumpulkan harta.

– Saya heran kepada orang yang telah mengetahui adanya neraka, tapi ia malah berbuat dosa.

– Saya heran kepada orang yang telah mengetahui secara yakin “adanya surga, tetapi ia bersenang-senang dengan dunia.

– Dan saya heran kepada orang yang telah mengetahui setan sebagai musuh, tetapi ia justru menaati ajakannya.

Kepada Ali bin Abi Thalib -karramallahu wajhahuditanyakan hal-hal sebagai berikut:

“Apakah yang lebih berat dibanding langit? Apa yang lebih luas daripada | bumi? Apa yang lebih kaya dibanding laut? Apa yang lebih keras daripada batu? Apa yang lebih panas dibanding api? Apa yang lebih dingin daripada air zamharir? Apa yang lebih pahit dibanding racun?”

Kemudian beliau menjawab sebagai berikut: |

“Berbuat bohong kepada makhluk lebih berat daripada langit. Yang hak (benar) lebih luas daripada bumi. Hati yang qanaah lebih kaya  daripada laut, hati orang munafik lebih keras daripada batu, penguasa yang zalim lebih panas daripada api, hajat (kebutuhan) terhadap orang jahat itu lebih dingin daripada Zamharir, dan sabar lebih pahit dibanding racun. Pendapat lain menyebutkan: Perbuatan adu domba lebih pahi daripada racun.”

Hati orang munafik lebih keras daripada batu, sebab batu dapat pecah ‘ dihantam besi dan dapat mencekung karena tetes air hujan yang cukup lama, tapi hati orang munafik tidak dapat dipengaruhi oleh berbagai nasihat.

Mengenai perbuatan adu domba Nabi saw. bersabda:

“Orang yang gemar berbuat adu domba tidak dapat masuk surga.” (H.R. Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

Selain itu, diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Bukan dari golonganku orang yang hasud orang yang mengadu ‘ domba, dan orang yang suka berdukun, dan saya bukan dari golongan mereka.”

Nabi saw. bersabda:

“Dunia adalah tempat orang yang tidak mempunyai tempat, dan hartanya orang yang tidak mempunyai harta, dunia dikumpulkan oleh orang yang tidak mempunyai akal dan disibukkan oleh orang yang tidak memahaminya, orang yang tidak mempunyai pengetahuan akan merasakan sedih dan orang yang tidak mempunyai akan iri dengan dunia dan orang yang tidak punya keyakinan akan memperjuangkan atau mencarinya”

Sehubungan dengan ini semua, Nabi saw. bersabda:

“Jika ia pergi mencari dunia secukup keperluan anak kecilnya, maka ia berada di jalan Allah, jika ia pergi mencari dunia secukup keperluan kedua orangtuanya yang sudah renta, maka ia berada di jalan Allah: jika ia pergi mencari dunia untuk keperluan diri sendiri agar tidak minta-minta pada orang lain, maka ia berada di jalan Allah, dan jika ia pergi mencari dunia untuk pamer dan kebanggaan, maka ia berada-di jalan – setan.”

(H.R. Ath-Thabrani).

Dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari r.a. dari Nabi saw. beliau bersabda:

“Selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku tentang tetangga, sampai saya kira ia mau menjadikannya ahli waris: selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku tentang wanita, sampai saya kira ia akan mengharamkan menalaknya, selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku tentang budakbudak belian, sampai saya kira ia akan menentukan saat kemerdekaan mereka dengan sendirinya, selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku tentang bersiwak, sampai saya kira ia akan menjadi wajib: selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku tentang salat berjamaah, sampai saya kira bahwa Allah tidak berkenan menerima salat kecuali dengan berjamaah: selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku agar salat Qiyamul Lail, sampai saya kira tidak boleh tidur di malam hari, dan selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku agar zikir (menyebut) Allah, sampai saya kira suatu ucapan tidak bermanfaat tanpa disertai zikir Allah (menyebut Asma Allah)”

Mengenai tetangga, hendaknya seseorang dapat hidup rukun dan membantu mereka, baik berupa nasihat agama maupun sumbangan harta. Tetangga yang lebih dekat hendaknya lebih memperoleh perhatian dibanding tetangga yang jauh. Yang dimaksud tetangga di sini, ialah penghuni rumah-rumah di sekitar rumah kita, tidak termasuk di sini penghuni mesjid, madrasah atau pondokan.

Nabi saw. bersabda:

“Tujuh orang yang kelak di hari Kiamat, Allah tidak memandangi mereka dengan pandangan rahmat, tidak pula menyucikan mereka, bahkan memasukkan mereka ke neraka, yaitu: Orang yang mengerjai dan dikerjai (bermain seks sesama jenis kelamin), orang yang nikah dengan tangannya (masturbasi), orang yang menyetubuhi binatang, orang yang menyetubuhi dubur wanita, orang yang mengawini wanita berikut anaknya, orang yang berzina dengan istri tetangga dan orang yang menyakiti tetangga sampai tetangga itu melaknatinya.” Tujuh orang yang dimurkai Allah swt. pada hari Kiamat:

  1. Orang yang bermain seks dengan sesama jenis (homoseksual), Nabi saw. bersabda:

“Apabila seorang laki-laki melakukan hubungan dengan laki-laki, maka mereka berdua berbuat zina dan apabila seorang wanita melakukan hubungan dengan wanita, maka mereka berdua juga dihukumi berzina.” (H.R. Al-Baihagi).

