Jika Tidak Didapati Seluruhnya Jangan Tinggalkan Semuanya

Kaidah fikih / fiqh : Sesuatu yang tidak bisa dilakukan seluruhnya janganlah ditinggal seluruhnya” Misalnya : 1. Barang siapa tidak mampu berbuat baik (bershodaqoh) dengan dinar, karena kemampuannya hanya dengan dirham, maka lakukanlah ! 2. Barang siapa tidak mampu mengajar atau belajar dengan beberapa cabang ilmu maka janganlah ia meninggalkan seluruhnya. 3. Barang siapa yang merasa sulit melakukan sholat malam dengan 10 raka‟at maka sebaiknya laksanakanlah walau hanya 4 raka‟at.
Jika Tidak Didapati Seluruhnya Jangan Tinggalkan Semuanya
Nama buku: Terjemah kitab Kaidah Fiqh dan Ushul Fikih Mabadi Awaliyah (Mabadi' Awwaliyyah)
Nama kitab asal: Mabadi' Awaliyah fi Ushul al Fiqh wa Al Qawaid Al Fiqhiyah (مبادئ أولية في أصول الفقه صش القواعد الفقهيه)
Pengarang: Abdul Hamid Hakim
Penerjemah: H. Sukanan S.Pd.I, Ust. Khairudin
Bidang studi: Kaidah dan Ushul Fikih madzhab Syafi'i

Daftar Isi

KAIDAH KETIGA PULUH

الرخصة لاتناط بالمعاصى

“Rukhshoh (keringanan) itu tidak berlaku dengan kemaksiatan”

Misalnya :

1. Tidak diperbolehkan bagi orang yang maksiat dalam perjalanannya apapun dalam hal rukhshoh bepergian, dari qashar sholat, jama‟ sholat maupun berbuka puasa,

2. Tidak diperbolehkan bagi orang yang maksiat dalam perjalanannya ketika ia madharat untuk makan bangkai dan daging babi.
3. Jika seseorang beristinja‟ dengan sesuatu yang dihormati/dimuliakan, atau dengan makanan, maka itu tidaklah cukup (tidak sah) menurut Qaul Ashoh (yang lebih shohih), karena istinja‟ dengan batu itu adalah rukhshoh. Dan sama juga pada pengertiannya (tentang ketidak sahannya) ungkapan : istinja‟ itu dengan sesuatu yang keras, yang membersihkan dan yang dimuliakan (dihormati).

KAIDAH KETIGA PULUH SATU

الرخصة لاتناط بالشكّ

“Rukhshoh (keringanan) itu tidak berlaku dengan sebab keraguan”

Misalnya

1. Diwajibkan mencuci kaki bagi yang ragu-ragu dalam hukum bolehnya mengusap Khuff (mujah)

2. Diwajibkan sholat secara itmam (sempurna) bagi yang ragu-ragu dalam hukum bolehnya sholat Qashar. Dan dalam hal ini terdapat beberapa perumpamaan :

a. Ketika seseorang ragu-ragu, apakah ia mengusap mujah itu diwaktu hadir atau diwaktu bepergian ? maka dipastikan bahwa mengusapnya itu diwaktu hadir, karena asalnya ialah mencuci kedua kaki, dan mengusap mujah itu rukhshoh dengan syarat, maka jika tidak yakin dengan syaratnya harus kembali lagi ke asalnya kefardhuan.

b. Dan jika seseorang ragu-ragu, apakah ia niat takbiratul ihram sholat pada waktu diperjalanan atau dalam keadaan hadir, atau ragu-ragu niat Qashar atau tidak, atau apakah imam yang diikutinya itu musafir atau muqim ? maka wajib baginya melaksanakan sholat secara itmam (sempurna), karena asalnya adalah itmam (sholat secara sempurna). Dan Qashar itu dibolehkan dengan beberapa
syarat, maka ketika syarat-syaratnya itu tidak nyata, harus dikembalikan kepada asalnya.

Nabi Saw berkata pada Siti „Aisyah :

أجرك على قدر نصبك

“Pahalamu itu tergantung kadar kepayahanmu.” (HR. Muslim)

KAIDAH KETIGA PULUH DUA

ما كان اكثر فعلا كان اكثر فضلا

“Yang banyak pekerjaannya maka banyak keutamaannya”

Misalnya :

1. Memisahkan sholat witir itu lebih utama dibandingkan dengan disambungkan (diwasholkan) nya, karena tambahnya niat, dan takbiratul ihram serta salam.

2. Orang yang sholat sunnah sambil duduk pahalanya adalah separuh dari yang sholat sunnah dengan berdiri, begitu pula yang sholat sunnah sambil berbaring pahalanya separuh dari yang sholat sambil duduk.

3. Haji Ifrad (mendahulukan haji baru kemudian umroh) itu lebih utama dibanding Haji Qiran (haji dan umroh dilakukan bersama)

Nabi Saw bersabda :

وما أمرتُكم به فأتوا منه ما استطعتُم

“Dan pada apapun yang telah saya perintahkan padamu, lakukanlah sesuai dengan kekuatanmu (kemampuanmu)” (HR. Bukhari Muslim)

KAIDAH KETIGA PULUH TIGA

ما لا يدرك كله لا يترك كله

“Sesuatu yang tidak bisa dilakukan seluruhnya janganlah ditinggal seluruhnya”

Misalnya :

1. Barang siapa tidak mampu berbuat baik (bershodaqoh) dengan dinar, karena kemampuannya hanya dengan dirham, maka lakukanlah !

2. