Bab 3: Mengkonfirmasi Alawi bin Ubaidillah

Bab 3: Mengkonfirmasi Alawi bin Ubaidillah Alawi bin Ubaidillah adalah datuk Ba Alawi di Indonesia, Yaman dan beberapa Negara di Asia Tenggara. Nasab

Bab 3: Mengkonfirmasi Alawi bin Ubaidillah

 Nama kitab / buku: Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw (Penyempurnaan dari Buku Menakar Kesahihan Nasab Habib di Indonesia)
Penulis: KH. Imaduddin Utsman Al-Bantani, pengasuh pesantren Nahdlatul Ulum, Banten
Cetakan pertama: Oktober 2022
Penerbit:  Maktabah Nahdlatul Ulum
Kitab sebelumnya: Menakar kesahihan Nasab Habib Di Indonesia
Bidang studi: Sejarah Baalawi, ilmu nasab, sejarah Islam
Penerbit: Maktabah Nahdlatul Ulum Banten Cet. 1/ 2023

Daftar Isi  

  1. Bab III: Mengkonfirmasi Alawi bin Ubaidillah
    1. Muncul Nama Abdullah dalam Kitab Sejarah
    2. Habib Ali Al-Sakran Orang Yang Pertama Menyebut Nama Ubaidillah Sebagai Anak Ahmad
    3. Abdullah Bukan Ubaidillah Dalam Kitab Al-Suluk
    4. Nasab Ba Alawi Tidak Syuhro Dan Tidak Istifadloh
    5. Kesimpulan Penelitian Ilmiah
    6. Referensi
  2. Kembali ke: Buku Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw


BAB III: MENGKONFIRMASI  ALAWI BIN UBAIDILLAH
 

Alawi bin Ubaidillah adalah datuk  Ba Alawi di Indonesia, Yaman dan beberapa Negara di Asia Tenggara. Nasab lengkapnya adalah: Alawi bin Ubaidillah "bin" Ahmad al-Muhajir bin Isa al Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al Uraidi bin Jafar al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husain bin Fatimah Azzahra bin Nabi Muhammad s.a.w. dari nasab itu Alawi adalah urutan ke- 12 dari nama-nama yang ada.

Untuk menetapkan menggunakan metode looking down (mubassath) kita  harus dapat mencari dalil bahwa nama yang di atas mempunyai anak dengan nama  di bawah.

Dalil Bahwa Nabi Muhammad Saw. Mempunyai Anak Siti Fatimah Ra.

Dalil bahwa Nabi Muhammad s.a.w mempunyai anak bernama Fatimah  adalah hadits berikut ini:

وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا


"Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, maka sungguh akan aku potong  tangannya. " (H. R. Bukhari)

Dalil Bahwa Siti Fatimah Ra. Mempunyai Anak Bernama Husain Ra.

Hadits pertama yang menyatakan bahwa Husain adalah putra Ali

عن الحاكم النيسابوري بإسناده عن أبي حازم، عن أبي هريرة قال: رأيت رسول الله (صلى الله عليه وآله) وهو حامل الحسين بن علي (عليهما السلام) وهو يقول: (اللهم إني أحبّه فأحبّه).

"Diriwayatkan dari al-Hakim an-Naisaburi dengan sanad dari Abi Hazim dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: saya melihat Rasulullah s.a.w. sedangkan ia menggendong al-Husain bin Ali a.s. ia berkata: Ya Allah sungguh aku mencintainya maka cintailah ia. "

Hadits kedua menyatakan bahwa Ali adalah suami Fatimah

(تزوجت فاطمة رضي الله عنها، فقلت: يا رسول الله! ابْنِ بِي (اسمح لي بالدخول بها)، قال: (أعطها شيئاً) قلت: ما عندي من شيء، قال: (فأين دِرْعُكَ الْحُطَمِيَّة؟) قلتُ: هي عندي، قال: (فأعطها إياه) درعك

"Ali r.a. berkata: Aku menikahi Fatimah r.a. maka aku berkata: Ya Rasulullah, nikahkan aku (dengan Fatimah), Nabi berkata: berilah ia sesuatu (mas kawin), aku berkata : aku tak punya sesuatu, Nabi berkata: kemana baju besi hutomiyah itu, aku berkata: ada padaku, Nabi berkata: maka berikan baju besi itu kepadanya. (H.R.Nasa 'i)

Dari dua hadits itu disimpulkan bahwa benarlah bahwa Husain adalah anak dari Siti Fatimah r.a.

Dalil yang Menyatakan Bahwa Husain Ra. Mempunyai Anak Ali Zainal Abidin dan Seterusnya Sampai Kepada Ali al-Uraidi

Di bawah ini ada suatu hadits yang terdapat dalam kitab Sunan at-Turmudzi yang dikarang pada abad ke-3 Hijrah:

  أن النبيَّ _صلى الله عليه وسلم_ أخذَ بيدِ حسنٍ وحسينٍ قال : "مَنْ أحبَّني ، وأحبَّ هذينِ, وأباهُما وأمَّهما ، كان معي في دَرجَتي يومَ القيامةِ".

"(Imam Turmudzi berkata: ) telah mengajarkan hadist kepada kami Nashor bin Ali al-Jahdlami, telah mengajarkan hadits kepada kami Ali (al-Uraidi) bin Ja far (al­ Shadiq) bin Muhammad al-Baqir bin Ali (Zaenal Abdidin), telah mengkhabarkan kepadaku   saudara   laki-laki   ku  Musa   (al-Kadzim)   bin  Ja far   (al-Shadiq)   bin M uhammad  (al-Baqir),   dari  ayahnya y aitu jafar  bin Muhammad,  dari  ayahnya y aitu Muhammad bin Ali, dari ayahnya yaitu Ali bin Husain, dari ayahnya (Husain) dari kakeknya yaitu Ali bin Abi Talib, bahwa Rasulullah s.a.w. memegang tangan Hasan dan Husain lalu berkata: siapa yang mencintaiku dan mencintai dua orang ini dan ayah-ibunya maka ia akan bersamaku dalam tingkatanku di hari kiamat. Berkata Abu M usa (Imam Turmudzi) hadis ini ghorib kami  tidak mengetahuinya dari hadits Ja far  bin Muhammad kecuali dari arah ini. "

Dari satu hadits ini dapat disimpulkan, bahwa benar Husain mempunyai anak bernama Ali Zainal Abidin, dan benar bahwa Ali Zaenal mempunyai anak bernama Muhammad al-Baqir, dan bahwa benar Muhammad al-Baqir mempunyai anak bernama Ja'far al-Shadiq, dan bahwa benar Ja'far al-Shadiq mempunyai anak bernama Ali al-Uraidi.

Dalil Bahwa Ali al-Uraidi (219 H.) Mempunyai Anak Bernama Muhammad al­ Naqib (250 H.)

Untuk mencari dalil tentang anak Ali al-Uraidi kita kesulitan mencarinya dari kitab hadits, maka kita berpindah kepada kitab nasab. Kitab nasab yang dipakai haruslah kitab nasab primer, yaitu kitab nasab yang ditulis saat tokoh yang dibahas itu hidup. Jika tidak ditemukan kitab primer , maka kita menggunakan kitab sekunder (yang ditulis setelah masa tokoh itu wafat) yang tertua, yang paling dekat masanya dengan hidupnya tokoh tersebut.

Seperti disebutkan sebelumnya, Ali al-Uraidi wafat tahun 210 Hijrah  pada  awal abad ketiga Hijrah.  Apakah ada kitab nasab yang ditulis pada masa itu? Penulis belum menemukan kitab nasab yang ditulis abad ketiga hijriah , yang penulis temukan kitab nasab yang ditulis oleh  ulama yang hidup pada pertengahan abad keempat hijrah, yaitu kitab Sirru al-Silsilati al-Alawiyah, karya Syaikh Abi Nashr Sahal bin Abdullah al-Bukhari (w. 341 H.) :

"(al-Bukhari  berkata):  Ali  (al-Uraidi)   bin Ja far   (al-Shadiq)  mempunyai  anak M uhammad (al-Naqib) bin Ali dan Hasan bin Ali, ibu mereka berdua adalah ummu walad (budak perempuan yang melahirkan anak dari tuannya), dan (anak Ali al­ Uraidi lagi) Ahmad bin Ali binja far,  dari (ibu) seorang perempuan Arab."13

Al-Bukhari, menyebut anak Ali al-Uraidi tiga orang: Muhammad (al-Naqib), Hasan dan Ahmad.
 
Dari keterangan kitab di atas terkonfirmasi bahwa benar Ali al-Uraidi mempunyai anak bernama Muhammad  (al-Naqib).

