Cara Mengingat Allah Dan MentauhidkanNya

Cara Mengingat Allah Dan MentauhidkanNya Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan

Cara Mengingat Allah Dan MentauhidkanNya

Nama kitab: Terjemah Durratun Nashihin, Durrotun Nasihin
Judul asal: Durrat al-Nasihin fi al-Wa'zhi wa al-Irsyad
Judul asal dalam teks Arab: درة الناصحين في الوعظ والإرشاد
Makna: Mutiara Ahli Nasihat dalam Petuah dan Tuntunan Agama
Penulis: Umar bin Hasan bin Ahmad al-Syakir al-Khaubari (عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخويري)
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam, akhlak mulia, tasawuf
Penerjemah:

Daftar isi

  1. Penjelasan Tentang Mengingat Allah Dan Mengesakannya
  2. Penjelasan Tentang Keutamaan Zikir
  3. Penjelasan Tentang Perbuatan Khianat Terhadap Amanat Allah
  4. Keutamaan Membaca Alquran
  5. Penjelasan Tentang Orang-Orang Kafir Di Neraka
  6. Kisah Tentang Nabi Ibrahim As Menyembelih Puteranya Ismail As
  7. Penjelasan Tentang Kesabaran Nabi Ayyub As
  8. Penjelasan Tentang Neraka
  9. Penjelasan Tentang Surga
  10. Penjelasan Tentang Permohonan Ampun Malaikat Untuk Orang-orang Mukmin  
  11. Penjelasan Tentang Keutamaan Sikap Istiqomah
  12. Penjelasan Tentang Keutamaan Tobat
  13. Keutamaan Bulan Sya'ban Yang Dimuliakan
  14. Kembali ke: Terjemah Durratun Nashihin 

44. PENJELASAN TENTANG MENGINGAT ALLAH DAN MENGESAKANNYA

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan petang. Dia-lah yang bersalawat kepadamu dan juga para malaikat-Nya, supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”. (QS. Al Ahzab : 41-43)

 Tafsir :

 

(.    ) Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya, yang menyita sebagian besar waktu dan dengan kalimat apa saja yang pantas bagi Allah, seperti mensucikan (subhanallah), memuji (alhamdulillah), mengesakan (laa ilaaha illallaah), dan pengagungan (Allaahu akbar).

 

(.     ) dan bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan petang. Permulaan dan akhir siang pada khususnya. Sedang disebutkannya waktu pagi dan petang secara khusus, adalah untuk menunjukkan keutamaan waktu-waktu tersebut dibandingkan dengan waktu-waktu yang lainnya. Karena kedua waktu tersebut merupakan waktu-waktu yang disaksikan oleh para malaikat. Jadi, sebagaimana halnya diutamakannya tasbih dari zikir-zikir lainnya, karena tasbih merupakan pangkal segala zikir. Dikatakan bahwa, kedua perbuatan itu (zikir dan tasbih) diarahkan kepada kedua waktu tersebut. Dan ada pula dikatakan bahwa, yang dimaksud tasbih di sini adalah salat.

 

(.    ) Dia-lah yang bersalawat kepadamu, dengan memberi rahmat.

 

(.     ) dan juga para malaikat-Nya, dengan memohonkan ampun bagimu dan memperhatikan apa-apa yang menjadi kemaslahatanmu. Sedangkan yang dimaksud salawat itu adalah gadrun musytarak, yaitu perhatian Allah terhadap kemaslahatan hidupmu dan tampaknya kemuliaanmu, sebagai kata pinjaman (isti’arah) dari kata salat.

 

(.     ) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya (yang terang), dari kegelapan-kegelapan kekafiran dan kemaksiatan kepada cahaya iman dan ketaatan.

 

(.    ,) Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang, beriman, sehingga Dia perhatikan kemaslahatan hidup mereka dan keluhuran derajat mi reka, yang dalam hal itu Dia mempergunakan para malaikat yang dekat. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat atasku tiap-tiap hari sebanyak lima ratus kali, maka dia tidak akan fakir selama-lamanya. (yakni tidak akan memerlukan bantuan orang lagi selama-lamanya).

 

Allah Taaia berfirman :

 

Artinya : “Maka, ingatlah kamu kepada-Ku”. Yakni, dengan ketaatan.

 

Artinya : “Niscaya Aku ingat pula kepadamu”.

 

Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan bertobat, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan menerima tobatmu dan mengampunimu.

 

Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan berdoa, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan mengabulkannya. sebagaimana firman-Nya yang artinya : Berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.

 

Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku di kala hidupmu, niscaya Aku ingat pula kepadamu di dalam liang kuburmu, yakni dengan dimantapkannya ucapan yang benar ketika seorang mayit ditanya oleh dua malaikat di dalam kuburnya tentang Tuhannya, agamanya dan nabinya.

 

Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan bertawakkal, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan mencukupimu. Berdasarkan dalil firman Allah Taala yang artinya : Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupinya.

 

Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan berbuat kebajikan, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan memberimu rahmat, sebagaimana firman Allah yang artinya : Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Bahrul Hagaia)

 

Firman Allah :

 

Artinya : “Dia-lah yang bersalawat kepadamu…”

 

Adalah jumlah musta’natah yang berfungsi memberi alasan kepada dua hal sebelumnya (zikir dan tasbih). Karena salawat Allah atas mereka, padahal mereka tidak sepantasnya memperolehnya, sedang Dia pun tidak memerlukan kepada sekalian alam, adalah hal yang mewajibkan mereka senantiasa melaksanakan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka, yaitu berzikir dan bertasbih kepada-Nya Yang Mahatinggi.

 

Sedang firman-Nya :

 

Artinya : “…. Dan malaikat-malaikat-Nya…”

 

Kata ini di-athaf-kan kepada dhamir yang tersembunyi pada kata yusholli (      ) karena adanya pemisah yang menyebabkan tidak diperlukannya ta’kid (penguat) dengan dhamir munfashil. Tetapi dengan syarat : salat yang pertama tidak diartikan rahmat, dan yang kedua tidak diartikan permintaan ampunan. Karena penggunaan satu kata untuk dua makna yang berbeda adalah hal yang tidak diperbolehkan. Tetapi, ia harus diartikan de-ngan arti majaz yang umum, yang mencakup kedua makna tersebut, di mana masingmasing dari keduanya merupakan arti tersendiri yang hakiki dari arti majaz itu. Yaitu, perhatian terhadap apa-apa yang menjadi kebajikan dan kemaslahatan hidup kaum mukminin. Karena, masing-masing dari rahmat dan permintaan ampun itu adalah arti tersendiri yang hakiki dari perhatian terhadap hal-hal tersebut. (Abus Su’ud)

 

Firman-Nya :

 

Artinya : “Dia-lah yang bersalawat kepadaku, dan juga para malaikat-Nya… hingga akhir ayat”.

 

Salawat dari Allah itu artinya adalah ampunan dan rahmat kepada makhluk-Nya, sedang salawat malaikat adalah doa dan permohonan ampun bagi kaum mukminin. Karena mereka, para malaikat itu, adalah makhluk-makhluk yang dikabulkan doa mereka, maka mereka dianggap seolah-olah sebagai pemberi rahmat. Oleh karena itu dibolehkan mengathaf-kan al malaikah kepada Allah. Kalau tidak, maka tidak ada lagi keumuman dari lafaz musytarak atas kedua artinya, yang hakiki maupun yang majaz. (Syaikh Zaadah)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Janganlah kamu banyak berbicara dengan selain zikir kepada Allah. Karena banyak bicara dengan selain zikir kepada Allah itu akan membikin hati menjadi keras. Padahal, sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah itu ialah orang yang berhati keras” (Mashabih Syarif)

 

Dikisahkan, bahwa ada seorang lelaki ahli beribadat kepada Allah meninggal dunia, Maka ada seseorang bermimpi melihatnya. Orang itu menanyakan kepadanya tentang keadaannya, lalu dijawabnya : “Saya didatangi oleh dua malaikat yang berwajah sangat elok dan berbau sangat harum. Keduanya berkata : “Siapa Tuhan-mu?”. Lalu saya jawab : “Jika kalian bertanya untuk menguji, itu haram. Tetapi jika kalian bertanya untuk sekedar Ingin tahu, maka Tuhanku adalah Allah Taala”. Maka kedua malaikat itu bermaksud akan Pergi, namun saya berkata : “Jangan pergi sebelum kalian memberitahukan kepadaku tentang Tuhanku”. Lantas saat itu juga terdengar seruan : “Dia adalah hamba-Ku”. Kemudian kedua malaikat itu pun pergi dari hadapan saya”. Sekian.

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang art nya

 

“Pada malam mikraj, aku melihat suatu lautan yang tidak ada seorang pun mengsta hur luasnya selain Allah Taala. Di tepi laut tadi ada malaikat berbentuk seekor burung memiliki 70.000 sayap. Apabila ada seorang hamba mengucapkan “Subhanallah” mak burung itu bergerak dari tempatnya. Dan apabila si hamba tadi mengucapkan “wa hamy, lillah”, maka burung itu lalu membentangkan sayap-sayapnya. Dan apabila dia menguc-p. kan “Wala ilaaha illallaah”, maka burung itu terbang. Dan apabila dia mengucapkan “Wa. laahu akbar”, maka burung itu menceburkan diri ke laut. Dan apabila dia mengucapkan “walaa haula alaa guwwata illaa billaahil aliyyil azhiim”, maka burung itu keluar, kemudan mengibaskan sayap-sayapnya. Lalu meneteslah dari tiap-tiap sayap itu 70.000 tetes, yang dari tiap-tiap tetesan itu Allah menciptakan malaikat, lalu mereka membaca tasbih, tari . dan memohonkan ampunan bagi orang yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi, hingga hari kiamat”. (Zubdatul Waizhin)

 

Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan sebuah tiang di hadapan Arsy. Maka apabila seseorang hamba mengucapkan “laa ilaaha illallaah Muhammad rasulullah”, tiang itu menjadi bergoyang. Lantas Allah Taala berfirman : “Tenanglah hai tiang!”

 

Namun tiang itu menjawab : “Bagaimana saya bisa tenang, sedang Engkau belum mengampuni orang yang mengucapkan kalimat tadi!” Maka Allah berfirman : “Sungguh , Aku telah mengampuninya”. Barulah ketika itu, dia mau tenang”. (Zubdatul Waizhin)

 

Konon, bahwa Nabi Musa as. pernah melewati suatu jalan. Maka dilihatnya seorang kakek yang telah bongkok punggungnya karena sudah tua. Dia mengenakan ikat pinggang, sedang di hadapannya ada api yang tengah disembahnya. Lalu Nabi Musa menyapanya : “Hai orang tua, sejak berapa tahun engkau telah menyembah api?”.

 

Si kakek menjawab : “Sejak 490 tahun yang lalu”.

 

Nabi Musa bertanya pula : “Belum tibakah saatnya engkau bertobat dari menyembah api ini, dan kembali kepada Allah, Raja Yang Mahakuasa?”.

 

“Hai Musa” : katanya. “Apakah engkau berpendapat bahwa Allah akan menerima aku, seandainya aku kembali kepada-Nya?”.

 

Musa as. menjawab : “Kenapa Dia tidak menerimamu, sedangkan Dia adalah Tuhan Yang Maha Pengasih?”.

 

Orang tua itu berkata : “Hai Musa, jika engkau berpendapat bahwa Allah Taala akan menerima orang-orang yang lari dengan kemurahan dan kelembutan-Nya, maka terangkanlah Islam kepadaku”.

 

Maka Nabi Musa pun menerangkan tentang agama Islam kepadanya, lalu dia masuk Islam dan mengucapkan : Laa ilaaha illallah, Musa Rasulullah”. Setelah itu dia menjerit dan berteriak, sehingga dikuatirkan dia mati, saking gembiranya masuk Islam.

 

Kemudian Nabi Musa menggerak-gerakkan kakinya, namun ternyata dia telah meninggal dunia. Maka Nabi Musa mengurus jenazahnya lalu menguburkannya. Setelah itu, Nabi Musa berdiri di sisi kuburnya seraya berkata : “Tuhanku, aku ingin Engkau beritahukan kepadaku, bagaimana Engkau memperlakukan hamba-Mu ini yang baru satu kali mengucapkan kalimat tauhid?”.

 

Maka turunlah malaikat Jibril as, lalu berkata : “Hai Musa, Tuhanmu mengucapkan salam kepadamu, dan berfirman : “Tidakkah kau tahu, bahwa siapa pun yang berdamai dengan Kami, dengan mengucapkan kalimat Lailaha Ilallaah, Musa Rasulullah, maka kalimat itu mendekatkan dia ke hadirat Kami, dan memberinya pakaian dari pakaian-pakaian surga”.

 

Kemudian Nabi Musa pulang kepada kaumnya, lalu menceritakan kepada mereka tentang kisah tersebut. Lantas mereka menghitung huruf-huruf yang ada pada kalimat La ilaaha illallaah, Musa Rasulullah itu, ternyata jumlahnya ada 24 huruf. Berarti Allah memberi ampunan dengan setiap hurufnya dosa-dosa selama 27 tahun. (Raunaqul Majalis)

 

Dan dalam salah satu khabar disebutkan : seorang hamba dihadapkan pada hari kiamat ke hadirat Allah Taala untuk dihisab. Setelah dihisab, ternyata dia harus masuk ke dalam neraka, dikarenakan oleh dosa-dosanya yang menumpuk, sedang kebaikannya sangat sedikit. Dia hampir binasa, sedang tubuhnya gemetaran. Lalu Allah berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, periksalah daftar catatan amalnya, apakah kalian temukan satu kebaikan di dalamnya?”.

 

Lantas Allah berfirman :

 

“Dia mempunyai sesuatu pada-Ku. Sesungguhnya pada suatu malam, dia pernah tidur. Kemudian dia terbangun dari tidurnya dan hendak berzikir kepada-Ku, namun dia diserang kantuk yang sangat hingga tertidur kembali. Sesungguhnya, dengan itu, Aku benar-benar telah mengampuninya”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Dari Said, dari Nabi saw., sabdanya : “Setan pernah berkata kepada Tuhannya : “Demi keperkasaan-Mu dan keagungan-Mu, Ya Tuhanku, aku benar-benar senantiasa akan menyesatkan hamba-hamba-Mu dan menyuruh mereka kafir dan durhaka selama nyawa mereka masih berada di dalam jasad-jasad mereka”.

 

Maka Allah Taala menjawab : “Hai makhluk yang terkutuk, demi keperkasaan dan keagungan-Ku, Aku pun benar-benar senantiasa akan mengampuni mereka, selama mereka mau mengingat Aku dan meminta ampun kepada-Ku”. (Majalisul Anwar)

 

Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Pada hari kiamat nanti, ada seorang lelaki dibawa ke Mizan, lalu dikeluarkanlah untuknya 99 catatan amalnya, setiap catatan amalnya panjangnya sejauh penglihatan. Di dalamnya tercatat kesalahan-kesalahan dan dosa-dosanya. Lalu catatan amalnya tadi diletakkan di salah satu piringan timbangan itu. Kemudian dikeluarkan secarik kertas sekecil semut, yang di dalamnya tercatat kalimat syahadat, bahwa tidak ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kertas itu diletakkan pada piringan timbangan yang satunya lagi, ternyata ia lebih berat daripada kesalahan-kesalahan orang tersebut. Maka dengan tauhidnya itu, Allah Taala menyelamatkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam surga”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Alfaqih Abul Laits berkata : “Barangsiapa memelihara tujuh kalimat, niscaya dia akan Menjadi orang yang mulia di sisi Allah dan para malaikat, dan diampuni Allah dosa-dosanya, sekalipun banyaknya laksana buih di laut, dan dia akan merasakan manisnya ketaatan, Sedang hidup dan matinya akan lebih baik.

 

Pertama, ketika akan memulai sesuatu pekerjaan, hendaklah mengucapkan “bismillah”.

Kedua, setelah selesai dari mengerjakan apa saja, hendaklah mengucapkan “alhamdulillah”.

Ketiga, apabila lidahnya terlanjur mengatakan sesuatu yang tidak berguna, hendak lah mengucapkan “astaghfirullah”.

Keempat, apabila hendak melakukan sesuatu pekerjaan di hari atau waktu yang akan datang, hendaklah mengucapkan “insya Allah”.

Kelima, apabila menghadapi sesuatu pekerjaan yang tidak disukai, hendaklah mengucapkan : laahauia walaa quwaata illaa billaahil aliyyil azhiim”.

Keenam, apabila tertimpa sesuatu musibah, hendaklah mengucapkan “inna litlaahi wa inna ilaihi raji’ un”.

Ketujuh, baik siang maupun malam dari lisannya senantiasa mengalir ucapan “laailaaha illailaah, muhammad rasulullah”.

 

(Dari Tafsir Hanafi) Maka laksanakanlah apa-apa yang telah kami sebutkan kepadamu itu, wahai orang sufi.

 

Dikatakan bahwa, ada tujuh perkara yang akan menerangi kubur, dan masingmasing perkara tersebut mempunyai dalil dari Kitabullah :

 

Pertama, ikhlas dalam beribadah. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan tidaklah mereka disuruh, melainkan agar mereka menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”.

 

Kedua, berbakti kepada ibu-bapak. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak”.

 

Ketiga, bersilturrahmi. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya”.

 

Keempat, tidak menyia-nyiakan umur dalam maksiat. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari kamu dikembalikan kepada Allah.

 

Kelima, tidak memperturutkan hawa nafsu. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.

 

Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Dan adapun orang-orang yang takut akan magam Tuhannya dan dia menahan diri dari (mengikuti) hawa nafsu, maka sesungguhnya surgalah yang akan menjadi tempat tinggalnya”.

 

Keenam, bersungguh-sungguh dalam mentaati Allah. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan bersegeralah kamu kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.

 

Ketujuh, memperbanyak zikir kepada Allah. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan petang”. (Tanbihul Ghatfilin) Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Zikir yang paling utama adalah “laa ilaaha illallaah”, dan doa yang paling Utama adalah “alhamdu lillah””. (Hadis ini dari Hisaanul Mashabih, diriwayatkan oleh Sahabat Jabir ra.)

 

Adapun sebab alhamdulillah, dalam hadis ini, dianggap sebagai doa yang paling utaMma adalah karena doa merupakan zikir seorang hamba kepada Tuhannya dan permohonan Si hamba akan karunia-Nya. Sedangkan dalam kalimat Alhamdulillah itu terkandung kedua makna tadi. Karena di dalamnya ada zikir kepada Tuhan dan permohonan tambahan karunia, sebab ia merupakan puncak segala syukur, sesuai dengan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Alhamdulillah adalah puncak pernyataan syukur. Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak memuji-Nya”.

 

Dan syukur itu memastikan diperolehnya tambahan. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat kepadamu”.

 

Maka, barangsiapa mengucapkan kalimat “alhamdulillah” seolah-olah dia meminta kepada Allah tambahan akan karunia-Nya, setelah memuji-Nya.

 

Adapun sebab kalimat “laa ilaaha illailaah” itu disebut sebagai zikir yang paling utama adalah karena ia mengandung makna yang tidak terdapat pada kalimat-kalimat zikir yang lain. Dengan mengetahui makna tersebut, seorang mukaliaf akan memperoleh semua yang wajib diketahui tentang hak Allah Taala. Itulah arti ditetapkannya ketuhanan bagi Allah Taala dan peniadaannya dari selain Dia.

 

Termasuk ke dalam arti ketuhanan itu adalah semua yang wajib diketahui oleh seorang mukallaf, baik yang wajib bagi Allah Taala, yang mustahil bagi-Nya dan yang jaiz. Karena ketuhanan itu memuat dua pengertian :

 

Pertama, bahwa Allah Taala tidak memerlukan kepada semua yang selain Dia.

 

Kedua, bahwa semua yang selain Allah Taala memerlukan kepada-Nya.

 

Dengan demikian, makna dari kalimat tauhid itu adalah : Tidak ada sesuatu yang tidak membutuhkan kepada Allah kecuali Allah sendiri. Oleh karena itu, Allah itu pasti ada, gadim dan kekal. Sebab, seandainya Allah tidak wajib memiliki sifat-sifat ini, berarti Dia memerlukan kepada sesuatu yang mengadakan Dia. Sebab hilangnya salah satu dari sifat-sifat ini, mengakibatkan Allah bersifat baru. Padahal apa pun yang baru tentu memerlukan kepada sesuatu yang mengadakannya.

 

Dan demikian pula, Allah Taala pasti Mahasuci dari segala kekurangan. Dan termasuk dalam kesucian Allah dari segala kekurangan itu adalah wajibnya Dia bersifat mendengar, mengetahui dan berbicara. (Majalisu! Rumi, secara ringkas).

45. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN ZIKIR

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya”. (QS. Al Ahzab : 56)

 

Tafsir : ,

 

(.    ) Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat kepada Nabi, bersungguh-sungguh menampakkan kemuliaan Nabi dan mengangungkan kedudukannya. ,

 

(.    ) Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu kepada Nabi, bersungguh-sungguhlah pula kamu melakukan hal itu, karena kamu lebih patut melakukannya, dan ucapkanlah : allaahuma shalli ‘alaa Muhammad.

 

(.    ) dan ucapkanlah salam kepadanya, dengan mengatakan : assalaamu alaika ayyuhan nabiyyu.

 

Tetapi ada juga yang mengartikan salam itu dengan patuh, tunduk dan pasrah, Sehingga artinya menjadi : Patuhlah kamu dengan perintah-perintahnya.

 

Ayat ini secara umum menunjukkan tentang kewajiban mengucapkan salawat dan salam kepada Nabi saw. Dan ada pula yang berpendapat bahwa, membaca salawat itu wajib setiap kali mendengar nama Nabi disebutkan. Karena Beliau bersabda :

 

Artinya : “Celakalah orang yang namaku disebut di sisinya, namun dia tidak bersalawat kepadaku. Maka dia akan masuk neraka dan dijauhkan dari rahmat Allah”.

 

Dan boleh bersalawat kepada selain Nabi, apabila disebutkan bersamaan dengan Beliau, tetapi kalau disebutkan tersendiri, maka makruh hukumnya. Karena menurut kebiasaan, bersalawat itu sudah menjadi syiar (perlambang) di kala nama Nabi disebut, maka dimakruhkan mengatakan Muhammad Azza wa Jalla, sekalipun Beliau memang orang Yang perkasa dan agung. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dan Ammar bin Yasir ra., dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda :

 

“Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan malaikat yang diberi Nya kemampuan mendengar suara seluruh makhluk Malaikat itu berdiri di atas kuburku hingga hari kariamat Maka, tidak seorang pun dari umatku mengucapkan satu salawat kepadaku. melainkan Orang itu akan disebutkan oleh malaikat tadi namanya dan nama ayahnya seraya meng takan : “Ya Muhammad, sesungguhnya fulan bin fulan telah bersalawat kepadamu”

 

Para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, bagaimana penda. pat Baginda tentang fwman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah dan para mala kat Nya bersalawat kepada Nabi…”.

 

Beliau menjawab : “Ini termasuk Ilmu yang tersembunyi. Seandainya kalian tidak menanyakannya kepadaku, niscaya aku tidak akan memberitahukannya kepada kalian”

 

Selanjutnya Beliau berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah menugaskan dua malaikat untuk mengawalku. Maka tidaklah namaku disebut di hadapan seorang muslim. kemudian dia mengucapkan salawat kepadaku, melainkan kedua malaikat itu berkata “Semoga Allah mengampunimu”. Yang dijawab oleh para malaikat dengan mengucapkan “Amin”.

 

Dan tidaklah namaku disebutkan di hadapan seorang muslim, tetapi dia tidak mengucapkan salawat atasku, maka kedua malaikat tersebut akan mengatakan : “Semoga Allah tidak mengampunimu”. Lalu dijawab oleh para malaikat lainnya dengan mengucapkan “Amin”.

 

(Abu Suud rahimahullah).

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Tidak ada satu doa pun, melainkan ada tabir yang menghalanginya dari langit, sampai orang yang berdoa itu mengucapkan salawat atas Nabi saw.. apabila orang itu telah membaca salawat atas Beliau, rnaka tembuslah tabir itu, dan doa pun masuk. Dan kalau dia tidak mengucapkan salawat, maka doanya kembali lagi”.

 

Diceritakan, ada seorang saleh duduk untuk membaca tasyahhud, namun dia lupa membaca salawat untuk Nabi saw.. Malamnya, dia mimpi melihat Nabi saw.

 

“Kenapa engkau lupa membaca salawat atasku?, tanya Nabi. Orang itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya sibuk memuji Allah Taala dan menyembah-Nya, sehingga saya lupa”. Lalu Nabi saw. bersabda : “Tidak pernahkan engkau mendengar sabdaku, semua amal ditahan, dan doa-doa ditahan sampai dibacakan lebih dahulu salawat untukku?”. Dan sabdanya :

 

Artinya : “Seandainya ada orang datang pada hari kiamat nanti dengan membawa kebaikan-kebaikan seluruh penduduk dunia, namun di dalamnya tidak ada satu pun salawat untukku, maka semua kebaikan tersebut ditolak dan tidak diterima. (Zubdatul Wat zhin) Attirmizi meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku kelak pada hari kiamat jalah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”.

 

Dikisahkan bahwa, ada seorang yang zahid pernah mimpi melihat Nabi saw. di dalam tidurnya. Kemudian dia menemui Beliau, tetapi Beliau tidak menghiraukannya. Lalu si zahid bertanya : “Ya Rasulullah, apakah Baginda marah kepadaku?”.

 

“Tidak”, jawab Nabi saw.

 

Dia bertanya pula : “Apakah Baginda tidak mengenalku?. Padahal saya ini adalah fulan Azzahid”.

 

Nabi menjawab : “Aku tidak mengenalmu!”.

 

“Ya Rasulullah”, katanya pula. “Saya pernah mendengar ulama mengatakan, bahwa Nabi mengenal akan umatnya sebagaimana ibu-bapak mengenal anak-anak mereka”.

 

Nabi menjawab : “Apa yang dikatakan oleh ulama itu memang benar, bahwa Nabi lebih mengena! akan umatnya daripada ibu-bapak kepada anak-anak mereka”.

 

Maksudnya : mengenai orang yang bersalawat kepada Nabinya, sesuai kadar salawatnya. (Zahratur Riyadh)

 

Diceritakan, bahwa seorang wanita datang menemui Hasan Albashri ra., lalu berkata : “Ya Ustaz, saya mempunyai seorang anak perempuan yang baru saja meninggal dunia. Saya ingin melihatnya dalam mimpi. Maka ajarilah saya suatu amalan khusus, agar saya dapat memimpikannya”.

 

Kemudian wanita itu diajari oleh Hasan Albashri bacaan salawat, sehingga dia berhasil memimpikan anaknya. Di dalam mimpi itu, dia melihat anaknya memakai pakaian dari ter, lehernya terbelenggu, dan kedua kakinya terikat oleh tali dari api. Maka terjagalah wanita itu dari tidurnya dengan perasaan ketakutan. Kemudian dengan bergegas dia pergi menemui Hasan Albashri, dan sambil menangis diceritakannya mimpinya itu kepadanya. Maka Hasan dan sahabat-sahabatnya yang hadir ikut pula menangis.

 

Tidak berapa lama sejak kejadian itu, Hasan Albashri mimpi melihat anak perempuan itu berada di dalam surga tengah duduk di atas singgasana, sedangkan di atas kepalanya ada sebuah mahkota yang cahayanya menyinari timur dan barat.

 

“Ya Ustaz, apakah tuan mengenal saya?”, tanya anak perempuan itu.

 

“Tidak”, jawab Hasan Aibashri.

 

Lalu anak perempuan itu mengenalkan diri : “Saya adalah anak perempuan dari wanita yang pernah tuan ajari membaca salawat itu”.

 

Hasan Albashri merasa heran melihat keadaannya sekarang, lalu dia bertanya : “Dengan sebab apakah engkau memperoleh kedudukan seperti ini?’.

 

Anak perempuan itu menjawab : “Ya Syaikh, ada seorang lelaki berjalan melewati pekuburan kami. Kemudian dia membaca salawat atas Nabi saw. satu kali, lalu pahalanya dihadiahkannya untuk kami. Pada saat itu, di pekuburan kami ada 500 orang yang sedang disiksa. Lalu terdengar seruan : “Hentikan azab atas mereka dengan berkat salawat yang dibaca lelaki ini untuk Nabi saw.”. (Zubdatul Waizhin)

 

Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Tadi Jibril datang kepadaku dan berkata : “Ya Muhammad, tidak seorang pun membaca salawat untukku, melainkan dia akan disalawati (dimintakan ampun) oleh 70 ribu malaikat. Dan barangsiapa disalawati oleh malaikat, maka dia tergolong penghun Surga”.

 

Dan diriwayatkan dari Hasan Albashri, katanya : “Saya pernah mimpi melihat Ab. Ishmah di dalam tidur, lalu saya bertanya kepadanya : “Hai Abu Ishmah, apa yang tea diperlakukan Allah terhadapmu?” Dia menjawab : “Allah telah mengampuni aku”.

 

Lalu aku bertanya pula : “Dengan sebab apa?”.

 

Dia menjawab : “Setiap kali saya menyebutkan satu hadis, saya selalu mengucapkan salawat atas Nabi saw.”. (Zubdatul Waizhin)

 

Dari Nabi saw., sabdanya : “Aku didatangi oleh Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail alaihi mussalam. Lalu Jibril berkata : “Ya Rasulullah, barangsiapa bersalawat kepadamu setiap hari sepuluh kali, maka aku akan menuntun tangannya dan menyeberangkannya di atas Shirat laksana kilat menyambar”.

 

Mikai! menimpali : “Dan aku akan memberinya minum dari telagamu”.

 

Lalu Israfil berkata : “Aku akan terus bersujud kepada Allah dan tidak akan mengangkat kepalaku sampai Allah Taala mengampuninya”.

 

Dan Izrail berkata pula : “Aku akan mencabut nyawanya sebagaimana mencabut nyawa para nabi alaihimussalam”.

 

(Dikisahkan) dari Abdullah, katanya :

 

“Kami pernah mempunyai seorang pelayan yang melayani raja, sedang dia dikenal sebagai seorang yang fasik. Namun, pada suatu malam, saya mimpi melihat dia, tangannya digandeng oleh Nabi saw.. Maka saya bertanya kepada Beliau : “Ya Nabi Allah, orang ini terkenal sebagai orang yang fasik, tetapi mengapa dia sampai bergandengan tangan dengan Baginda?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Dia telah diampuni, sedangkan aku tengah memohonkan syafaat untuknya kepada Allah Taala”.

 

“Ya Nabi Allah, dengan sebab apa dia memperoleh kedudukan seperti itu?”, tanya saya pula.

 

Beliau menjawab : “Dengan banyak membaca salawat untukku. Sesungguhnya pada setiap malam, ketika hendak tidur, dia selalu membaca salawat seribu kali untukku”. (Tuhfatul Muluk).

 

Dan dari Kaab ra., katanya : “Apabila tiba hari kiamat, Nabi Adam as. melihat seseorang dari umat Muhammad saw. sedang digiring menuju ke neraka. Lalu Beliau berseru : “Ya Muhammad!”.

 

Nabi menjawab : “Labbaik, wahai Bapak manusia”.

 

Nabi Adam berkata : “Salah seorang dari umatmu sedang digiring menuju ke nearka”.

 

Maka Nabi pun lari mengejarnya sampai akhirnya terkejar, lalu Beliau berkata : “Hai para malaikat Tuhanku, berhentilah sejenak!”. Mereka menjawab : “Hai Muhammad, tidakkah engkau membaca firman Allah Taalah mengenai kami :

 

Artinya : “Mereka (para malaikat) tidak mendurhakai Allah tentang apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka”, Tetapi kemudian mereka mendengar seruan : “Turuti Muhammad!”

 

Lantas Beliau berkata : “Kembalikanlah orang itu ke Mizan”.

 

Kemudian amalnya ditimbang kembali. Ternyata kesalahan-kesalahannya lebih berat daripada kebaikan-kebaikannya. Lalu Nabi saw. mongoluarkan selombar kertas dari balik lengan bajunya, yang di dalamnya tertulis salawat yang pernah diucapkan orang itu untuk Beliau semasa di dunia. Kertas tersebut diletakkan oleh Beliau di piringan yang berisi kepaikan-kebaikannya, sehingga timbangannya menjadi lebih berat. Orang itupun kegirangan lalu berkata : “Saya tebus dengan ayah dan ibuku, siapakah Anda?””.

 

Beliau menjawab : “Aku Muhammad”.

 

Maka orang itu menciumi kaki Nabi saw. sambil berkata : “Ya Rasulullah, kertas apakah itu?”

 

Nabi menjawab : “Itu adalah salawatmu yang pernah engkau ucapkan untukku semasa di dunia, lalu aku simpan untukmu”.

 

Maka berkatalah orang itu : “Alangkah besar penyesalanku karena telah melalaikan kewajiban-kewajibanku kepada Allah”. (Kanzul Akhbar)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan beberapa malaikat yang memegang pena-pena dari emas dan kertas-kertas dari perak. Mereka tidak menulis sesuatu apa pun selain dari salawat untukku dan untuk keluargaku”.

 

(Dikisahkan) bahwa seorang Yahudi mengaku untanya dicuri oleh seorang lelaki muslim. Dakwaannya itu disaksikan oleh empat orang saksi dari golongan munafik dengan cara dusta. Maka, Nabi saw. memutuskan bahwa unta itu sebagai milik si Yahudi, sedangkan orang muslim itu harus dipotong tangannya.

 

Orang muslim itu menjadi kebingungan, lalu dia mendongakkan kepalanya ke langit seraya berdoa : “Oh Tuhanku dan Penguasa, Engkau tahu bahwa aku tidak pernah mencuri unta ini”.

 

Kemudian dia berkata kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah, sesungguhnya keputusan Baginda adalah benar, tetapi tanyailah unta ini mengenai diriku”.

 

Maka Nabi pun bertanya kepada unta itu : “Hai unta, milik siapakah engkau?”.

 

Unta itu menjawab dengan lidah yang fasih : “Ya Rasulullah, saya adalah kepunyaan Orang muslim ini. Dan sesungguhnya saksi-saksi itu telah berkata dusta”.

 

Lalu Nabi saw. berkata : “Hai muslim, beritahukanlah kepadaku, apa yang telah engkau lakukan, sehingga Allah Taala berkenan membuat unta ini pandai berbicara mengenal dirimu?”.

 

Muslim itu menjawab : “Ya Rasulullah, di waktu malam, saya tidak tidur sebelum membaca salawat untukmu sepuluh kali”.

 

Maka bersabdalah Nabi saw. : “Engkau telah selamat dari hukuman potong tangan di dunia, dan akan selamat pula dari azab di akhirat, dengan berkat bacaan salawatmu unlukku itu”. (Durratul Waaizhin)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat atasku sepuluh kali di waktu pagi dan sepuluh kali di waktu sore, maka Allah Taala akan menyelamatkannya dari ketakutan yang mahabesar pada hari kiamat, sedang dia bersama orang-orang yang dikaruniai Allah kenikmatan, yaitu nabi-nabi dan orang-orang Siddiq”.

 

(Dikisahkan) dari Fudhail bin Iyadh, dari Sufyan Ats Tsauri ra., bahwa dia (Sufyan) berkata : “Saya pernah berangkat naik haji. Di tanah haram, saya melihat seseorang yang selalu membaca salawat untuk Nabi saw. di mana saja dia berada di tanah haram itu, ketika tawaf di sekeliling Kakbah, ketika berada di Arafah dan di Mina. Maka saya menegurnya : “Hai fulan, tiap-tiap tempat ada doanya sendiri-sendiri, tetapi kenapa Anda tidak sibuk berdoa maupun salat, hanya membaca salawat untuk Nabi saja?”.

 

Orang itu menjawab : “Mengenai hal ini, saya punya cerita”.

 

“Beritahukanlah kepadaku cerita itu”, pinta saya.

 

Maka orang itu pun lalu bercerita : “Saya berangkat dari Khurasan untuk naik haji ke Baitullah ini. Saya ditemani oleh ayahku. Setibanya saya di Kufah, ayah jatuh sakit, lalu meninggal dunia. Wajahnya saya tutupi dengan kam. Ketika saya buka kembali tutup wajahnya, saya lihat rupanya telah berubah menjadi rupa keledai. Maka saya menjadi sangat sedih, dalam hati saya berkata : “Bagaimana saya memberitahukan ini kepada orang banyak, sedangkan ayahku telah berubah wajahnya seperti ini?”.

 

Kemudian saya diserang kantuk lalu tertidur. Di dalam tidur itu, saya bermimpi seolah-olah didatangi oleh seorang lelaki yang cerah wajahnya. Dia memakai tutup kepala, lalu dibukanya wajahnya seraya berkata : “Mengapa engkau tampak sangat bersedih sekali?”.

 

Saya menjawab : “Bagaimana saya tidak sedih menghadapi cobaan seperti ini?”.

 

Laki-laki itu mendekati ayahku, lalu mengusap wajahnya. Tiba-tiba ayahku sembuh seketika dari musibah yang telah menimpanya. Maka saya pun mendekatinya dan membuka wajahnya, lalu saya perhatikan, tampak wajahnya terang benderang bak bulan purnama di malam hari. Saya lalu bertanya kepada lelaki itu : “Siapakah tuan?”.

 

Lelaki itu menjawab : “Aku adalah Nabi pilihan”.

