Bait dan Qafiyah (Qawafi) dalam Ilmu Arudh

Bait dan Qafiyah (Qawafi) dalam Ilmu Arudh Bait Tam (sempurna) ialah bait yang semua bagiannya baik „arudh maupun dharbnya terpenuhi tanpa pengurangan
Bait dan Qafiyah

Nama kitab: Terjemah Ilmu Arudh Mukhtashar Syafi ala Matan Kafi
Judul kitab asal: Mukhtashar al-Syafi ala Matn Al-Kafi fi al-Arudh wa Al-Qawafi
(كتاب مختصر الشافى على متن الكافي في العروض والقوافي للدمنهوري)
Pengarang: Al-Damanhuri (الدمنهوري)
Bidang studi: Sastra Arab, ilmu tentang bait syair
Penerjemah: Mahfudz

Daftar isi

  1. Bab III Tentang Nama-nama Bait dan Lainnya 
  2. Ilmu Kedua (Ilmu Qafiyah dan Qawafi)  
    1. Pengertian Qafiyah  
    2. Huruf Qafiyah  
    3. Harakat Qafiyah  
    4. Macam-macam Qafiyah  
    5. Uyub (Cacat) Qafiyah  
  3. Footnote dan Penjelasan Penerjemah
  4. Kembali ke: Terjemah Kitab Arudh Al-Mukhtar al-Syafi


BAB III  TENTANG NAMA-NAMA BAIT DAN LAIN-LAIN

Bait Tam (sempurna) ialah bait yang semua bagiannya baik „arudh maupun dharbnya terpenuhi dengan tanpa pengurangan, misalnya bahar pertama yaitu Kamil dan Rajaz.

Bait Wafi (yang cukup) menurut ulama‟ arudh ialah bait yang semua bagiannya baik „arudh maupun dharbnya tercukupi/terpenuhi, hanya saja ada pengurangan, misalnya bahar Thawil.

Bait Majzu’ ialah bait yang terambil kedua juz „arudh dan dharbnya.

Bait Mashthur (terambil satu satar) ialah bait yang separuh baitnya ditiadakan.

Bait Manhuk (bait yang dilemahkan) ialah bait yang 2/5 bagiannya ditiadakan.

Bait Mushmat (didiamkan) ialah bait yang „arudhnya tidak sama dengan dharbnya pada rawi. Seperti syair Dzirimah.[84]

أَأَنْ تَوَسَّمْتَ مِنْ خَرْقَاءِ مَنْزِلَةِ * مَاءُ الصَّبَابَةِ مِنْ عَيْنَيْكَ مَسْجُومٍ؟

“Apakah air mata kerinduanmu berderai demi melihat kedudukan yang luar biasa?”

Bait Mushra’/Musharra’ (dipergumulkan) ialah bait yang „arudhnya dirubah untuk dipersamakan dengan dharbnya dengan cara membubuhi atau mengurangi, misalnya syair Imri‟il Qais[85] :

قِفَانَبْكِ مِنْ ذِكْرَى حَبِيْبِ وَعِرْفَانِ * وربع خَلَتْ آيَاتُهُ مُنذُ أَزْمَانِ

اتَتْ حُجَجٌ بَعْدِى عَلَيْهَا فَأَصْبَحَتْ * كَخَطِّ زُبُورٍ فِي مَصَاحِفِ رُهْبَانِ

“Berhentilah, kami menangis dulu, mengenang kekasih, teman akrab, dan tempat tinggal yang lambang-lambangnya telah punah sejak lama. Setelahku para peziarah telah datang kesana. Lambang-lambang itu bagaikan tulisan kitab pada mushaf para pendeta”.


اَجَارَتَنَا اَنَّ الْخُطُوبَ تَنُوبُ * وَإِنِّي مُقِيمٌ مَا أَقَامَ عَسِيْبُ

اَجَارَتَنَا أَنَا مُقِيْمَان هَهُنَا * وَإِنِّى غَرِيْبٌ لِلْغَرِيْبِ نَسِيْبُ

“Oh tetanggaku (kekasih di dalam kubur), sesungguhnya mara bahaya silih berganti, dan mungkin aku akan menjadi penghuni kubur sepanjang gunung Asib berdiri tegak”.

Bait Nuqaffa ialah tiap-tiap „arudh dan dharb sama tanpa ada perubahan, contoh syair Imri‟il Qais:

قِفَاتَبْكِ مِنْ ذِكْرَى حَبِيْبِ وَمَنْزل * بسِقْطِ اللَّوَى بَيْنَ الدَّخُولِ فَحَوْمَل

“Berhentilah, kami menangis dulu, mengenang kekasih, dan tempat tinggal di Siqtil- liwa yang berada diantara Dakhul dan Haumal”.

Kata ‘arudh ialah muannas (perempuan)[86]. ‘Arudh adalah akhir bagian dari shatr pertama pada bait. Jumlah terbanyak dalam satu bahar adalah empat, seperti pada bahar rajas. Secara kolektif semuanya ada tiga puluh empat.

Kata dharb adalah mudzakkar/laki-laki. Dharb adalah akhir dari perubahan/syathr kedua dari bait. Paling banyak dalam satu bahar ada sembilan dharb, seperti bahar kamil. Secara kolektif semuanya ada empat puluh tiga dharb.[87]

Ibtida’ ialah tiap-tiap juz pada awal bait yang terkena illat dalam suatu illat yang tidak boleh berada pada hasywunya, seperti adanya Kharm[88].

I’timad adalah tiap-tiap juz hasywu yang terkena zihaf dengan zihaf yang tidak tentu, seperti adanya khabn.

