Bab 5: Enam Nasihat Penting Rasulullah

Enam Nasihat Penting Rasulullah “Enam hal asing pada enam tempat, yaitu: Mes jid terasing di kalangan masyarakat yang tidak salat di dalamnya, mushaf

Enam Nasihat Penting Rasulullah

 Nama kitab:  Terjemah Nashaihul Ibad, Nashoihul Ibad (kumpulan nasihat pilihan bagi para hamba)
Judul kitab asal: Nashaih Al-Ibad fi Bayani Munabbihat li Yaumil Ma'ad li Ibn Hajar Al-Asqalani ( نصائح العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد لابن حجر العسقلاني)
Ejaan lain:  Nashoih Al-Ibaad
Pengarang: Nawawi bin Umar al-Bantani Al-Jawi Al-Indunisi (محمد نووي بن عمر بن عربي بن علي  الجاوي  البنتني الإندونيسي)
Nama yang dikenal di Arab: محمد نووي بن عمر الجاوي
Kelahiran: 1813 Masehi; 1230 H,   Tanara, Banten, Indonesia
Meninggal: 1897 M;  1316 H, Pemakaman Ma'la Makkah Al-Mukarramah, w. 672 H /22 Februari 1274 M
Penerjemah:
Bidang studi: Tasawuf, Akhlaq
Guru Nawawi Banten antara lain: Khatib asy-Syambasi, Abdul Ghani Bima, Ahmad Dimyati, Zaini Dahlan, Muhammad Khatib, KH. Sahal al-Bantani, Sayyid Ahmad Nahrawi, Zainuddin Aceh
Murid Nawawi Banten antara lain: KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Khalil Bangkalan, KH. Asnawi Kudus, KH. Mas Abdurrahman, KH. Hasan Genggong, Sayid Ali bin Ali al-Habsy

Daftar isi

  1. BAB V NASIHAT TENTANG ENAM PERKARA 
    1. Enam Perkara Asing pada Enam Tempat 
    2. Enam Orang yang Mendapat Laknat dari Allah swt, Rasulullah saw dan Para Nabi Lainnya
    3. Enam Perkara yang Mengajak Manusia pada Enam Perkara
    4. Allah Menyembunyikan Enam Perkara di dalam Enam Hal
    5. Orang Mukmin Mengalami Enam Macam Ketakutan
    6. Enam Bekal untuk Membeli Tiket ke Surga
    7. Enam Kenikmatan
    8. Ilmu, Kepahaman, Akal, Hawa, Harta dan Dunia
    9. Enam Perkara Mampu Menandingi Dunia Seisinya
    10. Enam Hal Sebagai Penguat Bagi yang Lain
    11. Enam Macam yang Harus Ditakuti
    12. Enam Faktur Penyebab Kerusakan Hati
    13. Enam Siksaan bagi Ahli Dunia
    14. Akibat Buruk bagi Enam Golongan
    15. Enam Gejala Diterima Tobat
    16. Enam Tipu Daya yang Paling Besar
    17. Enam Karunia yang Paling Baik
  2. Download Terjemah Nashoihul Ibad (pdf)
  3. Kembali ke: Terjemah Nashaihul Ibad (online)

BAB V NASIHAT TENTANG ENAM PERKARA

Nabi saw, bersabda:

“Enam hal asing pada enam tempat, yaitu: Mes jid terasing di kalangan masyarakat yang tidak salat di dalamnya, mushaf terasing di rumah mereka yang tidak mau membacanya: ajaran Alqur-dn terasing di dalam hati orang fasik: wanita muslimah yang salehah terasing di tangan laki-laki zalim yang buruk perangai, laki-laki muslim yang saleh terasing di tangan wanita hina yang buruk perangai, ulama terasing di tengah masyarakat yang tidak memperhatikan petuahnya, selanjutnya Nabi . bersabda: Sesungguhnya di-hari Kiamat Allah tidak akan memandang mereka yang mengabaikam ulama dengan pandangan kasih sayang.”

Enam perkara yang termasuk asing, jika berada pada enam tempat, yaitu:

Mesjid, asing apabila dibangun di antara orang-orang yang tidak melaksanakan salat di mesjid itu.

Mushaf, asing apabila berada di rumah orang-orang yang tidak membaca mushaf tersebut.

Ajaran Alqur-an, asing jika dihafalkan oleh orang fasik, yaitu orang yang meyakini. Alqur-an dalam hatinya dan tidak mengamalkan kandungannya.

Wanita muslimah yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan berbagai kebaikan, merasa asing apabila berada di lindungan suami yang melakukan kebatilan. Nabi saw. bersabda:

“Di antara kalian yang paling saya cintai, adalah orang yang bagus akhlaknya, ringan tangan serta murah hati, dapat mengasihi serta dikasihi.”

Maksud hadis ini, terletak dalam berperangai yang baik Jemah lembut, wajah ceria, sedikit marah dan perkataannya baik.

Rasulullah saw. bersabda:

“Ahli surga adalah setiap orang yang rendah hati, yang lemah lembut, yang murah hati dan yang ceria.”

Bandingannya dengan orang yang buruk perangai, adalah sebagaimana dikatakan oleh segolongan pujangga:

“Orang yang bagus perangai itu, membawa kesenggangan diri sendiri dan keselamatan orang yang bergaul dengannya, sedang orang buruk perangai membuat kesusahan diri sendiri dan malapetaka orang yang bergaul dengannya.” ,

Laki-laki muslim yang saleh merasa asing jika laki-laki itu beristrikan perempuan yang rendah budi pekertinya, hina leluhur dan keturunannya.

Orang alim merasa ‘asing jika berada di antara orangorang yang tidak menerima pembicaraannya. .

Dalam masalah di atas dinyatakan, bahwa di hari Kiamat Allah tidak menatapkan pandangan kasih sayang kepada mereka. Kata mereka di sini dapat juga diartikan mencakup semua yang disebut sebelumnya, yaitu: Orang yang tidak salah dalam mesjid lingkungannya, tidak membaca mushaf yang tersimpan di rumahnya, orang fasik, wanita buruk perangai, laki-laki buruk perangai dan orang yang tidak memperhatikan petuah ulama.

Nabi saw. bersabda:

“Enam orang yang saya laknat, dilaknat juga oleh Allah dan oleh setiap Nabi yang diterima doanya, yaitu: Orang yang menambahi isi kitab Allah, orang yang mendustakan gadar Allah, penguasa yang sewenang-wenang menindas sehingga memuliakan orang yang dihinakan Allah . dan menghinakan orang yang dimuliakan Allah, orang yang menghalalkan perbuatan yang terlarang dilakukan di tanah haram Allah, orang yang menghalalkan perbuatan terlarang terhadap keturunan dan kerabatku, dan orang yang berpaling dari sunahku, sesungguhnya di hari Kiamat Allah swt. tidak memandangi mereka dengan pandangan kasih sayang.” | (H.R. At-Tirmidzi dan Al-Hakim).

Enam orang yang dikutuk oleh Nabi Muhammad saw., Allah swt. dan oleh para nabi yang lain, yaitu:

  1. Orang yang menambah isi Kitab Allah, yaitu orang yang memasukkan sesuatu yang tidak ada dalam Alqur-an dan menakwilkannya dengan sesuatu yang tidak benar.
  2. Orang yang mendustakan ketentuan Allah swt., yaitu hubungan kehendak yang bersifat zat dengan beberapa perkara pada waktu tertentu dan sebab tertentu yang merupakan suatu perumpamaan dari gadar.
  3. Penguasa yang sewenang-wenang, yang mengagungkan orang yang telah dihinakan oleh Allah dan menghina orang yang telah diagungkan oleh Allah.
  4. Yang menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah swt., yaitu orang yang melakukan segala sesuatu yang haram dan mengerjakannya di Tanah Haram, Mekah.
  5. Yang melakukan perbuatan terlarang terhadap keturunan dan kerabat Rasulullah saw., yaitu orang yang berlaku maksiat, mendurhakai dan menzalimi keturunan dan kerabat Rasulullah saw.
  6. Orang yang berpaling dari Sunah Rasulullah saw., karena meremehkannya.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:

“Sesungguhnya iblis itu berada di depanmu, nafsu di sebelah kananmu, hawa di sebelah kirimu, dunia di belakangmu, anggota tubuh di sekelilingmu, dan Yang Maha Perkasa di atasmu, si iblis -semoga tertimpa laknat Allahmengajakmu meninggalkan agama, nafsu mengajakmu berbuat maksiat, hawa memanggilmu menuju syahwat, dunia mengajakmu agar memilihnya melupakan akhirat, anggota tubuh mengajakmu berbuat dosa-dosa, sedang Yang Maha Perkasa mengajakmu menuju surga dan ampunan, sementara Allah berfirman: Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak menuju surga dan ampunan. Barangsiapa menuruti ajakan iblis, maka hilanglah agamanya, siapa menuruti nafsu, maka hilanglah roh insaninya, siapa menuruti hawa, maka hilanglah akalnya, siapa menuruti dunia, maka hilanglah akhiratnya: siapa menuruti ajakan anggota tubuh, maka hilanglah surganya: dan barangsiapa menuruti ajakan Allah swt., maka hilanglah kejelekan-kejelekannya dan memperoleh seluruh kebaikan.”

Gambaran yang dikemukakan oleh Abu Bakar r.a. tentang diri kita dengan iblis, nafsu, keinginan (hawa), dunia, anggota badan kita dan Allah, adalah sebagai berikut:

  1. Iblis berdiri di depan mata kita, menuntun pada kebatilan.
  2. Nafsu berada di sebelah kanan kita.

3, Hawa berada di sebelah kiri kita.

  1. Dunia berada di belakang kita.
  2. Semua anggota tubuh berada di sekitar kita.

6 . Zat Yang Maha Perkasa berada di atas kita, yakni sesuai dengan kekuasaan-Nya, karena kekuasaan-Nya di atas kekuasaan kita. Allah menundukkanmu pada kehendak-Nya.

Masing-masing mengajak ke arah yang berbeda:

  1. Iblis -laknatullahmengajakmu untuk meninggalkan syariat.
  2. Nafsu amarah mengajak kita pada maksiat. Pada suatu hadis diriwayatkan, Nabi saw. Bersabda:

 

– “Allah membuat perumpamaan dengan satu jalur jalan yang lurus, pada dua lambung jalan itu terdapat dua gapura dengan beberapa intu yang terbuka, pada pintu-pintu itu terpandang kelambu yang 601, dan pada pintu jalan terdapat seorang yang menyeru: “Wahai, manusia semua saja, masuklah pada jalan ini, lurus tanpa membelok:’: sementara ada pula pengundang lain dari pintu-pintu tersebut seraya pengundang kedua ini menyeru: ‘Celaka kamu, jangan dibuka itu! Kalau kamu buka, maka kamu harus masuk.’ Jalan dalam kiasan ini – adalah Islam, dua gapura adalah batasan-batasan Allah, pintu-pintu . terbuka ialah larangan-larangan Allah, sedang pengundang pada ujung jalan ialah Kitab Allah dan pengundang dari atas ialah nasihat Allah yang ada dalam hati orang muslim.”  (H.R. Imam Ahmad dan Muslim).

3 Syahwat mengajak kita untuk melampiaskan keinginan kita.

  1. Dunia mengajak kita untuk memilihnya, yakni mendahulukan atas . – akhirat. Seorang penyair berkata dalam Bahar Thawi:

Maha suci Zat yang menempatkan hari pada tempatnya, dan yang menjadikan manusia ada yang miskin dan yang kaya

Orang yang berakal cerdik, adakalanya sulit mencari penghidupannya, sedang orang bodoh, adakalanya engkau jumpai mudah mendapat rezeki

Inilah yang membuat hati kebingungan dan seorang yang alim lagi dalam ilmunya pun tak mampu menganalisanya.

  1. Anggota tubuh mengajak kita untuk berbuat dosa.
  2. Zat Yang Maha Perkasa mengajak kita ke surga dan ampunan. Penyair lain menggubah puisinya dalam Bahar Kamil sebagai berikut:

Manusia itu potret zamannya ,

ukuran sepatu pun sesuai padannya.

Orang-orang di zamanmu,

hidupnya seperti zaman itu:

dalam bertingkah dan meliku-liku

Demikian pula

bila zaman telah rusak

manusia pun ikut rusak.

Orang yang memenuhi ajakan iblis, maka hilanglah agamanya, yakni agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Orang yang memenuhi ajakan nafsu, maka hilanglah rohnya, yakni hakikat manusianya. Nafsu adalah sesuatu yang lembut yang ditunggangi roh binatang, yaitu iblis yang lembut, yang bersumber di dalam hati dan menjalar ke seluruh bagian dan melalui urat-urat.

Orang yang memenuhi hawa, maka hilanglah akalnya, yaitu kekuatan nafsu yang berbicara dan semua individu mengisyaratkan dengan perkataannya. Akal adalah alat bekerja, setaraf dengan pisau jika dinisbat  dengan alat pemotong. Orang yang memenuhi ajakan dunia, maka akan hilang akhiratnya, karena dunia dapat membahayakan akhirat. Orang yang memenuhi ajakan anggota badan, maka hilanglah surga daripadanya.

