Keutamaan Berbakti Kepada Ibu Bapak

Keutamaan Berbakti Kepada Ibu-Bapak Allah SWT. berfirman berbuat baiklah kepada ibu bapak (orang tua), karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang

Keutamaan Berbakti Kepada Ibu Bapak

Nama kitab: Terjemah Durratun Nashihin, Durrotun Nasihin
Judul asal: Durrat al-Nasihin fi al-Wa'zhi wa al-Irsyad
Judul asal dalam teks Arab: درة الناصحين في الوعظ والإرشاد
Makna: Mutiara Ahli Nasihat dalam Petuah dan Tuntunan Agama
Penulis: Umar bin Hasan bin Ahmad al-Syakir al-Khaubari (عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخويري)
Bidang studi: Etika budi pekerti Islam, akhlak mulia, tasawuf
Penerjemah:

Daftar isi

  1. Keutamaan Berbakti Kepada Ibu-Bapak
  2. Keutamaan Cinta Kepada Allah Dan Rasulnya
  3. Keutamaan Memberi Salam
  4. Tentang Wafat Nabi Sallallaahu Alaihi Wasallam
  5. Celaan Terhadap Orang Yang Suka Mabuk-Mabukan
  6. Celaan Terhadap Sifat Dengki
  7. Tentang Turunnya Hidangan Dari Langit Berkat Doa Nabi Isa As
  8. Keutamaan Berpuasa Enam Hari Di Bulan Syawal
  9. Keutamaan Berdoa Dengan Suara Keras Dan Suara Pelan
  10. Penjelasan Tentang Iman
  11. Penjelasan Tentang Hukuman Bagi Orang-Orang Yang Meninggalkan Perintah-Perintah Allah
  12. Penjelasan Tentang Firman Allah Taala Mengenai Orang Yang Menyimpan Emas Dan Perak
  13. Keutamaan Bulan Rajab
  14. Kembali ke: Terjemah Durratun Nashihin 

13. KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA IBU-BAPAK

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak (orang tua), karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An Nisa : 36)

Tafsir :

(.   ) Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun, dengan berhala atau pun lainnya atau sesuatu apa pun. Mempersekutukan dengan cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.

(.    ) dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu bapak. Berbuat baiklah kepada keduanya dengan sebaik-baiknya.


(.  ) dan kepada karib-kerabat. Kepada orang yang masih ada ikatan kekeluargaan.

 

(.    ) anak-anak yatim, orang-orang miskin dan tetangga yang dekat. Yang dekat lingkungannya. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang yang di samping menjadi tetangga, juga masih kerabat dekat dan masih ada hubungan nasab atau agama. Dan ia dibaca pula dengan nashab sebagai ikhtishash (.    ) karena pentingnya memelihara hak-hak tetangga dekat itu.

 

(.    ) dan tetangga jauh. Yakni, tetangga yang tidak ada hubungan kekerabatan.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tetangga itu ada tiga macam : (1) tetangga yang mempunyai tiga hak, yaitu : hak ketetanggaan, hak kekerabatan, dan hak keislaman. (2) tetangga yang mempunyai dua hak, yaitu : hak ketetanggaan dan hak koislaman. (3) tetangga yang mempu. nyai satu hak, yaitu : hak ketetanggaan saja, mereka adalah orang musyrik dari golongan ahlul kitab”.

 

(.          ) dan teman sejawat. Yaitu teman dalam urusan yang baik-baik, se. perti : teman belajar, teman bergaul, teman bekerja, atau teman dalam perjalanan. Karena teman itu menemani Anda dan berada di sebelah Anda. Tetapi ada pula pendapat mengatakan bahwa maksudnya adalah istri.

 

(.          ) dan ibnu sabil. Musafir atau tamu.

 

(.   ) dan hamba sahayamu. Hamba sahaya laki-laki dan hamba sahaya perempuan.

 

(.          ) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. Yang kejam terhadap kerabat-kerabatnya, tetangga-tetangganya dan teman. temannya, serta tidak mau menoleh kepada mereka (karena sombongnya itu).

 

(.          ) dan membangga-banggakan diri. Membangga-banggakan diri terhadap mereka. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Amir bin Rabiah, katanya : Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat satu kali atasku, maka para malaikat mendoakannya sebagaimana dia bersalawat kepadaku. Maka terserah si hamba, mau sedikit membacanya atau mau banyak”. (Syifaun Syarif).

 

Dalam ayat lain, Allah SWT. berfirman : (           ) Dan Tuhan-mu menetapkan. Maksudnya, memerintahkan dengan perintah yang mutlak.

 

(.          ) supaya kamu tidak menyembah kecuali hanya kepada-Nya, dan supaya kamu berbuat baik kepada kedua ibu-bapakmu dengan sebaikbaiknya. Dengan cara berbuat kebajikan kepada keduanya, karena keduanya merupakan sebab wujudmu dan penghidupanmu.

 

(          ) Apabila keduanya atau salah seorang dari keduanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekalikali kamu mengatakan kepada keduanya “ah!”. Janganlah kamu merasa gusar terhadap hal-hal yang menjijikkan dari keduanya dan merasa berat dalam menghidupi mereka. Yang dimaksud di sini adalah suara yang menunjukkan kegusaran.

 

(          ) dan janganlah kamu membentak keduanya. Janganlah kamu menghardik keduanya dengan kasar disebabkan oleh sesuatu yang tidak kamu sukai.

 

(.          ) dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia, yang baik.

 

(           ) dan rendahkaniah kepada keduanya sayap kerendahan. Rendahkanlah dan tundukkanlah dirimu kepada keduanya.

 

(.    ) karena sayang. Karena kasih sayangmu yang sangat kepada keduanya. Sebab mereka sekarang sangat membutuhkan kepada orang yang dahulunya merupakan makhluk Allah Taala yang paling membutuhkan kepada mereka.

 

(    ) dan ucapkanlah : “Oh Tuhanku, kasihanilah mereka berdua. Memohonlah kepada Allah Taala agar mengasihi mereka berdua dengan kasih sayang-Nya yang abadi.

 

(     ) sebagaimana keduanya mendidik aku dikala kecilku. Yaitu kasih sayang, sebagaimana kasih sayang mereka berdua terhadap diriku, serta didikan dan bimbingan mereka berdua kepadaku di waktu aku masih kecil dahulu. (Qadhi Baidhawi).

 

Attirmidzi meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sembahlah olehmu Tuhan Yang Maha Pengasih”.

 

Maksudnya, Esakanlah Dia dalam ibadat, karena yang pantas disembah itu hanya Allah Taala. Barangsiapa menyekutukan sesuatu dalam menyembah Tuhannya, maka Dia tidak akan menerima amalnya, sedang di akhirat kelak, dia termasuk orang yang merugi, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Taala :

 

Artinya : “Vika kamu menyekutukan (Tuhanmu), maka benar-benar akan hapuslah amalmu, dan pasti kamu akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi”.

 

Maka bagi orang yang berakal, hendaklah dia memurnikan ibadatnya kepada Tuhannya, seperti yang difirmankan Allah :

 

Artinya : “Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh, dan janganlah dia menyekutukan seseorang dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dikatakan bahwa, hak orang tua atas anaknya ada sepuluh :

 

    Makanan, jika ia membutuhkannya.
    Pelayanan, jika ia memerlukannya.
    Memenuhi panggilan jika ia memanggilnya.
    Patuh, jika ia menyuruh selain perbuatan maksiat.
    Berbicara lemah lembut dengannya, tidak kasar.
    Memberinya pakaian, apabila mampu, jika ia membutuhkannya.
    Berjalan di belakangnya.
    Merelakan untuknya sesuatu yang si anak sukai untuk dirinya.
    Tidak merelakan sesuatu untuknya yang si anak tidak menyukai untuk dirinya. 10. Mendoakan agar mendapat ampunan setiap kali si anak berdoa untuk dirinya.

 

(Tanbihul Ghafilin).

 

Dari Alfaqih Abul Laits, ia berkata : “Pernah ditanyakan orang mengenai kedua orangtua, apabila mereka meninggal dunia dalam keadaan marah kepada anaknya, apakah si anak masih dapat membuatnya rida setelah wafat keduanya itu?.

 

Jawab : “Bisa, dengan tiga syarat : (1) hendaklah si anak menjadi orang yang saleh. (2) hendaklah si anak menjalin kembali hubungan dengan kerabat dan teman-teman kedua orang tuanya. (3) hendaklah si anak memohonkan ampun, mendoakan dan bersedekah untuk keduanya”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidak akan lurus iman seseorang hamba hingga hatinya lurus, dan tidak akan lurus hatinya hingga lidahnya lurus, dan seorang mukmin tidak akan masuk surga hingga tetangganya merasa aman dari (gangguan) lidahnya”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa memuliakan tetangganya maka ia pasti akan memperoleh surga. Dan barangsiapa menyakiti tetangganya, maka ia dikutuk oleh Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya”. (Hayatul Qulub).

 

Juga dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membelanjakan satu dirham untuk tamunya, maka seolaholah dia telah membelanjakan seribu dirham di jalan Allah”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang didatangi tamu lalu dimuliakannya, melainkan Allah membukakan untuknya sebuah pintu surga”.

 

(Hikayat) Dahulu, apabila Umar bin Khattab kedatangan tamu, dia mengerjakan sendiri pelayanannya. Ketika dia ditegur mengenai hal itu, dia menjawab : “Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Para malaikat berdiri di dalam rumah yang ada tamunya. Maka saya malu jika saya duduk, sedang para malaikat berdiri. (A’rajiyah)

 

Dari Nabi saw. Beliau bersabda : “Jibril as. memberitahukan kepadaku, katanya : “Apabila seorang tamu masuk ke dalam rumah saudaranya sesama muslim, maka masuk pula bersamanya seribu berkah dan seribu rahmat, dan Allah mengampuni dosa-dosa penghuni rumah itu, sekalipun dosa-dosa mereka lebih banyak daripada buih di laut dan daun-daun di pepohonan. Dan Allah memberinya pahala seribu orang yang mati syahid, dan mencatatkan untuknya dari setiap suapan yang dimakan oleh tamu itu, pahala haji yang mabrur dan umrah yang makbul, serta membangunkan untuknya sebuah kota di dalam surga. Barangsiapa memuliakan seorang tamu, maka seolah-olah dia memuliakan tujuh puluh nabi. (Kanzul Akhbar).

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Apabila seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amal (yang bisa dilakukannya, pent.) selain dari tiga perkara (yang dia masih bisa memperoleh pahalanya), yaitu : (1) sedekah jariyah: (2) anak saleh yang mendoakannya agar mendapat ampunan, (3) ilmu yang diambil orang manfaatnya sepeninggalnya”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Bersedekah, karena sedekah itu membebaskan dari api neraka”.

 

Dan diriwayatkan dari sebagian ulama, katanya: “Amal yang paling utama itu adalah membuat lapar perut yang kenyang dengan jalan berpuasa. (Akhlashul Khalishah)

 

Diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah saw. menganjurkan kepada sahabat-sahabatnya agar bersedekah pada saat hendak berangkat ke perang Tabuk, maka datanglah Abdurrahman bin Auf ra., menghadap Beliau sambil membawa uang empat ribu dirham, ia berkata : “Ya Rasulullah, saya mempunyai delapan ribu dirham. Empat ribu dirham saya simpan untuk diri saya dan keluarga saya, sedang yang empat ribu dirham saya hutangkan kepada Tuhanku”. Lalu Nabi saw. menjawab : “Hai Abdurrahman, semoga Allah memberkatimu pada apa yang engkau tahan dan pada apa yang engkau berikan”.

 

Sedang Utsman bin Affan ra., berkata : “Ya Rasululiah, saya menanggung semua biaya perlengkapan bagi mereka yang tidak mempunyai perlengkapan (perang)”. Maka turunlah firman Allah Taala yang berbunyi:

 

Artinya : “Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah adalah ibarat sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu ada seratus biji. Allah melipat gandakan (pahala) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

 

Alfagih Abul Laits berkata : “Orang yang bersedekah itu adalah mirip seorang petani.

 

Jika petani itu mahir dalam pekerjaannya, benihnya baik dan tanahnya subur, maka tanaman yang ditanamnya itu akan tumbuh dengan baik dan banyak pula hasilnya. Begitu pula, apabila orang yang bersedekah itu orang yang saleh, sedang hartanya baik dan halal, dan diberikannya kepada orang yang memang berhak menerimanya, maka pahalanya pun akan lebih banyak. (Syifaun Andu’i).

 

Juga dari Alfaqih Abu Laits, ia berkata : “Allah Taala telah memfirmankan di dalam kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alquran, serta di dalam seluruh kitab-kitab-Nya, dan memerintahkan dalam semua kitab-kitab tersebut, juga mewahyukannya kepada seluruh rasulNya, yaitu menjadikan keridaan-Nya terletak pada keridaan ibu-bapaknya, dan kemurkaan-Nya terletak pada kemurkaan ibu-bapak”.

 

Ketika Rasulullah saw. ditanya, “Amal apakah yang paling utama?”. Beliau menjawab : “Salat pada waktunya, kemudian berbuat baik kepada kedua ibu-bapak, kemudian berjuang di jalan Allah”. (Demikian tersebut di dalam kitab At Tanbih).

 

Konon, ada tiga ayat yang memuat tiga macam perkara yang bergandengan, yang dak akan diterima salah satu daripadanya tanpa yang lain.

 

Pertama, firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat!” Maka barangsiapa melakukan salat namun tidak mengeluarkan zakat (jika ia mampu Mengeluarkannya, pent.) niscaya salatnya tidak akan diterima.

 

Kedua, firman Allah Taala :

 

Artinya : “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasulullah!”. Maka barangsiapa mentaati Allah Taala, namun tidak mentaati Rasul-Nya, niscaya taatnya kepada Aliah Taala itu tidak akan diterima.

 

Ketiga, firman Allah Taala :

 

Artinya : “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu!”.

 

Maka barangsiapa yang hanya bersyukur kepada Allah Taala namun dia tidak bersyukur pula kepada kedua ibu-bapaknya, niscaya syukurnya kepada Allah itu tidak akan diterima.

 

Adapun dalil atas hal tersebut di atas adalah sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa yang telah menyenangkan kedua ibu-bapaknya maka sesungguhnya dia telah menyenangkan Penciptanya: dan barangsiapa yang telah memurkakan kedua ibu-bapaknya, berarti dia pun telah memurkakan Penciptanya”. (Tanbihul Ghafilin).

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi Sulaiman as. pernah melakukan perjalanan di antara langit dan bumi hingga sampailah Beliau di sebuah lautan yang dalam. Beliau melihat di laut itu ada ombak yang hebat. Lalu Beliau memerintahkan kepada angin supaya tenang, maka angin pun menjadi tenang. Kemudian Beliau menyuruh seorang jin ifrit supaya menyelam ke dalam laut itu. Maka jin ifrit itu pun menyelam ke dalam laut. Ketika ia sampai ke dasar laut, tampak olehnya sebuah kubah yang terbuat dari mutiara putih yang tidak berlubang. Kemudian benda itu dikeluarkannya dan diletakkannya di hadapan Nabi Sulaiman as. Melihat benda itu, Beliau merasa heran dan kagum, lalu Beliau berdoa kepa: da Allah, sehingga terbukalah pintu kubah itu. Ternyata di dalamnya ada seorang anak muda yang sedang bersujud. Maka Nabi Sulaiman as. bertanya kepadanya : “Wahai anak muda, siapakah engkau, apakah engkau dari golongan malaikat, atau jin, atau manusia?”.

 

Anak muda itu menjawab : “Saya adalah manusia”.

 

Nabi Sulaiman as. bertanya pula : “Dengan sebab apakah engkau berhasil mencapai kemuliaan seperti ini?”.

 

Anak muda itu menjawab : “Dengan sebab berbuat baik kepada kedua ibu-bapak. Ketika dahulu, ibu saya telah tua renta, saya menggendongnya di atas punggungku. Dan beliau selalu berdoa untukku : “Ya Allah, anugerahilah dia rasa puas, dan jadikanlah tempatnya sesudah wafatku, di suatu tempat, bukan di bumi dan bukan pula di langit”. Setelah ibuku meninggal dunia, saya pergi berkeliling di suatu pantai, lalu saya lihat di situ ada sebuah kubah dari mutiara putih. Kemudian saya mendekatinya, sekonyong-konyong kubah itu terbuka untukku, maka saya pun masuk ke dalamnya. Lantas, dengan seizin Allah Taala, kubah itu menutup kembali. Sejak itu, saya tidak tahu, apakah saya berada di angkasa atau pun di bumi. Namun, dalam kubah itu, Allah telah menyediakan rezeki untukku”.

 

Nabi Sulaiman as. bertanya : “Bagaimana Allah memberi rezeki di dalamnya ?”.

 

Anak muda itu menjawab : “Apabila saya merasa lapar, maka Allah menciptakan sebuah pohon yang berbuah lebat. Dari buah itulah, Allah memberi rezeki kepadaku. Dan apabila saya merasa haus, maka dari kubah itu keluar mata air yang warnanya lebih putih daripada susu, dan rasanya lebih manis daripada madu, serta lebih sejuk daripada es”.

 

Nabi Sulaiman as. bertanya pula: “Bagaimana engkau mengetahui perbedaan malam dan siang di dalamnya?”.

 

Anak muda itu menjawab : “Apabila masuk waktu Subuh, maka menjadi putihlah warna kubah itu, sehingga saya tahu bahwa hari telah siang. Dan apabila matahari terbenam, kubah itu menjadi gelap, sehingga saya pun tahu bahwa malam telah tiba”.

 

Kemudian Nabi Sulaiman as. berdoa kepada Allah Taala, maka tertangkuplah kembali kubah itu, sedang anak muda itu berada di dalamnya seperti semula. (Majma’ul Lathaif).

 

Diceritakan bahwa, Nabi Musa as. pernah memohon kepada Allah Taala : “Ilahi, perJihatkanlah kepadaku sahabatku di dalam surga”.

 

Maka Allah Taala berfirman : “Pergilah ke negeri anu, ke pasar anu, Di sana ada seorang tukang jagal yang wajahnya begini. Dialah yang akan menjadi sahabatmu di dalam surga kelak”.

 

Maka pergilah Nabi Musa as ke warung itu. Beliau berdiri di sana sampai menjelang terbenamnya matahari.

 

Kemudian tukang jagal itu mengambil sepotong daging, lalu diletakkannya di dalam sebuah keranjang. Ketika ia hendak pulang, Nabi Musa berkata kepadanya : “Sudikah Anda menerima saya sebagai tamu?.

 

“Ya,”. Jawabnya.

 

Maka pergilah Musa as. bersama tukang jagai itu hingga tiba di rumahnya, dan mereka pun lalu masuk ke dalamnya.

 

Kemudian tukang jagal itu mengambil daging yang dibawanya tadi dan dimasaknya menjadi kuah gulai yang enak. Setelah itu, dia keluarkan sebuah keranjang yang di dalamnya terdapat seorang perempuan tua yang sudah sangat lemah, seolah-olah anak burung merpati. Lalu lelaki itu mengeluarkan perempuan tua tersebut dari dalam keranjang tadi, kemudian ia mengambil sendok lalu mulai menyuapi perempuan tua itu dengan makanan sampai kenyang. Dan dicucinya pakaian perempuan tua itu lalu dikeringkannya, setelah itu dikenakannya kembali padanya. Setelah itu, diletakkannya kembali perempuan tua itu kedalam keranjang. Perempuan tua itu menggerak-gerakkan bibirnya. Kata Nabi Musa as. : “Sungguh aku lihat kedua bibirnya mengucapkan : “Ya Allah, jadikanlah puteraku sahabat Musa di dalam surga”.

 

Kemudian laki-laki itu mengambil kembali perempuan tua itu, lalu disandarkannya pada sebuah tiang. Maka Nabi Musa as. bertanya : “Apakah yang Anda lakukan?”.

 

Orang itu menjawab : “Ini adalah ibu saya. Dia sudah terlalu renta sehingga tidak mampu lagi duduk”.

 

 Nabi Musa as. berkata : “Berita gembira untukmu, Akulah Musa, dan Anda adalah sahabatku di dalam surga kelak”.

 

Semoga Allah Taala memudahkannya dengan berkat kemuliaan nama-nama-Nya yang indah, dan dengan berkat kemuliaan manusia yang merupakan makhluk Allah yang paling utama.

 

Kisah yang menarik ini disebutkan di dalam kitab Az Zubdah, maka hendaklah Anda membenarkan dan berpedoman kepadanya.

 

Konon diceritakan pula, bahwa seorang Majusi datang menemui Nabi Ibrahim as. minta diterima sebagai tamu. Nabi Ibrahim as. Menjawab : “Aku tidak akan menerimamu sebagai tamu sampai engkau keluar dari agamamu, meninggalkan agama Majusi”. Lalu orang itu pun berlalu.

 

Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada Beliau : “Hai Ibrahim, engkau tidak mau menerimanya sebagai tamu hingga dia keluar dari agamanya. Apa yang merugikanmu, seandainya engkau menerimanya sebagai tamu malam ini, padahal Kami telah memberinya makan dan minum selama tujuh puluh tahun sedang dia kafir kepada Kami”.

 

Keesokan harinya, Nabi Ibrahim as. mencari orang Majusi itu sampai ketemu, lalu diajaknya ke rumahnya. Majusi itu menjadi heran lalu berkata : “Alangkah anehnya perbuatan Anda ini. Kemarin Anda mengusirku, dan hari ini mengajakku bertamu?”.

 

Nabi Ibrahim as. memberitahukan kepada si Majusi itu bahwa, Allah Taala telah mewahyukan kepadaku mengenai dirimu begini dan begini. Maka berkatalah Majusi itu : “Benarkah Tuhan segala tuhan memperlakukan aku seperti ini, padahal aku kafir terhadapNya?. Ulurkanlah tanganmu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah, dan bahwa engkau adalah utusan Allah”.

 

Demikianlah diceritakan di dalam sebuah kitab nasihat, dan disebutkan juga oleh Syaikh Sa’id di dalam kitab Al Bustan.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya di dalam sedekah itu ada lima perkara : Pertama, sedekah itu menambah harta mereka. Kedua, obat bagi segala penyakit. Ketiga, Allah Taala menghilangkan bencana dari mereka. Keempat, mereka melewati Shirat (titian di atas neraka menuju surga) bagaikan kilat yang menyambar. Kelima, mereka masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab”

Sungguh benarlah apa yang disabdakan Rasulullah itu.

Dan sabda Beliau pula :

Artinya : “Amal yang paling utama adalah salat lima waktu, dan akhlak yang paling utama adalah tawadhu (rendah hati)”.

Sungguh benarlah apa yang disabdakan Rasulullah saw. itu. (Daqaiqul Akhbar). 

14. KEUTAMAAN CINTA KEPADA ALLAH DAN RASULNYA

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : nabi-nabi, para siddigin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka adalah teman yang sebaik-baiknya”. (QS. An Nisa : 69)

Tafsir :

(.    ) Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah. Ayat ini merupakan motivasi agar rajin melakukan ketaatan, dengan janji akan berteman dengan makhluk yang paling mulia dan paling agung derajatnya.

 

(.   ) yaitu : nabi-nabi, para siddigin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Ayat ini merupakan keterangan bagi kata dan menjadi hal (Keterangan) darinya atau dari dhamir (kata ganti nama)nya. Mereka terbagi kedalam empat golongan sesuai dengan kedudukan mereka masing-masing dalam bidang ilmu dan amal. Dan Aliah menyuruh seluruh umat manusia agar tidak meninggalkan mereka. Mereka adalah : (1) Para nabi yang memperoleh kesempurnaan ilmu dan amal, yang melampaui batas kesempurnaan sampai ke tingkat penyempurnaan. (2) Para siddigin, yang jiwa-jiwa mereka kadang-kadang naik dengan melalui jenjang-jenjang teori, argumentasi dan ayat-ayat, dan kadang-kadang pula naik dengan melalui tangga-tangga penyucian jiwa, latihan-latihan kerohanian, sampai ke tingkat makrifat, sehingga mereka mengetahui hakikat segala sesuatu dan memberitahukannya secara hakiki. (3) Para Syuhada, yang karena keinginan mereka untuk melakukan ketaatan dan bersungguhSungguh dalam memenangkan kebenaran agama Allah Taala. (4) Orang-orang saleh, yang menghabiskan umur mereka dalam berbuat taat kepada Aliah, dan membelanjakan harta mereka demi keridaan-Nya.

 

(.    ) Dan mereka adalah teman yang sebaik-baiknya. Kalimat ini mengandung makna ta’ajjub (kagum). Kata    dibaca nashab (dengan tanda nashab berupa fathah) adalah karena dia menjabat sebagai tamyiz (pembeda) atau hal (keterangan). Dan ia tidak dijamak karena kata ini bisa dipakai untuk maksud tunggal ataupun jamak, seperti kata     . Atau bisa juga, karena ia digunakan untuk menunjukkan masingmasing golongan itu, sehingga kalimat itu menjadi :     (Dan masing: masing dari mereka adalah teman yang sebaik-baiknya). (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : .

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku sepuluh kali di waktu pagi dan Sepuluh kali di waktu petang, Allah Taala akan memberinya rasa aman dari ketakutan terbesar pada hari kiamat, dan dia akan berada bersama-sama mereka yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dan siddigin”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

(      ) adalah penjelasan tentang mereka yang dianugerahi nikmat. Adapun sebab disebutkannya kebersamaan dengan para nabi lainnya, alaihimus salaatu wassalam, padahal pembicaraan ini adalah menerangkan tentang hukum ketaatan kepada Nabi kita sallallaahu alaihi wasallam, adalah karena disebutkannya mereka di dalam sebab turun. nya ayat ini, disamping sebagai isyarat bahwa ketaatan kepada Nabi kita saw. berarti harus pula taat kepada nabi-nabi yang lain. Karena syariat Nabi kita memuat pula syariatsyariat mereka, yang tidak berubah dengan perubahan masa. (Abus Su’ud).

 

(.     ) orang-orang yang menghabiskan umur mereka dalam berbuat bakti kepada Allah, dan menafkahkan harta mereka demi meraih keridaan-Nya. Yang dimaksud dengan “kebersamaan” disini bukan berarti berada pada satu derajat yang sama, dan bukan pula berarti bersekutu secara mutlak dalam memasuki surga, namun maksudnya adalah bahwa mereka sama-sama berada di dalam surga… (Abus Su’ud)

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa dia berkata : “Ayat ini turun berkenaan dengan salah seorang bekas budak Rasululiah saw. yang bernama Tsauban. Dia sangat mencintai Rasulullah, dan tidak sabar berpisah dari Beliau.

 

Pada suatu hari, dia menemui Nabi saw. dengan wajah yang berubah dari biasanya, tubuhnya agak kurus dan wajahnya menampakkan rona kesedihan yang sangat. Maka Rasulullah menanyakan tentang keadaannya itu. Tsauban menjawab : “Ya Rasulullah, saya tidak menderita suatu penyakit apa pun, hanya saja bila saya tidak melihat Baginda. saya merasa sangat kesunyian, sehingga saya bertemu dengan Baginda. Kemudian saya teringat akan hari kiamat, lalu saya merasa kuatir, jangan-jangan saya tidak bisa lagi melihat Baginda di sana. Karena saya tahu, bahwa Baginda akan diangkat bersama-sama para nabi lainnya. Seandainya saya dimasukkan ke dalam surga juga, tentu tempat saya berada di bawah tempat Baginda. Dan seandainya saya tidak masuk surga, maka tentu saya tidak akan melihat Baginda lagi untuk selama-lamanya. Maka bagaimana nanti keadaan saya!”. Maka turunlah ayat : “Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya ….) (Tafsir)

 

Dari Aisyah ra., katanya : “Barangsiapa mencintai Allah Taala, maka dia akan memperbanyak dzikrullah (mengingat Allah), dan buahnya adalah bahwa, Allah akan mengingatnya dengan rahmat dan ampunan-Nya, serta memasukkannya ke dalam surga bersama-sama para nabi dan wali-Nya, dan memuliakannya dengan melihat Jamal-Nya. Dan barangsiapa mencintai Nabi saw. maka dia akan memperbanyak membaca salawat untuknya, dan buahnya adalah dia akan memperoleh syafaat Beliau dan akan menemani Beliau di dalam surga”. (Demikian disebutkan di dalam kitab Jami’ush Shaghir).

 

Dari sahabat Anas ra., dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa mencintai sunnahku maka dia telah mencintaiku, dan siapa yang mencintaiku, dia akan berada bersamaku di dalam surga”.

 

Siapa yang ingin memperoleh kesempatan melihat Nabi saw. maka hendaklah dia mencintai Beliau dengan sepenuh hatinya. Dan tanda-tanda cinta kepada Beliau itu adalah dengan mematuhi segala sunnahnya yang mulia dan memperbanyak membaca salawat untuk Beliau saw. Sesuai dengan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa mencintai sesuatu niscaya dia akan banyak menyebutnya”. (Diriwayatkan di dalam kitab Al Firdaus)

 

Albaihagi meriwayatkan dari Umar bin Murrah Al Jauhanni ra., bahwa dia berkata : “Seorang laki-laki dari Qudha’ah menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Baginda, sekiranya saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Baginda adalah utusan Allah: dan saya melaksanakan salat lima waktu , berpuasa di bulan Ramadan dan mengerjakan salat pada malam-malamnya, serta menunaikan zakat, termasuk golongan manakah saya?”.

 

Rasulullah saw. menjawab : “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan melakukan semuanya tadi, maka dia akan berada bersama-sama para nabi, siddigin dan orangorang yang mati syahid pada hari kiamat seperti ini (lalu Beliau menegakkan jari-jarinya) sepanjang dia tidak berbuat durhaka kepada kedua ibu bapaknya. Karena orang yang berbuat durhaka kepada kedua ibu bapaknya jauh dari rahmat Allah Yang Maha Pengasih”. (Misykatul Anwar).

 

Dari Aisyah ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Apabila Allah Taala hendak memasukkan kaum mukminin ke dalam surga, Dia mengutus kepada mereka malaikat yang membawakan hadiah dan pakaian dari surga. Ketika mereka akan masuk, malaikat tadi berkata kepada mereka : “berhenti, saya membawa hadiah dari Tuhan semesta alam”.

 

Orang-orang mukmin itu bertanya : “Apakah hadiah itu?” Malaikat menjawab : “Hadiah itu adalah sepuluh buah cincin, yang pada cincin pertama tertulis : “Salam sejahtera atasmu, berbahagialah kamu, maka masuklah ke dalam surga buat selama-lamanya. Pada cincin kedua tertulis : “Masuklah kedalam surga dengan perasaan sejahtera dan aman”. Pada cincin ketiga tertulis : “Aku hilangkan dari kamu kesusahan-kesusahan dan kesedihan-kesedihan”. Pada cincin keempat tertulis : “Kami kenakan padamu pakaianpakaian”. Pada cincin kelima tertulis : “Dan Kami jodohkan mereka dengan bidadari-bidadari”. Pada cincin keenam tertulis : “Sesungguhnya Aku memberi ganjaran atas mereka pada hari ini, karena kesabaran mereka dahulu. Sesungguhnya mereka itulah orangorang yang beruntung”. Pada cincin ketujuh tertulis : “Kamu semua menjadi muda kembali dan tidak akan mengalami ketuaan lagi buat selama-lamanya”. Pada cincin kedelapan tertulis : “Kamu semua menjadi aman dan tidak akan merasa takut lagi buat selamalamanya”. Pada cincin kesembilan tertulis : “Teman-teman kamu ialah para nabi, siddigin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang saleh”. Pada cincin kesepuluh tertulis : “Kamu semua berada dalam lingkungan Tuhan Yang Maha Pengasih, Yang Memiliki Arsy yang mulia lagi agung”.

