Qadiyah dalam Ilmu Mantiq
  
  Nama kitab: Terjemah Kitab Sullamul Munauraq 
  Judul asal: Al-Sullam al-Munawraq fi Ilm al-Mantiq, As-Sulam al-Munauraq fi
  Ilmil Mantiq (متن السلم المنورق) 
  Bidang studi: Ilmu Mantiq (logika)
  Pengarang: Abu Zaid Abdurrahman Al-Akhdari (أَبي زَيْدٍ عَبْدِ الرَّحْمنِ بنِ
  مُحَمَّدٍ الصَّغيرِ الأَخْضَرِيِّ)
  Judul kitab asal: مَتْنُ السُّـلَّمِ المُنَوْرَق في علم المنطق
  Penerjemah:
  Bidang studi: ilmu logika, filsafat
- Qodiyyah
- Sur / Kuantor
- Qadiyyah Hamliyyah
- Qodiyyah Syarthiyyah
- Tanaqudh
- Aks Mustawi
- Qiyas
- Syarat Qiyas Iqtirani
- Syakal
- Syarat Syakal
- Natijah
- Hukum Natijah
- Qiyas Istisna’i
- Natijah Dalam Qodiyah Munfasilah
- Lawahiqul Qiyas
- Istiqra’ Dan Tamsil
- Hujjah
- Tingkatan Hujjah
- Kesalahan Dalil
- Penutup
- Kembali ke: Terjemah Sullamul Munauraq (Ilmu Mantiq)
QODIYYAH
  
    50 ما احْـتَمَلَ الصِّدْقَ لِذاتِهِ جَرى بـَـيْـنَـهُـمُ قَضِـيَّـةً
    وَخَـبَـرا
    51 ثـــُـمَّ القَضَايا عِنْدَهُم قِسْمانِ شَرْطِيَّـةٌ حَمْلِيـَّــةٌ
    وَالثَّانـي
    52 كُـلِّـيَّـةٌ شَخْصِيَّـةٌ وَالأَوَّلُ إِمَّا مُسَوَّرٌ وَإِمَّا
    مُهْمَلُ
  1) Suatu lafadz yang dengan sendirinya (secara dzatiyah) memungkinkan benar
  (dan bohong) terlaku di kalangan ulama ahli Mantiq dengan sebutan gadhiyah dan
  khabar
2) Kemudian menurut mereka, gadhiyah ada dua pembagian:
  yaitu gadhiyah syarthiyah dan gadhiyah harnliyah. Dan gadhiyah yang ke dua
  (hamliyah)…
3) …terbagi menjadi gadhiyah kulliyah dan gadhiyah
  syakhshiyah. Dan yang pertama (kulliyah) adakalanya musauwwar dan adakalanya
  muhrnal,
  
  
  
      SUR / KUANTOR
    
  
  
    53 وَالسُّورُ كُلِّيَّاً وَجُزْئِيَّاً يُرَى وَأَرْبَعٌ أَقْسَامُهُ حَيْثُ
    جَرى
    54 إِمَّا بِكُلٍّ أَوْ بِبَعْضٍ أَوْ بلا شَيْءَ وَلَيْسَ بَعْضْ أَوْ
    شَبَــهٍ جَلا
   
  1) Sur diketahui adakalanya kulliy dan adakalanya juz’iy. Dan pembagian sur
  ada empat macam, dalam setiap posisi diberlakukannya sur.
2)
  Adakalanya menggunakan lafadz atau atau dengan dan atau lafadz yang jelas
  serupa.
  
  QADIYYAH HAMLIYYAH 
   
   55 وَكُـلُّها مُوجـِبَـةٌ وَسالـِـبَـةْ فَهْيَ إِذاً إِلى الثَّـمانِ
    آيــِبَـةْ
    56 وَإِنْ عَلى التَّعْليقِ فيها قَدْ حُكِمْ فَإِنَّها شَرْطِيَّةٌ وَ
    تَــنْـقَسِـمْ
  1) Dan keseluruhan dari beberapa gadhiyah di atas (syakhshiyah, kulliyah
  musawuwar kulli, kulliyah musawwar juz’iy dan muhmalah) adakalanya mujab
  (kalimat positif) dan salibah (kalimat negatif). Maka dari itu gadhiyah
  harnliyah kembali menjadi delapan macam.
2) Juz pertama dalam
  susunan gadhiyah hamliyah disebut mawdhu’ dan juz akhir disebut dengan mahmul.
  Dan (keduanya) sama menyertai.
  QODIYYAH SYARTHIYYAH 
   
