Terjemah Al-Waraqat Ushul Fiqh

Nama kitab: Terjemah Al-Waraqat Ushul fiqh fiqih fikih Judul kitab asal: Al-Waraqat fi Ushul Al-Fiqh Pengarang: Imam Al-Haramain Al-Juwaini
Terjemah Al-Waraqat Ushul Fiqh

Nama kitab: Terjemah Al-Waraqat fil Ushul
Judul kitab asal: Al-Waraqat fi Ushul Al-Fiqh ( متن الورقات في الأصول )
Ejaan lain: Al-Waroqot fi Ushulil Fiqh
Pengarang:  Imam Al-Haramain Al-Juwaini
Nama yang dikenal di Arab: Abul Ma'ali Abdul Malik ibn Yusuf ibn Muhammad ibn Abdullah Al-Juwaini (Imamul Haramain) (أبو المعالي عبد الملك بن عبد الله بن يوسف بن محمد بن عبد الله بن حيوه الجويني، الملقب بـ "إمام الحرمين"
Kelahiran: 18 Muharram 419 H / 12 Februari 1028 M
Meninggal:  25 Rabiul Awal 478 H/ 20 Agustus 1085 (dalam usia 59 tahun)
Penerjemah:
Bidang studi: Ushul fikih (fiqh), metodologi pengambilan hukum ilmu fiqih
 
Pengantar

مقدمة الكتاب

بسم الله الرحمن الرحيم

هذه ورقات تشتمل على معرفة فصول من أصول الفقه . وذلك مؤلف من جزأين مفردين: فالأصل ما يبنى عليه غيره، والفرع ما يبنى على غيره . والفقه: معرفة الأحكام الشرعية التي طريقها الاجتهاد .

Ini adalah lampiran-lampiran yang mencakup fasal-fasal ilmu Ushul Fiqih. 
 
Makna Etimologis Ushul Fiqih 
 
Ushul Fiqih itu tersusun dari dua bagian kata tunggal (dua kata tersebut yang pertama yaitu:) al ashlu (asal) adalah sesuatu yang menjadi landasan terbangunnya sesuatu yang lain. Sementara al far’u (cabang) adalah perkara yang dibangun di atas sesuatu yang lain. (kata yang kedua adalah) Fiqh adalah mengetahui hukum hukum syariat yang jalan perolehannya adalah ijtihad
 
Varian Hukum 

الأحكام سبعة

والأحكام سبعة: الواجب، والمندوب، والمباح، والمحظور، والمكروه، والصحيح، والفاسد .

فالواجب: ما يثاب على فعله ويعاقب على تركه . والمندوب: ما يثاب على فعله ولا يعاقب على تركه . والمباح: ما لا يثاب على فعله ولا يعاقب على تركه . والمحظور: ما يثاب على تركه ويعاقب على فعله . والمكروه: ما يثاب على تركه ولا يعاقب على فعله . والصحيح: ما يتعلق به النفوذ ويعتد به . والباطل: ما لا يتعلق به النفوذ ولا يعتد به .
 

Hukum ada tujuh, yaitu:

1.      Wajib,

2.      Mandub,

3.      Mubah,

4.      Mahdzur,

5.      Makruh,

6.      Shohih, dan

7.      Batil

Wajib adalah sesuatu yang diberi pahala karena melakukannya, dan disiksa karena meniggalkannya.

Mandub (sunnah, mustahab) adalah sesuatu yang diberi pahala karena melakukannya, dan tidak disiksa karena meninggalkannya.

Mubah (halal, boleh) adalah sesuatu yang tidak diberi pahala karena melakukannya, dan tidak disiksa karena meninggalkannya.

Mahdzur (haram, dilarang) adalah sesuatu yang diberi pahala karena meninggalkannya, dan disiksa karena melakukannya.

Makruh (sebaiknya ditinggalkan) adalah sesuatu yang diberi pahala karena meninggalkannya dan tidak disiksa karena melakukannya.

Sahih adalah sesuatu yang dianggap telah berhasil kepada tujuan (nufudz) dan dinilai mencukupi.

Batil adalah sesuatu yang tidak berhasil (tidak sampai tujuan) dan tidak dianggap mencukupi.

 
Perbedaan Antara Fiqih, Ilmu, Zhann, dan Syakk
 
والفقه أخص من العلم . والعلم معرفة المعلوم على ما هو به في الواقع . والجهل: تصور الشيء على خلاف ما هو به في الواقع . والعلم الضروري ما لا يقع عن نظر واستدلال، كالعلم الواقع بإحدى الحواس الخمس . وأما العلم المكتسب فهو الموقوف على النظر والاستدلال . والنظر هو الفكر في حال المنظور فيه .

والاستدلال طلب الدليل . والدليل هو المرشد إلى المطلوب . والظن تجويز أمرين أحدهما أظهر من الآخر . والشك تجويز أمرين لا مزية لأحدهما على الآخر . وأصول الفقه: طرقه على سبيل الإجمال وكيفية الاستدلال بها .

Fiqih itu lebih khusus dari pada ilmu. Ilmu adalah mengetahui informasi-informasi (pengetahuan) berdasarkan apa yang terjadi sebenarnya (kenyataan). Jahl (Bodoh) adalah menggambarkan (yakni memahami) sesuatu, berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya. Ilmu Dharuri (Ilmu pasti) adalah ilmu yang diperoleh tanpa memerlukan pemikiran mendalam dan mencari pembuktian. Adapun Ilmu Muktasab adalah ilmu yang perolehannya didasarkan pada berpikir dan pembuktian. Nadzor adalah berfikir (menganalisis) keadaan perkara yang dijadikan sasaran berpikir (objek kajian).

Istidlal adalah mencari dalil (bukti). Dalil adalah sesuatu yang menunjukkan pada sesuatu yang dicari. Zhann (menyangka) adalah menganggap mungkin  terjadinya dua perkara dimana yang salah satunya lebih kuat dari yang lain. Syakk (ragu) adalah menganggap mungkin terjadinya dua perkara dimana tidak ada yang saling lebih kuat diantara keduanya. 

 

Pengertian Terminologis Ushul Fiqih  

Ilmu ushul fiqih adalah motode-metode fiqih secara global dan tata cara mencari dalil (bukti) dengan metode tersebut.

Topik-Topik Ushul Fiqih

 
 وأبواب أصول الفقه أقسام: الكلام، والأمر، والنهي، والعام، والخاص، والمجمل، والمبين، والظاهر، والأفعال، والناسخ، والمنسوخ، والإجماع، والأخبار، والقياس، والحظر والإباحة، وترتيب الأدلة، وصفة المفتي والمستفتي، وأحكام المجتهدين .

Bab-bab yang dibahas di Ushul fiqih adalah: pembagian kalam (kalimat), amr (kata perintah), nahi (kata larangan), ‘am (kata umum), khas (kata khusus), mujmal, mubayyan, dzahir (makna tersurat), muawwal (makna yang ditakwil/tersirat), af’al (kata kerja), nasikh, mansukh, ijma’, akhbar, qiyas, hadzr (hukum haram), ibahah (hukum boleh), tartibul adillah (urutan-urutan sumber hukum), sifat mufti (sifat dan gambaran pemberi fatwa), mustafti (orang yang meminta fatwa), dan ketentuan-ketentuan mujtahid.

Tipologi Kalâm


الكلام وأقسامه

فأما أقسام الكلام، فأقل ما يترتب منه الكلام: اسمان، أو اسم وفعل، أو فعل وحرف، أو اسم وحرف . والكلام ينقسم إلى أمر ونهي وخبر واستخبار، وينقسم أيضاً إلى تمن وعرض وقسم . ومن وجه آخر ينقسم إلى حقيقة ومجاز، فالحقيقة ما بقي في الاستعمال على موضوعه، وقيل: فيما اصطلح عليه من المخاطبة . والمجاز ما تجوز به عن موضوعه . والحقيقة إما لغوية وإما شرعية وإما عرفية . والمجاز إما أن يكون بزيادة أو نقصان أو نقل أو استعارة، فالمجاز بالزيادة مثل قوله تعالى: ﴿ ليس كمثله شيء ﴾، والمجاز بالنقصان مثل قوله تعالى: ﴿ واسأل القرية ﴾، والمجاز بالنقل كالغائط فيما يخرج من الإنسان، والمجاز بالاستعارة كقوله تعالى: ﴿ جداراً يريد أن ينقض ﴾ .

Selanjutnya, pembagian kalimat (tentu yang dimaksud adalah kalimat dalam bahasa Arab)[2], paling minimal kata untuk menyusun kalimat (dalam bahasa Arab) adalah terdiri dari dua isim (kata benda) atau isim dan fi’il atau fi’il dan huruf atau isim dan huruf. Dan kalam (kalimat) terbagi menjadi amr (kalimat perintah), nahi (kalimat larangan), khobar (kalimat berita), istikhbar (kalimat tanya). Dan (kalam) juga terbagi menjadi tamanni (kalimat perandaian), ‘arodl  (kalimat permintaan secara halus) dan qasam (kalimat sumpah).

Dan dari sisi lain (kalam) terbagi menjadi kalam hakikat dan majaz. Kalam Hakikat adalah kalimat atau kata yang dalam penggunaannya menetapi makna aslinya. Dan menurut suatu pendapat: kalam hakikat adalah kalimat atau kata yang digunakan di dalam istilah-istilahnya si penutur (menurut istilahnya suatu golongan). Kalam Majaz adalah kalimat atau kata yang keluar dari makna aslinya. Dan kalam hakikat adakalanya bersifat kebahasaan, syar’iyyah (bersifat keagamaan), dan urfiyyah (bersifat kebiasaan penggunaan kata atau kalimat) Dan kalam Majaz adakalanya dengan penambahan, pengurangan atau perpindahan atau isti’arah (meminjam kata sekaligus makna lain)

Majaz dengan penambahan seperti firman Allah: “laisa kamitslihi syaiun” (tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah). Majaz dengan pengurangan seperti firman Allah: “was alil qaryata” (tanyalah penduduk desa). Majaz dengan pemindahan seperti kalimat “Ghoith” untuk kotoran yang keluar dari manusia. Majaz dengan isti’arah (peminjaman) seperti firman Allah “Jidaran yuridu an yang qoddlo” tembok yang ingin roboh

Amar (Perintah)

باب الأمر

والأمر استدعاء الفعل بالقول ممن هو دونه على سبيل الوجوب . وصيغته: افعل، وعند الإطلاق والتجرد عن القرينة تحمل عليه، إلا ما دل الدليل على أن المراد منه الندب أو الإباحة . ولا يقتضي التكرار على الصحيح، إلا ما دل الدليل على قصد التكرار . ولا يقتضي الفور .

