Salat Spiritual Dan Salat Formal
Nama kitab: Terjemah Fihi Ma Fihi Mengarungi Samudera Kebijaksanaan Jalaluddin Rumi
Judul kitab asal: (فيه ما فيه)
Penulis: Jalaluddin Rumi (جلال الدين الرومي)
Nama lengkap: Muhammad Jalal al-Din Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qounawy
Nama lengkap dalam bahasa Arab: مُحَمَّد بن مُحَمَّد بن حُسَيْنَ بَهَاءٌ الدِّين البَلَخي الْبَكْرِيّ
Lahir: Balkh, Afghanistan, 1260 M / 658 H
Asal: Balkh, Afghanistan
Wafat: Konya, Türkiye, 672 H/ 1273 M (usia 66 tahun)
Bidang studi: Tasawuf, sufisme
Daftar isi
- Pasal 31. Aku Menghendaki Untuk Tidak Berkehendak
- Pasal 32. Sang Guru Keyakinan
- Pasal 33. Pencari Kebebasan Tidak Akan Memburu Ikatan
- Pasal 34. Bumi Allah Itu Luas
- Pasal 35. Al-Qur'an: Sang Magician Yang Menakjubkan
- Pasal 36. Lukisan Adalah Bukti Adanya Pelukis
- Pasal 37. Dari Lautan Itulah Tetesan Ini Berasal
- Pasal 38. Salat Spiritual Dan Salat Formal
- Pasal 39. Jalan Kefakiran
- Pasal 40. Tidak Menjawab Juga Merupakan Sebuah Jawaban
- 
    Kembali ke:
    Terjemah Fihi Ma Fihi Jalaludin Rumi       
 
  Pasal 31. Aku Menghendaki Untuk Tidak Berkehendak
SEORANG polisi akan selalu mengejar para pencuri untuk diamankan,
  sementara para pencuri akan selalu berusaha untuk melarikan diri. Sangat
  jarang sekali ada seorang pencuri yang mencari polisi untuk menyerahkan diri
  dan bertekuk lutut di depannya.
Allah SWT ber rman kepada Abu Yazid: “Apa
  yang kamu inginkan Abu Yazid?” Abu Yazid menjawab: “Aku menghendaki untuk
  tidak berkehendak.”
Manusia hanya memiliki dua kondisi: Berkehendak atau
  tidak berkehendak. Ketiadaan kehendak sama sekali bukanlah sifat manusia,
  sebab manusia akan menjadi kosong dan sirna tanpa kehendak. Selagi manusia
  masih ada, maka salah satu dari dua sifat tersebut akan tetap ada dalam diri
  mereka: Berkehendak atau
 
Fihi Ma Fihi
tidak
  berkehendak. Tetapi Allah ingin menyempurnakan jiwa Abu Yazid dan
  menjadikannya sebagai seorang guru paripurna sehingga ia bisa meraih suatu
  keadaan di mana ia tidak lagi mengenal kata “kemenduaan” dan perpisahan. Ini
  merupakan bentuk penyatuan antara berkehendak dan tidak berkehendak. Segala
  penyakit dan kegelisahan akan muncul saat kamu menginginkan sesuatu tapi kamu
  merasa kesulitan untuk menggapainya. Tapi jika kamu tidak menginginkan apa
  pun, maka tidak akan ada kesakitan sedikit pun di sana.
Manusia terbagi
  ke dalam beberapa golongan dan tingkatan yang berbeda-beda. Sebagian dari
  mereka berusaha untuk meningkatkan diri dengan berusaha dan bekerja keras,
  namun apa yang diinginkan oleh hati dan pikirannya tidak terwujud di dunia
  nyata. Beginilah ketika kita membahas tentang takdir manusia. Ketika hati
  tidak tergelitik oleh sebuah keinginan dan tak terbesit di dalamnya sebuah
  pikiran, maka manusia telah berbeda haluan dengan ketentuan Tuhan, dan hal itu
  tak akan terjadi tanpa kehendak Tuhan yang maha benar.
 
“Dan
  katakanlah (wahai Muhammad): ”Telah datang kebenaran dan telah sirna
  kebatilan.” (QS. an-Najm: 42)
“Masuklah wahai orang yang
  beriman. Sesungguhnya cahayamu akan memadamkan api-Ku.” Ketika iman seorang
  Mukmin telah mencapai kesempurnaan yang hakiki, maka dia akan mengerjakan
294
 
Fihi
  Ma Fihi
apa yang dikerjakan oleh Allah SWT, baik dengan kehendaknya
  sendiri maupun dengan kehendak-Nya.
Dikatakan bahwa pascawafat Rasulullah
  Saw., wahyu tidak akan turun lagi kepada manusia, apa alasan tidak akan turun
  lagi? Sesungguhnya wahyu masih terus turun, meski tidak lagi disebut sebagai
  wahyu. Seperti yang pernah disinggung oleh Rasulullah dalam sebuah hadis:
  “Orang Mukmin memandang dengan cahaya Allah.” Ketika dia melihat dengan cahaya
  Allah, ia akan melihat segalanya; yang pertama dan yang terakhir, yang gaib
  dan yang tampak, karena bagaimana mungkin sesuatu bisa tersembunyi dari cahaya
  Allah? Kalau ada sesuatu yang tersembunyi, maka itu bukanlah cahaya Allah.
  Jadi, esensi dari cahaya itu adalah wahyu meski ia tidak disebut sebagai
  wahyu.
Ketika pertama kali Usman ra. menjadi khalifah, beliau segera
  menaiki mimbar, sementara orang-orang menunggu apa yang akan beliaukatakan.
  Sangkhalifahterdiamdantidakberkataapa-apa. Beliau hanya memandangi kerumunan
  orang-orang yang datang. Tiba-tiba, mereka yang hadir dihinggapi oleh rasa
  takut dan tidak kuasa untuk beranjak pergi. Masing-masing mereka tidak ada
  yang tahu di mana yang lainnya duduk. Namun pada peristiwa besar tersebut,
  seakan- akan ada ratusan wejangan dan khotbah yang meresap ke dalam jiwa
  mereka. Berbagai hikmah tergenggam, beragam rahasia yang sebelumnya tidak
  diketahui tersingkap. Hingga waktu usai, khalifah terus memandangi mereka
  tanpa terucap sepatah kata pun. Sebelum meninggalkan mimbar, beliau berkata:
  “Kalian lebih butuh pada pemimpin yang banyak bekerja dari pada pemimpin yang
  banyak
295
 
Fihi Ma Fihi
bicara.” Apa
  yang dikatakannya benar. Bila yang dikehendaki dari sebuah ucapan adalah
  hikmah, petuah, dan pembinaan moral, maka tanpa berkata apa pun, semua itu
  bisa diperoleh berkali-kali lipat dari yang diperoleh dengan ucapan.
  Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Usman itu adalah untuk mengomentari dirinya
  sendiri. Selama berada di atas mimbar, beliau tidak melakukan sesuatu
  pekerjaan apapun yang bisa dilihat; beliau tidak salat, berhaji, bersedekah,
  beliau tidak menyebut nama Allah dan tidak pula berpidato. Dari sini kita
  mengambil kesimpulan bahwa amal perbuatan tidak hanya dibatasi oleh bentuk
  luarnya saja. Perbuatan lahiriyah itu hanyalah simbol dari pelaku amal yang
  sebenarnya yaitu roh.
Rasulullah Saw. bersabda: “Sahabat-sahabatku
  seperti bintang- gemintang, siapapun yang kalian ikuti, pastilah kalian akan
  mendapat petunjuk.” Ketika seseorang melihat bintang, ia akan menemukan
  jalannya padahal bintang itu tidak berkata sama sekali. Hanya dengan
  melihatnya, seseorang bisa menemukan jalan untuk mencapai tujuan mereka.
  Demikian juga ketika kamu melihat para wali Allah. Mereka berbuat baik padamu
  tanpa kata-kata, tanpa pertanyaan, tanpa khotbah, tapi maksud kedatanganmu
  bisa dipahaminya dan kamu akan sampai pada tujuanmu.
Siapa yang mau
  melihat, lihatlah aku,
karena pandanganku ini adalah peringatan bagi
  orang yang mengira cinta itu mudah.
296
 
Fihi
  Ma Fihi
Di dunia ini, tidak ada yang lebih sulit ketimbang
  menanggung sesuatu yang mustahil.  Bayangkan jika  misalnya
  kamu  sudah mempelajarisebuahkitabdankamumembenarkannya, mengubahnya dan
  mengutip kitab tersebut. Kemudian seseorang yang duduk di sampingmu membaca
  buku itu dengan salah, apakah kamu tahan untuk tidak membenarkannya? Tidak
  mungkin. Seandainya kamu belum membacanya, tentu persoalannya akan jadi lain,
  entah orang itu mau membaca dengan benar atau tidak di hadapanmu, semua tidak
  ada bedanya karena kamu tidak bisa membedakan yang salah dan yang benar.
  Demikianlah, menanggung sesuatu yang mustahil adalah sebuah mujahadat yang
  sangat berat.
Para Nabi dan wali tidak pernah melewatkan dirinya dari
  mujahadat. Mujahadat mereka yang pertama adalah memerangi hawa nafsu dan
  meninggalkan kesenangan serta syahwat duniawi, inilah jihad yang terbesar
  (jihad al-akbar). Ketika mereka telah sempurna dan sampai pada tingkat
  ketenangan yang meneduhkan, tersingkaplah mana yang salah dan mana yang benar
  di hadapan mereka. Mereka juga tahu siapa yang berbuat salah dan siapa yang
  berbuat benar. Mereka terus bermujahadah. Segala perbuatan makhluk yang
  menurut mereka salah, mereka akan melihat itu dan menanggungnya. Sebab jika
  mereka melakukan hal yang sebaliknya, yaitu membeberkan dan menjelaskan
  kesalahan manusia, maka tidak seorang pun yang akan berdiri di hadapannya dan
  menghaturkan salam kepadanya. Tapi Allah menganugerahkan kepada mereka
  kemampuan yang besar dan kesabaran luas untuk menangggung (kesalahan umatnya).
  Dari ratusan kesalahan tersebut, hanya satu
297
 