Fashal (terputus) adalah tiap-tiap‟arudh yang tidak sesuai dengan hasywunya baik ketika netral maupun terkena illat.

Ghayah didalam dharb seperti fashl didalam „arudh.

Maufur (disempurnakan) adalah tiap-tiap juz yang yang selamat dari kharm serta kharm tersebut boleh berada padanya

Saalim (selamat) adalah tiap-tiap juz yang yang selamat dari ziahaf serta zihaf tersebut boleh berada padanya

Shahih adalah tiap-tiap juz „arudh dan dharb yang selamat dari illat yang tidak berada pada hasyw, seperti adanya qasr dan tadzil

Mu’arra (yang ditelanjangi) adalah tiap-tiap juz yang selamat dari illat ziadah serta illat tersebut boleh berada padanya

ILMU KEDUA: ILMU QAFIYAH DAN QAWAFI [89]

Dalam ilmu ini ada lima macam perubahan:

Pertama: Qafiyah

Qafiyah yaitu dari akhir bait sampai huruf awal hidup sebelum huruf mati yang berada diantara keduanya90

Qafiyah terkadang berada pada sebagian kalimat, contoh :

وقُوفًا بِهَا صَحْيِي عَلَى مُطِيْهِم * يَقُولُونَ لَاتَهْلِكُ آسَى وَتَحَمْلِي


“Disana itu temanku menjaga unta-unta mereka, mereka berkata : „Janganlah kamu binasa, dan tanggunglah! Hadapilah kenyataan ini”.

Qafiyahnya ialah ha' sampai ya'.

Terkadang pada satu kalimat, seperti ucapan Imri'il Qais :

فَفَضَتْ دُمُوعُ الْعَيْنِ مِنِّى صَبَابَةَ * عَلَى النَّحْرِ حَتَّى بَلَّ دَمْعِي مَحْمِلِي

“Lalu melelehkan air mataku berderai jatuh diatas dada sampai jatuh membasahi kaki”.[91]

Terkadang pada suatu kalimat dan sebagian dari kalimat lain, seperti ucapan penyair[92]

وَبَارِحٌ تَرِبُو


(Arti bait ini dan kelengkapannya, lihat pada bahar kamil/V) 

Qafiyahnya ialah dari ha' sampai dengan wawu.

Dan terkadang pada dua kalimat. Seperti syair Imri'il Qais:

مكر مِفرمُقيل مُدْير مَعَا *  كَجُلْمُودِ صَحْرٍ حَطَّهُ السَّيْلُ مِنْ عَل

“(Dengan kuda sembrani brindil) yang bersit-sigap terjang-pulang, laksana batu besar yang tangguh terkena air bah terjun dari atas”. Qafiyahnya ialah dari min sampai dengan ya‟[93].

Kedua: Huruf Qafiyah ada enam

1. Rawi yaitu huruf Qasidah dibina diatasnya dan dibangsakan kepadanya[94]

2. Washal yaitu huruf layyin (liin) yang tumbuh dari isyba' harakat rawi, atau ha‟ yang mendampingi rawi[95]

Contoh alif, seperti ucapan Jarir[96]:
أَقِلِّى اللُّومَ عَاذِلُ وَالعِتَابَا

“Kurangilah celaan dan cercaan hati Nyonya Adzilah”.

Contoh wawu setelah dhammah, seperti ucapan Jarir:
سُقِيتِ الغَيْتَ ايَّتُهَا الخِيَامُو

“Aku katakan: „semoga engkau dituruni hujan (yang bermanfaat) hai tenda!”[97]

Dan contoh ya' setelah kasrah seperti syair Imri'il Qais:
* كَمَا زَلَّتِ الصَّفْوَاءُ بِالْمُنَتَرَّلِي 

“…….seperti tergelincirnya batu licin ditempat terjun (curam air bah)”. Contoh ha‟ yang mati, seperti syair Dzirrimah: 

* فَمَا زِلْتُ أَبْكِي حَولَهُ وَأَخَاطِبُهْ 

“.......... aku tak henti menangis disekitar tempat itu sambil berkata-kata”.

Contoh ha' hidup difathahkan seperti syair Umaiyah:
بوشِكَ مَنْ فَرَّ مِنْ مَنِيَّتِهِ * فِي بَعْضٍ غِرَّاتِهِ يُوَافِقُهَا

Orang yang lari dari kematian/ajalnya itu hampir ditemui olehnya pada saat ia lalai”.

Contoh ha' yang di dhammahkan, seperti ucapan penyair: 

فَيَالَائِمِي دَعْنِي أَغَالِي بِقِيْمَتِي * فَقِيْمَةُ كُلُّ النَّاسِ مَا يُحْسِنُونَهُ

“Hai orang yang mencercaku, biarkan aku mengangkat harga diriku, karena nilai/harga diri seseorang (tiap-tiap orang) itu terletak pada apa yang dianggapnya”.

Contoh ha‟ yang dikasrahkan, seperti syair Hakan bin Nahsya: 

كُلُّ امْرِئ مُصَبِّحٌ فِى اَهْلِهِ * وَالْمَوتُ أَدْنَى مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ

“Setiap orang itu berpagi-pagi dalam membela keluarganya, padahal mati lebih dekat dibanding dengan dua sandal/terompahnya”.
 
3. Khuruj yaitu huruf liin yang timbul dari ha‟ dan wawu, ada berupa alif, ada berupa wawu dan ada yang berupa ya‟ seperti pada bait diatas[98]
 
........ يُوَاقُهَا 
........ يُحْسِنُونَهُو.
........ نعلهى

4. Ridf, yaitu huruf mad yang berada sebelum rawi [99] 
Contoh alif, seperti syair Imri‟il Qais [100] :

الاعَمْ صَبَاحًا أَيُّهَا الطِّلِّلُ البَالِيَ
"Selamat pagi wahai puing-puing yang telah lapuk".