والأمر بإيجاد الفعل أمر به وبما لا يتم الفعل إلا به، كالأمر بالصلاة أمر بالطهارة المؤدية، وإذا فعل يخرج المأمور به عن العهدة .
الذي يدخل في الأمر والنهي وما لا يدخل يدخل في خاطب الله تعالى: المؤمنون . والساهي والصبي والمجنون غير داخلين . والكفار مخاطبون بفروع الشريعة، وبما لا تصح إلا به، وهو الإسلام، لقوله تعالى: ﴿ قالوا: لم نك من المصلين ﴾ . والأمر بالشيء نهي عن ضده،
 
 والنهي عن الشيء أمر بضده . والنهي استدعاء الترك بالقول ممن هو دونه على سبيل الوجوب، ويدل على فساد المنهي عنه . وترد صيغة الأمر والمراد به الإباحة والتهديد أو التسوية أو التكوين .

 
 Amr (Perintah) adalah permintaan untuk melakukan perbuatan yang bersifat mengharuskan dengan melalui ucapan kepada orang yang di bawahnya (dalam kedudukan).. Bentuk kata perintah (dalam bahasa Arab) adalah if’al. Bentuk kata tersebut ketika dimutlakan dan tidak ada indikasi lain yang meyertainya maka diarahkan ke hukum wajib kecuali ada dalil yang menunjukkan bahwa sesungguhnya yang diharapkan dari sighat amr (kata perintah tersebut) adalah hukum sunnah atau mubah dan tidak menuntut pengulangan berdasarkan pendapat yang shohih kecuali ada dalil yang menunjukkan terhadap tujuan pengulangan dan tidak menuntut untuk dilakukan seketika perintah untuk mewujudkan perbuatan itu berarti perintah terhadap perbuatan tersebut dan terhadap sesuatu yang menyempurnakannya. seperti perintah melakukan sholat, maka sesungguhnya itu perintah melakukan bersuci yang mengantarkan kepada sholat jika perbuatan yang diperintahkan itu telah dilakukan, maka orang yang diperintah terlepas dari tanggungan
 
Larangan
 
Larangan adalah menuntut meninggalkan perbuatan pakai ucapan dari orang yang dibawahnya secara wajib larangan itu menunjukkan rusaknya perbuatan yang dilarang Dan bentuk kalimat perintah berlaku dan yang maksud adalah boleh atau ancaman atau menyamakan atau menciptakan

 
Lafazh Am (Umum) dan Bentuk-Bentuknya


العام والخاص وأقسامهما

وأما العام فهو ما عم شيئين فصاعداً، من قوله: عممت زيداً عمراً بالعطاء، وعممت جميع الناس .
 
 وألفاظه أربعة: الاسم الواحد المعرف باللام، واسم الجمع المعرف باللام، والأسماء المبهمة، كمن فيما يعقل، وما فيما لا يعقل، وأي في الجمع، وأين في المكان، ومتى في الزمان، وما في الاستفهام والجزاء وغيره، ولا في النكرات . والعموم من صفات النطق .

ولا تجوز دعوى العموم في غيره من الفعل وما يجري مجراه . والخاص يقابل العام . والتخصيص تمييز بعض الجملة، وهو ينقسم إلى: متصل ومنفصل، فالمتصل الاستثناء والشرط والتقييد بالصفة، والاستثناء إخراج ما لولاه لدخل في الكلام، وإنما يصح بشرط أن يبقى من المستثنى منه شيء . ومن شرطه أن يكون متصلاً بالكلام .

ويجوز تقديم الاستثناء على المستثنى منه . ويجوز الاستثناء من الجنس ومن غيره . والشرط يجوز أن يتقدم على المشروط . والمقيد بالصفة يحمل عليه المطلق كالرقبة قيدت بالإيمان في بعض المواضع وأطلقت في بعض، فيحمل المطلق على المقيد . ويجوز تخصيص الكتاب بالكتاب، وتخصيص الكتاب بالسنة، وتخصيص السنة بالكتاب، وتخصيص السنة بالسنة، وتخصيص النطق بالقياس، ونعني بالنطق قول الله تعالى وقول الرسول صلى الله عليه وآله وسلم . والمجمل ما يفتقر إلى البيان . والبيان إخراج الشيء من حيز الإشكال إلى حيز التجلي . والمبين هو النص . والنص ما لا يحتمل إلا معنى واحداً، وقيل: ما تأويله تنزيله، وهو مشتق من منصة العروس وهو الكرسي . والظاهر ما احتمل أمرين أحدهما أظهر من الآخر، ويؤول الظاهر بالدليل، ويسمى ظاهراً بالدليل .