Fihi
  Ma Fihi
saja yang mereka sebutkan dan selebihnya mereka sembunyikan
  agar tidak memberatkan manusia. Bahkan pada awalnya, mereka memujinya dengan
  berkata: “Kesalahanmu adalah perbuatan yang benar” lalu mereka menangkisnya
  dari berbagai kesalahan itu secara perlahan-lahan dan satu persatu.
Sebagaimana
  seorang  guru  yang mengajari  seorang  anak menulis,
  ketika si anak sudah menyelesaikan satu baris, ia menulis satu baris lagi dan
  menunjukkan hasilnya kepada gurunya. Di matanya, semua tulisan anak itu salah
  dan jelek, namun dengan bahasa yang ramah dan menyenangkan hati sang anak, ia
  berkata: “Bagus sekali. Tulisanmu sangat luar biasa. Selamat, selamat. Tapi
  kenapa kamu tidak menulis huruf ini dengan baik. Ini seharusnya ditulis
  begini, dan huruf ini seharusnya juga begini.” Sang guru menjelaskan
  huruf-huruf yang salah dan mengajarinya bagaimana seharusnya ia menulis.
  Selebihnya, sang guru memuji anak itu sehingga hati si anak tidak menjauh
  darinya dan jiwa anak yang lemah menjadi kuat dengan perbuatan baik sang guru,
  secara bertahap mereka terus diajari dengan cara tersebut.
Kita berharap
  semoga Allah menganugerahkan kemudahan pada sang Amir untuk meraih
  cita-citanya dan semua rencana hatinya. Semoga ia mendapatkan anugerah 
  yang  baik,  yang tak pernah terbesit dalam benaknya dan tidak
  diketahuinya, sehingga jiwa sang raja bisa condong padanya. Kami berharap itu
  menjadi nyata. Karena di saat dia melihat anugerah dan mampu menggapainya, ia
  akan memandang malu pada segala cita-cita dan kesenangan sebelumnya.
  Sebagaimana pemberian ini, langkah dan
298
 
Fihi Ma
  Fihi
nikmat ini bisa menentramkan jiwaku. Lantas bagaimana mungkin
  aku mengharapkan segala kesenangan itu? Demikianlah, semoga raja akan merasa
  malu. Itulah yang disebut dengan berkah, sesuatu yang tidak pernah terbesit
  dalam pikiran manusia dan terlintas dalam benaknya, karena setiap apa yang
  berkelebat dalam benak manusia hanya mengikuti kadar semangat dan kemampuannya
  saja. Sementara berkah dari Allah mengikuti kadar kemampuan-Nya. Oleh sebab
  itu, berkah adalah hak prerogratif Allah. Bukan milik dugaan dan cita-cita
  manusia. Sebagaimana dilansir dalam sebuah hadis Qudsi: “Bagi hamba-hamba-Ku
  yang saleh, telah Aku sediakan kenikmatan surga yang belum pernah dilihat
  mata, didengar telinga dan terlintas di hati manusia.” Rumi berkata:
  “Pemberian yang kamu harapkan dariku masih bisa dilihat oleh mata, didengar
  oleh telinga, dan digambarkan dalam hati. Tapi anugerah Allah telah melampaui
  semua batasan itu.”
  
  Pasal 32. Sang Guru Keyakinan
KEYAKINAN adalah guru yang sempurna, sementara prasangka yang
  baik dan benar adalah murid-muridnya yang disesuaikan dengan peringkat mereka
  yang bermacam-macam: prasangka, prasangka yang kuat, prasangka yang lebih
  kuat, dan seterusnya. Ketika prasangka bertambah kuat, maka ia semakin dekat
  dengan keyakinan dan menjauh dari pengingkaran. “Jika iman Abu Bakar
  ditimbang…” Setiap prasangka yang benar meminum air susu dari dada keyakinan,
  dan kemudian tumbuh besar. Prasangka yang meminum susu dan kemudian tumbuh
  besar itu menunjukkan bahwa prasangka bisa tumbuh karena ilmu dan amal. Hingga
  akhirnya setiap prasangka akan menjadi keyakinan dan tidak tersisa lagi
  kepingan-kepingan prasangka.
 
Fihi Ma Fihi
Sang
  guru dan murid-murid mereka di dunia ini adalah aksiden dari Guru Keyakinan.
  Keberadaan para murid itu adalah bukti bahwa meski bentuk ajaran selalu
  berubah dari waktu ke waktu dan generasi ke generasi, Guru Keyakinan beserta
  keturunannya—prasangka- prasangka yang benar—adalah tetap abadi dan tidak
  pernah berubah oleh berlalunya musim dan waktu.
Sementara itu,
  prasangka-prasangka yang keliru dan menyesatkan adalah murid-murid buangan
  dari Guru Keyakinan. Setiap hari mereka menjauh darinya dan bobotnya pun
  menurun dalam pandangan sang Guru, sementara pengetahuannya terus bertambah
  dan semakin berlipat-lipat.
 
“Dalam hati mereka terdapat
  penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya.” (QS. al-Baqarah: 10)
Para
  majikan memakan kurma basah sementara para hamba sahaya hanya memakan duri.
  Allah SWT ber rman:
 
“Apakah mereka tidak memerhatikan
  bagaimana unta itu diciptakan?”
(QS. al-Ghasyiah: 17)
 
“Kecuali
  orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam: 60)
302
 
Fihi
  Ma Fihi
 
“Maka kejahatan mereka diganti oleh Allah
  dengan kebaikan.” (QS. al-Furqan: 70)
Setiap pengalaman yang
  merusak prasangka yang dicapai oleh orang-orang semacam itu kelak akan menjadi
  kekuatan bagi mereka untuk memperbaiki prasangkanya itu. Hal ini ibarat
  seorang pencuri ulung yang bertaubat kemudian menjadi seorang polisi. Saat
  itu, setiap trik pencurian yang biasa ia praktikkan akan menjadi kekuatan
  baginya untuk berbuat baik dan menegakkan keadilan. Tentu saja polisi itu
  lebih baik ketimbang polisi lainnya yang belum pernah mencuri. Sebab seorang
  polisi yang pernah mencuri mengetahui cara dan pola yang biasa digunakan oleh
  para pencuri. Kondisi para pencuri tidak tabu lagi bagi polisi yang satu ini.
  Seandainya orang seperti polisi ini menjadi seorang guru, tentu ia akan
  menjadi guru yang sempurna, penjaga alam dan penuntun zaman.
  
  Pasal 33. Pencari Kebebasan Tidak Akan Memburu Ikatan
Mereka
  berkata:
“Menjauhlah dari kami dan janganlah kalian mendekat” Bagaimana
  mungkin aku menjauh sementara kalian adalah kebutuhan kami?
KETAHUILAH
  bahwa kapan pun dan di mana pun, manusia akan senantiasa berada di
  tengah-tengah kebutuhannya dan tidak akan bisa terlepas darinya. Setiap
  binatang juga menggayuti kebutuhannya dan selalu menemaninya. Kebutuhan itu
  lebih dekat dengan mereka ketimbang ayah dan ibu mereka sendiri. Kebutuhan itu
  seperti tali kekang yang menyeret manusia ke batas kemahiran dan kecakapan
  mereka.
 
Fihi Ma Fihi
Manusia tidak mungkin
  mengikat dirinya sendiri, sebab sejatinya mereka ingin bebas dari keterikatan.
  Mustahil ada seseorang yang ingin bebas namun ia justru mencari sebuah ikatan.
  Oleh karena itu, pasti ada orang lain yang mengikat dirinya. Misalnya
  seseorang menginginkan kesehatan, maka ia tidak akan menyakiti dirinya
  sendiri. Karena tidak mungkin dua perbuatan (berobat dan menyakiti diri
  sendiri) dilakukan dalam satu waktu.
Padasaatmanusiatidakmampumenghindardarikebutuhannya,
  maka dia juga akan selalu mengiringi orang yang memberikannya kebutuhan itu.
  Sama halnya ketika seseorang bergantung pada sebuah kemahiran, maka pasti dia
  akan selalu mengikuti orang yang memiliki kemahiran itu. Konsekuensinya, dia
  akan melepaskan segala kemulian serta kekuatan dirinya.
Seandainya dia
  mengalihkan pandangan pada daya tarik sebuah keahlian, maka pastilah dia akan
  melepaskan tangan dari keahlian apa pun, bahkan itulah yang akan menjadi
  penariknya. Sang pemilik keahlian akan memberinya suatu kecakapan agar ia
  tidak berlari dengan tangan kosong. Namun Ia tak memerhatikan si penarik
  kecakapan, maka yang terjadi adalah ia berlari tanpa kecakapan.
 
