Peraturan Menteri Agama (PMA) No 30 2020 Tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren
Keterangan gambar: Gedung Al-Khoirot Research and Publication atau Pustaka Alkhoirot: yaitu Pusat penelitian dan penerbitan Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang
Nama Undang-undang: Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2020 Tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren
Penerbit
Undang-undang: Menteri Kementerian Agama Republik Indonesia
- Bab I Ketentuan Umum
- Bab II Pendirian Pesantren
- Bab III Penyelenggaraan Pesantren
- Bab IV Ketentuan Peralihan
- Bab V Ketentuan Penutup
- Undang-undang yang Lain:
- Kembali ke: Daftar Buku Islam dan Umum
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2020
TENTANG
PENDIRIAN
DAN PENYELE NGGARAAN PESANTREN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI
AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2019 tentang Pesantren , perlu menetapkan Peratu ran Menteri Agama
tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren;
Mengingat
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) ;
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 191, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6406) ;
- Peratu ran Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 168);
- Peratu ran Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1495);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
PERATURAN MENTER! AGAMA TENTANG PENDIRIAN DAN
PENYELENGGARAAN PESANTREN
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pondok Pesantren,
Dayah, Surau, Meunasah, atau sebutan lain, yang selanjutnya
disebut Pesantren adalah lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh
perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan/ atau
masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.,
menyemaikan akhlak mulia serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil'alamin
yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan
nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam,
keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Pendidikan Pesantren adalah
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada di
lingkungan Pesantren dengan mengembangkan
kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis kitab kuning atau
dirasah islamiah dengan pola pendidikan muallimin.
3.
Kitab Kuning adalah kitab keislaman berbahasa Arab atau kitab keislaman
berbahasa lainnya yang menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di Pesantren.
4.
Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin adalah kumpulan kajian
tentang ilmu agama Islam yang terstruktur, sistematis, dan
terorganisasi.
5. Santri adalah peserta didik yang
menempuh pendidikan dan mendalami ilmu agama Islam di Pesantren.
6.
Kiai, Tuan Guru, Anre Gurutta, Inyiak, Syekh, Ajengan, Buya, Nyai, atau
sebutan lain yang selanjutnya disebut Kiai adalah seorang pendidik yang
memiliki kompetensi ilmu agama Islam yang berperan sebagai figur, teladan,
dan/ atau pengasuh Pesantren.
7. Piagam Statistik
Pesantren yang selanjutnya disingkat PSP adalah tanda bukti daftar yang
diberikan kepada Pesantren.
8. Kernenterian adalah
kementerian menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
9.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerin tahan di bidang
agama.
10. Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana
pada Kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan Islam.
11.
Direktur Jenderal adalah pemimpin Direktorat Jenderal.
12.
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang selanjutnya disebut
Kantor Wilayah adalah instansi vertikal pada
Kementerian di tingkat provinsi.
13. Kepala
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang selanjutnya disebut Kepala
Kantor Wilayah adalah pemimpin Kantor Wilayah.
14.
Kantor Kementerian Agama Kabupaten / Kota yang selanjutnya disebut Kantor
Kementerian Agama adalah instansi vertikal
pada Kementerian di
tingkat kabu paten / kota.
15. Kepala Kantor
Kernenterian Agama Kabupaten / Kota yang selanjutnya disebut Kepala Kantor
Kementerian Agama adalah pemimpin Kantor Kementerian Agama.
BAB II PENDIRIAN PESANTREN
Bagian Kesatu Umum
Pesantren terdiri atas:
Pasal 2
a.
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengkajian Kitab
Kuning;
b. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan
dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin; atau
c.
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk lain yang terintegrasi
dengan pendidikan umum.
Pasal 3
( 1) Pesantren
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 didirikan
oleh perseorangan, yayasan, organisasi kemasyarakatan Islam,
dan / atau masyarakat.
(2) Perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) beragama Islam.
(3)
Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1):
a.
berbentuk badan hukum yayasan;
b. didirikan dan
dimiliki oleh umat Islam; dan
c. bergerak di bidang
pendidikan, sosial, dan dakwah Islam.