Contoh ya', seperti syair Alqamah bin Ubaidah :
بعَيْدَ الشَبَابِ عَصْرَحَانَ مُشِيْبُ

“……ketika baru saja masa mudamu hilang, yaitu masa tiba waktunya beruban”.

Contoh wawu, seperti lafadz:

... سر خوب

(artinya kelengkapan, lihat pada bait kedua bahar basith/111)
 
5. Ta’sis, yaitu alif yang antara alif tersebut dengan rawi terdapat satu huruf [101]

Ta'sis ini terkadang dari kalimat rawi, seperti perkataan penyair :
وَلَيْسَ عَلَى الأَيَّامِ وَالدَّهْرِ سَالِمُ

“……tak ada pada tiap-tiap hari dan masa itu yang selamat terlepas (dari kesukaran, kesulitan dan kesusahan hidup)”.

Terkadang dari selain kalimat rawi, Jika rawi berupa dhomir. Seperti syair Abdu Yaqhuts Al Haritsi :

  آلَالَا تَلُومَانِي كَفَى اللُّومُ مَا بِيَا * فَمَا لَكُمَا فِي اللّومِ خَيْرٌ وَلَا لِيَا
اَلَمْ تَعْلَمَا أَنَّ الْمُلَامَةَ نَفْعُهَا * قَلِيلٌ وَمَا لَومِي أَخِي مِنْ سِمَاتِيَا


“Ingatlah jangan kau cerca daku, sudah cukup atasku cercaan. Karena tidaklah baik cercaan itu, baik buat kalian maupun buatku.

Apakah kalian belum tahu bahwa cercaan itu manfaatnya sedikit? Dan cercaanku kepada saudaraku sendiri itu bukanlah termasuk akhlak/etikaku”.

Atau terkadang dari sebagaian kalimat selain kalimat rawi, seperti ucapan penyair : 

فَإِنْ شِئْتُمَا القَحْتُمَا اَو نَتِجْتُمَا * وَإِنْ شِئْتُمَا مَثْلَا بِمِثْلِ كَمَاهُمَا
وَإِنْ كَانَ عَقْلًا فَاعْقِلَا لِأَخِيْكُمَا * بَنَاتِ مَخَاضٍ وَالفِصَا المُقَادَمَا

“Apakah kalian mau mengambil unta perah atau yang telah hamil, dan mau mengambil satu diganti dengan satu yang sama maka tentu keduanya harus sama.
 
Dan apabila yang kalian ambil itu sebagai diat, maka kendalikanlah untuk saudaramu itu unta bintu mahadh (berumur 1 tahun lebih) dan unta yang baru cerai menyusu”.[102]
 
6. Dakhil, yaitu huruf hidup setelah ta'sis, misalnya lamnya lafadz saalim (pada bait diatas)[103]

Ketiga: Harakat Qofiyah ada enam


a. Majraa, yaitu harakat rawi muthallaq (mutlak)104

b. Nafaadz, yaitu harakat ha‟ washal[105], contoh: 

...... يُوَاقُهَا
...... يحسنونهو
...... نَعْلِهِ
 

c. Hadzwu yaitu harakat sebelum ridf106, misalnya harakat ba‟, syin dan ha‟ pada kalimat: 

...... البَلِي 
...... مُشِيبٌ
......  سرحوب

d. Isyba’ yaitu harakat dakhilil [107], misalnya kasrah lam, dhommah fa‟ dan fathah wawu pada lafadz:

……… سالم 
……… التدافع
……… تطاولي
e. Rassu yaitu harakat huruf sebelum ta‟sis [108], misalnya fathah sin-nya  lafadz:

……… سالم
f. Taujih adalah harakat huruf sebelum rawi Muqayyad[109], misalnya perkataan penyair:

حَتَّى إِذَا جَنَّ الظُّلَامَ وَاخْتَلَط * جَاءُوا بِمذْقِ هِلْ رَأَيْتَ الذِّنْبَ قَطْ

“Sehingga ketika malam itu menggalap dan memekat maka para tamu itu datang dengan membawa susu yang warnanya keruh-putih seperti serigala”.

Keempat: Macam Qafiyah yaitu ada sembilan

Yang enam ialah:

a. Muthallaqah Mujarradah Maushulah bil-lin (huruf rawi hidup sunyi dari huruf ta‟sis dan ridf dan di washalkan /disambung dengan huruf lin)

Seperti syair Khualid bin Murrah :

حَمِدتُ إِلَهَى بَعْدَ عُرْوَةِ إِذْنَجَا * خَرَاسٌ وَبَعضُ الشَّرِّ أَهْوَنُ مِنْ بَعْضٍ

“Aku memuji Tuhanku setelah Urwah meninggal dunia karena Kharas selamat!

