Keutamaan Sifat Dermawan

Keutamaan Sifat Dermawan Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk


Keutamaan Sifat Dermawan

 Nama kitab: Terjemah Durratun Nashihin, Durrotun Nasihin
Judul asal: Durrat al-Nasihin fi al-Wa'zhi wa al-Irsyad
Judul asal dalam teks Arab: درة الناصحين في الوعظ والإرشاد
Makna: Mutiara Ahli Nasihat dalam Petuah dan Tuntunan Agama
Penulis: Umar bin Hasan bin Ahmad al-Syakir al-Khaubari (عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخويري)
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam, akhlak mulia, tasawuf
Penerjemah:

Daftar isi

  1. Keutamaan Sifat Dermawan
  2. Penjelasan Tentang Rezeki
  3. Penjelasan Tentang Celaan Terhadap Orang Yang Membantu Orang Zalim
  4. Penjelasan Tentang Keadaan-Keadaan Manusia Pada Hari Kiamat
  5. Penjelasan Tentang Ampunan Bagi Orang Yang Bertobat
  6. Penjelasan Tentang Berlaku Adil Dan Berbuat Kebajikan
  7. Penjelasan Tentang Mikraj Nabi Muhammad Saw
  8. Penjelasan Tentang Keutamaan Manusia
  9. Penjelasan Tentang Salat Tahajjud
  10. Penjelasan Tentang Keutamaan Sahabat
  11. Penjelasan Tentang Kecaman Dan Tidak Kekalnya Dunia
  12. Penjelasan Tentang Dahsyatnya Maut
  13. Penjelasan Tentang Orang Yang Meninggalkan Salat
  14. Penjelasan Tentang Kecaman Terhadap Orang Yang Berpaling Dari Alquran
  15. Penjelasan Tentang Pedihnya Maut
  16. Penjelasan Tentang Kiamat
  17. Penjelasan Tentang Sikap Rendah Hati
  18. Penjelasan Tentang Kecaman Terhadap Perbuatan Maksiat Dan Aniaya 
  19. Kembali ke: Terjemah Durratun Nashihin 

26. KEUTAMAAN SIFAT DERMAWAN

Aliah SWT. berfirman : 

Artinya : “Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh”.

Maka setelah Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)”. (QS. At Taubah : 75-76)

 

Tafsir : ,

 

(.   ) Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh”.

 

Ayat ini turun berkaitan dengan Tsa’labah bin Hathib. Dia pernah datang kepada Nabi saw. dan berkata : “Doakanlah saya kepada Allah, agar Dia menganugerahi saya harta”.

 

Nabi menjawab : “Hai Tsa’labah, sedikit yang engkau syukuri adalah lebih baik daripada banyak yang tidak kuat engkau menanggungnya”.

 

Namun, Tsa’labah bersikeras minta didoakan juga. Bahkan dia berikrar : “Demi Allah yang telah mengutus Baginda dengan kebenaran, sesungguhnya jika Allah mengaruniai saya harta, pasti saya akan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya”.

 

Maka Rasulullah pun lalu mendoakannya.

 

Kemudian Tsa’labah berternak kambing. Kambingnya berkembang biak seperti berkembangnya ulat, sehingga kota Madinah penuh sesak dengan kambingnya. Lantas dia pindah ke sebuah lembah di luar kota Madinah. Karena sibuk mengurus ternaknya, akhirnya dia tidak lagi melakukan salat fardu berjamaah dan salat Jumat. Lalu Nabi saw. menanyakan tentang keadaannya, Beliau mendapat jawaban : “Hartanya telah melimpah sehingga tidak termuat oleh satu lembah”.

 

“Oh, celaka Tsa’labah”, kata Nabi. Kemudian Beliau mengutus dua orang petugas untuk menarik zakat. Kedua petugas itu disambut baik oleh orang-orang dengan zakatnya masing-masing. Ketika mereka berdua tiba ditempat Tsa’labah, mereka meminta zakatnya sambil membacakan kepadanya catatan yang mencantumkan apa-apa yang wajb dikeluarkan. Namun Tsa’labah berkata : ‘Ini tidak lain hanyalah jizyah”, atau. “Ini tak lain dari semacam jizyah. Pulanglah, biarlah saya berpikir dahulu”.

 

Kemudian turunlah ayat ini.

 

Maka Tsa’labah pun datang dengan membawa zakatnya, namun Nabi saw. berkata : “Sesungguhnya Allah Taala melarangku untuk menerima zakat darimu”

 

Saking menyesalnya, Tsa’labah lalu menaburkan tanah ke atas kepalanya Namun, Nabi saw. hanya bisa mengatakan : “Ini adalah balasan perbuatanmu. Sesungguhnya aku telah menyuruhmu, tetapi engkau tidak mematuhi aku”.

 

Sampai akhirnya Rasulullah saw. berpulang ke haribaan-Nya. Maka Tsa’labah datang membawa zakatnya kepada Khalifah Abubakar. Tetapi dia pun tidak mau menerimanya. Kemudian pada masa Khalifah Umar, dia datang lagi untuk membenkan zakatnya, namun Umar pun menolaknya. Sampai akhirnya Tsa’labah matidimasa Khalifah Utsman

 

(.    ) Maka setelah Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu. Mereka tidak sudi memberikan hak Allah kepada-Nya.

 

(.   ) dan berpaling, dari taat kepada Allah.

 

(.    ) dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Dan mereka memanglah kaum yang memiliki kebiasaan untuk membelakangi ketaatan itu. (Qadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau berkata kepada Aisyah ra. : “Hai Aisyah, janganlah engkau tidur sebelum melakukan empat perkara, sebelum engkau mengkhatamkan Alquran, sebelum engkau menjadikan para nabi memberi syafaat kepadamu pada hari kiamat, sebelum engkau menjadikan kaum muslimin rida kepadamu, dan sebelum engkau melakukan haji dan umrah”.

 

Kemudian Nabi saw. mengerjakan salat. Aisyah berkata : “Saya tetap beradadi tempat tidurku sampai Beliau selesai salat”.

 

Setelah Nabi selesai salat, Aisyah berkata : “Ya Rasulullah, ayah dan ibuku sebagai tebusanmu. Baginda telah menyuruh saya melakukan empat perkara yang tidak mampu saya lakukan pada saat ini”.

 

Beliau tersenyum lalu bersabda : “Apabila engkau membaca Qul Huwallaahu Ahad (surah Al Ikhlas) tiga kali, maka seolah-olah engkau telah mengkhatamkan Aiguran. Apabila engkau membaca salawat kepadaku dan kepada nabi-nabi sebelumku, maka kami akan memberi syafaat kepadamu pada hari kiamat. Apabila engkau memohonkan ampun buat kaum mukminin, maka mereka semua akan rida kepadamu. Dan apabila engkau mengucapkan Subhanallah wal hamdu lillah, walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar, maka engkau telah melakukan haji dan umrah”. (Tafsir Haggi)

 

Dan diriwayatkan dari Abu Umamah Al Bahili ra., tentang sebab turunnya ayat ini bahwa Tsa’labah bin Hathib Al Anshari dahulu selalu aktif pergi ke masjid Nabi saw. siang dan malam. Keningnya kasar laksana lutut unta, saking banyaknya dia bersujuddiatas tanah dan batu-batu. Pada suatu hari, dia keluar dari Mesjid tanpa berdoa dan salat sunnah lebih dahulu seperti biasanya. Maka Nabi saw. menanyakan hal itu kepadanya : “Mengapa engkau melakukan perbuatan seperti orang-orang munafik yang tergesa-gesa keluar?”.

 

Tsa’labah menjawab : “Ya Rasulullah, saya keluar karena saya dan isteri saya hanya mempunyai satu kain saja, yaitu yang ada pada tubuh saya ini. Saya salat dengan kain ini sedang dia telanjang dirumah Komudian saya kembali kepadanya, lalu menanggalkan kam ini lalu dipakanya dan dia pun salat dengannya. Maka doakanlah saya kepada Allah, aga Dia menganugerahi saya harta”.

 

Nabi saw. menasehatinya : “Hai Tsa’labah, sedikit yang engkau syukuri adalah lebih baik daripada banyak yang engkau tidak kuat menanggungnya”.

 

Setelah itu, Tsa’labah datang lagi kepada Beliau dan berkata : “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia mengaruniai saya harta”.

 

Beliau menjawab : “Tidakkah engkau mencontoh Rasulullah sebagai teladan yang baik?. Demi Allah yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya aku menghendaki gunung-gunung ini menjadi emas dan perak, niscaya akan terjadilah”.

 

Kemudian setelah itu, dia datang lagi kepada Nabi saw., seraya berkata : “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia mengaruniakan harta kepada saya. Demi Allah yang telah mengutus Baginda dengan kebenaran sebagai seorang nabi, sesungguhnya jika Allah Taala menganugerahi saya harta, saya pasti akan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya”. Maka Nabi pun mendoakannya, katanya : “Ya Allah, anugerahkanlah harta kepada Tsa’labah”.

 

Syahdan, maka Tsa’labah pun lalu berternak kambing. Dalam waktu singkat, ternaknya itu berkembangbiak laksana berkembang biaknya ulat, sehingga kota Madinah disesaki oleh ternaknya itu. Maka Tsa’labah pun pindah ke luar kotadisuatu lembah yang luas. Sementara ternaknya terus berkembang biak seperti berkembang biaknya ulat. Pada mulanya, Tsa’labah masih sempat melakukan salat Zuhur dan Asar berjamah bersama Rasulullah saw., dan melakukan salat-salat lainnyadipeternakannya. Kemudian ternaknya itu semakin banyak dan berkembang sehingga dia semakin jauh dari kota Madinah. Karenanya, kini dia hanya bisa menghadiri salat Jumat saja. Kemudian ternaknya semakin bertambah banyak juga, sehingga Tsa’labah pun semakin jauh pula. Dan akhirnya, dia tidak lagi menghadiri baik salat berjamaah maupun salat Jumat. Jika tiba hari Jumat, dia keluar dan menemui orang-orang sambil menanyakan berita-berita kepada mereka.

 

Pada suatu hari, Rasulullah saw. menyebut-nyebut tentang Tsa’labah. Beliau bertanya : “Apa kerja Tsa’labah sekarang?”. Orang-orang menjawab : “Ya Rasulullah, dia memelihara kambing yang tidak termuat oleh satu lembah”.

 

“Celaka Tsa’labah”, kata Nabi.

 

Kemudian Allah Taala menurunkan ayat tentang kewajiban membayar zakat. Lalu Rasulullah mengutus dua orang laki-laki untuk memungut zakat tersebut. Orang-orang menyambut kedua petugas tadi dengan zakat mereka masing-masing. Dan akhirnya, kedua petugas itu datang menemui Tsa’labah, lalu meminta zakatnya sambil membacakan surat Rasulullah yang menyebutkan apa-apa yang wajib dikeluarkan. Namun, Tsa’labah tidak sudi memberi zakat, bahkan dia berkata : “Ini tak lain adalah jizyah, atau sejenis jizyah”. Kemudian dia berkata pula: “Pulanglah kalian berdua, Hal ini akan saya pikirkan dan pertimbangkan iebih dahulu”.

 

Ketika kedua petugas itu kembali kepada Rasulullah saw., dan sebelum sempat mereka berbicara apa-apa, Beliau sudah mengatakan : “Oh celaka Tsa’labah”, dua kali. Kemudian Allah menurunkan ayat di atas tadi (surah At Taubah ayat 75 dan 76). Pada saat itu, di samping Rasulullah saw. ada seorang lelaki kerabat Tsa’labah. Dia mendengar hal itu, lalu berangkat menemui Tsa’labah.

 

“Celaka engkau hai Tsa’labah”, serunya. “Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat mengenai dirimu begini dan begini”.

 

Maka, Tsa’labah pun berangkat menemui Nabi saw. sambil membawa zakatnya untuk diserahkan kepada Beliau. Namun Nabi saw. berkata : “Sesungguhnya Allah melarang aku menerima zakatmu”.

 

Kemudian Tsa’labah menaburkan tanah ke atas kepalanya (sebagai tanda menyesal), tetapi Nabi tetap tidak mau menerimanya, bahkan Beliau memperingatkan : “Inilah hasil perbuatanmu. Tempo hari ketika aku suruh, engkau tidak mau mematuhi”.

 

Sampai akhirnya Rasulullah saw. berpulang ke rahmatullah. Maka Tsa’labah membawa zakatnya kepada Abubakar ra., sambil berkata : “Terimalah zakatku”. Namun Abubakar menolak seraya berkata : “Rasulullah saw. tidak sudi menerima zakat itu darimu, pantaskah saya menerimanya?” Maka dia pun tidak mau menerima zakat tersebut.

 

Kemudian pada rnasa Khalifah Umar, dia pun membawa zakatnya kepada Umar ra. sambil berkata : “Terimalah zakatku”. Namun Umar pun menjawab : “Kedua pendahuluku tidak sudi menerima zakatmu itu, apakah saya harus menerimanya sekarang?”. Dan dia pun tidak mau menerimanya.

 

Selanjutnya, Tsa’labah membawa zakatnya kepada Utsman ra., sambil berkata : “Terimalah zakatku”. Utsman pun menolak menerimanya seraya berkata : “Para pendahuluku semuanya tidak sudi menerima zakatmu itu, haruskah saya menerimanya”. Maka zakat itu pun ditolaknya.

 

Akhirnya Tsa’labah matidimasa kekhalifaan Utsman ra.. Semua hukuman ini adalah disebabkan oleh kekikirannya, cinta harta dan tidak mau membayar zakat. Dan karena ingkar janji itu merupakan sebab kemunafikan, maka dia dianggap sebagai sepertiga nitak. Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu hadis, yang artinya : “Tanda orang munafik itu ada tiga : Apabila berbicara dia berbohong, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila dipercaya dia berkhianat”. (Ibnu Kamal Basya dan Hayatul Qulub)

 

Diriwayatkan, bahwa para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw., kata mereka : “Ya Rasulullah, apabila Baginda telah keluar dari dunia ini, maka manakah yang lebih baik bagi kami, permukaan bumi atau perut bumi?”.

 

Beliau menjawab : “Apabila pemimpin-pemimpin kamu adalah orang-orang yang terbaik darimu, dan orang-orang kaya di antaramu adalah orang-orang dermawan, serta segala urusanmu dilakukan secara bermusyawarahdiantaramu, maka permukaan bumi ini lebih baik bagimu daripada perut bumi. Namun, apabila pemimpin-pemimpinmu adalah orang-orang yang jahat darimu, orang-orang kayamu adalah orang-orang yang kikirdi antaramu, dan urusanmu diserahkan kepada orang-orang perempuanmu, maka perut bumi adalah lebih baik daripada permukaan bumi”. (Mau’izhah)

 

Dari Aisyah ra., dari Nabi saw., sabda Beliau :

 

Artinya : “Kedermawanan itu adalah sebatang pohon yang akarnya berada di dalam Surga, sedang dahan-dahannya menjuntai ke dunia. Maka barangsiapa bergantung pada salah satu dahannya, niscaya dia akan ditarik olehnya ke dalam surga. Dan kekikiran itu adalah sebatang pohon yang akarnya berada di dalam neraka, sedang dahan-dahannya menjuntai ke dunia. Maka barangsiapa bergantung pada salah satu dahannya, niscaya dia akan ditarik olehnya ke dalam neraka”.

 

Dan Nabi saw. bersabda pula :

 

Artinya : “Bersedekahlah kamu untuk dirimu dan untuk orang-orang yang telah mati darimu, sekalipun hanya dengan seteguk air. Jika kamu tidak bisa melakukan itu, maka dengan satu ayat dari Kitab Allah. Jika kamu tidak tahu sama sekali akan Kitab Allah, maka berdoalah agar mendapat ampunan dan rahmat. Karena sesungguhnya Allah telah berjanji kepadamu akan mengabulkan doa”. (Hayatul Qulub)

 

Dari Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa bersedekah sebesar biji kurma dari usaha yang baik, dan Allah memang tidak menerima kecuali yang baik, maka Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, kemudian memeliharanya untuk pemiliknya, sebagaimana seseorang di antara kamu memelihara anak kudanya, sampai menjadi seperti gunung”.

 

Maksudnya, bahwa barang yang disedekahkan itu diperbesar dan diberkati serta ditambah oleh Allah dari karunia-Nya, sehingga menjadi berat dalam timbangan. Pembenaran hadis ini adalah firman Allah dalam surah AlBaqarah :

 

Artinya : “Allah menghapus riba….”,

 

Yakni, Allah menghilangkan berkatnya dan membinasakan harta yang dimasuki riba itu, dan tidak menerima kebaikan yang berasal dari hasil riba itu.

 

Artinya : “Dan Dia menyuburkan sedekah”

 

Yakni, menambahnya dan memberkatinyadidunia serta melipat gandakan pahalanya di akhirat.

 

Pertanyaan : Mengapa pahala sedekah dianggap paling utama daripada amal-amal yang lainnya?.

 

Jawab : Karena memberikan harta itu merupakan hal yang paling berat bagi nafsu dibandingkan semua amal yang lain, sedangkan setiap amal yang kecintaan padanya lebih banyak, maka pahalanya pun lebih banyak. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw. :

 

Artinya : “Amal yang paling utama adalah yang paling berat”. Sebagaimana firman Allah Taala di dalam surah Ali Imran :

 

Artinya : “Kamu tidak akan mencapai kebaktian…” Maksudnya, kamu tidak akan sampai kepada kebaktian yang hakiki.

 

Artinya : “Sehingga kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai” Maksudnya, sehingga kamu menafkahkan sebagian dari hartamu yang kamu cintai.

 

Artinya : “Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. Maksudnya, Allah Taala mengetahuinya dan memberikan pahalanya. Ibnu Majah ra. mengemukakan hadis dari sahabat Jabir ra., katanya : Rasulullah saw. pernah berkhutbahdihadapan kami, sabdanya :

 

Artinya : “Wahai manusia, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah sebelum kamu mati, dan bergegaslah melakukan amal-amal saleh sebelum kamu sibuk, serta sambunglah hubungan antara kamu dan Tuhanmu dengan banyak mengingat Dia Yang Mahatinggi, dan perbanyaklah bersedekah baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, niscaya kamu diberi rezeki, kemenangan dan kekayaan”. (Khadim) Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Sedekah itu menutup tujuh puluh pintu keburukan”. Sedekah itu ada empat macam : (1) satu dibalas sepuluh, (2) satu dibalas tujuh puluh, (3) satu dibalas tujuh ratus, dan (4) satu dibalas tujuh ribu.

 

Adapun yang satu dibalas sepuluh itu ialah sedekah yang diserahkan kepada orangorang fakir, yang satu dibalas tujuh puluh itu ialah sedekah yang diserahkan kepada sanak kerabat, yang satu dibalas tujuh ratus itu ialah sedekah yang diberikan kepada saudara, dan sedekah yang dibalas tujuh ribu itu ialah sedekah yang diserahkan kepada orang yang menuntut ilmu. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah ibarat sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir: pada tiap-tiap bulir itu seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui”. Dari sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mempunyai harta, hendaklah dia bersedekah dengan hartanya. Barangsiapa mempunyai ilmu, hendaklah dia bersedekah dengan ilmunya. Dan barangsiapa mempunyai kekuatan, maka hendaklah dia bersedekah dengan kekuatannya”. (Jami’ul Azhar)

 

Juga dari sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Setelah Allah Taala menciptakan bumi, maka bumi itu bergerak-gerak dan goncang. Lalu Allah ciptakan gunung-gunung, kemudian dipancangkannya di atas bumi, sehingga bumi itu menjadi tenang. Maka para malaikat pun menjadi keheranan dengan kehebatan gununggunung itu. Lantas mereka bertanya : “Ya Rabb, adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari gunung-gunung itu?”.

 

Allah menjawab : “Ya, besi”.

 

Mereka bertanya pula:

 

“Ya Rabb, adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari besi?”.

 

“Ya, api”, jawab Allah. “

 

“Ya Rabb, adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari api?”. Tanya mereka.

 

Allah menjawab : “Ya, air”.

 

Mereka bertanya kembali : “Adakah sesuatu di antara makhluk-Mu yang lebih hebat dari air?”.

 

“Ya, angin”, jawab Allah.

 

“Ya Rabb”, tanya mereka pula. “Adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat daripada angin?”.

 

“Ya, manusia”, jawab Allah. “Dia memberikan sedekah dengan tangan kanannya, yang disembunyikannya dari tangan kirinya. Dialah yang lebih hebat dari angin”.

 

Adapun sedekah seperti yang disebutkan itu lebih hebat dari angin yang merupakan makhluk terhebat dari makhluk-makhluk lain, tak lain adalah karena sedekah rahasia itu dapat memadamkan kemurkaan Tuhan, yang tidak bisa ditandingi oleh sesuatu apapun.

 

Sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan jika kamu menyembunyikan sedekah dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu”.

 

Oleh karena itulah, orang-orang dahulu sangat berlebihan dalam menyembunyikan sedekah mereka dari penglihatan orang banyak. Sampai-sampai ada di antara mereka sengaja mencari orang fakir yang buta, supaya tidak ada seorang pun yang tahu siapa si pemberi sedekah itu. Dan ada pula sebagian mereka yang mengikatkan sedekahnyadi pakaian orang fakir yang sedang tidur. Dan ada pula yang melemparkan sedekahnyadi jalanan yang dilalui oleh orang fakir supaya nanti diambilnya. (Mau’izhah)

Diceritakan, pada waktu Bani Israel mengalami musim paceklik yang sangat. seorang laki-laki miskin mendatangi rumah seorang yang kaya. Dia berkata : “Berilah saya sedekah sepotong roti karena Allah Taala”. Lalu diberilah ia oleh puteri orang kaya itu sepotong roti yang masih hangat. Ketika ayahnya datang, puterinya itu dimarahinya lalu tangan puterinya itu dipotongnya.

Kemudian Allah Taala mengubah keadaan orang kaya itu, semua harta bendanya musnah, sehingga dia menjadi melarat dan akhirnya mati dalam keadaan terhina. Sedangkan puterinya, akhirnya menjadi pengemis, meminta-minta dari satu rumah ke rumah lannya. Padahal, dia sebenarnya adalah seorang gadis yang cantik.

Pada suatu hari, dia mendatangi rumah seorang yang kaya raya. Lalu keluarlah ibu orang kaya itu. Ibu itu memperhatikannya, terutama kepada kecantikannya. Kemudian dia mengajak anak gadis itu masuk ke dalam rumahnya. Dia bermaksud akan mengawinkannya dengan puteranya yang kaya raya itu.

Setelah anak gadis itu dikawini oleh puteranya, maka anak gadis itu pun dihiasinya, lalu disiapkannya jamuan makan malam untuk sang pengantin, namun pada saat makan bersama suaminya, anak gadis itu mengeluarkan tangan kiri. Maka berkatalah suaminya : “Saya pernah mendengar bahwa orang miskin itu memang kurang sopan. Pakailah tangan kananmu!”. Namun anak gadis itu tetap mengulurkan tangan kirinya, sehingga suaminya mengulangi tegurannya berkali-kali. Akhirnya terdengar suara bisikan dari sudut rumah : “Ulurkanlah tangan kananmu hai hamba-Ku. Engkau dahulu pernah memberikan sepotong roti karena Aku, maka Kami pasti akan mengembalikan tangan kananmu dengan baik seperti semula”.

Akhirnya dengan kuasa Allah, anak gadis itu mendapatkan kembali tangan kanannya, dan dia pun makan bersama suaminya dengan bahagia.

Dan diceritakan pula, bahwa dahulu pernah terjadi kemarau panjang di kalangan Bani Israel, sampai beberapa tahun lamanya. Ketika itu, ada seorang wanita miskin, dia hanya memiliki sepotong roti untuk makannya. Pada saat dia hendak menyuap roti itu ke mulutnya, sekonyong-konyongdipintu rumahnya berdiri seorang pengemis meminta-minta, katanya : “Demi Allah, berilah saya sesuap saja”. Maka wanita itu lalu mengeluarkan roti yang baru saja dimasukkannya ke mulutnya itu, lantas diserahkannya kepada pengemis itu. Setelah itu, dia berangkat ke hutan mencari kayu bakar.

Wanita itu mempunyai seorang anak yang masih kecil yang ikut bersamanya ke hutan. Tiba-tiba datang seekor serigala membawa pergi anak itu. Ketika si ibu mendengar jeritan anaknya, dia pun segera mengejar serigala tersebut.

Maka Allah mengutus malaikat Jibril. Lalu Jibril mengeluarkan anak itu dari mulut sang serigala, kemudian diserahkannya kepada ibunya sambil berkata : “Hai hamba Allah, puaskah engkau balasan sesuap dengan sesuap pula”.

(Demikian tersebut dalam tafsir Al Haqqi)
  

 27. PENJELASAN TENTANG REZEKI

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di muka bumi, melainkan Allahlah yang memberi rezekinya. Dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuz)”. (QS. Hud : 6)

 Tafsir : .

(.     ) Dan tidak ada suatu binatang melatapundimuka bumi, melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. Berupa makanan dan penghidupannya, karena Allah telah menjamin dengan karunia dan rahmat-Nya. Adapun sebab kalimat dalam ayat di atas, Allah mengungkapkan jaminan itu dalam ungkapan wajib, tidak lain adalah sebagai kepastian datangnya rezeki itu kepada si hamba, dan juga merupakan ajakan agar dalam masalah rezeki itu hendaknya orang bersikap tawakkal.

(.    ) dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Yaitu tempat-tempatnya ketika hidup dan mati, dan ketika masih berada di dalam sulbi dan rahim: atau tempat tinggalnyadibumi ketika binatang itu telah wujud, dan tempat-tempat penyimpanannya dalam bentuk bahan-bahan, ketika masih berupg energi.

 (.    ) semuanya. Tiap-tiap binatang dengan hal ihwalnya masing-masing.

 (.     ) tertulis dalam kitab yang nyata. Tersebut di dalam Lauhul Mahfuz.

 Ayat ini seakan-akan dimaksudkan untuk menerangkan bahwa, Allah Maha Mengetahui akan seluruh pengetahuan, sedangkan ayat sesudahnya merupakan penjelasan tentang kekuasaan-Nya atas segala hal yang mungkin, sebagai pemantapan tauhid serta janji dan ancaman yang telah disebutkan sebelumnya. (Qadhi Baidhawi).

 Semoga Allah menghindarkan kita dari bencana yang nyata maupun yang tersembunyi.

 Dalam salah satu hadis disebutkan :

 Artinya : “Tidak ada salat Dagi orang yang tidak borsalawat kepadaku”

 Menurut Ibnul Qassar, maksud hadis itu adalah “Tidak sempurna salatnya : atau bagi orang yang selama hidupnya tidak pernah bersalawat kepadaku.

 

Sedang menurut hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far dan sahabat bni Mas’ud ta., dan Nabi saw bahwa Beliau borsabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mengerjakan suatu salat yang di dalamnya dia tidak mengUcapkan salawat kopadaku dan kepada keluargaku, maka tidak akan diterima salatnya itu”

 

Ad Daruguthni mengatakan, bahwa yang benar hadis di atas adalah perkataan Abu Ja’far Assadig sendin, yaitu Muhammad bin Ali bin Husein, radiyallaahu anhum yang berkata : “Seandainya saya salat, yang di dalamnya saya tidak membaca salawat atas Nabi dan keluarganya, maka saya anggap salat saya itu kurang sempurna”. (Syifaus Syarif)

 

Asy Syaikh Al Ustaz Al Imam Ahmad berkata : “Suatu ketika, Nabi saw. mengawin seorang perempuan. Kemudian Beliau memboyongnya ke rumahnya. Lalu Beliau mengadakan jamuan makan untuk sahabat-sahabatnya. Namun, makanannya sedikit. sehingga para sahabat terpaksa menyilatinya, karena makanan itu terlalu cair disebabkan oleh kurang tepung.

 

Setelah itu para sahabat duduk berbincang-bincang, sedang Nabi mengerjakan salat Ketika Beliau selesai salat, Beliau bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apa yang sedang kalian perbincangkan?”.

 

Mereka menjawab : “Masalah rezeki”.

 

Lalu Beliau bersabda : “Maukah kalian aku ceritakan sebuah kejadian yang telah diceritakan Jibril kepadaku?”.

 

“Tentu, mau, Ya Rasulullah”, jawab mereka.

 

Maka berceritalah Rasulullah saw. : Yibril mengatakan kepadaku, bahwa saudaraku Sulaiman as. pernah mengerjakan salatdipinggir laut. Lalu dilihatnya seekor semut berjalan, sedangdimulutnya ada sehelai daun yang hijau. Kemudian semut itu bertenakdi pinggir laut, maka muncullah seekor katak, yang kemudian memanggulnya di atas punggungnya, dan dibawanya menyelam.

 

Setelah beberapa saat lamanya, semut itu muncul kembali ke permukaan air, lalu naik ke darat. Maka Sulaiman bertanya kepadanya : “Hai semut, beritahukanlah kepadaku ceritamu “, Semut itu lalu bercerita : “Di dasar laut ini ada sebongkah karang yang keras di tengah-tengahnya ada seekor ulat. Allah Taala telah menyerahkan urusan rezekinya kepadaku. Maka setiap hari, saya membawakan rezeki yang dikaruniakan Allah kepadanya dua kali. Dan Allah menciptakan untukku di dalam laut ini malaikat yang berujud katak. Dialah yang memanggulku dan membawaku menyelam ke dasar laut, sampai diletakkannya saya di atas bongkahan karang itu. Kemudian karang itu terbelah dan keluarlah ulat itu dari dalamnya. Maka saya berikanlah makanan yang saya bawa kepadanya. Setelah itu, katak itu membawa saya kembali ke permukaan air. Tiap kali ulat itu selesai memakan rezekinya, dia mengucapkan : “Maha suci Allah yang teiah menciptakan aku dan meletakkan aku di dasar laut, sedang Dia tidak lupa memberi rezeki kepadaku”.

 

Maka pantaskah umat Muhammad melupakan rahmat?. Padahal barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya”. (Raunaqul Majalis)

 

Ketahuilah bahwa, setelah Allah Taala menyebutkan pada ayat yang terdahulu bahwa Dia mengetahui apa-apa yang mereka rahasiakan dan apa-apa yang mereka nyatakan, maka Dia lanjutkan dengan keterangan yang menunjukkan bahwa Dia pun mengatahur  makhluk dongan tugas mereka masing masing

 

Dalam ayat ini ada beberapa masalah

 

Masalah pertama, Aszznyany berkata : “Kata Addahbah adalah sebutan untuk senua binatang, karana dia merupakan isim yang diambil dari kata addabib Dan addabbah itu terbentuk dengan akhiran ha ta’nits, dan dia diartikan untuk setiap binatang yang bernyawa, baik jonis jantan maupun betina. Hanya saja, menurut kebiasaan orang Arab. kata ini khusus untuk arti kuda (alfarsas). Sedang yang dimaksud dengan kata ini di dalam ayat tadi adalah dan arti segi bahasanya yang asli. Jadi termasuk pula di dalamnya semua binatang Dan arti inilah yang disepakati oleh kalangan mufassirin.

 

Dan tidak diajukan, bahwa pembagian dan macam binatang itu banyak sekali. yaitu jenis-jenis yang hidupdidarat, laut dan gunung-gunung. Dan hanya Allah jualah yang mengetahui itu semua, sedang selain Dia tidak. Dan Allah mengetahui pula akan watakwatak mereka, anggota-anggota mereka, keadaan-keadaan mereka, makanan-makanan mereka, racun-racun mereka, dan tempat-tempat tinggal mereka, serta apa-apa yang cocok dan tidak dengan mereka. Dan Dia pula yang mengendalikan lapisan-lapisan langit dan bumi. (Dari Tafsir Alkabir)

 

Muncul pertanyaan : bahwa rezeki itu karunia dari Allah, sedang kata ‘ala berarti wajib. Jadi kedua kata ini bertolak belakang.

 

Jawab : pada tahap pertama rezeki itu memang merupakan karunia, namun pada tahap berikutnya, setelah Allah menjamin dan menanggungnya, maka menjadi wajib. Jadi, sebenarnya tidak ada pertentangan. Sama seperti dalam masalah nazar yang diucapkan oleh manusia. Misalnya puasa sunah, yang asalnya tidak wajib tetapi jika seseorang menazarkannya menjadi wajib.

 

Imam Zamakhsyari berkata : “Rezeki itu wajib menurut janji, karunia dan kebajikan Allah Taala. Maksudnya, bahwa rezeki itu tetap merupakan karunia Allah. Tetapi, setelah Dia menjanjikannya, padahal Dia tidak pernah kikir dengan apa yang telah dijanjikan-Nya, maka rezeki itu digambarkan dalam bentuk wajib, karena dua pengertian : Pertama, untuk memastikan sampainya rezeki itu, kedua, mengajak manusia agar bertawakkal kepada Allah dalam soal rezeki itu”. (Hasyiyah Al Kasysyaf).

 

Diceritakan, bahwa Imam Azzahidi ingin meyakinkan dirinya dengan benar-benar yakin tentang jaminan rezeki dari Allah itu. Maka dia pun berangkat ke hutan rimba dengan tujuan ke sebuah gunungdisana. Kemudian setelah tiba, dia masuk ke dalam sebuah gua, lalu dudukdisudut gua itu. Dalam hatinya dia berkata : “Saya ingin tahu, bagaimana Tuhanku memberiku rezekidisini”.

 

Syahdan, ada serombongan kafilah tersesat dari jalannya. Kemudian turun hujan deras mengguyur mereka. Maka mereka pun mencari tempat berlindung untuk berteduh. Dengan tidak disengaja, akhirnya mereka memasuki gua tempat sang imam berada, dan mereka pun melihatnya.

 

“Hai hamba Allah”, tegur mereka. Namun sang imam tidak menyahut. Maka mereka berkata sesama mereka : “Mungkin dia kedinginan sehingga tidak mampu berbicara”.

 

Lantas mereka menyalakan apididekat sang imam, agar dia dapat menghangatkan badan dan bisa diajak bicara. Namun dia tetap diam, tidak menyahut mereka.

 

“Barangkali orang ini lapar”, kata mereka pula. Lalu mereka suguhkan kepadanya makanan dan mereka persilahkan dia makan. Tetapi sang imam tidak bergerak sama sekali.

 

“Orang ini sudah lama sekali tidak mencicipi apa-apa”, kata mereka pula. “Mereka masukkanlah susu panas untuknya, supaya dia bisa memakannya”. Kemudian mereka membuat kue dari gula, lantas mereka berikan kepadanya. Tetapi dia pun tidak mau menyentuhnya.

 

“Gigi-giginya benar-benar telah terkatup”, kata mereka pula.

 

Maka bangkitlah dua orang di antara mereka. Mereka mengambil sebilah pisau untuk membuka mulutnya. Lalu dibukalah mulut sang imam dengan paksa, kemudian mereka Suapkan makanan ke dalam mulutnya. Maka sang imam pun tertawa.

 

“Kau gila”, ternak kedua lelaki itu dengan terperanjat.

 

“Tidak”, jawabnya. “Tetapi saya ingin mencoba Tuhanku tentang rezekiku. Maka tahulah aku, bahwa Dita tetap akan memberi rezeki kepadaku dan kepada semua hambaNya, apa pun adanya,dimanapun dia berada, dan bagaimana pun keadaannya”. (Raunaqul Majalis)

 

Cerita :

 

Sebab tobatnya Ibrahim bin Adham.

 

Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham pergi berburu.Ditengah perjalanan, dia singgah sejenakdisuatu tempat untuk beristirahat. Kemudian dia membuka bungkusannya hendak menyantap makanan. Ketika dia sedang dalam keadaan demikian, sekonyong-konyong datang seekor burung gagak menyambar sepotong roti yang adadibungkusan itu dengan paruhnya lalu terbang. Ibrahim merasa heran, lalu dia menunggang kudanya kemudian pergi mengejar burung itu, sampai akhirnya burung itu terbang ke puncak gunung lalu hilang dari pandangannya. Maka Ibrahim mendaki gunung itu untuk mencari burung gagak tersebut. Maka tampak olehnya burung itu dari kejauhan. Ketika didekatinya, burung itu tebang. Di tempat burung itu tadi dilihatnya ada seorang laki-laki yang terikat tangan dan kakinya dalam keadaan terlentang. Menyaksikan lelaki itu dalam keadaan yang mengenaskan itu, Ibarahim pun turun dari kudanya, lalu melepaskan tali yang mengikat orang tersebut. Kemudian ditanyainya tentang keadaan dan kisahnya.

 

“Sebenarnya saya dahulu adalah seorang saudagar”, cerita lelaki itu. “Saya dirampok oleh penyamun, semua harta dan barang-barang saya mereka rampas semua. Mereka tidak membunuh saya, namun mengikat saya, kemudian melemparkan sayaditempat ini, sudah tujuh hari. Setiap hari datang burung gagak ini membawa roti. Burung itu bertenggerdiatas dadaku, lalu meremah-remah roti itu dengan paruhnya, kemudian dia suapkan ke dalam mulutku. Rupa-rupanya, Allah tidak membiarkan saya kelaparan selama ini”.

 

Setelah mendengar cerita orang itu, Ibrahim kembali menunggang kudanya, sambil memboncengkan orang itudibelakangnya. Dibawanya orang itu kembali ke tempat persinggahannya. Sesampainyadisana, bertobatlah Ibrahim bin Adham. Ditanggalkannya pakaiannya yang mewah-mewah, lantas dia mengenakan kain wol yang kasar. Kemudian dia merdekakan semua hamba sahayanya, dan diwakafkannya tanah-tanah dan seluruh miliknya. Sambil membawa sebuah tongkatditangannya, dia berangkat menuju Mekah tanpa bekal dan tunggangan. Dia hanya bertawakkal! kepada Allah, tidak peduli dengan bekal. Namun, dia tidak pernah kelaparan sampai akhirnya tibadiKakbah. Maka bersyukuriah dia kepada Allah Taala. (Hadis Arba’in)

 

Hatim Al Asham berkata : “Tawakkal itu ada empat macam : (1) tawakkal kepada makhluk, (2) tawakkal kepada harta, (3) tawakkal kepada diri sendiri, dan (4) tawakkal kepada Allah. Orang yang bertawakkal kepada makhluk akan berkata : “Selagi masih ada si Fulan, saya takkan susah”. Orang yang bertawakkal kepada harta akan berkata : “Selagi hartaku masih banyak, maka tidak akan ada sesuatu yang dapat membahayakanku”. Orang yang bertawakkal kepada dirinya akan berkata : “Selagi badanku sehat, saya tidak akan kurang suatu apa”. Ketiga macam tawakkal ini adalah tawakkalnya orang-orang jahil. Sedang orang yang betawakkal kepada Allah akan mengatakan : “Aku tidak peduli, apakah aku jadi orang kaya atau miskin. Karena Allah selalu menyertaiku. Dia menggenggamku menurut yang dikehendaki-Nya”. (Hadis Arba’in)

 

Allah Taala befiman :

 

Artinya : ‘Makanlah dari rezoki yang dikaruniakan oleh Tuhanmu, dan bersyukurlah kepada-Nya”

 

Hakikat syukur talah, tdak menggunakan nikmat Allah untuk berbuat maksiat kepada-Nya Dan hendaklah Anda menggunakan tiap-tiap anggota tubuh Anda untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang sepatutnya. Maka hendaklah Anda menjaga ketujuh anggota tubuh Anda dari segala hal yang diharamkan dan dimakruhkan, agar tujuh pintu Jahannam yang mempunyai jurang-jurang yang dalam tertutup dari Anda. Apabila anggotaanggota tubuh Anda itu Anda gunakan untuk melakukan ibadat-ibadat dan ketaatanketaatan yang memang dia diciptakan untuk itu, dengan kehadiran pemimpinnya, yaitu gumpalan hati, dan dengan cara yang tulus ikhlas, maka terbukalah untuk Anda pintupintu surga yang delapan. (Syarah Al Mashabih)

 

Apabila Anda telah mengerti bahwa orang yang bertawakkal kepada Allah tidak akan kelaparan, dan bahwa rezeki tiap-tiap makhluk itu menjadi tanggungan Allah Taala sebagaimana telah dinyatakan oleh nash dalam kitab Allah yang mulia, maka ketahuilah apa yang akan dibacakan kepada Anda, yaitu hadis-hadis yang keluar dari Nabi penutup tentang boleh tidaknya meminta-minta.

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Seorang lelaki selalu meminta-minta kepada orang-orang sehingga pada hari kiamat kelak, dia datang sedang pada wajahnya tidak terdapat secuil daging pun”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Umar).

 

Adapun yang dimaksud dengan kalimat tidak ada secuil daging pun diwajah peminta-minta itu pada hari kiamat kelak, ialah aib dan kehinaan yang akan ditemuinya di akhirat. Karena pada prinsipnya meminta-minta itu hukumnya haram dan tidak diperbolehkan, melainkan pada saat darurat. Adapun sebab meminta-minta itu diharamkan, karena dia tidak bisa dipisahkan dari beberapa perkara : (Pertama), menampakkan keluhan terhadap Allah. Maksudnya, sebagaimana seorang budak yang meminta-minta itu memperburuk Citra tuannya maka begitu pula seorang hamba Allah yang meminta-minta. Hal inilah yang menyebabkan perbuatan meminta-minta itu diharamkan dan tidak halal kecuali dalam keadaan darurat, sebagaimana tidak halal memakan bangkai kecuali dalam keadaan darurat. (Kedua) menghinakan diri kepada selain Allah, padahal seorang mukmin tidak sepatutnya menghinakan dirinya kepada selain Allah Taala. (Ketiga) pada umumnya perbuatan meminta-minta itu menyakiti hati orang yang diminta. Karena, barangkali hatinya tidak berkenan memberikan sesuatu, tetapi dia merasa malu tampak sebagai orang kikir bila tidak memberi. Dengan memberi maka akan berkurang hartanya, sedangkan jika dia tidak memberi akan rusak kehormatannya. Dan masing-masing dari keduanya mengakibatkan sakit hati. Padahal menyakiti hati orang lain itu hukumnya haram, tidak halal kecuali jika dalam keadaan darurat. Selain itu, kalaupun dia memberi, maka pemberiannya itu hanyalah karena malu atau riya, sehingga menjadi haramlah bagi si penerima untuk mengambilnya.

 

Apabila anda telah memahami akan larangan-larangan tadi, maka anda pun akan memahami maksud sabda Nabi saw. berikut ini :

 

Artinya : “Meminta-minta itu termasuk perbuatan yang keji, dan aku tidak menghalalkan sesuatu pun dari perbuatan-perbuatan keji itu selain daripadanya”.

 

Perhatikanlah, betapa Nabi menyebut perbuatan meminta-minta itu sebagai perbuatan yang keji Dan tidak disangsikan bahwa, perbuatan keji itu tidak diperbolehkan kecuali pada waktu darurat. Tetapi, para ulama berselisih pendapat, bilakah meminta-minta itu dihalalkan?. Sebagian mereka berpendapat, barangsiapa telah mendapatkan makanan untuk siang han dan makanan untuk malam harinya, maka dia tidak halal lagi meminta-minta. Dan sebagian yang lain mengatakan, barangsiapa mampu berusaha, maka dia tidak boleh meminta-minta, kecuali apabila waktunya itu habis untuk menuntut Ilmu Sementara itu ada pula yang berpendapat, kita tidak bisa menetapkan ukuran tetapi kita hanya dapat mengetahuinya dengan ketentuan wahyu. Dalam hadis telah dinyatakan, bahwa Nabi saw. bersabda

 

Artinya : “Merasa cukuplah kamu dengan apa yang Allah cukupkan. Para sahabat bertanya : Apa itu, Ya Rasulullah?. Beliau menjawab : Makanan siang dan makanan malam”.

 

Dan dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa meminta, padahal dia mempunyai uang lima puluh dirham atau emas yang seharga dengannya, maka berarti dia telah meminta-minta dengan paksa”

 

Sedang menurut redaksi lain, “empat puluh dirham’.

 

Perbedaan-perbedaan riwayat mengenai batasan yang membolehkan meminta-minta ini harus dikaitkan dengan berbagai faktor yang berbeda-beda. Apa saja yang dibutuhkan oleh si peminta untuk waktu sekarang, seperti makanan untuk hari ini sampai malamnya, pakaian untuk dipakainya, dan tempat berlindung untuk menginap, maka itu tidak perlu diragukan lagi (bahwa dia dibolehkan meminta). Adapun kalau dia meminta untuk masa yang akan datang, maka itu tidak boleh. Karena dalam hal ini ada tiga macam permintaan : (1) permintaan yang dia butuhkan untuk esok, (2) yang dia butuhkan sesudah empat puluh atau lima puluh hari yang akan datang, (3) yang dia butuhkan sesudah satu tahun.

 

Lalu kita putuskan, bahwa orang yang memiliki sesuatu yang bisa mencukupinya dan mencukupi keluarganya selama satu tahun, maka dia haram meminta. Karena hal itu merupakan puncak kekayaan. Dan kalau sesuatu itu dia butuhkan sebelum habis tahun itu, tetapi di waktu itu dia mampu meminta dan masih punya kesempatan lain untuk meminta, maka dalam hal ini pun dia tetap tidak halal meminta. Karena sebenarnya pada saat itu dia belum perlu meminta. Bahkan barangkali dia tidak sempat hidup sampai esok. Dengan demikian, berarti dia telah meminta sesuatu yang tidak dia butuhkan. Jika dia masih mempunyai apa-apa yang mencukupinya untuk makan siangnya dan makan malamnya, jika dia akan kehilangan kesempatan untuk meminta, sedangkan kalau dia menunda permintaannya maka tidak akan ada lagi orang yang akan memberinya, maka dia boleh meminta. Karena tinggal selama satu tahun itu tidaklah lama, namun dengan menangguhkan permintaan, dia kuatir akan merana dan tidak mampu memperoleh sesuatu yang mencukupinya.

 Adapun penangguhan waktu di mana dia perlu meminta tidak bisa dipastikan, dan hal itu bergantung kepada ijtihad si peminta dan pandangannya terhadap dirinya sendiri. Jadi dia bisa menanyai hatinya sendiri, kemudian melakukan apa kata hatinya tanpa mendengarkan bisikan setan. Karena setan itu memang suka menakut-nakuti seseorang dengan kemiskinan dan menganjurkannya supaya berbuat keji, yang hanya diperbolehkan karena darurat. Sebab orang yang sudah tidak mampu lagi berusaha, sedang dia sanyat lapar dan kuatir akan keselamatan dirinya, maka dia wajib meminta. Karena meminta pun termasuk salah satu macam usaha, berdasarkan salah satu riwayat, bahwa Nabi saw. bersabda :

Artinya : “Meminta adalah usaha yang terakhir”

Sesungguhnya tidak mau meminta dalam keadaan seperti itu sampai akhirnya dia meninggal dunia, maka dia berdosa. Karena berarti dia menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan. Apabila permintaan itu dapat mengantarkan dirinya kepada sesuatu yang dapat menegakkan dirinya, maka meminta dalam keadaan seperti itu sama halnya dengan usaha (kasab). Dan tidaklah hina meminta dalam keadaan seperti itu. Kehinaan itu hanya bagi orang yang meminta tanpa hajat. Karena orang yang masih memiliki makanan untuk hari yang tengah dijalaninya, dia tidak halal meminta. Sebab berarti dia menghinakan dirinya tanpa alasan darurat, dan berarti dia telah menyalahi hadis di atas. (Dari Majlis Ar Rumi secara ringkas).

28. PENJELASAN TENTANG CELAAN TERHADAP ORANG YANG MEMBANTU ORANG ZALIM

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh oleh api neraka, dan sekali-kali kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan”. (QS. Hud : 113).

Tafsir : ,

(.     ) Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim. Janganlah kamu condong kepada mereka sedikit jua pun. Karena Ar Rukun artinya, condong sedikit. Seperti, berpakaian meniru pakaian mereka dan menghormati nama mereka.

(.    ) yang menyebabkan kamu disentuh oleh api neraka. Dikarenakan kecondonganmu kepada mereka. Apabila kecondonganmu kepada siapa pun yang ada di antara mereka, itupun disebut zalim, maka betapa pula kecondongan kepada orangorang zalim itu sendiri, yakni mereka yang berpredikat zalim. Kemudian condong kepada mereka sepenuhnya, kemudian tentang kezaliman itu sendiri dan bergelimang di dalamnya?.

 Barangkali ayat ini merupakan gambaran yang paling jitu dalam melarang kezaliman dan mengancam orang melakukannya.

 Dan sasaran pembicaraan ayat ini yang ditujukan kepada Rasul dan orang-orang yang beserta Beliau adalah untuk memantapkan istigamah, yaitu adil (keseimbangan). Karena bergesar dari istigamah, dengan condong kepada salah satu ujung dari dua sifat, keterlaluan (ifrat) dan kelalaian (tafrit) adalah kezaliman terhadap diri sendiri atau orang lain, bahkan ia merupakan kezaliman yang ada dalam dirinya sendiri.

 

Kata     dalam ayat tadi dibaca juga dengan mengkasrahkan huruf ta, sesuai dengan dialek Tamim menjadi     . Dan dibaca juga      sebagai mabni majhul dari kata     .

 

(.     ) dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah. yakni penolong yang dapat menolak azab darimu. Waw di ayat ini adalah Wawul Hal (.     ), yaitu yang menunjukkan kepada keadaan.

 

(.   ) kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. Maksudnya, kemudian kamu tidak akan ditolong oleh Allah. Karena telah menjadi keputusan-Nya bahwa Dia akan mengazab kamu dan tidak akan membiarkan kamu begitu saja.

 

Kata   di sini berarti, tidak mungkin Allah memberi pertolongan kepada mereka, padahal Dia telah mengancam mereka dengan azab atas perbuatan zalim mereka, dan memastikan azab itu atas mereka. Dan bisa juga   itu menempati posisi   yang berarti menyatakan mustahil. Maksudnya, setelah Allah Taala akan mengazab mereka, dan bahwa selain dari Allah tidak akan ada yang mampu menolong mereka, maka dapatiah disimpulkan bahwa mereka sama sekali takkan tertolong. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari Abu Thalhah ra., bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. datang, sedang wajah Beliau memancarkan kegembiraan. Lalu para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami benar-benar melihat kegembiraan di wajah Baginda”. Beliau menjawab : “Telah datang malaikat kepadaku lalu berkata : “Ya Muhammad, tidak senangkah Anda jika Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung berfirman, bahwasanya tidak seorang pun dari umatmu yang bersalawat kepadamu, melainkan Aku merahmatinya sepuluh kali, dan tidak seorang pun dari umatmu mengucapkan salam kepadamu, melainkan Aku menyalaminya sepuluh kali pula”. Rasulullah berkata : “Maka aku jawab, “ Tentu, saya suka”. (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dll.)

 

Dan diriwayatkan pula, bahwa ada seorang yang zalim hendak berkunjung menemui seorang alim yang zahid. Ketika orang zalim itu mendekat, maka orang zahid itu menutup wajahnya. Lantas, anaknya menyampaikan alasannya, katanya : “Sesungguhnya ayahku sakit berat, sehingga karenanya dia menutupi wajahnya”. Namun orang tua yang zahid itu menukas : “Saya tidak sakit dan tidak pula nyeri, tetapi saya ingin agar tidak melihat wajahmu”. Maka pulanglah orang zalim itu, kemudian dia bertobat dan meminta ampun kepada Allah. Maka Allah Taala pun mengampuni keduanya. Adapun terhadap orang zahid itu, karena dia tidak mau melihat kepada wajah orang zalim tersebut, sedangkan terhadap orang zalim itu karena dia ia bertobat dari kezalimannya. Demikian saya dengar dari guruku, semoga Allah merahmatinya.

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mendoakan orang yang zalim agar panjang umur, maka berarti dia ingin agar Allah didurhakai di muka bumi-Nya”.

 

Pernah suatu ketika, Sufyan ditanya orang mengenai seorang yang zalim yang hampir mati di sebuah hutan, bolehkan diberi seteguk air?. Maka jawabnya, “Tidak”.

 

“Dia bisa mati”, kata penanya itu pula.

 

Dengan tegas Sufyan menjawab : “Biarkan dia mati”.

 

(Demikian disebutkan dalam Arrajabiyah)

 

Dan dari Maimun bin Mahran, katanya : “Bersahabat dengan seorang penguasa itu ada dua bahayanya : jika Anda menuruti apa katanya, maka itu bisa membahayakan agaIna Anda, dan jika Anda mendurhakainya, maka itu bisa membahayakan jiwa anda. Yang paling baik adalah Anda tidak mengenal dia dan dia pun tidak mengenal Anda”. (Tanbihul Ghafilin).

 

(Diceritakan), seorang zalim menganiaya seorang yang lemah selama bertahuntahun. Ketika penganiayaan itu berkelanjutan sampai sekian lama, maka suatu hari, berkatalah orang yang teraniaya itu kepada si zalim : “Sesungguhnya perbuatan aniayamu terhadap diriku melegakan aku karena empat perkara : maut akan menyambut kita, kulur akan menghimpit kita, kiamat akan mengumpulkan kita, dan Tuhan akan mengadili di antara kita”. (Dari Akhlashul Khassah)

 

Dan Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membuat suatu tradisi yang baik (yakni dalam Islam), sedang tradisinya itu diikuti oleh orang banyak. Maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang ikut melakukannya”.

 

Yakni : bahwa setiap orang yang melakukan tradisi tersebut sepeninggalnya, maka pahalanya akan dicatatkan pula untuk dirinya.