  57 أَيْضاً إِلى شَرْطِيَّـةٍ مُتــَّصِلَـةْ وَمِثـْــلُـهـا شَرْطِيَّـةٌ
    مُـنْـفَصِلةْ
    58 جُزْ آهُما مُقَدَّمٌ وَتاليْ أمَّا بَـيَانُ ذاتِ الاتِّـصَالِ
    59 ما أَوْجَبَتْ تَلازُمَ الجُزْأَيْنِ وَذاتُ الانــــْـفِصالِ دُونَ
    مَيْنِ
    60 ما أَوْجَبَتْ تَـنَافُراً بَيْـنَهُما أَقْسامُها ثَلاثَةٌ
    فَـلْـتـــُـعْـلَما
    61 مانِعُ جَمْعٍ أَوْ خُلُوٍّ أَوْ هُمَا وَهْوَ الحَقِيقِيُّ الأَخَصُّ
    فَاعْـلَـما
  1) Jika dalam gadhiyah yang dihukumi adalah unsur pengkaitan (satu sisi
  gadhiyah dengan yang lain), maka gadhiyah tersebut disebut dengan syarthiyah.
  Dan gadhiyah syarthiyah ini terbagi …
2) …juga menjadi gadhiyah
  syarthiyah muttashilah. Dan yang menyamai adalah adalah gadhiyah syarthiyah
  munfashilah.
3) Dua bagian (juz) penyusun dari dua gadhiyah
  tersebut adalah mugaddam dan tily. Adapun penjelasan dari gadhiyah muttashilah
  adalah…
4) …gadhiyah yang menetapkan saling beriringan
  (kebersamaan) antara dua bagian (juz) penyusun gadhiyah. Dan tanpa berbohong,
  gadhiyah munfashilah adalah…
5) … gadhiyah yang menetapkan saling
  menafikan (mentiadakan) antara mugaddam dan tily. Dan pembagian gadhiyah
  munfashilah ada tiga, maka sebaiknya diketahui.
6) Yaitu manik
  jamik (mencegah berkumpul), miani’u khulwin (mencegah ketiadaan), mini’u
  jam’in wa khulwin (mencegah berkumpul dan ketiadaan). Jenis yang ketiga adalah
  yang hakiki dan yang lebih khusus, maka ketahuilah!
       
  
  TANAQUDH 
   
  فَصْلٌ في التــَّناقُضِ
    
    62 تَـنَاقُضٌ خُلْفُ القَضِيَّـتــَـيْنِ فِـيْ كَـيْفٍ وَصِدْقُ واحِدٍ
    أَمْرٌ قُـفِيْ
    63 فَإِنْ تَــكُنْ شَخْـصِيَّةً أَوْ مُـهْمَلَةْ فَنَـقْضُها بِالْكَـيْفِ
    أَنْ تُـبَدِّ لَـهْ
    64 وَإِنْ تـَـكُنْ مَحْصُورَةً بـــِـالسُّورِ فَانْـقُضْ بِـضِدِّ سُورِها
    المَذْكُورِ
    65 فَإِنْ تَكُنْ مُوجـِِـبَـةً كُــلِّـيَّـةْ نــَقِيضُها سَالِبَةٌ
    جُــزْئِيَّةْ
    66 وَإِنْ تَكُنْ سَالِبةً كُــلِّــيَّـةْ نَـقِيضُها مُوجِبَـة ٌ
    جُـزْئِيَّةْ
  
1) Tanaqudh (perlawanan) adalah perbedaan antara dua gadhiyah dalam segi
  kaif (positif-negatif) dan kebenaran salah satunya (serta kebohongan yang
  lain) merupakan perkara yang diikuti.
2) Apabila qadhiyah tersebut
  berbentuk syakhshiyah atau muhmalah, maka perlawanannya dari segi kaif adalah
  dengan kamu mengganti kaif dari gadhiyah tersebut.
3) Jika gadhiyah
  tersebut dibatasi dengan siir maka perlawanannya adalah dengan menggunakan
  kebalikan dari stir gadhiyah tersebut.
4) Dan jika gadhiyah
  tersebut berbentuk mujabah kulliyah, maka perlawanannya adalah salibah
  juz’iyah.
5) Kemudian apabila berbentuk salibah kulliyah, maka
  perlawanannya adalah mujabah juz tyah.
       
 
  AKAS MUSTAWI 
   فَصْلٌ في العَكْسِ المُسْتــَويْ
    
    67 العَكْسُ قَـلْبُ جُزْأَيِ القَضِيَّةْ مَعَ بَقَاءِ الصِّدْقِ
    وَالكَيْـفِـيَّةْ
    68 وَالكَمِّ إِلاّ المُوجِبَ الكُـلِّـيَّـةْ فَعَوَّضُوها المُوجِبَ
    الجـُــزْ ئِـيَّـةْ
    69 وَالعَــكْــسُ لازِمٌ لـِغَـيْرِ مَا وُجِدْ بِهِ اجْتِـمَاعُ
    الخِسَّـتـَيْنِ فَاقْـتَـصِدْ
    70 وَالعَــكْــسُ في مُرَ تَّبٍ بِالطَّـبْع ِ وَ لَيْسَ في مُرَ تَّبٍ
    بِـالوَضْع ِ
   
1) ‘Aks mustawi adalah membalik dua juz gadhiyah disertai
  tetapnya kebenaran dan kaifiyah (ijab-salb).
2) Serta tetapnya kamm
  (kulliyahjuz’iyyah), kecuali kamm mujabah kuliyyah, maka ahli Mantiq
  menggantinya dengan mujabah juz’iyyah.
3) “Aks mustawi adalah
  kelaziman pada (setiap gadhiyah), selain bentuk yang di dalamnya terkumpul dua
  perkara yang rendah (juz’iyyah dan salibah), maka berbuat adillah dalam segala
  hal.
4) Dan menyamai bentuk yang terkumpul dua hal yang rendah
  adalah muhmalah salibah, karena bentuk ini kekuatan maknanya menyamai
  juz’iyyah salibah.
5) ‘Aks secara istilah dijumpai dalam susunan
  yang bersifat fhab’iy (karakteristik) dan ‘aks tidak dijumpai dalam susunan
  yang bersifat wadl’iy (penyebutan pembicara).
  
