Kata Pengantar Terputusnya Nasab Habib
Nama kitab / buku: Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw (Penyempurnaan dari Buku Menakar Kesahihan Nasab Habib di Indonesia)
Penulis: KH. Imaduddin Utsman Al-Bantani, pengasuh pesantren Nahdlatul Ulum, Banten
Cetakan pertama: Oktober 2022
Penerbit: Maktabah Nahdlatul Ulum
Kitab sebelumnya: Menakar kesahihan Nasab Habib Di Indonesia
Bidang studi: Sejarah Baalawi, ilmu nasab, sejarah Islam
Penerbit: Maktabah Nahdlatul Ulum Banten Cet. 1/ 2023
Daftar Isi
- Kata Pengantar
- Bab I: Habib di Indonesia
- Bab II:Metode Menetapkan Nasab
- Metode Konfirmasi Kitab Nasab
- Referensi 
- Kembali ke: Buku Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw
  KATA PENGANTAR
Setelah buku "Menakar Nasab Habib di Indonesia, Sebuah Penelitian
  Ilmiyah" (selanjutnya disebut buku menakar), yang penulis tulis, mendapat
  perhatian dari berbagai macam kalangan, baik yang pro maupun 
  kontra,  maka  penulis  merasa perlu untuk membuat buku susulan
  yang mengetengahkan dalil-dalil yang lebih kokoh, berdasarkan diskursus yang
  telah berlangsung tentang nasab tersebut, pasca beredarnya buku pertama.
Buku
  ini, diantaranya, memuat kembali apa yang telah penulis tulis dalam buku
  menakar, lalu ditambahkan keterangan-keterangan ilmiyah baru, yang menurut
  pendapat penulis laik untuk ditambahkan. Penulis telah sebutkan dalam buku
  menakar, bahwa buku tersebut  merupakan  hasil 
  penelitian  verifikatif  penulis tentang kesahihan nasab para habib
  di Indonesia. Penelitian ini berdasarkan adanya fonomena pengakuan para habib
  dalam beberapa kesempatan di media masa dan media sosial, bahwa mereka adalah
  cucu dari Nabi Muhammad  Saw.  Bahkan, dalam satu kesempatan seorang
  habib  mengatakan  "Dalam  tubuh  kami  mengalir dari
  suci kakek kami, Rasulullah". 1
Masalah yang penulis teliti adalah,
  apakah benar para  habib ini adalah cucu  dari Nabi Muhammad Saw.,
  sehingga mengalir dalam tubuhnya  darah Rasulullah? Adapun metode yang
  penulis gunakan adalah metode library research, dengan mengumpulkan data-data
  ilmiyah berupa kitab-kitab nasab dan kitab  lainnya  dari masa ke
  masa, kemudian data-data itu diolah sehingga  sistematis, 
  rasional  dan valid.
Tujuan penelitian itu untuk menakar
  kesahihan apakah benar para habib itu sebagai keturunan Nabi Muhammad
  Saw.?  Penelitian  itu,  menurut  penulis,  penting,
  karena pengakuan bahwa seseorang sebagai cucu Nabi Muhammad Saw., memiliki
  konsekwensi  dalam kehidupan  sosial-kegamaan.
Menakar
  kasahihan nasab seseorang, atau suatu  kelompok  yang 
  mencurigakan, yang menisbahkan diri kepada nabi Muhammad Saw. hukumnya fardu
  kifayah. Ia termasuk dalam kategori amar ma 'ruf nahi munkar. Haram bagi para
  ulama mendiamkan terjadinya pengakuan nasab seseorang atau sekelompok manusia
  yang menisbahkan  diri sebagai keturunan  Nabi Muhammad  s.a.w.
  dengan dusta, karena yang demikian itu, termasuk istihqor bi haqqi al mustofa
  (merendahkan hak Nabi Muhammad  Saw.).