 

“Dan barangsiapa membuat suatu tradisi yang buruk, dan dia menjadi panutan orang dalam melakukan tradisi tersebut, maka dia akan menerima dosanya dan dosa setiap orang yang menirunya”.

 

Yakni, setiap orang yang melakukan tradisi buruk tersebut, maka akan dicatatkan pula untuknya dosanya dan dosa siapa saja yang menirunya. (Dari hadis-hadis Bukhari dan Muslim)

 

Dari sahabat Umar ra., katanya : “Nabi saw. ditanya tentang hamba yang paling dicintai Allah Taala. Beliau menjawab : “Orang yang paling berguna bagi orang lain”. Dan Beliau ditanya pula tentang amal yang paling utama, maka jawab Beliau : “Memasukkan rasa gembira ke dalam hati seorang mukmin, dengan mengusir rasa lapar darinya, atau menghilangkan kesusahan darinya, atau melunasi hutangnya. Dan barangsiapa berjalan bersama seorang muslim dalam memenuhi hajatnya, maka dia seolah-olah berpuasa dan beriktikaf selama satu bulan. Dan barangsiapa berjalan bersama seorang yang teraniaya yang dia tolong, maka Allah akan memantapkan telapak kakinya di atas sirat (titian di atas neraka) pada hari banyak telapak kaki yang terpeleset. Dan barangsiapa menahan amarahnya, maka Allah akan menutupi aibnya. Dan sesungguhnya budi yang buruk akan merusak iman sebagaimana cuka merusak madu”.

 

Dari hadis ini dapat diketahui bahwa, hamba yang paling disukai Allah ialah orang yang paling berguna bagi orang lain. Amal yang paling utama ialah menimbulkan rasa gembira ke dalam hati orang mukmin, dengan cara menolak lapar darinya, atau menghilangkan kesusahannya, atau melunasi hutangnya. Dan barangsiapa berjalan menyertai saudaranya yang muslim dalam memenuhi hajatnya, maka seperti puasa disertai iktikaf selama satu bulan. Dan barangsiapa berjalan menyertai orang yang teraniaya yang ditolongnya, maka Allah akan memantapkan kedua telapak kakinya di atas sirat, sebagaimana telah diterangkan tadi. Dan ini dikuatkan pula oleh hadis yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasululiah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menolong orang yang teraniaya yang sedih dan terbuang, Allah akan mencatatkan baginya tujuh puluh tiga ampunan, salah satu di antaranya adalah berupa perbaikan nasibnya di dunia, dan yang tujuh puluh dua merupakan derajat di akhirat”.

 

Juga masih sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersahda:

 

Artinya : “Barangsiapa di waktu pagi tidak memendam niat menzalimi seorang pun, maka akan diampunilah kejahatan yang telah dilakukannya. Dan barangsiapa di waktu pagi memendam niat untuk menolong orang yang teraniaya dan memenuhi hajat orang muslim, maka dia memperoleh pahala seperti pahalanya haji yang mabrur’

 

Begitu pula diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menghilangkan dari seorang muslim suatu kesusahan di dunia, maka Allah akan menghilangkan darinya salah satu kesusahan dan kesusahan-kesusahan pada hari kiamat. Dan Allah senantiasa menolong hambanya selagi hambanya itu menolong saudaranya.

 

Dan juga diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menolong orang yang teraniaya, maka Allah akan menolongnya pada hari kiamat ketika melintasi sirat, dan memasukkannya ke dalam surga. Dan barangsiapa melihat orang yang teraniaya dan orang itu meminta tolong kepadanya, namun dia tidak sudi menolongnya, maka dia akan dicambuk di dalam kuburnya dengan seratus cambuk dari api”. (Majalis Al Bashri)

 

Dan disebutkan di dalam atsar :

 

Pada hari kiamat kelak, suatu seruan akan terdengar : “Hadapkanlah kepada-Ku Firaun!”. Maka Firaun pun dibawa menghadap, kepalanya memakai peci dari api neraka, mengenakan baju dari ter yang panas, sambil menunggang seekor babi, kemudian diserukan pula : “Mana orang-orang yang pongah lagi sombong?”. Maka mereka pun dihadapkan pula. Kemudian semuanya diberangkatkan ke neraka dengan dipimpin oleh Fir’aun.

 

Selanjutnya diserukan : “Mana Qabil?”. Maka Qabil pun dibawa menghadap. Kemudian diserukan lagi: “Mana para pendengki, biar Aku gabungkan mereka dengannya, karena dia adalah pemimpin mereka ke neraka”.

 

Selanjutnya diserukan : “Mana Ka’ab bin Asyraf, pemuka ulama Yahudi ?”. Sebagaimana diberitakan dalam sebuah khabar : “Sekiranya dia beriman, niscaya semua orang Yahudi ikut beriman pula”. Maka Ka’ab bin Asyraf pun dihadapkan pula. Kemudian diserukan : “Mana orang-orang yang menyembunyikan kebenaran dan ilmu?”. Maka para malaikat menggiring mereka bersamanya ke neraka, karena Ka’ablah pemimpin mereka. Kemudian diserukan kembali : “Mana Abu Jahal?”. Maka dihadapkanlah dia. Setelah Itu diserukan pula : “Mana orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasui-Nya?”. Maka Abu Jahal menjadi pemimpin mereka ke neraka.

 

Seterusnya diserukan pula : “Mana Walid bin Mughirah?”. Dia pun lalu dihadapkan.

 

Kemudian diserukan kembali : “Manakah orang-orang yang suka memperolok-olokkan orang-orang muslim yang miskin?. Dialah pemimpin mereka ke neraka.

 

Selanjutnya diserukan : “Mana Ajda, kaum Luth yang mencontohkan perbuatan liwath?”. Ajda pun dibawa menghadap. Kemudian diserukan kembali : “Mana orang-orang yang suka meliwath?”. Mereka pun dihadapkan. Dan Ajdah menjadi pemimpin mereka ke neraka.

 

Lantas diserukan : “Mana Umru Al Oais?”. Dia pun didatangkan. Kemudian para penyair lainnya yang telah berdusta juga dikumpulkan. Dan Umru Al Qais menjadi pemimpin mereka ke neraka.

 

Seterusnya diserukan : “Mana Musailmah Al Kazzab?”. Setelah Musailimah dihadapkan, maka diserukan pula : “Mana mereka yang telah mendustakan Alkitab?” Musa:limahlah pemimpin mereka ke neraka.

 

Dan akhirnya diserukan : “Mana Iblis yang terkutuk itu?” maka Iblis pun dibawa menghadap. Kemudian Iblis berkata : “Wahai Hakim yang Mahaadil, serahkanlah kepadaku bala tentaraku, tukang-tukang azanku, ahli-ahli giraatku, para penulis mushafku menteri-menteriku, para ahli fikihku, juru-juru kunci gudangku, para saudagarku, pemain-pemain tamburku dan pengawal-pengawalku”.

 

Iblis ditanya : “Hai makhluk terkutuk yang terusir, siapakah bala tentaramu ?”.

 

Iblis menjawab : “Bala tentaraku ialah orang-orang yang bersikap tamak. Tukangtukang azanku ialah para pemain musik. Ahli-ahli giraatku ialah para penyanyi. Penulispenulis mushafku ialah tukang tato dan yang minta ditato. Ahli-ahli fikihku ialah orangorang yang suka memperolok-olokkan orang lain yang sedang ditimpa musibah, sedang dia makan yang enak-enak. Juru-juru kunci gudangku ialah mereka yang datang ke meja minuman keras dan menolak membayar zakat. Saudagar-saudagarku ialah orang yang menjual alat musik. Pemain-pemain tamburku ialah mereka yang suka memukul gendang dan rebana. Dan pengawal-pengawalku ialah mereka yang menanam anggur untuk dijadikan minuman keras”.

 

Kemudian keluarlah seekor ular, panjang lehernya sejauh perjalanan tujuh puluh tahun. Ular itu mengumpulkan mereka lalu menggiring mereka ke neraka. Setelah itu diserulah seluruh makhluk untuk dihisab. Allah Taala berfirman : “Hai Jibril, orang yang pertama-tama memasuki surgaku ialah Muhammad”.

 

Lantas dipasangkanlah ke atas kepala Beliau sebuah mahkota yang terbuat dari cahaya. Beliau mengenakan sutera hijau, sedang di hadapan Beliau ada tujuh puluh ribu panji dibawa orang. Dan Beliau sendiri memegang Liwaul Hamdi. Kemudian diserukan : “Manakah orang-orang yang dahulu lebih memilih hidup miskin dan berbuat kebajikan kepada orang-orang miskin, sedang mereka menempuh jalan Muahmmad dan mengikuti sunnahnya?. Berangkatlah kamu sekalian bersama Nabimu ke surga”.

 

Setelah itu, didatangkan Nabi Adam as. sedang di atas kepalanya ada mahkota dari cahaya dan di hadapannya ada delapan ribu panji. Lantas ditanyakan : “Mana orangorang yang telah berhaji dan berumrah?”. Adam as. adalah pemimpin mereka menuju surga.

 

Kemudian didatangkan pula Nabi Ibrahim as., sedang di hadapan Beliau ada dua puluh ribu panji. Lalu diserukan : “Mana orang-orang yang suka kepada tamu dan suka berbuat baik kepada orang asing?”. Ibrahimlah pemimpin mereka ke surga.

 

Selanjutnya didatangkanlah Nabi Yusuf as., sedang di hadapannya ada sepuluh ribu panji. Kemudian diserukan : “Mana orang-orang yang tidak menuruti keinginan hawa nafsunya ketika mampu melampiaskannya?”. Nabi Yusuflah pemimpin mereka ke surga.

 

Selanjutnya didatangkan pula Nabi Ya’kub as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang suka berbuat kebajikan kepada tetangga-tetangga mereka?”. Nabi Ya’kublah pemimpin mereka ke surga.

 

Kemudian dihadapkan Nabi Musa as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang berani mengatakan yang hak demi keridhaan Allah Taala semata?”. Nabi Musalah pemimpin mereka ke surga.

 

Berikutnya, Nabi Harun as. dibawa menghadap, lalu diserukan : “Mana orang-orang yang berlaku adil ketika menjadi pemimpin?”. Nabi Harunlah pemimpin mereka ke surga.

 

Sesudah itu, didatangkan pula Nabi Ayyub as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang bersabar di kala menghadapi penyakit dan bencana?”. Nabi Ayyublah pemimpin mereka ke surga.

 

Kemudian didatangkan pula Abubakar Assiddiq ra., sedang di atas kepalanya terpasang mahkota dari cahaya, dengan berpakaian sutera halus dan sutera tebal. Lantas diserukan : “Mana orang-orang yang siddig?”. Abubakariah pemimpin mereka ke surga.

 

Setelah itu, Umar bin Khattab ra., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang suka menyuruh kepada kebajikan dan melarang dari kemunkaran?”. Lmariah pemimpin mereka ke surga.

 

Berikutnya, Utsman bin Affan ra. dibawa menghadap, lalu diserukan : “Mana orangorang yang tidak melakukan perbuatan maksiat karena malu kepada Allah?”. Utsmanlah pemimpin mereka ke surga.

 

Kemudian didatangkan pula Ali bin Abi thalib ra., Jalu diserukan : “Mana orang-orang yang berperang di jalan Allah ?”. Allah pemimpin mereka ke surga.

 

Selanjutnya dihadapkan pula Hasan dan Husein ra. lalu diserukan : “Mana orangorang yang teraniaya dan terbunuh dalam mentaati Allah?”. Mereka berdualah sebagai pemimpin mereka ke surga.

 

Setelah itu, dihadapkan sahabat Muaz bi Jabal ra., lalu diserukan : “Mana para fukaha?”. Muazlah pemimpin mereka ke surga.

 

Selanjutnya dihadapkan pula sahabat Bilal Alhabsyi ra., lalu diserukan : “Mana para tukang azan?”. Bilallah pemimpin mereka ke surga. (Tafsir Attaisir).

 

Dalam sebuah hadis disebutkan :

 

Artinya : “Barangsiapa menyakiti seorang mukmin berarti telah menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku berarti telah menyakiti Allah Taala: dan barangsiapa menyakiti Allah Taala maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka”.

 

Yakni, berganti tempat dari surga ke neraka.

 

Apabila telah bangkit hari kiamat, maka orang yang teraniaya akan menggandoli orang yang menganiayanya, dan orang yang bersengketa akan menggandoli seterunya, sambil mengatakan : “Di antara aku dan kamu ada Yang Mahaadil dalam hukum-Nya”. Orang-orang zalim itu akan mengetahui apa yang diperlakukan terhadap mereka ketika sebagian dari kebaikan-kebaikan mereka diambil lalu diserahkan kepada orang-orang yang pernah mereka zalimi. (Demikian tersebut di dalam Zubdatul Wa’izhin)

 

(Diceritakan) dari sahabat Bila! ra., katanya : “Dahulu, kami pernah berada bersamaSama Rasulullah saw. di rumah sahabat Abubakar Assiddig ra., di Mekah. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Maka saya pun keluar, dan ternyata ada seorang laki-laki Nasrani. Dia bertanya : “Apakah di sini ada Muhammad bin Abdullah?”.

 

Orang itu saya persilakan masuk. Kemudian dia berkata : “Ya Muhammad, Tuan mengaku bahwa Tuan adalah utusan Allah. Kalau memang benar demikian, tolonglah Saya menghadapi orang yang telah menganiayaku”.

 

“Siapakah yang menganiayamu?”. Tanya Rasulullah.

 

“Abujahal bin Hisyam,”, jawabnya. “Dia telah merampas hartaku”.

 

Maka bangkitlah Rasulullah saw. ketika itu, waktu sudah tengah hari.

 

Bilal meneruskan ceritanya :

 

Kami berkata kepada Beliau : “Ya Rasulullah, sesungguhnya Abujahal saat ini masih tidur siang. Hal itu akan memberatkan dia. Dan kami kuatir dia akan marah kepada Baginda dan menyakiti Baginda”.

 

Namun Beliau tidak memperdulikan perkataan kami. Beliau tetap pergi kepada Abujahal dan mengetuk pintu rumah Abujahal dengan marah. Kemudian keluarlah Abujahal dengan marah pula. Ternyata yang berdiri di pintunya adalah Rasulullah saw. Maka Abujahal berkata dengan nada lunak : “Silakan masuk. Tidakkah sebaiknya Anda suruh orang saja kepadaku, supaya saya datang kepadamu?”.

 

Rasulullah saw. berkata : “Engkau talah merampas harta orang Nasrani ini ?. kembalikan kepadanya hartanya itu!”.

 

“Untuk inikah Anda datang?” Kata Abujahal. “Sekiranya anda menyuruh seseorang kepadaku, saya pasti akan mengembalikan hartanya kepadanya”.

 

“Jangan berlama-lama”, tegas Rasulullah. “Cepat serahkan hartanya kepadanya”.

 

Lantas Abujahal berkata kepada budaknya : “Keluarkan semua yang telah aku ambil dari dia, dan kembalikan kepadanya”.

 

Rasulullah bertanya : “Hai laki-laki, apakah semua hartamu telah engkau terima semuanya?”.

 

Lelaki Nasrani itu menjawab : “Ya, kecuali sebuah keranjang”. Keluarkan keranjang itu”, perintah Rasulullah kepada Abujahal. Maka dia pun mencari keranjang itu di dalam rumahnya, namun tidak ditemukannya. Maka Abujahal pun lalu menyerahkan sebuah keranjang yang lain kepada orang Nasrani itu, yang lebih baik daripada keranjang miliknya itu.

 

Kemudian istri Abujahal berkata kepada suaminya : “Demi Allah, engkau benar-benar telah merendahkan diri kepada anak yatim Abu Thalib!”.

 

Abujahal menjawab : “Seandainya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, pasti engkau tidak akan berkata demikian!”.

 

“Apa yang engkau ketahui?”. Tanya perempuan itu.

 

Suaminya menjawab: “Engkau jangan membikin aku malu di tengah-tengah kaumku. Aku melihat di kedua pundak Muhammad dua ekor singa. Tiap kali aku hendak mengatakan : “Takkan aku berikan”, maka keduanya hampir menerkam aku. Oleh karena itu, aku pun menurut”.

Bilal melanjutkan ceritanya :

 “Setelah orang Nasrani itu menyaksikan apa yang dialami oleh Abujahal, maka berkatalah dia: “Ya Muhammad, sungguh Tuan adalah seorang utusan Allah, dan agamamu adalah benar”. Kemudian dia pun masuk Islam, dan baik Islamnya, dengan berkat karena menolong yang teraniaya. (Zubdatul Wa’izhin) 

29. PENJELASAN TENTANG KEADAAN-KEADAAN MANUSIA PADA HARI KIAMAT

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim : “Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami mematuhi seruan Engkau, dan akan mengikuti rasul-rasul”, (kepada mereka dikatakan), “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa.

Dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan”. (QS. Ibrahim : 4445)

Tafsir :

 (.   ) Dan berikanlah peringatan kepada manusia, Hai Muhammad.

 

(.  ) tentang hari datangnya azab kepada mereka. Maksudnya, hari kiamat atau hari kematian. Karena itu merupakan permulaan dari hari-hari azab mereka. Dan kata   adalah maf’ul tsani dari kata   .

 

(.     ) maka berkatalah orang-orang yang zalim, dengan melakukan perbuatan syirik dan dusta.

 

(.    ) Oh Tuhan kami, beri tangguhlah kami, walaupun dalam waktu yang sedikit. Akhirkanlah azab dari kami dan kembalikanlah kami ke dunia, lalu beri tanghuhlah kami walaupun sampai batas waktu yang dekat. Atau, tundalah ajal kami dan biarkanlah kami hidup sekedar untuk beriman kepada-Mu dan memenuhi seruan-Mu.

 

(.    ) niscaya kami akan memenuhi seruan Engkau dan mengikuti rasul-rasul. Ini adalah jawaban dari amr (.    ). Adapun yang serupa dengan ayat ini adalah firman Allah dalam ayat lain, yang artinya : “Mengapakah Engkau tidak menanggur. kan aku sampai waktu yang dekat, maka aku dapat bersedekah dan menjadi orang yarg saleh”.

 

    Bukankah kamu telah bersumpah dahulu di duma) bahwa sekali-kali kamu tdak akan binasa?”. Maksudnya : dikatakan kepada mere. ka seperti itu adalah sebagai jawaban atas pertanyaan mereka. Sedang kata  . adalah jawab sumpah (jawabul gasam) yang disampaikan dengan lafaz khitab untuk penyesuaian, dan bukan hikayat. Artinya : Kamu telah bersumpah bahwa kamu akan hidup kekal di dunia, tidak akan binasa karena maut.

 

      dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri. Yaitu dengan kekufuran dan kemak. siatan, seperti kaum Ad dan kaum Tsamud.

 

     dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka, dengan apa-apa yang kamu saksikan di tempat-tempat kediaman mereka, yaitu bekas-bekas dari bencana yang telah menimpa mereka, dan berita-berita mengenai mereka yang tersebar luas di kalangan kamu sekalian.

 

    dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan, dan hal ihwal mereka. Yakni, Kami telah terangkan kepadamu bahwa kamu serupa dengan mereka dalam soal kekafiran dan kepantasan untuk diazab, atau sifat-sifat dari apa yang telah mereka lakukan dan yang sepantasnya diperlakukan terhadap mereka, yang dalam hal keganjilannya adalah ibarat perumpamaan-perumpamaan yang telah diberikan. (Qadhi Bajdhawi).

 

Dari sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mengucapkan salawat kepadaku satu kali, maka Allah akan merahmatinya sepuluh kali. Barangsiapa mengucapkan salawat kepadaku sepuluh kali maka Allah akan merahmatinya seratus kali. Dan barangsiapa mengucapkan salawat kepadaku seratus kali, maka Allah akan mencatatkan di antara kedua matanya dua kebebasan: kebebasan dari nifak dan kebebasan dari neraka. Dan Allah akan menempatkannya kelak pada hari kiamat bersama orang-orang yang mati syahid”. (Hayatul Qulub)

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya: “Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Pada han kiamat kelak, manusia akan dibangkitkan ke dalam tiga jenis. Jenis pertama berjalan kaki, yang kedua berkendaraan, dan yang ketiga berjalan di atas wajah meraka. Seseorang bertanya . Ya Rasulullah, bagaimana mereka berjalan di atas wajah mereka?.

 

Beliau menjawab : Sesungguhnya Allah yang menjalankan mereka dengan kaki mereka, dapat pula menjalankan dengan wajah mereka. Adapun mereka turun dengan cepat di atas wajah mereka dari tempat yang tinggi dan batu karang”. (HR. Tirmizi)

 

Adapun para pejalan kaki ialah orang-orang yang berdosa dari kalangan kaum mukminin. Yang naik kendaraan ialah orang-orang yang bertakwa Assabigun, yang tidak memiliki perasaan kuatir dan sedih di dalam hati mereka. Sedangkan orang-orang yang berjalan di atas wajah mereka ialah kaum yang kafir.

 

Dan boleh jadi pula, manusia terpecah ke dalam tiga golongan : satu golongan adalah dari kaum muslimin, yaitu mereka yang berkendaraan. Dan dua golongan lainnya adalah dari kaum yang kafir. Salah satunya adalah orang kafir yang sombong, congkak lagi pembangkang, yang tidak sudi menerima nasehat. Mereka ini dibangkitkan di atas wajah-wajah mereka. Sedang para pengikut mereka berjalan kaki. (Alhadis)

 

Sabda Nabi saw., yang artinya : “Orang-orang yang berpengharapan dan merasa takut yang akan datang nanti ialah orang-orang awam dari kaum mukminin, yang mencampur adukkan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Mungkin mereka ialah orang-orang yang melakukan perbuatan maksiat. Dan mereka ini termasuk golongan yang pertama. Sedang golongan yang kedua, yaitu yang berkendaraan, yang bergegas menuju kepada apa yang telah disediakan buat mereka di dalam surga. Mereka itu ialah orang-orang yang telah menjauhi perkara-perkara yang syubhat. Boleh jadi mereka itulah yang disebut Assabigun. (Ibnu Malik)

 

Para ulama telah sepakat atas sebuah riwayat dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Manusia akan dibangkitkan dalam tiga cara : orang-orang yang berpengharapan, orang-orang yang ketakutan, dua orang di atas satu unta, tiga orang di atas seekor unta, empat orang di atas seekor unta, dan sepuluh orang di atas seekor unta”.

 

Bilangan-bilangan ini adatah rincian dari tingkatan-tingkatan mereka secara kiasan dan perumpamaan. Orang yang tinggi tingkatannya, lebih sedikit sekutunya (dalam menunggangi unta), serta lebih cepat dan lebih dahulu mencapai surga.

 

Kalau anda tanyakan, naiknya dua orang dan lain-lain yang semisalnya itu, caranya bersama-sama atau bergantian?. Maka saya jawab : Dengan cara bergiliran. Tetapi lebih utama diartikan dengan cara bersama-sama. Sebab cara bergiliran itu tidak dapat diartikan dua atau tiga orang secara bersama-sama di atas seekor unta.

 

Adapun disebutkannya bilangan sepuluh secara khusus, tidak lain adalah sebagai tanda bahwa sepuluh itu merupakan bilangan pengendara terbanyak di atas seekor unta. Dan unta yang sanggup mengagumkan. Seperti unta Nabi Saleh as. yang kuat mengangkut beban yang tidak sanggup diangkut oleh unta-unta yang lain. Sedang tidak disebutkannya bilangan lima, enam dan seterusnya sampai sepuluh, hanyalah untuk mempersingkat saja. Dan juga, di antara orang-orang yang disebutkan di atas tidak disebutkan adanya seseorang yang menunggang unta sendirian saja. Hal ini karena yang dimaksudkan memang bukan orang khawas, tetapi orang biasa.

 

Tetapi itu mungkin juga merupakan tingkatan para nabi atau para wali. Sedang manusia lainnya digiring api, yaitu golongan ketiga. Yang dia tidur siang sebagaimana mereka tidur. Bermalam seperti mereka, berpagi seperti mereka, bersore seperti mereka. Maksudnya, bahwa api senantiasa menyertai golongan ini dalam segala keadaan mereka. Inilah orang-orang kafir.

 

Sebagian pensyarah ada yang mengatakan : penghimpunan ini terjadi menjelang hari kiamat. Selagi masih hidup, menuju ke Syam. Karena adanya kaitan, yaitu mereka tidur siang dan bermalam. Sebab hal seperti ini tentu hanya terjadi di dunia. Dan juga manus a diangkatkan dari dalam kubur tiada beralas kaki, tidak disifati dengan naik kendaraan atau saling bergantian naik kendaraan. Dan ini adalah tanda terakhir akan terjadinya kiamat, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis: “Dan akhir dari semua itu adalah api yang muncul dari dasar jurang Aden, yang menghalau manusia ke tempat penghimpunan mereka”.

 

Namun sebagian yang lain mengatakan, bahwa penghimpunan itu terjadi sesudah hari kebangkitan (kiamat). Karena, apabila penghimpunan itu disebutkan secara mut ak maka pengertiannya diarahkan kepada saat sesudah mati. Dan pendapat inilah yang dpi. lih oleh Imam Atturbusyi, karena hadis di atas yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berbunyi : Manusia akan dihimpun ke dalam tiga kelompok …. dst. sampai akhir hadis.

 

Adapun orang zalim, maka berdasarkan riwayat dari sahabat Abu Hurairah ra dar Nabi saw. dalam sebuah hadis yang Beliau riwayatkan dari Tuhannya Yang Mahatinggi bahwa Dia berfirman : ,

 

Artinya : “Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezal man atas diri-Ku dan atas hamba-hamba-Ku, maka janganlah kamu saling menzalimi. (HR. Muslim dan Attirmizi)

 

Maksud hadis ini ialah, bahwa sesungguhnya Aku Mahasuci dan Mahatinggi dan berlaku aniaya.

 

Dan dari sahabat Jabir ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Hindarilah olehmu kezaliman, karena kezaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat. Dan hindarilah olehmu kekikiran, karena kekikiran itu telah membinasakan umat sebelum kamu. Dia telah menyebabkan mereka menumpahkan darah sesama mereka dan menganggap halal kehormatan-kehormatan mereka”.

 

Al Qadhi Iyadh berkata : “Hadis ini diartikan menurut zahirnya, yakni kezaliman itu akan menjadi kegelapan bagi pelakunya, dia tidak akan mengetahui jalan pada han kiamat, pada saat cahaya orang-orang mukmin memancarkan di hadapan dan di sebelah kanan mereka. Tetapi kegelapan di sini bisa juga diartikan, kesusahan-kesusahan. Sedangkan maksud sabda Nabi saw., yang artinya : “… karena kikir itu telah membinasa-kan di sini ialah kebinasaan yang telah diberitakan, baik di dunia maupun di akhirat”.

 

Dan segotongan ulama ada pula yang mengatakan, bahwa makna Asy Syuhhu itu adalah kikir, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa Asy Syuhhu itu ialah tamak terhadap sesuatu yang bukan miliknya, sedang Al Bukhlu ialah tamak terhadap sesuatu yang menjadi miliknya.

 

Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa pernah menganiaya saudaranya, baik menyangkut kehormatannya atau sesuatu yang lam, maka hendaklah dia meminta maaf kepadanya han im. sebelum tiba saat yang ketika itu sudah tidak ada lagi dinar maupun dirham Kalau dia mempunyai amal saleh maka amalnya itu diambil sebagian selimbang dengan penganiayaannya ilu Dan seandainya dia tidak mempunyai kebaikan, maka sebagian keburukan kawannya itu diambil, lalu dibebankan kepadanya”. (HR. Bukhari dan Attirmizl)

 

Kalau Anda mengatakan, imi bertentangan dengan firman Allah Taala yang artinya ‘ (Dan seseorang tidaklah menanggung beban dosa orang iain). maka kami jawab : “Orang yang zalim itu sebenarnya dibalas sesuai dengan kezalmannya. Adapun diambilnya sebagian dan keburukan-keburukan orang yang teraniaya itu, tidak lain adalah untuk menngankan dia dan demi keadilan. Jadi. maksud ayat ini, bahwasanya kalau seseorang berkata kepada yang lam : “Aku tanggung dosamu”, maka dia tidak akan dihukum dengan dosa itu di akhirat kelak.

 

Al Fagih Abul Laits berkata : “Tidak ada dosa yang tebih besar daripada perbuatan yang zalim. Karena dosa (yang lain) itu, kalau terjadi antara kamu dengan Allah Taala, maka sesungguhnya Allah Taala Maha Pemurah untuk memaafkan kamu. Akan tetapi, jika dosa-dosa itu terjadi di antara kamu dengan sesama manusia, maka tidak ada jalan lan kecuali meminta kerelaan seterumu. Maka bagi para penganraya sepatutnya dia meminta ampun dan bertobat dari perbuatan aniaya itu dan meminta maaf kepada orang yang telah dianiayanya di dunia ini juga Apabila hal itu tidak bisa dilakukannya. maka sepatutnya dia memohonkan ampunan bag: orang yang telah dianianya itu dan mendoakannya. Karena dengan demikian, diharapkan dia bersedia memaafkan.

 

Dan Maimun bin Mahran, bahwa jika seorang laki-laki menganiaya orang lain, maka jika dia ingin meminta maaf kepadanya. namun tidak sempat dan tidak bisa melakukannya, lalu dia memohonkan ampunan untuk orang itu setiap habis salat fardhu, maka dia Insya Allah bisa tertepas dari penganiayaannya.

 

Seorang yang lain berkata : “Kezaliman itu ada tiga macam : kezahman yang diampuni oleh Allah Taala, jika Dia menghendaki. Kezaliman yang tidak diampuni Allah Taala, dan kezaliman yang bakal diadili oleh Allah Taala.

 

Adapun kezaliman yang diampuni Allah ialah kezafiman yang terjadi antara manusia dengan Tuhan mereka, sepert: meninggalkan salat, puasa, zakat, hay dan melakukan perkara-perkara haram. Adapun kezaliman yang tidak diampuni oleh Allah ialah syirik, sebagaimana diliimankan Allah Taala di dalam surah Annisa :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syink, dan Dia mengampuni semua dosa yang selain (syink) itu, bagi Siapa yang dikehendaki-Nya”

 

Ayat ini merupakan dalil bahwa, orang yang telah melakukan dosa besar, bila dia mati sebelum bertobat. maka dia benar-benar dalam ketentuan kehendak Ilahi. jika Allah menghendaki, maka Dia akan memaalkannya dan memasukkannya ke surga dengan kemurahan-Nya. Tetapi jika Dia menghendaki, bisa juga Dia mengazabnya. kemudian memasukkannya ke dalam surga dengan rahmat-Nya dan kebajikan-Nya. karena Allah Taala telah menjanjikan ampunan bagi selai syink. Sedangkan synik, maka dia memang penyebab kekal di dalam neraka.

 

Adapun kezaliman yang benar-benar akan diadili oleh Allah Taala talah kezaliman manusia di antara sesama mereka. Seperti : mengumpat, menggunjing, mengadudomba, membunuh orang tanpa alasan yang benar. Memakan harta haram, memukul, mencela dan hak-hak manusia yang lain.

 

Nasehat yang baik :

 

Diceritakan, bahwa Ad mempunyai dua orang putera, yang satu bernama Syadad dan yang lain bernama Syadid. Kedua-duanya menjadi raja dengan cara paksa. Namun Syadid kemudian mati, maka Syadadlah yang akhirnya menguasai dunia.

 

Syadad pernah membaca kitab-kitab suci, karenanya dia mendengar cerita tentang surga. Lantas dia berkata : “Saya akan membuat di dunia, seumpama surga di Muka bumi”. Kemudian dia mengajak raja-raja lain berunding, katanya : “Sesungguhnya aku Ingin membangun surga yang diceritakan Allah Taala di dalam Kitab-Nya”.

 

Maka raja-raja yang lain berkata : “Urusan ini terserah kepada paduka, karena dunia ini seluruhnya berada dalam kekuasaan paduka”.

 

Lalu dia memerintahkan kepada mereka supaya mengumpulkan emas dan perak dari timur dan barat. Kemudian mereka kumpulkan ahli-ahli bangunan. Ada tiga ratus orang ahli bangunan yang mereka pilih, yang masing-masing membawahi seribu orang tukang.

 

Mereka berkeliling selama sepuluh tahun untuk mencari lokasi yang tepat. Akhirnya mereka menemukan sebuah daerah yang tanahnya sangat subur, yang banyak ditumbuhi pepohonan dan dialiri oleh sungai-sungai. Lalu mulailah mereka membangun surga, satu farshakh demi satu farsakh, berupa bata yang terbuat dari emas dan bata yang terbuat dari perak. Setelah surga itu mereka bangun, maka mereka alirkan di sana sungai-sungai dan mereka tanami pohon-pohon yang batangnya dari perak, sedang ranting-rangtingnya dari emas. Dan mereka bangun pula di sana mahligai-mahligai yang terbuat dari permata yagut merah dan batu pualam putih, dan mereka gantungkan berlian dan yagut pada dahan-dahan pepohonan tersebut. Kemudian mereka taburkan intan-intan dan mutiaramutiara di dalam sungai-sungainya, serta minyak misik dan ambar di tepi antara sungaisungai dan pohon-pohon itu.

 

Ketika pembangunan surga (versi Syaddad) itu telah selesai dengan sempurna, maka mereka suruh orang untuk memberitahukan kepada Syadad bahwa surga itu telah selesai. Maka, berangkatlah Syaddad menuju ke surga itu dengan semua warga kerajaannya. Dalam pembangunan surga itu dahulu, raja-raja dan pembantu-pembantu Syaddad merampasi emas dan perak secara zalim, sehingga tidak ada sedikit pun emas dan perak yang tersisa kecuali seberat dua dirham terkalung di leher seorang anak yatim yang masih kecil, dan itu pun mereka rampas pula darinya. Maka anak kecil itu mengangkat wajahnya ke langit seraya berdoa : “Tuhanku, Engkau mengetahui apa yang telah dilakukan oleh Orang-orang yang zalim ini kepada hamba-hamba-Mu yang laki-laki maupun yang perempuan, maka selamatkaniah kami, oh Tuhan Yang Maha Penolong kepada orang-orang meminta pertolongan”.

 

Doa anak yatim itu diamini oleh para malaikat di langit. Maka Allah Taala lalu mengirim malaikat Jibril as. ketika perjalanan Syaddad dan rombongannya masih berjarak sehari semalam perjalanan dari surga itu, Jibril berteriak dari angkasa. Maka seketika itu juga, binasalah mereka semua sebelum sempat memasuki surga itu. Maka tidak ada tersisa seorang pun dari mereka, baik yang kaya, miskin maupun raja, semuanya binasa, disebabkan oleh doa anak yatim yang teraniaya itu. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Ketahuilah wahai saudara, apa yang telah saya katakan kepada Anda. Janganlah Anda berjalan menuju pintu raja-raja, sebab perbuatan itu, jika bukan karena darurat, ia merupakan kegelapan dan seperti melakukan perbuatan maksiat. Karena perbuatan itu sama dengan merendahkan diri dan memuliakan mereka. Padahal Allah Taala telah memerintahkan supaya kita berpaling dari mereka. Sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Maka menghindarlah dan orang-orang yang berpaling dan penngatan Kami dan dia tidak menginginkan selam kehidupan dunia”

 

Dan benalan ke pintu raja-raja itu berarti juga memperbesar jumlah mereka dan membantu mereka dalam kezalman. Dan jika perbuatan itu dengan maksud untuk meminta harta mereka, maka itu berarti mencan harta haram. Padahal Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa merendahkan dini kepada orang kaya karena kekayaannya, maka hilanglah dua pertiga agamanya”.

 

Ini terhadap orang kaya yang saleh, apalagi terhadap orang kaya yang zalim.

 

Nabi saw. mengatakan demikian karena manusia itu tergantung pada hati, lidah dan dinnya. Apabila dia merendahkan din kepada orang kaya dengan din dan lidahnya, maka hilangiah dua periga agamanya. Kemudian, kalau dia juga meyakini keutamaan orang kaya itu dengan hatinya sebagaimana dia telah merendahkan din dengan lidah dan dinnya, maka lenyaplah agamanya seluruhnya.

 

Jadi kesimpulannya, seluruh gerak dan diammu dengan anggota-anggota badanmu adalah tergantung kepadamu. Maka janganlah Anda menggerakkan satu pun dan anggota-anggota badan Anda itu untuk mendurhakai Allah, sebaliknya, gunakanlah semuanya itu untuk mentaati-Nya.

 

Dan ingatlah, bahwa apabila Anda lalai dalam memelihara diri, maka kepada Anda sendinlah kembali akibatnya, yakni hukumannya. Dan apabila Anda waspada, maka kepada Anda juga kembali buah dan ganjarannya. Sedang Allah Taala sama sekali tidak butuh kepada Anda dan amal Anda. Sesungguhnya setiap orang bertanggungjawab atas apa yang diperbuatnya.

Dan jangan sekali-kali Anda mengatakan bahwa, Allah itu Maha Pemurah dan Maha Pengasih. Dia mengampuni dosa-dosa orang yang bermaksiat. Karena, sekalipun perkataan tersebut benar, tetapi tidak boleh ditujukan untuk hal-hal yang saiah. Orang yang mengatakan demikian, apabila dia mengatakan itu sesuai dengan keadaan dinnya, maka dia dicap orang tolol, berdasarkan sabda Nabi saw. :

 Artinya : “Orang yang cerdik (yakni orang yang berakal lagi cerdas) ialah orang yang menundukkan nafsunya (mengalahkan nafsunya), dan menyiapkan din untuk hidup sesudah mati. Sedangkan orang yang tolol ialah orang yang menurutkan hawa nafsunya (yakni Syahwatnya), dan mengangankan dari Allah bermacam-macam angan. (Yakni harapan lanpa usaha).

 Ketahuilah bahwa, perkataannya ini adalah seperti perkataan orang yang ingin menjadi seorang fakih lagi alim dalam ilmu-ilmu agama, tetapi dinnya sibuk dengan kebatlan. Dan seperti orang yang menginginkan harta tetapi tidak mau bertani, berdagang dan berusaha. (Bidayatul Hidayah oleh Imam Alghazali).

30. PENJELASAN TENTANG AMPUNAN BAGI ORANG YANG BERTOBAT

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang pedih”. (QS. Ahhijr : 49-50)

Tafsir:

 (.     ) Katakanlah kepada hamba-hambaKu, bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang pedih. Ayat ini merupakan kesimpulan dari janji dan ancaman yang terdahulu dan penegasan mengenainya.

 

Dalam penyebutan ampunan di dalam ayat tersebut merupakan dalil bahwa, yang dimaksud dengan orang yang bertakwa itu bukanlah orang yang menghindari dosa seluruhnya, baik dosa besar maupun dosa kecil. Dan dengan mensifati diri-Nya dengan sifat Pengampun dan Penyayang, dan bukan Penyiksa, maka itu merupakan penegasan dan pemantapan janji tersebut.

 

Adapun sebab diturunkannya ayat ini adalah berkenaan dengan suatu kejadian :

 

Artinya : “Bahwasanya Nabi saw. keluar menemui sahabat-sahabatnya, sedang mereka tengah tertawa, maka Beliau bersabda : “Masih tertawa jugakah kamu, sedang di hadapan kamu ada neraka?” Maka datanglah Jibril as. lalu berkata : “Tuhanmu berfirman kepadamu : “Ya Muhammad, janganlah engkau membuat putus asa hamba-hamba-Ku. Karena sesungguhnya Aku Maha Pengampun terhadap dosa-dosa mereka dan Maha

 

Pengasih terhadap mereka”. (Uyun)

 

Rasulullah saw barsabda :

 

Artinya : “Ingatlah, aku akan memberitahukan kepadamu orang yang paling kikir Ingatlah, aku akan memberitahukan kopadamu orang yang palng lamah (maksudnya. yang paling lemah dalam moncan rahmat dan ampunan dongan jalan membaca salawat atasku), Yaitu orang yang aku disebut di sisinya, namun dia lidak bersalawat kepadaku”

 

Ya Allah, Iimpahkanlah salawat dan salam kepada Muhammad, sahabat Jan keluarganya, serta kepada seluruh nabi dan rasul.

 

Dari hadis ini diketahui bahwa, tidaklah seseorang meninggalkan pembacaan salawat kepada Nabi saw. setiap kali disebutkan nama Beliau di sisinya kecuali hanya orang yang lemah dan tidak memperoleh kebaikan sama sekali.

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Seandainya seorang mukmin mengetahui hukuman yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang berharap dapat memperoleh surganya. (Di sini terdapat keterangan berapa banyak hukuman Allah, supaya jangan ada seorang mukmin pun yang terperdaya dengan adanya rahmat Allah itu, sehingga dia merasa aman berbuat dosa)” Dan seandainya orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah (yakni jika dia tidak memperhatikan hukuman-Nya), niscaya tidak ada seorang pun yang berputus asa dari memperoleh rahmat-Nya. (Disini terdapat penjelasan tentang berapa banyak rahmat Allah, supaya tidak ada seorang kafir pun yang takut beriman setelah bertahun-tahun lamanya dalam kekatiran).

 

Maka hendaklah orang senantiasa memiliki perasaan yang takut dan harap kepada Allah. Karena takut dan harap itu bagaikan sayap bagi seorang mukmin, yang dengan keduanya itu dia akan sampai kepada apa yang dia harapkan dari Allah Taala, dan aman dari siapa pun yang dia takuti.

 

Lukman pernah berkata kepada anaknya : “Hai anakku, berharaplah kepada Allah dengan suatu harapan yang engkau tidak merasa aman dari makar-Nya. Dan takutlah kepada Allah dengan takut yang engkau tidak berputus asa dari rahmat -Nya”.

 

Alfagih Abul Laits ra. berkata : “Tanda takut kepada Allah itu nampak pada delapan perkara :

 

Pertama, nampak pada lidahnya, dengan mencegah Iidahnya dan berdusta. Menggunjing dan berbicara yang tiada berguna, serta menjadikan lidahnya sibuk dengan Zikrilah, membaca Alquran dan mendiskusikan ilmu.

 

Kedua, takut kepada Allah dalam masalah perutnya, dengan tidak memasukkan ke dalam perutnya kecuali makanan yang halal dan sedikit. Dan dari makanan yang halal itu dia hanya makan secukupnya saja.

 

Ketiga, takut kepada Allah dalam masalah matanya. dengan tidak menggunakannya Untuk memandang yang haram atau memandang kepada dunia dengan pandangan cinta, tetapi memandangnya untuk diambil pelajaran.

 

Keempat, takut kepada Allah dalam masalah tangannya, dengan tidak mengulurkan tangannya kepada yang haram, tetapi mengulurkannya kepada sesuatu yang memuat ketaatan.

 

Kelima, takut kepada Allah dalam masalah kedua kakinya, dengan tidak menggunakannya untuk berjalan kepada perbuatan maksiat kepada Allah Taala, tetapi berjalan dalam mentaati-Nya.

 

Keenam, takut kepada Allah dalam masalah hatinya, dengan jalan mengeluarkan dari dalam hatinya permusuhan, kebencian dan dengki terhadap sesama saudara, dan memasukkan ke dalamnya nasehat dan belas kasih kepada sesama kaum muslimin.

 

Ketujuh, takut kepada Ailah dalam masalah taatnya, dengan jalan menjadikan ketaatannya semata-mata demi keridaan Allah Taala semata, dan takut kepada sifat riya dan nifak.

 

Kedelapan, takut kepada Allah dalam masalah pendengarannya, dengan tidak mendengarkan selain kebenaran. (Saniyah)

 

Imam Al Gusyairi, semoga Allah mensucikan hatinya, berkata :

 

Setelah Allah menyebutkan berita tentang orang-orang yang bertakwa pada ayat sebelum ayat ini, yaitu :

 

     Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada di dalam taman) taman dan (dekat) mata air-mata air

 

Karena ketinggian derajat mereka itu, maka mereka tidak mengetahui betapa hancurnya hati orang-orang yang durhaka. Maka Allah Taala lalu berfirman kepada Nabi-Nya : “Beritahukanlah kepada hamba-hamba-Ku yang durhaka, bahwa sesungguhnya Aku Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”. Yakni : Jika Aku Maha Berterima kasih lagi Maha Pemurah kepada orang-orang yang taat, maka sesungguhnya Aku pun Maha Pengampun lagi Maha Pengasih terhadap orang-orang yang durhaka.

 

Dan disebutkan pula di dalam khabar yang disandarkan kepada Rasulullah saw. bahwa Beliau bersabda : “Seorang lelaki diperintahkan supaya dimasukkan ke dalam neraka. Kemudian ketika baru mencapai sepertiga jalan, orang itu menoleh : dan ketika sampai separuh jalan, dia pun menoleh: dan ketika sampai dua pertiga jalan, dia pun menoleh. Maka berfirmanlah Aliah Taala : “Kembalikanlah dia!” Kemudian Allah menanyainya, firman-Nya : “Kenapa engkau menoleh?”. Orang itu menjawab : “Ya Tuhanku, ketika aku sampai sepertiga jalan, aku teringat kepada firman-Mu :

 

Artinya : “Dan Tuhanmu Yang Maha Pengampun lagi memiliki kasih sayang”.

 

Maka aku berharap, kalau-kalau Engkau mengampuni aku. Kemudian ketika aku sampai separuh jalan, aku teringat firman-Mu:

 

Artinya : “Dan siapa lagi yang mengampuni dosa selain Allah?”

 

Maka aku pun berharap, kalau-kalau Engkau mengampuni aku. Kemudian ketika sampai dua pertiga jalan, aku pun teringat kepada firman-Mu :

 

Artinya : “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah”.

 

Maka aku pun semakin berharap.

 

Lantas Allah Taala berfirman : “Pergilah, sesungguhnya Aku telah mengampunimu!”.

 

Maka bagi orang yang berakal, hendaknya dia memohon ampun kepada Allah Taala atas dosa-dosanya, dan menangis karena takut kepada Allah Taala, serta mengakui kelalaian-kelalaiannya dan bertobat kepada-Nya. Sesungguhnya Aliah Taala Maha Penerima Tobat. Dia tidak akan menolak orang yang bertobat dengan membawa kekecewaan dari pintu-Nya.

 

Diceritakan, bahwa ada seorang saleh yang sudah meninggal dunia diimpikan oleh orang, maka dia ditanya tentang keadaannya. Dia menjawab : “Saya selamat setelah berjuang keras”. Kemudian ditanyakan pula kepadanya : “Dengan amal apakah Anda memperoleh keselamatan?”. Dia menjawab : “Dengan menangis karena takut kepada Allah, dan banyak mengucapkan istighfar”. (Demikian tersebut di dalam Al Khalishah)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Surga itu lebih dekat kepada seseorang daripada tali sandalnya”.

 

Dan neraka pun demikian juga, merujuk kepada yang disebutkan itu. Maksudnya, neraka itu seperti surga daiam hal bahwa, dia lebih dekat kepada seseorang daripada tali sandalnya. Adapun sebab surga dan neraka itu dikatakan demikian adalah karena jalan untuk memasuki keduanya bersumber dari perbuatan orang itu sendiri, yaitu amal saleh atau amal buruk. Dan amal itu lebih dekat kepadanya daripada tali sandalnya. (Syarah Al Mashabih)

 

Adapun yang dimaksud dengan “sebab” di sini adalah sebab lahiriah, karena Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Tidak seorangpun di antara kalian yang dimasukkan ke dalam surga maupun diselamatkan dari neraka oleh amalnya, dan aku pun tidak masuk surga karena amalku, tetapi karena rahmat Allah Taala”.

 

Yakni, rahmat Allah-lah yang memasukkan ke surga. Dan ini bukan dimaksudkan Untuk melecehkan arti amal, tetapi agar orang jangan terperdaya dengan amalnya, dan Sebagai keterangan bahwa amal itu sendiri baru terlaksana berkat karunia Allah.

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : “Jibril baru saja keluar dan sisiku. Dia mengatakan : “Ya Muhammad, demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak sebagai seorang nabi, bahwasanya ada seorang hamba di antara hamba-hamba Allah, dia telah beribadat kepada Allah Taala selama lima ratus tahun di puncak sebuah gunung yang dikelilingi laut. Lalu Allah mengeluarkan sebuah mata air yang segar di kaki gunung

 

Itu, dan sebatang pohon delima yang setiap hari mengeluarkan sebuah delima. Apabila tiba waktu senja, maka turunlah hamba itu mengambil air wudu dari mata air itu, dan memetik buah delima lalu memakannya. Kemudian dia melaksanakan salat.

 

Hamba Allah itu memohon kepada Tuhannya agar mencabut nyawanya dalam kea. daan sujud, dan tidak memberi jalan kepada bumi atau lainnya untuk menyentuh tubunnya, sehingga kelak Allah membangkitkannya tetap dalam keadaan sujud. Dan Allah memenuhi permohonannya.

 

Jibril melanjutkan : “Kami melewati orang itu apabila kami turun dan nark, sedang da masih tetap dalam keadaan sujud. Namun kami dapati dia dalam ilmu Allah, bahwa ketika kelak dia dibangkitkan oleh Allah Taala pada hari kiamat, lalu dihadapkan ke hadapan Allah. Maka berfirmanlah Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi kepadanya : “Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga dengan rahmat-Ku”.

 

Maka orang itu menjawab : “Bahkan, karena amalku”.

 

Lantas Allah Taala berfirman : “Timbanglah ibadat hamba-Ku ini dengan nikmat-Ku kepadanya”. Dan ternyata setelah ditimbang, nikmat mata saja benar-benar telah meliputi semua ibadatnya selama lima ratus tahun itu, dan tinggallah nikmat-nikmat lain atasnya tanpa ada satu ibadat pun yang membandinginya. Oleh karena itu, Allah lalu berfirman : “Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam neraka!”.

 

Jibril melanjutkan ceritanya : “Maka para malaikat pun lalu menyeretnya ke neraka. Hamba itu berseru : “Dengan berkat rahmat-Mu aku mohon dimasukkan ke surga”.

 

“Kembalikan dia kepada-Ku”, kata Allah.

 

Maka hamba itu dihadapkan kembali ke hadapan Allah. Lalu Allah berfirman : “Hai hamba-Ku, siapakah yang telah menciptakan engkau di kala engkau belum menjadi apaapa?”

 

“Engkau, Ya Tuhanku”, jawab hamba itu.

 

“Apakah itu karena amalmu atau karena rahmat-Ku?”. Tanya Allah pula.

 

Hamba itu menjawab : “Bahkan, karena rahmat-Mu”.

 

Allah bertanya lagi : “Siapakah yang telah memberimu kekuatan untuk beribadat selama lima ratus tahun, dan siapa pula yang telah memberi tempat kepadamu di sebuah gunung di tengah laut, lalu mengeluarkan air yang segar di antara air yang asin, serta mengeluarkan buah delima setiap malam. Padahal pohon itu hanya berbuah sekali dalam setahun. Dan siapa pula yang mencabut nyawamu dalam keadaan bersujud?”.

 

Hamba itu menjawab : “Engkau, Ya Tuhanku”.

 

Allah berfirman : “Itu semua adalah karena rahmat-Ku, dan dengan rahmat-Ku pula, masuklah engkau ke surga”.

 

Nabi saw. bersabda yang artinya : “Sesungguhnya di hadapan kamu ada jalan mendaki, yang tidak bisa dilewati oleh orang yang keberatan dosa, melainkan dengan kesulitan yang besar.

 

Dan jalan mendaki itu ialah keadaan-keadaan dahsyat sesudah mati, seperti alam kubur, kebangkitan, berdiri di hadapan Allah Taala di Mahsyar, hisab, sirat dan timbangan. Dan barangsiapa percaya dengan yakin akan terjadinya hal-hal ini, maka dia bisa mengurangi beban-bebannya dengan cara mematuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, serta dengan tidak mencintai dunia. Karena sedikit dunia itu merupakan keuntungan murni bagi pemiliknya, dan merupakan sebab dari ketinggian martabatnya serta menambah pahala-pahalanya.

 

Tidakkah anda tahu mengenai sebuah peristiwa yang diriwayatkan dari sahabat Anas ra. katanya : “Orang-orang fakir telah mengirim delegasi untuk menghadap kepada Rasulullah saw. Setelah berhadapan, utusan itu berkata : “Ya Rasulullah, saya adalah utusan orang-orang fakir kepadamu”.

 

“Selamat atas kedatanganmu dan mereka yang telah mengutusmu”, sambut Nabi saw. “Engkau datang dari kaum yang dicintai Allah”.

 

“Ya Rasulullah”, kata utusan itu. “Orang-orang fakir itu mengatakan, bahwa orang-orang kaya itu telah membawa kebatkan seluruhnya Mereka naik haji, sedang kami tidak mampu melakukannya. Mereka bersedekah, sedang kami tidak mampu melakukannya. Mereka memerdekakan budak, sedang kami tidak mampu melakukannya Dan apabila mereka sakit, mereka mengirimkan simpanan mereka karena harta mereka yang berlebih”.

 

Nabi saw. menjawab : “Sampaikan dariku kepada orang-orang fakir itu, bahwasanya barangsiapa bersabar dan ikhlas di antara kamu sekalian, maka dia akan memperoleh tiga perkara :

 

Pertama, bahwa di dalam surga ada tempat-tempat tinggi yang terbuat dari permata yagut merah, dipandang oleh penghuni surga sebagaimana halnya penghuni dunia ini memandang kepada bintang-bintang. Tempat-tempat itu tidak akan dimasuki kecuali oleh seorang nabi, atau seorang syahid, atau seorang mukmin yang fakir.