Perhatikan! Walaupun, mulai dari wafatnya Ali al-Uraidi tahun 210 hijriah sampai ditulisnya nama anaknya yang bernama Muhammad al-Naqib pada tahun 341 H. , terputus periwayatan selama 131 tahun, namun tidak ditemukan kitab di rentang waktu itu yang menolak keberadaan Muhammad al-Naqib sebagai putra dari Ali al­ Uraidi. Disinilah berlaku kaidah al-Syuhroh wal-istifadloh bagi Muhammad al­ Naqib di antara rentang waktu itu. Dan biasanya jarak seperti itu masih sangat lekat seseorang dikenal dengan tiga atau empat generasi ke atas. Dan nanti akan terbukti bahwa pengarang kitab ini hidup satu masa dengan cucu dan buyut dari Ali al­ Uraidi yang bernama Isa dan Ahmad.

Dalil  Bahwa  Muhammad  al-Naqib  (250  H.)  Mempunyai  Anak  Bernama  Isa
(300 H.)


Dalil yang menyatakan bahwa Muhammad al-Naqib mempunyai anak Isa terdapat dalam kitab Sirru Silsilati al-Alawiyyah karya Syaikh Abu  Nashar al-Bukhari  (341 H).

"Dan Muhammad (al-Naqib) mempunyai anak:Isa al-Arat, Ja,jar, Ali, al-Husain dan Yahya, dari (para ibu) ummu walad"14

Dari kitab di atas terkonfirmasi bahwa Muhammad an-Naqib mempunyai anak bernama Isa.

Dalil bahwa Isa Bin Muhammad (300 H.) Mempunyai Anak Bernama Ahmad (345 H.)

Dalil bahwa Isa mempunyai anak bernama Ahmad bin Isa terdapat dalam kitab Tahdzibul Ansab karya Syaikh Syaraf al-Ubaidili (w. 435 H.)

"Maka keturunan dari Abil Hasan Isa al-Naqib bin M uhammad bin Ali al-Uraidi dari banyak orang ... (sampai al-Ubaidili berkata) .. dan Ahmad bin Isa al-Naqib bin M uhammad bin Ali al-Uraidi ".15

Dari keterangan kitab di atas maka terkonfirmasi bahwa Isa mempunyai anak bernama Ahmad.


Dari dalil-dalil di atas disimpulkan, bahwa nasab Ahmad bin isa sampai kepada Rasulullah Muhammad Saw. terkonfirmasi secara ilmiyah. Lalu  bagaimana kesahihan Ahmad bin isa kepada  "anaknya" yang bernama Ubaidillah yang merupakan ayah dari Alawi bin ubaidillah (datuk para habaib), apakah betul Ahmad bin Isa mempunyai anak beranama Ubaidillah? Kita lanjutkan penelitian sebagai berikut:

Dalil Bahwa Ahmad al-Abah (345 H.) al-Naffat Bin Isa Mempunyai Anak Bernama Ubaidillah (383 H.)

Kitab Abad Kelima Hijrah

Pertama, Kitab Tahdzibul Ansab wa  Nihayatul  Alqab  yang  dikarang  Al-Ubaidili (w. 437) abad 5 ketika menerangkan tentang keturunan Ali al- Uraidi  tidak menyebutkan nama Alawi dan ayahnya, Ubaidillah. Ia hanya  menyebutkan  satu anak dari Ahmad al-Abah bin Isa, yaitu Muhammad. Kutipan dari kitab tersebut seperti berikut ini:

"Dan Ahmad bin Isa an-Naqib bin Muhammad bin Ali al-Uraidi diberikan gelar an-Naffat,  sebagian  dari  keturunannya  adalah Abu  Ja far  (al-A 'ma: yang  buta) M uhammad bin Ali bn M uhammad bin Ahmad,  ia buta di akhir hayatnya, ia pergi ke Basrah menetap dan wafat di sana. Dan ia mempunyai anak. Saudaranya di al­ jabal  (gunung ) juga mempunyai anak."16


Al-Ubaidili, pengarang kitab Tahdzibul Ansab ini, hidup satu  masa  dengan  alawi dan satu masa pula dengan ayahnya yaitu Ubaidillah. Menurut kitab Lisan al-Mizan karya Ibnu Hajar al-Asqolani, Al-Ubaidili wafat pada tahun 436 atau 437 Hijriah, berarti  hanya  36 atau  37 tahun  setelah  wafatnya  Alawi  pada  tahun  400  Hijriah.

Ditambah,  dalam kitab tersebut  dikatakan  umur  al-Ubaidil  mencapai  100 tahun,[17] berarti Al-Ubaidili lahir pada 336/337 Hijriah, dan Ubaidillah yang merupakan ayah Alawi wafat pada tahun 383, maka ketika ubaidllah ini wafat Al-Ubaidili sudah berumur 47 tahun, dan ketika wafatnya Alawi, Al-Ubaidli sudah mencapai umur 60 lebih, tentunya pengetahuan dan kebijaksanaanya  sudah mencapai derajat tsiqoh.

Ditambah disebutkan dalam kitab yang sama, Al-Ubaidli ini selama hidupnya sering mengunjungi banyak Negara seperti: Damaskus, Mesir, Tabariyah, Bagdad dan Mousul, seharusnya Al-Ubaidili, ketika menerangkan keturunan Ahmad bin Isa ia mencatat nama Alawi sebagai cucu Ahmad bin Isa dan Ubaidillah sebagai  anak Ahmad bin Isa, tetapi kenyataanya Al-Ubaidili tidak menyebutkannya, kenapa? Karena memang dua nama ini tidak ditemukan  sebagai anak dan cucu Ahmad bin Isa.

Apalagi, seperti yang disebutkan Habib Muhammad Dliya Syahab dalam kitabnya al-Imam Ahmad Al-Muhajir, bahwa Ahmad bin Isa ini adalah seorang Imam,[18] tentunya  jika   seorang  imam,  maka  akan  dikenal  khalayak  ramai,  bukan  hanya pribadinya tapi juga anak-anaknya dan cucu-cucunya, tetapi kenyataannya, ulama yang semasa hidup dengan Alawi, yaitu  al-Ubaidili, tidak menyebut Alawi sebagai cucu Ahmad bin Isa.

 Kedua, Kitab al-Majdi ft Ansabittholibin karya Sayyid Syarif Najmuddin Ali bin Muhammad al-Umari an-Nassabah ( (w. 490), ketika menerangkan tentang keturunan Isa bin Muhammad an-Naqib ia menyebutkan bahwa keturunan dari Ahmad al-Abah bin Isa ada di Bagdad yaitu dari al-Hasan Abu Muhammad ad­ Dallal Aladdauri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa. Sama seperti al-Ubaidili, al-Umari hanya menyebutkan satu anak saja dari Ahmad al­ Abah. Kutipan lengkapnya seperti di bawah ini:

"Dan Ahmad Abul Qasim al-Abah yang dikenal dengan "al-Naffat" karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari al-Hasan Abu M uhammad ad-Dalal Aladdauri di Bagdad,  aku  melihatnya wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia anak dari M uhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa bin Muhammad (an-Naqib) bin (Ali ) al-Uraidi. "[19]


Dari kitab al-Majdi karya al-Umri tersebut, disimpulkan bahwa salah seorang anak dari Ahmad bin Isa bernama Muhammad, yang demikian itu sesuai dengan kitab Tahdzibul Ansab karya al-Ubaidili. Perbedaan dari keduanya adalah, al-Umari menerangkan tentang keturunan Ahmad bin Isa yang bernama Muhammad  bin Ali di Basrah,  sedangkan al-Ubaidili  menerangkan tentang  anak dari Muhammad  bin Ali yaitu al-hasan   yang sudah pindah ke Bagdad.

Kedua kitab abad lima ini sepakat bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Muhammad.

Ketiga, Kitab M untaqilatut Tholibiyah karya Abu Ismail Ibrahim bin Nasir  ibnu Thobatoba (w. 400 an), yaitu sebuah kitab yang menerangkan tentang  daerah­ daerah lokasi perpindahan para keturunan Abi Tholib  menyebutkan,  bahwa keturunan Abi Tholib yang ada di Roy adalah Muhammad bin Ahmad an-Naffat. Seperti diketahui bahwa keturunan Nabi juga sekaligus  adalah  keturunan  Ali bin Abi Talib. Kutipan kitab Muntaqilatut  Tholibiyah tersebut sebagai berikut:

"Di Kata Roy, (ada keturunan Abu Tholib  bernama) Muhammad bin Ahmad an­ Naffat  bin  Isa   bin   Muhammad   al-Akbar   bin   Ali   al-Uraidi.   Keturunannya (M uhammad bin Ahmad ) ada tiga: Muhammad, Ali dan Husain. "[20]

Dari kutipan itu Ahmad bin Isa disebutkan mempunyai anak bernama Muhammad, sama seperti kitab Tahdzibul Ansab dan kitab al-Majdi.

Abad kelima, konsisten berdasarkan tiga kitab di atas bahwa tidak ada anak Ahmad bin Isa bemama Ubaidillah, dan tidak ada cucu Ahmad bin Isa bernama Alawi padahal penulisnya semasa  dengan Ubaidillah  dan  Alawi. Lalu siapa Alawi bin Ubaidillah ini yang nanti keturunannya mengaku cucu Nabi Muhammad s.a.w.?

