Kitab Kedua: Sunnah (Hadits Sahih)
Nama kitab/buku: Terjemah kitab Lubbul Ushul
Nama kitab asal: Lubbul Ushul fi Ushul al-Fiqh wad Din (لب الأصول في أصول الفقه والدين)
Pengarang: Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari
Nama lengkap penulis: Syaikhul Islam Abu Yahya Zakariya bin Muhammad bin Ahmad bin Zakariyah al-Anshari (شيخ الاسلام ابو يحيى زكريا بن محمد بن أحمد بن زكريا الانصاري)
Kelahiran: 1421 M / 824 H Kairo, Mesir
Wafat: 1520 M / 926 H, Kairo, Mesir
Penerjemah:
Bidang studi: Ushul Fikih madzhab Syafi'i
Daftar isi
- Kitab Kedua: Tentang Sunnah
- Pembahasan Mengenai Berita (Al-Akhbār)
- Khatimah
- Kembali ke buku/kitab: Terjemah Lubbul Ushul
الكتاب الثاني في السنة
Kitab Kedua: Tentang Sunnah
وهي أقوال النبي وأفعاله، الأنبياء معصومون
حتى عن صغيرة سهوا فلا يقر نبينا أحدا على باطل فسكوته ولو غير مستبشر على
الفعل مطلقًا دليل الجواز للفاعل ولغيره في الأصح وفعله غير مكروه وما كان
جبليا أو مترددا أو بيانا أو مخصصا به فواضح وما سواه إن علمت صفته فأمته
مثله في الأصح وتعلم بنصّ وتسوية بمعلوم الجهة ووقوعه بيانا أو امتثالا
لدال على وجوب أو ندب أو اباحة ويخص الوجوب أمارته كالصلاة بأذان وكونه
ممنوعا لو لم يجب كالحد والندب مجرد قصد القربة وإن جهلت فللوجوب في الأصح
وإذا تعارض الفعل والقول ودل دليل على تكرّر مقتضاه فإن اختص به فالمتأخر
ناسخ فإن جهل فالوقف في الأصح ولا تعارض وإن اختص بنا فلا تعارض فيه وفينا
المتأخر ناسخ إن دل دليل على تأسينا فإن جهل عمل بالقول في الأصح وإن عمنا
وعمه فحكمهما كما مر إلا أن يكون العام ظاهرًا فيه فالفعل مخصص.
Kitab Kedua: Tentang Sunnah
Ia (Sunnah) adalah perkataan dan perbuatan Nabi. Para Nabi adalah ma'sum (terpelihara dari dosa), bahkan dari dosa kecil yang dilakukan karena lupa. Oleh karena itu, Nabi kita tidak akan membiarkan (mengiyakan/mendiamkan) seorang pun di atas kebatilan.
Maka, diamnya Nabi—sekalipun ia tidak menampakkan kegembiraan—terhadap suatu perbuatan secara mutlak adalah dalil kebolehan (jawāz) bagi pelaku dan juga bagi selainnya menurut pendapat yang paling sahih (al-ashah). Dan perbuatan Nabi (secara umum) tidaklah makruh (dibenci).
Hal-hal yang bersifat fitrah/naluri (jabaliyyah), atau ragu-ragu (antara wajib dan sunnah), atau bersifat penjelas (bayān), atau pengkhusus bagi Nabi, maka itu jelas (hukumnya).
Selain dari itu (perbuatan yang bukan khusus), jika diketahui sifatnya, maka umatnya sama seperti beliau menurut pendapat yang paling sahih. Sifatnya diketahui melalui nash (teks), penyamaan dengan hal yang diketahui sisi tujuannya, dan terjadinya perbuatan itu sebagai penjelas atau sebagai pelaksanaan (imtithāl) terhadap dalil yang menunjukkan wajib, sunnah, atau mubah (boleh).
Sifat wajib dikhususkan oleh tanda-tandanya (amārat), seperti salat dengan azan (yang menunjukkan wajibnya salat), dan jika perbuatan itu akan menjadi terlarang seandainya tidak wajib, seperti hukuman had (pidana).
Sifat sunnah (dikenali) hanyalah dengan niat qurbah (mendekatkan diri kepada Allah).
Jika sifatnya tidak diketahui, maka ia (perbuatan itu) dianggap menunjukkan kewajiban menurut pendapat yang paling sahih.
Apabila perbuatan dan perkataan Nabi bertentangan, dan dalil menunjukkan bahwa tuntutan hukumnya berulang, maka:
- Jika (dalil yang bertentangan) khusus bagi Nabi, maka yang terakhir datang menasakh (menghapus hukum) yang sebelumnya. Jika urutan waktunya tidak diketahui, maka dilakukan tawaqquf (berhenti/menahan diri) menurut pendapat yang paling sahih, dan tidak ada pertentangan.