Diantara melepetaka itu ada yang lebih ringan dari yang lain”.
 
b. Muthallaqah Mujarradah Maushulah bil-ha’ (huruf rawi hidup sunyi dari huruf ta‟sis dan ridf dan di washalkan /disambung dengan huruf ha‟), seperti syair Al Hammasi[110] : 

اَلَا فَتَى لَاقَى العَلَا العَلَا بِهَمِهِ

“Mudah-mudahan anak itu bertemu dengan kemuliaan lantaran cita-citanya”.

c. Muthallaqah Mardufah Maushulah bil-lin (huruf rawi hidup sebelumnya terdapat ridf dan di washalkan /disambung dengan huruf lin), seperti syair Al A'sya: 

قَالَتْ بُثِيْنَةُ إِذْ رَاتْنِي * وَقَدْ لَا تُعْدَمُ الحَسْنَاءُ ذَامَا

“Ingatlah! Butsainah berkata ketika melihatku “terkadang orang-orang cantikpun tak lepas dari pencela”.

d. Muthallaqah Mardufah Maushulah bil-ha’ (disambung dengan huruf ha‟), seperti syair Labib: 

عَفَتِ الدِّيَارُ مَحَلُّهَا فَمُقَامُها

“……daerah-daerah itu, yaitu tempatnya lantas tempat tinggalnya, binasa”.
 
e. Muthallaqah Muassasah Maushulah bil-lin (huruf rawi hidup sebelumnya terdapat huruf ta‟sis dan di washalkan /disambung dengan huruf lin), seperti syair Nabigha adz Dzibyani: 

كِلِينِي لِهَمِ يَا أُمَيْمَةٌ نَاصِبَ * وَلَيْلِ أَقَاسِيْهِ بَطِئِ الْكَوَاكِبِ

“Hai Umaimah, biarkanlah aku meratapi duka yang memayahkan, dan menentang malam berbintang lamban dengan kekerasan hati”.

f. Muthallaqah Muassasah Maushulah bil-ha’ (huruf rawi hidup sebelumnya terdapat huruf ta‟sis dan di washalkan /disambung dengan huruf ha‟), seperti syair Al A'sya:

فِي لَيْلَةٍ لَا نَرَى بِهَا أَحَدًا * يَحْكِي عَلَيْنَا إِلَّا كَوَاكِبُهَا

“Pada suatu malam, kami tak melihat satupun yang mengkisahkan (rahasia) kecuali bintang-bintang”.
 
g. Mujarradah (sunyi dari huruf ta‟sis dan ridf), seperti syair Al A‟sya: 

أَتَهْجُرُ غَانِيَةً أَمْ تُلِم . ام الْحَبْلُوَاةِ بِهَا مُنْجَدِم

“Apakah Ghaniah (gadis pesolek memutuskan hubungan atau sekedar menyakiti, ataukah tali persahabatan menjadi lemah terputus”.[111]

h. Mardufah (berhuruf ridf) seperti ucapan penyair:
كُلُّ عَيْشَ صَائِرُ للزَّوَالْ

(Untuk arti bait ini, lihat bait kedua bahar madid, beserta shadrnya)

i. Muassasah (berhuruf ta‟sis), seperti syair Hutahi‟ah: 

وَغَرَرْتَنِي وَزَعَمْتُ أَنْ * نَكَ لَا بِنُ فِي الصَّيْفِ تَامِرْ

“Engkau menipu aku, aku kira engkau orang yang kaya bersusu perah di musim kemarau lagi berkurma (dimusim penghujan)”.

Mutakawia ialah tiap-tiap Qafiyah yang dantara kedua sukunnya terdapat empat harakat berurutan,[112] seperti Syair Al Ajjaj : 

قدْ جَبَّرَ الدِّينَ الإِلهُ فَجُير

“………Allah telah mengatur agama dia teratur”.

Mutarakib ialah tiap-tiap qafiyah yang diantara kedua sukunnya terdapat tiga harakat berurutan, seperti ucapan penyair:
اَخُبُّ فِيهَا وَأَضَعْ

(Untuk arti bait ini, lihatlah keterangan no: 5 bahar rajaz)

Mutadarik ialah tiap-tiap qafiyah yang diantara kedua sukunnya terdapat dua harakat berurutan, seperti syair Imri‟il Qais:

تَسَلَّتْ عَمَايَاتُ الرِّجَالِ عَنِ الْهَوَى * وَلَيْسَ فُؤَادِي عَنْ هَوَاهَا بِمَنْسِل

“Orang-orang pelupa terputus dari kecintaannya, sedang hatiku tak pernah putus dari kecintaan mereka itu”.

Mutawatir ialah tiap-tiap qafiyah yang diantara kedua sukunnya terdapat satu harakat, seperti syair Al Khansa:
يُذَكِّرُنِي طُلُوعُ الشَّمْس ضَخْرًا * وَاذْكُرُهُ بِكُلِّ مَغِيْبِ شَمْسٍ

“Aku diingatkan oleh terbit matahari akan temanku Shakr, dan aku mengingatnya pada tiap-tiap terbenam matahari”.

Mutaradif ialah tiap-tiap Qafiyah yang diantara kedua sukunnya terkumpul, seperti ucapan penyair: 

هَاذِهِ دَارُهُمْ أَقْفَرَتْ * أَمْ زُبُورٌ مَحْتَهَا الدُّهُورُ

(Untuk arti bait ini, lihat pada bait ketiga, bahar Mutdarik)



Peringatan!

Watad Majmu‟ bila ada pada akhir juz yang boleh thayyu seperti pada bahar basith dan rajaz, atau yang boleh lihalz, seperti pada bahar kamil, atau yang boleh khabn, seperti pada bahar ramal, khafif dan khabab (bahar Mutdarik) maka boleh berkumpul mutdarik dan mutarakib, (dalam satu qasidah) atau yang boleh khabl, seperti pada bahar basit dan rajaz maka boleh berkumpul mutakawis dengan mutarakib dan mutadarik[113]

Kelima, Uyub/Cacat Qafiyah

Itha’ yaitu mengulang kalimat rawi, lafadz dan maknanya seperti syair Nabiqhah:


اوَاضِعُ البَيْتَ فِي خَرسَاءُ مُظْلِمَةِ * تُقَيِّدُ العَيْرَ لَا يَسْرِ بِهَا السَّارى

لَا يَحْفِضُ الرِّزُ عَنْ أَرْضِ أَلَمَّ بِهَا * وَلَا يَضِلَّ عَلَى مِصْبَاحِهِ السَّارِى


“Aku membangun rumah disebuah tanah kosong sunyi senyap gelap, lagi mengikat keledai hutan, orang lewat tidak ada.