 

Maka saya pegangi ujung jubahnya, lalu saya berkata : “Demi kebenaran Allah Taala, ceritakanlah kisahnya kepada saya!”.

 

Maka berceritalah Nabi saw. : Dahulu, ayahmu adalah seorang pemakan riba, dan menurut hukum Allah, siapapun yang makan riba, Dia akan menjadikan rupanya seperti rupa keledai, bisa di dunia dan bisa juga di akhirat. Dan ternyata Allah telah menjadikan wajah ayahmu mirip keledai di dunia. Tetapi, ayahmu semasa hidupnya dahulu juga sering membaca salawat untukku setiap malam sebelum tidur seratus kali. Ketika dia mengalami hal seperti ini, maka datanglah malaikat yang biasa menyampaikan amal-amal umatku kepadaku, lalu dia memberitahukan kepadaku tentang keadaan ayahmu itu. Maka aku pun memohon kepada Allah Taala, dan Dia mengizinkan aku memberi syafaat kepadanya”.

 

(Sampai di sini selesailah ceritanya)

 

Sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Orang yang kikir itu ialah orang yang namaku disebut di sisinya, namun dia tidak mengucapkan salawat untukku”. (Masyriq)

 

Dan sabda Beliau pula :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku satu kali, niscaya tidak akan tersisa setimbang atom pun dari dosa-dosanya”.

 

Kisah-kisah dan hadis-hadis yang berkaitan dengan hal ini cukup banyak jumlahnya, tetapi sengaja kami ringkaskan saja supaya tidak terjerumus ke dalam pembicaraan yang bertele-tele.

 

Diriwayatkan dari Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Annasai dan Ibnu Hibban di dalam sahihnya, menurut yang dinukil oleh Majdul Lughawi dari sahabat Anas ra., dia berkata : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku satu kali, maka Allah Taala akan bersalawat (memberi rahmat) kepadanya sepuluh kali, digugurkan darinya sepuluh kesalahannya, dan diangkatlah dia sepuluh derajat”. (Demikian tersebut dalam Al Mashabih)

 

Syaikh Al Muzhir berkata : “Di antara kebiasaan para raja dan orang-orang yang dermawan adalah menghormati orang yang menghormati kekasih-kekasihnya dan memulaikan orang yang memuliakan sahabat-sahabat akrabnya. Maka sesungguhnya Allah Taala adalah Raja diraja dan Yang Maha Pemurah di antara segala yang pemurah, karenanya, Dia tentu lebih patut memberikan kemurahan seperti itu. Maka sesungguhnya, orang yang telah memuliakan kekasih-Nya dan Nabi-Nya saw. dengan membaca salawat untuk Beliau, dia akan memperoleh dari Allah Taala rahmat, penghapusan dosa-dosa dan diangkatkan derajat”. (Sekian perkataannya)

 

Seorang ulama besar berkata : “Dalam hadis ini terdapat isyarat bahwa, karunia dari hadrat Allah Yang Mahaesa hanya bisa diperoleh lewat perantaraan ruh Muhammad, karena Beliau adalah penghulu dari semua penghulu, sejak dahulu dan untuk selamalamanya. Maka wajiblah bagi seorang murid mencari kesempatan untuk berada di sisi Beliau yang paling mulia, dengan cara mengikuti sunnah Beliau. Maka barangsiapa bertaqarrub kepada Beliau dengan membaca satu salawat, dia akan memperoleh dari hadrat Allah dengan lantaran mengikuti jejaknya, sepuluh rahmat, di hilangkan sepuluh hijab (penghalang) yang menghalangi dia dari Allah Yang Maha Hag, dan diangkat untuknya Sepuluh derajat di antara derajat-derajat Alqurbi di sisi Allah. Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya”.

 

Adapun makna perkataan kita “allaahumma shalli alaa muhammad” adalah : Semoga Allah mengagungkan Muhammad di dunia dengan meluhurkan namanya dan memenangkan syariatnya, sedang di akhirat dengan mengizinkannya memberi syafaat kepada umatnya.

 

Alhusaini berkata : “Yang dimaksud dengan salawat adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menunaikan hak nabi-Nya yang menjadi kewajiban kita”.

 

Sedangkan Abdussalam berkata : “Salawat kita kepada Nabi saw. bukan berarti memberi syafaat kepada Beliau. Karena orang seperti kita ini tidak akan bisa member syafaat kepada manusia seperti Beliau. Namun, Allah memerintahkan kepada kita supay: membalas budi kepada orang yang pernah berbuat kebaikan kepada kita dan member kenikmatan kepada kita. Kalaupun itu tidak mampu kita lakukan, maka kita membalasnya dengan doa. Oleh karena Allah Taala mengetahui ketidak mampuan kita membalas bud kepada Nabi kita saw., maka Dia memberi bimbingan kepada kita agar membaca salawat untuk Beliau saw., supaya salawat kita untuk Beliau itu dapat menjadi balas budi atas kebajikan Beliau kepada kita dan anugerahnya kepada kita”. Sekian.

 

Ibnusy Syaikh ra. berkata : “Sikap hati-hati dalam membaca salawat untuk Nabi saw adalah dengan melakukan apa yang menjadi pilihan kebanyakan ulama, yaitu bahwa yang wajib adalah membaca salawat setiap kali mendengar nama Beliau disebutkan. Sekalipun dalam satu majelis nama Beliau disebutkan seribu kali”. Sekian kata Ibnusy Syaikh.

 

Karena adanya beberapa hadis, di antaranya adalah sabda Beliau saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa yang namaku disebut di sisinya, tetapi dia tidak membaca salawat untukku, lalu dia masuk neraka dan dijauhkan dari rahmat Allah. Maka janganlah dia menyalahkan selain pada dirinya sendiri”. (Hadis riwayat Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban dari sahabat Abu Hurairah ra.. Demikian tersebut dalam At Targhib)

 

Dalam bab ini terdapat banyak hadis. Maka barangsiapa mempunyai akal sehat, cukuplah baginya apa yang telah disebutkan tadi. Karenanya, bagi orang yang berakal, hendaklah banyak-banyak membaca salawat untuk Nabi saw., malam dan siang, tertuama pada hari Jumat dan malam Jumat. Sekian.

46. PENJELASAN TENTANG PERBUATAN KHIANAT TERHADAP AMANAT ALLAH

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka kuatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS. Al Ahzab : 72)

 

Tafsir :

 

(.    ) Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunungGunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka kuatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Ini merupakan pemantapan janyi Allah sebelumnya (pada ayat sebelumnya) tentang betapa berat perbuatan taat itu, yang oleh Ailah disebut amanat, karena perbuatan taat itu wajib ditunaikan. Adapun maksud ayat ini adalah, bahwa dikarenakan beratnya ketaatan itu, yang seandainya dikemukakan kepada makhluk-makhluk yang besar bentuknya itu, sedang mereka mempunyai perasaan dan pikiran, niscaya mereka enggan memikulnya, dan kuatir akan mengkhianatinya.

 

Namun ketaatan itu ternyata ditanggung oleh manusia, padahal tubuhnya lemah dan kekuatannya ringkih. Tentu saja, orang yang dapat memelihara ketaatan itu dan sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya, akan memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat.

 

(.   ) Sesungguhnya manusia itu amat zalim. Apabila dia tidak memenuhi ketaatan tersebut dan tidak memelihara kewajiban-kewajibannya.

 

(.   ) lagi amat bodoh, tentang akibatnya yang sebenarnya. Dan ini adalah sifat dari manusia dilihat dari yang terbanyak.

 

Dan ada pula yang berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan amanat ialah perbuatan taat yang mencakup ketaatan alami dan ikhtiar. Dan yang dimaksud “Mengemukakan amanat” adalah tuntutan supaya ia ditunaikan, yang mencakup suruhan kepada makhluk yang bisa berikhtiar melaksanakannya. Sedangkan bagi makhluk yang tidak berikhtiar, maka Allah sendirilah yang hendak menjadikannya bisa melaksanakan. Dan yang dimaksud “dipikulnya amanat” adalah dikhianatinya amanat itu dan keengganan menunaikannya.

 

Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa, setelah Allah Taala menciptakan makhluk-makhluk bertubuh besar tersebut, maka Dia ciptakan pula pada mereka kepahamar Kemudian Dia berfirman kepada mereka : “Sesungguhnya Aku telah mewaj bkar sat, kewajiban. Dan Aku telah menciptakan surga bagi siapa yang taat kepada-Ku dan neraka bagi siapa yang durhaka terhadap-Ku”. Lalu mereka menjawab : “Kami adalah makhluk-makhluk yang ditundukkan menurut tabiat yang telah Engkau ciptakan pada kami K-rr tidak sanggup menanggung satu kewajiban pun, dan kami pun tidak menginginkan pahala atau hukuman”.

 

Ketika Allah telah menciptakan Adam as., maka Dia mengemukakan kepadanya ha seperti tadi, dan Adam mau menerimanya. Dia adalah amat zalim terhadap dirinya de. ngan memikul beban yang memberatkan dirinya itu, dan juga bodoh tentang akibatnya yang tidak baik.

 

Tetapi, boleh jadi pula yang dimaksud amanat dalam ayat ini adalah akal atau pembebanan agama (.  ). Sedang dikemukakannya amanat itu kepada mereka (langit. bumi dan gunung-gunung) adalah dipertimbangkannya berkenaan dengan kesiapan mereka Dan keengganan mereka adalah keengganan alami, yang berarti tidak adanya kecocokan dan kesiapan. Sedang menanggungnya manusia, maksudnya ada kecocokan dan kesiapan mereka untuk menunaikan amanat itu. Dan maksud manusia itu amat za im dan amat bodoh adalah karena adanya kekuatan amarah dan syahwat yang dapat menga ahkannya. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala mempunyai malaikat-malaikat yang mengembara di muka bumi sambil menyampaikan salam kepadaku dari umatku. Apabila seseorang dari umatku mengucapkan salawat untukku dalam sehari seratus kali, maka A an Taala akan memenuhi seratus hajatnya, tujuh puluh di antaranya di akhirat, sedang yang tiga puluh di dunia”.

 

Sebagian ulama mengatakan, yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas ialah tauhid, yaitu kalimat syahadat, kalimat iman, kalimat cahaya dan kalimat takwa Kalimat-kalimat tersebut disebut amanat adalah sebagai peringatan bahwa mereka merupakan kewajiban-kewajiban yang wajib dipelihara. Allah menitipkan kalimat-kalimat itu kepada orang-orang mukallaf dan mempercayakannya kepada mereka serta mewaj bkan mereka menerimanya dengan cara melakukan ketaatan dan kepatuhan sebaik-ba knya dan menyuruh mereka supaya memperhatikannya, menjaganya dan menunaikannya, tan pa mengurangi sedikit pun hak-haknya. (Abus Suud)

 

Dan dari Abdullah bin Umar ra., dia berkata : “Kalimat laa ilaaha illallaanh Muhammad rasulullah itu terdiri dari 24 huruf. Sedangkan malam dan siang terdiri dari 24 jam. Apabila seseorang mengucapkan kalimat ini dengan ikhlas dalam waktu yang sebentar, maka

 

Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa-dosamu, yang kec! dan yang besar, yang tersembunyi dan yang nyata, yang sengaja dan yang karena lupa demi kehormatan kalimat ini”. (Hayatul Qulub)

 

Konon, setelah amanat itu dikemukakan kepada Nabi Adam as., maka Beliau berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya langit, bumi dan gunung-gunung itu, dengan kebesaran dan keluasannya tidak sanggup menanggung amanat itu dan mereka enggan. Maka bagamanakah aku harus menanggungnya, padahal aku ini lemah?. Maka Allah Taala berfuman : “Kamu yang menanggung, sedang kemampuan dari-Ku”. Oleh karena itu, Adam as. pun bersedia menanggungnya. (Tafsir Hanafi)

 

Allah Taala berfirman kepada Nabi Musa as. : “Peganglah ular itu dan jangan takut!”. (Alquran). Allah Taala menampakkan tongkat Nabi Musa di mata Firaun sebagai ular yang besar, sehingga dia ketakutan. Tetapi di dalam pandangan Nabi Musa, Dia tampakkan sebagai kayu biasa, sehingga Beliau tidak takut. Dan demikian pula amanat itu. Allah menampakkannya kepada langit dan bumi sebagai sesuatu yang berat, sehingga mereka enggan memikulnya dan kuatir akan mengkhianatinya. Sedang di mata manusia, Allah menampakkannya sebagai sesuatu yang ringan, sehingga manusia bersedia memikulnya. (Zahratur Riyadh)

 

Kalau ada yang bertanya, apa hikmat yang terkandung dalam penolakan makhlukmakhluk terhadap amanat tersebut, padahal kondisi mereka kuat dan bentuk mereka pun besar, sedang manusia yang kondisinya lemah malah sanggup menerima dan memikulnya?. Maka kami jawab : “Hal itu disebabkan oleh belum pernahnya makhluk-makhluk itu merasakan kenikmatan surga, sedang manusia sudah pernah merasakannya, sehingga dia sanggup memikulnya agar bisa sampai ke sana”. (Tafsir Hanafi)

 

Sebagian ulama ada yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah salat lima waktu. Allah Taala berfirman:

 

Artinya : “Peliharalah semua salat(mu) dan (terutama) salat wustha. Berdirilah menghadap Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Salat itu adalah tiang agama. Barangsiapa menegakkannya maka dia telah menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkannya, maka berarti dia telah merobohkan agama”.

 

Diriwayatkan bahwa, setiap kali masuk waktu salat, Imam Ali Karramallaahu wajhah tampak berubah wajahnya menjadi pucat pasi. Lalu seseorang menanyakan kepadanya tentang sebab hal itu. Dia menjawab : “Sesungguhnya telah tiba ditunaikannya amanat yang pernah dikemukakan Allah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, namun mereka enggan memikulnya. Kemudian amanat itu telah aku tanggung, meskipun aku lemah. Maka aku tidak tahu, apakah aku dapat menunaikannya atau tidak”. (Bahjatul Anwar)

 

Dan sebagian ulama lainnya mengatakan, yang dimaksud amanat dalam ayat tersebut adalah anggota-anggota tubuh. Mata adalah amanat, ia wajib dicegah dari perkara haram, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Katakanlah kepada orang-orang lelaki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka”. Dan perut juga amanat, ia wajib dicegah dari kemasukan makanan yang haram, sebagaimana firman Allah :

 

Artinya : “Dan janganlah kamu momakan riba”. Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim socara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sopenuh perutnya, dan mereka akan masuk ko dalam api yang menyala-nyala”.

 

Dan lidah juga amanat, ia wajib dicegah dari menggunjing dan berbicara kaji. sebagaimana firman Allah :

 

Artinya : Janganlah kamu menggunjing sebagian dengan sebagian yang lainnya”.

 

Dan telinga juga amanat, ia wajib dicegah dari mendengarkan hal-hal yang mungkar dan terlarang, sebagaimana firman Allah :

 

Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahuinya”.

 

Dan begitu pula tangan, kaki dan kemaluan, semua itu adalah amanat, yang wajib dicegah dari semua perkara yang haram. (Bahjatul Anwar).

 

Dan sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah Alquran, yang menjadi kewajiban Anda untuk senantiasa membacanya, mempelajarinya dan mengajarkannya. Sedang menurut sebuah khabar, bahwa pada hari kiamat nanti, Allah Taala bertanya kepada Lauh Mahfuz : “Hai Lauh, mana amanat yang pernah Aku titipkan kepadamu, yakni Alquran, apa yang telah engkau perbuat terhadapnya?””.

 

Lauh itu menjawab : “Ya Tuhanku, aku telah mewakilkan amanat itu kepada Isratil, dan telah aku serahkan kepadanya”.

 

Lalu Allah Taala berfirman kepada Israfil : “Hai Israfil, apa yang telah engkau lakukan terhadap amanat-Ku?”.

 

Israfil menjawab : “Ya Tuhanku, amanat itu telah aku serahkan kepada Mikail, sedang Mikail telah menyerahkannya kepada Jibril”.

 

Kemudian Allah bertanya kepada Jibril, firman-Nya : “Apa yang telah engkau lakukan terhadap amanat-Ku?”.

 

Jibril menjawab : “Ya Tuhanku, amanat itu telah aku serahkan kepada kekasih-Mu. Muhammad”.

 

“Bawalah kemari kekasih-Ku Muhammad dengan lemah lembut”, kata Allah.

 

Maka pergilah Jibril as. menjemput Muhammad saw., katanya : “Ya Muhammad, segeralah menghadap”.

 

Lalu Allah Taala bertanya : “Hai kekasih-Ku, benarkah Jibrit telah menyampaikan amanat-Ku kepadamu?”.

 

“Benar”, jawab Nabi.

 

“Apa yang telah Engkau lakukan terhadap amanat-Ku itu?”, tanya Allah Taala pula.

 

Nabi menjawab : “Ya Tuhanku, aku telah menyampaikannya kepada umatku”.

 

Kemudian Allah Taala berfirman : “Hai para malaikat-Ku, bawalah kemari umat kekasih-Ku, Muhammad, biar Aku tanyai mereka tentang amanat-Ku”.

 

Namun, Nabi saw. berkata : “Ya Tuhanku, umatku lemah-lemah. Mereka tidak mampu datang ke hadirat-Mu”.

 

Kemudian Beliau berkata pula : “Ya Tuhanku, izinkanlah aku pergi menemui Nabi Adam as.”.

 

Setelah mendapatkan izin dari Allah, maka Nabi pun pergi menemui Nabi Adam as. Setelah bertemu, maka Beliau berkata : “Wahai Adam, engkau adalah bapak dari seluruh manusia, dan aku adalah Nabi mereka. Apabila mereka ditimpa bencana, kita tentu ikut bersedih. Maka ambillah separuh dosa-dosa umatku dan aku separuhnya lagi, sehingga mereka terlepas dari pertanyaan dan hisab”.

 

Nabi Adam menjawab : “Ya Muhammad, aku sibuk memikirkan diriku sendiri, jadi aku tidak bisa”.

 

Maka Nabi pun kembali ke bawah Arsy, kemudian Beliau meletakkan kepalanya dalam sujud, dan menangis hebat, serta merendahkan diri kepada Allah seraya memohon : “Ya Tuhanku, aku memohon kepada-Mu, bukan untuk diriku sendiri, bukan untuk Fatimah puteriku, dan bukan pula untuk Alhasan dan Alhusein, tetapi yang saya maksud adalah umatku”.

 

Lantas dengan kelembutan dan kemurahan-Nya, Allah berfirman : Ya Muhammad, angkatiah kepalamu dan mintalah, niscaya engkau diberi. Dan mintalah syafaat, niscaya engkau diberi syafaat. Aku beri umatmu apa yang memuaskan hatimu, bahkan yang lebih memuaskan hatimu”.

 

Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu engkau menjadi puas”. (Tafsir Hanafi)

 

Artinya : “Akulah yang dipinta, maka pintalah kepada-Ku. Engkau pasti dapati Aku. Jika engkau meminta kepada selain Aku. Engkau takkan dapati Aku”

 

Ada pula sebagian ulama yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah puasa. Karena puasa itu merupakan rukun Islam. Maka barangSiapa menegakkannya, berarti dia menegakkan agama, dan barangsiapa meninggaikannya, berarti dia merobohkan agama. Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar karnu bertakwa”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Diwajibkan atas kamu semua berpuasa di bulan Ramadan”. Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadan dengan iman dan ikhlas, niscaya akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu. (Mathali’ul Anwar)

 

Dan sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat da. lam ayat di atas adalah zakat. Karena zakat itu merupakan pembersihan badan dan harta. Allah Taala bertirman :

 

Artinya : “Ambillah zakat dari harta mereka, yang dengan zakat itu engkau membersihkan dan mensucikan mereka”.

 

Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat”.

 

Diriwayatkan bahwa, pada suatu hari Nabi Musa as. melewati seorang laki-laki yang sedang salat dengan khusyuk dan tunduk. Lalu Beliau berkata : “Ya Rabb, alangkah bagusnya salat orang ini”. Allah Taala menjawab : “Hai Musa, walaupun dia salat setiap hari dan setiap malam seribu rakaat, memerdekakan seribu budak belian, naik haji seribu kali, dan mengantarkan seribu jenazah, itu semua tidak akan berguna baginya sebelum dia menunaikan zakat hartanya”. (Tafsir Qurtubi)

 

Dan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah haji. Karena haji itu termasuk rukun Islam. Sedang Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Diwajibkan atas manusia berhaji ke Baitullah karena Allah, yaitu atas orang yang sanggup melakukan perjalanan ke sana”.

 

Sedang Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa memiliki perbekalan dan kendaraan, namun dia tidak mau naik haji, maka biarlah dia mati dalam keadaan mana saja yang dia sukai, Yahudi atau Nasrani”. (Majma’ul Lathaif)

 

Dan adapula sebagian ulama yang mengatakan bahwa, yang dimaksud denga” amanat dalam ayat di atas adalah semua amanat, apa saja. Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu agar menyampaikan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya”.

 

Sedang Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah beriman (dengan sempurna) bagi orang yang tidak bisa dipercaya”.

 

Diriwayatkan dari Malik bin Shafwan, katanya : “Saudara saya meninggal dunia, lalu saya bermimpi melihatnya. Kemudian saya bertanya kepadanya : “Hai saudaraku, apa yang telah dilakukan Allah terhadapmu?”.

 

“Tuhanku telah mengampuni saya”, jawabnya.

 

Tetapi saya lihat pada wajahnya ada setitik noda hitam. Maka saya tanyakan tentang hal itu kepadanya, lalu dijawabnya : “Ada seorang Yahudi menitipkan sekian dirham kepadaku, tetapi saya belum mengembalikannya kepadanya. Jadi, noda ini adalah karena titipan itu. Maka, saya minta tolong kepadamu, hai saudaraku, ambillah titipan itu dari tempat anu, lalu kembalikanlah kepada orang Yahudi itu”.

 

Maka keesokan paginya, saya pun melaksanakan pesannya itu. Kemudian saya bermimpi lagi melihatnya, sedang noda hitam itu telah lenyap dari wajahnya. Dia berkata : “Semoga Allah merahmatimu, hai saudaraku, sebagaimana engkau telah menyelamatkan aku dari azab Allah”. (Tafsir Uyun)

 

Dan ada pula sebagian ulama yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah isteri dan anak-anak. Maka anda wajib menyuruh mereka salat, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan perintahkanlah kepada keluargamu agar melakukan salat?.

 

Sedang Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Suruhlah anak-anakmu melakukan salat apabila usia mereka telah mencapai tujuh tahun, dan pukullah (karena meninggalkannya) mereka apabila usia mereka lelah mencapai sepuluh tahun”.

 

Begitu pula, Anda wajib memelihara mereka dari segala perkara yang diharamkan agama, karena Anda akan dimintai pertanggungan jawab tentang mereka, sebagaimana sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dan setiap orang dari kamu bertanggungjawab tentang apa yang dipimpinnya”. (Tafsir Uyun)

 

Konon, ada seorang abid yang telah sekian lama beribadat kepada Allah Taala. Pada Suatu hari, dia berwudu, lalu salat dua rakaat. Setelah salat, dia mengangkat kepala dan menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya bermunajat : “Oh Tuhanku, terimalah dariku!”. Maka terdengar seruan dari pihak Tuhan Yang Maha Pengasih : “Jangan bicara hai terkutuk, Sesungguhnya ketaatanmu ditolak!”

 

“Apa sebabnya, Ya Rabb?” tanya si abid.

 

Terdengar jawaban : “Sesungguhnya istrimu telah melakukan perbuatan yang ber. tentangan dengan perintah-Ku, sedang engkau meridainya”.

 

Maka pergilah si abid menemui istrinya, lalu ditanyanya tentang keadaannya. Istrinya menjawab : “Saya telah pergi ke tempat yang tidak senonoh, mendengarkan sendaguray dan tidak salat”.

 

“Engkau tertolak dariku”, kata si abid dengan keras. “Karena aku tidak sudi menen. mamu lagi selama-lamanya”.

 

Maka bercerailah dia dari istrinya itu. Kemudian dia berwudu dan salat dua rakaat. Setelah itu, dia mengangkat kepalanya dan kedua tangannya sambil bermunajat : “Ya Allah, terimalah dariku!”. Maka terdengar seruan : “Sekarang, benar-benar Aku terima ketaatanmu!”. (Uyun)

 

Imam Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tanda orang munafik itu ada tiga”.

 

Yakni : tiga kelakuan.

 

Artinya : “Apabila berbicara, dia berbohong”.

 

Maka bagi seorang mukmin yang benar-benar beriman, wajib atasnya memelihara diri dari berkata bohong. Karena berbohong itu merupakan sebab hitamnya wajah di hari kiamat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Albaihagi, dari Abu Bardah ra., bahwa dia (seperti yang tercantum dalam kitab Al Jami’ush Shaghir) berkata : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Berbohong itu menghitamkan wajah”.

 

Yakni, pada hari kiamat.

 

Karena apabila seseorang mengucapkan sesuatu, maka tidak langsung didustakan oleh Allah Taala, tetapi didustakan oleh imannya dari dalam hatinya sendiri, sehingga tampaklah bekasnya pada wajahnya (pada hari di mana ada wajah-wajah yang memutih dan ada pula wajah-wajah yang menghitam).

 

Attirmidzi dan lainnya telah meriwayatkan hadis dari Ibnu Umar ra., katanya : “Rasu: lullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seseorang berbohong satu kali saja, maka menghindarlah malai: kat darinya satu mil jauhnya, dari sebab busuknya apa yang dia sampaikan itu”.

 

Demikian tersebut di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir.

 

Artinya : “Dan apabila berjanji, dia mengingkart”.

 

Yakni, tidak memenuhi janjinya itu.

 

Artinya : “Dan apabila dipercaya…”

 

Yakni, apabila dia dijadikan orang kepercayaan dan diserahi amanat.

 

Artinya : “…. maka dia berkhianat”.

 

Ada yang mengatakan bahwa, hadis ini bertujuan untuk memperingatkan kaum muslimin dan mempertakuti mereka, agar tidak membiasakan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela ini, yang akan menjerumuskan mereka ke dalam kemunafikan.

 

Dan kelakuan-kelakuan ini sebagaimana bisa terjadi antara sesama manusia, bisa juga terjadi antara seseorang dengan Tuhan Yang Mahatinggi. Karena, setelah Allah Taala berbicara kepada ruh-ruh di alam arwah dengan firman-Nya : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka mengakui ketuhanan Allah. Lalu Allah mengambil janji dan sumpah mereka. Dan mereka pun berjanji akan memegang teguh janji tersebut. Dengan demikian, apabila seseorang di alam dunia ini melalaikan pengakuannya itu, berarti dia telah berdusta dan menyalahi janjinya.

 

Begitu juga amanat, sebagaimana dia bisa terjadi antara sesamanya, maka ia juga bisa terjadi antara dirinya dan Tuhan Yang Mahatinggi. Karena memang Allah Taala telah memberikan suatu amanat kepada manusia, yaitu perintah-Nya supaya mereka melakukan ketaatan-ketaatan dan ibadat-ibadat. Maka, barangsiapa menunaikannya berarti dia telah menunaikan amanat, dan barangsiapa tidak menunaikannya berarti dia telah mengkhianati amanat. Sekian.

47. KEUTAMAAN MEMBACA ALQURAN

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Sosungguhnya orang-orang yang selalu mombaca Kitab Allah dan men. dirikan salat serta menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka, dan me. nambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”. (QS. Fathir : 29-30)

 

Tafsir : |

 

(.    ) Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitab Allah, senantiasa membacanya, atau meneliti isinya, sehingga pekerjaannya itu menjadi ciri atau tanda bagi mereka.

 

Sedang yang dimaksud Kitab Allah adalah Alquran, atau jenis Kitab-Kitab Allah yang lain. Maka ayat ini merupakan pujian terhadap orang-orang yang membenarkan di antara umat yang terdahulu setelah berbicara secara khusus tentang ihwal orang-orang yang mendustkannya.

 

(.    ) dan mendirikan salat serta menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dengan diam-diam maupun terang-terangan. Bagaimana ia bisa melakukan keduanya itu tanpa sengaja.

 

(.  ) mereka itu mengharapkan perniagaan. Ingin memperoleh pahala dengan melakukan ketaatan. Kalimat ini menjadi khabar inna.

 

(.  ) yang tidak akan merugi, yang tidak akan binasa karena rugi. Kalimat ini merupakan sifat dari kata tijaratan (.    ).

 

Sedangkan firman-Nya :

 

(.  ) agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka, adalah ilat (.    ) bagi madlul (       ) nya, yaitu lan tabuur (.    ). Maksudnya : Hilanglah kerugian dari perniagaan itu, dan dia menjadi laris di sisi Allah, supaya Allah menyempurnakan kepada mereka pahala amal-amal mereka dengan larisnya perniagaan itu.

 

Atau, merupakan ilat (     ) bagi madiul (     ) oleh apa yang disediakan sebagai pahala dari kepatuhan mereka, seperti kalimat :     Mereka melakukan itu supaya Allah menyempurnakan kepada mereka…. Atau, sebagai akibat dari kata Yarjuuna (.  ).

 

(.    ) dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya, melebihi pahala yang setimpal dengan amal-amal mereka.

 

(.   ) Sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap kelalaian-kelalaian mereka. ,

 

(.  ) lagi Maha Mensyukuri, ketaatan mereka. Yakni memberi balasan kepada mereka atas ketaatan itu.

 

Kalimat terakhir ini (      ) merupakan ilat bagi penyempurnaan dan penambahan pahala. Atau, sebagai khabar inna, sedangkan yarjuuna (.     ) menjadi hal dari wawul jamaahnya wa anfaquu (     , ). (Qadhi Baidhawi).

 

Seorang laki-laki datang menemui Nabi saw., lalu berkata : “Ya Rasulullah, saya banyak membaca salawat untuk Baginda. Berapakah seharusnya yang saya berikan kepada Baginda dari salawat itu?”.

 

“Terserah dirimu”, jawab Nabi.

 

“Seperempat?””, tanya orang itu.

 

Beliau menjawab : “Terserah dirimu, tetapi kalau engkau tambah, maka itu lebih baik bagimu”.

 

“Setengah?”, tanyanya pula.

 

“Terserah padamu”, jawab Nabi. “Tetapi kalau engkau tambah, maka itu lebih baik bagimu”.

 

“Dua pertiga?”, tanyanya pula.

 

“Terserah padamu”, jawab Nabi. “Tetapi kalau engkau tambah, maka itu akan lebih baik bagimu”.

 

Akhirnya orang itu berkata : “Ya Rasulullah, kalau begitu, saya berikan salawatku seluruhnya untuk Baginda”.

 

Maka Nabi saw. menjawab : “Kalau begitu, salawatmu akan mencukupi keinginanmu, dan dosa-dosamu pun akan diampuni”. (Syifaun Syarif).

 

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar ra. dahulu, ada seorang laki-laki kaya dari segi dunianya, tetapi kelakuannya buruk. Namun demikian, dia suka membaca salawat untuk Nabi saw., dia tidak pernah metalaikannya dan tidak pernah berhenti membacanya barang sesaat pun. Ketika dia akan meninggal dunia, dia mengalami kesulitan dan wajahnya menjadi hitam legam. Dan orang yang menyaksikannya menjadi ngeri karenanya. Pada saat dia mulai merasakan pedihnya pencabutan nyawa, maka berserulah dia : “Ya Abalgasim, sesungguhnya aku mencintaimu dan banyak membaca salawat untukmu!”.

 

Belum selesai dia bicara, tiba-tiba menukiklah seekor burung dari angkasa, lalu mengusapkan sayapnya pada wajah orang itu. Maka berubahlah wajahnya menjadi putih kembali, dan tersebarlah bau harum darinya seperti bau wangi minyak kesturi. Dan orang itu akhirnya meninggal dunia dalam keadaan membaca syahadat.

 

Ketika orang-orang membawa jenazahnya ke kubur, lalu meletakkannya ke dalam liang, mereka mendengar suara dari angkasa : “Sesungguhnya hamba Allah ini, yang diletakkan di dalam kuburnya hanyalah kain kafannya belaka. Dan sesungguhnya salawatnya yang selama ini dia baca untuk Nabi saw. itu telah mengambilnya dari kuburnya dan meletakkannya di dalam surga”.

 

Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu menjadi tercengang karena heran, kemudian mereka pulang. Ketika malam tiba, orang ini dilihat dalam mimpi sedang berjalan antara langit dan bumi sambil membaca firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkaniah salam kepadanya”. (Mau’izhah)

 

Dan sahabat Abu Hurairah ra , katanya : “Saya pernah mendengar Rasulul ah sy bersabda

 

“Barangsiapa berharap bisa bertemu Allah, maka hendaklah dia menghormati keluarga Allah “.

 

Seseorang sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apakah Allah Azza wa Jalla mempunyai keluarga?”,

 

“Ya”, jawab Beliau.

 

“Siapakah mereka itu, Ya Rasulullah?”, tanyanya pula.

 

Beliau menjawab : “Keluarga Allah di dunia ini ialah mereka yang membaca Alquran Ketahuilah, barangsiapa menghormati mereka, maka dia akan dimuliakan Allah dan dber surga. Dan barangsiapa menghina mereka, maka dia akan dihinakan Allah dan d masuk. kan ke dalam neraka. Hai Abu Hurairah, tidak ada seorang pun yang di Sisi Allah yang lebih mulia daripada penghafal Alquran. Dan ketahuilah, sesungguhnya penghafal Alquran di sisi Allah adalah lebih mulia daripada siapapun, selain para nabi”.

 

Dan dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa pada suatu hari, Be au bersabda :

 

“Maukah kamu aku beritahu tentang orang yang paling utama dari umatku pada har kiamat kelak?”.

 

Para sahabat menjawab : “Mau, Ya Rasulullah”.

 

Rasulullah bersabda : “Mereka adalah orang-orang yang membaca Alquran. Apab a tiba hari kiamat, maka Allah Azza wa Jalla berfirman : “Hai Jibril, serukanlah di Mahsyar “Ketahuilah, barangsiapa yang dulu pernah membaca Alquran, maka berdinlah!”.

 

Jibril berseru dua tiga kali, lalu mereka pun berdirilah berbaris-baris di hadapan Tuhan Yang Maha Pengasih, tanpa ada seorang pun dari mereka yang berbicara, hingga

 

berdirilah Nabi Allah, Daud as. Maka Allah berfirman : “Bacalah olehmu sekalian dan ke4 raskanlah suaramu!”.

 

Maka masing-masing dari mereka membaca apa yang diilhamkan Allah Taala kepadanya dari firman-Nya. Lalu tiap-tiap orang yang membaca diangkat derajatnya, masingmasing orang sesuai dengan keindahan suaranya, lagunya, kekhusuannya, perenungannya dan pengamatannya.

 

Kemudian Allah Taala berfirman : “Hai keluarga-Ku, apakah kamu mengenali orang-orang yang telah berbuat kebaikan kepadamu semasa di dunia dahulu?”.

 

Mereka menjawab : “Ya, Oh Tuhan kami”.

 

Allah berfirman : “Pergilah kamu ke Mahsyar, maka siapa saja yang kamu kenal, dia boleh masuk surga bersama kamu”.

 

Dan dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Saya pernah duduk bersama Nabi saw. di tengah sekelompok sahabat radiyallaahu anhum. Tiba-tiba datang seorang lak – laki desa, lalu dia berkata : “Salam sejahtera atas Baginda, Ya Rasulullah, dan juga atas kalian, hai sekalian yang duduk”.

 

Setelah itu, dia berkata pula : “Ketahuilah oleh kalian, bahwa Aliah Taala telah mewa: Jibkan atas kita lima kali salat, dan Dia telah menguji kita dengan dunia ini dengan segala ketakutan-ketakutannya. Maka demi kemuliaanmu, Ya Rasulullah, kami tidak salat satu rakaat pun, melainkan kesibukan-kesibukan dunia itu masuk ke dalamnya, Maka bagar mana salat kami akan diterima Allah, sedang dia bercampur dengan kesibukan-kesibuka dunia?”.

 

Maka, Ali Karramailaahu wajhah berkata : “Salat seperti ini adalah salat yang tidak diterma oleh Allah dan tidak dihhat-Nya”.

 

Lalu Rasulullah saw. bertanya : “Dapatkah engkau, hai Ali, melakukan salat dua rokaat tertuju hanya kepada Allah semata tanpa dirasuki oleh segala pikiran, kesibukan dan godaan? Kalau dapat, saya akan memberimu kain burdahku yang berasal dari negeri Syam’.

 

Ali menjawab : “Saya dapat melakukan itu”.

 

Kemudian dia bangkit dari tengah-tengah sahabat, lalu berwudu dengan sempurna, kemudian memulai salatnya. Dia berniat karena Allah dengan tulus ikhlas di dalam hatinya. Dia selesaikan rakaat pertama dengan murni, kemudian masuk kepada rakaat kedua. Setelah rukuk, maka dia pun bangkit kembali berdiri di atas kedua kakinya seraya mengucapkan “samiallaahu liman hamidah”, sedang dalam hatinya dia teringat, seandainya Nabi memberiku kain burdah yang berasal dari Qathwan, tentu akan lebih baik bagiku daripada yang berasal dari Syam itu.

 

Selanjutnya dia melakukan sujud, membaca tasyahhud dan memberi salam. Lantas Nabi saw. menanyainya : “Apa yang telah engkau katakan, hai Abu Hasan?”.