  1. Orang yang melakukan masturbasi/onani, yakni orang yang berusaha mengeluarkan mani (ejakulasi) memakai perantaraan tangan sendiri.
  2. Orang yang menyetubuhi binatang, misalnya kuda, kambing dan sebagainya. –
  3. Laki-laki yang menyetubuhi istrinya melalui duburnya.
  4. Laki-laki yang mengawini seorang ibu sekaligus anaknya.
  5. Orang yang berzina dengan istri tetangganya.
  6. Orang yang menyakiti tetangganya dengan ucapan atau perbuatan, sehingga tetangganya itu melaknatinya.

Nabi saw. bersabda: :

“Selain orang yang gugur dalam perang di jalan Allah, masih ada tujuh orang yang mati syahid, yaitu: Orang mati karena sakit perut, adalah syahid: orang mati tenggelam, adalah syahid: orang mati sakit pinggang, adalah syahid, orang mati karena penyakit tha’un (penyakit menular yang telah mewabah), adalah syahid: orang mati tertimpa bangunan roboh, adalah syahid: dan seorang ibu yang mati karena melahirkan, adalah syahid.”

Orang mati tenggelam atau tertimpa bangunan roboh, adalah mati syahid, jika ternyata waktu itu tidak dapat mengelakkan diri dari bencana tersebut. Kalau misalnya mungkin dapat mengelak tetapi ia diam saja, sehingga benar-benar tertimpa dan mati, maka dihukumi mati bunuh diri.

Selain itu juga masih ada orang-orang mati syahid lain, yaitu: Orang mati karena sakit paru-paru, tersesat di kesepian, sakit panas, terkena bisa, sakit asma, diserang binatang buas, terjatuh dari tebing, di pembaringan saat berjuang di jalan Allah, membela harta, agama, jiwa atau keluarganya, dalam penjara jika ia dipenj arakan secara zalim, sakit rindu, dan di saat menuntut ilmu.

Dari Ibnu Abbas r.a:

“Orang yang berbekal harus memilih tujuh (sifat) daripada tujuh (sifat) yang lain, yaitu memilih fakir daripada kaya, memulih hina daripada mulia, memilih tawaduk daripada sombong, memilih lapar daripada kenyang, memilih susah daripada senang, memilih kerendahan daripada ketinggian dan memilih mati daripada hidup.”

Mengenai kemelaratan/kefakiran, Nabi saw. bersabda:

“Kefakiran itu cela bagi manusia, tapi perhiasan menurut Allah” (H.R. Ad-Dailami)

Dalam hadits lain Nabi bersabda:

“Wahai, orang-orang fakir, tunjukkanlah sifat rida dari hatimu kepada Allah, maka engkau berhasil memperoleh pahala kefakiran, kalau tidak begitu, maka tidak berhasil guna.”

Tentang sikap merendah diri (merasa dirinya rendah), Nabi saw. bersabda:

“Orang mukmin yang bercampur dengan manusia dan sabar menerima gangguan mereka, adalah lebih utama dibanding orang mukmin yang tidak bergaul dengan orang lain dan tidak sabar menerima gangguan mereka.” (H.R. Al-Bukhari dan Imam Ahmad).

Mengenal sikap sopan atau tawaduk, Nabi saw. bersabda:

“Barangsiapa tawaduk karena khusyuk berada Allah, maka Allah mengangkat derajatnya, dan barangsiapa mengunggulkan diri karena sombong, maka Allah menurunkan derajatnya.”

 Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:

“Tiada seseorang yang membusungkan dadanya dan berjalan berlagak sombong, melainkan ia menemui Allah, sedang Dia murka kepadanya.” (H.R. Al-Bukhari, Ahmad dan Al-Hakim).

Mengenai lapar, Nabi saw. bersabda

“Apabila seseorang mengurangi laparnya, maka Allah memenuhi nur dalam perutnya.” (H.R. Ad-Dailami).

Dalam riwayat lain Nabi saw. bersabda:

“Di antara kalian yang paling disenangi Allah, ialah siapa saja yang : paling sedikit makannya dan paling ringan badannya.”

Dalam riwayat lain lagi Nabi saw. bersabda:

“Sesungguhnya adalah termasuk kelewat batas, jika engkau makan segala yang engkau berselera.” (H.R. Ibnu Majah).

Memilih susah daripada gembira, diriwayatkan bahwa Nabi saw: bersabda:

“Kamu harus bersedih, karena bersedih adalah pintu hati.” Mereka bertanya kepada Rasul, “Wahai, Rasulullah, bagaimana cara bersedihnya?” Rasul menjawab: “Buatlah lapar dan haus pada diri kalian.”

Adapun memilih kerendahan daripada ketinggian, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

“Sesungguhnya perbuatan merendahkan diri termasuk sikap yang mulia dalam.majelis.” (H.R. Ath-Thabrani dan Ibnu Hibban).

Pada hadis lain diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Barangsiapa meninggikan diri sendiri di dunia, maka di hari Kiamat Allah akan menjatuhkannya: barangsiapa tawaduk di dunia karena ‘ Allah, maka di hari Kiamat Allah mengutus malaikat kepadanya untuk .. kemudian membangkitkan (mengangkat)nya di antara orang-orang yang berkumpul (di Padang Mahsyar) seraya berkata: “Wahai, hamba. yang saleh, Allah swt. berfirman: Kemarilah bersama-Ku, kemarilah bersama-Ku! Sesungguhnya kamu termasuk golongan mereka yang tidak dicekam ketakutan Jagi pula tidak kesusahan.” (HR, Ibnu Asakir).

Maksudnya memilih mati daripada hidup, ialah dengan cara membelanjakan harta bendanya dalam rangka menaati Allah. Jika ia mengutamakan harta sebelum datang-kematian, berarti ia masih suka mendapati hartanya itu: jika sebaliknya, maka berarti ia telah suka terlewat daripada harta tersebut. Lebih suka mati. [alkhoirot.org]

LihatTutupKomentar