Suara tak ada yang pelan di tanah yang menyakitkan itu, dan orang yang lewat malam musnah membawa pelita”.[114] 

 

Tadhmin, yaitu mengkaitkan bait pada bait setelahnya. Seperti syair Nabighah:[115]

 

وَهُمْ وَرَدُوا الْجَفَارَ عَلَى تَمِيمِ * وَهُمْ أَصْحَابُ يَومٍ عُكَاظِ أَنِّى
شَهِدْتُ لَهُمْ مَوَاطِنَ صَادِقَاتِ * شَهِدْنَ لَهُمْ بِحُسْنِ الظَّنِّ مِنّى


"Mereka (bani Asat) sama mendatangi air "jafar" milik bani tamim. Mereka itu penghuni harian pasar Ukazh.
Aku saksikan mereka itu mempunyai negeri yang syah, pula negeri itu mengakui dugaanku yang baik kepadanya".


Iqwa' yaitu perbedaan majra' (harakat rawi) seperti syair Hisan :[116]


لَا بِالقَومِ مِنْ طُول وَمِنْ قَصْرٍ * حِسْمُ الْبِغَالَ وَأَحلَامُ العَصَافِيْرُ

مُتَقَّبُ فَفَخَتْ فِيهِ الأَ عَاصِيرُ كَأَنَّهُمْ قَصَبٌ جَوفٌ اَسَافِلُهُ * مُتَقَبُ فَفَخَتْ

"Tidaklah mengapa bagi kaum baik yang jangkung maupun yang pendek, berbadan gemuk (seperti keledai) dan yang berpikiran yang tak mau berhenti seperti burung pipit.
Seakan-akan mereka itu seruas kayu yang berlubang yang dibawahnya terlubangi pula yang ditiup orang tornado".


Ishraf, yaitu perbedaan majra yang disebabkan fathah dan lainnya. Maka fathah beserta dhommah, seperti ucapan penyair:

أَرَيْتُكَ إِنْ مَنَعْتَ كَلَامُ يَحْيَى * أَتَمْنَعُنِي عَلَى يَحْيَى الْبُكَاءَ

قَفِي طَرْفِى عَلَى يَحْيَى سَهَادُ * وَفِي قَلْبِي عَلَى يَحْيَى البَلَاءُ



“Ceritakanlah kepadaku manakala engkau melarangku menangisi Yahya.
Mataku selalu terjaga untuk Yahya dalam hatiku selalu gelisah untuknya pula”.

Dan fathah beserta kasroh, seperti ucapan penyair: 


اَلَمْ تَرَنِي رَدَدْتُ عَلَى ابْنِي لَيْلَى * مَنِيْحَتُهُ فَعَجَّلْتُ الأَدَاءَ
وَقُلْتُ لِشَاتِهِ لَمَّا أَتَتْنَا * رَمَاكِ اللَّهُ مِنْ شَاةٍ بِدَاءِ


“Apakah engkau belum tahu aku pulang dan pergi ke putranya Laila? Hadiahnya cepat kukembalikan.
Dan aku katakan pada kambingnya ketika datang kepadaku “semoga Allah
menghilangkan penyakit kambing tersebut”.

Ikhfa’ yaitu perbedaan rawi tersebut huruf yang makhrajnya (tempat keluarnya huruf dari tenggorokan) berdekatan, seperti ucapan penyair: 


اَلأَهْلَ تَرَى إِنْ لَمْ تَكُنْ أُمُّ مَالِكِ * بِمُلْكِ يَدِى أَنَّ الْكَفَاءَ قَلِيلُ

رَأَى مِنْ خَلِيْلَيْهِ جَفَاءَ وَغِلْظَةٌ * إِذَا قَامَ يُبْتَاعُ الْقُلُوصُ ذَمِيْمَ


“Ingatlah, apakah engkau pernah lihat jika ibu seorang raja belum berada di kerajaan kekuasaanku, bahwa kafaah itu sedikit.

Ia melihat dari kekasihnya kebengisan dan kekasaran apabila anak untanya mau dijual, dicerca”.

Sinad, yaitu perbedaan huruf dan harakat yang hanya berada sebelum rawi. Ia ada lima :

1. Sinad Ridf, yaitu adanya ridf dari salah satu kedua bait, sedang yang lainnya tidak, seperti ucapan Hisan:


إِذَا كُنْتَ فِي حَاجَةٍ مُرْسِلَا * فَأَرْسِلْ حَكِيمًا وَلَا تُوصِهِ
وَإِنْ نَابَ أَمْرٌ عَلَيْكَ التَّوَى * فَشَاوِرْ لَبِيْبًا وَلَا تَعْصِيْهِ



“Apabila engkau hendak menyampaikan maksud maka kemukakanlah pada tuan Kadi, jangan engkau berwasiat.

Kalau sudah nasi menjadi bubur maka bermusyawarahlah dengan orang yang pintar/cerdas dan jangan engkau melawan (menentang)”.

2. Sinad Ta’sis, yaitu adanya ta‟sis dari salah satu kedua bait, sedang yang lainnya tidak, seperti perkataan penyair:

يَادَارَمِيَّةَ اسْلَمِي ثُمَّ اسْلَمِي
فَخِنْدَفٌ هَامَّةٌ هَذَا الْعَالَمِ


“Wahai negeri Nona Miyah, selamatlah! Karena “khandaf” (wanita mulia) adalah
yang paling penting didunia ini”. 