 

Maka masuklah mereka kedalam surga seraya berkata : “Segala puji bagi Allah Yang telah menghilangkan kesusahan dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih”. (Safinatul Abrar).

 

Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berpegang teguh pada sunahku pada saat kerusakan umatku, maka dia akan mendapatkan pahala seratus orang yang mati syahid”.

 

Dan Attirmidzi meriwayatkan dari Zaid bin Thalhah, dar ayahnya, dari kakeknya, dar Nabi saw. Beliau bersabda :

 

 

Artinya : “Sesungguhnya agama ini sebagai sesuatu yang asing dan akan kembah menjadi asing. Maka beruntunglah bagi orang-orang asing yang memperbaiki sunnahku yang dirusak oleh manusia sepeninggalku”. (Ath Thariqatul Muhammadiyah). .

 

Muqatil berkata : “Sepuluh ekor binatang yang akan masuk ke dalam surga : (1) anak Sapi Nabi Ibrahim as. (2) domba Nabi Ismail as, (3) unta Nabi Saleh as, (4) ikan Nabi Yunus as, (5) sapi betina Nabi Musa as, (6) keledai Nabi Uzair as, (7) semut Nabi Sulaiman as, (8) burung hudhud Ratu Bilgis, (9) anjing penghuni gua, (10) burag Nabi Muhammad saw. Binatang-binatang itu semuanya akan berubah menjadi domba. Kemudian Allah Taala akan mengadili hamba-hamba-Nya. Pada hari itu, tidak ada satu malaikat yang mendekatkan kepada Allah, atau nabi yang diutus oleh Allah, atau orang yang mati syahid, melainkan menyangka bahwa dirinya tidak selamat, demi setelah melihat hebatnya azab dan hisab, dan kengerian hari itu, selain dari orang yang dipelihara Allah “ (Misykatul Anwar).

 

Dan dari Hasan Albashri ra., katanya : “Pada suatu hari, saya melihat Bahran Al Ajami membongkar kuburan dan mengambil kepala-kepala orang yang mati, lalu ditusukkan tongkatnya ke dalam lubang telinga orang yang mati itu. Maka jika tongkatnya itu menembus lobang telinga yang satu sampai ke lobang telinga lainnya, kepala itu dilemparkannya. Dan jika tongkatnya tidak dapat menembus lobang telinga itu sama sekali, maka kepala itu dilemparkannya juga dan jika tongkatnya itu mengenai tempat otak, maka kepala itu diciuminya dan ditanamkannya kembali. Maka saya bertanya kepadanya tentang hal itu, dia menjawab : “Kepala yang bisa ditembus oleh tongkat dari satu telinga ke telinga lain itu ialah kepala orang yang mendengar nasehat dan perkataan yang benar, namun semuanya itu masuk dari satu telinga lalu keluar dari telinga yang lain, tanpa menetap di otaknya dan tidak diambil olehnya, maka kepala seperti itu tidak ada kebaikan padanya. Adapun kepala yang tidak bisa ditembus sama sekali oleh tongkat itu ialah kepala orang yang tidak mendengar nasehat dan perkataan yang benar karena kesibukannya dengan keinginan-keinginan nafsu dan syahwatnya, maka kepala seperti itu tidak ada kebaikan sama sekali padanya. Dan kepala yang bisa ditembus oleh tongkat dan mengenai tempat otaknya itu ialah kepala orang yang mendengarkan nasehat dan perkataan yang benar lalu diambil dan disimpannya di otaknya. Kepala seperti itulah yang diterima di sisi Allah, karenanya saya menciuminya dan menguburkannya kembali”. (Hayatul Qulub)

 

Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim, Attirmidzi dan Ibnu Majah, dari sahabat Abu Hurairah ra, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Al Jami’u Ash Shaghir, bahwa Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Allah Taaia berfirman : “Aku telah menyiapkan (maksudnya : Aku telah menyediakan. Ini merupakan dalil bahwa surga itu sekarang telah diciptakan, demikian kata Al Manawi) bagi hamba-hamba-Ku yang saleh (maksudnya : mereka yang menunaikan kewajiban mereka, baik berupa hak Allah maupun hak sesama makhluk), apa-apa yang tidak pernah dilihat oleh mata (maksudnya : apa-apa yang mata tidak pernah melihatnya. Karena kata ‘ain (mata) dalam susunan kalimat nafi (negatif) memberi pengertian “menyeluruh”), dan tidak pernah didengar oleh telinga (dengan mentanwinkan kata-kata ‘ain (mata) dan udzun (telinga), dan ada pula riwayat yang memfathahkan keduanya), serta tidak pernah terlintas di dalam hati manusia (artinya : bahwa Allah Taala menyimpan kenikmatan-kenikmatan, kekayaan-kekayaan dan kelezatan: kelezatan di dalam surga yang tidak pernah dilihat oleh seorang makhluk pun dengan cara apa pun”. (Demikian disebutkan oleh Al Manawi).

 

Ketahuilah, bahwa seseorang hamba itu memiliki tiga hal yang merupakan jenis-jenis dari kebaikannya, yaitu : (1) perbuatan hatinya, yaitu at tasdig (membenarkan). Perbuatan hati ini tidak bisa dilihat dan tidak bisa didengar, namun bisa diketahui. (2) perbuatan lisannya, ia bisa didengar. (3) perbuatan anggota tubuhnya, ia bisa dilihat. Apabila seorang hamba mengerjakan amal saleh dengan ketiga macam organ tadi, maka Allah akan menjadikan bagi pendengarannya sesuatu yang belum pernah terdengar oleh telinga, dan bagi penglihatannya sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata. dan bagi amal hatinya, sesuatu yang belum pernah terlintas di dalam hati manusia manapun. Oleh karena itu, seorang hamba haruslah tekun mengerjakan ketaatan, sebab Allah tidak akan mengurangi sedikit pun dari pahala-pahala perbuatan yang baik, bahkan Dia akan memberikan ganjaran berupa surga dan derajat-derajat yang tinggi. (Sananiyah)

 

Diriwayatkan dari Hatim Azzahid, katanya : “Barangsiana mengaku cinta kepada Tuhannya tanpa berlaku wara’, maka dia adalah seorang pembohong. Barangsiapa mengaku akan masuk surga tanpa menafkahkan hartanya, maka ia pun adalah seorang pembohong. Barangsiapa mengaku cinta kepada Nabi saw. tanpa mengikuti sunnahnya, maka dia adalah seorang pembohong. Dan barangsiapa mengaku cinta kepada derajatderajat yang tinggi tanpa mau bersahabat dengan orang-orang fakir dan miskin, maka dia pun adalah seorang pembohong”. (Tanbihul Ghafilin).

 

Dan dari Sa’dun Al Majnun, bahwa dia pernah menulis lafaz Allah di telapak tangannya. Lantas Sirri Assigti bertanya kepadanya : “Apakah yang Anda lakukan, hai Sa’dun?”.

 

Sa’dun menjawab : “Saya mencintai Allah Taala, dan saya telah menulis nama Tuhanku di hatiku sehingga tidak ditempati oleh selain Dia. Dan saya pun telah menulisnya pada lidahku, sehingga lidahku tidak menyebut yang lain selain Dia. Dan sekarang saya menuliskannya pada telapak tanganku, sehingga saya dapat melihatnya dengan mataku, maka penglihatanku hanya akan sibuk dengan-Nya”. (Misykatul Anwar)

 

Dikisahkan, bahwa di akhir hayatnya, Samnun mengawini seorang perempuan, lalu perempuan itu melahirkan seorang anak perempuan untuknya. Ketika sang anak berusia tiga tahun, Samnun merasakan kecintaan yang sangat pada anaknya itu. Kemudian dia bermimpi seolah-olah kiamat telah bangkit, dan panji-panji para nabi dan wali telah dikibarkan, dan di belakang mereka ada sebuah bendera yang tinggi, yang cahayanya telah menutupi cakrawala. Samnun menanyakan tentang bendera itu, lantas dijawab malaikat : “Itu adalah bendera orang-orang yang mencintai Allah dengan tulus”. Samnun melihat dirinya tiba-tiba berada di tengah-tengah mereka. Namun malaikat datang lalu mengeluarkannya dari tengah-tengah mereka. Samnun memprotes : “Saya mencintai Allah Taala, dan ini adalah bendera orang-orang yang mencintai-Nya, kenapa engkau keluarkan saya?”

 

Malaikat itu menjawab : “Ya, memang engkau termasuk golongan orang-orang yang mencintai Allah Taala. Namun, kecintaan kepada anakmu itu telah menguasai hatimu, maka kami hapus namamu dari golongan orang-orang yang mencintai Allah Taala”.

 

Mendengar jawaban malaikat itu, Samnun menangis sambil mengiba-iba di dalam tidurnya seraya berkata : “Ilahi, seandainya anak itu menjadi penghalang bagiku terhadapMu, maka singkirkanlah dia dariku sehingga aku dapat mendekat kepada-Mu dengan kelembutan dan kemurahan-Mu”.

 

Kemudian dia mendengar suara teriakan yang mengatakan : “Wah, celaka!”. Maka Samnun pun terjaga, lalu dia bertanya : “Teriakan apakah ini?”.

 

Orang-orang menjawab : “Anak Anda terjatuh dari loteng sampai mati!”.

 

Samnun berucap : “Segala puji bagi Allah Yang telah menghilangkan penghalang dariku”. (Misykatul Anwar).

 

Dari Dzunnun Al Mishri, dia berkata : “Saya pernah melihat seorang laki-laki sedang duduk bersila di angkasa sambil mengucapkan lafaz Jalalah (Allah…..Allah), maka Saya bertanya kepadanya : “Siapakah Anda?”. Orang itu menjawab : “Saya salah seorang ham. ba Allah”.

 

Saya bertanya pula : “Dengan amalan apakah Anda sampai meraih kemuliaan ini?”.

 

Dia menjawab : “Saya meninggalkan keinginan saya demi keinginan Dia, maka Allah Taala menempatkan saya di angkasa”.

 

Begitu juga diceritakan tentang Samnun Almajnun, bahwa dia dahulu terkenal dengan kecintaannya kepada Tuhannya. Orang-orang menamakannya Samnun si orang gila, sedangkan orang-orang khawas menamakannya Samnun si pencinta, dan dia sendiri menamakan dirinya Samnun si pendusta. Pada suatu hari, dia naik ke atas mimbar untuk memberikan nasehat kepada orang banyak, namun orang-orang tidak mau memperhati. kan omongannya, maka ditinggalkannya orang-orang itu lalu dia berpaling kepada lenteralentera Mesjid, seraya berkata : “Dengarlah olehmu hai lentera-lentera, Suatu berita aneh dari lisan Samnun….

 

Tiba-tiba orang banyak melihat lentera-lentera itu bergoyang-goyang dan terpecahbelah, lalu berguguran, saking kuatnya pengaruh perkataan Samnun. (Demikian disebutkan di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).

 

Alhasil, bahwa ketaatan kepada Allah Taala dan kepada Rasul-Nya itu adalah sarana untuk dapat berteman dengan para nabi, para wali dan orang-orang saleh.

 

Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Seorang laki-laki menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, apa pendapat Baginda tentang seorang laki-laki yang mencintai suatu kaum, apakah dia akan dipertemukan dengan mereka?”. Beliau menjawab : “Orang akan bersama-sama dengan siapa yang dia cintai”. (Demikian disebutkan dalam kitab Al Mashabih).

 

Maka barangsiapa mencintai Allah Taala, dia tentu akan banyak menyebut-Nya, maka dia akan diingat oleh Allah Taala dengan memberinya rahmat dan ampunan-Nya serta memasukkannya kedalam surga bersama para nabi dan wali-Nya, juga akan memuliakannya dengan memberinya kesempatan untuk melihat Jamal-Nya. Dan barangsiapa mencintai Nabi saw. maka dia akan memperbanyak membaca salawat untuknya, sedang buahnya adalah bahwa dia akan memperoleh syafaat Beliau dan akan bersahabat dengan Beliau di dalam surga. (Sananiyah)

 

Diriwayatkan dari Said, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah sesuatu kaum duduk di suatu majelis tanpa membaca salawat untukku, melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka, sekalipun mereka nanti masuk surga, disebabkan oleh pahala (membaca salawat) yang mereka lihat”. (Syifaun Syarif)

15. KEUTAMAAN MEMBERI SALAM

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas tiap-tiap sesuatu”. (QS. Annisaa’ : 86)

 

Tafsir :

 

(.    ) Apabila kamu diberi penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Jumhur (golongan terbanyak dari) ulama berpendapat bahwa, ayat ini membicarakan tentang “salam”, dan sekaligus menunjukkan tentang kewajiban membalas “salam”. Jawaban salam itu bisa dengan yang lebih baik, misalnya dengan menambahkan kalimat “warahmatullah”, dan jika kalimat ini sudah diucapkan oleh si pemberi salam, maka jawabnya bisa ditambah dengan kalimat “wabarakatuh”, ini merupakan salam yang paling lengkap. Atau, bisa juga dijawab sama seperti ucapan si pemberi salam, sebagaimana diriwayatkan, bahwa seorang laki-laki mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. “Assalamu alaika”. Dijawab oleh Nabi : “Wa alaikas salaam warahmatullah”. Kemudian yang lain mengucapkan : “Assalamu alaika warahmatullah”. Nabi menjawab : “Wa alaikas salaam wa rahmatullah wa baraakatuh”. Lantas yang lain lagi mengucapkan : “Assalamu alaika warahmatullah wa barakatuh”. Beliau menjawab : “Wa alaika”.

 

Orang itu memprotes : “Baginda sudah mengurangi jawaban salam saya. Manakah yang difirmankan Allah Taala?”. Kemudian dia membacakan ayat tadi.

 

Maka Nabi saw. menjawab : “Salammu itu tidak meninggalkan sisa untukku maka aku menjawab salammu itu dengan salam yang sama”.

 

Itu dikarenakan, salam orang tersebut telah meliputi semua bagian keinginan, yaitu selamat dari bahaya dan beroleh manfaat serta tetapnya manfaat itu.

 

Berdasarkan hadis ini pula, ada yang mengatakan : “Atau, untuk memberi pilihan, apakah orang yang memberi salam itu akan menyampaikan salam dengan sebagian saja daripadanya, atau secara sempurna. Sedang kewajiban menjawab salam itu adalah fardhu kifayah.

 

Dan sekalipun salam itu disyariatkan, namun ia tidak boleh dijawab ketika orang sedang mendengarkan khutbah Jumat, atau ketika sedang membaca Alquran, atau ketika sedang berada di kamar kecil, atau ketika sedang buang air, dan lain-lain yang serupa.

 

(.    ) Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas tiaptiap sesuatb. Dia membuat perhitungan atas kamu karena salam atau lainnya. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Salam adalah salah satu dari asma (nama-nama) Allah, maka sebarkanlah ia di antara kamu”. Dalam riwayat lain :

 

Artinya : “Apabila seorang muslim memberi salam kepada muslim lainnya, kemudian orang itu menjawab salamnya. Maka malaikat mendoakan orang yang menjawab salam itu sebanyak tujuh puluh kali. Jika orang itu tidak menjawabnya, maka salam itu akan dijawab oleh makhluk-makhluk lain yang ada bersamanya, kemudian mereka akan mengutuknya sebanyak tujuh puluh kali”.

 

Dahulu, Abu Muslim Al Khaulani ra. pernah berjalan melewati suatu kaum, tetapi dia tidak mengucapkan salam kepada mereka. Dia memberikan alasan : “Tidak ada yang menghalangi saya dari memberi salam kepada mereka selain dari rasa kuatir saya, nanti mereka tidak menjawab salam saya, sehingga mereka dikutuk oleh malaikat”. (Bahrul Ulum)

 

Dan dikemukakan di dalam kitab Bustanul Arifin : “Apabila kamu melewati suatu kaum maka ucapkanlah salam kepada mereka. Jika kamu telah mengucapkan salam kepada mereka maka mereka wajib menjawabnya”.

 

Dan dikemukakan juga di dalam kitab tadi : “Orang yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk: orang yang lebih muda memberi salam kepada orang yang lebih tua, orang yang berkendaraan memberi salam kepada orang yang berjalan kaki : orang yang menunggang kuda memberi salam kepada orang yang menunggang keledai, dan orang yang datang dari belakang Anda memberi salam kepada Anda : orang yang menjawab salam itu harus memperdengarkan ucapan salamnya, sebab kalau tidak terdengar maka itu bukan jawaban: orang harus memberi salam kepada keluarganya ketika dia memasuki rumahnya. Jika dia memasuki rumah yang tidak ada seorang pun penghuninya, maka hendaklah dia mengucapkan : “Asslamu alaina wa ala ibadillaahish shaalihiin”. (salam sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh). Karena malaikat akan menjawab salamnya, maka akan diperoleh keberkahan yang lebih banyak dan lebih sempurna.

 

Para ulama berbeda pendapat dalam hal pemberian salam kepada anak kecil. Sebagian ulama berpendapat bahwa, mereka diberi salam, yang lain mengatakan, tidak diberi salam, dan sebagian lagi mengatakan, memberi salam kepada mereka lebih utama dari meninggalkannya. Dan pendapat terakhir inilah yang kami ambil.

 

Di dalam kitab Zubdatul Masail disebutkan : “Apabila seorang laki-laki mengucapkan : “Assalamu alaika, Ya Zaid”. Kemudian salam itu dijawab oleh Amr, maka kewajiban menjawab salam tersebut tidak gugur dari Zaid”.

 

Sedang di dalam kitab Raudhatul Ulama disebutkan : “Apabila seorang berjumpa dengan orang lain, dalam hal ini ulama berbeda pendapat: sebagian ulama berpendapat bahwa, orang yang datang dari kota memberi salam lebih dahulu kepada orang yang datang dari desa. Karena dia datang dari tempat yang aman, maka dia memberi salam kepada orang yang datang dari desa, sebagai pemberitahuan tentang keselamatan keadaan di kota: sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwa, orang yang datang dari desa itulah yang seharusnya memberi salam lebih dahulu kepada orang yang datang dari kota. Karena orang yang datang dari kota itu datang dari tempat yang lebih baik”. (Syarhun)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menulis salawat atasku dalam sebuah kitab, maka para malaikat senantiasa memohon ampun untuknya selama tulisan namaku itu masih berada di dalam kitab tersebut”.

 

Dikatakan bahwa, memulai dengan ucapan salam sebelum berbicara atau menyampaikan hajat adalah sunnah mustahabbah, bukan wajib. Sedangkan mendengarkan salam tadi adalah mustahab, bahkan wajib menurut pendapat yang sahih, yaitu sunnah kifayah, sedang menjawab salam adalah fardhu kifayah. Jika ada sekumpulan orang banyak, lalu salah seorang dari mereka memberi salam, maka salamnya itu telah mencukupi mereka semua. Sedang kalau mereka semua memberi salam, maka itu adalah lebih utama dan lebih sempurna. Demikian pula menjawabnya adalah wajib, sehingga apabila jawaban salam itu tidak terdengar oleh orang yang memberi salam, maka kewajiban menjawab salam itu tidak gugur dari orang yang menerima salam. Sampai-sampai dikatakan, seandainya orang yang memberi salam itu tuli, maka wajib atas orang yang menjawab salam itu menggerakkan kedua bibirnya dan memperlihatkannya kepada orang yang memberi salam itu, sehingga kalau dia tidak tuli, tentu akan terdengar olehnya.

 

Dan dikatakan, apabila seseorang mengucapkan : “Assalamu alaikum”. Dengan menggunakan kata ganti mufrad ( ), maka jawablah : “Wa alaikumussalaam”, dengan kata ganti jamak (  ). Karena orang mukmin itu tidak sendirian, tetapi disertai oleh malaikat. Maka tidak sepatutnya seorang muslim mengucapkan “alaika” dengan dimufradkan. Karena, kalau dia mengucapkan seperti itu, maka berarti dia telah mengharamkan malaikat dari salamnya itu, dan juga mengharamkan dirinya sendiri dari jawaban para malaikat. Dan kalau pun para malaikat itu tidak memerlukan ucapan salam kita, namun kita tetap memerlukan jawaban mereka yang memohonkan rahmat.

 

Adapun bentuk jawabannya, sebaiknya adalah dengan kalimat : “Wa alaikumussalam” dengan diawali oleh waw (.  ). Kalau waw (.  ) itu dihilangkan, boleh saja, tetapi berarti meninggalkan yang lebih utama. Dan barangsiapa hendak mengucapkan salam, dia boleh memarrifatkan kata “salam” (.   ), dan boleh juga menakirahkannya (.    ). Sedangkan di dalam salat, ucapan salam itu harus selalu dima’rifatkan.

 

Dan disyaratkan dalam hal menjawab salam, bahwa ia harus dijawab langsung ketika itu juga. Kalau jawaban salam itu ditunda, artinya tidak langsung dijawab, maka itu tidak disebut sebagai jawaban. Dan orang yang menerima salam itu menjadi berdosa, karena tidak menjawab salam. Dan juga, karena dengan tidak menjawab salam itu berarti dia telah menghina orang yang memberi salam.

 

Dan kalau datang ucapan salam dari orang yang disampaikan oleh orang lain, atau dicantumkan dalam sebuah surat, maka wajib pula dijawab seketika. (Yang kalau disampaikan oleh orang lain, jawabannya biasanya adalah : alaika wa ‘alaihis salaam, pent.)

 

Salam tidak boleh diucapkan kepada tukang bid’ah, orang kafir dan orang yang suka main. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah menjawab salam orang kafir dan memulai memberi salam kepada mereka. Menurut pendapat kami (penyusun kitab ini, pent.), haram memulai salam kepada mereka, tetapi wajib menjawab salam mereka dengan cara mengucapkan : “alaika”, tanpa waw, atau : “alaika mitsluhu”. Adapun dalil untuk tidak memulai memberi salam kepada orang kafir itu adalah hadis dari Nabi saw. yang berbunyi :

 

Artinya : “Janganlah kalian memulai memberi salam kepada orang-orang Yahua, dan Nasrani. Jika kalian bertemu dengan salah seorang dari mereka di jalan, paksalah dia agar tidak mengucapkan salam. Karena memulai memberi salam kepada mereka itu ber. arti memuliakan mereka, padahal memuliakan orang kafir itu tidak diperbolehkan”.

 

Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Kamu tidak akan masuk surga kecuali kamu beriman dengan iman yang sempurna, dan kamu tidak akan beriman dengan sempurna kecuali kamu saling mencintai. Ingatlah, aku akan menujukkan kepadamu suatu perbuatan, yang jika kamu lakukan maka kamu akan saling mencintai. Sebarkanlah salam di antara sesama kamu”. (HR. Muslim dan Abu Daud)

 

Hadis ini mengandung suatu anjuran yang sangat penting, yaitu supaya menyebarkan ucapan salam kepada kaum muslimin semuanya, baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal.

 

Disebutkan di dalam kitab At Tatarkhaniyah: “Memberi salam pada beberapa keadaan berikut ini hukumnya makruh tahrim, yaitu : ketika orang sedang membaca Alquran dengan suara keras. Tetapi orang yang sedang membaca Alquran itu boleh menjawab salam tersebut, karena dia bisa memperoleh dua keutamaan, dari membaca Alquran dan menjawab salam. Begitu pula bagi orang yang sedang mendengarkan pembacaan Alquran. Dan juga ketika sedang mendiskusikan ilmu, dalam hal ini, tidak boleh memberi salam kepada seorang pun yang sedang mendiskusikan ilmu. Jika hal itu dilakukan, maka orang yang memberi salam itu menjadi berdosa. Dan demikian pula, ketika sedang diserukan azan atau igamat. Adapun menjawab salam dalam keadaan-keadaan yang disebutkan tadi, menurut pendapat yang benar, juga tidak diperbolehkan, sekalipun dengan suara pelan.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Saya telah melayani Rasulullah saw. selama sepuluh tahun. Dan selama itu pula, belum pernah Beliau mengatakan tentang sesuatu yang telah saya kerjakan, kenapa engkau lakukan itu: dan belum pernah mengatakan tentang sesuatu yang tidak saya kerjakan, kenapa engkau tidak melakukannya. Beliau bersabda : “Hai Anas, aku memberi wasiat kepadamu dengan satu wasiat, maka ingatlah. Perbanyaklah salat di waktu malam, niscaya engkau akan dicintai oleh para malaikat hafazah (malaikat yang menjaga keselamatan manusia, pent.). Jika engkau menemui keluargamu maka ucapkanlah salam kepada mereka, niscaya Allah akan menambah keberkatan-keberkatanmu. Dan jika engkau mampu untuk tidak tidur

 

kecuali dalam keadaan suci, maka lakukanlah, sebab jika engkau sampai meninggal dunia ketika itu, niscaya engkau mati sebagai syahid. Jika engkau keluar meninggalkan keluargamu, maka berilah salam kepada siapa saja yang engkau jumpai, niscaya Allah akan menambah kebaikan-kebaikanmu. Hormatilah orang-orang Islam yang sudah tua, dan kasihanilah orang-orang Islam yang masih muda, niscaya aku dan engkau akan tinggal di dalam surga seperti ini (kemudian Beliau mengisyaratkan dengan merenggangkan jari telunjuk dari jari tengahnya). Dan ketahuilah wahai Anas, bahwa Allah rida kepada seorang hamba dikarenakan suatu suapan yang dimakannya, kemudian dia memuji Allah karenanya: dan seteguk air yang dia minum, kemudian dia memuji Allah karenanya”. (Alhadis) Dan dari Ibnu Salam ra., katanya : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, dan salatlah di waktu malam, ketika orang lain sedang tidur pulas, niscaya kamu akan masuk surga”.

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya di dalam surga ada kamar-kamar dari bermacam-macam warna seluruhnya, luarnya bisa terlihat dari dalam dan dalamnya bisa terlihat dari luar. Di sana terdapat kenikmatankenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata siapa pun, tidak pernah didengar oleh telinga siapa pun, dan tidak pernah terlintas dalam benak siapa pun”.

 

Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, untuk siapakah kamar-kamar itu gerangan?”.

 

Beliau menjawab : “Untuk orang yang menyebarkan salam, memberi makan, melanggengkan puasa dan salat malam di saat orang lain masih tidur”.

 

Para sahabat bertanya kembali : “Siapakah yang mampu melakukan itu, Ya Rasulullah?”.

 

Beliau menjawab : “Aku akan memberitahukan kepadamu tentang itu. Orang yang berjumpa dengan saudaranya sesama muslim lalu dia memberi salam kepadanya, maka berarti dia telah menyebarkan salam. Orang yang memberi makan kepada keluarganya dan kepada orang-orang yang menjadi tanggungannya sampai kenyang, maka berarti da telah memberi makan. Orang yang berpuasa di bulan Ramadan dan enam hari di bulan Syawwal, maka berarti dia telah melanggengkan puasa. Dan orang yang melaksanan in salat Isya dan salat Subuh secara berjamaah, maka berarti dia telah melakukan salat malam ketika orang lain masih tidur, yaitu orang-orang Yahudi, Nasrani dan Majusi’. (Demikianlah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al Andalusi ra.)

 

Dan dimakruhkan memberi salam ketika hadis sedang diriwayatkan, ketika azan dan igamat, apabila orang-orang sibuk menjawab azan dan igamat itu. Dalam hal ini, menjadi berdosalah orang yang memberi salam itu, sedangkan orang yang menerimanya tetap wajib menjawabnya. Dan dimakruhkan juga memberi salam kepada orang yang sedang berada di dalam kamar kecil. Menurut Abu Hanifah ra., orang yang berada di kamar kecil itu boleh menjawabnya dengan hatinya, bukan dengan lidahnya. Sedang menurut Abu Yusuf, tidak boleh menjawabnya sama sekali. Dan menurut Muhammad, boleh menjawabnya setelah dia selesai dari hajatnya. Dan dimakruhkan pula memberi salam kepada orang yang sedang salat. Kalau itu dilakukan, maka berdosalah orang yang memberi salam itu, sedang salamnya tidak perlu dijawab. Dan dimakruhkan memberi salam kepada pengemis. Dan kalau pengemis itu yang memberi salam, maka salamnya tidak wajib dibalas. Dan dimakruhkan memberi salam kepada hakim di pengadilan, dan dia tidak wajib menjawab salam. Dan dimakruhkan memberi salam kepada guru yang sedang mengajar. Kalau ada murid memberi salam kepada gurunya itu, maka sang guru tidak wajib membalasnya. Dan dimakruhkan pula memberi salam kepada : orang yang sedang bermain Catur, orang yang sedang bermain gundu dan lain-lain permainan, kepada tukang bid’ah, orang komunis, orang zindig, pelawak, tukang dongeng yang dusta, orang yang suka berfoya-foya, orang yang suka mencaci, orang yang suka mencela, orang yang dudukduduk di tepi jalan untuk memandang wanita-wanita cantik atau anak banci yang elok. Dan dimakruhkan pula memberi salam kepada orang yang sedang telanjang, baik di kamar mandi atau di tempat lainnya, juga kepada orang yang suka bergurau, orang yang Suka berdusta, orang yang suka mencela orang lain, orang yang sedang sibuk di pasar, Orang yang makan makanan di pasar atau di warung, sedang orang banyak melihatnya, juga kepada penyanyi, kepada tukang menerbangkan merpati dan kepada orang kafir. (Demikian menurut Ibnu Kamal Basya – semoga Allah memudahkan baginya apa yang dikehendakinya – di dalam syarah hadis “Salam sebelum Bicara”).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berbicara sebelum memberi salam, maka jangan dijawab”.

 

Dari sahabat Ibnu Abbas ra. katanya : “Iblis yang terkutuk itu menangis ketika melihat orang mukmin saling memberi salam, dia berkata : “Oh celaka, tidaklah kedua orang mukmin ini berpisah, melainkan keduanya mendapat ampunan”.

 

Konon, cara penghormatan orang-orang Nasrani adalah dengan meletakkan tangan di mulut, cara penghormatan orang-orang Yahudi adalah dengan isyarat jari, cara penghormatan orang-orang Majusi adalah dengan membungkuk: cara penghormatan orangorang Arab kuno adalah ucapan “hayyakallah”, dan cara penghormatan kaum muslimin adalah ucapan “assalamualaikum warahmatullah wa barokatuh”, dan ini merupakan penghormatan yang paling mulia. (Al Mangulat).

 

Dari sahabat Imran bin Hushain ra., katanya : “Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw. lalu mengucapkan : “Assalamualaikum”, maka Nabi menjawabnya, kemudian bersabda : “Engkau memperoleh sepuluh kebaikan”. Setelah itu masuk yang lain lalu memberi salam: “Assalamualaikum Warahmatullah wa barokatuh”. Nabi menjawab salamnya, lalu bersabda : “Engkau memperoleh tiga puluh kebaikan”. Lalu datang pula yang lain seraya mengucapkan salam : “Asslamu alaikum wa rahmatullah wa barokatuh wa maghfirotuh”. Nabi menjawab salamnya, seraya bersabda : “Engkau memperoleh empat puluh kebaikan”. (Demikian dikemukakan di dalam kitab Misykatul Mashabih)
[]

16. TENTANG WAFAT NABI SALLALLAAHU ALAIHI WASALLAM

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Almaidah : 3)

 

Tafsir :

 

(.   ) Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dengan pertolongan dan dimenangkan atas agama-agama lain seluruhnya: atau dengan ditetapkannya dasar-dasar akidah dan ditentukannya pokok-pokok syariat dan aturanaturan ijtihad.