  QIYAS 
  بابٌ في القــِيَاسِ
    
    71 إِنَّ القِياسَ مِنْ قَضايا صُوِّرا مُسْـــتَـلْزِماً بِالذَّاتِ قَوْلاً
    آخَرا
    72 ثُــمَّ القِيَاسُ عِنْدَهُمْ قِسْمَانِ فَمِنْهُ مَا يُدْعى
    بِالاقْتِـراني
    73 وَهْوَ الَّذي دَلَّ على النَتيجَةِ بِقُوَّة ٍوَاخْتــَـصَّ
    بالحَمْــلِـيَّـةِ
    74 فَإِنْ تُرِدْ ترْكيـبَهُ فَرَكِّبا مُـقَـدِّماتِهِ عَلى مَا وَجَبَا
    75 وَرَ تِّـبِ المُقَدِّماتِ وَانْـظُرا صَحِيحَهَا مِنْ فَاسِدٍ
    مُخْـتَـبِـرا
    76 فَإِنَّ لازِمَ المُقَدِّماتِ بِحَسَبِ المُقَدِّماتِ آتِ
 
  
1) Sesungguhnya qiyas adalah ucapan atau pemikiran yang tersusun dengan
  bentuk tertentu dari beberapa gadhiyah dan dengan pendirinya (dzatiyah)
  menetapkan ucapan lain.
2) Kemudian giyas menurut ahli Mantiq ada
  dua macam. Termasuk di antaranya ada yang dinamakan igtirari.
3)
  (Qiyas igtirani) adalah giyas yang menunjukkan pada natijah (kesimpulan)
  dengan maknanya. Dan giyas igtirani tertentu hanya dalam gadhiyah harliyah.
4)
  Apabila kamu menghendaki menyusun giyas, maka susunlah
  mukaddimah-mukaddimahnya sesuai ketentuan yang diharuskan.
5)
  Urutkanlah beberapa mukaddimah dan kajilah yang shahih dan yang fasid dengan
  melakukan uji coba (eksperimen).
6) Karena kelaziman (kesimpulan)
  dari beberapa mukaddimah akan muncul menyesuaikan mukaddimah-mukaddimahnya.
  
  
  SYARAT QIYAS IQTIRANI 
   77 وَما مِنَ المُقَدِّماتِ صُغْرَى فَيَجِبُ انْدِراجُها فِي الْكُـبْرى
    78 وَذاتُ حَدٍّ أَصْغَرٍ صُغْراهُما وَذاتُ حَدٍّ أَكْـبَـرٍ كُبْراهُما
    79 وَأَصْغَرٌ فَذاكَ ذُو انْدِراجِ وَوَسَطٌ يُلْغَى لَدَى الإِنْـتـاجِ
  
1) Mukaddimah yang berbentuk shughra dari beberapa mukaddimah yang ada,
  maka had ashghar-nya wajib termuat dalam pemahaman had awsath dari mukaddimah
  kubra.
2) Mukaddimah yang memiliki had ashghar adalah yang disebut
  shughra dari keduanya. Sedangkan yang memiliki had akbar adalah yang disebut
  kubra dari keduanya.
3) Dengan demikian, had ashghar termuat dalam
  pemahaman had akbar (karena termuat dalam awsath-nya). Dan wasath (awsath)
  kemudian ditinggalkan saat mencetuskan natijah.
  
  
  SYAKAL 
  
فَصْلٌ في الأَشْكالِ
    
    80 الشَّكْلُ عِنْدَ هؤُلاءِ النَّاسِ يُطْـلَـقُ عَنْ قَضِيَّـتَيْ
    قِـيَاسِ
    81 مِنْ غَيْرِ أَنْ تُعْـتَـبَرَ الأَسْوارُ إِذْ ذَاكَ بِالضَّرْبِ لَهُ
    يُشَارُ
    82 وَلِلْمُقَدِّماتِ أَشْـكَالٌ فَـقَــطْ أَرْبَـعَــةٌ بِحَسَبِ الحَـدِّ
    الوَسَـطْ
    83 حَمْلٌ بِصُغْرَى وَضْعُهُ بِكُبْرَى يُدْعَى بِشَكْلٍ أَوَّلٍ وَيُدْرَى
    84 وَحَمْلُهُ فِي الْكُلِّ ثَانِياً عُرِفْ وَوَضْعُهُ فِي الْكُلِّ ثَالِثَاً
    أُلِفْ
    85 وَرَابِعُ الأَشْكَالِ عَكْسُ الأَوَّلِ وَهْيَ عَلى التَّرْتِيبِ فِي
    التَّـكَمُّلِ
  1) Syakal menurut ahli Mantiq diucapkan atas sebuah bentuk yang dihasilkan
  dari susunan dua gadhiyah giyas…
2) …dengan tanpa (disyaratkan)
  mempertimbangkan beberapa sir. Karena apabila mempertimbangkan beberapa siir,
  maka bentuk tersebut diidentifikasi (disebut) dengan nama dharb.
3)
  Dalam beberapa mukaddimah (dua mukaddimah) terdapat bermacam syakl yang hanya
  berjumlah empat, sesuai had wasatli-nya.
4) Menjadikan had wasath
  sebagai mahmul pada mukaddimah shughira dan menjadi mawdhu’ pada mukaddimah
  kubra disebut syakl pertama. Dan hal tersebut bisa difahami.
5)
  Menjadikan had wasath sebagai inahmul pada kedua mukaddimah disebut syakl
  kedua. Dan menjadikan had wasath sebagai mawdhu’ pada kedua mukaddimah disebut
  syakl ketiga.
6) Bentuk keempat dari syakl adalah kebalikan syakl
  pertama. Dan peringkat kesempurnaan syakl adalah sesuai dengan urutan ini.7)
  Apabila berpindah dari urutan (ada pengulangan had wasath) semacam ini, maka
  giyas akan menjadi rusak runtutannya…
  