Sebelum itu mari kita lihat terlebih dahulu kitab yang  lain,  mungkin  ada nama ubaidillah disebut anak Ahmad bin Isa.

Kitab Abad Keenam Hijrah

Kitab as-Syajarah al-Mubarokah karya Imam  Al-Fakhrurazi  (w.  606  H) menyatakan bahwa Ahmad bin Isa tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah. Kutipan dari kitab itu sebagai berikut:

"Adapun Ahmad al-Abh maka anaknya yang berketurunan ada  tiga: M uhammad Abu ja far yang berada di kota Roy, Ali yang berada di Ramallah, dan Husain yang keturunanya ada di Naisaburi. " (Al-Syajarah Al-Mubarokah:  111) [20]
 
Dari kutipan di atas Imam Al-Fakhrurazi tegas menyebutkan bahwa Ahmad al-Abh bin Isa hanya mempunyai anak tiga yaitu Muhammad, Ali dan Husain. Ia menyebutkan jumlah anak Ahmad bin Isa dengan menggunakan  jumlah  ismiyah yang menunjukan ta'kid (kuat). Ahmad al-Abh tidak mempunyai anak bernama Ubaidillah dan  tidak mempunyai cucu bernama Alawi. Dari ketiga anaknya itu, semuanya, menurut Imam al-fakhrurazi, tidak ada yang tinggal di Yaman. Dari sini kesempatan masuknya nama lain sudah  tertutup secara ilmiyah, kecuali ada kitab semasa atau yang lebih dahulu ditulis yang berbicara lain.

Imam al-Fakhrurazi, penulis kitab al-Syajarah al-Mubarokah tinggal di Kota Roy, Iran, di mana di sana banyak keturunan Ahmad Al-Abh dari jalur  Muhammad Abu Ja'far, tentunya informasi tentang berapa anak yang dimiliki oleh Ahmad al-Abh ia dapatkan secara valid dari keturunan Ahmad yang tinggal di Kota Roy.

Sampai pengarang kitab ini wafat tahun 606 Hijriah,  sudah  261  tahun  dihitung mulai dari wafatnya Ahmad bin Isa, tidak ada riwayat, tidak ada kisah, tidak ada kabar bahwa Ahmad bin isa pernah punya anak yang bernama Ubaidillah dan cucu yang bernama Alawi. Siapa mereka  berdua, yang kemudian diberitakan oleh anak keturunannya sebagai cucu Nabi Muhammad Saw?


Kitab Abad Ketujuh Hijrah Hijriah

Kitab al-Fakhri ft Ansabitalibin karya Azizuddin Abu Tolib Ismail bin Husain al­ Marwazi (w. 614) menyebutkan yang sama seperti kitab-kitab abad kelima, yaitu hanya menyebutkan satu jalur keturunan Ahmad bin Isa yaitu dari jalur Muhammad bin Ahmad bin Isa. Adapun kutipan lengkapnya adalah:

"Sebagian dari mereka (keturunan Isa an-Naqib) adalah Abu Ja far (al-a 'ma: yang buta) Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad al­ Abah, ia punya anak di Bashrah, dan saudaranya di al jabal  di Kota Qum, ia punya anak." [22] (Al-Fakhri fl ansaabitholibin, Sayid Azizuddin Abu  Tholib Ismail bin Husain al-Mawarzi, Tahqiq sayid Mahdi ar-Roja 'i, h. 30)
 
Sampai abad ketujuh ini tidak ada nama anak Ahmad yang bernama Ubaidillah dan pula tidak ada disebutkan Ahmad punya keturunan di Yaman.

Kitab Abad Kedelapan Hijriah

Kitab al-Ashili Ji Ansabittholibin karya Shofiyuddin Muhammad ibnu at-Thoqtoqi al-Hasani (w. 709 H) menyebutkan satu sampel jalur keturunan Ahmad bin Isa yaitu melalui anaknya yang bernama Muhammad bin Isa. Kutipan lengkapnya seperti berikut ini:

"Dan dari keturunan Ahmad bin  Isa an-Naqib adalah al-Hasan bin Abi Saha! Ahmad  bin Ali bin Abi Ja far Muhammad bin Ahmad.[23]

Kitab al-Tsabat al Mushan karya lbnul a'raj al-Husaini (w.787 H.)

"Dan adapun Ahmad, maka ia berketurunan  dan  dari  keturunannya  adalah Abu M uhammad al Hasan al-Dalla! di Bagdad, guruku al-umari melihatnya di Bagdad, dan ia meninggal di Bagdad, ia adalah putra Muhammad bin Ali  bin M uhammad bin Ahmad bin Isa al-Rumi, dan ia mempunyai beberapa anak diantaranya Abut Qasim Ahmad al-Asyaj yang dikenal dengan al-Naffath"[24]

Demikian pula, sampai 442 tahun ini, sejak kematian Ahmad  bin  Isa,  tidak  ada nama anak Ahmad yang bernama Ubaidillah dan pula tidak ada disebutkan Ahmad punya keturunan di Yaman.


Muncul nama Abdullah Dalam Kitab Sejarah
 
Lalu setelah 385 tahun ada nama barn muncul. Tapi bukan Ubaidillah, ia adalah Abdullah yang disebut sebagai anak Ahmad  bin Isa. Ia disebut bukan dalam kitab nasab, tapi dalam sebuah kitab yang berbicara tentang sejarah para ulama dan para raja di Yaman. Kitab itu bernama kitab Al-suluk fi Tabaqot al-Ulama wa al- muluk karya Al-Qodli Abu Abdillah Bahauddin Muhammad bin Yusuf bin Ya'qub (w. 730/731/732).

"Sebagian dari mereka adalah Abu al-Hasan, Ali, bin  Muhammad   bin  Jadid (Hadid, dua riwayat manuskrip) bin Abdullah  bin Ahmad  bin Isa  bin Muhammad bin Ali bin Ja far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Zainal Abdidin ( seharusnya tidak ada bin, karena Zainal Abdin adalah laqob Ali ) bin al-Husain bin Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama  Syarif  Abut Jadid menurut penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al Abi Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf".[25]

Jelas sekali nama Abdullah  ini bukan Ubaidillah, karena memiliki keturunan yang berbeda dengan klaim Ba alawi sekarang. Dalam kitab  ini memang  muncul  pula nama Ba Alawi, namun nama-nama yang disebutkan dari keluarga Ba Alawi masa kitab ini sama sekali berbeda dengan nama-nama yang disebutkan oleh kitab karangan Ba alawi masa kemudian. Dan kitab ini tidak menyebut sama sekali nama alawi bin Ubaidillah. Ini pencangkokan pertama nasab Nabi Muhammad Saw. dari jalur Ahmad bin Isa bin Muhammad an-Naqib, yaitu yang dilakukan oleh keluarga Ba Alawi Banil Jadid. Nama Alawi dan Ubaidillah masih  tidak muncul berbalut kehampaan.

Dalam kitab nasab yang ditulis  awal abad kesembilan, nama Abdullah pun belum ada, ini sangat logis, kitab nasab yang ditulis oleh ulama nasab tentu tidak mungkin sembarangan memasukan nama yang tidak jelas dalam rumpun keluarga Nabi Muhammad Saw. yang demikian itu berbeda dengan kitab sejarah, penulis sejarah meriwayatkan dalam  kitabnya nasab tokoh yang ditulis sesuai  pengakuannya.  Ia tidak terlalu menuntut kesahihannya, karena kesahihan nasab itu nanti bisa dikenali dan diuji oleh bidang yang lebih spesifik yaitu bidang nasab, sejarah hanya menulis sesuai pengakuan tokoh, karena pengakuan itu bagian dari sejarah pula. Benar atau tidaknya sangat mudah dibuktikan dalam sanad nasab yang ditulis setiap generasi dalam kitab-kitab nasab.

Nama Abdullah ini, kemudian yang dijadikan dasar oleh  Ba Alawi untuk menyambungkan nasab mereka kepada Nabi Muhammad Saw. Dan nanti akan diketahui bahwa Abdullah yang muncul di abad ke 8 ini bukanlah Ubaidillah.

Kitab Abad Kesembilan hijriah

Dalam kitab Umdatuttolib ft Ansabi Ali Abi Tholib karya Ibnu Inabah (w. 828 H.) disebutkan bahwa di antara keturunan Muhammad  an-Naqib adalahAhmad  al-Ataj bin Abi Muhammad al-Hasan ad-Dallal bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa. Kutipan lengkapnya seperti berikut ini:

"Sebagian dari keturunan  Muhammad  an-Naqib  adalah  Ahmad  al-Ataj  bin Abi M uhammad al-Hasan ad-Dalla! bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa al-Akbar."[26]

Sampai awal abad Sembilan ini tidak disebutkan nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa. Seperti juga tidak disebutkan bahwa ada anak Ahmad bin Isa yang tinggal di Yaman. Ibnu Inabah, tampaknya, tidak mempedulikan nama  Abdullah yang disebut al-Jundi sebagai anak Ahmad bin Isa. Kenapa? Hal itu disebabkan, mungkin, karena keilmuannya dalam hal nasab tidak mentolelir adanya nama yang tiba-tiba muncul tanpa karana.


Kemunculan Nama Abdullah di Akhir Abad 9 H.

Nama Ubaidillah belum muncul di pertengahan abad Sembilan,  tetapi  ada  nama barn   yang   disebutkan   oleh  kitab  An-Najhah   al-Anbariyah   karya   Muhammad Kadzim bin Abil Futuh al-Yamani al-Musawi  (w. 880) nama itu adalah Abdullah bin Ahmad. Agaknya, kitab An-Nafhah ini menukil dari kitab al-Jundi (w. 730 H.).

Dari situ kita melihat bahwa nama Abdullah telah menghilang  dari  radar  para penulis nasab selama 543 tahun, dihitung dari wafatnya Ahmad bin Isa. Dari kitab yang mulai mencatat nama Ahmad bin Isa yang penulis sebutkan di atas, minimal ada tujuh kitab mulai abad kelima sampai  kesembilan  yang  tidak  menyebutkan nama Abdullah sebagai nama anak dari Ahmad bin Isa.

Adapun kutipan lengkap dari kita an-Nafhah yang menyebut nama Abdullah adalah sebagai berikut:

"Maka Muhammad an-Naqib berhijrah ke Kota Ros, maka ia mempunyai anak Isa, dan sebagian dari anak Isa adalah Ahmad yang pindah ke Hadramaut. Maka dari keturunannya di sana adalah Sayid Abut Jadid (dengan fatah jim, kasrah dal yang tanpa titik, sukun ya yang bertitik dua di bawah, setelahnya hurup dal) yang datang di Kota Aden di masa pemerintahan al-Mas 'ud bin Togtokin (dengan fatah hurup tho yang tanpa titik, sukun ghain yang bertitik satu, fatah ta yang bertitik dua di atas, nun setelah ya yang bertitik dua di bawah dan kaf yang dikasrah) bin Ayub bin Syadi (dengan fatah  syin, kasrah zdal yang bertitik keduanya ) tahun 611, maka al-mas 'ud kemudian melakukan tindakan kasar kepada al-Jadid karena suatu hal, maka ia menangkapnya dan menyiapkan pemindahannya  ke bumi India, kemudian ia kembali ke Hadramaut setelah wafatnya al-Mas 'ud. Maka dari keturunan  al­ Jadid ini adalah  Bani  Abu  Alawi,  yaitu  Abu  Alawi  bin Abut  Jadid  bin Ali  bin M uhammad bin Ahmad bin Jadid bin Ali  bin M uhammad  bin Jadid  bin Abdullah bin Ahmad bin Isa yang  telah disebutkan sebelumnya ."[27]

Dari kutipan di atas, penulis kitab an-Nafhah al-Anbariyah, Syekh Muhammad Kadzim, ia sendirian tanpa referensi dari kitab nasab yang telah disebutkan: pertama ia sendirian ia sendirian tentang pindahnya Ahmad ke Hadramaut, tidak  ada  ahli nasab dalam kitabnya menyebutkan seperti itu. Kedua, ia sendirian tentang nama Abdullah sebagai anak Ahmad bin Isa, nampaknya, ia melihat kitab al-Suluk dan mengambil referensi darinya.

Satu catatan penting, bahwa Banu Abu Alawi yang disebut oleh Syekh Muhammad Kadzim tersebut bukanlah Ba Alawi para habib yang menurunkan al-Faqih al­ Muqoddam, tetapi Banu Abu Alwi dari keluarga Jadid, sebagaimana ia tegaskan dengan kalimat: "Maka dari keturunan al-Jadid ini adalah Bani Abu Alawi, yaitu Abu Alawi bin Abut Jadid bin Ali bin Muhammad bin Ahmad  bin Jadid  bin Ali bin M uhammad bin Jadid bin Abdullah bin Ahmad bin Isa. " Perhatikan! Banu Abu Alawi adalah Abu Alawi bin Abul Jadid, generasi ke delapan dari Jadid bin Abdullah.

HABIB ALI AL-SAKRAN ORANG YANG PERTAMA MENYEBUT NAMA UBAIDILLAH SEBAGAI ANAK AHMAD

Menurut Habib Ali al-Sakran leluhur mereka (Para Habib Ba Alawi) ditulis secara berkesinambungan sebagai Ubaid bin Ahmad bin Isa. Lalu ia berijtihad (berasumsi) bahwa Ubaid ini adalah sama dengan Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib, seperti yang disebut dalam kitab Al-Suluk  karya al-jundi (w. 730. H).

Habib Ali al-Sakran menulis sebuah kitab yang diberi nama Al-Burqatul Musyiqoh (selanjutnya disebut al-Burqah). Dalam kitab itu, untuk  pertama  kali  nama Ubaidillah disebut sebagai Anak Ahmad bin Isa dengan argument bahwa Ubaidillah ini adalah nama lain Abdullah yang disebut oleh Al-Jundi (w. 730 H.).

Kitab-kitab selanjutnya yang menyebut Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib, kemungkinan besar, menukil dari Habib Ali  al-Sakran tersebut. Diantara kitab-kitab itu  seperti:   •al-Dlau ' al-Lami ' karya al-Sakhowi (w. 902 H.), kitab Qiladat al-Dahrfl Wafayat A 'yan al-Dahr karya Abu Muhammad  al-Thayyib Ba Makhramah (w. 947 H.), kitab Tsabat[28] Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H.), kitab Tuhfat al-Tholib karya Sayid Muhammad bin  al-Husain as-Samarqondi (w. 996 H), kitab al-Raudl Al-Jaliy karya Murtadlo al-Zabidi (w. 1205 H) dll.

Huijah Habib Ali al-Sakran (w. 895 H. ) Bahwa Ubaid adalah nama Lain Abdullah

Leluhur Habib Ali Al-Sakran, yang dikenal pada zamannya bernama Ubaid, tanpa idlofah kepada "Allah". Hal ini diakui oleh Habib Ali al-Sakran dalam kitabnya tersebut dengan ibaroh:

"Dan demikianlah, ia disini (bernama) Ubaid yang  dikenal penduduk  Hadramaut, dan ditulis dalam kitab-kitab mereka dan berkesinambungan dalam sislsilah nasab mereka. Dan penisbatan mereka adalah:  Ubaid bin Ahmad  bin Isa. " (al-Burqoh al­ M utsiqoh: 150)

Perhatikan, bahwa yang tertulis berkesinambungan bagi penduduk Hadramaut nama leluhurnya adalah Ubaid bin Ahmad bin Isa.  Untuk  menyimpulkan  bahwa leluhurnya yang bernama Ubaid, tanpa pakai mudlaf ilaih "Allah", itu adalah Abdullah, Habib Ali al-Sakran menyebutkan:

"Dan aku memahami dari keterangan yang telah lewat, untuk  pertama  kali, berdasar apa yang terdapat dari Tarikh al-Jundi (kitab al-Suluk) dan kitab Talkhis al-Awaji, dan  telah disebutkan  pembicaraan tentangnya, dalam  menerangkan biografi sosok al-Imam Abu al Hasan, Ali bin Muhammad bin Ahmad Jadid, bahwa Ubaid itu adalah Abdullah bin Ahmad bin Isa. (yaitu ) ketika ia (al-Jundi) berkata: sebagian dari mereka adalah Abu al-Hasan, Ali, bin Muhammad bin Jadid (Hadid, dua riwayat manuskrip) bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin M uhammad bin Ali bin Ja far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Zainal Abdidin bin al-Husain bin Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama Syarif Abut Jadid menurut penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al Abi Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam  tarikat tasawwuf".[30]

Perhatikan kalimat "waqad fahimtu mimma taqoddama" (dan aku memahami dari yang telah lewat itu), dilanjut kalimat "annahu Abdullah bin Ahmad  bin  Isa " (bahwa Ubaid bin Ahmad bin Isa itu adalah (orang yang sama dengan) Abdullah bin Ahmad bin Isa berdasar kutipan kitab sejarah karya al-Jundi . . 

Dari situ diketahui, bahwa yang dicatat sebelum itu hanya Ubaid bin Ahmad bin Isa, lalu ketika  Habib Ali al-Sakran membaca kitab al-Jundi maka ia memahami (menyimpulkan) bahwa Ubaid ini adalah Abdullah.

lalu kenapa Abdullah menjadi Ubaid lalu Ubaidillah? Habib Ali  al-Sakran berargumen bahwa Abdullah bin Ahmad seorang yang tawadlu, ia  merasa  tidak pantas bernama Abdullah (hamba Allah), maka ia menyebut dirinya (Ubaid) hamba kecil, tanpa lafadz "Allah".

Perhatikan ibarah di bawah ini!