 

Kedua, orang-orang fakir itu akan masuk surga setengah hari (yang sama dengan Ima ratus tahun waktu dunia) mendahului orang-orang kaya. Sedang Sulaiman bin Daud as. baru masuk surga empat puluh tahun sesudah masuknya nabi-nabi yang lain. Ini karena kerajaan yang telah diberikan Allah kepadanya.

 

Ketiga, apabila seorang fakir mengucapkan : “Subhanallah, waihamdu lillah, walaa ilaaha illallaah, wallaahu akbar’, maka dia akan memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh orang kaya, sekalipun orang kaya itu menafkahkan uangnya sepuluh ribu dirham. Dan begitu pula amai-amal kebajikan lainnya.

 

Maka pulanglah utusan itu menemui kawan-kawannya, lalu memberitahukan hal itu kepada mereka. Maka mereka pun menjawab : “Kami rida, Ya Tuhan”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Wahai manusia, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, karena sesungguhnya aku sendiri pun bertobat kepada-Nya dalam sehari sebanyak seratus kali”.

 

Hadis ini memuat anjuran kepada umat agar rajin bertobat. Karena apabila Nabi sendiri bertobat sebanyak seratus kali sehari dengan kedudukan Beliau yang tinggi dan pula terpelihara dari segala dosa, maka kenapa orang yang mengotori lembaran amalnya dengan dosa berulang-ulang, tidak juga mau bertobat siang dan malam?.

 

Maka berdasarkan hal ini, orang yang terus-menerus melakukan bermacam-macam kemaksiatan tidaklah sempurna imannya, bahkan berkurang. Dan hal itu, karena meninggalkan dosa itu tidak mungkin terlaksana kecuali dengan kesabaran, dan kesabaran itu tidak gampang kecuali dengan takut kepada Allah, dan takut tidak akan terwujud kecuali dengan mengetahui betapa besar bahaya dosa-dosa itu, dan pengetahuan tentang besarnya bahaya dosa-dosa itu tidak diperoleh kecuali dengan membenarkan Allah Taala dan Rasul-Nya saw. Maka barangsiapa tidak meninggalkan dosa dan terus-menerus melakukannya, dia menjadi seakan-akan tidak membenarkan Allah dan Rasul-Nya. Maka dikhawatirkan dia akan menghadapi perkara besar di saat menghadapi mati. Karena mungkin matinya dalam keadaan terus-menerus melakukan dosa, yang menjadi sebab hilangnya iman. Sehingga umurnya ditutup dengan mati buruk (suul khatimah) semoga Allah melindungi kita darinya. Dan kekallah dia di dalam neraka Jahannam selama-lamanya.

 

Kalaupun dia mati tidak dalam suul khatimah, tetapi mati dalam iman, namun itu pun masih tergantung pada kehendak Allah Taala. Jika Allah menghendaki, maka Dia masukkan orang itu kedalam neraka Jahannam, lalu diazab di sana sesuai dengan dosa-dosanya. Kemudian Dia keluarkan lagi orang itu dari dalam neraka dan memasukkannya ke Surga, sekalipun telah lewat waktunya. Dan jika Dia menghendaki, bisa juga Dia memaafkan orang itu lalu memasukkannya ko dalam surga tanpa diazab lebih dahulu. Karena tidak mustahil orang itu tercakup dalam kemaafan-Nya yang umum, karena sebab-sebah tersembunyi yang tidak diketahui selain oleh Allah Taala. (Majalis Rumi)

 

Semakin dekat seseorang kepada Allah Taala, maka semakin banyak pula musibah yang menimpanya dan semakin berat pula cobaan yang dialaminya. Bukankah Anda telah mendengar sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Orang yang paling berat cobaannya ialah para nabi, kemudian para ulama, kemudian orang-orang yang lebih utama dan orang-orang yang lebih utama berikutnya”.

 

Dan Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan sungguh Kami akan memberikan kepadamu cobaan dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila mereka ditimpa oleh musibah, mereka mengucapkan : Inna lillaahi wa innaa Ilaihi rooji’uun (Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya). Mereka itulah yang akan mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.

 

Dan bilamana pemilik dunia menjadi besar dalam pandangan hatimu maka sesungguhnya Anda telah jatuh dalam pandangan Allah Taala. Dan janganlah sekali-kali Anda mengorbankan agama Anda demi mendapatkan dunia mereka. Karena, tidaklah seseorang melakukan itu, melainkan ia akan menjadi kecil dalam pandangan mereka”. (Bidayatul Hidayah oleh Imam Al Ghazali)

 

Jadi, orang-orang fakir itu mati kecuali yang dihidupkan Allah dengan kemuliaan sifat gana’ah (puas menerima apa adanya). Dengan demikian, ganaah adalah kenyamanan tubuh dan kesehatan hati. Barangsiapa merasa puas dengan rezeki yang diterimanya. maka sesungguhnya dia telah memperoleh keberuntungan di akhirat dan menjadi senang hidupnya. Jadi, tawakkal kepada Allah ialah merasa cukup dengan Allah dan membuang segala macam perasaan takut dan harap dari selain Allah Taala. Maka, orang merdeka akan menjadi seorang budak jika ia tamak, dan seorang budak akan menjadi seorang yang merdeka jika ia qanaah. (Dari kitab Al Majmu’ah)

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian dari rezeki yang

 

telah Kami berikan kepadamu”. Assadi berkata : “Maksud ayat di atas adalah zakat wajib”. Sedangkan ulama lain mengatakan : “Maksudnya adalah sedekah sunnah dan pengeluaran untuk kebaikan”.

 

Artinya : “Sebelum datang hari dimana tidak ada lagi jual-beli”.

Hari yang kamu sudah tidak mampu lagi mengejar apa yang luput darimu, yaitu membelanjakan harta. Karena pada saat itu sudah tidak ada lagi jual beli, sehingga kamu tidak bisa menjualbelikan apa yang kamu belanjakan itu”. (Kasysyaf)

Atau, maksudnya : pada saat itu tidak ada lagi tebusan. Tebusan disebut jual-beli, karena tebusan itu berarti membeli diri sendiri.

“Dan tidak ada lagi perasahabatan”. Yakni, tidak ada lagi pertemanan. :,

“Dan tidak ada lagi syafaat”.

 Kecuali dengan izin Allah.

“Dan orang-orang yang kafir itulah orang-orang yang zalim”.

 Maksudnya, merekalah orang yang benar-benar sempuma kezalimannya. Karena mereka telah menempatkan ibadat tidak pada tempatnya, sebab mereka mengharapkan syafaat dari berhala-berhala yang tidak akan dapat memberi syafaat kepada mereka. (Ma’alimut Tanzil).

31. PENJELASAN TENTANG BERLAKU ADIL DAN BERBUAT KEBAJIKAN

 Allah SWT. berfirman :

 Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan Serta memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji. kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu supaya kamu ingat”. (QS. An Nahl : 90)

Tafsir :

 (.   ) Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, yaitu dengan jalan bersikap tengah-tengah dalam masalah-masalah iktidak (keyakinan) seperti masalah tauhid, hendaknya bersikap tengah-tengah antara ta’thil (tdak percaya adanya Tuhan Atheis) dan tasyrik (menyekutukan Tuhan). Dan dalam masalah pendapat yang berkaitan dengan usaha, hendaknya bersikap tengah-tengah antara mazhab Jabariyah dan mazhab Qadariyah. Dan dalam masalah yang berkaitan dengan amal ibadat yang wajib. hendaknya bersikap tengah-tengah antara bathalah (tidak melaksanakan kewajiban sama sekali) dan tarohhub (kerahib-rahiban). Dan dalam masalah akhlak (budi pekerti), seperti sifat dermawan, hendaknya bersikap tengah-tengah antara kikir dan boros.

(.  ) dan berbuat kebajikan, yaitu kebajikan taat. Hal ini, baik ditinjau dari segi kuantitas, seperti melaksanakan ibadat-ibadat yang disunnahkan, maupun dari segi kuatitas (mutu), sebagaimana disabdakan Nabi saw. :

 

Artinya : “Ihsan itu ialah hendaknya kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Karena sekalipun kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat kamu”.

 

(.   ) dan memberi kepada kaum kerabat. Memberi kepada kaum kerabat apa-apa yang mereka perlukan. Kalimat ini merupakan takhsish (pengkhususan) setelah pernyataan secara umum (ta’mim) sebagai mubalaghah.

 

(.    ) dan Aliah melarang dari perbuatan keji, dari sikap berlebih-lebihan dalam mengikuti kekuatan syahwat, seperti zina. Karena zina merupakan perilaku manusia yang paling buruk dan paling menjijikkan.

 

(.   ) dan kemungkaran, yaitu perbuatan yang mengakibatkan pelakunya dibenci orang, berupa perbuatan yang dapat membangkitkan kekuatan amarah.

 

(.    ) dan permusuhan, bersikap sombong, ingin menguasai dan kejam terhadap sesama manusia.

 

(.     ) Allah memberi pengajaran kepada kamu, berupa perintah dan larangan serta emampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.

 

(.    ) supaya kamu ingat, mengambil pelajaran. (Qadhi Baidhawi).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Orang yang kikir itu (maksudnya : orang yang sempurna kekikirannya, sebagaimana dapat dipahami dari dima’rifatkannya mubtada) ialah orang yang aku disebut di sisinya (maksudnya : orang yang mendengar namaku disebut) namun ia tidak bersalawat kepadaku”.

 

Karena kekikiran sepert: ini adalah sama dengan kikir terhadap dirinya sendiri. Karena sama juga dengan mengliaramkan dirinya dari mendapatkan rahmat Allah Taala terhadapnya sepuluh kali, seanoainya ia bersalawat kepada Nabi saw. satu kali saja. (Demikian tersebut di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir)

 

Dan Nabi saw. bersabda pula, yang artinya :

 

“Penghuni surga itu ada tiga”.

 

Pertama, penguasa, yakni orang yang memegang tampuk pemerintahan dan kekuasaan, yang tidak berat sebelah, yakni adil, yang bersedekah, yakni berbuat kebajikan kepada orang-orang fakir, yang mendapat taufik, yakni orang yang dikaruniai ketaatan kepada Allah dan berlaku adil dalam memerintah.

 

Kedua, orang yang pengasih lagi halus perasaannya, yakni orang yang di dalam hatinya ada perasaan lembut, belas kasih dan rahmat kepada setiap orang yang ada hubungan kekeluargaan dengannya dan setiap muslim, yakni terhadap sanak kerabat dan orang lain.

 

Ketiga, orang yang saleh, yang memelihara dirinya, yakni yang mencegah dirinya dari melakukan hal-hal yang tidak halal dan tidak pantas, yang mempunyai keluarga beSar, namun ia tidak terpengaruh oleh cintanya kepada keluarga untuk mengambil harta yang haram. Bahkan ia lebih memilih cinta kepada Allah daripada cinta kepada keluarga.

 

Dan penghuni neraka itu ada lima :

 

Pertama, orang lemah yang tidak mempunyai kesabaran, yakni orang tidak dapat menahan dirinya di kala datang nafsu syahwat, lalu ia tidak mencegah dirinya dari yang haram. Kata “yang” di dalam kalimat ini adalah jamak, yang maksudnya : yaitu mereka yang hanya mengikut saja di kalangan kamu. Ada pula yang berpendapat bahwa, mereka ialah para penganggur yang tidak memiliki keinginan untuk melakukan amal akhirat, dan tidak mempunyai keinginan untuk hidup berkeluarga, maka mereka menghindari perkawinan dan kemudian melakukan perbuatan-perbuatan keji. Dan mereka juga tidak menginginkan harta, yakni tidak mau mencari harta dari usaha yang halal, karena mereka memang tidak suka mengerjakan tangannya. Dan ada pula yang berpendapat bahwa, mereka itu ialah orang-orang yang mengelilingi raja-raja dan berkhidmat kepada mereka tanpa mau peduli dari mana mereka makan dan berpakaian, apakah dari jalan yang halal atau dari yang haram. Mereka tidak mau berkeluarga dan mencari harta yang halai keinginan mereka hanya terbatas pada makan dan minum belaka.

 

Kedua, pengkhianat yang tidak menyembunyikan kerakusannya, yakni yang tidak menyembunyikan kerakusannya terhadap apa saja berapapun kecilnya kecuali dikhianati. nya, yakni kecuati ia berusaha memperolehnya sehingga ia mendapatkannya lalu ia khianati. Atau dengan kata lain, ia tidak mempunyai keinginan di tempat pengkhianatan mana pun kecuali dikhianatinya apa yang diinginkannya itu, sekalipun yang diinginkannya itu kecil saja.

 

Ketiga, orang yang tidak berada di waktu pagi dan sore kecuali ia menipu anda, yakni ia tidak meninggalkan menipumu berkaitan dengan keluarga dan hartamu. Maksudnya ‘pagi dan sore’ di sini adalah bahwa, ia selalu menipu dalam sebagian besar waktunya.

 

Keempat, disebutkan oleh perawi bahwa, Nabi saw. menyebutkan bahwa, di antara lima macam manusia yang akan menjadi penghuni neraka itu ialah orang yang kikir dan pendusta.

 

Kelima, orang yang berakhlak buruk dan sangat keji, yakni selain akhlaknya buruk, ia juga sangat kotor omongannya.

 

(Demikian disebutkan dalam kitab Al Mashabih oleh Ibnu Malik).

 

Imam Al Qusyairi semoga Allah mensucikan jiwanya’ berkata : “Allah Taala menyuruh hamba-Nya berlaku adil dalam hubungan antara dia dengan Allah Taala, dalam hubungan antara dia dengan dirinya sendiri dan dalam hubungan antara dia dengan sesama makhluk. Adil antara dia dengan Tuhannya maksudnya adalah lebih mengutamakan hak Allah Taala daripada kepentingan dirinya sendiri, serta melepaskan dirinya dari semua larangan, dan siap sepenuhnya untuk senantiasa melaksanakan perintah-perintah Allah. Adil dalam hubungan antara dia dengan dirinya sendiri maksudnya adalah mencegah diri dari hal-hal yang mengakibatkan kebinasaannya. Dan adil dalam hubungan antara dia dengan sesama makhluk maksudnya adalah dengan memberikan nasehat kepada mereka, tidak melakukan suatu pengkhianatan pun terhadap mereka baik sedikit maupun banyak, bersikap adil terhadap mereka dalam segala segi, dan tidak menyakiti kepada seorang pun, baik dengan perkataan, perbuatan maupun hanya berupa niat.

 

Ketahuilah, bahwa perintah Allah untuk melakukan ketiga hal tersebut di atas adalah mencakup semua yang diperintahkan Allah Taala di dalam Alquran. Dan begitu juga larangan Allah terhadap ketiga hal tersebut di atas adalah mencakup semua yang dilarang Allah Taala di dalam Alquran. Oleh karena itu, setiap khatib Jumat membacakan ayat ini di atas mimbar di akhir khutbahnya agar menjadi pelajaran umum bagi semua orang.

 

Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Ayat yang mencakup segala sesuatu di dalam Alquran adalah ayat ini”.

 

Dan dari sahabat Ali ra., katanya : “Kesimpulan takwa terdapat di dalam firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) beriaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan”. (Dari Al Uyun wat Taisir)

 

Diriwayatkan dari sahabat Utsman bin Mazh’un ra., katanya : “Dahulu, Rasulullah saw. mengajak saya masuk Islam, maka saya pun masuk Islam karena malu untuk tidak memenuhi ajakan Beliau, padahal Isiam belum lagi mantap dalam hatiku. Pada suatu hari, saya hadir di hadapan Beliau saw. Ketika Beliau sedang berbicara kepada saya, tiba-tiba saya melihat mata Beliau menatap ke langit, kemudian Beliau mendongakkan kepalanya sekali lagi dari sebelah kanan, kemudian Beliau miringkan ke sebelah kiri, setelah itu Beliau menghadapkan wajahnya ke arah saya dengan rupa yang merah dan berkeringat.

 

Maka saya pun menanyakan kepada Beliau tentang keadaan yang menimpa Beliau seperti itu. Beliau menjelaskan : ‘Ketika tadi aku berbicara kepadamu, tiba-tiba aku menatap ke arah langit, maka tampak olehku Jibril as. turun ke sebelah kananku seraya berkata : “Ya Muhammad”, lalu ia membacakan ayat : ….. innallaaha ya’murukum bil ‘adli… (hingga akhir ayat)

 

Utsman berkata : “Maka ketika itu, menjadi mantaplah iman di dalam hatiku”.

 

Maka turunnya ayat ini, merupakan sebab mantapnya iman Utsman bin Mazh’un, demikian dikatakan oleh Ibnu Asy syaikh. Dengan demikian, barangsiapa mempunyai akal yang sempurna, ia akan dapat memetik pelajaran dari pelajaran-pelajaran Allah Taala, dan dapat mengambil manfaat dari nasihat-nasihat Rasulullah saw., serta dapat menjadi sadar dengan peringatan-peringatan Beliau.

 

Rasulullah saw. pernah bertanya kepada para sahabat “Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut ?”.

 

Para sahabat menjawab :

 

“Orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak lagi mempunyai dirham atau harta benda”.

 

Beliau menjelaskan :

 

“Sesungguhnya orang yang bangkrut dari kalangan umatku ialah orang yang pada hari kiamat kelak datang membawa pahala salat, puasa, dan zakat. Namun di samping itu, ia juga datang sambil membawa dosa karena telah mengecam si anu, menuduh si fulan, memakan harta si ini dan menumpahkan darah Si itu, serta memukul si anu. Maka diberikanlah kepada si anu dari kebaikan-kebaikannya, dan kepada si fulan kebaikankebaikannya yang lain, sehingga apabila kebaikan-kebaikannya itu telah habis sebelum hutang-hutangnya lunas, maka diambillah dosa-dosa mereka lalu ditempatkan di dalam timbangan amal orang itu. Kemudian ia pun dicampakkan ke dalam neraka”.

 

Karenanya, dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa pernah menganiaya saudaranya dalam hal kehormatan atau Sesuatu yang lain, maka hendaklah ia meminta maaf kepadanya hari ini juga (di dunia) sebelum tiada lagi dinar maupun dirham (di akhirat). Seandainya ia mempunyai amal saleh, maka diambillah dari pahala amal salehnya itu setimbang dengan penganiayaan yang telah dilakukannya dahulu. Dan seandainya ia tidak mempunyai kebaikan, maka diambillah dari keburukan-keburukan orang yang dianiayanya itu, kemudian dibebankan kepadanya. (Misykatul Mashabih)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari sahabat Sahl bin Mu’adz ra., dari Rasulullah saw., Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menahan perasaan jengkelnya, sedangkan ia mampu melampiaskannya, maka pada hari kiamat kelak, Allah akan memanggilnya dengan disaksikan oleh seluruh makhluk, sampai ia disuruh memilih bidadari mana saja yang ia kehendaki”. (Demikian disebutkan dalam Al Lubab).

 

Diriwayatkan, bahwa Allah Taala berfirman kepada Nabi Musa as. : “Barangsiapa mampu (membalas) namun ia memberi maaf. Maka Aku akan memandang kepadanya setiap hari tujuh puluh kali. Sedangkan orang yang Aku pandang satu kali, Aku tidak akan menyiksanya di dalam neraka-Ku”. (Raudhatul Mughni)

 

Maka orang yang berakal itu hendaknya membiasakan memberi maaf kepada sesama manusia dan berbuat kebajikan kepada mereka serta memelihara diri dari perasaan jengkel dan marah, karena hal itu akan mengakibatkan masuk neraka. Semoga Allah memelihara kita dari neraka dan memasukkan kita ke dalam surga bersama orang-orang yang baik.

 

Diceritakan dari Maimun bin Mahran, bahwa seorang sahaya perempuannya datang sambil membawa semangkuk gulai. Tanpa sengaja, si sahaya tadi terantuk sehingga tumpahlah gulai itu dan mengenai Maimun. Maka Maimun hendak memukulnya, namun si sahaya berkata : “Hai Tuan-ku, laksanakanlah firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan orang-orang yang menahan rasa jengkelnya”.

 

Maimun menjawab : “Telah saya laksanakan”.

 

Sahaya itu berkata pula :

 

“Laksanakan juga firman Aliah berikutnya :

 

“Dan mereka yang memaafkan orang”.

 

Maimun menjawab : “Sesungguhnya saya telah memaafkanmu”.

 

Dan sahaya itu berkata kembali :

 

“Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

 

Maimun menjawab : “Saya pasti akan berbuat kebajikan kepadamu. Engkau merdeka demi keridaan Allah Taala”. (Raudhatul Muttagin)

 

(       ) orang-orang yang menafkahkan hartanya di waktu lapang maupun sempit, yakni di kala ia dalam kemudahan maupun dalam kesulitan.

 

Dua hal yang pertama-tama disebutkan dari akhlaknya orang-orang yang bertakwa itu, yang bisa menjadi sebab masuk surga, ialah sifat dermawan (murah hati). Dan disebutkan juga di dalam salah satu hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata : “Rasulullah sailailaahu alaihi wasallam bersabda :

 

Artinya : “Orang yang dermawan itu dekat dari Allah, dekat dari surga, dekat dari manusia, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dari neraka. Dan orang bodoh yang dermawan itu lebih disukai oleh Allah daripada orang alim yang kikir.

 

(       ) Dan orang-orang yang menahan perasaan jengkelnya, yakni mereka telan kejengkelan itu di saat hati mereka dipenuhi olehnya.

 

Al Kazhmu (.   ) artinya : menahan sesuatu ketika penuh. Sedangkan Kazhmul Ghoizhu (     ) artinya : penuh oleh kejengkelan. Namun ia kembalikan kejengkelan tersebut ke dalam rongga perutnya dan tidak ia tampakkan keluar.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menahan perasaan jengkelnya, sedang ia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat disaksikan oleh seluruh makhluk, sehingga ia memilih bidadari mana saja yang ia kehendaki”.

 

(.     ) Dan mereka yang memaafkan orang, yakni orang yang pernah menganiaya dan berbuat buruk kepada mereka.

(.    ) Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ma’alimut Tanzil)

Rasulullah saw. bersabda :

Artinya : “Seseorang itu senantiasa menganut agama temannya. Maka hendaklah seseorang di antara kamu memperhatikan (maksudnya : hendaklah seorang teman memperhatikan) kepada orang yang ia temani”,

Maka carilah seorang teman yang akan menjadi sekutumu dalam belajar dan sahabat dalam urusan agamamu, yakni dalam menunaikan urusan agamamu dan duniamu. Karena dari seorang teman akan diperoleh keuntungan-keuntungan keagamaan, seperti : ilmu, amal, doa dan syafaat di akhirat, dan juga keuntungan-keuntungan duniawi, seperti : pangkat, kemesraan, pergaulan dan lain-lain.

Dari hadis ini dapat dipahami bahwa, tidak boleh berkawan dengan orang yang buruk akhlaknya, yaitu orang yang tidak mampu menguasai nafsunya di kala sedang marah dan bersyahwat, sehingga ia akan terjerumus ke jurang maksiat.

(Hadis ini disebutkan dalam kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Al Ghazali).

32. PENJELASAN TENTANG MIKRAJ NABI MUHAMMAD SAW.

 Allah SWT. Berfirman :

 Artinya : “Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Agsa yang telah Kami berkati sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Isra : 1)

Tafsir : .

(.   ) Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam. Subhana (      ) adalah isim dengan arti tasbih, yang maksudnya adalah mensucikan Allah. Dan adakalanya dipakai pula sebagai nama dari Allah, lalu diputuskan dari idhafah dan tidak boleh disharaf. Sedangkan ia dibaca nasab (berakhir dengan huruf a) karena adanya fiil yang tertinggal (tidak disebutkan). Adapun kalimat yang dimulai dengan kata ini (.   ) adalah untuk mensucikan Allah tentang mukjizat dari apa yang akan disebutkan sesudah itu.

 

Asra (.     ) dan sara (.  ) artinya berjalan.

 

Lailan (    ) dibaca nasab (     ) karena menjabat sebagai zharaf (keterangan waktu). Adapun pengertiannya, bahwa dengan dinakirahkannya kata ini menunjukkan bahwa masa isra’ itu hanya sebentar saja. Oleh karena itu, ada pula yang membacanya : minal laili (      ) artinya, sebagian dari malam. Sebagaimana firman Allah Taala dalam ayat lam : wa minal laili fatahajjad bihi (dan pada sebagian malam, salat tahajjudiah kamu).

 

(.     ) dari Masjidil Haram, yakni dari Masjidil Haram itu sendiri. Hal ini didasSarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Ketika aku berada di Masjidil Haram, di Hijir Ismail di sisi Kakbah, antara tidur dan jaga, tiba-tiba datanglah Jibril (ataihissalam) membawa Burag”. Atau bisa juga berarti, dari Tanah Haram. Allah menamakan Tanah Haram sebagai Al Masjidil Haram, karena Tanah Haram itu seluruhnya merupakan Masjid, atau karena Tanah Haram itu mengelilingi Masjid, agar permulaannya sesuai dengan akhirnya. Hal ini didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw. tidur di rumah Ummu Hani sesudah salat Isyak. Kemudian Beliau diisra’kan, dan pulang pada malam itu juga. Lantas Beliau menceritakan kisah perjalanan Beliau itu kepada Ummu Hani. Sabda Beliau : “Para Nabi dihadirkan ke hadapanku, kemudian aku salat bersama mereka”. Setelah itu Beliau keluar ke Masjid lalu memberitakan hal itu kepada orang-orang Auraisy. Maka mereka pun keheranan mendengarnya, karena menganggap hal itu adalah sesuatu yang mustahil. Bahkan di antara mereka yang sudah beriman. akhirnya berbalik menjadi murtad. Beberapa orang datang menemui Abubakar ra. meminta penjelasan, lalu djawab oleh Abubakar : “Kalau memang Beliau berkata demikian, maka sesungguhnya benarlah apa yang dikatakan Beliau itu”.

 

Orang-orang itu balik bertanya : “Apakah Anda membenarkan Beliau juga atas kejadian itu?.

 

Abubakar menjawab : “Sesungguhnya aku membenarkan Beliau atas hal yang melebihu dari itu”.

 

Oleh karena itulah, Abubakar digelari Assiddig. Peristiwa ini terjadi satu tahun sebelum hijrah.

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai, apakah peristiwa isra itu di alami Nabi ketika sedang tidur atau jaga?. Dan apakah dengan ruhnya saja atau dengan jasadnya juga?. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa, Nabi saw. diisra’kan ke Baitul Maqdis dengan jasad Beliau, dan sesudah itu dimikrajkan ke langit hingga sampa: di Sidratul Muntaha. Sebab itulah, orang-orang Ouraisy terheran-heran dan menganggapnya mustahil.

 

   ke Masjid yang jauh, yakni Baitul Maqdis. Karena pada waktu itu, selain Baitul Maqdis, tidak ada lagi Masjid yang lain.

 

      yang Kami berkati sekelilingnya, dengan keberkatan-keberkatan agama dan dunia. Karena tempat itu merupakan tempat turunnya wahyu dan tempat peribadatan para nabi sejak Nabi Musa as. dan dikelilingi oleh sungai-sungai, pohon-pohon dan tanaman-tanaman buah.

 

(.    ) agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Kami, seperti perjalanan Beliau dalam tempo sekejap pada sebagian malam menempuh jarak satu bulan perjalanan dalam keadaan biasa, menyaksikan Baitul Maqdis yang sebelumnya tidak pernah Beliau kunjungi, hadirnya para nabi di hadapan Beliau dan mengetahui kedudukan-kedudukan mereka. .

 

Adapun sebab dialihkannya kalimat dalam ayat di atas dari bentuk ghaibah (.    ) ke bentuk takallum (.    ) adalah untuk menunjukkan keagungan berkat-berkat dan tandatanda kekuasaan tersebut. Dan dibaca juga :.   dengan ya ( ).

 

(.   ) Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, perkataan-perkataan Nabi Muhammad saw.

 

(.  ) lagi Maha Mengetahui, perbuatan-perbuatan Beliau. Lalu Allah memuliakan Beliau dan mendekatkan Beliau sesuai dengan perkataan-perkataan dan perbuatanperbuatan Beliau tersebut. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari Alhasan bin Ali ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Perbanyaklah oleh kalian pembacaan salawat kepadaku, karena salawat

 

mu itu merupakan pengampunan bagi dosa-dosamu. Dan mintakanlah untukku wasilah dan derajat yang tinggi, karena sesungguhnya wasilahku di sisi Tuhanku adalah syafaat bagi kalian semua”. (Al Jami’ush Shaghir)

 

Dan dari sahabat Jabir bin Abdillah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa ketika mendengar azan mengucapkan : “Ya Allah, Pemilik seruan yang sempurna dan salat yang ditegakkan ini, berilah Nabi Muhammad wasilah, keluamaan dan derajat yang tinggi. Dan tempatkanlah Beliau pada suatu tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya, sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janJP. Maka dia akan memperoleh syafaatku pada hari kiamat kelak”. (Syifa’un Syarif)

 

Sebab turunnya ayat ini adalah bahwa setelah Nabi saw. menceritakan tentang isra’ itu kepada orang-orang Quraisy dan kemudian didustakan oleh mereka, maka Allah Taala menurunkan ayat ini sebagai pembenaran untuk Nabi-Nya.

 

Sedang Burhan Annasafi berkata : “Ketika Nabi saw. telah mencapai derajat-derajat yang tinggi dan tingkatan-tingkatan yang luhur, maka Allah Taala mewahyukan kepada Beliau : “Ya Muhammad, dengan apakah Aku memuliakan engkau?”. Nabi saw. menjawab : “Engkau memuliakan aku dengan cara menisbatkan diriku kepada diri-Mu sebagai hamba-Mu”. Maka Allah Taala pun lalu menurunkan ayat (subhaanal ladzii asraa bi’abdihi lailan). (Mi’rajiyyah)

 

Dengan dimulainya surah ini oleh perkataan yang menunjukkan kekaguman (ta’aajub), maka di dalamnya terkandung keterangan yang menunjukkan bahwa hal yang akan diberitakan sesudahnya itu adalah sesuatu yang luar biasa dan tanda kekuasaan Ilahi: yang tidak akan mampu dilakukan oleh seorang pun selain Allah. Kemudian ketika disebutkan kata lailan (     ), maka menjadi jelaslah dengan keterangan itu bahwa, yang dimaksudkan adalah sebagian malam. Karena tab’idh (sebagian) itu hampir sama dengan taglil (sedikit). Jadi, seolah-olah dikatakan : “Allah memperjalankan hamba-Nya pada sebagian malam dari Mekah ke Baitul Maqdis”, menempuh jarak empat puluh malam (dalam keadaan biasa). Dengan adanya keterangan ini maka menjadi jelaslah bahwa masa isra’ itu sebentar saja. Dan itu menunjukkan pula bahwa isra’ itu terjadi pada sebagian malam (Syaikh Zaadah)

 

Jika Qanda mengatakan : “Lafaz min yang terdapat dalam firman Allah : min aayaatinaa (      ) harus diartikan dengan makna ‘sebagian’, sedangkan firman Allah Taala mengenai Nabi Ibrahim as. berbunyi :

 

Artinya : “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi”.

 

Secara lahir, ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim as. lebih diutamakan daripada Nabi Muhammad saw. padahal tidak ada seorang pun yang mengatakan begitu. Jadi bagaimana maksudnya ?.

 

Saya jawab : “Kerajaan langit dan bumi hanyalah sebagian saja dari tanda-tanda kekuasaan Allah Taala. Karena tanda-tanda kekuasaan Allah Taala lebih hebat lagi daripada itu. Maka dari itu, tanda-tanda kekuasaan Allah dan keajaiban-keajaibannya yang dilihat oleh Nabi Muhammad saw. adalah lebih utama daripada kerajaan langit dan bumi. Dengan demikian jelas bahwa, Nabi Muhammad saw. lebih utama daripada Nabi Ibrahim as”.

 

Hikmah dimulainya surah ini dengan tasbih (   ) adalah karena dua sebab :

 

Pertama, orang Arab biasanya mengucapkan tasbih ketika mereka melihat sesuatu yang menakjubkan. Maka disini, seakan-akan Allah merasa heran melihat makhluk-Nya yang melontarkan ejekan dan pelecehan kepada Rasul-Nya Muhammad saw.

 

Kedua, tasbih itu keluar sebagai bantahan terhadap mereka. Sebab ketika Nabi saw. sudah menceritakan kepada mereka tentang isra’ itu, mereka mendustakannya. Dengan demikian maksudnya adalah : Mahasuci Allah dari mengangkat seorang rasul yang suka berdusta. (Imam Abu Harits)

 

Jika anda bertanya, apa hikmat yang ada pada dimulainya surah Al Isra dengan tasbih (.   ) dan surah Al Kahfi dengan tahmid (.   ) ?. maka saya jawab : “Sesungguhnya tasbih itu datang lebih dahulu daripada tahmid, seperti firman Allah :

 

Artinya : “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu”.

 

Dan kalimat Al Baqiyaatush Shaalihaatu berbunyi :

 

Artinya : “Mahasuci Allah dan segala puji bagi Allah … dst”.

 

Karena tasbih itu artinya tanzih (mensucikan Allah). Sedangkan tahmid itu tsana (memuji-Nya). Dan sensucikan itu sama dengan takhalliyah (membersihkan), sedangkan memuji itu sama dengan tahalliyah (menghiasi). Dan membersihkan itu harus didahulukan daripada menghiasi. (Mi’rajiyah)

 

Dan sebagian ulama mengatakan bahwa, yang dimaksud Al Masjidil Haram itu ialah Masjid Mekah. Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Mesjid yang pertama-tama dibangun di muka bumi adalah Al Masjidul Haram”.

 

Yaitu, Masjid Mekah, semoga Allah Taala memuliakannya.

 

Dan Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi manusia”.

 

Dan disebutkan di dalam dua kitab sahih, dari sahabat Abu Dzar ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Masjid yang mula-mula dibangun di muka bumi ini ialah Al Masjidil Haram, dan sesudah itu adalah Al Masjidil Aqsha, yang dibangun oleh Nabi Ya’qub bin Ishaq as. Sesudah Nabi Ibrahim as. membangun Kakbah”. (Mi’rajiyah)

 

Jika anda berkata : “Menurut lahirnya, ayat ini menunjukkan bahwa isra itu adalah ke Baitul Maqdis, padahal menurut hadis-hadis sahih menunjukkan bahwa Nabi saw. dimik. rajkan ke langit. Maka bagaimana penggabungan antara dua dalil ini bisa menjadi benar. Dan mengapa hanya Masjid Al Agsha saja yang disebutkan?”. Maka saya jawab : “Isra tu dilakukan Nabi saw. dengan mengendarai Burag menuju ke Masjid Al Agsha dan dari sana Beliau dinaikkan ke langit dengan sebuah tangga (mi’raj). Adapun sebab kenapa ha. nya Masjid Al Aqsha saja yang disebutkan, adalah karena sekiranya Nabi saw. memberitakan tentang naiknya ke langit lebih dahulu, tentu keingkaran orang-orang Auraisy itu akan lebih hebat lagi. Oleh karena itu setelah Nabi saw. memberitahukan bahwa dirinya telah diisra’kan ke Baitul Maqdis. Dan dari tanda-tanda yang ada menjadi jelas bagi mereka kebenaran Beliau tentang apa yang Beliau beritakan itu, dan mereka mempercayainya. Barulah kemudian Beliau membentahukan bahwa Masjid Al Aqsha itu adalah sebagai pangkalan untuk mikrajnya ke langit.

 

Dus, isra ke Masjid Al Agsha itu seakan-akan menjadi pangkalan bagi mikraj Beliau ke langit”. (Tafsir Al Khazin)

 

Dan dari Azzuhri dan Urwah, bahwa pada pagi hari dari malam diisra’kannya Nabi saw. Beliau memberitakan peristiwa itu kepada orang banyak. Di antara orang banyak itu, ada orang yang sebelumnya mempercayai Beliau lalu menjadi murtad dan mengalami cobaan yang besar. Dan ada beberapa orang musyrik pergi menemui Abu bakar ra., mereka berkata kepadanya : “Sesungguhnya sahabatmu mengaku bahwa tadi malam dirinya telah diisra’kan ke Baitul Maqdis, dan dari sana dimikrajkan ke langit, sedang dia telah datang kembali sebelum Subuh”.

 

Abubakar ra. menjawab : “Jika dia mengatakan begitu, maka benarlah dia”.

 

Mereka bertanya : “Apakah Anda membenarkan juga dia mengenai berita tersebut?”

 

Abubakar menjawab : “Ya, aku membenarkan dia tentang yang lebih mengherankan daripada itu”.

 

Oleh karena itu, Abubakar ra. kemudian digelari As Siddiq.

 

Dan salah seorang musyrik datang menemui Nabi saw. Lalu berkata : “Ya Muhammad, berdirilah!”. Maka Nabi pun berdiri.

 

Orang itu berkata pula : “Angkatlah salah satu dari kedua kakimu”. Maka Nabi pun mengangkat salah satu kakinya.

 

Kemudian orang itu berkata pula : “Angkatlah kaki yang lain”.

 

Nabi menjawab : “Vika aku mengangkatnya, maka aku akan jatuh”.

 

Orang itu lalu berkata : Vika Anda tidak dapat naik dari bumi barang sejengkal, maka betapa pula anda dapat naik ke langit sampai ke Sidratul Muntaha?”.

 

Maka Nabi saw. menjawab : “ Keluarlah dari Masjid dan ceritakan perkataanmu ini kepada Ali. Karena dialah yang dapat memberi jawaban kepadamu”.

 

Lantas orang itu keluar dari Masjid dan menemui Ali. Kemudian dia ceritakan kejadian itu kepadanya. Sekonyong-konyong Ali menghunus pedangnya lalu dipenggalnya leher orang tersebut hingga mati. Para sahabat yang menyaksikan kejadian itu tidak menyetujui tindakan Ali, mereka berkata : “Kenapa Anda membunuhnya?. Padahal perkataan Nabi saw. itu masuk akal, yaitu menyuruh Anda menjawab, dan bukan membunuh!?”.

 

Ali menjawab : “Jawaban bagi pembangkang adalah seperti ini. Karena Rasulullah saw. bukannya tidak mampu memberi jawaban kepadanya, akan tetapi Beliau tahu bahwa orang ini tidak akan menerima jawaban, maka Beliau kirim orang ini kepadaku untuk aku bunuh”.

 

Adapun jawaban pertanyaan orang tadi adalah, bahwa Rasulullah saw. dengan daya dan kekuatannya sendiri tentu tidak akan mampu naik barang sejengkal pun. Akan tetapi peristiwa Mikraj itu terjadi adalah dengan kekuatan Allah Yang Mahakuasa lagi Mahakuat, yang semua kekuasaan ada pada kekuasaan-Nya, laksana sebutir atom dibanding dengan matahari dan setetes air dibanding dengan lautan.

 

Kemudian orang-orang itu berkumpul di hadapan Nabi saw. dan duduk di sekelilingnya. Mereka menanyakan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan Baitul Maqdis. Mereka berkata : “Beritahukanlah kepada kami tentang kafilah kami, yakni para saudagar kami yang telah pergi ke negeri Syam, apakah anda bertemu dengan salah satu di antara mereka?”.

 

“Ya”, jawab Rasulullah saw. “Aku telah melewati kafilah Bani Fulan ketika mereka sedang berada di Rauha. Mereka kehilangan seekor unta mereka, dan mereka tengah mencarinya, sementara di kendaraan mereka ada segelas air. Aku telah mengambilnya dan meminumnya, kemudian aku letakkan kembali gelas itu di tempatnya. Maka tanyakaniah kepada mereka, apakah mereka menemukan air itu di dalam gelas ketika mereka kembali?”.

 

Mereka berkata : “Ini merupakan salah satu tanda”.

 

Kemudian mereka bertanya pula:

 

“Beritahukanlah kepada kami tentang kafilah kami, kapan mereka akan tiba?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Aku melewati mereka di Tan’im”. Yaitu suatu tempat dekat Tanah Haram.

 

Mereka bertanya kembali :

 

“Berapa banyakkah jumlah kafilah itu?. Apa barang-barang yang diangkutnya?. Bagaimana rupanya dan siapa saja yang ada dalam rombongan itu?”.

 

“Kafilah itu sekian, sekian”, jawab Nabi. “Di dalam rombongan itu ada si Fulan dan si Fulan. Yang paling depan dari kafilah itu adalah seekor unta kelabu, yaitu yang warna kulinya seperti warna debu. Di atas punggungnya ada dua karung. Kafilah itu akan tampak nieh kalian ketika terbit matahari”.

 

wi adalah tanda yang lain”, kata mereka.

 

Kemudian mereka keluar pada akhir malam itu untuk menantikan kedatangan kafilah tersebut guna membuktikan kebenaran perkataan Nabi saw. mengenai berita langit tersebut, seandainya terbukti kebenarannya. Salah seorang dari mereka berkata :

 

“Matahari telah terbit”.

 

Yang lain berkata :

 

“Demi Allah inilah kafilah itu, benar-benar telah kelihatan, dipandu oleh seekor unta kelabu”.

 

Dan di dalam rombongan kafilah itu ada si Fulan dan si Fulan, persis seperti yang telah diberitakan oleh Nabi saw. Namun sayang, mereka tetap tidak juga mau beriman. Bahkan mereka berkata : “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”. (Mau’izhah)

 

Dari sahabat Abu Said Alkhudri ra., bahwa ia telah menanyakan kepada Nabi saw. tentang malam Beliau diisra’kan, maka dijawab oleh Beliau :

 

“Didatangkan kepadaku seekor binatang, yaitu binatang yang mirip bighal. Itulah Burag yang pernah dinaiki oleh para nabi”.

 

Beliau melanjutkan :

 

“Maka, binatang itu membawa aku pergi. la menapakkan kaki depannya sejauh pandangannya. Tiba-tiba terdengar olehku suara panggilan dari sebelah kananku : Ya Muhammad, tunggu sebentar!’. Namun aku meneruskan perjalanan tanpa memperdulikannya.

 

Kemudian aku mendengar pula suara panggilan dari sebelah kiriku, namun aku pun tidak memperdulikannya. Setelah itu aku dihadang oleh seorang wanita yang mengenakan perhiasan lengkap. Wanita itu mengulurkan tangannya seraya berkata : “Tunggu sebentar”. Namun aku meneruskan perjalanan tanpa menoleh kepadanya.

 

Akhirnya tibalah aku di Baitul Maqdis, atau Masjid Al Agsha, lalu aku turun dan mengikat Burag pada sebuah tali tempat para nabi dahulu mengikatkan ia di sana. Kemudian aku masuk ke Masjid dan salat.

 

Setelah itu, aku bertanya kepada Jibril :

 

“Wahai Jibril, tadi di tengah perjalanan, aku mendengar seruan dari sebelah kananku”.

 

Jibril menjawab : “Itu adalah penyeru agama Yahudi. Seandainya tadi Anda berhenti mengikuti seruannya, niscaya umatmu kelak akan menjadi Yahudi”.

 

Aku bertanya pula :

 

“Tadi, aku juga mendengar seruan dari sebelah kiriku”.

 

Jibril menjawab : “Itu adalah penyeru agama Nasrani. Seandainya anda tadi berhenti mengikuti seruannya, niscaya umatmu kelak akan menjadi Nasrani. Sedangkan wanita yang menghadangmu tadi adalah dunia. Ia telah berhias untukmu. Seandainya Anda tadi berhenti mengikuti seruannya, niscaya umatmu kelak akan lebih memilih dunia ketimbang akhirat”.

 

Kemudian aku diberi dua buah bejana, yang satu berisi susu sedang yang lain berisi arak. Jibril berkata kepadaku : “Minumlah mana yang Anda kehendaki dari kedua minuman itu”.

 

Lalu aku mengambil bejana yang berisi susu dan meminumnya, sedangkan bejana yang berisi arak itu aku tinggalkan.

 

Jibril berkata :

 

“Anda tepat telah memilih kesucian (yakni Anda telah memberikan Islam kepada umatmu). Seandainya tadi anda mengambil arak, niscaya akan menjadi sesatlah umatmu”. (Oishash)

 

Diriwayatkan juga, bahwa Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :

 

“Pada malam aku diisra’kan, sedang aku berada di Mekah dalam keadaan antara tidur dan jaga, datanglah Jibril kepadaku lalu berkata : “Ya Muhammad, bangunlah”.

 

Maka aku pun terjaga. Tahu-tahu sudah ada Jibril bersama Mikail. Lalu Jibril berkata kepada Mikail : “Beri aku segelas air zamzam, supaya aku bersihkan hatinya dan aku lapangkan dadanya”.

 

Nabi saw. melanjutkan : “Lantas Jibril membelah perutku, kemudian mencucinya tiga kali, sementara Mikail bolak-balik datang kepadanya dengan membawa tiga gelas air. Maka Jibril melapangkan dadaku dan membuang sifat dengki yang ada di dalamnya, lalu mengisinya dengan hikmat, ilmu dan iman. Kemudian ia mencap di antara kedua pundak: ku dengan cap kenabian. Setelah itu Jibril menggandeng tanganku hingga selesai pencu: cian dengan air zamzam itu, atau dengan air Alkautsar. Selanjutnya Jibril berkata kepadaku : “Berwudulah!”, Maka aku pun berwudu.

 

Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah, Ya Muhammad!”.

 

Aku bertanya : “Ke mana?”.

 

“Ke Tuhanmu dan Tuhan segala sesuatu”, jawab Jibril.

 

Lalu Jibril menggandeng tanganku dan mengajakku keluar dari Masjid. Ternyata di luar telah menunggu seekor Buraq, yang bentuk tubuhnya lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada baghal. Pipinya seperti pipi manusia. Ekornya seperti ekor unta. Bulu lehernya seperti bulu leher kuda. Kaki-kakinya seperti kaki unta. Kuku-kukunya seperti kuku sapi. Dan punggungnya seolah-olah mutiara putih. Di atasnya punggungnya ada pelana dari surga. Ia mempunyai sepasang sayap di kedua pahanya. Ia melaju laksana kilat. Langkahnya menapak sejauh pandangannya. Jibril berkata : “Naiklah”.

 

Burag ini adalah kendaraan Nabi Ibrahim as., yang dahulu pernah Beliau naiki ketika berkunjung ke Baitulharam. Maka aku pun menaikinya. Kemudian Nabi saw. bertolak disertai oleh malaikat Jibril as. di tengah-tengah perjalanan, Jibril berkata : “Turunlah, lalu salatiah!”. Kata Nabi : “Maka aku pun turun dan salat”. Kemudian Jibril bertanya : “Tahukah Anda di mana Anda salat tadi?”. “Tidak”, jawabku. dibril menjelaskan : “Anda tadi salat di Thaibah, dan ke sanalah hijrah akan terjadi, Insya Allah”. Kemudian kami pun meneruskan perjalanan. Di tengah-tengah perjalanan, Jibril berkata : “Turunlah, lalu salatiah!”. Maka aku pun turun dan mengerjakan salat. Setelah itu Jibril bertanya : “Tahukah Anda, di mana Anda salat tadi?”. “Tidak”, jawabku. Jibril menjelaskan : “Anda tadi salat di Thursina, di mana Allah pernah berbicara dengan Nabi Musa as.”. Kemudian kami pun meneruskan perjalanan. Di tengah-tengah perjalanan Jibril berkata : “Turunlah, lalu salatiah!”. Maka aku pun turun dan melakukan salat. “Tahukah Anda, di mana Anda salat tadi?”. Tanya Jibril. Aku menjawab : “Tidak”. Jibril menjelaskan : “Tadi Anda telah salat di Baitlehm, tempat kelahiran Nabi Isa as”. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan hingga akhirnya sampailah kami ke Baitulmaqdis. Sesampainya di sana, ternyata telah menunggu beberapa malaikat yang sengaja turun dari langit untuk menyambut kedatanganku. Mereka menyambutku dengan kabar gembira dan kemuliaan dari sisi Allah Taala. Mereka mengucapkan :

 

“Salam sejahtera atasmu, wahai yang permulaan, wahai yang akhir, wahai yang mengumpulkan”.

 

Nabi berkata : “Aku bertanya kepada Jibril : “Apa maksud penghormatan mereka kepadaku itu?”.

 

Jibril menjawab : “Sesungguhnya Andalah orang yang mula-mula menjadikan bumi terbelah (pada hari kiamat, pent.) juga umat Anda. Dan Anda adalah orang yang mulamula memberikan syafaat, dan yang mula-mula diterima syafaatnya. Dan sesungguhnya Anda merupakan nabi terakhir. Dan sesungguhnya penghimpunan (pada hari kiamat kelak) adalah demi Anda dan umat Anda”.

 

Kemudian kami meneruskan perjalanan hingga tiba di pintu Masjid. Lantas Jibril menyuruh aku turun. Lalu ia mengikatkan Burag pada tali, di mana para nabi dahulu mengikatkannya di sana, dengan tali kekang dari sutera surga.

 

Ketika aku memasuki pintu itu, tiba-tiba aku melihat para nabi dan rasul (sedang menurut hadis riwayat Abul Aliyah : arwah para nabi yang pernah diutus Allah sebelum aku, sejak dari zaman Nabi Idris dan Nuh as. sampai kepada zaman Nabi Isa as.), Allah Azza wa Jalla telah mengumpulkan mereka. Lalu mereka memberi salam kepadaku dan menghormati aku seperti penghormatan para malaikat tadi. Aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, siapakah mereka itu?”.

 

Jibril menjawab : “Mereka adalah saudara-saudaramu, para nabi as.”.

 

Kemudian Jibril menggandeng tanganku, lalu mengajakku pergi ke sebuah batu beSar yang keras dan mendaki bersamaku.

 

Nabi melanjutkan :

 

“Tiba-tiba aku melihat sebuah tangga ke langit yang belum pernah aku melihat tangga sebaik dan seindah itu, dan belum pernah seorang pun menyaksikan tangga yang lebih baik dan lebih indah daripada itu. Lewat tangga itulah para malaikat naik ke langit. Landasannya ada pada batu besar yang keras di Baitul Maqdis, sedangkan ujungnya menempel di langit. Salah satu tiangnya berupa yagut, sedang yang satunya lagi zabarjad. Satu anak tangga terbuat dari perak, sedang anak tangga yang lain dari zamrud bertahtakan mutiara dan yagut. Itulah tangga yang digunakan oleh malaikat maut turun untuk mencabut nyawa. Maka jika kamu melihat orang yang akan mati di antara kamu menatapkan pandangannya, itu berarti kesadarannya telah terputus darinya. Yaitu, jika ia telah melihat dengan nyata tangga tersebut, karena indahnya.

 

Kemudian Jibril mengangkatku dan meletakkanku di atas sayapnya. Lalu naiklah ia ke langit yang paling rendah melalui tangga tersebut. Jibril mengetuk pintu langit, lalu terdengar pertanyaan :

 

“Siapa itu?”.

 

Jibril menjawab : “Aku, Jibril”.

 

Ditanya pula :

 

“Siapa bersamamu?”.

 

“Muhammad”, jawab Jibril.

 

Maka dibukalah pintu langit itu, dan kami pun memasukinya. Ketika kami sedang berjalan di langit terendah itu, tiba-tiba aku melihat seekor ayam jago yang berbulu sangat putih. Aku belum pernah melihat ayam jago seperti itu. la memiliki bulu halus yang hijau di bawah bulu-bulunya yang sangat putih tadi, yang belum pernah aku lihat ‘arna hijau seindah itu. Dan ternyata kedua kakinya berada di dasar bumi yang paling bawah, sedangkan kepalanya berada di bawah Arsy. Dia mempunyai sepasang sayap pada kedua pundaknya, yang apabila dikepakkannya, maka akan mencapai timur dan barat. Jika malam telah lewat separuhnya, ayam itu mengembangkan kedua sayapnya sambil mengepak-ngepakkannya, lalu ia meneriakkan tasbih kepada Allah Azza wa Jalla, yang artinya : “Mahasuci Maharaja yang kudus. Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Mahahidup lagi Maha berdiri sendiri”. Apabila ia melakukan itu, maka semua ayam yang ada di muka bumi ikut bertasbih sambil mengepakkan sayap-sayap mereka. Begitulah pula, jika ayam di langit tadi diam, maka ikut diam pula seluruh ayam yang ada di bumi.

 

Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Semenjak aku melihat ayam jago itu, aku senantiasa rindu untuk melihatnya lagi”.

 

Beliau melanjutkan ceritanya :

 

“Kemudian kami naik ke langit kedua. Lantas Jibril minta dibukakan pintu. Dan seterusnya terjadi dialog seperti pada langit pertama. Kemudian kami naik ke langit ketiga, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami naik ke langit ke empat, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami naik ke langit kelima, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami naik ke langit keenam, lalu Jibril minta dibukakan pintu…. Dan seterusnya. Selanjutnya kami naik ke langit ketujuh, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami pun masuk, tibatiba aku melihat seorang laki-laki yang rambutnya beruban sedang duduk di atas kursi di sisi pintu surga, sedangkan di sekelilingnya ada banyak orang duduk, semuanya berwajah putih.

 

Lalu aku bertanya :

 

“Wahai Jibril, siapakah orang yang berambut putih itu, dan siapa pula orang-orang yang ada di sekelilingnya itu, dan sungai-sungai apa ini?”.

 

Jibril menjawab : “Inilah bapakmu, Nabi Ibrahim, orang yang mula-mula beruban di muka bumi. Adapun orang-orang berwajah putih yang duduk di sekelilingnya itu ialah mereka yang tidak mencampur iman mereka dengan kezaliman”.

 

Nabi saw. melanjutkan :

 

“Dan ternyata Nabi Ibrahim itu bersandar pada sebuah rumah. Jibril berkata : “Inilah Baitul Ma’mur. Setiap harinya, ia dimasuki oleh 70 ribu malaikat. Apabila mereka telah keluar dari dalamnya, maka mereka tidak akan memasukinya kembali”.