 

(.     ) dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-nikmat-Ku dengan petunjuk dan taufik, atau dengan disempurnakannya agama Islam, atau dengan penaklukkan kota Mekah dan dihancurkannya lambang-lambang jahiliyah.

 

(.     ) dan telah Kuridai Islam, telah Kupilih Islam bagimu…

 

(       ) menjadi agama, di antara agama-agama lain, dan ia adalah agama yang hak (benar) di sisi Allah, tidak yang lain. (Aodhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Jibril berkata kepadaku : “Ya Muhammad, sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan sebuah lautan di balik Gunung Qaf. Di laut itu terdapat ikan yang mengucapkan salawat atasmu. Barangsiapa mengambil seekor ikan dari laut itu maka kedua tangannya akan menjadi lumpuh, sedang ikan itu akan berubah menjadi bebatuan”.

 

Hadis ini menunjukkan bahwa, apabila seseorang membaca salawat atas Nabi saw. dan melaksanakan salat lima waktu dengan berjamaah, maka dia akan selamat dari tangan-tangan malaikat Zabaniyah dan dari azab neraka.

 

Diriwayatkan bahwa, pada saat ayat ini turun, Umar ra. menangis, sehingga Nabi saw. bertanya kepadanya : “Kenapa engkau menangis, hai Umar?”.

 

Umar monjawab : “Saya monangis, karena dahulu kita selalu dalam penambahan pada urusan agama kita. Maka sotolah dia sempurna tentu dia akan berkurang Karena dak ada sesuatu pun yang sompurna, melainkan akan manjadi berkurang”.

 

Nabi saw. berkata : “Engkau benar”. (Abu Su’ud).

 

Firman Allah : Dalam-nya menunjukkan masa, era, zaman. Sedang maksudnya adalah, waktu sekarang, atau waktu-waktu yang ada kaitannya dengan waktu sekarang, baik yang telah lalu maupun yang akan datang.

 

Dan telah diriwayatkan bahwa, ayat ini turun pada hari Jumat setelah Asar, di Arafah pada saat haji Wada. Ketika itu, Nabi saw. melakukan wukuf di atas punggung seekor unta. Setelah turunnya ayat ini, tidak ada lagi ayat-ayat yang berkaitan dengan hal-hal fardu yang turun. Pada saat turun ayat ini, Nabi tidak kuat bertahan menanggung maknamaknanya, lalu Beliau bersandar pada untanya, sehingga unta itu mendekam. Kemudian turunlah Jibril as. Lalu berkata : Ya Muhammad, sesungguhnya pada hari ini selesailah urusan agamamu, dan telah habislah apa-apa yang diperintahkan Tuhanmu dan apa-apa yang dilarang-Nya. Maka kumpulkanlah sahabat-sahabatmu dan beritahukanlah kepada mereka, bahwa sesudah hari ini, aku tidak akan turun lagi kepadamu”.

 

Kemudian pulanglah Nabi saw. dari Mekah hingga tiba di Madinah. Lantas Beliau mengumpulkan sahabat-sahabat Beliau, dan membacakan ayat tadi kepada mereka, serta memberitahukan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Jibril as.. Maka bergembiralah para sahabat, seraya berkata : “Agama kita telah sempurna”, kecuali Abubakar ra., dia berubah menjadi sedih, lalu pulang ke rumahnya dan menutup pintupintunya. Kemudian dia tenggelam dalam tangis siang dan malam. Para sahabat mendengar keadaan Abubakar itu, lalu mereka berkumpul dan beramai-ramai pergi ke rumah Abubakar. Mereka berkata : “Hai Abubakar, kenapa Anda menangis pada suasana yang menggembirakan dan menyenangkan ini, karena Allah telah menyempurnakan agama kita?”.

 

Abubakar menjawab : “Wahai sahabat-sahabatku, kamu tidak mengetahui musibah apa yang telah menimpamu. Tidakkah kamu mendengar bahwa jika sesuatu perkara telah sempurna, maka mulailah ia berkurang. Ayat ini memberitahukan kepada kita tentang perpisahan kita dengan Rasulullah, tentang Hasan dan Husein yang akan menjadi yatim, dan tentang istri-istri Nabi yang akan menjadi janda”.

 

Maka terdengariah jeritan di antara para sahabat itu, lalu mereka pun menangis semuanya. Kemudian para sahabat lainnya yang mendengar tangisan dan suara ribut-ribut di kamar Abubakar itu, lalu pergi menemui Rasulullah saw. dan berkata : “Ya Rasulullah, kami tidak tahu apa yang telah terjadi pada para sahabat itu, hanya kami mendengar suara tangisan dan jeritan mereka”.

 

Maka berubahlah roman Nabi saw. lalu dengan bergegas, Beliau pergi ke rumah Abubakar. Setelah sampai, Beliau menyaksikan keadaan para sahabat yang demikian itu, lalu Beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kalian menangis?”.

 

Ali ra. menjawab : “Tadi Abubakar berkata, “Saya mendengar dari ayat ini bau wafat Rasulullah”. Apakah memang benar ayat ini menunjukkan wafatmu?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Apa yang dikatakan Abubakar itu memang benar. Telah dekat kepergianku dari sisi kalian, dan telah tiba perpisahanku dengan kalian”.

 

Kejadian ini menunjukkan bahwa, Abubakar adalah sahabat Nabi yang alim.

 

Ketika Abubakar mendengar perkataan Nabi itu, maka menjeritlah ia dengan suara keras, Ilalu jatuh tersungkur tak sadarkan diri. Sedang Ali ra. gemetar, sementara para sahabat lainnya terguncang, mereka semua ketakutan lalu menangis sekuat-kuatnya, sehingga ikut pula menangis gunung-gunung dan batu-batu bersama mereka, serta para malaikat di langit. Dan ikut pula menangis cacing-cacing dan binatang-binatang di hutanhutan dan di lautan.

 

Kemudian Nabi saw. menyalami sahabat-sahabatnya satu porsatu, dan berpamitan dengan mereka. Beliau menangis seraya berwasiat kepada mereka.

 

Setelah turun ayat ini, Nabi masih sempat hidup selama delapan puluh satu hari. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa setelah turun firman Allah Taala: “yastaftuunaka, gulillaahu yuftukum fil kalaalah (Alquran), Beliau masih sempat hidup sesudah itu selama Ima puluh hari. Dan setelah turun firman Allah Taala : “lagod jaa-akum rasuulum min anfusikum (Alquran), Beliau masih sempat hidup selama tiga puluh lima hari. Dan setelah turun firman Allah Taala : “wattaguu yauman turja’uuna fiihi ilallaah (Alquran), Beliau masih sempat hidup selama dua puluh satu hari. Dan ayat ini merupakan ayat Alquran yang terakhir diturunkan, sesudah itu tidak ada lagi yang diturunkan. Sesudah turunnya ayat ini, Rasulullah saw. suatu hari naik mimbar, kemudian Beliau menyampaikan khutbah yang sangat mengesankan, sehingga membuat semua yang mendengarnya menangis, hati mereka menjadi gentar, dan badan-badan mereka menjadi gemetar. Dalam khotbahnya itu, Beliau menyampaikan kabar gembira dan peringatan.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. : bahwasanya ketika telah dekat wafat Nabi saw Beliau menyuruh Bilal supaya menyeru orang banyak untuk salat. Maka Bila! pun lalu mengumandangkan azan mengajak orang supaya salat. Kemudian berkumpultah para sahabat Muhajirin dan Ansar ke Masjid Rasulullah saw. Beliau melaksanakan salat dua rakaat yang ringan bersama para sahabat. Setelah salat, Beliau naik ke atas mimbar, lalu mengucapkan puji-pujian dan sanjungan kepada Allah Taala. Kemudian Beliau menyampaikan khutbah yang sangat menyentuh perasaan pendengarnya, yang karenanya semua hati menjadi gentar dan semua mata mengalirkan air mata. Di antara isi pidatonya itu, Beliau bersabda : “Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku adalah nabimu, yang menasihati dan menyerumu kepada Allah dengan izin-Nya. Dan aku, bagimu sekalian, adalah laksana seorang saudara yang belas kasih dan ayah yang penyayang. Barangsiapa pernah teraniaya olehku, maka hendaklah dia berdiri dan membalasnya kepadaku sebelum ada pembalasan di hari kiamat”.

 

Namun, tidak ada seorang pun yang berdiri, sehingga Beliau mengulangi perkataannya itu sampai dua tiga kali. Maka bangkitlah seorang laki-laki bernama iJkasyah bin Muhshan. Dia berdiri di hadapan Rasulullah saw. seraya berkata : “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, Ya Rasulullah. Seandainya Baginda tidak menyeru kami berkali-kali, niscaya saya tidak akan berani tampil melakukan ini sama sekali. Dahulu, saya pernah bersama Baginda dalam peperangan Badar. Unta saya berdekatan dengan unta Baginda. Kemudian saya turun dari unta dan mendekati Baginda, sehingga tercium oleh saya paha Baginda. Lantas Beginda mengangkat tongkat yang biasa digunakan untuk memukul unta supaya berjalan cepat, lalu dengan tongkat itu Baginda memukul pinggang saya. Saya tidak tahu, apakah Baginda sengaja memukul saya, Ya Rasulullah, atau Baginda bermaksud memukul unta Baginda?”.

 

Rasulullah saw. menjawab : “Tidak mungkin, hai Ukasyah, Rasulullah sengaja memukulmu!”. Namun demikian Beliau tetap konsekuen, Beliau berkata kepada Bilal : “Hai Bilal, pergilah ke rumah Fatimah, lalu bawa ke mari tongkatku”.

 

Maka keluarlah Bilal dari dalam mesjid sambil mengangkat kedua tangannya ke atas kepalanya seraya berkata : “Ini Rasulullah mempersilahkan dirinya untuk dikisas”.

 

Bilal mengetuk pintu rumah Fatimah, Fatimah bertanya : “Siapa di pintu?”.

 

Bilal menjawab : “Saya Bilal, datang untuk mengambil tongkat Rasulullah”.

 

Fatimah bertanya : “Hai Bilal, apa yang hendak diperbuat ayahku dengan tongkat itu?”.

 

Bilal menjawab : “Hai Fatimah, sesungguhnya ayahmu mempersilahkan dirinya dikisas”.

 

Fatimah berkata : “Siapakah yang sampai hati mengkisas Rasulullah?.

 

Bilal mengambil tongkat itu lalu dibawanya ke Masjid. Kemudian tongkat itu diserah. kannya kepada Rasulullah saw. dan Rasulullah menyerahkan tongkat itu kepada Ukasyah.

 

Ketika sahabat Abubakar dan sahabat Umar menyaksikan hal itu, maka keduanya bangkit seraya berkata : “Hai Ukasyah, kami ada di hadapanmu, kisaslah kami dan jangan kau kisas Nabi saw.”.

 

Tetapi Rasulullah saw. bersabda : “Duduklah kalian berdua, Allah Taala telah mengetahuiukan kalian”.

 

Kemudian sahabat Ali ra. bangkit seraya berkata : “Hai Ukasyah, selama hidup aku berada selalu di depan Nabi saw. tidak sampai hatiku menyaksikan engkau mengkisas Rasulullah saw. inilah punggung dan perutku, kisaslah aku dengan tanganmu dan cambuklah aku dengan tanganmu!”.

 

Rasulullah saw. bersabda : “Hai Ali, Allah telah mengetahui kedudukan dan niatmu”.

 

Selanjutnya bangkit pula Hasan dan Husein, keduanya berkata : “Hai Ukasyah, tidak. kah engkau mengenal kami. Kami adalah cucu Rasulullah. Kisas terhadap kami berarti sama juga dengan kisas terhadap Rasulullah”.

 

Nabi saw. berkata kepada keduanya : “Duduklah, wahai cahaya mataku”.

 

Kemudian Rasulullah berkata pula : “Hai Ukasyah, pukullah, kalau engkau mau memukul”.

 

Ukasyah menjawab : “Ya Rasulullah, Baginda telah memukulku ketika saya tidak mengenakan baju”.

 

Maka Rasulullah lalu membuka bajunya. Lantas berteriaklah kaum muslimin sambil menungis. Ketika Ukasyah memandang kepada tubuh Rasul yang putih, dia lalu mendekap dan menciumi punggung Beliau, seraya berkata : “Saya tebus Baginda dengan nyawaku, Ya Rasulullah. Siapakah yang sampai hati mengkisas Baginda Ya Rasulullah?. Sesungguhnya saya melakukan ini tidak lain adalah karena berharap agar tubuh saya dapat bersentuhan dengan tubuh Baginda yang mulia, serta dipelihara Allah kiranya din saya dari api neraka, berkat kemuliaan Baginda”.

 

Maka Nabi saw. pun lalu bersabda : “Ketahuilah, barangsiapa ingin melihat penghuni surga, hendaklah ia melihat kepada orang ini!”.

 

Mendengar sabda Rasulullah itu, bangkitiah kaum muslimin, mereka menciumi di antara kedua mata Ukasyah seraya berkata : “Beruntunglah engkau. Engkau telah memperoleh derajat yang tinggi, dan berteman dengan Rasulullah saw. di dalam surga”. (Sekian).

 

Ya Allah, mudahkanlah bagi kami syafaat Beliau berkat keperkasaan dan keagungan-Mu. (dari kitab Al Mau’izhatul Hasanah).

 

Sahabat Ibnu Mas’ud berkata : “Ketika wafat Nabi saw. telah dekat, kami berkumpul di rumah ibu kita Aisyah ra., Nabi memandang kepada kami, lalu berlinanglah kedua matanya, lantas Beliau bersabda : “Selamat datang, semoga Aliah mengasihi kalian. Aku berwasiat kepada kamu sekalian, supaya kamu bertakwa dan berbakti kepada Allah. Sesungguhnya telah dekat waktu perpisahan dan telah hampir kembali kepada Allah Taala dan kepada surga Al Ma’wa, maka hendaklah Ali memandikan aku, Fadhl bin Abbas menyiramkan air dan Usamah bin Zaid membantu keduanya. Dan bungkuslah jasadku dengan pakaian-pakaianku jika kalian mau, atau dengan pakaian buatan Yaman. Apabila kamu telah memandikan aku, letakkanlah jasadku di atas pembaringanku dl dalam rumahku ini, di tepi liangku. Kemudian keluarlah dari hadapanku sebentar. Karena, yang mula-mula menyalati aku adalah Allah Azza Wa Jalla, kemudian Jibril, kemudian Mikail, kemudian Israfil, kemudian Malaikat maut beserta seluruh bala tentaranya, kemu’ dian seluruh malaikat. Setelah itu, barulah kalian masuk kelompok demi kelompok, dan salatilah aku”.

 

Ketika para sahabat mendengar akan berpisah dengan Nabi saw. maka mereka semuanya menjerit dan menangis, seraya berkata : “Ya Rasulullah, Baginda adalah Rasul kami, yang menyatukan kami, dan yang memimpin urusan kami. Apabila Baginda meninggalkan kami, kepada siapakah kami merujuk?”.

 

Rasulullah saw. menjawab : “Aku tinggalkan kamu semua di atas hujjah dan tarekat yang putih, dan aku tinggalkan untukmu dua penasehat, yang bisa berbicara dan yang diam. Yang bisa berbicara ialah Alquran, dan yang diam adalah maut. Apabila kamu mengalami urusan yang sulit, maka kembalilah kepada Alquran dan Assunnah, dan apabila hati kamu menjadi keras, maka lembutkanlah dia dengan memikirkan tentang hal-hal dibalik kematian”.

 

Rasulullah saw. jatuh sakit pada akhir bulan Safar. Beliau sakit selama delapan belas hari. Selama sakitnya itu, orang-orang datang menjenguk Beliau. Sakit yang akhirnya membawa Beliau meninggalkan dunia yang fana ini, mula-mula berupa pusing-pusing kepala yang diderita Beliau. Beliau dibangkitkan pada hari Senin dan meninggal dunia juga pada hari Senin. Ketika tiba hari Senin, sakit Beliau bertambah berat. Pagi itu, sebagaimana biasa, Bilal mengumandangkan azan Subuh, lalu dia berdiri di pintu Rasulullah seraya berkata : “Assalamu alaikum Ya Rasulullah!”. Dijawab oleh Fatimah : “Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya”. Maka Bilal masuk ke Masjid kembali. Dia tidak mengerti apa maksud perkataan Fatimah tadi. Ketika pagi mulai terang, Bilal datang lagi ke pintu Rasululiah dan berkata seperti tadi. Rasulullah mendengar suara Bilal, lalu bersabda : “Masuklah hai Bilal. Sesungguhnya aku sedang sibuk dengan diriku, karena sakitku ini semakin berat rasanya. Hai Bilal, mintalah kepada Abubakar agar mengimami orang-orang salat”.

 

Maka keluarlah Bilal dengan menangis sambil meletakkan kedua tangannya di atas kepalanya, dan berkata : “Oh bencana, putusiah harapan dan remuklah punggung. Oh, andaikan aku tak pernah dilahirkan oleh ibuku”. Kemudian dia masuk ke masjid, lalu berkata: “Ya Abubakar, Rasulullah menyuruhmu supaya mengimami orang-orang itu salat berjamaah. Beliau sedang sibuk dengan dirinya”.

 

Ketika Abubakar melihat mihrab Rasulullah kosong dari Beliau, dia tak mampu mengendalikan dirinya lagi, lalu menjerit keras-keras dan akhirnya jatuh tak sadarkan diri. Maka ributlah kaum muslimin. Ketika Rasulullah mendengar suara gaduh itu, Beliau berkata : “Ya Fatimah, teriakan dan kegaduhan apakah itu?”.

 

Fatimah menjawab : “Kaum muslimin gaduh karena kehilangan ayah”.

 

Rasulullah lantas memanggil Ali dan Fadhi bin Abbas, dengan bersandar pada keduanya Beliau keluar ke masjid lalu salat bersama orang banyak dua rakaat Fajar, pada hari Senin itu. Selesai salat, Beliau memalingkan wajahnya ke arah mereka, lalu bersabda : “Wahai kaum muslimin, kamu semua berada dalam titipan Aliah Taala dan periindunganNya. Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan berbakti kepada-Nya. Sebentar lagi aku akan meninggalkan dunia ini. Hari ini adalah hariku yang pertama di akhirat, dan hariku yang terakhir di dunia”. Kemudian Beliau bangkit dan pulang ke rumahnya.

 

Kemudian, Allah Taala mewahyukan kepada malaikat maut: “Turunlah kau kepada kekasih-Ku dengan rupa yang paling elok, dan bersikaplah lemah lembut dalam mencabut ruhnya. Jika dia mengizinkan kau masuk maka masuklah, dan jika dia tidak mengizinkan, maka janganlah engkau masuk, dan pulanglah”.

 

Malaikat maut pun turun dengan menyamar sebagai seorang Badui, dia berkata : “Assalamualaikum, wahai penghuni rumah kenabian dan sumber kerasulan. Bolehkah aku masuk?.

 

Fatimah menjawab salamnya dan berkata : “Hai hamba Allah, sesungguhnya Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya”.

 

Malaikat maut mengulangi seruannya sekali lagi, katanya : “Assalamualaikum Ya Rasulullah, hai penghuni rumah kenabian. Bolehkah aku masuk?”. Suara malaikat maut Itu terdengar oleh Rasulullah, maka Beliau lalu bertanya: “Hai Fatimah, siapakah di pintu?”.

 

Fatimah menjawab: “Seorang laki-laki Badui berseru, lalu aku katakan kepadanya bahwa, Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya. Kemudian dia mengulangi seruannya sampai tiga kali, dan aku tetap menjawab seperti itu. Maka dia menatapku dengan tajam, sehingga kulitku menggigil, hatiku takut, persendianku gemetar dan romanku berubah”.

 

Rasulullah bertanya : “Tahukah engkau, siapa dia, hai Fatimah?”.

 

Fatimah menjawab : “Tidak”.

 

Rasulullah menjelaskan : “Dialah yang memutuskan segala kelezatan, memenggai segala keinginan, mencerai-beraikan perkumpulan, mengosongkan rumah-rumah dan meramaikan kuburan-kuburan”.

 

Mendengar sabda ayahnya itu, Fatimah menangis keras-keras seraya berkata : “Oh… celaka, oleh matinya penutup para nabi: oh… bencana, oleh matinya sebaik-baik orang yang takwa dan terputusnya wahyu dari langit. Sesungguhnya hari ini aku tidak bisa lagi mendengar perkataanmu, dan sesudah hari ini aku tidak bisa lagi mendengar salammu!”

 

Rasulullah menghibur hati putrinya itu dengan katanya : “Jangan menangis, sesungguhnya engkaulah keluargaku yang pertama-tama menyusul aku”. Kemudian Rasulullah berkata kepada malaikat maut : “Masuklah hai malaikat maut”. Malaikat maut pun masuk seraya mengucapkan salam : “Assalamu alaika Ya Rasulullah!”

 

Rasulullah menjawab : “Wa alaikassalam hai malaikat maut. Engkau datang untuk berkunjung atau untuk mencabut nyawa?”.

 

Malaikat maut menjawab : “Aku datang untuk berkunjung dan mencabut nyawa, jika Baginda mengizinkan aku: dan jika tidak, maka aku akan kembali”.

 

Rasulullah bertanya : “Hai malaikat maut, dimanakah engkau tinggalkan Jibril?”.

 

Malaikat maut menjawab : “Aku tinggalkan dia di langit dunia, sedang para malaikat bertakziah kepadanya”.

 

Tak lama kemudian, Jibril turun lalu duduk disamping kepala Rasulullah saw. lantas Beliau bertanya kepadanya : “Tidakkah engkau tahu bahwa perkara ini telah dekat?”.

 

Jibril menjawab : “Benar, Ya Rasulullah”.

 

Rasulullah berkata pula : “Beritahukanlah kepadaku, kemuliaan apakah yang akan aku peroleh di sisi Allah ?”.

 

Jibril menjawab : “Sesungguhnya pintu-pintu langit telah terbuka, dan para malaikat telah berbaris bersaf-saf di langit menunggu kedatangan ruhmu. Begitu pula, pintu-pintu di surga telah dibuka dan para bidadari telah berhias menunggu kedatangan ruhmu “Alhamdulillah”, kata Nabi saw. kemudian, Beliau berkata pula: “Beritahukanlah kepadaku, hai Jibril. Bagaimana nasib umatku kelak di hari kiamat?”.

 

Jibril menjawab : “Aku beritahukan kepadamu, bahwa Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku haramkan surga atas nabi-nabi yang lain sebelum engkau memasukinya, dan Aku haramkan surga atas umat-umat yang lain sebelum umatmu memasukinya”.

 

Maka berkatalah Nabi saw. : “Sekarang barulah hatiku senang dan lenyaplah kesedihanku”. Kemudian Beliau berkata kepada malaikat maut : “Hai malaikat maut, mendekatlah kepadaku!”. Maka malaikat maut pun mendekati Beliau dan melaksanakan pencabutan ruhnya. Ketika ruh Beliau telah mencapai pusarnya, Beliau berkata : “Hai Jibril, alangkah hebat kepedihan maut ini!”. Maka, Jibril memalingkan wajahnya dari Beliau, sehingga Beliau berkata pula : “Hai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang wajahku?”.

 

Jibril menjawab : “Wahai kekasih Allah, siapakah yang kuat hatinya memandang kepada wajahmu ketika engkau sedang menghadapi sakitnya maut”.

 

Sahabat Anas bin Malik berkata : “Ruh Nabi saw. sampai ke dadanya, sedang Beliau bersabda : “Aku wasiatkan kepada kamu salat dan hamba sahayamu”. Beliau terus menerus mewasiatkan keduanya hingga terputuslah perkataannya”.

 

Dan Ali ra. berkata : “Sesungguhnya Rasulullah saw. pada nafasnya yang terakhir menggerakkan kedua bibirnya dua kali, maka aku pasang telingaku, sehingga aku dapat mendengarnya mengucapkan secara perlahan : “Umatku….umatku”.

 

Rasulullah saw. meninggal dunia pada hari Senin bulan Rabiui Awwal.

 

Seandainya dunia itu kekal untuk seseorang Niscaya Rasulullah kekal di dalamnya

 

Diriwayatkan bahwa, Ali ra. meletakkan jasad mulia Rasulullah saw. di atas dipan untuk memandikannya, tiba-tiba terdengar suara keras (tetapi orangnya tidak kelihatan) dari sudut rumah mengatakan : “Janganlah kalian memandikan Muhammad, karena Beliau suci dan disucikan”.

 

Ali berkata : “Perkataan itu berpengaruh sedikit di dalam hatiku”. Kemudian Ali berkata kepada suara itu : “Siapa engkau?. Sesungguhnya Nabi telah menyuruh kami melakukan hal ini”.

 

Sekonyong-konyong terdengar pula suara gaib lain yang berkata : “Hai Ali, mandikanlah Beliau. Karena suara gaib tadi adalah Iblis yang terkutuk, disebabkan oleh kedengkiannya kepada Muhammad. Dan dia bermaksud agar Muhammad masuk ke dalam kuburnya tanpa dimandikan”.

 

Ali menjawab : “Semoga Aliah membalas kebaikan kepadamu, karena engkau telah memberitahukan kepadaku bahwa itu adalah suara Iblis yang terkutuk. Anda sendiri siapa?”.

 

Terdengar jawaban : “Akulah Khidir. Aku menghadiri jenazah Muhammad saw”.

 

Kemudian Ali memandikan jasad mulia Rasulullah saw. sedang Fadhil bin Abbas dan Usamah bin Zaid mengguyurkan air, sementara Jibril as. membawakan obat pengawet dari dalam surga. Lalu mereka membungkus Rasulullah dan menguburkannya di kamar Aisyah ra. Pada malam Rabu tengah malam. Dan ada pula yang mengatakan, pada malam Selasa, sedang Aisyah berdiri di atas kubur Nabi seraya mengatakan :

 

Artinya : “Wahai orang yang tidak pernah memakai sutra dan tidak pernah tidur di atas kasur yang empuk. Wahai orang yang keluar dari dunia sedang perutnya tidak pernah kenyang dengan roti gandum. Wahai orang yang lebih suka tikar daripada ranjang. Wahai orang yang tidak pernah tidur sepanjang malam karena takut pada neraka”.

17. CELAAN TERHADAP ORANG YANG SUKA MABUK-MABUKAN

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) arak, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Almaidah : 90)

 

Tafsir : )

 

(.          ) Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya arak, judi, berhala, yakni patung-patung yang didirikan untuk disembah……

 

(.   ) mengundi nasib dengan panah. (Telah pernah ditafsirkan di permulaan surah ini, (Qadhai Baidhawi)

 

(.          ) adalah kekejian. Kotoran yang dibenci akal. Dimufradkannya kata ini adalah karena dia merupakan khabar (predikat) dari kata arak 220, dan predikat dari ma’thufma’thuf yang dihilangkan, atau predikat dari Mudhaf yang dihilangkan. Seakan-akan Allah berfirman : “Sesungguhnya meminum arak dan bermain judi adalah termasuk perbuatan setan. Karena setaniah penyebab dari dilakukannya perbuatan tersebut dan penyebab perbuatan itu dipandang baik.

 

(.         ) maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu. Dhamir (kata ganti nama)   kembali kepada kata , atau kepada perbuatan-perbuatan yang disebutkan sebelumnya, atau kepada melakukan perbuatan-perbuatan itu.

 

(.          ) agar kamu mendapat keberuntungan, supaya kamu beruntung karena menjauhi kekejian itu.

 

Ketahuilah, bahwa Allah Taala menegaskan pengharaman arak dan judi pada ayat ini dimulai dengan kata    , kemudian kedua perbuatan itu digandengkan dengan berhala dan mengundi nasib dengan panah, yang semuanya disebut sebagai suatu perbuatan yang keji, yang termasuk perbuatan setan, sebagai peringatan bahwa, melakukan kedua perbuatan (minum arak dan judi) itu adalah sangat buruk, atau lebih banyak buruknya. Dan Allah memerintahkan agar mereka menjauhi arak dan judi itu, dan menjadikan perbuatan menjauhi keduanya itu sebagai jalan yang diharapkan akan mendatangkan keberuntungan buat mereka. Kemudian Allah menetapkan hal itu dengan jalan menerangkan apa yang terkandung di dalam arak dan judi itu, yang menyebabkan keduanya diharamkan, yaitu kerusakan-kerusakan keduniaan dan keagamaan. (Qadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Apabila seorang muslim membaca salawat untukku, maka salawat itu ditangkap oleh malaikat maut, dengan izin Allah, lalu disampaikannya ke kuburku. Malaikat maut tadi berkata : “Ya Muhammaj, fulan bin fulan, dari umatmu, telah membaca salawat untukmu”. Maka aku menjawab : “Sampaikanlah kepadanya sepuluh salawat dariku. Dan katakanlah kepadanya, “Engkau memperoleh syafaat Muhammad”.

 

Kemudian malaikat itu naik, sehingga sampailah dia ke Arsy. Lalu dia berkata : “Ya Rabbi, sesungguhnya Fulan bin Fulan telah membaca salawat untuk kekasih-Mu, Muhammad, sekali”.

 

Aliah Taala menjawab : “Sampaikanlah kepadanya sepuluh salawat dari-Ku”.

 

Kemudian Allah Taala menciptakan dari salawat tersebut, dari setiap hurufnya, malaikat yang mempunyai tiga ratus enam. puluh kepala, dan pada tiap-tiap kepala terdapat tiga ratus enam puluh mulut, pada tiap-tiap mulut terdapat tiga ratus enam puluh lidah, yang dengan setiap lidahnya malaikat itu berbicara dan memuji Allah Taala dengan tiga ratus enam puluh macam pujian. Lantas dicatatlah semua pahala tersebut uniuk orang yang membaca salawat kepada Nabi saw. tadi, hingga hari kiamat”.

 

Dan diriwayatkan, bahwa ketika Nabi Nuh as. menanam sebatang pohon anggur, pohon itu tidak juga mengnijau. Lalu datanglah Iblis yang terkutuk kepada beliau, dan berkata : “Wahai Nabiyallah, jika Tuan ingin pohon anggur itu menghijau, maka biarkanlah saya menyembelih di atasnya tujuh macam binatang”.

 

Nabi Nuh menjawab : “Lakukanlah”.