- Jika (dalil yang bertentangan) khusus bagi kita (umat), maka tidak ada pertentangan di dalamnya. Bagi kita, yang terakhir datang menasakh (yang sebelumnya) jika ada dalil yang menunjukkan bahwa kita harus meneladani beliau. Jika urutan waktunya tidak diketahui, maka diamalkan perkataannya (qaul) menurut pendapat yang paling sahih.
- Jika (dalil yang bertentangan) bersifat umum bagi kita dan umum bagi beliau, maka hukumnya sama seperti yang telah disebutkan (di atas), kecuali jika lafaz yang umum itu jelas (zhāhir) di dalamnya, maka perbuatan beliau berfungsi sebagai pengkhusus (mukhassish).
الكلام في الأخبار
Pembahasan Mengenai Berita (Al-Akhbār)
المركب
إما مهمل وليس موضوعا وهو موجود في الأصح أو مستعمل والمختار أنه موضوع
والكلام اللساني لفظ تضمن إسنادا مفيدا مقصودا لذاته و النفساني معنى في
النفس يعبر عنه باللساني والأصح عندنا أنه مشترك والأصولي إنما يتكلم فيه
فإن أفاد بالوضع طلبا فطلب ذكر الماهية استفهام وتحصيلها أو تحصيل الكفّ
عنها أمر ونهي ولو من ملتمس وسائل وإلا فما لا يحتمل صدقا وكذبا تنبيه
وإنشاء و محتملهما خبر وقد يقال الانشاء ما يحصل به مدلوله في الخارج
والخبر خلافه ولا مخرج له عن الصدق والكذب لانه إما مطابق للخارج أولا فلا
واسطة في الأصح ومدلول الخبر ثبوت النسبة لا الحكم بها ومورد الصدق والكذب
النسبة التي تضمنها فقط كقيام زيد في قام زيد بن عمرو ولا بنوته فالشهادة
بتوكيل فلان بن فلان شهادة بالتوكيل فقط والراجح بالنسب ضمنا وبالتوكيل
أصلا .
Kalimat Gabungan (Al-Murakkab):
- Bisa jadi terabaikan (muhmal) dan tidak ditetapkan (maknanya), dan ini ada menurut pendapat yang paling sahih (al-ashah).
- Atau, terpakai (musta'mal), dan pendapat yang diunggulkan (al-mukhtār) adalah bahwa ia ditetapkan (maknanya).
Ucapan Lisan (Al-Kalām Al-Lisāni) adalah lafaz yang mengandung penyandaran (isnād) yang memberi faedah (mufīd), dan dimaksudkan untuk dirinya sendiri.
Sementara Ucapan Jiwa (An-Nafsāni) adalah makna dalam jiwa yang diekspresikan dengan ucapan lisan. Menurut pendapat yang paling sahih di kalangan kami, keduanya (Lisāni dan Nafsāni) adalah musytarak (memiliki kesamaan). Seorang Ahli Ushul Fiqh hanya membicarakan tentang Kalām.
Jika Kalām memberi faedah tuntutan (thalab) melalui penetapan (makna) asalnya, maka:
- Tuntutan untuk menyebutkan hakikat (māhiyyah) adalah pertanyaan (istifhām).
- Tuntutan untuk melakukan hakikat tersebut, atau tuntutan untuk menahan diri darinya, adalah perintah (amr) dan larangan (nahy), bahkan jika itu berasal dari seorang pemohon (multamis) atau penanya (sā'il).
Jika tidak demikian (tidak mengandung tuntutan), maka:
- Sesuatu yang tidak mungkin mengandung kebenaran atau kebohongan adalah peringatan (tanbīh) dan penyampaian baru (insyā').
- Sesuatu yang mungkin mengandung keduanya (kebenaran dan kebohongan) adalah berita (khabar).
Terkadang dikatakan bahwa Insyā' (Penyampaian Baru) adalah sesuatu yang maknanya terwujud di dunia nyata karenanya, dan Khabar (Berita) adalah kebalikannya.
Dan tidak ada jalan keluar bagi Khabar dari kebenaran atau kebohongan, karena ia:
- Sama ada sesuai dengan realitas di luar.
- Atau tidak sesuai.
Maka, menurut pendapat yang paling sahih, tidak ada perantara (wāsiṭah) di antara keduanya.
Makna dari Khabar adalah penetapan nisbah (tsubūt an-nisbah), bukan penetapan hukum (hukm).
Sumber (mawrid) kebenaran dan kebohongan hanyalah nisbah (hubungan/predikat) yang terkandung di dalamnya.
