Ini 12 Pertanyaan Kyai Imad untuk Habib Taufik dan Rabithah Alawiyah (RA)

Ini 12 Pertanyaan Kyai Imad untuk Habib Taufik dan Rabithah Alawiyah (RA) yang kalau tidak bisa dijawab maka asumsi terputusnya nasab itu sangat kuat
Ini 12 Pertanyaan Kyai Imad untuk Habib Taufik dan Rabithah Alawiyah (RA)
12 Pertanyaan Untuk RA yang belum dijawab dan tidak Akan Bisa Dijawab Rabithah Alawiyah

Penulis: Imaduddin Utsman al-Bantani 

Daftar 12 Pertanyaan untuk Rabithah Alawiyah (RA)

  1. Pertanyaan 1: Ubaidillah Bukan Anak Sayid Ahmad Bin Isa?
  2. Pertanyaan 2: Sayid Ahmad Bin Isa Tidak Hijrah Ke Yaman
  3. Pertanyaan 3: Makam Ahmad Bin Isa Bukan Di Husaisah, Yaman
  4. Pertanyaan 4: Kitab Abad 4-9 Tidak Menyebut Keluarga Baalawi
  5. Pertanyaan 5: Khali Qasam Tidak Bergelar Sahib Mirbat 
  6. Pertanyaan  6: Khali Qasam Tidak Ada Di Mirbath
  7. Pertanyaan  7: Khali Qasam Tidak Dapat Ijazah Dari Al-Qala'i Mirbat
  8. Pertanyaan  8: Faqih Muqaddam Bukan Ulama Besar
  9. Pertanyaan  9: Jadid Bukan Saudara Alwi Bin Ubaidillah
  10. Pertanyaan  10: Bashri Bukan Saudara Alwi Bin Ubaidillah
  11. Pertanyaan  11: Nasab Baalawi Baru Mulai Abad 9 Hijriah 
  12. Pertanyaan  12: Tes Dna Baalawi Haplo Grup G (Bukan Arab)

12 PERTANYAAN KH IMADUDDIN UTSMAN PADA HABIB TAUFIK DAN R.A.

PERTANYAAN 1: UBAIDILLAH BUKAN ANAK SAYID AHMAD BIN ISA?

Leluhur Ba Alawi yang bernama Ubaidillah (w. 383) tidak tercatat dalam kitab-kitab sezaman atau yang mendekatinya sebagai anak Sayyid Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib. Kitab-kitab nasab dan sejarah telah banyak ditulis pada abad ke 4-9 Hijriyah, namun satu pun tidak ada yang menyebutkan bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Ubaidillah. 
 
PERTANYAAN 2: SAYID AHMAD BIN ISA TIDAK HIJRAH KE YAMAN
 
Tidak ada satu kitab pun yang ditulis mulai abad 4-9 H. yang menyebut Ahmad bin Isa pindah ke Yaman, dan bergelar al-Muhajir.
 
PERTANYAAN 3: MAKAM AHMAD BIN ISA BUKAN DI HUSAISAH, YAMAN
 
Tidak ada satu kitab pun yang ditulis mulai abad 4-9 H. yang menyebut Ahmad bin Isa di makamkan di Husaisah.
 
PERTANYAAN 4: KITAB ABAD 4-9 TIDAK MENYEBUT KELUARGA BAALAWI
 
Tidak ada satu kitab nasab pun di abad 4-9 H. yang menyebut nama-nama keluarga Ba Alawi sebagai keturunan Rasulullah Saw. nama-nama itu adalah: : Ubaidillah, Alwi, Muhammad, Alwi II, Ali (khali’ Qosam), Muhammad (Sahib Mirbat), Ali (Walidul Faqih), Muhammad (Faqih Muqoddam), Alwi (al-Gayyur), Ali (Sahibuddark), Muhammad (Maula Dawilah), Abdurrahman, Abu Bakar al-Sakran dan Ali bin Abu Bakar al-Sakran. Nama-nama tersebut tidak disebut sama sekali dalam kitab nasab sezaman sebagai keturunan Rasulullah. Yang menyebut mereka pertama kali 14 nama tersebut sebagai keturunan Rasulullah adalah kitab Ba Alawi sendiri yaitu kitab al-Burqah al-Musyiqoh karya Abu Bakar al-Sakran akhir abad 9 H.