Imam Ibnu Hajar
  al-Haitami al-berkata:
ينبغي لكل احد ان يكون له غيرة في هذا النسب الشريف وضبطه حتي لا ينتسب اليه صلى الله عليه وسلم احد الا بحق
"Seyogyanya bagi setiap orang mempunyai
  kecemburuan terhadap nasab mulia Nabi Muhammad s.a.w. dan mendhobitnya
  (memeriksanya) sehingga seseorang tidak menisbahkan diri kepada (nasab) Nabi
  Muhammad s.a.w. kecual dengan sebenarnya. "
Membongkar nasab-nasab
  mencurigakan yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw., telah
  dilakukan ulama-ulama masa lalu. Seperti yang dilakukan Ibnu Hazm al-Andalusi
  dan Imam Tajuddin As-Subki,  dalam  membongkar kepalsuan nasab Bani
  Ubaid yang mengaku sebagai keturunan  Nabi  Muhammad Saw. Begitu
  pula yang dilakukan Al-hakim An-Naisaburi yang membongkar kepalsuan nasab Abu
  Bakar ar-Razi yang mengaku keturunan Muhammad bin Ayyub  al-Bajali; 
  Begitu  pula  dilakukan   oleh 
  Adz-Dzahabi,   yang  membongkar kepalsuan nasab Ibnu
  Dihyah al-Andalusi; Demikian juga Ibnu hajar  al-Asqolani, yang
  membongkar kepalsuan nasab Syekh Abu Bakar al-Qumni.3
Wajib bagi
  ulama yang mengetahui batalnya nasab seseorang  yang menisbahkan dirinya
  kepada nasab Nabi Muhammad Saw., untuk menyebarkannya kepada orang lain.
Syekh
  Ibrahim bin Mansur al-Hasyimi berkata:
 ولا يجوز للعالم كتمان علمه في هذا الباب ب فامانة العلم م والكشف عن اختلاط الأنساب من الأمر بالمعروف
"Dan tidak boleh bagi
  seorang alim menyembunyikan ilmunya dalam bab ini (nasab), maka amanah dalam
  ilmu dan membongkar tercampumya nasab adalah bagian dari amar ma 'ruf dan nahi
  munkar "
Imam Malik bin Anas berkata:
من انتسب إلى بيت النبي صلى الله عليه وسلم – يعني بالباطل – يضرب ضرباً وجيعاً ويُشَهَّر ويحبس
"Barangsiapa yang
  bernisbah kepada keluarga nabi, yakni dengan batil maka ia harus dipukul
  dengan pukulan yang pedih dan di umumkan serta dipenjara ".13
Semoga
  buku kedua ini bermanfaat untuk kita semua. Amin! Mei 2023
Imaduddin
  Utsman al-Bantanie
  BAB I HABIB DI INDONESIA
Para habib di Indonesia datang pada sekitar tahun 1880 M dari
  Yaman sampai tahun 1943 sebelum kedatangan Jepang.6 Di Indonesia, mereka
  kebanyakan  tidak melakukan  asimilasi dengan penduduk lokal, dari
  itu, maka mereka dapat dikenali
dengan mudah dari marga-marga yang
  diletakan di belakang nama mereka, seperti Assegaf, Allatas, Al-Idrus, bin
  Sihab, bin Smith dan lainnya.
Mereka mengaku sebagai keturunan Nabi
  Besar Muhammad Saw. Menurut mereka, mereka adalah keturunan keluarga Ba Alawi.
  Ba Alawi sendiri adalah rumpun keluarga di Yaman yang di mulai dari datuk
  mereka yang bernama Alawi bin Ubaidillah.
Menurut mereka, Alawi bin
  Ubaidillah adalah dari jalur keturunan Imam Ali al Uraidi, yang merupakan
  putra dari Imam Ja'far Shodiq. Nasab Alawi, menurut mereka, kepada Nabi
  Muhammad Saw. adalah sebagai berikut : Alawi (w. 400 H) bin Ubaidillah (w. 383
  H) bin Ahmad (w. 345 H) bin Isa an-Naqib (w. 300 H) bin Muhammad An-Naqib (w.
  250 H) bin Ali al-Uraidi (w. 210 H) bin Ja'far al-Shadiq (w. 148 H) bin
  Muhammad al Baqir (w. 114 H) bin Ali Zaenal Abidin (w. 97 H) bin Sayidina
  Husain (w. 64 H) bin Siti Fatimah az-Zahra (w. 11 H) binti Nabi Muhammad Saw.
  (w. 11 H). Tahun wafat yang penulis sebutkan tersebut penulis ambil 
  dari  sebuah  artikel  yang  berjudul  "Inilah
  Silsilah  Habib  Rizieq Shihab.