Contohnya, dalam kalimat "Zaid bin Amr telah berdiri," (nisbahnya adalah) berdirinya Zaid, dan bukan kenisbahan (bahwa ia adalah) putranya (Amr).
Oleh karena itu, kesaksian tentang perwakilan (tawkīl) si Fulan bin Fulan hanyalah kesaksian mengenai perwakilan saja. Sedangkan pendapat yang lebih kuat (ar-rājiḥ) adalah bahwa (kesaksiannya) terkait dengan nasab (binuwah) secara tersirat (dhimnan), dan terkait dengan perwakilan (tawkīl) secara asal (ashlan).
[مسألة]
الخبر إما مقطوعًا بكذبه قطعا كالمعلوم خلافه
ضرورة أو استلالا وكل خبر أوهم باطلا ولم يقبل تأويلا فموضوع أو نقص نمه
ما يزيل الوهم وسبب وضعه نسيان أو تنفير أو غلط أو غيرها أو في الأصح كخبر
مدّعي الرسالة بلا معجزة وتصديق الصادق وخبر نقب عنه ولم يوجد عند أهله وما
نقل آحاد فيما تتوفر الدواعي على نقله وأما بصدقه كخبر الصادق وبعض
المنسوب للنبي والمتواتر وهو خبر جمع يمتنع تواطؤهم على الكذب عن محسوس
وحصول العلم آية اجتماع شرائطه ولا تكفي الأربعة والأصح أن ما زاد عليها
صالح من غير ضبط وأنه لا يشترط فيه إسلام ولا عدم احتواء بلد وأن العلم فيه
ضروري ثم إن أخبروا عن محسوس لهم فذاك وإلا كفى ذلك وإن علمه لكثرة العدد
متفق وللقرائن قد يختلف وأن الاجماع على وفق خبر وبقاء خبر تتوفر الدواعي
على إبطاله وافتراق العلماء بين مؤول ومحتج لا يدل على صدقه وأن المخبر
بحضرة عدد التواتر ولم يكذبوه ولا حامل على سكوتهم أو بمسمع من النبي صلى
الله عليه وسلم ولا حامل على سكوته صادق وأما مظنون الصدق فخبر الواحد وهو
ما لم ينته إلى التواتر ومنه المستفيض وهو الشائع عن أصل وقد يسمى مشهورا
وأقله ما زاد على ثلاثة
Masalah
I. Berita yang Pasti Dusta (Pasti Bohong)
Berita itu adakalanya dipastikan kedustaannya secara pasti, seperti berita yang telah diketahui kebalikannya secara niscaya (dharurah) atau melalui deduksi (istidlal).
Berita-berita yang dikategorikan pasti dusta, antara lain:
- Dan setiap berita yang menimbulkan ilusi kebatilan dan tidak menerima takwil (interpretasi) maka ia adalah maudhu’ (palsu), atau kurang padanya sesuatu yang menghilangkan ilusi tersebut. Sebab pemalsuannya (peletakan) adalah lupa, menakut-nakuti (dari sesuatu), kekeliruan, atau sebab lainnya.
- Atau, menurut pendapat yang lebih sahih, seperti berita dari orang yang mengaku sebagai Rasul tanpa memiliki mukjizat.
- (Dan berita tentang) pembenaran (terhadap) orang yang jujur (maksudnya, jika berita itu bertentangan dengan sesuatu yang pasti benar).
- Dan berita yang telah ditelusuri namun tidak ditemukan pada para ahlinya.
- Dan apa yang diriwayatkan oleh jalur Ahad (tunggal/sedikit) padahal hal itu adalah perkara yang harusnya banyak orang termotivasi untuk meriwayatkannya (sehingga periwayatan sedikit menunjukkan kepalsuannya).
II. Berita yang Pasti Benar (Pasti Jujur)
Dan adakalanya dipastikan kebenarannya, seperti berita dari orang yang jujur (secara umum), dan sebagian yang dinisbatkan kepada Nabi, dan berita Mutawatir.Fokus pada Berita Mutawatir
Yaitu berita dari sekelompok orang yang mustahil bersepakat untuk berbohong, yang meriwayatkan sesuatu yang bersifat indrawi (mahsuus). Tercapainya pengetahuan (yakin) adalah tanda terkumpulnya syarat-syaratnya. Jumlah empat orang tidaklah cukup (untuk mutawatir), dan pendapat yang paling sahih adalah bahwa jumlah yang melebihi empat orang sudah sah tanpa batasan pasti (jumlah tertentu).