PERTANYAAN 5: KHALI QASAM TIDAK BERGELAR SAHIB MIRBAT
 
Muhammad bin Ali Khali Qosam “Sahib Mirbat” tidak bergelar “Sahib Mirbat”, karena yang bergelar “Sahib Mirbat” adalah Raja Mirbat dari dinasti al-Manjawi yaitu Muhammad bin Ahmad al-Ak’hal al-Manjawi. Yang demikian itu sebagaimana disebutkan dalam kitab sezaman dengan Muhammad bin Ali Khali Qosam yaitu kitab al-Kamil fi al-Tarikh karya Ibnul Atsir (w. 630 H).
 
PERTANYAAN  6: KHALI QASAM TIDAK ADA DI MIRBATH
 
Tidak ada kitab sezaman dengan Muhammad bin Ali Khali Qosam “Sohib Mirbat” (w. 556 H.) yang menyebut keberadaannya di Mirbat; tidak pula ada yang menyebutnya sebagai ulama besar.
 
PERTANYAAN  7: KHALI QASAM TIDAK DAPAT IJAZAH DARI AL-QALA'I MIRBAT
 
Tidak ada kitab sezaman yang menyebut Abdullah bin Muhammad bin Ali Khali Qosam (Sohib Mirbat) mendapat ijazah dari Imam al-Qola’i di Mirbat.
 
PERTANYAAN  8: FAQIH MUQADDAM BUKAN ULAMA BESAR
 
Tidak ada kitab sezaman yang menyebut Muhammad bin Ali “al- Faqih al-Muqoddam” (w. 653 H.) sebagai keturunan Rasulullah Saw dan sebagai ulama besar. Tidak pula ada yang menyebutnya mempunyai gelar al-Faqih al-Muqoddam.
 
PERTANYAAN  9: JADID BUKAN SAUDARA ALWI BIN UBAIDILLAH
 
Tidak ada kitab sezaman (abad 5 -8 H.) yang menyebutkan bahwa Jadid adalah saudara dari Alwi bin Ubaidillah.
 
PERTANYAAN  10: BASHRI BUKAN SAUDARA ALWI BIN UBAIDILLAH
 
Tidak ada kitab sezaman (abad 5-8 H.) yang menyebutkan Bashri adalah saudara dari Alwi bin Ubaidillah.
 
PERTANYAAN  11: NASAB BAALAWI BARU MULAI ABAD 9 HIJRIAH
 
Kitab-kitab yang hari ini menyebutkan Klan Ba Alawi sebagai keturunan Rasul tidak mempunyai referensi kecuali hanya sampai abad ke Sembilan hijriah.
 
PERTANYAAN  12: TES DNA BAALAWI HAPLO GRUP G (BUKAN ARAB)
 
Hasil uji test DNA Klan Ba Alawi di dunia menyebutkan bahwa Klan Ba Alawi berhaplogroup G yang menunjukan ia bukan keturunan Nabi Muhammad Saw dan bukan keturunan Nabi Ismail, karena keturunan Nabi Muhammad Saw terdeteksi menurut keterangan para pakar sebagai berhaplogroup J-1.
 
***

Pertanyaan penulis (KH Imaduddin) yang dikirimkan kepada Rabitah Alawiyah yang berjumlah duabelas pertanyaan di atas belum ada jawaban. Dan memang pertanyaan itu akan sulit dijawab, jika kita tidak ingin mengatakan mustahil. Mengapa?

Usaha-usaha pencarian sumber itu, jika memang ada, maka sudah ditemukan oleh para pendekar sejarah dari kalangan Ba Alwi seperti Abdullah al-Habsyi, Alwi bin Tahir, Ubaidillah al-Saqqaf, Yusuf jamalullail dll. Merekalah keluarga Ba Alawi yang telah menyusuri jalan-jalan setapak dari lorong-lorong gelap nasab Ba Alwi, berharap akan ada setitik cahaya yang dapat menyibak kegelapan itu. Tetapi usaha maksimal itu belum memberi harapan berarti.

Malah kenyataan penelusuran itu menyimpulkan telah terbukti, tidak ada satu kitab sezaman-pun menyebut Ahmad bin Isa pindah ke Hadramaut; Tidak ada satu kitab-pun menyebut ia bergelar Al-Muhajir; Tidak ada satu kitab nasabpun, bahkan kitab sejarah, sampai abad ke-9 Hijriyah, yang menyebut Ahmad bin Isa punya anak bernama Ubaidillah.