 

Beliau melanjutkan ceritanya :

 

“Kemudian Jibril membawaku ke Sidratul Muntaha, yang ternyata merupakan sebatang pohon yang banyak daunnya. Selembar daun dari pohcn itu dapat menutupi dunia ini dan seluruh yang ada di dalamnya. Dan ternyata pula, buahny.seperti puncak-puncak gunung di Hijr. Dari pokoknya keluar empat batang sungai : dua sungai tampak nyata, dan dua sungai lagi tidak tampak. Maka aku tanyakan hal itu kepada Jibril, lalu ia menjawab : “Adapun dua sungai yang tidak tampak jelas itu adalah dua sungai yang ada di dalam surga, sedangkan vang tampak jelas itu adalah sungai Nil Jan Efrat”.

 

Nabi saw. melanjutkan :

 

“Kemudian sampailah aku ke Sidratul Muntaha. Aku mengenal daun dan buahnya. Maka pohon itu diliputi cahaya Allah sedemikian rupa, yakni tampak jelas dan diliputi oleh malaikat, seolah-olah mereka belalang dari emas, karena takut kepada Allah Taala. Ketisa ia telah diliputi oleh apa yang meliputinya, maka ia pun berganti rupa sehingga tidak ada seorang pun yang mampu mensifatinya”.

 

Kata Beliau pula :

 

“Di sana ada malaikat-malaikat yang bilangannya tidak diketahui kecuali oleh Allah Yang Mahatinggi, Maha Perkasa lagi Mahaagung. Sedang kedudukan Jibril adalah di tengah-tengah mereka. Kemudian Jibril berkata kepadaku : “Majulah”. Namun aku menjawab : “Hai Jibril, engkau sajalah yang maju”. Jibn! berkata : “Tetapi Andalah yang maju, wahai Muhammad, karena Anda lebih mulia di sisi Allah daripada saya”.

 

Maka, aku pun maju, sedang Jibril mengikutiku dari belakang, hingga akhirnya sampailah kami ke sebuah hijab dari hamparan emas. Jibril menggoyangkan hijab itu, lantas ja ditanya : “Siapa ini?”.

 

Jibril menjawab : “Aku Jibril bersama Muhammad”.

 

“Allahu Akbar”, kata malaikat penjaga itu. Lalu ia mengulurkan tangannya dari bawah hijab itu, dan membawaku. Sementara Jibril tertinggal di belakang. Maka aku bertanya : “Ke mana?”.

 

Jibril menjawab : “Ya Muhammad, tidak seorang pun dari kami kecuali mempunyai kedudukan tertentu. Sesungguhnya inilah batas terakhir seluruh makhluk. Adapun aku diizinkan mendekat sampai ke hijab ini tidak lain adalah karena untuk menghormati dan mengagungkanmu”.

 

Malaikat penjaga tadi membawaku pergi dalam tempo yang lebih cepat dari lirikan mata, menuju ke hijab mutiara. Lalu ia menggoyangkan hijab itu, maka bertanyalah malaikat penjaga dari balik hijab itu : “Siapa ini?”,

 

Malaikat yang membawaku menjawab : “Aku penjaga hamparan emas. Dan ini adalah Muhammad, Rasul dari Arab bersama aku”.

 

“Allahu Akbar”, kata malaikat penjaga itu. Kemudian ia mengulurkan tangannya dari bawah hijab itu hingga diletakkannya aku di hadapannya.

 

Demikianlah seterusnya, aku berpindah dari satu hijab ke hijab yang lain, yang tiaptiap hijab itu sejauh perjalanan Ima ratus tahun. Sedangkan jarak antara satu hijab dengan hijab lainnya adalah sejauh perjalanan lima ratus tahun pula.

 

Kemudian dihamparkan untukku sebuah permadani hijau. Cahayanya laksana cahaya matahari, sehingga pandanganku menjadi silau. Dan aku ditempatkan di atas permadani itu, kemudian permadani itu membawa diriku.

 

Maka ketika aku melihat Arsy, aku dapati ia lebih luas dari segala sesuatu. Kemudian Allah Azza wa Jalla mendekatkan aku kepada sandaran Arsy, lalu meneteslah suatu tetesan dari Arsy, jatuh pada lidahku, yang manisnya tidak pernah dirasakan oleh seorang pun, dan tidak ada sesuatu yang rasanya lebih manis daripadanya. Lantas Allah Azza wa Jalla memberitahukan kepadaku berita tentang orang-orang terdahulu dan orang-orang yang kemudian, dan Dia membebaskan lidahku dari kekeluan karena kehebatan-Nya. Kemudian aku mengucapkan :

 

“Segala penghormatan, rahmat dan kebaikan adalah milik Allah”.

 

“Kesejahteraan atasmu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta berkat-Nya”.

 

Lalu aku menyahut :

 

“Sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh”. Lantas Allah azza wa Jalla berfirman :

 

“Ya Muhammad, Aku telah mengangkatmu sebagai kekasih, sebagaimana Aku telah mengangkat Ibrahim sebagai khalil. Dan Aku mengajakmu berbicara sebagaimana Aku telah mengajak Musa berbicara. Dan Aku menjadikan umatmu sebaik-baik umat yang dikeluarkan bagi manusia, serta Aku jadikan mereka umat pertengahan. Dan Aku jadikan mereka umat yang permulaan dan yang terakhir. Oleh karena itu, ambillah apa yang telah Aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk golongan orang-orang yang bersyukur”.

 

Kemudian Allah menerangkan kepadaku beberapa perkara yang tidak diizinkan aku memberitahukannya kepada kamu. Dan diwajibkan atasku dan atas umatku salat 50 kali setiap hari.

 

Setelah Allah memberikan janji-Nya kepadaku dan membiarkan aku selama waktu yang Dia kehendaki, maka berfirmanlah Dia kepadaku: “Pulanglah kepada umatmu, dan sampaikanlah firman-Ku kepada mereka”.

 

Maka permadani yang tadi telah membawaku, kini membawaku kembali. Begitulah aku dibawanya naik dan turun hingga akhirnya tiba di Sidratul muntaha. Ternyata di sana Jibril telah menungguku. Aku melihat Jibril dengan hatiku sebagaimana aku melihatnya dengan mata di hadapanku. Dia menyambutku dan berkata :

 

“Semoga Allah menganugerahkan kepadamu kesejahteraan yang tidak pernah dianugerahkan-Nya kepada seorang pun dari makhluk-Nya, baik malaikat yang didekatkan maupun nabi yang diutus. Dan sesungguhnya Allah telah menyampaikan dirimu ke tempat yang tidak pernah dicapai oleh seorang pun dari penghuni langit dan bumi. Maka berbahagialah anda dengan kedudukan tinggi dan kemuliaan luhur yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Oleh karena itu, bersyukurlah kepada-Nya, karena sesungguhnya Allah Maha Pemberi karunia lagi menyukai orang-orang yang bersyukur”.

 

Maka aku pun memuji Allah atas semua itu.

 

Kemudian Jibril as. berkata :

 

“Berangkatlah, hai Muhammad, ke surga, supaya aku dapat memperlihatkan kepadamu apa yang akan Anda peroleh di sana. Dengan demikian maka akan bertambah zuhud: mu terhadap dunia di samping zuhudmu yang sudah ada, dan akan bertambah kecintaanmu pada akhirat di samping kecintaanmu yang sudah ada”.

 

Maka kami pun berangkat, sehingga dengan izin Allah Taala, sampailah kami di surga. Jibril tidak membiarkan satu tempat pun di dalam surga itu, melainkan diperlihatkannya kepadaku dan diterangkannya pula tentangnya. Aku melihat mahliyai-mahliyat yang terbuat dari mutiara, yagut dan zabarjad. Dan aku lihat pula pohon-pohon dari ernas kuning. Dan aku lihat di dalam surga itu apa-apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas dalam benak seorang manusia. Dan semua itu sudah selesai dibuat dan sudah disiapkan. Dan sesungguhnya ia hanya bisa dilihat oleh pemiliknya dari golongan para wali Allah. Maka menjadi sangat pentinglah apa yang telah aku lihat itu. Dan aku berkata : “Untuk hal seperti inilah hendaknya oranyorang beramal”.

 

Kemudian diperlihatkan pula kepadaku neraka, sehingga aku dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya.

 

Setelah itu, Jibril mengajak aku keluar dari langit. Maka kami berdua melewati langit demi langit, turun dari satu langit ke langit yang lain hingga akhirnya sampailah aku di langit yang dihuni oleh Nabi Musa. Beliau bertanya :

 

“Apa yang telah diwajibkan Allah atasmu dan atas umatmu?”,

 

Aku menjawab : “Lima puluh salat”.

 

Nabi Musa menanggapi :

 

“Umatmu tidak akan mampu melaksanakan lima puluh salat setiap hari. Karena sesSungguhnya aku pun telah mencoba orang-orang dan telah berusaha keras terhadap Bani Israel. Maka kembalilah kepada Tuhanmu, dan mintalah keringanan kepada-Nya”.

 

Maka aku pun kembali lagi, lalu Allah mengurangi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu Nabi Musa lagi, dan Beliau berkata seperti tadi. Maka aku pun kembali, dan Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, dan Beliau berkata lagi seperti tadi. Maka aku pun kembali, dan Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, dan Beliau berkata seperti tadi. Maka aku pun kembali, lalu Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, dan Beliau berkata lagi seperti tadi. Maka aku pun kembali, lalu aku diperintahkan melakukan lima kali salat setiap hari.

 

Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, Beliau berkata :

 

“Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukan salat lima kali setiap hari. Dan sesungguhnya aku pun pernah mencoba orang-orang dan telah berusaha keras terhadap Bani Israel. Maka kembalilah kepada Tuhan-mu dan mintalah keringanan kepadaNya”.

 

Aku menjawab :

 

“Aku telah meminta keringanan berkali-kali kepada-Nya, sehingga aku malu. Namun sekarang aku telah rela dan aku terima ketentuan-Nya”.

 

Ketika aku meninggalkan Beliau, terdengar suatu seruan : “Aku telah tetapkan farduKu, dan Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku”. Dalam riwayat lain : “Dan Aku memberi balasan atas setiap satu kebaikan, sepuluh kali lipatnya”.

 

Nabi saw. melanjutkan ceritanya :

 

“Kemudian aku pulang bersama saudaraku, Jibril. Dia tidak meninggalkan aku dan aku pun tidak meninggalkannya, hingga akhirnya kami tiba kembali ke tempat tidurku. Dan itu semua terjadi dalam satu malam dari malam-malammu ini”.

 

Beliau saw. bersabda :

 

Artinya : “Aku adalah penghulu anak cucu Adam, dan aku tidak sombong. Dan akulah pemegang panji Alhamd, dan aku tidak sombong”.

 

Ibnu Abbas ra. dan Aisyah ra. berkata : “Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Setelah malam terjadinya peristiwa isra’ atas diriku, dan paginya aku sudah berada kem. “bali di kota Mekah, maka aku sadar bahwa orang-orang tidak akan mempercayai aku”, Lantas Beliau saw. duduk dengan hati sedih. Tiba-tiba lewat Abu Jahal, musuh Allah, di hadapan Beliau. Dia datang mendekati Beliau lalu duduk di depannya. Kemudian ia berkata sambil memperolok-olokkan Beliau :

 

“Adakah sesuatu yang telah engkau peroleh?”.

 

“Ya”, jawab Nabi. “Tadi malam aku telah diisra’kan”.

 

“Kemana”, tanya Abu Jahal.

 

Nabi menjawab : “Ke Baitul maqdis”.

 

“Kemudian pagi ini engkau telah berada kembali di tengah kami?”. Tanya Abu Jahal dengan nada sinis.

 

Abu Jahal bertanya :

 

Beranikah engkau mengatakan kepada kaummu seperti yang engkau katakan kepadaku tadi?”.

 

“Ya”, jawab Nabi dengan tegas.

 

Maka berserulah Abu Jahai : “Hai sekalian Bani Ka’ab bin Luay, kemarilah!”. Mendengar seruan itu, orang-orang pun berdatangan, hingga akhirnya mereka berkumpul di has dapan keduanya.

 

Lalu Abu Jahal berkata kepada Nabi :

 

“Katakanlah kepada kaummu seperti apa yang telah engkau katakan kepadaku tadi”.

 

“Baiklah”, jawab Nabi. “Tadi malam aku telah diisra’kan”.

 

“Kemana?”, Tanya mereka

 

Nabi menjawab :

 

“Ke Baitul maqdis”.

 

Mereka bertanya pula : “Kemudian pagi ini engkau telah berada kembali di tengahtengah kami?”.

 

“Benar”, jawab Beliau.

 

Maka beberapa orang di antara mereka pergi mencari Abubakar. Setelah bertemu, mereka lalu bertanya : “Sudah mendengarkah engkau berita dari sahabatmu itu?. Dia mengaku bahwa dirinya telah diisra’kan tadi malam”.

 

“Benarkah Beliau telah berkata begitu?”. Tanya Abubakar.

 

Mereka menjawab : “Dia memang telah berkata begitu”.

 

Abubakar berkata : “Yah, sesungguhnya Beliau telah berkata benar”.

 

“Engkau membenarkan dia?”, tanya mereka.

 

Abubakar menjawab :

 

“Aku membenarkan Beliau tentang yang lebih jauh daripada itu”.

 

Demikian kisahnya secara ringkas.

 

Adapun mengenai Nabi saw. melihat Tuhannya Azza wa Jalla, para ulama salaf berbeda pendapat dalam hal melihatnya Beliau kepada Tuhan-nya Yang Mahasuci dengan mata kepalanya. Hal ini tidak diakui oleh Aisyah ra.

 

Dari “Amir, dari Masruq, bahwa dia pernah bertanya kepada Aisyah ra. : “Wahai Ummul mukminin, benarkah Nabi Muhammad melihat Tuhan-nya, maksudnya pada malam Isra’, dalam keadaan jaga?”.

 

Aisyah menjawab : “Bergetar rambutku terhadap apa yang kamu katakan itu”. Maksudnya : berdiri bulu romaku mendengar pertanyaanmu kepadaku itu. “Ada tiga perkara, barangsiapa mengatakannya kepadamu, maka sesungguhnya dia telah berdusta:… Barangsiapa mengatakan kepadamu bahwa Nabi Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta”. Kemudian dia membacakan firman Allah yang berbunyi:

 

Artinya : “Dia tidak dapat dilihat oleh pandangan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan”.

 

Kemudian ia menyebutkan hadis itu sampai selesai.

 

Ada segolongan ulama sependapat dengan Aisyah, dan agaknya pendapat ini pula yang masyhur dari Ibnu Mas’ud ra. Dan yang serupa dengan ini adalah riwayat dari Abu Hurairah ra., katanya : “Sesungguhnya Nabi saw. hanya melihat Jibril”. Namun, ini juga diperselisihkan. Sementara ada segolongan ulama ahli hadis, ahli kalam dan ahli figih yang mengingkari hal ini, dan mereka menganggap tidak mungkin melihat Allah di dunia.

 

Sedang dari Ibnu Abbas ra. diriwayatkan bahwa, Nabi saw. telah melihat Allah dengan mata kepalanya.

 

Dan Atha meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Nabi saw. telah melihat Allah dengan kalbunya”.

 

Dan dari Abul Aliyah, dari Ibnu Abbas ra., Nabi saw. telah melihat-Nya dengan hatinya dua kali”.

 

Oleh karena itu, Ibnu Ishak menyebutkan bahwa, Ibnu Umar ra. Pernah mengutus seseorang menemui Ibnu Abbas ra. untuk menanyakan, apakah Nabi Muhammad saw. telah melihat Tuhannya?. Dijawab olehnya : “Ya”.

 

Memang, menurut riwayat yang paling masyhur dari Ibnu Abbas ra. adalah bahwa Nabi saw. telah melihat Tuhannya dengan mata kepalanya. Hal itu diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari berbagai jalur. Dia berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah mengistimewakan Nabi Musa dengan kalam (berbicara dengan-Nya), Nabi Ibrahim dengan khulla (sebagai sahabat), dan Nabi Muhammad dengan ru’yah (melihat-Nya dengan mata kepalanya)”. Hujjah (argumentasi) nya adalah firman Allah yang berbunyi :

 

Artinya : “Hatinya tidak mendustakan apa yang dilihatnya. Maka, apakah kamu hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?. Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad) telah melihat-Nya pada waktu yang lain”.

 

Al Mawardi berkata : “Konon, Allah telah membagi kalam-Nya dan ru’yah-Nya antara Nabi Musa dan Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw. telah melihat-Nya dua kali, sedang Nabi Musa as. telah berbicara dengan-Nya dua kali pula”.

 

Dan Assamargandi menceritakan dari Muhammad bin Ka’ab Al Qarzhi dan Rabi’ bin Anas, bahwa Nabi saw. pernah ditanya : “Apakah Baginda telah melihat Tuhan Baginda?”. Beliau menjawab : “Aku telah melihat-Nya dengan hatiku, dan tidak melihat-Nya dengan mataku”. dst. (Syifa’un Syarif)

 

Adapun sebab terjadinya mikraj itu adalah, bahwasanya bumi pernah menyombongkan diri pada langit. Bumi berkata : “Aku lebih baik darimu, karena Allah Taala telah menghiasi aku dengan negeri-negeri, lautan, sungai-sungai, pohon-pohon, gunung-gunung dan lain-lain”.

 

Lalu langit menjawab : “Akulah yang lebih baik darimu, karena matahari, bulan, bintang-bintang, planet-planet gugusan-gugusan bintang, Arsy, Kursi dan surga ada padaku”.

 

Bumi tidak mau kalah, ia berkata : “Padaku ada sebuah rumah yang dikunjungi dan dikelilingi oteh para nabi, para rasul, para wali, dan seluruh kaum mukminin”.

 

Langit balas menjawab : “Padaku ada Baitul makmur yang dikelilingi oleh para malaikat langit. Dan padaku ada pula surga yang merupakan tempat tinggal arwah para nabi, para rasul, para wali dan orang-orang saleh”.

 

Kemudian bumi berkata : “Sesungguhnya penghulu para rasul, penutup para nabi, kekasih Tuhan semesta alam, dan makhluk yang paling utama, yang kepadanya disampaikan penghormatan yang paling sempurna, tinggal padaku dan berlaku syariatnya di atasku”.

 

Setelah mendengar perkataan bumi itu, maka langit tidak bisa berkutik dan tidak mampu menjawab lagi. Kemudian ia memohon kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, Engkau memperkenankan doa hamba-Mu yang ada dalam kesulitan, apabila dia berdoa memohon kepada-Mu. Sedang aku tidak mampu menjawab perkataan bumi. Oleh karena itu, aku memohon kepada-Mu, naikkanlah Nabi Muhammad kepadaku, sehingga aku menjadi mulia karenanya, sebagaimana bumi menjadi mulia dengan keelokannya dan membanggakan diri dengannya”.

 

Maka Allah pun mengabulkan doa langit itu. Kemudian Dia mewahyukan kepada Jibril as. pada malam kedua puluh tujuh dari bulan Rajab : “Hai Jibril, janganlah engkau berjalan jauh pada malam ini. Dan kau, hai Izrail, janganlah mencabut nyawa pada malam ini”.

 

Jibril bertanya : “Apakah kiamat telah tiba?”.

 “Tidak, hai Jibril”, jawab Allah, “Tetapi pergilah engkau ke surga, dan ambillah Burag, lalu bawalah ia kepada Muhammad”.

Maka Jibril pun pergi ke surga. Di sana dilihatnya ada 40.000 ekor burag, yang berkeliaran di taman-taman surga. Sedang pada kening-kening mereka tertulis nama Muhammad Jibril melihat di antara burag-burag itu ada seekor burag yang menundukkan kepalanya sambil menangis, sedang dari kedua matanya mengalir air mata.

“Kenapa engkau, hai Burag?”, tanya Jibril.

Burag itu menjawab :

“Wahai Jibril, sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad sejak 40.000 tahun yang lalu. Maka tertanamlah di dalam hatiku perasaan cinta kepada pemilik nama itu, dan aku merindukannya. Sesudah itu aku tidak memerlukan lagi makan dan minum, sedang aku terbakar oleh api kerinduan”.

Maka Jibril berkata : “Aku akan mempertemukanmu dengan orang yang engkau rindukan itu”.

Kemudian Jibril memberinya pelana dan kekang, lalu dibawanya kepada Nabi saw. demikian seterusnya sampai akhir cerita. (A’rajiyah)

33. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN MANUSIA


Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak cucu Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki yang baik-baik. Dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al Isra : 70)

Tafsir :

 

(. ) Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dengan rupa yang elok, tabiat yang seimbang, perawakan yang sedang, kemampuan membedakan dengan akalnya, memahamkan dengan bahasa lidah, isyarat dan tulisan, petunjuk kepada jalan-jalan penghidupan dunia dan akhirat, kemampuan menguasai isi bumi, kepandaian berindus-tri, menghubungkan antara sebab-sebab dan akibat-akibatnya, baik yang datang dari langit maupun bumi, sehingga menghasilkan manfaat-manfaat bagi mereka, dan lain-lain yang tidak mungkin disebutkan seluruhnya satu persatu. Di antaranya adalah seperti yang disebutkan oleh Ibnu Abbas ra., yaitu bahwa tiap-tiap binatang mengambil makanan dengan mulutnya kecuali manusia. Manusia mengangkat makanannya ke mulut dengan tangannya.

 

(.  ) dan Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, di atas kendaraan-kendaraan darat dan laut. Kalimat ini berasal dari :.  ( Aku beri dia kendaraan yang ia tumpangi), atau dari :   (Dan Kami angkut mereka dalam kendaraan darat dan kendaraan laut), sehingga mereka tidak dibenamkan oleh bumi dan tidak ditenggelamkan oleh air.

 

(. ) dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, yang enak-enak, baik yang dihasilkan oleh pekerjaan mereka ataupun oleh selain pekerjaan mereka.

 

     dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan, dengan kemenangan dan penguasaan, atau dengan kehormatan dan kemuliaan. Sedang yang dikecualikan adalah jenis malaikat atau orang-orang istimewa dari kalangan marfusia sendiri. Dan tidak dilebihkannya sejenis makhluk, tidak harus berarti tidak dilebihkannya beberapa individu dari jenis tersebut. (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mengucapkan salam kepadaku sepuluh kali, maka seolah. olah ia telah memerdekakan seorang budak belian”. (Syifa’un Syarif).

 

Dan diriwayatkan pula, bahwa Amr bin Ka’ab dan Abu Hurairah ra. Pernah datang menemui Nabi saw. dan bertanya : “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berilmu?”.

 

Nabi menjawab : “Orang yang berakal”.

 

Mereka bertanya pula : “Siapakah orang yang paling tekun beribadat?”.

 

Nabi menjawab : “Orang yang berakal”.

 

Mereka bertanya pula : “Siapakah orang yang paling utama?”.

 

Nabi menjawab : “Orang yang berakai. Segala sesuatu mempunyai senjata, dan senjata orang mukmin adalah akal. Setiap bangsa mempunyai pemimpin, dan pemimpin orang mukmin adalah akal. Dan setiap bangsa mempunyai cita-cita, dan cita-cita manusia adalah akal”. (Hayatul Qulub)

 

Dari Aisyah ra., ia berkata : “Akal itu ada sepuluh bagian. Lima di antaranya tampak, dan lima lainnya tidak tampak. Adapun bagian-bagian yang tampak itu ialah :

 

Pertama, diam.

 

Sebagaimana sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa diam, maka ia selamat”. Dan sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa banyak bicaranya, maka sering pula ia terjatuh”.

 

Kedua, santun.

 

Ketiga, rendah hati

 

Sebagaimana sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa bersikap rendah hati, maka Allah akan meninggikan (derajat)nya dan barangsiapa bersikap sombong, maka Allah akan menghinakannya”.

 

Keempat, menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.

 

Kelima, beramal saleh.

 

Adapun bagian-bagian akal yang tidak tampak adalah : Pertama, tafakkur (berpikir). Kedua, ibrah (mengambil pelajaran dari sesuatu kejadian).

 

Ketiga, merasa berat dengan dosa-dosa.

Keempat, merasa takut kepada Allah Taala.

Kelima, merasa dirinya hina dina (Hayatul Qulub)

 

Menurut sebuah khabar, keindahan itu diciptakan dengan tujuh bagian : kelembutan, kemanisan, cahaya, sinar, kegelapan, keramahan dan kehalusan. Ketika semua makhluk dan semua hal tadi telah diciptakan, maka tiap-tiap sesuatu diberi satu bagian dari bagian-bagian tersebut. Kelembutan diberikan kepada surga, kemanisan untuk bidadari, cahaya untuk matahari, sinar untuk bulan, kegelapan untuk malam, kelembutan dan kehalusan untuk angin. Alam besar, yaitu langit dan bumi, dihiasi dengan semua ha, tersebut. Dan ketika Allah telah menciptakan Adam as. dan Hawa, yaitu alam kecil, maka Allah juga menghiasinya dengan hal-hal tadi. Kelembutan Dia berikan untuk ruhnya, kemanisan untuk lidahnya, cahaya untuk wajahnya, sinar untuk matanya, kegelapan untuk rambut: nya, keramahan untuk hatinya dan kehalusan untuk nuraninya. Dengan demikian, manusia menjadi makhluk yang terbaik dari segalanya. Sebagaimana firman Allah Taala:

 

Artinya : “Dalam bentuk apa pun yang Dia kehendaki, Dia susun tubuhmu”. (Majalis)

 

Tidak ada perselisihan pendapat bahwa, para nabi alaihimus salamatu wassalam, adalah lebih utama daripada para malaikat yang berada di alam bawah, namun perselisihan pendapat terjadi mengenai para malaikat yang berada di alam atas, kebanyakan sahabat berpendapat bahwa, para nabi itu lebih utama. Pendapat yang sama dianut pula oleh kaum Syiah dan para penganut golongan-golongan lainnya. Sedangkan golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa, para malaikatlah yang lebih utama, pendapat ini dianut pula oleh golongan filosofi (para ahli filsafat).

 

Ada beberapa faktor yang dijadikan alasan oleh kawan-kawan kami :

 

Pertama, firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat : Sujudlah kamu sekalian kepada Adam…”

 

Para malaikat itu disuruh sujud kepada Adam as.. Dari sini dapat segera dipahami bahwa, pihak yang lebih rendahlah yang biasanya disuruh sujud (memberi hormat) kepada pihak yang lebih tinggi (lebih utama)

 

Kedua, firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benaa) seluruhnya…. Sampai dengan firman-Nya : “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui Selain yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

 

Hal ini menunjukkan bahwa Adam as. mengetahui nama-nama benda seluruh. nya, sedang para malaikat tidak. Yang mengetahui tentu lebih utama daripada yang tidak mengetahui. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Taala yang berbunyi:

 

Artinya : “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan mereka yang tidak mengetahui?”

 

Ketiga, bahwa manusia memiliki penghalang-penghalang yang merintanginya dari berbuat ibadat, seperti syahwatnya, amarahnya, hajatnya yang menyibukkan waktu-waktunya. Sedangkan para malaikat tidak memiliki satu pun dari penghalang-penghalang tersebut. Tidak diragukan bahwa, ibadat yang tetap dilaksanakan meskipun ada penghalang-penghalang tadi adalah lebih menjamin keikhlasan dan lebih berat.

 

Sehingga dengan demikian lebih utama. Keterangan lebih rinci mengenai masalah

 

ini dapat Anda telaah dalam kitab Syarah Al Agaid oleh ulama besar At Taftazani.

 

Silahkan Anda menelaahnya.

 

Dalam salah satu hadis, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Amal yang paling utama ialah yang paling berat”.

 

Yakni, yang paling sulit. Dengan demikian tentu pahalanya akan lebih banyak.

 

Keempat, bahwa manusia dibentuk dengan susunan antara malaikat yang hanya berakal tanpa syahwat dan binatang yang bersyahwat tanpa akal. Dengan akalnya, manusia cenderung menjadi malaikat, dan dengan syahwatnya, manusia cenderung menjadi binatang. Selanjutnya, apabila syahwatnya mengalahkan akalnya, maka manusia akan lebih jahat daripada binatang. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Mereka itu laksana binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. . Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

 

Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Sesungguhnya binatang yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang yang tuli”.

 

Dengan demikian, orang yang akalnya mengalahkan syahwatnya, dia lebih baik daripada malaikat. (Demikian tersebut dalam syarah Al Mawaqif)

 

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

“Ketika Allah Taala telah menciptakan Adam dan anak cucunya maka berkatalah para malaikat : “Ya Rabb, Engkau telah menciptakan manusia dengan beberapa kelebihan, mereka makan, minum, kawin, berkendaraan, memakai pakaian, tidur dan bebas bepergian. Sedangkan kepada kami, tidak satu pun di antara hal-hal tersebut yang Engkau berikan. Maka jadikanlah buat mereka dunia, dan buat kami akhirat”.

 

Allah Taala menjawab :

 

“Aku tidak akan menjadikan makhluk yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku dan Aku tiupkan ke dalamnya ruh Ku seperti makhluk yang Aku ciptakan dengan satu kata “KUN” lalu jadilah ta”.

 

Maksudnya : seperti makhluk yang Aku ciptakan dengan semata-mata perintah, yaitu malaikat. Artinya, manusia tidak sama dengan malaikat dalam hal kemuliaan dan kedekatannya (di sisi Allah), tetapi kemuliaan manusia itu lebih banyak dan kedudukannya lebih tinggi. (Al Mashabih)

 

Konon, susunan falak dan gugusan bintang adalah seperti susunan manusia. Jadi sebagaimana falak itu ada tujuh, maka demikian pula anggota tubuh manusia. Falak terbagi menjadi dua belas gugusan bintang, maka demikian pula pada tubuh manusia terdapat dua belas lubang : dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, kubul dan dubur, dua susu, mulut dan pusar. Enam gugusan bintang itu ada di sebelah selatan, dan enam lainnya ada di sebelah utara. Maka demikian pula halnya dengan enam lubang itu ada di belahan kanan manusia, dan enam lainnya ada di belahan kirinya. Dan pada falak ada tujuh bintang, demikian pula pada tubuh manusia ada tujuh kekuatan : pendengaran. penglihatan, penciuman, pengecap, peraba, pemikir, dan pembicara. Jadi, gerakan-gerakan Anda adalah seperti gerakan-gerakan bintang, kelahiran Anda seperti terbitnya bintang-bintang, dan kematian Anda seperti tenggelamnya bintang-bintang. Dan ini perumpamaan di alam atas.

 

Adapun perumpamaan di alam bawah adalah, tubuh Anda diumpamakan seperti bumi, tulang-tulang Anda diumpamakan gunung-gunung, otak Anda seumpama bahanbahan mineral, keringat Anda seumpama sungai-sungai, daging Anda seumpama tanah. rambut anda seumpama tumbuh-tumbuhan, wajah Anda seumpama timur, punggung Anda seumpama barat, tangan kanan Anda seumpama selatan, dan tangan kiri Anda seumpama utara, nafas Anda seumpama angin, pembicaraan Anda seumpama halilintar, tertawa Anda seumpama kilat, tangis Anda seumpama hujan, marah Anda seumpama awan, tidur Anda seumpama mati, jaga Anda seumpama hidup, masa muda Anda seumpama musim panas, dan masa tua Anda seumpama musim dingin (maka Mahasuci Allah, Pencipta yang sebaik-baiknya). Pada telapak tangan, Allah menciptakan tiga puluh lima tulang, begitu pula pada kaki. (Zahratur Riyadh)

 

Diriwayatkan dari.sahabat Abu Hurairah ra. dalam menafsirkan firman Allah Taala :

 

 Artinya : “Tuhan sekalian alam”.

 

Bahwa Allah Taala telah menciptakan makhluk, dan membagi mereka menjadi empat jenis : malaikat, setan, jin dan manusia. Kemudian keempat jenis itu Dia bagi lagi menjadi sepuluh bagian, sembilan bagian di antaranya berupa malaikat, dan satu bagian lagi berupa setan, manusia dan jin. Selanjutnya ketiga jenis terakhir, Dia bagi lagi menjadi sepuluh bagian, sembilan bagian di antaranya adalah setan, dan satu bagian lain berupa manusia dan jin. Kedua jenis terakhir ini Dia bagi lagi menjadi sepuluh bagian, sembilan bagian di antaranya berupa jin, dan yang satu bagian lagi berupa manusia. Kemudian Dia bagi manusia itu menjadi 125 bagian, yang seratus bagian Dia tempatkan di negeri-negeri Hindia, mereka semua bakal masuk ke neraka. Dua belas bagian lagi Dia tempatkan di negeri-negeri Romawi, mereka semua juga bakal masuk neraka. Enam bagian lagi Dia tempatkan di Timur, mereka semua juga akan masuk ke dalam neraka. Dan enam bagian lagi Dia tempatkan di Barat, mereka pun akan masuk neraka semua. Dan tinggallah satu bagian, yang terbagi menjadi 73 golongan. 72 golongan di antara adalah para penganut bid’ah dan kesesatan, sedangkan yang satu golongan adalah yang selamat, yaitu golongan Ahlu Sunna wal Jama’ah. Hisab mereka terserah kepada Allah Taala. Dia akan mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki, dan mengazab siapa saja yang Dia kehendaki. (Tafsir Al Wasith)

 

Abubakar Al Balkhi pernah ditanya tentang seorang yang fakir, bila dia menerima hadiah dani seorang taja, padahal dia tahu bahwa raja itu telah mengambil barang itu dengan cara merampas. Apakah itu halal?. Al Balkhi menjawab “Jika raja itu telah mencampurkan antara dirham-dirham yang satu dengan lainya, maka tidak apa-apa rrerar manya. Tetapi kalau raja itu memberikan kepada si fakir barang hasil rampasan ita serd sebelum bercampur dengan yang lainnya, maka itu tidak boleh”.

 

Menurut Alfakih Abul Laits, jawaban ini benar berdasarkan pendapat Abu Han far Karena menurutnya, orang yang merampas dirham-dirham dani suatu kaum, kemudar da campurkan dengan yang lain, maka dirham-dirham itu menjadi milik si perampas, tetap berarti ia berhutang kepada kaum itu.

 

Sedangkan di dalam Bustanul Arifin disebutkan bahwa, ulama berselisih pendapat mengenai soal menerima hadiah dari seorang raja. Sebagian dari mereka mengatakan itu boleh, selagi si penerima tidak mengetahui bahwa raja itu memberinya dari barang yang haram. Sedang sebagian lainnya mengatakan bahwa, itu tidak boleh. Adapun ulama yang membolehkan, sependapat dengan apa yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra. bahwa dia pernah berkata : “Sesungguhnya raja itu memperoleh harta yang halal! dan yang haram. Maka apa-apa yang diberikannya kepadamu, maka ambiliah. Sesungguhnya dia memberimu dari yang halal”.

 

Dan diriwayatkan pula dari Umar ra., ia berkata : “Rasulullah saw. pernah bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa diberi sesuatu tanpa meminta, maka terimalah ia. Sesungguhnya itu adalah rezeki yang dikaruniakan Allah Taala kepadanya”.

 

Dan diriwayatkan dari Habib bin Abi Tsabit, bahwa ia berkata : “Saya pernah melihat Ibnu Umar ra. dan Ibnu Abbas ra. diberi hadiah dari Al-mukhtar. Hadiah-hadiah itu mereka terima, padahal Almukhtar itu terkenal sebagai seorang yang zalim”.

 

Muhammad bin Alhasan juga pernah meriwayatkan dari Abu Hanifah ra., dari Hammad, bahwa Ibrahim An Nakha’i telah pergi menemui Zuhair bin Abdillah Al Uzdi, yang menjadi Gubernur di Hulwan. Ketika itu, Ibrahim ditemani oleh Abu Dzarr Al Hamdani ra., meminta hadiah kepada Al Uzdi tersebut. Muhammad bin Alhasan berkata : “Inilah yang kami anut, selagi kami tidak mengetahui sesuatu yang nyata-nyata haram dari pemberiannya. Dan demikian juga pendapat yang dianut oleh Abu Hanifah”. (Mauizah)

 

Saya katakan, di zaman sekarang ini, tidak mungkin lagi menganut pendapat yang sangat berhati-hati dalam hal fatwa, karena mencari secara berlebihan barang yang halal menurut aturan wara yang tertinggi adalah termasuk hal yang akan membawa kepada kesulitan, apalagi bagi para pelajar. Padahal kesulitan itu ditolak dalam agama. Bahkan, syariatlah yang menjadi timbangan yang lurus. Jadi, apa pun yang tidak dikecam oleh syariat adalah halal dan merupakan rahmat dari Allah Taala atas hamba-hamba-Nya. Maka apabila seseorang telah berpegang pada syariat, orang lain tidak boleh mengingkarinya. Karena mengingkari berarti meremehkan syariat. Dan barangsiapa yang meremehkan syariat, maka dikuatirkan akan hilang imannya.

 

Kalau ini sudah diyakini benar-benar, maka wara dan takwa di zaman sekarang ialah menganggap apa saja yang ada pada tangan seseorang sebagai miliknya, selama tidak diketahui dengan yakin bahwa barang itu nyata-nyata hasil rampasan atau curian, sekalipun diketahui dengan yakin bahwa dalam hartanya terdapat barang haram. Karena dalam fatwanya, Qadhi Khan berkata : “Ada seseorang menemui raja. Lalu dihidangkanlah kepadanya sesuatu makanan. Kalau tamu itu tidak tahu bahwa hidangan itu nyata-nyata hasil rampasan, maka dia boleh makan, karena segala sesuatu pada asalnya boleh. Tetapi, kalau tidak demikian, maka tidak boleh. (Dari catatan-catatan kami, yang hina ini)

 

Allah Taala berfirman di dalam surah Yaasiin :

 

(     ) Dan suatu tanda, yang besar dari Kami, yang menunjukkan kekuasaan Kami yang sempurna dan keesaan Kami.

 

(. ) bagi mereka, maksudnya : yang dapat mereka gunakan sebagai dalil yang menunjukkan atas kebenaran Kami, yaitu :

 

(.  ) bahwa Kami, maksudnya : dengan keadaan kebesaran Kami. .

 

(.    ) Kami mengangkut dzurriyah mereka dalam bahtera. Yang dimaksud dzurriyah ialah bapak-bapak dan nenek moyang mereka, sekalipun kata dzurriyah dapat juga diartikan sebagai anak-cucu.

 

(.     ) yang sesak, yakni yang penuh muatan.

 

Sedang yang dimaksud bahtera di sini adalah kapal Nabi Nuh as. Dan mereka itu ialah dari keturunan orang-orang yang diangkut bersama Nabi Nuh as. ketika mereka masih berada dalam tulang sulbi nenek moyang mereka.

 Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan bahtera yang penuh muatan dalam ayat ini ialah kapal itu yang berlayar di laut, padahal ia tidak mempunyai tangan dan kaki, namun dapat menempuh jarak perjalanan dua puluh hari dalam tempo satu hari saja. Ini semua menunjukkan kekuasaan Kami yang sempurna.

(.     ) dan Kami ciptakan untuk mereka kendaraan yang mereka kendarai seperti bahtera itu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dalam ayat ini ialah kapal-kapal yang dibuat sesudah kapal Nabi Nuh as., yang sama bentuknya. Dan ada pula yang berpendapat, yang dimaksud adalah kapal-kapal kecil yang berlayar di sungai-sungai, seperti halnya kapal-kapal besar di laut. Dan ini adalah pendapat dari Gatadah, Adh Dhahak dan lain-lain.

 Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa yang dimaksud ‘seperti bahtera itu’ ialah unta di darat, seperti halnya kapal di laut. Yakni, Kami telah menciptakan untuk mereka kapal-kapal di laut yang mereka kendarai, dan Kami ciptakan pula untuk mereka di darat : unta, kuda, dan keledai, yang mereka kendarai. Dan ini semua menunjukkan kekuasaan dan kekuatan Kami. (dari Ma’alimut Tanzil dan lainnya) 

34. PENJELASAN TENTANG SALAT TAHAJJUD

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Dan pada sebagian malam salat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadat tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (AS. Al Isra : 79)

Tafsir :

(.    ) Dan pada sebagian malam salat tahajjudlah kamu. Maksudnya, pada sebagian malam tinggaikanlah tidur untuk melakukan salat. Sedang dhamir (kata ganti nama, yaitu :      kembali kepada kata     (yang disebutkan pada ayat sebelumnya).

 

(.    ) sebagai suatu ibadat tambahan bagimu, selain salat fardu, atau sebagai suatu keutamaan bagimu, sebab salat Tahajjud ini hanya wajib atas dirimu (Nabi Muhammad) saja.

 

(.    ) Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. Tempat yang dipuji oleh orang yang tinggal di situ, dan oleh siapa saja yang melihatnya. Tempat ini diartikan tempat mana saja yang memuat kemuliaan. Tetapi yang masyhur bahwa yang dimaksud dengan magam (tempat) di sini adalah magam syafaat. Karena ada sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ia adalah magam (tempat) di mana aku memberi syafaat kepada umatku”.

 

Dan karena diberitahukannya kepada Beliau, bahwa orang-orang memuji Beliau sebab Beliau tinggal di sana. Dan itu tidak lain adalah Magam Syafaat.

 

Adapun sebab dinasabkannya kata Magaaman (.    ) adalah karena ia menjadi zharaf (kata keterangan) dengan me-idhmar-kan (menyembunyikan) fiil (kata kerja) nya, yakni : fayuqiimaka maqooman (.     ). Atau, karena kata yab’atsaka (       ) itu sudah memuat arti dari fiil (kata kerja) tersebut. Atau, bisa juga kata maqooman (.     ) itu menjadi hal (kata keadaan), dengan arti : an yab’atsaka dzaa maqooman (.    ). (Qadhi Baidhawi)

 

Dan sahabat Anas bin Malik ta., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah dua orang muslim berjumpa lalu berjabatan tangan dan mengucapkan salawat kepadaku, melainkan Allah mengampuni dosa-dosa keduanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang, berkat kemurahan-Nya, sebelum keduanya berpisah”.

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw.., bahwa ketika Beliau sedang duduk di dalam Masjid, masuklah seorang pemuda menemui Beliau. Beliau menyambut pemuda itu dengan penuh hormat, kemudian mendudukkannya di sisi Beliau, lebih tinggi daripada tempat duduk Abubakar. Lantas Beliau saw. menerangkan alasannya, kata Beliau : “Sesungguhnya aku mendudukkannya lebih tinggi darimu, karena di dunia ini tidak ada seorang pun yang lebih banyak membaca salawat untukku melebihi dirinya. Tiap-tiap pagi dan petang, ia mengucapkan :

 

Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad sebanyak jumlah orang yang bersalawat kepadanya. Dan limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad, sebanyak jumlah orang yang tidak bersalawat kepadanya. Dan limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad, sebagaimana Engkau suka bila dibacakan salawat untuknya. Dan limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad, sebagaimana Engkau perintahkan agar dibacakan salawat untuknya.

 

Oleh karena itulah, maka aku dudukkan dia lebih tinggi daripada tempat dudukmu”.

 

(Zubdatul Wa’zhin) Firman Allah : wa minal laili (      ) berkaitan dengan kata : tahajjada (     ). Maksudnya :

 

Artinya : “Bertahajjudlah kamu di kala terbit fajar pada sebagian malam. Maka tinggalkanlah tidur.

 

Tetapi yang lebih nyata adalah, bahwa kata itu berkaitan dengan fiil mugaddar, yang diathafkan kepadanya kata tahajjad, karena huruf fa (.   ) itu harus ada ma’thuf ‘alaihnya. Sedang penjabarannya adalah :

 

 Artinya : “Bangunlah pada sebagian malam, lalu bertahajjudiah sambil membaca Alquran”. (Syaikh Zadah)

 

Firman Allah .

 

Maksudnya : Bangunlah setelah kamu tidur, lalu bertahajjudlah. Karena tahajud itu hanya dilakukan sesudah bangun tidur. Maksud ayat ini adalah bangun di waktu ma am lalu salat.

 

Salat malam itu pada mulanya merupakan kewajiban atas Nabi saw. dan atas umatnya, yaitu pada masa permulaan Isiam, berdasarkan firman Allah Taala :

 

 

Artinya : “Wahai orang yang berselimut, bangunlah (untuk salat) di malam hari”. Kemudian turun keringanan, sehingga kewajiban itu menjadi terhapus (mansukh atas umat Beliau, dengan adanya salat lima waktu namun salat malam itu tetap mustahab (dianjurkan) atas mereka berdasarkan firman Allah Taala :

 

Artinya : “Maka bacalah apa yang mudah dari Alquran”.

 

Tetapi, kewajiban itu masih berlaku atas diri Nabi saw., sesuai dengan firman Allah Taala :

 

Artinya : “Sebagai ibadat tambahan bagimu”.

 

Yakni, kewajiban tambahan atas kewajiban-kewajiban lainnya yang telah diwajibkan Allah Taala.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, kewajiban salat tahajjud itu juga mansukh (terhapus) atas diri Nabi saw. seperti halnya terhapus atas umatnya. Dengan demikian, salat malam itu hanya sunnah saja bagi Beliau. Sebab Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sebagai ibadat nafilah bagimu”.

 

Dalam ayat ini disebutkan bagimu (.  ) dan bukan atasmu (.  ). (Dari Tafsir Al Khazin)

 

Yang dimaksud nafilah (     ) adalah tadhilah (      ) atau keutamaan. Karena ketuamaan Nabi atas umatnya dengan wajibnya salat malam itu atas diri Beliau dan bertambahnya pahala. Nafilah itu merupakan keutamaan bagi Beliau dan bukan berarti pelebur dosa. Sebab Beliau adalah orang yang telah dijamin bersih dari segala dosa. Baik yang lalu maupun yang akan datang. (Syihab)

 

Jika Anda bertanya, apa artinya pengkhususan (takhsis), kalau salat malam itu merupakan tambahan bagi kaum muslimin dan juga bagi Nabi saw?. maka saya jawab : Gunanya pengkhususan adalah bahwa, ibadat-ibadat nafilah itu merupakan pelebur dosa bagi manusia pada umumnya, sedangkan Nabi saw. adalah seorang yang dijamin bersih dari dosa, baik di masa lalu maupun di masa yang akan datang. Adapun salat matam itu merupakan keutamaan dan tambahan bagi Beliau dalam meningkatkan derajat-derajat yang luhur. Lain hanya dengan umat Beliau, karena mereka mempunyai dosa-dosa yang memerlukan penghapus. Jadi mereka perlu kepada ibadat-ibadat nafilah untuk menghapus dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan mereka, bukan semata-mata untuk menambah pahala. Kesimpulan dari uraian mu adalah, bahwa ibadat-ibadat tathawwu yang dilakukan oleh Nabi saw. merupakan tambahan pahala bagi Beliau, berlainan dengan umat Beliau. (Syaikh Zaadah)

 

Dari Ibnu Abbas ra. katanya : “Nabi saw. telah menyuruh salat malam, dan salat malam itu diwajibkan atas Beliau, sedang atas umatnya tidak”.

 

Namun, Albaghawi mengorcksi bahwa, kewajiban salat tahajjud itu telah dicabut kembali dari Nabi saw. (Syihab)

 

Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Allah Taala menyayangi laki-laki yang bangun di waktu malam lalu salat dan membangunkan isterinya, dan jika istrinya itu tidak mau (bangun) maka ia percikkan air ke wajahnya. Dan Allah Taala menyayangi wanita yang bangun di waktu malam lalu salat dan membangunkan suaminya, dan jika suaminya itu tidak mau (bangun) maka ia percikkan air ke wajahnya”. (Mau’izhah)

 

Dari Aisyah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ada tiga perkara yang wajib atas diriku dan sunnah bagi kamu : salat witir, bersiwak (menggosok gigi), dan salat malam”. (Syihab)

 

Dari sahabat Umar bin Khattab ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :

 

“Barangsiapa melakukan salat malam, dan salat itu dilakukannya dengan baik, maka Allah Taala akan memuliakannya dengan sembilan perkara, yang lima di dunia, sedang yang empat di akhirat. Adapun yang lima di dunia ialah : (1) Allah memeliharanya dari bermacam-macam bencana, (2) tampak bekas ketaatannya pada wajahnya, (3) dicintai oleh hati hamba-hamba-Nya yang saleh dan semua manusia, (4) lidahnya berbicara dengan kata-kata hikmat, (5) dia dijadikan sebagai orang yang bijak, yakni dikaruniai kefahaman.

 

Sedangkan empat perkara yang ada di akhirat kelak ialah : (1) dia akan dibangkitkan dari dalam kuburnya dengan wajah yang putih bercahaya, (2) dimudahkan hisab (perhitungan baik buruk) nya, (3) dia akan melewati shirat (titian di atas neraka) laksana kilat yang menyambar, (4) dia akan menerima kitab amalnya dari arah kanannya pada hari kiamat kelak. (Raudhatul Ulama)

 

Dari Nabi saw., Beliau bersabda yang artinya :

 

“Pada malam aku diisra’kan ke langit, Tuhanku mewasiatkan kepadaku lima perkara, firman-Nya : Janganlah hatimu engkau gantungkan pada dunia, karena sesungguhnya Aku tidak menciptakan dunia itu untukmu. Jadikanlah kecintaanmu itu hanya kepada-Ku, karena sesungguhnya tempat kembalimu adalah kepada-Ku. Bersungguh-sungguhlah memohon surga. Bersikaplah putus asa kepada makhluk, karena sesungguhnya tidak ada sesuatu apa pun pada tangan mereka. Dan selalulah melaksanakan salat tahajjud, karena pertolongan itu beserta salat malam”. (Syir’atul Islam)

 

Dari Nabi saw., sabdanya : “Barangsiapa bangun tidur lalu mengucapkan :

 

Artinya : “Tidak ada tuhan selain Allah, Yang Satu, tidak ada sekutu bagi-Nya Kepu. nyaan-Nya kerajaan dan untuk-Nya pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar. Dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Oh Tuhan-ku, ampunilah daku, kedua orang tuaku, dan orang-orang mukmin, yang laki-laki maupun yang perempuan. Maka dia benar-benar telah diampuni oleh Tuhannya”. (Zubdatul Waa’zhin)

 

Ibrahim bin Adham berkata : “Ada beberapa orang tamu singgah di rumahku. Maka tahulah aku bahwa mereka itu adalah wali-wali abdal. Kemudian aku berkata : “Berilah aku nasehat supaya aku dapat merasa takut kepada Allah seperti rasa takut tuan-tuan”. Maka mereka menjawab : “Kami menasihatkan kepada anda tujuh perkara :

 

Pertama, barangsiapa banyak bicara, maka jangan Anda harapkan hatinya jaga.

 

Kedua, barangsiapa banyak makan, maka jangan Anda harap dirinya memiliki hikmat.

 

Ketiga, barangsiapa banyak bergaul dengan manusia, maka jangan Anda harap dia akan merasakan manisnya ibadat.

 

Keempat, barangsiapa mencintai dunia, maka jangan Anda harap dia akan memperoleh husnui khatimah.

 

Kelima, barangsiapa bodoh, maka jangan anda harap hatinya akan hidup.

 

Keenam, barangsiapa lebih suka berkawan dengan orang zalim, maka jangan Anda harap akan lurus agamanya.

 

Ketujuh, barangsiapa menginginkan keridaan manusia, maka jangan Anda harap dia akan memperoleh keridaan Allah”. (Hadits Arba’in).

 

Attirmidzi meriwayatkan dari Abu Umamah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Hendaklah kamu melakukan salat malam. Karena salat malam itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kamu, yaitu pada nabi dan para wali, dan mendekatkan kamu sekalian kepada Tuhanmu, meleburkan keburukan-keburukan dan menghapuskan dosa-dosa dan segala cela, serta mencegah dosa”.

 

Uraian :

 

“Hendaklah kamu melakukan salat malam, karena salat malam itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kamu, yaitu para nabi dan para wali”. Diriwayatkan bahwa, keluarga Nabi Daud as. pun melakukan salat malam, dan di sini terkandung peringatan, bahwa kamu lebih patut melakukan itu, karena kamu adalah sebaik-baik umat, dan juga mengandung isyarat bahwa, orang yang tidak melakukan salat malam itu tidaklah tergolong orang-orang yang sempurna kesalehannya.

 

“Dan mendekatkan kamu sekalian kepada Tuhanmu”, maksudnya : salat malam itu merupakan suatu ibadat yang paling mampu untuk mendekatkan kepada kecintaan Tuhanmu daripada apa pun yang kamu gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah Taata. Di dalam kalimat ini terkandung suatu isyarat kepada sebuah hadis gudsi, yaitu firman Allah Taala :

 

Artinya : “Seorang hamba senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadatibadat nafilah, sehingga Aku mencintainya”.

 

“Meleburkan keburukan-keburukan dan menghapuskan dosa-dosa dan segala cela”. Kata makfarah (      ) dan mamhah (.    ) kedua-duanya adalah masdar mim, seperti kata mahmadah (.    ), yang artinya sama dengan isim failnya, yaitu penebus. Yang menebus dosa-dosa dan menghapus segala cela. Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu menghilangkan keburukan-keburukan”.

 

“Dan mencegah dosa”, Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya salat itu mencegah perbuatan-perbuatan keji dan mungkar” (Ali Al Qaari, semoga mendapat rahmat Ilahi)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Aku memberi syafaat kepada umatku ketika aku dipanggil oleh Tuhan-ku, lalu Dia berfirman : “Apakah engkau rida, Ya Muhammad?”. Maka aku menjawab : “Ya Tuhanku, aku rida”. (Hadis Al Arba’in)

 

Mengenai Umar bin Abdul Aziz ra., dia adalah seorang khalifah, dan dia juga tergolong orang yang zuhud. Pada suatu hari, istrinya berkata kepadanya : “Ya Amirilmukminin, saya telah bermimpi melihat sesuatu yang aneh”.