Am adalah sesuatu yang mencakup dua perkara bahkan lebih. (kata tersebut diambil) dari perkataan orang Arab: ‘Amamtu Zaidan wa ‘Amran bil ‘Atha’  (Aku menyamaratakan pemberian kepada Zaid dan Amr), dan ‘Amamtu jami’annasi bil ‘atha’ (Aku menyamaratakan pemberian kepada semua orang). 
 
Lafadz-lafadz ‘Amm itu ada empat, yaitu: 1) Isim mufrad (kata yang bermakna tunggal) yang di-ma’rifat-kan dengan alif dan lam, 2) Isim jamak  yang di-ma’rifat-kan dengan lam, 3) Isim mubham seperti kata man (من) untuk makhluk yang berakal, kata ma (ما) untuk sesuatu yang tidak berakal, ayyun (أي) untuk semuanya (baik berakal ataupun tidak), aina (أين) untuk tempat, mataa (متى) untuk waktu, ma (ما) digunakan untuk pertanyaan, pembalasan dan selainnya, 4) huruf la (لا) pada isim nakirah. Predikat umum (‘Amm) merupakan sifat dari ucapan. Jadi tidak diperbolehkan menyifati umum pada selain ucapan yakni pada perbuatan dan yang semisalnya. 
 
Khâsh dan Takhshîsh
 
Khas (khusus) merupakan kebalikan ‘Amm. Sementara Takhsis adalah membedakan sebagian kelompok. Takhsis terbagi menjadi muttasil dan munfasilTakhsis muttasil itu istisna’ (pengecualian), syarat dan pembatasan dengan sifat. Istisna’ adalah mengeluarkan sesuatu, yang apabila tidak dikeluarkan, ia akan tercakup dalam ucapan. Istisna’ hanya sah dengan syarat; ada yang tersisa dari perkara yang dikecualikan (mustatsna minhu). Dan termasuk syaratnya adalah harus sambung dengan ucapan, diperbolehkan mendahulukan istisna’ dari mustatsna minhu dan diperbolehkan istisna’ (mengecualikan) dari perkara yang sejenis seperti yang sudah disebutkan dan dari yang tidak sejenis.
 
(Takhsis Muttasil yang kedua adalah) Syarat diperbolehkan mendahului masyrut-nya. (Takhsis Muttasil yang ketiga adalah) Muqayyad bisshifah. Lafadz yang mutlak (umum) diarahkan ke lafadz Muqayyad bisshifah yakni lafadz yang dibatasi dengan sifat. Contoh lafadz raqabah di batasi dengan yang beriman dibeberapa tempat. Oleh karena itu lafadz yang muthlaq dipahami melalui lafadz yang muqayyad.
 
Diperbolehkan men-takhsis al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan assunnah, assunnah dengan  al-Qur’an, annutq dengan qiyaas. Yang kami maksud dengan annutq adalah Firman Allah Ta’ala dan Sabda Rasulullah SAW.  
 
Mujmal dan Mubayyan 
 
Mujmal adalah sesuatu yang butuh pada Bayaan (penjelasan). Bayaan (penjelasan) adalah mengeluarkan sesuatu dari ruang yang sulit dimengerti menuju ruang yang terang (jelas). Nash adalah sesuatu yang hanya mengandung satu makna. Menurut pendapat lain, (Nash adalah) sesuatu yang penjelasannya merupakan yang disampaikannya. Kata  Nash berasal dari kata minasshotil arus (pelaminan pengantin) yang bermakna kursi.
 
Dhahir adalah kata yang mengandung dua makna, salah satu maknanya lebih jelas dari makna yang lain. Kata yang dhahir dapat ditakwil dengan dalil, sehingga disebut dhahir bid dalil (kata yang jelas sebab dalil)
 
Ragam Implikasi Perbuatan Rasulullah 

الأفعال

فعل صاحب الشريعة لا يخلو: إما أن يكون على وجه القربة والطاعة أو لا يكون . فإن كان على وجه القربة والطاعة فإن دل دليل على الاختصاص به فيحمل على الاختصاص . وإن لم يدل لا يختص به، لأن الله تعالى قال: ﴿ لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة ﴾، فيحمل على الوجوب عند بعض أصحابنا، ومن أصحابنا من قال: يحمل على الندب، ومنهم من قال: يتوقف فيه، فإن كان على وجه غير وجه القربة والطاعة فيحمل على الإباحة . وإقرار صاحب الشريعة على القول هو قول صاحب الشريعة، وإقراره على الفعل كفعله . وما فعل في وقته في غير مجلسه وعلم به ولم ينكره فحكمه حكم ما فعل في مجلسه .
 