 

Maka Iblis yang terkutuk itu menyembelih singa, beruang, harimau, serigala, anjing ayam jantan dan musang. Kemudian darah dari binatang-binatang tersebut disiramkannya ke akar pohon anggur itu, maka seketika itu juga pohon itu menjadi hijau. Dan pohon anggur itu memuat tujuh puluh macam rasa, padahal sebelumnya ia hanya memuat satu macam rasa saja. Oleh karena itulah, orang yang meminum arak itu menjadi pemberani seperti singa, kuat seperti beruang, pemarah seperti harimau, banyak cakap seperti serigala, gemar berperang seperti anjiry, penuendam seperti musang dan bersuara nyaring S»perti ayam jago. (Hayatul Guluk)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang berbuat zina, sedang ia dalam keadaan beriman ketika melakukan perbuatan itu. Dan tidaklah seseorang mencuri, sedang ia berada dalam keadaan beriman ketika melakukan perbuatan itu. Dan tidaklah seseorang meminum arak, sedang ia berada dalam keadaan beriman ketika melakukan perbuatan itu”. (HR. Bukhari)

 

Sabda Nabi : Ian 303 , waw (») nya adalah hai (waw yang menunjukkan keadaan). Maksudnya kira-kira : yaitu keadaan orang yang meminum arak itu bukan sebagai orang beriman. Demikianlah menurut Imam Syafi’i ra. Karena menurut dia, amal adalah bagian dari iman yang sempurna. Sedang menurut kami (pengarang kitab ini, pent.) amal itu bukan bagian dalam kemutiakan iman dan bukan pula bagian dari iman yang sempurna. Karenanya, orang yang tidak melakukan amal saleh, menurut kami, tetap dianggap sebagai seorang yang beriman. Sebab Rasulullah saw. pernah ditanya berkaitan dengan sabda Beliau, yang artinya : “Tidaklah seseorang peminum arak, ketika ia sedang meminumnya, ia dalam keadaan beriman”. Maka Beliau membuat sebuah lingkaran besar di atas tanah, kemudian dibuatnya pula sebuah lingkaran lain yang lebih kecil di dalam lingkaran yang besar tadi. Lalu Beliau bersabda : “Lingkaran yang pertama (yang besar) adalah perumpamaan agama Islam, sedangkan lingkaran kedua (yang kecil) adalah iman. Jika seseorang hamba minum arak, atau berbuat zina, atau mencuri, maka dia keluar dari lingkaran iman masuk kedalam lingkaran Islam. Dan dia tidak akan keluar dari lingkaran Islam kecuali syirik”. Kita berlindung kepada Allah Taala darinya. Ketahuilah, hai saudara-saudaraku, bahwa iman dan Islam itu menurut kami adalah satu, berdasarkan dalil firman Allah Taala :

 

Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. Yakni, termasuk golongan orang-orang yang tertipu, karena dia memilih kedudukan di neraka sebagai ganti dari kedudukan di surga. Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia duduk di suatu jamuan yang dihidangkan arak di sana”. (HR. Attabarani). Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya: “Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Apabila seorang hamba Allah berbuat zina atau meminum arak. maka Allah mencabut iman darinya, sebagaimana orang melepaskan bajunya dari kepalanya”. (HR. Alhakim) Juga diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seseorang hamba berbuat zina atau meminum arak, maka keluarlah iman dari dalam dirinya. Lalu iman itu berada di atas kepalanya bagaikan payung.

 

Apabila dia telah selesai melakukan perbuatan itu, maka iman itu kembali lagi kepadaNya”. (HR. Bukhari)

 

Alfagih Abul Laits berkata : “Jauhilah olehmu meminum minuman keras, karena dalam meminumnya itu ada sepuluh perkara yang tercela :

 

    Apabila seseorang meminum minuman keras, maka berubahlah dia seperti orang gila. Maka dia menjadi bahan tertawan anak-anak kecil, dan tercela dalam pandangan orang-orang dewasa.
    Minuman keras itu menghilangkan akal dan menghabiskan harta.
    Meminum minuman keras itu menjadi sebab permusuhan di antara sesama saudara dan sesama teman.
    Meminum minuman keras itu mencegah seseorang dari zikir kepada Allah dan salat.
    Meminum minuman keras itu bisa menjerumuskannya ke dalam perbuatan zina. Karena, apabila seseorang meminum minuman keras, boleh jadi dia mentalak istrinya dalam keadaan tidak sadar.
    Minuman keras itu kunci segala kejahatan. Karena apabila seseorang meminum minuman keras, maka menjadi mudahlah baginya untuk melakukan segala kemaksiatan.
    Minuman keras itu mengganggu para malaikat yang menjaganya (malaikat hafazah, pent.), karena membawa mereka ke tempat dilakukannya kedurhakaan.
    Orang yang meminum minuman keras itu wajib dihukum had delapan puluh kali cambukan. Seandainya dia tidak sampai dihukum di dunia, maka kelak di akhirat dia tetap akan mendapat hukuman, yaitu dicambuk dengan cemeti dari api di hadapan khalayak ramai, dan disaksikan oleh bapak-bapak dan teman-teman mereka.
    Pintu langit tertutup bagi orang yang meminum minuman keras. Karena kebaikankebaikan dan doa-doanya tidak diangkat selama empat puluh hari.
    Orang yang meminum minuman keras itu berada dalam ancaman bahaya, karena dikuatirkan imannya dicabut di saat matinya.

 

Semua itu merupakan Mukuman-hukuman di dunia sebelum matinya, dan sebelum dia sampai kepada hukuman-hukuman akhirat. Maka tidak sepatutnya bagi orang yang berakal memilih kenikmatan yang pendek (sebentar) daripada kenikmatan yang panjang (lama) dan diriwayatkan dari sahabat Abu Umamah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang tidak akan memasuki surga : orang yang mencandu minuman keras, orang yang memutuskan tali kekeluargaan, dan orang yang mempercayai tukang-tukang sihir. Orang yang mati dalam keadaan mencandu minuman keras, maka Allah akan memberinya minum dari sungai Ghauthah, yaitu sebuah sungai yang mengalir dari kemaluan para pelacur. Sungai itu sangat menyakiti para penghuni neraka, dikarenakan oleh baunya yang busuk”. (HR. Ahmad dan Ibnu Adi)

 

Dan diriwayatkan dari Aisyah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Kamu jangan mengawinkan orang yang suka minum minuman keras, dan jangan menjenguknya kalau dia sakit: serta jangan mensalatinya kalau dia mati. Demi Allah Yang telah mengutus aku dengan hak sebagai seorang nabi, tidaklah meminum minuman keras kecuali orang yang terkutuk di dalam kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alfturgan, Orang yang memberi makan kepadanya sesuap, maka Allah akan menguasakan atas tubuhnya seekor ular dan kalajengking. Orang yang memenuhi hujatnya, berarti telah membantunya menghancurkan Islam. Dan orang yang menghutanginya, berarti telah membantunya membunuh seorang mukmin. Orang yang menemaninya, akan dibangkitkan Allah kelak pada hari kiamat dalam keadaan buta dan tanpa pembela”. (alhadis)

 

Dikatakan bahwa, perbuatan yang termasuk kedalam dosa-dosa besar itu ialah :

 

    Menyekutukan Allah.
    Membunuh orang tanpa alasan yang benar.
    Meminum minuman keras.
    Berbuat zina.
    Liwat (homoseks)
    Menuduh orang terhormat berbuat zina. Laki-laki maupun perempuan.
    Berbuat durhaka kepada ibu bapak yang muslim, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan.
    Melarikan diri dari medan perang. Yaitu dalam pertempuran satu lawan satu atau Satu lawan dua.
    Memakan harta anak yatim dengan aniaya.
    Memberikan kesaksian yang palsu
    Memakan harta hasil riba.
    Makan di siang Ramadan dengan sengaja, tanpa uzur
    Memutuskan tali silaturahmi.
    Sumpah yang jahat.
    Memakan harta orang lain secara aniaya.
    Mengurangi takaran dan timbangan.
    Mendahulukan salat sebelum masuk waktunya. ,
    Memukul orang tanpa alasan yang benar.
    Mencela Nabi saw. dan mendustakan Beliau dengan sengaja.
    Menyembunyikan kesaksian tanpa uzur.
    Menerima suap.
    Bunuh diri atau memotong salah satu anggota tubuhnya sendiri.
    sundal.

24 Mengadu domba antara suami dan stri.

25, Mengadu domba di hadapan orang zalim.

    Sihir.

27  Menolak mengeluarkan zakat.

28 Menyuruh Kepada kemungkaran dan mencegah dari yang ma’ruf

29  Menggunjing orang alim

30  Membakar binatang dengan api.

31, Wanita yang tidak mau melayani suaminya tanpa sebab

 

Semua itu adalah dosa-dosa besar.

 

Diriwayatkan dari sahabat Utsman bin Affan ra., katanya : “Saya pernah mendengar Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Hindarilah olehmu minuman keras, karena minuman keras itu induk segala kekejian. Sesungguhnya ada seorang laki-laki dari umat sebelum kamu, yang kerjanya hanya beribadat dan mengasingkan diri dari orang banyak. Dia disenangi oleh seorang perempuan nakal. Perempuan itu mengutus seorang pelayan kepadanya dengan pesan: “Kami mengundang Tuan untuk bersyahadat?.

 

Laki-laki itu memenuhi panggilan perempuan itu. Ketika dia memasuki pintu rumah perempuan itu, pintu itu lalu ditutup oleh perempuan tersebut. Akhirnya dia menghadap seorang perempuan yang sedang duduk, sedang di sampingnya ada seorang budak dan botol tempat minuman keras. Perempuan itu berkata kepadanya : “Sebenarnya kami mengundangmu bukan untuk bersyahadat, tetapi untuk membunuh budak ini, atau berzina denganku, atau minum minuman keras dari botol ini. Jika engkau menolak, maka aku akan meneriakimu dan mempermalukanmu”.

 

Kata yang meriwayatkan : “Ketika laki-laki itu menyadari, bahwa tidak ada jalan untuk menghindari hal itu, maka berkatalah ia : “Berilah saya segelas minuman keras itu”. Lalu perempuan itu memberinya segelas minuman keras, maka hilanglah akalnya sehingga disetubuhinya wanita itu dan dibunuhnya budak itu.

 

Oleh karena itu, jauhilah minuman keras, karena tidak akan berkumpul iman dan kegemaran minuman keras di dalam dada seorang laki-laki selama-lamanya, melainkan salah satu dari keduanya hampir mengeluarkan yang lainnya”. (HR. Ibnu Hibban di dalam Sahihnya)

 

Pernahkah Anda mendengar kisah Barshishah yang mendapat kutukan, yakni dijauhkan dari rahmat Allah Taala yang disebabkan oleh minuman keras?. Kisahnya begini :

 

Barshishah dahulunya adalah seorang abid. Dia telah beribadat kepada Allah selama dua ratus dua puluh tahun, tanpa pernah berbuat maksiat kepada Allah sekejap mata pun. Dia mempunyai enam puluh ribu murid yang di antaranya bisa berjalan di angkasa berkat ibadatnya itu, sehingga para malaikat merasa kagum akan ibadatnya itu. Namun Allah Taala berfirman : “Apa yang kalian kagumi darinya?. Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. Menurut iimu-Ku, Barshishah itu akan menjadi kafir disebabkan oleh minuman keras”.

 

Firman Allah itu didengar oleh iblis yang terkutuk, dan tahulah dia bahwa kebinasaan Barshishah itu berada dalam tangannya. Kemudian Iblis mendatangi biara Barshishah

 

dengan menyamar sebagai seorang abid yang telah mengalami perjalanan ibadat. Iblis memanggilnya. Maka bertanyalah Barshishah kepadanya: “Siapakah Anda dan hendak mengapa?”.

 

Iblis menjawab : “Saya seorang abid. Saya datang kepada Tuan untuk menjadi pembantu Tuan dalam beribadat kepada Allah Taala”.

 

Barshisha berkata : “Orang yang hendak beribadat kepada Allah Taala, maka Dia akan mencukupi kebutuhan orang itu”.

 

Kemudian Iblis pura-pura beribadat kepada Allah Taala selama tiga hari tiga maiam, tidak tidur, serta tanpa makan dan minum. Maka berkatalah Barshisha: “Saya berbuka, tidur, makan dan minum, sedangkan engkau tidak makan dan minum. Sesungguhnya saya telah beribadat selama dua ratus dua puluh tahun, dan saya tetap tidak bisa meninggalkan makan dan minum”.

 

Iblis berkata : “Saya telah melakukan suatu dosa, kapan saja saya teringat akan doSa saya itu, maka lenyaplah keinginanku untuk tidur dan makan”.

 

Barshisha bertanya : “Apa kiranya yang dapat saya lakukan supaya bisa menjadi Seperti engkau?”.

 

Iblis menjawab : “Pergilah dan lakukanlah perbuatan maksiat kepada Allah, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Karena sesungguhnya Allah itu Maha Penyayang, sehingga engkau akan merasakan manisnya taat”.

 

Barshisha bertanya kembali : “Apa yang harus saya lakukan?”

 

“Berzina”, jawab Iblis.

 

Barshisha menjawab : “Aku tidak bisa melakukannya”.

 

“Bunuhlah seorang muslim”, kata Iblis pula.

 

“Itu pun tidak akan aku lakukan”, tegas Barshisha.

 

Iblis berkata : “Minumlah minuman keras yang memabukkan, inilah yang paling ringan dan mudah, dan Allah pasti akan memusuhimu”.

 

“Dimanakah aku bisa mendapatkan minuman keras itu?”, tanya Barshisha.

 

Iblis menjawab : “Pergilah ke desa anu”.

 

Maka pergilah Barshisha menuju ke desa yang ditunjukkan Iblis. Di sana, dilihatnya Seorang perempuan cantik. Dari perempuan itulah dia membeli minuman keras, lalu diminumnya sampai mabuk dan akhirnya dia berbuat zina dengan perempuan itu. Tak lama kemudian, suami perempuan itu datang, maka Barshisha memukulnya sampai hampir terbunuh. Dalam pada itu, Iblis lantas menyamar sebagai seorang manusia, lalu dia pergi menemui kepala desa dan melaporkan semua perbuatan Barshisha. Maka orangorang pun menangkap Barshisha lalu mencambuknya dengan cemeti sebanyak delapan puluh kali, sebagai hukuman minum minuman keras, dan seratus kali cambuk untuk perbuatan berzina, lalu diperintahkan agar dia disalib karena telah menumpakan darah.

 

Ketika Barshisha telah berada di tiang salib, maka datanglah Iblis dalam rupa seperti tadi, seraya berkata : “Bagaimana keadaanmu?”.

 

Barshisha menjawab : “Barangsiapa menuruti kawan yang buruk, maka beginilah balasannya”.

 

Iblis berkata : “Aku telah mengalami bencana gara-gara engkau selama dua ratus dua puluh tahun, sampai aku berhasil membuatmu disalib. Namun, kalau engkau ingin turun, aku dapat membantu menurunkanmu”.

 

“Aku ingin turun. Kalau kau memang bisa membantuku, maka aku akan memberimu apa Saja yang engkau inginkan”, jawab Barshisha.

 

Iblis berkata : “Bersujudlah satu kali saja kepadaku”.

 

“Aku tidak bisa bersujud kepadamu di atas kayu ini”, kata Barshisha.

 

“Bersujudlah dengan isyarat”, bujuk Iblis.

 

Maka bersujudlah Barshisha dan menjadi kafirlah dia kepada Allah, serta keluar dari dunia tanpa iman.

 

Kita berlindung kepada Allah Taala dari semuanya itu. (Hayatul Qulub).

 

Diriwayatkan bahwa, Abdurrahman bin Auf mengadakan jamuan makan minum dengan mengundang beberapa orang sahabat Rasulullah saw. Ketika itu, minuman keras belum diharamkan. Maka makan minumlah mereka. Ketika mereka telah terhuyunghuyung karena mabuk, tiba waktu salat Maghrib. Kemudian mereka menyuruh salah seorang dari mereka untuk mengimami salat. Ketika dia membaca surah Alkafirun, dibacanya : “Gul ya ayyuhal kaafiruun, a’budu maa ta’buduun, wa antum ‘aabiduuna maa a’bud”. Tanpa “Ia”, maka turunlah firman Allah Taala sebagai peringatan :

 

Artinya : “Janganlah kamu mendekati salat, sedang kamu mabuk”.

 

Sesudah kejadian itu, mereka tidak lagi meminum minuman keras pada waktu-waktu salat. Apabila mereka telah mengerjakan salat Isyak barulah mereka meminumnya, sehingga ketika masuk waktu Subuh, mabuk itu telah hilang dari mereka, dan mereka tahu apa yang mereka ucapkan. Kemudian turun pula ayat yang mengharamkan minuman keras itu :

 

Artinya : “Sesungguhnya minuman keras, judi… dst.

 

Adapun makna “Janganlah kamu mendekati salat”. Seperti disebutkan dalam ayat di atas tadi adalah, janganlah kamu melakukannya, janganlah kamu mendatanginya, dan jauhilah dia. Seperti sabda Nabi saw. Yang artinya : “Jauhkanlah anak-anak dan orangorang gila dari masjid-masjid kamu”. (Kasysyaf)

 

Dikatakan, bahwa ketika turun ayat yang berisi pengharaman minuman keras, maka para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, bagaimana dengan saudara-saudara kita yang sudah meninggal dunia, sedang mereka dahulu suka meminum minuman keras dan makan harta hasil perjudian?”. Maka turunlah ayat:

 

Artinya : “Apabila mereka bertakwa, beriman dan beramal saleh: kemudian bertakwa dan beriman: kemudian bertakwa dan berbuat baik …. dst”.

 

Maksudnya : bahwa orang-orang mukmin itu tidak berdosa mengenai apa pun yang telah mereka makan dari makanan-makanan yang mubah (dibolehkan), apabila mereka telah menghindari apa-apa yang diharamkan, kemudian mereka bertakwa dan beriman, kemudian bertakwa dan berbuat baik. Dalam arti, bahwa mereka bersifat dengan sifat ini. Ayat ini juga sebagai sanjungan dan pujian terhadap mereka berkaitan dengan keadaan mereka dalam beriman, bertakwa dan berbuat baik.

 

Contoh kasusnya adalah sebagai berikut. Jika ditanyakan kepada Anda : “Apakah

 

Zaid berdosa atas apa yang telah dia lakukan, padahal Anda tahu bahwa itu merupakan hal yang mubah (dibolehkan)?”. Maka Anda tentu akan menjawab : “Seseorang tidaklah berdosa mengenai perkara yang dibolehkan, asalkan dia telah menghindari perkaraperkara yang diharamkan, disamping itu, dia juga beriman dan berbuat baik”. Maksud Anda bahwa, Zaid itu seorang yang bertakwa, beriman dan berbuat baik, dan bahwa dia tidak dihukum atas apa yang telah dilakukannya. (Tafsir Kasysyaf, ringkasan)

18. CELAAN TERHADAP SIFAT DENGKI

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Habil). Dia (Qabil) berkata : “Aku pasti membunuhmu!”. (Habil ) menjawab: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Almaidah : 27)

Tafsir :

(.    ) Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil). Allah Taala mewahyukan kepada Adam as. supaya mengawinkan masingmasing dari keduanya dengan kembaran yang lain. Namun Habil tidak rela akan hal itu, karena saudara kembarnya itu lebih cantik. Maka berkatalah Adam as. kepada mereka berdua : “Persembahkanlah kurban olehmu berdua. Maka barangsiapa di antara kalian yang diterima kurbannya, dia boleh mengawininya”. Ternyata kurban Habil diterima, yaitu dengan turunnya api yang memakan kurbannya. Maka Qabil semakin tidak senang dan melaksanakan rencananya.

 

(.   ) dengan sebenarnya. Kata ini merupakan sifat dari mashdar (kata asal) yang mahdzuf (dihilangkan), yang kalau ditampakkan berbunyi :  

 

Atau, merupakan hal (kata keadaan) dari dhamirnya    , atau dari    , yakni : yang disertai dengan kebenaran, sesuai dengan yang tercantum dalam kitab-kitab orangorang dahulu.

 

(.     ) ketika keduanya mempersembahkan kurban. Kalimat ini merupakan zharaf (kata.keterangan) atau hal (kata keadaan) dari kata kerja atau sebagai badal (kata pengganti) dari hadzful mudhaf, yakni :    (Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam, yaitu kisah pada waktu i u).

 

Konon, Qabil adalah seorang petani, dia mempersembahkan gandum yang paling jelek yang dimilikinya. Sedangkan Habil adalah seorang peternak, dia mempersembahkan seekor unta yang gemuk.

 

(.     ) maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Karena dia (Qabil) tidak senang dengan hukum Allah Taala, dan tidak berniat dengan ikhlas dalam berkurban. Sedangkan Habil telah mempersembahkan yang terbaik dari miliknya.

 

  Qabil berkata : “Aku pasti membunuhmu”. Dia mengar:cam Habil akan membunuhnya, karena sangat dengkinya kepada saudaranya itu sebab kurbannya diterima. Karena itu Habil menjawab :

 

(.    ) Habil berkata : “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban dan” “orangorang yang bertakwa”. Dalam menjawab ancaman saudaranya itu. Maksudnya : Kurbanmu tidak diterima itu adalah karena ulahmu sendiri, sebab engkau telah meninggalkan sifat takwa, bukan karena salahku, maka mengapa engkau mau membunuhku?.

 

Dalam peristiwa ini terkandung suatu hikmah, bahwa pendengki itu seharusnya menyadari bahwa ketidak beruntungannya itu adalah disebabkan oleh kelalaiannya sendiri, dan seharusnya dia berusaha melakukan sesuatu yang menyebabkan orang yang didengkinya itu beruntung, bukan berusaha menghilangkan keberuntung. n orang itu. Karena itu hanya akan merugikan dirinya sendiri dan tidak berguna sama sekali baginya. Dan bahwa, perbuatan taat itu tidak akan diterima kecuali dari orang yang vuriman dar. bertakwa. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw. sabdanya:

 

Artinya : “Aku telah bertemu dengan Jibril, dan dia berkata : “Saya membawa kabar gembira untukmu, bahwa Allah Taala telah berfirman : “Barangsiapa mengucapkan salam kepadamu, maka Aku pun mengucapkan salam kepadanya, dan barangsiapa membaca Salawat kepadamu maka Aku pun bersalawat (merahmati) kepadanya”.

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mengucapkan : “Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa anzilhul manzilal muqorroba ‘indaka yaumal giyaamati” (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kebada Muhammad, dan tempatkanlah Beliau di tempat yang didekatkan di sisi-Mu pada hari kiamat), maka orang itu pasti akan mendapatkan syafaatku di hari kiamat kelak”. (Syifaus Syarif).

 

Adapun firman Allah :    (kedua putera Adam), konon, yang dimaksudkan adalah

 

bukan kedua anak kandung Adam, tetapi dua orang laki-laki dari Bani Israil. Oleh karena itu. mengenai mereka dikatakan : (Oleh karena itu, Kami tetapkan atas Bani Israil. Bahwa barangsiapa membunuh …. dst.). Akan tetapi, yang benar adalah pendapat mazhab Yumhur Mufassirin (kelompok terbesar ahli tafsir), bahwa yang dimaksudkan dalam ayat Itu ialah kedua anak kandung Adam as. Hal mana ditunjukkan oleh firman Allah Taala, yang artinya : (kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak… dst), karena pembunuh Itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya terhadap yang dibunuhnya, sehingga dia perlu belajar dari apa yang dilakukan burung gagak tersebut. (Tafsir Al Khazin).

 

Diceritakan bahwa, Habil pergi mengambil seekor domba yang terbaik di antara kambing-kambingnya talu dikurbankannya sambil mengharap di dalam hatinya keridaan Allah Taala. Sedangkan Qabil mempersembahkan gandum yang terburuk dari miliknya. Mereka berdua meletakkan kurban mereka masing-masing di atas sebuah bukit. Kemudian Nabi Adam as. memanjatkan doa, maka turunlah api dari langit lalu memakan kurban Habil, dan tidak memakan kurban Qabil. Maka marahiah Qabil kepada Habil, dan dia menyimpan kedengkian pada saudaranya itu. Sampai tiba waktu bagi Adam as. untuk berangkat ke Mekah guna mengunjungi Kakbah, sehingga tinggallah mereka berdua tanpa Beliau. Kesempatan itu digunakan oleh Qabil untuk melaksanakan niat jahatnya. Lalu dia pergi menemui Habil dan mengancamnya: “Aku pasti membunuhmu!”.

 

Habil menjawab : “Apa sebab engkau hendak membunuhku?”.

 

Qabil menjawab : “Karena Allah telah menerima kurbanmu dan menolak kurbanku: dan karena engkau hendak menikahi saudaraku yang cantik, sedang aku harus menikahi saudaramu yang jelek. Maka nanti orang-orang akan mengatakan, bahwa engkau lebih baik dariku, dan anakmu akan membanggakan diri terhadap anakku”. (Tafsir Al Khazin).

 

Muhammad bin Ishak menceritakan dari sementara orang yang mengerti tentang kitab-kitab kuno, bahwa Adam as. telah mengumpuli Hawa di dalam surga sebelum keduanya melakukan pelanggaran. Lalu Hawa mengandung Qabil dan saudaranya lglima. Pada waktu itu, Hawa tidak merasa mengidam karena kandungannya itu. Tidak letih dan tidak sakit, juga tidak melihat darah ketika melahirkan keduanya. Dan ketika keduanya telah diturunkan ke bumi, Adam as. mengumpuli Hawa lagi, lalu Hawa mengandung Habil dan saudara kembarnya Layudza. Ketika Hawa mengandung untuk yang kedua kali ini, dia merasakan mengidam, letih dan sakit, serta mengeluarkan darah saat melahirkan. Anak Adam yang laki-laki mengawini anak Adam yang perempuan, yang mana saja di antara saudara-saudaranya yang dia kehendaki selain dari saudara kembarnya, yang lahir bersamanya. Ketika Qabil dan Habil telah menginjak dewasa, sedang usia keduanya hanya berselisih dua tahun, maka Allah Taala memerintahkan kepada Adam as. agar mengawinkan Qabil dengan Layudza, dan mengawinkan Habil dengan lqlima, saudara kembar Qabil. Adapun Iglima itu lebih cantik daripada Layudza. Adam pun lalu menyampaikan hal itu kepada kedua anaknya. Habil menerimanya dengan rela, sedang Oabii tidak rela, dia berkata : “Iglima adalah saudaraku, dan aku lebih berhak memilikinya. Kami berdua merupakan anak-anak yang dilahirkan di surga, sedang dia berdua dilahirkan di bumi… demikian seterusnya sampai akhir cerita. (Tafsir Al Khazin).

 

Disebutkan di dalam Al Akhbar, bahwa Hawa melahirkan untuk Adam as. dari setiap kandungan dua orang anak, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Adapun jumlah semua anak yang dilahirkannya adalah empat puluh anak dari dua puluh kandungan. Anak pertama (sulung) ialah Qabil dan saudara kembarnya, Iglima, sedang anak terakhir (bungsu) ialah Abdulmughits dan saudara kembarnya, Amatulmunghits. Kemudian Allah memberkati anak keturunan Adam as. itu.

 

ibnu Abbas ra. berkata : “Adam as. belum mati, melainkan setelah menyaksikan anak-anak dan cucu-cucunya berjumlah sampai empat puluh ribu orang”.

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat kelahiran Qabil dan Habil. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa, Adam as. mengumpuli Hawa seratus tahun sesudah mereka diturunkan ke bumi, lalu Hawa melahirkan untuknya, Qabil dan saudara kembarnya Iglima, dalam satu kandungan: setelah itu, Habil dan saudara kembarnya Layugdza, dalam satu kandungan yang lain. (Tafsir Al Khazin).

 

Ibnu Juraij berkata : “Ketika Qabil hendak membunuh Habil, dia tidak tahu bagaimana cara membunuhnya. Maka Iblis yang terkutuk menjelma di hadapannya. Iblis telah menyiapkan seekor burung, lalu kepala burung itu diletakkannya di atas batu, dan dengan batu yang lain, dipukulkannya kepala burung itu sampai mati. Sementara itu, Qabil memperhatikannya. Maka Iblis telah mengajari Qabil cara membunuh. Lalu Qabil melakukan seperti yang dilakukan Iblis itu. Konon, Iblis mengajari Qabil cara membunuh itu pada saat Habil sedang tidur.

 

Dan ulama berbeda pendapat pula mengenai tempat dilakukannya pembunuhan itu. Ibnu Abbas ra. mengatakan, di atas gunung Tsaur, dan pendapat lain mengatakan, di lereng gunung Hira, yang lain mengatakan di Basrah, tepatnya di lokasi Masjid Agung. (Tafsir Al Khazin).

 

Setelah Aabil membunuh adiknya, ia menjadi menyesal atas pembunuhan itu. Karena akibat pembunuhan itu, dia menjadi kebingungan memikirkan tentang cara mengurus jenazah adiknya itu, lalu dipanggulnya jasad adiknya di atas punggungnya selama satu tahun atau lebih, menurut kata orang. Dan karena Qabil belajar pada burung gagak, maka kulitnya berubah menjadi hitam legam. Dan ayahnya berlepas diri darinya. Sebagaimana diriwayatkan bahwa, setelah Qabil melakukan pembunuhan itu, maka tubuhnya menjadi hitam legam. Lalu dia ditanya oleh Adam as. tentang saudaranya, dia menjawab : “Saya tidak diserahi mengurusnya”.

 

Lantas Adam as. berkata : “Engkau pasti telah membunuhnya, karena itu tubuhmu berubah menjadi hitam!”. Dan Adam pun berlepas diri darinya.

 

Setelah kejadian itu, Qabil tinggal selama seratus tahun tidak pernah tertawa. Dan dia tidak memperoleh apa pun yang diinginkannya dengan melakukan pembunuhan itu. (Qadhi Baidhawi)

 

Konon, setelah itu Qabil melarikan diri ke Aden di negeri Yaman. Iblis yang terkutuk menyusulnya ke sana. Setelah bertemu dia berkata : “Sesungguhnya api memakan kurban Habil karena dia telah menyembah api. Maka lakukanlah olehmu seperti itu”. Dan Qabil pun menurut. Qabillah yang mula-mula membuat alat-alat musik dan tenggelam dalam kemaksiatan-kemaksiatan, yaitu meminum minuman keras, menyembah berhala, berzina dan perbuatan-perbuatan keji lainnya, sehingga Allah menenggelamkan mereka dengan air bah di zaman Nabi Nuh as. dan barangsiapa melakukan perbuatan-perbuatan seperti itu, maka dia akan dikumpulkan bersama-sama Qabil dan anak-anaknya pada hari kiamat kelak. (Raunaqul Majalis).

 

Menurut salah satu hadis, tidaklah seseorang terbunuh secara aniaya, melainkan Qabil ikut andil di dalamnya, yakni bagian dari darahnya. Karena dialah yang mula-mula mempelopori pembunuhan.

 

Dan juga dikatakan, bahwa yang pertama-tama mendengki di langit ialah Iblis yang terkutuk. Kemudian terjadilah apa yang telah terjadi padanya. Dan yang pertama-tama mendengki di muka bumi ialah Qabil, ketika dia mendengki saudaranya Habil, lalu terjadilah apa yang telah terjadi padanya. Dan cukuplah nasib keduanya itu menjadi nasehat bagi orang yang berakal.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya nikrmat-nikmat Allah itu mempunyai musuh”. Sahabat bertanya : “Siapa mereka itu, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab : “lalah orang-orang yang mendengki orang lain atas nikmat karunia yang diberikan Allah kepadanya”.

 

Sebagian hukama berkata : “Induk segala kejahatan itu ada tiga dengki, tamak dan Sombong. Adapun sifat sombong itu asalnya dari Iblis yang terkutuk. Ketika dia bersikap Sombong dan enggan melakukan sujud sebagaimana yang diperintahkan Allah kepadanya, lalu dia dikutuk. Sedangkan tamak, asalnya dari Adam as. ketika dikatakan kepadanya, “Surga dan seluruh isinya diperbolehkan bagimu selain dari satu pohon ini”. Namun, Beliau terpengaruh oleh sifat tamak, sehingga ahirnya Beliau dikeluarkan dari dalam surga. Dan dengki, asalnya dari Qabil, ketika dia membunuh saudaranya Habil, sehingga dia menjadi kafir disebabkan oleh kedengkiannya itu”.

 

Dan dikatakan oleh Al Faqih Abul Laits : “Ada tiga golongan manusia yang doanya tidak diterima: (1) orang yang memakan harta haram, (2) orang yang suka membicarakan kejelekan orang lain (menggunjing), (3) dan orang yang di dalam hatinya terdapat perasaan dengki terhadap kaum muslimin”.