Syarat Mutawatir Lanjutan:
Dan bahwasanya tidak disyaratkan dalam (mutawatir) itu Islamnya (para perawi) dan tidak pula (disyaratkan) tidak terkumpulnya (para perawi) dalam satu kota. Dan bahwa pengetahuan yang dihasilkan darinya bersifat niscaya (dharuri).
Implikasi Mutawatir:
Kemudian, jika mereka (para perawi) memberitakan sesuatu yang bersifat indrawi bagi mereka (mereka sendiri melihat/mendengar), maka itulah (mutawatir sempurna). Jika tidak, itu sudah memadai. Dan meskipun pengetahuan yang dihasilkan karena banyaknya jumlah (perawi) itu disepakati (pasti), namun pengetahuan yang dihasilkan karena adanya Qarain (indikasi/petunjuk) terkadang bisa berbeda (tingkat kepastiannya).
Hal-Hal yang Tidak Menunjukkan Kebenaran Berita:
Dan bahwasanya ijmak (konsensus) yang sesuai dengan suatu berita, dan bertahannya suatu berita padahal terdapat banyak motivasi untuk membatalkannya, dan perpecahan ulama antara yang menakwil (menginterpretasi) dan yang berhujjah (menggunakan dalil), tidaklah menunjukkan kebenarannya (bahwa berita tersebut pasti benar dengan sendirinya).
Kebenaran Melalui Konteks:
Dan bahwasanya orang yang memberitakan di hadapan sejumlah perawi mutawatir namun mereka tidak mendustakannya, dan tidak ada faktor yang menyebabkan mereka diam; atau (orang yang beritakan) didengar oleh Nabi ﷺ namun tidak ada faktor yang menyebabkan beliau diam, maka (berita tersebut) adalah benar (sadiq).
III. Berita yang Bersifat Dugaan (Mawalnya Benar)
Dan adakalanya berupa dugaan kebenarannya (mazhnun al-shidq), yaitu Khabar al-Wahid (berita tunggal/jalur sedikit). Khabar al-Wahid adalah yang belum mencapai tingkat Mutawatir. Termasuk di dalamnya adalah al-Mustafidh, yaitu berita yang menyebar luas dari asal (sumber) yang kuat, dan kadang disebut pula Mashhur. Batas minimalnya adalah yang melebihi tiga (perawi).
[مسألة]
الأصح أن خبر الواحد يفيد
العلم بقرينة ويجب العمل به في الفتوى والشهادة إجماعا وفي باقي الأمور
الدينية والدنيوية في الأصح . سمعا قيل عقلا.
[مسألة]
المختار
أن تكذيب الأصل الفرع وهو جازم لا يسقط مرويه لأنهما لو اجتمعا في شهادة
لم ترد وزيادة العدل مقبولة إن لم يعلم اتحاد المجلس بأن علم تعدده وإلا
فالمختار المنع إن كان غيره لا يغفل مثلهم عن مثلها عادة أو كانت الدعاوي
تتوفر على نقلها فإن كان الساكت أضبط أو صرّح بنفيها على وجه يقبل تعارضا
والأصح أنه لو رواها مرة وترك أخرى أو انفرد واحد عن واحد قبلت وأنه إن
غيرت إعراب الباقي تعارضا وأن حذف بعض الخبر جائز إلا أن يتعلق به الباقي
ولو أسند وأرسلوا فكالزيادة وإذا حمل صحابي مرويه على أحد محمليه حمل عليه
إن تنافيا وإلا فكالمشترك في حمله على معنييه فإن حمله على غير ظاهره حمل
على ظاهره في الأصح .
[مسألة]
لا يقبل مختلّ وكافر وكذا صبي
في الأصح والأصح أنه يقبل صبي تحمل فبلغ فأدى ومبتدع يحرم الكذب وليس
بداعية و لا يكفر ببدعته ومن ليس فقيها وإن خالف القياس ومتساهل في غير
الحديث ويقبل مكثر وإن ندرت مخالطته للمحدثين أمكن تحصيل ذلك القدر في ذلك
الزمن وشرط الراوي العدالة وهي ملكة تمنع اقتراف الكبائر وصغائر الخسة
كسرقة لقمة والرذائل المباحة كبول بطريق فلا يقبل في الأصح مجهول باطنا وهو
المستور ومجهول مطلقا ومجهول العين فإن وصفه نحو الشافعي بالثقة أو بنفي
التهمة قبل في الأصح كمن أقدم معذورا على مفسق مظنون أو مقطوع ولمختار أن
الكبيرة ما توعد عليه بخصوصه غالبا كمقتل وزنا ولواط وشرب خمر ومسكر وسرقة
وغصب وقذف ونميمة وشهادة زور ويمين فاجرة وقطيعة رحم وعقوق وفرار ومال يتيم
وخيانة وتقديم صلاة وتأخيرها وكذب على نبي وضر مسلم وسب صحابي وكتم شهادة
ورشوة ودياثة وقيادة وسعاية ومنع زكاة ويأس رحمة وأمن مكر وظهار ولحم ميتت
وخنزير وفطر في رمضان وحرابة وسحر وربا وإدمان صغيرة.