 "Dan sesuatu yang dzahir bagiku, bahwa sesungguhnya Syekh Imam Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin Ja 'far, karena tawadu 'nya.. ia menganggap baikdi tasgimya (dikecilkan secara lafadz) namanya dan dihapusnya tanda (keagungannya ), karena menganggap hina dirinya dan mengaggap kecil susuatu yang dinisbahkan kepadanya (nasab atau lainnya) dan melebur pengakuan dan kebiasaan nafsu, dengan mencukupkan nama baginya Ubaid"[31]

dari keterangan di atas disimpulkan, bahwa di kalangan keluarga Ba Alawi sendiri, nasab yang masyhur hanyalah "Ubaid bin Ahmad bin Isa", lalu ketika Habib Ali al­ Sakran melihat kitab al-Suluk, yang menyebut nama Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib, ia berkesimpulan bahwa nama itu adalah nama lain dari Ubaid bin Ahmad bin Isa.


ABDULLAH BUKAN UBAIDILLAH DALAM KITAB AL-SULUK

Para pembela nasab para habib Ba Alawi  di  Indonesia  mengatakan  bahwa Ubaidillah sudah dicatat pada abad delapan. Yang demikian itu, katanya, terdapat di kitab al-Suluk karya al-Jundi (w.730 H.), yaitu ketika ia menyebut nama Abdullah sebagai anak Ahmad. Abdullah ini, menurut para habib,  mempunyai  anak  tiga: Jadid, Alwi dan Bashri. Alwi dan Bashri dari ibu yang  sama,  sedangkan  Jadid ibunya berbeda. Jadi wajar yang disebut hanya keluarga Jadid, karena ibu mereka berbeda, kira-kira demikian hujjah mereka. Jadi, walaupun yang disebut hanya keluarga Jadid sebagai keturunan Abdullah bin Ahmad, maka keluarga Alwi pun terbawa karena mereka saudara. Apakah benar Abdullah yang disebut al-Jundi itu sosok yang sama dengan Ubaidillah leluhur para habaib?

Menurut penulis, jika seandainya-pun benar, bahwa Ubaidillah adalah sosok yang sama dengan Abdullah, tetap saja masih terputus riwayat selama 385  tahun dihitung berdasar wafatnya Ahmad bin Isa tahun 345 H sampai wafatnya al-Jundi pengarang kitab al-Suluk yang wafat tahun 730 H.

Apalagi, yang penulis temukan justru menunjukan bahwa Abdullah ini sama sekali bukan Ubaidillah. Ia orang yang berbeda.

Sebelum penulis lanjutkan, mari kita lihat ibaroh yang ada pada kitab al-Suluk karya al-Jundi yang menyebut nama Abdullah bin Ahmad bin Isa. Ada beberapa ibaroh di halaman berbeda yang menyebut tentang Abdullah dan Banu Alawi:

Ibaroh pertama:

"Sebagian dari mereka adalah Abu al-Hasan, Ali, bin Muhammad  bin  Jadid (Hadid, dua riwayat manuskrip) bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin M uhammad bin Ali bin Ja far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Zainal Abdidin ( seharusnya tidak ada bin, karena Zainal Abdin adalah laqob Ali ) bin al-Husain bin Ali bin Abi Tholib karramallahu wajhah, dan dikenal dengan nama  Sy arif Abut Jadid menurut penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut dari para syarif di sana yang dikenal dengan Al Abi Alwi, yang merupakan rumah kesalihan dan ibadah dalam tarikat tasawwuf ".[32]

Perhatikan! Ketika al-Jundi menyebutkan nama-nama ulama yang datang ke Taiz, ia menyebut nama Abul Hasan Ali. Siapa Abul Hasan Ali? Disebut oleh  al-Jundi, bahwa ia dikenal dengan  al-Syarif Abil Jadid bagi penduduk Yaman, asalnya dari Hadramaut berasal dari para syarif di sana. Mereka dikenal dengan keluarga  Abu Alwi, keluarga kesalihan dan ibadah yang berjalan dalam tarikat tasawwuf .

Al-Jundi,  dalam  kitabnya  tersebut ,  menyebut   silsilah  Abul  Hasan  Ali  sebagai berikut:

I.Ali bin Abi Talib k.w. 

2.Husain 

3.Ali Zainal Abidin 

4.Muhammad  al-Baqir 

5.Ja'far  al-Shadiq 

6. Ali al-Uraidi 

7.Muhammad  al-Naqib 

8.Isa al-Rumi 

9.Ahmad 

IO.Abdullah 

11.Jadid 

12.Muhammad 

13.Ali 

14.Hadid 

15.Ahmad 

16.Muhammad 

17.Abul Hasan Ali (617 H)

Abu Hasan Ali ini dikenal dengan nama Syarif Jadid yang berasal dari Hadramaut. Lalu perhatikan nasab para habib Ba Alawi sampai generasi ke 17 di bawah ini!
1.    Ali bin Abi Talib k.w.

2.    Husain

3.    Ali Zainal Abidin

4.    Muhammad  al-Baqir

5.    Ja'far al-Shadiq

6.    Ali al-Uraidi

7.    Muhammad  al-Naqib

8.    Isa al-Rumi

9.    Ahmad

10.    Ubaidillah

11.    Alwi
 
12.    Muharnrnad

13.    Ali

14.    Alwi

15.    Ali khali qosam

16.    Muharnrnad Sohib mirbat (w.550 H)

17.    Ali Waldul Faqih (w.590 H.)

18.    Muharnrnad Faqih al-Muqoddam (653 w. H)

Perhatikan! Abul Hasan Ali,  hidup  segenerasi  dengan  Muharnrnad  Sohib Mirbat, Ali Walidul faqih, dan Faqih al-Muqoddam. Kenapa ketika menyebut bahwa Abul Hasan berasal dari syarif-syarif  di Hadramaut, al-Jundi tidak menyebut nama Muharnrnad Sohib Mirbat atau Faqih al-Muqoddam? Padahal, al-Jundi wafat tahun 730 H., seharusnya al-Jundi mengenal Muharnrnad Sohib  Mirbat atau Faqih al­ Muqoddam, karena disebut dalam literasi para habib, sernisal Syamsu  Dzahirah (h.72), bahwa Muhammad Sohib Mirbat adalah  ulama  besar  dan  "syaikhul masyayikh al ajilla' al- a'lam", gurunya para guru yang agung dan menjadi tokoh, juga disebut dalam kitab yang sama ia sebagai "Imam al-a'immah", imamnya para imam. Faqih al-Muqodam, menurut Solih bin Ali al-Hamid Ba Alawi dalam kitabnya, Tarikh Hadramaut (h.709), adalah ulama besar yang sampai tingkatan mujtahid mutlak.

Seharusnya, dengan sebesar penyebutan itu, al-Jundi mengenal keduanya, karena al­ Jundi tinggal Aden, Yaman. Yang dernikian itu rnisalnya, al-Jundi menyebutkan: "Syarif Abul Hasan ini berasal dari Hadramaut dari para syarif  di  sana yang dikenal dengan Al Abi Alwi satu keluarga dengan Sohib Mirbat dan Muhammad al­ Faqih al-Muqodam ". Tetapi al-Jundi tidak menyebutkan dernikian. Ia  hanya menyebut Abul Hasan Ali.

Para Habib, sernisal Hanif Alatas dalam buku sanggahannya terhadap buku penulis, menyatakan bahwa al-Jundi menyebut Faqih  al-Muqoddam,  Ali  Khali  Qosam, putra solih Muharnrnad  bin ali bin alwi, dan sayyid Abdullah bin Alwi. Benarkah klaim itu? Mari kita uji!

Sebelumnya, mari kit baca ibaroh kitab al-jundi berikut ini!
 
"Sebagian dari mereka (tokoh Hadramaut) adalah Abu Marwan, sebagai laqob, adapun namanya adalah Ali bin Ahmad bin Salim bin M uhammad bin Ali. Ia seorang ahli fikih yang terbaik yang besar, darinya meyebar luas ilmu di Hadramaut., Karena kesalihannya dan keberkahan pengajarannya. Ia  mempunyai karangan yang banyak. Ia adalah awal orang yang bertasawuf dari keluarga Aba Alwi. Mereka (sebelumnya) dikenal dengan fikih. Dan ketika sampai kepadanya tentang itu dan sesungguhnya ini telah bertasawuf lalu ia menjauhinya. Dan sebagian yang telah belajar fikih kepada Abu Marwan adalah  Abu  Zakaria,  ia keluar ke Maqdisyu lalu menyebarkan ilmu di sana dan di peloksoknya dengan penyebaran yang  luas dan aku tidak mengetahui seorangpun sejarah mereka."[33]

Dari ibaroh ini, kita menemukan secara dzahir, bahwa Abu Marwan seabagai keluarga Ba Alawi, dan ia merupakan orang pertama yang menjalani tarikat tasawuf. Dan nama Abu Marwan ini tidak lazim dipakai keluarga Habib Ba Alawi. Tapi menurut para habib, disini ada kalimat yang hilang, yaitu setelah kalimat "musonnafat adidat " terdapat kalimat "Wabihi tafaqqaha Muhammad bin Ali Ba Alwi " lalu baru dilanjutkan kalimat "wahua awwalu ... " jadi yang benar menurut Hanif, "belajar kepadanya (Abu Marwan), (orang yang bernama) M uhammad bin Ali Ba Alwi  (Faqih Muqoddam) .. ". Hal itu, menurut Hanif, disyahidi oleh kitab Husen bin Abdurrahman al-Ahdal yang bernama Tuhfatuzzaman fl Tarikhi Sadat al Yaman. Setelah penulis mencari kitab ini, memang ada seperti yang disebut Hanif, ada tambahan Muhammad bin Ali. Kekurangannya, kitab ini  di  tahqia  oleh Abdullah Muhammad al-Habsyi dari keluarga Ba Alawi sendiri. Bukan penulis meragukan pentahqiq tanpa alasan, tetapi beberapa pengalaman pentahqiqan yang dilakukan kalangan internal Ba Alawi, mulai dari kitab Abna' al-Imam dan al-Raud al-jaliy, selalu  ada masalah.  Taruhlah itu betul,  bahwa  ada nama  Muhammad  bin Ali Ba Alwi, tetapi apakah betul itu al-Faqih al-Muqoddam? Kita lanjutkan ibaroh al-Jundi berikut!