Kelak
  akan Kami beri dia tanda dibelalainya.” (QS. al-Qalam: 16)
“Seandainya
  Dia mengikutiku tanpa kecakapan, maka kami akan meletakkan keahlian di
  hidungnya dan akan kami tarik dia ke arah yang tak dikehendakinya.”
306
 
Fihi
  Ma Fihi
Mereka bertanya:”Apakah setelah usia delapan puluh tahun
  masih ada permainan?”
Aku menjawab: “Apakah sebelum umur delapan puluh
  tahun ada permainan?”
Dengan anugerahnya, Allah memberikan sifat kekanak-
  kanakan pada para orang tua, yang tidak diketahui oleh anak mana pun. Hal itu
  karena kekanak-kanakan akan memberi kesegaran dan membuat manusia bersemangat
  untuk melompat-lompat, tertawa dan bersenang-senang dalam permainan. Dia
  melihat dunia yang baru tanpa merasa bosan. Ketika orang tua ini juga melihat
  dunia menjadi baru, Allah memberikannya kegemaran dalam bermain, ia pun
  melompat-lompat, meremajakan kulit dan dagingnya.
Telah nampak kemuliaan
  dari perkataan si tua setiap kali ketuaannya tampak
Ia pun mulai bermain
  berkali-kali
Oleh sebab itu, sesungguhnya kemulian usia tua
  lebih besar dari tampilan Allah. Ketika musim semi tiba, Allah akan
  menampakkan kemuliaan-Nya. Sementara ketika musim gugur tiba, usia tua akan
  mengaburkannya tanpa meninggalkan karakter- karakter musim gugur yang suram.
  Demikanlah, kelemahan di musim semi adalah anugerah dari Allah. Sebab bersama
  dengan setiap gigi yang tanggal, ia mengabaikan senyuman  musim semi
  Allah. Bersama setiap rambut yang memutih, ia sia-siakan
307
 
Fihi
  Ma Fihi
anugerah Allah yang segar. Bersama setiap tangisan hujan di
  musim gugur, ia rusak keindahan kebun Allah. Maha suci Allah dari apa yang
  dikatakan oleh orang-orang zalim.
  
   
  Pasal 34. Bumi Allah Itu Luas
AKU
  melihat kawan kita dalam bentuk seekor hewan buas dengan kulit rubah di
  sekujur tubuhnya. Aku tergerak untuk menangkapnya. Ia berada di atas jambangan
  sambil mengintai dari ambang pintu, binatang itu mengangkat tangannya dan
  melompat ke sana ke mari. Lalu aku melihat Jalal al-Tabrizi bersamanya dalam
  bentuk hewan melata. Aku segera menangkap kawan kita itu karena ia hendak
  menggigitku. Aku menginjak kepalanya dan memerasnya dengan keras sampai
  seluruh isi kepalanya keluar. Aku melihat kulitnya yang indah sambil bergumam:
  “Tubuh ini layak diisi dengan emas, berlian, permata, yakut dan bahkan yang
  lebih bagus dari itu.” Kemudian aku berkata: “Aku telah mengambil apa yang aku
  inginkan. Sekarang pergilah kemana saja kamu suka, wahai hewan yang gesit.
  Melompatlah ke arah mana pun kamu mau.”
 
Fihi Ma Fihi
Lompatan
  demi lompatan hewan itu menunjukkan bahwa dirinya takut dikalahkan, padahal
  dalam perasaan takut dikalahkan itulah kebahagian dirinya tersimpan. Tidak
  diragukan lagi jika dia terbentuk dari serpihan-serpihan meteor dan
  benda-benda lainnya. Kureguk cairan di hatinya, dan dia ingin mengetahui
  segala sesuatu. Ia memulai jalan ini dengan hasrat yang besar untuk menjaga
  dirinya tetap berada dalam lintasan demi mencari kelezatan di jalan itu. Tapi
  semua itu belum cukup, sebab orang yang bijak memiliki keadaan yang tidak bisa
  dijerat dengan jaring- jaring perangkap seperti itu, dan memang tidak layak
  menangkap buruan yang satu ini dengan menggunakan jaring-jaring itu. Jika
  orang bijak itu sehat dan lurus, dialah yang akan memilih siapa yang akan
  menangkapnya. Tak seorang pun bisa menangkapnya tanpa seizinnya.
Kamu
  mencoba menapaki lorong menanjak untuk mengintai buruanmu, padahal buruanmu
  itu sedang mengawasimu, rumahmu, dan persiapanmu. Dia adalah buruan yang bisa
  memilih. Dia memang tidak bisa melewati setiap lorong, tapi dia hanya akan
  melewati jalan yang dia gambar sendiri. Bumi Allah itu memang luas, tetapi:
  “Mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
  dikehendaki-Nya [QS. al-Baqarah: 255].”
Jika serpihan-serpihan itu jatuh
  ke mulut dan cakrawala hatimu, ia tidak akan berbentuk seperti semula lagi. Ia
  akan rusak karena bertemu denganmu. Sebagaimana halnya ketika segala
  sesuatu—yang rusak maupun yang tidak—jatuh ke mulut seorang yang bijak dan
  tertangkap dalam cakrawala hatinya, maka ia akan
310
 
Fihi
  Ma Fihi
berubah menjadi sesuatu yang lain yang diliputi oleh
  pertolongan dan juga keajaiban.
Tidakkah kamu melihat bagaimana tongkat
  di tangan Musa tidak berbentuk seperti semula? Begitu juga dengan tiang yang
  merindu dan sebatang pohon di tangan Rasulullah, doa yang diucapkan Musa,
  serta besi dan gunung yang tunduk di tangan Daud, semuanya tidak tetap
  sebagaimana wujud aslinya, melainkan sudah diubah. Demikian juga dengan
  lembaran-lembaran kertas dan pengakuan-pengakuan ini, jika ia jatuh di tangan
  seorang yang zalim jasmaninya, maka ia juga akan berubah.
Ka’bah adalah
  kedai bagi doa-doamu
Selama kamu merasa memilikinya, ia tetap akan ada
  bersamamu.
Orang ka r makan dengan tujuh usus, sementara anak
  keledai yang dipilih oleh pelayan yang bodoh makan dengan tujuh puluh usus.
  Seandainya dia menggunakan satu usus saja, niscaya itu akan setara dengan
  makan menggunakan tujuh puluh usus. Karena segala hal yang dibenci pasti akan
  dibenci, sebagaimana halnya dengan segala hal yang dicinta pasti akan dicinta.
  Seandainya pelayan itu ada di sini, niscaya sudah aku nasihati dia dan aku
  tidak akan meninggalkannya sampai dia mengusir anak keledai itu dan
  menjauhinya. Karena anak keledai itulah yang akan merusak agama, hati, roh,
  dan juga akalnya. Mungkin segala penyebab kerusakan seperti minum khamar masih
  lebih ringan baginya, sebab ia akan kembali menjadi baik ketika pertolongan
  dari Sang Pemberi Perhatian menghampirinya. Sementara anak keledai itu
  memenuhi rumahnya dengan sajadah-
311
 
Fihi Ma
  Fihi
sajadah, si pelayan harus terbebas darinya dan dari
  kejelekannya, karena anak keledai itu akan merusak iktikadnya pada Sang
  Pemberi Pertolongan. Kaki tangannya akan merayu si pelayan, sedang dia sendiri
  diam dan menghancurkan jiwanya.
Sungguh orang ini telah menangkap
  buruannya dengan tasbih, wirid dan sajadah, semoga suatu saat Allah akan
  membuka mata si pelayan hingga ia bisa melihat betapa ruginya dia karena telah
  menjauh dari rahmat Allah. Kemudian ia akan memukul leher anak keledai itu
  sambil berkata: “Kamu telah membinasakanku sampai dosaku menumpuk.”
  Sebagaimana mereka melihat dari dalam ruang mukasyafah (ruang penyingkapan)
  atas berbagai keburukan dan kerusakan perbuatan dibalik punggungku dan
  tumpukan akidah yang menyimpang di pojok rumahku. Meskipun aku menyembunyikan
  semua perbuatan itu dari Sang Pemilik Pertolongan dengan menaruhnya di
  belakang pundak, Dia akan tetap melihat apa yang kusembunyikan seraya berkata:
  “Apa yang kau sembunyikan?” Maka demi Dzat yang aku berada dalam genggamannya,
  andai saja segala bentuk keburukan itu dipanggil, niscaya mereka akan datang
  satu persatu secara kasat mata, membuka selubung yang menutupi dirinya, dan
  mengabarkan keadaannya serta apa yang disembunyikannya. Semoga Allah
  membebaskan orang-orang yang dizalimi dari para begal yang menyimpang dari
  jalan Allah dengan cara pengabdian.
Para raja bermain polo di lapangan
  untuk menunjukkan kepada penduduk kota yang tidak bisa mengikuti pertempuran
  dan peperangan tentang contoh keahilan seorang prajurit seperti memenggal
  kepala musuh dan menggulingkannya sebagaimana
312
 
Fihi
  Ma Fihi
bola yang menggelinding di lapangan, hingga mereka terusir
  dan lari tunggang langgang. Permainan di lapangan itu hanyalah sebuah simbol
  untuk urusan perang yang serius. Demikian juga dengan mengerjakan salat dan
  mendengar orang yang ahli beribadah kepada Allah guna memperlihatkan kepada
  khalayak apa yang dilakukannya di kala sepi, yaitu mengikuti perintah Allah
  dan menjauhi larangan- Nya.
Penyanyi dalam pentas musik seperti seorang
  imam salat yang diikuti oleh jemaahnya. Jika dia bernyanyi dengan suara cepat,
  maka mereka akan berdansa dengan cepat. Jika dia bernyanyi dengan suara pelan,
  maka mereka akan berdansa dengan pelan. Ini hanyalah perumpamaan bagi
  orang-orang yang batinnya mengikuti perintah dan menjauhi larangan Allah.
   