3. Sinad Isyba’ yaitu perbedaan harakat dakhil, seperti syair Nabighah:

 

وهم طَرَّدُوا مِنْهَا بَلِيًّا فَأَصْبَحَتْ * بَلِيُّ بِوَادٍ مِنْ تِهَامَةَ غَائِرٍ
وَهُمْ مَنْعُواهَا مِنْ قُضَاعَةَ كَلْهَا * وَمِنْ مُضَرَ الْحَمْرَاءِ عِنْدَ التَّغَوُر


“Mereka menolak kanilah Baliyya dari arus masuknya kurma, sehingga kabilahku Baliyya berada dilembah yang dalam di negeri Tihamah.

Mereka pun menolak arus tersebut dari khudha‟ah semuanya, dan dari Mudhar  Al-hamra‟ ketika arus itu mau masuk”.

2. Sinad Hadzwu, yaitu perbedaan harakat sebelum ridf seperti perkataan penyair:



لَقَد أُلِجَ الْخَبَاءُ عَلَى جَوَارِ * كَأَنَّ عُيُونَهُنَّ عُيُونَ عِيْن
كَأَنِّي بَيْنَ خَافِيَتَى عُقَابِ * تُرِيدُ حَمَامَةً فِي يَومٍ غَينِ  


“Mantel bulu itu dipakaikan pada wanita-wanita jariah, mata mereka seakan-akan sapi jalang (mata sapi liar).

Aku seakan-akan diantara dua ujung (syap) burung raja wali/elang yang hendak menyambar merpati pada suatu hari pekat awan/mendung”.

3. Sinad Taujih, yaitu perbedaan harakat huruf sebelum rawi Muqayad, seperti ucapan syair Ru‟bah: [117]



وَقَائِمِ الْأَعْمَاقِ خَاوِي الْمُحْتَرَكْ
أَلْفَ شَتْ لَيْسَ بِالرَّاعِي الْحَمِقَ
شَدَّابَةَ عَنْهَا شَذَا الرُّبْعِ السَّحق


“(banyak tempat) yang didalamnya gelap, jalannya sunyi.

(yang punya keledai itu) menghimpun (keledai-keledainya) yang bercerai-berai, ia bukanlah pengembala yang pandai.


Ia banyak melepas keledainya dari penyakit (yang berada dari keledai yang berada di tempat yang jauh)”.

Ini adalah akhir dari pembahasan yang telah kami majukan dalam susunan/ keterangan ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan salam sebanyak-banyaknya kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarga dan sahabat- sahabatnya, amin. 

 

 

FOOTNOTE (CATATAN DAN PENJELASAN PENERJEMAH) 

 

84 Bait tersebut berbahar bashith. Rawi dari bait tersebut ialah mim, sedangkan ta' pada kalimat manzilati (pada ‘arudh) tidak sama dengannya


85 Bait tersebut berbahar thawil, yang seharusnya tidak ada arudh yang maqbudhah, akan tetapi hal tersebut ditiadakan guna disamakan dengan wazan yang ada pada dharbnya, perhatikan! Perubahan tersebut adalah dengan cara membubuhi

وَعِرْفان =  دازمَان

---------------

مفاعیلن = مفاعیلن

Lain halnya seperti pada syair berikutnya yang sama-sama bahar thawil yang perubahannya dengan cara mengurangi, pada bahar tersebut 'arudhnya sebenarnya tidak ada yang mahdzufah (sabab khafif ditiadakan) sebagaimana keterangan diatas, akan tetapi hal tersebut ditiadakan guna dipersamakan dengan wazan dharbnya, perhatikan!


نتوب  = عَسِيْبُ

-----------

فعولن  فعولن
(اصله : مفاعی) (اصله : مفاعی)


Adapun bait kedua dari kedua kelompok bait tesebut, 'arudhnya berwazan sebagaimana aslinya, yaitu maqbudhah:

 (1) فَأَصْبَحَتْ (2) ن هَهُدُ

مفاعلن  مفاعلن


86 Lafadz 'arudh ialah muannasyang terambil dari kata 'aridhah yang artinya yang  melintang/menghalang, yaitu kayu yang menghalang/melintang yang berada di dalam rumah 

87 Lihat pada jadwal 'arudh dan dharb pada lampiran

88 Kharm secara bahasa artinya melubangi kulit. Secara istilah meniadakan awal watad pada shadr (syatr pertama bait)

89 Yang dimaksud adalah ilmu Qafiyah dan Qawafi.

90 Dalam kitab lain, Qafiyah secara bahasa artinya tengkuk atau kuduk, dan secara istilah ialah huruf- huruf yang terdapat pada kedua sukun di akhir bait serta huruf hidup sebelum mati (sebelum huruf mati) pertama.

91 Qafiyahnya ialah dari min pertama sampai ya' kalimat nahr yang arti aslinya adalah leher tempat menyembelih

92 Wawu pada kalimat taribun ialah huruf mad untuk isyba' harakat rawi (ba') 

93 Yaitu ya' yang terdapat setelah lam rawi yang merupakan huruf isyba' dari harakat lam tersebut

94 Rawi secara bahasa artinya berpikir-pikir, karena penyair menuangkan pikiran, contoh ialah lam dari lafadz min'ali pada bait di depan. Rawi ialah merupakan sebutan dari suatu qasidah, misalnya qasidah lamiyah, qasidah Mimiyah, qasidah Nuniyah dan seterusnya

95 Wash secara bahasa artinya sambung, dinamakan demikian karena huruf liin atau ha' itu ditemukan/disambung pada rawi, misalnya wawu dan ha' yang ditemukan dengan rawi mim dan qaf pada lafadz khiyamu dan yuwaafiquha pada syair dibawahnya. Huruf liin ialah huruf mad yaitu alif wawu dan ya'

96 Kata alif dan selanjutnya merupakan perkembangan ataupun penjabaran dari huruf liin/mad dan ha’ dengan disertakan contoh-contohnya. 