"dan sebagian dari keluarga Abi Alwi, telah terlebih dahulu disebutkan sebagian mereka, ketika menyebutkan Abi Jadid beserta orang-orang yang datang ke Taiz, mereka adalah keluarga kesalihan, tarekatnya dan nasabnya, diantara mereka adalah Hasanbin M uhammad bin Ali Ba Alawi, ia seorang ahli fikih, ia menghafal kitab al-Wajiz karya Imam gazali, ia punya  paman namanya Abdurrahman bin Ali Ba Alawi."[34]

Dari ibaroh ini ada nama yang disebut al-Jundi merupakan keluarga Ba Alawi, yaitu Hasan bin Muhammad bin Ali Ba Alawi. Nama Muhammad bin Ali Ba Alwi yang disebut kembali, ia mempunyai anak bernama Hasan. Pertanyaannya, kalau Muhammad bin Ali Ba Alwi itu al-Faqih al-Muqoddam, seperti interpretasi Hanif, apakah al-Faqih al-muqoddam mempunyai anak bernama Hasan?

Mari kita lihat kitab nasab Ba Alawi Syamsu al-Dzahirah, apakah al-Faqih al­ Muqoddam mempunyai anak bernama Hasan


Perhatikan ibaroh di bawah ini!

"ia (al-Faqih al Muqoddam) mempunyai anak laki-laki lima: Alawi,  Ahmad, Ali, Abdullah yang wafat di Tarim tahun 663 H, dan Abdurrahman yang wafat antara Makkah- Madinah."  (Syamsu al-Dzahirah:  78)[35]
 
Jelas di sini disebutkan bahwa al-Faqih al-Muqoddam tidak punya anak bernama Hasan. Jadi jelas pula bahwa Muhammad bin Ali yang disebut al-Jundi itu bukan al­ Faqih al-Muqoddam.

Penguat kedua bahwa Muhammad bin Ali yang disebut al-Jundi itu bukan al-Faqih al-Muqoddam adalah kalimat "Ia (Hasan bin Muhammad) mempunyai paman bernama Abdurrahman bin Ali ... " pertanyaanya, apakah Ali ayah al Faqih al­ Muqoddam mempunyai anak bernama Abdurrahman? Mari kita lihat kitab Syamsu al-dzahirah dengan ibaroh di bawah ini!

"ia (Syekh Ali bin Muhammad sahib Mirbath) mempunyai anak satu, yaitu syekh Imam Muhammad yang masyhur dengan (nama)  al-Faqih  al-Muqoddam ... " (Syamsu al-dzahirah: 77)[36]

Dikatakan dalam kitab Syamsu al-Dzahirah, bahwa Ali (ayah al-Faqih al­ Muqoddam) hanya mempunyai anak satu, berarti Hasan yang disebut al-Jundi mempunyai paman bernama Abdurrahman jelas bukan anak al-Faqih al-Muqoddam dan bukan keluarga Habib Ba Alwi.

"dan sebagian dari mereka adalah Ali bin Ba Alwi, ia banyak ibadahnya, agung pangkatnya, ia selalu solat, dan ketika membaca tasyahhud, ketika ia membaca 'assalamualaika   ayyuhannabiyyu ',    ia   mengulang-ulangnya,    maka   ditanyakan kepadanya (kenapa ia mengulang-ulang kalimat tersebut?), (ia menjawab): 'aku melakukannya sampai Nabi s.a.w. menjawabnya ', maka banyak sekali ia mengulang-ulang itu. Dan Ali  mempunyai anak namanya Muhammad  Ibnu Solah, ia punya paman namanya Ali bin Ba Alwi, sebagian rincian keluarga  Aba Alwi adalah Ahmad bin Muhammad, ia seorang ahli fikih yang utama, ia wafat kira-kira tahun 724 H; dan Abdullah bin Ba Alwi, ia masih hidup sampai sekarang, ia bagus ibadahnya dan menjalani tasawuf ".[37]

Benarkah nama-nama ini seperti yang disebutkan Hanif, merupakan keluarga habib Ba Alwi. Mari kita lihat satu persatu .

Pertama, Alwi bin Ba Alwi, sangat banyak keluarga Habib Ba Alwi yang bernama Alwi, sementara bin Ba Alwi tidak menunjukan ayah, tetapi menunjukan kabilah. Jadi sulit untuk menelusuri siapa dia. Tetapi Hanif, menyatakan bahwa maksudnya itu adalah Ali Khali Qosam, dan penyebutan bin Ba Alwi itu maksudnya adalah bin Alwi tanpa Ba. Lagi-lagi, Hanif bersyahid kitab Tarikh al-Ahdal yang di tahqiq Ba Alawi sendiri. Tapi mari kita coba telusuri  dengan  kalimat-kalimat  berikutnya. Disitu dikatakan bahwa , Ali bin Ba Alwi ini punya anak paman bernama Ali juga . Berarti jika dia adalah Ali Khali qosam, maka kita telusuri apakah ayah Ali Khali qosam ini punya adik yang mempunyai anak bernama Ali, sehingga Ali inilah yang disebut anak paman Ali Kali Qosam. Mari kita lihat kitab Syamsu al-Dzahirah!


"Alawi ini mempunyai dua putra: salim tidak punya keturunan dan Ali yang dikenal dengan Khali ' Qosam ". (Syamsu al-Dzahirah: 70)[38]

Jelas, nama Ali bin Ba Alwi itu bukan Ali Khali Qosam, karena Ali Khali qosam pamannya tidak punya anak, bagaimana ia punya anak paman (sepupu)  jika pamannya tidak punya anak. Jadi klaim hanif bahwa keluarga Habin Ba Alwi disebut ditarikh al-Jundi itu  terbantahkan . Begitu pula klaim Habib Ali al-Sakran dalam kitabnya al-Burqoh al-Musyiqoh , yang menyatakan bahwa leluhurnya Ubaid bin Ahmad itu adalah sama dengan Abdullah bin Ahmad dengan berhujjah dari apa yang disebut oleh al-Jundi itu menjadi terbantahkan pula. Maka dari  sini,  nasab Habib Ba Alawi sangat sulit untuk bisa disambungkan dengan  nasab  Nabi Muhammad s.a.w. karena dalil mereka adalah hanya asumsi kemiripan nama antara Ubaid bin ahmad dan Abdullah bin Ahmad .

Lalu siapa Abu Alwi yang dimaksud itu? Abu Alwi yang dimaksud itu hanyalah keturunan Jadid bin Abdullah.