 

“Demi kemuliaanmu, Ya Rasulullah”, jawab Ali. “Pada rakaat pertama, saya melakukannya bersih dari segala pikiran dan godaan. Kemudian saya lanjutkan dengan rakaat kedua, maka teringatlah dalam hati saya, “seandainya Baginda memberikan kepada saya kain burdah yang berasal dari Gathwan, tentu akan lebih baik bagi saya daripada yang dari Syam itu”. Demi kemuliaanmu, Ya Rasulullah, memang benar, tidak akan ada seorang pun yang mampu melakukan salat dua rakaat yang bersih semata-mata hanya tertuju kepada Allah Taala”.

 

Maka, Nabi saw. bersabda : “Kerjakanlah olehmu salat fardumu, dan janganlah kamu berbicara di dalam salatmu. Karena Allah Taala tidak akan menerima salat yang bercampur dengan kesibukan-kesibukan dunia. Tetapi salatlah kamu, lalu memohon ampunilah kepada Tuhanmu setelah kamu salat. Dan aku beri kabar gembira kepadamu, bahwa Allah Taala telah menciptakan seratus rahmat yang akan Dia sebarkan kepada umatku pada hari kiamat kelak. Tidaklah seorang hamba, baik laki-laki maupun perempuan, yang melakukan salat, melainkan dia akan berada di bawah naungan salat itu pada hari kiamat”. (Mau’izhah)

 

Dan Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam aku diisra’kan, aku mendengar Allah berfirman : “Ya Muhammad, suruhlah umatmu memuliakan tiga orang : orang tua, orang alim dan orang yang hafal Alquran. Ya Muhammad, peringatkanlah mereka agar jangan sampai membikin marah orang-orang tersebut, karena sesungguhnya Aku sangat murka terhadap orang yang membikin mereka marah. Ya Muhammad, ahli Algur-an adalah keluarga-Ku, Aku tempatkan mereka padamu di dunia sebagai penghormatan kepada penghuninya. Dan seandainya Alquran itu tidak terpelihara di dalam hati mereka, niscaya dunia dan seisinya ini telah binasa. Ya Muhammad, para penghafal Alquran tidak akan disiksa dan tidak akan dihisab pada hari kiamat kelak. Ya Muhammad, apabila seorang

 

penghafal Alquran meninggal dunia maka dia ditangisi oleh seluruh langit-Ku, bumi-Ku dan malaikat-Ku. Ya Muhammad, sesungguhnya surga itu rindu kepada tiga orang : engkau sendiri, dua sahabatmu Abubakar dan Umar (radiyallaahu anhuma), dan orang yang hafal Alquran”. (Dari Al Mau’izhatui Hasanah)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sebaik-baik orang di antara kamu ialah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya”. Sungguh benar apa yang disabdakan Beliau itu. Hadis ini diriwayatkan oleh Utsman bin Affan radiyallahu anhu. Dan dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitab Allah Taala, maka dia akan memperoleh satu kebaikan, sedang setiap kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim (. ) itu satu huruf, tetapi aku katakan     satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. Hadis ini riwayat Attirmidzi, dan dia mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan sahih Dari sahabat Umar bin Khattab ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya dengan Alquran ini Allah mengangkat beberapa kaum dan dengannya pula Dia merendahkan kaum yang lain”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah) Dan dari Abu Said Alkhudri ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi berfirman : “Barangsiapa disibukkan oleh Alquran dari mengingat Aku dan meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya yang lebih baik daripada apa yang Aku berikan kepada orang yang meminta. Dan ketuamaan Kalam Allah atas semua perkataan yang lain adalah seperti kelebihan Allah atas semua makhluk-Nya”. , Hadis riwayat Attirmidzi, dan dia katakan ini adalah hadis hasan gharib. Dan dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari ra., bahwa dia berkata : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah jeruk, baunya harum dan rasanya manis. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Alquran adalah ibarat buah kurma, tidak berbau namun rasanya manis”. Perumpamaan orang munafik yang membaca Alquran adalah seperti kayu cendana, baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Alquran adalah bagaikan hanzalah (sejenis labu yang pahit), tidak berbau dan rasanya pahit sekali”. Dalam riwayat lain disebutkan : “Dan perumpamaan orang yang jahat…” Sebaga’ ganti dari “Dan perumpamaan orang yang munafik ….”. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud, Attirmidzi, Annasai dan Ibnu Majah.

 

Dan dan sahabat Anas ra., dia berkata : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah jeruk sitrun, baunya harum dan rasanya enak. Dan perumpamaan orang mukmin yang tdak membaca Alquran adalah ibarat buah kurma, tidak berbau namun rasanya enak. Perumpamaan orang jahat yang membaca Alquran adalah seperti kayu cendana. baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang jahat yang tidak membaca Alquran adalah seperti buah hanzalah (buah labu yang pahit), rasanya pahit dan tidak berbau. Perumpamaan kawan yang saleh adalah seperti orang yang memakai minyak kesturi, sekalipun tidak ada yang mengenai dirimu sedikit pun daripadanya, tetap: anda merasakan baunya. Dan perumpamaan kawan yang buruk adalah sepert pandai besi. sekalipun tidak ada yang mengenai dirimu sedikit pun dari bunga apinya, namun anda tetap merasakan asapnya. (HR. Abu Daud). Dan dari Abu Umamah ra., katanya : “Saya pernah mendengar Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Bacalah olehmu Alquran, karena ia akan datang pada han kiamat kelak sebagai pemberi syafaat kepada para pembacanya”. (HR. Muslim) Muslim meriwayatkan pula dari sahabat Abu Hurairah ra., seperti yang disebutkan dalam kitab Misykatul Mashabih, bahwa dia berkata : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menghilangkan dari seorang mukmin suatu kesusahan…”

 

Maksudnya : menghilangkan kesedihannya, karena al kurbatu (.   ) dengan men-dhammah-kan kaf berarti al hazanu (.   ).

 

Artinya : “Dari kesusahan-kesusahan dunia…”

 

Dengan hartanya atau bantuannya, atau pikirannya atau petunjuknya. Di sini, kesuSahan itu dikaitkan dengan seorang mukmin, karena orang mukmin dianggap sering menjadi sasaran berbagai kesusahan dunia.

 

Artinya : “Maka Allah akan menghilangkan darinya kesusahan…”

 

Di-tanwin-kannya kata kurbatan ( ) di sini adalah menunjukkan besarnya kesusahan tersebut.

 

Artinya : “dari kesusahan-kesusahan di akhirat”.

 

Artinya : “Dan barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang susah……”

 

Maksudnya, orang fakir, baik orang mukmin maupun kafir. Yakni, barangsiapa menghutangi orang fakir, lalu memberi kemudahan kepadanya dengan memberikan tangguh atau membebaskan sebagian hutangnya.

 

Artinya : “Maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat”.

 

Artinya : “Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim…”, Yang terlanjur melakukan perbuatan buruk, dengan cara tidak membuka aibnya, atau menutupi seseorang yang telanjang dengan cara memberinya pakaian.

 

Artinya : “Maka Allah akan menutupinya pula di dunia dan di akhirat”.

 

Artinya : “Dan Allah senantiasa membantu hamba-Nya…”

 

Maksudnya, senantiasa menolongnya. hamba itu (sibuk) membantu saudaranya yang muslim (dan memenuhi keperluannya)

 

Artinya : “Dan barangsiapa menempuh…”

Maksudnya : pergi.

 

Artinya : “Suatu jalan sambil mencari…” |

 

Yakni : menuntut. Kata ini menjadi hal atau sifat.

 

Artinya : “Di sana, akan suatu ilmu…”

 

Kata ilmu (     ) di-nakirah-kan supaya mencakup segala jenis ilmu agama, baik sedikit maupun banyak. Dan di sini terkandung pula suatu anjuran supaya pergi merantau untuk menuntut ilmu. Dan ini pernah dicontohkan oleh Nabi Musa as., yang pergi menuntut ilmu pada Nabi Khidir as., kata Nabi Musa : “Bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”.

 

Sedangkan Jabir bin Abdullah telah merantau sejauh perjalanan sebulan, berguru kepada Abdullah bin Anis, semoga Allah meridai keduanya, hanya demi sebuah hadis.

 

Artinya : “Maka Allah akan memudahkan karenanya…”

 

Masudnya, dengan sebab seperti itu.

 

Artinya : “Jalan menuju surga”,

 

Maksudnya, Allah menjadikan kepergiannya untuk menuntut ilmu itu sebagai sebab sampainya dia ke surga tanpa susah payah, dan dia diberi balasan berupa dimudahkan menempuh rintangan-rintangan berat, seperti berdiri di Padang Mahsyar dan menyeberang Shirat dan lain-lain.

 

Artinya : “Dan tidaklah berkumpul sekelompok orang di salah satu Mesjid di antara Masjid-masjid Allah….”,

 

Dengan perkataan ini dimaksudkan tidak termasuk Masjid-masjid orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena memasuki masjid-masjid mereka hukumnya makruh.

 

Artinya : “Sambil membaca Kitab Allah…”. Yakni, membaca Alquran.

 

Artinya : “Dan saling mendaraskan sesama mereka…”.

 

Yakni, sebagian membacakan kepada yang lain, agar dibetulkan lafaz-lafaz atau diterangkan makna-maknanya.

 

Artinya : “Melainkan turun kepada mereka ketentraman…”

 

Dalam Mazh-harul Mashabih, As Sakinah artinya sesuatu yang dapat menimbulkan rasa senang seseorang terhadapnya. Sedangkan yang dimaksud as sakinah di sini ada. lah, timbulnya perasaan senang dan rindu pada diri seseorang untuk membaca Alauran dan menjadi jernih hatinya karena cahaya Alquran, lenyapnya kegelapan hawa nafsu dan hatinya, serta turunnya cahaya Rahmani ke dalamnya. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa, maksudnya adalah nama malaikat yang turun ke dalam hati seorang mukmin dan menyuruhnya melakukan kebaikan, menganjurkan melakukan ketaatan, dan menimbul. kan ke dalam hatinya ketenangan dan ketentraman dalam menunaikan ketaatan. Sekian.

 

Artinya : “Dan mereka diliputi rahmat”.

 

Maksudnya, rahmat itu meliputi mereka. Yakni, rahmat dan berkah dari Allah turun kepada mereka.

 

Artinya : “Dan mereka dikelilingi oleh malaikat…”

 

Maksudnya : Para malaikat itu berkeliling dan mengitari sekeliling mereka, sambil mendengarkan bacaan dan pendarasan Alquran itu, serta memelihara mereka dari berbagai bencana, menyalami dan berkunjung kepada mereka.

 

Artinya : “Dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan malaikat yang ada di sisiNya”.

 

Yang dimaksud “indahu” (di sisinya) adalah kedudukan. Jadi maksudnya : di kalangan para malaikat yang didekatkan kepada-Nya. Dia berfirman kepada mereka : “Perhatikanlah kepada hamba-hamba-Ku, mereka menyebut Aku dan membaca Kitab-Ku”. Kemuliaan mana yang lebih besar daripada apa yang dilakukan Allah, yang menyebutkan keadaan hamba-hamba-Nya di kalangan para malaikat-Nya.

 

Artinya : “Dan barangsiapa dihambat…” Maksudnya, barangsiapa dihambat di akhirat.

 

Artinya : “Oleh amalnya…”.

 

Yang buruk, atau oleh kelalaiannya melakukan amal saleh.

 

Artinya : “Maka takkan dipercepat oleh nasabnya”.

 

Maksudnya, kemuliaan nasabnya tidak berguna baginya, dan kekurangannya pu’ takkan bisa ditambal dengannya. Karena didekatkannya seseorang hamba kepada Allan Taala tidak bisa diperoleh dengan nasab ataupun banyaknya keluarga dan kerabat, melainkan dengan amal saleh. (Demikian disebutkan dalam Syarah Al Mashabih)

 48. PENJELASAN TENTANG ORANG-ORANG KAFIR DI NERAKA

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Dan berpisahlah kamu pada hari ini, hai para penjahat. Bukankah Aku telah mengikat perjanjian denganmu, hai Bani Adam, supaya kamu tidak menyembah setan?. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Dan hendaklah kamu menyembah Aku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan banyak orang dari kamu. Maka, apakah kamu tidak memikirkan?. Inilah Jahannam yang dulu kamu diancam (dengannya). Masuklah ke dalamnya pada hari ini, disebabkan kamu dulu mengingkarinya”. (QS. Yaa siin : 59-64)

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan berpisahlah kamu pada hari ini, hai para penjahat. Menyingkirlah dari orang-orang yang beriman.

 

Perkataan tersebut disampaikan ketika kaum mukminin sedang diantarkan ke surga, sebagaimana dalam firman Allah :

 

Artinya : “Dan pada hari terjadinya kiamat, di hari itu mereka berpisah-pisah”.

 

(.   ) Bukankah Aku telah mengikat perjanjian denganmu, hai Bani Adam, supaya kamu tidak menyembah setan?. Ini termasuk perkataan yang disampaikan kepada orang-orang yang berdosa, sebagai kecaman dan penutup mulut (supaya mereka tidak bisa mengajukan argumentasi). Adapun ikatan janji Allah dengan mereka ialah berupa hujjah-hujjah agliyah maupun sam’iyah yang pernah diberikan, yang memerintahkan supaya menyembah hanya kepada Allah dan melarang menyembah kepada yang lain dari-Nya. Sedang penyembahan kepada selain Allah itu dianggap juga Sebagai penyembahan kepada setan. Karena setanlah yang menyuruh perbuatan itu dan menghiasinya.

 

(.   ) Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Ini adalah alasan dari pelarangan menyembah setan dengan mematuhi apa yang akan membawa mereka kepadanya.

 

(.  ) dan hendaklah kamu menyembah Aku. Kalimat ini di-athaf-kan kepada kalimat an laa ta’buduu.

 

(.   ) Inilah jalan yang lurus. Kalimat ini merupakan isyarat kepada apa yang telah Allah janjikan (suruh) kepada mereka, atau kepada menyembah-Nya. Sedang kalimat ini merupakan kalimat musta’nafah, untuk menerangkan penyebab janji (suruhan Allah. Adapun di-nakirah-kannya kata-kata ini adalah sebagai mubalaghah, atau peng. agungan, atau pembahagiaan. Karena mengesakan Allah itu berarti menempuh sebagian dari jalan yang lurus. ,

 

(.    ) Dan sesungguhnya setan itu telah menyesatkan banyak orang dari kamu. Maka, apakah kamu tidak memikirkan?. Ini menerangkan kembali permusuhan setan, disertai penjelasan tentang betapa nyata permusuhannya dan betapa jelas penyesatannya, bagi orang yang memiliki akal dan pikiran yang paling sederhana sekalipun.

 

(.   ) Inilah Jahannam yang dulu kamu diancam (dengannya). Masuklah ke dalamnya pada hari ini, disebabkan kamu dulu mengingkarinya. Rasakanlah panasnya pada hari ini, disebabkan keingkaranmu di dunia. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari Alhasan bin Ali ra. : “Apabila anda masuk Mesjid, maka ucapkanlah salam kepada Nabi saw., karena Rasulullah bersabda :

 

Artinya : “Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan, dan bersalawatlah kepadaku di mana saja kamu berada, karena salawatmu itu akan sampai kepadaku di mana saja kamu berada”.

 

Sedang dalam hadis riwayat Aus ra., disebutkan :

 

Artinya : “Perbanyaklah membaca salawat untukku pada hari Jumat, karena salawatmu itu disampaikan kepadaku”. (Syifaun Syarif)

 

Mengenai firman Allah :

 

Maksudnya : Menyingkirlah kamu hai orang-orang kafir dari kaum mukminin, sebab mereka telah banyak menderita karena kamu di dunia. Maka menyingkirlah kamu dari mereka agar mereka selamat darimu.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah :

 

Hai para pendosa, menyingkirlah kamu, karena orang-orang mukmin itu telah menang. Hai orang-orang munafik, menyingkirlah kamu, karena orang-orang yang tulus ia telah menang. Hai orang-orang yang fasik, menyingkirlah kamu, karena orang-orang yang sidik itu telah menang. Hai kaum pendurhaka, menyingkirlah kamu, karena orang-orang yang taat itu telah menang.

 

Sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah mendapat kemenangan yang besar” Di dunia hidup terpuji sedang di akhirat berbahagia. (Qadhi Baidhawi) Juga sebagaimana firman Allah dalam ayat lainnya :

 

Artinya : “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu….”.

 

Dengan permusuhan yang menyeluruh dan telah berlangsur lama.

 

Artinya : “Maka jadikaniah dia sebagai musuhmu”.

 

Yang menyangkut soal akidah dan perbuatanmu. Dan bersikap waspadalah terhadapnya dalam segala keadaanmu.

 

Artinya : “Karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka Sa’ir”. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Ibnu Abbas ra., katanya : Pada suatu hari, Rasulullah saw. keluar dari Masjid. Tiba-tiba Beliau melihat Iblis. Lalu Behau bertanya : “Apa sebab engkau datang ke pintu masjidku?”.

 

Iblis menjawab : “Ya Muhammad, aku ke sini karena disuruh Allah”.

 

“Untuk apa?”, tanya Nabi.

 

Iblis menjawab : “Supaya engkau bisa menanyaiku tentang apa saja yang engkau kehendaki”.

 

Ibnu Abbas berkata : “Pertanyaan yang mula-mula diajukan oleh Rasulullah saw. kepada Iblis adalah tentang salat. Beliau berkata : “Hai Iblis, kenapa engkau mencegah umatku dari salat berjamaah?”.

 

Iblis menjawab : “Hai Muhammad, jika umatmu keluar menuju salat berjamaah, maka aku langsung terkena demam panas, dan itu tidak hilang-hilang sampai mereka bubar”.

 

“Hai Iblis”, tanya Nabi pula. “Kenapa engkau mencegah umatku dari membaca Alquran?”

 

Iblis menjawab : “Ketika mereka membaca, aku meleleh bagaikan timah”.

 

Nabi bertanya kembali : “Hai Iblis, kenapa engkau mencegah umatku dari berjihad?”.

 

“Apabila mereka pergi berjihad”, jawab Iblis, “maka kedua kakiku terikat dengan ikatan yang sangat kuat, sampai mereka pulang”.

 

Nabi bertanya pula : “Hai Iblis, kenapa engkau mencegah umatku dari naik haji?”.

 

Iblis menjawab : “Apabila mereka berangkat haji, maka aku di rantai dan dibelenggu. Dan apabila mereka hendak bersedekah, maka di atas kepalaku dipasang gergaji, lalu dia menggergaji aku seperti menggergaji kayu”. (Zahratur Riyadh)

 

Menurut salah satu khabar, ketika semua penghuni neraka telah masuk ke dalam neraka, maka didirikanlah sebuah mimbar dari api untuk Iblis. Dan dia diberi pakaian dan api, diberi mahkota dari api serta diikat dengan tali dari api, kemudian dikatakanlah kepadanya : “hai Iblis, naiklah ke atas mimbar, dan berbicaralah kepada penghuni neraka!”

 

Maka iblis pun menaiki mimbar, lalu dia berpidato kepada penghuni neraka ‘ “Wahai penghuni neraka…”.

 

Suaranya bisa didengar oleh seluruh makhluk yang ada di dalam neraka. Lalu mereka semua menghadap kepadanya. Mereka memandang kepadanya. Kemudian Iblis me. lanjutkan perkataannya :

 

“Hai sidang orang-orang kafir dan munafik, sesungguhnya Allah menjanjikan kepadamu janji yang benar, bahwa kamu semua akan mati, kemudian dikumpulkan, kemudian dihisab, setelah itu dibagi menjadi dua golongan : segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka. Sesungguhnya kamu semua menyangka tidak akan meninggalkan dunia dan akan tetap berada di sana. Padahal sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kamu, selain bahwa aku menggodamu. Tetapi kamu menyambut ajakanku dan mengikuti aku. Maka, dosanya menjadi tanggunganmu sendiri. Karenanya, janganlah kamu mencela aku, tetapi celalah dirimu sendiri. Sebab kamulah yang patut dicela, bukan aku Kenapa kamu tidak menyembah kepada Allah Taala, sedang Dia adalah Pencipta segala sesuatu?”.

 

Setelah berhenti sejenak, Iblis melanjutkan pidatonya : “Aku tidak sanggup menyelamatkan kamu semua dari azab Allah, dan kamu pun tidak sanggup menyelamatkan aku. Sesungguhnya hari ini aku berlepas diri dari apa yang pernah aku katakan pada kamu. Karena sesungguhnya, aku ini terusir dan ditolak dari hadirat Tuhan semesta alam”.

 

Ketika seluruh penghuni neraka itu mendengar perkataan Iblis tersebut, maka mereka pun mengutuknya. Kemudian Iblis dihantam oleh malaikat Zabaniyah dengan tombak dari api, lalu dicampakkan dari atas mimbarnya ke dalam neraka yang paling rendah, buat selama-lamanya di sana bersama-sama penghuni neraka lainnya yang pernah mengikutinya. Kemudian malaikat Zabaniyah berkata kepada mereka : tidak ada lagi mati buat kamu dan tidak ada pula kesenangan. Kamu kekal selama-lamanya di dalamnya”. (Zahratur Riyadh)

 

Dikisahkan, bahwa Abu Zakariya Az Zahid, ketika datang padanya tanda-tanda maut, salah seorang temannya menemuinya saat dia sedang menghadapi sakaratul maut. Kemudian temannya itu mengajarinya mengucapkan kalimat tauhid “Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah”, tetapi Az Zahid memalingkan wajahnya dan tidak mau mengucapkan kalimat tersebut. Untuk kedua kalinya, temannya itu mengucapkan kalimat itu kepadanya. Namun dia kembali memalingkan wajahnya, tidak mau mengucapkannya. Kemudian temannya itu mengucapkan kalimat itu untuk yang ketiga kalinya, maka jawabnya : “Aku tidak mau mengucapkannya”.

 

Melihat keadaannya demikian, temannya tadi menjadi kuatir. Tetapi sesaat kemudian, Abu Zakariya merasa enakan, lalu dia membuka matanya seraya berkata : “Apakah kamu tadi mengatakan sesuatu kepadaku?”.

 

“Ya”, jawab mereka yang hadir. “Kami mengajarkan kepadamu syahadat tiga kali, tetapi Anda berpaling terus sampai tiga kali, bahkan pada kali ketiga, Anda mengatakan : “Aku tidak mau mengucapkannya”.

 

Maka, Abu Zakariya menjelaskan : “Tadi Iblis telah datang kepadaku sambil membawa segelas air, lalu dia berdiri di sebelah kananku dan menggerak-gerakkan gelasnya seraya berkata : “Apakah engkau perlu air?”. Aku menjawab : “Tidak”. Lalu dia berkata : “Katakanlah Isa itu anak Allah”.

 

Maka aku pun berpaling darinya. Kemudian dia datang lagi kepadaku dari arah kakiku seraya berkata seperti tadi. Dan pada kali ketiga dia berkata : “Katakanlah, tidak ada Tuhan”. Maka aku jawab : “Aku tidak mau mengucapkannya”.

 

Lantas dia membanting gelasnya ke tanah, kemudian pergi sambil berlari. Jadi aku tadi menjawab kepada Iblis, bukan kepada kamu. Kini aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. (Zahratur Riyadh)

 

Konon, pada zaman dahulu, Iblis bisa dilihat secara nyata. Lalu seseorang menegurnya : “Hai Abu Mirrah, apa yang harus saya lakukan supaya bisa menjadi seperti engkau?”.

 

“Celaka kau!”, jawab Iblis. “Belum pernah seorang pun meminta ini dariku. Tetapi mengapa engkau memintanya?”.

 

Laki-laki itu menjawab : “Karena aku suka itu”.

 

Lantas Iblis menyarankan : “Jika engkau ingin menjadi seperti aku, maka remehkanlah salat, dan jangan peduli dengan sumpah, baik benar maupun palsu”.

 

Laki-taki itu berkata : “Sesungguhnya aku telah berjanji kepada Altah untuk tidak meninggalkan salat dan tidak akan mengucapkan sumpah sama sekali”.

 

Iblis berkata : “Tidak ada seorang pun yang pernah belajar satu nasehat dariku dengan tipu daya kecuali engkau. Padahal aku telah membuat perjanjian tidak akan memberi nasihat kepada seorang pun dari anak cucu Adam”. (Kanzul Akhbar).

 

Orang-orang bijak berkata : “Barangsiapa ingin tergolong sebagai orang yang arif dan selamat dari godaan setan, maka dia harus menghilangkan empat perkara yang menghalangi dia dari makrifat, yaitu : (1) Iblis dan apa yang dikehendaki Iblis, (2) Nafsu dan apa yang dikehendaki nafsu, (3) Asmara dan apa yang dikehendaki oleh asmara, (4) dunia dan apa yang dikehendaki oleh dunia.

 

Iblis menghendaki lenyapnya agama Anda, supaya Anda menemaninya di neraka selama-lamanya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Taala :

 

Artinya : ‘Seumpama setan ketika ia berkata kepada manusia : “Kafirlah kamu!”

 

Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Setan itu menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan”.

 

Sedang nafsu menghendaki kemaksiatan dan meninggalkan ketaatan. Nafsu memang tercela. Allah Taala telah menerangkan tentang aib nafsu itu melalui lisan Nabi Yusuf as. katanya :

 

Artinya : “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”.

 

Adapun asmara, maka sesungguhnya ia menghendaki syahwat-syahwat dan meninggalkan kesungguhan dalam berbakti kepada Allah. Dalam hal ini, Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan diri dari hawa nafsunya… dst”.

 

Dan dunia menghendaki agar Anda lebih menyukai pekerjaan dunia daripada amaj akhirat. Hal ini telah disinggung Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya”.

 

Apabila keempat perkara tersebut telah bisa dihilangkan, maka sampailah si arit kepada yang dicarinya, yaitu Allah Taala. Sedangkan orang yang menuruti kehendak Iblis, maka berarti dia telah berusaha melenyapkan agamanya, sehingga azabnya pun akan dikekalkan, seperti azab terhadap Iblis.

 

Dan barangsiapa menuruti kehendak nafsunya, yaitu perbuatan maksiat, maka azab. nya terserah kepada Allah. Dan barangsiapa menuruti kehendak cintanya, yaitu syahwatsyahwat, maka dia akan menerima hisab yang sangat berat. Sedang orang yang menuruti kehendak dunia, yaitu lebih menyukai dunia daripada akhirat, maka dia akan terlepas dari dunia dan akhirat, sebagaimana firman Allah :

 

Artinya : “Dia merugi dunia dan akhirat”.

 

Barangsiapa memenuhi ajakan Iblis, dia akan ditinggalkan Tuhan. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Barangsiapa berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah. Kami adakan baginya setan, lalu setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”.

 

Dan barangsiapa memenuhi ajakan nafsunya, maka lenyaplah dari dirinya sifat wara. Dan barangsiapa memenuhi ajakan asmara, maka lenyaplah akal dari dirinya. Sedang orang yang memenuhi ajakan dunia, maka hilanglah akhirat darinya. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Amat buruklah ia sebagai pengganti bagi orang-orang yang zalim”. (Zahratur Riyadh).

 

Diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Apabila orang-orang mukmin telah terbebas dari neraka dan selamat darinya, maka perdebatan seseorang di antara kamu membela sahabatnya mengenai sesuatu hak yang menjadi miliknya di dunia ini tidak lebih hebat daripada perdebatan kaum mukminin dengan Tuhan mereka mengenai saudara-saudara mereka yang masuk neraka. Mereka berkata : “Ya Tuhan kami, saudara-saudara kami dahulu salat bersama kami dan berpuasa bersama kami, namun Engkau masukkan mereka ke dalam neraka?”.

 

Nabi berkata : “Maka Allah Taala berfirman : “Pergilah kamu dan keluarkanlah siapa saja yang kamu kenal di antara mereka!”.

 

Kata Nabi : “Maka, mereka pun datang ke neraka, mereka mengenali saudara-saudara mereka dari rupa mereka. Memang rupa mereka tidak seluruhnya dilalap api. Ada di antara mereka yang hanya terbakar api sebatas pertengahan betisnya, dan ada pula di antara mereka yang terbakar sampai ke pundaknya kemudian mereka dikeluarkan dari dalam neraka. Lalu berkatalah kaum mukminin yang mengeluarkan mereka itu : “Ya  Tuhan kami, Engkau telah menyuruh kami mengeluarkan siapa saja yang kami kenal”.

 

Maka Allah berfirman: “Keluarkanlah siapa saja yang di dalam hatinya terdapat iman, walaupun hanya setimbang atom”.

 

Yang dimaksudkan Allah tentu iman sepenuhnya. Karena adakalanya sesuatu disebut cukup dengan nama sebagiannya saja, daliinya adalah seperti yang disebutkan dalam firman Allah :

 

Artinya :“….dan daging babi….”.

 

Tentu yang dimaksudkan adalah babi secara keseluruhan, bukan hanya dagingnya saja (yang haram).

 

Dan seperti firman-Nya :

 

Artinya : “…dan memerdekakan leher yang beriman…”.

 

Tentu yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah memerdekakan hamba sahaya secara utuh (bukan hanya lehernya saja).

 

Abu Said berkata : “Barangsiapa tidak percaya ini, maka silahkan membaca ayat berikut :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang pun, walaupun hanya setimbang atom”.

 

Nabi berkata: “Orang-orang mukmin itu berkata kembali : “Ya Tuhan kami, kami telah mengeluarkan mereka dari dalam neraka. Maka tidak ada seorang pun yang masih ada kebaikan pada dirinya tinggal di dalam neraka itu”.

 

Kemudian Allah Taala berfirman : “Para malaikat, para anbiya dan orang-orang mukmin telah memberikan syafaat mereka, maka sekarang tinggal syafaat dari Tuhan Yang Maha Pengasih”.

 

Kata Nabi: “Maka Aliah menggenggam segenggam atau dua genggam manusia yang telah terpanggang api, yang Allah tentu tahu bahwa tidak ada kebaikan sama sekali pada mereka. Mereka benar-benar telah hangus. Lalu mereka dibawa ke mata air yang bernama Ainul Hayat (mata air kehidupan). Kemudian mereka mandi di sana”.

 

Nabi melanjutkan : “Lalu mereka keluar dari mata air itu, sedang tubuh mereka seperti mutiara, dan pada leher mereka terdapat cap yang bertuliskan : “Haulaai Utaqour Rahman” (mereka ini adalah para tawanan Allah yang dimerdekakan). Kemudian dikatakan kepada mereka : “Masuklah ke dalam surga. Apa yang kamu inginkan maka itu menjadi milikmu!”. Mereka menjawab : “Ya Tuhan kami, Engkau telah memberi kami apa yang tidak pernah Engkau berikan kepada seorang pun di antara seluruh alam”.

 

Nabi melanjutkan : “Lalu Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya untuk kamu ada yang lebih utama lagi disisi-Ku”.  Kata Nabi : “Maka mereka bertanya : “Ya Tuhan kami, apakah yang lebih utama dari Itu?”. Allah menjawab : “Keridaan-Ku, sehingga Aku tidak murka lagi kepada kamu buat ‘ Selama-lamanya”. (Zahratur Riyadh)

 

Dalam menghinakan orang-orang yang berdosa, sebagai balasan atas dosa-dosa mereka dan keburukan-keburukan mereka yang besar, Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka itu…”

 

Seperti menghalau binatang.

 

Artinya : “ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga”.

 

Kata wirdan (.  , ) adalah jamak dari kata warid (     ). Jadi mereka dihalau ke neraka Jahannam dengan berjalan kaki dan kehausan. Mereka merasakan rongga perut mereka tercabik-cabik saking sangat dahaganya. Sedangkan kata Alwirdu (.    ) itu sendiri berasal dari al wurud ilal maa (datang ke air). Orang yang datang ke air (mata air) adalah orang yang kehausan. Demikian tersebut dalam kitab Al Uyun.

 

Artinya : “Mereka tidak dapat memberi syafaat…”

 

Yang dimaksud dengan ‘mereka” adalah orang-orang mukmin dan orang-orang yang berdosa semuanya. Kalimat ini di tempat mansub karena menjabat sebagai hal.

 

Artinya : “Kecuali orang-orang yang telah mengadakan….”

 

Semasa di dunia dahulu, kalimat ini berada di tempat rafa sebagai badal dari wawnya yamiikuun (     ). Demikian tersebut dalam kitab Al Uyun.

 

Artinya : “Perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah””.

 

Yakni, dia telah mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Iilailaah. Maksudnya : tidak ada yang bisa memberi syafaat kecuali orang yang beriman.

 

Dan ada pula yang berpendapat bahwa, orang-orang yang berhak memberi syafaat itu tidak bisa memberikan syafaatnya (selain kepada orang yang telah mengadakan per: janjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah), yakni : kepada orang yang beriman, demikian tersebut dalam kitab Al Ma’alaim.

 

Atau, (tidak bisa memberi syafaat) kecuali orang yang telah memperoleh izin untuk memberikannya, sesuai dengan firman Allah :

 

Artinya : “Tidak berguna syafaat kecuali (syafaat) orang yang telah diizinkan Tuhan yang Maha Pemurah”. Yakni berasal dari kata :

 

Artinya : “Raja menyuruh fulan begini”. (Qadhi Baidhawi) Maksudnya : tidak bisa memberi syafaat kecuali orang yang disuruh memberikannya di antara orang-orang yang beriman. (Demikian tersebut di daiam kitab Al Uyun). Dalam Al Ausath, Attabrani telah mengeluarkan hadis riwayat dari Abu Hurairah ra.. bahwa dia berkata : Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Apabila seseorang datang pada hari kiamat kelak dengan mernbawa salat lima waktu, sedang dia benar-benar telah memelihara wudunya, waktu-waktunya, rukuknya, dan sujudnya, tanpa dia kurangi sedikit pun darinya, maka dia memperoleh perjanjian Oi sisi Allah Taala, bahwa Dia tidak akan mengazabnya. Tetapi apabila seseorang datang membawanya, sedang dia telah mengurangi sesuatu darinya, maka dia tidak memperoleh perjanjian dari Allah. Jika Allah menghendaki, Dia merahmatinya, dan jika Dia menghendaki, maka diazabnya. (Demikian di antara tafsiran-tafsiran yang ada di dalam kitab Ad Durr).

49. KISAH TENTANG NABI IBRAHIM AS. MENYEMBELIH PUTERANYA ISMAIL AS.

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Dan Ibrahim berkata : “Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku. Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang saleh”. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang (bakal) dewasa. Maka ketika anak itu mencapai kesanggupan berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu’. Dia menjawab : “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (kepada ayah). Insya Allah, ayah akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar”. Ketika keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya) dan Kami panggil dia : “Hai Ibrahim Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. As Shaffat : 99-105)

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan Ibrahim berkata : “ Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku. Ke tempat yang diperintahkan oleh Tuhanku kepadaku, yaitu negeri Syam.

 

(.    ) Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Kepada sesuatu yang mengandung kebaikan buat agamaku.

 

(.    ) Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku dari orang-orang yang saleh. Sebagian dari (yang termasuk dari golongan) orang-orang saleh, yang akan membantu aku dalam berdakwah dan berbakti, serta menghibur aku dalam perantauan, yaitu Seorang anak.

 

(.    ) Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang (bakal) dewasa. Kami beri dia kabar gembira berupa seorang anak, dan bahwa anak itu adalah anak laki-laki yang bakal mencapai umur dewasa.

 

(.    ) Maka tatkala anak itu telah mencapai kesanggupan berusaha bersama Ibrahim. Maksudnya : tatkala anak itu memperoleh dan mencapai kesanggupan berusaha bersama ayahnya dalam pekerjaan-pekerjaannya.

 

Kata ma’ahu (.  ) berkaitan dengan fiil mahdzuf (kata kerja yang dihilangkan) yang ditunjukkan oleh kata as sa’yu (     ) dan bukan berkaitan dengan kata as sa’yu itu sendiri. Karena shilah dari mashdar itu tidak mendahuluinya. Dan ia (    ) tidak pula berkaitan dengan balagha (.   ) sebab kedewasaan Ismail itu tentu tidak bersamaan dengan kedewasaan ayahnya. Jadi, seolah-olah Allah berfirman : “Maka tatkala anak itu mencapai kesanggupan berusaha”, lantas ditanya : “Bersama siapa?”. Maka jawabnya : “Bersama (ayah) nya”.

 

(.   ) Ibrahim berkata : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu”. Ada kemungkinan bahwa Ibrahim melihat peristiwa itu sendiri, namun mungkin juga Beliau melihat peristiwa lain yang takbirnya seperti itu.

 

(.    ) Maka, pikirkanlah apa pendapatmu, terhadap isi mimpi itu.

 

Ibrahim meminta pendapat anaknya mengenai mimpinya itu, padahal itu mesti dilaksanakan, tidak lain adalah untuk mengetahui bagaimana pendapat anaknya mengenai turunnya cobaan Allah ini. Sehingga Beliau dapat memantapkan diri bila anaknya itu takut, dan merasa tenang bila dia menerima, serta untuk menetapkan harinya atas anaknya itu sehingga pekerjaan itu mudah dilaksanakannya. Sedang si anak sendiri akan mendapat pahala karena patuh kepada ayahnya sebelum penyembelihan itu terlaksana.