1. Hukum Khabar al-Wahid (Berita Jalur Tunggal)
[Masalah]
Pendapat yang paling sahih adalah bahwa Khabar al-Wahid (berita jalur tunggal/sedikit) dapat menghasilkan pengetahuan (ilmu) jika disertai dengan indikasi/petunjuk (qarinah). Dan wajib mengamalkannya dalam fatwa dan kesaksian berdasarkan ijmak (konsensus), dan dalam sisa urusan agama dan duniawi menurut pendapat yang paling sahih. (Kewajiban mengamalkannya didasarkan pada) dalil sam'an (Nash/syariat), dan ada yang mengatakan dalil aqlan (akal).
2. Pertentangan Riwayat dan Tambahan Perawi
[Masalah]
Pendapat yang terpilih adalah bahwa pendustaan al-Ashl (perawi senior/guru) terhadap al-Far'u (perawi junior/murid), padahal murid tersebut yakin (dengan riwayatnya), tidak menggugurkan riwayatnya (murid tersebut). Karena, jika keduanya berkumpul dalam kesaksian, maka (kesaksian keduanya) tidak ditolak. Dan tambahan (detail) dari perawi yang adil (terpercaya) diterima jika tidak diketahui kesatuan majelis (tempat pengambilan riwayat). Jika diketahui majelisnya berbeda, maka ia diterima. Sebaliknya, pendapat yang terpilih adalah menolak jika yang lain biasanya tidak akan lalai terhadap riwayat seperti itu, atau jika terdapat motivasi yang kuat untuk meriwayatkannya (sehingga kelalaian tersebut mencurigakan). (Tambahan/riwayat tersebut ditolak) jika perawi yang diam (tidak meriwayatkan tambahan itu) lebih dhabith (kuat hafalannya) atau ia secara eksplisit menafikannya dengan cara yang menimbulkan pertentangan (ta'arudh).
Aturan Tambahan dan Perubahan Riwayat:
Dan pendapat yang paling sahih adalah bahwa seandainya ia (perawi) meriwayatkannya (suatu hadis) sekali dan meninggalkannya di waktu yang lain, atau satu perawi menyendiri dari perawi lain, maka riwayat itu diterima.
Dan bahwasanya seandainya (perubahan dalam riwayat) mengubah i'rab (tatanan gramatikal) bagian lain (dari riwayat), maka keduanya saling bertentangan (ta'arudh).
Dan bahwasanya menghapus sebagian berita (riwayat) diperbolehkan, kecuali jika bagian yang lain terkait erat dengannya.
Dan seandainya ia menyandarkannya (asnad) sedangkan yang lain mengirimnya (arsal), maka ini seperti tambahan (riwayat diterima). Dan apabila seorang Sahabat menafsirkan riwayatnya dengan salah satu dari dua makna yang mungkin, maka ia ditafsirkan berdasarkan makna tersebut jika keduanya saling menafikan. Jika tidak, maka (riwayat tersebut) seperti musytarak (ambigu) dalam penafsiran kedua maknanya. Namun, jika ia (Sahabat) menafsirkannya selain makna zahir (tekstual)nya, maka ia ditafsirkan berdasarkan makna zahirnya menurut pendapat yang paling sahih.
3. Syarat Penerimaan Perawi (Rawi)
[Masalah]
Tidak diterima (riwayat dari) orang yang terganggu akalnya (mukhtall), orang kafir, dan begitu juga anak kecil (shabi) menurut pendapat yang paling sahih. Pendapat yang paling sahih adalah bahwa diterima (riwayat dari) anak kecil yang telah mendengar (menerima riwayat) lalu mencapai usia baligh dan kemudian menyampaikannya. (Diterima juga riwayat dari) seorang mubtadi' (pelaku bid'ah) yang haram baginya untuk berbohong, bukan juru dakwah (penyeru) pada bid'ahnya, dan bid'ahnya tidak menyebabkannya kafir. (Diterima juga riwayat dari) orang yang bukan seorang faqih (ahli fiqh) meskipun riwayatnya bertentangan dengan qiyas (analogi), dan orang yang bersikap longgar (mutasahil) dalam hal selain Hadis. Dan diterima (riwayat dari) perawi yang banyak (muktsir) meskipun jarang pergaulannya dengan para muhaddits (ahli Hadis), selama mungkin baginya memperoleh jumlah riwayat sebanyak itu dalam kurun waktu tersebut.