Dalam suatu riwayat Nabi saw. bersabda:

“Setiap hamba mempunyai dua rumah, satu rumah di surga dan yang lainnya rumah di neraka. Adapun orang mukmin, dia membangun rumahnya di surga dan dia menghancurkan rumahnya yang ada di neraka. Adapun orang kafir, maka dia menghancurkan rumahnya di surga dan membangunnya di neraka.” (H.R. Dailami).

Orang yang memenuhi ajakan Allah, maka hilanglah kejelekannya dan dia mendapatkan semua kebaikan. Dalam suatu riwayat Nabi saw. bersabda:

“Tidak akan masuk surga seorang pun, melainkan dia akan melihat tempat duduknya di neraka kalau dia berbuat jelek, agar bertambah syukur. Dan tidak akan masuk neraka seorang pun, melainkan dia akan melihat tempat duduknya di dalam surga kalau dia berbuat baik, agar menjadi penyesalan padanya.” (H.R. Bukhari).

Sayidina Umar -semoga Allah meridainyaberkata:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala menyembunyikan enam perkara di dalam enam hal, yaitu: Menyembunyikan rida-Nya dalam perbuatan taat, menyembunyikan murka-Nya dalam perbuatan maksiat, menyembunyikan Lailatul Dadar dalam bulan Ramadan, menyelinapkan waliwalinya di tengah-tengah manusia, dan menyisipkan kematian di . sepanjang umur, menyembunyikan salat Wustha di salat lima waktu.”

Menurut Umar r.a. ada enam perkara yang tersembunyi di dalam enam hal, yaitu:

Keridaan dalam ketaatan, maksudnya agar manusia bersungguhsungguh dalam mengerjakan semua ketaatan dengan harapan dapat menemukannya. Kita tidak boleh menghina ketaatan, sekalipun sangat kecil, karena barangkali keridaan Allah ada di dalamnya.

Kemurkaan Allah swt. dalam kemaksiatan, maksudnya agar manusia menjauhi kemaksiatan. Kita tidak boleh meremehkan kemaksiatan, sekalipun sangat kecil, karena di dalamnya terdapat kemurkaan Allah.

Lailatul Qadar pada bulan Ramadan, maksudnya agar manusia bersungguh-sungguh menghidupkan semua bulam Ramadan dengan beribadah, karena pahala sunah pada bulan Ramadan ini seperti pahala fardu pada bulan selain bulan Ramadan. Hal tersebut seperti terdapat pada hadis, ibadah sunah yang dilakukan tepat di malam Lailatul Jadar itu, bernilai ibadah fardu.

Bahkan An-Nakha’i mengatakan:

“Satu rakaat salat dalam Lailatul Gadar lebih utama dibanding seribu rakaat di luar Lailatul Qadar dan sekali membaca tasbih di situ lebih utama dibanding seribu kali membacanya di luar malam itu.”

Hendaklah bersungguh-sungguh menghidupkan semua malam Ramadan untuk mendapatkan Lailatul Qadar, karena Lailatul Oadar lebih baik daripada seribu bulan, yaitu 83 tahun 4 bulan.

Dalam sebuah hadis marfu’ Nabi saw. bersabda:

“Barangsiapa berzina atau minum khamar di bulan Ramadan, maka dia dikutuk Allah swt. dan malaikat yang ada di langit sampai datang tanggal yang sama di tahun depan.” (H.R. Ath-Thabrani).

Jadi, orang yang berbuat kejelekan di bulan Ramadan, kemudian mati sebelum mengalami Ramadan berikutnya, tidak mempunyai kebajikan di sisi Allah yang dapat menjaga dirinya dari api neraka. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah Ta’ala di bulan Ramadan, karena pada bulan Ramadan ini kebaikan dilipatgandakan. Begitu pula dengan kejelekan, dilipatgandakan pada bulan Ramadan.

Para kekasih Allah diselinapkan di tengah-tengah para manisia: maksudnya agar manusia tidak menghina seorang pun dari wali (kekasih Allah), melainkan memohon doa dengan harapan menemui wali. Oleh sebab itu, seseorang jangan menghina orang lain, karena siapa tahu dia adalah wali Allah.

Ajal kematian disisipkan di sepanjang usia, maka hendaklah di setiap denyut jantung selalu digunakan menghimpun bekal untuk mati dengan cara beribadah, karena siapa tahu kematian datang dengan tiba-tiba.

Salat Wustha, yakni salat yang paling utama dan istimewa disembunyikan Allah dalam salat lima waktu, maksudnya agar manusia mencarinya pada semua salat. :

Selain itu, Allah menyembunyikan nama-Nya yang agung, agar manusia bersungguh-sungguh dapat dikabulkan. Allah menyembunyikan waktu ijabah (dikabulkan doa) pada hari Jumat dan Allah menyembunyikan ayat Sab’ul Matsani, agar manusia bersungguh-sungguh membaca semua ayat Alqur-an.

Utsman r.a. berkata:

“Orang mukmin sesungguhnya menghadapi enam macam ketakutan: Pertama, takut kepada Allah, jangan-jangan direnggut imannya: Kedua, takut kepada para malaikat penjaga, jangan-jangan dicatat hal-hal yang dapat menyingkap kejelekannya kelak di hari Kiamat, Ketiga, takut kepada setan, jangan-jangan membatalkan amal perbuatannya: Keempat, takut kepada malaikat maut, jangan-jangan ia merenggut nyawanya di saat dia lengah: Kelima, takut pada dunia, jangan-jangan membuatnya tertipu dan lengah dari akhirat, Keenam, takut kepada keluarga serumah dan para famili, jangan-jangan membuatnya sibuk, sehingga lengah dari mengingat Allah.”

Menurut Utsman r.a., enam perkara yang harus ditakuti oleh orang yang beriman, yaitu:

  1. Takut dicabut keimanannya oleh Allah waktu dia diambil nyawanya. Diriwayatkan, bahwa Ibnu Mas’ud menunjukkan doa sebagai berikut:

“Ya, Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu iman yang tidak kembali murtad, kenikmatan yang tiada habis, bidadari bermata jeli yang tiada hentinya, dan menemani Nabi-Mu, Muhammad saw., di surga yang tertinggi lagi kekal.”