 

(.    ) Ismail menjawab : “Wahai ayahku, laksanakan apa yang diperintahkan (kepadamu). Yakni, yang engkau disuruh melaksanakannya.

 

(.    ) Insya Allah, ayah akan mendapati saya termasuk orangorang yang sabar, menghadapi penyembelihan, atau menghadapi keputusan Allah.

 

(.    ) Tatkala keduanya telah berserah diri. Menyerah kepada perintah Allah, Atau, yang akan disembelih telah memasrahkan dirinya, sedang Ibrahim as. telah memasrahkan anaknya.

 

(.     ) Dan Ibrahim telah membaringkan anaknya atas pelipis (nya). Membaringkannya atas sisinya, sehingga pelipisnya menempel di atas tanah. Pelipis yang dimaksud adalah salah satu dari dua sisi dahi.

 

(.     ) dan Kami panggil dia : “Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu”. Dengan penuh tekad dan telah melakukan hal-hal menuju ke sana.

 

(.    ) Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Ini adalah alasan dari dihilangkannya tugas berat tersebut dari keduanya, disebabkan oleh kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan.

 

Konon, sebab penyembelihan Nabi Ibrahim as. atas Nabi Ismail as. adalah : bahwa Nabi Ibrahim as. penah berkorban 1000 ekor kambing, 300 ekor lembu, dan 100 ekor unta di jalan Allah. Maka orang-orang dan para malaikat yang menyaksikan hal itu merasa kagum kepada Beliau. Namun Beliau berkata : “Semua yang telah dikorbankan itu tidak berarti apa-apa bagiku. Demi Allah, seandainya aku mempunyai anak, maka aku akan menyembelihnya di jalan Allah, dan aku kurbankan kepada Allah Taala”.

 

Ketika Nabi Ibrahim selesai mengucapkan perkataan tadi, maka berlalulah wabt, sekian lama, sehingga Beliau tidak Ingat lagi pada ucapan yang telah dikeluarkannya itu

 

Syahdan, tatkala Beliau datang ke negeri yang disucikan (Baitul Maqdis), Beliau memohon kepada Allah agar dikaruniai anak. Maka Allah memperkenankan doanya Dan Allah menyampaikan kabar gembira kepadanya mengenai anak itu. Kemudian anak itu pun dilahirkan oleh ibunya.

 

Maka, tatkala anak itu mencapai kesanggupan berusaha bersama Ibrahim. Yakni, tatkala anak Itu dapat berjalan bersamanya, yaitu ketika dia telah berusia tujuh tahun, dan ada pula yang mengatakan tiga belas tahun.

 

Kata ma’ahu (bersamanya) adalah untuk menjelaskan. Maksudnya : setelah Ismail a48, Mencapai batas umur di mana dia mampu berusaha, maka dikatakanlah kepada Ibrahim dalam mimpinya : “Tunaikanlah nazarmu!”.

 

Ibnu Abbas ra., berkata : “Ketika tiba malam Tarwiyah, Nabi Ibrahim tertidur. Dalam tidurnya, Beliau bermimpi ada seseorang berkata kepadanya : “Hat Ibrahim, tunaikaniah nazarmu!”. Paginya, Nabi Ibrahim mulai merenungkan (yatarawwa), yakni memikirkan, apakah mimpinya itu dari Allah, ataukah dari setan?. Oleh karena itulah, hari itu dinamakan hari Tarwiyah.

 

Pada malam harinya, Beliau bermimpi lagi seperti yang kemarin malam. Dan paginya, tahulah Beliau (Arafah) bahwa mimpinya itu berasal dari Allah. Oleh karena itu, han itu dinamakan hari Arafah. Sedang tempat itu dinamakan Arafat.

 

Kemudian, malamnya, yaitu malam ketiga, Beliau bermimpi lagi seperti itu, sehingga Beliau bertekad akan meyembelih (nahara) anaknya. Dan oleh karenanya, hari itu disebut hari Nahar’.

 

Syahdan, ketika Nabi Ibrahim as. hendak membawa Ismail as. untuk disembelih, maka Beliau berkata kepada Hajar, ibunda Ismail : “Kenakanlah pakaian yang bagus pada Ismail, karena aku hendak membawanya ke suatu jamuan”. Maka Ismail pun diberi pakaian yang bagus oleh ibunya, diminyaki dan disisir rambut kepalanya. Sementara Ibrahim   . membawa tali dan pisau, lalu Beliau pergi bersama anaknya itu ke tepi Mina. Sedang Ibils laknatullah alaihi, sejak saat dia diciptakan oleh Aliah, tidak pernah sesibuk dan serepot seperti hari itu.

 

Ismail as. berlari-lari kecil di depan ayahnya. Lalu datanglah Iblis seraya berkata kepada ayahnya : “Tidakkah engkau lihat perawakannya yang tegap. rupanya yang cakap dan tingkah iakunya yang santun?”.

 

“Ya”, jawab Ibrahim. “Tetapi aku telah diperintahkan melakukan itu”.

 

Ketika Iblis sudah merasa putus asa terhadap Nabi Ibrahim as., maka dia mendatangi Hajar, lalu berkata : “Kenapa engkau duduk-duduk saja, padahal Ibrahim membawa anakmu untuk disembelih”.

 

Wanita itu menjawab : “Jangan berdusta kepadaku. Pernahkah engkau melihat seorang ayah tega menyembelih anaknya?”.

 

Iblis berkata : “Untuk itulah dia membawa tali dan pisau”.

 

“Buat apa dia menyembelih anaknya?”. Tanya wanita itu pula.

 

Iblis menjawab : “Dia menyangka bahwa dia diperintah Tuhannya untuk melakukan

 

hal itu”.

 

Namun, wanita itu menolak dengan tegas, katanya : “Seorang Nabi tidak akan diperintah melakukan kebatilan. Dan untuk melakukan perintah Allah, aku bersedia mengorbankan nyawaku, apalagi anakku”.

 

Mendapat jawaban yang tegas dari Hajar, Iblis pun menjadi berputus asa. Lalu dia datang kepada Ismail dan berkata : “Engkau bersenang-senang dan bermain-main, padahal ayahmu telah membawa tali dan pisau untuk menyembelihmu”.

 

“Jangan berdusta kepadaku!”, bentak Ismail. “Mengapa ayahku hendak menyembelih ku?”.

 

Iblis menerangkan : “Karena dia menyangka bahwa Tuhannya memerintahkannya

 

melakukan hal itu”.

 

Namun Ismail berkata dengan tegas : “Kami mendengar dan kami patuh kepada perintah Tuhan kami”.

 

Ketika Iblis hendak menyampaikan kata-kata lain, Ismail mengambil sebutir batu dari atas tanah lalu melemparkannya kepada Iblis sampai mata kirinya tercukil. Maka pergilah Iblis dengan perasaan kecewa dan rugi. Oleh sebab itulah, Allah mewajibkan kita melempar batu-batu di tempat itu untuk mengusir setan, dan mengikuti jejak Nabi Ismail putera Khalil Arrahman.

 

Setelah keduanya tiba di Mina, maka Ibrahim as. berkata kepada anaknya : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah, apa pendapatmu?”.

 

Maksudnya : Jelaskanlah kepadaku bagaimana pendapatmu, apakah engkau akan sabar menghadapi perintah Allah ini, atau engkau akan meminta maaf saja sebelum perintah ini dilaksanakan?.

 

Ini adalah ujian Ibrahim as. terhadap anaknya, apakah dia akan memenuhi perintah itu dengan sikap mendengar dan patuh, atau tidak.

 

Ismail menjawab : “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu. Insya Allah, ayah akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar, atas penyembelihan yang diperintahkan kepada ayah”.

 

Ketika Ibrahim as. mendengar jawaban anaknya, maka tahulah Beliau bahwa Allah telah mengabulkan doanya, yaitu pada saat Beliau berdoa : “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang-orang saleh”. Maka Beliau pun banyakbanyak memuji kepada Allah.

 

Kemudian Ismail as. berkata kepada ayahnya : “Wahai ayahku, saya ingin menyarankan kepada ayah beberapa perkara : Ikatlah tangan saya agar saya tidak menggelepar yang hanya akan menyedihkan hati ayah. Hadapkanlah wajah saya ke tanah, supaya ayah tidak memandang wajahku, yang hanya akan membuat ayah merasa kasihan kepadaku. Singsingkanlah baju Ayah dari saya agar tidak berlepotan darah saya, yang hanya akan mengurangi pahala saya, dan supaya tidak dilihat oleh ibu saya, yang hanya akan

 

membuatnya bersedih hati. Tajamkanlah pisau ayah, dan cepatlah menebaskannya ke leher saya supaya lebih ringan, karena maut memang pedih sekali. Bawalah baju saya kepada ibu, sebagai kenang-kenangan dari saya buat Beliau. Dan sampaikaniah salam saya kepada Beliau, dan pesan saya buat Beliau : “Bersabarlah menerima perintah Allah”. Dan janganlah ayah beritahukan kepadanya bagaimana cara ayah menyembelih saya, dan bagaimana ayah mengikat tangan saya. Dan jangan biarkan anak-anak kecil meneMUui ibu, supaya kesedihannya tidak menjadi-jadi atas diriku. Dan apabila ayah melihat seorang anak mirip saya, maka janganlah ayah memperhatikannya, supaya ayah tidak merasa gelisah dan bersedih karenanya”.

 

Mendengar perkataan anaknya itu, nabi Ibrahim as. berkata : “Engkau memang sebaik-baik orang yang membantu, hai anakku, dalam menunaikan perintah Allah Taala”.

 

Ketika keduanya telah pasrah, yakni berserah diri dan patuh kepada perintah Allah. Dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, yakni membaringkannya pada sisinya seperti domba yang akan disembelih. Dan ada pula yang mengatakan, Beliau tengkurapkan wajah anaknya itu, sesuai dengan sarannya, agar Beliau tidak melihat wajahnya yang hanya akan menimbulkan rasa kasihan, yang mungkin akan menghalangi Beliau dari mematuhi perintah Allah. Peristiwa itu terjadi di sebuah batu karang di Mina. Dan ada pula yang mengatakan, di tempat yang paling menonjol ketinggiannya.

 

Ibrahim as. telah meletakkan pisaunya pada leher anaknya, lalu menggoroknya de. ngan keras dan kuat. Tetapi Beliau tidak dapat memotongnya. Sementara itu, Allah Taala menyingkapkan tutup dari mata para malaikat langit dan bumi. Maka tatkala mereka me. nyaksikan Ibrahim yang sedang menyembelih anaknya, Ismail, mereka pun menyungkur. kan diri bersujud kepada Allah. Lalu Allah Taala berfirman : “Perhatikanlah hamba-Ku itu, bagaimana dia menggorokkan pisaunya di leher anaknya demi keridaan-Ku itu. Sedangkan kamu dahulu pernah mengatakan ketika Aku berfirman, bahwa Aku hendak menjadi. kan khalifah di muka bumi : “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu, orang yang hanya akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan-Mu”.

 

Kemudian Ismal as. berkata : “Wahai ayahku, lepaskanlah ikatan tangan dan kakiku, sehingga Allah tidak melihatku sebagai orang yang terpaksa (maksudnya, terpaksa dalam mematuhi perintah-Nya), tetapi hujamkanlah pisau itu pada leherku, biar para malaikat tahu bahwa putera Al Khalil taat kepada Allah dan kepada perintah-Nya dengan pilihannya sendiri”.

 

Maka Ibrahim pun menjulurkan kedua tangan dan kaki anaknya itu tanpa ikatan, lalu Beliau palingkan wajahnya ke tanah. Setelah itu beliau menggorokkan pisaunya ke leher anaknya dengan segenap kekuatan yang ada padanya, namun pisau itu berbalik dan tidak mampu memotong dengan izin Allah Taala.

 

Maka Ismail as. berkata : “Wahai ayahku, kekuatanmu menjadi lemah gara-gara cintamu kepadaku, sehingga ayah tidak mampu menyembelihku”.

 

Lantas Ibrahim menghantamkan pisau itu ke batu, maka batu itu pun terbelah menjadi dua. Ibrahim as. berkata : “Engkau mampu memotong batu, namun tidak mampu memotong daging”.

 

Tiba-tiba pisau itu menjawab dengan kekuasan Allah Taala, katanya : “Hai Ibrahim, engkau berkata “potonglah”. Sedang Tuhan semesta alam berfirman “jangan potong”. Maka bagaimanakah aku dapat memenuhi perintahmu, tetapi durhaka kepada Tuhanmu?”.

 

Kemudian Allah Taala berfirman : “Dan Kami panggil! dia : “Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu (tentang apa yang engkau lihat dalam mimpi itu), sehingga nyatalah bagi hamba-hamba-Ku yang lain bahwa engkau lebih menyukai keridaan-Ku daripada cinta kepada anakmu. Dan dalam pada itu, engkau termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berbuat kebajikan. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (yakni yang taat kepada perintah-Ku)

 

Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata. Maksudnya : penyembelihan ini adalah cobaan yang jelas dan ujian yang terang, yang dengannya bisa dibedakan mana orang yang ikhlas dan mana yang tidak. Atau, ujian yang nyata kesukarannya, karena tidak ada lagi yang lebih sukar daripadanya.

 

Dan Kami tebus anak itu. Maksudnya : Kami selamatkan anak yang disuruh sembelih itu. Dengan seekor sembelihan yang besar, dari surga. Yaitu seekor domba yang pernah dikorbankan oleh Habil dan diterima oleh Allah. Domba itu memang berada di dalam surga dalam keadaan hidup, sehingga akhirnya digunakan untuk menebus Ismail as. domba itu bertubuh besar. Jibril as. datang memanggul domba itu hingga dia melihat

 

Ibrahim tengah menggorokkan pisaunya pada leher Ismail as. Maka Jibril as., karena mengagungkan Allah Taala dan kagum pada Ibrahim, mengucapkan : “Allahu Akbar, Allahu Akbar!’.

 

Ibrahim as. menyambung : “Laa Ilaahaillallaah, wallaahu Akbar!” Lalu disambung pula oleh Ismail as. : “Allaahu Akbar wa Lillaahil Hamd”.

 

Agaknya Allah memandang baik kalimat-kalimat ini, maka Dia mewajibkan kita untuk membacanya pada hari-hari Nahr, mengikuti jejak Nabi Ibrahim as.

 

Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Seandainya penyembelihan itu benar-benar terlaksana, niscaya penyembelihan manusia atas anak-anak mereka akan menjadi suatu tradisi”. Dalam pada itu, Abu Hanifah rahimahullah, telah menjadikan ayat ini sebagai rujukan mengenai orang yang bemazar akan menyembelih anaknya, bahwa dia wajib menyembelih seekor domba.

 

Dirwayatkan bahwa, Ismail as. pemah berkata kepada ayahnya : “Ayahkah yang dermawan atau saya?”.

 

“Aku”, jawab Ibrahim as.

 

“Justru saya”, kata Ismail. “Karena ayah masih mempunyai anak yang lain, sedang saya hanya memiliki satu nyawa”.

 

Lantas Allah berfirman : “Aku lebih dermawan daripada kalian berdua, karena Aku telah memberi tebusan kepada kalian dan menyelamatkan kalian dari derita penyembelihan”. (Misykatul Anwar).

 

Diriwayatkan bahwa, para malaikat merasa kagum akan kemuliaan Nabi Ismail as. di sisi Tuhan semesta alam, karena Dia telah mengirim dari surga seekor domba yang dipanggul di atas leher Jibnii as., sebagai tebusan baginya. Aliah Taala berfirman : “Demi keperkasaan dan Keagungan-Ku, seandainya seluruh malaikat memanggul di atas leher mereka tebusan bagi Ismail, maka itu masih belum sebanding dengan perkataan Ismail : “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu. Insya Allah, ayah akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar”.

 

Konon, ketika Nabi Ibrahim as. bermimpi untuk pertama kalinya, maka Beliau memilih 100 ekor domba yang paling gemuk, lalu disembelihnya. Kemudian datangiah api melahapnya, sehingga Ibrahim menyangka bahwa Beliau telah memenuhi perintah dalam mimpinya. Namun, ketika Beliau mimpi lagi, maka sadarlah Beliau bahwa mimpi itu datang dari Allah. Maka Beliau memilih 100 ekor unta yang paling gemuk, lalu disembelinnya. Kali ini pun, api datang melahap unta-unta tersebut, sehingga Ibrahim menyangka telah memenuhi perintah dalam mimpinya itu. Tetapi ketika Beliau bermimpi lagi untuk yang ketiga kalinya, seolah-olah ada yang mengatakan kepadanya : “Sesungguhnya Allah Taala menyuruhmu agar menyembelih anakmu, Ismail”. Maka terjagalah Ibrahim, kemudian Beliau mendekap anaknya sambil menangis hingga pagi hari. (Majalisul Abrar).

 

Konon, setelah Allah Taala mengangkat Ibrahim as. Sebagai Al Khalil, maka berkatalah para malaikat : “Ya Tuhan kami, Ibrahim itu mempunyai harta, anak dan istri, maka bagaimana bisa dia menjadi Khalil-Mu dengan adanya hal-hal yang menyibukkan seperti itu?”. ,

 

Allah Taala menjawab : “Janganlah kamu memandang kepada rupa hamba-Ku atau kepada hartanya, tetapi pandanglah kepada hati dan amal-amalnya. Dan dalam hati Khalil-Ku itu tidak ada rasa cinta kepada selain Aku. Kalau kamu ingin tahu, maka pergilah kepadanya dan cobalah dia”.

 

Syahdan, maka Jibril pun menyamar sebagai seorang manusia lalu datang menemui Ibrahim as. Pada saat itu, Nabi Ibrahim mempunyai 12 ribu ekor anjing pemburu dan penjaga domba-dombanya. Bayangkan saja, berapa banyak jumlah domba-domba Nabi Ibrahim itu. Setiap ekor anjing mengenakan kalung terbuat dari emas, supaya disadari bahwa dunia ini sebenarnya najis, dan yang najis itu hanya pantas untuk yang najis pula.

 

Saat itu, Nabi Ibrahim sedang berdiri di atas sebuah bukit sambil memandang kepada domba-dombanya lalu Jibril as. mengucapkan salam kepada Beliau seraya bertanya : “Milik siapakah domba-domba ini?”.

 

“Kepunyaan Allah”, jawab ibrahim. “Tetapi sekarang ada di tangan saya”.

 

Kemudian Jibril berkata : “Berilah saya sedekah seekor dari domba-domba itu”. –

 

Nabi Ibrahim menjawab : “Sebutlah nama Allah, dan ambillah sepertiganya”. ‘

 

Kemudian Jibril as. mengucapkan : “Subbuhun quddus Rabbuna wa Rabbul Malaaikati war Ruuh”.

 

Ibrahim as. berkata pula : “Ucapkanlah sekali lagi, maka silahkan ambil separuhnya”. Maka Jibril pun mengucapkan kembali kalimat tersebut.

 

Kemudian Ibrahim berkata pula : “Ucapkanlah sekali lagi dan ambillah seluruhnya, berikut pengembala dan anjing-anjingnya”. Lalu Jibril mengucapkan kalimat tersebut untuk yang ketiga kalinya. Nabi Ibrahim berkata kembali : “Ucapkanlah kalimat tersebut untuk yang keempat kalinya maka aku akan mengaku menjadi hamba sahayamu”. Lalu Jibril pun mengucapkannya untuk yang keempat kalinya.

 

Maka, Allah Taala berfirman : “Hai Jibril, bagaimana engkau dapati Khalil-Ku?”.

 

Jibril menjawab : “Sebaik-baik al Khalil, Ya Allah”.

 

Sementara itu, Nabi Ibrahim as. berseru : “Hai para pengembala, giringlah dombadomba itu di belakang pemiliknya yang baru ini, kemana pun dia mau. Karena sesungguhnya kamu sekalian sekarang menjadi miliknya”. Namun, tiba-tiba Jibril membuka penyamarannya seraya berkata : “Hai Ibrahim, aku tidak memerlukan semua itu. Aku datang hanya sekedar untuk mengujimu”.

 

Namun Nabi Ibrahim menjawab : “Aku adalah Khalil Allah, aku tidak akan menarik kembali pemberianku kepadamu”.

 

Oleh karena itu, Allah Taala mewahyukan kepada Ibrahim as. supaya menjual domba-dombanya, lalu uangnya dibelikan sawah dan pekarangan, kemudian diwakafkan, yang hasilnya bisa dimakan baik oleh orang-orang miskin maupun orang-orang kaya, sampai hari kiamat. (Misykatul Anwar)

 

Ada ulama yang mengatakan bahwa, barangsiapa memiliki 20 mitsqal emas, atau 200 dirham perak, setelah terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang pokok, maka dia termasuk orang yang kaya. Kalau dia memiliki selain dirham dan dinar, maka hendaklah dia memperhatikan, kalau miliknya itu senilai dengan 200 dirham, maka dia adalah orang kaya. Oleh karena itu dia wajib berkorban. Tetapi kalau nilainya tidak sampai demikian, maka tidak wajib.

 

Dan ada pula yang berpendapat, bahwa pemilik sawah atau tanah pekarangan adalah seorang kaya, jika sawahnya itu bernilai 200 dirham. Dan juga pemilik anggur, kalau anggurnya itu seharga 200 dirham, secara sepakat dia adalah orang kaya. Karena anggur itu untuk memenuhi kesenangan, bukan untuk kebutuhan pokok. Sebab manusia bisa hidup tanpa buah-buahan. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Waaizin) 

50. PENJELASAN TENTANG KESABARAN NABI AYYUB AS.

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub, ketika dia menyeru Tuhannya : “Sesungguhnya aku diganggu oleh setan dengan kepayahan dan siksaan”. (AS. Shad : 41) Tafsir :

 

(.   ) Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub, yaitu Ayyub bin Ish bin ishak as.

 

(.    ) ketika dia menyeru Tuhannya. Kalimat ini adalah badal dari kata abdana (     ), sedang Ayyub adalah athaf bayan dari abdana.

 

(.    ) Sesungguhnya aku diganggu. Hamzah membaca massaniya (.  ) dengan sukun menjadi massani (.   ), dan digugurkan ya (.   ) nya ketika di-washal-kan.

 

(.   ) oleh setan dengan nushbin, yakni kepayahan.

 

(.   ) dan azab, yakni penyakit.

 

Firman Allah ini menceritakan tentang perkataan Nabi Ayyub as. Ketika Beliau menyeru Tuhannya. Karena kalau bukan menceritakan perkataan Beliau, tentu redaksi kalimat itu akan berbunyi : innahu massahu (sesungguhnya dia diganggu setan). Adapun sebab dinisbatkannya gangguan itu kepada setan, boleh jadi karena Allah Taala menimpakan siksaan (penyakit) itu kepada Ayyub, ketika setan telah berhasil melaksanakan gangguannya. Sebagaimana dikatakan orang bahwa, Nabi Ayyub pernah membanggakan hartanya yang banyak : atau karena ada seseorang yang teraniaya minta tolong kepada Beliau namun Beliau tidak menolongnya, atau karena ternak-ternaknya berada di wilayah Seorang raja kafir, lalu Beliau hanya membujuknya saja dan tidak memeranginya: atau karena permohonan setan kepada Allah untuk menguii kesabaran Ayyub, dengan demikian, perkataan Ayyub itu hanya sebagai pengakuan dosa atau memelihara kesopanan saja atau karena setan telah mengganggu para pengikut Ayyub, sehingga mereka membuang dan mengusir Beliau dari kampung halaman mereka : atau yang dimaksud dengan kepayahan dan siksaan, adalah cobaan besar dan keputus asaan terhadap rahmat Allah, yang digunakan oleh setan untuk mengganggu Ayyub di kala sakitnya dan memperdayai Beliau agar Beliau merasa cemas. (Qadhi Baidhawi)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mengucapkan salawat untukku satu kali, maka tidak ada lagi dosa padanya barang seberat atom atau sebiji pun”.

 

Dalam khabar disebutkan :

 

Apabila seseorang hamba ditinggal! mati oleh anaknya, maka Allah Taala berfirman kepada para malaikat : “Sudahkah kamu cabut nyawa buah hatinya?”. Para malaikat menjawab : “Ya, sudah”. Allah Taala kembali bertanya : “Apa kata hamba-Ku itu?” Malaikat menjawab : “Dia tetap memuji-Mu, bersyukur dan beristirja dengan mengucapkan : “innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali)”. Maka Allah Taala berfirman : “Bangunkanlah untuk hamba-Ku itu sebuah rumahdidalam surga, dan berilah nama rumah itu dengan sebutan Baitul Hamdi (rumah pujian)”. (Zubdatul Waizin)

 

Dari Wahab bin Munabbih, dia berkata : “Saya dapatididalam kitab Taurat empat baris kalimat berturut-turut : yang pertama berbunyi : barangsiapa membaca Kitab Allah Taala, lalu dia menyangka bahwa dia tidak akan diampuni, maka dia adalah termasuk orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah. Yang kedua berbunyi : barangsiapa merendahkan diri kepada orang kaya karena kekayaannya, maka sesungguhnya dia telah kehilangan dua pertiga agamanya. Yang ketiga berbunyi : barangsiapa bersedih hati karena sesuatu yang telah luput darinya berarti dia jengkel pada ketentuan (gadha) Tuhannya. Yang keempat berbunyi : barangsiapa mengadukan musibah yang telah menimpanya kepada orang lain, maka sebenarnya dia tengah mengadukan Tuhannya”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya pahala yang paling besar itu bersama cobaan yang paling besar pula. Dan sesungguhnya, apabila Allah mencintai seseorang hamba, maka Dia akan mencobanya, jika si hamba sabar maka Allah akan memilihnya (ijtabbahu), dan jika si hamba rela maka Allah akan memilihnya (ishthafaahu) (secara lebih khusus)”.

 

Sebagaimana dicerikan bahwa, pada suatu hari Nabi Musa as. pernah pergi bersama Yusya bin Nun. Tiba-tiba datang seekor burung berwarna putih lalu hinggap di pundak Beliau seraya berkata : “Wahai Nabi Allah, lindungilah saya pada hari ini dari pembunuhan”.

 

Nabi Musa bertanya : “Dari siapa?”

 

“Dari burung pemburu, dia hendak memangsaku”, jawab burung putih itu dengan ketakutan. Kemudian dia masuk ke dalam lengan baju Nabi Musa. Sekonyong-konyong burung pemburu itu telah beradadihadapan Beliau, lalu berkata : “Wahai Nabi Allah, jangan: lah Tuan menghalangiku dari buruanku!”.

 

Nabi Musa berkata : “Aku akan menyembelihkan untukmu seekor dombaku”.

 

Burung pemburu itu menjawab : “Daging domba tidak cocok untukku”.

 

“Kalau begitu, makanlah daging pahaku”, kata Nabi Musa pula.

 

Tetapi burung pemburu itu tidak mau, lalu ia berkata : “Aku hanya akan memakan dua biji mata Tuan”.

 

Maka Nabi Musa pun terlontang, lalu burung pemburu itu hinggap di atas dada BeIiau, dan hondak momatok kedua byi mata Beliau dengan paruhnya. Lantas Yusya berkata : “Ya Nabi Allah, Tuan pandang remeh kedua biji mata Tuan hanya demi keselamatan burung ini?”.

 

Lalu burung putih Itu keluar dari lengan baju Nabi Musa, kemudian terbang sambil! dikojar olah burung pemburu itu. Tidak lama kemudian keduanya datang lagi. lalu salah satu dar koduanya memperkenaikan diri : “Saya adalah Jibril”. Yang lain berkata : “Dan saya Mikail. Kami diperintahkan oleh Tuhan kami untuk mengujimu terhadap gadha Tuhanmu, sabarkah engkau atau tidak?”. (Zubdatul Waizin).

 

Ibnu Mubarak berkata : “Musibah itu sebenarnya hanya satu, namun apabila orang yang terkena musibah itu menyesalinya, maka musibah itu menjadi dua. Yang pertama adalah musibah itu sendiri, dan yang kedua adalah hilangnya pahala musibah itu, padahal pahalanya lebih besar daripada musibah itu sendiri”.

 

Dan juga diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Sabar itu ada tiga macam : sabar terhadap musibah, sabar untuk melakukan ketaatan, dan sabar untuk tidak melakukan kemaksiatan.

 

Barangsiapa sabar atas musibah, maka akan dituliskan baginya tiga ratus derajat, yang jarak antara tiap-tiap dua derajat adalah seperti jarak antara langit dan bumi. Dan barangsiapa sabar untuk melakukan ketaatan, maka akan dituliskan baginya enam ratus derajat, yang jarak antara dua derajat adalah seperti jarak antara batas bumi yang teratas dan ujung bumi yang tujuh. Dan barangsiapa sabar untuk tidak melakukan kemaksiatan, maka dituliskanlah baginya sembilan ratus derajat, yang jarak antara dua derajat seperti jarak antara Arsy dan bumi”. (Zubdatul Waizin)

 

Dikisahkan, bahwa Ayyub bin Ish bin Ishag as. adalah seorang Romawi, sedangkan ibunya dalah puteri Nabi Luth as. Ayyub as. adalah seorang yang berakal cerdas, pembersih, penyantun dan bijaksana. Sedang ayahnya adalah seorang yang kaya raya, memiliki ternak unta, lembu, kambing, kuda, bighal dan keledai. Pada waktu itu,dinegeri Syam tidak ada seorang pun yang menyamai kekayaannya. Dan setelah ayah Beliau meninggal dunia, maka seluruh harta kekayaan ayahnya itu pindah kepada Nabi Ayyub as. Beliau menikah dengan Rahmah, puteri Afrayim bin Yusuf as.

 

Dari istrinya itu, Nabi Ayyub as. dianugerahi Allah duabelas kali mengandung, dan setiap kandungan istrinya itu berisi anak laki-laki dan anak perempuan. Kemudian Allah mengutus Nabi Ayyub sebagai rasul kepada kaumnya, yaitu penduduk negeri Hauran dan Tih. Dan Allah memberinya budi pekerti yang luhur dan perasaan yang belas kasih, yang tidak seorang pun menyalahinya dengan cara mendustakannya atau mengingkarinya dalam hal kemuliaan Beliau dan kemuliaan nenek moyangnya. Kemudian Ayyub mensyariatkan beberapa syariat buat kaumnya itu serta membangunkan beberapa Masjid untuk mereka. Ayyub mempunyai beberapa jamuan yang dihidangkannya untuk para fakir miss kin dan tamu-tamu. Bagi anak-anak yatim, Ayyub adalah laksana seorang bapak yang penuh kasih sayang. Bagi janda-janda, Beliau laksana seorang suami yang lembut. Bagi Orang-orang yang lemah, Beliau laksana seorang saudara yang penuh belas kasih. Ayyub menyuruh wakil-wakil dan orang-orang kepercayaannya supaya tidak menolak siapa pun dari kebun dan buah-buahannya. Sedang binatang ternaknya setiap tahun bertambah banyak. Akan tetapi Beliau sedikit pun tidak merasa senang dengan semua itu, Beliau berkata : “Tuhanku, ini adalah pemberian-pemberian-Mu kepada hamba-hamba-Mudidalam penjara dunia. Maka betapa pula dengan pemberian-pemberian-Mudidalam surga kepada mereka yang mendapatkan kemuliaan-Mudinegeri perjamuan-Mu?’

 

Sementara itu, hati Ayyub tidak pernah lalai dari bersyukur atas nikmat-nikmat Tuhannya, dan lisannya tidak pernah berhenti dari menyebut asma-Nya, sehingga Iblis menjadi sangat dengki kepadanya, katanya : “Sesungguhnya Ayyub benar-benar telat. memperoleh dunia dan akhirat”. Terjemah Durratun Nasihin

 

Iblis bermaksud akan menghancurkan Ayyub pada salah satu dari dunia atau akhirat. nya, atau kedua-duanya. Pada masa itu, Iblis yang terkutuk itu biasa naik ke langit yang ke tujuh, lalu berhenti di mana saja yang dia suka. Pada suatu hari, seperti biasanya. Iblis naik ke sana. Maka Allah Yang Maha Perkasa menegurnya : “Hai makhluk yang terkutuk, bagaimana engkau melihat hamba-Ku, Ayyub, dan apakah engkau memperoleh sesuatu darinya?”.

 

Iblis menjawab : “Tuhanku, sebenarnya Ayyub menyembah-Mu karena Engkau telah memberinya kekayaan dunia dan kesejahteraan. Kalau bukan karena itu, tentu dia tidak akan menyembah-Mu, sebab dia adalah hamba dari kesejahteraan”.

 

“Kau berdusta”, sanggah Allah Taala. “Karena sesungguhnya Aku tahu, bahwa dia akan tetap menyembah dan bersyukur kepada-Ku, sekalipun dia tidak memiliki kekayaan dunia”.

 

“Berilah aku kuasa atasnya, Ya Tuhan”, pinta Iblis. “Kemudian lihatlah, bagaimana aku akan membuatnya lupa dari menyebut asma-Mu, dan aku bikin dia lalai dari beribadat kepada-Mu”.

 

Maka Allah pun memberi kuasa kepadanya untuk melakukan apa saja terhadap Ayyub, selain ruh dan lidahnya. Iblis pulang dengan gembira, lalu dia pergi ke tepi pantai. Disana, dia berteriak sekeras-kerasnya, sehingga tidak seorang jin pun, baik laki-laki maupun perempuan, melainkan datang semua mengerumuninya. Kemudian mereka bertanya : “Apakah gerangan yang telah menimpamu, wahai pemimpin kami?’.

 

Iblis menjawab : “Sesungguhnya aku telah mendapatkan kesempatan yang belum pernah aku dapatkan sejak aku mengeluarkan Adam dari dalam surga. Karenanya, bantulah aku menggoda Ayyub””.

 

Maka setan-setan itu pun cepat-cepat menyebar, lalu mereka bakar dan hancurkan tiap-tiap harta Ayyub as. Kemudian Iblis berangkat menemui Ayyub as. Ketika itu Ayyub sedang salat di dalam Masjid. Iblis menegur :

 

“Apakah engkau akan tetap menyembah Tuhanmu dalam keadaan yang merupakan bencana bagimu ini?. Sedang Dia telah mengirim api dari langit membakar seluruh harta bendamu sampai menjadi abu!

 

Nabi Ayyub as. tidak segera menjawab perkataan Iblis tersebut. Beliau menyelesaikan salatnya dulu, baru kemudian Beliau berkata : “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kepadaku, kemudian mengambilnya kembali dariku”. Kemudian Beliau berdiri kembali lalu melanjutkan salatnya. Maka pergilah Iblis tanpa hasil. Terhina dan menyesali perbuatannya.

 

Nabi Ayyub as. mempunyai 14 orang anak, 8 laki-laki dan 6 perempuan. Tiap hari. mereka makandirumah salah seorang saudara mereka. Pada hari itu, mereka sedang beradadirumah saudara mereka yang tertua, yang bernama Harmal. Sekonyong-konyong datanglah rombongan setan-setan mengepung rumah itu, kemudian merobohkannya sehingga menimpa anak-anak Ayyub as. maka matilah semua anak-anak Ayyub menjadi satu. Di antara mereka ada yang pada mulutnya masih terdapat sesuap makanan, ada pula yang tangannya masih memegang gelas.

 

Kemudian Iblis pergi menemui Ayyub as., yang saat itu masih melaksanakan salat. Iblis menegurnya : “Apakah engkau masih juga tetap menyembah Tuhanmu, sedangkan Dia telah merobohkan rumah menimpa anak-anakmu, sehingga mereka semuanya binasa?!”

 

Ayyub as. sama sekali tidak menjawab perkataan Iblis itu. Beliau meneruskan salat: nya sampai selesai. Usia salat, barulah Beliau berkata : “Hai makhluk terkutuk, segala puji bagi Allah yang telah memberi kepadaku dan kemudian mengambil kembali dariku. Harta dan anak-anak adalah cobaan bagi laki-laki dan perempuan. Allah telah mengambil coba: an itu dariku agar aku dapat beribadah sepenuhnya kepada Tuhanku”. Maka pergilah Iblis tanpa membawa hasil. Dalam koadaan rugi dan marah.

 

Kemudian Iblis mendatangi Ayyub lagi kotika Beliau sedang salat. Pada saat Beliau . melakukan sujud, Iblis menghembus pada hidung dan mulut Ayyub. Maka badan Ayyub menjadi bengkak dan mengeluarkan keringat dengan deras. Beliau merasakan suatu perasaan yang tidak enak pada dirinya. Istrinya, Rahmah, menghibur, katanya : “Int adalah akibat kesedihan terhadap harta dan bencana yang menimpa anak-anak. Sedang di waktu malam, kanda tetap salat dan siangnya berpuasa, tanpa istrirahat sesaat pun. Dan tidak pernah kanda merasakan suatu kelegaan pun”.

 

Kemudian, pada tubuh Ayyub muncul penyakit cacar, yang menutupi seluruh tubuhnya mulai dari kepala sampai ke kaki. Lalu mengalirlah nanah daripadanya, sedang didalamnya terdapat ulat. Kerabat dan kawan-kawan Ayyub akhirnya menjauhi Beliau.

 

Ayyub mempunyai tiga orang istri, dua di antaranya kemudian minta cerai. Beliau pun menceraikan keduanya. Tinggallah kini istrinya yang bernama Rahmah, yang dengan setia melayani dan merawat Beliau siang dan malam. Sampai ada beberapa wanita tetangga mereka datang dan menegurnya : “Hai Rahmah, kami kuatir kalau penyakit Ayyub itu menular kepada anak-anak kami. Keluarkanlah dia dari lingkungan kami. Kalau tidak, kami akan mengusirmu dengan cara paksa”.