Bahkan, penulis meyakini, jika manuskrip-manuskrip Yaman yang masih perawan ditemukan, dalam keadaan ia masih suci dari tangan Ba Alwi, maka, nasib nasab Ba Alwi akan semakin berada dalam titik nadir. Mengapa demikian? Berikut sebab-sebabnya:

Baca juga: Buku Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Oleh Kyai Imaduddin

  1. Ibnu Samrah (w. 586 H), sejarawan Yaman dari Kota al-janad, ia menulis sebuah kitab tentang para ulama Yaman dari masa Nabi Muhammad Saw sampai masanya, termasuk ulama-ulama Hadramaut dan Mirbat. Kitabnya berjudul “Tobaqotu Fuqoha’il yaman”. kitab ini adalah segelintir mutiara yang ditemukan dari sekian banyak mutiara mansukrip Yaman yang belum ditemukan. Ia ditemukan bukan oleh keluarga Ba Alawi. Ia ditemukan seorang filolog Mesir yang bernama Syaikh Fuad Sayyid dan diterbitkan oleh penerbit Darul Qolam Beirut, Libanon sekitar tahun 1956. kitab ini secara lengkap menyebut ulama-ulama tabi’in tingkatan pertama seperti Thowus bin Kaesan, Wahab bin Munabbih, Al-Dahhak dan lain-lain. Dalam kitab itu ada fasal yang khusus menerangkan tentang para ulama yang ada di Kota Mirbat, Ahwar, Mayfa’ah, Hadramaut, Tarim, Adn, lahaj, Inham, Asholwu, al-Jau’ah, Khadir, Asya’baniyah, dan al-Muafir. 
  2. Dilihat dari tahun wafatnya Ibnu Samrah, yaitu tahun 586 H, seharusnya ia mengenal delapan nama keluarga Ba Alawi yang masa hidupnya sebelum Ibnu Samrah meninggal, atau semasa dengan hidup Ibnu Samrah. Delapan nama itu adalah: Ahmad bin Isa (w. 345 H.), Ubaidillah (w. 383 H.), Alwi (w. 400 H.), Muhammad (w. 446 H.), Alwi II (w. 512 H.), Ali Khali Qosam (w. 529 H.), Muhammad Sohib Mirbat (w. 550 H.), Ali Walidul Faqih (w. 590 H.). Delapan nama tersebut, disebut dalam literasi kitab-kitab yang dikarang Ba Alwi, seperti kitab al-Burqoh karya Ali al-Sakran, sebagai para ulama dan para wali besar.
    1. Tetapi, semua nama-nama itu tidak disebut oleh Ibnu Samurah. Miris memang, nama-nama yang pada abad milineal ini disebut sebagai ulama besar, tetapi ulama setempat di masanya tidak mengenal mereka. Ada dua kemungkinan nama-nama keluarga Ba Alwi itu tidak disebut, yang pertama: Mereka memang ada, tetapi mereka bukan siapa-siapa, bukan fukoha (ulama fikih -red) dan juga bukan ulama, apalagi awliya, sehingga mereka tidak laik dimasukan dalam kitab Ibnu Samrah. Kemungkinan yang kedua, memang nama-nama itu tidak pernah dilahirkan di Yaman. kecuali Ahmad bin Isa yang terkonfirmasi sosok historis di Irak dan tidak pernah hijrah ke Yaman, agaknya, ketujuh nama lainnya, sangat patut diduga, bukan sosok historis, nama-nama ciptaan pada generasi selanjutnya.
    2. Kita perhatikan saat Ibnu Samrah menyebut siapa saja ulama-ulama yang ada di Hadramaut, ia menyebut nama ulama-ulama diantaranya: Abu Junaiz, Abu Jahusy (w. 553 H.), Abu Akdar hakim di Tarim. Ibnu Samurah menyebut Abu Akdar ini sebagai ulama ahli dalam “Qiro’at sab’ah” dan ahli fikih. Nama lainnya adalah Abu Bukair, ia wafat dalam keadaan syahid di Tarim tahun 575 H (lihat kitab Tobaqot Ibnu Samrah halaman 220). 
  3. Perhatikan angka tahun ini, 575 Hijriah, adalah tahun di mana Ali ayah Fakih Muqoddam hidup di Tarim, tetapi Ibnu Samrah sama sekali tidak menyebut nama Ali tersebut. Pertanyaannya, apakah Ali ayah fakih Muqoddam ini sosok historis yang ada di Tarim ketika itu? 