 

Umar bertanya : “Apa yang engkau lihat?”.

 

Isterinya menjawab :

 

“Aku melihat seakan-akan kiamat telah bangkit, dan semua manusia telah dikumpulkan. Neraca telah ditegakkan dan titian telah direntangkan di atas neraka. Dan pertamatama para malaikat membawa Abdulmalik bin Marwan, lalu mereka berkata kepadanya : “Menyeberanglah dari sini’. Ketika ia meletakkan kedua telapak kakinya di atas titian dan hendak menyeberang, maka baru saja dia melangkah satu dua langkah, tiba-tiba terjerumuslah ia ke dalam neraka. Kemudian para malaikat datang membawa puteranya Alwalid bin Abdulmatik, lalu mereka berkata : ‘menyeberanglah’, maka baru saja dia menapakkan kakinya di atas titian, tiba-tiba terjerumuslah ia ke dalam neraka. Dan para khalifah, semua pun begitu. Kemudian para malaikat datang membawamu, ya Amirilmukminin”.

 

Ketika wanita itu berkata demikian, maka berteriaklah Umar bin Abdulaziz keras. keras dan badannya gemetar dengan hebat, seperti ikan dalam jaring Dan mulailah ia membenturkan kepalanya ke lantai dan ke tembok, sementara wanita itu pun menjerit seraya berkata : “Demi Allah, saya melihat bahwa tuan ada di dalam surga, dan tuan dapat melewati titian itu dengan selamat”.

 

Namun Umar sudah tidak mendengarkan lagi perkataan wanita itu, karena gerretar. nya. Dan ketika gemetarnya telah reda, mereka dapati ia telah meninggal dunia. (Mau”zhah)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Setan mengikatkan tiga buhulan pada ubun-ubun seseorang di antara kami ketika ia sedang tidur. Kemudian, apabila dia bangun terus menyebut nama Allah Taala, maka terlepasiah satu buhulan. Kemudian, apabila dia berwudu, terlepas pula buhulan kedua. Dan kemudian, apabila dia melakukan salat, maka terlepas pulalah buhulan yang ketiga, sehingga dia menjadi segar bersemangat. Tetapi kalau tidak, maka setan itu akan mengencingi kedua telinganya. (Demikian tersebut di dalam kitab Al Misykaat)

 

Imam Alghazali ra., berkata : “Apabila tiba permulaan malam, berserulah malaikat dari bawah Arsy, “Ingat, hendaklah bangun orang-orang ahli ibadat”. Maka mereka pun bangun dan mengerjakan salat sebanyak yang dikehendaki Allah. Kemudian di tengah malam, berseru pula malaikat, “Ingat, hendaklah bangun orang-orang yang takut kepada Allah, yang memperpanjang tegak mereka di dalam salat sampai dini hari”. Kemudian pada sepertiga malam terakhir, berseru pula malaikat penyeru dari bawah Arsy : “Ingatlah, hendaklah bangun orang-orang yang memohon ampunan”. Dan apabila waktu fajar telah menyingsing, maka berseru pula malaikat penyeru : “Ingat, hendaklah bangun orangorang yang lalai”. Maka mereka pun bangun dari tempat tidur mereka masing-masing ibarat mayat-mayat yang dibangkitkan dari kubur mereka”.

 

Oleh karena itu, Lukman mewasiatkan kepada puteranya, katanya : “Wahai anakku, janganlah engkau tidur, sedang ayam jago berkokok pada waktu dini hari, sementara engkau enak-enakan tidur”.

 

Sedang Syaikh Muhyiddin Ibnul “Arabi semoga Allah mensucikan jiwanya’ berkata : “Hendaklah engkau melakukan salat malam sebanyak yang dapat menghilangkan sebutan pelalai dari dirimu, paling sedikit dengan membaca sepuluh ayat”. Maksudnya, di dalam salat.

 

Begitu pula, dari Abdullah bin Amr bin Ash, ia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berdiri dalam salat dengan membaca sepuluh ayat maka dia tidak dicatat dari golongan orang-orang yang lalai. Dan barangsiapa berdiri (dalam salat) dengan membaca seratus ayat, maka dia dicatat termasuk ke dalam golongan orang-orang yang patuh. Dan barangsiapa berdiri (dalam salat) sambil membaca seribu ayat, maka dia dicatat termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memperbanyak pahala, dan seakan-akan dia seperti orang yang bersedekah dengan uang tujuh puluh ribu dinar. (Demikian disebutkan di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)

 

Diceritakan, bahwa pada suatu hari, Nabi Musa as. berjalan melewati seorang lelaki yang sedang salat dengan penuh khudhu dan khusyu, maka Beliau berkata : “Ya Tuhanku, alangkah bagusnya salat orang itu”. Allah Taala menjawab : “Hai Musa, sekalipun dia salat tiap-tiap sehari semalam seribu rakaat, memerdekakan seribu budak belian, mensalati seribu jenazah, naik haji seribu kali, dan berperang seribu kali, semuanya itu tidak akan berguna baginya, sampai dia menunaikan zakat hartanya”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Cinta dunia merupakan pangkal segala dosa, dan enggan berzakat itu muncul karena cinta dunia tersebut”. (Mau’izhah)

 

Dan sabda Nabi saw. : |

 

Artinya : “Barangsiapa di antara kamu memelihara salat dalam keadaan bagaimanapun dan di mana saja, maka dia akan melewati shirat (titian yang ada di atas neraka) laksana kilat yang menyambar bersama-sama rombongan pertama dari golongan Assabigun (orang-orang yang pertama-tama masuk Islam). Dan dia datang pada hari kiamat sedang wajahnya bak rembulan pada malam purnama. Dan tiap-tiap sehari-semalam, dia memperoleh pahala seperti pahala Seribu orang yang mati syahid”.

 

Dan Nabi saw. bersabda pula :

 

Artinya : “Salat fajar dua rakaat lebih baik daripada dunia beserta semua isinya”.

 

Jika Anda bertanya, mengapa sampai diberikan pahala yang sedemikian besar hanya untuk amal yang ringan dan sedikit itu?. Maka kami jawab :

 

“Tidakkah anda pernah mendengar cerita tentang Imam Syafii ra.?. Diceritakan, bahwa pada suatu ketika, cambuknya jatuh dari tangannya. Lalu, seseorang bergegas menghampirinya dan mengambilkan cambuk itu kemudian ia berikan kepadanya. Imam Syafii mengucapkan terima kasih, lalu menyerahkan kepada orang itu sekantong uang yang berisi uang sangat banyak. Ketika dia ditanya orang, kenapa tuan memberinya upah sedemikian banyak hanya untuk pekerjaan yang tidak seberapa itu?. Imam Syafii menjawab : “untuk menolong saya, dia telah mengerahkan segenap kemampuannya, sedang saya hanya menggunakan sebagian saja dari kemampuan saya”.

Itulah perlakuan Imam Syafii, maka betapa pula perlakuan Tuhan semesta alam?. Dan sesungguhnya Imam Syafii telah meriwayatkan sebuah hadis tentang hal tersebut dari Rasulullah saw., bahwa Beliau bersabda :

Artinya : “Hanya dengan satu alasan saja, Tuhanku menerima dua ribu dosa besar Terutama takbir pertama di dalam salat. Nabi saw. bersabda :

Artinya : “Takbir yang pertama lebih baik daripada dunia seisinya”.

Konon yang dimaksud adalah, andaikata Anda mempunyai dunia, lalu dunia itu Anda nafkahkan di jalan Allah Taala, maka Anda tetap tidak memperoleh apa yang dapat Anda peroleh dengan takbir yang pertama itu”. (Maw’izhah)

35. PENJELASAN TENTANG KEUTAMAAN SAHABAT

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan petang dengan mengharap keridaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka, sedang kamu mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (QS. Al Kahfi )

 

Tafsir :

(.   ) Dan bersabarlah kamu. Tahanlah dirimu dan tetapkanlah ia.

 

(.   ) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan petang. Pada sebagian besar waktu-waktu mereka, atau pada kedua ujung siang.

 

(.    ) dengan mengharapkan wajah-Nya, keridaan Allah dan ketaan kepadaNya. “

 

(.     ) Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka. Janganlah penglihatanmu melewati mereka kepada selain mereka. Sedang dijadikannya kata ta’du (      ) sebagai fiil muta’addi dengan menggunakan ‘an (    ) adalah karena ia mengandung arti naba (tidak mengenai sasaran).

 

(.     ) sedang kamu mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Menurut riwayat yang masyhur, kalimat ini menjadi Hal (Kata keadaan) dari dhamir kaf (.   ).

 

(.     ) dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan. Orang yang Kami jadikan hatinya lalai.

 

(.     ) dari mengingat Kami. Seperti Umayyah bin Khalaf, ketika meminta kamu mengusir orang-orang miskin dari majelismu demi tokoh-tokoh Quraisy.

 

(.     ) serta menuruti hawa nafsunya. Jawaban dari tuntutan ini adalah apa yang telah diterangkan beberapa kali sebelumnya.

 

(.  ) Dan adalah keadaannya itu melampaui batas, yakni melampaui kebe. naran dan membuangnya ke belakang punggungnya. Dalam bahasa Arab ada istilah : farasun furuth (     ) yang maksudnya : Kuda yang melampaui kuda-kuda lainnya, Dari kata ini (.  ) muncul pula kata   (kelalaian). (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., ia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa bersalawat kepadaku satu kali, dengan mengucapkan Allaahumma shalli alaa Muhammad (artinya : Oh Tuhanku, limpahkanlah kehormatan dan kemuliaan kepada Muhammad, seperti yang pernah Engkau limpahkan), maka Allah akan bersalawat kepadanya sepuluh kali (arti salawat Allah buat hamba-Nya adalah memberi rahmat kepadanya), dan digugurkan darinya sepuluh kesalahan, serta diangkat baginya Sepuluh derajat”.

 

Konon, ayat ini diturunkan ketika para pemuka orang-orang kafir meminta kepada Rasulullah saw. supaya Beliau mengusir orang-orang miskin dari majelisnya, seperti sahabat Suhaib, sahabat Ammar, sahabat Khabbab, sahabat Salman dan lain-lain. Mereka berkata : “Hai Muhammad, usirlah orang-orang itu dari majelismu, sehingga kami dapat duduk bersamamu. Karena mereka adalah orang-orang hina. Bau mereka seperti bau kambing, sedang kami adalah tokoh-tokoh bangsa. Kami tidak mau duduk bersama mereka. Jika Anda mau mengusir mereka, maka kami baru mau beriman kepadamu”.

 

Agaknya Rasulullah saw. hendak melakukan itu, karena sangat menginginkan mereka beriman. Maka turunlah Jibril as. membawa firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan petang, sedang mereka menghendaki keridaan-Nya”. Lantas Rasulullah saw. menjawab : “Allah melarangku mengusir mereka itu”. Orang-orang kafir itu berkata pula : “Berilah kami waktu satu hari, dan untuk mereka hari yang lain”. Nabi saw. menjawab tegas : “Aku tidak akan melakukan itu”. Kemudian mereka berkata : “Kalau begitu, biarlah majelisnya sama, tetapi menghadaplah kepada kami dengan wajahmu, dan membelakangi mereka dengan punggungmu”. Maka turunlah firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya… (dan seterusnya, seperti di atas). (Ma’alimut Tanzil) Sedang Qatadah ra. berkata : “Ayat ini turun mengenai para sahabat yang menghuni serambi Masjid (ahlus suffah).

 

Jumlah mereka semuanya ada 700 orang, yang semuanya merupakan orang-orang fakir. Mereka tinggal menetap di Masjid Rasulullah saw.. Mereka sudah tidak lagi melakukan aktivitas perdagangan, pertanian atau peternakan. Kerja mereka hanya melakukan salat, dari waktu ke waktu. Ketika ayat ini turun, maka bersabdalah Nabi saw. : “Segala puji bagi Allah, yang telah menjadikan di kalangan umatku orang-orang yang aku disuruh bersabar bersama mereka”. (Ma’alimut Tanzil)

 

Dari sahabat Anas ra., katanya : “Orang-orang fakir tersebut pernah mengutus seseorang menemui Rasulullah saw. Lalu berkata : “Ya Rasulullah, saya adalah utusan orangorang fakir untuk menemui Baginda”.

 

“Selamat datang kepadamu dan kepada orang-orang yang telah mengutusmu,”, sambut Beliau dengan gembira. “Engkau datang dari orang-orang yang dicintai Allah”

 

Orang itu berkata : “Ya Rasulullah, orang-orang fakir itu berkata, bahwa orang-orang kaya benar-benar telah memborong kebaikan seluruhnya. Mereka naik haji, sedang kami tidak mampu melakukannya. Mereka memerdekakan hamba sahaya, sedang kami tidak mampu melakukannya. Dan apabila mereka sakit, mereka mengeluarkan kelebihan harta mereka sebagai simpanan”.

 

Maka berkatalah Nabi saw. : “Sampaikanlah salamku kepada orang-orang fakir itu, dan sampaikanlah pula kepada mereka pesanku ini : bahwa barangsiapa di antara .kamu bersabar dan rela menerima nasibnya, maka dia akan memperoleh tiga perkara yang tidak diberikan kepada orang-orang yang kaya :

 

Pertama, bahwa di dalam surga ada sebuah mahligai yang terbuat dari mira delima yang merah, yang dipandangi oleh para penghuni surga seperti penduduk dunia memandang kepada bintang-bintang. Tidak seorang pun akan mencapai tempat itu selain dari nabi, atau wali, atau orang yang mati syahid, atau mukmin yang fakir.

 

Kedua, orang-orang fakir akan memasuki surga setengah hari lebih cepat daripada orang-orang kaya, yaitu sama dengan 500 tahun. Mereka dapat menikmati isi surga itu di mana saja yang mereka kehendaki. Sedang Nabi Sulaiman bin Daud as. saja baru akan masuk surga 40 tahun setelah masuknya nabi-nabi yang lain, disebabkan oleh harta dan kerajaan yang telah diberikan Allah Taala kepadanya di dunia.

 

Selanjutnya, Nabi saw. Bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang fakir dari kaum muhajirin mendahului masuk surga empat puluh musim gugur sebelum orangorang kaya, pada hari kiamat kelak”.

 

Jika Anda bertanya, “Bagaimana mencocokkan antara kedua hadis di atas?”. Maka kami jawab : Boleh jadi yang lebih dahulu masuk ke dalam surga lima ratus tahun itu adalah orang fakir yang sabar. Sedang yang masuk surga lebih dahulu empat puluh tahun itu ialah orang fakir yang tidak sabar. Tetapi mungkin juga, yang lebih dahulu empat puluh tahun itu ialah orang-orang fakir dari kaum Muhajirin yang mendahului orang-orang kaya

 

mereka. Jadi bukan orang-orang fakir atau orang-orang kaya secara mutlak.

 

(Dikisahkan) Ada seorang lelaki bertanya kepada Abdullah bin Umar ra., katanya : “Bukankah kita termasuk orang-orang fakir Muhajirin?”.

 

Ibnu Umar balik bertanya : “Apakah Anda mempunyai isteri yang Anda kasihi?’. Orang itu menjawab : “Ya”.

 

Ibnu Umar bertanya kembali : “Apakah Anda mempunyai rumah yang Anda diami?”. “Ya”, jawab orang itu.

 

Ibnu Umar berkata : “Anda tergolong orang-orang kaya”.

 

“Saya pun mempunyai seorang pelayan”, kata orang itu pula.

 

Ibnu Umar berkata : “Kalau begitu, Anda tergolong raja-raja”.

 

Ketiga, apabila seorang fakir mengucapkan : “Subhanallah walhamdu lillah wa aa Ilaaha illallaah, wallaahu akbar, dengan ikhlas, dan ada pula orang kaya yang mengucap. kan kalimat-kalimat itu dengan ikhlas pula, maka pahala yang didapat oleh orang kaya t, tidak dapat mencapai seperti pahala orang fakir tersebut, sekalipun (di samping merg. ucapkan kalimat-kalimat tadi) orang kaya itu menafkahkan uangnya beribu-ribu dirham Dan demikian pula halnya dengan amal-amal kebajikan yang lain.

 

Maka pulanglah utusan orang-orang fakir itu kepada para pengutusnya. Kemudian 4 memberitahukan hal itu kepada mereka. Mereka merasa senang dan berkata : “Kami re a dengan kefakiran ini, Ya Rabb”. Sekian (Dari Ibnu Malik dalam syarahnya atas kitab Aj Masyrig)

 

Abul Laits berkata : “Ada lima kemuliaan bagi orang-orang yang fakir:

 

Pertama, bahwa pahala amal mereka lebih banyak daripada pahala amal orangorang kaya, baik dalam ibadat salat, sedekah maupun lain-lainnya.

 

Kedua, bahwa apabila orang fakir menginginkan sesuatu yang tidak ia dapatkan, maka dicatatkanlah pahala baginya.

 

Ketiga, bahwa mereka lebih dahulu memasuki surga.

 

Keempat, bahwa hisab (perhitungan amal baik dan buruk) mereka di akhirat lebih ringan.

 

Kelima, bahwa penyesalan mereka lebih ringan. Karena orang-orang kaya di akhirat

 

kelak berangan-angan seandainya dahulu mereka menjadi orang fakir”.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Umar ra., katanya : “Pada suatu hari, saya menemui Rasulullah saw., sedang Beliau tengah berbaring di atas sebuah tikar. Dan ternyata tikar itu telah membekas pada lambung Beliau. Lalu, saya periksa lemari Beliau, saya lihat ada gandum kira-kira satu sha. Maka saya pun menangis karena terharu.

 

“Kenapa engkau menangis?”. Tanya Rasulullah.

 

Saya jawab :

 

“Kisra dan Kaisar saja tidur di atas kasur sutra, sedang Baginda adalah seorang utusan Allah. Saya lihat kefakiran pada Baginda sedemikian rupa”.

 

“Hai Umar”, kata Beliau. “Tidakkah engkau rela, kita akan memperoleh akhirat, sedang untuk mereka dunia?”.

 

Rasulullah saw. mengatakan : “Kita memperoleh” dan bukan mengatakan “Aku memperoleh”, padahal pertanyaan Umar tadi adalah mengenai diri Beliau. Itu menunjukkan bahwa akhirat adalah juga untuk para pengikutnya.

 

Sedang menurut riwayat lain, Rasulullah saw. menjawab :

 

“Hai Ibnul Khattab, mereka itu adalah kaum yang disegerakan kepada mereka kelezatan-kelezatan mereka dalam kehidupan dunia”.

 

Maksudnya : bahwa bagian orang-orang kafir adalah kenikmatan dunia yang mereka peroleh itu saja, sedang di akhirat, mereka tidak mendapat bagian apa-apa. Sekian (Dari Ibnu Malik dalam Syarah kitab Al Masyrig)

 

Dan Nabi saw. bersabda, yang artinya :

 

“Orang-orang fakir dari kalangan umatku akan bangkit pada hari kiamat kelak dengan wajah laksana rembulan, rambut mereka bertahtakan mutiara dan mira delima, tangan-tangan mereka memegang piala dari cahaya, Mereka duduk di mimbar-mimbar dari cahaya, sedang orang-orang lain masih berada dalam hisab. Para penghuni surga memandang kepada mereka seraya bertanya : “Apakah mereka para malaikat?”. Mereka menjawab : “Bukan”. Dan para malaikat pun memandang kepada mereka seraya bertanya . “Apakah mereka para nabi?”. Mereka menjawab : “Bukan. Tetapi kami adalah dari umat Muhammad saw.””.

 

Malaikat bertanya : “Dengan amal apakah, Allah Taala sampai menganugerahkan derajat-derajat ini kepada kalian?”.

 

Mereka menjawab : “Amal kami tidak banyak, dan kami pun tidak pernah berpuasa satu tahun penuh, serta tidak pula bangun beribadat di malam hari. Tetapi kami senantiasa memelihara salat lima waktu secara berjamaah. Dan apabila kami mendengar nama Muhammad saw., banjirlah mata kami dengan air mata. Dan kami dahulu suka berdoa dengan hati yang khusyuk, serta bersyukur atas kefakiran yang menimpa kami”.

 

Dan dari Amir bin Syu’aib ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Ada dua pekerti yang barangsiapa memilikinya, niscaya Allah Taala akan mencatatkannya sebagai orang yang bersyukur dan bersabar. (Yaitu) orang yang dalam urusan agamanya, ia memandang kepada orang yang lebih unggul daripadanya, lalu ia menirunya. Dan orang yang dalam urusan dunianya, ia memandang kepada orang yang lebih rendah daripadanya, lalu ia memuji Allah Taala atas karunia-Nya kepadanya”.

 

Sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu, lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi orang lelaki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (juga) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

 

Dari Syaqiq Az Zahid ra., ia berkata : “Orang-orang fakir telah memilih tiga perkara, dan orang-orang kaya pun telah memilih tiga perkara. Orang-orang fakir telah memilih ketenangan jiwa, ketentraman hati dan hisab yang ringan. Sedang orang-orang kaya telah memilih keletihan jiwa, kesibukan hati, dan hisab yang berat”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dan Junaid Albaghdadi berkata : “Kata fakru (      ) itu terdiri dari tiga huruf. Huruf fa (     .   ) adalah Fana (lenyap), huruf Qaf (.   ) adalah Ganaah (puas hati), dan huruf ra (,) adalah Riyadhah (olah batin). Kalau sifat-sifat ini tidak terdapat pada diri seorang fakir, maka dia bukanlah seorang fakir”.

 

Dan dikatakan, bahwa para maula, yakni orang-orang kaya, bakal masuk surga lima ratus tahun sesudah hamba-hamba sahaya mereka. Dan orang-orang fakir dari kaum yang kafir, bakal masuk neraka lima ratus tahun sesudah orang-orang kaya mereka. Namun, perlu diketahui bahwa, orang yang lebih dahulu masuk surga itu tidak harus berarti mereka lebih derajatnya daripada orang-orang yang masuk surga belakangan. Tetapi, boleh jadi ada sebagian orang yang masuk surga belakangan, seperti mereka yang menafkahkan hartanya untuk kepentingan-kepentingan sosial, lebih tinggi derajatnya daripada orang yang mendahuluinya masuk surga. (Dari Ibnu Malik).

 

Dikisahkan, bahwa setelah Junaid Albaghdadi wafat, kedudukannya digantikan oleh seseorang yang bernama Muhammad Alhariri. Dia telah menetap di Mekah selama satu tahun, tidak berbuka, tidak tidur, tidak menyandarkan punggungnya ke tembok, dan tidak mengulurkan kakinya. Tatkala usianya telah melawati enam puluh tahun, dia pun mendduki jabatan sebagai Wali Qutub, Suatu kali, pernah ditanyakan kepadanya : “Keajaiban apa yang pernah Anda alami?”

 

Dia menjawab :

 

“Pada suatu hari, ketika saya sedang duduk di pojok Masjid, tiba-tiba masuk seorang pemuda dengan tidak mengenakan tutup kepala, tanpa memakai alas kaki, rambutnya kusut masai dan wajahnya pucat pasi. Kemudian ia berwudu lalu salat dua rakaat. Sete a itu, ia duduk sambil merundukkan kepalanya hingga hampir menyentuh dadanya. Dem. kian keadaannya sampai tiba waktu Magrib. Maka ia salat berjamaah bersama kami. Us a salat, ia kembali merundukkan kepalanya seperti tadi.

 

Kebetulan pada malam itu, khalifah Baghdad mengundang kaum sufi untuk mem nta nasehat. Maka kami pun bersiap-siap untuk berangkat memenuhi undangan tersebut. Pemuda itu saya tegur : “Hai fakir, maukah Anda berangkat bersama kami untuk memenuhi undangan khalifah?”.

 

“Saya tidak berhajat pada khalifah”, jawabnya, “tapi saya ingin agar tuan memberi saya bubur tepung yang hangat”.

 

Dalam hati saya berkata, “Dia tidak menyetujui aku memenuhi undangan, tetapi menginginkan sesuatu dariku”.

 

Oleh karena itu, ia saya tinggalkan, dan saya pun pergi ke majelis khalifah.

 

Kemudian saya pulang kembali ke pojok Masjid tadi. Saya lihat pemuda itu seakanakan sudah tidur. Maka saya pun tidur pula. Sekonyong-konyong saya bermimpi melihat Rasulullah saw. Didampingi oleh dua orang tua yang bercahaya. Sedang di belakang mereka ada serombongan besar orang, yang wajah-wajah mereka berkilauan cahaya. Maka diperkenalkanlah kepadaku :

 

“Ini adalah Rasulullah, sedang di sebelah kanan Beliau adalah Nabi Ibrahim, Khalilullah, dan di sebelah kiri Beliau adalah Nabi Musa, Kalimullah. Adapun orang-orang di belakang mereka adalah 124.000 nabi, salawatullah “alaihim”.

 

Maka, saya pun menghadap Rasulullah saw. untuk mencium tangan Beliau. Namun Beliau memalingkan wajahnya dariku. Saya melakukan itu sampai dua tiga kali, namun Beliau tetap memalingkan wajahnya dariku. Akhirnya saya bertanya : “Ya Rasulullah, apakah gerangan yang telah saya lakukan, sehingga Baginda memalingkan wajah Baginda yang mulia dari saya?”.

 

Beliau menatap kepada saya dengan wajah yang memerah bagaikan mira delima karena keagungannya, lalu Beliau berkata : “Sesungguhnya salah seorang fakir kami menginginkan bubur tepung yang hangat darimu, tetapi engkau telah berlaku kikir terhadapnya, dan engkau biarkan dia kelaparan malam ini “.

 

Maka saya pun terjaga dengan perasaan takut dan gemetar. Saya mencari pemuda itu, namun dia sudah tidak tampak lagi batang hidungnya. Saya tidak mendapati dia di tempatnya tadi. Maka sayapun keluar. Tampak oleh saya, pemuda itu sedang berjalan meninggalkan tempat itu.

 

“Hai anak muda”, panggil saya. “Demi Allah yang telah menciptakanmu, bersabarlah sejenak, sampai saya bawakan bubur tepung yang kau pinta”.

 

Pemuda itu memandang kepada saya sambil tersenyum, lalu ia berkata : “Hai orang tua, siapa yang ingin sesuap makanan darimu?. Kalau begitu, di mana dia akan dapat menemui 124.000 nabi yang datang kepadamu sebagai pemberi syafaat untuk sesuap bubur tepung”. Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia pun menghilang. (Misykatul Anwar)

 

Allah SWT. berfirman :

 

(.     ) Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan orang-orang yang menafkahkan hartanya dalam mentaati Allah.

 

(       ) adalah seperti sebutir benih, milik seorang petani yang menanamnya di tanah yang subur.

 

(.      ) yang menumbuhkan tujuh bulir, kira-kira dan lebih kurangnya. Sedang yang menumbuhkan adalah Allah. Adapun tanah itu menjadi sebab tumbuhnya benih tersebut. Maksudnya : mengeluarkan tujuh cabang dari pokok pohon, karena keunggulan benih itu, dan keterampilan penanamnya, serta suburnya tanah. Di sini jamak katsrah ditempatkan di posisi jamak gillah, yaitu sunbulat (.   ).

 

(.     ) pada tiap-tiap bulir ada seratus biji, sehingga jumlahnya menjadi tujuh ratus biji. Demikianlah pemberi sedekah yang baik, yang memberikan harta yang baik pula, jika diberikannya kepada orang yang berhak menerimanya dengan izin syara, maka dari tiap-tiap sedekah, Allah memberinya tujuh ratus kebaikan atau lebih.

 

(.    ) Dan Allah melipat gandakan, yakni menambah pahala.

 

(.   ) bagi siapa yang dikehendaki-Nya, di antara orang-orang yang menafkahkan hartanya, jadi bukan bagi setiap orang yang menafkahkan harta. Karena sikap yang berbeda-beda di antara mereka.

 

(     , ) Dan Allah Mahaluas, yakni Mahaluas karunia-Nya untuk melipat gandakan seperti itu.

 

(     ) lagi Maha Mengetahui, tentang infak dan niat mereka.

 

Selanjutnya, Allah menerangkan kepada mereka cara menafkahkan harta di jalan Allah, supaya memperoleh pahala-Nya.

 

Firman Allah :

 

(.    ) Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, yakni mengelurkannya pada tempat yang semestinya.

 

(      ) kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka nafkahkan, dari harta itu.

 

(     ) dengan menyebut-nyebut pemberiannya. Maksudnya, tidak menyebut-nyebut kepada si penerima mengenai apa yang telah disedekahkannya itu (atau, tidak mengungkit-ungkitnya, pent.) Umpamanya, pemberi sedekah yang suka mengungkit-ungkit itu mengatakan : “Aku telah berbuat kepadamu begini-begitu”. Atau, “Aku telah berbuat baik kepadamu begini-begitu”.

 

(.   ) dan tidak pula dengan menyakiti. Maksudnya, tidak menyakiti hati si penerima. Umpamanya, si pemberi sedekah yang suka menyakiti itu berkata : “Sesungguhnya aku telah memberimu, namun kamu tidak berterima kasih kepadaku”, atau : “Berapa kali Sudah engkau datang kepadaku dan menyakitkan hatiku”, atau “Sudah berapa kali engkau meminta, apakah kau tidak malu”.

 

(.   ) Mereka memperoleh pahala mereka, ganjaran mereka disediakan.

 

(      ) di sisi Tuhan mereka, dan tiada rasa takut atas mereka, di akhirat. “

 

(      ) dan tidak pula mereka bersedih hati, atas perkara dunia yang telah mereka tinggalkan.

 

Konon, ayat ini turun mengenai Utsman, ketika ia membeli sumur Raumah, lalu ia jadikan sarana untuk menyakiti hati kaum muslimin. Selanjutnya, Allah Taala berfirman, sebagai penguat bagi tidak diperbolehkannya mengungkit-ungkit pemberian dan menyakiti hati si penerima.

 

Artinya : “Perkataan yang baik… dst”. (Tafsir Uyun)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tamu adalah berkat dari Allah dan nikmat dari-Nya. Barangsiapa memuliakan tamu, maka dia bersama aku di dalam surga. Dan barangsiapa tidak memuliakan tamu, maka dia tidaklah termasuk ke dalam golongan umatku.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa ingin dicintai Allah dan Rasul-Nya, maka hendaklah ia makan bersama tamunya”. Dan sabda Beliau pula mengenai sedekah dan keutamaan-keutamaannya :

 

Artinya : “Sedekah adalah tabir terhadap neraka. Apabila tiba hari kiamat, manusia akan berteduh pada bayang-bayang dari sedekah mereka”. (Zahratur Riyadh)

36. PENJELASAN TENTANG KECAMAN DAN TIDAK KEKALNYA DUNIA

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan berilah perumpamaan kepada mereka (tentang) kehidupan dunia (yang diumpamakan) seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi lebat (subur) karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Kemudian tumbuh-tumbuhan itu hancur dihempas angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhan-mu, dan lebih baik untuk menjadi harapan”. (QS. Alkahti 1 45-46)

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan berilah mereka perumpamaan tentang kehidupan dunia, ingatkanlah mereka tentang sesuatu yang menyerupai kehidupan dunia dalam hal kemegahannya, atau dalam hal ketidak kekalannya, atau dalam hal sifatnya yang unik.

 

(.   ) yang diumpamakan seperti air. Kehidupan dunia itu laksana air. Kata ‘kamaain (     ) ini bisa juga menjadi maf’ul tsani dari kata ‘idhrib’ (.   ), dengan syarat bahwa kata idhrib itu searti dengan kata ‘shayyir (.   ).

 

(.    ) yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi lebatlah karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Maka menjadi rimbuntah tumbuh-tumbuhan itu karenanya, sebagian bercampur dengan yang lain karena banyak dan lebatnya. Atau, air itu menyusup ke dalam tumbuh-tumbuhan itu sehingga ia berair dan berdaun. Dengan demikian, maka arti yang sebenarnya adalah : … maka air itu bercampur dengan tumbuh-tumbuhan di muka bumi…, namun karena masing-masing dari kedua benda yang bercampur itu disifati dengan sifat yang lain, maka dibaliklah susunannya untuk menyatakan mubalaghah (bersangatan) mengenai banyaknya tumbuh-tumbuhan itu.

 

(.    ) lalu tumbuh-tumbuhan itu menjadi hancur. Hancur bercerai-berai.

 

(.   ) dihempas angin. Dicerai-beraikan oleh angin. Dan ada pula yang membacanya : tudzrihi (       ) dari kata adzraa (.    ). Adapun musyabbaha bihinya bukan. lah air atau keadaan air itu melainkan suasana yang bisa disimpulkan dari susunan kali. mat tersebut, yaitu keadaan tumbuh-tumbuhan yang ditumbuhkan dengan sebab air itu sehingga menjadi hijau dan berdaun, kemudian menjadi hancur diterbangkan angin, maka menyadilah ia seperti tidak pernah ada.

 

(.     ) Dan adalah Allah atas segala sesuatu, seperti mengadakan dan meniadakan.

 

(.     ) Mahakuasa, mampu.

 

(.     ) harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Dengan keduanya manusia berhias di dunianya, dan tak lama kemudian akan lenyap darinya.

 

(.   ) tetapi amalan-amalan yang kekal! lagi saleh, amal-amal kebajikan yang langgeng buahnya bagi manusia buat selama-lamanya, dan termasuk di dalamnya hal-hal yang digunakan untuk menafsirkan ayat ini, seperti salat lima waktu, amalan-amalan haji, puasa Ramadan, subhanallaah waihamdu lillah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar, dan perkataan yang baik.

 

(.    ) adalah lebih baik di sisi Tuhanmu, daripada harta dan anak-anak…

 

(.    ) pahalanya, yang kembali.

 

(.    ) dan lebih baik untuk menjadi harapan. Karena dengan amalan-amalan tadi, orang yang melakukannya akan memperoleh di akhirat kelak apa yang dia harapkan semasa di dunia. (Qadhi Baidhawi) |

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra. dan Ammar bin Yasir ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan satu malaikat dan mem-berinya kemampuan mendengarkan seluruh makhluk. Malaikat tersebut berdiri di atas kubur: 4: ku sampai hari kiamat. Maka tidaklah seseorang dari umatku mengucapkan salawat kepa1 daku, melainkan disebut-sebutlah ia oleh malaikat itu namanya dan nama ayahnya, katanya : “Ya Muhammad, sesungguhnya Fulan bin Fulan telah bersalawat kepadamu”. (Abu Su’ud)

 

Nabi Isa as. berkata : “Dunia ini ada tiga hari : hari kemarin, ia telah lewat, sedikit pun sudah tidak ada lagi yang ada pada tanganmu dari hari kemarin itu: hari esok, yang tidak anda ketahui apakah akan sampai kepadanya atau tidak: dan hari yang tengah anda alami, maka gunakanlah ia sebaik-baiknya.

 

Dan dunia ini ada tiga saat : saat yang telah lewat: sedikitpun sudah tidak ada lagi yang ada pada tanganmu saat yang telah lewat itu: Saat yang akan datang, saat yang tidak Anda ketahui apakah anda akan sampai kepadanya atau tidak, dan saat yang sedang Anda alami, maka gunakanlah ia dengan sebaik-baiknya, karena pada hakekatnya anda hanya memiliki satu saat saja, sebab maut bisa menjelang sewaktu-waktu.

 

Dunia itu ada tiga nafas : nafas yang telah lewat, yang telah anda gunakan untuk melakukan apa yang telah Anda lakukan: nafas yang tidak Anda ketahui apakah Anda akan sampai kepadanya atau tidak: dan nafas yang tengah Anda alami. Jadi, Anda hanya memiliki satu nafas saja, bukan satu hari atau satu jam. Maka bergegaslah dalam nafas yang satu ini kepada ketaatan sebelum ia lewat, dan kepada tobat sebelum Anda mati, karena mungkin Anda mati pada nafas yang kedua. Dan sebaik-baik amal ialah memelihara waktu pada setiap hembusan nafas. Karena orang yang menyia-nyiakan waktunya berarti ia menyia-nyiakan umurnya”. (Tanbihul Ghafilin).

 

Dalam salah satu khabar dari Nabi saw., bahwa Beliau telah menasehati seorang jelaki, sabdanya :

 

Artinya : “Gunakanlah kesempatan dalam lima perkara sebelum datang lima perkara yang lain : (1) masa mudamu sebelum masa tuamu, (2) kayamu sebelum miskinmu, (3) waktu senggangmu sebelum sibukmu, (4) waktu sehatmu sebelum sakitmu, (5) hidupmu sebelum matimu.

 

Karena kemampuan manusia beramal di masa mudanya tidak akan sama dengan kemampuannya setelah ia tua. Oleh karena itu, sudah sepatutnya ia bersungguh-sungguh melakukan segala amal kebajikan pada lima keadaan tersebut, dan menggunakan kesempatan saat sehatnya dan waktu senggangnya selagi masih hidup. Barangsiapa rindu kepada Allah Taala tentu ia akan bersegera kepada kebaikan-kebaikan. Dan barangsiapa takut akan neraka, tentu ia akan mencegah dirinya dari berbagai-bagai hawa nafsu. (Tanbihul Ghafilin)

 

Diriwayatkan bahwa putera Umar ra. pernah pulang dari sekolah sambil menangis. Maka Umar pun bertanya kepadanya :

 

“Kenapa engkau menangis, hai anakku?”.

 

Anaknya menjawab :

 

“Anak-anak di sekolah menghitung tambalan-tambalan di bajuku, dan mereka mengatakan, “Lihatlah putera amirilmukminin, ada berapa tambalan di bajunya”.

 

Memang, baju Umar sendiri bertambalan di empat belas tempat, dan sebagian tambalan itu dari kulit. Maka berkirim suratlah Umar kepada penjaga Baitulmal, katanya : “Pinjamilah aku dari Baitulmal empat dirham dengan tempo hingga awal bulan depan tiba, potonglah hutangku itu dari gaji bulananku”.

 

Maksudnya, gaji bulanan yang aku ambil dari Baitulmal setiap bulan karena tugasku.

 

Penjaga Baitulmal itu membalas surat itu dengan berkata : “Wahai Umar, apakah anda merasa aman atas hidup Anda selama sebulan, sehingga saya harus memberi pinJaman kepada Anda. Apa yang dapat Anda lakukan dengan dirham-dirham dari Baitulmal Seandainya Anda mati, sedang uang itu masih ada pada Anda?”.

 

Ketika Umar membaca jawaban dari penjaga Baitulmal itu, maka menangilah ia, lalu berkata : “Hai anakku, kembalilah ke sekolah. Sesungguhnya ayah tidak merasa aman atas nyawaku barang sesaatpun”. (Misykatul Anwar).

 

Dari Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. tidak pernah kenyang dari roti liga hari berturut-turut sampai Beliau meninggal dunia”.

 

Dan menurut riwayat lain : … dari roti gandum selama dua hari berturut-turut, padahal seandainya Beliau mau, niscaya Allah akan memberi Beliau apa yang tidak pernah terlintas di dalam hati Beliau”.

 

Dan dalam riwayat lain : “… tidak pernah keluarga Rasulullah kenyang dari roti jelai, sampai Beliau menemui Allah Taala””.

 

Dan Aisyah ra. berkata pula : “Nabi saw. tidak meninggalkan (warisan) dinar. dirham, kambing maupun unta”.

 

Sedangkan menurut hadis dari Amru bin Harits ra. : “Nabi saw. tidak meninggalkan selain dari senjata Beliau, seekor keledai dan sebidang tanah yang Beliau jadikan sedekah”.

 

Aisyah ra. mengatakan pula : “Sesungguhnya Nabi saw. meninggal dunia, sedang d rumahku tidak ada sesuatu pun yang dapat dimakan oleh makhluk yang bernyawa selain dari separuh gandum di dalam sebuah rak milikku. Padahal Beliau pernah berkata kepadaku : “Sesungguhnya pernah ditawarkan kepadaku lembah Mekah itu akan dijadikan emas untukku, namun aku menjawab, tidak Ya Tuhanku, biarlah aku lapar sehari dan kenyang sehari. Adapun pada hari aku lapar, aku akan memohon dengan kerendahan hati kepada-Mu dan berdoa kepada-Mu, sedang pada hari aku kenyang, aku akan memuji dan memuja-Mu’”.

 

Dalam hadis lain, bahwa Jibril as. turun menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Aliah Taala menyampaikan salam kepadamu, dan berfirman kepadamu: “Sukakah engkau, jika gunung-gunung ini Aku jadikan emas untukmu dan menyertaimu di mana saja engkau berada’?’ Nabi menunduk sejenak, kemudian Beliau menjawab : “Hai Jibril, sesungguhnya dunia ini adalah negeri orang yang tidak mempunyai negeri, dan harta bagi orang yang tidak mempunyai harta, ia hanya dikumpulkan oleh orang yang tidak berakal. Maka berkataiah Jibril as. : “Semoga Allah memantapkan engkau Ya

 

Muhammad, dengan perkataan yang mantap'”. ‘ Dan dari Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Sesungguhnya dahulu. Kami keluarga Mu| hammad, benar-benar pernah tinggal selama sebulan tanpa menyalakan api. Tidak ada apa-apa selain kurma dan air”. (Syifa’un Syarif) ‘ At Tabrani meriwayatkan dari Sa’id, dari Nabi saw., bahwa Beliau berkata kepada Bilal :

 

Artinya : “Hai Bilal, matilah engkau dalam keadaan miskin, dan jangan mati dalam keadaan kaya”.

 

Aisyah ra. berkata : “Perut Nabi sama sekali tidak pernah terisi penuh (kenyang), dan Beliau tidak pernah menyampaikan keluhannya kepada seorang pun. Kemiskinan iebih Beliau sukai daripada kekayaan. Dan sesungguhnya pernah dahulu Beliau benar-benar kelaparan, sehingga Beliau melingkarkan tubuhnya sepanjang malam karena lapar. Namun hal itu tidak mencegahnya berpuasa pada hari itu. Padahal seandainya Beliau mau, maka bisa saja Beliau meminta kepada Tuhannya seluruh perbendaharaan bumi, buahbuahannya dan kemakmuran kehidupannya. Saya pernah menangisi Beliau karena merasa iba melihat penderitaan yang dialami Beliau. Saya mengusapkan tangan saya ke perut Beliau karena lapar yang Beliau rasakan, seraya berkata : “Diriku menjadi tebusan Baginda. Andaikan Baginda ambil dari dunia ini sekedar yang dapat mencukupi Baginda”. Namun Beliau menjawab : Wahai Aisyah, apa perlunya dunia ini bagiku?. Saudara-saudaraku, para rasul ulul azmi, telah bersabar atas apa yang lebih dahsyat lagi daripada ini. Mereka terus dalam keadaan demikian sampai akhirnya mereka menghadap Tuhan mereka, lalu Tuhan pun memuliakan mereka dan memperbanyak pahala mereka. Maka aku merasa malu seandainya aku berlimpahan dalam penghidupanku, jangan-jangan Dia mengurangi kedudukanku dari mereka. Padahal tidak ada yang lebih aku sukai selain daripada menyusul saudara-saudara dan sahabat-sahabatku itu”.

 

Selanjutnya Aisyah berkata :

 

“Hanya sebulan setelah itu, maka Beliau pun berpulang ke rahmatullah”. (Syifa’un syarif)

 

Dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., dia berkata : “Saya pernah berada bersama-sama Rasulullah saw. Lalu datanglah menemui Beliau seorang lelaki yang putih wajahnya, indah rambutnya dengan mengenakan pakaian berwarna putih. Lelaki itu menyapa Beliau . “Assalamu alaika, Ya Rasulullah. Apakah dunia itu?”

 

Rasulullah menjawab : “Seperti mimpi orang tidur”.

 

“Dan apa akhirat itu?”, tanyanya pula.

 

Rasulullah menjawab : “Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka”.

 

Orang itu bertanya pula : “Lalu apa surga itu?”.

 

Rasulullah menjawab : “Sebagai ganti dunia bagi orang yang meninggalkannya. Karena harga surga itu adalah meninggalkan dunia”.

 

Kemudian ia bertanya lagi : “Lalu, apa Jahannam itu?”.

 

Rasulullah menjawab : Sebagai ganti dunia bagi orang yang mengejarnya”.

 

“Siapakah yang terbaik dari umat ini”, tanyanya pula.

 

Rasulullah menjawab : “Orang yang berbuat taat kepada Allah Taala”.

 

Lelaki itu bertanya pula : “Bagaimanakah semestinya seseorang di dunia ini?”.

 

Rasulullah menjawab : “Bersiap-sedia, seperti orang yang mencari kafilah”.

 

Orang itu bertanya kembali : “Berapa lama tinggal di dunia ini?”.

 

Rasulullah menjawab : “Seperti lamanya orang yang tertinggal dari kafilah”.

 

“Jadi, berapa lama jarak antara dunia ini dengan akhirat?’, tanyanya pula.

 

Rasulullah menjawab : “Sekejap mata”.

 

Sahabat Jabir berkata : “Kemudian orang lelaki itu pergi, maka kami tidak melihatnya lagi. Lalu Rasulullah saw. bersabda : “Itu tadi adalah Jibril. Dia datang kepada kalian untuk mengajak kalian agar bersikap zuhud terhadap dunia, dan mencintai akhirat”. (Zubdatul Waa’izhin)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menciptakan satu makhluk pun yang lebih dibenci-Nya daripada dunia. Dan sesungguhnya Dia tidak pernah memandangnya sejak Dia menciptakannya”.

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Apabila kamu mencari sesuatu dari dunia lalu ia menjadi sukar bagimu, dan apabila kamu mencari sesuatu dari akhirat lalu ia menjadi mudah bagimu, maka ketahuilah bahwa Allah mencintaimu”,

 

Dan sabdanya pula :

 

Artinya : “Barangsiapa berada di waktu pagi, sedang dunia menjadi tujuan utama. nya, maka dia tidak dijamin Allah sama sekali, dan Allah menanamkan dalam hatinya empat perkara : (pertama) kecemasan yang tiada terputus darinya selama-lamanya, (kedua) kesibukan yang tiada selesai darinya selama-lamanya, (ketiga) kefakiran tanpa da. pat mencapai kekayaan selama-lamanya, (keempat) angan-angan tanpa dapat mencapai hasil selama-lamanya”. (Zubdatul Waa’izhin)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Cinta dunia adalah pangkal segala dosa, maka hendaklah kamu berpaling darinya'”.

 

Dan Ibnu Sammak berkata : “Barangsiapa diminumi oleh dunia rasa manisnya karena kecenderungannya kepada dunia itu, maka dia akan diminumi oleh akhirat rasa pahitnya karena dia menjauhi akhirat itu”.

 

Konon, perumpamaan dunia itu adalah ibarat seekor ular, yang memiliki racun dan obat penawar. Manfaat-manfaat dunia itu merupakan obat penawarnya, sedangkan bahaya-bahaya dunia itu merupakan racunnya. Maka barangsiapa mengenal dunia, ia hanya akan mengambil manfaat dari obat penawarnya dan menghindari racunnya. (Dari kitab Al Mau’izhatul Hasanah)

 

Diriwayatkan, bahwa Abubakar Assiddig ra. telah menafkahkan uang di jalan Allah sebanyak empat puluh ribu dinar secara rahasia. Dan empat puluh ribu dinar secara terang-terangan, sehingga tidak ada lagi sesuatu apa pun yang tersisa padanya. Dan karena tidak ada sesuatu yang dapat menutupi auratnya, maka selama tiga hari dia tidak keluar dari rumahnya, dan tidak dapat menghadiri majelis Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. mendatangi rumah isteri-isteri Beliau sambil memeriksa kalau-kalau ada sesuatu yang dapat diberikan kepada sahabatnya Abubakar, namun sayang, Beliau tidak mendapatkan apa-apa yang melebihi kebutuhan mereka. Maka Beliau pun pergi ke rumah puterinya Fatimah. Beliau sedih memikirkan Abubakar. Ternyata keadaan Fatimah pun sama, tidak punya apa-apa. Beliau berkata : “Kita tidak mempunyai apa-apa yang dapat kita berikan kepada Abubakar”. Dan Fatimah pun ikut bersedih memikirkannya. Lalu Nabi keluar dari rumah puterinya itu dengan perasaan yang sedih, dan tinggailah Fatimah dengan perasaan yang sedih pula, karena tidak ada sesuatu yang dapat dia berikan.

 

Dahulu, ketika Fatimah dinikahkan Nabi dengan Ali, Beliau mengundang Abubakar, Umar, Utsman dan Usamah, radiyallaahu anhum, untuk membawa perabot Fatimah. Mereka bawalah barang-barang Fatimah berupa : penumbuk tepung, kulit samakan, sebuah bantal yang berisi kulit pohon kurma, kalung tasbih dari biji kurma, sebuah gayung dan sebuah pasu. Maka menangislah Abubakar seraya berkata : “Ya Rasulullah, inikah perabot Fatimah?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Hai Abubakar, ini sudah cukup banyak bagi orang yang ada di dunia”.

 

Fatimah pun keluar sebagai pengantin, dengan mengenakan selimut dari kain bulu yang bertambalan di duabelas tempat.

 

Dan wanita ini menumbuk gandum dengan tangannya sambil membaca Alquran dengan lidahnya dan menafsirkannya dengan hatinya, seraya menggerakkan buaian dengan kakinya dan menangis dengan matanya. Bandingkanlah keadaannya dengan wanita-wanita di zaman sekarang, yang memukul rebana dengan tangannya sambil menggunjing dengan lidahnya, dan mencintai dunia dengan hatinya, seraya bermain cinta dengan matanya. Maka bagaimana mereka bisa masuk surga?.

 

Syahdan, setelah Nabi saw. keluar dengan perasaan sedih dari rumah Fatimah, maka Fatimah pun mengambil sebuah bantal yang dahulu termasuk perabot pengantinnya, dan sebuah selimut yang dia tenun sendiri. Kemudian disuruhnya salah seseorang sahanyanya dengan pesan : “Pergilah ke rumah Abubakar dan katakanlah kepadanya, : “Kami telah mengerti apa yang telah Tuan lakukan demi kewajiban terhadap ayah kami. Tetapi kami tidak memiliki apa-apa selain dari bantal ini yang disiapkan ayahku pada hari pernikahanku dulu, dan sebuah selimut”.

 

Setelah sahaya itu tiba di depan pintu rumah Abubakar, dia pun berseru : “Assalamu alaika, hai orang yang memiliki iman yang benar, sesungguhnya Tuanku Fatimah, puteri Nabi saw. berkirim salam kepada Tuan, dan mengatakan begini.. “.

 

“Wa alaihassalam”, jawab Abubakar.

 

Lalu diambilnya selimut itu, kemudian dibalutkannya ke tubuhnya tanpa dijahit, karena terburu-buru ingin melihat wajah Nabi saw. Selimut itu dia peniti dengan peniti dari duri pohon kurma, supaya tidak terbuka di waktu berjalan.

 

Maka dengan bergegas, Abubakar pun berangkat menuju ke rumah Nabi saw. sambil berjalan kaki dan tanpa alas kaki. Sementara itu, Jibril as. datang menemui Nabi saw.. Beliau melihatnya mengenakan selimut dengan peniti dari duri pohon kurma. Lalu Beliau bertanya :

 

“Hai saudaraku Jibril, sebelum ini saya tidak pernah melihatmu dalam rupa seperti ini!”

 

“Ya Rasulullah”, jawab Jibril. “Anda merasa heran melihat saya begini, padahal saat ini di seluruh kerajaan langit, tidak ada satu makhluk pun kecuali mengenakan pakaian seperti ini, karena cinta kepada Abubakar dan meniru perbuatannya”.

 

Kemudian Jibril berkata pula :”Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah berkirim salam kepadamu, dan berfirman :””Katakanlah kepada Abubakar, apakah dia rida kepada-Ku sebagaimana Aku rida kepadanya?”.

 

Maka Nabi saw. memberitahukan wahyu tersebut kepada Abubakar. Abubakar pun menangis seraya berkata : “Tuhanku, aku rida kepada-Mu dan Engkau pun rida kepadaku”. Diulanginya perkataan itu sampai tiga kali. (Tanbihul Ghafilin)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Ada empat perkara yang termasuk celaka : mata yang beku, hati yang kaSar, panjang angan-angan dan cinta kepada dunia”.

 

Dan sabda Beliau pula :

 

Artinya : “Seandainya dunia itu berharga di sisi Allah sebanding dengan sayap seekor nyamuk atau sayap seekor burung, niscaya Dia tidak akan memberi minum seteguk air pun kepada orang kafir”. (Zubdatul Waizhin)

37. PENJELASAN TENTANG DAHSYATNYA MAUT

 

Allah SWT. berfiman :

 

Artinya : “Dan ceritakanlah (kisah) Idris (yang tersebut) dalam Alquran. Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi”. (AS. Maryam : 56-57) Tafsir :

 

(.  ) Dan ceritakanlah kisah Idris yang tersebut di dalam Alquran Beliau adalah cucu Syits dan kakek dari ayah Nabi Nuh as., sedang nama aslinya adalah Ukhnukh. Adapun Idris (.  ) adalah kata jadian (    ) dari kata ‘darsun’ (.    ). Beliau digelari dengan nama ini karena banyak belajar. Karena diriwayatkan bahwa, Allah Taala telah menurunkan kepada Beliau 30 sahufah, dan bahwa Beliau merupakan orang yang pertama-tama menulis dengan pena, serta memperhatikan ilmu perbintangan (astronomi) dan ilmu hitung (matematika)

 

(.    ) Sesungguhnya dia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi. Yakni, kemuliaan kenabian dan kedekatan di sisi Allah. Tetapi, ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah surga. Dan ada pula yang mengatakan, langit keenam atau keempat”. (Qadhi Baidhawi).