  Pasal 35. Al-Qur'an: Sang Magician Yang Menakjubkan
AKU
  heran bagaimana mungkin para penghafal al-Qur’an itu tidak paham dengan
  keadaan orang-orang yang bijak. Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an:
 
“Dan
  janganlah kamu ikuti setiap orang yang suka bersumpah dan suka mencaci-maki.”
  (QS. al-Qalam: 10)
Tukang tnah adalah orang yang berkata:
  “Jangan kamu dengarkan si fulan itu, apa pun yang mereka katakan. Sebab dia
  akan bertindak dengan cara yang sama untuk melawan kamu.”
 
 
Fihi
  Ma Fihi
“Yang banyak mencela, yang ke sana ke mari menghambur tnah.
  Yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak
  dosa.” (QS. al-Qalam: 11-12)
Al-Qur’an sejatinya adalah sang
  magis yang menakjubkan dan bersemangat. Ia mengalun jelas sampai terdengar di
  pendengaran musuh dengan nada yang bisa menghasilkan pemahaman meski mereka
  tidak memahaminya, lupa dengan kelezatan yang bisa membangkitkan logikanya dan
  memalingkan jiwanya karena: “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran
  mereka, dan menutup penglihatan mereka [QS. al-Baqarah: 7].”
Al-Qur’an
  memiliki kelembutan yang menakjubkan. Ia bisa mengunci hati manusia yang
  mendengar namun tidak bisa memahami, yang terangsang namun tidak mengerti.
  Allah Maha Lembut, penguncian-Nya lembut, dan murka-Nya juga lembut. Namun
  kelembutan penguncian-Nya tidak seperti kelembutan pencerahan-Nya, karena yang
  pertama bukan termasuk dalam sifat-Nya. Jika aku hancur berantakan, itu pasti
  karena kelembutan penyingkapan-Nya.
Ingat, jangan kamu anggap penyakit
  dan maut bisa membunuhku, semua itu hanya sebuah selubung. Hakikat yang
  membunuhku adalah kelembutan-Nya, dan tiada yang menyerupai- Nya. Belati dan
  pedang yang berkilau diayunkan hanya untuk memalingkan pandangan mata-mata
  asing, sehingga mata duniawi itu tidak melihat hakikat pembunuhan ini.
  Pasal 36. Lukisan Adalah Bukti Adanya Pelukis
SEMUA
  aksiden adalah cabang dari cinta. Tanpa cinta, aksiden tidak akan ada
  harganya. Cabang tidak akan ditemukan tanpa adanya asal. Oleh karena itu,
  Allah tidak bisa dikatakan sebagai aksiden, sebab aksiden adalah cabang dan
  tidak mungkin menganggap Allah sebagai cabang. Sebagian dari mereka berkata:
  “Cinta juga tidak bisa digambarkan dan ia tidak mungkin ada tanpa adanya
  aksiden, karena ia adalah cabang dari aksiden.”
Kami menjawab: “Kata
  siapa cinta tidak bisa digambarkan tanpa ada aksiden, bukankah cinta yang
  melahirkan aksiden dan membangkitkannya? Seratus ribu aksiden terpengaruh oleh
  cinta, baik secara ilusi ataupun nyata. Meskipun lukisan tidak mungkin ada
  tanpa adanya sang pelukis, tetapi sang pelukis pun tak mungkin ada tanpa
  hadirnya lukisan. Sesungguhnya lukisan adalah cabang,
 
Fihi Ma
  Fihi
sedangkan diri pelukis adalah asal. Sebagaimana gerakan jari
  dengan gerakan cincin yang melingkarinya.”
Jika tidak ada kecintaan di
  balik wujud sebuah rumah, maka tak seorang arsitek pun yang akan menggambar
  maket dan desain rumah. Terkadang dalam satu tahun, kadar sebutir gandum
  seharga emas dan di tahun yang lain ia seharga debu. Padahal bentuk berbagai
  gandum tetaplah sama. Itu dikarenakan kadar bentuk gandum dan harganya datang
  dari kecintaan. Begitu pula dengan ilmu yang kamu cari dengan penuh cinta, ia
  akan memiliki kualitas yang tinggi di sisimu, berbeda dengan ilmu yang tak
  seorang pun mencarinya, maka tidak akan ada yang mempelajari dan
  mengamalkannya.
Mereka berkata: “Dari segi hasil, cinta adalah kebutuhan
  akan sesuatu. Ia menjadi asal sedangkan yang dibutuhkan adalah cabangnya.” Aku
  menimpali: “Dari sisi hasil, pernyataan yang kamu katakan ini terlontar karena
  adanya kebutuhan. Ucapanmu datang ke alam nyata karena kebutuhanmu. Saat
  terdapat kecenderungan pada perkataan itu, lahirlah sebuah ucapan. Demikianlah
  kebutuhan selalu berada di garis depan, sedang ucapan lahir dari padanya.
  Sehingga terkadang ditemukan pula kebutuhan tanpa adanya ucapan.
  Kesimpulannya, cinta dan kebutuhan bukanlah cabang dari ucapan.
Seseorang
  bertanya: “Jika yang dimaksud dengan kebutuhan adalah ucapan itu sendiri,
  lantas bagaimana mungkin tujuan menjadi cabang?” Aku menjawab: “Tujuan akan
  menjadi cabang selamanya , karena tujuan dari batang pohon adalah
  tangkainya.”
  
  Pasal 37. Dari Lautan Itulah Tetesan Ini Berasal
MAULANA
  Rumi berkata: “Berita-berita yang mereka tuduhkan pada gadis ini hanyalah
  kebohongan belaka dan hendaknya itu tidak perlu diperpanjang lagi. Meski
  begitu, sesuatu telah lebih dulu terpatri dalam imajinasi orang-orang itu.
  Prasangka dan hati manusia ibarat beranda rumah, di mana sebelum memasuki
  rumah, manusia akan melewati beranda terlebih dahulu. Seluruh dunia ini ibarat
  satu tempat tinggal. Segala sesuatu yang masuk lewat beranda akan mampu
  melihat apa yang ada di dalam rumah. Misalnya rumah yang kita huni ini sudah
  tampak di hati sang arsitek, kemudian rumah ini diwujudkan di alam nyata. Dari
  situ kita berkata: Sesungguhnya seluruh dunia ini ibarat satu tempat tinggal.
  Sementara asumsi, visualisasi dan pikiran lainnya adalah berandanya.
  Ketahuilah bahwa apapun yang tampak olehmu di beranda, ia akan terlihat di
  dalam rumah. Demikian juga segala sesuatu yang terjadi di dunia ini—
 
Fihi
  Ma Fihi
kebaikan maupun kejelekan—semuanya sudah tampak di beranda,
  sebelum terlihat di sini.”
Ketika Allah hendak memperlihatkan segala
  bentuk keanehan, keajaiban, taman-taman, kebun-kebun, padang-padang rumput,
  ilmu dan lain sebagainya di dunia ini, Dia terlebih dahulu akan meletakkan
  kecenderungan dan pengharapan bagi terciptanya semua itu di lubuk hati
  manusia, sehingga segala sesuatu bisa terwujud lantaran kecenderungan ini.
  Demikianlah, setiap apa yang kamu lihat di alam ini, ia sudah ada terlebih
  dahulu di dunia batin. Setiap tetesan yang kamu lihat misalnya, ketahuilah
  bahwa ia sudah tampak sebelumnya di lautan, sebab dari lautan itulah tetesan
  ini berasal. Begitu juga dengan penciptaan langit, bumi, arasy, kursi dan
  berbagai keajaiban lainnya, Allah telah menanamkan harapan akan penciptaan
  semua itu di dalam jiwa para pendahulu, dan akhirnya alam semesta ini mewujud
  karena harapan itu.
Manusia yang berkata: “Sesungguhnya alam ini tidak
  memiliki permulaan,” bagaimana mungkin ucapannya akan didengar? Sementara
  mereka yang mengatakan: “Sesungguhnya alam itu baru,” maka mereka itulah para
  Nabi dan para wali yang sudah ada terlebih dahulu dari alam semesta ini.
Allah
  telah menanamkan harapan akan penciptaan alam semesta ini dalam jiwa-jiwa
  mereka, dan baru kemudian muncullah dunia ini. Jadi, dengan pengetahuannya
  yang pasti dan derajatnya yang tinggi, mereka mengabarkan bahwa alam itu baru.
  Misalnya kita yang sudah menghuni sebuah rumah sejak enam puluh atau tujuh
  puluh tahun lamanya, tentu kita sudah melihat bahwa sebelumnya rumah itu
  belum
320
 