Definisi 'Adalah dan Jenis Perawi Majhul
Dan syarat (utama) seorang perawi adalah Al-Adalah (keadilan), yaitu suatu fitrah/karakter yang mencegah perawi tersebut dari melakukan dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil yang hina seperti mencuri suapan (makanan), dan perbuatan tercela yang (aslinya) mubah seperti buang air kecil di jalanan. Maka, menurut pendapat yang paling sahih, tidak diterima (riwayat dari): 1) Majhul Batinan (tidak diketahui kondisi batinnya) yaitu Al-Mastur, 2) Majhul Mutlaqan (tidak diketahui sama sekali), dan 3) Majhul al-Ain (tidak diketahui identitasnya).
Akan tetapi, jika ia disifati oleh orang seperti Asy-Syafi'i dengan gelar tsiqah (terpercaya) atau dengan penafian tuhmah (tuduhan), maka riwayatnya diterima menurut pendapat yang paling sahih. (Diterima juga) seperti orang yang melakukan perbuatan yang memfasikkan (mufassiq) karena ada uzur (alasan yang dibenarkan), baik perbuatan itu diduga memfasikkan atau sudah pasti.
Definisi Dosa Besar (Al-Kabirah)
Pendapat yang terpilih adalah bahwa dosa besar (al-kabirah) adalah perbuatan yang diancam hukuman spesifik untuknya secara umum, seperti: pembunuhan, zina, liwath (homoseksual), minum khamar (minuman keras) dan memabukkan, mencuri, merampas, qadzf (menuduh zina), namimah (adu domba), kesaksian palsu, sumpah palsu, memutus silaturahmi, durhaka (kepada orang tua), lari (dari medan perang), memakan harta anak yatim, khianat, mendahulukan atau mengakhirkan salat (dari waktunya), berbohong atas nama Nabi, mencelakai Muslim, mencaci Sahabat, menyembunyikan kesaksian, risywah (suap), dayyuts (membiarkan keburukan pada keluarga), qiyadah (menjadi perantara zina), sa'ayah (mengadu domba dengan tujuan menyakiti), menolak membayar zakat, putus asa dari rahmat Allah, merasa aman dari makar Allah, zhihar (menyamakan istri dengan ibu), memakan bangkai dan babi, berbuka di bulan Ramadhan (tanpa uzur), hirabah (perampokan/terorisme), sihir, riba, dan terus-menerus melakukan dosa kecil (itsman shaghiran).
[مسألة]
الإخبار
بعام رواية وبخاص عند حاكم شهادة إن كان حقًا لغير المخبر على غيره
والمختار أن أشهد إنشاء تضمن إخبارا وأن صيغ العقود والحلول كبعت وأعتقت
إنشاء وأنه يثبت الجرح والتعديل بواحد في الرواية فقط وأنه يشترط ذكر سبب
الجرح فيهما ويكفي إطلاقه في الرواية إن عرف مذهب الجارح على المعدّل وكذا
إن لم يزد عليه في الأصح، ومن التعديل حكم مشترط العدالة بالشهادة وكذا عمل
العالم ورواية من لا يروي إلا عن عدل في الأصح وليس من الجرح ترك عمل
بمرويه وحكم بمشهوده ولا حدّ في شهادة زنا ونحو شرب نبيذ و لا تدليس بتسمية
غير مشهورة قيل إلا أن يكون بحيث لو سئل لم يبينه ولا بإعطاء شخص اسم آخر
تشبيها كقول الأصل أبو عبدالله الحافظ الذهبي تشبيها بالبيهقي يعني الحاكم
ولا بإيهام اللقى والرحلة ، أما مدلس المتون فمجروح.
Masalah
1. Perbedaan Fungsi Pemberitaan
Pemberitaan yang bersifat umum (misalnya tentang hukum syara') adalah Riwayat (periwayatan hadis/ilmu). Sedangkan pemberitaan yang bersifat khusus (mengenai hak tertentu) di hadapan hakim adalah Syahadah (kesaksian), jika hak tersebut adalah milik orang lain atas orang lain.
2. Sifat Ucapan (Insha' dan Khabar)
Dan pendapat yang terpilih adalah bahwa (kata) "Aku bersaksi" (ashhadu) adalah Insha' (pernyataan yang menciptakan) yang mengandung Ikhbar (pemberitaan). Dan bahwa redaksi-redaksi akad dan penyelesaian (seperti) "Aku telah menjual" dan "Aku telah memerdekakan" adalah Insha' (pernyataan kreatif/perbuatan).