 

Telah diriwayatkan oleh Abdurrazzag dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Bersalawatlah kamu kepada para nabi dan rasul Allah, karena sesungguhnya Dia telah mengutus mereka sebagaimana Dia telah mengutusku”.

 

Dan diriwayatkan pula, bahwa Allah Taala pernah mewahyukan kepada Nabi Musa as., yang artinya : “Maukah engkau bila Aku lebih dekat kepadamu daripada perkataanmu dengan lidahmu, daripada ruhmu dengan badanmu, daripada cahaya penglihatanmu dengan kedua matamu, dan daripada pendengaranmu dengan telingamu?. Maka, perbanyaklah bersalawat kepada Muhammad”.

 

Masalah yang berkaitan dengan syariat ini memang banyak diperselisihkan di antara para ulama. Pengarang Asy Syifa mengatakan : “Para ulama sepakat tentang bolehnya bersalawat kepada selain nabi”.

 

Sedang riwayat dari Ibnu Abas ra., bahwa ia berkata : “Tidak boleh bersalawat kepada selain nabi’. Dan ia berkata juga : “Tidak patut bersalawat kepada seorang pun, selain kepada para nabi”.

 

Pendapat-pendapat yang berbeda memang banyak. Dan tidak apa-apa bersalawat kepada para nabi seluruhnya atau kepada selain mereka. Alasannya adalah hadis Ibnu Umar ra. dan juga pernyataan yang ada dalam salah satu hadis di mana Nabi saw. mengajarkan bagaimana cara bersalawat kepada Beliau. Di situ terdapat : … wa ‘ala azwaajihi, … wa ‘ala aalihi (dan atas isteri-isteri Beliau, dan atas keluarga Beliau dst.) sementara Nabi pernah pula mengucapkan : “Ya Allah, tambahiah salawat (rahmat) atas keluarga Abu Autfa”.

 

Dan juga, apabila Rasulullah saw. kedatangan suatu kaum yang membawa zakat mereka, maka Beliau mengucapkan : “Ya Allah, limpahkanlah salawat (rahmat) atas keluarga fulan”.

 

Sedang dalam hadis mengenai salawat, terdapat :

 

Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah salawat (rahmat) kepada Muhammad, juga kepada isteri-isterinya dan anak cucunya”. (Dari Syifa Qadhi).

 

Sedang yang dimaksud Aali, konon ialah para pengikut Beliau, dan konon umat Beliau, dan konon ahlu bait Beliau, karena dikatakan : Aalu seseorang itu ialah anaknya, dan konon kaum Beliau, dan konon keluarga Beliau yang haram menerima zakat.

 

Sedang menurut riwayat Anas, pernah Nabi saw. ditanya : “Siapakah aalu Muhammad?”. Beliau menjawab : “Setiap orang yang bertakwa”.

 

Dan ada pula pendapat menurut mazhab Alhasan, bahwa yang dimaksud dengan aalu Muhammad adalah diri Beliau sendiri. Karena Beliau pernah mengucapkan di dalam salawatnya :

 

Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah salawat-salawat-Mu dan berkat-berkat-Mu kepada aalu Muhammad”.

 

Yang beliau maksudkan adalah diri Beliau sendiri. (Syifa’un Syarif)

 

Dan menurut sebuah khabar :

 

Apabila Allah Taala hendak mencabut nyawa seorang mukmin, maka datanglah malaikat maut dari arah mulut untuk mencabut nyawanya. Namun zikir (yang biasa dibacanya) keluar seraya berkata : “Tidak ada jalan bagimu dari arah ini. Karena dia telah mengalirkan padanya zikir kepada Tuhanku”.

 

Maka kembalilah malaikat maut itu kepada Tuhannya, lalu ia melaporkan bahwa, orang itu telah berkata begini begitu. Lantas Allah Taala berfirman : “Cabutlan nyawanya dari arah yang lain”.

 

Malaikat maut itu mendatanginya lagi dari arah tangan. Maka keluarlah dari tangan itu sedekahnya, usapan atas kepala anak yatim, penulisan ilmu, dan sabetan pedang di perang sabil. Mereka juga mengatakan seperti tadi.

 

Kemudian malaikat maut itu mendatanginya dari arah kakinya, namun kakinya berkata : “Sesungguhnya orang ini telah berjalan dengan aku menuju salat berjamaah, salat pada hari-hari raya, dan majelis-majelis ilmu”.

 

Setelah itu, ia mendatangi orang itu dari kedua telinganya, namun telinga berkata : “Sesungguhnya orang ini telah mendengarkan denganku Alquran dan zikir”.

 

Latu malaikat maut itu mendatanginya dari arah matanya, namun mata itu berkata : “Orang ini telah melihat denganku kepada mushaf-mushaf dan kitab-kitab”.

 

Akhirnya malaikat maut itu pergi kembali menghadap Allah Taala lalu berkata : Ya Tuhanku, aku telah dikalahkan oleh anggota-anggota tubuh hamba itu dengan alasanalasannya. Bagaimana aku dapat mencabut nyawanya?”.

 

Maka Allah berfirman : “Tulislah nama-Ku pada telapak tanganmu lalu perlihatkanlah ia kepada nyawa orang mukmin itu”.

 

Ketika nyawa orang mukmin itu melihat nama Allah, ia pun mencintainya, maka keluariah ia melalui mulut.

 

Dan berkat nama Allah itu, lenyaplah rasa sakit akibat pencabutan nyawa tersebut. Maka kenapa tidak lenyap pula darinya siksaan, putus rahmat dan terbukanya aib?.

 

Dan begitu juga, pada dada kamu terdapat nama Allah.

 

Artinya : “Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan iman di dalam hati mereka”.

 

Artinya : “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk menerima agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya?). Maka, tidakkah sirna darimu siksaan dan kengerian-kengerian di hari kiamat?”. (Mau’izhah Hasanah).

 

Diriwayatkan, bahwa sebagian orang arif memikirkan, adakah di dalam Alquran suatu dalil yang mendukung sabda Nabi saw., yang artinya : Nyawa orang mukmin itu keluar dari tubuhnya laksana rambut keluar dari adonan tepung?. Maka ia pun membaca Alquran sampai tamat sambil memikirkan dan merenungkan isinya, namun dia tidak berhasil mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tadi. Kemudian pada suatu malam, dia bermimpi melihat Nabi saw., lalu ia bertanya : Ya Rasulullah, Allah Taala berfirman yang artinya (Tidak ada sesuatu yang basah maupun yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata), namun saya tidak menemukan arti dari hadis ini padanya?.

 

Rasulullah menjawab : “Carilah artinya pada surah Yusuf”.

 

Ketika orang arif tadi terbangun dari tidurnya, ia pun segera membuka Alquran, lalu membaca surah Yusuf. Maka ditemukannyalah arti hadis tersebut, yaitu dalam firman Allah :

 

Artinya : “Dan berkatalah Zulaikha (kepada Yusuf) : “Keluarlah engkau kepada wanifa-wanita itu”. Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepadanya, dan mereka lukai (jari) tangan mereka… dst.”

 

Ketika wanita-wanita itu menyaksikan ketampanan Yusuf, mereka sibuk memandanginya, sehingga mereka tidak merasakan pedihnya jari yang terpotong. Begitu juga seorang mukmin, apabila ia melihat malaikat dan melihat tempatnya di dalam surga dengan segala isinya berupa kenikmatan, bidadari dan mahligai-mahligai yang indah, maka hatinya akan sibuk mengaguminya, sehingga ia tidak akan merasakan pedihnya maut, Insya Allah, sebagaimana ditegaskan Allah di dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Maka para malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan : “Ja: nganlah kamu merasa takut dan jangan pula merasa sedih. Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu”. (Syir’atul Islam)

 

Dan dalam salah satu khabar disebutkan :

 

Apabila seseorang hamba Allah sedang mengalami naza’ (dicabut nyawanya), maka akan terdengarlah seruan : “Biarkan dia agar bisa beristirahat”. Begitu pula, ketika nyawa tu sudah sampai di kedua lutut dan pusar. Dan apabila nyawa itu telah sampai di dadanya, maka kembali terdengar seruan : “Biarkan dia agar bisa beristirahat”. Dan begitu pula jika nyawa itu telah sampai di tenggorokannya, maka terdengar pula seruan itu, katanya : “Biarkan dia agar anggota-anggota tubuhnya bisa berpamitan satu sama lain”. Maka berpamitanlah mata dengan mata, katanya : “Sejahtera atasmu sampai hari kiamat”. Dan begitu pula dengan kedua telinganya, kedua tangannya dan kedua kakinya. Sedang nyawa berpamitan dengan nafas.

 

Maka kita berlindung kepada Allah dari berpamitannya iman dengan lisan, dan berpamitannya hati dengan makrifat.

 

Selanjutnya, tinggallah kedua tangannya tanpa gerak, kedua kaki tanpa gerak, kedua mata tidak lagi dapat melihat, kedua telinga tidak dapat lagi mendengar, dan tubuh tanpa nyawa. Seandainya lidah tertinggal tanpa pengakuan (iman) dan hati tanpa makrifat (kepada Allah ) dan tasdig, maka betapakah nasib si hamba di dalam liang kuburnya nanti?. Dia sudah tidak bisa melihat lagi seorang pun, baik ayah, ibu, anak, saudara-saudara, kawan-kawan, kasur maupun tirai. Maka jika ia tidak melihat Tuhan Yang Maha Pemurah, sesungguhnya ia benar-benar telah merugi dengan kerugian yang sangat besar. (Daqoiqul Akhbar).

 

Konon, sebab diangkatnya Nabi Idris as. ke surga adalah karena setiap siang dan malam amalannya diangkat sebanyak amalan seluruh penduduk bumi, sehingga malaikat maut merasa rindu kepadanya. Kemudian malaikat maut meminta kepada Allah Taala agar memberinya izin untuk berkunjung kepada Beliau. Maka Allah pun mengizinkannya.

 

Syahdan, mataikat maut itupun mendatangi Nabi idris as. dengan menyamar sebagai manusia biasa. la mengucapkan salam kepada Beliau lalu duduk di sampingnya. Pada waktu itu, Nabi Idris sedang menjalani puasa dahr (sepanjang tahun). Apabila saat berbuka sudah dekat, maka malaikat datang kepadanya membawa makanan dari surga, yang lalu dimakan oleh Nabi Idris as.

 

Nabi Idris berkata kepada tamunya, malaikat maut : “Mari makan bersama-sama”. Namun malaikat maut itu tidak mau makan. Maka bangkitlah Nabi Idris lalu sibuk berIbadat. Sementara malaikat maut itu tetap duduk di sampingnya, hingga terbit fajar dan terbit matahari, namun ia masih tetap duduk juga di samping Beliau. Nabi Idris menjadi keheranan lalu berkata : “Hai teman, maukah engkau berjalan-jalan bersamaku supaya engkau bisa terhibur?’.

 

“Ya”, jawab malaikat maut. .

 

Maka keduanya pun bangkit lalu berjalan-jalan hingga sampai ke sebidang sawah. Lalu malaikat maut bertanya : “Apakah Tuan mengizinkan saya untuk mengambil dari saWah ini beberapa bulir tanaman untuk kita makan””.

 

“Subhanallah”, jawab Nabi Idris dengan nada terkejut. “Kemarin engkau tidak mau memakan makanan yang halal, malah hari ini ingin memakan yang haram?!”.

 

Keduanya meneruskan perjalanan hingga tanpa terasa telah lewat empat hari, sedang Nabi Idris menyaksikan pada diri kawannya ini hal-hal yang berlainan dengan tabiat Manusia, maka Beliau pun lalu bertanya kepadanya : “Sebenarnya engkau siapa?”.

 

“Aku malaikat maut”, jawabnya.

 

Nabi Idris terkejut lalu berkata :

 

“Rupanya engkaulah yang mencabut ruh-ruh itu?’.

 

“Benar’, jawab malaikat maut.

 

Nabi Idris bertanya kembali :

 

“Engkau ada di sampingku sudah empat hari. Apakah dalam waktu tersebut engkau mencabut nyawa seseorang juga?”.

 

Malaikat maut menjawab : “Ya. Aku telah mencabut banyak nyawa. Nyawa seluruh makhluk itu bagiku ibarat sebuah hidangan, aku dapat mengambilnya seperti engkau mengambil makanan”.

 

“Hai malaikat maut”, kata Nabi Idris. “Apakah engkau datang untuk berkunjung, atau untuk mencabut nyawa?”.

 

Malaikat maut menjawab: “Saya datang untuk berkunjung dengan seizin Allah Taala”.

 

Kemudian Nabi Idris as. mengajukan permintaan:

 

“Hai malaikat maut, aku berhajat kepadamu”.

 

“Apa hajatmu?””, tanya malaikat maut.

 

Nabi Idris menjelaskan : “Aku ingin agar engkau mencabut nyawaku sekarang ini, dan kemudian Allah menghidupkan aku kembali, sehingga aku dapat benar-benar mengabdi kepada Allah Taala setelah aku merasakan pedihnya maut”.

 

Malaikat maut menjawab : “Sesungguhnya aku tidak akan mencabut nyawa seseorang kecuali bila Allah Taala mengizinkan aku”.

 

Maka Allah Taala pun mewahyukan kepadanya : “Cabutlah nyawa Idris”.

 

Seketika itu juga, Nabi Idris pun dicabut nyawanya, maka matilah Beliau as.

 

Maka menangislah malaikat maut, lalu dengan merendahkan diri ia memohon kepada Allah Taala agar Allah berkenan menghidupkan kembali sahabatnya, Idris, itu. Dan Alah memperkenankan permohonan malaikat maut itu. Kemudian dihidupkan-Nya kembali Nabi Idris as. setelah itu, malaikat maut bertanya kepada Nabi Idris :

 

“Hai saudaraku, bagaimana engkau merasakan pedihnya maut itu?”.

 

Nabi Idris menjawab : “Sesungguhnya jika seekor binatang dilucuti kulitnya hiduphidup, maka kepedihan maut itu masih lebih hebat lagi seribu kalinya”.

 

Malaikat maut berkata : “Kelemah lembutan yang telah aku lakukan terhadapmu pada saat aku mencabut nyawamu, belum pernah aku lakukan sama sekali terhadap seorang pun”.

 

Kemudian Nabi Idris as. berkata : “Hai malaikat maut, aku masih mempunyai satu hajat lagi kepadamu. Aku ingin melihat neraka Jahannam, supaya setelah menyaksikan siksaan-siksaan dan belenggu-belenggu serta lain-lain azab di dalam neraka itu, maka aku benar-benar dapat lebih meningkatkan pengabdianku kepada Allah”.

 

Malaikat maut menjawab : “Bagaimana aku dapat membawamu pergi ke neraka Jahannam tanpa izin dari Allah”.

 

Maka Allah pun mewahyukan kepadanya : “Bawalah Idris ke neraka”.

 

Malaikat maut membawa Nabi Idris ke neraka. Di sana beliau menyaksikan semua yang telah diciptakan Allah bagi musuh-musuh-Nya, berupa : rantai-rantai, belenggu-belenggu dan alat-alat penyiksa lainnya, seperti ular, kalajengking, api, pelangkin, zaggum dan hamiim. Setelah itu, mereka pulang.

 

Tetapi, Nabi Idris berkata : “Aku masih mempunyai satu hajat lain. Aku ingin engkau membawa aku ke surga, sehingga aku dapat melihat segala isinya yang telah diciptakan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya, supaya aku bisa lebih bertambah taat”.

 

“Bagaimana aku dapat membawamu pergi ke surga tanpa izin dari Allah Taala?”, kaya malaikat maut. Maka Allah pun mewahyukan kepadanya : “Bawalah dia ke surga”

 

Maka pergilah keduanya menuju ke surga. Ketika mereka tiba di depan pintu surga. mereka pun berhenti. Dari sana, Nabi Idris menyaksikan isi surga berupa : kenikmatankenikmatan, kerajaan besar, pemberian Allah yang berlimpah, pepohonan, buah-buahan dan tanam-tanaman lainnya. Lantas Nabi Idris berkata : “Hai saudaraku, aku telah merasakan pedihnya maut, dan telah menyaksikan kengerian-kengirian serta hal-hal yang menakutkan di neraka. Maka, sudilah kiranya engkau memohonkan kepada Allah agar Dia mengizinkan aku memasuki surga dan meminum airnya, supaya lenyap dariku bekas-bekas dari kepedihan maut dan hal-hal yang menakutkan dari neraka tadi?”.

 

Lalu malaikat maut meminta izin kepada Allah Taala, dan Allah berkenan mengizinkannya, dengan syarat masuk kemudian keluar lagi”.

 

Maka masuklah Nabi Idris as. ke dalam surga. Kemudian dia letakkan kedua sandalnya di bawah sebatang pohon di antara pepohonan surga, lalu dia keluar.

 

Kemudian Nabi Idris berkata : “Hai malaikat maut, sandalku tertinggal di dalam surga. Kembalikanlah aku ke sana!”.

 

Lalu dia kembali ke dalam surga. Tetapi setelah berada di dalamnya, dia tidak mau keluar lagi dari sana. Maka berteriaklah malaikat maut : “Hai Idris, keluar!”.

 

“Aku tidak mau keluar”, jawab Nabi Idris. “Karena Allah Taala telah berfirman : (Tiaptap yang bernyawa akan merasakan maut), sedang aku telah merasakannya. Dan Allah Taala berfirman : (Dan tidak ada seorang pun dari kamu sekalian, melainkan akan mendatangi neraka), dan aku telah mendatanginya. Dan Allah Taala telah berfirman : (Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan dari dalam surga), maka siapakah yang akan mengeluarkan aku dari dalamnya?”.

 

Akhirnya, Allah Taala mewahyukan kepada malaikat maut :

 

“Biarkan dia, karena sesungguhnya Aku telah memutuskan di dalam Azali, bahwa dia tergolong penghuni surga”.

 

Dan Allah memberitahukan kepada Rasul-Nya (Muhammad saw.) tentang kisah Nabi Idris ini di dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Dan ceritakanlah (kisah) Idris (yang tersebut) dalam Alquran… dst.”

 

Maka sadarlah dari tidur yang melenakan, hai saudara, dan beramallah dengan Ikhlas demi keridaan Allah. Sebab setiap amal yang tidak ikhlas karena Allah adalah riya, dan riya itu merupakan syirik yang tersembunyi. Allah Taala tidak akan menerima amal orang yang riya.

 

Syaddad bin Aus berkata : “Aku pernah melihat Nabi saw. sedang menangis, lalu Saya bertanya : “Kenapa Baginda menangis, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Aku kuatir umatku akan menyekutukan Allah. Mereka memang tidak akan menyembah berhala, namun mereka akan memamerkan amal-amal mereka”.

 

Nabi saw. bersabda : “Para malaikat penjaga amal naik membawa amai seorang hamba, berupa : puasa, salat, nafkah dan lain-lain. Para malaikat itu bersuara seperti suata lebah dan bercahaya seperti cahaya matahari. Ia diiringi oleh tiga ribu malaikat. Mereka membawa amal itu melewati langit ketujuh. Kemudian malaikat penjaga langit berkata kepada malaikat penjaga amal : “Kembalilah kalian dan pukulkantah amal ini ke wajah pelakunya dan anggota-anggota tubuhnya serta tutuplah hatinya. Sesungguhnya aku menghalangi, yakni menolak naiknya setiap amal kepada Tuhanku, yang amal itu dimaksudkan lidak untuk Tuhanku, namun dimaksudkan untuk selain-Nya. Karena dengan amainya itu, Orang tersebut menginginkan pamor dan pujian di kalangan fukaha, dan sebutan di kala, ngan ulama, serta ketenaran di seantero kota dan masyarakat. Aku telah diperintahkan Tuhanku supaya tidak membiarkan dan meloloskan amalnya melintasi aku menuju kepada selainku”.

 

Dan para malaikat penjaga amal naik membawa amal baik orang itu dengan diantarkan oleh para malaikat langit, sehingga melintasi hijab-hijab seluruhnya menuju kepada Allah. Kemudian para malaikat itu berhenti di hadirat Allah Taala, mereka semua memberi kesaksian untuk orang itu atas amalnya yang baik dan ikhlas karena Allah. Namun Allah Taaia berfirman : “Kamu adalah para penjaga atas amal hamba-Ku, sedang Aku adalah Pengawas atas hatinya. Sesungguhnya dengan amal ini, dia tidak menghendaki Aku, tetapi menghendaki kepada selain Aku. Maka, dia mendapat laknat-Ku, laknat para malaikat serta langit dengan segala isinya”.

 

Sahabat Mu’az ra. berkata : “Saya berkata : “Ya Rasululiah, Baginda adalah Rasulullah, sedang saya adalah Mu’az”.

 

Rasulullah menjawab : “Ikutilah jejakku, hai Mu’az, sekalipun dalam amalmu ada kekurangannya, hai Mu’az, jagalah lidahmu dari terperosok ke dalam pergunjingan mengenai saudara-saudaramu sesama muslim, yaitu dengan jalan membaca Alquran. Dan tanggunglah sendiri dosa-dosamu, jangan pikulkan pada mereka. Dan jangan engkau menganggap dirimu suci dengan mencaci mereka. Dan jangan pula engkau mengagulkan dirimu atas mereka. Dan janganlah engkau memasukkan amal duniamu ke dalam amal akhirat. Dan janganlah engkau sombong dalam majelismu sehingga orang takut terhadap keburukan budimu. Dan janganlah engkau berbisik dengan seseorang sedang di sampingmu ada orang lain. Dan janganlah engkau memecah belah masyarakat dengan lisanmu, sehingga engkau nanti akan dikoyak-koyakkan oleh anjing-anjing neraka pada hari kiamat di dalam neraka. Allah Taala berfirman : “… wan naasyithaati nasythan…”. Tahukah engkau apa ‘naasyitaahti’ itu, hai Mu’az?

 

Saya (Mw’az) bertanya : “Apa itu, saya tebus Baginda dengan ayah dan ibuku, Ya Rasululiah?”.

 

Rasulullah menjawab : “Itu adalah anjing-anjing di dalam neraka yang akan mengoyak-ngoyak daging orang-orang yang mengoyak-ngoyak daging sesama manusia dengan lidahnya, dan mencabik-cabik daging dan tulang mereka”.

 

Mu’az bertanya pula : “Saya tebus Baginda dengan ayah dan ibuku, Ya Rasulullah. Siapa yang mampu terhadap semuanya itu dan siapakah yang dapat selamat darinya?”.

 

Rasulullah menjawab : “Hai Mu’az, sesungguhnya itu mudah bagi orang yang dimudahkan Allah untuk melakukannya”.

 

Seseorang yang bernama Khalid bin Migdad berkata : “Saya tidak pernah melihat orang yang lebih banyak membaca Alquran selain Mu’az, dikarenakan oleh hadis ini”. (Bidayatul Hidayah)

38. PENJELASAN TENTANG ORANG YANG MENINGGALKAN SALAT

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Maka datanglah sesudah mereka pengganti (generasi) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui Al Ghoyyu. Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan memasuki surga dan tidak dianiaya sedikitpun”. (QS. Maryam : 59-60) Tafsir :

 

(.   ) Maka datanglah sesudah mereka pengganti, yang menggantikan mereka, dan datang sesudah mereka generasi yang buruk.

 

(.     ) yang menyia-nyiakan salat. Yakni meninggalkan atau mengakhirkannya dari waktunya.

 

(.     ) dan memperturutkan hawa nafsu, seperti meminum minuman keras, menganggap halal menikahi saudara perempuan seayah, dan tenggelam dalam kemaksiatan-kemaksiatan lain.

 

Dari sahabat Ali Karramallaahu wajhah : “Memperturutkan hawa nafsu itu adalah seperti membangun gedung yang megah, mengendarai kendaraan yang mewah, dan mengenakan pakaian yang glamour”.

 

(.     ) maka mereka kelak akan menemui Al Ghayyu, yakni keburukan, atau balasan Al Ghayyu. Seperti firman Allah : …. Yalqoo atsaaman (… mendapat pembalasan dosa), atau, sesat dari jalan ke surga. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa Al GhayYU itu adalah sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, yang lembah-lembah lainnya di Sana meminta dilindungi dari keburukannya.

 

(.    ) kecuali. Huruf istitsna (pengecualian).

 

(.   ) orang yang beriman dan beramal saleh. Kata-kata ini menunjukkan bahwa ayat ini berkaitan dengan orang kafir.

 

(.      ) maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya sedikitpun, dan tidak dikurangi sedikit pun ganjaran amal-amal mereka.

 

Dan boleh jadi kata syaian (.     ) dibaca nashab, karena menjabat sebagai masdar.

 

Kata-kata ini juga memuat peringatan, bahwa kekafiran mereka dahulu tidak akan membahayakan mereka dan tidak pula mengurangi ganjaran pahala mereka apabila mereka bertobat dan beramal saleh. (Qadhi Baidhawi).

 

Ayat ini turun berkaitan dengan orang yang meninggalkan salat dari umat ini, dan memperturutkan hawa nafsunya. Oleh karena itu Allah Azza wa Jalla mensifati mereka dengan firman-Nya :

 

Artinya : “Yang menyia-nyiakan salat”.

 

Dari Hasan bin Ali ra. bahwa dia berkata : “Apabila kamu masuk ke dalam Masjid, maka ucapkanlah salam kepada Nabi saw., karena Rasulullah pernah bersabda :

 

Artinya : Janganlah kamu jadikan rumahku sebagai tempat berhari raya, dan janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan. Bersalawatlah kepadaku di mana saja kamu berada, karena salawatmu itu akan sampai kepadaku”.

 

Dan dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Aus ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Perbanyaklah membaca salawat atasku pada hari Jumat, karena salawatmu itu disampaikan kepadaku”.

 

Dari Salman bin Suhaim ra., dia berkata : “Saya pernah bermimpi melihat Rasulullah saw., lalu saya bertanya : “Ya Rasulullah, mereka yang datang kepada Baginda lalu mengucapkan salam kepada Baginda, apakah Baginda mengerti salam mereka itu?” Beliau menjawab : “Ya, dan aku menjawab salam mereka itu”. (Syifaus Syarif)

 

Firman Allah :

 

Artinya : “(Mereka yang) menyia-nyiakan salat”

 

Maksudnya : mereka tidak mempercayai wajibnya salat. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah, mereka meninggalkan salat dan tidak menjaganya. Dan ada lagi yang mengatakan, bahwa mereka merobohkan tempat-tempat peribadatan dan Masjid-masjid mereka dengan cara tidak pergi ke sana dan tidak mengambil pelajaran. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa mereka menyia-nyiakan salat setelah menunaikannya dengan pergunjingan dan riya dan ada lagi yang mengatakan, bahwa mereka menyia-nyiakan salat dengan tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya di saat menunaikannya. Dan ada yang mengatakan juga, bahwa mereka meninggalkan salat dengan melalaikannya dan sesudah itu tidak menggadhanya.

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai makna Al Ghayyu. Menurut Wahab bin Munabbih, Al Ghayyu itu ialah nama sebuah sungai di dalam neraka Jahannam yang sangat dalam dasarnya, sangat luar biasa panasnya, dan sangat tidak enak rasanya. Seandainya ada satu tetes saja dari sungai itu yang menetes di dunia, niscaya akan binasalah seluruh penghuni dunia ini.

 

Sedang Ibnu Abbas ra. mengatakan : Al Ghayyu ialah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, sedang lembah-lembah lainnya di sana meminta perlindungan kepada Allah Taala darinya setiap hari seribu kali, karena sangat panasnya. Lembah tersebut disediakan bagi mereka yang meninggalkan salat dan jamaah.

 

Dan menurut Atha : Al Ghayyu talah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam yang mengalirkan darah dan nanah.

 

Dan menurut Ka’ab : Al Ghayyu adalah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam yang sangat dalam dasarnya dan sangat dahsyat panasnya. Di sana ada sebuah sumur yang dinamakan Al Habhab. Setiap kali neraka Jahannam mereda panasnya, maka Allah membuka sumur itu, sehingga ia menyala kembali dan berkobar.

 

Adapun menurut Adh Dhahhak : Al Ghayyu itu adalah kerugian dan kebinasaan. (Demikian tersebut di dalam kitab Lubabut Tafsir)

 

Deceritakan, bahwa ada seorang lelaki berjalan di suatu sahara. Suatu hari, ia ditemani setan. Dan ia pun tidak melakukan salat Subuh, zuhur, Asar, Magrib dan Isyak. Ketika tiba waktu tidur, orang itu hendak tidur. Lalu setan itu lari darinya. Maka lelaki itu bertanya : “Mengapa engkau lari dariku?”. Setan menjawab “Sesungguhnya aku telah mendurhakai Allah selama hidupku hanya satu kali saja, lalu aku dikutuk. Sedang engkau telah berbuat durhaka kepada Allah dalam sehari lima kali. Karena itu, aku takut kepada Allah sekiranya Dia murka kepadamu dan menghukummu, serta menghukum aku juga bersamamu dikarenakan oleh kemaksiatanmu itu”. (Tafsir Alfatihah).

 

Dan dari Nabi saw. bahwa pada suatu hari Beliau membicarakan tentang salat, sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa memelihara salat, maka salat itu akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, maka dia tidak akan memperoleh cahaya, bukti dan keselamatan. Dan kelak pada hari kiamat, dia akan berada bersama-sama Garun, Firaun, Haman dan Ubai bin Khalaf. (Dari Syarah Al Maniyah oleh Alhalabi)

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

“Barangsiapa meremehkan salat berjamaah, maka Allah Taala akan menghukumnya dengan dua belas bencana : tiga di dunia, tiga di waktu akan mati, tiga di dalam kubur dan tiga pada hari kiamat.

 

Adapun tiga bencana di dunia adalah :

 

Pertama, Allah menghilangkan berkah dari usaha dan rezekinya.

Kedua, Allah mencabut darinya cahaya orang-orang saleh.

Ketiga, dia dibenci di dalam hati orang-orang mukmin.

 

Adapun tiga bencana di waktu menjelang maut ialah :

Pertama, dia dicabut nyawanya dalam keadaan sangat dahaga, sekali pun ia minum dari beberapa sungai.

Kedua, diberatkan atasnya pencabutan nyawanya itu.

Ketiga, dikuatirkan dia mati dalam keadaan tanpa iman -nau’dzu billaahi min dzalik-.

 

Adapun tiga bencana di dalam kuburnya ialah :

Pertama, dipersulit atasnya pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir.

Kedua, diperhebat atasnya kegelapan kuburnya.

Ketiga, disempitkan kuburnya sehingga tulang-tulang rusuknya bertemu menjadi satu.

 

Adapun tiga bencana pada hari kiamat adalah :

Pertama, diperberat atasnya hisabnya.

Kedua, dimurkai Tuhannya.

Ketiga, Allah menghukumnya dengan neraka. Semoga Allah melindungi kita semua daripadanya.

 

(Kanzul Akhbar)

 

Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa, tidak ada keringanan (rukhsah) bagi orang yang mendengar azan untuk tidak ikut berjamaah. Karena berjamaah itu sunnah muakkad, yang diperkuat dengan sangat. Sehingga apabila ia tidak dikerjakan oleh seluruh warga suatu tempat, maka mereka wajib diperangi dengan senjata. Karena salat berjamaah itu termasuk syiar-syiar Islam. Dan kalau ia ditinggalkan oleh salah seorang dari mereka tanpa halangan (uzur), maka orang itu wajib diberi hukuman peringatan (ta zir) dan tidak diterima kesaksiannya, sedang tetangga-tetangganya, imamnya dan muezzinnya ikut berdosa bila mendiamkannya. Adapun hukuman peringatan (ta’zir) itu sekurangkurangnya tiga kali pukulan cambuk.

 

Pengarang kitab Khulashatul Fatawa berkata : “Saya mendengar dari seorang yang dapat dipercaya bahwa, hukuman ta’zir dengan jalan mengambil harta si terhukum, apabila hal itu dilakukan dengan sepengetahuan hakim atau pemerintah, itu boleh. Dan di antara yang terkena hukuman ta’zir itu ialah seorang lelaki yang tidak menghadiri salat berjamaah, ia boleh diberi hukuman ta’zir dengan diambil hartanya. Karena cara ini lebih berpengaruh atasnya daripada pemukulan dengan cambuk”. (Demikian tersebut di dalam kitab Al Jawahir dan Syir’atul Islam)

 

Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, menelaah kitab-kitab Fikih adalah termasuk uzur (halangan untuk tidak berjamaah), apabila bukan karena malas dan tidak biasa meninggalkan jamaah, tetapi meninggalkan jamaah itu hanya terjadi kadang-kadang, karena sibuknya dengan kitab Fikih itu, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kaum muslimin. Sakit, hujan, dingin, gelap gulita, ketakutan dan penahanan, semuanya termasuk uzur jamaah. Sedang safar (bepergian) bukan uzur, sebagaimana yang dinyatakan di dalam kitab At Tabyin, dan itulah yang benar.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang yang meninggalkan salat berjamaah itu dikutuk di dalam Taurat, Injil, Zabur dan Alfurgan. Dan orang yang meninggalkan jamaah itu berjalan di muka bumi sedang bumi melaknatnya. Dan orang yang meninggalkan jemaah itu dibenci oleh Allah, dan dibenci para malaikat dan apa saja yang Allah menaruh nyawa padanya, serta dikutuk pula oleh seluruh malaikat yang ada di antara langit dan bumi, juga ikan-ikan di laut”. Dan dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mencegah dirinya dari lima perkara, maka Allah pun akan mencegahnya dari lima perkara : Pertama, barangsiapa tidak mau berdoa, maka Allah pun tidak akan memperkenankan dia. Kedua, barangsiapa tidak mau bersedekah, maka Allah pun akan mencegah dirinya dari kesentosaan. Ketiga, barangsiapa tidak mau berzakat, maka Allah pun tidak akan memelihara hartanya. Keempat, barangsiapa tidak mau mengeluarkan sepersepuluh (dari hasil bumi), maka Allah pun akan mencegah berkah dari hasil usahanya. Kelima, barangsiapa tidak mau menghadiri (salat) jemaah, maka Allah akan menolak syahadatnya, yaitu laa ilaaha illallaah, Muhammad rasulullah. Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Jibril dan Mikail as. datang menemuiku lalu berkata : “Ya Muhammad, seSungguhnya Allah mengucapkan salam kepadamu dan berfirman : “Orang yang meninggalkan jamaah dari umatmu tidak akan mencium bau surga, sekalipun amalnya lebih banyak daripada amal seluruh penduduk bumi. Dan orang yang meninggalkan jamaah itu terkutuk di dunia dan di akhirat”.

 

Apabila nasib orang yang meninggalkan jamaah itu sudah demikian rupa (padahal ia masih melakukan salat), maka betapa pula nasib orang yang meninggalkan salat (yang sama sekali tidak mau salat). Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Jika kamu melihat seseorang senantiasa pergi ke Masjid, maka bersaksilah untuknya, bahwa ia beriman “ Seperti firman Allah Taala :

 

Artinya : “Yang memakmurkan Masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang berIman kepada Allah dan hari kemudian”.

 

Dan seperti firman-nya:

 

Artinya : “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halang, disebutnya nama Allah di dalam Masjid-masjid-Nya, dan berusaha merobohkannya?. Me. reka itu tidak patut masuk ke dalamnya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah)”.

 

Begitu pula diriwayatkan dari Mujahid ra., bahwa ada seorang lelaki menemui Ibnu Abbas ra., lalu bertanya : “Bagaimana pendapat Anda tentang seseorang yang rajin melakukan salat malam, dan siangnya berpuasa, tetapi dia tidak salat berjamaah, lalu mati dalam keadaan demikian. Kemanakah dia nanti”. Ibnu Abbas menjawab : “Dia ke neraka”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Ucapkanlah salam kepada orang Yahudi dan Nasrani, dan jangan mengucapkan salam kepada Yahudi umatku”. Maka Beliau ditanya. “Siapakah mereka Ya RaSulullah?”. Beliau menjawab : “Orang-orang yang mendengarkan azan dan igamat. namun tidak menghadiri jamaah”.

 

Sahabat Abu Hurairah ra., berkata : “Seorang laki-laki buta datang menemui Nabi saw., yang konon dia adalah Abdullah bin Ummi Maktum. Orang itu berkata : “Ya Rasulullah saya tidak mempunyai seorang penuntun yang menuntun saya ke Masjid”. Dia lalu meminta kepada Rasulullah supaya memberi keringanan padanya untuk salat di rumahnya saja. Maka Beliau pun mengabulkan permintaannya itu. Namun, ketika orang itu hendak pulang, Beliau memanggilnya kembali lalu bertanya : “Apakah engkau dapat mendengar seruan untuk salat?”. Orang itu menjawab : “Ya”. Maka Beliau bersabda : “Kalau begitu, datangilah jamaah”.

 

Sebagaimana sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Tidaklah (sempurna) salat bagi tetangga Masjid, melainkan di dalam masjid”. Dan juga sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Berilah kabar gembira kepada orang yang gemar berjalan di kegelapan malam menuju ke Mesjid, bahwa dia akan mendapat cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Demikian tersebut di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Salat itu tiang agama, maka barangsiapa mendirikannya berarti dia telah

 

menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkannya borarti dia telah merobohkan agama”.

 

Dari Nabi saw. , bahwa Beliau bersabda yang artinya :

 

‘Sesungguhnya keburukan orang yang meninggalkan salat itu menular kepada tujuh puluh orang dari keluarganya dan tetangga-tetangganya, bahkan dari sekarang ini sampai kepada zaman Nabi Adam as. dahulu. Itu karena, apabila orang yang salat duduk dalam tasyahhud, ia membaca : assalamu alaina wa ‘alaa ibaadillaahish shaalihin (Sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh). Dengan adanya ucapan ini , maka pahalanya sampai kepada arwah orang-orang mukmin dari sekarang hingga zaman Nabi Adam as. Jadi, orang yang meninggalkan salat itu berarti dia telah mencegah kebaikan itu. Dengan demikian, dia seumpama orang yang keburukannya menimpa seluruh umat islam, sebagaimana difirmankan Allah :

 

Artinya : “Yang banyak menghalangi perbuatan baik yang melampaui batas lagi banyak dosa”. (Anisul Majalis).

 

Diriwayatkan dari Agil bin Abithalib ra., bahwa dia berkata : “Saya pernah bepergian bersama Nabi saw., maka saya melihat dari Beliau tiga hal yang menyebabkan mantapnya Islam dalam hatiku.

 

Yang pertama, bahwa Nabi saw. hendak membuang hajat, sedang di seberang Beliau ada beberapa pohon. Lantas Beliau berkata : “Pergilah ke pohon-pohon itu dan katakan kepada mereka, bahwa Rasulullah berkata : “Kemarilah, dan jadilah penutup bagiku, karena aku hendak berwudu”. Maka saya pun beranjak akan pergi. Namun, belum lagi pesan Beliau saya sampaikan, ternyata pohon-pohon itu telah terpotong dari akarnya masing-masing, dan pindah menutupi di sekeliling Rasulullah, sampai Beliau menyelesaikan hajatnya. Kemudian pohon-pohon itu kembali ke tempatnya semuta.

 

Yang kedua, saya terserang rasa dahaga, ialu saya pun mencari air. Tetapi saya tidak menemukannya. Maka Nabi saw. bersabda : “Naiklah ke gunung ini, dan sampaikan salam dariku, lalu katakan kepadanya : “Jika ada air padamu, maka berilah aku minum”. Agil berkata : “Maka saya pun mendaki gunung, dan saya mengatakan kepadanya seperti apa yang dikatakan oleh Nabi saw. tadi. Belum lagi saya selesai bicara, tiba-tiba gunung itu berkata dengan suara yang jelas : “Katakan kepada Rasulullah, bahwa sejak Allah menurunkan ayat : (Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batu), maka aku terus-menerus menangis karena takut, jangan-jangan aku menjadi batu bahan bakar neraka tersebut, sehingga tidak tersisa lagi air padaku”.

 

Yang ketiga, ketika kami sedang berjalan, sekonyong-konyong ada seekor unta berlari mendatangi kami hingga akhirnya sampai kepada Rasulullah, lalu ia berkata : “Ya Rasulullah, tolonglah aku”. Tidak lama kemudian datang seorang Badui sambil membawa sebilah pedang yang terhunus. Maka Rasulullah bertanya kepadanya : “Apa yang hendak engkau jakukan terhadap binatang yang malang ini?”. Orang itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya telah membelinya dengan harga yang mahal, tetapi dia tidak menurut kepadaku. Maka saya hendak menyembelihnya, lalu saya manfaatkan dagingnya”.

 

“Mengapa engkau membangkang kepadanya?”, tanya Rasulullah kepada unta itu.

 

Unta itu menjawab : “Ya Rasulullah, aku tidak membangkang kepadanya untuk melakukan pekerjaan. Tetapi saya membangkang kepadanya karena perbuatan buruknya. Sebab kabilahnya tidur pada saat salat Isyak, tanpa melakukan salat Isyak, kalau dia mau berjanji kepada Baginda akan melakukan salat Isyak maka saya pun akan berjanji kepada Baginda untuk tidak membangkang lagi padanya. Karena saya kuatir mereka nanti ditimpa azab dari Allah, sedang saya berada di tengah-tengah mereka”.

 

Maka Nabi pun mongambil janji dari orang Badui itu untuk tidak meninggalkan salat Isyak Kemudian Bohau monyorahkan unta itu kembali kepadanya. Maka orang itu pulang kombali kepada koluarganya. (Raunaqul Majalis)

 

Diceritakan bahwa, pada suatu hari, Nabi Isa as. melakukan suatu perjalanan. Maka dilihatnya suatu kaum yang menyembah Allah dengan rajin dan sungguh-sungguh. Mereka berkumpul di suatu tempat yang tinggi. Nabi Isa memberi salam kepada mereka lalu duduk bersama mereka. Beliau melihat mereka mempunyai banyak makanan, minuman yang borsih, bermacam-macam buah-buahan, anak-anak dan isteri-isteri yang cantik, Nabi Isa memperhatikan, maka tampak olehnya kampung mereka itu dihiasi dengan perhiasan yang indah, yang tidak bisa dilukiskan.

 

Sesudah itu, Nabi Isa as. pergi meninggalkan mereka. Setelah lewat beberapa lama. Beliau kembali ke tempat itu. Ternyata mereka semua telah binasa berikut anak-anak dan Isteri-isteri mereka. Sedang kampung mereka juga telah hancur. Maka Nabi Isa merasa heran melihat nasib mereka itu, lalu Beliau bermunajat kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, mengapa mereka binasa?. Apakah mereka meninggalkan salat dan tidak mau taat lagi?”.

 

Allah Taala menjawab : “Tidak. Tetapi, mereka telah disinggahi oleh seseorang yang meninggalkan salat. Orang itu membasuh wajahnya dengan air mereka. Kemudian bekas basuhannya itu mengenai sawah-sawah dan kampung halaman mereka. Akibatnya, mereka pun turut binasa”. (Anisul Majalis)

 

Diriwayatkan bahwa, pada suatu hari Nabi saw. duduk bersama sahabat-sahabatnya. Kemudian datang seorang pemuda Arab ke pintu masjid sambil menangis. Maka bertanyalah Nabi saw. : “Mengapa engkau menangis, hai anak muda?”.

 

Pemuda itu menjawab : “Ya Rasulullah, ayahku meninggal dunia, sedang dia tidak mempunyai kain pembungkus maupun orang yang memandikannya”. Maka Nabi pun menyuruh sahabat Abubakar dan Umar ra. untuk membantunya.

 

Kedua sahabat itu pun pergi menjenguk si mayit, namun ketika mereka melihatnya, tampak mayit itu seperti seekor babi hitam. Maka keduanya kembali menemui Rasulullah saw., seraya berkata : “Kami lihat dia tak lain seperti seekor babi hitam, Ya Rasulullah”.

 

Maka Rasulullah berangkat menuju ke tempat jenazah itu. Kemudian Beliau berdoa, lalu mayit itu berubah kembali seperti rupanya yang asli. Dan Beliau pun menyalatinya. Ketika para sahabat hendak menguburnya, mereka lihat mayit itu berubah kembali menjadi babi hitam. Maka Nabi pun bertanya : “Hai anak muda, perbuatan apakah yang pernah dilakukan ayahmu di dunia?”.

 

Pemuda itu menjawab : “Dia adalah seorang yang tidak mau salat”.

 

Maka Nabi saw. bersabda : “Hai sahabat-sahabatku, perhatikanlah nasib orang yang tidak mau salat, Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat kelak dalam rupa seekor babi hitam”. Semoga Allah melindungi kita semua darinya. (Bahjatul Anwar)

 

Pada masa pemerintahan Abubakar Assiddig, pernah ada seorang laki-laki meninggal dunia. Maka orang-orang berdiri untuk menyalatinya. Namun, tiba-tiba kain kafannya bergerak-gerak. Ketika mereka periksa, ternyata ada seekor ular yang melilit pada leher si mayit sambil memakan dagingnya dan menghisap darahnya. Maka ular itu hendak mereka bunuh, namun sekonyong-konyong ular itu berkata :

 

Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah. Kenapa kalian hendak membunuhku?. Padahal aku tidak berdosa dan tidak pula bersalah. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk mengazab orang ini sampai hari kiamat”.

 

“Apa kesalahan-kesalahannya?”, tanya mereka.

 

Ular itu menjawab : “Ada tiga kesalahan : (pertama) apabila mendengar azan dia tidak mendatangi jamaah, (kedua) dia tidak mengeluarkan zakat dari hartanya, (ketiga) dia tidak mau mendengar perkataan ulama. Dan inilah balasannya”. (Dari Al Marsum)

39. PENJELASAN TENTANG KECAMAN TERHADAP ORANG YANG BERPALING DARI ALQURAN

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan barangsiapa berpaling dari zikir, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang ‘dhankan’, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia : “Oh Tuhanku, mengapa Engkau menghimpun aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulu adalah orang yang yang melihat?”. Allah berfirman : “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu engkau melupakannya. Maka begitu pula pada hari ini engkau pun dilupakan”. Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. (QS. Thahaa : 124-127)

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan barangsiapa berpaling dari ‘zikir’, dari petunjuk yang mengingatkan dan mengajak ibadat kepada-Ku.

 

(.  ) maka sesungguhnya baginya penghidupan yang dhankan, yakni yang sempit.

 

Kata dhankan (.   ) adalah masdar, yang digunakan untuk mensifati. Oleh karena itu, bentuknya sama antara muzakkar (jenis jantan) maupun muannats (jenis betina). Ia dibaca juga ,    ( dhankaa) seperti kata.   (sakraa).

 

Dan penghidupan yang sempit itu adalah karena seluruh keinginan dan ambisinya hanya tertuju pada harta dunia yang dengan mati-matian ia berusaha menambahnya dan merasa kuatir kalau berkurang. Berbeda dengan orang mukmin yang menginginkan akhirat. Padahal terkadang Allah Taala menyempitkan dengan sebab sialnya kefakiran itu dan melapangkan dengan sebab berkahnya keimanan, sebagaimana firman-firman Allah berikut ini:

 

Artinya : “Lalu ditimpakan atas mereka kenistaan dan kehinaan… dst”. Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan hukum Taurat dan … dst”

 

Dan fiman-Nya :

 

Artinya : “Dan sekiranya penduduk negori-negeri itu beriman …. dst”.

 

(.    ) dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta, buta mata atau buta hati. Yang pertama (buta mata) diperkuat oleh firman-Nya:

 

(.      ) Berkatalah ia : Oh Tuhanku, mengapa Engkau menghimpun aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku adalah orang yang melihat?. Allah berfirman : Demikianlah, yakni seperti itulah yang telah engkau lakukan. Kemudian hal itu ditafsirkan Allah dalam firman-Nya :

 

(.    ) telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, yang jelas dan terang.

 

(.    ) lalu engkau melupakannya, dengan tenggelam dalam kemaksiatan, sampai engkau buta darinya dan membiarkannya tanpa mendapat perhatian.

 

(.    ) dan begitu pula, seperti halnya engkau telah membiarkan ayat-ayat Kami di dunia.

 

(.    ) pada hari ini pun, engkau dilupakan. Dibiarkan buta dan tersiksa.

 

(.    ) Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas, yang tenggelam dalam hawa nafsu dan berpaling dari ayat-ayat Allah.

 

(.     ) dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya, bahkan mendustaikannya dan tidak mematuhinya.

 

(.    ) Dan sesungguhnya azab di akhirat itu, yaitu dihimpunkan dalam keadaan buta. Dan ada pula yang mengatakan, azab neraka. Maksudnya : Dan azab neraka sesudah itu…

 

(.     ) lebih berat dan lebih kekal, daripada sempitnya penghidupan dan penghimpunan dalam keadaan buta. Dan boleh jadi, apabila orang itu telah masuk ke dalam neraka, maka ia tidak buta lagi, untuk diperlihatkan kepadanya tempatnya dan keadaannya. Atau, lebih berat dan lebih kekal daripada apa yang dia perbuat, yaitu membiarkan ayat-ayat Allah dan kafir terhadapnya. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari Ibnu Umar ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Perbanyaklah olehmu membaca salawat kepada Nabimu setiap hari Jumat, karena sesungguhnya aku menyaksikannya darimu pada setiap hari Jumat”.

 

Dan dalam riwayat lain disebutkan :

 

Artinya : “Karena tidak seorang pun yang bersalawat kepadaku, melainkan salawatnya itu disampaikan kepadaku ketika ia selesai mengucapkannya. (Syifaus Syarif)

 

Dari Ali bin Abi Thalib Karramallaahu Wajhah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca Alquran sampai hafal, lalu ia menghalalkan apa yang dihalalkannya dan mengharamkan apa yang diharamkannya. Maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga dan menerima syafaatnya terhadap sepuluh orang dari keluarganya, yang mereka itu semuanya pantas untuk masuk neraka”. Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : ? 0. ant PAN NP BEP 0… ie AN NS “A APE Pra ME SAN SAS EL 2 ISON Pra 3 835 (AIM Sya ae, -29 – 2, y » at. -d 4. Ag Pad . 7 » – 229 2 AE EN, GULA Ha gg Pn . 2» . “ AE EN AN SA Et IR ISA ENG PA Cena OUR ANA, DES Pine Ae yo Artinya : “Barangsiapa membaca Alquran di dalam salatnya, maka dari setiap hurufnya, dia mendapat seratus kebaikan. Dan barangsiapa membaca Alquran di luar salat dalam keadaan berwudu, maka dari setiap hurufnya dia mendapatkan duapuluh lima kebaikan. Dan barangsiapa membaca Alquran tanpa wudu, maka dari setiap hurufnya dia memperoleh sepuluh kebaikan”. (Majalisul Anwar) Mengenai tafsir Adz Dzikru (     ) di dalam ayat di atas tadi, ada beberapa pendapat.

 

    Adz Dzikru adalah Alquran. Berdasarkan firman Allah Taala :

 

Artinya : “Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami dan pertemuan di akhirat, maka mereka tetap berada dalam siksaan”.

 

    Berpaling dari membaca Alquran dan melupakannya.

 

    Mengesakan Allah. Berdasarkan firman Allah :

 

Artinya : “Hingga mereka lupa mengesakan (Engkau)”

 

    Berpaling dari taat dan mengesakan Allah. Berdasarkan firman Allah :

 

 Artinya : “Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya.

 

    Berpaling dari ilmu Berdasarkan firman Allah :

 

Artinya : “Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak tahu.

 

    Berpaling dari menyebut dengan lidah. Berdasarkan firman Allah :

 

Artinya : “Sebutlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya”.

 

    Berpaling dari salat. Berdasarkan firman Allah :

 

Artinya : “Maka bergegaslah kamu kepada zikrullah (salat).

 

Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual-beli dari zikrullah (salat). (Tafsir Hanafi)

 

Dari jbnu Abbas ra., bahwa dia berkata : “Adh Dhanku ( BEN ) adalah Asy Syaga (kemalangan)

 

Dan diriwayatkan pula darinya bahwa dia berkata : “Apabila seorang hamba diberi, baik sedikit maupun banyak namun dia tidak merasa puas, maka tidak ada kebaikan padanya. Itulah kesempitan dalam penghidupan. Dan sesungguhnya ada suatu kaum yang berpaling dari kebenaran padahal mereka berada dalam kelapangan dunia (kaya raya), dengan demikian maka keadaan mereka disebut juga dhankun (sempit). Hal itu karena mereka memandang bahwa, Allah Taala bukan Pencipta mereka, sehingga semakin berat penghidupan mereka sekalipun mereka berkecukupan. Karena mereka telah berprasangka buruk terhadap Allah”. (Bahrul Ulum)

 

Dan ada pula yang berpendapat bahwa, (yang dimaksud dengan) orang yang berpaling dari mengingat Allah itu ialah orang yang dikuasai setan yang menjadi musuhnya, yang menghendaki dia ditimpa segala kebinasaan dan kesesatan, sehingga tidak ada lagi orang yang lebih berat penghidupannya, lebih besar kesesatannya dan lebih celaka dannya. (Bahrul Ulum)

 

Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah”.

 

Yakni, jangan sampai kamu disibukkan oleh pekerjaan mengatur dan memperhatikan harta benda dan anak-anak, sampai tidak mengingat Allah, seperti melaksanakan salat dan ibadat-ibadat lainnya yang diperuntukkan buat pengabdian. Adapun maksudnya telah melarang mereka dari sifat terlena dengan harta benda dan anak-anak. Dan diarahkannya larangan itu pada harta benda dan anak-anak adalah untuk mubalaghah. Karena itulah Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan barangsiapa yang berbuat demikian …”.