Perbuatan pembawa syari’ah tidak lepas dari adakalanya berupa ibadah dan ketaatan. Apabila ada dalil yang menunjukan kehususan bagi nabi, maka di arahkan kepada kekhususan tersebut. Dan apabila tidak ada dalil yang menunjukkan maka tidak dikhususkan bagi nabi, karena Allah Ta’ala telah berfirman “sungguh telah ada pada diri rosulullah suri tauladan yang baik bagi kalian”, maka diarahkan pada hukum wajib menurut sebagian Ashhabina (ashab assyafi’i). Dan sebagiannya ada yang bependapat tidak cenderung pada pendapat manapun. Apabila perbuatan Nabi tidak berupa ibadah dan ketaatan, maka diarahkan pada hukum boleh (mubah) pada hak nabi dan hak kita. Persetujuan pembawa syariah terhadap ucapan yang keluar dari seseorang merupakan perkataan pembawa syariah. dan persetujuannya terhadap perbuatan adalah seperti perbuatanya. Dan perbuatan yang dilakukan pada masa Nabi di luar majlisnya, dan beliau mengetahui dan tidak mengingkarinya maka hukumnya itu seperti hukum yang dilaksanakan di majlisnya.
 
Nasakh

النسخ


وأما النسخ فمعناه الإزالة، يقال: نسخت الشمس الظل إذا أزالته، وقيل: معناه النقل من قولهم: نسخت ما في هذا الكتاب إذا نقلته . وحده: الخطاب الدال على رفع الحكم الثابت بالخطاب المتقدم على وجه لولاه لكان ثابتاً مع تراخيه عنه . ويجوز نسخ الرسم وبقاء الحكم، ونسخ الحكم وبقاء الرسم، والنسخ إلى بدل وإلى غير بدل، وإلى ما هو أغلظ وإلى ما هو أخف . ويجوز نسخ الكتاب بالكتاب، ونسخ السنة بالكتاب، ولا يجوز نسخ الكتاب بالسنة . ويجوز نسخ المتواتر بالمتواتر، ونسخ الآحاد بالآحاد وبالمتواتر، ولا يجوز نسخ المتواتر بالآحاد .
 
Naskh bermakna menghilangkan, dikatakan ”Matahari menghilangkan bayang-bayang” dan menurut pendapat lain makna naskh adalah pindah diambil dari ucapan orang arab; saya memindah sesuatu yang ada di kitab ini, yaitu saya memindah sesuai bentuk aslinya. dan definisinya adalah: ucapan yang menunjukkan hilangnya hukum yang telah ditetapkan oleh ucapan yang dahulu, berdasarkan gambaran yang jika tidak ada ucapan tersebut niscaya hukum itu tetap, serta hukum tetap berlaku seperti semula.  
 
Diperbolehkan menghapus tulisan dan masih tetapnya hukum, menghapus ukum dan tetapnya tulisan dan menghapus keduanya. Penghapusan ini (Naskh) terbagi menjadi adanya pergantian dan tidak ada pergantian, ada pergantian yang lebih berat dan yang lebih ringan. Diperbolehkan naskh al-Quran dengan al-Quran, naskh assunnah dengan al-Quran, naskh assunnah dengan assunnah. Diperbolehkan naskh mutawatir dengan mutawatir, dan khabar Ahad dengan Khabar Ahad juga Mutawatir.  Tidak diperbolehkan naskh mutawatir dengan khabar ahad.
 
Pasal Pembahasan Mengenai Kontradiksi Dalil-Dalil
 
فصل التعارض والترجيح

إذا تعارض نطقان فلا يخلو: إما أن يكونا عامين أو خاصين أو أحدهما عاماً والآخر خاصاً أو كل واحد منهما عاماً من وجه وخاصاً من وجه . فإن كانا عامين فإن أمكن الجمع بينهما جمع، وإن لم يمكن الجمع بينهما يتوقف فيهما إن لم يعلم التاريخ، فإن علم التاريخ فينسخ المتقدم بالمتأخر، وكذلك إذا كانا خاصين . وإن كان أحدهما عاماً والآخر خاصاً فيخص العام بالخاص، وإن كان كل واحد منهما عاماً من وجه وخاصاً من وجه فيخص عموم كل واحد منهما بخصوص الآخر .
 
Fasal: Apabila terdapat dua dalil nutq saling berlawanan, maka tidak lepas ada kalanya keduanya umum (‘Amm), keduanya khusus (Khas), salah satunya umum dan yang lain khusus, atau masing-masing dari keduanya umum dari satu sisi dan khusus dari sisi yang lain.

Jika kedua dalil tersebut umum, apabila mungkin keduanya dikompromikan, maka keduanya harus dikompromikan. Apabila tidak mungkin dikompromikan maka keduanya maka didiamkan jika tidak diketahui asal-usulnya. Kemudian apabila asal-usulnya diketahui maka dalil yang datang terlebih dahulu dihapus dengan dalil yang datang belakangan. Demikian juga, apabila keduanya khusus (khas).

Jika salah satu dalil tersebut umum (‘Amm) dan yang lain khusus (Khas) maka yang umum di-takhsis dengan yang khusus. Apabila salah satu dalil tersebut umum dari satu sisi dan khusus dari sisi yang lain, maka keumuman masing-masing di-takhsis dengan yang lainnya.
 