  
  SYARAT SYAKAL 
   
86 فَحَيْثُ عَنْ هذا النِّظَامِ يُعْدَلُ فَفَاسِدُ النِّظَام ِأَمَّا
    الأَوَّلُ
    87 فَشَرْطُهُ الإِيْجَابُ فِي صُغْرَاهُ وَأَنْ تُرَى كُـلِّـيَّـةً
    كُبْرَاهُ
    88 وَالثَّانِ أَنْ يَخْـتَـلِفا فِي الْكَـيْـفِ مَعْ كُـلِّـيَّةِ الْكُبْرَى
    لَهُ شَرْطٌ وَقَعْ
    89 وَالثَّالِثُ الإِيْجَابُ فِي صُغْرَاهُمَا وَأَنْ تُرَى كُـلِّـيَّـةً
    إِحْدَاهُمَا
    90 وَرَابِعٌ عَدَمُ جَمْعِ الخِسَّتَيْنْ إِلاّ بِصُورَةٍ فَفِيها
    يَسْتَبينْ
    91 صُغْرَاهُمَا مُوجِبَةٌ جُزْئِيَّةْ كُبْرَاهُمَا سَالِبَةٌ
    كُـلِّـيَّـةْ
    92 فَمُنْتِـجٌ لِأَوَّلٍ أَرْ بَـعَـةٌ كَالثَّانِ ثُمَّ ثَالِثٌ
    فَسِــــتَّـةٌ
    93 وَرَابِعٌ بِخَمْسَةٍ قَدْ أَنْـتَجَا وَغَيْرُ مَا ذَكَرْتُهُ لَمْ
    يُـنْـتِجا
  
1) ….. Kemudian membahas syakl pertama…
2) ..maka
  syaratnya mukaddimah shughra harus mujabah dan mukaddimah kubra-nya diketahui
  berbentuk kulliyah.
3) Dan syakl kedua, syarat yang ada adalah
  kedua mukaddimahnya berbeda dalam segi kaif-nya (ijab dan salb) serta
  mukaddimah kubra harus berbentuk kuliyyah.
4) (Syarat) syakl ketiga
  adalah ijab dalam mukaddimah shughra dan diketahui salah satu dari kedua
  mukaddimah harus berbentuk kuliyyah.
5) Syakl keempat (disyaratkan)
  tidak berkumpulnya dua perkara yang rendah (juz’iyyah dan salibah), kecuali
  dalam satu bentuk, maka dalam bentuk ini jelas terkumpul dua perkara yang
  rendah.
6) (Satu bentuk di atas) adalah mukaddimah shughra berupa
  mujabahjuz’iyyah, dan mukaddimah kubra berupa salibah-kuliyyah.
7)
  Maka yang mencetuskan natijah dari syakl pertama ada empat macam dharb,
  seperti syakl kedua. Kemudian dari syak! ketiga ada enam macam dharb.
8)
  Syakl keempat mencetuskan natijah dengan lima macam dharb. Dan selain yang
  telah aku sebutkan, tidak dapat mencetuskan natijah.
  