Fihi Ma Fihi
ada. Namun
  setelah beberapa tahun berlalu sejak rumah itu dibangun, lahirlah beberapa
  makhluk hidup yang tumbuh di pintu dan tembok rumah tersebut seperti
  kalajengking, tikus, ular dan hewan hina lainnya. Mereka terlahir dan melihat
  bangunan ini sudah berdiri tegak. Seandainya mereka berkata: “Sesungguhnya
  rumah ini tidak memiliki permulaan,” tentu ucapan itu merupakan penistaan bagi
  kita. Karena sebelumnya kita sudah melihat ketiadaan rumah ini.
Mereka
  yang hanya hidup menumpang di depan pintu dan merayap di dinding rumah itu,
  tidak akan mengetahui dan melihat selain bangunan itu saja, padahal selain
  dirinya masih ada beberapa makhluk lain di dunia ini yang tidak mereka lihat,
  dan mereka juga tumbuh di tempat itu. Seperti itulah gambaran ketika mereka
  turun ke bumi. Andai mereka berkata: “Sesungguhnya alam ini tidak memiliki
  permulaan,” niscaya ucapan itu adalah sebuah pengingkaran terhadap para Nabi
  dan para wali yang sudah ada ratusan juta tahun sebelum adanya alam ini.
  Lantas untuk apa membahas tahun dan hitungannya jika para Nabi dan para wali
  tidak dikekang oleh batasan dan hitungan? Mereka sudah melihat dunia ini
  terwujud, sebagaimana kamu telah melihat rumah itu dibangun.
Seorang lsuf
  Sunni berkata: “Bagaimana kamu tahu kalau alam ini baru. Wahai keledai,
  bagaimana kamu tahu alam tidak memiliki permulaan?” Jawablah: “Alam ini tidak
  memiliki permulaan, yang bermakna bahwa alam ini tidaklah baru, maka
  pernyataan ini adalah kesaksian yang didasarkan pada penolakan.”
Bagaimanapun
  juga, kesaksian yang didasarkan pada bukti itu lebih mudah daripada kesaksian
  yang didasari penolakan. Kesaksian
321
 
Fihi Ma
  Fihi
jenis kedua ini semakna dengan pernyataan: “Sesungguhnya orang
  ini tidak melakukan perbuatan si Fulan.” Tentu kita akan kesulitan untuk
  meneliti validitas dari pernyataan itu. Misalnya orang ini selalu menyertai si
  Fulan dari awal hingga akhir, siang dan malam, saat tertidur maupun terjaga,
  hingga melahirkan pernyataan: “Sesungguhnya orang ini tidak mengerjakan
  pekerjaan itu.” Bahkan hingga batas ini pun, pernyataan tersebut belum tentu
  benar, sebab bisa jadi orang yang memberikan pernyataan itu terlena oleh rasa
  kantuk atau orang itu pernah pergi untuk membuang hajatnya atau pekerjaan lain
  yang memungkinkannya tidak selalu bersama pihak yang disaksikannya. Oleh
  karena itu, kesaksian yang didasarkan pada penolakan dianggap tidak sah, sebab
  bisa saja yang bersaksi akan mengatakan: “Aku bersamanya sesaat, dan ia
  berkata begini dan begitu.”
Tak diragukan lagi bahwa kesaksian semacam
  ini bisa diterima, karena ia berasal dari harapan manusia. Sekarang wahai
  anjing, mereka yang bersaksi bahwa alam ini baru akan jauh lebih mudah
  ketimbang kamu yang bersaksi bahwa alam tidak memiliki permulaan. Sebab
  kesaksianmu sama dengan pernyataan: “Sesungguhnya alam tidaklah baru.” Jadi,
  kamu sudah menyampaikan kesaksianmu berdasarkan penolakan. Saat di sana tidak
  ada bukti akan kebenaran kedua kesaksianmu itu, dan kamu sendiri tidak
  menyaksikan apakah alam ini baru atau tidak memiliki permulaan, kamu bertanya
  padanya: “Bagaimana kamu tahu kalau alam ini baru?” maka mereka juga akan
  menjawab: “Wahai dayus, bagaimana kamu tahu kalau alam ini tidak memiliki
  permulaan? Kalau begitu, maka pernyataanmu sungguh pelik dan mustahil
  (diterima).”
  
  
  Pasal 38. Salat Spiritual Dan Salat Formal
RASULULLAH
  Saw. duduk bersama para shahabat. Beberapa orang ka r datang dan mulai berkata
  serta menggurui mereka. Nabi hanya berkata: “Baiklah, kalian semua sudah
  sepakat bahwa ada satu orang di dunia ini yang menerima wahyu. Wahyu
  diturunkan kepadanya dan bukan pada yang lain. Orang itu memiliki tanda dan
  isyarat khusus dalam setiap perbuatan, ucapan dan gerak-geriknya yang mungkin
  akan tampak dari anggota tubuhnya. Sekarang, saat kamu bersamanya, arahkan
  wajahmu pada orang itu dan berpeganglah kepadanya erat-erat agar dia bisa
  menjadi pelindungmu.”
Mereka (orang-orang kafir) bingung dengan
  pernyataan Nabi dan tidak bisa berkata apa-apa. Mereka pun mengepalkan tangan,
  menggenggam pedang dan terus menghina, mencela dan menyakiti para shahabat.
  Rasulullah Saw. bersabda: “Bersabarlah agar mereka tidak bisa berkata bahwa
  mereka sudah mampu mengalahkan kita. Mereka ingin membuat agama ini terwujud
  dengan paksaan. Allah akan mewujudkan agama ini.”
Untuk beberapa saat,
  para shahabat terus melaksanakan salat secara diam-diam dan menyebut nama
  Muhammad dalam hati. Tidak berselang lama, turunlah wahyu: “Kalian juga,
  hunuskan pedang dan berperanglah!”
Julukan sebagai ‘Ummi’ yang disematkan
  kepada Rasulullah Saw. tidak berarti bahwa beliau tidak bisa menulis dan tidak
  memiliki pengetahuan. Rasulullah dipanggil demikian karena tulisan, segala
  pengetahuan, dan hikmah sudah menjadi trah beliau. Dengan kata lain, semua itu
  lahir bersamaan dengan lahirnya beliau dari rahim ibu Aminah, dan bukan dengan
  jalan usaha.
Mungkinkah orang yang menorehkan sifat-sifatnya di wajah
  rembulan tidak bisa menulis? Apa yang tidak dia ketahui di dunia ini, ketika
  semua orang belajar darinya? Adakah sesuatu yang dimiliki oleh akal parsial
  namun tidak dimiliki oleh akal universal? Akal parsial tidak akan mampu
  menciptakan sesuatu yang belum pernah dilihatnya. Segala jenis karya manusia
  bukanlah sebuah karya yang baru, mereka sudah melihat yang serupa sebelumnya
  lalu menirunya. Akal universallah yang menciptakan hal-hal baru itu. Akal
  parsial siap belajar dan membutuhkan pendidikan. Sementara akal universal
  adalah pendidik yang tidak membutuhkan pendidikan. Oleh karena itu, jika kamu
  amati dengan perenungan seksama setiap profesi dan pekerjaan, akan kamu dapati
  bahwa asal dari semuanya
324
 
Fihi Ma Fihi
adalah
  wahyu. Manusia sudah mempelajarinya dari akal universal, yakni para Nabi.
Terdapat
  hikayat seekor burung gagak. Setelah Qabil membunuh Habil dan tidak tahu apa
  yang harus dia lakukan selanjutnya, ia melihat seekor burung gagak yang
  membunuh gagak lainnya lalu menggali tanah dan mengubur bangkai itu dan
  menutupi kepalanya dengan tanah. Dari gagak itu, Qabil belajar bagaimana
  menggali kuburan dan menguburkan orang yang mati. Demikian pula dengan
  pekerjaan-pekerjaan lainnya. Setiap orang yang memiliki akal parsial butuh
  belajar, dan akal universal adalah sumber yang mereka cari. Para Nabi dan para
  wali telah menyatukan akal parsial dengan akal universal sehingga keduanya
  menjadi satu.
Sebagai contoh, tangan, kaki, mata, telinga dan pancaindra
  lainnya bisa belajar dari akal dan hati. Kaki belajar dari akal bagaimana ia
  berjalan, tangan belajar dari akal dan hati bagaimana ia memegang, mata dan
  telinga belajar melihat dan mendengar. Jika hati dan akal tidak pernah ada,
  bagaimana seluruh pancaindra bisa bekerja dan beraktivitas?
Materi tubuh
  kita ini kasar jika dibandingkan dengan hati dan akal yang sama-sama tipis.
  Karenanya, yang bermateri kasar akan tegak di atas yang tipis. Meskipun tubuh
  memiliki unsur kelembutan dan keindahan, itu karena ia bersandar pada sesuatu
  yang tipis. Tanpanya, jasad akan menjadi rusak, tebal dan buruk. Begitu juga
  dengan akal parsial jika dibandingkan dengan akal universal. Akal parsial
  belajar dan mengambil manfaat dari akal universal, dan di hadapannya, ia
  tampak kasar dan tebal.
325
 
Fihi Ma Fihi
Seseorang
  berkata: “Ingatlah kami dalam niatmu karena niat adalah akar materi. Jika di
  sana tidak ada percakapan, maka biarkan tetap demikian karena percakapan
  hanyalah cabang.”
Maulana Rumi berkata: “Benar, pertama-tama niat ini
  berada di alam arwah sebelum ia pindah ke alam jasmani. Jadi, jika ia
  didatangkan bersama kita ke alam jasmani tanpa membawa maslahat, maka itu hal
  yang mustahil, sebab perkataan memiliki pekerjaan yang diliputi oleh banyak
  kemanfaatan.”
Jika kamu menanam biji buah aprikot, maka ia tak akan
  tumbuh. Tapi jika kamu menanam dengan kulitnya, niscaya ia akan tumbuh. Dari
  sini kita tahu bahwa bentuk juga punya fungsi. Salat juga merupakan pekerjaan
  hati: “Tidak ada salat tanpa kehadiran hati.” Meski pekerjaan hati itu
  penting, tapi kamu juga harus menghadirkan bentuknya dengan melakukan rukuk
  dan sujud. Dengan semua itu, kamu akan mendapatkan keuntungan dan bisa
  mencapai tujuanmu.
 