Ijmak (Konsensus Ulama)
 
الإجماع
 

وأما الإجماع فهو اتفاق علماء أهل العصر على حكم الحادثة، ونعني بالعلماء الفقهاء، ونعني بالحادثة الحادثة الشرعية . وإجماع هذه الأمة حجة دون غيرها، لقوله صلى الله عليه وآله وسلم: (( لا تجتمع أمتي على ضلالة ))، والشرع ورد بعصمة هذه الأمة . والإجماع حجة على العصر الثاني، وفي أي عصر كان، ولا يشترط انقراض العصر على الصحيح، فإن قلنا: انقراض العصر شرط يعتبر قول من ولد في حياتهم وتفقه وصار من أهل الاجتهاد ولهم أن يرجعوا عن ذلك الحكم . والإجماع يصح بقولهم وبفعلهم وبقول البعض وبفعل البعض وانتشار ذلك وسكوت الباقين عنه . 
 
وقول الواحد من الصحابة ليس بحجة على غيره على القول الجديد .
 
Adapun ijma’ adalah kesepakatan ulama’ suatu masa atas hukum dari suatu masalah baru yang terjadi. Yang kami maksud dengan ulama’ adalah ahli-ahli fiqih, dan yang kami maksud dengan masalah baru yang terjadi adalah masalah syar’iyyah (agama). Dan Ijma’ ummat ini adalah dalil, tidak selain umat ini, karena sabda nabi SAW: “ummatku tidak akan berkumpul dalam kesesata, dan syariat telah menyampaikan terjaganya ummat ini (dari kesesatan).
 
Ijma’ adalah dalil atas periode kedua dan dalam periode / masa manapun. Berlakunya Ijma’ sebagai dalil tidak disyaratkan habisnya masa (para pelaku ijma’) Jika kita mengatakan “habisnya masa” adalah sebuah syarat, maka ucapan orang yang dilahirkan di masa ulama-ulama tersebut dan ia belajar sampai menjadi mujtahid, maka mereka berhak mencabut hukum tersebut. Ijma’ itu sah dengan perkataan mereka, dengan perbuatan mereka, dengan ucapan sebagian, dengan perbuatan sebagian dan menyebarnya semua itu dan diamya ulama yang lain.  
 
Pendapat Personal Sahabat Nabi
 
Ucapan satu sahabat itu tidak menjadi dalil atas lainya, menurut qaul jadiid.
 
Macam-Macam Khabar (Informasi)
الأخبار

وأما الأخبار، فالخبر ما يدخله الصدق والكذب، وقد يقطع بصدقه أو كذبه . والخبر ينقسم قسمين: إلى آحاد ومتواتر . فالمتواتر ما يوجب العلم، وهو أن يروي جماعة لا يقع التواطؤ على الكذب عن مثلهم إلى أن ينتهي إلى المخبر عنه فيكون في الأصل عن مشاهدة أو سماع

والآحاد هو الذي يوجب العمل ولا يوجب العلم، وينقسم قسمين: إلى مرسل ومسند، فالمسند ما اتصل إسناده، والمرسل ما لم يتصل إسناده، فإن كان من مراسيل غير الصحابة فليس بحجة، إلا مراسيل سعيد بن المسيب، فإنها فتشت فوجدت مسانيد . والعنعنة تدخل على الإسناد، وإذا قرأ الشيخ يجوز للراوي أن يقول: حدثني وأخبرني، وإن قرأ هو على الشيخ فيقول: أخبرني، ولا يقول: حدثني . وإن أجازه الشيخ من غير رواية فيقول: أجازني أو أخبرني إجازة .

Akhbar adalah khabar yakni perkara yang bisa bernilai kebenaran dan bernilai kebohongan. dan khabar terbagi menjadi dua, yaitu: khabar ahad dan khabar mutawatir. Khabar mutawatir adalah kabar / berita yang bisa menimbulkan ilm (yakin). Mutawatir merupakan kabar/ berita yang diriwayatkan oleh suatu kelompok yang tidak mungkin bersepakat pada kebohongan dari sesama kelompok mereka sampai pada sumber khabar/ berita. Khabar mutawatir sumbernya dari menyaksikan atau mendengarkan, bukan dari ijtihad. Khabar ahad adalah khabar yang mengharuskan untuk dikerjakan dan tidak sampai menimbulkan ilm (yakin).
 