  4.  Jika pembela nasab Ba Alwi beralasan, tidak disebutnya nama Ali ayah fakih Mukaddam dalam kitab Ibnu Samrah, karena ketika itu Ali masih hidup, sedangkan Ibnu Samrah hanya mencatat ulama yang telah wafat. Baik, bisa demikian, tetapi kakek Fakih Muqoddam Ali Khali Qosam ketika itu sudah wafat, ia wafat tahun 529 Hijriah, jika Ibnu Samrah hanya mencatat ulama yang sudah wafat, maka Ali Khali Qosam seharusnya dicatat, karena ketika Ibnu Samrah hidup itu Ali Khali Qosam sudah wafat, mengapa ia tidak dicatat juga? Padahal, dalam literature kitab karangan ulama Ba Alwi Ali Khali Qosam ini disebut ulama besar. 
  5. Begitu pula ayahnya Ali Khali Qosam yang bernama Alwi II, mengapa juga tidak dicatat?  
  6. Juga ayahnya Alwi II yang bernama Muhammad mengapa tidak dicatat? 
  7. Juga ayahnya Muhammad yang bernama Alwi I mengapa tidak dicatat?  
  8. Juga ayahnya Alwi I yang bernama Ubaidillah, mengapa tidak dicatat? Bukankah katanya mereka semuanya ulama?  
    1. Hanya ada dua kemungkinan mereka tidak dicatat, yaitu seperti kemungkinan alasan sebelumnya: jika tidak karena mereka bukan siapa-siapa pada masanya, maka karena mereka semuanya memang tidak ada di Yaman. 
  9. Lihat pula dalam kitab Ibnu Samrah, ketika ia menyebut ulama di Kota Mirbat, ia menyebut ulama di sana yang bernama Muhammad bin Ali al-Qola’i yang wafat tahun 577 Hijriyah, tetapi ia tidak mencatat orang bernama Muhammad “Sohib Mirbat” Ba Alawi yang katanya wafat tahun 550 Hijriyah. Mengapa? Jawabanya sama dengan di atas. Diulangi: karena bisa jadi ia bukan siapa-siapa ketika itu, atau ia tidak ada di sana. 
  10. Literasi karangan ulama Ba Alawi, seperti kitab “Al-Masyra’urrawi”, menyebut bahwa Muhammad “Sohib Mirbat” ini ulama besar, ialah pembawa Madzhab Syafi’i di Mirbat, bahkan disebut ia guru dari al-Qola’i. tetapi mengapa, sang murid namanya disebut Ibnu Samrah, tetapi gurunya dilupakan. 
  11. Betulkah Muhammad “Sohib Mirbat” adalah guru dari al-Qola’i? 
  12. betulkah ia pembawa Madzhab Syafi’i di Mirbat? Tidak ada satu referensipun yang menyebut keduanya, kecuali setelah abad Sembilan dalam kitab karangan Ba Alawi. Mengapa demikian? Anda sekarang tentu sudah dapat menyimpulkan sendiri jawabannya.
    1. Bahkan Ibnul Atsir, pakar sejarah abad ke-7 dalam kitabnya “al-Kamil fi al-Tarikh” menyebutkan bahwa gelar Sohib Mirbat itu adalah gelar yang disandang oleh penguasa Mirbat bukan oleh Muhammad Ba Alwi. Ibnul Atsir menyebut, di tahun 601 Hijriah, Muhammad al-Akhal Sohib Mirbat, digantikan oleh mantan menterinya yang bernama Mahmud bin Muhammad al-Himyari. (al-Kamil fi al-Tarikh: 10/ 203). Hal ini menjelaskan bahwa, dari gelar “Sohib Mirbat” saja, Muhammad “Sohib Mirbat” ini bermasalah, apalagi dari sosok kesejarahannya. 
  13. Lalu apakah ada nama Muhammad Sohib Mirbat disebut di dalam kitab sejarah yang mu’tabar sebelum abad Sembilan yang dikarang bukan Ba Alawi? Jawabanya: tidak ada. Dari sini, kita tahu bahwa tujuh nama keluarga Ba Alawi ini ahistoris. Lalu apakah nama dibawahnya terekam kitab sejarah sebelum abad Sembilan? Pembahasan inipula akan menarik. Tetapi akan penulis bahas pada tulisan selanjutnya. Insya Allah.

Baca juga:  buku Menakar kesahihan Nasab Habib Di Indonesia oleh Kyai Imaduddin Utsman

Sumber

LihatTutupKomentar