 

Rahmah pun keluar. Pakaian-pakaiannya diikatkan pada punggungnya, kemudiandi berteriak : “Aduhai, seiamat tinggal. Aduhai, selamat berpisah!. Mereka telah mengeluarkan kami dari negeri kami. Mereka telah mengusir kami dari kampung halaman kami!”.

 

Rahmah menggendong suaminya diatas punggungnya, sedang air matanya mengalir membasahi pipinya. Dia pergi sambil menangis menuju ke sebuah reruntuhan gedung yang dipergunakan untuk pembuangan sampah. Kemudian diletakkannya Ayyub di atas sampah. Orang-orang kampung keluar, lalu melihat keadaan Ayyub, kemudian mereka berkata : “Bawalah pergi suamimu dari kami. Kalau tidak, akan kami lepaskan anjinganjing kami, biar mereka memangsanya”.

 

Maka Rahmah pun mengendong suaminya kembali sambil menangis, sampai akhirnya dia tibadisuatu persimpangan jalan. Kemudian diletakkannya suaminyadisana. Rah:mah mengambil kapak dan tambang. Lalu dibangunnya sebuah rumah dari kayu. Kemudian dibawanya abu lalu dihamparkannyadilantai rumahnya, dan diambilnya pula batubatu buat sandaran Ayyub as. Kemudian diambilnya sebuah mangkuk besar yang biasa dipakai oleh para pengembala untuk memberi minum binatang ternak mereka, lalu berangkatlah ia menuju ke kampung. Ayyub berseru : “Hai Rahmah, kembali. Kuberi wasiat kau, bila kau ingin pergi dariku dan meninggalkan akudisini”.

 

“Jangan kuatir, wahai Tuanku”, jawab Rahmah. “Selagi nyawa ada dalam tubuhku, aku tidak akan meninggalkanmu”.

 

Rahmah pun pergi ke kampung.Disana, dia bekerja setiap hari sebagai buruh pemotong roti, buat memberi makan Ayyub. Namun akhirnya orang-orang kampung itu tahu bahwa dia adalah istri Ayyub. Maka mereka tidak mau lagi memberinya makan. Kata mereka : “Enyaniah kau dari kami kami sangat jijik melihatmu”.

 

Maka Rahmah pun menangis, seraya berkata : “Oh Tuhanku, Engkau tahu keadaanku, telah sempit bumi ini bagiku, sedang orang-orang merasa jijik terhadap kamididunia, maka janganlah Engkau jijik terhadap kami, Oh Tuhan, diakhirat. Dan mereka telah mengusir kami dari negeri kami, maka janganiah Engkau mengusir kami pula dari negeri-Mu dihari kiamat”.

 

Kemudian Rahmah pergi menemui istri tukang roti, lalu berkata : “Suamiku Ayyub sedang kelaparan. Tolong hutangi saya rotil!”.

 

Istri tukang roti itu malah mengusirnya, katanya : “Enyalah dariku agar suamiku tidak melihatmu!”. Kemudian dia berkata : “Engkau akan kuberi roti asalkan engkau berikan kepadaku jalinan rambutmu itu!”.

 

Rahmah mempunyai dua belas jalinan rambut yang panjangnya sampai ke tanah Dia sangat cantik, mirip dengan kakeknya Nabi Yusuf as. sedang Nabi Ayyub sangar menyukai jalinan rambutnya itu.

 

Rahmah lalu mengambil gunting, kemudian dipotongnya jalinan rambutnya itu dan diberikannya kepada istri tukang roti itu, ditukar dengan empat potong roti. Rahmah berka. ta: “Ya Tuhan, sesungguhnya ini adalah demi taat kepada suamiku, dan demi member makan kepada nabi-Mu, Ayyub, telah aku jual jalinan rambutku”.

 

Ketika Nabi Ayyub melihat roti yang masih segar, Beliau merasa curiga, jangan-a. ngan istrinya telah menggadaikan diri, sehingga Beliau terlanjur bersumpah, bila Allah menyembuhkannya, maka pasti akan Beliau dera istrinya itu seratus kali. Ini adalah seperti yang diceritakan Allah dalam firman-Nya mengenai kaffarat istri Ayyub :

 

Artinya : “Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), lalu pukullah (istamu) dengan itu, dan janganlah engkau melanggar sumpah”.

 

Setelah Rahmah menceritakan kisahnya kepada suaminya, maka menangislah Ayyub, lalu berkata : “Oh Tuhanku, aku telah kehabisan daya upayaku, sehingga istn Nabi-Mu sampai menjual rambutnya dan menafkahkannya kepada diriku”.

 

Namun Rahmah menghiburnya, katanya : “Sekarang kanda jangan bersedih hati. Karena rambut akan tumbuh kembali lebih indah dari semula”.

 

Kemudian Rahmah memotong-motong roti itu, lalu disuapkannya kepada Ayyub, sementara dia dudukdisamping Beliau. Sedang Ayyub, tiap kali ada seekor ulat jatuh dan badannya, maka dikembalikannya lagi ke tempatnya semuladibadannya, sambil berkata : “Makanlah dari apa yang telah Allah rezekikan kepadamu!”. Maka tidak ada lagi daging yang tertinggal pada tubuhnya selain tulang-tulang, otot-otot dan sarai-sarat belaka. Sehingga ketika matahari terbit cahayanya dapat menembus dari depan badan Ayyub

 

Sampai ke belakangnya. Sedang yang tersisa dari tubuh Ayyub yang mulia itu sudah tidak ada lagi selain dari hati dan lidahnya. Hatinya tidak pernah berhenti dari bersyukur kepada Allah, dan lidahnya tidak pernah putus dari menyebut asma Allah.

 

Menurut salah satu riwayat, Ayyub menderita sakit selama 18 tahun. Pada suatu hari, Rahmah berkata kepada Beliau : “Kanda adalah seorang nabi yang muliadisisi Tuhanmu. Bagaimana kalau kanda memohon kepada Allah agar menyembuhkan kanda?”.

 

Nabi Ayyub balik bertanya : “Berapa lama kita dahulu mengenyam kesenangan?”

 

“Delapan puluh tahun”, jawab istrinya.

 

“Nah”, kata Ayyub pula. “Aku malu kepada Allah Taala untuk memohon kepada-Nya. karena lama cobaan yang ditimpakan-Nya kepadaku belum lagi mencapai lama kesenanganku.

 

Tatkala sudah tidak ada lagi yang tersisa pada tubuh Ayyub secuil daging pun, maka ulat-ulat itu mulai saling memangsa sesama mereka, hingga akhirnya tinggal dua ekor ulat saja. Kedua ekor ulat itu kemudian berputar-putardisekujur tubuh Ayyub, mencari makanan, namun karena tidak mereka jumpai daging secuil pun selain hati dan lidah Ayyub, maka salah seekor dari dua ulat itu lalu menggigit hati Ayyub, sedang yang seekor lag! menggigit lidah Beliau. Maka pada saat itu, barulah Ayyub berdoa kepada Tuhannya, katanya : .

 

Artinya : “Sesungguhnya aku telah ditimpa bahaya (yakni cobaan berat), sedang Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang”.

 

Tetapi ini bukan suatu keluhan. sehingga dengan mengucapkan kata-kata itu, Ayyub ndak dianggap telah keluar dan golongan orang-orang yang sabar Karenanya. Allah Taala berfirman mengenai Ayyub :

 

Artinya : “Sesungguhnya Kami dapati dia seorang yang sabar”.

 

Karena Ayyub tidak merasa cemas karena harta dan anak-anaknya. melainkan cemas karena kuatir terputus dan Tuhan. Seolah-olah Beliau berkata : “Wahai Tuhanku, aku sabar atas segala cobaan-Mu, selama hatiku sibuk mencintaMu dan lidahku sibuk menyebut asma-Mu. Namun apabila kedua anggota ini telah lenyap pula dariku. maka akan terputusiah aku dan-Mu, sedang aku tidak akan tahan terputus dan-Mu. Sedang Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang.

 

Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada Ayyub : “Har Ayyub. lidah adalah kepunyaan-Ku, hati dan ulat pun kepunyaan-Ku, dan rasa sakit pun dan-Ku, mengapa cemas?”

 

Sementara itu ada pula yang mengatakan, bahwa Allah Taaia telah mewahyukan kepada Beliau : “Sesungguhnya ada tujuh orang nabi yang meminta cobaan ini kepadaKu, namun Aku telah memilihnya untukmu, sebagai penambah kemuliaanmu. Maka ini bagimu adalah suatu cobaan dalam rupanya saja, sedang pada hakekatnya merupakan suatu kecintaan”.

 

Sebenarnya Ayyub merasa cemas apabila hati dan lidahnya termakan pula, karena Belau sibuk memikirkan dan mengingat Allah Taala. Seandainya sampai termakan, maka tentu Beliau tidak akan bisa lagi sibuk memikirkan dan mengingat Allah Taala. Kemudian Allah Taala menjatuhkan kedua ulat itu dan tubuh Ayyub. Salah seekor ulat itu jatuh ke aw, lalu berubah menjadi lintah yang bisa dijadikan obat untuk beberapa penyakit, dan yang lain jatuhdidarat lalu berubah menjadi seekor lebah yang bisa mengeluarkan madu yang mengandung obat bagi umat manusia.

 

Setelah itu, datanglah Jibril as. sambil membawa dua buah delima dari surga. Ayyub berkata : “Hai Jibni, apakah Tuhanku menyebut aku?”.

 

“Ya”, jawab Jibni. “Dia mengucapkan selamat kepadamu dan menyuruhmu supaya memakan dua buah delima ini, niscaya engkau akan sembuh kembali, begitu pula daging dan tulangmu akan utuh seperti sediakala”.

 

Setelah Ayyub memakan dua buah delima tersebut, Jibn! kembali berkata : “Berdirilah engkau dengan izin Allah!” Ayyub pun berdiri, kemudian Jibni berkata : “Jejakkan kakimu!”.

 

Ayyub menjejakkan kaki kanannya, maka keluarlah air yang mengalir. Kemudian Belau mandi dengan air itu. Setelah itu, Beliau menjejakkan kaki kinnya, maka memancariah air yang sejuk, lalu Beliau meminumnya. Seketika itu juga, lenyaplah segala penyakit yang selama ini Beliau denta, lahir dan batin. Bahkan ternyata, badan Belia sekarang lebih gagah daripada semula, dan wajahnya lebih cemerlang dibandingkan rembulan. Hal ini sebagaimana digambarkan Allah Taala dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Maka Kami pun memperkenankan baginya (yakni menerima doanya), lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya, dan Kami kembalikan keluarganya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka”.

 

Muqatil berkata : “Allah menghidupkan mereka kembali, dan memberi pula kepada Beliau anak-anak lainnya sebanyak mereka”.

 

Sedang Adh Dhahhak mengatakan : “Allah Taala mewahyukan kepada Beliau, “Mau. kah engkau Aku bangkitkan mereka kembali?” Ayyub menjawab, “Ya Tuhanku, biarkan merekadidalam surga”.

 

Dengan demikian, Allah akan mendatangkan kembali kepada Beliau keluarganya kelakdiakhirat, sedangkan di dunia Allah menganugerahkan kepada Beliau seumpama mereka, yakni dengan dilahirkannya untuk Beliau anak-anak sebanyak mereka.

 

Artinya : “Sebagai suatu rahmat (nikmat) dari sisi Kami (untuk Ayyub) dan untuk menjadi peringatan (yakni pelajaran) bagi semua yang menyembah Allah”.

 

Supaya dengan demikian orang-orang tahu, bahwa cobaan-Ku yang terberat ditimpakan kepada para nabi, kemudian kepada para wali, kemudian kepada orang-orang yang utama, lalu orang-orang utama berikutnya, lalu mereka berbuat seperti perbuatan orang. orang tersebut, dan bersama seperti orang-orang itu telah bersabar.

 

Dari itu dapat diketahui bahwa, jalan menuju Allah Taala itu lebih dekat kepada sabar menghadapi cobaan daripada kepada sabar ketika menerima anugerah atau karunia.

 

Diriwayatkan bahwa, Asy Syibli rahimahullah, pernah diopnamedirumah sakit. Kemudian ada beberapa orang membesuknya. Mereka mengatakan : “Kami adalah orangorang yang mencintai Tuan, dan kami datang untuk membesuk Tuan”.

 

Asy Syibli melempari mereka dengan batu hingga mereka lari. Kata Asy Syibli : “Kalau kalian memang benar-benar mencintai aku, tentu kalian akan bersabar terhadap penyakitku”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Bersabar sesaat atas suatu kemalangan adalah lebih baik daripada beribadat satu tahun”.

 

Oleh karena itu ada yang mengatakan : “Orang yang bersabar itu lebih utama daripada orang yang bersyukur. Sebab orang yang bersyukur itu hanya disertai oleh tambahan (yang diberikan Allah karena syukurnya itu), sebagaimana firman Allah Taaia :

 

Artinya : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu”.

 

Sedangkan orang yang bersabar disertai oleh Allah, Taala, sebagaimana firman-Nya :

 

 Artinya : “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. Dan juga diriwayatkan dari Muhammad bin Muslimah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : ,

 

Artinya : “Tidak baik bagi seorang hamba yang tidak pernah kehilangan hartanya atau sakit badannya. Karena sesungguhnya, apabila Allah mencintai seseorang hamba, maka Dia akan mencobanya, dan jika dia dicoba, maka dia bersabar” (Demikian disebutkan dalam kitab Zubdatul Nasihin)

 

Dan diriwayatkan juga oleh Ibnu Abid Dunya, tentang sabar, dan oleh Abusy Syaikh. tentang pahala, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Al jami’ush Shaghur, dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :

 

“Sabar itu ada tiga (maksudnya : macam-macam sabar dilihat dari hal-hal yang berkaitan dengannya ada tiga) : Sabar atas musibah (hingga tidak jengkel karenanya), sabar atas ketaatan (hingga dilaksanakannya), sabar dari maksiat (hingga tidak terjerumus ke dalamnya). Maka barangsiapa sabar atas musibah (maksudnya atas kemalangan-kemalangan hingga dia dapat menolaknya dengan cita-citanya yang baik) Allah akan mencatatkan baginya (yakni mentakdirkan, atau menyuruh tulisdiLauhul Mahfuz dan catatan-catatan amal) tiga ratus derajat (yakni kedudukan yang tinggi di dalam surga), yang jarak antara tiap-tiap dua derajat sama seperti jarak antara langit dan bumi. Dan barangsiapa bersabar dalam melakukan perbuatan taat (yakni untuk melaksanakannya dan menanggung bebannya yang berat), maka Allah akan mencatatkan baginya enam ratus derajat, yang jarak antara tiap-tiap dua derajat adalah sama seperti jarak antara batas tertinggi bumi sampai ujung lapis ketujuh bumi. Dan barangsiapa bersabar dari perbuatan maksiat (yakni untuk meninggalkannya), maka Allah akan mencatatkan baginya sembilan ratus derajat, yang jarak antara tiap-tiap dua derajat adalah sama seperti jarak antara batas bumi sampai ke ujung Arsy (yaitu makhluk yang paling tinggi tingkatannya).

 

Jadi, sabar untuk tidak melakukan apa-apa yang diharamkan merupakan martabat yang paling tinggi, karena sulitnya untuk tidak menuruti nafsu, atau membawanya kepada yang bukan tabiatnya. Dan selanjutnya, sabar untuk melaksanakan perintah-perintah, karena perintah-perintah itu kebanyakan merupakan perkara yang disukai oleh nafsunafsu yang baik. Dan selanjutnya, sabar atas sesuatu yang tidak disukai (musibah, bencana), karena ia bisa menimpa siapa saja, orang baik-baik maupun orang jahat, mau atau tidak”. (Demikian disebutkan dalam kitab At Taisir, Syarah Al Jami’ush Shaghir)

 

Ada pula yang mengatakan bahwa, sabar itu lebih utama daripada syukur. Karena orang-orang yang bersyukur itu hanya disertai barang tambahannya saja, sebagaimana firman Allah yang artinya : (Sesungguhnya jika kamu bersyukur, Kami akan menambah (nikmat) kepadamu). Sedangkan orang-orang yang bersabar disertai Allah, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang artinya : (Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar).

 

Dari Wahab bin Munabbih ra., katanya : “Pada waktu dipanggil Tuhan-nyadigunung Thursina, Nabi Musa as. bertanya : “Ya Tuhan, manakah tempat di antara tempat-tempat yang adadidalam surga yang paling Engkau sukai?”.

 

Allah Taala menjawab : “Hai Musa, tempat yang paling Kusukai adalah Hazhiratul Quds”.

 

Musa as. bertanya pula : “Ya Tuhan, siapakah yang tinggal disana?”.

 

Allah menjawab : “Orang-orang yang pernah mengalami musibah”.

 

“Ya Tuhan, sebutkanlah sifat-sifat mereka kepadaku”, pinta Nabi Musa.

 

Maka Allah pun menerangkannya : “Hai Musa, mereka adalah orang-orang yang apabila ditimpa cobaan, maka mereka bersabar. Sedang apabila Aku beri mereka nikmat, maka mereka bersyukur. Apabila mereka ditimpa musibah, mereka mengucapkan : inna lilaahi wa inna ilaihi raaji’uun (Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah para penghuni Hazhiratul Quds”. (Demikian disebutkan dalam Ar Raudhah)

 

Attabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa ditimpa suatu musibah pada hartanya atau badannya, lalu dia merahasiakannya dan tidak mengadukannya kepada orang lain, maka Allah pasti akan mengampuni (dosa) nya”. (Demikian disebutkan dalam kitab Al Jami’ush Shaghir)

 

Maka bagi orang yang berakai, hendaknya dia bersabar ketika ditimpa oleh musibah, cobaan, kemalangan maupun kemiskinan, supaya dia mendapatkan pengampunan dani Allah Taala serta dihapuskan kesalahan-kesalahannya dan ditinggikan derajat-derajatnya.

 

Imam Abul Laits rahimahullah, meriwayatkan dalam At Tanbih, dari Abdullah bin Al Harits, dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Ada seorang nabi mengadu kepada Tuhannya, katanya : “Ya Tuhan, hamba yang mukmin itu taat kepada-Mu dan menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat, namun Engkau jauhkan dunia darinya dan Engkau hadapkan dia kepada kemalangan-kemalangan. Sedangkan si hamba yang kafir itu, tidak taat kepada-Mu dan berani melakukan perbuatan-perbuatan maksiat, namun Engkau jauhkan darinya kemalangan:kemalangan dan Engkau hamparkan dunia baginya”.

 

Maka Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Sesungguhnya seluruh hamba adalah kepunyaan-Ku dan bencana pun adalah kepunyaan-Ku. Masing-masing bertasbih dengan memuji kepada-Ku. Hamba yang mukmin itu menanggung dosa-dosa, maka Aku jauhkan dunia daripadanya dan Aku hadapkan dia kepada kemalangan-kemalangan. Maka itu merupakan tebusan atas dosa-dosanya, sehingga dia menemui Aku, lalu Aku balas dia atas kebaikan-kebaikannya. Sedang orang yang kafir itu, melakukan kebaikan-kebaikan, maka Aku lapangkan rezeki baginya dan Aku jauhkan dia dari kemalangan-kemalangan, Aku balas kebaikan-kebaikannyadidunia, sehingga dia menemui Aku, lalu Aku balas dia atas keburukan-keburukannya”.

 

Menurut Khabar : bahwa pada zaman dahulu, ada orang mukmin dan orang kafir sama-sama pergi menangkap ikan. Si kafir sambil menyebut-nyebut nama dewa-dewanya lalu melemparkan jalanya, sehingga dia memperoleh ikan yang banyak. Sedangkan si mukmin juga sambil menyebut nama Allah Taala lalu melemparkan jalanya, namun ternyatadiatidak memperoleh apa-apa. Ketika matahari hampir terbenam, barulah dia memperoleh seekor ikan. Tetapi ikan itu meronta hingga terlepas dari tangannya dan masuk kembali ke dalam air. Maka pulanglah si mukmin dengan tangan hampa. Dan si kafir pun pulang, sedangdidalam jalanya penuh berisi ikan. Melihat keadaan si mukmin, malaikat merasa kasihan. Tetapi, setelah dia naik ke langit, Allah Taala memperlihatkan kepadanya tempat tinggal si mukmindidalam surga, maka berkatalah ia : “Demi Allah, apa yang telah menimpa si mukmin itu tidak akan membuatnya rugi setelah dia kembali ke tempat ini”. Dan Allah memperlihatkan juga kepadanya tempat tinggal si kafirdidalam neraka, maka berkatalah ia : “Demi Allah, tidak akan berguna bagi si kafir, dunia yang telah diperolehnya itu, setelah dia kembali kelak ke tempat ini “.

Sekian.

51. PENJELASAN TENTANG NERAKA

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Orang-orang kafir digiring ke neraka Jahannam berombong-rombongan, sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya, dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya : “Apakah belum pernah datang kepadamu rasulrasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatikanmu akan pertemuan pada hari ini ?”. mereka menjawab : “Benar”. Tetapi telah pasti berlaku kalimat azab atas orang-orang kafir. Dikatakan (kepada mereka) : “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya”. Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri”. (QS. Az Zumar : 71)

 

Tafsir :

 

(.    ) Orang-orang kafir digiring ke neraka Jahannam berombong-rombongan, berkelompok-kelompok, terpisah-pisah sebagiannya mengikuti sebagian yang lain, menurut perbedaan tingkatan mereka masing-masing dalam hal kesesatan dan kejahatannya.

 

Az Zumar (.   ) artinya kelompok yang sedikit, kata ini merupakan kata jamak dari zumrah (     ). Ia adalah pecahan (.     ) dari kata az zamru (.    ) yang artinya Suara. Karena kumpulan orang banyak tentu tidak pernah sepi dari suara. Atau dari perkataan : syaatyn zamiratun (.    ) artinya : Kambing yang sedikit bulunya, dan rajulun zamirun (      ) Lelaki yang kurang ajar.

 

(.    ) sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya, supaya mereka memasukinya. Kata hatta (      ) adalah kata yang Sesudah diceritakan isi kalimat berikutnya. Orang-orang Kufah membaca futihat dengan men-takhfif-kan huruf fa.

 

(.     ) dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaga, dengan bentakanbentakan dan ejekan-ejekan.

 

(.   ) apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasuldiantaramu, dari jenismu?.

 

(.    ) yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini ?. Waktumu ini, yakni saat masuknya orang-orang kafir ke dalam neraka.

 

Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada pembebanan (.    ) sebelum adanya syariat. Karena para malaikat itu memberi alasan atas celaan mereka terhadap orang-orang kafir itu dengan datangnya rasul-rasul dan disam-paikannya Kitab-Kitab.

 

(.      ) Mereka menjawab : “Benar”. Tetapi telah pasti berlaku kalimat azab atas orang-orang yang kafir. Kalimat Allah untuk mengazab kami. Yakni ketetapan atas orang-orang kafir yang berupa kesengsaraan, dan bahwa mereka termasuk penghuni neraka.

 

Pada ayat ini isim zhahir (yaitu :     ) diletakkanditempat isim dhamir, untuk menunjukkan dikhususkannya azab itu atas orang-orang yang kafir. Ada pula yang mengatakan bahwa, yang dimaksud adalah firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”.

 

(.    ) Dikatakan : “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal didalamnya”.

 

Di sini, tidak ditentukan siapa yang berkata supaya apa yang dikatakan kepada mereka itu terasa mengerikan.

 

(.  ) Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orangorang yang menyombongkan diri.

 

Huruf lam (.    )disini adalah lamul jinsi (     ), sedangkan al makhsus bidz dzammi (yang dicela) dihilangkan, karena telah disebutkan sebelumnya. Dan diberikannya pengertian bahwa ditempatkannya orang-orang kafir dalam neraka itu dikarenakan kesombongan mereka terhadap kebenaran, hal itu tidak menafikan bahwa masuknya mereka ke sana dikarenakan telah ditetapkannya kalimat azab atas mereka. Sebab kesombongan mereka maupun keburukan-keburukan mereka lainnya adalah disebabkan oleh ketetapan tersebut, sebagaimana sabda Nabi saw.:

 

Artinya : “Sesungguhnya apabila Allah menciptakan seseorang hamba untuk masuk Surga, maka Dia jadikan orang itu melakukan perbuatan penghuni surga, sehingga dia mati ketika sedang melakukan salah satu perbuatan penghuni surga, maka dengan demikian dia pun masuk surga. Dan apabila Allah menciptakan seseorang hamba untuk masuk neraka, maka Dia jadikan orang itu melakukan perbuatan penghuni neraka, sehingga dia mati ketika sedang melakukan salah satu perbuatan penghuni neraka, maka dengan demikian dia pun masuk neraka”. (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa bersalawat kepadaku dengan penuh pengagungan, maka Allah Taala akan menjadikan dari kalimat itu malaikat, yang mempunyai Sepasang sayap. yang satu di timur dan yang satunya lagi di barat. Kedua kakinya di bawah bumi, sedangkan lehernya tunduk di bawah Arsy. Allah Taala berfirman kepadanya : “Bacalah salawat atas hamba-Ku itu sebagaimana dia telah membaca salawat atas nabi-Ku”. Kemudian malaikat itu pun membaca salawat atasnya sampai hari kiamat”

 

Diriwayatkan bahwa, musuh-musuh Allah Taala digiring ke neraka dengan wajah yang menghitam, mata membiru dan mulut-mulut mereka terkunci. Maka tatkala mereka telah tibadipintu-pintu neraka, mereka disambut oleh para malaikat Zabaniyah dengan rantai-rantai dan belenggu-belenggu, yang dipasang pada mulut-mulut mereka dan keluar dari dubur-dubur mereka. Tangan kanan merekadiikatkan ke leher, sedang tangan kiri mereka dimasukkan di dalam dada, lalu ditarik dari antara kedua pundak mereka, kemudian diikat dengan rantai-rantai. Tiap-tiap seorang kafir diikat bersama pasangannya dari golongan setan dalam satu rantai. Kemudian disungkurkan wajahnya dan dipukuli oleh malaikat dengan penggada-penggada dari besi. Setiap kali hendak keluar dari neraka, maka mereka dikembalikan lagi ke dalamnya, sebagaimana diceritakan Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya :“Setiap kali hendak keluar daripadanya (neraka), mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya, dan dikatakan kepada mereka : “Rasakanlah siksa neraka yang dahulu telah kamu dustakan itu!” (Daqaiqul Akhbar)

 

Diceritakan bahwa, Abu Yazid adalah seorang yang air matanya tiada henti-hentinya keluar dan senantiasa menangis. Lalu seseorang menanyakan sebabnya, maka dijawabnya : “Sesungguhnya, kalau Allah Taala mengancamku akan mengurungku di dalam kamar uap selama-lamanya, seandainya aku berdosa, maka sudah sepatutnya air mataku tiada henti keluar. Apalagi Dia telah mengancam, bila aku berdosa, akan menahan aku di dalam neraka yang telah Dia nyalakan selama tiga ribu tahun”. (Misykat)

 

Menurut salah satu khabar, bahwa Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Jibril as. telah datang menemuiku, lalu aku bertanya : “Hai Jibril, ceritakanlah kepadaku tentang neraka Jahannam!”. Jibril menjawab : “Sesungguhnya Allah telah menciptakan neraka, lalu menyalakannya selama seribu tahun hingga cahayanya memetah. Kemudian Dia menyalakannya lagi selama seribu tahun pula hingga cahayanya memutih. Kemudian Dia menyalakannya kembali selama seribu tahun pula hingga cahayanya menghitam laksana malam yang gelap gulita, tiada (lagi) bisa diredakan gejolaknya dan tiada pula bisa dipadamkan baranya”.

 

Diriwayatkan bahwa Allah Taala telah mengutus Jibril as. kepada malaikat Malik as, untuk mengambil sejumput api (dari neraka) yang akan dibawa kepada Nabi Adam as. untuk memasak makanan. Lantas Malik bertanya : “Hai Jibril, berapa banyak api yang engkau butuhkan?”.

 

Jibril menjawab : “Saya mau api yang besarnya seperti sebutir buah kurma”.

 

Malik berkata : “Andaikan aku beri engkau api sebesar buah kurma, pasti ia akan melelehkan ketujuh lapis langit dan bumi karena panasnya”.

 

Jibril berkata pula : “Berikan separuhnya saja”.

 

Malik menjawab : “Andai kata aku memberimu seperti yang kau inginkan itu, niscaya tidak akan turun hyjan setetes pun dari langit, dan tidak akan tumbuh satu tanaman pundi muka bumi”.

 

Maka Jibril pun berseru : “Tuhanku, seberapa banyakkah api yang harus aku ambil?”,

 

Allah Taala menjawab : “Ambillah api sebesar atom”.

 

Kemudian Jibril mengambil api sebesar atom, lalu dicucinya tujuh puluh kali di dalam tujuh puluh sungai, setelah itu barudibawanya kepada Nabi Adam as. Api itu diletakkannyadipuncak sebuah gunung yang sangat tinggi, maka melelehlah gunung itu, sedang api tersebut kembali ke tempatnya semula, tinggal asapnya saja yang ada dalam batu-batu dan besi sampai sekarang. Jadi, api kita sekarang ini adalah dari asapnya api neraka yang sebesar atom itu, yang sudah dicuci tujuh puluh kali. Oleh karena itu, renungkanlah wahai orang-orang yang berakal.

 

Muhammad bin Kaab berkata : “Sesungguhnya penghuni neraka nanti akan menyeru dengan lima macam seruan, empat kali di antaranya mendapat jawaban Allah, sedang setelah yang kelima kalinya, para penghuni neraka itu tidak bisa lagi berbicara untuk selama-lamanya. Seru mereka :

 

“Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali pula. Dan kami telah mengakui akan dosa-dosa kami. Maka adakah suatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?”.

 

Allah Taala menjawab, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya : “Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar”.

 

Kemudian mereka berseru pula : “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal saleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin”.

 

Allah menjawab : “Bukankah kamu dahulu (di dunia) telah bersumpah, bahwa sekalikali kamu tidak akan binasa?”. .

 

Kemudian mereka berseru kembali : “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh, berlainan dengan apa yang teiah kami kerjakan”.

 

Allah menjawab seperti yang disebutkan dalam firman-Nya, yang artinya :

 

“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang-orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan?. Maka rasakanlah (azab Kami), dan tidak ada lagi bagi orang-orang yang Zadim seorang penolong pun”.

 

Para penghuni neraka itu berseru pula : “Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami dan adalah kami (termasuk) orang-orang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali uga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim”.

 

Allah menjawab seperti yang disebutkan dalam firman-Nya yang artinya :

 

“Tinggaliah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku lagi”.

 

Setelah itu, untuk selama-lamanya mereka tidak dapat lagi berbicara. Dan itulah puncak siksa yang amat berat.

 

Artinya : “Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya, dan tidak pula mendapat minuman selain air yang mendidih dan nanah”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Seandainya satu ember dari nanah itu disiramkan ke dunia, niscaya akan terbakarlah penghuni dunia ini seluruhnya”.

 

Dan Allah berfirman :

 

Artinya : “Dan setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab”.

 

Nabi saw. bersabda yang artinya : “Para penghuni neraka dimakan api pada setiap harinya sebanyak tujuh puluh ribu kali. Dan tiap kali api itu melahap mereka, maka dikatakanlah kepada mereka : “Kembalilah!” Maka jasad mereka pun kembali utuh seperti sedia kala. Di sana mereka tidak akan mati-mati sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :

 

Artinya : “Dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati”. (Misykatul Anwar).

 

Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Neraka Jahannam didatangkan pada hari kiamat dari bawah bumi yang ketujuh, dikelilingi oleh tujuh puluh ribu barisan malaikat. Dan setiap barisan terdiri dari tujuh puluh ribu kali lebih banyak daripada bilangan manusia dan jin. Mereka menarik neraka Jahannam dengan memegang kendalinya. Sedang neraka Jahannam itu mempunyai empat buah tiang, yang jarak antara tiap-tiap dua tiangnya adalah sejauh perjalanan sejuta tahun. Dan dia mempunyai tiga puluh ribu kepala, yang pada tiap-tiap kepala ada tiga puluh ribu mulut. Dan pada tiap-tiap mulutnya terdapat tiga puluh ribu gigi geraham, yang masing-masing satu gigi geraham itu laksana tiga puluh ribu kali besar gunung Uhud. Dan pada tiap-tiap mulutnya, terdapat dua buah bibir, yang masingmasing bibir tersebut laksana lapisan-lapisan dunia. Dan pada tiap-tiap bibir terdapat rantai dari besi, yang pada tiap-tiap rantai tersebut terdapat tujuh puluh ribu mata rantai, dan tiap-tiap mata rantai itu dipegang oleh malaikat yang banyak. Neraka Jahannam itu didatangkan dari sebelah kiri Arsy”. (Dagaigul Akhbar).

 

Dan menurut salah satu khabar : “Apabila telah tiba hari kiamat, orang-orang kafir akan mengatakan : “Ya Tuhan kami, perlihatkanlah kepada kami dua jenis makhluk yang telah menyesatkan kami, (yaitu) dari golongan jin dan manusia, agar kami letakkan keduanyadibawah telapak kaki kami, supaya kedua jenis tersebut menjadi orang-orang yang hina”.

 

Dan Muqatil berkata : “Untuk Iblis disediakan sebuah mimbardidalam neraka. Lalu naiklah ia ke atasnya. Maka berkumpullah orang-orang kafir dan siapa saja yang mengikutinya, mereka berkata kepadanya : “Hai makhluk yang terkutuk, engkau telah menyesatkan kami dari jalan yang benar”.

 

Maka berkatalah Iblis menjawab cercaan mereka itu, sebagaimana disebutkan dalam Alquran :

 

Artinya : “Dan berkatalah setan ketika perkara (hisab) telah diselesaikan : “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku atasmu, melainkan aku sekedar menyeru kamu, lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri”.

 

Padahal aku tidak membawa bukti kepadamu dan kamu pun tidak melihat aku. Maka janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri”. (Durratun Waa’zhin)

 

Dan dikatakan bahwa, para penghuni neraka menyesali diri mereka selama seribu tahun. Kemudian mereka berkata : “Dahulu ketika masihdidunia, apabila kami bersabar, maka kami akan mendapat kelapangan”. Maka mereka pun lalu bersabar selama seribu tahun pula. Namun, siksa itu tidak juga diringankan dari mereka, akhirnya mereka berkata, seperti yang diceritakan dalam Alquran :

 

Artinya : “Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau kita bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri”.

 

Kemudian para menghuni neraka itu berseru kepada malaikat Malik, sambil menghiba dan menjerit : “Hai Malik, janji itu benar-benar telah ditunaikan kepada kami. Siksa ini benar-benar telah kami rasakan berat, dan kulit-kulit kami benar-benar telah hangus. Jika engkau keluarkan kami, sungguh kami takkan mengulangi perbuatan kami”.

 

Maka Malik dan para malaikat penjaga neraka lainnya, berkata : “Apakah dahulu belum datang rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?”.

 

Mereka menjawab : “benar, sudah datang”.

 

Maka dikatakanlah kepada mereka : “Memohoniah kamu, dan permohonan orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka”.

 

Maka penghuni neraka itu pun berkata :

 

“Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orangorang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia). Maka, jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim”.

 

Namun, Allah tidak menjawab seruan mereka selama dua kali lipat masa tinggal! merekadidunia. Kemudian dijawab juga seruan mereka itu dengan firman-Nya : “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku!”.

 

Maka ketika mereka sudah merasa putus asa untuk dapat keluar dari neraka, mereka lalu meminta hujan kepada Allah Taala selama seribu tahun. Kata mereka : “Ya Tuhan kami, turunkanlah hujan kepada kami”.

 

Lalu tampaklah oleh mereka mega merah. Mereka menyangka akan turun hujan, namun ternyata yang turun adalah kalajengking-kalajengking yang besarnya seperti bighal, yang bila penghuni neraka itu terkena sengatnya, sakitnya takkan hilang selama seribu tahun. Kemudian mereka memohon lagi kepada Allah Taala agar diberi hujan. Lalu tampaklah oleh mereka mega hitam. Maka mereka pun berkata : “Inilah mega yang mengandung hujan”. Namun ternyata yang turun adalah ular-ular sebesar leher unta jantan. Tiap-tiap penghuni neraka yang digigitnya, maka rasa sakitnya takkan bisa hilang selama seribu tahun. Inilah makna dari firman Allah :

 

Artinya : “Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan, disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan”. (Misykatul Anwar)

 

Diceritakan dari sementara ulama, bahwa dia mengatakan : “Lapisan-lapisan neraka itu ada tujuh :

 

Pertama, neraka sair. Firman :

 

Artinya : “Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka sair”.

 

Penghuni neraka Sair ialah orang-orang yang suka mendustakan ayat-ayat Allah. Kita berlindung kepada Allah dari neraka Sair ini dan neraka-neraka lainnya.

 

Kedua, neraka Lazha. Firman Allah :

 

Artinya : “Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak (Lazha), yang mengelupaskan kulit kepala”.

 

Ketiga, neraka Sagar. Firman Aliah :

 

Artinya : “(Mereka saling bertanya) tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam neraka Sagar?”. Mereka menjawab : “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin”. Padahal perkara yang paling utama sekali dalam syariat adalah salat.