  1. Takut kepada malaikat pencacat amal. Mereka mencatatkan sesuatu yang membuat malu pada hari Kiamat, Nabi saw. bersabda:

“Terbuka kejelekan di dunia, lebih ringan daripada terbukanya kejelekan di akhirat.” (H.R. Ath-Thabrani).

Manawi berkata: “Noda yang ada pada diri terbuka di dunia, hingga membuat dia dipermalukan, lebih ringan daripada menyembunyikan noda itu sampai hari Kiamat, karena di hari Kiamat akan disebarkan pada semua makhluk.” Oleh karena itu, seorang sahabat mengakui dosanya kepada Nabi saw., agar Nabi saw. berkenan menghukumnya dan dia tidak mencabut pengakuannya, padahal Nabi saw. mengisyaratkan untuk mencabut pengakuannya, karena dia mengetahui terbuka kejelekan di dunia dengan menjalani hukuman, lebih ringan daripada terbuka kejelekan di akhirat.

  1. Takut kepada setan, jangan-jangan membatalkan amalnya.
  2. Takut kepada malaikat maut, ketika dalam keadaan lupa dari Allah swt. dengan mendadak tanpa didahului sebab kematian.
  3. Takut pada dunia, yakni ditipu dengan melupakan akhirat dan dia lupa terhadap kedahsyatan akhirat.
  4. Takut kepada keluarga mereka yang wajib dibiayai, yakni takut disibukkan oleh mereka sehingga dia tidak ingat kepada Allah swt. dan tidak taat kepada-Nya.

Sayidina Ali -karramallahu wajhahu-  berkata:

“Barangsiapa menghimpun enam hal, berarti dia tidak membiarkan surga untuk dicari dan neraka untuk disingkiri: Pertama, mengenali “Allah swt., kemudian menaati-Nya, Kedua, mengenali setan sebagai musuh Allah, kemudian mendurhakainya, ketiga, mengenali akhirat, kemudian membekali diri untuk menuju ke sana: keempat, mengenali dunia, kemudian meninggalkannya, kelima, mengenali hak, kemudian mengikutinya, keenam, mengenali batil, kemudian menyingkirinya.”

Enam hal yang harus dikenal oleh kita, agar kita dapat masuk surga dan dijauhkan dari neraka, yaitu:

Pertama: Mengenal bahwa Allah yang menciptakan, yang memberi rezeki, yang menghidupkan dan yang mematikannya. Kemudian taat kepada-Nya dengan cara menyepakati dan mengerjakan segala perintahNya

Kedua: Mengenal setan sebagai musuh, kemudian membantahnya dengan cara menyalahi perintahnya.

Ketiga: Mengenal akhirat sebagai tempat yang kekal, kemudian | mencarinya dengan mempersiapkan bekal untuk akhirat.

Kempat: Mengenal bahwa dunia akan hancur dan menuju tempat singgah di akhirat, kemudian meninggalkannya, dia tidak memikirkan dunia, melainkan sekadar bekal untuk akhirat.

Kelima: Mengenal hak atau kebenaran berbagai hukum, kemudian mengamalkannya.

Keenam: Mengenal kebatilan, yakni sesuatu yang tidak benar, kemudi: an tidak mengamalkannya.

Ali r.a. berkata:

“Kenikmatan ada enam perkara, yaitu Islam, Alqur-an, Muhammad Rasulullah saw., sehat wal ajiat, tertutup aibnya, d dan tidak butuh kepada manusia.”

Tentang Islam, Alqur-an dan Muhammad Rasulullah saw. dianjurkan bagi kita setiap hari membaca sebagai berikut:

“Aku rela Allah Tuhanku, Islam agamaku, Muhammad saw. sebagai rasul (urusan) dan Nabiku, Alqur-an menjadi pedoman hukum dan panutanku.”

Mengenai ketergantungan diri terhadap orang lain dalam utusan keduniaan, dapat dijelaskan dengan sabda Nabi:

“Dalam hadis Qudsi, Tuhanmu berfirman: “Wahai, Bani Adam, habiskanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, maka Aku penuhi “hatimu dengan kekayaan dan dua tanganmu dengan rezeki, Wahai, Bani Adam, jangan engkau menjauh dari-Ku (jika menjauh), maka Aku penuhi hatimu kefakiran dan dua tanganmu dengan kerepotan’.” (H.R, Al-Hakim dan Ath-Thabrani).

Dari Yahya bin Mu’adz Ar-Razir.a.: ‘ »

“Iimu itu penuntun amal perbuatan, kepahaman itu tabung ilmu, akal itu pembimbing ke arah kebajikan, hawa itu kendaraan dosa, harta benda itu busana Orang-orang sombong dan dunia adalah pasar akhirat.” :

Menurut Yahya bin Mu’ad:z, ilmu itu adalah petunjuk dan penuntun amal perbuatan. Amal tidak akan ada tanpa ilmu. Kepahaman adalah wadah ilmu. Ilmu tidak akan ada tanpa gambaran arti lafal. Akal adalah penuntun kebaikan. Kebaikan tidak akan terwujud tanpa adanya akal yang mendorong kebaikan. Hawa adalah kendaraan berbagai dosa. Dosa tidak akan terjadi jika tidak disertai hawa. Harta adalah busana orang-orang sombong, laksana selendang.mereka. Dunia adalah pasar akhirat.

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Barangsiapa yang mengambil dunia secara halal, Allah akan menghisabnya. Barangsiapa yang mengambil dunia secara haram, Allah akan menyiksanya.” (H.R. Al-Hakim).

Dalam hadis lain, diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Wahai, manusia, sesungguhnya dunia tempat kekacauan, bukan tempat ketenangan, tempat berduka.cita bukan tempat gembira. Maka, barangsiapa yang telah mengetahuinya, niscaya dia tidak gembira karena kesenangan dan tidak sedih karena kesulitan. Ingat! Sesungguhnya Allah menciptakan dunia sebagai tempat cobaan dunia untuk mendapatkan pahala di akhirat dan pahala akhirat karena cobaan dunia sebagai gantinya. Maka,.Allah mengambil untuk memberi dan mencoba untuk memberi pahala. Karena itu, waspadalah terhadap manisnya dunia, jangan teperdaya oleh kepahitan menceraikannya. Dan jauhilah kesenangannya, karena akibatnya tidak menyenangkan. Janganlah berjuang untuk meramaikan tempat yang akan dihancurkan oleh Allah swt. dan janganlah. menghubungi dunia, karena Allah :

menghendakimu agar menjauhinya. Jika tidak, kamu akan melihat kemurkaan-Nya dan berhak mendapatkan siksaan-Nya.”  – (H.R. Ad-Dailami).

Bazar Jamhar berkata: .