  
  NATIJAH 
1) Dharb yang
  mencetuskan natijah dari syakl pertama ada empat, ambillah dengan
  berurutan.
2) Mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah
  kubra kuliyyah mujabah, akan mencetuskan natijah kuliyyah mujabah. Apabila
  (mukaddimah shughra kuliyyah mujabah) diberengi mukaddimah kubra kuliyyah
  salibah, maka kuliyyah salibah pantas menjadi natijahnya.
3)
  Mukaddimah shughra juz’iyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah,
  akan mencetuskan natijah juz’iyyah mujabah, Dan mukaddimah shughra juz’iyyah
  mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah, akan mencetuskan natijah juz
  tyyah salibah.
4) Syakl kedua (dharb yang dapat mencetuskan
  natijah) juga ada empat. Mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah
  kubra kuliyyah salibah, atau sebaliknya (mukaddimah shughra kuliyyah salibah,
  lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah), maka (keduanya) akan mencetuskan
  natijah kuliyyah salibah. Maka fikirkanlah!
5) Mukaddimah shughra
  juz’iyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah, dan mukaddimah
  shughra juz’iyyah salibah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah, maka bagi
  keduanya juz’iyyah salibah menjadi natijahnya. Maka jadilah orang yang
  berusaha memahami!
6) Syakl ketiga (dharb yang dapat mencetuskan
  natijah) ada enam. Yaitu, mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah
  kubra kuliyyah mujabah, dan mukaddimah shughra juz’iyyah mujabah, lalu
  mukaddimah kubra kuliyyah mujabah, serta sebaliknya (mukaddimah shughra
  kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra juz’iyyah mujabah) maka ucapkan bahwa
  (ketiganya) akan mencetuskan natijah juz Tyyal mujabah.
7)
  Mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah,
  dan mukaddimah shughra juz’iyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah
  salibah, serta mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, diikuti mukaddimah kubra
  juz’iyyah salibah, maka natijah (ketiganya) adalah juz’iyyah salibah. Maka
  ikutilah!.
8) Syakl keempat (dharb yang dapat mencetuskan natijah)
  ada lima. Yaitu, mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra
  kuliyyah mujabah, dan mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah
  kubra juz’iyyah mujabah, maka natijah (keduanya) adalah juz’iyyah mujabah. Dan
  jangan kamu bertempat (berhenti)!
9) Mukaddimah shughra kuliyyah
  salibah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah, dan sebaliknya (mukaddimah
  shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah), maka
  juz’iyyah salibah adalah natijahnya. Kemudian mukaddimah shughra juz’iyyah
  mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah, maka natijahnya adalah juz
  ‘iyyah salibah. Maka sungguh fahamilah dan dapatkanlah!
  
  HUKUM NATIJAH 
   
94 وَتَـتْـبَعُ النَّـتِيجَةُ الأَخَسُّ مِنْ تِلْكَ المُقَدِّماتِ هكَذا
    زُكِنْ
    95 وَهذِهِ الأَشْكالُ بِالحَمْلِيِّ مُخْـتَصَّـةٌ وَلَيْسَ بِالشَّرْطِيِّ
    96 وَالحَذْفُ في بَعْضِ المُقَدِّماتِ أَوْ النَّـتـيـجَةِ لِعِلْمٍ آتِ
    97 وَتَـنْـتَهي إِلى ضَرُورَةٍ لِمَا مِنْ دَوْرٍ أَوْ تَسَلْسُلٍ قَدْ
    لَزِمَا
   
1)
  Natijah selalu mengikuti mukaddimah yang nilainya rendah dari beberapa
  mukaddimah yang ada. Demikian ini sudah diketahui adanya.
2)
  Beberapa syakl ini tertentu berada dalam gadhiyah hamliyah, dan tidak ada
  dalam gadhiyah syarthiyyah.
3) Pembuangan dalam sebagian mukaddimah
  atau natijah datang (ada), karena (bagian yang terbuang) sudah diketahui.
4)
  Mukaddimah-mukaddimah (yang tersusun) harus sampai pada titik dharuri (pasti
  dan bisa diterima). Karena (jika tidak), daur dan tasalsul akan tetap
  (terjadi). 
  
  QIYAS ISTISNA’I 
   
فَصْلٌ في الاستثنائي
    
    98 وَمِنْهُ مَا يُدْعَى بِالاسْتِـثْـناءِ يُعْرَفُ بِالشَّرْطِ بِلا
    امْتِرَاءِ
    99 وَهْوَ الَّذِي دَلَّ عَلَى النَّـتِـيْجَةِ أَوْ ضِدِّها بِالفِعْلِ لا
    بِالقُوَّةِ
    100 فَإِنْ يَكُ الشَّرْطِيُّ ذَا اتِّصَالِ أَنْتَجَ وَضْعُ ذَاكَ وَضْعَ
    التَّالِي
    101 وَرَفْعُ تَالٍ رَفْعَ أَوَّلٍ وَلا يَلْزَمُ فِي عَكْسِهِمَا لِمَا
    انْجَلَى
  1) Dan sebagian giyas ada yang disebut istitsna’i, dan dikenal juga dengan
  nama syarthi dengan tanpa keraguan.
2) Istitsna’i adalah giyas yang
  menunjukkan natijah atau kebalikannya secara nyata, tidak secara makna.
3)
  Apabila gadhiyah syarthiyyah berbentuk muttashil, maka peng-itshat-an mugaddam
  (pada gadhiyah istitsna’iyyah) akan mencetuskan natijah peng: itsbat-an
  taly.
4) Dan pe-nafi-an taly (pada gadhiyah istitsna’iyyali) akan
  menetapkan natijah pe-nafi-an mugaddami. Dan tidak serta merta natijah dapat
  dihasilkan dari kebalikan keduanya, karena alasan yang jelas.
  