3. Aturan Jarh wa Ta'dil (Kritik dan Pujian Perawi)
Dan bahwasanya Jarh (kritik) dan Ta'dil (pujian/penetapan keadilan) dapat ditetapkan hanya dengan satu orang (yang melakukannya) dalam hal Riwayat saja (bukan dalam Syahadah di pengadilan).
Syarat Penyebutan Sebab Jarh (Kritik)
Dan bahwasanya disyaratkan penyebutan sebab (alasan) Jarh pada keduanya (Jarh dan Ta'dil). Dan cukup penyebutan secara mutlak (tanpa merinci alasannya) dalam Riwayat jika diketahui mazhab (madzhab) kritikus (al-jarih) terhadap perawi yang dipuji (al-mu’addal). Demikian pula (cukup mutlak) jika kritik tersebut tidak menambahkan (alasan) dari apa yang sudah diketahui secara umum, menurut pendapat yang paling sahih.
Bukti Adalah (Keadilan)
Di antara (bukti) Ta'dil (penetapan keadilan) adalah keputusan hakim yang mensyaratkan keadilan (seorang saksi) dalam kesaksiannya. Demikian pula amalan seorang ulama (terhadap riwayat seseorang) dan periwayatan dari orang yang tidak meriwayatkan kecuali dari orang yang adil, menurut pendapat yang paling sahih.
Hal yang Tidak Termasuk Jarh
Dan bukan termasuk Jarh (kritik/cela) adalah meninggalkan pengamalan terhadap riwayatnya (seorang perawi), atau meninggalkan keputusan hukum berdasarkan kesaksiannya. (Meninggalkan amalan/keputusan bisa jadi karena faktor lain selain kelemahan perawi).
Aturan Tadlis (Penyamaran)
Dan tidak ada hadd (hukuman cambuk/rajam) dalam kesaksian zina (yang tidak memenuhi syarat, yaitu empat saksi) dan sejenisnya seperti minum nabidz (minuman yang memabukkan).
Dan bukan Tadlis (penyamaran) dengan menyebutkan nama (perawi) yang tidak masyhur. Ada yang mengatakan: kecuali jika (kondisinya) sedemikian rupa sehingga jika ditanya, dia tidak menjelaskannya. Dan bukan Tadlis pula dengan memberikan nama lain kepada seseorang sebagai tasybih (penyerupaan), seperti ucapan perawi Ashl (senior) "Abu Abdillah Al-Hafizh Adz-Dzahabi" sebagai penyerupaan (dengan nama) Al-Baihaqi (yang dimaksud adalah Al-Hakim).
Dan bukan Tadlis pula dengan memberi kesan telah bertemu (perawi) dan kesan telah melakukan perjalanan (rihlah). Adapun mudallis (pelaku penyamaran) dalam mutun (isi/teks Hadis), maka ia adalah majruh (tercelah/riwayatnya lemah).
[مسألة]
الصحابي من اجتمع مؤمنا بالنبي وإن لم يرو أو لم يطل كالتابعي معه والأصح أنه لو ادّعى معاصر عدل صحبة قبل وأن الصحابة عدول .
[مسألة]
المرسل
مرفوع غير صحابي النبي والأصح أنه لا يقبل إلا إن كان مرسله من كبار
التابعين وعضده كون مرسله لا يروى إلا عن عدل وهو مسند أو عضده قول صحابي
أو فعله أو قول الأكثر أو مسند مرسل أو انتشار أو قياس أو عمل العصر أو
نحوها والمجموع حجة إن لم يحتجّ بالعاضد و إلا فدليلان وأنه بإعتضاده بضعيف
أضعف من المسند فإن تجرد ولا دليل سواه فالأصح الانكفاف لاجله.
[مسألة]
الأصح
جواز نقل الحديث بالمعنى لعارف وأنه يحتج بقول الصحابي قال النبي فعنه
فسمعته أمر ونهى أو أمرنا أ, نحوه ومن السنة فكنا معاشر الناس أو كان الناس
يفعلون فكنا نفعل في عهده صلى الله عليه وسلم فكان الناس يفعلون فكانوا لا
يقطعون في التافه.
1. Definisi Sahabat dan Keadilan Mereka
[Masalah]
Sahabat (Ash-Shahabi) adalah orang yang bertemu Nabi dalam keadaan beriman (kepada Nabi), meskipun ia tidak meriwayatkan (hadis) atau tidak lama (berinteraksi dengan Nabi), seperti halnya tabi'i (generasi setelah Sahabat) bersamanya (Nabi). Dan pendapat yang paling sahih adalah bahwa seandainya orang yang hidup sezaman dan adil (‘adl) mengaku sebagai Sahabat, maka pengakuannya diterima. Dan bahwasanya para Sahabat adalah ‘Udul (adil/terpercaya) semuanya.