“Enam perkara dapat menandingi dunia seisinya: Makanan lezat, anak yang saleh, istri yang salehah dan taat, perkataan yang berpengaruh, kesempurnaan akal dan kesehatan badan.”

Tentang amal yang sempurna, Nabi saw. bersabda:

“Setiap amal ada benyangganya, dan penyangga amal manusia adalah akalnya.”

Ibadah seseorang kepada-Allah, sesuai dengan kadar akalnya, seperti .yang dikatakan Umar bin Khattab r.a.: Mahkota seseorang adalah akalnya, derajat seseorang adalah agamanya, serta kehormatan seseorang adalah budi pekertinya.

Hasan Bashri r.a. berkata:

“Seandarnya tidak ada para wali abdal, maka meledaklah bumi berikut isinya. Seandainya tidak ada orang-orang saleh, maka binasalah orangorang jahat. Seandainya tidak ada ulama, maka semua manusia seperti binatang. Seandainya tidak ada penguasa, maka satu sama lain saling membinasakan. Seandainya tidak ada orang yang lemah, maka hancurlah dunia. Dan seandainya tidak ada angin, maka semua yang ada berbau busuk.”

Menurut Hasan Bashri r.a., ada enam hal sebagai penguat bagi yang lain: 

Pertama: Wali-wali Abdal sebagai penguat bagi dunia.

Tentang jumlah wali Abdal, Nabi saw. bersabda

“Jumlah Abdal adalah empat puluh orang, dua puluh orang ada di Syam dan delapan belas orang ada di Irak. Apabila salah seorang di antara mereka meninggal dunia, maka Allah akan menggantikannya dengan yang lain pada posisinya. Apabila sudah datang suatu urusan (kiamat), maka semua abdal meninggal dunia, pada waktu itulah akan terjadi kiamat.” :  (H.R. Hakim).

Dalam suatu riwayat Nabi saw. bersabda:

“Bumi tidak akan sepi dari 40 orang seperti kekasih Allah Maha Penyayang, karena mereka diturunkan air hujan dan karena mereka diberi pertolongan, tiada seorang pun di antara mereka yang meninggal dunia, melainkan Allah menggantikannya denga n yang lain pada bosisinya.”  (H.R. Thabrani).

Pada hadis lain diriwayatkan, Nabi saw. bersabda:

“Tiga hal, barangsiapa memilikinya, maka termasuk wali Abdal, yaitu rida menerima ketentuan Allah, sabar dalam menyingkiri laranganlarangan Allah, marah karena Allah.” (H.R. Ibnu Adi).

Kedua: Orang-orang yang saleh sebagai penguat bagi orang-orang yang berbuat kerusakan.

Ketiga: Ulama sebagai penguat semua manusia, andaikata tidak ada ulama, maka semua manusia seperti binatang.

Abu Laits berkata: “Barangsiapa yang duduk di sisi orang alim dan tidak mampu menghafal ilmu sedikit pun, maka dia akan tetap mendapat tujuh keramat, yaitu pertama, mendapat keutamaan orang yang belajar. . Kedua, terpelihara dari dosa. Ketiga, turun rahmat kepadanya ketika dia keluar dari rumahnya. Apabila rahmat turun kepada kelompok tersebut, maka mereka mendapat suatu bagian rahmat. Keempat, akan dicatat sebagai ketaatan, selama dia mendengarkannya. Apabila hatinya sempit karena tidak paham, maka kebingungannya menjadi perantara ke hadirat Allah swt. Kelima, dia akan melihat keagungan orang alim. Keenam, dia akan melihat kehinaan orang fasik, sehingga tabiatnya akan cenderung pada ilmu. Ketujuh, hatinya akan menolak perbuatan fasik.”

Keempat: Penguasa sebagai penguat rakyat, karena bila tidak ada penguasa, maka satu sama lain saling membinasakan.

Kelima: Orang yang lemah: sebagai penguat isi dunia, andaikan tidak ada orang yang lemah, maka hancurlah dunia.

Keenam: Angin sebagai penguat perkara yang akan berbau. Andaikan tidak ada angin, maka semua yang ada berbau busuk.

Sebagian ahli hikmah berkata:

“Barangsiapa yang tidak takut kepada Allah, maka tidak akan selamat dari tergelincir lisan, siapa yang tidak takut bertemu dengan Allah, maka hatinya tidak terelak dari haram dan subhat: siapa yang tidak putus harapannya dari makhluk, maka dia tidak akan selamat dari . kerakusan, barangsiapa yang tidak memelihara amalnya, maka tidak akan selamat dari perbuatan riya. Siapa yang tidak memohon pertolongan kepada Allah, agar dipelihara hatinya, maka tidak akan selamat dari hasud, siapa yang tidak melihat kepada orang yang lebih utama ilmu dan perbuatannya, maka dia tidak akan selamat dari ujub.”

Orang yang tidak takut kepada Allah, maka dia tidak akan selamat dari terpelesetnya lidah. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Keuntungan besar bagi orang yang dapat mengendalikan lisannya merasa cukup luas berada di rumah. sendiri, dan menangis karena menyesali kesalahan perbuatannya.” (H.R. Thabrani).

Orang yang tidak takut bertemu dengan Allah, maka hatinya tidak akan selamat dari yang haram dan subhat.

Tentang haram dan subhat. Haram ada dua macam:

  1. Haram karena zatnya, yaitu barang-barang yang zatnya memang – haram, seperti darah, bangkai (selain hati dan limpa dan selain bangkai ikan dan belalang) dan sebagainya. Barang haram dalam kelompok ini bagaimanapun tetap haram. Ia dapat. dihalalkan, jika dimakan sekadar untuk mempertahankan nyawa.
  2. Haram sebab lain, yaitu barang-barang yang zatnya sendiri halal, tetapi ia diharamkan karena ada faktor-faktor dari luar. Misalnya air dan nasi, zat keduanya adalah halal, tetapi bisa menjadi haram karena faktor dari luar, misalnya didapat dari hasil pencurian.

Akan halnya subhat, ia ada tiga macam, yaitu:

  1. Sesuatu yang diyakini keharamannya, dan masih diragukan apakah ia memang halal. Untuk yang demikian ini, dihukumi haram.
  2. Sesuatu yang diyakini kehalalannya, dan masih diragukan apakah ia memang haram. Untuk yang demikian ini, jika ditinggalkan termasuk perbuatan warak.
  3. Sesuatu yang belum jelas halal-haramnya. Hal yang seperti ini, seyogianya ditinggalkan.