 

Keempat, neraka Jahim. Firman Allah :

 

 Artinya : “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya neraka Jahimlah tempat tinggal (nya)”. Neraka Jahim diciptakan bagi orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya.

 

Kelima, neraka Jahannam. Firman Allah :

 

Artinya : “Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya”.

 

Keenam, neraka Hawiyah. Firman Allah :

 

Artinya : “Dan tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu, apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas”.

 

Ketujuh, neraka Huthamah.

 

Yang diciptakan untuk tukang adu domba. Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sekali-kali tidak. Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah”. (A’rajiyah)

 

Abu Hurairah ra. berkata : “Kami pernah berada bersama-sama Rasulullah saw. Sekonyong-konyong kami mendengar suatu suara yang sangat mengerikan lagi berat. Lantas Beliau mengajukan pertanyaan kepada kami : “Tahukah kalian, suara apakah tadi?”. Kami menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau menjelaskan : “Itu adalah suara sebuah batu yang dilepaskan ke dalam neraka Jahannam sejak tujuh puluh tahun yang lalu, dan sekarang baru sampaididasarnya”.

 

Dan dari sahabat Abu Darda ra., katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Para penghuni neraka itu diberi rasa lapar. Sakitnya lapar tersebut menyamai siksa yang ada di sana. Mereka menolong diri mereka dengan mengambil makanan, namun yang mereka makan adalah zaggum. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firmanNya : “Sesungguhnya pohon zaggum itu makanan orang-orang yang banyak dosa. la seperti kotoran minyak, yang mendidih di dalam perut seperti mendidihnya air yang sangat panas…dst”

 

Begitu juga kata Ibnu Abbas ra. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)

 

Dan menurut khabar : Tiap-tiap malaikat Zabaniyah itu, sekali dorong dapat mendesak empat puluh ribu orang penghuni neraka masuk ke dalam Jahannam. Dan mereka, yakni para malaikat Zabaniyah, diciptakan oleh Allah tanpa memiliki perasaan belas kasih. Semoga Allah menyelamatkan kita dari tengah-tengah mereka dalam keadaan aman.

 

Dan Ibnu Abbas ra. berkata mengenai siksaan bagi orang-orang kafir yang senantiasa diperbaharui, ketika menafsirkan firman Allah Taala yang artinya : (Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain) : “Kulit mereka diganti dengan kulit-kulit baru yang berwarna putih mirip kertas”.

 

Sedang Ibnu Abi Hatim, dan yang lain, mengatakan dari Ibnu Umar ra., katanya :

 

“Pernah dibacakandihadapan Umar ra. :

 

Artinya : “Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain.

 

Lantas Muaz berkata : “Saya bisa menafsirkan ayat ini, “Dalam sesaat kulit dapat berganti sampai seratus kali”. Umar menimpali : “Demikianlah saya dengar pula dari Rasulullah saw.”.

 

Sementara Ibnu Abi Syaibah dan juga yang lain telah mengeluarkan hadis dari Alhasan, katanya : “Saya dengar, bahwasanya seorang penghuni neraka dalam sehari dibakar sampai tujuh puluh ribu kali. Tiap kali daging mereka hangus dan termakan api, maka dikatakanlah kepada mereka : “Kembalilah”, Maka kulit-kulit itu kembali utuh Seperti semula”. (Demikian tersebut dalam Ad Durrul Mantsur)

Muslim telah meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa dia mengatakan : Rasulullah saw. bersabda :

 Artinya : “Gigi geraham orang kafir adalah seperti gunung Uhud, sedang tebal kulitnya adalah seperti panjang perjalanan tiga hari”. (Demikian tersebut dalam Al Lubab)
Sekian.

52. PENJELASAN TENTANG SURGA

 Allah SWT. berfirman : ,

 Artinya : “Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka, dibawa ke surga berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka telah sampai di surga itu, sedang pintu-pintunya telah terbuka, dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya : “Kesejahteraan atas kalian, berbahagialah kalian, maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal (di dalamnya)”. Dan mereka mengucapkan : “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami, dan telah mewariskan kepada kami bumi ini, sedang kami menempati tempat di dalam surga di mana saja yang kami kehendaki”. Maka surga itulah Sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal”. (QS. Az Zumar : 73-74)

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka, di bawah ke surga. Mereka dibawa dengan cepat ke negeri yang mulia itu. Dan ada pula dikatakan, bahwa kendaraan-kendaraan merekalah yang dikemudikan (.   ). Karena mereka tidak dibawa kecuali dengan menaiki kendaraan.

 

(.    ) berombong-rombongan, sesuai dengan perbedaan kedudukan mereka maSing-masing dalam hal kemuliaan dan ketinggian derajatnya.

 

(.    ) Sehingga apabila mereka telah sampai ke surga itu, sedang pintu-pintunya telah terbuka. Jawab dari idza (.   )disini dihilangkan (makhdzut), untuk menunjukkan bahwa, mereka dikala itu memperoleh kemuliaan dan penghormatan yang tidak dapat digambarkan dengan kata-kata, dan bahwa pintu-pintu surga telah terbuka buat mereka sebelum mereka datang, sebagai orang yang ditunggu-tunggu.

 

(.   ) Dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya : “Kesejahteraan atas kamu”. Kamu tidak akan lagi ditimpa oleh sesuatu yang tidak disukai sesudah ini.

 

(.   ) berbahagialah kamu. Kamu bersih dari kotoran kemaksiatan.

 

(.    ) Maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal. Ditakdirkan kekal

 

Huruf fa (.   ) di dalam kalimat ayat ini fungsinya adalah untuk menunjukkan bahwa.

 

kebersihan mereka itulah yang menyebabkan mereka masuk dan kekal di dalam surga.

 

Namun ini tidak berarti tercegahnya orang yang durhaka untuk memasuki surga, apabila dia telah dimaatkan Allah. karena Allah mensucikannya.

 

(.     ) Mereka mengucapkan : “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami, dengan membangkitkan dan memberi pahala.

 

(.   ) dan telah mewariskan kepada kami bumi ini …., yang mereka maksud adalah tempat yang mereka diami, sebagai kata ist’arah. Sedang diwanskannya tempat itu berarti diberikannya sebagai pengganti dari amal-amal mereka. Atau, dizinkannya mereka menggunakan tempat itu sebagaimana izin yang diperoleh seorang ahli waris untuk menggunakan apa yang diwarisinya.

 

(.  ) sedang kami menempati tempat di dalam surga dimana saja yang kami kehendaki. Maksudnya, masing-masing dari kami bebas menempati tempat mana saja yang dikehendakinya dalam surga yang luas ini, padahal dalam surga tersebut tempat-tempat maknawi yang tidak diperebutkan oleh orang-orang yang mendatanginya.

 

(.   ) Maka itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal. Yaitu, surga. (Qadhi baidhawi).

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

 Artinya : “Barangsiapa melupakan salawat kepadaku, maka dia telah melupakan Jalan (ke) surga”. (Syiftaaus Syaril) Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Surga itu mempunyai delapan buah pintu yang terbuat dari emas bertahtakan mutu manikam. Pintu pertama, pada pintu pertama tertulis kalimat : Laa ilaaha illallaah, muhammadar rasulullah (Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). Itulah pintu (yang akan dimasuki oleh) para nabi, para rasul, para syuhada, dan para dermawan. Pintu kedua, adalah pintu orang-orang yang melaksanakan salat, yang menyempurnakan salat dan wudunya. Pintu ketiga, adalah pintu orang-orang yang menunaikan zakat. Pintu keempat, adalah pintu orang-orang yang menyeru berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari berbuat yang mungkar.

 

Pintu kelima, adalah pintu orang-orang yang memutuskan dirinya dari kemauankemauan syahwat.

 

Pintu keenam, adalah pintu orang-orang yang berhaji dan berumrah.

 

Pintu ketujuh, adalah pintu para pejuang.

 

Pintu kedelapan, adalah pintu-pintu orang-orang yang memejamkan matanya dari hal-hal yang diharamkan, serta melakukan kebaikan-kebaikan dan kebajikan-kebajikan, Seperti berbakti kepada ibu-bapak, menghubungkan tali silaturrahmi, dan amal-amal yang baik lainnya. (Daqaiqul Akhbar)

 

Adapun surga itu ada delapan :

 

    Daruljalal. Terbuat dari mutiara putih.
    Darussalam. Terbuat dari yagut merah.
    Ai Ma’wa. Terbuat dari zabarjad hijau
    Darulkhulud. Terbuat dari merjan kuning.
    Darunna’im. Terbuat dari perak putih.
    Darulqarar. Terbuat dari emas merah.
    Firdaus. Terbuat dari berbagai batu mulia, ada bata dari perak, ada bata dari emas, ada bata yang dari yagut dan ada pula bata dari zabarjad. Sedang lantainya dari kesturi.
    Jannatul Adni. Terbuat dari intan putih. Surga Aden ini mengungguli surga-surga lainnya. la memiliki dua buah pintu dari emas, yang jarak antara keduanya ibarat jarak antara langit dan bumi. Adapun bangunannya adalah ada bata dari emas dan ada pula bata dari perak. Sedang tanahnya adalah ambar dan lantainya kesturi. Di dalamnya ada sungai-sungai yang mengalir ke dalam surga-surga yang lain. Sedang kenikil dari sungai-sungai itu adalah mutiara. Disana terdapat pula telaga Al Kautsar, yaitu telaga Nabi Muhammad saw., dan terdapat pula sungai kafur, sungai tasnim, sungai arak, sungai air dan sungai susu, serta sungai madu. (Dagaigul Akhbar). Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Pada malam ketika aku diisra’kan ke langit, semua surga diperlihatkan kepadaku. Aku lihat ada empat sungai : sungai air, sungai susu, sungai arak dan sungai madu, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :

 

Artinya : “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, yang di dalamnya ada sungai-sungai berisi air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai arak yang lezat rasanya bagi orang yang meminumnya, dan sungai-sungai madu yang disaring”.

 

Lalu aku bertanya kepada Jibril as. : “Dari manakah datangnya sungai-sungai ini dan ke manakah mengalirnya?”.

 

Jibril menjawab : “Mengalir ke telaga Kautsar, namun saya tidak tahu dari mana datangnya. Maka tanyakaniah kepada Allah, agar Dia memberitahu dan memperlihatkannya kepadamu”.

 

Nabi saw. lalu berdoa kepada Tuhannya. Maka datanglah malaikat, lalu berkata : “Ya Muhammad, pejamkanlah kedua matamu!”.

 

Aku pun memejamkan kedua mataku. Kemudian malaikat itu berkata pula : “Bukalah”.

 

Maka aku pun membuka kedua mataku kembali. Ternyata aku telah beradadisisi sebuah pohon, dan aku lihat disamping pohon itu ada sebuah kubah yang terbuat dari mutiara putih. Kubah itu mempunyai pintu yang terbuat dari yagut hijau, dan sebuah kunci dari emas merah. Seandainya dunia dengan segala isinya dikumpulkan lalu diletakkan di atas kubah itu, niscaya akan serupa dengan seekor burung yang bertengger di atas sebuah gunung, atau sebutir telur yang terletak di atasnya. Aku lihat sungai-sungai yang empat itu mengalir dari bawah kubah tersebut. Lalu aku hendak kembali, namun malaikat itu berkata : “Kenapa Tuan tidak masuk ke sana?”. Aku bertanya : “Bagaimana aku bisa masuk, sedangkan pintunya terkunci?”.

 

Malaikat itu menjawab : “Anak kuncinya ada pada Tuan”.

 

“Mana?”. Tanyaku.

 

Malaikat itu menjawab : “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”.

 

Kemudian aku pun mengucapkan “bismillaahir rahmaanir rahiim”. Maka kunci itu lalu terbuka. Lantas kulihat sungai-sungai itu mengalir dari empat buah tiang kubah. Ketika aku hendak keluar, malaikat itu bertanya : “Ya Muhammad, sudah tahukah Tuan?”.

 

“Sudah”, jawabku.

 

Tetapi malaikat itu berkata kembali : “Coba Tuan lihat sekali lagi”.

 

Lalu aku pun melihat lebih seksama, ternyata pada tiang-tiang kubah itu tertulis kalimat “bismillaahirrahmaanirrahiim”. Aku lihat sungai air keluar dari huruf “mim”nya bismillah, sungai susu dari huruf “ha”nya Allah, sungai arak keluar dari huruf “mim”nya Ar Rahman, dan sungai madu keluar dari huruf “mim”nya Ar Rahiim. Maka mengertilah aku bahwa sumber sungai-sungai ini adalah dari kalimat basmalah. Kemudian Allah Taala berfirman :

 

“Hai Muhammad, barangsiapa di antara umatmu menyebut Aku dengan nama-nama ini, maka Aku akan memberinya minum dari sungai-sungai ini”. (Misykatul Anwar)

 

Dan menurut khabar dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :

 

“Tatkalah Allah Taala sudah menciptakan surga Aden, maka dipanggilnya Jibril as., lalu berfirman kepadanya : “Pergilah dan lihatlah apa yang telah Aku ciptakan bagi hamba-hamba-Ku dan kekasih-kekasih-Ku”.

 

Maka berangkatlah Jibril pergi berkeliling di dalam surga tersebut. Seorang bidadari melihat Jibril dari atas sebuah mahligai, lalu tersenyum kepadanya, yang oleh sebab gigi serinya maka menjadi terang benderanglah surga Aden itu, sehingga Jibril menjatuhkan diri bersujud. la menyangka itu adalah cahaya Tuhan Yang Maha Perkasa. Lalu bidadari itu berseru kepadanya : “Hai Aminullah, angkatiah kepala Tuan”.

 

Maka Jibril mengangkat kepalanya, laiu dilihatnya bidadari itu, maka dia pun berucap: “Mahasuci Tuhan yang telah menciptakan dirimu”.

 

Bidadari itu berkata : “Hai Aminullah, tahukah Tuan, untuk siapakah aku diciptakan?”

 

Jibril balik bertanya : “Untuk siapa?”.

 

Bidadari itu menjawab : “Aku diciptakan Allah bagi mereka yang lebih mengutamakan keridhaan Allah daripada hawa nafsunya”. (Mukasyafatul Qulub)

 

Dan diriwayatkan dari Kaab, katanya :

 

“Saya pernah bertanya kepada Nabi saw. tentang pepohonan di dalam surga, maka Beliau menjawab : “Pohon-pohon di dalam surga itu tidak pernah kering dahan-dahannya, tidak pernah gugur daun-daunnya, dan tidak pernah kehabisan buah-buahnya yang masak. Dan pohon surga yang terbesar adalah pohon Thuba. Akarnya terdiri dari mutiara, bagian tengahnya dari permata yagut merah, dan pucuknya dari emas, sedang dahandahannya dari permata zabarjad dan daun-daunnya dari sutera halus. Pada pohon itu ada tujuh puluh ribu dahan, sedang dahannya yang terjauh menempel pada tiang Arasy, dan dahannya yang terendah terdapat pada langit dunia.Didalam surga itu tidak ada satu ruangan atau satu kubah pun yang tidak ada dahan pohon yang merindanginya. Dandi Sana, terdapat buah-buahan yang memenuhi selera nafsu. Pohon itu tidak ada bandingannyadidunia kecuali matahari, pangkalnya adadilangit, sedang cahayanya ada di Setiap tempat”. (Daqaiqul Akhbar).

 

Dan menurut khabar :

 

“Sesungguhnyadiseberang Sirat (jembatan yang melintangdiatas neraka) ada tanah lapang, di mana terdapat pohon-pohon yang yang indah. Di bawah tiap-tiap pohon itu ada mata air yang memancar dari Surga. Yang satudisebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Dan kaum mukminin, setelah berhasil melintasi Shirat, mereka meminum dari salah satu mata air tersebut, maka lenyaplah dari dalam hati mereka sifat-sifat dengki, khianat kotoran, darah dan air seni, sehingga sucilah lahir batin mereka. Kemudian mereka da. tang kepada mata air yang satu lagi, lalu mereka mandidisana. Maka berubahlah wajah. wajah mereka bagaikan rembulandimalam purnama. Jiwa mereka menjadi halus bagai kan sutera, sedang jasad mereka menjadi harum bak kesturi. Kemudian sampailah mereka ke pintu surga, lalu keluarlah bidadari-bidadari, tiap-tiap seorang memeluk suaminya lalu masuk ke rumahnya. Di dalam rumah itu terdapat tujuh puluh ranjang, dan pada tiap-tiap ranjang itu terdapat tujuh puluh kasur, dan pada setiap kasur itu telah siap seorang istri yang mengenakan tujuh puluh macam perhiasan. Sumsum betisnya bisa tampak karena halusnya perhiasan-perhiasannya. Mudah-mudahan Allah Taala memudahkan bagi kita untuk memperoleh semuanya itu”. (Dagaigul Akhbar)

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya:

 

“Sesungguhnya Allah Taala menciptakan wajah para bidadari itu dengan empat warna : putih, hijau, kuning dan merah. Dan Dia menciptakan badan mereka dari za’faran (kuma-kuma), misik (kesturi) dan kaafur (kapur barus), sedang rambutnya dari cengkih. Dan mulai dari jari-jari kakinya sampai ke lututnya diciptakan dari za’faran yang telah diharumkan, dan mulai dari lututnya sampai ke dadanya diciptakan dari ambar, dan mulai dari leher sampai ke kepalanya diciptakan dari kapur barus. Andaikata salah seorang dari bidadari-bidadari itu meludah ke dunia, niscaya ludahnya itu menjadi misik (kesturi). Pada dada mereka masing-masing tertulis nama suaminya dan sebuah nama di antara namanama Allah Taala. Dan pada tangan masing-masing dari mereka terdapat gelang-gelang, sedang pada jari-jarinya terpasang sepuluh cincin dari intan dan mutiara”. (Dagoigul Akhbar).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Aku lihat ada beberapa malaikat sedang membangun mahligai-mahligai dengan bata dari emas dan bata dari perak. Tiba-tiba mereka berhenti membangun. Lalu aku bertanya kepada mereka : “Kenapa kalian berhenti membangun?” Mereka menjawab : “Nafkah kami telah habis”. Aku bertanya : “Apa nafkah kalian?” Mereka menjawab : “Zik: rullah. Dahulu pemilik mahligai ini selalu berzikir menyebut asma Allah Taala. Ketika dia tidak lagi berzikir, maka kami pun berhenti pula dari membangun, sebagaimana firman Allah Taala, yang artinya : “Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya satu bagian pun di akhirat”, (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku pada tiap-tiap hari Jumat seratus kali, maka dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah, sekalipun banyaknya laksana buih di laut”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Friman Allah :

 

Artinya : “Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka, dibawa ke surga (secara) berombong-rombongan….”.

 

Yakni, berkelompok-kelompok yang berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tingkat keutamaan ataupun ketinggian derajat masing-masing. Itu terjadi sebelum perhitungan amal (hisab) atau sesudahnya, baik hisab yang ringan maupun yang berat. Dan itu, sesuai dengan ayat sebelumnya, yaitu firma Allah :

 

Artinya : “Dan diberikanlah buku (perhitungan amal masing-masing)… dst”.

 

Sedangkan yang membawa mereka (ke surga itu) ialah para malaikat berdasarkan perintah dari Allah Taala. Para malaikat tu membawa orang-orang yang bertakwa dengan sikap memuliakan dan menghormati tanpa memayahkan atau meletihkan, akan tetapi dengan suka cita dan gembira, agar mempercepat mereka menuju negeri kemuliaan Adapun yang dimaksud orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang menjaga diri dari kemusyrikan. Mereka adalah golongan umum dari penghuni surga. Sedang di atas mereka adalah golongan seperti yang disebutkan Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “(Di hari itu) didekatkanlah surga bagi orang-orang yang bertakwa”.

 

Lalu di atas mereka ada pula golongan seperti yang disebutkan Allah dalam firmanNya:

 

Artinya : “(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat”.

 

Jelas berbeda antara orang-orang yang dibawa ke surga dengan orang yang surga didekatkan kepadanya. Sebenarnya, orang-orang yang dibawa ke surga ialah mereka yang menganiaya diri mereka (Azh Zhalimuna li Anfusihim). Sedangkan orang-orang yang surga didekatkan kepada mereka ialah golongan pertengahan (al muqtashidun). Dan orang-orang yang dihormati sebagai perutusan itu ialah golongan yang utama (as saabiquun).

 

Dan ketahuilah, bahwa tatkala sangkakala telah ditiup kembali, sebagai tiupan pengembalian (kebangkitan), dan masing-masing orang telah muncui dari kuburannya, maka setiap orang akan didatangi oleh amalnya. Amalnya itu berkata kepadanya : “Mari bergegas ke Mahsyar”. Orang yang mempunyai amal baik amalnya itu akan menjelmadi hadapannya sebagai seekor bihgai, ada pula yang amalnya menjelma sebagai seekor keledai, dan ada pula yang amalnya menjelma sebagai seekor domba yang kadangkadang metemparkannya.Didepan mereka masing-masing memancar suatu cahaya yang kemilau, seperti lampu, atau seperti bintang, atau seperti bulan, atau seperti matahari, sesuai dengan kadar kekuatan amal dan pekerti mereka masing-masing. Dan disebelah kanan mereka juga ada cahaya yang serupa. Adapun disebelah kiri mereka tidak ada secercah cahaya pun, tetapi kegelapan yang sangat pekat. Yangdisana berjatuhan orangorang kafir dan mereka yang ragu-ragu. Adapun orang yang beriman, dia memuji kepada Allah Taala atas karunia cahaya yang diberikan-Nya, yang oleh karenanya dia tidak tersesat ke dalam kegelapan tersebut.

 

Keadaan manusia pada saat itu, ada yang berjalan di atas kedua telapak kakinya. Sedang yang lain, berjalan dengan ujung-ujung jarinya.

 

Rasulullah saw. pernah ditanya : “Bagaimana kelak manusia dihimpunkan, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Dua orang menunggangdiatas seekor unta : lima orangdiatas seekor unta : dan sepuluh orang di atas seekor unta”.

 

Maksudnya, apabila ada beberapa orang bersyerikat dalam suatu amal, maka Allah Taala menciptakan dari amal mereka seekor unta buat tunggangan mereka. Seperti sekelompok orang yang membeli sebuah kendaraan, mereka akan mengendarainya bergantiandijalan. Maka beramallah, semoga Allah memberi hidayat kepada Anda, suatu amal yang akan menjadi unta tunggangan Anda sendiri, tanpa bersyerikat dengan orang lain.

 

Dari sini dapat diketahui pahala perbuatan yang dilakukan secara bersyerikat. Yang paling utama adalah manakalah dianugerahkannya pahala khusus dari Tuhan bagi tiaptiap seorang, tanpa syarikat orang lain dalam pahala tersebut.

 

Diriwayatkan bahwa, seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil mendapat wansan harta yang banyak dari ayahnya. Maka dibelinya sebidang kebun, lalu diberikannya khusus untuk orang-orang miskin, sambil berkata : “Ini kebunkudisisi Allah”. Kemudian dia pun membagi-bagikan uang yang banyak kepada orang-orang yang lemah, sambil berkata : “Dengan uang ini saya membeli budak-budak perempuan dan laki-laki, memerdekakan hamba sahaya yang banyak”. Lalu dia berkata pula : “Mereka adalah pelayanpelayandisisi Allah”. Pada suatu hari, dia menengok seorang tuna netra, yang kadangkadang berjalan sambil merangkak. Lalu dibelinya seekor hewan tunggangan untuk orang tersebut, supaya dapat digunakannya untuk berjalan. Kemudian dia berkata : “Ini adalah kendaraankudisisi Allah yang akan aku tunggangi”. Nabi saw. bersabda : “Demi Allah, yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku seolah-olah melihat kendaraannya Itu, yang didatangkan kepadanya dalam keadaan sudah berpelana dan berkendali, dan berjalan membawanya menuju ke mauqif (Mahsyar)”. (Sekian dari Ruhul Bayan)

53. PENJELASAN TENTANG PERMOHONAN AMPUN MALAIKAT UNTUK ORANGORANG MUKMIN

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Malaikat-malaikat yang memikul Arsy dan malaikat-malaikat yang berada di sekelilingnya, bertasbih memuji Tuhan mereka dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan) : “Oh Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orangorang yang bertobat dan mengikuti jalan-Mu serta peliharalah mereka dari siksa neraka yang menyala-nyala”. (QS. Al Mu’min : 7)

 

Tafsir :

 

(.    ) Malaikat-malaikat yang memikul Arsy dan para malaikat yang beradadisekelilingnya. Mereka adalah para maiaikat Karrubiyun, yaitu malaikatmalaikat yang paling tinggi tingkatannya dan yang pertama-tama sekali diwujudkan. Maksud dari dipikulnya Arsy oleh mereka dan berkerumunnya merekadisekelilingnya adalah kalimat majaz, yaitu berkaitan dengan pemeliharaan dan pengendalian mereka terhadapnya, dan sebagai kinayah, yang menunjukkan betapa dekatnya mereka dengan Pemilik Arsy itu, dan betapa tingginya kedudukan merekadisisi-Nya, dan bahwa mereka adalah para perantara untuk melaksanakan perintah-Nya.

 

(.    ) mereka bertasbih memuji Tuhan mereka, menyebut Allah dengan sifat-sifat yang berisi pujian, yaitu sifat-sifat keagungan dan kemuliaan. Adapun sebab dijadikannya tasbih itu sebagai pokok predikat, sedangkan pujian sebagai hal (kata keterangan) adalah karena memuji itulah mugtadal hal (suasana yang meliputi) malaikat itu, sedang tasbih tidak.

 

(.    ) dan mereka beriman kepada-Nya. Allah memberitahukan tentang keimanan para malaikat itu adalah untuk menampakkan betapa utamanya keimanan itu, dan Juga sebagai pengagungan terhadap orang-orang yang beriman. Dan ayat ini memang berkaitan dengan masalah iman, sebagaimana dinyatakan Allah dalam kelanjutan ayatdi atas :

 

(.    ) serta memohonkan ampun bagi orang-orang yang beriman.

 

Disamping itu, juga untuk memberi pengertian bahwa para malaikat pemanggul Arsy

 

dan penghuni Arsy adalah sama dalam pengetahuan Allah, yakni sebagai bantahan terha. dap kaum Mujassimah. Adapun maksud istighfar (permohonan ampun) para malaikat it, adalah syafaat mereka, dorongan mereka kepada orang-orang beriman itu supaya berto. bat, dan ilham mereka kepada orang-orang beriman itu agar melakukan apa-apa yang dapat mendatangkan ampunan. Ayat ini juga mengandung suatu penjelasan bahwa, ke. bersamaan dalam iman itu mengharuskan adanya pemberian nasehat dan kasih sayang, sekalipun terdapat perbedaan jenis makhluk. Karena hanya kebersamaan iman sajalah yang merupakan hubungan yang paling kuat, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”.

 

(.  ) Oh Tuhan kami. Maksudnya, para malaikat itu mengucapkan “Oh Tuhan kami Kalimat ini merupakan keterangan (hal) dari kalimat “yastaghfiruuna” (mereka memohon. kan ampun)

 

(.     ) rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu. Maksudnya, rahmat dan ilmu Allah sangat luas sehingga meliputi segala sesuatu. Disini, fiil digeser oleh failnya yang asli, guna menyatakan ke dalaman (ighraq) dalam mensifati Allah dengan sifat rahmat dan ilmu. Dan sebagai pernyataan bersangatan (mubalaghah) tentang meratanya rahmat dan ilmu Altah itu. Adapun didahulukannya ‘rahmat’ adalah karena rahmat itulah yang menjadi tujuan utamadisini.

 

(.    ) maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan-Mu. Yaitu, orang-orang yang Engkau ketahui tobatnya dan mengikuti jalan yang benar.

 

(.    ) dan jagalah mereka dari siksa neraka yang menyala-nyala, dan peliharalah mereka darinya. Kalimat ini merupakan pernyataan setelah diberikannya pengertian, sebagai penguat (ta’kid) dan untuk menunjukkan betapa dahsyatnya azab heraka itu. (Qadhi Baidhawi).

 

Mengenai firman Allah Taala, yang artinya : (Malaikat-malaikat yang memikul Arsy), Imam Muhammad bin Mahmud Assamargandi berkata : “Ibnu Abbas ra., berkata : “Sesungguhnya para malaikat pemanggul Arsy itu, kaki-kaki mereka terletakdibumi yang paling bawah, sedang kepala-kepala mereka menembus Arsy. Mereka dalam keadaan tunduk, tidak mengangkat pandangan mereka”.

 

Dan dari Jakfar bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, katanya : “Bahwasanya Allah Taala memandang kepada suatu bahan inti (jauharah), maka berubahlah ia menjadi merah. Kemudian Allah memandang jauh arah itu sekali lagi, maka ia menjadi bergetar dan meleleh karena takut kepada Tuhannya. Kemudian Allah memandangnya untuk yang ketiga kalinya, maka berubahlah ia menjadi air. Kemudian Allah memandangnya lag! untuk yang keempat kalinya, maka membekulah separuhnya. Dari yang separuh ini, Allah menciptakan Arsy, sedangkan dari separuh yang lain, air. Kemudian dibiarkan-Nya dalam keadaan yang demikian, yang karenanya ia terus bergetar sampai hari kiamat”. (Sekian petikan dari Assamargandi)

 

Imam Al Qurthubi berkata : “Menurut pendapat para ahli tafsir, bahwasanya Arsy adalah singgasana. la merupakan bentuk yang mempunyai rupa, yang diciptakan oleh Allah Taala, dan diperintahkan-Nya para malaikat agar memanggulnya, serta mengharuskan mereka mengagungkannya dan bertawaf disekelilingnya, sebagaimana Allah telah menciptakan Bait (Kakbah)dibumi, dan memerintahkan kepada anak cucu Adam agar bertawafdisekelilingnya dan berkiblat kepadanya”.

 

Dan dari Ali Karramallaahu wajhah : “Sesungguhnya para malaikat pemanggul Arsy itu ada empat. Masing-masing malaikat itu mempunyai empat wajah. Kaki-kaki mereka menapak pada sebuah batu besar yang adadibawah bumi yang ketujuh, sejauh perjalanan lima ratus tahun”. (Sekian dari ucapan Al Qusyairi).

 

Imam Abu Laits Assamarqandi berkata mengenai surah Al A’raf, ketika menafsirkan firman Allah Taala, yang artinya : Lalu Dia bersemayamdiatas Arsy. “Menurut sebagian ulama, ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat, yang takwilnya hanya diketahui oleh Allah saja”.

 

Dan diberikan pula dari Yazid bin Marwan, bahwa ketika dia ditanya mengenai takwil dari ayat ini (Lalu Dia bersemayamdiatas Arsy), maka dijawabnya : “Takwilnya adalah beriman kepada-Nya”.

 

Dan diceritakan pula, bahwa ada seorang laki-laki menemui Imam Malik bin Anas, lalu bertanya kepadanya mengenai firman Allah yang artinya : (Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy), maka Imam Malik menjawab : “Beriman kepada-Nya adalah wajib, sedang menanyakannya adalah bid’ah. Dan aku lihat, engkau tak lain orang yang sesat”. Maka murid-murid Imam Malik pun lalu mengeluarkan orang itu.

 

Dan konon, Muhammad bin Jakfar pun berpendapat serupa.

 

Dari Ubay bin Kaab, bahwa dia berkata : “Apabila seperempat malam telah lewat, maka Rasulullah saw. bangun, lalu Beliau berkata : “Hai manusia, ingatlah kamu kepada Allah. Keguncangan itu pasti datang, diikuti oleh tiupan. Maut pasti datang dengan segala akibatnya”.

 

Maka berkatalah Ubay bin Kaab : “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya banyak membaca salawat untuk Baginda. Berapa sa!lawat harus saya sampaikan kepada Baginda?’.

 

Rasulullah saw. menjawab : “Sabanyak yang engkau kehendaki”.

 

Kaab bertanya : “Seperempat?”.

 

Rasulullah menjawab : “Terserah engkau. Kalau engkau tambah maka akan lebih baik”.

 

“Sepertiganya?”, tanya Kaab pula.

 

“Terserah engkau. Kalau engkau tambah maka itu lebih baik”. Jawab Beliau.

 

Kaab bertanya pula : “Ya Rasulullah, dua pertiganya?”.

 

Rasulullah menjawab : “Terserah engkau. Kalau engkau tambah maka itu adalah lebih baik bagimu”.

 

Maka Kaab berkata : “Ya Rasulullah, saya jadikan salawat saya seluruhnya untuk Baginda”.

 

Rasulullah menjawab : “Kalau begitu, salawatmu itu akan mencukupi segala keinginanmu dan dosa-dosamu akan diampuni”. (Syifaus Syarif)

 

Adapun firman Allah Taala, yang artinya : “Dan para malaikat pemanggul Arsy itu beriman kepada-Nya”.

 

Maksudnya adalah, bahwa para malaikat pemanggul Arsy itu membenarkan bahwa Tuhan itu Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada bandingan-Nya. Jadi, jika Anda bertanya : “Ayat itu berbunyi (Mereka bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya), padahal, bukankah tasbih itu terjadi sesudah adanya iman?. Maka bagaimana pengertian firman Allah : (dan mereka beriman kepada-Nya), yang disebutkan sesudah membaca tasbih itu?”. Saya jawab : “Pengertiannya adalah, bahwa itu merupakan peringatan, betapa mulia dan utamanya iman itu, dan merupakan anjuran supaya beriman, dan setelah Allah Taala terhalang dari mereka oleh takbir-takbir keagungan, keindahan dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya, maka Dia pun menyembut mereka sebagai makhluk-makhluk beriman”. (Tafsir Al Khazin).

 

Dan jika Anda bertanya : “Bagaimana pengertian istighfar (permohonan ampun) para malaikat untuk orang-orang yang beriman, padahal mereka adalah orang-orang yang bertobat dan saleh, yang dijanjikan akan mendapatkan ampunan, sedang Allah tidak akan mengingkari janji-Nya?”. Maka saya jawab : “Istighfar malaikat itu adalah syafaat. Sedangkan pengertiannya adalah untuk menambah kemuliaan dan pahala”. (Kasysyaf)

 

Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, permohonan ampun dari para malaikat untuk orang-orang yang beriman itu adalah sebagai balasan dari apa yang pernah mereka katakan : (Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)dimuka bumi itu, orang yang (hanya) akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah belaka, padahai kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikan-Mu?). Yakni, karena dahulu para malaikat itu terlanjur mengatakan apa yang telah mereka katakan tadi, maka kini mereka lalu memohonkan ampun buat orang-orang yang beriman. Hal mana juga merupakan peringatan kepada selain malaikat, bahwa wajib atas siapa saja yang pernah membicarakan kejelekan orang lain untuk memohonkan ampun baginya, sebagai tanda penyesalan atas kata-kata yang terlanjur diucapkannya. (Tafsir Al Khazin)

 

Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Setelah Allah Taala menciptakan Arsy, maka diperintahkannya para malaikat pemanggul Asry itu untuk memanggulnya, namun mereka merasa berat. Maka Aliah Taala berfirman : “Katakanlah olehmu Subhanallah (Mahasuci Allah)!” Lalu para malaikat itu pun mengucapkan “Subhanallah”, sehingga menjadi ringanlah mereka memikulnya. Untuk seterusnya mereka lalu mengucapkan sepanjang masa “Subhanallah”, sampai saat Allah Taala menciptakan Adam as. maka ketika penciptaan Adam telah sempurna, Beliau pun bersin, dan Allah lalu mengilhamkan kepadanya ucapan “alhamduliliah” (Segala puji bagi Allah). Maka Adam pun mengucapkan “alhamdulillah. Lalu Allah berfirman : “Allah merahmatimu. Untuk inilah Aku telah menciptakan engkau, hai Adam”.

 

Lalu malaikat-malaikat itu berkata : “Kalimat ini sangat agung, tidak patut kita melalaikannya”. Kemudian kalimat itu mereka gabungkan dengan kalimat pertama tadi, sehingga ucapan mereka menjadi : “Subhanallah wal Hamduliliah”. Itulah yang mereka ucapkan sepanjang masa. Dan sejak itu, mereka merasakan beban Arsy itu semakin ringan, tidak seperti semula.

 

Dan demikianlah mereka senantiasa mengucapkan kalimat-kalimat tersebut hingga pada suatu saat Allah Taala mengutus Nabi Nuh as. Kaum Nabi Nuh-tah yang mula-mula menganggap berhala-berhala sebagai Tuhan. Lalu Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Nuh as. agar memerintahkan kaumnya mengucapkan kalimat tauhid : Laa Ilaaha Illaliaah (tidak ada Tuhan selain Allah). Sedang Nabi Nuh as. rela menerima penghinaan dari kaumnya.

 

Lalu para malaikat itu berkata : “Kalimat yang ketiga ini pun agung pula”. Kemudian mereka gabungkan dengan kedua kalimat yang pertama tadi. Maka sepanjang masa, mereka mengucapkan : “Subhanallah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah”. Sampai pada suatu ketika Allah Taala mengutus Nabi Ibrahim as.

 

Ketika Altah Taala mengutus Nabi Ibrahim as., maka disuruh-Nya supaya Beliau berkurban. Kemudian Allah menebus nyawa putra Nabi-Nya (yang semula hendak dikurbankan) itu dengan seekor domba yang besar. Ketika Nabi Ibrahim melihat domba itu, Beliau mengucapkan : “Allahu Akbar” (Allah Mahabesar). Saking gembiranya menerima kenyataan itu.