  NATIJAH DALAM QODIYAH MUNFASILAH 
   
  102 وَإِنْ يَكُنْ مُنْفَصِلاً فَوَضْعُ ذا يُـنْـتِـجُ رَفْعَ ذَاكَ
    وَالعَكْسُ كَذا
    103 وَذَاكَ فِيْ الأَخَصِّ ثُمَّ إِنْ يَكُنْ مَانِعَ جَمْعٍ فَبِوَضْع ِذَا
    زُكِنْ
    104 رَفْعٌ لِذَاكَ دُونَ عَكْسٍ وَإِذَا مَانِعَ رَفْعٍ كَانَ فَهْوَ عَكْسُ
    ذَا
  
1) Dan apabila gadhiyah syarthiyyah berbentuk munfashil, maka
  peng-itsbatan satu sisi dari gadhiyah akan mencetuskan natijah pe-nafi-an sisi
  yang lain. Demikian pula sebaliknya.
2) Dan kaidah tersebut berlaku
  dalam gadhiyah munfashil yang paling khusus. Kemudian apabila gadhiyah
  munfashil berbentuk mani’u jam’in, maka dengan mengz-itsbat-kan satu sisi
  dapat diketahui….
3) ….pe-ngfi-an sisi yang lain, tidak sebaliknya.
  Dan apabila berbentuk mani’u rafin (khulwin), maka hal ini (kaidah pencetusan
  natijah-nya) kebalikan dari kaidah tersebut (pada mani’u jam’in).
  
  
  LAWAHIQUL QIYAS 
  
    لَـوَاحِقُ القِيَاسِ
    
    105 وَمِنْهُ مَا يَدْعُونَهُ مُرَكَّبَا لِكَوْنِهِ مِنْ حُجَجٍ قَدْ
    رُكِّـبَـا
    106 فَرَكِّـبَـنْـهُ إِنْ تُرِدْ أَنْ تَعْـلَـمَـهْ وَاقْـلِـبْ نَـتِـيْجَةً
    بِهِ مُقَدِّمَةْ
    107 يَلْزَمُ مِنْ تَرْكِيْـبِـهَا بِأُخْرَى نَـتِـيْـجَـةٌ إِلَى هَـلَـمَّ
    جَرَّا
    108 مُتَّصِلَ النَّـتَـائِج ِالَّذِي حَوَى يَكُونُ أَوْ مَفْصُولَـها كُلٌّ
    سَوَا
  
1) dari gias, ada yang oleh ulama Mantiq disebut giyas murakkab. Karena
  (giyas ini) tersusun dari beberapa hujjali (giyas).
2) Maka sungguh
  susunlah giyas tesebut, apabila kamu ingin mengetahuinya. Dan jadikanlah
  natijah di dalamnya, menjadi mukaddimah (shughra)…
3) …dimana dari
  penyusunan mukaddimah ini bersama mukaddimah lain dengan sendirinya akan
  menghasilkan natijah, begitu seterusnya.
4) Natijah muttashil
  (maushul) adalah giyas murakkab yang memuat (menyebutkan) beberapa natijah.
  Atau (kebalikannya) adalah natijah mafshul. Dan masing-masing sama-sama
  menghasilkan tujuan.
  
  
  ISTIQRA’ DAN TAMSIL 
   
  109 وَإِنْ بِجُزْئِيٍّ عَلَى كُـلِّيْ اسْتُدِلْ فَذَا بِالاسْتِقْرَاءِ
    عِنْدَهُمْ عُقِلْ
    110 وَعَكْسُهُ يُدْعَى القِيَاسُ المَنْطِقِيْ وَهْوَ الَّذِيْ قَدَّمْـتُـهُ
    فَحَـقِّـقِ
    111 وَحَيْثُ جُزْئِيٌّ عَلَى جُزْئِيْ حُمِلْ لِجَامِعٍ فَذَاكَ تَمْثِيْلٌ
    جُعِلْ
    112 وَلا يُفِيْدُ القَطْعَ بِالدَّلِيْلِ قِيَاسُ الاسْتِقْرَاءِ
    وَالتَّمْثِيْلِ
  
1) Apabila perkara juz’iy digunakan sebagai dalil atas perkara kully,
  maka hal ini menurut ahli Mantiq dikenal dengan istigra’.
2) Dan
  kebalikan dari istigra’ disebut giyas manthigi, yakni giyas yang sudah aku
  sebutkan di depan. Maka nyatakanlah perbedaannya!
3) Dan seandainya
  perkara juz’iy disamakan hukumnya dengan perkara juz’iy yang lain karena
  adanya titik persamaan, maka hal itu dijadikan sebagai tamtsil.
4)
  Oiyas istigra’ dan tamtsil tidak berfaidah menjadikan sebuah natijah dari
  sebuah dalil menjadi gath’i (pasti).
  
  
  HUJJAH 
   
  أَقــْسامُ الحُجَّةِ
    
    113 وَحُجَّةٌ نَـقْـلِـيَّـةٌ عَـقْـلِـيَّـةْ أَقْسَامُ هَذِي خَمْسَةٌ
    جَـلِـيَّـةْ
    114 خِطَابَةٌ شِعْرٌ وَبُرْهَانٌ جَدَلْ وَخَامِسٌ سَفْسَطَةٌ نِلْتَ
    الأَمَلْ
  
1) Hujjah, adakalanya nagliyyah dan “agliyyah, Sedangkan pembagian
  hujjah ‘agliyyah ini ada lima macam secara jelas.
2) Khithabah,
  Syi’ir, Burlian, jadal, dan yang kelima adalah safsatah. Maka kamu akan
  mendapatkan pengharapanmu.
  