Dan Khabar ahad terbagi menjadi khabar mursal dan khabar musnad khabar musnad adalah khabar yang mata rantai (sanadnya) sambung (muttashil) khabar mursal adalah khabar yang mata rantai (sanadnya) tidak bersambung (tidak muttashil)  
 
Metode Penerimaan dan Penyampaian Hadis
 
Selanjutnya, Apabila orang-orang yang menyampaikan khabar-khabar mursal itu bukan dari kelompok sahabat, maka tidak bisa dijadikan dalil, kecuali hadits-hadits mursal-nya Sa’ad bin Musayyab. Karena khabar-khabar mursal Sa’ad bin Musayyab sudah diteliti, kemudian telah ditemukan mata rantainya yakni para sahabat. Khabar An’anah termasuk dari khabar musnad. Apabila seorang Syaikh membaca, maka boleh bagi periwayat hadits (rawi) mengatakan haddasani atau akhbarani
 
dan jika perawi (yang sedang meminta riwayat hadits) membacakan kepada Sang Syaikh, maka Si Periwayat Hadits mengucapkan akhbaroni, dan tidak boleh mengucapkan haddasani. dan jika seorang guru memberinya ijazah tanpa membacakan riwayat, maka Si Periwayat mengucapkan ajazani atau akhbaroni ijazatan.
 
Qiyas (Analogi) 
 
القياس

وأما القياس فهو رد الفرع إلى الأصل بعلة تجمعهما في الحكم . وهو ينقسم إلى ثلاثة أقسام: إلى قياس علة، وقياس دلالة، وقياس شبه .
فقياس العلة ما كانت العلة فيه موجبة الحكم . وقياس الدلالة هو الاستدلال بأحد النظرين على الآخر، وهو أن تكون العلة دالة على الحكم ولا تكون موجبة للحكم . وقياس الشبه هو الفرع المتردد بين أصلين، فيلحق بأكثرهما شبهاً . ومن شرط الفرع أن يكون مناسباً للأصل، ومن شرط الأصل أن يكون ثابتاً بدليل متفق عليه بين الخصمين . ومن شرط العلة أن تطرد في معلولاتها، فلا تنتقض لفظاً ولا معنى . ومن شرط الحكم أن يكون مثل العلة في النفي والإثبات . والعلة هي الجالبة، والحكم هو المجلوب للعلة .
 
Adapun Qiyas adalah mengembalikan cabang kepada asal, karena suatu ‘illah (alasan) yang mengumpulkan keduanya dalam hukum. Qiyas terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. qiyas illah,2. qiyas dalalah, dan 3. qiyas syibh.
 
Qiyas illah adalah Qiyas yang di dalamnya terdapat ‘illah, dan ‘illah tersebut menetapkan sebuah hukum. Qiyas dalalah adalah mengambil salah satu dua pandangan sebagai penunjuk. Qiyas dalalah itu keberadaan ‘illah-nya sebagai indikator sebuah hukum bukan menetapkan hukum. Qiyas syibh adalah qiyas yang cabang-nya (al far’u) terdapat keserupaan antara dua asal, kemudian disamakan pada asal yang memiliki lebih banyak persamaannya.
 
Salah satu syarat cabang (al far’u) adalah terdapat keselarasan pada asal. dan salah satu syarat asal adalah tertetapkan dengan dalil yang disepakati oleh dua pihak yang berbeda pendapat. dan salah satu syarat ‘illah adalah harus berlaku pada seluruh ma’lul (masalah-masalah yang terdapat ‘illah tersebut). Oleh karena itu, ‘illah tidak boleh rusak secara lafadz-nya dan maknanya. 
 
dan termasuk syarat hukum adalah menyamai ‘illah dalam ada dan tidaknya. ‘illah adalah sesuatu yang menarik atau mendatangkan pada adanya hukum Hukm adalah sesuatu yang ditarik  atau didatangkan keberadaannya oleh ‘illah.  
 
Larangan dan Perkenan 
 
الحظر والإباحة والاستصحاب

وأما الحظر والإباحة فمن الناس من يقول: إن الأشياء على الحظر إلا ما أباحته الشريعة، فإن لم يوجد في الشريعة ما يدل على الإباحة يتمسك بالأصل وهو الحظر . ومن الناس من يقول بضده، وهو أن الأصل في الأشياء على الإباحة إلا ما حظره الشرع .
 
 ومعنى استصحاب الحال: أن يستصحب الأصل عند عدم الدليل الشرعي . 
 
وأما الأدلة فيقدم الجلي منها على الخفي، والموجب للعلم على الموجب للظن، والنطق على القياس، والقياس الجلي على الخفي . فإن وجد في النطق ما يغير الأصل وإلا فيستصحب الحال .

Adapun Hadzr (hukum haram) dan ibahah (hukum boleh/mubah) itu terdapat ulama yang berpendapat bahwa; segala sesuatu itu menetapi hukum haram kecuali terdapat dalil syariat yang memperbolehkan. Dan (juga) terdapat ulama yang berpendapat dengan sebaliknya yakni, secara asal (hukum asal) segala sesuatu adalah boleh (ibahah) kecuali terdapat dalil syara’ yang mengharamkannya.
 
Istishab Al-Hal (Presumsi Kontinuitas)
 
Makna istishab al-hal adalah memberlakukan hukum asal di saat tidak adanya dalil syar’inya.
 