  Keturunan Ke-38 Nabi Muhammad ?''.7
Sayangnya, nasab seperti di
  atas tersebut tidak terkonfirmasi  dalam  kitab-kitab nasab primer
  yang mu 'tabar, bahkan dalam kitab lainnya selain kitab nasab. Kesimpulan
  seperti itu bisa dijelaskan, karena kitab-kitab nasab yang ditulis berdekatan
  dengan masa hidupnya Alawi bin Ubaidillah tidak mencatat namanya. Ubaidillah,
  ayah Alwi, yang disebut mereka sebagai anak Ahmad bin Isa, tidak terkonfirmasi
  sebagai anak Ahmad, berdasar kitab-kitab nasab  dan  kitab 
  lainnya yang sezaman  atau  yang terdekat,  bahkan  sejak
  abad empat, yaitu  abad hidupnya Ahmad bin Isa, sampai akhir abad
  Sembilan, tidak  tercatat Ahmad  bin  Isa mempunyai anak
  bernama  Ubaidillah.
Sebelum membahas tentang nasab Ba Alawi
  secara komprehensip, penulis akan mendahulukan beberapa hal, barn setelah itu
  membahas mengenai nama Ubaidillah yang mejadi ayah dari Alwi, yang merupakan
  datuk para habaib di Indonesia.
  BAB II METODE MENETAPKAN NASAB
Ulama fikih mempunyai metode dalam menetapkan nasab. Syaikh
  Wahbah al Zuhaili, dalam kitabnya Fiqhul Islam wa Adillatuhu menyebutkan,
  bahwa metode penetapan nasab ada tiga: adanya perkawinan, ikrar, dan bayyinah
  (saksi) yang mencakup kesaksian dengan tasamu ' (syuhrah wal istifadloh,
  masyhur dan menyeluruh). 8 Jumhur  ulama  juga 
  menggunakan  metode  qiyafah  (menetapkan nasab berdasar
  kemiripan) dalam menetapkan nasab. Diantara mereka adalah ulama syafi'iyah,
  malikiyah dan hanabilah. 9 Sebagian ulama  juga  menggunakan 
  metode qur 'ah (undi) dan hukmul qodli penetapan hakim dalam menetapkan
  nasab.
Sedangkan, para ahli nasab, walau secara umum  memiliki
  kesamaan dengan  para ahli fikih, namun mereka memiliki kekhasan
  tersendiri dalam metode menetapkan nasab, terutama untuk peng-itsbatan nasab
  seorang tokoh yang ada dimasa  lalu kepada ayahnya atau anaknya.
  Yaitu  dengan  metode  konfirmasi  kitab-kitab sezaman
  atau yang paling dekat.
Seorang yang mengaku dirinya sebagai
  keturunan Nabi Muhammad Saw. yang ke- 40 melalui Alawi bin Ubaidillah "bin"
  Ahmad bin Isa, kemudian ia menunjukan urutan 40 nama-nama mulai dari namanya
  sampai ke  Nabi  Muhammad  Saw. melaui jalur tersebut, maka
  cara  untuk  mengkonfirmasi  kesahihannya  adalah dengan
  dua cara, pertama looking up (musyajjar), dan kedua dengan cara looking down
  (mubashath).
Looking up (musyajjar) atau meneliti ke atas, adalah
  dengan cara mengkonfirmasi nama yang disebutkan mulai dari nama orang yang
  diteliti sampai nama Nabi Muhammad Saw. Untuk nama pertama, kedua dan ketiga
  bisa dengan cara mengkonfirmasi keluarga terdekat dari ayahnya, misalnya
  pamannya, apakah seseorang ini betul anak dari ayahnya? Dan apakah benar
  ayahnya itu adalah benar anak dari kakeknya? Sedang untuk nama ke-4 dan
  selanjutnya bisa dikonfirmasi melalui catatan silsilah dari keluarga buyutnya
  dengan di selaraskan dengan catatan keluarga besar buyutnya melalui anaknya
  yang lain selain kakeknya tersebut, demikian untuk seterusnya. Lalu catatan
  itu di konfirmasi dengan catatan  ulama dalam kitab-kitab mereka.