 

Dari Athiyah bin Audzah As Sa’di, katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya marah itu berasal dari setan, sedangkan setan diciptakan dari api, Maka, apabila seseorang di antara kamu marah, hendaklah dia berwudu”. Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Sesungguhnya di kalangan kamu ada orang yang lekas marah lekas pula redanya, ada yang lekas marah lambat reda, dan ada pula yang lambat marah dan lekas reda. Maka yang terbaik adalah yang lambat marah lekas reda, dan yang terburuk adalah yang lekas marah lambat reda”. (Zubdatul Wa’izhin) Ketahuilah bahwa, orang yang suka mendengki itu akan memperoleh delapan bencana : Pertama, rusak taatnya. Karena diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Bel. u bersabda :

 

Artinya : “Hindarilah olehmu sifat dengki, sebab dengki itu melahap kebaikan-kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar dan rumput. Atau, menjerumuskannya kepada kekufuran”.

 

Kedua, menyeretnya kepada perbuatan-perbuatan maksiat.

 

Karena pendengki itu biasanya tidak luput dari menggunjing, berdusta, mencaci dan senang dengan kesusahan orang lain. Attabrani meriwayatkan dari Dhamrah bin Tsa’labah, katanya : “Manusia akan selalu berada dalam keadaan yang baik selama mereka tidak saling mendengki”.

 

Ketiga, tidak memperoleh syafaat. Attabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Basyar, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tidak termasuk ke dalam golonganku orang yang suka mendengki, orang yang suka mengadu-domba, dan tukang ramai: dan aku pun tidak tergolong darinya”.

 

Kemudian Beliau membacakan firman Allah, yang artinya : “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, tanpa kesalahan yang mereka lakukan, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.

 

Keempat, masuk neraka.

 

Addailami meriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar ra. dan sahabat Anas bin Malik ra., bahwa saw. bersabda :

 

Artinya : “Enam golongan manusia masuk neraka sebelum dihisab dikarenakan oleh enam perkara. Sahabat bertanya : Siapa mereka, Ya Rasulullah?. Beliau menjawab : para pemimpin pemerintahan karena kelalimannya: orang-orang Arab karena fanatik kesukuannya, kapala-kepala daerah karena kesombongannya: para pedagang karena ketidak Jujurannya, para penduduk dusun karena kebodohannya, dan orang-orang alim karena kedengkiannya”.

 

Kelima, penyebab dilakukannya sesuatu yang merugikan orang lain.

 

Oleh karenanya, Allah Taala memerintahkan agar memohon perlindungan dari kejahatan pendengki, sebagaimana Dia memerintahkan agar memohon perlindungan dari setan yang terkutuk. Hal mana disebutkan dalam firman-Nya:

Artinya : “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia mendengki”. Dan sabda Nabi saw. :

Artinya : “Jadikanlah sikap tutup mulutmu itu sebagai penolong dalam usaha meraih keinginan-keinginanmu, sebab setiap orang yang memperoleh nikmat itu pasti didengki””. Keenam, letih dan susah tanpa manfaat, bahkan disertai dengan dosa dan maksiat. Ibnu Assammak berkata : “Saya tidak pernah melihat orang zalim yang lebih mirip dengan orang yang dizalimi selain pandengki, selalu letih, akal bingung, dan susah yang tak kunjung reda.

Ketujuh, buta hati, sehingga hampir tidak mengerti satu hukum pun dari hukumhukum Allah Taala.

Sufyan berkata : “Janganlah engkau menjadi pendengki, agar engkau cepat mengerti”.

Kedelapan, tidak akan sukses dalam segala bidang.

Bahkan selalu kalah, sehingga hampir tidak pernah memperoleh apa yang dicitacitakannya dan tidak pernah menang atas musuhnya.

Karenanya, dikatakan :

Artinya : “Pendengki itu tidak akan mulia”. (Thariqah Muhammadiyah).

19. TENTANG TURUNNYA HIDANGAN DARI LANGIT BERKAT DOA NABI ISA AS.

Allah SWT. berfirman : 

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Aku ilhamkan kepada para pengikut Isa yang setia : “Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku”. Mereka menjawab : “Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)”. (Ingatlah) ketika para pengikut Isa berkata : “Hai Isa putera Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?”. Isa menjawab : “Bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman”. Mereka berkata : “Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tentram hati kami, dan Supaya kami yakin bahwa engkau telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi Orang-orang yang menyaksikan hidangan itu”. : Isa putera Maryam berdoa: “Ya Allah, oh Tuhan kami, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu : berilah kami rizeki, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling baik”. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangSiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turun hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia”. (QS. Almaidah : 111-115).

Tafsir :

(.    ) Dan ingatlah, ketika Aku ilhamkan kepada para pengikut Isa yang setia, Maksudnya : Aku perintahkan kepada mereka melalui lisan-lisan rasul-rasulKu.

 

(       )i Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku. Boleh jadi  pada kalimat ini adalah an masdariyah (.  ) atau bisa juga an mufassirah (.  ).

 

(.    ) Mereka menjawab : “Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa kami adalah orang-orang yang patuh, yang ikhlas.

 

(.    ) Ingatlah, ketika para pengikut Isa berkata : “Hai Isa putera Maryam. Kalimat ini dinasabkan dengan kata.   atau merupakan zharaf (kata keterangan) dari kata     . Dengan demikian, ia menjadi peringatan bahwa pengakuan ikhlas mereka yang diiringi dengan perkataan mereka : (.    ) sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?”, belumiah karena pengetahuan yang mantap dan kokoh.

 

Ada pendapat yang mengatakan, bahwa yang dimaksudkan dengan “sanggup” dalam ayat ini adalah kesanggupan yang diakibatkan oleh hikmat dan iradat, bukan yang diakibatkan oleh kekuasaan. Dan ada pula pendapat yang mengatakan, bahwa arti dari “sanggupkah Tuhanmu” ialah “apakah Dia mengabulkan doamu?”. Kata     artinya sama dengan    seperti kata     sama dengan    .

 

(.    ) Isa menjawab : “Bertakwalah kepada Allah”. Dari pertanyaan seperii ini.

 

(     ) jika kamu betul-betul orang yang beriman, kepada kesempurnaan kekuasaan Allah dan kebenaran kenabianku, atau, jika kamu benar dalam pengakuan keimananmu.

 

(.      ) mereka berkata : “Kami ingin memakan hidangan itu”. Kata-kata ini adalah permulaan alasan dan penjelasan mengapa sampai mereka mengajukan pertanyaan itu. .

 

(.     ) dan supaya tentram hati kami, dengan berkumpulnya antara ilmu musyahadah dan Hmu istidlal atas kekuasaan Allah yang sempurna.

 

(.    ) dan supaya kami yakin bahwa engkau telah berkata benar kepada kami, dalam pengakuanmu sebagai nabi dan bahwa Allah mengabulkan doa kami.

 

(.     ) dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu, apabila engkau telah membuktikan kepada kami atau, menjadi orang-orang yang menyaksikan dengan mata kepala, bukan hanya sekedar mendengar berita belaka.

 

(.     ) Isa putera Maryam berdoa : “Ya Allah, Ya Rabbana, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yang akan kami rayakan. Ada yang mengatakan bahwa, Id itu artinya       kegembiraan yang berulang. Karena itulah hari raya disebut Id.

 

(.   ) yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami. Kata-kata ini adalah Badal (pengganti) dari kata   , dengan mengulangi ‘amilnya. Maksudnya, hari raya bagi orang-orang yang bersama kami dan orang-orang yang datang sesudah kami.

 

( ) dan menjadi tanda. Di-athaf-kan kepada kata    .

 

(.  ) dari-Mu. Kata ini merupakan sifat dari kata   . Maksudnya : Tanda yang nyata dari-Mu, yang menunjukkan atas kesempurnaan kekuasaan-Mu dan kebenaran kenabianku. –

 

(.  ) dan karuniailah kami, hidangan dan rasa syukur atasnya.

 

(.    ) dan Engkaulah Pemberi rezki yang paling baik. Karena Allah-lah yang menciptakan rezki.

 

(.    ) Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, sebagai perkenaan atas permintaanmu.

 

(.    ) barangsiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turun hidangan itu), maka Aku akan menyisakannya dengan siksaan. Yakni, dengan penyiksaan.

 

(.   ) yang tidak pernah Aku timpakan kepada seseorang pun. Dhamir (kata ganti nama) x(dalam RIS) kembali kepada masdarnya, atau kepada azab.

 

(.    ) sekalian umat marusia. Yaitu yang sezaman dengan mereka, atau seluruh umat manusia secara mutlak. (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan di dalam At Akhbar: Tiga perkara yang di sisi Allah tidak setimbang dengan sayap seekor nyamuk : (1) salat yang tidak disertai dengan tunduk dan khusyu’ (2) zikir dengan hati yang lalai. Karena Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai, (3) membaca salawat untuk Nabi saw. tanpa disertai penghormatan dan tanpa niat. Sebagaimana sabda Nabi saw. yang artinya : “Sesungguhnya setiap amal itu harus disertai dengan niat”. (Zubdah). .

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra., bahwa Nabi Isa as. berkata kepada pengikut-pengikutnya : “Berpuasalah kamu selama tiga puluh hari, kemudian mintalah kepada Allah apa yang kamu inginkan, niscaya Dia memberikannya kepadamu”. Maka mereka pun berpuasa. Setelah selesai berpuasa, mereka berkata : “Jika kita bekerja pada seseorang, lalu pekerjaan itu kita selesaikan, tentu orang itu akan memberi makan kepada kita”. Kemudian mereka meminta kepada Allah Taala hidangan. Maka turunlah malaikat membawa hidangan, yang terdiri dari tujuh potong roti dan tujuh ekor ikan. Kemudian hidangan itu diletakkan malaikat di hadapan mereka. Maka orang yang terakhir dapat menyantap hidangan itu seperti halnya orang yang pertama.

 

Dan menuju Ka’ab, hidangan itu turun terbalik, diterbangkan oleh malaikat antara langit dan bumi. Isinya terdiri dari segala jenis makanan selain daging.

 

Sedang Qatadah berkata : “Pada hidangan itu terdapat buah di antara buah-buahan surga”.

 

Dan Athiyah Al Aufi mengatakan : “Dari langit turun seekor ikan yang mengandung rasa segala sesuatu”.

 

Diperselisihkan, apakah Isa as. meminta hidangan itu untuk dirinya sendiri, atau memintanya untuk kaumnya. Sekalipun pada lahirnya Beliau menisbatkan hidangan itu kepada dirinya, namun masing-masing dari keduanya tetap memuat bahwa turunnya hidangan tu adalah karena diminta. (Naisaburi)

 

Konon, ketika para pengikut Nabi Isa as. mendengar ancaman keras dari Allah itu, yaitu : “Barangsiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turunnya hidangan) itu, maka seSungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seseorang pun di antara umat manusia”. Maka mereka kuatir jangan-jangan ada Sebagian di antara mereka yang menjadi kafir, lalu mereka meminta maaf dan berkata :

 

“Kami tidak monginginkan hidangan itu”. Maka hidangan itu pun tidak jadi diturunkan. Demikian kata Mujahid dan Alhasan. Totapi yang benar adalah yang dianut oleh Jumhur umat dan imam-imam yang terkenal, yaitu bahwa hidangan itu benar-benar telah diturunkan. Sebagaimana diriwayatkan bahwa, Nabi Isa as. mandi lalu mengenakan kain wol, kemudian salat dua rakaat. Beliau menundukkan kepala sambil memicingkan kedua matanya, kemudian Beliau berdoa dan diperkenankan. Sekonyong-konyong tampak sebuah taplak merah di antara dua awan, satu di atasnya dan satu di bawahnya, turun perlahan-lahan dengan disaksikan oleh seluruh pengikut Isa as. hingga akhirnya tiba di hadapan mereka. Maka menangislah Isa as. lalu Beliau berdoa : “Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan ini sebagai rahmat bagi seluruh alam, dan janganlah Engkau jadikan dia sebagai siksaan dan hukuman”. Kemudian Beliau bangkit lalu berwudu dan salat sambil menangis. Setelah itu, Beliau berkata kepada para pengikutnya : “Berdirilah orang yang terbaik amalnya di antara kamu sekalian untuk membuka hidangan ini, sambil menyebut nama Allah dan menyantapnya”.

 

Syam’un, pemimpin Hawariyun, menjawab : “Bagindalah yang lebih pantas melakukannya”.

 

Maka bangkitlah Nabi Isa as. lalu berwudu dan salat sambil menangis. Kemudian Beliau membuka kain penutup hidangan itu seraya berkata : “Dengan nama Allah, sebaikbaik pemberi rezki”” Ternyata di dalamnya ada seekor ikan panggang, tanpa sisik dan tanpa duri, mengalirkan lemak, kepalanya bergaram, ekornya bercuka, dan disekelilingnya terdapat bermacam-macam sayuran selain kucai. Dan ada pula lima potong roti, yang satu pakai minyak zaitun, yang kedua pakai madu, yang ketiga pakai minyak samin, yang keempat pakai mentega, dan yang kelima pakai dendeng.

 

Syam’un bertanya : “Wahai Ruh Allah, makanan ini, apakah dari makanan dunia atau makanan akhirat?”.

 

Isa as. menjawab : “Bukan dari keduanya, tetapi ia merupakan makanan yang baru diciptakan Allah dengan kekuasaan-Nya yang tinggi. Makanlah yang kalian minta ini dan bersyukurlah, niscaya Allah akan menambah nikmat dan karunia-Nya kepada kamu”.

 

Para Hawariyun berkata : “Wahai ruh Allah, coba Baginda perlihatkan kepada kami tanda kekuasaan Allah yang lain selain dari yang ini”.

 

Nabi Isa as. berkata : “Hai ikan, hiduplah engkau dengan izin Allah Taala”. Maka ikan itu pun bergerak-gerak. Kemudian Isa berkata kepadanya : “Kembalilah engkau ke asalmu” Maka ikan itu pun kembali sebagai ikan panggang. Kemudian hidangan itu melayang terbang. Sesudah itu, mereka mendurhaka, maka diubahlah rupa mereka menjadi kera dan babi.

 

Konon, Hidangan itu datang kepada mereka selama empat puluh hari dalam waktu yang berbeda-beda. Orang miskin, orang kaya, anak kecil dan orang tua semuanya berkumpul menyantap makanan yang ada pada hidangan itu hingga datang harta rampasan perang, maka terbangiah hidangan itu sedang mereka memandang bayangannya. Dan tidaklah seorang miskin makan dari hidangan itu, melainkan menjadi kaya sepanjang hidupnya, dan tidak pula orang yang sakit memakannya, melainkan akan sembuh total dan tidak akan sakit-sakit lagi selama-lamanya.

 

Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Isa as. : “Berikanlah hidangan-Ku kepada orang-orang fakir dan orang-orang sakit, dan tidak kepada orang-orang kaya dan orang-orang sehat”. Karena itu, maka orang-orang menjadi ribut. Lalu diubahlah rupa beberapa orang di antara mereka menjadi babi-babi yang mencari makan di jalan-jalan dan tempat-tempat sampah, memakan kotoran di rumput-rumput. Ketika orang banyak melihat kejadian itu, mereka bergegas mendatangi Nabi Isa as. sambil menangisi orang-orang yang diubah rupanya itu.

 

Dan ketika babi-babi itu melihat Nabi Isa as. mereka menangis dan mulailah mereka berputar-putar mengelilingi Beliau. Dan Beliau memanggil mereka sambil menyebutkan nama mereka satu persatu. Maka mereka menangis sambil memberi isyarat dengan kepala mereka masing-masing tanpa mampu mengucapkan sepatah kata pun. Mereka hidup selama tiga hari, setelah itu mereka semua mati.

 

(Kisah aneh): Wahai saudara-saudaraku, kaum Nabi Isa as. telah meminta makanan dari Nabi Isa as. maka kalian mintalah, sesudah puasa, rahmat Allah dan ampunan-Nya. Dan sesungguhnya hari raya dinamakan Id, karena dalam setahun dia berulang dua “kali. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila kaum muslimin telah selesai berpuasa di bulan Ramadan, dan berangkat menuju ke tempat mereka berhari raya, maka Allah Taala berfirman kepada para malaikat : “Hai malaikat-malaikat-Ku, sesungguhnya setiap orang yang bekerja tentu akan meminta upahnya. Begitu juga dengan hamba-hamba-Ku yang telah berpuasa di bulan Ramadan dan keluar menuju ke tempat mereka berhari raya, juga meminta ganjaran mereka. Maka saksikanlah, bahwasanya Aku telah mengampuni mereka”. Maka dikumandangkanlah suatu seruan: “Wahai umat Muhammad, pulanglah kalian ke rumahmu masing-masing, karena keburukan-keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan-kebaikan berkat kemurahan Allah Taala”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Apabila tiba hari raya Fitri (Idul Fitri) semua orang keluar menuju ke tempat salat, lalu bersujud (melaksanakan salat) kepada Tuhan mereka. Maka Allah Taala bertirman : “Wahai hamba-hamba-Ku, kamu semua berpuasa karena Aku: kamu berbuka karena Aku, dan kamu salat juga karena Aku, maka bangkitlah kamu sekalian dalam keadaan telah diampuni dosa-dosamu yang terdahulu maupun yang akan datang”.

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Bersungguh-sungguhlah kamu semua pada hari raya Fitri (Idul Fitri) dalam bersedekah dan melakukan amal-amal kebaikan dan kebajikan berupa salat dan zakat, Serta perbanyaklah membaca tasbih dan tahlil. Karena hari itu adalah hari yang di dalamnya Allah mengampuni dosa-dosamu, memperkenankan doa-doamu, dan memandang kepadamu dengan pandangan rahmat dan ampunan”.

 

Wahab bin Munabbih berkata : “Pada setiap hari raya Iblis bersedih hati, maka iblisiblis lain berkumpul di hadapannya, mereka berkata : “Hai pemimpin kami, siapakah yang telah membuatmu marah, dari langit dan bumi, agar kami dapat menghancurkannya?”

 

Iblis menjawab : “Tidak ada. Hanya saja Allah telah mengampuni umat ini pada har ini. Maka hendaklah kamu sekalian menyibukkan mereka dengan kelezatan-kelezatan yang terlarang dan minuman keras, sehingga Allah membenci mereka dan mengazab mereka”. (Demikian tersebut di dalam Az Zubdah).

 

Maka hendaklah Anda berpedoman pada apa yang disebutkan dalam kitab Zubdah ini, sehingga Anda dapat keluar dari melakukan apa yang ada dalam perjanjian Iblis tersebut nasut qalam singgasana surga.

20. KEUTAMAAN BERPUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWWAL

Allah SWT. berfirman : 

Artinya : “Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala ) sepuluh kali lipat amalnya, dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al An’am : 160) Tafsir :

(     ) Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. Maksudnya : sepuluh kebaikan semisalnya, sebagai anugerah dari Allah Taala. Ya’kub membaca kata   dengan tanwin ( ), dan kata   dibaca rafa (   ) sebagai sifat. Ayat ini merupakan kelipatan-kelipatan pahala yana dijanjikan. Sementara itu, ada pula janji tentang kelipatan pahala sampai tujuh puluh hingga tujuh ratus kali lipat, dan tanpa hitungan. Karena itu dikatakan bahwa, yang dimaksud dengan kata “sepuluh” itu ialah “banyak” bukan bilangan tertentu.

 

(.     ) dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya. Sebagai pelaksanaan keadilan.

 

(.     ) sedang mereka tidak dianiaya. Dengan dikurangi pahala atau pun ditambah hukumannya. (Qadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku seratus kali pada hari Jumat, kelak pada hari kiamat, dia akan datang dengan disertai cahaya, yang kalau cahaya itu dibagi-bagikan di antara seluruh makhluk, niscaya akan meratai mereka semua”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku satu kali, maka tidak ada lagi dosa yang melekat padanya barang satu zarrah maupun satu biji” (Zubdatul Wa’izhin)

 

Imam Muslim telah mengeluarkan satu hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., dan Abu Ayyub ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan kemudian dilanjutkannya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka seakan-akan dia berpuasa selama satu tahun penuh”.

 

Sabda Beliau di atas sesuai dengan maksud firman Allah Taala yang artinya : “Barangsiapa yang membawa amal yang baik baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya”. Karena satu tahun itu terdiri dari tiga ratus enam puluh hari. Puasa Ramadan itu jumlahnya tiga puluh hari, itu setara dengan tiga ratus hari. Maka tinggal enam puluh hari lagi. Jika orang itu berpuasa pula enam hari di bulan Syawwal, yang setara dengan enam puluh hari, maka berarti genaplah jumlahnya dengan tiga ratus enam puluh hari yang sama dengan satu tahun. Dan itulah yang dimaksudkan oleh sabda Nabi saw. yang artinya : “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan kemudian dilanjutkannya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka seakan-akan dia berpuasa selama satu tahun penuh”.

 

Adapun tentang adanya sebagian ulama yang memakruhkan puasa ini, karena dikuatirkan menyerupai perbuatan ahlil kitab dalam menambahi puasa fardu, pendapat ini dibantah dengan argumentasi, bahwa penyerupaan itu sudah tidak ada lagi, karena di antara kedua puasa itu diselingi dengan hari raya (Idul Fitri), (jadi tidak disambung seperti perbuatan ahlil kitab, pent.), dan karena puasa yang pertama adalah fardu, sedang yang lain sunnah. (Durratui Wa’izhin)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi selama enam hari di bulan Syawwal. Maka barangsiapa berpuasa enam hari tersebut, Allah Taala mencatat baginya kebaikan sebanyak jumlah makhluk-Nya, dan menghapus darinya kesalahankesalahannya, serta mengangkat derajatnya”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang mati itu mempunyai enam ratus organ, pada tiap-tiap organ dari organ-organ tubuhnya terdapat seribu mulut kecuali pada hati, karena hati itu merupakan tempat makrifat. Barangsiapa mengerjakan puasa enam hari tersebut, Allah akan meringankan baginya sakaratul maut, bagaikan meminum air yang sejuk bagi orang yang dahaga”. (Durratul Wa’izhin).

 

Konon, barangsiapa menanam sebatang pohon karena mengharapkan buahnya, tentu dia akan menyiraminya pada waktunya. Apabila daun-daun pohon itu telah menghijau, itu tanda bahwa pohon itu tidak perlu disirami lagi. Apabila daun-daun pohon itu telah menghijau, dan setelah lewat beberapa lama, ia terkena panas matahari lalu menjadi kering, maka diketahui bahwa pohon itu memerlukan air lagi. Namun jika dia tidak kering, bahkan menjadi bertambah hijau, maka diketahuilah bahwa pohon itu tidak lagi memerlukan air. Begitu pula halnya dengan hamba Allah di bulan Ramadan. Dia berlomba melakukan puasa, salat dan amal-amal kebaikan lainnya karena mengharapkan semua amalnya itu diterima Allah, berkat bulan Ramadan. Dan tanda diterimanya itu ialah jika sesudah habis bulan Ramadan, si hamba tadi masih tetap rajin melaksanakan ketaatanketaatan dan ibadat-ibadat. (Hayatul Qulub)

 

Dari Sufyan Ats Tsauri ra., katanya : “Saya pernah tinggal di Mekah selama tiga tahun. Ketika itu, ada seorang penduduk Mekah yang setiap hari datang ke Baitul Haram pada waktu Zuhur. Dia melakukan tawaf di sekeliling Kakbah dan salat. Kemudian dia memberi salam kepadaku, lalu pulang. Akhirnya saya terbiasa dan kenal dengannya, begitu pula dia. Pada suatu hari, dia jatuh sakit, lalu mengundangku, kemudian dia berkata : “Seandainya saya meninggal dunia, maka mandikanlah saya oleh Anda sendirian dan salatilah saya, lalu kuburkaniah. Dan jangan biarkan saya sendirian di dalam kuburku pada malam itu. Tinggallah Anda di samping kuburku dan ajarilah saya kalimat tauhid ketika Munkar dan Nakir menanyaiku”. Saya berjanji akan melaksanakan wasiatnya itis. Ketika saya melaksanakan apa yang disuruhnya itu, dan saya bermalam di sampng kuburnya. Ketika saya berada dalam keadaan antara tidur dan jaga, tiba-tiba terdengar suara : “Hai Sufyan, dia tidak memerlukan pada penjagaan dan pengajaranmu!”.

 

Saya bertanya : “Mengapa?”.

 

Suara itu menjawab : “Disebabkan oleh puasa Ramadan yang dilanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal”.

 

Maka saya pun terjaga. Ternyata tidak ada seorang pun di sekitar situ. Lalu, saya berwudu dan salat, sampai akhirnya saya tertidur kembali. Kemudian saya bermimpi lagi seperti itu sampai tiga kali. Maka saya pun sadar, bahwa itu semua adalah dari Allah Yang Maha Pengasih, bukan dari setan yang terkutuk. Lantas saya pergi meninggalkan kuburan itu, seraya berdoa: “Ya Allah, berilah aku taufik supaya dapat melaksanakan puasa Ramadan dan puasa enam hari di bulan Syawwal”. Maka Allah Yang Mahabesar lagi Mahatinggi berkenan memberi taufik kepadaku”. (Badrud Durar) |

 

Albaihagi meriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Orang yang berpuasa sesudah bulan Ramadan, adalah seperti orang yang menyerang sesudah lari”.

 

Maksudnya, orang yang sudah selesai mengerjakan puasa Ramadan, kemudian berpuasa kembali, diumpamakan seperti orang yang melarikan diri dari medan perang yang kemudian bertempur kembali. Dan yang dimaksud dengan puasa sesudah bulan Ramadan itu ialah puasa enam hari di bulan Syawwal. Atas dasar inilah, Asy Sya’bi berkata :

 

“Berpuasa satu hari sesudah bulan Ramadan lebih aku sukai daripada berpuasa setahun penuh”.

 

Manawi meriwayatkan dari Abdulwahab, bahwa dia berkata : “Rahasia disyariatkannya puasa pada hari-hari ini (enam hari di bulan Syawwal, pent.) adalah karena nafsu mungkin mengarahkan keinginannya pada hari raya kepada syahwat-syahwat, sehingga pada han itu dia ditimpa oleh kelalaian-kelalaian dan hijab. Maka puasa enam hari di buian Syawwal ini laksana pembalut yang menutupi kekurangan-kekurangan atau kelalaiankelalaian di dalam puasa Ramadan, seperti salat-satat sunnah yang menyertai salat-salat fardu atau sujud sahwi”.

 

Cara melakukan puasa tersebut adalah dengan berturut-turut (mutawaliyah). Sebagian ulama ahli tahkik dan ulama yang telah mencapai tingkat kesempurnaan mengatakan : “Yang lebih utama adalah puasa enam hari di bulan Syawwal itu hendaklah dilakukan secara berturut-turut, tanpa dipisah-pisahkan. Karena melakukan puasa secara berturutturut itu lebih mendekati kepada penjernihan batin daripada kalau dia dipisah-dipisahkan”. Dan oleh karena itu, Sayidi Ali Zadah berkata : “Dalam pelaksanaan puasa enam hari ini seyogyanya menerapkan pula apa-apa yang harus dilakukan dalam pelaksanaan puasa Ramadan, bahkan harus lebih ditingkatkan, karena puasa enam hari ini merupakan pembalut. Pembicaraan mengenai keutamaan puasa enam hari ini, jika seseorang memisah-misahkannya atau mengakhirkannya dari awal bulan, dia masih tetap memperoleh keutamaan meneruskan puasa. (Sunan Daruguthni)

 

Dari Ibnu Umar ra., katanya : “Rasululiah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa melakukan puasa di bulan Ramadhan lalu dilanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka dia keluar dari dosa-dosanya seperti hari ketika dia baru dilahirkan oleh ibunya”. (Attarghib wat Tarhiib)

 

Dari Ka’bul Ahbar, katanya : “Suatu ketika, Fatimah ra., jatuh sakit. Kemudian Ali datang dan bertanya : “Wahai Fatimah, apa keinginan hatimu dari kemanisan-kemanisan dunia ini?”. Fatimah menjawab : “Wahai Ali, saya ingin buah delima”. Ali berpikir sesaat, karena dia tidak mempunyai sesuatu apa pun. Kemudian dia bangkit dan pergi ke pasar, lalu meminjam satu dirham, kemudian dibelikannya buah delima. Setelah itu, dia pun pulang menemui istrinya. Dalam perjalanan pulangnya, dilihatnya seorang laki-laki tergeletak di tengah jalan. Ali berhenti lalu bertanya kepada orang itu : “Apa keinginan hatimu, wahai orang tua?”.

 

Orang itu menjawab : “Hai Ali, aku sudah lima hari di sini tergeletak, dan orang-orang melewatiku. Namun tidak ada seorang pun yang berpaling kepadaku. Hatiku ingih delima”.

 

Ali berpikir di dalam hatinya sesaat sambil berkata kepada dirinya sendiri : “Aku telah membeli sebuah delima untuk Fatimah, jika delima ini aku berikan kepada orang ini, maka Fatimah tidak kebagian, tetapi kalau aku tidak memberinya, maka aku telah menyalahi firman Allah : (Adapun peminta-minta, maka janganlah kamu hardik). Dan Nabi saw. bersabda : (Janganiah kamu menolak orang yang meminta sekalipun dia menunggang kuda). Maka buah delima itu dibelahnya, kemudian dia suapkan kepada orang tua itu, lalu seketika itu juga orang tua itu sembuh dari sakitnya, sedang Fatimah ra. sendiri juga sembuh. Dan Ali pulang dengan rasa malu. Ketika Fatimah melihatnya, dia segera bangkit dan menyambut suaminya itu, kemudian didekapnya ke dadanya, seraya berkata : “Kanda tampak prihatin sekali. Demi keperkasaan dan kebesaran Allah, sesungguhnya setelah kanda memberikan buah delima itu kepada orang tua tersebut, maka seketika itu juga hilanglah keinginanku kepada buah delima itu”. Ali gembira mendengar perkataan istrinya itu. Kemudian datang seorang laki-laki mengetuk pintu. Ali bertanya : “Siapa Anda?”.

 

Orang itu menjawab : “Saya Salman Alfarisi, bukalah pintu!”.

 

Ali bangkit lalu membuka pintu. Tampak Salman menjinjing sebuah baki yang ditutup:

 

dengan secarik kain. Salman meletakkan baki itu di hadapan Ali.

 

“Dari siapakah ini hai Salman ?”. tanya Ali.

 

Salman menjawab : “Dari Allah kepada Rasul-Nya, dan dari Rasul kepada Anda”.

 

Ali membuka tutupnya, ternyata di dalamnya ada sembilan buah delima. Lalu Ali pe. kata : “Hai Salman, kalau ini memang untukku, seharusnya sepuluh buah, karena firrria Allah : (Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya pahala sepuluh kali lipa’ amalnya)”.

 

Salman tertawa, lalu dia mengeluarkan sebuah delima dari lengan bajunya kemudian diletakkannya kedalam baki, sambil berkata : “Hai Ati, demi Allah, delima ini memang ada sepuluh biji, tetapi saya tadi hanya ingin mengujimu”. (Raudhatul Muttagin)

 

Hikmat dilipat gandakannya pahala kebaikan-kebaikan dari umat ini ada tiga:

 

Pertama, bahwa usia umat-umat terdahulu kebanyakan paniang-panjang ama. kebajikan mereka pun banyak, sedang usia umat ini pendek-pendek, sehingga amal kebajikan mereka pun sedikit. Oleh karena itu, Allah melebihkan umat ini dengan melipat gandakan pahala amal mereka dan mengutamakan waktu-waktu serta Lailatul Qadar, supaya ketaatan-ketaatan mereka lebih banyak pahalanya daripada umat-umat terdahulu. Seperti yang diriwayatkan, bahwa Nabi Musa as. pernah berkata : “Oh Tuhanku, sesungguhnya aku dapati di dalam kitab Taurat suatu umat yang kebaikan-kebaikannya dicatat sepuluh kali lipat, sedang kejahatan-kejahatannya hanya dicatat semisalnya saja. Jadikaniah, mereka itu umatku”. Allah menjawab : “Hai Musa, itu adalah umat Muhammad yang akan datang pada akhir zaman”.