“Mereka yang tetap mengerjakan
  salatnya.” (QS. al-Ma’arij: 23)
Ayat di atas menjelaskan
  tentang salatnya hati. Karena shalatnya raga terbatas oleh waktu dan tidak
  berlangsung selamanya. Jasmani adalah pantai, sebuah tanah basah yang terbatas
  dan terukur. Jadi, tidak ada salat yang abadi selain salatnya hati. Hari juga
  punya gerakan rukuk dan sujud,namun bentuk rukuk dan sujud harus
326
 
Fihi
  Ma Fihi
ditampakkan dalam bentuk yang konkret. Karena setiap makna
  selalu melekat pada bentuk, maka salat kita tidak akan ada manfaatnya jika
  keduanya tidak ada.
Ketika kamu berkata: “Sesungguhnya bentuk adalah
  cabang dari makna. Bentuk adalah rakyat, sedangkan hati adalah rajanya,” Ini
  hanyalah penyebutan istilah-istilah nisbi dan subjektif saja. Di saat kamu
  berkata: “Benda ini adalah cabang dari benda itu,” sementara cabang itu
  sendiri tidak ada, maka bagaimana kita akan menyematkan predikat asal kepada
  yang lainnya? Sesuatu bisa dikatakan asal karena adanya cabang. Jika cabang
  tidak tercipta, maka tidak akan ada predikat apa pun di sana. Ketika kamu
  menyebut ‘perempuan,’ maka harus ada ‘laki-laki.’ Ketika kamu menyebut ‘Yang
  Maha Mengatur,’ maka harus ada yang di atur. Ketika kamu memanggil “hakim,”
  maka kamu harus menemukan orang yang dihakimi.
 
  Pasal 39. Jalan Kefakiran
HISAMUDDIN
  Arzanjani, sebelum berkhidmat pada orang- orang fakir dan tinggal bersama
  mereka, dikenal sebagai seorang pendebat ulung. Ke mana pun dia pergi, dia
  selalu menyibukkan diri dengan argumentasi dan perdebatan ilmiah. Dia terkenal
  sebagai orang yang baik ucapan dan perbuatannya. Namun ketika dia berada di
  lingkungan para darwis, kesenangannya itu tiba-tiba sirna.
Tidak ada yang
  memutus cinta kecuali cinta yang lainnya. Lantas kenapa kamu tidak mencari
  teman yang lebih utama?
“Barang siapa yang ingin berkumpul
  bersama Allah, maka berkumpullah dengan para ahli tasawuf…” Berbagai ilmu
  logika ini hanya cocok dengan keadaan kaum fakir, ia adalah sebuah permainan
  dan penyia-nyiaan umur belaka.
 
Fihi Ma Fihi
 
“Sesungguhnya
  kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau belaka.” (QS. Muhammad:
  36)
Ketika manusia sudah mencapai masa balig dan berakal
  sempurna, ia tidak akan bermain-main lagi. Jika harus bermain— karena rasa
  malu yang begitu dalam—ia akan segera menjauh dari segala mata yang memandang
  hingga tak seorang pun melihatnya. Ilmu, desas-desus dan kegilaan duniawi ini
  seperti angin, sedang manusia laksana debu, jika angin bertemu dengan debu
  lalu menempel ke mata tentu itu akan sangat memerihkan, dan keberadaannya
  hanya akan mengganggu dan menyulitkan kita. Meskipun manusia ibarat debu, tapi
  ketika mendengar suatu kalimat, ia akan menangis hingga air matanya seperti
  air yang melimpah.
 
“Kamu lihat mata-mata mereka banjir
  dengan air mata disebabkan karena kebenaran (al-Qur’an) yang telah mereka
  ketahui.” (QS. al- Maidah: 83)
Sebaliknya, jika air hujan
  turun membasahi debu sebagai ganti dari angin, maka tentu keadaannya akan
  berbeda. Tidak diragukan lagi bahwa ketika debu bertemu air, maka buah-buahan,
  sayur- sayuran, kembang yang harum dan bunga violet akan tumbuh bermekaran.
330
 
Fihi
  Ma Fihi
Jalan kefakiran adalah jalan yang akan membawamu menggapai
  cita-citamu. Apa pun yang kamu inginkan akan kamu peroleh di jalan ini;
  kehancuran bala tentara, kemenangan atas musuh-musuhmu, mendapatkan kerajaan,
  membawa semua makhluk kepada Tuhan, unggul atas para sahabat, serta lisan yang
  fasih. Semua itu bisa kamu raih di jalan kefakiran. Tak ada seorang pun yang
  berkeluh kesah ketika menyusuri jalan ini. Berbeda dengan jalan-jalan lain
  yang terkadang hanya akan menyampaikannya ke satu tujuan dari seratus ribu
  tujuan, dan itu pun belum tentu mereka menemukan kebahagiaan dan kedamaian.
  Karena setiap jalan memiliki sebab dan alternatif yang berbeda-beda untuk
  sampai ke tujuan itu. Seseorang tidak akan memperoleh tujuannya selain dengan
  menempuh jalan alternatif itu. Sedang lintasannya panjang, penuh dengan
  berbagai rintangan dan halangan, dan tidak jarang berbagai rintangan itu akan
  menggagalkan hasratmu.
Akan tetapi ketika kamu sudah masuk ke alam
  kefakiran dan berusaha untuk menjalaninya, Allah akan menganugerahimu kerajaan
  serta kenikmatan dunia yang tidak pernah kamu bayangkan, sampai-sampai kamu
  akan merasa malu dengan apa yang pernah kamu angan-angankan sebelumnya, kamu
  akan berkata: “Ah, dengan adanya sesuatu semacam ini, bagaimana bisa dulu aku
  mengejar sesuatu yang hina itu.” Tetapi Allah ber rman: “Seandainya kamu
  berpaling dari sesuatu yang kamu kejar-kejar itu dan memaafkan dirimu serta
  mengucilkannya, maka semuanya akan baik-baik saja. Seandainya mereka melintas
  dalam pikiranmu dan kamu meninggalkannya demi Aku semata, ketahuilah bahwa
  kemulian-Ku adalah tidak terbatas, dan Aku akan menjadikan sesuatu itu berada
  dalam genggamanmu.”
331
 
Fihi Ma Fihi
Inilah
  yang terjadi pada Rasulullah Saw. Sebelum beliau memperoleh keinginannya dan
  meraih kemasyhurannya, beliau tertarik dengan kefasihan dan kedewasaan orang
  Arab. Ia pun berharap untuk memiliki kemampuan itu. Namun saat alam ghaib
  disingkapkan kepada beliau sehingga membuatnya cenderung pada kebenaran,
  hatinya berpaling drastis dari ketertarikannya itu.
Allah SWT ber rman:
  “Telah Kuberikan engkau kefasihan dan kedewasaan yang kamu cari
  sebelumnya.”
“Ya Allah, manfaat apa yang akan aku peroleh darinya? Aku
  tidak mengharapkan dan menginginkannya lagi,” jawab Rasulullah.
Allah
  menjawab: “Jangan bersedih. Hal itu juga akan terjadi, ketiadaan perhatianmu
  akan terus bertahan dan tidak akan menyakitimu.”
Allah akan memberinya
  ucapan yang membuat seluruh alam, dari masa Nabi sampai sekarang, terus
  menerbitkan banyak catatan untuk mensyarahinya. Ucapan itu akan terus
  bertahan, tapi manusia tidak akan pernah mampu menangkap makna hakiki dari
  ucapan itu. Allah juga ber rman: “Para sahabatmu—disebabkan karena kelemahan
  dan kekhawatiran mereka atas kehidupannya serta karena adanya orang-orang
  hasud—akan terus menyebut namamu dengan lirih di telinga. Tapi Aku akan
  mengumumkan keagunganmu hingga manusia mampu melantangkan suaranya dengan nada
  yang syahdu, lima kali sehari di atas tempat-tempat azan yang tinggi, di
  seluruh pelosok-pelosok negeri, dan namamu menjadi masyhur dari timur hingga
  ke barat.” Sekarang, setiap orang yang menyusuri jalan kefakiran ini,
332
 