 
Sedangkan
  yang dimaksud looking down (mubashath), adalah meneliti mulai dari atas, yaitu
  dalam hal ini, meneliti mulai dari Nabi Muhammad Saw. sampai selanjutnya ke
  bawah. Misalnya, mencari sanad dan dalil yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad
  Saw. betul mempunyai anak Bernama Siti Fatimah Ra., lalu mencari sanad dan
  dalil bahwa Siti Fatimah mempunyai anak bernama Husain, lalu mencari dalil
  yang menunjukan bahwa Husen mempunyai anak bernama Ali Zainal Abidin, lalu
  mencari dalil bahwa Ali Zainal Abidin mempunyai anak bernama Muhammad
  al-Baqir, lalu mencari dalil bahwa  Muhammad  al-Baqir 
  mempunyai anak bernama Jafar al-Shadiq, lalu mencari dalil bahwa Jafar al
  Shadiq mempunyai anak bernama Ali al-Uraidi, lalu mencari  dalil 
  bahwa  Ali  al-Uraidi  mempunyai anak bernama Muhammad
  an-Naqib, lalu mencari dalil bahwa Muhammad  an Naqib mempunyai anak
  bernama Isa al-Rumi, lalu mencari dalil bahwa Isa al-Rumi mempunyai anak
  bernama Ahmad al-Muhajir, lalu mencari dalil bahwa Ahmad al Muhajir mempunyai
  anak bernama Ubaidillah, lalu mencari dalil bahwa Ubaidillah mempunyai anak
  bernama Alawi dst.
Untuk mencari dalil-dalil tersebut, untuk Nabi
  Muhammad Saw. sampai ke Ali al Uraidi sangatlah masyhur melalui hadits,
  sedangkan untuk generasi putra  Ali  al Uraidi yaitu Muhammad
  an-Naqib sudah bergeser hanya mengandalkan kitab-kitab nasab, atau kitab-kitab
  selain nasab  yang  menjelaskan  keberadaan  sosok
  Muhammad an-Naqib yang disebut mempunyai putra bernama Isa. Untuk selanjutnya,
  mulai dari Isa ke bawah, dilakukan seperti itu, berdasar kesaksian kitab-kitab
  sezaman (primer) atau kitab yang lebih  dekat  masanya 
  dengan  tokoh yang diteliti.
  
  
  
METODE KONFIRMASI KITAB NASAB
Sebuah kitab nasab, hanya dapat menjadi dalil kesahihan untuk
  nama-nama yang sezaman dengan kitab nasab itu ditulis. Misalnya, kitab nasab
  Nubzat Lathifah Ji Silsilati nasabil Alawi yang ditulis oleh Zainal Abidin bin
  Alwi Jamalul Lail, kitab Ittisalu Nasabil Alawiyyin wal Asyraf yang ditulis
  Umar bin Salim al- Attas juga pada abad 13 H, kitab Syamsudz Dzahirah yang
  ditulis oleh Abdurrahman Muhammad bin Husein al- Masyhur yang ditulis juga
  pada pertengahan abad 13 H. Kitab-kitab tersebut, dapat menjadi dalil atau
  rujukan bagi nama-nama yang hidup pada abad itu, tapi tidak bisa menjadi dalil
  bagi yang hidup pada abad sebelumnya.
Misalnya, untuk
  mengkonfirmasi Ahmad bin Isa,  kita  harus  mengkonfirmasinya
  pada kitab yang ditulis saat Ahmad bin Isa itu hidup, atau jika tidak
  ditemukan kitab sezaman,  digunakan  kitab  yang 
  paling  dekat  dengan  hidupnya  Ahmad  bin 
  Isa.
 
Begitupula  nama-nama  setelahnya 
  atau  sebelumnya  hams  di  konfirmasi  dengan
  kitab-kitab yang ditulis pada zaman mereka masing-masing.
Sayyid
  Ibrahim bin mansur. Dalam kitabnya, al-Ifadloh,  ia menyatakan:
اما الادلة على ان دعوي المتأخرين من الطبريين للنسب الحسيني العلوي حادثة لا اصل لها أن كتب التواريخ المتقدمة لم ترفع نسب الطبريين الي النسب الحسيني العلوي
"Adapun 
  dalil-dalil bahwa pengakuan  orang-orang belakangan dari kaum tabariyyah
  kepada nasab al-Husaini al-Alawi, itu adalah (pengakuan ) baru yang tidak
  mempunyai dasar, (adalah karena) kitab-kitab tarikh yang tua tidak
  menyambungkan nasab kaum Tabariyah kepada nasab al-Husaini al-Alawi. "10
Perhatikan,
  Sayyid Ibrahim bin Mansur yang menyatakan nasab kaum Tabariyah di Makkah tidak
  tersambung dengan nasab  al-Husaini,  ia  menyimpulkannya
  berdasarkan kitab-kitab tua yang menyatakan bahwa nasab kaum Tabariyah ini
  terputus. Padahal kaum tabariyah dikenal pada abad  14 sebagai 
  keturunan  Nabi yang derajat kemasyhurannya sudah istifadlah, bahkan
  sebagian  ulama,  misalnya Qodi Ja'far li bani Makkiy, menyatakan ia
  telah qot'I sebagai keturunan Nabi Muhammad Saw. (lihat kitab al-Hadits syujun
  halaman 94), tetapi, ketika diteliti, ternyata kemasyhuran pada masa itu (abad
  14 H.), tidak menjamin ketersambungan nasab ini, berdasarkan kesaksian
  kitab-kitab tua. Bahkan Kaum tabariyyin ini disimpulkan barn mengaku sebagai
  keturunan Nabi pada abad  kesembilan. Sementara pada abad 5,6,7,8 nasab
  ini majhul.