Dalam masalah menghadapi subhat, Nabi bersabda:

“Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu, ambillah yang tidak meragukanmu, karena benar adalah menenangkan dan dusta adalah meragukan.” (H.R. At-Tirmidzi).

Menurut Syekh Hamzawi, maksud hadis ini ialah: Tinggalkanlah segala sesuatu yang masih anda ragukan kehalalannya untuk memungut sesuatu yang lain, yang tidak diragukan lagi kehalalannya.

Orang yang tidak putus harapan dari makhluk, niscaya terjerumus ke dalam kerakusan. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Mohonlah olehmu perlindungan kepada Allah dari sikap tamak yang membawa pada kekejian itu, tamak yang menuntun pada sesuatu yang tidak dapat diharapkan, dan tamak yang semestinya tidak usah ditamakkan.” (H.R. Imam Ahmad, Ath-Thabrani dan Al-Hakim).

Orang yang tidak memelihara amalnya, maka tidak akan selamat dari perbuatan riya. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda:

“Janganlah mencampurkan taat kepada Allah dengan menginginkan dipuji oleh manusia, maka rusaklah amalmu.” (H.R. Ad-Dailami).

Orang yang tidak memohon pertolongan kepada Allah untuk menjaga hatinya, maka dia tidak akan selamat dari perbuatan hasud. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Perbuatan dengki dapat merusakkan iman, seperti jadam madu.” (H.R. Dailami).

Orang yang tidak melihat kepada orang yang lebih utama ilmu dan amalnya, maka dia tidak akan selamat dari perbuatan sombong. Dalam suatu riwayat Nabi saw. bersabda:

“Barangsiapa yang memuji dirinya melakukan amal saleh, maka sungguh sesatlah syukurnya, dan rusak amalnya.” (H.R. Abu Nu’aim).

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Bukan perbuatan baik, seseorang menampakkan ucapan dengan lidahnya, sedang ujubnya melekat dalam hatinya.” (H.R. Daruquthni).

Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Sesungguhnya ujub akan merusak amal selama tujuh puluh tahun.” — (H.R. Dailami).

Dari seorang tabiin terbesar, Hasan Al-Basri r.a., dia berkata:

“Sesungguhnya kerusakan hati itu disebabkan oleh enam hal: Pertama, mereka sengaja berbuat dosa dengan harapan dapat tobat: kedua, mereka menuntut ilmu, tapi tidak mengamalkannya: Ketiga, jika mereka mengamalkannya, namun tidak ikhlas: keempat, mereka makan rezeki dari Allah, namun tidak bersyukur, kelima, mereka tidak rela dengan bagian dari Allah, keenam, mereka mengebumikan orang-orang mati, namun tidak mau mengambil pelajaran daripadanya.”

Ilmu yang tidak ditindaklanjuti dengan pengamalan, tidak berguna, karena buah ilmu justru pada pengamalannya itu. Tentang pengamalan yang tanpa ikhlas, berarti pengamalan itu bohong, karena ketidak bohongan itu pangkal, sedang ikhlas merupakan cabangnya. Di antara doa Imam Ahmad bin Hanbal adalah sebagai berikut:

“Wahai, Zat yang menunjukkan kepada orang yang bingung, tunjukkanlah aku ke jalan orang-orang yang benar dan jadikanlah aku ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang ikhlas.”

Mengenai syukur terhadap rezeki yang dianugerahkan Allah. Maksud syukur di sini ialah memperlakukan seluruh anggota tubuhnya pada jalan rida Allah dan membelanjakan hartanya pada jalan itu pula.

Sehubungan dengan sikap rela menerima bagian dari Allah, Syekh Abdul Oadir Al-Jailani berkomentar: “Relakanlah dirimu dalam menerima sesuatu yang sedikit dan bersungguh hatilah dalam sikap itu, niscaya kamu akan berpindah pada yang.lebih tinggi dan lebih baik, dengan perasaan senang itu, kamu akan bahagia, tenteram dan terpelihara, tidak merasa lelah di dunia dan akhirat, kemudian kamu akan meningkat lagi pada yang lebih kamu senangi.”

Tentang mengambil pelajaran dari kematian, Nabi saw. bersabda:

“Sesungguhnya kuburan adalah awal tempat akhirat, jika seseorang selamat dari kubur, maka lebih mudah untuk tahap selanjutnya. Jika : seseorang tidak selamat dari kubur, maka untuk tahap selanjutnya lebih susah.” (H.R. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Pada hadis lain, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

“Sesungguhnya mati itu mengejutkan, apabila saudaramu ” mati, ucapkanlah, ‘Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan kami kembali kepada-Nya, dan sungguh kami kembali kepada Tuhan kami. Ya, Allah, ya, Tuhan kami, catatkanlah dia beserta orang-orang yang berbuat baik di sisi-Mu dan simpanlah bukunya Ji ‘Illiyin dan gantilah keturunannya dengan yang lain. Ya, Allah, ya, Tuhan kami, janganlah Engkau mencegah pahalanya kepada kami dan janganlah Engkau menguji kami setelah kematiannya” ” (H.R. AthThabrani).

Selain hadis tersebut, diriwayatkan Nabi saw. “bersabda:

“Barangsiapa yang mendengar orang muslim meninggal dunia, kemudian ia mendoakan kebaikan, maka Allah akan mencatat baginya pahala orang yang melayat di waktu hidupnya dan orang yang mengantarkan ke kuburan waktu meninggalnya.” (H.R. Ad-Darugutni).

Hasan Al-Basri berkata:

“Barangsiapa yang mengharapkan dunia dan memilih dunia daripada akhirat, maka Allah akan menyiksa dengan enam siksaan, tiga siksaan di dunia dan tiga lainnya di akhirat. Adapun tiga siksaan di dunia adalah berangan-angan tanpa batas, sangat rakus tanpa kecukupan, dan diambil darinya manisnya ibadah. Adapun tiga siksaan yang ditimpakan di akhirat, yaitu ketakutan pada hari Kiamat, hisab yang sangat dahsyat dan penyesalan yang tidak berkesudahan.”

Menurut Hasan Al-Bashri, orang yang memilih dunia dan meninggalkan akhirat, maka baginya ada enam siksaan, tiga siksaan di dunia dan tiga lainnya di akhirat. Adapun tiga siksaan di dunia, yaitu:

  1. Berangan-angan yang tanpa ada batasnya. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Kaitan antara manusia, lamunan dan ajal kematian, adalah semisal kematian di sebelahnya dan lamunan ‘di depannya, sementara itu mengejar lamunan di depannya, sekonyong-konyong kematian datang dan menerkamnya.” (H.R. Ibnu Abi Dunya).