Fihi
  Ma Fihi
maka semua tujuan agamawi maupun duniawi mereka akan
  menjadi mudah, dan tak seorang pun akan ragu lagi dengan jalan ini.
Semua
  kata yang kita ucapkan adalah  sebuah  kritikan, dan kata 
  yang  diucapkan oleh orang  sesudah  kita hanyalah sebuah
  penukilan belaka. Yang kedua adalah cabang dari yang pertama. Kritikan ibarat
  telapak kaki manusia yang nyata, sedang penukilan layaknya cetakan kayu yang
  mencetak gambar kaki manusia. Telapak kaki kayu itu diambil dari telapak kaki
  yang asli, ukurannya pun diambil dari sana. Jika di dunia ini tidak ada
  telapak kaki, dari mana mereka bisa tahu ukuran cetakan itu? Oleh karenanya,
  karena sebagian ucapan adalah kritikan dan sisanya adalah penukilan, maka yang
  satu menyerupai yang lainnya. Seharusnya di antara keduanya ada pembeda agar
  bisa diketahui mana yang kritikan dan mana yang penukilan, dan pembeda itu
  adalah keimanan, bukan kekufuran.
Tidakkah kamu lihat di zaman Fir’aun
  dulu, saat tongkat Musa berubah menjadi ular, demikian pula dengan tongkat dan
  tali para penyihir, setiap orang yang tidak punya daya pembeda (keimanan) akan
  menganggap bahwa keduanya adalah satu macam. Sedangkan orang yang memiliki
  pembeda akan mengetahui mana yang sihir dan mana yang berasal dari kebenaran.
  Dengan upaya pembedaan ini, dia akan merasa aman. Dengan demikian, kita bisa
  meyakini bahwa iman merupakan daya pembeda.
Bagaimanapun juga, sumber
  dari ilmu Fiqh adalah wahyu. Namun saat ia bercampur aduk dengan berbagai
  pemikiran dan hal yang bersifat inderawi serta beragam campur tangan
  manusia,
333
 
Fihi Ma Fihi
kelembutannya
  menghilang. Pada saat itu, bagaimana mungkin ia bisa serupa dengan kelembutan
  wahyu?
Ini seperti air sungai yang mengalir menuju kota. Di sana, di
  tempat sumber mata airnya, lihatlah betapa jernih dan lembutnya air itu? Tapi
  ketika air itu sudah memasuki kota dan melewati berbagai kebun, tempat-tempat
  umum dan tempat tinggal penduduk kota, ada banyak manusia yang mencuci tangan,
  wajah, kaki dan seluruh anggota tubuh mereka, serta pakaian dan karpet yang
  mereka miliki di air itu. Tak ketinggalan air kencing penduduk, kotoran kuda
  dan keledai bercampur di dalamnya. Lihatlah air itu saat ia mengalir di sisi
  yang lain. Meskipun ia masih tetap air yang sama, yang mengubah debu menjadi
  tanah liat, bisa menyegarkan dahaga, dan menyulap padang gersang menjadi
  padang rumput nan hijau, namun di sana harus ada daya pembeda untuk mengetahui
  apakah kelembutan dibalik air itu telah hilang dan sesuatu yang tidak baik
  telah mengotorinya. “Orang Mukmin adalah orang yang cerdas, bisa membedakan,
  cerdik dan berakal.”
Orang tua yang selalu disibukkan dengan urusan
  duniawi tidak akan bisa bertindak rasional. Meskipun umurnya sudah seratus
  tahun, dia tetaplah seorang bocah yang tidak berpikir dewasa. Sementara
  seorang anak kecil yang tidak disibukkan dengan urusan duniawi, sejatinya dia
  adalah orang tua. Karena pada posisi inilah pertimbangan umur tidak dianggap
  lagi.
“Air yang tidak berubah rasa dan baunya [QS. Muhammad: 15].” Air
  itulah yang dicari. Karena hanya air yang tidak berubah yang bisa membersihkan
  segala kotoran di alam semesta, dan ia tidak bisa
334
 
Fihi
  Ma Fihi
dicampuri oleh apa pun. Ia menjaga kejernihan dan
  kelembutannya. Ia tidak akan rusak di meja perjamuan dan tidak akan berubah.
  Itulah air kehidupan.
Seseorang yang menjerit dan menangis sewaktu salat,
  batalkah salatnya? Jawaban dari pertanyaan ini perlu diperinci. Jika ia
  menangis karena ia menyaksikan alam yang tidak bisa dilihat pancaindera, maka
  ini disebut ma’ul ‘aini (mata air). Jika dia melihat sesuatu dari jenis salat
  ketika dirinya hendak menyempurnakan salatnya, maka itulah tujuan dari salat
  sehingga salatnya menjadi benar dan lebih sempurna. Sebaliknya, jika dia
  menangisi dunia, menangisi musuh yang mengalahkannya, atau karena iri kepada
  orang yang dianugerahi kelimpahan harta oleh Allah saat ia tidak memiliki
  apa-apa, maka shalatnya menjadi cacat, berkurang dan batal.
Dari
  penjelasan di atas, bisa dipahami bahwa iman adalah pembeda, yang membedakan
  antara hak dan batil, antara naqd dan naql. Setiap orang yang tidak memiliki
  pembeda akan terhalang dari tujuannya. Kata-kata ini akan bermanfaat bagi
  orang yang memiliki pembeda, tapi tidak akan bernilai apa-apa bagi mereka yang
  tidak memilikinya. Sebagai contoh, dua orang yang berakal dan cakap datang
  dari kota untuk mengunjungi dan menyaksikan orang yang tinggal di desa. Namun
  karena kebodohannya, orang- orang desa mengatakan sesuatu yang tidak disukai
  oleh kedua orang tersebut sehingga kesaksiannya tidak menghasilkan apa-apa dan
  hanya menyia-nyiakan usaha mereka. Sebenarnya orang desa itu punya kesaksian,
  tapi karena mereka dikuasai oleh keadaan mabuk dan raganya terhuyung-huyung,
  mereka tidak berpikir apakah di
335
 
Fihi Ma
  Fihi
sana ada pembeda atau tidak, apakah ia pantas berkata begitu
  atau tidak. Akhirnya ucapannya itu hanya menjadi bualan saja. Laksana seorang
  perempuan yang buah dadanya dipenuhi air susu hingga ia merasa sakit.
  Tiba-tiba berkumpullah anjing-anjing di sekitarnya lalu tumpahlah air susunya
  itu.
Jika kata-kata ini jatuh ke tangan orang yang belum tamyiz, maka hal
  ini ibarat meletakkan mutiara yang berharga di tangan anak kecil yang tidak
  tahu kadarnya. Ketika anak ini lengah, kita bisa meletakkan sebuah apel di
  tangannya dan mengambil mutiara yang ada di tangannya dengan mudah karena anak
  itu belum memiliki daya pembeda. Begitulah, daya pembeda adalah kenikmatan
  yang begitu tinggi.
Saat Abu Yazid al-Busthami masih kecil, ayahnya
  memasukkannya ke sekolah untuk belajar ilmu hukum. Ketika ia mendatangi guru
  hukum, ia bertanya: “Apakah ini hukum Allah?” Gurunya menjawab: “Ini hukum Abu
  Hanifah.” Abu Yazid menimpali: “Yang aku inginkan adalah hukumnya Allah.”
  Ketika dia mendatangi guru tatabahasa, ia berkata: “Apakah ini
  tatabahasanyaAllah ?” Gurunya menjawab: “Ini tatabahasanya Imam Sibawaih.”
  Lalu Abu Yazid menimpali: “Aku tidak menginginkannya.” Setiap kali Abu Yazid
  pergi ke suatu tempat, ia menanyakan hal yang sama, sampai akhirnya
  orangtuanya tak mampu melakukan apa-apa lagi dan membiarkannya. Pada saat Abu
  Yazid mengembara ke Baghdad dengan tujuan serupa dan melihat al-Junaid, dengan
  spontan ia berteriak: “Inilah hukum Allah.”
336
 
Fihi
  Ma Fihi
Bagaimana mungkin si janin tidak mengetahui ibunya yang
  darinya ia mengisap susu? Semua itu terlahir dari akal dan tamyiz. Jadi,
  lupakanlah bentuk.
Ada seorang syekh yang biasa membiarkan para
  pengunjungnya berdiri dengan tangan dilipat sebagai bentuk penghormatan.
  Mereka bertanya: “Syekh, mengapa tidak kau biarkan saja orang-orang ini duduk?
  Ini bukanlah kebiasaan para darwis, melainkan kebiasaan para menteri dan
  raja-raja.”
Syekh menjawab: “Tidak, diamlah. Aku hanya ingin membuat
  mereka mengagungkan cara ini, sehingga mereka bisa menikmatinya. Meskipun
  penghormatan itu ada di hati, tapi bentuk luar adalah tanda dari apa yang ada
  di hati.” Apa artinya tanda? Dengan tanda, dari sebuah surat dapat diketahui
  penulisnya dan ke mana tujuannya. Dari tanda kitab, kita bisa mengetahui
  bab-bab dan pasal-pasal yang ada di dalamnya. Dengan menundukkan kepala serta
  berdiri tanpa alas, bisa dilihat bagaimana bentuk pengagungan dalam hati
  mereka dan bagaimana cara mereka mengagungkan Allah. Jika mereka tidak
  menampakkan penghormatan dari luar, bisa dimaklumi jika hati mereka jelek dan
  tidak mampu menghargai pionir-pionir Allah.
  