Abad Sepuluh Nama Ubaidillah dan keturunannya Mulai Matang Waiau Belum Disebut Ubaidillah

Dalam kitab Tuhfatutholib Bima'rifati man Yantasibu Ila Abdillah  wa  Abi Tholib, karya Sayid Muhammad bin al-Husain as-Samarqondi (w. 996) disebutkan seperti berikut:

"Adapaun Ahmad bin Isa bin Muhammad bin (Ali) al Uraidi maka Ibnu Anbah berkata:  Abu   Muhammad   al-Hasan   al-Dalla!   bin   M uhammad   bin   Ali   bin M uhammad  bin Ahmad  bin Isa ar-Rumi  adalah dari keturunan Ahmad  bin Isa, ia (lbnu Anbah) diam tentang selain Abu Muhammad. Aku berkata (penulis kitab Tuhafatutolib): Aku melihat dalam sebagian ta 'liq (catatan pinggir sebuah kitab ditulis oleh santri dipinggir kitab ketika mendengar keterangan guru) tulisan yang bunyinya "Telah berkata al-muhaqqiqun dari cabang ilmu ini (nasab)  dari  ahli Yaman dan Hadramaut, seperti Imam Ibnu Samrah, al-Imam al-Jundi, al-Imam al­ Futuhi yang mempunyai kitab at-Talkhis, al-Imam Husain bin Abdurrahman al­ Ahdal, al-Imam Abil Hubbi al-Bur 'I, al-Imam Fadhol bin Muhammad al-Bur 'I, al­ Imam Muhammad bin Abi Bakar  bin !bad as-syami, Syekh Fadlullah  bin Abdullah as-Syajari, dan al-Imam Abdurrahman bin Hisan bahwa  Sayid  Syarif Ahmad  bin Isa pergi bersama anaknya, Abdullah, dalam rombongan para anak, kerabat, teman-teman, para pembantu dari Bashrah dan Iraq menuju Hadramaut setelah berpindah dari berbagai daerah dan bersembunyi dari berbagai Negara, sebagai hikmah Tuhan raja yang maha memberikan anugrah. Maka kemudian Abdullah mempunyai anak bernama Alwi, dan Alwi mempunyai anak bernama M uhammad, Muhammad mempunyai anak Alwi (lagi), Alwi mempunyai anak Ali Khali ' Qosam, Ali Kholi ' Qosam  mempunyai  anak  bernama  Muhammad  Shohib  Mirbath,  dan M uhammad Shohib Mirbath mempunyai anak bernama Alwi dan Ali. Maka adapun Alwi maka mempunyai empat anak: Ahmad dan ia berketurunan, Abdullah ia tidak berketurunan, Abdul Malik keturunannya di India, dan Abdurrahman dan ia berketurunan. Dan adapun Ali  maka  ia mempunyai  anak  al-Faqih  al-Muqoddam M uhammad    dan   ia   mempunyai    banyak    keturunan.      ( Tuhfatuttolib,   Sayid M uhammad bin al-Husain, h. 76-77) [39]

Untuk menyebutkan keturunan Ahmad bin Isa, pertama penulis kitab Tuhfatuttolib mengutip pendapat Ibnu Inabah dalam kitab Umdatuttolib, dalam kitab umdah itu ditulis bahwa Ahmad bin Isa mempunyai keturunan dari anaknya yang bernama Muhammad. Penulis tuhfatuttolib memberi tambahan "wa sakata an gairihi " artinya "Dan Ibnu Inabah diam dari keturunan lainnya ".

Dari kalimat itu penulis Tuhfah ingin mengatakan, bahwa  selain Muhammad, ada nama lain yang tidak disebutkan oleh Ibnu Inabah karena ia  tidak  tegas menyebutkan berapa jumlah anak Ahmad bin Isa. Lalu ia berkata "bahwa aku menemukan sebuah ta 'liq" yaitu catatan santri pada sebuah kitab ketika mengaji dihadapan guru, dalam ta 'liq itu terdapat susunan garis keturunan Ba alawi yang menyebut Ahmad  punya  anak  Abdullah,  lalu  tanpa  di kroscek  kitab  sebelumnya ta 'liq itu dimasukan dalam kitabnya. Dari situlah mulai mashurnya marga Ba Alawi sebagai keturunan Ahmad bin Isa.

Penulis menduga bahwa penulis Tuhfah, menukil dari apa yang ditulis Habib Ali al­ Sakran,  dan  ia  belum  membaca  atau  tidak  mempunyai  kitab  as-Syajarah  al­ M ubarakah  yang  ditulis  Ar-razi  abad  ke  enam  yang  menyebutkan  bahwa  anak
 
Ahmad bin Isa hanya tiga: Muhammad, Ali dan  Husain.  Apabila  ia mempunyai kitab itu maka mungkin ia tidak akan memasukan ta 'liq itu ke  dalam kitabnya, karena akan terasa ganjil apabila sebuah catatan sepotong kertas kemudian berbeda dengan kitab-kitab nasab yang telah ditulis 390 tahun sebelumnya.

ABDULLAH RESMI MENJADI UBAIDILLAH PADA ABAD 14 H

Dalam kitab Syamsudz Dzahirah karya  Syekh  Abdurrahman  al-Mashur  (w.  1320 H), disebutkan dengan tegas bahwa Abdullah bergelar Ubaidillah. Kutipan lengkapnya sebagai berikut:

"ini adalah fasal menerangkan anak-anak Seorang sayyid yang mashur,  yaitu Ahmad bin Isa bin M uhammad bin Ali al-Uraidi bin Ja 'far as-Shadiq r.a.  ia (Ahmad ) mempunyai dua anak yaitu M uhammad dan Abdullah, dan Abdullah ini dinamai pula Ubaidillah dan kunyahnya  adalah Abu Alwi.  (Syamsudz  Dzahirah: 51)

Dengan tegas syekh Abdurrahman al-Masyhur menyebutkan nama Abdullah adalah alias dari Ubaidillah. Ada perbedaan antara kitab syamsudz Dzahirah dan kitab abad kelima yang menyebutkan anak Ahmad berjumlah tiga yaitu  Muhammad, Ali dan Husain. Kitab Syamsudzahirah menyebutkan anak Ahmad bin Isa ada dua orang yaitu Muhammad dan Abdullah. Ia menghilangkan nama Ali dan Husain dan memasukan nama Abdullah.  Seperti telah  disebutkan  sebelumnya  nama  Abdullah ini mulai disebut oleh Syekh al-Jundi (w.730 H.) lalu diinterpretasi oleh Habib Ali al-Sakran bahwa ia sama dengan Ubaid. Sebelumnya tidak ada nama Abdullah disebutkan oleh para penulis kitab nasab sebagai anak Ahmad bin Isa, tidak disebutkan dikitab abad  kelima, keenam dan ketuju. Sedangkan nama Ubaidillah pertama kali disebuat oleh Habib Ali al-Sakran (w. 895 H.)

Dalam an-Nafhah disebutkan Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama  Abdullah dan Abdullah mempunyai anak bernama Abul jaded yang nanti akan menurunkan Abu Alwi pada generasi 8 yang merupakan Bani Abi Alwi. Sedangkan kitab Tuhfatuttalib menyebutkan Abdullah langsung mempunyai anak Alwi yang kelak menjadi datuk Bani Alawi. Kitab Syamsudz Dzahirah berusaha mengkompromikan keduanya dengan menyebutkan bahwa  Abdullah  mempunyai  anak  Alwi  dan bergelar Abu Alwi dan Abul  Jadid dan menambahkan nama ketiga  yaitu  Bashri. Jadi anaknya tiga. Dari mana tambahan itu? wallahu a 'lam.
 
Dari sini kita menyimpulkan betapa rumitnya pensibatan para Ba Alawi sebagai sebagai keturunan Ahmad bin Isa. Selain Ubaidillah  yang  tidak  tercatat  sebagai anak Ahmad bin Isa selama 550 tahun, ketika tiba-tiba muncul nama itu pun dengan kelemahan yang menyertainya. Kelemahan itu disebabkan beberapa hal,  yang pertama munculnya nama Abdullah pada akhir abad 8 tanpa menyebutkan referensi, sepertinya ia muncul dari ruang hampa. Yang kedua ketika muncul dalam kitab al­ Burqoh di abad sembilan, penulisnya mengatakan  ia  menginterpretasi  nama Abdullah sebagai Ubaid. Ketiga ketika kitab Syamsudz Dzahirah menyimpulkan bahwa Abdullah adalah Ubaidillah, tidak  menyebutkan  Abdullah  yang  mana, apakah Abdullah yang mempunyai anak Abul Jadid seperti dalam an-Nafhah, atau Abdullah yang mempunyai anak Alwi seperti dalam Tuhfatuttolib. An- Nafhah tidak menyebut nama Alwi sebagai anak Abdullah, Tuhfatuttolib  tidak  mnyebut  nama Abul Jadid sebagai anak Abdullah. Lalu disatukan dalam Syamsudz  Dzahirah bahwa keduanya anak Abdullah.

Penyatuan Alwi dan Abul jadid sebagai anak Abdullah menyisakan masalah karena an-Nafhah menyebutkan Bani Abi alawi itu dari jalur Abul jadid.  Sedangkan  hari ini kita dikenal Ba Alawi dari jalur Alwi, yang nama Alwi bin Abdullah tidak disebutkan dalam kitab an-Nafhah sebagai anak Abdullah.

NASAB BA ALAWI TIDAK SYUHROH DAN TIDAK ISTIFADOH

Ketika kita mengetahui bahwa fulanah adalah ibu kita, darimana kita tahu bahwa ia adalah ibu kita, padahal kita tidak melihat  dengan mata kepala sendiri ketika kita dilahirkan oleh fulanah itu? Kita mengetahuinya dari orang lain, dari keluarga kita, dari tetangga kita dan dari yang lainnya, itulah makna syuhroh wal istifadloh secara sederhana.