 

Yakni, terlena dan sibuk oleh hal-hal tersebut (tadi)

 

Artinya : “Maka mereka itulah orang-orang yang merugi”.

 

Karena mereka telah menukar sesuatu yang besar lagi abadi dengan barang lain yang hina dan tidak abadi. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Muaz bin Jabal ra., katanya : “Saya pernah melakukan perjalanan bersama Rasulullah saw.. Kemudian saya berkata kepada Beliau : Ya Rasulullah, ucapkanlah suatu perkataan yang dapat kami ambil manfaatnya.

 

Beliau lalu bersabda :

 

Artinya : “Jika kamu ingin hidup bahagia, mati sebagai syahid, selamat pada hari kiamat, naungan di hari pembalasan, dan petunjuk dari kesesatan, maka hendaklah kamu selalu membaca Alquran. Karena Alquran itu merupakan firman Tuhan Yang Maha Pengasih benteng terhadap setan dan berat dalam timbangan”.

 

Dan demikian pula sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Ibadat umatku yang paling utama adalah membaca Alquran”.

 

Maka hendaklah orang yang mukallaf sibuk mempelajarinya dan membacanya. (Badrur Rasyid)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa dia berkata : “Ada seorang laki-laki meninggal dunia di zaman Nabi saw.. Maka Beliau mendatangi jenazahnya untuk menyalatinya. Namun, tiba-tiba kain kafan si mayit bergerak-gerak. Ketika diperiksa Nabi, ternyata di dalamnya ada seekor ular sedang mengisap darah mayit itu dan memakan dagingnya. Lantas Abubakar hendak memukul ular itu, tetapi dengan kuasa Allah, ular itu talu berbicara dengan suara yang fasih : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”. Dan katanya pula : “Hai Abubakar, kenapa tuan hendak memukul saya, padahal saya tidak berdosa, padahal saya diperintah untuk melakukan ini?. Allah telah memerintahkan kepada saya supaya mengazab orang ini sampai hari kiamat”.

 

Abubakar bertanya : “Apa kesalahan-kesalahannya?”.

 

Ular itu menjawab : “Dia mempunyai tiga kesalahan : (Pertama) meninggalkan salat, (Kedua) tidak mau berzakat, (Ketiga) tidak suka mendengarkan perkataan ulama”. (Hayatul Qulub)

 

Dan Nabi saw. bersabda : “Allah Taala berfirman : “Demi keperkasaan-Ku dan kea. gungan-Ku, Aku tidak akan mengumpulkan dua rasa takut dan dua rasa aman. Apabila Aku telah membuatnya takut di dunia maka Aku akan amankan dia di han kiamat: dan apabila Aku telah mengamankan dia di dunia, maka Aku akan membuatnya takut di hari kiamat”.

 

(Dikisahkan) dari Abubakar Assiddig ra., bahwa Dihyah Alkalabi dahulunya adalah seorang raja Arab yang kafir. Sedang Rasulullah sangat menginginkan keistamannya. karena di bawah kekuasannya ada tujuh ratus orang dari keluarganya. Beliau selalu mendoakannya : “Ya Allah, karuniakanlah Islam kepada Dihyah Alkalabi”.

 

Ketika dia hendak masuk Islam, Allah Taala mewahyukan kepada Nabi saw. seusai salat Fajar : “Ya Muhammad, Aku telah menanamkan cahaya iman ke dalam hati Dihyah Alkalabi. Dia sekarang akan menemuimu”.

 

Begitu Dihya Alkalabi memasuki Masjid, maka Nabi pun melepas serempangnya dan punggungnya lalu menggelarnya di atas lantai. Lantas Beliau menyilakan Dihyah untuk duduk di atasnya. Ketika Dihyah menyaksikan penghormatan yang demikian besar dari Nabi saw. itu, maka dia pun menangis, lalu diangkatnya serempang itu dan diciuminya, kemudian diletakkannya di atas kepala dan kedua matanya seraya berkata : “Ya Nabi Allah, apakah syarat-syarat masuk Islam. Kemukakanlah kepada saya”.

 

Nabi saw. menjawab : “Hendaklah Anda mengucapkan : La Ilaaha lilallaah, Muhammad Rasulullah.

 

Kemudian Dihyah menangis. Maka bertanyalah Nabi kepadanya : “Mengapa Anda menangis seperti ini, hai Dihyah?. Apakah karena masuknya Anda ke dalam Islam, ataukah ada sebab-sebab yang lain?”.

 

Dihyah menjawab : “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya telah melakukan dosa-dosa yang sangat besar. Maka, tanyakaniah kepada Tuhanmu, apa penebusnya?. Seandainya Dia menyuruhku agar membunuh diri, maka aku pasti akan bunuh diri. Dan seandainya Dia memerintahkan supaya aku mengeluarkan sedekah dari hartaku, niscaya aku akan mengeluarkannya?.

 

“Apa dosa-dosamu itu, hai Dihyah?”, tanya Nabi.

 

Dihyah menjawab : “Saya adalah salah seorang raja Arab. Saya merasa malu jika Saya mempunyai anak-anak perempuan yang bersuami. Supaya tidak ada orang yang mengatakan : Fulan bin Fulan, menantu Dihyah Alkalabi. Maka, tujuh puluh dari anakanak perempuanku itu telah saya bunuh dengan tangan saya sendiri”.

 

Mendengar perkataan Dihyah tersebut, Nabi menjadi bingung, tidak tahu apa yang harus dijawabnya. Maka turunlah malaikat Jibril as. lalu berkata : “Ya Rasulullah, katakanlah kepada Dihyah Alkalabi, “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, sesungguhnya setelah engkau mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illailaah Muhammad Rasulullah. maka Aku telah mengampuni kekafiranmu selama enam puluh tahun, dan celaanmu terhadapKu selama enam puluh tahun pula. Maka, bagaimana mungkin Aku tidak mengampuni pembunuhan puteri-puterimu, sedang mereka adalah milikmu?”.

 

Periwayat hadis ini melanjutkan : “Maka menangislah Nabi saw. dan sahabat-sahabat Beliau. Kemudian Beliau berkata : “Tuhanku, Engkau telah mengampuni Dihyah atas dosanya membunuh anak-anak perempuannya hanya dengan satu kali ucapan syahadat. Maka, mana mungkin Engkau tidak mengampuni orang-orang mukmin atas dosa-dosa kecil mereka dengan syahadat yang banyak?”.

 

Dihyah atau Dahyah, dengan mem-fathah-kan dal atau mengkasrah-kannya, adalah dua macam dialek. Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat, mana yang lebih kuat dar! keduanya. Dia adalah Dihyah bin Khalifah bin Farwah Alkalabi, seorang yang paling elok parasnya. Apabila ia datang ke kota Madinah, maka tidak tertinggal seorang wanita pingitan pun, melainkan keluar untuk melihatnya. Dan karena parasnya yang elok itu pula, Jibril pernah datang mengunjungi Nabi dengan menyamar sebagai Dihyah. Telah lama dia masuk Islam, dan ikut berpartisipasi dalam berbagai peperangan yang terjadi sesudah perang Badr, bersama Rasulullah saw.. Dia masih sempat hidup sampai masa pemerintahan Muawiyah dan ikut pula bertempur. Dia menetap di kota Al Mizzih, dekat Damaskus. Dan dia pernah diutus membawa surat Nabi saw. kepada pembesar Bushra untuk diserahkan kepada Heraklius, yaitu pada akhir tahun ke-6 Hijriyah. (Karmani)

 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Darda ra., bahwa dia berkata : “Barangsiapa mengucapkan La Ilaaha lilallaah Muhammad Rasulullah, maka keluarlah dari dalam mulutnya malaikat seperti burung berwarna hijau. Dia memiliki sepasang sayap, yang satu di timur dan yang lain di barat, keduanya berwarna putih, bertahtakan intan dan mira delima. Lalu naiktah malaikat itu, hingga apabila dia telah sampai di Arsy, dia mengeluarkan suara seperti dengungan lebah, maka berkatalah kepadanya para malaikat pemanggul Arsy : “Diamlah, demi keperkasaan Allah Taala”. Tetapi dia menjawab : “Aku tidak akan diam sampai Allah mengampuni pembaca kalimat tadi”.

 

Maka Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni pembaca kalimat itu”.

 

Kemudian Allah Taala menciptakan untuk malaikat yang terbang itu tujuh puluh tidah, masing-masing lidah memohonkan ampunan bagi orang yang membaca kalimat syahadat tadi sampai hari kiamat. Sedang pada hari kiamat, malaikat yang terbang itu akan datang menjumpai orang tersebut, lalu membimbingnya, dia bertindak sebagai penuntun dan penunjuk jalan baginya menuju ke surga. (Raunaqul Majalis)

 

Dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Saya pernah mendengar penghutu seluruh makhluk, Muhammad saw. bersabda : “Aku pernah mendengar penghulu seluruh mataikat, Jibril as. Berkata : “Aku tidak pernah turun membawa kalimat yang lebih mulia daripada kalimat Laa Ilaaha Illallaah Muhammad Rasulullah, atas bumi. Dengan kalimat itulah tegaknya langit, bumi, gunung-gunung, pohon, daratan dan lautan. Dan ketahuilah, ia adalah kalimat ikhlas. Ketahuilah, ia adalah kalimat Islam. Ketahuilah, ia adalah kalimat kedekatan pada Allah. Ketahuilah, ia adalah kalimat takwa. Ketahuilah, ia adalah kalimat keselamatan. Dan ketahuilah, ia adalah kalimat yang luhur. Seandainya ia diletakkan di atas piringan timbangan, sedang tujuh langit dan tujuh bumi diletakkan di piringan yang lain, niscaya kalimat itulah yang lebih berat daripada semuanya itu”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

(Dikisahkan) bahwasanya ada seorang laki-laki sedang melakukan wukuf di Arafah. Di genggaman tangannya ada tujuh butir satu. Kemudian ia berkata : “Hai batu-batu, saksikanlah bahwa aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Kemudian dia letakkan batu-batu itu di bawah kepalanya, lalu tidur. Dalam tidurnya itu, dia bermimpi seolah-olah kiamat benar-benar telah bangkit. Dan bahwa dia telah dihisab, yang ternyata dia harus masuk neraka. Maka para malaikat pun membawanya ke pintu neraka. Namun, tiba-tiba sebutir batu dari batu-batu tersebut menjatuhkan dirinya pada pintu neraka itu. Lalu para malaikat azab berkumpul untuk mengangkatnya, namun mereka tidak mampu. Kemudian mereka pergi ke pintu neraka yang lainnya, dan ternyata di pintu itu pun sudah ada sebuah batu dari ketujuh batu itu. Maka mereka berkumpul untuk mengangkatnya, namun mereka tidak mampu. Hingga mereka membawa orang itu ke tujuh pintu neraka, sedang pada tiap-tiap pintu itu ada sebuah batu dari batubatu tersebut. Akhirnya para malaikat itu membawa orang tersebut ke Arsy. Di sana Allah Taala berfirman : “Hai hamba-Ku, engkau telah menjadikan batu-batu itu sebagai saksi, dan ternyata mereka tidak menyia-nyiakan hakmu. Maka, bagaimana mungkin Aku menyia-nyiakan hakmu, padahal Aku pun menyaksikan syahadatmu?. Masukkanlah dia ke surga”.

 

Ketika dia telah dekat ke surga, sekonyong-konyong terbukalah pintu-pintunya dengan kunci berupa kalimat Laa ilaaha Illallaah Muhammad Rasululiah. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Waizhin)

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Aku masuk surga, lalu kulihat pada pintu surga itu tertulis tiga kalimat : Pertama, Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kedua, kami telah memperoleh apa yang telah kami lakukan. Kami mendapat laba dari apa yang kami makan. Dan kami telah merugi dari apa yang telah kami tinggalkan. Sebagaimana firman Allah yang artinya : “Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan kepadanya, begitu pula kejahatan yang telah dikerjakannya. Dia ingin andaikan antara dia dan hari itu ada masa yang jauh”. Ketiga, umat yang berdosa dan Tuhan Yang Maha

Pengampun. (Zubdatul Waizhin)

40. PENJELASAN TENTANG PEDIHNYA MAUT

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang pun sebelum kamu (Muhammad). Maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal?. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan, sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS. Al Anbiya : 34-35) Tafsir

 

(.  ) Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang pun sebelum kamu (Muhammad). Maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal?. Ayat ini turun ketika orang-orang kafir mengatakan :

 

Artinya : “Kami menunggu-nunggu kecelakaan menimpamu”.

 

Huruf fa (.    ) adalah untuk mengkaitkan syarat dengan kalimat sebelumnya. Dan hamzah (. ) berarti bantahan Allah, setelah dikemukakan-Nya pernyataan sebelumnya itu.

 

(.     ) Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati, akan merasakan kepedihan dari berpisahnya jiwa dengan tubuh. Hal mana merupakan bukti terhadap apa yang mereka ingkari.

 

(.     ) Kami akan menguji kamu. Akan memperlakukan kamu dengan sikap sebagai penguji.

 

(.    ) dengan keburukan dan kebaikan, dengan bencana-bencana dan kenikmatan-kenikmatan.

 

(.    ) sebagai cobaan, ujian. Ini masdar dari kata yang berbeda.

 

(.    ) Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. Lalu Kami memberi balasan sesuai dengan apa yang didapati darimu, berupa sabar atau syukur. Di sini terkandung suatu isyarat, bahwa tujuan dari hidup ini adalah untuk diuji dan dihadapkan kepada pahala dan hukuman, sebagai pemantapan dari pernyataan sebelumnya. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Abubakar Assiddig ra., katanya : “Salawat atas Nabi itu lebih mampu menghapuskan dosa-dosa daripada air dingin terhadap api. Dan ucapan salam kepada Beliau itu lebih utama daripada memerdekakan hamba sahaya”. (Syifaun Syarif)

 

Konon, malaikat maut itu ditemani oleh tujuh puluh malaikat rahmat dan tujuh puluh malaikat azab. Jika dia telah mencabut nyawa Seorang mukmin, maka dia menyerahkannya kepada malaikat rahmat. Kemudian para malaikat rahrnat itu memberi kabar gembira kepadanya tentang surga dan pahala, lalu mereka bawa ia naik ke langit, tempat yang tertinggi. Dan apabila dia telah mencabut nyawa seorang kafir, maka dia menyerahkannya kepada malaikat azab, kemudian mereka mengembalikannya ke Sijjin, tempat yang serendah-rendahnya. (Mathaali’ul Anwar)

 

Dari Nabi saw., bahwa Belia bersabda :

 

Artinya : “Seandainya pedihnya sehelai rambut dari kepedihan mayit itu diletakkan pada langit dan bumi, niscaya matilah semua penghuninya dengan izin Allah Taala. Karena pada setiap rambut terdapat maut. Dan tidaklah maut itu menimpa sesuatu, melainkan ja akan mati beserta seluruh anggota-anggotanya”.

 

Konon, bahwa malaikat maut itu mempunyai empat wajah. Yang pertama di kepalanya. Yang kedua, di hadapannya. Yang ketiga, di belakang punggungnya. Yang keempat di bawah telapak kakinya. Dia mencabut nyawa para nabi dan para malaikat dari wajah yang ada di kepalanya, mencabut nyawa orang-orang mukmin dari wajah yang ada di hadapannya, mencabut nyawa orang-orang kafir dari wajah yang ada di belakang punggungnya, dan mencabut nyawa jin dari wajah yang ada di bawah telapak kakinya. Salah satu dari kedua kaki malaikat maut itu berada di jembatan Jahannam, sedang yang satunya lagi ada di singgasana surga. Saking besarnya malaikat maut itu, maka seandainya seluruh air laut dan sungai-sungai dicurahkan ke atas kepalanya, niscaya tidak akan ada satu tetes pun yang jatuh ke bumi. (Mathaali’ul Anwar)

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi Isa as. dahulu bisa menghidupkan orang-orang yang sudah mati dengan izin Allah Tala. Maka berkatalah sebagian orang kafir kepadanya : “Sesungguhnya kamu menghidupkan orang mati kalau kematiannya itu masih baru terjadi. dan boleh jadi ia belum mati. Karenanya, hidupkanlah di hadapan kami orang yang telah mati pada zaman dahulu”.

 

“Pilihlah sesuka kalian”, tantang Nabi Isa as.

 

Mereka berkata : “Hidupkanlah di hadapan kami Sam bin Nuh”.

 

Maka pergilah Nabi Isa ke kuburan Sam. Kemudian Beliau salat dua rakaat di sana, lalu berdoa kepada Allah. Seketika itu juga, Sam pun hidup kembali. Tetapi ternyata rambut kepala dan janggutnya telah memutih semua. Maka Nabi Isa bertanya : “Hai Sam, kenapa sampai ada uban seperti ini, padahal pada masamu dahulu tidak ada uban?”.

 

Sam menjawab : “Saya mendengar panggilanmu, maka saya kira kiamat telah bangkit, sehingga rambut dan janggutku seketika menjadi putih saking ngerinya”.

 

Nabi Isa bertanya pula : “Sudah sejak berapa tahun Anda menjadi mayit?”.

 

Sam menjawab : “Sudah empat ribu tahun, namun belum juga lenyap dariku rasa sakit dan pedihnya maut itu”. (Durratul Waaizhin).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :

 

“Tidak akan keluar nyawa seorang mukmin sebelum dia melihat tempatnya di dalam surga. Dan tidak akan keluar nyawa seorang kafir sebelum dia melihat tempatnya di dalam neraka”.

 

Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimana seorang mukmin melihat tempatnya di dalam surga, dan seorang kafir melihat tempatnya di dalam neraka”.

 

Rasulullah menjawab : “Sesungguhnya Allah Taala menciptakan Jibril dalam rupa yang paling elok. Dia mempunyai enam ratus sayap. Di antara sayap-sayapnya itu ada dua sayap yang berwarna hijau mirip sayap burung merak. Apabila dia mengembangkan sayapnya maka memenuhi ruang antara langit dan bumi. Pada sayapnya yang kanan terlukis gambar surga dengan segala isinya, seperti : bidadari bermata jeli, mahligai-mahligai, derajat-derajat, pelayan-pelayan, anak-anak dan pemuda-pemuda. Sedangkan pada sayap kirinya terlukis gambar neraka Jahannam dengan segala isinya, seperti : ular-ular, kalajengking-kalajengking, jurang-jurang dan para juru siksa”.

 

Apabila ajal seseorang hamba telah tiba, maka masuklah sekelompok malaikat ke dalam urat-uratnya lalu memeras nyawanya dari kedua telapak kakinya sampai kepada kedua lututnya. Kemudian kelompok pertama tadi keluar dan masuklah kelompok kedua. Mereka memeras nyawa si hamba tersebut mulai dari kedua lututnya sampai ke pusarnya Kelompok kedua kemudian keluar lalu digantikan kelompok ketiga, yang memeras nyawanya dari perut sampai dada. Kemudian kelompok ketiga keluar lalu masuk kelompok keempat. Mereka memeras nyawa si hamba mulai dari dada sampai ke lehernya, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat?”.

 

Pada saat itulah, jika ia adalah seorang mukmin, maka Jibril as. Mengembangkan sayap kanannya, sehingga orang itu bisa melihat tempatnya di surga, lalu merindukannya dan memandanginya tanpa memandang lagi kepada yang lain, baik ayahnya ibunya maupun anak-anaknya, saking rindunya kepada tempat itu. Dan jika ia seorang munafik, maka Jibril mengembangkan sayap kirinya, sehingga orang itu dapat melihat tempatnya di dalam neraka. Lalu dia memandang kepadanya tanpa memandang kepada yang lain, baik ayahnya, ibunya maupun anak-anaknya, saking ngerinya melihat tempat itu. Sungguh beruntung orang yang kuburnya merupakan salah satu taman di antara taman-taman surgawi, dan celakalah orang yang kuburnya merupakan salah satu jurang di antara jurangjurang neraka. (Kanzul Akhbar)

 

Ruh itu ada tiga macam :

Pertama, ruh sulthaniyah.

Kedua, ruh ruhaniyah.

Ketiga, ruh jasmaniyah.

 

Letak ruh sulthaniyah di hati, yakni jantung. Letak ruh ruhaniyah di limpa, yakni dada. Dan letak ruh jasmaniyah di antara daging dan darah, dan di antara tulang dan urat-urat.

 

Kalau ditanya, jika seseorang tidur, apakah ruhnya keluar atau tidak?. Kalau ada yang menjawab, ruhnya keluar, maka dia salah. Dan kalau dia jawab, ruhnya tidak keluar, maka dia juga salah. Jawabnya yang tepat adalah, jika seseorang tidur maka ruh jasmaniyahnya keluar bersama akal dan berjalan antara langit dan bumi. Kalau akal menyertai ruh jasmaniyah tersebut maka dia melihat bermacam-macam pengalaman dalam tidurnya, yang disebut mimpi. Tetapi kalau akal tidak menyertainya, maka dia bermimpi juga, namun tidak dipahaminya. (Tafsir)

 

Jika ditanyakan, apa perbedaan antara ruh (      ) dan rawan (.   ) ?. Maka kami jawab : ruh itu tidak pergi dan tidak datang, sedang rawan pergi dan datang. Apabila ra. wan hilang, maka tidurlah orang, tetapi apabila ruh hilang, maka dia mati.

 

Adapun perumpamaan iman di antara ruh dan jasad adalah laksana matahan di an. tara langit dan bumi. Jika seseorang meninggal dunia maka pergilah laa laaha Illalaah bersama ruhnya, sedang Muhammad Rasulullah tertinggal bersama jasadnya. Dan jika keduanya berkumpul, maka keduanya menjadi iman.

 

(Dikisahkan) bahwa, pada suatu hari Nabi Ilyas as. sedang duduk, tiba-tiba datanglah malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Maka Nabi Ilyas menjadi gelisah dan menangis dengan keras. Lantas malaikat maut bertanya kepadanya : “Mengapa gelisah dan menangis seperti ini, Ya Nabiyallah?. Apakah Tuan merisaukan duma ataukah merisaukan mati?.

 

“Tidak”, jawab Nabi Ilyas, “Tetapi aku merisaukan zikir kepada Allah. Karena akan ada suatu kaum sepeninggalku yang berkumpul seraya berzikir kepada Allah Taala, sedang aku tidak bisa berzikir lagi kepada-Nya”.

 

Maka Allah mewahyukan kepada malaikat maut agar tidak mencabut nyawanya “Karena dia minta hidup untuk mengingat Aku, bukan demi dirinya. Biarkan dia, hai malaikat maut, agar dia hidup dalam mengingat Aku dan bersenang-senang dalam taman: taman munajat-Ku hingga akhir dunia ini”.

 

Dari Utsman ra., bahwasanya apabila dia melewati sebuah kubur, maka dia berhenti lalu menangis sampai basah janggutnya. Lalu dia ditanya : “Wahai amirilmukminin, kenapa ketika Tuan mengingat surga, neraka dan hal-hal yang mengerikan di hari kiamat. Tuan tidak menangis, namun ketika Tuan mengingat kubur, Tuan malah menangis?”.

 

Utsman menjawab : “Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Kubur adalah persinggahan pertama di antara persinggahan-persinggahan akhirat, dan persinggahan terakhir di antara persinggahan-persinggahan dunia. Barangsiapa selamat darinya, maka berikutnya akan lebih mudah. Dan barangsiapa tidak selamat darinya, maka yang berikutnya akan lebih berat.

 

Kemudian Utsman melanjutkan : “Vika aku di neraka, maka aku bersama orang banyak, dan jika aku di hari kiamat, maka aku pun bersama orang banyak. Tetapi, jika aku berada di alam kubur, maka tidak ada seorang pun yang menemaniku. Oleh sebab itulah aku menangis”. (Mizykatul Anwar).

 

Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, dari kakeknya Idris, dia berkata : “Saya dapati di dalam sebuah kitab, bahwa Nabi Isa as. pernah berkata kepada ibunya : “Sesungguhnya negeri ini adalah negeri yang tidak kekal, negeri yang tidak abadi, sedang akhirat adalah negeri yang abadi. Maka, marilah wahai ibunda”.

 

Kemudian kedua anak manusia itu pergi menuju ke gunung Lubnan. Di sana mereka beribadat, berpuasa di siang hari dan melakukan salat di malam hari. Mereka makan dari daun-daun pohon dan minum dari air hujan. Demikianlah mereka bertahan beberapa waktu lamanya.

 

Pada suatu hari, Nabi Isa as. turun dari gunung itu ke dasar lembah untuk memetik dedaunan untuk berbuka mereka berdua. Setelah Nabi Isa pergi, maka datanglah mataikat maut, lalu berkata : “Assalamualaiki, hai Maryam, yang sedang berpuasa dan beribadat”.

 

“Anda siapa?”, tanya Maryam. “Kulitku merinding mendengar suaramu dan akalku terasa terbang melihat kehebatanmu”.

 

Malaikat maut menjawab : “Akulah makhluk yang tidak mengasihi si kecil karena kecilnya, dan tidak memulakan orang besar karena kebesarannya. Akulah si pencabut nyawa”.

 

“Hai malaikat maut”, kata Maryam. “Engkau datang untuk berkunjung ataukah untuk mencabut nyawa?”

 

“Bersiap-siaplah untuk mati”, tegas malaikat maut.

 

Maryam berkata : “Tidakkah engkau izinkan aku menunggu sejenak hingga pulangnya kekasihku, bola mataku, buah hatiku dan wewangian jantungku?”,

 

Malaikat maut menjawab : “Aku tidak diperintah seperti itu. Aku hanyalah seorang hamba yang dipenntah. Demi Allah, aku tidak bisa mencabut nyawa seekor nyamuk sekalipun. Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk tidak melangkahkan kaki sampai aku mencabut nyawamu di tempatmu ini”.

 

“Hai malaikat maut”, kata Maryam. “Aku pasrah kepada perintah Allah Taala. Maka laksanakaniah penntah Allah itu”.

 

Maka, malaikat maut pun mendekat kepadanya lalu mencabut nyawanya. Sedangkan Nabi Isa agak terlambat pulang sampai masuk waktu Isyak yang terakhir. Ketika Beliau telah naik kembali ke gunung sambil membawa dedaunan dan sayur mayur. Beliau lihat ibunya sedang tidur di tempat ibadatnya. Beliau mengira bahwa ibunya telah menunaikan ibadat-ibadat fardu. Oleh karena itu, Beliau letakkan bawaannya, lalu menuju tempat salatnya, kemudian salat sampai larut malam.

 

Setelah itu. Beliau memperhatikan lagi ibunya, lalu memanggilnya dengan suara pilu yang muncul dari hati yang khusyuk: “Assalamu alaiki. wahai ibunda. Malam telah larut, Orang-orang yang berpuasa telah berbuka, dan orang-orang yang beribadat telah berhenti, kenapa ibunda tidak bangun-bangun juga untuk benbadat kepada Tuhan Yang Maha Pengasih?”.

 

Namun, Beliau balik berkata : “Tidur itu memang adakalanya nikmat”.

 

Kemudian Beliau pergi menuju ke tempat salatnya, padahal Beliau belum makan apa-apa, hingga lewat dua pertiga malam. Beliau melakukan itu adalah demi baktinya kepada ibundanya, supaya dapat berbuka bersamanya.

 

Nabi Isa masih berdiri ketika dengan suara pilu dan hati yang sedih, Beliau berseru : “Assalamu alaiki, wahai Ibunda”. Kemudian Beliau kembali ke tempat salatnya sampai terbit fajar. Setelah itu ia kembali menemui ibunya, lalu Beliau tempelkan pipinya di pipi ibunya, dan mulutnya pada mulut ibunya sambil memanggilnya dengan disertai tangisan tersedu-sedu : “Assalamu alaiki, wahai ibunda. Malam telah lewat dan siang segera datang. Sekarang inilah saat menunaikan kewajiban kepada Yang Maha Pengasih”.

 

Maka, menangislah para malaikat langit, dan menangis pula jin-jin di sekelilingnya, Sementara gunung di bawahnya bergetar. Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada para malaikat : “Mengapa kalian menangis?”.

 

“Ya Tuhan kami, Engkau lebih mengetahui”, jawab mereka.

 

Lalu Allah Taala mewahyukan : “Memang Aku lebih tahu, dan Akulah Yang Maha Pengasih di antara semua yang pengasih”.

 

Sekonyong-konyong terdengariah suatu seruan memanggil : “Hai Isa, angkatlah kepalamu. Sesungguhnya ibumu telah meninggal dunia. Semoga Allah memperbesar pahalamu”.

 

Nabi Isa as. mengangkat kepalanya sambil menangis, lalu berkata : “Siapakah yang akan menghiburku di dalam kesunyianku. Siapakah yang akan menemani di dalam kesendirianku. Siapakah yang akan menentramkan aku di dalam keterasinganku. Dan siapakah yang akan membantuku dalam ibadatku?”.

 

Maka Allah Taala mowahyukan kopada gunung : “Borilah nasihat kopada ruh (ciptaAn)-Ku atu”,

 

Gunung Itu pun lalu berkata : “Hai Ruh Allah. kenapa Tuan serisau ini. Atau, tuan menginginkan kekasih solaln Allah?”.

 

Kamudian Nabi Isa turun dart gunung monuju ke sebuah perkampungan Bani Israel, Baliau berseru : “Assalamu alaikum, hai Bani Israel”.

 

Mereka beartanya : “Siapakah Tuan, hal hamba Allah, keelokan wajahmu benar-benar telah menerangi rumah-rumah kamu?”.

 

Nabi Isa menjawab : “Aku Ruh Allah. Ibuku telah meninggal dunia di pengasingan Maka, bantulah aku memandikannya, membungkusnya dan menguburkannya”.

 

“Hal Ruh Allah”, kata mereka. “Sosungguhnya gunung ini banyak ularnya, baik yang kecil-kecil maupun yang besar-besar. Dan ia tidak pernah tagi diinjak oleh bapak-bapak maupun kakek-kakek kami sejak tiga ratus tahun yang lalu”.

 

Maka kembalilah Nabi Isa ke gunung. dan ternyata di sana dia mendapati dua orang pemuda yang gagah-gagah. Beliau memberi salam kepada mereka berdua, dan mereka membalas salamnya. Kemudian Nabi Isa berkata kepada keduanya : “Ibuku telah meninggal dunia dalam keadaan terasing di gunung ini. Tolonglah bantu saya menyiapkan jenazahnya”.

 

Salah seorang dari kedua pemuda itu berkata kepada Nabi Isa as. : “Ini Mikail dan aku Jibril. Dan ini minyak pengawet dan kain kafan dari Tuhan-mu. Sesungguhnya bidadari yang bermata jeli sekarang ini telah turun dari surga untuk memandikan ibumu dan mengkafaninya”.

 

Sementara itu Jibril telah membuat kuburnya di puncak gunung, lalu mereka kuburkan Mayam di sana, sesudah mereka menyalatinya dan mengantarkan jenazahnya.

 

Setelah itu, Nabi Isa memohon kepada Allah : “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui tempatku dan mendengar perkataanku, dan tidak ada yang tersembunyi bagi-Mu sesuatu pun dari urusanku. Sesungguhnya ibuku meninggal dunia sedang aku tidak menyaksikannya ketika ia wafat. Maka izinkanlah ia berbicara kepadaku”.

 

Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Sesungguhnya Aku telah mengizinkan ibumu”.

 

Lalu Nabi Isa mendatangi kuburan ibunya dan berdiri di sana seraya menyerunya dengan suara yang sendu : “Assalamu alaiki, wahai ibunda”.

 

Ibunya menjawab dari balik kubur : “Wahai kekasihku. Wahai bola mataku”.

 

“Wahai ibunda”, katanya pula. “Bagaimana ibu mendapati tempat kembalimu dan tempat pembaringanmu. Dan bagaimana ibu lihat kehadiranmu di hadapan Tuhanmu?”.

 

Ibunya menjawab : “Tempat pembaringanku adalah sebaik-baik tempat pembaringan, dan tempat kembaliku adalah sebaik-baik tempat kembali. Aku datang di hadapan Tuhanku, maka aku dapati Dia rida, tidak murka”.

 

“Wahai ibunda”, kata Nabi Isa pula. “Bagaimana ibu rasakan kepedihan maut?”.

 

Ibunya menjawab : “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan benar sebagai seorang nabi, kepedihan maut belum lagi lenyap dari kerong-konganku, dan kehebatan malaikat maut belum lagi sirna dari depan mataku. Maka sejahteralah atasmu, wahai kekasihku, sampai hari kiamat”.

 

(Dikisahkan) bahwa ketika Fatimah Azzahra, puteri Nabi saw. wafat, jenazahnya dibawa oleh empat orang : suaminya sendiri, Ali, kedua putranya Alhasan dan Alhusien, serta Abu Dzar Al Ghiffari, semoga Allah meridhai mereka semua. Setelah jenazah itu mereka letakkan di pinggir kuburan, maka bordiritah Abu Dzar seraya berkata : “Hai kubur, tahukah engkau, siapa yang kami bawa kepadamu ini?. Dia adalah Fatimah Azzahra, puten Rasulullah saw., dan isten Almurtadha, serta ibunda dari Alhasan dan Alhusein”.

 

Lantas terdengar oleh mereka suatu seruan dari dalam kubur mengatakan : “Aku bukanlah tempat keturanan dan nasab. Aku tak lain adalah tempat amal saleh. Maka takkan selamat danku selain orang yang banyak kebaikannya, selamat hatinya, dan tulus amalnya”. (Demikianlah tersebut di dalam kitab Misykatul Anwar)

 

Al Faqih Abul Laits Assamarqandi berkata : “Barangsiapa yang ingin selamat dani azab kubur, maka hendaklah ia membiasakan empat perkara dan menjauhi empat perkara. Adapun yang wajib dia lazimkan adalah : memelihara salat, sedekah. membaca Alquran dan banyak bertasbih. Karena semuanya itu dapat memerangi dan melapangkan kubur. Sedangkan yang wajib dia jauhi adalah : berdusta, berkhianat, mengadu domba dan kencing sambil berdiri. Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Bersihkanlah dirimu dari kencing, karena kebanyakan siksa kubur itu disebabkan olehnya”. (Misykatul Anwar)

 

Sebagian ulama mengatakan bahwa, azab kubur itu menimpa ruh, bukan jasad. Tetapi sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa azab kubur itu menimpa jasad, bukan ruh. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, azab kubur itu menimpa ruh dan jasad.

 

Kalau dikatakan, tidak mungkin dilakukan penyiksaan terhadap jasad karena ia sudah tidak bernyawa, sehingga tidak bisa disiksa. Maka saya jawab, bahwa Allah kuasa menciptakan pada jasad itu semacam kehidupan sekedar memungkinkan adanya rasa sakit dan nikmat, tanpa mengembalikan ruh kepadanya, supaya tidak perlu adanya pencabutan baru.

 

Sementara itu, sebagian ulama mengatakan, ruh dikembalikan ke dalam jasad sebagaimana ketika di dunia, lalu didudukkan dan ditanya. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, pertanyaan itu ditujukan kepada ruh, bukan kepada jasad. Dan yang lain mengatakan, ruh masuk ke dalam jasad sampai di dada. Dan yang lain lagi mengatakan. ruh itu berada di antara jasad dan kain kafannya. Dan untuk masing-masing pendapat itu memang ada atsar-atsar yang diriwayatkan orang. Tetapi yang benar menurut ahli ilmu, hendaklah orang mengakui adanya azab kubur dan nikmatnya, dan tidak perlu pusing-pusing memikirkan bagaimana caranya. (Dari syarah Al Aqaid secara ringkas)

 

Abubakar ra. pernah ditanya tentang ruh-ruh ketika keluar dari tubuh. Kemanakah perginya?. Maka dia menjawab : “Berada di tujuh tempat. Adapun arwah para nabi dan rasul, tempatnya adalah di surga Aden. Arwah para ulama di surga Firdaus. Arwah orangorang yang berbahagia tempatnya di surga Illiyin. Arwah para syuhada tempatnya bebas, mereka terbang laksana burung di dalam surga, ke mana saja yang mereka kehendaki. Arwah orang-orang mukmin yang berdosa tergantung di angkasa, tidak di bumi dan tidak pula di langit sampai hari kiamat. Arwah anak-anak kaum mukminin berada di gunung yang terbuat dari misik. Sedangkan arwah orang-orang kafir berada di Sijjin, mereka disiksa dengan tubuh mereka sampai hari kiamat. Allah Taala berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia :

 

Artinya : “Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya ketentuan orang-orang durhaka benar-benar ada di Sijjin”.

 

Namun Allah jualah yang lebih tahu keadaan yang sebenarnya, dan bagi-Nya pujian dalam setiap ucapan, selain kekafiran dan kesesatan.

 

Maka hendaklah anda mematuhi segala perintah, dan Allah Mahasuci dari tandingan dan saingan. “Janganlah Engkau menghukum kami lantaran dosa kami, oh Tuhan Yang Memiliki Kemuliaan dan Keagungan.

 

Dan konon, apabila seluruh makhluk telah dibangkitkan dari dalam kuburnya, maka mereka tegak berhenti di tempat mereka dibangkitkan itu selama empat puluh tahun, tanpa makan, tanpa minum, tanpa duduk, dan tanpa bicara. Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, dengan apakah Baginda mengetahui umatmu pada hari pembalasan nanti?”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya umatku nanti pada hari kiamat akan berwarna putih cemerlang dikarenakan oleh bekas-bekas wudu”.

 

Sedangkan menurut salah satu khabar :

 

“Apabila terjadi hari kiamat, maka Allah membangkitkan seluruh makhluk dari kubur mereka masing-masing. Lalu datanglah para malaikat ke kubur mereka masing-masing. Lalu datanglah para malaikat ke kubur kaum mukminin, kemudian diusapnya kepala mereka dari debu, dan dikibaskannya debu dari mereka, selain bagian tempat wudu mereka. Tempat-tempat itu diusap juga oleh malaikat, namun debu itu tidak mau hilang darinya.

 

Lantas terdengarlah seruan : “Hai malaikat-Ku, itu bukanlah debu dari kubur mereka, tetapi debu dari tempat-tempat ibadat mereka. Biarkanlah apa yang ada pada mereka itu sampai mereka menyeberangi shirat dan masuk ke dalam surga. Dengan demikian setiap orang akan tahu, bahwa mereka adalah pelayan-pelayan-Ku dan hamba-hamba-Ku”.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda yang artinya : “Apabila hari kiamat telah terjadi, dan orang-orang yang ada di dalam kubur telah dibangkitkan kembali, maka Allah Taala mewahyukan kepada malaikat Ridhwan : “Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan orang-orang yang berpuasa dari kubur mereka dalam keadaan lapar dan dahaga. Maka sambutliah mereka dengan kesenangankesenangan mereka di dalam surga”. Lantas berserulah Ridhwan : “Wahai para Ghilman (anak-anak muda), Wahai para Wildan (bocah-bocah), kemarilah!”.

 

Maka berdatanganlah anak-anak muda dan bocah-bocah itu sambil membawa mangkuk-mangkuk dari cahaya lalu berkumpul di hadapan Ridhwan, yang jumlah mereka lebih banyak dari bilangan debu, tetes-tetes hujan, bintang-bintang di langit dan daundaun di pohon, dengan membawa buah-buahan yang banyak, makanan-makanan yang lezat dan minuman-minuman yang nikmat. Mereka menyambut dan mengelu-elukan orang-orang yang berpuasa itu dengan cara demikian. Dan kepada orang-orang itu dikatakan :

 

Artinya : “Makanlah dan minumlah dengan sedap, disebabkan oleh amal-amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang lalu”.

 

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang dijabat tangan oleh para malaikat ketika mereka keluar dari kubur mereka : orang yang mati syahid, orang yang melakukan salat malam di bulan Ramadan, dan orang yang berpuasa di hari Arafah”.

 

Dari A’isyah ra., katanya : “Rasulullah saw. berkata kepada saya : “Hai Aisyah, seSungguhnya di dalam surga ada mahligai-mahligai yang terbuat dari mutiara, yaqut, zabarjad, emas dan perak”. Saya bertanya : “Ya Rasulullah, untuk siapakah itu?”. Beliau menjawab : “Untuk orang yang berpuasa pada hari Arafah. Hai Aisyah, sesungguhnya hari yang paling disukai Allah adalah hari Jumat dan hari Arafah, karena di dalam keduanya itu terkandung rahmat. Dan sesungguhnya hari yang paling dibenci Iblis adalah hari Jumat dan hari Arafah. Hai Aisyah, barangsiapa berpuasa pada hari Arafah, Allah akan membukakan baginya tiga puluh pintu kebaikan dan menutup terhadapnya tiga puluh pintu kejahatan. Apabila dia berbuka dan meminum air, maka seluruh urat di dalam tubuhnya memohonkan ampunan buatnya seraya berkata : “Ya Allah, kasihilah dia”. Sampai terbit fajar”.

 

Sedang menurut khabar lain :

 

“Orang-orang yang berpuasa akan keluar dari kubur mereka, sedang mereka bisa dikenali dari harum semerbaknya puasa mereka. Mereka disambut dengan hidanganhidangan dan kendi-kendi, seraya dikatakan kepada mereka : “Makanlah, sesungguhnya kamu telah menanggung rasa lapar ketika orang-orang lain kenyang: dan minumlah, sesungguhnya kamu telah menanggung rasa haus ketika orang-orang lain minum, dan beristirahatlah”, Maka mereka pun makan, minum dan beristirahat, sementara orangorang lain masih dihisab”.

 

Dan telah diriwayatkan pula di dalam sebuah khabar : “Ada sepuluh golongan manusia yang tidak rusak tubuhnya : nabi, orang yang berperang di jalan Allah, orang alim, orang yang mati syahid, orang yang yang hafal Alquran, juru azan, wanita yang meninggal dunia dalam keadaan nifas, orang yang terbunuh secara aniaya, dan orang yang mati pada siang atau malam Jumat”.

 

Dan disebutkan juga di dalam khabar, dari Nabi saw. : “Manusia akan dihimpun pada hari kiamat seperti keadaan mereka ketika baru dilahirkan oleh ibunya, tidak beralas kaki dan tanpa busana”.

 

“Laki-laki dan perempuan?”, tanya Aisyah.

 

“Ya”, Jawab Beliau.

 

“Oh malunya”, kata Aisyah. “Sebagian mereka melihat kepada sebagian yang lain”.

 

Lalu Nabi menepukkan tangannya pada pundak istrinya itu seraya berkata : “Hai puteri dari putera Abu Qahafah, manusia pada waktu itu terlalu sibuk untuk saling melihat, sedang mata mereka menatap ke langit. Mereka berdiri selama empat puluh tahun tanpa makan dan tanpa minum. Di antara mereka ada yang keringatnya mencapai kedua teiapak kakinya, dan ada pula di antaranya yang mencapai betisnya, ada yang mencapai perutnya, dan ada pula yang mencapai dadanya. Dan keringat itu terjadi karena lamanya mereka berdiri”.

 

Aisyah melanjutkan : Saya bertanya : “Ya Rasulullah, adakah orang yang dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan berpakaian?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Ada, yaitu para nabi dan keluarga mereka, dan juga orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadan dengan setia. Dan semua orang pada hari itu akan mengalami kelaparan kecuali para nabi dan keluarga mereka, serta orang yang berpuasa di bulan Rajab dan Sya’ban. Maka mereka akan kenyang, tidak mengalami lapar atau haus. Seluruh manusia digiring ke Mahsyar (tempat berkumpul) di Baitul Maqdis, di suatu tempat yang disebut Sahirah, sebagaimana firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Sesungguhnya pengembalian itu hanya dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta-merta mereka berada di Sahirah”.

 

Dan konon, bahwa makhluk-makhluk yang berada di padang kiamat itu terbagi menjadi 120 barisan. Panjang tiap-tiap barisan sejauh perjalanan 40.000 tahun, sedang lebar tiap-tiap barisan sejauh perjalanan 20.000 tahun.

 

pan Konon pula, di antara makhluk-makhluk itu, kaum mukminin ada tiga barisan, seang selebihnya adalah orang-orang kafir. Tetapi ada juga riwayat yang menvebut bahwa, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya umatku terdiri dari 120 barisan”. Dan agaknya inilah yang lebih sahih. Adapun sifat orang-orang mukmin itu adalah bahwa mereka berwajah putih dan bersinar cemerlang, sedangkan sifat orang-orang kafir itu adalah bahwa, mereka berwajah hitam legam, digabungkan dengan setan-setan”. (Daqaiqul Akhbar)

41. PENJELASAN TENTANG KIAMAT

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu merupakan suatu kejadian yang besar. Pada hari kamu melihat keguncangan itu, semua wanita yang menyusui lalai terhadap bayi yang disusuinya, dan setiap wanita yang sedang hamil menggugurkan kandungannya. Dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka tidaklah mabuk, tetapi karena azab Allah itu sangat keras”. (QS. Al Hajj : 1-2)

 

Tafsir :

 

(.          ) Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu, sesungguhnya keguncangan hari kiamat. Yakni getarannya terhadap segala sesuatu, ber iasarkan isnad majazi. Ada yang mengatakan bahwa, keguncangan itu ialah keguncangan yang terjadi sebelum matahari terbit dari arah barat. Adapun sebab di-mudhaf-kannya kata zalzalah (.   ) kepada kata Assa’ah (.  ) adalah karena keguncangan ( ) itu termasuk tanda-tanda kedatangan Assa’ah (kiamat).

 

(.          ) adalah suatu kejadian yang maha besar, atau dahsyat.

 

Allah Taala memerintahkan manusia supaya bertakwa kepada-Nya dengan menjadikan kedahsyatan hari kiamat sebagai pertakut, agar mereka dapat membayangkannya dengan akal mereka dan menyadari bahwa, tidak ada yang dapat menyelamatkan mereka dari kedahsyatan hari kiamat itu kecuali mereka harus mengenakan perisai dengan perisai takwa. Dengan kata lain, mereka harus memantapkan jiwa dan memperkuatnya dengan senantiasa bertakwa.

 

(.    ) pada hari kamu melihat keguncangan itu, semua wanita yang menyusui lalai terhadap bayi yang disusuinya. Ini merupakan gambaran tentang kedahsyatan kiamat itu. Sedang dhamir ha (.   ) pada kata tarounahaa (.     ) kembali kepada kata zalzalah (.   ). Dan kemudian kata yauma (.    ) di-mansub-kan oleh kata tadzhalu (.   ).

 

(.    ) dan setiap wanita yang sedang hamil menggugurkan kandungannya, yakni janinnya.

 

(.    ) dan kamu melihat manusia semuanya mabuk, yakni seolah-olah mereka mabuk.

 

(.     ) padahal mereka tidaklah mabuk, yang sebenarnya.

 

(.   ) tetapi karena azab Allah itu sangat keras, sehingga merasa terhempas oleh kedahsyatannya sampai terbanglah akal mereka dan Ihlarngiah pr.rar mereka. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Jabir ra., dari Nabi saw., Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah suatu kaum duduk di suatu majelis, kemudian mereka bubar tanpa membaca salawat untukku, melainkan mereka bubar dalam keadaan berbau busuk yang lebih busuk daripada bau bangkai”. Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa melupakan salawat kepadaku berarti dia telah melupakan jalan ke surga”. (Syifaun Syarif) Dari Ali bin Abi Thalib Karramallaahu wajhah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda:

 

Artinya : “Akan datang pada manusia suatu masa di mana Islam hanya tinggal namanya belaka, agama hanya tinggal bekasnya saja, Alquran hanya tinggal pelajarannya saja. Mereka meramaikan Masjid-masjid, sedang masjid-masjid itu kosong dani zikir kepada Allah. Orang yang paling buruk di masa itu adalah ularna. Dari para ulama itulah keluarnya fitnah dan kepada mereka pula kembalinya. Ini semua adalah tanda-tanda kamat (Zubdatul Waizhin)

 

Dari sahabat Hudzaifah bin Usaid Al Ghiffari ra., ia berkata : “Nabi saw. mendatangi kami, sedang kami tengah bercakap-cakap. Lalu Beliau bertanya : “Apa yang sedang kalian bicarakan?”.

 

“Kami sedang membicarakan tentang kiamat”, jawab kami.

 

Beliau mengomentari :

 

“Sesungguhnya kiamat itu tidak akan terjadi sebelum kamu melihat sepuluh tanda”. Kemudian Beliau menyebutkannya : “Asap, Dajjal. binatang bumi yang melata, terbitnya matahari dari arah barat, turunnya Nabi Isa as., Yakjuj dan Makjuj, tiga gerhana : gerhana di timur, gerhana di barat dan gerhana di jazirah Arab. Dan yang terakhir dari semuanya itu adalah api yang keluar dari negeri Yaman, yang akan menghalau manusia ke tempat penghimpunan mereka”. (Zubdah)

 

Dajjal merupakan bencana terbesar, tidak ada bencana yang serupa dengannya dari sejak zaman Nabi Adam as. dahulu hingga hari kiamat. Oleh karena dia mendapatkan istidraj, maka dia dapat melakukan hal-hal yang luar biasa yang tidak terhitung banyaknya. Dia mengaku sebagai tuhan. Salah satu matanya buta, dan tertulis di antara kedua matanya “ini kafir”. (Syarah Barkawi oleh Al Qanwi)

 

Asap memenuhi ruang antara timur dan barat, dan tetap ada selama empat puluh hari. Keadaan orang mukmin seperti orang yang terkena penyakit selesma, sedangkan orang kafir seperti orang mabuk, sementara asap keluar dari hidung, telinga dan dubur mereka. (Syarah Barkawi oleh Al Qanwi)

 

Binatang bumi yang melata akan muncul di kota Mekah, tepatnya di bukit Safa, bisa berbicara dengan lidah yang fasih, dan akan memenuhi permukaan bumi dengan keadilan. Dia membawa tongkat Nabi Musa as. dan cincin Nabi Sulaiman as. Apabila dia memukulkan tongkatnya pada dahi seorang mukmin, maka akan tertulis kalimat “Ini seorang mukmin”. Dan apabila dia mencapkan cincinnya pada dahi seorang kafir, maka akan tertulis kalimat “Ini seorang kafir. (Syarah Barkawi oleh Al Qanwi)

 

Turunnya Nabi Isa as. adalah di negeri Damaskus (Syiria), tempatnya di Menara Putih. Beliau akan membunuh Dajjal, yang sekiranya Beliau tidak membunuhnya pun, niscaya Dajjal akan meleleh seperti garam. Kemudian Nabi Isa melaksanakan syariat Nabi Muhammad saw. (Syarah Barkawai)

 

Keluarnya Yakjuj dan Makjuj, terpecah menjadi dua golongan : yang satu golongan bertubuh kecil sekali, sedang golongan lainnya bertubuh besar sekali. Sekarang mereka berada di balik tembok yang dibangun oleh Iskandar Zulkarnain. Apabila tiba saatnya nanti, mereka akan keluar berduyun-duyun laksana air bah. Jumlahnya tiada terhitung dan tidak bisa diperkirakan, saking banyaknya sampai-sampai tidak tersisa setetes air pun di danau Thabariyah karena habis di minum mereka. (Syarah Barkawi)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Hari kiamat itu mempunyai tanda-tanda, yaitu : akan tampak sepinya pasar, yakni kurang laku atau tidak laris: sedikitnya hujan dan tumbuh-tumbuhan : tersebarnya gosip, riba (bunga bank) dimakan, lahirnya anak-anak zina: banyaknya kaum kapitalis: kerasnya suara orang-orang fasik di Masjid-masjid: dan menangnya orang yang mungkar atas orang-orang yang benar”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata : “Nabi saw. bersabda:

 

Artinya : “Apabila harta fa’i sudah dianggap sebagai kemenangan, amanat sebagai keuntungan, zakat sebagai kerugian, belajar bertujuan selain agama. Laki-laki mematuhi istrinya, durhaka kepada ibunya, dekat dengan kawannya namun jauh dari ayahnya, Suara-suara di Masjid terdengar nyaring, yang menjadi kepala suku ialah orang yang fasik di kalangan mereka, laki-laki dihormati karena kuatir akan kejahatannya, bukan dihormati karena sesuatu yang ada pada Allah (yakni karena takut akan azab Allah), itu semua adalah tanda-tanda kiamat. (Mau’izhah)

 

Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

“Setelah Allah menciptakan langit dan bumi, maka Dia menciptakan pula sangkakala. Sangkakala itu mempunyai sebelas lubang, dan diberikan Allah kepada Israfil as., sedang dia meletakkannya di mulutnya, matanya menatap ke Arsy, menunggu kapan dia diperintah (untuk meniupnya)”.

 

Abu Hurairah bertanya : “Apakah sangkakala itu, Ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab : “Sangkakala itu seperti sebuah tanduk besar yang terbuat dari cahaya. Demi Tuhan yang telah mengutus aku dengan sebenarnya sebagai seorang nabi, besar tiap-tiap lubang pada sangkakala itu adalah seluas langit dan bumi. Dan sangkakala itu ditiup sebanyak tiga kali tiupan : tiupan yang mengejutkan, tiupan yang mematikan, dan tiupan yang membangkitkan.

 

Allah Taala memerintahkan kepada malaikat Israfil untuk melakukan tiupan yang pertama, lalu Israfil pun meniup sangkakala tersebut. Maka terkejutlah karenanya semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sebagaimana dijelaskan Allah Taala dalam firman-Nya : l

 

Artinya : “Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah (karenanya) segala yang (ada) di langit dan segala yang (ada) di bumi”.