Hirarki Dalil-dalil
 
Adapun (mengenai) dalil-dalil itu harus didahulukan dalil yang jelas daripada dalil yang masih samar. (mendahulukan) Dalil yang berimplikasi pada keyakinan daripada yang berimplikasi pada dugaan. (mendahulukan) dalil nutq (yakni Alqur’an dan Sunnah) daripada Qiyas. (mendahulukan) qiyas jali daripada qiyas khafi. Selanjutnya, apabila di dalam nutq (Alqur’an dan Sunnah) terdapat dalil yang mengubah hukum pertama (maka yang dipakai adalah dalil nutq). Kecuali apabila tidak ditemukan dalil yang merubah hukum pertama pada nutq maka menggunakan dalil istishab al-hal.
 
Syarat Mufti  dan Mustafti 
 
الاجتهاد والإفتاء والتقليد

ومن شرط المفتي أن يكون عالماً بالفقه أصلاً وفرعاً، خلافاً ومذهباً . وأن يكون كامل الآلة في الاجتهاد، عارفاً بما يحتاج إليه في استنباط الأحكام من النحو واللغة ومعرفة الرجال وتفسير الآيات الواردة في الأحكام والأخبار الواردة فيها . ومن شرط المستفتي: أن يكون من أهل التقليد، فيقلد المفتي في الفتيا . وليس للعالم أن يقلد .

والتقليد قبول قول القائل بلا حجة، فعلى هذا قبول قول النبي صلى الله عليه وآله وسلم يسمى تقليداً . ومنهم من قال: التقليد قبول قول القائل وأنت لا تدري من أين قاله، فإن قلنا: إن النبي صلى الله عليه وآله وسلم كان يقول بالقياس، فيجوز أن يسمى قبول قوله تقليداً . وأما الاجتهاد فهو بذل الوسع في بلوغ الغرض، فالمجتهد إن كان كامل الآلة في الاجتهاد، فإن اجتهد في الفروع فأصاب فله أجران، وإن اجتهد فيها وأخطأ فله أجر . ومنهم من قال: كل مجتهد في الفروع مصيب

ولا يجوز أن يقال: كل مجتهد في الأصول الكلامية مصيب، لأن ذلك يؤدي إلى تصويب أهل الضلالة من النصارى والمجوس والكفار والملحدين . ودليل من قال: ليس كل مجتهد في الفروع مصيباً، قوله صلى الله عليه وآله وسلم: (( من اجتهد وأصاب فله أجران، ومن اجتهد وأخطأ فله أجر واحد )) . وجه الدليل أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم خطأ المجتهد وصوبه أخرى .

Termasuk dari syarat Mufti adalah menguasai (alim) fikih, yakni  menguasai hukum asal, hukum cabang, perbedaan pendapat pada suatu hukum dan madzhab. (Begitu juga syarat mufti adalah) ia harus sempurna perangkat dalam ber-ijtihad, mengetahui segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menggali hukum yakni ilmu nahwu, ilmu lughah, pengetahuan mengenai para perawi hadits, tafsir ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum.  
 
Sebagian dari syarat-syarat mustafti (orang yang meminta fatwa) adalah ia termasuk orang yang ahli taqliid (pengikut). Oleh karena itu, ia harus mengikuti fatwa-fatwa dari seorang mufti. Orang alim (mujtahid) tidak boleh taqliidTaqliid adalah menerima pendapat seseorang tanpa disertai dalil (hujjah). Berdasarkan pengertian ini, menerima perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebut taqliid.
 
Taqlid    
 
Sebagian ulama mendefinisikan taqliid sebagai menerima pendapat seseorang, sementara Anda tidak mengetahui darimana perolehan pendapat tersebut. Oleh karena itu, (berdasarkan definisi kedua ini) apabila kita mengatakan; “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu berbicara berdasarkan qiyas”. Maka menerima ucapan tersebut boleh dikatakan sebagai taqliid
 
Ijtihad
 
Adapaun ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk sampai ke tujuannya. Kemudian, seorang mujtahid apabila ia sempurna perangkat ijtihad-nya, lalu melakukan ijtihad pada hukum-hukum cabang, kemudian ia benar (dalam ijtihad-nya) maka ia mendapatkan dua pahala. Lalu, apabila ia ber-ijtihad pada suatu hukum dan ia keliru (dalam ijtihad-nya), maka ia mendapatkan satu pahala. Sebagian ulama berpendapat; setiap mujtahid pada masalah hukum cabang pasti benar. 
 
Tidak diperbolehkan mengatakan: “setiap mujtahid dalam masalah ushul kalam (ushul addin/ pokok agama) pasti benar”. Karena, hal tersebut memberikan label pembeneran pada orang-orang yang sesat seperti orang-orang nasrani, majusi, orang kafir dan kelompok-kelompok ateis. Dalil ulama yang berpendapat setiap mujtahid dalam masalah hukum cabang benar adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Barang siapa yang melakukan ijtihad, kemudian ia benar, maka ia berhak mendapatkan dua pahala. Dan barang siapa ber-ijtihad dan ia keliru, maka ia berhak mendapatkan satu pahala. Titik tekan dalil tersebut adalah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam satu kondisi beliau memberi penilaian salahya mujtahid dan memberi predikat benar pada kondisi yang lain. [alkhoirot.org] 
TAMAT 
 
Download kitab Al-Waraqat (pdf)
LihatTutupKomentar