 

Kedua, derajat-derajat di dalam surga itu dicapai dengan ketaatan yang murni tanpa ada kekurangan-kekurangan, sedang ketaatan umat ini disertai banyak kekurangan. Oleh karenanya, Allah Taala memberikan tambahan kelipatan pahala dari karunia dan kemurahan-Nya, agar kekurangan yang terdapat dalam perbuatan taat umat ini menjadi sempurna dengan adanya tambahan kelipatan pahala tadi, sehingga diketahui bahwa mereka meraih derajat surgawi itu dengan tambahan kelipatan pahala tersebut.

 

Ketiga, diadakannya tambahan kelipatan-kelipatan pahala itu juga disebabkan oleh, karena orang-orang yang bersengketa pada hari kiamat nanti akan bergantung menuntut hak mereka pada seteru-seteru mereka masing-masing. Kemudian mereka membawa amal-amal seteru-seteru mereka itu, sehingga tidak ada yang tersisa selain tambahan kelipatan-kelipatan pahala tadi. Lantas salah seorang dari mereka berkata : “Ya Rabb, berikanlah kepadaku tambahan kelipatan-kelipatan pahala amalnya itu!”.

 

Allah menjawab : “Sesungguhnya tambahan kelipatan-kelipatan pahala ini bukanlah dari amalnya, melainkan dari rahmat-Ku, sedangkan Aku tidak akan menahan rahmat-Ku darinya. Tetapi Aku berikan kepadamu hasil dari amalnya saja”.

 

(Ya Rabbana, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat). (Raudhatul Ulama)

 

(Kisah menarik) Abdullah bin Mubarak berkata : “Pada suatu tahun, saya berangkat haji. Saya pernah tertidur di Hijir Ismail. Di dalam tidur itu, saya bermimpi didatangi oleh Rasulullah saw. Beliau berkata : “Kalau engkau pulang ke Baghdad, masuklah ke kamPung anu, dan carilah Bahram, seorang Majusi. Sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya : “Sesungguhnya Allah Taala telah meridainya”.

 

Maka saya pun terjaga lalu saya mengucapkan : “Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Ini adalah mimpi dari setan”.

 

Kemudian saya berwudu lalu melakukan tawaf sesuai yang dikehendaki Allah, sehingga akhirnya saya diserang rasa kantuk dan tertidur kembali. Di dalam tidur itu, saya kembali bermimpi seperti tadi. Kejadian ini berlangsung sampai tiga kali.

 

Setelah selesai melaksanakan haji, saya pulang ke Baghdad. Saya langsung pergi ke kampung anu lalu mencari rumah Bahram, orang Majusi itu. Saya jumpai dia adalah Seorang yang sudah lanjut usianya. Lalu saya bertanya : “Andakah Bahram orang Majusi?”

 

“Ya’, jawabnya, “Saya meminjamkan uang di tengah-tengah masyarakat dengan membayar bunga. Dan ini menurut saya adalah baik”.

 

Saya katakan : “Ini haram menurut Muhammad saw.”. Lalu saya lanjutkan : “Apakah Anda mempunyai kebaikan lain selain itu?”.

 

“Ya”, jawabnya. “Saya mempunyai empat orang anak perempuan dan empat orang anak laki-laki. Anak-anak perempuan itu aku kawinkan dengan anak-anakku yang lelaki”.

 

“Ini pun haram juga”, kata saya. Kemudian saya bertanya kembali : “Apakah Anda mempunyai kebaikan lain selain itu?”.

 

“Ya”, Jawabnya. “Saya mengadakan jamuan makan untuk orang-orang Majusi, ketika saya mengawinkan anak-anak perempuan dengan anak-anak lelakiku”.

 

Saya katakan : “Ini pun haram juga”. Kemudian saya bertanya lagi : “Pernahkah Anda melakukan selain itu?”.

 

“Ya”, jawabnya. “Saya mempunyai seorang anak perempuan yang tergolong wanita tercantik. Saya tidak mendapatkan laki-laki yang sepadan dengannya. Oleh karena itu, dia saya kawini sendin. Pada malam itu, saya mengadakan jamuan makan yang dihadiri oleh lebih dari seribu orang Majusi”.

 

“Ini juga haram”, kata saya. Lalu saya bertanya pula : “Masih adakah padamu selain dari itu?”.

 

“Ya”, jawabnya. “Pada suatu malam, saya menggauli anak perempuanku itu di tempat tidurku. Tiba-tiba seorang perempuan yang seagama denganmu datang hendak menyalakan lampu dari lampuku. Lalu dia menyalakan lampunya. Saya keluar dan memadamkan lampunya itu. Kemudian dia masuk kembali dan menyalakan lampunya. Dan saya pun keluar lalu memadamkan lampunya. Kemudian saya berkata dalam hati: “Jangan-jangan orang ini adalah mata-mata pencuri”. Maka saya pun keluar membuntunya sampai akhirnya perempuan itu tiba di sebuah rumah, lalu masuk ke dalamnya. Di dalam rumah itu tampak empat orang anak perempuan. Ketika perempuan tadi masuk, mereka berkata kepadanya : “Oh…. Ibu, apakah ibu membawa sesuatu untuk kami. Sesungguhnya kami sudah tidak mempunyai kekuatan dan kesabaran lagi menahan rasa lapar”. Kedua mata perempuan itu tampak berlinangan air mata, lalu dia berkata kepada anak-anaknya : “Aku malu kepada Tuhanku jika minta sesuatu dari seseorang selain Dia, dan meminta sesuatu hajat kepada musuh Allah Taala, yaitu orang Majusi”.

Bahram berkata : “Setelah saya mendengar perkataannya itu, saya pun bergegas puJang ke rumah. Lalu saya ambil sebuah baki besar, kemudian saya isi penuh dengan apa saja. Setelah itu, saya bawa sendiri ke rumah perempuan itu, lalu saya berikan baki itu kepada perempuan itu. Dia menerima pemberian saya itu dengan penuh kegirangan.

Abdullah bin Mubarak berkata : “Saya berkata kepadanya, “Ini baru kebaikan, dan Anda mendapat kabar gembira”. Kemudian saya ceritakan kepadanya tentang isi mimpi saya tempo hari. Setelah mendengar perkataan saya, maka Bahram, orang Majusi itu, berkata : “Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. Setelah mengucapkan kata-kata itu, dia pun jatuh tersungkur, lalu mati. Maka saya pun memandikannya, mengkafaninya dan mensalatinya”.

Selanjutnya Abdullah bin Mubarak berkata : “Wahai hamba-hamba Allah, bersikaplah dermawan terhadap makhluk-makhluk Allah Taala. Karena Allah mampu memindahkan musuh-musuh-Nya ke derajat kekasih-kekasih-Nya, dan kepunyaan Dialah kerajaan agung bumi dan di langit. Semoga Allah mengampuni kita berkat asma-Nya yang paling agung dan berkat seluruh Nabi”,

Nabi saw. bersabda :

Artinya : “Apabila seseorang di antara kamu melaksanakan keislamannya dengan baik, maka apa Saja kebaikan yang dia lakukan akan dicatat sepuluh kali lipatnya. Sedangkan kejahatan yang dilakukannya akan dicatat semisalnya saja, sampai dia berhadapan dengan Allah Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung”.

21. KEUTAMAAN BERDOA DENGAN SUARA KERAS DAN SUARA PELAN

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al A’raf : 55)

Tafsir :

(.          ) Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut. Yakni, dengan sikap merendahkan diri dan bersuara yang lembut. Karena suara yang lembut itu sebagai tanda dari sifat ikhlas.

 

(          ) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, yang melampaui batas dalam apa-apa yang diperintahkan kepada mereka, baik dalam doa atau lainnya. Dengan firman ini, Allah mengingatkan bahwa, seyogyanya orang yang berdoa itu tidak meminta apa-apa yang tidak pantas untuknya, seperti minta dijadikan sebagai nabi, atau minta supaya bisa naik ke langit dan lain-lain yang serupa itu. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, maksud “melampaui batas” dalam ayat ini adalah berteriak atau bersuara keras dalam berdoa dan memanjang-manjangkannya.

 

Dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Akan ada suatu kaum yang berlebih-lebihan dalam berdoa. Padahal sudah cukup apabila orang mengucapkan : “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan apaapa yang mendekatkan kepadanya, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa-apa yang mendekatkan kepadanya, baik berupa ucapan maupun perbuatan”. Kemudian Beliau membacakan firman Allah : “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qadhi Baidhawi)

 

As’ad, katanya : “Bahwa dahulu, Rasulullah saw. memohon “dibukakan”, yakni memohon pertolongan dan kemenangan kepada Allah Taala atas orang-orang kafir dengan orang-orang Muhajirin yang miskin, yakni dengan berkat doa mereka, Beliau berdoa :

 

Artinya : “Ya Allah, tolonglah kami atas musuh-musuh kami dengan berkat kehormatan hamba-hamba-Mu yang miskin yang berhijrah”.

 

Ini menunjukkan penghormatan kepada kaum fakir miskin dan kesukaan Beliau pada doa mereka, serta mengambil berkat dari keberadaan mereka. (Pari Hisaahul Mashaabih)

 

Di dalam kitab Targhiibaatul Abrar disebutkan : “Stabilitas dunia ini ditentukan oleh empat perkara : (1) dengan ilmunya para ulama, (2) dengan keadilan para pemimpin negara, (3) dengan kedermawanan para konglomerat, (4) dengan doanya orang-orang melarat. Jika bukan karena ulama, niscaya akan binasalah orang-orang yang bodoh: jika bukan karena keadilan para pemimpin negara, niscaya akan rusaklah tatanan masyarakat, manusia saling menerkam sesama mereka seperti serigala menerkam kambing: jika bukan karena kedermawanan para konglomerat, niscaya akan binasalah orang-orang melarat, dan jika bukan karena doa orang-orang miskin, niscaya akan robohlah langit dan bumi”. (Mau’izhah)

 

Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Ada tiga macam doa yang mustajab, tanpa diragukan lagi, yaitu : (1) doa orang tua untuk anaknya, (2) doa musafir, (3) doa orang yang teraniaya”.

 

Sehingga diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Hati-hatilah terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah. Doanya itu diangkat oleh Allah di atas awan, dan dibukakan untuknya pintu-pintu langit, lalu Tuhan berfirman : “Demi keperkasaan-Ku, Aku pasti menolongmu, sekalipun nanti” Maksudnya : Aku tidak akan menyia-nyiakan hakmu dan tidak akan menolak doamu, walaupun telah berlalu masa yang panjang. Karena Aku Maha Penyantun, Aku tidak akan terburu-buru menghukum hamba-hamba-Ku, mungkin mereka kembali dari (tidak lagi melakukan) kezaliman dosa-dosa kepada menyenangkan lawan-lawan (orang-orang yang dizalimi) nya, dan bertobat. (Majalis)

 

Mengenai keutamaan doa ini dikatakan, bahwa pada saat Mansur bin Ammar sedang memberikan ceramah, sekonyong-konyong seorang pengemis meminta uang empat dirham. Mansur berkata : “Siapa yang bersedia memberi orang ini apa yang dia minta, nanti dia akan aku doakan dengan empat macam doa”.

 

Ketika itu ada seorang budak hitam duduk di pinggir masjid, tuannya adalah seorang Yahudi, dan dia membawa uang empat dirham yang telah dikumpulkannya. Kemudian budak tersebut berdiri, lalu berkata : “Hai Syaikh, saya akan memberinya uang empat dirham dengan syarat supaya Tuan mendoakan saya dengan empat macam doa seperti yang saya katakan dan inginkan”.

 

“Baiklah”, jawab Mansur.

 

Maka uang itu diberikannya kepada pengemis tersebut, sambil berkata : “Hai Sya kk saya adalah seorang budak. Doakanlah agar saya dapat merdeka. Dan tuanku ada ar seorang Yahudi, maka doakanlah agar dia masuk Islam. Saya seorang yang miskin, maka doakaniah agar saya menjadi kaya, sehingga Aliah memberi kekayaan kepada saya dari karunia-Nya sampai saya tidak memerlukan lagi pada bantuan makhluk-makhluk-ti ya Dan doakanlah kepada Allah, supaya Dia mengampuni dosa-dosaku”.

 

Maka Mansur pun mendoakannya seperti apa yang dia minta. Ketika budak itu pulang, dia bertemu tuannya, lalu dia ceritakan kejadian tadi. Ternyata tuannya senang. lau dia berkata : “Sekarang engkau aku bebaskan dari hartaku: sampai tadi aku masih menyadi tuanmu, dan sekarang engkaulah tuanku”. Kemudian orang Yahudi itu mengucapkan : “Tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. Sete ah itu, dia berkata kembali pada bekas budaknya itu : “Aku menjadikanmu sebagai sekutu dalam semua hartaku. Adapun hajatmu yang keempat, yaitu ampunan Allah, itu tidak ada di tanganku. Kalau tidak, tentu aku ampuni semua”.

 

Tiba-tiba terdengarlah suara dari sudut rumah, mengatakan : “Sesungguhnya Aku telah membebaskan kamu berdua dari neraka, dan mengampuni kamu berdua, begitu pua Mansur beserta kamu berdua”. (Raunaqul Majalis)

 

Konon, doa itu merupakan sebab yang paling kuat dalam hal dihilangkannya apa-apa yang tidak disukai dan dicapainya segala cita-cita. Akan tetapi hasil dari doa itu kadangkadang tidak segera menjadi kenyataan, hal itu boleh jadi karena lemahnya doa itu sendiri, seumpama doa yang tidak patut dikabulkan Allah Taala karena memuat permusuhan. Dan boleh jadi pula karena lemahnya hati dan tidak menghadap (konsentrasi) serta tidak berhimpunnya hati dengan Allah di saat berdoa. Dan boleh jadi pula karena adanya penghalang terhadap dikabulkannya doa itu, berupa makanan yang haram, menganiaya, dosadosa yang mengotori hati, ataupun karena dikuasainya hati oleh sifat lalai, lupa dan hawa nafsu, sebagaimana sabda Nabi saw. :

 

Artinya: “Dan ketahuilah, bahwa Allah Taala tidak akan menerima doa dari hati yang lala?’. (Dari Almawahib)

 

Konon, empat perkara menambah umur :

 

Pertama, mengawini perawan.

Kedua, tidur ke sebelah kiri.

Ketiga, mandi dengan air mengalir.

Keempat, memakan buah apel di waktu dini hari.

 

Diceritakan bahwa, ada seorang saleh yang hidupnya sangat melarat, karena tidak mempunyai makanan dan belanja, padahal dia mempunyai istri. Pada suatu hari, istrinya berkata kepadanya : “Berdoalah kepada Allah, niscaya Dia melapangkan dunia buat kita”.

 

Maka orang saleh itu pun berdoa, dan wanita itu masuk ke dalam rumah. Kemudian dilihatnya sebuah batu bata dari emas tergeletak di pojok rumahnya, lalu diambilnya.

 

Orang saleh itu berkata : “Belanjakanlah sekehendakmu”. Namun, ketika orang saleh itu tidur, dia bermimpi seakan-akan masuk ke dalam surga, lalu dilihatnya sebuah istana yang telah berkurang kira-kira satu bata. Dia bertanya : “Milik siapakah ini?”. Dijawab : “Milikmu” Dia bertanya pula: “Manakah batu bata di sini?”. Dijawab : “Telah kami kirimkan kepadamu”. Maka orang saleh itu pun terjaga dari tidurnya dengan perasaan kaget. Kemudian dia berkata kepada istrinya : “Bawa ke sini batu bata itu”.

 

Batu bata itu diambilnya lalu diletakkannya di atas kepalanya seraya berdoa : “Oh Tuhanku, sesungguhnya aku kembalikan batu bata ini kepada-Mu”. Maka Allah pun mengembalikan batu itu ke tempatnya semula.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang mengambil sesuap dari dunia, melainkan dikurangi

 

Allah-lah bagiannya dari akhirat”.

 

Sebagaimana firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian keuntungan dunia, dan tidak ada baginya satu bagian pun di akhirat”.

 

Sahabat Umar bin Khattab ra. berkata : “Saya telah melihat Rasulullah saw. berbaring di atas sebuah tikar sehingga membekas pada kedua sisinya, maka saya berkata : “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia melapangkan dunia untukmu. Karena raja-raja Persia dan Romawi telah dilapangkan, padahal mereka tidak menyembah kepada Allah”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya ini semua disimpan untuk kita, Ya Ibnal Khattab. Sedang mereka itu jalah kaum yang disegerakan kepada mereka rezeki-rezeki mereka yang baik di dunia”.

 

Dalam riwayat lain disebutkan : “Tidakkah engkau rela, jika mereka memperoleh dunia sedang kita memperoleh akhirat?”.

 

Dari sahabat Amr bin Syu’aib ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Dua perangai yang siapa memilikinya, maka Allah Taala akan mencatatnya sebagai orang yang bersyukur dan bersabar. Yaitu : orang yang dalam urusan agamanya memandang kepada orang lain yang lebih baik darinya lalu diikutinya jejak orang Itu, dan orang yang dalam urusan dunianya memandang kepada orang yang lebih miskin darinya, lalu dia memuji Allah Taala atas karunia yang telah dianugerahkan-Nya kepadanya, Sebagaimana firman Allah Taala : “Dan janganlah kamu dengki terhadap apa yang telah dianugerahkan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi orang perempuan ada pula bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” Dari Syaqiq, seorang yang zuhud, ra. dia berkata – “Orang-orang miskin memilih tiga perkara, dan orang-orang kaya pun memilih tiga perkara.

 

Orang-orang miskin memilih  kesenangan jiwa, kesenggangan hati dan hisab yang ringan: sedang orang-orang kaya memilih keletihan jiwa, kesibukan hati dan hisab yang berat”. (demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)

22. PENJELASAN TENTANG IMAN

Allah SWT. berfirman : ,

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayatayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan (hanya) kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia”. (QS. Al Anfal : 2-4).

Tafsir :

(.    ) Sesungguhnya orang-orang yang beriman. Maksudnya : orang yang sempurna imannya. ,

(.    ) itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hati mereka. Hati mereka menjadi takut karena mengagungkan Allah dan merasa gentar akan kebesaran-Nya. Dan pendapat lain mengatakan bahwa, yang dimaksud ialah orang yang ingin melakukan maksiat, lalu diingatkan : “Takutlah kepada Allah”. Maka dia tidak jadi melakukannya, karena takut akan hukuman Allah. Kata   ini bisa pula dibaca  , (dengan fathah), yang menurut bahasa artinya : takut.

(.    ) dan jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya). Karena dengan itu orang mukmin bertambah Imannya, atau bertambah tentram jiwanya, atau bertambah meresap keyakinannya dengan semakin nyatanya dalil-dalil, atau dengan melakukan amal yang menyebabkan bertambahnya iman itu. Ini adalah pendapat mereka yang mengatakan bahwa iman itu bisa bertambah dengan perbuatan taat dan bisa berkurang dengan perbuatan maksiat, berdasarkan pada, bahwa amal itu tercakup dalam iman.

(.  ) dan kepada Tuhan merekalah, mereka berserah diri. Mereka menyerahkan urusan-urusan mereka kepada-Nya, mereka tidak merasa takut dan tidak pula berharap kecuali hanya kepada-Nya.

(.   ) yaitu, orang-orang yang mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Karena mereka telah membuktikan keimanannya dengan cara melakukan perbuatan-perbuatan hati yang mulia, seperti : takut kepada Allah, ikhlas, tawakkal, dan telah melakukan perbuatan-perbuatan tubuh yang baik-baik, yang merupakan cermin dari perbuatan-perbuatan hati seperti salat dan sedekah.

Haqqan (.    ) adalah sifat dari masdar yang mahdzuf (dihilangkan) yang kalau ditampakkan adalah   (dengan iman yang sebenar-benarnya). Atau sebagai masdar yang muakkad (mempertegas), seperti perkataan :    (Dia memang Abdullah) yakni benar-benar Abdullah, bukan orang lain.

(.   ) mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya. Kemuliaan-kemuliaan dan kedudukan yang tinggi. Pendapat lain mengatakan : derajat-derajat surgawi yang mereka peroleh dengan amal-amal mereka.

 

(.   ) dan ampunan, atas apa yang terlanjur mereka lakukan.

 

(.   ) dan rezeki yang mulia, yang disediakan Allah di dalam surga yang tidak terputus bilangannya dan tidak habis selama-lamanya. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menuliskan salawat untukku di dalam sebuah kitab, maka para malaikat akan terus memohonkan ampunan buatnya, selama tulisan itu masih ada di dalam kitab tersebut”. (Syifaun Syarif)

 

Dan dari Hasan Albashri, katanya : “Saya pernah bermimpi melihat Abu “Ishmah, lalu saya bertanya : “Apakah yang telah Allah lakukan terhadapmu?”.

 

Dia menjawab : “Tuhanku telah mengampuni aku”.

 

Saya bertanya pula : “Karena apa?”.

 

Dia menjawab : “Karena setiap menyebut sesuatu hadis, saya mengucapkan salawat untuk Nabi saw. “. (Zubdah)

 

Firman Allah (     ) memberi pengertian    (pembatasan), dan maknanya adalah : Orang-orang mukmin itu bukanlah mereka yang menyalahi Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi orang-orang mukmin yang benar dalam imannya itu ialah apabila disebutkan nama Allah, maka menjadi takutlah hati mereka. (Tafsir Al Khazin).

 

Firman-Nya (     ), maksudnya : hati mereka takut. Seorang ahli hakekat berkata : “Takut itu ada dua macam, takut akan hukuman, adalah takutnya orang-orang yang durhaka, dan takut akan kehebatan dan keagungan Allah, yaitu takutnya orang-orang yang istimewa. Karena mereka mengetahui keagungan Allah Taala, maka mereka menjadi takut sekali. Sedangkan orang-orang yang durhaka, mereka takut akan hukuman Allah. Jadi orang mukmin itu apabila disebut nama Allah maka hatinya menjadi takut sesuai dengan kadar tingkatannya dalam mengingat Allah. (Tafsir Al Khazin).

 

Firman-Nya (     ), maksudnya : bahwa setiap kali datang sesuatu dari sisi Allah, mereka beriman kepadanya, lalu dengan sebab itu bertambahlah iman dan kepercayaannya. Karena bertambahnya iman itu disebabkan oleh bertambahnya sesuatu tadi Dan itu ada dua macam:

 

Pertama, iman yang dimiliki oleh umumnya orang berilmu, sebagaimana dinyatakan oleh Al Wahidi, katanya : “Semakin banyak dan semakin kuat dalil-dalil, maka imannya pun semakin bertambah, karena dengan adanya dalil-dalil yang banyak dan kuat, maka hilanglah keraguan dan kuatlah keyakinan. Maka makrifatnya kepada Allah menjadi lebih kuat, sehingga imannya pun bertambat””.

 

Kedua, bahwa mereka percaya kepada semua apa yang dibacakan kepada mereka dari sisi Allah. Dan karena taklif-taklif (kewajiban-kewajiban) itu datang secara berturutturut di masa Rasulullah saw. maka setiap kali ada taklif baru, mereka membenarkannya, maka dengan pengakuan seperti itu, mereka semakin bertambah percaya dan iman. (Tafsir Al Khazin)

 

Firman-Nya (      ), di dalamnya ada dalil bahwa, seseorang tidak boleh mengaku dirinya beriman benar-benar. Karena Allah Taala mensifati seperti itu hanya terhadap beberapa kaum yang tertentu saja, yang memiliki sifat-sifat tertentu. Padahal tidak mesti sifat-sifat seperti itu dimiliki oleh setiap orang. Dan ini menyangkut masalah ushul, yaitu, bahwa para ulama telah sepakat, seseorang boleh saja mengatakan “Saya mukmin”. Namun mereka berbeda pendapat, bolehkah orang itu mengatakan “Saya beriman benar-benar”, atau “Saya beriman Insya Allah”, atau tidak boleh?.

 

Para ulama dari Mazhab Hanafi mengatakan : “Lebih baik orang mengatakan “Saya beriman benar-benar”, dan tidak boleh mengatakan, “Saya beriman Insya Allah”. Untuk menunjang kesahihan pendapat itu, mereka menggunakan dalil sebagai berikut :

 

Pertama, bahwa orang yang bergerak tidak boleh mengatakan, “Saya bergerak Insya Allah”, begitu pula orang yang berdiri atau duduk. Demikian juga halnya dengan masalah ini, seorang mukmin wajib mengatakan : “Saya beriman benar-benar (.    )”, dan tidak boleh mengatakan : “Saya beriman Insya Allah”.

 

Kedua, bahwa Allah Taala telah berfirman : “Itulah orang-orang yang beriman benarbenar (      )”, berarti Allah telah menetapkan bagi mereka, bahwa mereka itu adalah orang-orang yang beriman yang sebenar-benarnya. Sedang perkataan orang, “Saya beriman Insya Allah”, berisi keraguan tentang apa yang telah diputuskan Allah tadi, dan hal ini tidak boleh. (Tafsir Al Khazin)

 

Firman-Nya : (.    ), Dari sahabat Anas bin Malik ra.. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sedekah itu mencegah tujuh puluh macam bencana, yang paling ringan di antaranya adalah penyakit sopak”.

 

Firman-Nya : (     ) Artinya : tingkatan-tingkatan sebagian lebih tinggi dari sebagian yang lain. Karena orang-orang mukmin itu masing-masing berbeda keadaannya dalam memiliki sifat-sifat tersebut di atas. Maka dengan demikian berbeda pula tingkatantingkatan mereka di dalam surga. Karena tingkatan-tingkatan surga itu menurut ukuran amal masing-masing orang.

 

Ibnu Athiyah berkata : “Tingkatan-tingkatan surgawi, yang di dalamnya mereka diberi rezeki, disesuaikan dengan amal-amal mereka”.

 

Attirmidzi meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Di dalam surga itu ada seratus derajat (tingkatan), jarak antara dua tingkatan sejauh perjalanan seratus tahun”.

 

Dan dari Said, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya di dalam surga itu ada seratus derajat (tingkatan), yang seandainya seluruh makhluk berkumpul pada salah satu daripadanya, niscaya akan mencukupi mereka semuanya”. (Tafsir Al Khazin)

 

Dari sahabat Abu Darda ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Maukah kamu aku beritahukan tentang sebaik-baik dan sesuci-suci amalmu di sisi Tuhanmu, yang lebih meninggikan kepada derajat-derajatmu, dan lebih baik bagimu daripada menafkahkan emas dan perak, serta lebih baik bagimu daripada menghadapi musuhmu, baik kamu memenggal leher mereka atau mereka memenggal leher kamu?.

 

Para sahabat menjawab : Tentu, Ya Rasulullah.

 

Rasulullah menjawab : lalah zikrullah (ingat kepada Allah)”. (Mashabih)

 

Dikatakan bahwa, zikrullah itu lebih tinggi daripada ibadat-ibadat lain semuanya adalah karena ibadat-ibadat lain itu semuanya merupakan wasilah (jalan menuju) kepada zikrullah. Jadi zikrullah itu adalah cita-cita tertinggi dan tujuan utama. Hanya saja zikrullah itu dibagi dua :

 

Pertama, berzikir dengan lidah, dan

 

Kedua, berzikir dengan hati

 

Yaitu zikir yang tidak mengucapkan dengan lidah dan tidak pula terdengar oleh telinga, tetapi hanya berupa pikiran dan perhatian hati. Itulah tingkatan zikir yang paling tinggi, karena diriwayatkan dalam salah satu khabar :

 

Artinya : “Berfikir sesaat lebih baik daripada beribadat tujuh puluh tahun”.

 

Dan itu tidak diperoleh, melainkan dengan senantiasa berzikir menggunakan lisan disertai hadir hati, sehingga zikir itu tertanam di dalam hatinya, dan dapat berpaling dari selainnya. (Majalis Rumi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Seandainya iman Abubakar ditimbang dengan iman umatku, niscaya iman Abubakarlah yang lebih berat”.

 

Demikian pula diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. Anas bin Malik, dan Abu Said Alkhudri ra., mereka berkata : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Akan keluar dari neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman seberat dzarrah”,

 

Ini menunjukkan bahwa iman itu bertambah dan berkurang. Sedang argumentasi kami adalah bahwa, iman itu merupakan ungkapan dari tasdig (pembenaran) sesuai dengan dalil-dalil yang telah kami sebutkan di muka, padahal tasdig itu tidak menerima penambahan atau pengurangan.

 

Adapun firman Allah Taala di dalam surah Al Fath :

 

Artinya : “Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)”. (QS. Al Fath: 4)

 

Maka kami katakan : “Itu adalah mengenai sahabat-sahabat Nabi saw. Karena dahulu, Alquran turun setiap waktu, lalu mereka beriman. Maka pembenaran mereka dalam hati bertambah melebihi yang semula. Adapun mengenai kita, maka tidaklah demikian, sebab wahyu telah terputus.

 

Adapun firman Allah :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu jalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetariah hati mereka”. (QS. Al Anfal : 2)

 

Kami katakan : “Itu adalah sifat orang-orang mukmin. Di dalam ketaatan orang-orang mukmin itu berbeda-beda, sedangkan di dalam keimanan tidaklah demikian”.

 

Adapun firman Ailah : (      ), yang dimaksud adalah keyakinan, bukan iman Itu sendiri.

 

Sedangkan hadis Abubakar di atas tadi, maka kami katakan, bahwa yang dimaksud adalah “lebih berat pahalanya”, karena dia merupakan orang yang terdahulu yang berIman. Sedangkan Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Orang yang menunjukkan kepada kebaikan itu adalah seperti orang yang melakukannya”.

 

Adapun sabda Nabi saw. yang artinya : “Akan keluar dari dalam neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman (walaupun kecilnya seperti) seutas rambut”. Maka kami katakan : “Diriwayatkan pula di dalam salah satu hadis, yang artinya : “Akan keluar dari dalam neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman setimbang dzarrah sekalipun” Jadi harusiah diartikan seperti ini sesuai dengan dalii-dalil yang telah kami sebutkan di muka. (demikian disebutkan di dalam kitab Bahrul Kalam)

 

Dari Alhasan, bahwa seorang laki-laki pernah bertanya kepadanya : “Apakah Anda beriman?”.

 

Dia menjawab : “Iman itu ada dua macam. Jika Anda bertanya kepadaku tentang iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, surga, neraka, hari kebangkitan dan hisab, maka saya beriman. Tetapi jika Anda bertanya kepadaku tentang firman Allah yang artinya (Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah maka gemetariah hati mereka), maka demi Allah, saya tidak tahu, apakah saya termasuk ke dalam golongan mereka atau tidak”.

 

Dari Imam Ats Tsauri : “Barangsiapa mengaku bahwa dirinya beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya, kemudian dia tidak dapat membuktikan bahwa dia tergolong penghuni surga, maka berarti dia hanya beriman dengan separuh ayat, sedangkan ini suatu keharusan darinya. Yakni, sebagaimana dia tidak bisa memastikan bahwa dirinya termasuk orang yang pantas memperoleh pahala orang-orang yang beriman benar-benar, maka dia tidak bisa memutuskan bahwa dirinya adalah orang yang beriman benar-benar.