Syuhro wal istifadloh (at-tasamu ', mendengar dari mulut ke  mulut)  adalah  cara yang diakui Islam untuk menentukan beberapa masalah fikih, termasuk nasab. Madzhab empat sepakat teori syuhroh wal istifadloh dapat  diterapkan  sebagai hujjah dalam menentukan nasab dan menafikannya. Nabi Muhammad Saw. menggunakan syuhroh walistifadloh ketika ia meyakini bahwa Hamzah bin Abdul Muttolib adalah saudara satu susuan dari Tsuwaibah, padahal Nabi waktu itu tidak melihat   sendiri   ketika   Hamzah   menyusu   kepada   Tsuwaibah   karena   Hamzah
menyusu dua tahun sebelum Nabi Muhammad menyusu. [40]

Syuhroh belum tentu istifadloh. Contoh: Abu bakar itu berasal dari Suku Quraisy. Yang demikian mashur  diketahui oleh semua orang baik di Makkah maupun  suku lainnya di Arab, bahkan seluruh dunia Islam. Itu Syuhroh (masyhur) dan Istifadloh (menyeluruh). Ibnu Jauzi  (w. 597) berasal  dari Quraisyi. Yang demikian itu diketahui oleh ahli ilmu tapi tidak  diketahui semua orang. Itu Syuhroh tapi tidak istifadloh  (menyeluruh).

Ketika dikampung kita ada seorang sayyid atau syarif yang dikenal secara masyhur bahwa ia adalah syarif karena lahir dari seorang syarif dan kakeknya juga dikenal sebagai syarif maka ia bisa diyakini oleh kita sebagai syarif. Dalam arti jika kita bersaksi bahwa ia adalah seorang syarif maka kita tidak dianggap berdusta dalam kesaksian. Tapi apakah yang demikian itu cukup menjadi dalil bahwa ia syarif asli? Belum. Masih membutuhkan syarat lainnya yaitu syuhroh wal istifadloh itu harus dalam semua generasi sampai generasi yang diakui.

Jika seseorang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad s.a.w.  maka dalam setiap generasi itu harus masyhur bahwa ia adalah keturunan Nabi, bukan hanya di masanya tapi terns dimasa ayahnya, kakeknya, buyutnya dst. Bagaimana cara mengetahuinya?

Cara mengetahuinya adalah dengan syuhro wal istifadloh dimasanya. Yaitu dengan masyhurnya ia sebagai keturunan Nabi lalu untuk  masa  selanjutnya  dengan kesaksian bahwa ia adalah cucu dari kakeknya yang dikenal sebagai turunan Nabi, dan jika sudah tidak ada saksi yang masih hidup untuk generasi selanjutnya ke atas, maka dibutuhkan kesaksian kitab-kitab nasab.

Jika tidak ada kesakisan kitab-kitab dari nama-nama itu semua, maka disitulah syuhroh walistifadloh berlaku . Tapi jika misal di abad 5 ada kitab nasab yang menyebut Ahmad dengan nama anak-anaknya, tapi tidak menyebut ubaidillah sebagai anaknya, maka tidak bisa menggunakan teori syuhro walistifadloh untuk ubaidillah. Ia tertolak, karena ada bayyinah yaitu kesaksian kitab semasa yang menyatakan Ubaidillah bukan anak Ahmad.

Imam Ar-Ruyani (w.502) menyebutkan di dalam kitab Bahrul Madzhab pendapat Imam Sayfi'I tentang syarat-syarat syuhroh wal istifadloh, sebagai berikut:

"maka inilah empat syarat (penetapan nasab): sepanjang zaman; bernisbat kepada nasab yang orang lain (juga) bernasab kepadanya; tidak ada penolak; dan tidak adanya dalil-dalil yang merupakan sebab ( ia bisa menjadi) bayyinah (bukti), sehingga bisa bersaksi terhadap nasab itu. (Bahrul Madzhab: 141134 al maktabah asyamilah).[41]

Ibnu Hajar Al-asqolani berkata:[42]

"Sesunggunya nasab adalah sebagian dari yang bisa ditetapkan dengan metode istifadloh kecuali telah sohih sesuatu yang menentangnya"  (al Jawab al Jalil: 47)

Nasab para habib Ba Alawi, tidak bisa dikatakan sudah syuhroh  wal  istifadloh, karena syuhrohnya (masyhurnya) hanya sekarang sampai abad ke 9, sedangkan sebelumnya, abad 8,7,6,5 dan 4 keluarga ini tidak syuhroh dan tidak istifadloh. tidak ada yang menyebut Ubadilah sebagai anak Ahmad dari mulai masanya hidup, yaitu abad ke empat samapai abad 9 H.

KESIMPULAN


Berdasarkan data-data ilmiyah yang penulis sebutkan di atas,  penulis menyimpulkan:

1.    Bahwa penisbatan keluarga habib Ba Alawi kepada Nabi Muhammad Saw. dimulai baru pada abad 9 Hijriah, yaitu ketika habib Ali al-Sakran mengiinterpretasi nama Abdullah yang  terdapat  dalam kitab  al-Jundi  (732 H.) sebagai orang  yang sama dengan Ubaid leluhur Ba Alawi. Jadi penisbatan tersebut setelah 550 tahun sejak wafatnya Ahmad bin  Isa. Selama 550 tahun sebelumnya, tidak ada kitab nasab yang menyebut Ubadillah sebagai anak Ahmad bin Isa.


2.    Abdullah yang disebut kitab al-Jundi (w. 732 H.) dalam kitab al-Suluk sebagai anak Ahmad bin Isa, terputus riwayat selama 387 tahun sejak wafatnya Ahmad bin Isa. Dan keberadaan Abdullah  sebagai anak Ahmad bin Isa tertolak,  karena  kitab  yang  lebih  tua,  yaitu  kitab  al-Syajarah  al­ M ubarokah karya Imam al-Fakhrurozi menyebutkan dengan tegas  bahwa anak Ahmad bin Isa berjumlah tiga orang yaitu: Muhammad, Ali dan Husain.
 
3.    Nasab para habib Ba Alawi terputus 550 tahun. Sangat sukar sekali menurut takaran ilrniyah untuk menyebut bahwa para  habib Ba alawi adalah sahih sebagai keturunan Nabi Besar Muhammad Saw.  Dari  sisi  riwayat  nasab para habib ini adalah munqati ' (terputus); dari sisi nasab, nasab ini termasuk dalam kategori mardud al-nasab (nasab yang tertolak).

Sebagai manusia yang lemah dengan segala kekurangan tentunya penulis bersedia mendapatkan masukan dari berbagai fihak akan kekurangan buku penulis ini. Wallahu a 'lamu bi haqiqatil hal.

Referensi

13 Sirr Silsilat al-Alawiyah, Maktabah al-Khaidariyah, hlm. 49.

14 Sirr Silsilat al-Alawiyah, hlm. 49.

15 Tahdzib al-Ansab, hlm. 175-176 secara ringkas. 

16 Tahdzib al-Ansab, hlm. 177-176

17 Lisan al-Mizan, Maktabah Syamilah, hlm. 5/366 

18 al-Imam Ahmad al-Muhajir, Muhammad Dhiya' Syihab, hlm. 47.

19 Al-Majdi fi Ansab al-Talibin, al-Umri, Maktabah Ayatullah Uzma al-Mara'syi, 1422, hlm. 377  

20 Muntaqilah al-Talibiyah, al-Haidariyah, hlm. 160

21 Al-Syajarah al-Mubarakah, hlm. 111

22 Al-Fakhri fi ansaabitholibin, Sayid Azizuddin Abu Tholib Ismail bin Husain al-Mawarzi, Tahqiq sayid Mahdi ar-Roja'i, h. 30

23 Al-Ashili fi Ansab al-Talibin, al-Taqtaqi, Tahqiq Sayid Mahdi al-Raja'i, hlm.212

24 Al-Tsabat al-Mushon, hlm. 83-84

25 Al-Suluk, Maktabah Syamilah, hlm.2/136-137

26 Umdat al-Thalib fi Ansab Al Abi Thalib, Ibnu Inabah, hlm. 225. 

27 Al-Nafha al-Anbariya fi Ansab Khair al-Bariyah, Muhammad Kazhim, hlm. 25

28 Tsabat adalah istilah ulama untuk kitab yang mencakup  kumpulan sanad dan guru

29 Al-Burqah al-Mutsiqah, hlm. 150

30 Al-Burqah al-Mutsiqah, hlm. 150-151

31  Al-Burqah al-Mutsiqah, hlm. 151

32  Al-Suluk, Maktabah Syamilah, hlm.2/136-137

33 Al-Suluk, Maktabah Syamilah, hlm.2/463

34 Al-Suluk, Maktabah Syamilah, hlm.2/463

35 Syams al-Zhahirah, hlm. 78 

36 Syams al-Zhahirah, hlm. 77

37 Al-Suluk, Maktabah Syamilah, hlm.2/463

38  Syams al-Zhahirah, hlm. 70

39  Tuhfatuttolib, Sayid Muhammad bin al-Husain, h. 76-77

40 At-Tobaqotul Kubro: 1/87

41 Bahrul Mazhab, hlm. 14/124, Maktabah Syamilah

42 al Jawab al Jalil an Hukmi Baladil Khalil, hlm. 47

LihatTutupKomentar