Darurat Membolehkan yang Haram

Darurat itu dapat membolehkan semua yang haram, dicegah / larang Misalnya : 1. Diperbolehkan memakan bangkai dan daging babi bagi mereka yang sangat lapar dan bagi yang amat kehausan boleh meminum arak. 2. Boleh melafazkan kalimat yang mengakibatkan kekufuran karena dipaksa. 3. Diperbolehkan mengambil harta orang yang tidak mau membayar hutang kepadanya dengan tanpa izin orang itu.
Darurat Membolehkan yang Haram
Nama buku: Terjemah kitab Kaidah Fiqh dan Ushul Fikih Mabadi Awaliyah (Mabadi' Awwaliyyah)
Nama kitab asal: Mabadi' Awaliyah fi Ushul al Fiqh wa Al Qawaid Al Fiqhiyah (مبادئ أولية في أصول الفقه صش القواعد الفقهيه)
Pengarang: Abdul Hamid Hakim
Penerjemah: H. Sukanan S.Pd.I, Ust. Khairudin
Bidang studi: Kaidah dan Ushul Fikih madzhab Syafi'i

Daftar Isi

KAIDAH KETIGA BELAS

الضرر يزال

“Kemadharatan itu dihilangkan”

Misalnya :

1. Si pembeli itu boleh khiyar (memilih mengembalikan atau tidak) dengan adanya cacat benda yang telah dibelinya.

2. Bagi suami istri itu boleh fasakh (bubar) nikah dengan adanya beberapa cacat.

3. Diperbolehkan bagi istri meminta fasakh nikah karena susahnya/miskinnya suami.

4. Menjaga kelestarian umat, menetapkan hukum, mencegah kedzaliman, Qishash dan memberikan hukum harus mengganti bagi para perusak.

KAIDAH KEEMPAT BELAS

الضررلا يزال بالضرر

“Kemadharatan itu tidak bisa dihilangkan dengan kemadharatan yang lain”

Misalnya :

1. Orang yang madharat tidak boleh memakan makanan orang lain yang sama madharatnya dan tidak boleh membunuh anaknya atau hamba sahayanya.

2. Jika seseorang terjatuh diatas orang yang sedang terluka, dan tetap berada diatasnya sampai orang yang luka itu meninggal, maka orang itu hukumnya telah membunuh, tetapi jika langsung pindah maka yang membunuh bukanlah orang yang terjatuh itu.

3. Jika uang dinar yang terjatuh ditempat tinta dan tidak bisa dikeluarkan kecuali dengan cara menghancurkannya, maka apabila dihancurkan berarti orang itu harus mengganti tempat tinta itu pada pemiliknya, tetapi jika yang menghancurkannya itu pemilik tempat tinta, maka orang itu tidaklah mesti menggantinya.

KAIDAH KELIMA BELAS

الضرورات تبيح المحظورات

“Darurat itu dapat membolehkan semua yang dicegah/larang”

Misalnya :

1. Diperbolehkan memakan bangkai dan daging babi bagi mereka yang sangat lapar dan bagi yang amat kehausan boleh meminum arak.

2. Boleh melafazkan kalimat yang mengakibatkan kekufuran karena dipaksa.

3. Diperbolehkan mengambil harta orang yang tidak mau membayar hutang kepadanya dengan tanpa izin orang itu.

4. Apabila keharaman itu sudah menyebar disuatu daerah sampai dirasakan sulit menemukan sesuatu yang halal kecuali sedikit (jarang) maka diperbolehkan untuk memakai yang haram itu sesuai dengan kebutuhan.

5. Menggali mayyit yang sudah dikubur karena dharurat seperti tidak dimandikan atau tidak menghadap kiblat.

Dan pengertian kaidah ini sama dengan kaidah yang lain yaitu :

لا حرام مع الضرورة ولا كراهة مع الحاجة
“Tidak ada hukum haram bagi yang dharurat dan tidak ada hukum makruh bagi yang hajat (butuh)”

KAIDAH KEENAM BELAS

ما ابيح للضرورة يقدر بقدرها

“Yang dibolehkan dalam hal kemadharatan itu hanya ukuran perkiraan madharatnya”

Misalnya :

1. Orang yang madharat itu tidak boleh makan makanan yang haram kecuali makan untuk menyambung hidupnya.

2. Jika seseorang bertujuan (mengobati/menyuntik) seorang perempuan maka wajib baginya menutupi semua lengan perempuan itu dan tidak boleh membukanya kecuali pada bagian yang menjadi tujuannya itu.

3. Tidak diperbolehkan mengawinkan orang gila dengan perempuan yang lebih dari satu, karena itu telah menolak kebutuhan baginya.

4. Boleh menambah tempat sholat Jum‟at karena tidak muat pada satu tempat, dengan perkiraan dapat menghilangkan alasan tidak muat itu, dan jika dengan dua tempat sholat Jum‟at sudah terpenuhi maka tidaklah boleh membuat tempat yang ketiga.

KAIDAH KETUJUH BELAS

الحجة قد تنزل منزلة الضرورة

“Hajat itu terkadang berada diposisi dharurat”

Misalnya :

1. Diperbolehkan melihat perempuan karena alasan mu‟amalah dan khitbah (melamar)

2. Qaul sebagian ulama yang membolehkan akad Muzara‟ah (bibitnya dari yang menggarap sawah) dan Mukhabarah (bibitnya dari yang punya sawah) karena butuh pada keduanya dalam kehidupan ini.

3. Menurut sebagian ulama : diperbolehkan menjual (sayuran dll) yang masih berada didalam tanah, seperti : lobak dan bawang karena kemashlahatan umum bagi manusia, karena jika disyaratkan pada penjualnya untuk mengeluarkannya dari dalam tanah sekaligus, maka itu menjadikannya susah dan rusaknya (sayuran dll) yang tidak dibeli, dan jika ia menjualnya dengan cara sedikit-sedikit, maka itu juga akan menjadikannya kesusahan dan hilangnya kemashlahatan baginya.
LihatTutupKomentar