97 Contoh diatas dan ketiga contoh berikutnya terdapat kelengkapan, untuk pertama Ajuz, untuk kedua, dan untuk selanjutnya, shadr atau awal. Sebagai berikut:


1 - وَقُولى إنْ أَصَبْتُ لقد أَصَابَا
2 - متى كَانَ الْخِيَامُ بذِي طُلوح

3 - كَمَيْتٍ يُزِيلُ اللُّبْدَ عَنْ حَالٍ مَتْنِهِ
4 - وَقفتُ عَلَى رُبْعِ لَمِيَّةٌ نَاقَتِي

 

(1) '...... Dan katakanlah jika aku benar, sungguh dia benar (jarir)"
(2) "Ketika kemah/tenda itu dzithulu'..
(3) "kuda merah padam yang dapat menggelincirkan bulu pelana duri punggungnya......"
(4) “Aku tahan untaku ditempat tinggal nona Lamiyah......'

Untuk bait pertama di atas, dalam sejarah dijelaskan bahwa letak shahid/contoh ialah ashaabaa, washlnya adalah alif yang berada setelah rawi.

98 Khuruj secara bahasa artinya keluar, dinamakn demikian karena huruf liin tersebut keluar dan melampaui ha' washal yang berada setelah rawi.

99 Ridf artinya yang membonceng, karena huruf mad tersebut membonceng pada rawi.

100 Kata-kata "contoh alif" dan selanjutnya merupakan penjabaran dari kata-kata “mad"
Dua contoh tersebut terdapat kelengkapan, untuk pertama Ajuz dan untuk kedua shadr. Sebagai berikut:

1 - وَهَلْ يَعُمَنْ مَنْ كَانَ فِي الْعُصُرِ الخَالِي
2 - طحَابِكَ قلت فِي الحِسان طُرُونُ

"Dan adakah ia menimpa orang-orang pada masa lampau?”.
“ Badanmu rusak lantaran hati yang selalu tergiur rindu ingin bertemu Hisan ... ... " .

101 Ta'sis artinya sendi atau dasar, dinamakan demikian karena alif tersebut mendahului semua huruf Qafiyah, maka seakan-akan ia pondasinya jika diserupakan dengan bangunan.

102 Letak contoh ialah pada Qarfiyah bait pertama, bait kedua disertakan hanyalah lanjutan ide syair yang terkandung

103 Dakhil artinya yang masuk, dinamakan demikian karena huruf tersebut masuk diantara alif ta'sis dan rawi, ia berada ditengah-tengahnya.

104 Misalnya harakat miim nya lafadz salimuu pada akhir bait di depan, rawi muthallak ialah rawi yang hurufnya hidup, muthallak artinya terlepaskan dalam mengucapkan tidak ditahan-tahan, maka karena diucapkan harakatnya dinamakan majraa', yang artinya diperlakukan. Dapat pula dikatakan rawi muthallak ialah rawi yang lazim diikuti oleh huruf washal baik alif, wawu atau ya' guna mengisyba’kan (mengenyangkan harakat rawi tersebut, misalnya pasa ashaaba, taribuu dan al kawaakibii.

Kebalikan dari rawi muthallak ialah rawi-rawi muqayyad, yaitu rawi yang hurufnya mati, muqayyad artinya terikat/terbundal, tidak lepas/bebas diucapkan lantaran mati/sukun tersebut. Majraa' boleh juga dibaca mujraa'. Majraa' dari madhi jaraa, dan mujraa dari ajraa

105 Nafaadz artinya terus/tembus, dinamakan demikian karena mutakallimin meneruskan harakat ha' washal ke huruf (yaitu alif, wawu atau ya') sebagaimana pada contoh dibawahnya

106 Hadzwu artinya yang diikutkan, dinamakan demikian karena harakat tersebut diikutkan pada qowafi agar supaya cocok dengan ridf

107 Isyba' artinya mengenyangkan, dinamakan demikian karena harakat tersebut mengenyangkan dan menguatkan dakhil terhadap posisi kedua temannya yang berada sebelum rawi, yaitu ta'sis dan ridf yang keduanya adalah mati.

Dari contoh yuwaafiquha sampai dengan saalimuu, arti dan kelengkapan dapat dilihat pada bait-bait dalam pembahasan kedua (huruf qofiyah) yang telah lewat, kecuali contoh tadaafu dan tathowalii, keduanya pada syair Nabiqah. Pertama berbahar thawil dan kedua rajaz, seperti berikut :

بَرِزْنَ أَلَا لَا سَيْرَهُنَّ التَّدَافُعُ * .............................

يَانَخْلُ ذَاتَ السِّدْرِ وَالْجَدَاول * تَطَاوَلِى مَا شِئْتِ إِنْ تَطَاوَلِي

"Ingat ketika wanita-wanita itu tampak/keluar, tak ada pertahanan perjalanan mereka itu”.
'Oh... pohon kurma yang bidara dan solokan-solokan memanjanglah sekehendakmu jika engkau bisa memanjang". 

108 Rassu artinya mendahului, dinamakan demikian karena harakat tersebut mendahului ta'sis. Dengan demikian harakat huruf tersebut adalah awal dari Qofiyah

109 Taujih artinya menghadap/mengarahkan, dinamakan demikian karena harakat sebelum huruf mati adalah harakat yang seperti huruf mati tersebut, maka seakan-akan rawi menghadapkan muka kesana

110 Pada bait tersebut ada ajuznya yaitu

لَيْسَ أَبُوهُ بِابْن عَمَّ أَمِّهِ :

“Ayahnya bukanlah anak paman ibunya”.