Dari itu disimpulkan, bahwa salah satu metodologi para
  ahli nasab, dalam meneliti apakah sebuah kabilah tersambung atau tidak kepada
  Nabi Muhammad  Saw., adalah dengan mengkonfirmasinya dengan kitab-kitab
  sezaman dengan tokoh yang diteliti. Apakah betul tokoh itu ada? Kalau 
  sudah  terbukti  ada,  apakah  ia mempunyai anak seperti
  yang disebut masa selanjutnya ataukah tidak.
Di bagian lain dalam
  kitabnya tersebut, Sayyid Ibrahim al-Mansur menyatakan:
 وقبول دعوى الناس في انساهبم على الشهرة والاستفاضة والشهادة وسلاسل الانساب واقوال النسابىن المعتبرين وكتبهم والمشجرات الموثوقة
"Dan
  (dapat) diterimanya pengakuan orang  terhadap  nasabnya,  yaitu
  berdasarkan: syuhroh wal istifadloh, kesaksian,  silsilah 
  nasab,  pendapat  ahli nasab yang  mu 'tabar, kitab-kitab
  mereka, dan pohon  nasab yang  terpercaya."11
Demikian
  pula, Syekh Abdurrahman al-masyhur, ketika diminta  menulis  kitab
  nasab Ba Alawi ia berpatokan dengan kitab-kitab nasab. Ia berkata:
فأجبته الي ذالك حسبما عرفته ووصل الي علمه من الكتب واالشجار المدونة في ذالك
Maka
  aku menyanggupinya (membuat kitab nasab Ba Alawi ) sesuai apa yang aku
ketahui,
  dan sampai pengetahuannya kepadaku dari kitab-kitab dan pohon (nasab)
  yang  dibukukan tentang itu."12
  
  
  Footnote
1 Chanel youtube Refly Harun, DIPENJARA HINGGA ANCAMAN PEN8UNUHAN, HBS: TAK AKAN BUNGKAM! DARAH RASUL ADA DALAM DIRI KAMI!
  2 Ash-Showa'iq al Muhriqoh: 2/537
3 Ushulu wa Qowaid Fi Kasyfi
  Mudda'I al-Syaraf: 11
4 Ushulu wa Qowaid Fi Kasfi Mudda'I
  al-Syaraf: 13 
5 Ushulu wa Qowaid Fi Kasfi Mudda'I al-Syaraf: 9
  6   Historiografi Etnis Arab di Indonesia, Miftahul Tawbah, Journal
  Multicultural of Islamic Education, volume 6, h. 132.]
7 https://artikel.rumah123.com/inilah-silsilah-habib-rizieq-shihab-keturunan-ke-38-nabi
muhammad-124800
  8 Lihat Fiqhul Islam wa Adillatuhu, maktabah syamilah, juz 10 hal. 265
9 
  Lihat al-Mughni, juz 5 hal.767, Raudaotuttolibin, juz 12 hal.101
10 Al-Ifadhah, 56
11 Al-Ifadhah, 22-23 
12 Syams al-Zhahirah, 13
13 Hadits selengkapnya (admin alkhoirot.org):
وقد ثبت عن مالك بن أنس رحمه الله أنه قال : من انتسب إلى بيت النبي صلى الله عليه وسلم – يعني بالباطل – يضرب ضرباً وجيعاً ويُشَهَّر ، ويحبس طويلاً حتى تظهر توبته ؛ لأنه استخفاف بحق الرسول صلى الله عليه وسلم . أورده السمهودي في جواهر العقدين ( ص 470 – 471 ) .