(4)
Organisasi kemasyarakatan dimaksud pada ayat (
1):
Islam sebagaimana
a.
berbentuk badan hukum perku mpulan; dan
b. bergerak di
bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islam.
(5)
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (
1) terdiri atas kelompok orang yang beragama Islam.
Pendirian
Pesantren wajib:
Pasal 4
a.
berkomitmen mengamalkan nilai Islam rahmatan lil'alamin dan berdasarkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika;
b.
memenuhi unsur Pesantren;
c. memberitah ukan
keberadaannya kepada kepala desa atau sebutan lain sesuai
dengan domisili Pesantren; dan
d. mendaftarkan
keberadaan Pesantren kepada Menteri.
Bagian Kedua Pendaftaran Keberadaan Pesantren
Pasal 5
( 1) Untuk memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 hu ruf
d:
a. Kiai atau pimpinan Pesantren untuk Pesantren yang
didirikan oleh perseorangan dan masyarakat;
b. pimpinan
yayasan untuk Pesantren yang didirikan oleh yayasan; dan
c.
pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam untuk Pesantren yang didirikan oleh
organisasi kemasyarakatan Islam,
mengaju
kan permohonan
Pesantren secara tertulis Kernenterian
Agama.
pendaftaran keberadaan
kepada Kepala Kantor
(2)
Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1)
diajukan dengan melampirkan:
a. surat
pernyataan yang memuat komitmen untuk mengamalkan nilai Islam rahmatan
lil'alamin dan berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Repu blik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka
Tunggal Ika;
b. fotokopi
kartu tanda penduduk
Kiai pengasuh Pesantren;
c. kurikulum
dan dokumen pembelajaran;
d. daftar nama
Santri mukim paling sedikit 15 (lima belas) orang;
e.
keputusan pengesahan badan hukum bagi yayasan dan
organisasi masyarakat Islam;
f. daftar nama pendidik
dan tenaga kependidikan;
g. foto gedung, papan nama,
dan denah Pesantren;
h. surat keterangan domisili dari
desa/ kelu rahan; dan
i. fotokopi bukti dokumen
kepemilikan tanah.
( 1) Kepala
Kantor
Pasal 6
Kernenterian
Agama melakukan
pemeriksaan kelengkapan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dalam jangka waktu paling
lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
(2)
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
dokumen permohonan pendaftaran keberadaan Pesantren dinyatakan tidak lengkap,
Kepala Kantor Kementerian Agama menyampaikan surat pemberitahuan kepada
pemohon untuk melengkapi dokumen dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak pemberitahuan disampaikan.
(3)
Dalam hal pemohon tidak melengkapi dokumen permohonan pendaftaran keberadaan
Pesantren dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
permohonan
pendaftaran dianggap ditarik kembali.
keberadaan
Pesantren
Pasal 7
( 1) Dalam hal berdasarkan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat ( 1) dokumen
permohonan pendaftaran keberadaan Pesantren dinyatakan lengkap, Kepala
Kantor Kementerian Agama melakukan verifikasi
-7-
2020, No.1432
keabsahan dokumen dan/ atau visitasi lapangan.
(2)
Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi keabsahan
dokumen dan/ atau visitasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
( 1) ditemukan bukti ketidaksesuaian dengan dokumen permohonan pendaftaran
keberadaan Pesantren yang disampaikan, Kepala Kantor Kementerian Agama
menolak permohonan disertai dengan alasan.
Pasal
8
( 1) Dalam hal
berdasarkan hasil verifikasi keabsahan
dan/ atau visitasi lapangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat ( 1) ditemu
kan bukti kesesuaian dengan dokumen permohonan pendaftaran
keberadaan Pesantren yang disampaikan, Kepala Kantor Kementerian Agama
menerbitkan rekomendasi.
(2) Rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) sebagai pernyataan Pesantren telah
memenuhi ketentuan pendirian Pesantren sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Kepala Kantor Kementerian Agama
menyampaikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) kepada Kepala Kantor Wilayah dalam jangka
waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak hasil verifikasi
keabsahan dokumen dan/ atau visitasi
lapangan diterima.