  
  Pasal 40. Tidak Menjawab Juga Merupakan Sebuah Jawaban
JAUHAR,
  seorang pelayan raja, bertanya: “Selama manusia hidup di dunia ini, dia
  membaca talkin sebanyak lima kali. Padahal dia tidak memahami apa yang
  diucapkannya dan tidak mampu menguraikannya. Lantas setelah mati, apa yang
  akan ditanyakan padanya, sedang saat itu dia sudah lupa pada pertanyaan yang
  ia pelajari  sebelumnya?”
Aku menjawab: Jika dia lupa apa yang telah
  ia pelajari, sungguh ia akan menjadi seorang su yang siap. Kamu telah
  mendengar ucapan-ucapanku, sebagian kamu terima, sebagian lagi kamu terima
  tapi hanya setengahnya, dan sebagian lagi tidak kamu pedulikan. Tak seorang
  pun mendengar penolakan dan penerimaan ini dengan hati penasaran dalam dirimu
  karena tidak ada pendorong untuk melakukan itu. Meskipun kamu kerahkan segenap
  perhatianmu,
 
Fihi Ma Fihi
tak mungkin akan ada
  suara dari dalam hatimu yang terdengar oleh telingamu. Meski kamu mencarinya
  dalam batinmu, tetap saja ia tak akan berbicara. Kedatanganmu untuk
  mengunjungiku ini adalah sebuah pertanyaan tanpa perantaraan tenggorokan dan
  lisan: “Jelaskan kepadaku suatu cara dan penjelasanmu itu akan aku jabarkan
  lebih detail lagi.” Kala aku duduk bersamamu sekarang ini, sekalipun kamu
  berdiam diri atau berbicara, semuanya adalah jawaban bagi
  pertanyaan-pertanyaanmu yang tersembunyi. Ketika kamu datang untuk melayani
  raja, itu juga merupakan sebuah pertanyaan yang ditujukan pada raja sekaligus
  jawabannya. Setiap hari raja bertanya kepada para budaknya tanpa bersuara:
  “Bagaimana keadaan mereka? Bagaimana mereka makan? Bagaimana mereka melihat?”
  Andai salah seorang dari mereka cacat penglihatan batinnya, maka raja akan
  menjawabnya dengan jawaban yang cacat pula. Bukanlah keharusan baginya untuk
  menguasai diri agar memberikan jawaban yang benar. Seperti halnya seseorang
  yang gagap, setiap kali ia akan mengutarakan ucapan yang benar, ia tidak
  mampu. Seorang tukang emas yang menggosok emas dengan batu akan menanyakan
  sepuhannya itu, dan si emas akan menjawab: “Ini aku, aku murni, atau aku
  campuran.”
Ketika kamu tercemar, wadah logam akan memberitahumu Apakah
  kamu itu emas murni atau tembaga yang disepuh dengan emas
Rasa
  lapar adalah pertanyaan yang alami: “Ada beberapa kecacatan di rumah tubuh
  ini, beri aku beberapa bata dan tanah liat.” Yang ingin makan menjawab:
  “Ambillah.” Sementara yang tidak ingin
340
 
Fihi Ma
  Fihi
makan juga menjawab: “Sekarang aku belum membutuhkannya.
  Ketika bata itu belum kering, tidak baik menupuk makanan di atasnya.” Seorang
  dokter yang datang dan memeriksa denyut nadi pasiennya, juga merupakan sebuah
  pertanyaan, dan denyut nadi adalah jawabannya. Pengujian air seni juga
  merupakan pertanyaan dan jawaban tanpa keborosan dan kesombongan. Menanam biji
  di tanah adalah sebuah pertanyaan: “Aku ingin biji ini menjadi buah,” sedang
  tumbuhnya pohon adalah jawaban tanpa bantuan lisan. Karena jawaban tidak
  menggunakan huruf, maka seharusnya pertanyaannya juga tanpa huruf. Meskipun
  biji telah rusak dan tidak bisa menumbuhkan pohon, itu juga sebuah pertanyaan
  sekaligus jawaban. “Tidakkah kamu tahu bahwa tidak menjawab juga merupakan
  sebuah jawaban.”
Seorang raja membaca surat sebanyak tiga kali dari orang
  yang sama, tapi dia tidak menulis jawaban apa pun. Penulis yang merasa
  teraniaya itu menulis sebuah keluhan yang berbunyi: “Tiga kali aku melaporkan
  urusanku keharibaanmu, Mohon beritahu aku apakah tuntutanku diterima atau
  ditolak.” Raja lalu membalas surat itu: “Tidakkah kamu tahu bahwa tidak
  menjawab adalah sebuah jawaban, dan jawaban untuk orang yang tolol adalah
  diam.”
Sebuah pohon yang tidak tumbuh adalah bentuk penolakan jawaban,
  sekaligus jawaban itu sendiri. Setiap gerakan manusia adalah pertanyaan, dan
  setiap keadaan yang dialaminya, sedih maupun senang, adalah jawaban. Bila dia
  mendengar jawaban yang membahagiakan, ia wajib bersyukur dan menunjukkannya
  dengan mengulangi pertanyaan yang sama atas orang yang memberinya
341
 
Fihi
  Ma Fihi
jawaban. Sementara jika dia mendengar jawaban yang tidak
  menyenangkan dirinya, hendaknya dia meminta ampun saat itu juga dan tidak
  meminta sesuatu yang sama lagi.
 
“Maka mengapa mereka
  tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang
  siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras.” (QS.
  al-An’am: 43)
Dengan kata lain, mereka tidak memahami bahwa
  jawaban yang mereka terima itu selaras dengan pertanyaan yang mereka
  ajukan.
 
“Dan Setan pun menampakkan kepada mereka
  kebagusan atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’am: 43)
Maksudnya,
  ketika mereka melihat jawaban atas pertanyaan yang mereka ajukan, mereka
  berkata: “Jawaban yang buruk ini tidak sesuai dengan pertanyaanku.” Mereka
  tidak menyadari bahwa asap berasal dari kayu bakar, bukan dari apinya. Semakin
  kering kayu bakar, semakin sedikit pula asapnya. Ketika kamu memasrahkan
  sebuah kebun kepada seorang tukang kebun, dan tiba-tiba bau tak sedap datang
  dari arah kebun, anggaplah bahwa itu adalah bau si tukang kebun, bukan bau
  kebunnya.
342
 
Fihi Ma Fihi
Seorang
  laki-laki bertanya, “Kenapa kamu membunuh ibumu sendiri? Orang yang lain
  menjawab, “Aku melihat ibunya melakukan hal yang tidak pantas dengan laki-laki
  lain.” Orang pertama berkata, “Seharusnya orang asing itu yang kamu bunuh.”
  Orang yang kedua menimpali, “Kalau begitu aku harus membunuh orang setiap
  hari.” Oleh sebab itu, apa pun yang terjadi padamu, koreksilah dirimu sendiri
  sehingga kamu tidak perlu membunuh orang setiap hari. Jika ada yang berkata,
  “Semuanya berasal dari Allah.” Jawablah, “Itu benar. Bahkan mencela diri
  sendiri dan rela dengan setiap belenggu dunia juga berasal dari Allah.”
Ini
  seperti kisah orang yang kejatuhan buah aprikot dari atas pohon lalu ia
  memakannya. Si pemilik pohon menangkapnya dan berkata, “Tidakkah kamu takut
  kepada Allah?” Orang itu menjawab, “Kenapa aku harus takut? Pohon ini milik
  Allah dan aku hamba Allah yang makan dari harta-Nya.” Pemilik pohon itu
  menimpali, “Tunggu sebentar dan lihatlah jawaban yang akan aku berikan padamu.
  Ambilkan tali, ikatlah orang ini di pohon dan pukul dia sampai mau menjawab
  dengan jelas.” Orang tadi berteriak, “Tidakkah kamu takut pada Allah?” Pemilik
  pohon menjawab, “Kenapa aku harus takut? Kamu adalah hamba Allah dan tongkat
  ini juga milik Allah. Aku memukul hamba-Nya dengan  tongkat-Nya.”
Kesimpulannya,
  dunia ini seperti gunung, apapun yang kamu katakan, entah itu baik atau buruk,
  akan didengarnya. Kalau kamu beranggapan, ”Aku sudah berkata baik, tapi gunung
  itu  menganggapnya  jelek,”  maka  sesungguhnya 
  anggapanmu
343
 
Fihi Ma Fihi
itu
  mustahil. ketika burung Bulbul bernyanyi di pegunungan, mungkinkah nyanyiannya
  akan terdengar seperti suara gagak, suara manusia, atau suara keledai? Jika
  demikian, yakinlah bahwa saat itu kamu telah bersuara seperti suara
  keledai.
Perbaguslah suaramu saat kau melintasi gunung, Kenapa kamu
  berbicara seperti suara keledai di depan gunung?
Langit yang biru akan
  mempermanis gema suaramu.[]