 

Lantas para malaikat itu berkata : “Kalimat yang keempat ini pun mulia juga”. Maka mereka menggabungkannya dengan ketiga kalimat sebelumnya, sehingga sepanjang masa, mereka mengucapkan : “Subhaanaillah, wal Hamdulillah, wa Laa Illaha Iilailah, wallaahu Akbar”.

 

Ketika Jibril as. menceritakan hal ini kepada Rasulullah saw., Beliau mengucapkan : “Laa haula walaa guwwata illaa billaahil ‘aliyyil “azhiim’ (Tidak ada daya dan tidak ada kekuatan, melainkan dengan pertolongan dari Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung).

 

Lalu Jibril as. berkata : “Kalimat ini patut puladigabungkan dengan kalimat-kalimat yang empat itu”. (Tanbihul Ghatilin)

 

Imam Al Qusyairi berkata : “Menurut sebagian khabar, bahwa ada malaikat berkata : “Ya Tuhan, aku ingin sekali melihat Arsy”. Maka Allah lalu menciptakan untuknya tiga puluh ribu sayap. Kemudian terbanglah malaikat itu dengan sayapnya selama tiga puluh ribu tahun. Lalu Allah berfirman kepadanya : “Sudah sampaikah engkau ke Arsy?”. Malaikat itu menjawab : “Saya belum lagi menempuh sepersepuluh tinggi Arsy”. Maka Malaikat itu akhirnya minta izin kepada Allah untuk kembali ke tempat asalnya”. (Haiatul Islam)

 

Syahr bi Hausyab berkata : “Sesungguhnya para malaikat pemanggul Arsy itu ada delapan malaikat. Empat malaikat di antara mereka mengucapkan :

 

Artinya : “Maha suci Engkau Ya Allah, dan dengan segala pujian-Mu. Segala puji untuk-Mu atas sifat santun dan ilmu-Mu”.

 

Sedangkan malaikat yang empat lainnya mengucapkan :

 

Artinya : “Mahasuci Engkau Ya Allah, dan dengan segala pujian-Mu. Segala puji bagi-Mu atas maaf-Mu sesudah kodrat-Mu”.

 

Kata Syahr selanjutnya : “Dan seakan-akan para malaikat itu mengetahui dosa-dosa anak cucu Adam, lalu mereka memohonkan ampun buat orang-orang yang beriman. Yakni, mereka memohonkan ampunan kepada Allah Taala buat orang-orang yang beriman”. (Tafsir Al Khazin)

 

Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Ketika Allah Taala telah menciptakan Arsy yang agung itu, maka Arsy merasa bahwa dia adalah makhluk yang terbesar, lalu berkatalah ia : “Allah tidak menciptakan makhluk lain yang lebih besar daripadaku”. Maka bergetarlah Arsy itu. Kemudian Allah Taala menciptakan seekor ular yang melilit Arsy itu. Ular itu mempunyai tujuh puluh ribu sayap. Pada tiap-tiap sayap terdapat tujuh puluh ribu bulu.

 

Pada tiap-tiap bulu terdapat tujuh puluh ribu wajah. Pada tiap-tiap wajah terdapat tujuh puluh ribu mulut. Dan pada tiap-tiap mulut terdapat tujuh puluh ribu lidah. Pada setiap harinya, keluarlah dari mulut-mulut itu ucapan tasbih sebanyak bilangan rintik-rintik hujan, dan sebanyak bilangan daundipohon-pohon, dan sebanyak bilangan hari-harididunia, dan sebanyak bilangan malaikat-malaikat seluruhnya. Ular itu melingkari Arsy. Dan ternyata Arsy itu hanya separuh ular”. (Haiatul Islam)

 

Dari sebagian ulama diceritakan, bahwa sebelum Allah Taala menciptakan bumi, tempat Arsy adalah air. Sedang Arsy itu berada di atas air. Kemudian Allah menyuruh Arsy agar naik dari atas permukaan air. Maka ia pun naiklah. la terus naik hingga air yang adaditempatnya tadi membentuk kubus dan ikut menghantarkan Arsy, naik bersamanya Sampai ke tempat yang dikehendaki Allah. Kemudian Allah menyuruh air kembali ke tempatnya semula, air berkata : “Seandainya Allah tidak menyuruh aku kembali ke tempatku Semula, pasti aku hantar engkau ke tempatmu”. Maka Aliah mewahyukan kepada air : “Sesungguhnya, karena engkau telah memuliakan Arsy dan telah mengantarkan demi Aku, maka Aku jadikan tempatmu sebagai tanah yang paling utama, dan Aku jadikan ia sebagai arah kiblat bagi seluruh makhluk, serta tempat orang berharap memperoleh segala kebutuhan”.

 

Dalam kaitan dengan cerita ini, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mengantar seorang tamu sebanyak tujuh langkah, maka Allah menutup terhadapnya tujuh pintu Jahannam. Dan apabila dia mengantarkan tamu itu delapan langkah lagi, maka Allah akan membukakan baginya delapan pintu surga, sehingga dia dapat memasukinya dari pintu mana saja yang dia suka”. (Haqaiq)

 

Dan disebutkan pula, bahwa yang pertama-tama diciptakan Allah Taala adalah Galam, kemudian Lauh. Lalu Allah memerintahkan kepada Galam supaya menulis pada Lauh apa-apa yang akan terjadi sampai hari kiamat. Kemudian Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki menurut kehendak-Nya yang Azali. Kemudian Dia menciptakan Arsy. Kemudian Dia menciptakan malaikat-malaikat pemanggul Arsy, kemudian langit dan bumi. Adapun sebab Allah menciptakan Arsy adalah untuk hamba-hamba-Nya, supaya mereka tahu ke mana mereka mesti menghadapkan wajah mereka ketika berdoa, agar tidak kebingungan dalam berdoa, sebagaimana Dia telah menciptakan Kakbah, supaya mereka tahu ke mana mereka mesti menghadapkan muka dalam ibadat. (Sekian petikan dari As Samargandhi)

 

Mengenai firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan menjunjung Arsy Tuhanmu…”

 

Ats Tsa’labi berkata : “Dari Ali bin Husein ra., bahwa dia berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan Arsy, sedang sebelumnya Dia tidak menciptakan apa-apa selain tiga : udara, Galam dan Cahaya. Kemudian barulah Allah menciptakan Arsy dari bermacam-macam cahaya. Antara lain, cahaya hijau, yang karenanya menjadi hijaulah warna hijau. Dan warna kuning, yang oleh karenanya menjadi kuninglah warna kuning. Dan cahaya merah, yang oleh karenanya menjadi merahlah warna merah. Dan cahaya putih, yang oleh karenanya menjadi terang benderanglah cahaya-cahaya, dan dari cahaya itu pula terangnya waktu siang. Kemudian Dia menjadikan Arsy itu bertingkat-tingkat sampai tujuh juta tingkat, yang tidak satu tingkat pun di antaranya kecuali bertasbih kepada Allah, memuji dan mensucikan-Nya dengan suara-suara yang berbeda-beda, yang seandainya Allah Taala mengizinkan sesuatu untuk mendengarnya, niscaya akan runtuhlah gunung-gunung dan gedung-gedung, dan akan menjadi keringlah lautan.

 

Adapun mengenai firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya”. Ats Tsa’labi berkata : “Ja’far bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa dia berkata : “Di Arsy terdapat duplikat dari semua makhluk yang telah diciptakan Allah Taala, baik yang beradadidarat maupundilaut. Dan itulah takwil dari firman Allah Taala (dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya”.

 

Dan pada sebuah khabar disebutkan bahwa, Allah Taala telah memerintahkan kepada semua malaikat agar berangkat diwaktu pagi dan sore untuk mengucapkan salam kepada para malaikat pemanggul Arsy, karena kelebihan mereka diatas malaikat-malaikat yang lain.

 

Demikianlah yang dinukil oleh Ats Tsa’labi dari perkataan Imam al Baghawi dalam tafsir firman Allah Taala :

 

Artinya : “Kursi Allah meliputi langit dan bumi”.

 

Sedang Abu Hurairah ra. berkata : “Kursi itu terletak didepan Arsy. Dan makna “wasia” adalah bahwa luasnya seluas langit dan bumi.

 

Ali dan Muqatil ra. berkata : “Masing-masing kaki kursi itu setinggi tujuh langit dan bumi, dan ia terletakdidepan Arsy”. Demikianlah kata mereka.

 

Alim besar As Suyuthi berkata : “Ibnu Jarir, Mardaweih dan Abusy Syaikh telah mengemukakan dari sahabat Abu Dzar ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. bersabda -: “Hai Abu Dzar, perumpamaan langit yang tujuh dengan Kursi adalah ibarat sebuah cincin yang terletakdisebuah gurun. Dan kelebihan Arsy atas kursi adalah seumpama kelebihan gurun atas cincin tersebut.

 Dan Abusy Syaikh telah mengemukakan dari Hammad, katanya : “Allah telah menciptakan Arsy dari zamrud hijau, dan diciptakan-Nya pula baginya empat buah tiang dari yagut merah, dan diciptakan-Nya lagi untuknya seribu bahasa, dan Allah menciptakandi bumi seribu umat, masing-masing umat bertasbih dengan salah satu bahasa dari bahasabahasa Arsy”.

 Dan Abusy Syaikh telah pula mengemukakan dari Umar ra., katanya : “Allah Taala telah menciptakan empat macam makhluk dengan tangan-Nya Adam as., Arsy, Galam dan surga Aden. Sedangkan terhadap makhluk-makhluk yang lain, Allah hanya berfirman : “Kun”, maka jadilah dia”.

 Dan Abusy Syaikh juga telah mengemukakan dari Utsman bin Saad Ad Darimi dalam kitabnya Ar Raddu ‘alal Jahmiyah, dia berkata : “Penghulu langit adalah Arsy”. Sekian.

 Kami telah menguraikan secara rinci mengenai hal ini, supaya sifat-sifat Arsy itu dapat diketahui oleh setiap orang.

54. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN SIKAP ISTIQOMAH

 AIlah SWT. berfirman :

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah”. kemudian meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) : “Janganlah kamu takut dan janganlah kamu sedih. Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dan kamu memperoleh di dalamnya apa yang diinginkan oleh dirimu, dan memperoleh pula di dalamnya apa yang kamu pinta, sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Fushshilat : 30-32) Tafsir :

(. ) Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah”. Dengan mengakui akan ketuhanan-Nya dan memantapkan akan keesaan-Nya.

( ) kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, dalam beramal.



Kata “tsumma” adalah untuk menyatakan bahwa istigamah itu kedudukannya sesudah pengakuan (iqrar). Karena pengakuan itu merupakan pangkal dari istigamah, atau karena istigamah itu sukar, jarang sekali pengakuan yang diikuti olehnya. Adapun apa yang diriwayatkan dari para Khulafa ar Rasyidin mengenai arti istigamah, seperti: kemantapan iman, keikhlasan beramal, dan menunaikan kewajiban-kewajiban, itu semua adalah rincian-rincian istigamah.



(. ) maka malaikat akan turun kepada mereka, pada saat mereka sedang menghadapi sesuatu perkara, dengan sesuatu yang dapat melapangkan dada mereka, dan menolak dari mereka perasaan takut dan sedih: atau ketika mati: atau ketika keluar dari kubur.



( ) Janganlah kamu takut, terhadap apa yang akan kamu hadapi.



(. ) dan janganlah pula kamu bersedih, dari apa yang telah kamu lewati. Kata an (. )disini adalah an masdariyah ( ) atau an mukhaffafah ( ) yang mugaddar dengan ba, atau an mutassirah (. ).



(. ) Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu, didunia melalui lisan rasul-rasul Allah.



(. ) Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia. Kami mengilhamkan kebenaran kepadamu dan membawamu melakukan kebaikan, sebagai lawan dari apa yang dilakukan oleh setan-setan terhadap orang-orang kafir.



(. ) Dandiakhirat, dengan syafaat dan kemuliaan, dikala orang-orang kafir dan kawan-kawan mereka saling bermusuhan.



(. ) Dan kamu memperoleh di dalamnya, yaknidiakhirat. (. ) Apa yang diinginkan oleh nafsumu, yaitu kelezatan-kelezatan.



(. ) Dan kamu memperoleh puladidalamnya apa yang kamu pinta, apa yang kamu harapharapkan. Kata “tadda’uuna” (. ) berasal dari kata “Ad du’a” ( ) yang artinya meminta. Kata ini lebih bersifat umum daripada yang pertama (. ).



(. ) sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Kalimat ini adalah hal dari kata “maa tadda’uuna”, untuk memberi pengertian bahwa apa yang mereka harap-harapkan dibanding dengan apa yang diberikan kepada mereka adalah suatu hal yang tidak pernah terlintas dalam benak mereka sebelumnya, sebagaimana hidangan yang disediakan untuk tamu. (Qadhi Baidhawi).



Dari Abu Thalhah ra., katanya : “Saya pernah menemui Nabi saw., tampak Beliau sangat bergembira dan berseri, yang melebihi dari sebelumnya, maka saya pun menanyakan hal itu kepada Beliau, yang dijawab oleh Beliau :”Apa yang menghalangi aku untuk bergembira, sedang Jibril baru saja keluar. Dia datang kepadaku dengan membawa berita gembira dari Tuhanku, katanya : “Sesungguhnya Allah Taaia telah mengutusku kepadamu, membawa berita gembira dari Tuhanku, bahwa tidak seorang pun di antara umatmu bersalawat untukmu, melainkan Allah Taala berserta para malaikat-Nya bersalawat pula untuknya seperti salawatnya sepuluh kali”. (Syifaus Syarif)



Tentang sebab turunnya ayatdiatas, para ulama berkata : “Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Sesungguhnya ayat-ayat tersebut turun berkaitan dengan Abubakar Assiddiq ra., pada saat itu orang-orang musyrik berkata : “Tuhan kami ialah Allah, dan malaikat-malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah”. Sedang orang-orang Yahudi mengatakan : “Tuhan kami ialah Allah, dan Uzair itu adalah anak Allah, sedangkan Muhammad bukan nabi”. Lalu Abubakar berkata : “Tuhan kami ialah Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagiNya, dan Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya”. Kemudian Abubakar bersikap konsisten dengan pendiriannya itu. Adapun arti ayat itu adalah : Sesungguhnya orang-orang yang mengakui keesaan Allah dan melepaskan dari Allah kepercayaan adanya sekutu, teman atau anak, kemudian mereka senantiasa taat kepada-Nya dan melaksakan kewajiban-kewajiban-Nya, dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya sampai saat mereka meninggal dunia. (Tafsir)



Sebagian ulama yang lain mengatakan : Maksud “istiqmah” adalah pengambilan Sumpahdialam arwah. Sementara, ada pula yang mengatakan, istigamah itu bisa terjadi Secara lahir dan batin, istigamahnya orang awam secara lahir adalah dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan, sedangkan secara batin adalah iman dan tasdiq (membenarkan). Adapun istigamahnya orang khawas (seperti para nabi, wali, Ulama akhirat) secara lahir adalah menghindari dunia dan meninggalkan perhiasannya maupun keinginan-keinginan terhadapnya, sedangkan secara batin adalah tidak meng. inginkan kenikmatan surga karena rindu kepada Tuhan Yang Maha Penyayang. (Syiha. buddin)



Abubakar ra. pernah ditanya tentang istigamah, maka jawabnya : “Janganlah kamu mensekutukan sesuatu pun dengan Allah”.



Sedang Umar ra. berkata : “Istigamah artinya hendaklah kamu konsisten terhadap perintah (dengan melaksanakannya) dan larangan (dengan menjauhinya), dan janganlah kamu menyeleweng secara sembunyi-sembunyi seperti seekor musang”.



Dan Utsman ra. berkata : “Istigamah adalah keikhlasan”.



Sedangkan Imam Ali ra. berkata : “Istigamah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”. (Ma’alimut Tanzil)



Seorang ahli kebenaran berkata : “Istigamah itu ada tiga macam : (1) istigamah dengan lidah, (2) istigamah dengan hati, dan (3) istigamah dengan jiwa. Istigamah dengan lidah adalah senantiasa mengucapkan kalimat syahadat. Istigamah dengan hati adalah senantiasa berada di atas keinginan yang benar. Sedangkan istigamah dengan jiwa ada: lah senantiasa melakukan ibadah-ibadah dan ketaatan-ketaatan”.



Sementara, yang lain mengatakan : “Istigamah itu dicapai dengan empat perkara : (1) taat dalam menghadapi perintah, (2) takwa dalam menghadapi larangan, (3) syukur dalam menghadapi nikmat, dan (4) sabar dalam menghadapi surga.



Sedangkan kesempurnaan dari yang empat ini adalah dengan empat perkara pula : kesempurnaan taat adalah dengan ikhlas, kesempurnaan takwa adalah dengan tobat, kesempurnaan syukur adalah dengan mengakui ketidak berdayaan diri, dan kesempurnaan sabar adalah dengan melakukannya secara total. (Imam Nasafi) ‘



Al Fagih Abu Laits berkata : “Tanda istigamah seseorang adalah apabila dia memelihara sepuluh perkara sebagai suatu yang wajib atas dirinya :



Pertama, memelihara lidah dari menggunjing orang lain.

Karena Allah Taala berfirman :



Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”.



Kedua, menjauhi buruk sangka.

Karena Allah Taala berfirman :



Artinya : “Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa”,

Dan juga, karena sabda Nabi saw. : ,



Artinya : “Hindari olehmu berburuk sangka, karena buruk sangka itu adalah ucapan yang paling dusta”.



Ketiga, menjauhkan diri dari memperolok-olokkan orang lain.

Karena Allah Taala berfirman :



Artinya : “Janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokkan)”.



Keempat, menahan indera penglihatan dari apa-apa yang diharamkan.

Karena Allah Taala berfirman :



Artinya : “Katakanlah kepada orang-orang lelaki yang beriman : Hendaklah mereka memicingkan indera penglihatan mereka (dari apa-apa yang diharamkan)”.



Kelima, kejujuran lidah,

Karena Allah Taala berfinman :



Artinya : “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil”.



Keenam, menafkahkan harta di jalan Allah.

Karena Allah Taata berfirman :



Artinya : “Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik”.



Ketujuh, tidak bersikap boros.

Karena Allah Taala berfirman :



Artinya : “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros”



Kedelapan, tidak ingin dirinya ditonjolkan atau diagung-agungkan.

Karena Allah Taala berfirman :



Artinya : “Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah (hanya) bagi orang-orang yang bertakwa”.



Kesembilan, memelihara salat lima waktu.

Karena AIlah Taaia berfirman :



Artinya : “Peliharalah semua salat (mu), dan peliharalah salat wusta. Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk”.



Kesepuluh, konsisten mengikuti ahlu sunnah wal jamaah”.

Karena Allah Taala berfirman :



Artinya : “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan (yang lain) itu (akan) mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya”. (Tanbihul Ghatfilin).



Dari Abubakar Ar Razi, bahwa dia berkata : “man dalam hati seorang mukmin adalah seumpama sebatang pohon yang mempunyai tujuh dahan, satu dahan berujung pada hatinya, sedang buahnya adalah keinginan yang baik, satu dahan berujung pada lidahnya, sedang buahnya adalah perkataan yang jujur, satu dahan berujung pada kedua kakinya, sedang buahnya adaiah berjalan menuju salat berjamaah, satu dahan berujung pada kedua tangannya, sedang buahnya adalah memberikan sedekah, satu dahan berujung pada kedua matanya, sedang buahnya adalah memandang kepada pelajaran-pelajaran, satu dahan berujung pada perutnya, sedang buahnya adalah memakan yang halal dan meninggalkan barang-barang yang meragukan (halal haramnya), dan satu dahan lagi berujung pada jiwanya, sedang buahnya adalah meninggalkan keinginan-keinginan syahwat. (Rajabiah).



Dan menurut khabar :



Apabila hari kiamat telah tiba, maka Allah Taala akan membangkitkan kembali semua makhluk dari kubur masing-masing. Maka datanglah para malaikat menemui orangorang yang beriman lalu mereka menghapus tanah dari atas kepala-kepala orang-orang mukmin itu, sehingga berserakanlah tanah dari tubuh mereka, selain tanah yang ada di dahidahi mereka, yaitu tempat sujud mereka. Para malaikat telah berusaha untuk menghapus tanah dari tempt tersebut, namun tidak mau hilang. Kemudian terdengar seruan : “Hai para malaikat-Ku, tanah itu bukanlah dari kubur mereka, tetapi tanah dari mihrab (tempat sujud) mereka masing-masing. Biarkanlah tanah itu menempel pada mereka, sampai mereka menyeberangi Shirat dan memasuki surga. Dengan demikian, siapa saja yang memandang mereka tentu akan tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang terpilih di antara sekalian hamba-hamba-Ku”. (Zahratur Riyadh).



Orang-orang yang memberi kabar gembira (al mubasysyirun) itu ada tiga :



Pertama, Nabi Muhammad saw., di dunia :



Sesuai dengan firman Allah Taala :



Artinya : “Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.



Dan ayat-ayat lainnya yang serupa.



Kedua, Para malaikat ketika seseorang dalam keadaan sekarat.

Sesuai dengan firman Allah Taala :



Artinya : “Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.



Ketiga, Allah Taala. Sesuai dengan firman Allah Taala :



Artinya : “Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dariNya dan keridaan…”. (Raudhatul Ulama)



Konon, berita gembira di saat orang meninggal dunia itu ada lima macam :



Pertama, berita gembira kepada kaum mukminin umumnya. Kepada mereka dikatakan : “Jangan kamu kuatir akan dikekalkan azabmu”. Maksudnya, kamu tidak akan disiksa selama-lamanya. Para nabi dan orang-orang saleh akan memberikan syafaat kepadamu. Dan janganlah kamu bersedih hati karena luputnya pahala, dan bergembiralah dengan surga. Yakni, bahwa tempat kembali kamu pada akhirnya adalah surga”.



Kedua, kepada orang-orang yang ikhlas dikatakan : “Janganlah kamu kuatir akan ditolak amal-amalmu, karena sesungguhnya semua amalmu itu telah diterima. Dan janganlah kamu berkecil hati akan luputnya pahala, karena pahalamu itu akan dilipat gandakan.



Ketiga, kepada orang-orang yang bertobat akan dikatakan : “Janganlah kamu kuatir akan dosa-dosamu, karena sesungguhnya dosa-dosamu itu telah diampuni. Dan janganlah kamu berkecil hati akan luputnya pahala dari apa yang telah kamu lakukan sesudah bertobat. Allah akan menggantikan keburukan-keburukanmu menjadi kebaikan-kebaikan.



Keempat, kepada orang-orang yang zuhud akan dikatakan : “Janganlah kamu kuatir akan dikumpulkan di Mahsyar dan perhisaban, dan jangan pula kamu bersedih hati akan kekurangan yang berlipatlipat. Bergembiralah dengan surga (yang akan kamu peroleh tanpa hisab maupun azab (terlebih dahulu)”.



Kelima, kepada para ulama yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, dan beramal sesuai dengan ilmunya, akan dikatakan : “Janganlah kamu kuatir akan kedahsyatankedahsyatan hari kiamat, karena Allah akan memberi ganjaran terhadap apa yang telah kamu lakukan dahulu. Dan bergembiralah dengan surga (yang akan diberikan) kepadamu dan kepada siapa saja yang mengikuti jejakmu”.



Maka alangkah beruntungnya bagi orang yang umurnya diakhiri dengan kabar gembira.



Namun, kabar gembira (bisyarah) itu hanyalah bagi orang mukmin yang baik amal perbuatannya. Para malaikat akan turun kepada mereka, lalu orang-orang mukmin itu bertanya : “Siapakah kalian?. Karena kami belum pernah melihat orang yang lebih elok wajahnya dan lebih harum badannya daripada kalian?”.



Lantas para malaikat itu menjawab : “Kami adalah sahabat-sahabat kamu semua”.



Maksudnya, kami telah menjaga kamu semua, dan kami telah mencatat amal-amal kamu di dunia.



Maka bagi orang yang berakal, sepatutnyalah dia waspada terhadap sifat lalai. Dan



tanda waspada dari sifat lalai itu ada empat :



Pertama, dia mengurus urusan-urusan dunianya dengan sikap nrimo dan tidak tergesa-gesa.



Kedua, dia mengurus urusan akhiratnya dengan rakus (ingin berbuat banyak) dan bergegas-gegas.



Ketiga, dia mengurus urusan-urusan agamanya dengan ilmu dan kesungguhan. Keempat, dia mengurus urusan-urusan manusia dengan nasehat, cinta dan lemah embut.



Konon, manusia yang paling utama itu ialah orang yang memiliki lima sifat : (1) dia tetap tekun dalam beribadat kepada Tuhannya, (2) dia ikhlas lahir dan batin, (3) orang lain selamat dari kejahatannya, (4) dia tidak mengharap apa-apa yang ada di tangan orang lain, (5) dia selalu siap siaga menghadapi mati. (Tanbihul Ghafilin) Adapun maksud “siap sedia untuk mati” adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw. :



Artinya : “Perbanyaklah mengingat apa yang bisa memutuskan kelezatan. Yakni, maut”.



Hadis ini bersumber dari Hisanul Mashabih, sedang maknanya adalah : bahwa maut itu akan memenggal setiap kelezatan, maka ingatlah maut banyak-banyak, sehingga Anda akan selalu bersiap-siap untuk menghadapinya. Karena sabda Nabi saw. tadi (perbanyaklah mengingat apa yang bisa memutuskan kelezatan) merupakan perkataan yang ringkas dan pendek, namun di dalamnya mengandung semua nasihat.



Sebab, orang yang selalu ingat akan mati pada hakekatnya dia akan menahan diri dari kelezatannya sekarang, dan ingat mati akan menahannya pula dari menganganangankan kelezatan tersebut di masa yang akan datang, serta menjadikannya bersikap zuhud terhadap hal-hal yang membuatnya mengharapkan kelezatan itu. Namun, jiwa yang keruh dan hati yang lalai membutuhkan kepada kata-kata yang banyak dan nasehat yang panjang lebar. Kalau tidak, tentu dengan sabda Nabi saw. (Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan), dan firman Allah yang artinya (Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati) sudah cukup bagi orang yang mau mendengar dan berpikir tentang mati. Karena, mengingat akan mati menimbulkan perasaan tidak tenteram tinggal di negeri yang fana ini, lalu menghadapkan tujuan setiap saat kepada negeri yang abadi.



Karena ulama telah mengatakan : “Mati itu bukan berarti hilang begitu saja atau menjadi lenyap sama sekali, tetapi hanya sekedar terputusnya ikatan antara ruh dan raga, dan terpisahnya ruh darinya, lalu berganti dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain dan berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain. Sebagaimana sabda Nabi saw. yang artinya : “Orang-orang mukmin itu tidaklah mati, melainkan pulang ke negeri mereka”.



Maut itu merupakan musibah terbesar. Allah telah menyebutnya sebagai suatu musibah dalam firman-Nya :



Artinya : “Lalu kamu ditimpa musibah maut”.



Maut memang musibah besar, namun ada lagi yang lebih besar darinya, yaitu lalai terhadap maut, tidak mau mengingatnya dan sedikit memikirkannya. Padahal dengan memikirkan maut itu saja sudah bisa menjadi itibar (bahan pelajaran) bagi orang yang mau berpikir. Di dalam kitab Tadzkirahnya, Al Qurtubi berkata : “Semua umat telah sepakat bahwa maut itu tidak bisa ditentukan akan terjadi pada umur berapa, masa kapan, dan penyakit apa. Itu semua tidak lain adalah agar orang merasa gentar terhadap maut dan bersiap-siap untuk menghadapinya.



Sebaliknya, orang yang telah dikuasai oleh rasa cinta kepada dunia dan tenggelam dalam kelezatan-kelezatannya, tidak mustahil bila dia lalai dari mengingat maut dan tidak sudi mengingatnya. Bahkan, apabila maut itu disebutkan orang di hadapannya, maka dia tidak suka, sedang perasaannya benci terhadap maut. Hal itu dikarenakan rasa cintanya kepada dunia yang telah menguasai hatinya, dan hubungan-hubungannya yang telah mendarah daging dengan dunia, sehingga menghalanginya dari memikirkan maut, yang merupakan sebab dari perceraiannya dengan dunia, lalu dia tidak suka mengingatnya lagi. Dan seandainya dia mengingatnya juga, maka ingatannya itu adalah karena sayangnya kepada dunia, lalu dia pun sibuk mencela maut. Ingat mati itu bahkan semakin menjauhkan dia dari Allah.



Kita telah membicarakan soal maut ini secara panjang lebar, karenanya kami sudahi sampai di sini. (Majalls Ar Rumi)



Yahya bin Muaz -Qaddasallaahu sirrahuberkata : “Orang-orang yang istigamah itu mempunyai beberapa tanda : dia berusaha taat kepada Allah Taala tanpa suatu kaitan, menasihati orang banyak tanpa suatu ketamakan, beribadat kepada Allah Yang Hag dengan hati yang takut, mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya di dunia tanpa suatu syahwat, memikirkan tentang akhirat tanpa lalai”. (Demikianlah disebutkan dalam kitab Al Khalisah)





Maka, barangsiapa yang demikian keadaannya, dia akan diberi kabar gembira kala dia menghadapi maut, berupa kemuliaan, kebahagiaan dan kedekatan kepada Tuhan.



Diriwayatkan bahwa, ketika maut datang kepada Syaikh Abu Ali Ar Raudzabari Rahimahullah Taala, dia membuka kedua matanya seraya berkata : “Ini, pintu-pintu langit telah terbuka. Ini, surga-surga benar-benar telah dihias. Dan ini, ada suara berkata : “Hai Abu Ali, sesungguhnya Kami telah menyampaikan engkau ke derajat yang luhur, sekalipun engkau tidak memintanya. Dan Kami memberimu pangkat orang-orang besar, sekalipun engkau tidak mengharapkannya”.



Dan juga diceritakan bahwa, ketika Sahal bin Abdullah At Tusturi Rahimahullah Taala meninggal dunia, maka orang-orang pun berkumpul mengurus mayatnya. Di negeri itu, ada seorang tua berkebangsaan Yahudi, umurnya telah melewati tujuh puluh tahun. Dia mendengar suara-suara ramai, maka keluarlah dia untuk melihat apa yang terjadi. Setelah dia melihat kepada mayat tersebut, maka dia berkata : “Tahukah kalian apa yang telah saya lihat?”. Orang-orang bertanya : “Apa yang Anda lihat?”. Dia menjawab : “Saya lihat sekelompok kaum turun dari langit memohon berkat dengan jenazah ini”.

Akhirnya, orang tua itu masuk Islam, dan baik Islamnya. (Demikian disebutkan dalam kitab Raudhur Rayahin).

55. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN TOBAT.

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan serta mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. Dan orang-orang yang kafir, bagi mereka azab yang sangat keras”. (QS. Asy Syura : 25-26)

 

Tafsir : , .

 

(.   ) Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya, dengan mengampuni dosa-dosa yang mereka bertobat darinya. Kata yagbalu (      ) adalah fiil mutaaddi yang perlu kepada maf’ul kedua dengan menggunakan tafaz min (      ) atau ‘an (.   ), karena fiil ini memuat arti mengambil dan kembali.

 

Hakikat tobat itu telah diketahui maksudnya. Dari Ali ra. diriwayatkan, katanya : “Tobat adalah kata yang bisa diterapkan pada enam makna : (1) Pada dosa-dosa yang telah Jalu, tobat diartikan sebagai penyesalan, (2) untuk kewajiban-kewajiban yang telah dilalaikan, tobat bisa diartikan dengan mengulang kembali (i’adah), (3) meminta maaf kepada orang-orang yang telah dianianya, (4) meleburkan diri dalam ketaatan sebagaimana dia telah diasuh dalam kemaksiatan, (5) merasakan kepada nafsu pahitnya ketaatan sebagaimana Anda telah merasakan kepadanya manisnya kemaksiatan, (6) menangis, sebagai ganti dari tawa yang telah Anda lakukan.

 

(.    ) dan memaafkan kesalahan-kesalahan, yang kecil maupun yang besar bagi siapa saja yang dikehendaki Allah.

 

(.   ) Dan Dia mengetahui apa yang mereka kerjakan, lalu memberi ganjaran dan ampunan dengan penuh kecermatan dan kebijaksanaan. Hamzah, Kisai dan Hafs membaca yaf’aluuuna (.     ) dengan awalan ta (.    ) sehingga menjadi : wa ya’lamu maa taf’aluuna ( Dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan).

 

(.    ) Dan Dia memperkenankan orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Artinya, Allah memperkenankan bagi mereka. Kata “bagi (. ) di dalam kalimat ini dihilangkan (mahdzuf), sebagaimana ia dihilangkan juga dalam firman Allah Taala : wa idzaa kaaluuhum.

 

Adapun maksud memperkenankan dalam ayat ini adalah memperkenankan doa dan mengganjar ketaatan. Karena perbuatan taat itu adalah serupa dengan doa dan permohonan yang diakibatkan oleh ketaatan. Di antaranya adalah sabda Nabi saw. yang artinya : “Doa yang paling utama adalah alhamdulillah”.

 

Atau, bisa juga diartikan : mereka memenuhi seruan Allah dengan melakukan ketaatan, apabila Dia menyeru mereka kepadanya.

 

(.     ) Dan menambah pahala kepada mereka dari karunia-Nya, atas apa yang mereka pinta, dan yang sepatutnya serta yang semestinya mereka terima, karena mereka telah memenuhi seruan Allah itu.

 

(.    ) Sedangkan orang-orang kafir itu, bagi mereka (disediakan) azab yang sangat keras. Kebalikan dari pahala dan penambahan yang diperoleh orangorang yang beriman. (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ada tiga golongan orang yang tidak akan melihat wajahku : (1) orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya, (2) orang yang meninggalkan sunnahku, (3) dan orang yang aku disebutkan di hadapannya namun dia tidak membaca salawat untukku”.

 

Benarlah Nabi dengan sabdanya :

 

Ketika turun ayat :

 

Artinya : “Dan rahmat-Ku telah meliputi segala sesuatu”.

 

Iblis yang terkutuk itu merasa mendapat angin, dia lalu berkata : “Aku ini termasuk salah satu dari “segala sesuatu” itu, maka akupun tentu akan memperoleh bagian dari rahmat Allah tersebut”.

 

Dan begitu pula sikap orang-orang Yahudi dan Nasrani.

 

Namun, setelah turun firman Allah yang berbunyi :

 

Artinya : “Dan Aku akan tetapkan rahmat bagi mereka yang bertakwa dan mengeluarkan zakat”

 

Maksudnya : Aku akan memberikan rahmat itu kepada orang yang menjaga diri dari Syirik dan menunaikan zakat. ,

 

Artinya : “Dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”.

 

Yakni, membenarkan ayat-ayat Kami,

 

Maka putuslah harapan Iblis untuk memperoleh rahmat Allah. Sedang orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata : “Kita pun menjaga diri dari syirik, serta menunaikan zakat dan beriman kepada ayat-ayat Allah”. Kemudian turunlah firman Allah selanjutnya :

 

Artinya : “Orang-orang yang mengikuti Rasul, nabi yang ummi. yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka”.

 

Maksudnya, yang membenarkan Nabi Muhammad saw. Maka orang-orang Yahudi dan Nasrani itu pun menjadi putus asa untuk memperoleh rahmat Allah tersebut. Dan tinggallah rahmat itu untuk kaum mukminin semata.

 

Ayat ini terdapat di dalam surah Al A’raf.

 

(Tanbihul Ghafilin)

 

Konon, sifat tergesa-gesa itu adalah dari setan, namun tergesa-gesa itu menjadi sunnah dalam lima perkara : (1) dalam hal menguburkan mayit, (2) dalam hal mengawinkan anak perempuan, (3) dalam hal melunasi hutang, (4) dalam hal bertobat sesudah melakukan maksiat, dan (5) dalam hal menyuguhkan makanan kepada musafir. (Tafsir Kabir)

 

Dari sahabat Abu Dzarr ra., katanya : “Saya pemah mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : Sesungguhnya setiap penyakit itu ada obatnya, dan obat dosa adalah istighfar (memohon ampun)”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Wahai manusia, bertobatlah kamu kepada Allah, karena aku sendiri bertobat dalam sehari seratus kali”.

 

Dan sabdanya pula :

 

Artinya : “Barangsiapa tidak memohon ampun kepada Allah dua kali sehari, maka benar-benar dia telah menganiaya dirinya sendiri”. Dan dari Syaddad bin Aus ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda : “Penghulu segala istighfar itu adalah apabila seseorang mengucapkan :

 

Artinya : “Ya Allah, Engkau Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Dan aku akan tetap pada jarninan dan janjiMu sedapat-dapatku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah aku kerjakan. Aku mengakui akan segala nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan aku mengakui akan dosa-dosaku, maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau jua. (Al Hadis)

 

(HIKAYAT) :

 

Pada zaman dahulu, di kalangan Bani Israil ada seorang pemuda yang beribadat kepada Aliah Taala selama duapuluh tahun, kemudian bermaksiat kepada-Nya selama duapuluh tahun pula.