111 Maksudnya ialah bukan kerabat dekat, maka dalam agama maupun kebiasaan, anak hasil pernikahan dari kedua mempelai yang bukan kerabat dekat lazim punya kekuatan baik fisik maupun mental, lain halnya yang masih kerabat dekat maka lemah, penyair punya optimisme dalam keberhasilan anak mudah tersebut dalam menempuh cita-citanya

112 Untuk istilah mutakawis sampai dengan mutaradif, baiklah kita kemukakan artinya secara bahasa. Secara bahasa arti mutakawis = condong, Mutaraqib tersusun, Mutadarik menyusul, Mutawatir berturut-turut, Mutaradif = mengikuti dengan berurutan. Condong, karena keempat harakat itu salaing condong bersatu dalam satu rumpun. Tersusun, karena tiga harakat itu berjajar, menyusul, karena satu harakat yang akhir itu menyusul harakat yang didepannya. Berturut-turut, karena sukun yang kedua berada setelah huruf hidup, ia datang setelah sukun pertama dengan tenggang sedikit diselai satu huruf hidup, dan mengikuti dengan berurutan, karena sukun yang kedua mengikuti langsung sukun pertama dan keduanya berdampingan tanpa ada yang memisah

Dalam kitab lain, mutakawis dan selanjutnya itu diperuntukkan istilah tersendiri, yaitu untuk sifat-sifat Qafiyah atau nama-nama Qafiyah dan dikelompokkan pembahasan tersendiri. Maka jika demikian pembahasan ilmu Qawafi dalam kitab ini ada enam pembahasan

113 Catatan: untuk bahar basith dalam konteks termaksud ialah yang majzu' lantaran adanya ketentuan thayyu dan atau khabl, lainnya bebas ada yang lengkap dan ada yang majzu'

Akhir juz dari pada bahar-bahar tersebut sebagai berikut:

1. البسيط : مستفعلن
للرجز : مستفعلن
للكامل : متفاعلن


2- البسيط : مستفعلن
- للرجز : مستفعلن


- للرمل : فاعلان
للخفيف : فاعلاتن
- للخبب : فاعلن

Perhatikan bagian A yang belum terkena zihaf, maka qafiyahnya mutadarikah, dan yang telah terkena Zihaf, qafiyahnya mutarakibah. Dan bagian B yang belum terkena zihaf, maka qafiyahnya mutadarikah, dan yang telah terkena Zihaf, qafiyahnya mutakawisah. Akan tetapi secara lengkap untuk terakhir ini, yaitu adanya mutakawisah, mutarakibah dan mutadarikah. Lihat pada bait-bait tersebut berbahar rajaz masytur, ucapan pembunuh Husain bin Ali yaitu Yazid bin Muawiyah.

أملأ كابي فضة وَذَهَبًا
فقد قتلت الملك المحجبا
ومن يصلى القبلتين في الصبا
وخيرهم إذ يذكرون نسبا
قتلت خير الناس اما وابا

 

Qafiyah bait pertama dan keempat mutakawisah, kedua dan ketiga mutadarikah, dan yang kelima adalah mutarakibah
“Penuhilah kendaraanku dengan perak dan emas”. “Aku telah membunuh raja yang terhalang" .
"Dan orang yang ketika kecil sholat dua kiblat".
"Dan orang yang paling baik ketika mereka menyebut nasab (keturunan)".
“Aku telah membunuh orang yang paling baik ibu dan bapaknya".
 

114 Lihat lafadz As-Saari diulang, sedang artinyapun sama.

Perlu dikemukakan juga istilah itha sampai dengan sinad, secara bahasa arti Itha=cocok, tadhmin= menyimpang/ mencakup, iqwa'=berubah dan sunyi, ishraf=menjauh, ikfa'=membalik, Ijazah=melewati, dan_sinad=berbeda/tak_cocok/tak_sepakat. Pada_itha, karena cocoknya dua kata_baik lafadz atau maknanya, pada Tadhmin, karena penyair mencakupkan bait kedua pada bait pertama, pada iqwa', karena rawi berubah dan lengang dari harakat rawi pertama, pada ishraf, karena penyair menjauhkan hak rawi kedua dari rawi pertama, yang sebenarnya harus sama harakatnya pada ikhfa'. Karena penyair membalik/menukar huruf rawi kedua dari huruf yang telah ada pada rawi pertama. Pada ijazah, karena huruf rawi kedua perbedaan makhrajnya pada rawi pertama melewati batas. Dan pada sinad, karena perbedaan baik huruf ataupun harakat pada sebelum rawi.

115 Lafadz Annii adalah mubtada' (subyek) yang obyeknya ialah Shahittu yang berada pada bait sesudahnya, keduanya mutalazimah, saling berkait tak bisa dipisah-pisahkan. Seperti halnya fiil dengan fail, dan syarat dengan jawab.

116 Lafadz al-Ashaafhiiri dijerkan (dengan kasrah) karena menjadi mudhof ilaih dari kalimat Ahlam, sedangkan kalimat al-A’aashiiru dirafakkan (dengan dhommah) karena menjadi fail nafakhat

 117 Pada contoh pertama sebenarnya ada terusannya yaitu

مُشْتَبِهِ الأَعْلَامِ لَمَّاعِ الخُفِقْ

" ..... gunung-gunungnya serupa (tak kelihatan) lagi pula kilatnya mengkilab-kilab”. Dikatakan bahwa bait ini adalah Masyturur Rajaz.


LihatTutupKomentar