 

Maksudnya, setiap makhluk di langit dan di bumi meminta tolong karena takut, sampai-sampai (semua wanita yang menyusui menjadi lalai terhadap bayi yang disusuinya dan setiap wanita yang sedang hamil menjadi keguguran kandungannya… ), dan anakanak menjadi beruban. Mereka tinggal dalam keadaan demikian selama waktu yang dikehendaki Allah Taala.

 

Kemudian Allah Taala memerintahkan kepada malaikat Israfil untuk meniup tiupan yang mematikan. Lalu Israfil pun meniup sangkakala tersebut. Maka matilah semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sebagaimana dijelaskan Allah Taala dalam firman-Nya:

 

Artinya : “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan siapa yang di bumi, kecuali siapa-siapa yang dikehendaki Allah”.

 

Yakni, Jibril, Mikail, Israfil, malaikat maut dan para malaikat pemanggul Arsy.

 

Kemudian Ailah Taala memerintahkan kepada malaikat maut agar mencabut nyawa mereka. Maka malaikat maut pun mencabut nyawa mereka semua, dan kini tinggallah dia sendiri yang belum mati. Lalu Allah Taala berfirman « “Hai malaikat maut, siapa yang masih hidup di antara makhluk-makhluk-Ku?”, Malaikat maut menjawab : “Ya Tuhanku, tinggal hamba-Mu yang lemah ini, malaikat maut”. .

 

Allah Taala berfirman : “Hai malaikat maut, tidakkah kau mendengar firman-Ku, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”. Cabutlah nyawamu sendiri!”.

 

Maka malaikat maut mendatangi sebuah tempat antara surga dan neraka, lalu dia mencabut sendiri nyawanya. Maka menjeritlah ia dengan suara yang keras, yang seandainya seluruh makhluk masih hidup, niscaya mereka semua akan mati akibat mendengar jeritannya tersebut. Dia berkata : Seandainya aku tahu kedahsyatan dan kepedihan maut itu begini, tentu aku tidak akan mencabut nyawa orang-orang mukmin kecuali dengan cara yang lemah lembut”.

 

Setelah itu, dia pun mati.

 

Maka tidak ada lagi satu makhluk pun yang masih hidup. Dan kini tinggallah bumi kosong tanpa penghuni selama empat puluh tahun. Lalu Allah Taala berfirman : “Hal dunia yang rendah, mana raja-raja?. Mana pangeran-pangeran?. Mana orang-orang yang sombong?. Mana orang-orang yang makan rezeki-Ku tetapi menyembah kepada selain aku?. Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?”.

 

Namun, tidak ada seorang pun yang menjawabnya, sehingga Allah menjawab sendiri dengan firman-Nya : “Kepunyaan Allah Yang Mahaesa lagi Maha Mengalahkan”.

 

Kemudian Allah Taala mengirimkan angin kering yang pernah dikirim-Nya dahulu kepada kaum Ad, sebesar benang yang keluar dari lubang jarum. Maka angin itu tidak membiarkan di Muka bumi, sebuah gunung maupun bukit, melainkan dihancurkannya dan dijadikannya ibarat kulit yang disamak. Hal ini digambarkan Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Tidak ada sedikitpun engkau lihat padanya tempat-tempat yang rendah dan yang tinggi”.

 

Setelah itu, Allah Taala menyuruh langit supaya menurunkan hujan. Maka langit pun menurunkan hujan seperti mani laki-laki selama empat puluh hari, sehingga air itu menggenangi segala sesuatu setinggi 12 hasta. Lalu tumbuhlah semua makhluk seperti tumbuhnya sayur-sayuran, sampai sempurna bentuk tubuh mereka seperti sediakala

 

Kemudian Allah Taala menghidupkan kembali para malaikat pemanggul Arsy, setelah itu Allah menghidupkan pula malaikat Israfil, Mikail, Izrail dan Jibril as. Maka mereka hidup dengan izin Allah. Selanjutnya, Allah menyuruh malaikat Ridhwan agar menyerahkan kepada mereka Burag. Mahkota, pakaian kehormatan, mantel kebesaran, sarung keperkasaan dan bendera. Lalu mereka berhenti di antara langit dan bumi, dan Jibril berkata : “Hai bumi, di mana kubur Muhammad?”.

 

Bumi menjawab : “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran. Allah telah mengirim kepadaku angin yang sangat kencang, lalu Dia jadikan aku hancur luluh. Karenanya, aku tidak tahu di mana kubur Beliau”.

 

Kemudian diangkatlah dari kuburan Nabi Muhammad saw. sebuah tiang dari cahaya Nabi Muhammad. Lantas para malaikat itu pergi ke sana. Sesampainya di tempat itu, mereka berdiri, sedang Jibril manangis terisak-isak. Para malaikat lainnya bertanya : “Mengapa engkau menangis?”.

 

Jibril menjawab : “Bagaimana saya tidak menangis, sebab nanti Muhammad akan bangkit lalu menanyaiku tentang umatnya, sedang aku tidak tahu di mana umatnya”.

 

Tiba-tiba bergetarlah kuburan Nabi Muhammad saw. lalu terbelahlah bumi dan bangkitiah Beliau. Beliau menepiskan debu dari kepalanya, lalu melihat ke kanan dan ke kiri,

 

namun Beliau tidak melihat adanya keramaian sedikit pun. Beliau hanya melihat Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail, maka Beliau bertanya : “Hai Jibrit, hari apakah ini?”.

 

Jibrit menjawab : “Inilah hari duka cita dan penyesalan. Dan inilah hari kiamat dan hari engkau memberi syafaat”.

 

“Hai Jibril”, kata Nabi. “Di mana umatku, barangkali engkau telah meninggalkan mereka di bibir neraka Jahannam, lalu engkau datang untuk memberitahukan kepadaku tentang keadaan mereka”.

 

Jibril menjawab : “Semoga Allah melindungi aku dari berbuat demikian. Demi Allah yang telah mengutusmu benar-benar sebagai seorang nabi. Bumi tidak terbelah untuk Seorang pun sebelummu”.

 

Kemudian Jibril memasangkan mahkota ke atas kepala Nabi, lalu Beliau mengenakan pakaian-pakaian surga dan menunggangi Burag.

 

“Hai, saudaraku Jibril”, kata Nabi. “Di mana sahabat-sahabatku Abubakar, Umar, Utsman dan Ali?”.

 

Maka tiba-tiba orang-orang yang ditanyakan itu bangkit atas izin Allah Taala. Kemu. dian datanglah malaikat membawakan pakaian-pakaian dan Burag-Burag untuk mereka. Mereka pun mengenakan pakaian itu lalu menunggangi Burag masing-masing. Setelah itu, mereka berdiri di sisi Nabi saw.. Kemudian Nabi menyungkur sujud sambil menangis, seraya berkata : “Umatku… umatku!”.

 

Lalu datanglah dari hadirat Allah suatu seruan kepada Israfil : “Tiuplah sangkakala!” Maka, keluarlah ruh-ruh laksana lebah, memenuhi ruang antara langit dan bumi, kemu. dian masuk ke dalam jasadnya masing-masing. Hal ini sebagaimana digambarkan Allah Taala dalam firman-Nya:

 

 Artinya : “Kemudian ditiuplah sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusan masing-masing)”.

 

Kemudian makhluk-makhluk itu, yakni jin dan manusia, selain malaikat, dibangkitkan menuju padang Mahsyar”. (Zubdatul Waaizin)

 

Dari sahabat Muaz bin Jabal ra., bahwa dia berkata : “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada saya mengenai firman Allah Taala :

 

Artinya : “Hari ditiupnya sangkakala, lalu kamu pun datang berkelompok-kelompok”.

 

Maka, menangislah Beliau sampai pakaiannya basah oleh air matanya. Kemudian Beliau berkata : “Hai Muaz, engkau telah bertanya kepadaku tentang sesuatu perkara yang sangat besar. Umatku dikumpulkan dalam 12 golongan :

 

Golongan pertama, mereka yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam bentuk tanpa memiliki tangan dan kaki. Lalu terdengarlah seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Mereka itu ialah orang-orang yang suka menyakiti hati tetangganya. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala berfirman (berkaitan dengan hak-hak tetangga itu) :

 

Artinya : “…tetangga-tetangga yang dekat dan tetangga-tetangga yang jauh … dst.”

 

Golongan kedua, mereka yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam rupa seperti babi. Lalu terdengarlah seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Mereka ini lalah orang-orang yang suka meremehkan salat. Maka inilah balasan mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman (berkaitan dengan orang yang suka meremehkan salat itu) :

 

Artinya : “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya”.

 

Golongan ketiga, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kebur-kubur mereka, se dang perut mereka laksana gunung, yang penuh dengan ular-ular dan kalajengking-kalajengking sebesar bighal. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Inilah orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Maka inilah balasan mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman (berkaitan dengan orang-orang tidak mau berzakat itu) :

 

Artinya : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak…”

 

Golongan keempat, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan keluar darah dari mulut-mulut mereka. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Inilah orang-orang yang berdusta dalam jual-beli. Maka inilah balasan untuk mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah taala telah berfirman (berkaitan dengan orang yang suka berdusta) :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit…”

 

Golongan kelima, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan telah membengkak, dan bau mereka lebih busuk daripada bangkai di tengah orang banyak. Lalu terdengar seruan dari hadrat Allah Yang Maha Pengasih : “Inilah mereka yang melakukan kemak-siatan secara sembunyi-sembunyi karena takut kepada manusia tetapi tidak takut kepada Allah, kemudian ia mati. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Ailah Taala telah berfirman :

 

Artinya : Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi tidak bersembunyi dari Allah … dst.”

 

Golongan keenam, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan telah terpotong leher dan tengkuk mereka. Lalu terdengar seruan dari hadirat Aliah Taala : “Inilah orang-orang yang suka memberi kesaksian palsu. Maka inilah balasan buat mereka sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Dan orang-orang yang tidak memberi kesaksian palsu… dst.”.

 

Golongan ketujuh, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan tidak mempunyai lidah, sedang dari mulut mereka mengalir darah dan nanah. Lalu terdengariah seruan dari hadirat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang tidak sudi memberikan kesaksian. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, Dan barangsiapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya dia adalah orang yang berdosa hatinya”.

 

Golongan kedelapan, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan menundukkan kepala, sedang kedua kaki mereka diangkatkan ke atas kepada mereka. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang dahulu pernah melacur, kemudian mati sebelum sempat bertobat. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala berfirman !

 

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina. (Karena) sesungguhnya zina itu merupakan suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.

 

Golongan kesembilan, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan berwajah hitam legam, bermata biru, sedang perut mereka penuh api. Lalu terdengar seruan dari hadirat Ailah Taala : “Inilah orang-orang yang dahulu memakan harta anak yatim secara zalim. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala”.

 

Golongan kesepuluh, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan penuh kusta dan sopak. Lalu terdengar seruan dari hadrat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang telah berbuat durhaka kepada ibu-bapak. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak”.

 

Golongan kesebelas, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan buta hati dan mata, sedangkan gigi-gigi mereka laksana tanduk sapi, bibir mereka menjulur sampai ke dada, lidah mereka menjulur sampai ke perut dan paha, dan dari perut mereka keluar kotoran. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang dahulu suka meminum minuman keras. Karena Allah Taala berfirman:

 

Artinya : “Sesungguhnya (meminum) arak, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan, maka jauhilah perbuatan keji itu”.

 

Golongan keduabelas, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur mereka dalam keadaan berwajah bak rembulan di malam purnama. Mereka meniti di atas shirat (jembatan yang membentang di atas neraka) laksana kilat yang menyambar. Lalu terdengar seruan dari hadrat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang telah melakukan amal-amal saieh dan kebajikan-kebajikan, serta menghindari kemaksiatan-kemaksiatan dan memelihara salat lima waktu, sedang mereka mati dalam keadaan bertobat. Maka, pahala mereka adalah surga, ampunan, rahmat dan keridaan Allah. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati… dst”. (Tanbihul Ghafilin)

42. PENJELASAN TENTANG SIKAP RENDAH HATI

 

Allah SWT. berfirman : ,

 

Artinya : “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih, yang berjalan di atas bumi dengan merendahkan diri, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”. (QS. Al-Furqan: 63).

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih. Kalimat ini merupakan mubtada (subjek), yang khabar (predikat) nya adalah : ulaaika yujzaunal ghurfata (      ) di ayat berikutnya.

 

(.    ) yang berjalan di muka bumi. Di-mudhaf-kannya kata ibad (.    ) kepada kata arrahman (.    ) adalah untuk mengkhususkan (      ) dan mengutamakan  (.    ) mereka, dan juga karena mereka adalah orang-orang yang teguh dalam beribadat kepada-Nya. Dengan catatan bahwa kata ibad itu adalah kata jamak dari abid (.    ), seperti halnya tajir (.   ) dan tujjar (.    ).

 

(.    ) dengan merendahkan diri, sebagai orang yang bersahaja (tidak sombong), atau dengan cara berjalan yang bersahaja. Kata ini (.   ) adalah masdar yang digunakan untuk mensifati. Adapun maksudnya adalah, bahwa mereka berjalan dengan tenang dan rendah hati.

 

(.    ) dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. “Terserah kepada kamu, tidak ada kebaikan dan keburukan di antara kita”, atau perkataan lain yang benar, yang dengan itu, hamba-hamba Allah tadi selamat dari manyakiti atau dosa. Dan firman Allah ini tidaklah bertentangan dengan ayat mengenai perang, karena sudah mansukh. Sebab maksudnya adalah agar berpaling dari orang-orang bodoh dan tidak melayani omongan mereka. (Qaadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa yang aku disebutkan di hadapannya, namun dia tidak mengucapkan salawat kepadaku, maka dia akan masuk neraka”.

 

Karena mengucapkan salawat atas Nabi saw. Kotika nama Beliau disebutkan itu 1, kumnya wajib menurut Inam At Ihahawi, pada setiap kal disebutkan. Sedangkan mer , rut sebagian ulama lamnya, cukup sekali saja pada suatu mayoritas, sekalipun nama   , disebutkan berulang-ulang kali, sama seperti sujud tilawah dan mendoakan orang-orang bersin, dan inilah agaknya yang patut difatwakan, walaupun yang lebih utama ada a mengucapkan salawat atas Beliau setiap kali nama Beliau disebutkan. Sekian.

 

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dari Rasulullah saw.

 

Artinya : “Tidak seorang pun kecuali pada kepalanya ada dua rantai, yang satu tersambung ke langit ketujuh, sedang yang lain tersambung ke bumi ketujuh. Apabila orang itu bersikap rendah hati, maka Allah akan mengangkatnya dengan rantai yang tersambung ke langit ketujuh, dan apabila dia bersikap sombong, maka Allah akan merendahkannya dengan rantai yang tersambung ke bumi ketujuh”.

 

Artinya : “Allah Taala berfirman: “Kesombongan itu adalah serempang-Ku, keagungan itu adalah sarung-Ku. Barangsiapa menyaingi-Ku pada keduanya, maka akan Aku masukkan ia ke dalam neraka, dan Aku tidak peduli”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

 

Firman Allah : “Kesombongan itu adalah serempang-Ku dan keagungan itu adalah sarung-Ku”, maksudnya adalah bahwa, kedua sifat tersebut adalah dua sifat di antara sifat-sifat Allah Taala, maka tidak sepantasnya bagi seorang hamba yang lemah untuk bersikap sombong.

 

Dan diriwayatkan dari Amru bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah saw. :

 

Artinya : “Orang-orang yang sombong akan dihimpun pada hari kiamat kelak seperti semut kecil dalam rupa manusia. Mereka diliputi oleh kehinaan dari segenap penjuru. Mereka digiring ke dalam sebuah penjara di dalam neraka Jahannam yang disebut Bulas. Yang diselimuti oleh api yang sangat panas, dan diberi minum dari tanah Khabal, yaitu cairan penghuni neraka”. (HR. Al Qudhai) ,

 

Mengenai sabda Beliau : “Adz-dzarru atau Adz-dzaaratu”, yang artinya : semut kecil. Maksudnya adalah bahwa, orang-orang yang sombong itu pada hari kiamat kelak akan menjadi sangat hina, sehingga mereka diinjak-injak oleh kaki-kaki para penghuni syar.

 

Sabda Beliau : “… mereka diliputi kehinaan…” Maksudnya adalah bahwa, mereka ditimpa kehinaan dari setiap tempat. Sabda Beliau : “Naarul Anyar”, artinya : api yang paling panas di antara semua jenis api. Sabda Beliau : “Bulas”, dengan men-dhammah-kan Ba yang bertitik bawah, mensukun-kan Wawu, dan mem-fathah-kan Fa, yang sesudahnya diikuti oleh Sin tanpa titik. Dan sabda Beliau : “Al Khabal””, dengan mem-fathah-kan Kha yang bertitik atas dan Ba yang bertitik bawah, adalah nama sebuah tempat di dalam neraka Jahannam, di mana terkumpul nanah para penghuni neraka. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat kelak, tidak disucikan dan tidak diperhatikan-Nya, sedang mereka mendapat siksaan yang dahsyat : (1) orang tua pezina, (2) raja pendusta, (3) orang fakir yang sombong”. (HR. Muslim)

 

Sabda Beliau :

 

artinya : orang fakir. Dan ada pula yang mengatakan bahwa artinya adalah : orang yang mempunyai tanggungan keluarga, namun ia tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, dan ia sendiri, karena sombong, tidak mau meminta, yakni meminta zakat atau sedekah, dan tidak pula sudi meminta dari Baitulmal. Orang seperti ini berdosa, karena menimbulkan bahaya kepada keluarganya. Sekian katanya.

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa bersikap rendah hati, maka Allah akan mengangkatnya, dan barangsiapa bersikap sombong, maka Allah akan merendahkannya”.

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong, walaupun hanya sebesar atom. Dan sesungguhnya sifat sombongnya itu menjadi penghalang terhadap surga. Karena ia menghalangi antara seseorang dengan seluruh akhlak orang-orang beriman. Padahal akhlak itu merupakan pintu-pintu surga”. (Al Hadis)

 

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Termasuk sikap rendah hati apabila seseorang sudi meminum sisa minumoan saudaranya. Dan tidaklah seseorang minum sisa minuman saudaranya, melainkan dicatatkan untuknya tujuh puluh kebaikan, dihapuskan darinya tujuh puluh kejahatan, dan diangkat derajatnya di surga Illiyin yang tertinggi”. (Hadis Ini diriwayatkan oleh Penga rang kitab Al Firdaus)

 

Dan dirwayatkan pula dari sahabat Jabir ra., katanya : “Nabi Nuh as berkata ker j puteranya : “Aku akan memboritahukan kepadamu beberapa kelakuan, yang siapa r « hkinya maka dia tidak termasuk orang yang sombong. mengikat kambing mengeng ,keledai, memakai kain bulu, bergaul dengan orang-orang mukmin yang miskin dan orang yang makan bersama keluarganya”. (Diriwayatkan oleh pengarang kitab Aj Firdaus)

 

Dan dirwayatkan dari sahabat Umar ra., katanya : “Pokok sikap rendah hati itu ada. lah, agar Anda memulai memberi salam kepada orang Islam yang Anda jumpai, Anda dengan tempat duduk yang rendah di dalam suatu majelis, dan Anda tidak suka nama Anda disebut-sebut sebagai orang yang baik dan takwa”.

 

Alhasan meriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menjahit sandalnya, menambal bajunya, dan membiarkan wajahnya terkena debu dalam sujud karena Allah, maka dia benar-benar telah terlepas dari sifat sombong”.

 

Dan diriwayatkan dari Gais bin Hazim, bahwa dia berkata : “Ketika Umar bin Khattab berangkat menuju ke negeri Syam, dia bergantian menaiki kendaraannya dengan budaknya. Umar mengendarai unta, sedang budaknya memegang tali kekang unta itu sambil berjalan sejauh satu farsakh. Setelah itu, Umar turun dan budaknya naik, sedang Umar memegang tali kekang unta itu sambil berjalan sejauh satu farsakh. Kemudian budak itu turun, dan Umar naik. Demikianlah mereka saling bergantian menunggangi unta tersebut

 

Ketika jarak ke negeri Syam sudah dekat, giliran naik unta itu jatuh pada budak tersebut. Maka dia pun naik, sedang Umar memegang tali kekang unta itu. Di tengah jalan. dia menemukan air, lalu Umar pun menceburkan diri ke dalam air itu, sedang dia mash tetap memegang tali kekang untanya, sementara sandalnya dikepitnya di bawah ketiak kirinya.

 

Umar disambut oleh Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, yang menjabat sebagai Gubernur Syam, dan salah seorang di antara sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Abu Ubaidah berkata : “Wahai amiril mukminin, para pembesar Syam akan menyambut kedatangan Tuan, maka kurang pantas kalau mereka melihat Tuan dalam keadaan demikian ini” Umar menjawab : “Sesungguhya Allah telah memuliakan kita dengan agama Islam Maka aku tidak peduli dengan apa yang akan dikatakan orang”. (Sekian)

 

Diriwayatkan, bahwa Mutharrif bin Abdullah pernah melihat Almuhallab berjalan angkuh dengan jubahnya. Lalu ditegurnya : “Hai hamba Allah, ini adalah cara berjalan yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya”.

 

Almuhaliab balik bertanya : “Apakah Anda mengenal saya?”,

 

“Tentu saja aku mengenalmu”, jawab Mutharrif. “Pada mulanya, engkau adalah ai sperma yang menjijikkan, akhirnya menjadi bangkai yang kotor, dan di antara keduanya itu engkau membawa tinja”.

 

Maka pergilah Almuhallab, dan sejak itu dia tidak lagi berjalan dengan gaya som: bong, dan dia pun bertobat.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Umar bin Khattab pernah mengirim seorang gubernur untuk Bahrain, sedang dia menunggangi seekor keledai, lalu mulai berkata : “Menunduklah kalian!”.

 

Memang, mereka para sahabat Rasulullah saw.. budi pekerti mereka adalah sikap rendah hati. Dan mereka adalah orang-orang yang paling mulia di sisi makhluk, di sisi malaikat dan di sisi Allah Taala.

 

Dan di dalam salah satu khabar disebutkan : Ketika Rasululiah saw. hyrah dari kota Mekah ke Madinah, setibanya di Madinah, orang-orang kaya di sana bergayutan pada tali kekang unta Beliau (mengharapkan Beliau singgah di rumah mereka). Namun Beliau berkata : “Biarkan dia, sesungguhnya dia diperintah”. Maka mereka pun melepaskan tali kekang unta itu. Sementara unta itu terus berjalan di depan barisan tentara. Tiap kali unta itu melewati rumah seseorang. maka dengan sedih pemilik rumah itu berkata : “Seandainya saya yang punya negara, niscaya Muhammad saw. tentu menjadi tamuku”.

 

Lalu, ketika dia sampai di pintu rumah Abu Ayyub Al Ansari, maka menderumlah unta tu. Orang-orang pun membangunkannya, tetapi unta itu tidak mau bangkit. Kemudian turunlah Jibni as., lalu berkata : “Turunlah di sini. Sesungguhnya Abu Ayyub telah merendahkan din karena Allah. Ketika Anda tiba di pintu kota tadi. orang-orang menaruh perhatan dan menghiasi rumah-rumah mereka, seraya berkata : “Rasulullah akan singgah di rumah kami”. Sedang Abu Ayyub berkata dalam hatinya : “Saya adalah seorang yang melarat. Dari mana saya akan memperoleh kemuliaan di sisi Allah, sehingga Muhammad sudi singgah di rumahku?”.

 

Maka Aliah menyuruh Nabi-Nya singgah di rumahnya, karena kerendahan hatinya itu.

 

Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, katanya : “Pada zaman dahulu, ada seorang laki-laki di kalangan Bani Israil, yang bernbadat kepada Allah Taala selama tujuh puluh tahun, tanpa berbuka puasa recuali satu tahun sekali, pada tiap pergantian tahun. Kemudian dia meminta kepada Allah Taala suatu hajat, namun Allah tidak memenuhi hajatnya. Maka abid itu berkata kepada dirinya : “Seandainya engkau mempunyai kedudukan di sisi Allah, tentu Allah akan memenuhi hajatmu”. Lantas Allah menurunkan malaikat yang mengatakan kepadanya : “Hai anak Adam. sikap rendah hatimu sekarang ini lebih utama di sisi Allah Taala daripada ibadatmu selama tujuh puluh tahun, maka Allah memenuhi hajatmu disebabkan oleh kerendahan hatimu terhadap-Nya”.

 

Maka, ambillah pelajaran hai orang-orang yang berakal, dan jadilah sebagai orangorang yang rendah hati.

 

Dan diriwayatkan dari Ka’bul Ahbar, katanya : “Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Musa as., firman-Nya : “Hai Musa, tahukah engkau, kenapa Aku mengambilmu sebagai lawan bicara dengan tanpa perantara?”.

 

Nabi Musa menjawab : “Engkau lebih mengetahui tentang itu, Ya Tuhanku”.

 

Allah Taalah berfirman : “Sesungguhnya Aku memperhatikan hati hamba-hamba-Ku. maka tidak ada satu hati pun yang Aku lihat lebih merendahkan diri daripada hatimu. Oleh karena itu, Aku jadikan engkau sebagai lawan bicara-Ku”.

 

Dan konon, ada enam makhluk yang merendahkan diri kepada Allah Taala, maka Allah meninggikan mereka di antara makhluk-makhluk lain yang serupa dengan mereka.

 

Pertama, bahwa Allah mewahyukan kepada gunung-gunung seluruhnya, firman-Nya : “Sesungguhnya Aku hendak melabuhkan bahtera Nuh dan orang-orang yang beriman bersamanya pada salah satu gunung di antara kamu sekalhan”. Maka gunung-gunung itu pun menjadi sombong selain gunung Judi yang merendahkan diri, katanya : “Darimana aku mendapatkan kemuliaan, sehingga Allah sudi melabuhkan bahtera Nabi Nuh as. di atasku?””. Maka, Allah meninggikannya melebihi gunung-gunung lainnya, dan mendaratkan bahtera Nabi Nuh di atasnya, dikarenakan oleh sikapnya yang merendahkan diri tersebut, sebagaimana firman Allah di dalam surah Hud :

 

Artinya : “Dan berlabuhlah bahtera itu (yakni mendarat) di atas gunung Judi”.

 

Yaitu sebuah gunung di wilayah Jazirah (Mesopotamia) dekat Mausil. Lalu berkatalah gunung-gunung yang lain : “Ya Tuhan Kami mengapa Engkau lebih mengutamakan Judj daripada kami, padahal ia adalah gunung yang terkecil di antara kami?”. Maka jawab Allah : “Sesungguhnya ia telah merendahkan diri di hadapan-Ku, sedang kamu sekalian bersikap sombong. Sedang Aku telah memastikan bahwa, barangsiapa merendahkan diri karena Aku, maka akan Aku tinggikan dia, dan barangsiapa yang sombong, maka akan Aku rendahkan dia”.

 

Kedua, Allah Taala mewahyukan kepada gunung-gunung seluruhnya, firman-Nya : “Sesungguhnya Aku hendak berbicara dengan salah seorang hamba-Ku di atasmu”. Maka gunung-gunung itu pun menjadi sombong kecuali gunung Thursina. Hanya dia yang me. rendahkan diri kepada Allah Taala, katanya : “Siapalah aku ini, sehingga Allah berkenan berbicara dengan salah seorang hamba-Nya di atasku?”. Karena itulah, akhirnya pembiCaraan antara Allah dengan Nabi Musa as. berlangsung di atas gunung Thursina tersebut.

 

Ketiga, Aliah Taala mewahyukan kepada ikan-ikan seluruhnya, firman-Nya : “Sesungguhnya Aku hendak memasukkan Yunus ke dalam perut salah seekor dari kamu”. Maka ikan-ikan itu pun menjadi sombong, selain satu ekor ikan saja. Ia berkata pada dirinya : “Siapalah aku ini, sehingga Allah Taala berkenan menjadikan perutku sebagai wadah bagi nabi-Nya?”. Maka Allah pun mengangkat derajat ikan tersebut dan memuliakannya, disebabkan oleh kerendahan hatinya.

 

Keempat, Allah Taala mewahyukan kepada semua burung, firman-Nya : Sesungguhnya Aku hendak meletakkan minuman pada salah seekor dari kamu semua, yang mengandung obat bagi manusia”. Lalu menjadi sombonglah burung-burung itu semua kecuali lebah. Dia berkata kepada dirinya : “Siapalah aku ini, sehingga Aliah berkenan menaruh minuman itu padaku?”. Maka Allah pun mengangkat derajatnya, dan meletakkan minuman itu pada dirinya, dikarenakan oleh kerendahan hatinya tersebut.

 

Kelima, Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Ibrahim as. firman-Nya : “Siapakah engkau?”. Nabi Ibrahim menjawab : “Aku Al Khalil”. Kepada Nabi Musa as, Allah bertanya : “Siapakah engkau?”. Nabi Musa menjawab : “Aku Al Kalim”. Kepada Nabi Isa as. Allah bertanya : “Siapakah engkau ?”. Nabi Isa menjawab : “Aku Ar Ruh”, Dan kepada Nabi Muhammad saw., Allah bertanya : “Siapakah engkau?”. Nabi Muhammad menjawab : “Aku seorang anak yatim”. Maka Allah pun mengangkat derajat Nabi Muhammad saw. di atas nabi-nabi lainnya, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan kelak Tuhanmu pasti akan memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu kamu merasa puas”.

 

Keenam, orang mukmin yang merendahkan dirinya kepada Allah dengan bersujud dan mengesakan-Nya, maka Allah pun memuliakannya dengan melapangkan dadanya untuk menerima Islam, sedang dia senantiasa berada di bawah naungan cahaya Tuhannya. Sekian (dari kitab Al Mau’izhatui Hasanatul Marghubatu)

 

Pertemuan nabi Ibrahim as. dengan raja Mesir

 

Ceritanya, bahwa setelah Allah Taala menjadikan api dingin dan sejahtera bagi Nabi Ibrahim as., maka Beliau berangkat ke negeri Mesir. Nabi Ibrahim berkata : “Sesung guhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku. Dia pasti memberi petunjuk kepadaku”.

 

Nabi Ibrahim berangkat bersama istrinya, Sarah as. lalu seseorang berkata kepada Beliau, bahwa di Mesir ada seorang raja yang zalim. Dia merampas isteri-isteri orang lain secara paksa, dan pada setiap jalan ada petugas pajak raja. Sedangkan Nabi Ibrahim as. adalah seorang yang pencemburu, dan Sarah adalah seorang wanita yang paling cantik di masanya, sehingga tidak ada seorang wanita pun yang bisa menandingi kecantikannya. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim mengambil sebuah peti, lalu memasukkan Sarah ke dalamnya, kemudian peti itu digemboknya, lalu diletakkannya di atas unta. Setelah itu, berangkatlah Beliau menuju ke Mesir.

 

Ketika Nabi Ibrahim sampai di tempat petugas pajak, Beliau dimintanya supaya berhenti. Kemudian petugas pajak itu hendak memeriksa isi peti itu, namun Nabi Ibrahim menolak. Petugas pajak itu tidak menyerah begitu saja, bersama teman-temannya, dia memaksa membuka peti itu. Maka tampaklah olehnya Sarah yang memiliki kecantikan yang sempurna itu. Lalu dia berkata kepada Nabi Ibrahim : “Ini isterimu?”.

 

Nabi Ibrahim menjawab : “Dia saudaraku”.

 

Petugas pajak itu berkata :

 

“Saya kira dia pantas untuk raja”.

 

Maka mereka bawa Sarah menghadap raja. Sementara itu Allah menyingkapkan tabir dari Nabi Ibrahim as., sehingga Beliau dapat melihat Sarah dengan jelas dari luar istana.

 

Lalu raja mendekati Sarah sambil mengulurkan tangan kepadanya. Namun tiba-tiba tangan dan kakinya menjadi lumpuh. Maka berkatalah ia :

 

“Rupanya engkau adalah seorang wanita tukang sihir, Engkau telah membikin tangan dan kakiku lumpuh”.

 

Sarah menjawab : “Saya bukan tukang sihir, tetapi saya adalah isteri kekasih Allah. Beliau telah berdoa untuk kecelakaan dirimu, maka Allah pun melumpuhkan tangan dan kakimu. Karenanya, bertobatlah kepada Allah, agar Dia menyembuhkan tangan dan kakimu”.

 

Raja itu pun bertobat. Maka seketika itu juga, Allah menyembuhkan tangan dan kakinya.

 

Kemudian raja memandang kepada Sarah, dia tidak tahan melihatnya. Lalu untuk kedua kalinya, dia mendekati wanita itu. Maka Allah pun membutakan kedua matanya. Kemudian dia bertobat, lalu Allah menjadikan dia bisa melihat kembali. Selanjutnya, untuk yang ketiga kalinya, dia mendekati wanita itu lagi, maka Allah melumpuhkan seluruh anggota tubuhnya. Lalu dia bertobat kembali dengan sebenar-benarnya. Sedang Sarah, diserahkannya kembali kepada Nabi Ibrahim as., seraya meminta maaf sebesar-besarnya kepada beliau. Kemudian dia berkata kepada Beliau : “Hukumlah aku sekehendakmu”.

 

“Ini termasuk urusan Tuhanku”, jawab Nabi Ibrahim. “Aku tidak bisa menjatuhkan hukuman kecuali dengan apa yang diperintahkan oleh Tuhan-ku kepadaku”.

 

Maka turunlah malaikat Jibril as. kepada Beliau, seraya berkata : “Allah berfirman kepadamu : “Katakanlah kepada raja itu, agar dia mengeluarkan dari seluruh kerajaannya dan gudang-gudang hartanya, dan menyerahkannya kepadamu. Sesudah itu, baru doakanlah dia”.

 

Nabi Ibrahim as. memberitahukan keputusan Allah itu kepada sang raja. Maka raja Itu rela menerima keputusan Tuhan tersebut, kemudian Nabi Ibrahim pun mendoakannya, maka Allah menyembuhkannya kembali anggota tubuhnya yang sakit itu.

 

(Catatan penting) :

 

Sarah adalah seorang wanita yang cantik. Dia dicintai oleh Nabi Ibrahim Khalilullah, maka Aliah memeliharanya dari orang lain, sehingga tidak seorang pun menemukan jalan buat mengganggunya. Dan kalimat tauhid yang ada di dalam hati seorang mukmin. j ir dicintai oleh Tuhan Yang Mahaagung. Jadi, apabila musuh tidak memperoleh jalan bi : mengganggu orang yang dicintai kekasih-Nya, maka bagaimanakah setan mempero jalan buat mengganggu orang yang dicintai oleh Tuhan Yang Mahaagung itu?.

 

Kembali ke alur cerita :

 

Setelah sang raja sehat kembali, maka dia membawa Hajar lalu menyerahkannya kepada Sarah. Tetapi Sarah berkata : “Aku serahkan Hajar kepada Nabi Ibrahim, karena Beliau telah bersedih karena memikirkan aku”.

 

Sarah menyerahkan Hajar kepada Nabi Ibrahim sambil meminta maaf dan berkata : “Kanda jangan lagi bersedih hati, karena Allah telah menyingkapkan hijab antara saya dan kanda”.

 

(Dinukil dari As Sab’iyat)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa memuliakan seorang alim, maka sesungguhnya dia telah memuliakan tujuh puluh nabi. Dan barangsiapa memuliakan seorang pelajar, maka sesungguhnya dia telah memuliakan tujuh puluh orang yang mati syahid. Dan barangsiapa menCintai Seorang alim, maka tidak dicatat kesalahannya sepanjang hayatnya”. Dan dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Allah akan membangkitkan hamba-hamba-Nya pada hari kiamat kelak, kemudian mengistimewakan para ulama, lalu berfirman : “Hai sekalian ulama, sesung: guhnya Aku tidaklah menaruh ilmu-Ku padamu, melainkan karena Aku mengenal kamu. Aku tidaklah menaruh ilmu-Ku padamu untuk menyiksa kamu. Pergilah, sesungguhnya Aku telah mengampuni kamu semua. (Tatarkhaniyah)

43. PENJELASAN TENTANG KECAMAN TERHADAP PERBUATAN MAKSIAT DAN ANIAYA

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, karena perbuatan tangantangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka” (QS. Ar Rum : 41)

 

Tafsir:

 

(.     ) Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, seperti : kekeringan, penyakit menular, seringnya terjadi kebakaran dan bahaya tenggelam, kecelakaan dalam penyelaman, lenyapnya keberkahan, seringnya terjadi bencana, kesesatan dan kelaliman dan lain-lain.

 

(.    ) karena perbuatan tangan-tangan manusia, karena kesialan perbuatan maksiat mereka, atau karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan maksiat tersebut.

 

(.    ) supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari apa yang telah mereka perbuat, sebagai balasannya, karena pembalasan yang sempurna nanti di akhirat. Huruf lam (. ) di sini berarti alasan, atau berarti juga akibat. (Qadhi Baidhawi)

 

Fudhalah bin Ubaid berkata : “Nabi saw. pernah mendengar seseorang berdoa di dalam salatnya, namun orang itu tidak membaca salawat untuk Beliau saw.. maka Nabi berkata : “Orang ini tergesa-gesa”. Kemudian Beliau memanggilnya, lalu bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya :

 

Artinya : “Apabila seseorang di antara kamu berdoa, maka hendaklah dia memulai dengan memuji dan memuja kepada Allah, lalu mengucapkan salawat atas Nabi saw., barulah sesudah itu dia berdoa menurut keinginannya”.

 

Dan dari sahabat Umar bin Khattab ra., katanya . “Doa dan salat itu tergantung d antara langit dan bumi, tidak ada satupun di antara keduanya yang naik kepada A a Taala, sampai diucapkan salawat atas Nabi saw.”. (Syifaun Syarif)

 

Dan dirwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Nabi saw. bersabda kepada seke lompok sahabat Beliau, yang artinya : “Sesungguhnya di antara umatku ada beberapa kaum. yang di hari kiamat nanti, Allah berfirman kepada mereka : “Hai hamba-hamba-Ku, masuklah kamu sekalian ke dalam surga”. Namun mereka kebingungan di padang kiamat, sampai Allah menunjuki mereka ke surga. Seseorang bertanya : “Siapakah mereka itu Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang ketika namaku disebut di hadapan mereka, mereka tidak mengucapkan salawat untukku, karena lupa dan lalai. (Raunaqul Majalis)

 

Pada awalnya, bumi ini hijau dan asri. Tidak sebatang pohon pun yang didatangi oleh manusia, melainkan dia dapati buah-buahan padanya. Dan dahulu air laut itu tawar, sedang singa tidak memangsa lembu, serigala tidak memangsa kambing. Namun setelah Qabil membunuh Habil, maka bumi pun menjadi berantakan, pohon-pohon menjadi berduri, tanah menjadi hitam, dan laut menjadi asin pahit, sehingga dikatakanlah : Telah tampak kerusakan di darat, dengan adanya Qabil yang telah membunuh saudaranya Habil, sedang di laut, dengan adanya Jalandi, yaitu seorang raja kafir yang merampas setiap kapal.

 

Kata mufassir : “…karena kesialan dari perbuatan-perbuatan maksiat mereka”. Maksudnya : Karena kesialan dari kedurhakaan orang yang meninggalkan salat, maka tampaklah kerusakan di darat dan di laut. Dalam Assunnah dinyatakan bahwa, setiap tempat yang di sana ada orang yang meninggalkan salat, maka tempat itu akan ditimpa kutukan sebanyak tujuh puluh kutukan setiap hari.

 

Jika Anda bertanya : “Apa hikmat dari dittmpakannya kutukan atas seluruh penghuni tempat itu, dan tidak ditimpakan khusus atas pelakunya saja?”. Maka saya jawab : “Bahwasanya orang-orang itu mengetahui siapa yang meninggalkan salat itu, namun mereka tidak mau mencegahnya. Oleh karena itu, Allah Taala menimpakan secara umum azab dari sisi-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu hadis :

 

Artinya : “Orang yang diam dari (membela) kebenaran, adalah setan yang bisu”. (Mau’izhah)

 

Firman Allah : “….supaya Allah merasakan kepada mereka… dst”. Huruf lam (. ) di sini adalah lamut ta’lil, apabila artinya : Allah merusakkan jalan-jalan penghidupan manusia. Atau lamul agibah, apabila artinya : Manusia melakukan perbuatan dan akhlak yang rusak. Karena tujuan mereka dalam melakukan perbuatan dan akhlak yang rusak itu bukan supaya Allah merasakan hukuman kepada mereka terhadap apa yang telah mereka lakukan itu, namun karena tujuan itu mengakibatkan dilakukannya perbuatan, maka diumpamakanlah hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan itu sebagai alasan yang gaib, maka dimasukilah ia oleh Lamul Agibah, sebagaimana pada firman Allah yang berbunyi :

 

Artinya : “Maka dipungutlah Musa oleh keluarga Firaun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka”. (Syaikh Zaadah)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Hai manusia, bertakwalah kamu kepada Tuhanmu, dan jangan ada seorang pun dan kamu yang menganiaya seorang mukmin. Dan tidaklah seseorang menganiaya seorang mukmin, melainkan Allah akan membalasnya pada hari kiamat kelak. (Hayatul Qulub)

 

Ada yang menanyakan, dosa apakah yang paling ditakutkan dapat merampas iman?. Maka jawabnya : Tidak bersyukur atas iman, tidak merasa kuatir akan akhir hayat, dan suka menganiaya sesama hamba Allah.

 

Dan selanjutnya dia berkata -rahmatullah alaihi: Barangsiapa memiliki ketiga sikap tersebut, maka pada umumnya, dia keluar dari dunia ini dalam keadaan kafir, semoga kita dilindungi oleh Allah, kecuali kebahagiaan mengiringinya. (Daqoiqul Akhbar dan Al Mau’izhatul Hasanah)

 

Dalam salah satu hadis Gudsi disebutkan : “Wahai Anak Adam, maut itu akan menyingkap rahasia-rahasiamu, kiamat akan membeberkan berita-beritamu, dan buku catatan amal akan mengungkapkan rahasia-rahasiamu. Maka apabila kamu melakukan sesuatu dosa, janganlah kamu melihat kepada kecilnya dosa tersebut, tetapi lihatlah kepada siapa kamu bermaksiat. Dan apabila kamu dikaruniai rezeki yang sedikit, janganlah kamu melihat kepada sedikitnya, tetapi lihatlah kepada siapa yang telah mengaruniai kamu itu. Janganlah sekali-kali kamu meremehkan dosa yang kecil, karena kamu tidak tahu, dengan dosa yang mana Aku murka kepadamu. Dan janganlah kamu merasa aman dari tipu daya-Ku, karena tipu daya-Ku itu lebih tersembunyi daripada langkah semut di atas batu karang di malam gelap gulita.

 

Hai anak Adam, apakah setelah kamu melakukan perbuatan maksiat lalu kamu ingat akan kemurkaan-Ku, kemudian kamu berhenti dari perbuatan itu?.

 

Apakah kamu telah menunaikan amanat dari orang yang memberi amanat kepadamu?.

 

Apakah kamu telah berbuat baik kepada orang yang telah berbuat jahat kepadamu?.

 

Apakah kamu telah memaafkan orang yang telah menganiaya dirimu?.

 

Apakah kamu telah mengajak bicara pada orang yang telah mendiamkan kamu?.

 

Apakah kamu telah menghubungi orang yang telah memutuskan hubungan denganmu?.

 

Apakah kamu telah bersikap adi! terhadap orang yang telah mengkhianati kamu?.

 

Dan apakah kamu telah bertanya kepada ulama tentang urusan agamamu dan duniamu?.

 

Sesungguhnya Aku tidak memandang kepada rupamu, tetapi memandang kepada hati dan niatmu, dan dengan pekerti-pekerti inilah Aku rida kepadamu”. (Al Maw’izhatul Hasanah)

 

Demikianlah keadaan orang yang zalim. Kemudian ketahuilah pula tentang keadaan Orang yang adil, semoga Allah memberi taufik kepada kami dan kamu semua :

 

Diriwayatkan bahwa, Umar bin Khattab ra., pernah berjalan di suatu malam. Ketika dia melewati pintu sebuah rumah, maka terdengar olehnya suara tangisan, lalu diapun berhenti. Kemudian dia mendengar suara seorang wanita sedang berkata kepada anakanaknya : “Allah yang akan mengadili antara aku dengan Umar bin Khattab!”

 

Maka Umar bermaksud akan menghibur hati wanita itu dari kesedihannya, lalu diketuknya pintu rumah itu.

 

Setelah pintu dibuka, Umar bertanya : “Apa yang telah diperbuat Umar kepada Penghuni rumah itu tidak mengetahui bahwa yang bertanya itu adalah Umar sendiri Maka wanita itu menjawab :

 

“Dia telah mengirim suamiku ke medan perang anu, dengan meninggalkan padak , anak-anak yang masih kecil, padahal aku tidak mempunyai apa-apa buat membat hidup mereka”.

 

Lantas anak-anak itu menangis seraya berkata : “Amirilmukminin benar-benar telah melalaikan kami”.

 

Kemudian Umar keluar, lalu diambilnya sekarung tepung dan daging yang banyak lantas dipikulnya di atas pundaknya. Maka berkatalah orang yang ada bersamanya : ‘Le. takkanlah karung itu, biar saya saja yang membawanya”.

 

Umar menjawab : “Andaikan engkau membawa karung ini di dunia ini, maka siapakah yang akan memikul dosa-dosaku di hari kiamat kelak?”. Umar mengatakan itu sambil menangis dan terus menangis sampai dia masuk kembali ke rumah wanita tadi. Setibanya di sana, Umar segera mengadoni tepung itu dengan tangannya sendiri, menyalakan api, memasak roti dan daging, membangunkan anak-anak, lalu disuapinya mereka dengan tangannya sampai kenyang. Kemudian dia berkata kepada mereka : “Maafkanlah aku, dan janganlah kalian memperkarakan aku di hari kiamat nanti”.

 

“Baiklah”, jawab mereka.

 

Maka legalah hati Umar, dan dia pun keluar sambil membawa karungnya.

 

Limabelas tahun setelah wafatnya Umar, seseorang memimpikannya. Dia ditanya : “Apakah yang telah diperlakukan Allah terhadapmu, hai Umar?”.

 

Dia menjawab : “Sekarang, saya baru selesai dari perhitungan firman Allah Taala :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan… dst.” (Dari kitab Raunaqul Majalis)

 

Konon, tertulis pada sayap belalang : “Kami adalah salah satu di antara bala tentara Allah. Kami diberi wewenang oleh Allah untuk merusak seluruh daerah dan negeri, di kala muncul kesewenang-wenangan dan kebejatan”. (Dinukil dari Al Misykat)

 

Dan diceritakan pula dari ulama terdahulu, bahwa kezaliman dan ilmu ada di kota, sedang kebodohan dan keberkatan ada di desa. Kemudian ilmu menarik keberkatan ke kota, karena ada persesuaian antara keduanya, sedang kebodohan menarik kezaliman ke desa, karena ada persesuaian antara keduanya. Tetapi sekarang begini : orang kota mengeluh tentang orang kota dan tidak mengeluh tentang orang desa. Orang desa mengeluh tentang orang desa dan tidak mengeluh tentang para pelancong. Dan para pelancong mengeluh tentang agama Islam dan tidak mengeluh tentang agama-agama lainnya.

 

Konon, pada suatu tahun, orang-orang di kota Mekah mengalami musim paceklik yang panjang. Kemudian mereka keluar ke tanah lapang untuk melakukan salat istisga selama tiga hari berturut-turut, namun hujan tidak kunjung turun juga kepada mereka.

 

Abdullah bin Mubarak berkata : “Maka aku berkata dalam hati : “Aku akan keluar dari tengah-tengah kaum itu, dan akan berdoa kepada Allah Taala. Mudah-mudahan Dia mengasihi aku, lalu mengabulkan doaku”. Kemudian aku pergi menyingkir dari mereka, dan masuk ke dalam sebuah gua. Tidak berapa lama kemudian, masuk pula ke dalam gua itu, seorang budak hitam, lalu dia mengerjakan salat dua rakaat. Usia salat, dia letakkan kepalanya di atas tanah seraya berdoa kepada Allah. Aku dengar dia mengatakan – “Tuhan-ku, sesungguhnya orang-orang itu adalah hamba-hamba-Mu. Selama tiga hari mereka telah memohon turunnya hujan kepada-Mu, namun belum juga Engkau turunkan hujan buat mereka. Maka, demi keperkasaan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku sampai Engkau memberi hujan kepada kami”.

 

Ibnu Mubarak melanjutkan : “Belum lagi dia mengangkat kepalanya, tiba-tiba hujan pun turun. Lalu dia bangkit dan berlalu.

 

Aku membuntuti budak itu, sampai dia masuk kampung, lalu masuk ke sebuah rumah. Maka aku berhenti di pintu rumah itu, lalu duduk di sana sampai ada seseorang kejuar, kemudian aku bertanya kepadanya : “Rumah siapa ini?”.

 

“Rumah fulan”, jawabnya.

 

Kemudian aku masuk dan berkata : “Saya hendak membeli seorang budak.

 

Tuan rumah menawarkan seorang budak kepadaku, namun aku menclak dan berkata: “Saya ingin yang lain. Apakah tuan masih memiliki yang lainnya?”.

 

Dia menjawab : “Saya masih mempunyai budak yang lain, tetapi tidak cocok untuk tuan”.

 

“Kenapa”, tanyaku.

 

Dia menjawab : “Karena dia seorang pemalas”.

 

Aku berkata : “Tunjukkan dia pada saya”.

 

Maka tuan rumah memanggil budak itu, dan aku pun mengenalinya, lalu aku berkata : “Saya suka dia. Berapa tuan jual”.

 

“Saya telah membelinya seharga 20 dinar”, jelasnya. “Tetapi sebenarnya dia tidak sampai seharga 10 dinar. Baiklah, saya jual dia kepada tuan seharga 10 dinar saja”.

 

Aku jawab : “Saya beli dia dari tuan dengan harga 20 dinar.

 

Kemudian aku bayar harganya, dan aku terima budak itu darinya. Lantas budak itu berkata kepadaku : “Hai Ibnul Mubarak, kenapa tuan membeliku, padahal saya tidak akan melayani tuan?”.

 

Aku tidak menjawab pertanyaannya itu, tetapi balik bertanya : “Siapa namamu?”.

 

Dia menjawab : “Para kekasih Allah tentu akan mengenal kekasih Allah yang lainnya”.

 

Ibnul Mubarak melanjutkan ceritanya : “Kemudian saya bawa budak itu pulang ke rumah. Ketika budak itu hendak berwudu, aku membantu membawakan bejana berisi air kepadanya, dan aku letakkan sandal di hadapannya. Maka dia pun berwudu, salat dan Sujud”.

 

Kata Ibnul Mubarak : “Maka aku mendekatinya untuk mendengarkan apa yang dia katakan dalam sujudnya. Saya dengar dia mengatakan : “Oh Tuhan Pemilik rahasia, seSungguhnya rahasia ini telah ketahuan. Dan aku tidak ingin hidup lagi, setelah rahasia ini diketahui orang”.

 

Kemudian dia diam sesaat. Lalu aku gerak-gerakkan badannya, namun ternyata dia telah tiada. Maka aku pun mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya, lalu menguburkannya. Malamnya, aku bermimpi melihat Nabi saw. bersama seorang tua yang bercahaya dan menyenangkan berada di sebelah kanan Beliau, sedang budak hitam itu berada di Sebelah kiri Beliau. Beliau berkata kepadaku : “Semoga Allah memberi balasan kebaikan kepadamu atas jasamu kepada kami, dan semoga aku tidak melihatmu melarat karena kebaikanmu kepada kekasih kami”.

 

Saya bertanya : “Apakah dia kekasihmu, Ya Rasulullah?”.

 

“Benar”, jawab Beliau. : “Dia adalah kekasihku dan kekasih Khalil Allah Yang Maha Pengasih”. (Raunaqul Majalis).

 

Dari sahabat Jabir ra., katanya : “Jauhilah olehmu kezaliman, karena kezaliman itu akan menjadi kegelapan-kegelapan pada hari kiamat kelak”. (Mashabih)

 

Dan dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ada enam golongan manusia yang akan masuk neraka disebabkan oleh enam perkara : Para pemimpin karena kesewenangan. Orang-orang Baduwi karena faratik kesukuan. Orang-orang desa karena kebodohan. Kepala-kepala daerah karena kesombongan. Para pedagang karena berkhianat. Dan para ulama karena dengki”.

 

Dan konon, bahwa Nabi Adam as. pernah berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telan memberi kepada umat Muhammad saw. empat kemuliaan yang tidak Dia berikan kepadaku:

 

Pertama, bahwa diterimanya tobatku adalah di kota Mekah, sedang umat Muhammad, bisa bertobat di sembarang tempat, dan Allah tetap akan menerima tobat mereka.

 

Kedua, bahwa aku dahulu berpakaian, ketika aku melanggar perintah Allah, maka Dia jadikan aku telanjang. Sedangkan umat Muhammad, melanggar perintah Allah dalam keadaan telanjang, lalu Allah memberi mereka pakaian.

 

Ketiga, setelah aku melanggar perintah Allah, maka Dia memisahkan aku dengan isteriku. Sedangkan umat Muhammad saw. melanggar perintah Allah, namun Dia tidak memisahkan mereka dari isteri-isteri mereka.

 

Keempat, bahwa aku melanggar perintah Allah dalam surga, kemudian Dia mengeluarkan aku dari dalamnya. Sedangkan umat Muhammad saw. melanggar perintah Allah di luar surga, lalu Dia memasukkan mereka ke dalamnya, apabila mau bertobat. (Tanbihul Ghafilin).

LihatTutupKomentar