Pada hadis lain diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Banyak orang yang menghadapi hari depan tidak dapat menyempurnakan dan banyak orang menunggu hari esok tidak dapat sampai. Kalau kamu melihat ajal di perjalanannya, maka kamu akan membenci anganangan dan tipu dayanya.” (H.R. Ad-Dailami).

  1. Sangat rakus tanpa pernah merasa cukup. Kerakusan dapat membuang keutamaan jiwa, mencegah kesempurnaan ibadah dan membangkitkan hajat pada yang subhat. Orang yang rakus tidak mempunyai tujuan tertentu yang ditunggu dan tiada ujung yang terbatas dianggap cukup. Karena apabila ia sampai pada anganangannya dengan kerusakan, maka hal itu mendorong untuk lebih rakus dan lebih berangan-angan.
  1. Diambil darinya manisnya ibadah, karena dunianya itu menyibukkannya dari akhirat.

Adapun tiga siksaan yang ada di akhirat, yaitu:

  1. Pada hari Kiamat akan menemukan urusan yang menakutkan dan mengejutkan.
  2. Hisaban yang sangat dahsyat.
  3. Penyesalan yang tidak berkesudahan, artinya kesedihan yang lama.

Ahnaf bin Oais r.a. berkata:

“Tidak ada kesengajaan jiwa bagi orang hasud, tidak ada harga diri bagi pendusta, tidak ada tipu muslihat bagi orang kikir, tiada kesetiaan bagi para raja, dan tidda kemuliaan derajat bagi orang yang buruk perangai dan tiada penangkal bagi keputusan Allah.” .

Dalam masalah dengki (hasud), Abdul Mu’thi As-Samlawi sebagai menukil dari gurunya, Al-Badr r.a. sebagi berikut: “Orang dengki itu ditimpa lima perkara: Ia dicela orang, perasaan gelisah terus-menerus, pintu taufik tertutup baginya, bencana abadi yang tiada membawa pahala dan akan mendapatkan murka dari Allah swt.”

Al-Mawardi berkata: Substansi hasud adalah rasa sangat pedih terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang melebihi dirinya, sedangkan munafasah adalah berusaha untuk-memperoleh keberuntung: an sesuai dengan perkara yang ada pada orang lain tanpa mendatangkan bencana orang tersebut.”

Sehubungan dengan ini diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Orang mukmin itu bersikap ghibthah ( persaingan), sedangkan orang munafik selalu berbuat hasud.”

Tentang harga diri (muru’ah), dapat dijelaskan sebagai berikut: Memelihara diri, agar senantiasa berada pada sikap-sikap yang luhur, sedemikian rupa hingga tidak pernah sengaja melakukan kejelekan dan melakukan sesuatu yang dapat dicela. Nabi bersabda:

“Barangsiapa yang bergaul dengan orang lain, kemudian tidak bertindak zalim, berkata dengan mereka tanpa berdusta dan berjanji dengan mereka tanpa berkhianat, maka orang itu termasuk orang yang telah sempurna perangainya dan tampak keadilannya serta tetap persaudaraannya.”

Adapun orang kikir atau bakhil, dapat dipahami dari batasan pengertian sebagai berikut: Orang dermawan adalah orang yang bersedia menyumbangkan sesuatu berharga, yang diperlukan pada saatnya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan diserahkan kepada pihak yang berhak. Orang yang sesuai dengan batasan ini, maka disebut dermawan yang berhak dipuji karena berbudi tinggi. Sedang orang bakhil (kikir), ialah yang tidak mencapai norma tersebut: ia mesti dicela karena kekikirannya.

Nabi saw. bersabda:

“Makanan orang dermawan menjadi obat, sedangkan makanan orang yang kikir menjadi penyakit.”

Segolongan sastrawan berkata Tn | PSA 2 .

“Orang kikir tidak bakal punya teman akrab “

Shalih bin Abdul Oudus berkata dalam Bahar Thawil:

Kekikiran seseorang

akan menampakkan noda di hadapan orang ramai

hanya kemurahanlah

yang dapat menutupi noda dari mereka.

Tutuplah dengan kain kemurahan .

karena semua noda

dapat ditutupi dengan kemurahan

Tiada kesetiaan di hati raja, karena dia tidak pernah merasa takut

khawatir terhadap satu orang rakyat pun.

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Dua golongan dari umatku, jika mereka baik, maka baiklah seluruh. umat, yaitu u golongan bejabat dan fukaha (ulama).” (H.R. Abu Nu’ aim).

Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda:

“Rakyat tidak akan binasa, walaupun zalim dan berbuat jahat, jika pemerintahnya mendapat petunjuk dan menunjukkan (pada kebenaran), akan tetapi rakyat akan binasa meskipun mendapatkan petunjuk dan diarahkan, jika pemerintahnya berbuat zalim dan berbuat jahat.” (H.R. Abu Nu’aim).

Abu Bakar membacakan puisi dalam Bahar Basith, sebagai berikut:

Jika kamu berharap manusia menjadi mulia perhatikanlah olehmu

seorang raja memakai kain orang miskin

Itulah perbuatan yang baik di hadapan manusia dan baik pula untuk dunia dan agama

Orang yang buruk perangainya tidak mempunyai derajat tinggi, sebagaimana sabda Nabi saw.:

“Perangai buruk itu tercela, dan yang paling buruk di antara kalian adalah yang paling buruk budi pekertinya.” (H.R. Khatib).

Selain itu diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Sungguh budi pekerti yang buruk, adalah merusak amal perbuatan, seperti cuka merusak madu.” (H.R. Askari).

 Nabi saw. juga bersabda:

“Hamba Allah yang paling dicintai pleh Allah adalah yang paling baik budi pekertinya.” — (H.R. Ath-Thabrani).

Ali bin Abi Thalib menyenandungkan sebuah syair dalam Bahar Basith:

Sungguh budi pekerti mulia dan suci,

yaitu pertama, akal: kedua, agama, ketiga, ilmu:

Keempat, rendah hati: kelima, dermawan, keenam, makrifat: Ketujuh, berbuat baik: kedelapan, sabar: kesembilan, bersyukur, dan kesepuluh lemah lembut. ‘” ”

Yang dimaksud akal dalam syair.ini adalah seperti dikemukakan dalam hadis, yaitu menjauhi semua yang diharamkan Allah dan menjalankan apa yang difardukan oleh Allah.