2. Aturan Hadis Mursal
[Masalah]
Al-Mursal (Hadis Mursal) adalah Hadis Marfu’ (disandarkan kepada Nabi) yang tidak diriwayatkan oleh Sahabat (tapi oleh tabi’i). Dan pendapat yang paling sahih adalah bahwa hadis Mursal tidak diterima kecuali jika:
- Orang yang mengirimnya (mursil) adalah dari kalangan Kibar at-Tabi'in (Tabi'in senior).
- Diperkuat oleh fakta bahwa mursil-nya tidak meriwayatkan kecuali dari orang yang adil—dan ia (riwayatnya) musnad (bersambung).
- Diperkuat oleh perkataan Sahabat, atau perbuatannya.
- Diperkuat oleh perkataan mayoritas ulama.
- Diperkuat oleh Hadis Mursal lain yang musnad (bersambung sanadnya).
- Diperkuat oleh penyebaran (intishar) riwayat tersebut, atau analogi (qiyas), atau amalan penduduk suatu masa ('amal al-'ashr), atau yang sejenisnya.
Dan keseluruhan (riwayat dan penguat) menjadi hujjah (dalil) jika penguatnya tidak digunakan sebagai hujjah (sendirian). Jika penguat juga digunakan sebagai hujjah, maka ia menjadi dua dalil. Dan bahwasanya penguatannya dengan dha’if (perawi lemah) lebih lemah daripada musnad (sanad yang bersambung). Jika ia (Mursal) berdiri sendiri dan tidak ada dalil lain, maka pendapat yang paling sahih adalah berhenti menggunakannya (inkifaf) karena hadis tersebut.
3. Riwayat dengan Makna dan Bentuk Ucapan Sahabat
[Masalah]
Pendapat yang paling sahih adalah diperbolehkannya meriwayatkan Hadis dengan maknanya (al-naql bi al-ma'na) bagi orang yang berilmu ('arif). Dan bahwasanya diperbolehkan berhujjah dengan perkataan Sahabat (yang menunjukkan marfu’):
- "Nabi bersabda,"
- "Dari beliau (Nabi),"
- "Aku mendengar beliau memerintahkan dan melarang,"
- "Atau beliau memerintahkan kami," atau yang sejenisnya.
- Dan (termasuk) Sunnah adalah (ungkapan Sahabat):
- "Kami, sekelompok orang, ..."
- "Atau orang-orang dulu biasa melakukan, dan kami biasa melakukan di masa Nabi ﷺ."
- "Orang-orang dulu biasa melakukan," (contoh kasus): "mereka tidak memotong (tangan) dalam hal yang remeh."
4. Metode Transmisi Hadis (Tahammul wa Ada')
خاتمة
مستند غير الصحابي قراءة الشيخ
إملاءه فتحديثا فقراءته عليه فسماعه فمناولة أو مكاتبة مع إجازة فإجازة
لخاص في خاص فخاص في عام فعام في خاص ففي عام فلفلان ومن يوجد من نسله
فمناولة أو مكاتبة فإعلام فوصية فوجادة والمختار جواز الرواية بالمذكورات
لا إجازة من يوجد من نسل فلان وألفاظ الأداء من صناعة المحدّثين .
[Penutup]
Sandaran (metode penerimaan riwayat) selain Sahabat (secara berurutan adalah):
- Guru membaca (qira'at al-shaykh) (dan murid menulisnya).
- Imla' (dikte).
- Guru menyampaikan (tahdithan).
- Murid membacakan kepada guru (qira'atuhu 'alayhi).
- Sama' (mendengar).
- Munawalah (memberikan naskah hadis) atau Mukatabah (berkirim surat berisi hadis), disertai Ijazah (izin meriwayatkan).
- Ijazah (izin meriwayatkan) secara:
- Khusus untuk hal yang Khusus.
- Khusus untuk hal yang Umum.
- Umum untuk hal yang Khusus.
- Umum untuk hal yang Umum.
- Untuk Fulan dan keturunan yang akan lahir darinya.
- Munawalah atau Mukatabah (tanpa ijazah eksplisit).
- I'lam (pemberitahuan).
- Washiyyah (berwasiat dengan kitab hadis).
- Wijadah (menemukan naskah hadis dari tulisan perawi tanpa sama').
Dan pendapat yang terpilih adalah diperbolehkannya meriwayatkan dengan metode-metode yang disebutkan, kecuali Ijazah untuk orang yang akan lahir dari keturunan Fulan. Dan redaksi-redaksi penyampaian (alfazh al-ada') adalah bagian dari disiplin ilmu para Muhaddithin (Ahli Hadis)
