Terjemah Muqaddimah Qanun Asasi NU

Terjemah Muqaddimah Qanun Asasi NU adalah sebuah aturan dasar yang merupakan pokok pikiran, pendirian dan pedoman dasar bagi perjalanan organisasi NU

Terjemah Muqaddimah Qanun Asasi NU

Nama kitab: Terjemah kitab Qanun Asasi Nahdlatul Ulama (مُقَدِّمَة القانون الأساسي)
Judul lengkap: Muqaddimah al-Qanun al-Asasi (مُقَدِّمَة إلى مبادئ نهضة العلماء مُقَدِّمَة القانون الأساسي)
Pengarang: Hadratusy Syaikh Kyai Hasyim Asy'ari (للشيخ العالم الفاضل محمد هاشم أشعرى الجومبانى)
Penerjemah: KH.A. Mustofa Bisri, Rembang ;
Bidang studi: Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja)

 Daftar Isi

  1. Download Kitab Muqaddimah Qanun Asasi NU
  2. Tentang Kitab Qanun Asasi
  3. Qanun Asasi NU Teks Arab
  4. Qanun Asasi NU Terjemah Indonesia 
  5. Kitab karya KH Hasyim Asyari Lain
    1. Terjemah Risalah Ahlussunnah wal Jamaah
    2. Adabul Alim wa al-Muta'allim
  6. Terjemah Kitab Aqidah yang Lain

Profil Kitab Qanun Asasi NU

Muqoddimah Qanun Asasi bagi Nahdlatul Ulama (NU) adalah sebuah aturan dasar yang merupakan pokok pikiran, pendirian dan pedoman dasar bagi perjalanan organisasi NU.

Muqoddimah Qonun Asasi yang dibacakan oleh Rais Akbar (pemimpin tertinggi) Hadrotusyekh Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama, adapun Qonun Asasi berarti Aturan Dasar dan bagi warga Nahdlatul Ulama (NU), Muqoddimah Qonun Asasi adalah pokok pikiran, yang juga menjadi pendirian dan pedoman dasar bagi perjalanan Organisasi NU. Muqaddimah Qonun Asasi sendiri merupakan sebuah Pidato dari Rais Akbar Nahdlatul Ulama Hadrotusyekh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari pada Muktamar NU pertama di Surabaya.

Muqaddimah Qanun Asyasi NU yang ditulis Hadratusy Syaikh pada mulanya tidak  menunjukkan keistimewaan tertentu, apalagi dibandingkan dengan pemikiran para ulama sezamannya. Pada tahun 1920-an para ulama di dunia Islam sedang menghadapi serbuan modernitas yang meluluh-lantakkan fondasi keilmuan dan keberagamaan. Seraya bermunculan pemikiran tajdid yang menyerukan “kembali ke yang asal”, satu seruan yang berdiri di atas asumsi kebenaran Islam telah terbukti benar dan menghasilkan kejayaan, jika ada kemunduran pastilah disebabkan oleh cara berislam yang telah tercampur-aduk dengan kebatilan. Lalu secara serempak, hampir semua ulama menyerukan pembersihan ajaran Islam dari berbagai ‘campuran’ yang diduga menjadi penyebab kemunduran Islam.Gelombang modernisme ini sebenarnya sudah dimulai pasca penyerangan Napoleon ke Mesir (1798) dan takluknya Moghul India pada Inggris (1857). Saat itu Syed Ahmad Khan (1817-1898) di India menyerukan Kalam Jadid yang menjadikan hukum alam sebagai setara dengan aturan al-Quran, “Keduanya tak mungkin bertentangan, jika tafsir al-Quran bertentangan dengan hukum alam, tafsiran itu harus dikoreksi”.

At-Tahtawi (1801-1873) di Mesir menyatakan bahwa yang dibutuhkan Umat Islam adalah "inspeksi individu atas tindakannya, keadaan, kata-kata, karakter, dan keinginannya, dan kontrolnya atas mereka dengan kendali  atas argumentasinya, Man is in fact his own doctor.” Di sisi lain, Jamaluddin Afghani dan Muhammad Abduh menyerukan reformasi pendidikan Islam.  

Di saat seperti itu, pada 1926, Hadratus Syaikh Hasyim Asyari menulis dalam Qanun Asasi, “Sesungguhnya perkumpulan (al-ijtima’) dan saling mengenal (at-ta’aruf), bersatu (al-ittihad)  dan kompak (at-ta-alluf) merupakan hal yang tak seorangpun tak mengenali manfaatnya.” 

Relevan setelah Satu Abad kemudian

Saat itulah, pemikiran Hadratusy Syaikh tiba-tiba menjadi relevan. Kalau dipikir-pikir, pemikiran para pembaharu kini menjadi isapan jempol. India yang dibayangkan Sayyed Ahmad Khan terpecah menjadi tiga (India, Pakistan, Bangladesh). Pakistan yang dibangun dari mimpi Muhammad Iqbal, Mesir yang dibangun oleh mimpi Abduh mengenai negara Islam modern, Iran yang berdiri dari pemikiran Ali Shariati, tak menunjukkan kemajuan ideal. Ikhwanul Muslimin yang dibangun al-Banna terus tertatih-tatih mengikuti politik dalam negeri Mesir, Hizbut Tahrir demi idealismenya, terjebak pada penggunaan kekerasan ekstrem. Semua pemikiran besar luruh seperti daun di musim gugur. Sementara pemikiran Hadratusy Syaikh masih berdiri kokoh dan sanggup menciptakan kehidupan bersama yang damai dan toleran.

Setelah satu abad, pemikiran dalam Muqaddimah Qanun Asasi menjadi relevan dan menunjukkan buktinya.  Bukan jawaban reaktif yang diberikan Muqaddimah Qanun Asasi, melainkan jawaban sistemis. Bid’ah memang masalah, bagi yang reaktif solusinya adalah memerangi bid‘ah. Namun bagi Hadratusy Syaikh, soluisnya adalah “membangkitkan ulama agar menjaga ilmu agama dari para pencuri“. Saat ulama bangkit, umat semakin tercerahkan dan laku bid’ah secara perlahan terkikis. 

DOWNLOAD

LihatTutupKomentar