“Sementara hukama ditanya: ‘Apakah seorang hamba mengetahui diterima atau tidak tobatnya?’ Ia menjawab: ‘Aku sendiri tidak tahu — bersis tentang hal itu, tetapi masalah itu ada tanda-tandanya, pertama, dia tahu bahwa dirinya tidak dipelihara dari perbuatan maksiat: kedua, dia mengetahui dalam hatinya tidak ada kegembiraan hanya ada . kesedihan, ketiga, ia mendekat kepada orang yang baik dan menjauh dari orang yang jahat: keempat, ia mengetahui, bahwa dunia yang sedikit itu banyak dan menganggap amal akhirat yang banyak itu sedikit. Kelima, hatinya sibuk dengan perkara yang berkenaan dengan perintah Allah dan tenang dengan perkara yang dijamin oleh Allah baginya: keenam, ia menjaga lisan, selalu bertafakur dan sedih serta menyesal.”

Menurut sementara Ahli Hikmah, gejala diterima tobat ada enam:

  1. Beranggapan, bahwa dirinya tidak dilindungi dari berbuat dosa. .
  2. Hatinya jauh dari kegembiraan dan kesedihan selalu dekat di hatinya.
  3. Mendekati orang-orang yang baik dan menjauhi orang-orang yang jelek, karena takut jatuh ke dalam maksiat.
  4. Dia memandang rezeki dari Allah banyak, dia mengambil sebagiannya sekadar memenuhi kebutuhannya. Dan beranggpan bahwa amal salehnya sedikit, sehingga ia berusaha menambahnya terus.
  5. Hatinya selalu sibuk dengan macam-macam kewajiban dari Allah, namun tidak ambil pusing menghadapi rezeki, karena sudah dijamin oleh Allah swt.
  6. Senantiasa memelihara lisan.

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Amal yang paling dicintai Allah adalah memelihara lidah.”  (H.R. Al-Baihaqi).

Dalam hadis lain beliau saw. bersabda:

“Sesungguhnya.manusia yang paling banyak dosanya pada hari Kiamat, adalah orang yang paling banyak membicarakan hal yang tidak berguna.”  (H.R. Ibnu Nashr).

Mengenai memikirkan dan menghayati keagungan Allah, Nabi saw. bersabda:

“Berpikir tentang keagungan Allah, surga dan nieraka-Nya, selama – satu jam itu lebih bagus daripada salat sunah di malam hari.”

Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Berpikirlah tentang ciptaan Allah, janganlah berpikir tentang Zat Allah, maka kamu akan celaka.”

Juga selalu menyesal melakukan maksiat.” –

Yahya bin Mu’adz berkata:

“Tipu daya yang paling besar menurutku, ialah: Terus-menerus melakukan dosa dengan mengharapkan ampunan tanpa disertai penyesalan, – mengaku dekat kepada Allah Ta’ala tanpa disertai perbuatan taat, mengharapkan menuai kesenangan surga dengan menyebarkan benih neraka, menginginkan rumah orang yang taat dengan melakukan berbagai maksiat, mengharapkan pahala tanpa beramal, dan beranganangan kepada Allah disertai perbuatan melampaui batas.”

Menurut Yahya bin Mu’adz, tipu daya yang paling besar ada enam hal:

  1. Terus-menerus berbuat dosa dengan mengharapkan ampunan tanpa disertai penyesalan.
  2. Menanti agar dekat kepada Allah tanpa melakukan taat.

3 . Mengharap kesenangan surga dengan menyebarkan benih neraka.

  1. Mencari tempat orang yang taat dengan melakukan berbagai maksiat, yakni ingin masuk surga tanpa berusaha menelusuri jalan ke arah sana, bahkan berani melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah. Dalam hal ini tidak mungkin ia mampu mendapatinya, sebab imbalan yang diperoleh seseorang adalah sesuai dengan amal perbuatannya.

Allah swt. berfirman:

“Sungguh Kamu akan dibalas sesuai dengan apa yang kamu perbuat.” (Q. S. Ath-Thuur: 16).

  1. Mengharapkan pembalasan sesuatu yang mengakibatkan kesenangan, tanpa melakukan amal saleh.
  2. Mengharapkan rahmat Allah, padahal perbuatannya melampaui batas, juga tidak mungkin berhasil, sebagaimana sindiran seorang penyair . yang didendangkan dalam Bahar Basith:

Dia mengharapkan keselamatan, namun dia tidak menempuh jalan keselamatan Sungguh, perahu pun tidak bisa berlayar di atas daratan.

Ahnaf bin Oais pernah berdialog dengan seseorang, di mana Ahnaf selalu ditanya -dan menjawab sebagai berikut:

– Pemberian apa yang terbaik, yang diberikan kepada seorang hamba!

+ Akal tabi’i (yang dibawa sejak lahir)

– Jika tidak ada?

+ Budi pekerti yang baik.

– .Jika tidak ada!

+ Teman yang menolong.

– Jika tidak ada teman-yang menolong!

+ Hati yang tabah.

– Jika tidak ada!

+ Banyak diam.

– Jika tidak ada?

+ Mati dengan segera.

 Akal Gharizi, yakni tabiat. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Usaha manusia tidak seperti usaha akal, akal memberikan petunjuk kepada orang yang ditempatinya, atau menolaknya dari yang buruk.”

Budi pekerti yang baik, yaitu melakukan segala sesuatu yang dapat menjaga segala kemaksiatan.

 Tentang teman yang menolong, Nabi saw. bersabda:

“Pemuka akal setelah iman, adalah kasih sayang terhadap sesama manusia dan seseorang memang tidak dapat lepas dari pentingnya musyawarah, dan sungguh, ahli kebaikan di dunia, mereka ahli kebaikan di akhirat, ahli mungkar di dunia, mereka bun ahli mungkar di akhirat.”

Hati yang tabah, yakni hati yang sabar terhadap penghinaan orang lain. Tentang hal ini Nabi saw. bersabda:

“Andaikan ada seorang mukmin di atas sebilah bambu di tengah lautan, niscaya Allah memberikan kekuatan untuk menghadapi orang yang menyakitinya.” (H.R. Ibnu Abi Syaibah).

Mengenai diam yang lama. Diriwayatkan, bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Seorang hamba tidak mencapai hakikat iman, sehingga dia sendiri mengendalikan lisannya.” . (H.R. Ath-Thabrani).

Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

“Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang yang memelihara isannya, mengenal zamannya dan lempang jalan hidupnya.” (H.R. Abu Nu’aim).

Dalam pokok makalah dikatakan “mati segera”, artinya lebih baik mati daripada hidup,jika tidak memperoleh karunia seperti.yang disebutkan dalam makalah sebelumnya.[alkhoirot.org]

LihatTutupKomentar