 

Pada suatu hari, dia memandangi dirinya pada sebuah cermin, maka tampaklah olehnya di antara janggutnya terdapat rambut yang telah putih. Maka dia pun bersedih, lalu berkata : “Tuhanku, aku telah berbuat taat kepada-Mu selama dua puluh tahun, kemudian aku berbuat maksiat kepada-Mu selama dua puluh tahun pula. Maka jika aku hendak kembali kepada-Mu, apakah Engkau masih mau menerimaku?’. Maka dia mendengar ada yang berkata : “Dahulu, engkau cinta kepada Kami, maka Kamipun cinta kepadamu. Kemudian engkau meninggalkan Kami, maka Kami pun meninggalkanmu. Dan engkau berbuat maksiat kepada Kami, lalu Kami mengabaikanmu. Maka jika engkau akan kembali kepada Kami, Kami tetap akan menerimamu”. (Hayatul Qulub)

 

Diceritakan dari Syaikh Imam Abu Nashar As Samargandi, katanya :

 

Pada mulanya, Hasan Al Bashri adalah seorang pemuda yang ganteng. Dia suka berpakaian yang indah-indah, lalu berkeliling ke rumah-rumah di kota Basrah, dan di sanalah dia berfoya-foya. Pada suatu hari, ketika dia sedang berjalan, dilihatnya seorang wanita cantik, tinggi semampai. Hasan pun berjalan di belakang wanita itu. Lalu wanita itu menoleh kepadanya dan menegurnya :”Tidakkah Anda merasa malu?’.

 

“Malu kepada siapa?”. Hasan balik bertanya.

 

Wanita itu menjawab : “Kepada Allah yang mengetahui (pandangan) mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan oleh hati”.

 

Abu Nashar melanjutkan ceritanya :

 

Hati Hasan merasa tergugah setelah mendengar perkataan wanita itu, namun dia tidak tahan dan tidak mampu menguasai nafsunya, sehingga dia tetap menguntit wanita itu dari belakang. Maka wanita itu berkata lagi : “Kenapa anda masih tetap mengikutiku?”.

 

Hasan menjawab : “Aku terpesona melihat kedua matamu”.

 

“Kalau begitu duduklah”, wanita itu mempersilahkan. “Nanti akan saya kirimkan untuk Anda apa yang Anda inginkan”.

 

Hasan menyangka bahwa dia telah berhasil menundukkan hati wanita itu, sebagaimana dia telah tergoda olehnya. Maka dia pun duduk. Tak lama kemudian datanglah seorang pelayan wanita sambil membawa sebuah nampan yang bertutup kain, lalu diserahkannya kepada Hasan. Hasan membuka tutup nampan itu, ternyata di atas nampan tersebut tergeletak dua biji mata wanita yang dikejar-kejarnya itu. Kemudian pelayan itu berkaja : “Majikan saya berkata : “Saya tidak ingin mata yang menyebabkan seseorang terkena fitnah”,

 

Setelah menyaksikan dan mendengar ucapan pelayan itu, maka gemetarlah seluruh tubuh Hasan, lalu dipegangnya janggutnya dengan tangannya seraya berkata kepada dirinya :”Celakalah engkau hai janggut yang tidak lebih berharga daripada seorang wanita”.

 

Pada saat itu juga, Hasan menyesal dan bertobat. Dia pun pulang ke rumahnya. Semalam-malaman itu dia hanya menangis. Keesokan harinya, Hasan datang lagi ke rumah wanita itu untuk meminta maaf. Ternyata pintu rumah wanita itu tertutup rapat, dan terdengar suara beberapa orang wanita yang meratap. Ketika Hasan menanyakan hal itu kepada tetangga wanita itu, dia mendapat jawaban : “Nyonya rumah ini telah meninggal unia”.

 

Hasan meninggalkan tempat itu dengan hati yang hancur. Selama tia hari tiga malam dia terus menangis. Pada malam ketiga, Hasan bermimpi melihat wanita itu duduk di dalam surga. Hasan talu borkata kepadanya : “Maafkanlah aku”.

 

Wanita itu menjawab : “Aku telah memaaikan, karena aku telah memperoleh sesuatu yang lebih baik lantaran dirimu”.

 

Kemudian Hasan berkata : “Berilah aku nasehat”.

 

Maka wanita itu menasihatinya : “Apabila Anda sendirian, maka ingatlah kepada Allah Taala Dan apabila Anda sedang berada di waktu pagi atau sore, banyak-banyaklah mengucapkan istighfar, memohon ampun dan bertobat kepada Allah”.

 

Hasan menerima nasehatnya. Dan selanjutnya dia menjadi orang yang terkenal zuhud dan taat di kalangan orang banyak, serta mencapai derajat di sisi Allah setinggi yang dia capai. Dan adalah dia termasuk di antara wali-wali Allah Taala. (Jawahirul Bukhari)

 

Dan disebutkan bahwa, Nabi Adam as. berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah memberi umat Muhammad saw. empat macam kemuliaan yang tidak diberikan-Nya kepadaku.

 

Pertama, bahwa diterimanya tobatku harus di Mekah, sedang umat Muhammad saw bisa bertobat di mana saja, dan Allah Taala tetap akan menerima tobat mereka.

 

Kedua, bahwa aku dahulu berpakaian, namun karena aku berbuat durhaka kepada Allah, maka Allah menjadikan aku tanpa berpakaran. Sedang umat Muhammad saw melakukan maksiat dalam keadaan tanpa berpakaian, lantas Aliah Taala memberi mereka pakaian.

 

Ketiga, bahwa ketika aku telah melakukan perbuatan durhaka, maka Allah memisahkan aku dengan istriku. Sedang umat Muhammad saw., melakukan perbuatan maksiat kepada Allah, namun Allah tidak memisahkan mereka dari istri-istri mereka.

 

Keempat, bahwa aku telah berbuat durhaka di dalam surga, lalu Allah mengeluarkan aku darinya. Sedang umat Muhammad saw. melakukan perbuatan maksiat di luar surga. lalu Allah memasukkan mereka ke dalamnya, apabila mereka mau bertobat. (Tanbihul Ghafilin)

 

Dan diceritakan pula bahwa, di kalangan bangsa Israil konon ada seorang wanita tuna susila. Dengan bermodal kecantikannya, dia merayu siapa saja yang lewat di depan rumahnya. Pintu rumahnya senantiasa terbuka, sedang dia duduk di dalam rumahnya di atas ranjang di dekat pintu. Siapa saja yang melihatnya pasti tergoda. Laki-laki yang akan datang kepadanya harus menyiapkan uang lebih dahulu sepuluh dinar atau lebih, baru dia diperbolehkan datang menemuinya.

 

Pada suatu hari, lewatlah seorang abid di depan pintu rumah wanita itu. Tanpa sengaja, wanita itu terpandang oleh si abid, sehingga dia menjadi terpesona. Dia berusaha menahan naisunya dan berdoa kepada Allah agar menghilangkan perasaan itu dan dalam hatinya. Namun ternyata perasaan itu masih tetap ada, dan dia tidak mampu menguasa! nafsunya. Kemudian dia jual baju-bajunya dan semua miliknya, hingga akhirnya dia berhasil mengumpulkan uang yang diperlukannya.

 

Lalu pergilah sang abid ke rumah wanita itu. Dia disuruh menyerahkan uangnya kepada tetangga wanita itu, yang bertindak sebagai wakilnya. Kemudian wanita itu menjanjikan kapan dia harus datang. Tepat pada waktunya, abid itu datang ke rumah wanita itu, sedang wanita itu telah menghias dirinya dan duduk di atas ranjang di rumahnya. Abid itu masuk ke dalam rumah wanita ilu lalu duduk bersamanya di atas ranjang. Ketika dia hendak mengulurkan tangan kepada wanita itu, Allah mendahului dia dengan rahmat-Nya, berkat ibadat dan tobat si abid sebelumnya. Terlintaslah di dalam hatinya seolah-olah Allah melihatnya dalam keadaan demikian, sedang amalnya yang sudah-sudah seluruhnya dibatalkan. Maka timbullah suatu perasaan ngen di dalam hatinya, sehingga menjadi gemetariah seluruh persendiannya dan wajahnya menjadi pucat pasi.

 

Wanita itu memandang kepadanya, tampak olehnya laki-laki itu berubah menjadi pucat, maka ditanyanya : “Ada apa denganmu?’.

 

“Sesungguhnya saya takut kepada Allah “, jawab abid itu. “Biarkan saya keluar saja”.

 

“Busyet!”, kata wanita itu. “Banyak orang yang berangan-angan mendapatkan apa yang telah Anda peroleh ini. Ada apa sebenarnya dengan Anda?”.

 

Abid itu menjawab : “Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Uang yang telah aku bayarkan itu, halal untukmu. Biarlah aku keluar saja”.

 

Wanita itu bertanya kembali : “Apakah Anda sama sekali belum pernah melakukan ini?”.

 

“Belum”, jawabnya.

 

“Anda dari mana, dan siapa nama Anda?”. Tanya wanita itu pula.

 

Abid itu memberitahukan bahwa dia berasal dari kampung anu, dan namanya fulan. Kemudian wanita itu mengizinkan dia pulang, sedang si abid itu mencela dan menangisi dirinya sendiri. Sementara itu, sejak kepergian si abid, di dalam hati wanita itu timbul suatu gejoiak yang hebat, berkat si abid tersebut. Dalam hatinya berkata : “Sesungguhnya, ini adalah kali pertama laki-laki itu akan melakukan dosa, tetapi ternyata telah masuk ke dalam hatinya perasaan takut sedemikian rupa. Sedang aku sendiri, telah bergelimang dosa sekian tahun lamanya. Padahal Tuhan yang dia takuti adalah Tuhan-ku juga. Semestinya takutku kepada-Nya harus lebih lagi”.

 

Maka saat itu juga, wanita itu bertobat, dan dia pun menutup pintunya terhadap semua orang. Kemudian dipakainya pakaian yang sederhana, lalu menghadap dengan sepenuh hatinya kepada Allah. Dia melakukan ibadat sampai sekian lama yang dikehendaki Allah. Dan akhirnya, dia berkata dalam hatinya : “Sebaiknya aku datang menemui laki-laki itu, mudah-mudahan saja dia bersedia memperistrikan aku, sehingga dapatlah aku berada di sisinya sambil belajar urusan agamaku, dan menjadi pendorongku untuk beribadat kepada Allah”.

 

Wanita itu lalu bersiap-siap. Dibawanya harta dan beberapa orang pembantu kepercayaannya. Maka sampailah dia ke kampung laki-laki itu. Kemudian dia bertanya tentang laki-laki itu. Lalu ada orang memberitahukan kepada si abid bahwa, ada seorang wanita datang menanyakan dia. Abid itu keluar menemui wanita itu. Ketika wanita itu melihatnya, maka dibukanya cadarnya agar si abid dapat mengenalinya. Setelah dilihatnya, maka abid Itu pun mengenali wanita itu, maka teringatlah olehnya peristiwa yang pernah terjadi di antara mereka berdua. Lalu dia pun menjerit hebat hingga keluarlah nyawanya.

 

Tinggallah wanita itu bersedih hati. Lalu dia berkata : “Sesungguhnya saya telah berangkat ke sini demi menemui dia. Namun sekarang dia telah meninggal dunia. Apakah dia mempunyai sanak famili yang membutuhkan seorang istri?”

 

Orang-orang di situ menjawab : “Sebenarnya dia mempunyai seorang saudara lakilaki yang saleh juga. Tetapi dia melarat, tiada berharta”.

 

“Tidak apa-apa”, jawab wanita itu. “Saya masih mempunyai harta yang cukup”.

 

Akhirnya saudara abid itu datang dan mengawini wanita tersebut. Maka dari keduanya lahirlah tujuh orang anak, yang semuanya menjadi orang yang saleh di kalangan Bani Israii, Semuanya ini adalah berkat dari tobat. Segala puji bagi Allah.

 

(Demikian dinukit dari Al Bukhari, alaihi rahmatul bari)

 

Imam Az Zandusti rahimahullah berkata :

 

“Saya pernah mendengar Imam Abu Muhammad Abdullah bin Alfadhi berkata : “Para ahli hikmat mengatakan bahwa, barangsiapa memperoleh empat perkara maka dia tidak akan ditolak dalam empat perkara : (1) Barangsiapa diberi kesempatan berdoa maka dia tidak akan ditolak dari perkenaan Allah, karena Allah Taala berfirman, yang artinya : (Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu). (2) Barangsiapa diberi kesempatan memohon ampun, maka dia tidak akan ditolak dari mendapat ampunan, karena Allah Taala berlirman, yang artinya : (Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun) (3) Barangsiapa diberi kesempatan bersyukur maka dia tidak akan ditolak dari mendapat tambahan, karena Aliah Taala berfirman, yang artinya : (Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu). (4) Barangsiapa diberi kesadaran bertobat, maka dia tidak akan ditolak dari diterima tobatnya, karena Allah Taala berfirman, yang artinya : (Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan)”. (Raudhatui Ulama).

 

Dari Abu Hasyim Assufi, rahimahullah, katanya : “Saya ingin berangkat ke Basrah, lalu saya mendatangi sebuah kapai yang akan saya tumpangi. Di dalam kapal itu sudah ada seorang laki-laki bersama sahaya wanitanya. Laki-laki itu berkata kepada saya : “Di sini sudah tidak ada tempat lagi”. Tetapi sahaya wanitanya meminta kepadanya agar bersedia membawaku serta. Permintaan itu dikabulkan oleh laki-laki tersebut.

 

Ketika kami telah berlayar, laki-laki itu menyuruh menyediakan makan siang. Maka makanan pun dihidangkan. Lalu sahaya wanita itu berkata : “Ajaklah si miskin itu makan bersama-sama kita “, Maka saya pun datanglah sebagai seorang miskin. Setelah selesai makan-makan, laki-laki itu berkata : “Hai sahaya, bawa ke sini minumanmu!” Dia minum, lalu menyuruh sahanya supaya memberiku minum pula. Namun sahaya wanita itu menjawab : “Semoga Allah merahmati Anda, sesungguhnya tamu mempunyai hak”. Maka lakilaki itu membiarkan aku untuk tidak minum.

 

Ketika minuman itu sudah merambat ke seluruh tubuhnya, maka laki-laki itu berkata : “Hai sahaya, bawalah ke sini gitarmu dan bernyanyilah sebisamu!”.

 

Sahaya wanita itu pun mulai memetik gitarnya dan bernyanyi dengan suara merdu. Kemudian laki-laki itu menoleh kepadaku dan berkata : “Dapatkah Anda bernyanyi sebagus itu?”

 

Saya menjawab : Saya punya sesuatu yang lebih indah dan lebih bagus daripada itu”.

 

“Coba katakan”, pintanya.

 

Maka sayapun mengucapkan : “Audzu billaahi minasy syaithaanir rajiim”. (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk)”.

 

Kemudian saya bacakan :

 

Artinya : “Apabila matahari telah digulung, dan apabila bintang-bintang telah berJatuhan, dan apabila gunung-gunung telah dihancurkan”.

 

Laki-laki itu tampak menangis. Kemudian ketika saya sampai pada firman Allah :

 

Artinya : “Dan apabila lembaran-lembaran (catatan amal baik dan buruk manusia) telah dibeberkan”.

 

Maka berkatalah laki-laki itu : “Hai sahaya, pergilah, dan engkau merdeka demi keridaan Allah”. Kemudian dia membuang minuman yang ada di hadapannya, dan gitar itupun dipecahkannya. Lalu dia memanggil saya, kemudian saya dirangkulnya sambil berkata : “Wahai saudara, apakah Anda berpendapat bahwa Allah akan menerima tobat saya?”.

 

Saya menjawab dengan menyetir firman Allah Taala :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan orangorang yang mensucikan diri”

 

Kemudian saya mengangkatnya sebagai saudara. Dan selanjutnya kami bersahabat selama empat puluh tahun sampai dia meninggal dunia. Lalu saya bermimpi melihatnya, saya bertanya : “Ke mana Anda pulang?”.

 

Dia menjawab : “Ke surga”,

 

“Dengan apa?”, tanya saya pula.

 

Dia menjawab : “Berkat bacaan Anda kepada saya : (wa idzas suhuutu nusyirat)”.

Sekian dari Al Mau’izhah. 

56. KEUTAMAAN BULAN SYA'BAN YANG DIMULIAKAN

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Allah Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya. Dia memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia-lah Yang Mahakuat lagi Maha Perkasa. Barangsiapa yang menghendaki tanaman akhirat, maka Kami akan tambah tanamannya itu baginya. Dan barangsiapa yang menghendaki tanaman dunia, maka Kami berikan dia sebagian daripadanya, sedang dia tidak memperoleh suatu bagian pun di akhirat”. (QS. Asy Syuraa : 19-20).

 Tafsir :

 

(.   ) Allah Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya. Dia mengasuh mereka dengan bermacam-macam kebaikan yang tidak bisa dimengerti seluruhnya oleh akal pikiran.

 

(.   ) Dia memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Artinya, Dia memberi mereka rezeki sebagaimana yang Dia kehendaki. Dia tentukan untuk masingmasing dari hamba-hamba-Nya sejenis kebaikan sesuai dengan apa yang diputuskan oleh hikmat-Nya.

 

(.   ) Dan Dia-lah Yang Mahakuat, yang nyata kekuasaan-Nya.

 

(.   ) lagi Maha Perkasa. Mahatangguh lagi tak terkalahkan.

 

(.   ) Barangsiapa yang menghendaki tanaman akhirat. Pahala akhirat diumpamakan dengan tanaman, karena ia merupakan keuntungan yang diperoleh dengan melakukan amal di dunia. Oleh karena itu dikatakan : “Dunia adalah sawah akhirat”. Kata Alhartsu (.  ) arti asalnya adalah menaburkan benih di tanah. Sedangkan kata Azzar’u (   ) digunakan untuk menyebut hasilnya.

 

(.   ) maka akan Kami tambah tanamannya itu baginya. Untuk setiap satu amal, Kami beri dia sepuluh sampai tujuh ratus kali lipatnya, bahkan lebih.

 

(.   ) Dan barangsiapa menghendaki tanaman dunia, maka Kami beri dia daripadanya, sebagian daripadanya, menurut pembagian Kami untuknya.

 

(.    ) Sedang dia tidak memperoleh suatu bagian pun di akhirat. Karena amal-amal itu tergantung pada niat-niatnya, dan bahwa masing-masing orang itu akan mendapatkan apa yang dia niatkan. (Qadhi Baidhawi). “

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya:

 

“Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan lautan cahaya di bawah Arsy. Kemudian Dia ciptakan malaikat yang memiliki sepasang sayap. Salah satu di antara sayapnya ada di sebelah timur, sedang yang lainnya ada di barat. Kepalanya terletak di bawah Arsy, sedang kedua kakinya terletak di bawah bumi yang ketujuh. Apabila seorang hamba bersalawat untukku pada bulan Sya’ban, maka Allah Taala menyuruh malaikat itu supaya menyelam ke dalam Maul Hayah (air kehidupan). Malaikai itu pun menyelam, lalu keluar lagi sambil mengibaskan sayap-sayapnya. Lantas menitiklah dari setiap bulunya banyak tetesan. Kemudian Allah menciptakan dari tiap-tiap tetesan itu malaikat yang memohonkan ampunan bagi hamba tersebut sampai hari kiamat”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Ada yang mengatakan bahwa, Allah Mahalembut kepada hamba-hamba-Nya, dengan memberi rezeki yang baik-baik, dan tidak memberikannya kepada mereka sekaligus.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Mahalembut kepada hamba-hambaNya, artinya, mengasihi orang yang tidak mengasihi dirinya sendiri dengan memberikan penjagaan dan rahmat dengan menimbulkan ke dalam hatinya perasaan rindu akan ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, sekembalinya dia dari sifat munafik.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Mahalembut kepada hamba-hambaNya, artinya : Dia memberi rahmat kepada orang yang mau bertobat dan meminta ampun. Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidak ada suatu suara yang lebih disukai Allah Taala melebihi suara seorang hamba yang berdosa yang bertobat kepada Allah. Allah Taala berfirman kepadanya ! “Aku perkenankan permohonanmu, hai hamba-Ku. Mintalah apa yang engkau kehendaki!”

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Yang Maha lembut, artinya : Allah Mahabelas-kasih.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Mahalembut terhadap hamba-hambaNya itu maksudnya adalah dengan berlaku baik dan bajik, yaitu Dia tidak membinasakan mereka dengan kemaksiatan-kemaksiatan yang telah mereka lakukan, bahkan Dia tetap memberi rezeki kepada orang yang berbuat maksiat kepada-Nya.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Yang Mahalembut itu maksudnya adalah bahwa Dia menganggap sedikit terhadap pemberian-Nya yang banyak dan menganggap banyak terhadap perbuatan taat yang dilakukan hamba-Nya, yaitu dengan menyebutkannya di dalam firman-Nya yang qadim :

 

Artinya : “Katakanlah bahwa, kesenangan dunia itu hanya sedikit”. (Zahratur Riyadh)

 

Dan sobagian ulama mongatakan : Allah Mahatombut torhadap hamba hamba-Nya dalam memperlihatkan dan menglusab amal amal mereka, sebagaimana disebutkan d dalam khabar :

 

“Seorang hamba akan dihadapkan pada ban kiamat, lalu diperihalkan kepadanya kesalahan-kesalahannya kemudian Allah berfirman : “Tidakkah engkau malu kepada Ku di Saat engkau berbuat maksiat kepadaku?”

 

Hamba itu menjerit keras-keras sambil menangis dengan hebat. Lalu Allah berfirman pula : “Jagalah suaramu agar Muhammad saw. tidak mendengar dan tidak mengetahu bahwa Aku telah menutupi kesalahan-kesalahan itu di dunia, dan Aku mengampuninya hart nil”.

 

Maka si hamba tersebut menangis lebih koras lagi, karena sangat gembiranya, sehingga tangisannya itu terdengar oleh Muhammad saw. Kemudian Beliau memohon “Tuhanku, Engkaulah Yang Maha Pengasih di antara semua yang mengasihi, berikanlah dia kepadakul. Maka Allah Taala berfirman : “Aku telah memberikannya kepadamu, dan janganlah engkau bersedih wahai Kekasih-Ku””. (Zahratur Riyadh)

 

Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Keutamaan bulan Sya’ban di atas bulan-bulan yang lain adalah seperti keutamaanku atas sekalian nabi. Sedang keutamaan bulan Ramadan atas bulan-bulan yang lain adalah ibarat keutamaan Allah atas sekalian hamba-Nya”.

 

Sebagaimana Allah berfirman :

 

Artinya : “Dan Allah memilih, dan sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka”.

 

Karena Nabi saw. berpuasa sepanjang bulan Sya’ban, dan Beliau bersabda :

 

Artinya : “Allah mengangkat amal hamba-hamba-Nya seluruhnya pada bulan ini”. Dan Beliau bersabda, yang artinya : “Tahukah kamu mengapa bulan ini dinamakan Sya’ban?” Para sahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu?” Beliau menyelaskan : “Karena pada bulan ini, satu kebaikan akan bercabang-cabang (yatasya’abu) menyadi banyak”. (Raudhatul Ulama) Imam Muslim rahimahullah telah mengemukakan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Allah telah membagi rahmat itu menjadi seratus bagian, yang sembilan puluh sembilan bagian Dia tahan di sisi-Nya, sedang yang satu bagian Dia turunkan ke bumi, dari yang satu bagian itulah kemudian seluruh makhluk saling mengasihi, sehingga seokor bintang akan mengangkat kakinya dari anaknya, karena kuatir anaknya itu terkena bahaya”

 

Dan di dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan :

 

Artinya : “Dan Allah menangguhkan yang sembilan puluh sembilan, yang dengannya Allah Taala akan merahmati hamba-hamba-Nya kelak pada hari kiamat”. (Thariqatu Muhammadiyah)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda, yang artinya :

 

“Pada malam pertengahan bulan Sya’ban, Jibni datang kepadaku dan berkata : “Ya Muhammad, malam ini pintu-pintu langit dan pintu-pintu rahmat dibuka. Maka bangkitlah, salatlah dan angkatlah kepalamu dan kedua tanganmu ke langit”.

 

Aku bertanya : “Hai Jibril, malam apakah ini?”.

 

Jibril menjawab : “Malam ini dibukakan tiga ratus pintu rahmat, lalu Allah Taala mengampuni semua orang yang tidak mensekutukan sesuatu dengan Allah, selain tukang sihir, atau dukun, atau orang pendendam, atau orang yang kecanduan minuman keras, atau orang yang terus-terusan berzina, atau orang yang suka makan harta riba, atau orang yang mendurhaka kepada ibu-bapaknya, atau tukang mengadu domba, atau orang yang memutuskan tali silaturahmi. Sesungguhnya mereka itu tidak mendapatkan ampunan kecuali apabila mereka mau bertobat dan meninggalkan kelakuannya yang buruk itu”.

 

Maka Nabi saw. keluar, lalu salat dan sujud sambil menangis, Beliau berdoa : “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan-Mu dan kemurkaan-Mu, dan aku tidak dapat menghitung pujian kepada-Mu, sebagaimana Engkau memuji kepada Zat-Mu, maka bagi-Mulah segala pujian sampai Engkau rida”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Dan dari Yahya bin Mu’az, katanya : “Sesungguhnya di dalam kata Sya’ban (. ) itu terdapat lima huruf, yang dengan setiap hurufnya kaum mukminin akan diberi suatu anugerah. Dengan syin ( ) akan diberi syafaat (kehormatan) dan syafaat. Dengan ‘ain ( ) akan diberi ‘izzah (kekuatan) dan karamat (kemuliaan). Dengan ba (  ) akan diberi birr (kebaikan). Dengan alif (. ) akan diberi ulfah (kelemah-iembutan). Dan dengan nun (.  )akan diberi nur (cahaya).

 

Oleh karenanya, dikatakan : Bulan Rajab ialah untuk mensucikan badan, sedang bulan Sya’ban untuk mensucikan hati, dan bulan Ramadan untuk mensucikan ruh. SeSungguhnya orang yang mensucikan badannya pada bulan Rajab tentu dia akan mensucikan hatinya pada bulan Sya’ban, dan barangsiapa mensucikan hatinya pada bulan Sya’ban tentu akan mensucikan ruhnya pada bulan Ramadan. Maka, kalau dia tidak mensucikan badannya pada bulan Rajab dan tidak mensucikan hatinya pada bulan Sya’ban, mustahil dia akan mensucikan ruhnya pada bulan Ramadan.

 

Dan oleh karenanya pula, berkata seorang ahli hikmat : “Sesungguhnya bulan Rajab untuk memohon ampunan dari segala dosa, bulan Sya’ban untuk memperbaiki hati dari segala cacat, dan bulan Ramadan untuk memberi penerangan hati, sedangkan malam Qadar untuk mendekatkan diri (tagarrub) kepada Allah”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

 Artinya : “Barangsiapa berpuasa tiga hari pada permulaan bulan Syaban, tiga hari pada pertengahannya, dan tiga hari pada akhirnya, maka Allah akan mencatatkan baginya pahala tujuh puluh orang nabi, dan adalah seperti orang yang telah beribadat kepada Allah selama tujuh puluh tahun. Dan seandainya dia mati pada tahun itu, maka dia mati sebagai syahid”

 

Dan sabda Beliau pula : ,

 

Artinya : “Barangsiapa mengagungkan bulan Sya’ban, bertakwa kepada Allah, dan beramal dengan perbuatan taat kepada-Nya, serta menahan diri dari berbuat maksiat, maka Allah Taala akan mengampuni dosa-dosanya, dan menyelamatkannya dari semua marabahaya dan penyakit yang terjadi pada tahun itu”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Diceritakan dari Muhammad bin Abdullah Az Zahidi, katanya : “Seorang kawanku, Abu Hafsh Alkabir, meninggal dunia. Maka saya pun salat atas jenazahnya. Selama delapan bulan sesudah itu, saya tidak pernah lagi menziarahi kuburnya. Kemudian pada suatu hari, saya bermaksud akan menziarahinya. Pada malam itu, saya tidur dan bermimpi melihatnya telah berubah, mukanya pucat. Saya mengucapkan salam kepadanya, tetapi dia tidak menjawab salamku. Maka saya bertanya kepadanya : “Subhanallah, kenapa salam saya tidak dijawab?”. Dia menjawab : “Menjawab salam adalah ibadat, sedang kami sudah terputus dari ibadat”. Lalu saya bertanya pula : “Kenapa saya lihat wajahmu berubah, padahal dahulu engkau sangat tampan?”. Dia menjawab : “Ketika aku telah diletakkan di dalam kuburku, malaikat datang lalu berdiri di atas kepalaku serta berkata : “Hai orang tua yang jahat”. Kemudian menyebutkan seluruh dosaku dan keburukan prilakuku, lantas aku dipukulnya dengan sebuah batang besi, sehingga jasadku menyala menjadi api. Kemudian kuburku berkata kepadaku : “Tidak malukah engkau kepada Tuhanku?”. Lalu aku dihimpitnya dengan keras sampai hancur luluhlah tulang-tulang rusukku dan putuslah seluruh persendianku. Demikianlah keadaanku terus tersiksa, sampai akhirnya tiba suatu malam di mana hilat bulan Sya’ban tampak terbit. Tiba-tiba ada yang berseru dari atasku : “Hai malaikat, lepaskanlah dia. Sesungguhnya dia pernah menghidupkan suatu malam di bulan Sya’ban semasa hidupnya dahulu, dan berpuasa satu hari di antara hari-hari bulan itu”. Lalu Allah SWT. Melepaskan siksaan itu dariku berkat kehormatan salatku pada suatu malam di bulan Sya’ban, dan puasa sehari di dalamnya. Kemudian Dia memberi kabar gembira kepadaku dengan memperoleh surga dan rahmat”.

 

Artinya : “Barangsiapa menghidupkan malam dua hari raya dan malam pertengahan bulan Sya’ban (dengan ibadat), maka hatinya tidak akan mati pada saat hati orang-orang lain mati”. (Zahratur Riyadh)

 

Diriwayatkan dari Atha bin Yasar ra., katanya : “Sesudah malam Qadar, tidak ada malam lain yang lebih utama daripada malam pertengahan (nisfu) Sya’ban. Dan mengenai keutamaannya, telah dikeluarkan hadis-hadis lain yang banyak. Dahulu, para tabiin penduduk negeri Syam (Damaskus), seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul, Lukman bin Amir dan lain-lain -rahimahumullah- semuanya mengagungkan dan bersungguh-sungguh beribadat pada malam itu. Ketika perbuatan mereka itu tersiar ke negeri-negeri lain maka timbullah peselisihan paham mengenai hal itu. Di antaranya ada yang menerima apa yang telah mereka lakukan itu, dan menyetujui cara mereka mengagungkan malam pertengahan bulan Sya’ban itu. Akan tetapi kebanyakan ulama Hijaz menolak hal itu, dan mereka mengatakan bahwa itu semuanya bid’ah. Namun sebenarnya, apabila seorang mukmin pada malam yang istimewa itu sibuk melakukan bermacam-macam ibadat, seperti : salat, membaca Alquran, berzikir dan berdoa, maka itu boleh-boleh saja dan tidak makruh. Adapun berkumpul pada malam itu di Masjid-masjid dan tempat-tempat pertemuan untuk melakukan salat sunnah berjamaah dengan orang banyak seperti yang biasa dilakukan orang dewasa ini, itu adalah makruh, demikian pendapat Al Auza’i, Imam negeri Syam, orang alim dan fakih mereka. Begitu pula, menyalakan lampu yang banyak di Masjidmasjid dan menyalakan lentera yang banyak di tempat-tempat perkumpulan pada malam itu, adalah tidak boleh. Karena telah disebutkan di dalam kitab Al Qaniyyah, bahwa menyalakan lampu yang banyak pada malam Baraah di jalan-jalan dan pasar-pasar adalah bid’ah, begitu pula di Masjid-masiid.

 

Seorang penguasa harus dapat menjamin, bahkan bila ada seorang pemberi wakaf menyebutkan dan mensyaratkan wakafnya untuk keperluan perkumpulan pada malam itu, maka hal itu tidak bisa dibenarkan menurut syara. Dan kalau harta itu bukan harta wakaf tetapi disedekahkan untuk keperluan tersebut, maka itupun merupakan penghamburan, padahal penghamburan harta dan pemborosan adalah haram menurut nash Alquran. Sedang Nabi pun telah melarang penghamburan harta. Dan adapun kepercayaan bahwa hal itu merupakan qurbah (usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan ibadah-ibadah sunnah), maka itu termasuk bid’ah terbesar dan kejelekan yang terburuk.

 

Dan begitu juga, salat sunnah pada malam itu secara berjamaah dengan orang banyak adalah suatu bid’ah yang buruk dan wajib dihindari. Sebab para fukaha telah sepakat, bahwa berjamaah untuk salat-salat sunnah hukumnya makruh selain dari salat Taraweih, salat Istisga dan salat Gerhana, yakni apabila selain imam masih ada empat orang lagi.

 

Adapun salat yang dilakukan pada malam itu secara berjamaah bersama orang banyak, yang lalu dinamakan salat Baraah, adalah juga suatu bid’ah, karena tidak pernah dilakukan pada masa sahabat ridhwanallaahu alaihim ajmain maupun pada masa tabiin rahimahumullah ajmain, tetapi baru muncul pada abad kelima hijriyah, salat tersebut terjadi di Masjidil Agsha pada tahun 448. Dan asalnya, menurut cerita Imam Ath Thurthusi, bahwa ada seorang laki-laki datang ke Baitil Maqdis, lalu dia melakukan salat pada malam pertengahan bulan Sya’ban di Masjidil Aqsha. Kemudian datang seorang laki-laki bertakbiratul ihram di belakangnya, lalu datang lagi orang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Belum lagi salat itu usai, namun orang-orang yang bermakmum telah banyak. Pada tahun berikutnya, laki-laki itu datang lagi, maka orang banyak pun ikut salat, bermakmum kepadanya. Untuk selanjutnya, salat itu tersebar di Masjid-masjid dan tersiar di negeri-negeri lain, sehingga akhirnya menjadi tradisi yang tetap di antara orang banyak. Sementara itu, tokoh-tokoh ulama mutaakhkhirin telah mencela dan menyatakan bahwa salat tersebut adalah bid’ah buruk yang mengandung banyak kemungkaran.

 

Oleh karena itu, bagi orang yang tidak mampu mengubah kemungkaran-kemungkaran itu, seyogyanya tidak menghadiri jemaah pada malam itu, tetapi salatlah di rumahnya Saja, apabila tidak ada Masjid lain yang selamat dari bid’ah semacam ini. Karena salat berjamaah di Masjid hukumnya sunnah, sedangkan memperbesar jumlah ahli bid’ah adalah terlarang. Dan meninggalkan hal yang terlarang adalah wajib, dan melaksanakan hat yang wajib itu sudah menjadi ketentuan. Terutama apabila orang tersebut sudah terkenal di tengah-tengah masyarakat sebagai orang alim atau zahid, maka dia wajib tidak mendatangi sebuah masjid di mana akan dia saksikan kemungkaran-kemungkaran seperti ini. Karena kehadirannya di tempat itu dengan tidak menunjukkan ketidak setujuan, akan menimbulkan persangkaan orang banyak bahwa perbuatan-perbuatan itu boleh atau Sunnah. Jadi kedatangannya itu merupakan syubhat yang besar dalam persangkaan Orang umum, bahwa perbuatan-perbuatan seperti itu dianggap baik menurut syara.

 

Apabila orang itu meninggalkan kebiasaannya lalu tidak datang ke Masjid pada malam itu, sedang dia merasa tidak setuju dengan hatinya saja, karena tidak mampu mengubah dengan tangannya maupun lidahnya, maka dia telah selamat dari dosa, sedang orang lain tidak ikut-ikutan dengannya. Bahkan boleh jadi, dengan ketidak hadirannya itu, sebagian orang tentu akan merasakan bahwa perbuatan-perbuatan seperti itu tidak diridai di sisi Allah, namun merupakan bid’ah yang tidak diizinkan oleh syara dan tidak diridai oleh ahli agama. Boleh jadi, ada sebagian orang yang menolak perbuatan itu, sehingga orang tadi akan mendapatkan pahala, sekalipun hanya dengan melakukan tindakan sedapat-dapatnya, yaitu mengingkari dengan hati dan tidak mau hadir.

 Alhasil, bahwa malam pertengahan bulan Sya’ban itu, sekalipun banyak hadis yang menyatakan keutamaannya, namun tidak seorang pun berhak mengagungkannya dengan cara yang dicela dan dilarang oleh Pembuat Syariat (Allah), di samping sebagian ulama ada yang mengatakan : “Mengenai salat pada malam itu (nisfu Sya’ban) tidak ada suatu berita yang pasti dari Nabi saw. maupun dari sahabat-sahabatnya”.

 Dengan demikian, tiap-tiap muslim pada masa sekarang wajib berhati-hati jangan sampai terbujuk dan cenderung kepada sesuatu bid’ah ataupun hal-hal baru yang diadaadakan, dan agar memelihara agamanya dari bid’ah-bid’ah yang telah sering dan terbiasa di lakukan. Karena bid’ah-bid’ah tersebut merupakan racun pembunuh, jarang orang bisa selamat dari bencana-bencananya dan melihat kebenaran bila sudah melakukannya, sebab ia terasa manis dalam hati mereka yang melakukannya. Nafsu mereka menganggapnya baik, sehingga tidak mau meninggalkannya. (Demikian dari Majlis Ar Rumi).[]

LihatTutupKomentar