 

Dan hal inilah yang menjadi pegangan orang yang membuat pengecualian dalam masalah iman. Sedang Abu Hanifah termasuk golongan yang tidak membuat pengecualian mengenai hal tersebut.

 

Diceritakan, bahwa Abu Hanifah bertanya kepada Qatadah, mengapa Anda membuat pengecualian terhadap iman Anda?.

 

Qatadah menjawab : “Karena mengikuti jejak Nabi Ibrahim as. yang berkata : “Dan yang sangat aku inginkan agar Dia mengampuni aku”.

 

Abu Hanifah berkata : “Mengapa Anda tidak mengikuti perkataan Nabi Ibrahim as. ketika ditanya Allah, “Tidakkah engkau beriman?”. Ibrahim as. menjawab : “Tentu, saya beriman”. (Kasysyaf).

 

Ketahuilah bahwa, para ulama berbeda pendapat dalam masalah boleh tidaknya pengecualian dalam iman. Imam Syafii dan ulama Syafiiyah berpendapat boleh, seperti kata orang, “Saya beriman insya Allah”. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian lalu mengenai perbedaan pendapat ini. Mereka berpegang pada pendapat Ats Tsauri, bahwa sekalipun seseorang tidak boleh memastikan dirinya beriman, namun boleh saja dia mengaku beriman. Pendapat ini hanya bisa dibenarkan kalau yang dimaksud iman dalam ayat di atas tadi adalah sekedar beriman. Padahal tidak demikian halnya, tetapi yang dimaksud adalah iman yang sempurna. Karena firman Allah : (.           ) memberi arti pembatasan ( ) yang artinya HANYA   . Dan begitu juga firman Allah : (      ) sebagaimana telah diuraikan di muka. Seandainya yang dimaksudkan adatah semata-mata beriman, maka jika hilang salah satu sifat orang beriman, akan berarti hilang pula iman. Padahal maksud Alhasan tentang dua macam iman itu tidak lain adalah iman yang sempurna saja. Jadi jelas, tidak ada kaitan sama sekati antara masalah pengecualian dengan ayat ini. Abu Hanifah tidak membolehkan pengecualian, karena pengecualian itu dapat menimbulkan keraguan, lalu meniadakan iman, yang merupakan keyakinan.

 

Pengecualian itu telah diartikan pula sebagai tabarruk (mengambil berkah) seperti firman Allah Taala :

 

Artinya : “Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram jika Allah menghendaki”.

 

Padaha! Allah Taala Mahasuci dari sifat ragu-ragu. Atau, diartikan pada keadaan yang akan datang pada saat menghadapi maut.

 

Kesimpulan dari perbedaan pendapat di atas adalah, bahwa iman itu, kalau yang dimaksud ialah membenarkan (tasdiq) dan beramal maka ia boleh dikecualikan, sebab dibolehkannya bersikap ragu-ragu dalam hal akan melakukan amal saleh. Sedang ragu dalam sebagian mengharuskan ragu dalam keseluruhan. Tetapi kalau yang dimaksud adalah semata-mata hanya membenarkan (tasdig) saja, maka jika yang dimaksudkan dengan pengecualian itu adalah keraguan maka tidak boleh. Namun kalau yang dimaksudkan itu bukan keraguan maka boleh-boleh saja. Jadi perbedaan pendapat ini hanyalah mengenai kata-kata belaka.

 

Adapun perkataan Oatadah, “… mengikuti Nabi Ibrahim”, maksudnya ialah, bahwa Nabi Ibrahim as. mengharap ampunan Allah dan tidak memastikan memperolehnya. Katakata ini seolah menggambarkan bolehnya pengecualian iman itu, namun ia juga menggambarkan bolehnya pengecualian iman itu, namun ia juga mengandung cegahan. Karena ketiadaan kepastian memperoleh ampunan itu tidak harus diartikan ketiadaan kepastian iman, sebagaimana pernah disinggung berkaitan dengan perkataan Ats Tsauri.

 

Adapun perkataan Nabi Ibrahim :  (Ya, saya beriman), ini menunjukkan kepastian iman. Demikian disebutkan di dalam kitab Hasyiyah Al Kasysyaf. Silahkan anda merujuknya, sebagai bukti bahwa dalam perkataan kami tidak ada penyimpangan.

 

Syaqiq Al Balkhi berkata : “Ibrahim bin Adham rahimahullah, pernah berjalan di pasar-pasar kota Basrah. Lantas orang banyak berkumpui mengerumuni beliau, lalu mereka bertanya : “Wahai Abu Ishak, Allah Taala telah berfirman di dalam kitab-Nya (Berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan). Sejak lama kami berdoa, namun (mengapa) doa kami tidak diperkenankan?”.

 

Ibrahim bin Adham menjawab : “Wahai penduduk Basrah, hati kalian telah mati dalam sepuluh perkara, maka bagaimana doa kalian akan diperkenankan.

 

Pertama, kalian semua mengaku kenal akan Allah Taala, namun kalian tidak memberikan hak-hak-Nya kepada-Nya.

Kedua, kalian semua membaca Alquran, namun tidak mengamalkan isinya.

Ketiga, kalian semua mengaku bermusuhan dengan setan, namun kalian mematuhi dan bersepakat dengannya.

Keempat, kalian semua mengaku sebagai umat Muhammad saw. namun kalian tidak menjalankan sunnahnya.

Kelima, kalian semua mengaku akan masuk surga, namun kalian tidak berusaha untuk mencapainya.

Keenam, kalian semua mengaku akan selamat dari neraka, namun kalian melemparkan diri kalian ke dalamnya.

Ketujuh, kalian semua mengatakan bahwa mati itu benar-benar terjadi, namun kalian tidak bersiap-siap menghadapinya.

Kedelapan, kalian semua sibuk dengan aib-aib orang lain, tetapi tidak memperhatikan aibmu sendiri.

Kesembilan, kalian semua memakan nikmat-nikmat Tuhanmu, namun kalian tidak bersyukur kepada-Nya.

Kesepuluh, kalian semua mengubur orang-orang yang mati di antara kalian, namun kalian tidak mengambil pelajaran dari mereka.

Demikian disebutkan dalam kitab Hayatul Qulub.

23. PENJELASAN TENTANG HUKUMAN BAGI ORANG-ORANG YANG MENINGGALKAN PERINTAH-PERINTAH ALLAH

Allah SWT. berfirman : 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS. Al Anfal : 27-28)

Tafsir : .

(.     ) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dengan menelantarkan (tidak melaksanakan) yang fardu-fardu dan yang sunnah-sunnah, atau dengan memendam sesuatu di dalam hatimu berbeda dengan apa yang kamu nyatakan dengan lisanmu, atau dengan melakukan kecurangan-kecurangan dalam harta rampasan perang.

 

(.    ) dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu di antara sesama kamu. Kata 133 335 majzum (dengan tanda hilang nun) karena diatafkan (disandarkan) kepada kata   yang pertama, atau mansub sebagai jawab dengan menggunakan wawu (.   ).

 

(.    ) sedang kamu mengetahui , bahwa kamu berkhianat: atau, sedang kamu adalah orang-orang yang alim yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.

 

(.     ) Dan ketahuilah, bahwa harta-hartamu dan anakanakmu itu hanyalah sebagai cobaan. Karena mereka dapat menyebabkan kamu terjerumus ke dalam dosa, atau ke dalam hukuman, atau ke dalam cobaan dari Allah, guna menguji kamu dengannya. Maka janganlah karena perasaan cinta kepada mereka itu menjadikan kamu berbuat khianat, seperti Abu Lubabah.

 

(.     ) dan sesungguhnyadisisi Allah-lah pahala yang besar, bagi orang yang lebih mengutamakan keridaan Allah Taala daripada harta dan anak-anak, dan menjaga batasan-batasan Allah dalam masalah mereka. Maka gantungkanlah keinginankeinginan kepada apa yang mendorongmu menuju Allah. (Qadhi Baidhawi).

 

Sebab-sebab turunnya ayat ini diriwayatkan, bahwa Nabi saw. mengepung kaum Yahudi Bani Quraizhah selama dua puluh satu malam. Kemudian mereka minta berdama , seperti yang pernah dilakukan Nabi terhadap saudara-saudara mereka Bani Nadhir. dengan syarat mereka boleh pergi menuju Adzri’at dan Ariha’ yang termasuk wilayah Syam. Namun Nabi saw. menolak, kecuali kalau mereka mau menyetujui segala keputusan yang diberikan oleh Saad bin Muaz. Ternyata mereka menolak, dan mengatakan : “Utuslah kepada kami Abu Lubabah, Marwan bin Al Mundzir’. Abu Lubabah ini merupakan orang yang tulus bersahabat dengan mereka, karena keluarga dan hartanya adaditangan mereka. Maka Nabi pun mengutusnya kepada mereka. Mereka berkata kepadanya. “Bagaimana pendapat Anda, apakah kami boleh menyetujui keputusan Saad?”. Abu Lubabah menunjuk ke lehernya, yang maksudnya, kalau mereka menyetujui keputusan yang diberikan Saad, mereka akan dibunuh.

 

Abu Lubabah berkata : “Kedua telapak kaki saya belum lagi bergeser ketika saya menyadari bahwa saya telah berkhianat kepada Aliah dan Rasul-Nya”. Maka turunlah ayat di atas. Kemudian Abu Lubabah mengikatkan dirinya pada salah satu tiang Masjid seraya berkata : “Demi Allah saya tidak akan mencicipi makanan dan minuman sampai mati atau Allah menerima tobat saya”.

 

Maka tinggallah Abu Lubabah dalam keadaan demikian selama tujuh hari hingga akhirnya dia jatuh pingsan, tidak sadarkan diri. Kemudian Allah pun menerima tobatnya. Lantas dikatakan kepadanya : “Allah telah menerima tobatmu, maka lepaskanlah dirimu dari ikatan ini”. Abu Lubabah menjawab : “Tidak, saya tidak akan melepaskan ikatan ini, demi Allah, kecuali Rasulullah sendiri yang melepaskannya”. Maka Nabi saw. pun datang melepaskan ikatan tersebut dengan tangan beliau sendiri. Kemudian Abu Lubabah berkata : “Sesungguhnya termasuk kesempurnaan tobatku, saya akan meninggalkan negeri kaumku, yangdisana saya telah melakukan dosa, dan saya hendak mendermakan seluruh hartaku”.

 

Nabi saw. bersabda : “Sepertiga sudah mencukupi bagimu”. Maksudnya, bersedekahlah dengan yang sepertiga itu, dan itu sudah mencukupi.

 

Ketahuilah, bahwa menelantarkan Assunnah itu artinya meninggalkannya (tidak melaksanakannya).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafa Arrasyidin yang telah mendapat petunjuk, sesudahku. Gigitlah dia dengan gigi-gigi geraham”. Dan sabda Nabi saw. yang artinya : “Akan datang kepada umat manusia suatu masa, yang ketika itu sunnahku akan tampak usang seperti baju yang usang di badan, sedangkan bid’ah akan tampak baru. Maka barangsiapa mengikuti sunnahku pada saat itu, dia akan menjadi asing dan tinggal sendirian : dan barangsiapa mengikuti bid’ahnya orang banyak, dia akan memperoleh teman sebanyak lima puluh orang atau lebih”. Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apakah ada orang sesudah kami yang lebih utama daripada kami?”. “Tentu ada”, jawab Nabi. Sahabat bertanya kembali : “Apakah mereka melihat Baginda, Ya Rasulullah?”. “Tidak”, jawab Beliau. “Apakah wahyu turun kepada mereka?”. Tanya mereka pula.

 

“Tidak juga”, jawab Beliau.

 

Mereka bertanya pula : “Jadi, bagaimana keadaan mereka ketika itu?”.

 

Beliau menjawab : “Seperti garam dalam air. Hati mereka larut seperti larutnya garam

 

Mereka bertanya kembali : “Bagaimana mereka hidup ketika itu?”.

 

Nabi menjawab : “Seperti ulat dalam cuka”.

 

Mereka bertanya : “Bagaimana mereka memelihara agama mereka?”.

 

Nabi menjawab : “Seperti baraditangan, jika bara itu diletakkan maka dia akan padam, dan jika bara itu dipegang dan digenggamnya maka dia akan membakar tangannya”.

 

Renungkanlah, wahai orang-orang yang berakal, sabda utusan Allah Yang Mahakuasa dan Maha Pengampun itu.

 

Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berpegang teguh pada sunnahku di kala rusaknya umatku, maka dia akan memperoleh pahala seratus orang yang mati sebagai syahid”.

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Ada sepuluh perkara di antara yang diajarkan dan diamalkan oleh moyangmu Ibrahim as. Lima perkara ada di kepala dan lima lagi di tubuh. Adapun yang di kepala itu ialah : bersiwak (sikat gigi), berkumur-kumur, menghirup air melalui hidung, menggunting kumis dan membiarkan janggut. Adapun yang di tubuh ialah : khitan, istihdad, mencabut bulu ketiak, dan menggunting kuku. Masing-masing anggota tubuh ada ibadatnya, sampai-sampai alat kelamin laki-laki sekalipun”.

 

Allah Taala berfirman kepada Adam as. : “Sesungguhnya Aku telah menawarkan amanat kepada makhluk semuanya, namun mereka tidak mampu menanggungnya. Nah, apakah engkau sanggup mengambilnya dengan segala apa yang ada di dalamnya?”.

 

Adam bertanya : “Oh Tuhanku, apakah yang adadidalamnya?”.

 

Allah Taala menjawab : “Jika engkau laksanakan dengan baik maka engkau akan diberi pahala, dan jika engkau laksanakan dengan tidak baik, maka engkau akan mendapat hukuman”.

 

Akhirnya amanat itu ditanggung oleh Adam as.

 

Kemudian Allah Taala berfirman : “Jika engkau menanggung amanat itu, maka Aku akan membantumu. Aku buatkan tutup bagi matamu, pejamkanlah tutup kedua matamu tu karena takut akan hukuman-Ku. Dan Aku buatkan untuk lidahmu pintu dengan dua daun, maka jika engkau kuatir mengucapkan perkataan yang keji, tutuplah pintu lidahmu Itu karena takut akan hukuman-Ku. Dan Aku buatkan untukmu dua telinga, maka jika engkau kuatir mendengar perkataan yang tidak halal engkau mendengarnya, jagalah kedua telingamu itu dari mendengarkannya. Dan Aku buatkan pakaian untuk kemaluanmu, maka jika engkau kuatir membukanya, tutuplah ia dengan pakaian itu karena takut akan hukuman-Ku. Dan cegahlah kedua tanganmu dari barang yang haram, dan kedua kakimu dari berjalan menuju ke tempat-tempat yang tidak halal bagimu. Ingatiah akan hukuman-Ku”.

 

Semua yang disebutkan di atas adalah amanat Allah Taala. (Mau’izhah).

 

Wahab bin Munabbih berkata : “Ketika dirham dan dinar telah dibuat, maka keduanya lalu dibawa oleh Iblis Laknatullah alaih, kemudian diciuminya dan diletakkannya pada kedua matanya, seraya berkata : “Celakalah orang yang mencintai kamu berdua melalui jalan yang halal, dan celakalah sekali lagi celakalah orang yang mencintai kamu berdua melalui jalan yang haram”.

 

Konon, seorang laki-laki dari salah satu negeri datang menemui Nabi saw. Lalu Nabi menanyakan kepadanya tentang keadaan negerinya itu. Maka orang itu pun menceritakan kepada Beliau tentang keadaan tanahnya yang luas dan banyaknya ternakdisana. Kemudian Nabi saw. bertanya : “Apakah yang kalian lakukan?”.

 

Orang itu menjawab : “Kami membuat bermacam-macam makanan dan kemudian memakannya”.

 

Lantas Nabi saw. bertanya pula : “Menjadi apakah makanan-makanan itu?”.

 

Orang itu menjawab : “Menjadi apa yang Baginda ketahui, Ya Rasulullah”. Maksudnya, menjadi kencing dan tinja.

 

Maka Nabi saw. bersabda : “Begitulah perumpamaan dunia”. Sungguh benarlah Nabi dengan apa yang telah disabdakannya.

 

Dan firman Allah Taala berkenaan dengan rahasia-rahasia wahyu : “Wahai Ahmad, seandainya seseorang hamba melakukan Salat seperti salatnya penghuni langit dan bumi, dan berpuasa seperti puasanya penghuni langit dan bumi, kemudian Aku lihat di dalam hatinya ada perasaan cinta kepada dunia sekalipun hanya seberat atom, berupa kecintaan pada kepemimpinannya atau perhiasannya, maka dia tidak akan bertetangga denganKudinegeri-Ku”. (Mau’izhah).

 

Abdullah bin Amr bin Ash berkata : “Yang pertama-tama diciptakan Allah dari manusia adalah kemaluannya, seraya berfirman : “Ini adalah amanat yang Aku titipkan kepadamu”. Jadi, kemaluan adalah amanat, kaki adalah amanat, tangan adalah amanat, lidah

 

adalah amanat, mata adalah amanat, dan telinga pun adalah amanat. Dan tidak ada iman bagi orang yang tidak memegang teguh amanat yang ada padanya. Kemudian semua amanat tadi ditawarkan Allah kepada benda-benda di langit dan bumi serta gunung-gunung, sesuai dengan firman Allah Taala :

 

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung….”.

 

Allah berfirman kepada mereka : “Sanggupkah kalian menanggung amanat ini dengan segala yang ada didalamnya?”. Mereka bertanya : “Apakah yang ada di dalamnya?”. Allah Taala menjawab : “Jika kalian melaksanakan dengan baik maka kalian akan mendapat pahala, dan jika kalian berbuat durhaka maka kalian akan mendapat hukuman”. Mereka berkata : “Ya Rabb, kami adalah makhluk-makhluk yang ditundukkan kepada perintah-Mu, kami tidak menginginkan pahala ataupun hukuman”. Kami katakan, jawaban mereka itu adalah sebagai cermin dari perasaan takut, kuatir dan pengagungan terhadap agama Allah semata, jangan-jangan mereka tidak mampu melaksanakan amanat itu dengan baik, bukan karena menyalahi perintah-Nya.

 

Artinya : “Maka semuanya enggan memikul amanat itu karena kuatir akan mengkhianatinya, lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi amat bodoh”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mencintai dunianya, maka dia membahayakan akhiratnya, dan barangsiapa mencintai akhiratnya maka dia membahayakan dunianya. Maka pilihlah oleh kalian apa yang kekal daripada yang tidak kekal”. Dan diriwayatkan, bahwa pada suatu hari Nabi saw. duduk memberi wejangan kepada sahabat-sahabatnya. Maka mereka semua menangis mendengarnya kecuali Usamah bin Zaid. Lalu ia berkata : “Saya mengadukan kepadamu, Ya Rasulullah, akan kekerasan hatiku”. Maka Beliau meletakkan tangannya di dada Usamah, kemudian berkata: “Keluarlah hai musuh Allah”. Maka Usamah pun menangis. Selanjutnya Beliau saw. bersabda :

 

Artinya : “Bekunya mata disebabkan oleh kerasnya hati dan kerasnya hati disebabkan oleh banyaknya dosa. Dan banyaknya dosa disebabkan oleh panjang angan-angan. Panjang angan-angan disebabkan oleh cinta pada dunia. Dan cinta pada dunia merupakan pokok segala dosa”.

 

Diriwayatkan dari Fudhail bin Iyadh, katanya : Kejahatan semuanya dijadikan dalam rumah yang satu, dan cinta dunia dijadikan sebagai kuncinya. Dan kebaikan semuanya diletakkan di dalam rumah yang satu, dan zuhud dijadikan sebagai kuncinya. Maka hendaklah anda tinggalkan dunia itu, niscaya anda akan memperoleh derajat-derajat yang luhur”.

24. PENJELASAN TENTANG FIRMAN ALLAH TAALA MENGENAI ORANG YANG MENYIMPAN EMAS DAN PERAK

Allah SWT. berfirman : 

Artinya : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskannya emas dan perak itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung dan punggung mereka, (lalu d katakan kepada mereka): “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS. At Taubah : 34-35)

Tafsir :

(.   ) Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah. Boleh jadi yang dimaksudkan ialah kebanyakan pendeta dan rahib. Dengan demikian ayat ini merupakan penggambaran secara mubalaghah dalam mensifati mereka dengan sifat tamak terhadap harta dan kikir dengannya. Dan bisa juga yang dimaksudkan ialah orang-orang Isiam yang mengumpulkan harta dan menyimpannya serta tidak menunaikan kewajibannya. Sedangkan sebab digandengkannya ayat ini dengan orang-orang yang menerima suap dari kalangan ahli Kitab adalah sebagai ancaman keras.

 

(.    ) maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Yaitu dibakar dengan emas dan perak yang telah dipanaskan.

 

(.    ) pada hari dipanaskan emas dan perak itu di dalam neraka Jahannam. Maksudnya, pada hari dinyalakannya api yang mempunyai panas yang hebat, yang dinyalakan di atas emas dan perak itu.

 

(.    ) Lalu dibakarlah dengannya dahi, lambung dan punggung mereka. Karena pengumpulan harta dan kekikiran mereka itu adalah demi mencari muka dengan kekayaan itu, dan demi menikmati makanan-makanan yang lezat serta pakaian-pakaian yang indah belaka.

 

(.    ) Lalu dikatakan kepada mereka : “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri. Demi kepentingan dirimu sendiri. Padahal harta itu pula yang menjadi sumber bencana dan siksa buatnya.

 

(.     ) maka rasakanlah sekarang (akibat dani) apa yany kamu simpan tu. (Qadhi Baidhawi). Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Jibril baru saja keluar dari sisiku. Dia telah memberi kabar kepadaku dari Tuhanku Azza wa Jalla, bahwa Dia berfirman : “Tidaklah seseorang muslim membaca salawat atasmu satu kali, melainkan Aku dan para malaikat-Ku akan bersalawat atasnya sepuluh kali”. Maka bersalawatlah kamu sekalian atasku pada hari Jumat, apabila telah selesai salat, maka bersalawatlah kamu sekalian atasku dengan sikap penuh pengagungan”. (Alhadis)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Barangsiapa yang dianugerahi oleh Allah harta benda, sedang dia tidak menunaikan zakatnya, maka hartanya itu akan dijeimakan pada hari kiamat kelak sebagai ular yang plontos, yaitu ular yang tidak berambut di kepalanya, maksudnya kulit kepalanya terkelupas saking banyak bisanya. Ular itu memiliki dua nokta hitamdiatas dua matanya. Ular itu dikalungkan melingkari leher orang tersebut, lalu menyiksanya dengan siksaan yang hebat sambil berkata : “Akulah hartamu yang telah engkau timbun di dunia dan tidak engkau tunaikan zakatnya”. Demikianlah seperti yang difirmankan Allah Taala :

 

Artinya : “Sekali-kali janganlah orang-orang yang kikir dengan harta yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya itu menyangka bahwa, kekikiran itu baik bagi mereka. Bahkan kekikiran itu adalah buruk buat mereka. Harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan kelak di leher mereka pada hari kiamat”. (Misykat)

 

Juga dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Barangsiapa dianugerahi oleh Allah harta benda, sedang dia tidak menunaikan zakatnya, maka kelak pada hari kiamat akan dihamparkanlah untuknya hamparanhamparan dari api. Kemudian dipanaskanlah hamparan-hamparan itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dengannya, maksudnya, dengan harta tersebut, dahi orang terSebut, kedua lambungnya dan punggungnya. Dan setiap kali harta itu dingin, maka dipahaskanlah ia kembali, dihari yang ukurannya adalah seribu tahun, sebagaimana firman Allah Taala yang artinya : “Dan sesungguhnya seharidisisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung”. Sampai diadilinya seluruh hamba Allah, barulah dia akan mengetahui jalannya, apakah ke surga atau ke neraka”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dikatakan bahwa, Allah Taala merangkaikan antara salat dengan zakat di dalam Kitab-Nya, sebagaimana firman-Nya :

 

Artinya : “Dinkanlah salat dan tunaikanlah zakat”.

 

Karona keduanya mompunyar ikatan yang kuat. Salat merupakan hak Allah Taala, sodangkan zakat morupakan hak hamba-hamba Nya. Maka wajib atas kita memperhati. kan keduanya bordasarkan perintah Allah Taala. Pokok pangkal peribadatan semuanya kembali kepada kedua hal ini. Salat merupakan ibadat badantah, sodangkan zakat merupakan ibadat harta benda. Somua ibadat torbagi kopada kodua porkara tadi. Oleh karena tu dikatakan, ada tiga ayat yang turun yang terdiri dari tiga perkara yang dirangkaikan dengan tiga perkara lam. Allah tidak akan menerima salah satu daripadanya tanpa yang lain.

 

Pertama, fiiman Allah Taala :

 

Artinya : “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat”.

 

Barangsiapa mengerjakan salat tetapi tidak menunaikan zakat, maka salatnya tidak diterima.

 

Kedua, firman Allah Taala :

 

Artinya : “Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya”.

 

Barangsiapa taat kepada Allah tetapi tidak taat kepada Rasul-Nya, maka taatnya kepada Allah itu tidak diterima.

 

Ketiga, firman Allah Taala :

 

Artinya : “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu-bapakmu”.

 

Barangsiapa hanya bersyukur kepada Allah tetapi dia tidak bersyukur kepada ibubapaknya, maka syukurnya kepada Allah itu tidak diterima. (Tanbihul Ghafilin)

 

Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa menahan dirinya dari lima perkara, maka Allah pun akan menahan darinya lima perkara pula. Pertama, barangsiapa menahan (tidak mau menunaikan) zakat hartanya, maka Allah pun menahan (tidak mau) menjaga hartanya dari bencana. Kedua, barangsiapa menahan (tidak mau mengeluarkan) sepersepuluh dari hasil buminya, maka Allah pun menahan (tidak mau memberikan) berkat dari semua usahanya. Ketiga, barangsiapa menahan (tidak mau mengeluarkan) sedekah, maka Allah pun menahan (tidak mau memberikan) kesejahteraan kepadanya. Keempat, barangsiapa menahan (tidak mau membaca) doa, maka Allah Taala pun menahan (tidak mau memberi) perkenaan padanya. Kelima barangsiapa menahan (tidak mau) menghadiri salat berjamaah, maka Allah Taala pun menahan (tidak mau memberikan) kesempurnaan iman kepadanya, sehingga imannya kurang sempurna”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Bentengilah hartamu dengan zakat, dan obatilah penyakit-penyakitmu dengan sedekah, serta hadapilah segala macam bencana dengan doa sambil merendahkan diri”.

 

Sungguh benarlah Rasulullah dengan segala sabdanya.

 

Alhasan meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau saw. menyampaikan hadis ini kepada sahabat-sahabatnya. Pada saat itu, lewatlah seorang Nasrani. Dia mendengar hadis ini. Kemudian dia pergi dan menunaikan zakatnya. Orang Nasrani itu mempunyai seorang sekutu dagang yang telah berangkat ke Mesir untuk berniaga. Dia berkata dalam hatinya : Vika Muhammad itu benar dalam sabdanya maka akan tampak kebenarannya, dimana hartaku dan sekutuku akan terpelihara. Dan aku akan masuk Islam dan beriman kepadanya. Tetapi jika ternyata dia berdusta, aku akan menyerangnya dengan pedang lalu membunuhnya”.

 

Tidak lama kemudian tibalah sepucuk surat dari rombongan dagang itu, yang isinya mengabarkan bahwa, sekelompok penyamun telah merampok dan merampas seluruh harta dan barang bawaan mereka. Ketika orang Nasrani itu mendengar berita tersebut, maka hatinya menjadi goncang, lalu dia menyangka yang tidak-tidak kepada Beliau. Kemudian dia mendatangi Nabi dengan pedang terhunus, dengan maksud hendak membunuh Beliau. Namun sebelum niatnya itu dilaksanakannya, dia menerima sepucuk surat dari sekutunya yang mengabarkan : “Anda jangan bersedih dan jangan pula merasa cemas. Saya beradadibelakang kafilah. Mereka memang diserang oleh penyamun namun saya selamat. Semua harta kita masih ada pada saya”.

 

Setelah dibacanya surat dari sekutu dagangnya itu, orang Nasrani itu berkata : “Sesungguhnya Muhammad telah berkata benar, dan Beliau adalah benar-benar seorang Nabi”. Kemudian dia pun lalu menemui Beliau dan berkata : “Ya Rasulullah, terangkanlah Islam kepadaku”. Selanjutnya dia pun beriman dan menjadi mulia dengan kemuliaan Islam. (Raudhatul Ulama)

 

Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Apabila tiba hari kiamat, keluarlah seekor binatang dari neraka Jahannam, bernama Huraisy, sejenis kalajengking. Panjang badannya setara jarak langit dan bumi, dan lebar badannya setara dengan jarak antara timur dan barat. Kemudian Jibril as. bertanya kepadanya : “Hai Huraisy, engkau mau pergi ke mana?”.

 

“Ke Arashat”, jawabnya.

 

Jibril bertanya pula : “Siapakah yang engkau cari?”.

 

Huraisy menjawab : “Aku mencari lima orang : pertama, orang yang meninggalkan Salat, kedua, orang yang tidak mengeluarkan zakat, ketiga, orang yang durhaka kepada Ibu-bapaknya, keempat, orang yang suka minum minuman keras, kelima, orang yang berbicara di dalam Masjid”.

 

Allah berfirman :

 

Artinya : “Dan sesungguhnya masjid-masyjid itu adalah kepunyaan Allah maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah’ (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dari sahabat Abu Darda ra., katanya : “Seandainya saya didorong dari atas gedung lalu jatuh sampai hancur, adalah lebih saya sukai daripada berteman dengan orang kaya Karena saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda : “Hindarilah olehmu berteman dengan orang-orang yang mati”. Ditanyakan : “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang mati itu?” Beliau menjawab : “Orang-orang kaya”.

 

Juga, Beliau saw. bersabda :

 

Artinya : “Saya menengok ke dalam surga, ternyata kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin. Dan aku pun menengok ke dalam neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah orang-orang kaya”.

 

Hadis ini seperti hadis yang diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Aku melihat surga, maka terlihat olehku orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin dan orang-orang Islam lainnya bergegas memasuki surga dengan berlari. Dan aku tidak melihat orang-orang kaya memasukinya bersama-sama mereka selain dari Abdurrahman bin Auf, sedang dia adalah termasuk ke dalam kelompok sepuluh yang telah dijamin akan masuk surga”.

 

Adapun sepuluh orang yang telah beroleh kabar gembira akan memasuki surga itu ialah : Abubakar, Umar, Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waggash, Said bin Zaid dan Ubaidiliah Ibnul Jarrah, semoga Allah meridai mereka semua.

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Pada hari kiamat kelak, orang-orang miskin akan mencela orang-orang kaya, kata mereka : “Ya Tuhan kami, orang-orang kaya itu telah menganiaya kami dalam masalah hak-hak kami yang telah diwajibkan atas mereka”. Maka Allah berfirman : “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, sesungguhnya akan Aku jauhkan mereka (dari rahmat-Ku), dan akan Aku dekatkan kamu sekalian”.

 

Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah Taala yang bunyinya ,

 

Artinya : “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang menunta-minta dan bagi orang yang tidak mempunyai apa-apa”

 

Dihikayatkan, bahwa pernah seorang arif ditanya : “Berapakah zakat yang wajb dikeluarkan dari uang dua ratus dirham?”.