  
  TINGKATAN HUJJAH (ARGUMEN)
   
  115 أَجَـلُّـهَا الْـبُرْهَانُ مَا أُلِّفَ مِنْ مُقَدِّمَاتٍ بِاليَقِـيْنِ
    تَـقْـتَرِنْ
    116 مِنْ أَوَّلِيَّاتٍ مُشَاهَدَاتِ مُجَرَّبَاتٍ مُتَوَاتِرَاتِ
    117 وَحَدَسِيَّاتٍ وَمَحْسُوسَاتِ فَتِلْكَ جُمْـلَـةُ
    اليَقِـيْـنِـيَّـاتِ
    118 وَفِيْ دَلالَةِ المُقَدِّمَاتِ عَلَى النَّـتِـيْجَـةِ خِلافٌ آتِ
    119 عَقْلِيٌّ أَوْ عَادِيٌّ أَوْ تَــَولُّدُ أَوْ وَاجِـبٌ وَالأَوَّلُ
    المُــؤَيـَّـدُ
   
1) Hujjah paling kuat
  adalah burhan. Yaitu giyas yang disusun dari beberapa mukaddimah yang
  dibarengi yagin (keyakinan).
2) (Mukaddimah bersifat yakin) ini
  dihasilkan dari awwaliyyat, musyahadat, mujarrabat, mutawattirat….
3)
  …. hadasiyyat, dan mahsusat. Itulah kumpulan dari mukaddimah bersifat
  yakin.
4 Dan tentang menunjukkannya (keyakinan dan dugaan) pada
  mukaddimah, atas (keyakinan dan dugaan) pada natijah, terdapat perbedaan
  pendapat…
5) (Pendapat pertama) bersifat ‘agli, atau (kedua) ‘adiy,
  atau (ketiga) atau (keempat) wajib. Dan dapat dikuk ( pat) waj (pendapat)
  pertama adalah yang dikukuhkan
  
  
  KESALAHAN DALIL 
  
    120 وَخَطَأُ الْـبُرْهَانِ حَيْثُ وُجِدَا فِيْ مَادَّةٍ أَوْ صُورَةٍ
    فَالمُبْـتَـدَا
    121 فِيْ اللَّفْظِ كَاشْتِرَاكٍ أَوْ كَجَعْلِ ذَا تَبَايُنٍ مِثْلَ
    الرَّدِيْفِ مَأْخَذَا
    122 وَفِيْ المَعَانِيْ كَالْتِبَاسِ الكَاذِبَةْ بِذَاتِ صِدْقٍ فَافْهَمِ
    المُخَاطَبَةْ
    123 كَمِثْلِ جَعْلِ العَرَضِيْ كَالذَّاتِيْ أَوْ لازِمٍ إِحْدَى
    المُقَدِّمَاتِ
    124 وَالحُكْمِ لِلْجِنْسِ بِحُكْمِ النَّوْعِ وَجَعْلِ كَالقَطْعِـيِّ غَيْرِ
    القَطْعِيْ
    125 وَالثَّانِ كَالخُرُوجِ عَنْ أَشْكَالِهِ وَتَرْكِ شَرْطِ النَّــتْـجِ
    مِنْ إِكْمَالِهِ
  1) Kesalahan burhan sekiranya dijumpai, adakalanya terjadi dalam madah
  (penyusun) atau dalam shurah (bentuk). Bagian pertama….
2)
  …adakalanya) pada sisi lafadz, seperti isytirak (persekutuan makna), atau
  seperti menjadikan lafadz yang berbeda maknanya (tabayun) menyamai lafadz yang
  semakna (muradif) dari sisi pengambilannya.
3) Dan pada sisi makna,
  karena keserupaan gadliyah yang mengandung kebohongan dengan gadliyah yang
  benar. Maka pahamilah bahasa perkataannya.
4) Seperti menjadikan
  ‘aradli seperti dzati. Atau menjadikan natijah menyamai salah satu dari
  beberapa mukaddimahnya.
5) Dan menghukumi jenis dengan hukum nau’.
  Serta menjadikan selain gath’i seperti gath’i.
6) Kesalahan yang
  kedua (shurah / bentuk) adalah seperti keluar dari beberapa syakl dari giyas.
  Dan meninggalkan syarat dalam pencetusan natijah, merupakan penyempurna dari
  kesalahan shurah.
  