Pasal 9
Kepala Kantor Wilayah
meneruskan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 kepada Menteri
melalui Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja
terhitung sejak rekomendasi diterima.
Bagian Ketiga Piagam Statistik Pesantren
Pasal 10
( 1) Menteri memberikan izin terdaftar bagi
Pesantren yang memperoleh rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2)
Izin terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diberikan dalam
bentuk PSP.
(3) PSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memuat data paling sedikit mengenai:
a. nomor statistik
Pesantren;
b. nama Pesantren;
c.
alamat Pesantren; dan
d. pendiri Pesantren.
(4)
PSP sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) ditandatangani oleh Direktur
Jenderal atas nama Menteri.
Pasal 11
Dalam hal
terjadi peru bahan data PSP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (3) , Kiai atau pimpinan Pesantren melaporkan peru bahan data
secara tertulis kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dalam jangka waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak terjadi
peru bahan data PSP.
Pasal 12
PSP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (4) berlaku sepanjang Pesantren memenuhi ketentuan
pendirian Pesantren.
Bagian Keempat Pendirian Pesantren Cabang
Pasal 13
( 1) Pesantren
dapat mendirikan cabang di luar domisili.
(2)
Pendirian cabang sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) dapat dilakukan dengan cara:
a.
diusulkan oleh Pesantren induk; atau
b. bekerja sama
dengan Pesantren lain.
Pasal 14
Dalam hal pendirian
Pesantren cabang dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2) huruf a, Kiai atau pimpinan Pesantren induk harus memberitahu kan
pendirian Pesantren cabang secara tertulis kepada Kepala Kantor Kementerian
Agama dengan melampirkan persyaratan:
a. fotokopi asli
PSP; dan
b. dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf d sampai dengan huruf i.
Pasal 15
Dalam hal
pendirian Pesantren cabang dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) huruf b, Kiai atau pimpinan Pesantren yang akan bekerja sama
dengan Pesantren lain mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Kepala Kantor Kernenterian Agama dengan melampirkan persyaratan:
a.
fotokopi PSP calon Pesantren cabang;
b. fotokopi PSP
calon Pesantren induk;
c. fotokopi naskah perjanjian
kerja sama; dan
d. dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf d sampai dengan huruf i.
Pasal 16
Ketentuan
mengenai pengajuan permohonan pendirian Pesantren sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 sampai dengan Pasal 10 berlaku secara
mutatis mu tandis dengan permohonan
pendirian cabang
Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal
15.
BAB III PENYELENGGARAAN PESANTREN
Pasal 17
( 1) Penyelenggaraan
Pesantren wajib:
a. mengembangkan
nilai Islam rahmatan lil'alamin; dan
b. berdasarkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
(2)
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diselenggarakan oleh
Pesantren dalam:
a. fungsi pendidikan;
b.
fungsi dakwah; dan
c. fungsi pemberdayaan
masyarakat.
Pasal 18
( 1)
Penyelenggaraan Pesantren sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 dilaksanakan dengan tetap menjaga kekhasan atau
keunikan tertentu yang mencerminkan tradisi, kehendak dan cita-cita,
serta ragam dan karakter Pesantren.
(2) Kekhasan
atau keunikan tertentu dalam
penyelenggarakan Pesantren
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diarahkan pada
pengembangan:
a. kajian;
b.
keilmuan; dan
c. keahlian dan keterampilan.
Pasal
19
Penyelenggaraan Pesantren
harus memenuhi unsur paling
sedikit:
a. Kiai;
b. Santri yang
bermukim di Pesantren;
c. pondok atau asrama;
d. masjid atau
musala; dan
e. kajian Kitab Kuning atau Dirasah
Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin.
Pasal 20
( 1) Dalam
penyelenggaraan Pesantren, Kiai sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 hu ruf a harus:
a. berpendidikan Pesantren;
b.
berpendidikan tinggi keagamaan Islam; dan/ atau
c.
memiliki kompetensi ilmu agama Islam.