 

Orang arif itu menjawab : “Adapun bagi orang awam, syanat memerintahkan dari setiap dua ratus dirham, zakatnya adalah lima dirham. Sedangkan bagi kami, maka kami wajib mengeluarkan semua harta. Karena Allah Taala berfirman:

 

Artinya : “Dan nafkahkanlah dari apa yang telah Kami karuniakan kepadamu”.

 

Dan suatu ketika, Asy Syibli ditanya orang : “Apakah hal-hal yang fardu itu?”.

 

Dia menjawab : “Cinta kepada Allah Taala”.

 

“Dan apakah perkara-perkara yang sunnah itu?”.

 

Jawabnya : “Meninggalkan dunia”.

 

Ditanya pula : “Dan berapakah ukuran zakat?”.

 

“Mengeluarkan semuanya”, jawabnya.

 

Ditanyakan kembali : “Bukankah cukup lima dirham dari setiap dua ratus dirham?”.

 

Dia menjawab : “Itu adalah bagi orang-orang yang kikir”.

 

Penanya itu bertanya kembali : “Siapakah panutan anda di dalam masalah ini?”.

 

Asy Syibli menjawab : “Abu Bakar Assiddig ra., yang mana dia telah menyerahkan seluruh harta bendanya. Kemudian dia duduk memakai secarik kain hingga datang Jibni membawakan kain yang serupa”.

 

Maka penanya itu bertanya pula : “Apakah Anda mempunyai alasan dan dalam Alquran?”,

 

“Ya”, jawabnya. “Yaitu firman Allah Taala yang artinya : “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka”. Barangsiapa menjual hartanya maka dia wajib menyerahkannya. Sedang harta itu adalah sebuah nama yang bersifat umum”.

 

Diceritakan pula, bahwa Oarun bin Yashar bin Qahita bin Lawi bin Ya’kub bin Ishag bin Ibrahim adalah saudara sepupu Nabi Musa as. Dia telah hafal Kitab Taurat seluruhnya. Akan tetapi dia bersikap munafik terhadap Nabi Musa as., sebagaimana yang juga dilakukan oleh Samiri terhadap Beliau. Qarun adalah pegawai Firaun, dan setiap saat selalu menyakiti hati Nabi Musa as. sedang Beliau selalu menggaulinya dengan baik karena ada hubungan kekerabatan dengannya. Ketika turun ayat tentang zakat, maka Nabi Musa as. berdamai dengannya, agar dia mengeluarkan satu dinar dari setiap seribu dinar, dan satu dirham dari setiap seribu dirham. Padahal zakat bagi Bani Israel adalah mengeluarkan seperempat dari seluruh harta, maka Oarun pun mengumpulkan zakatnya sehingga menjadi seperti sebuah bukit. Dia lihat zakat itu banyak sekali, maka dia pun menahannya (enggan mengeluarkannya) karena sifat kikirnya. Karena itulah diceritakan, bahwa kunci-kunci gudang hartanya itu dipikul oleh enam puluh ekor baghal, Tiap-tiap gudangnya mempunyai satu kunci yang tidak lebih dari satu jari besarnya. Kemudian Oarun berkata kepada Bani Israel : “Sesungguhnya Musa hendak mengambil harta kamu sekalian”.

 

Mereka menjawab : “Engkau adalah pemimpin kami, maka perintahkanlah apa yang engkau kehendaki”.

 

Oarun berkata : “Bawalah kepadaku si anu, pelacur itu, supaya dia nanti menuduh Musa telah berbuat mesum dengannya”.

 

Maka mereka pun membawa perempuan pelacur itu kepadanya. Lalu Oarun memberi perempuan itu uang sebanyak seribu dinar seraya berkata kepadanya : “Katakan olehmu, Musa telah menghamili aku dan aku hamil karenanya”.

 

Kemudian Oarun mengumpulkan orang banyak. Hari itu adalah hari raya bagi Bani Israel. Lantas Garun berkata kepada Musa as. : “Nasihatilah kami dengan ringkas”. Maka Nabi Musa pun memberikan nasehat, yang di antaranya Beliau mengatakan : “BarangSiapa mencuri maka kami potong tangannya. Barangsiapa menuduh orang lain berbuat zina maka kami cambuk dia. Dan barangsiapa berbuat zina sedang dia telah berkeluarga, maka kami rajam dia”.

 

“Dan kalau yang berbuat itu Anda sendiri?” Garun menukas. Langsung dijawab oleh Musa as. : “Sekalipun aku sendiri”.

 

Maka bangkitlah Garun, lalu berkata : “Sesungguhnya Bani Israel menuduh, bahwa Anda telah berzina dengan si anu”.

 

Nabi Musa as. berkata : “Panggillah dia kemari”.

 

Maka perempuan itu pun dihadirkan. Nabi Musa as. mengambil sumpahnya, kata Beliau : “Demi Allah yang telah menciptakan dirimu, dan menciptakan laut, serta menurunkan Taurat, berkatalah yang jujur. Maka Allah Taala memperbaiki sikap perempuan itu dan memberinya taufik, sehingga akhirnya dia berkata : “Wahai Musa, Tuan bersih dari segala yang dia tuduhkan. Yang benar adalah bahwa Garun telah memberiku uang sebanyak seribu dinar agar aku menuduh tuan telah berbuat mesum denganku. Tetapi aku takut kepada Allah Taala untuk menuduh Rasul-Nya”. Maka Musa pun bersujud sambil menangis dan berkata : “Oh Tuhanku, kalau aku ini adalah benar-benar Nabi-Mu, maka tolonglah aku”.

 

Lantas Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Hai Musa, sesungguhnya Aku telah jadikan bumi patuh kepada perintahmu, maka perintahkanlah dia sekehendakmu”.

 

Maka Musa as. berkata kepada kaumnya : “Barangsiapa berpihak kepada Oarun, maka tetaplah bersamanya. Dan barangsiapa berpihak padaku, maka menyingkirlah darinya”. Orang-orang pun menyingkir semuanya meninggalkan Oarun kecuali tinggal dua orang saja bersamanya. Lalu Musa as. berkata : “Hai bumi, telaniah mereka!”. Maka bumi pun menelan mereka sampai ke lutut mereka.

 

Kemudian Nabi Musa berkata kembali : “Telanlah!”. Maka bumi menelan mereka Sampai ke pinggang mereka, sedang mereka mengiba-iba minta dikasihani kepada Musa as.

 

Kemudian Nabi Musa berkata kembali untuk yang ketiga kalinya : “Telanlah mereka!” Maka bumi pun menelan mereka sampai ke leher mereka, dan mereka mengiba-iba mohon dikasihani, namun Beliau tidak memperdulikan mereka saking murkanya Beliau kepada mereka. Dan Beliau berkata kembali untuk yang keempat kalinya : “Telanlah mereka”. Maka bumi pun menangkup atas mereka.

 

Setelah kejadian itu, kaum Bani Israel saling berbisik sesama mereka. Mereka mengatakan : “Musa mendoakan kebinasaan Oarun itu tidak lain adalah agar dia dapat mewarisi gedung-gedung dan gudang-gudang hartanya”. Isu tersebut terdengarditelinga Musa as. sehingga Beliau lalu memohon kepada Allah Taala, agar gedung-gedung dan gudang-gudang harta Qarun turut dibenamkan pula. Hal ini disinggung Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Maka Kami benamkan Garun beserta rumahnya ke dalam bumi”

 

Oarun bergerak masuk ke dalam bumi setiap harinya kira-kira setinggi orang staki sehingga apabila dia telah sampai ke dasar bumi yang paling bawah, tinggallah diadisana sampai ditiupkan sangkakala sebagai tibanya hari kiamat. (Misykat)

 

Konon, Dahutu Oarun keluar dengan perhiasannya sambil menunggang seekor bighal putih yang berpelanakan emas murni. Dia diiringi oleh empat ribu pengawal yang berpakaian serupa dengannya. Ada pula yang mengatakan bahwa, kuda-kuda mereka dihiasi sutera merah.Disebelah kanannya ada tiga ratus budak laki-laki, sedangdisebelah kinnya ada tiga ratus budak perempuan yang berkulit putih. Mereka semua mengenakan perhiasan dan sutera. Maka Oarun bersikap congkak kepada Nabi Mua as. dengan mendustakannya dan tidak mematuhi perintahnya. Lalu Allah pun membenamkan dia beserta rumahnya ke dalam bumi. (Mau’izhah)

Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam mikraj, aku melihat di balik gunung Oaf ada sebuah kota yang penuh dengan manusia. Ketika mereka melihat aku, mereka mengucapkan : “Segala puji bagi Allah yang telah memperlihatkan wajahmu kepada kami, Ya Muhammad”. Kemudian mereka pun beriman kepadaku dan aku ajari mereka hukumhukum syariat. Setelah itu aku bertanya kepada mereka : “Siapakah kalian sebenarnya?”. Mereka menjawab : “Ya Muhammad, kami adalah suatu kaum dari Bani israel. Setelah Nabi Musa meninggal, terjadilah perselisihandikalangan bangsa Israel dan timbul kerusakan. Dalam tempo hanya satu jam, mereka telah membunuh empat puluh tiga orang nabi. Dan setelah pembunuhan para nabi tersebut muncui dua ratus orang abid yang zuhud. Mereka menyuruh orang banyak berbuat kebajikan dan melarang mereka dari kemungkaran. Namun, pada hari itu, mereka pun dibunuh pula oleh Bani Israel, semuanya. Maka timbullah kerusakan yang hebatditengah-tengah mereka. Sedang kami keluar dari tengah-tengah mereka dan pergi ke pinggir laut.Disana kami berdoa kepada Allah supaya Dia melepaskan kami dari kerusakan mereka. Tengah kami berdoa, sekonyong-konyong berlobanglah bumi dan kami terjatuh ke dalamnya. Kami tinggal selama delapan belas bulandidalam perut bumi itu. Kemudian kami keluar ke tempat ini. Dahulu, Nabi Musa as. pernah berpesan kepada kami: “Apabila seseorangdiantara kalian melihat wajah Muhammad saw., maka sampaikanlah salamku kepadanya”.

Lantas, mereka pun mengatakan : “Segala puji bagi Allah yang telah memperlihatkan wajahmu kepada kami. Berilah kami pelajaran”.

Maka Nabi pun mengajarkan kepada mereka Alquran, salat, puasa, menunaikan salat Jumat dan hukum-hukum syariat lainnya. (Hamamiyah, dari Yasin Syarif)

25. KEUTAMAAN BULAN RAJAB

Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwa, Allah beserta orangorang yang bertakwa”. (QS. At Taubah : 36)

Tafsir : ,

(.    ) Sesungguhnya bilangan bulan. Maksudnya, jumlah bilangannya.

 

(.    )disisi Allah. Ma’mul dari kata    , karena Aa itu masdar.

 

(.     ) dua belas bulan dalam ketetapan Allah. Dalam Lauhul Mahtfuz, atau dalam hukum Allah.

 

Dan dia (.    ) adalah sifat dari  

 

Sedangkan firman-Nya : (      ) di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Kalimat ini berkaitan dengan sesuatu yang memuat arti tetap, atau berkaitan dengan kata      , jika      itu dianggap masdar. Sedangkan maksud ayat ini adalah : Sesungguhnya ini adalah perkara yang tetap pada perkara itu sendiri, sejak Allah menciptakan benda-benda langit dan waktu-waktu.

 

(.     ) di antaranya empat bulan haram. Yang satu sendirian, yaitu bulan Rajab, sedang yang tiga berurutan, yaitu Dzulgaidah, Dzulhijjah dan Muharram.

 

(.     ) Itulah (ketetapan) agama yang lurus. Maksudnya, diharamkannya bulan yang empat itu adalah ketetapan agama yang lurus, yaitu agama Ibrahim dan Ismail as. sedang bangsa Arab sejak dahulu sudah menganut agama ini sebagai warisan dari mereka berdua. Karenanya, mereka menghormati bulan-bulan haram itu dan mengharamkan peperangan di waktu itu, sampai-sampai sekiranya ada seseorang lelaki bertemu dengan pembunuh ayahnya atau saudaranya, maka dia tidak akan menyerangnya.

 

(.    ) maka janganlah kamu menganiaya dalam bulan yang empat itu. Yakni dalam bulan-bulan haram.

 

(.    ) diri-diri kamu. Maksudnya, dengan melanggar kehormatannya dan melakukan hai-hal yang diharamkan di waktu itu. Kebanyakan ulama (Jumhur Ulama) perpendapat, bahwa keharaman perangdibulan-bulan itu telah dihapuskan (mansukh). Sedang Orang-orang yang berbuat aniaya dengan melakukan perbuatan-perbuatan maksiatdibulan itu maka itu amat besar sekali dosanya. Sama halnya seperti melakukan perpuatan-perbuatan maksiatditanah Haram dikaja ihram.

 

Sedang dari Atha’ bahwasanya tidak halal bagi manusia berperangditanah Haram dandibulan-bulan Haram, melainkan jika mereka diperangi lebih dahulu. Adapun pendapat pertama (yang membolehkan) didukung oleh riwayat yang mengatakan bahwa, Nabi saw. pernah mengepung Thaif dan memerangi HawazindiHunain pada bulan Syawwal dan Dzulgaidah.

 

(.    ) Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Kata   adalah masdar dari    (mencegah dari sesuatu), karena kata ‘semuanya’ itu berarti tercegah dari penambahan. Kata ini (.    ) berkedudukan sebagai kata keadaan (.    ).

 

(.   ) dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. Suatu kesaksian dan jaminan kemenangan bagi orang-orang yang bertakwa dengan sebab ketakwaan mereka. (Qadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Aku melihat pada malam mikraj sebuah sungai yang airnya lebih manis daripada madu, lebih sejuk daripada salju, dan lebih harum daripada misik. Lalu aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, untuk siapakah ini?’. Jibril menjawab : “Untuk orang yang bersalawat kepadamudi bulan Rajab’.

 

Dan sabda Nabi saw., yang artinya : “Kembalilah kamu semua kepada Tuhanmu, mohonlah ampun dari dosa-dosamu, dan jauhilah perbuatan-perbuatan maksiatdibulan suci, yaitu bulan Rajab”.

 

Sebagaimana firman Allah Taata :

 

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan haram, yaitu berperang di dalamnya. Katakanlah : “Berperang di dalam bulan itu adalah dosa besar”

 

Dalam ayat ini ada pengajuan dan penundaan. Maksudnya, mereka bertanya kepadamu, Hai Muhammad, tentang berperangdibulan haram, boleh atau tidak?.

 

(Katakanlah : Berperangdidalam bulan itu adalah dosa besar) sedangkan berkhianat dibulan itu adalah lebih buruk lagi, karena kehormatan bulan itu di sisi Allah. Sebagaimaha ketaatandibulan itu dilipat gandakan pahalanya. Allah menamakan bulan-bulan itu dengan bulan haram, karena pada bulan itu perang diharamkan. Tetapi kemudian perang dibulan-bulan tersebut dibatalkan (mansukh) dengan firman Allah Taala :

 

Artinya : ‘Dan bunublah mereka di mana saja kamu Jumpa mereka”

 

Namun demikian, kehormatan bulan itu tetap ada, dosa dosa diampuni amal-amal diterima, dan dibulan haram ini ganjaran pahala dilpat gandakan Karena satu perbuatar baik dibulan bulan yang lain sama dengan sepuluh perbuatan baikdibulan bulan Pararr Sobagamana firman Allah Taala:

 

Artinya : “Barangsiapa membawa amal yang baik maka dia mendapat (pahala) sepuluh kali hpatnya”.

 

Sedang pada bulan Rajab diganjar dengan tujuh puluh kali lipatnya Pada bulan Sya’ban dengan tujuh ratus kali lipatnya. Dan pada bulan Ramadan dengan seribu kali lpatnya. Dan dilipatgandakannya pahala kebaikan ini hanya untuk umat ini saja. (Khazinatul Ulama)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Jika kamu ingin lepas dari rasa dahaga saat menjelang maut, keluar dari dunia dengan membawa iman, dan selamat dari setan, maka hormatilah bulan-bulan haram ini semuanya dengan jalan memperbanyak puasa dan menyesal atas dosa-dosa yang telah lewat. Dan ingatlah kepada Pencipta manusia, niscaya kamu masuk surga Tuhanmu dengan selamat”. (Zahratur Riyadh)

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Saya pernah berpapasan dengan sahabat Muadz bin Jabal ra., laiu saya bertanya kepadanya : “Darimana Anda datang, Hai Muadz?”, Dia menjawab : “Dari sisi Nabi saw.”. Saya bertanya pula : ‘Apa yang telah Anda dengar dari Beliau?’. Dia menjawab : ‘Saya mendengar, bahwa barangsiapa mengucapkan La Ilaaha Illailah dengan tulus ikhlas, dia akan masuk ke dalam surga. Dan barangsiapa berpuasa sehari di dalam bulan Rajab karena mengharapkan keridaan Allah, maka dia pun akan masuk ke dalam surga’.

 

Kemudian saya pergi menemui Rasulullah saw. lalu bertanya : Ya Rasulullah, tadi Muadz telah memberitahu saya begini begini. Beliau menjawab : “Benarlah Muadz”. (Zahratur Riyadh)

 

Dan ketahuilah, bahwa kisah-kisah menarik dan perkataan-perkataan mulia yang akan disampaikan adalah berasal dari penutup kenabian saw.

 

Nabi saw. berkhutbahdihari Nahardisaat haji Wada’ (haji perpisahan), sabda Beliau :

 

“Ketahuilah bahwa masa telah berputar seperti keadaan ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu adalah dua belas bulan. Di antaranya terdapat empat bulan haram. Tiga bulan berturut-turut, yaitu : Dzulgaidah, Dzulhijjah dan Muharram, dan bulan Rajabnya kabilah Mudhar, yaitu yang terletak di antara bulan Jumadi dan Sya’ban.

 

Dan maksud bulan-bulan itu kembali kepada keadaannya semula, dan haji pun kembali pada bulan Dzulhijjah adalah bahwa masa yang terdiri dari bulan-bulan dan tahun-tahun ini kembali kepada keadaannya semula. Tahun pun kembali kepada asal perhitungan yang telah dipilih oleh Allah Taala pada saat Dia menciptakan langit dan bumi. Dan haji pun kembali kepada bulan Dzulhijjah, setelah kaum Jahiliyah menggesernya dari posisinya semula dengan pengunduran yang mereka adakan. Yaitu pengun. n yang disebutkan Allah Taala di dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Sesungguhnya mengundur-undurkan (bulan haram) itu menambah kekufuran”.

 

Maksudnya : mengundurkan suatu bulan haram kepada bulan lain. Karena bangsa Arabdizaman Jahiliyah dahulu sangat menghormati bulan-bulan haram tersebut, yang mereka warisi dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as. mereka mengharamkan perangdi pulan-bulan itu, sehingga mereka adakan pengunduran lalu mereka mengubah pengharaman itu. Mereka adalah bangsa yang gemar berperang dan menyerang. Apabila tiba pulan haram, padahal mereka tengah berperang, maka beratlah bagi mereka meninggalkan peperangan tersebut. Karena itu, mereka lalu menghalalkannya, dan sebagai gantinya, mereka mengharamkan bulan yang lain. Hingga akhirnya mereka menolak dikhususkannya bulan-bulan haram sebagai bulan yang dihormati. Namun, mereka tetap mengharamkan empat bulandiantara bulan-bulan dalam setahun. Dan inilah yang dimaksud dalam firman Allah :

 

Artinya : “Agar mereka dapat menyesuaikan dengan bulan yang Allah haramkan”.

 

Maksudnya, agar mereka dapat menyesuaikan bilangan, yaitu empat bulan, dan tidak menyalahinya. Padahal mereka telah menyalahi pengkhususan yang merupakan salah satu dari dua kewajiban itu.

 

Dan adakalanya mereka juga menambahi bilangan bulan-bulan itu. Bulan-bulan itu mereka jadikan 13 dan 14 bulan. Diriwayatkan bahwa hal itu terjadidikalangan Bani Kinanah. Karena mereka adalah kaum yang melarat, yang perlu melakukan penyeranganpenyerangan.

 

Junadah bin Auf Al Kinani adalah seorang yang dipatuhidimasa Jahiliyah. Pernahdi musim haji, dia berdiri di atas punggung seekor unta lalu berkata dengan suara keras : “Sesungguhnya tuhan-tuhanmu telah menghalalkan bulan haram untukmu, maka halalkaniah dia”.

 

Pengunduran (bulan) itu dianggap sebagai menambah kekafiran, karena orang kafir, setiap kali dia melakukan kemaksiatan, maka bertambahlah kekafirannya :

 

Artinya : “Maka itu menambah kekafiran mereka di samping kekafiran mereka yang Sudah ada”.

 

Sebagaimana seorang mukmin, apabila dia melakukan ketaatan, maka semakin bertambahiah imannya.

 

Artinya : “Maka itu menambah iman mereka, sedang mereka merasa gembira”. (Kasysyaf)

 

Supaya waktunya cukup longgar buat mereka, karenanya datanglah ketetapan tentang bilangan itu di dalam Alquran dan Alhadis. Adapun dalam Alquran adalah ayat tersebut tadi, yaitu firman Allah Taala, yang artinya (Sesungguhnya bilangan bulan…. dst), Sedang dalam hadis, Nabi saw. pernah menjelaskan bahwa, satu tahun itu ada dua belas bulan yang ditetapkan berdasarkan peredaran matahari, sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlu Kitab. Dan dari bulan-bulan Qamariah ini, ada empat bulan yang haram, tiga di antaranya berturut-turut, yaitu : Dzulqaidah, Dzulhijah dan Muharram, dan yang satu sendirian, yaitu bulan Rajab. Adapun dinisbatkannya bulan Rajab kepada kabilah Mudhar, sebagaimana tersebut dalam hadis, karena kabilah Mudhar sangat mengagungkan dan menghormati bulan Rajab. Oleh karena itu, bulan ini dinisbatkan kepada mereka.

 

Dalam bulan Rajab ini, bagi kaum Jahiliyah, ada hukum-hukum yang harus dipatuhi, dj antaranya : bahwa mereka pada bulan Rajab ini mengharamkan peperangan, sebagaimana telah disebutkandimuka. Pengharaman perang ini masih tetap berlakudipermulaan Islam. Namun selanjutnya para ulama berselisih pendapat mengenai kelangsungannya. Kebanyakan (jumhur) ulama berpendapat hal itu sudah dihapuskan (mansukh). Mereka beragumentasi, bahwa para sahabat sepeninggainya Nabi Muhammad saw. sibuk dengan menaklukkan negeri-negeri dan meneruskan peperangan dan perjuangan. Tidak ada berita dari salah seorang mereka, bahwa dia berhenti berperang pada salah satu dan bulan-bulan haram itu. Dan hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat atas dihapuskannya hal itu.

 

Dan di antaranya juga, bahwa bangsa Arab dahulu, dizaman Jahiliyah, menyembelih seekor binatang sembelihandibulan Rajab, yang mereka namakan Athirah. Para ulama berselisih tentang hukum Athirah setelah islam. Namun kebanyakan (jumhur) ulama berpendapat bahwa, Islam membatalkannya. Karena telah disebutkan secara pasti di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, hadis dari narasumber Abu Hurairah ra.:

 

Artinya : “Tidak ada Fara dan tidak ada Athirah”.

 

Fara (dengan dua fathah) adalah pertama yang dilahirkan oleh seekor unta. Orang-orang Jahiliyah dahulu menyembelihnya untuk tuhan-tuhan merekadimasa Jahiliyah, serta mengambil berkah darinya. Sedang Athirah adalah sembelihan yang disembelih pada sepuluh hari pertamadibulan Rajab, dan disebut pula Rajabiyah.

 

Dahulu sembelihan ini dikorbankan oleh orang-orang Jahiliyah dan juga oleh orangorang Islamdipermulaan Islam. Kemudian dibatalkan dengan hadis : “Tidak ada Fara dan tidak ada Athirah”.

 

Dan telah diriwayatkan pula dari Alhasan ra., bahwa dia berkata : “Dalam Islam tidak ada Athirah. Athirah itu hanya adadimasa Jahiliyah. Dahulu, salah seorang dari mereka berpuasa Rajab, lalu dia mengadakan Athirah padanya. Sedang penyembelihandiwaktu itu serupa dengan menjadikan saat itu sebagai hari raya”.

 

Dalam hadis yang diriwayatkan dari Thawus ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Janganlah kamu jadikan sesuatu bulan sebagai hari raya dan jangan pula Sesuatu hari sebagai hari raya”.

 

Larangan ini asalnya adalah, bahwa kaum muslimin tidak boleh mengambil sesuatu waktu sebagai hari raya selain yang telah ditentukan oleh syariat sebagai hari raya, yaitu hari Jumat dalam satu minggu, dan hari Fitri, hari Adha dan hari-hari Tasyrig dalam satu tahun. Adapun selain dari itu, pengambilan sebagai hari raya dan saat berkumpul adalah bid’ah yang tidak memiliki dasar sama sekali dalam syariat Muhammad saw., bahkan tergolong sebagai hari-hari raya kaum musyrikin. Mereka memang mempunyai hari-hari raya yang tertentu waktu dan tempatnya. Kemudian setelah Islam datang, Allah Taala menghapuskannya, lalu menggantikan hari-hari raya mereka yang berkaitan dengan masa itu dengan hari-hari raya Fitri, Idul Adha dan hari-hari Tasyriq, sedangkan hari-hari raya mereka yang berkaitan dengan tempat itu digantikan dongan Kakbah, Arafah, Mina dan Muzdalifah. Semoga Allah memudahkan kita berkunjung ke sana. Sedang selama waktu-waktu dan tempat-tempat itu tidak ada lagi han raya Hanya saja dalam bulan Rajab ada suatu tugas ketaatan kepada Allah Taala yang digunakan untuk mendekatkan diri kepadaNya, dan salah satu dani karunia-Nya yang halus yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dengan anugerah dan rahmat-Nya Orang yang beruntung ialah orang yang menggunakan kesempatandisaal-saat dan tempat-tempat itu, untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya, dengan tugas-tugas ketaatan yang disyanatkan pada kesempatan tersebut, sehingga Allah memberikan kepadanya salah satu di antara karunia-karunia tadi, dan dengan itu. ia selamat dari siksa neraka dengan segala azab yang ada didalamnya.

 

Adapun puasadibulan Rajab. telah diriwayatkan beberapa hadis. di antaranya adalah hadis yang dirwayatkan oleh Albaihagi di dalam kitab Sya’bul Iman, dari sahabat Anas ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Di dalam surga ada sungai yang dinamakan Rajab, yang lebih putih daripada susu dan lebih manis darnpada madu. Barangsiapa berpuasa sehan di bulan Rajab, maka Allah Taala memberinya minum dan Sungai itu”.

 

Ini adalah mengenai puasa pada sebagian bulan Rajab. Adapun puasa sepanjang bulan Rajab, maka tidak ada berita sah satu pun yang khusus mengenai hal itu, baik dari Nabi saw. maupun dari sahabat-sahabatnya. Tetapi yang ada hanyalah mengenai berpuasadiseluruh bulan haram, dimana bulan Rajab termasuk salah satu daripadanya. Dengan demikian berani puasadibulan Rajab tidak dilarang.

 

Dan dinwayatkan dari sahabat Abu Qllabah ra., katanya : “Di dalam surga ada mahligai untuk orang yang gemar berpuasadibulan Rajab”.

 

Al-Baihaqi berkata : “Sesungguhnya Abu Qllabah ra. adalah termasuk salah seorang tokoh Tabiin. Dia tidak mengatakan demikian kecuali dari hadis yang disampaikan kepadanya oleh orang-orang sebelumnya (para sahabat) yang mendengar langsung dari Nabi saw. Memang telah diriwayatkan dan Ibnu Abbas ra., bahwa dia tidak suka bulan Rajab itu dipuasai seluruhnya. Dan itu juga tidak disukai oleh Imam Ahmad, katanya : “Hendaklah berbuka (tidak puasa) sehari atau dua haridibulan itu”. Dia menwayatkan hal itu dari sahabat Umar dan Ibnu Abbas radiyallaahu anhuma. Akan tetapi kemakruhan berpuasa sepanjang bulan Rajab itu menjadi hilang. apabila dia dipuasai bersama-sama dengan bulan yang lain. Sementara itu, Al Mawardi mengatakandidalam kitab Al tana : “Mustahab hukumnya berpuasadibulan Rajab dan Sya’ban”.

 

Adapun tentang salatdibulan Rajab maka tidak ada suatu berita yang pasti yang khusus membicarakan soal itu. sebagaimana telah kami sebutkan penjelasannya pada bab yang lalu. (Dari Majalis Ar Rumi)

 

Ibnul Hammam ra., berkata : “Ibadat yang diragukan antara wajib dan bid’ah. harus dikerjakan demi menjaga sikap kehati-hatian. Sedangkan ibadat yang diragukan antara sunnah dan bid’ah, harus ditinggalkan. Karena meninggalkan bid’ah itu wajib, sedangkan melakukan sunnah itu tidak wajib. Adapun salat (di bulan Rajab) itu termasuk ibadat yang diragukan antara sunnah dan bid’ah. Dengan demikian ia harus ditinggalkan dan tidak boleh seorang pun melakukannya, baik sendirian maupun berjamaah. Karena berjamaah dalam salat itu pun termasuk bid’ah”. (Ini juga dari Majalis Ar Rumiditempat yang lain).

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Abubakar Assiddiq ra., katanya “Apabila lewat seperliga malam di awal Jumat pada bulan Rajab maka tidak ada satu pun malaikat baik yang ada dilangit maupun dibumi kecuali berkumpul diKakbah. Kemudian Allah Taala memandang kepada mereka seraya berfirman : “Wahai malaikat-malaikat-Ku, mintalah apa yang kalian kehendaki”. Mereka menjawab : “Oh Tuhan kami, keinginan kami adalah agar Engkau mengampuni orang yang berpuasadibulan Rajab”. Maka Allah Taala pun berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”.

 

Dan dari Aisyah ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Seluruh umat manusia akan merasakan kelaparan pada hari kiamat kecuali para nabi, keluarga-keluarga mereka dan orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab, bulan Sya’ban dan bulan Ramadhan. Maka sesungguhnya mereka semua akan merasa kenyang, tidak merasa lapar dan dahaga”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Diceritakan, ada seorang wanita yang abiddi Baitul maqdis. Jika datang bulan Rajab, setiap harinya dia membaca Qul huwallaahu ahad (surah Al Ikhlas) sebelas kali, karena menghormati bulan itu. Dan dia menanggalkan pakaian yang bagus lalu mengenakan pakaian yang jelek. Pada suatu bulan Rajab, dia jatuh sakit. Kemudian dia berpesan kepada anaknya, kalau dia meninggal, maka hendaklah menguburnya dengan kain yang jelek itu. Namun, karena ingin dipuji orang, anaknya itu menguburnya dengan kain yang mahal harganya. Lantas si anak bermimpi melihat ibunya, dia berkata : “Hai anakku, kenapa engkau tidak melaksanakan wasiatku, aku tidak rida kepadamu”. Dia bangun dengan terkejut. Kemudian digalinya kembali kubur ibunya, namun tidak didapatkannya lagi mayat ibunya disana. Maka menjadi bingunglah dia dan menangis sejadi-jadinya. Lalu terdengar olehnya suara gaib berkata : “Tidakkah kau tahu bahwa, barangsiapa mengagungkan bulan kami, Rajab, maka dia tidak akan ditinggalkan sendirian dan kesepian di dalam kuburnya”. (Zubdatu! Wa’izhin)

LihatTutupKomentar