  PENUTUP 
   خَاتــــــِمَةٌ
    
    126 هَذا تَمَامُ الغَرَضِ المَقْصُودِ مِنْ أُمَّهَاتِ المَنْطِقِ
    المَحْمُودِ
    127 قَدِ انْـتَـهَى بِحَمْدِ رَبِّ الفَـلَـقِ مَا رُمْـتُـهُ مِنْ فَنِّ
    عِلْمِ المَنْطِقِ
    128 نَظَمَهُ العَبْدُ الذَّلِيْلُ المُـفْـتَـقِرْ لِرَحْمَةِ المَوْ لَى
    العَظِيْمِ المُقْـتَـدِرْ
    129 الأَخْضَرِيُّ عَابِدُ الرَّحْمنِ المُرْتَجِيْ مِنْ رَبِّـهِ
    المَـنَّـانِ
    130 مَغْفِرَةً تُحِيْطُ باِلذُّنُوبِ وَتَكْشِفُ الغِطَا عَنِ القُـلُـوبِ
    131 وَأَنْ يُثِـيْـبَـنَـا بِجَـنَّـةِ العُـلَـىْ فَإِنَّهُ أَكْرَمُ مَنْ
    تَفَضَّلا
    132 وَكُنْ أَخِيْ لِلْمُـبْـتَدِيْ مُسَامِحَا وَكُنْ لإِصْلاحِ الفَسَادِ
    نَاصِحَا
    133 وَأَصْلِحِ الفَسَادَ بِالتَّـأَمُّلِ وَإِنْ بَدِيْهَةً فَلا
    تُـبَـدِّلِ
    134 إِذْ قِيْلَ كَمْ مُزَيِّفٍ صَحِيْحَاً لأَجْلِ كَوْنِ فَهْمِهِ
    قَبِيْحَا
  
1) Bab penutup ini adalah penyempurna tujuan yang dimaksud dari
  dasar-dasar manthig yang terpuji.
2) Sungguh telah selesai, dengan
  memuji Tuhan Penguasa Subuh, apa yang aku inginkan dari cabang ilmu
  manthig.
3) Yang telah disyairkan oleh seorang hamba yang hina, dan
  amat membutuhkan rahmat dari Pemberi Nikmat, Yang Maha Agung dan Maha
  Kuasa.
4) Seorang dari wilayah Akhdhar, yang menyembah Allah Yang
  Maha Pengasih, dan mengharap dari Tuhannya yang Maha Memberi Nikmat…
5)
  ..pengampunan yang menghilangkan semua dosa dan membuka penutup hati,
6)
  Dan (mengharap) Dia membalasku dengan surga yang tinggi. Karena Allah swt
  Pemberi Anugerah Paling Mulia,
7) Jadilah, wahai saudaraku, orang
  yang memudahkan bagi mubtadi’ (pemula), Dan jadilah orang yang mengharapkan
  kebaikan dalam membenarkan kesalahan.
8) Perbaikilah kesalahan
  dengan melalui analisa, dan jika hanya sekilas pandang saja, maka janganlah
  kamu menggantinya.
9) Karena telah diterangkan, “Banyak ditemukan
  orang memalsukan ucapan benar, lantaran sebab jeleknya pemahaman yang ia
  miliki”.
  135 وَقُلْ لِمَنْ لَمْ يَنْـتَـصِفْ لِمَقْصِدِيْ العُذْرُ حَقٌّ وَاجِبٌ
    لِلْمُـبْـتَدِيْ
    136 وَلِبَنيْ إِحْدَى وَعِشْرِيْنَ سَـنَـةْ مَعْذِرَةٌ مَقْـبُولَةٌ
    مُسْــتَـحْسَـنَـةْ
    137 لا سِيَّمَا فِيْ عَاشِرِ القُرُونِ ذِيْ الجَهْلِ وَالفَسَادِ
    وَالفُـتُـونِ
    138 وَكَانَ فِيْ أَوَائِلِ المُحَرَّمِ تَأْلِيْـفُ هَذا الرَّجَزِ
    المُـنَـظَّـمِ
    139 مِنْ سَــنَـةِ إِحْدَى وَأَرْبَعِيْنْ مِنْ بَعْدِ تِسْعَةٍ مِنَ
    المَئِيْـنْ
    140 ثُمَّ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ سَرْمَدَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ خَيْرِ مَنْ
    هَدَى
    141 وَآلِهِ وَصَحْبِهِ الثِّـقَاتِ السَّالِكِيْنَ سُبُلَ النَّجَاةِ
    142 مَا قَطَعَتْ شَمْسُ النَّهَارِ أَبْرُجَا وَطَلَعَ البَدْرُ المُنِـيْـرُ
    فِيْ الدُّجَى
  
1) Katakan kepada mereka yang tidak adil terhadap tujuanku, ‘pembelaan
  adalah hak yang wajib bagi pemula’.
2) Dan bagi anak-anak usai dua
  puluh satu tahun, terdapat alasan yang bisa diterima dan dinilai baik.
3)
  Terlebih (bagi seusia seseorang) yang hidup di abad ke sepuluh hijriyah, yang
  lekat dengan kebodohan, kerusakan dan banyaknya fitnah.
4) Dan pada
  permulaan Muharram, syair berbahar Rajaz ini dibuat dan tersusun.
5)
  Pada tahun empat puluh satu, setelah tahun sembilan ratus.
6)
  Kemudian shalawat dan salam moga abadi tercurahkan kepada Rasulillah,
  sebaik-baik orang yang member petunjuk.
7) Kepada keluarga dan para
  sahabatnya yang terpercaya, yang selalu berjalan di jalan keselamatan.
8)
  Selama matahari siang menempuh sekumpulan bintang, dan selama bulan purnama
  yang bersinar terbit di kegelapan.[ALKHOIROT.ORG]
  