(2)
Pemenuhan kualifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) huruf a dibuktikan dengan syahadah atau surat keterangan
pernah belajar di Pesantren.
(3)
Pemenuhan kualifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) huruf b dibuktikan dengan ijazah dari pergu ruan
tinggi keagamaan Islam terakreditasi atau Ma'had Aly.
(4)
Pemenuhan kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) huruf c dibuktikan dengan
sertifikat keahlian atau surat keterangan dari lembaga yang berwenang
atau lembaga pendidikan yang relevan.
Pasal 21
( 1)
Dalam penyelenggaraan Pesantren, Santri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
huruf b harus bermukim di Pesantren.
(2) Santri yang
bermukim di Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
merupakan peserta didik yang menetap di dalam pondok
atau asrama Pesantren .
(3) Selain Santri
yang bermukim sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Pesantren
dapat memiliki Santri yang tidak menetap di dalam pondok
atau asrama Pesantren.
(4) Santri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercatat dalam administrasi
Pesantren.
Pasal 22
( 1) Dalam penyelenggaraan
Pesantren, pondok atau asrama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 huruf c merupakan tempat tinggal Santri yang
bermukim di Pesantren.
(2) Pondok
atau asrama sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) dapat beru pa ruang atau bangunan yang ada di
lingkungan Pesantren.
(3) Lingkungan
Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mencaku p
wilayah:
a. dalam Pesantren; dan
b.
terdekat dengan Pesantren.
(4) Pondok atau
asrama sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
harus memperhatikan
aspek daya tampung, kenyamanan,
kebersihan, kesehatan, dan keamanan.
Pasal 23
( 1)
Dalam penyelenggaraan Pesantren, masjid atau musala sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 huruf d dapat berben tuk bangunan atau ruang yang ada di dalam
Pesantren.
(2) Masjid atau mushala
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) digunakan sebagai tempat
pelaksanaan ibadah dan pembelajaran Santri dan
dapat digunakan untuk kegiatan masyarakat
di sekitar Pesantren.
(3) Masjid atau
musala sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) harus memperhatikan aspek daya
tampung Santri serta menjaga kebersihan dan kenyamanan.
Pasal
24
( 1) Dalam penyelenggaraan Pesantren, kajian Kitab
Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan
secara:
a. sistematis;
b.
terintegrasi; dan
c. komprehensif.
(2)
Kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan
Muallimin sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
dilaksanakan dengan tetap menjaga kekhasan dan keunikan
Pesantren.
(3) Kajian Kitab Kuning atau Dirasah
Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) dan ayat (2) diselenggarakan dengan
menggunakan metode sorogan, bandongan,
metode klasikal, terstruktur, berjenjang, dan/ atau
metode pembelajaran lain.
(4) Metode pembelajaran
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat beru pa:
a.
muhafad zah;
b. muhad harah;
c.
munazharah;
d. mudzakarah; dan
e.
bahtsul masail.
BAB IV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, izin
operasional Pesantren yang terbit sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan
dinyatakan tetap berlaku dan diakui sebagai Pesantren sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 26
Pesantren yang
telah didirikan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini wajib melakukan
pendaftaran kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Peraturan Menteri ini
diundangkan.
Pasal 27
( 1) Pada saat Peraturan Menteri
ini mulai berlaku, Pesantren yang telah memiliki cabang sebelum
Peraturan Menteri ini diundangkan diakui sebagai cabang Pesantren
berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(2)
Kiai atau pimpinan Pesantren induk harus melaporkan keberadaan
cabang Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal disertai data sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 atau Pasal 15 dalam jangka waktu paling lambat
3 (tiga) bulan.
(3) Direktur Jenderal atas nama
Menteri menerbitkan PSP bagi cabang Pesantren
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) .
BAB V KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Peraturan
Menteri ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara RepublikIndonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada tanggal 30 November 2020
MENTER! AGAMA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
FACHRUL RAZI
Diundangkan
diJakarta
pada tanggal3 Desember 2020
DIREKTUR
JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA REPUBLIKINDONESIA,
ttd.
WIDODO
EKATJAHJANA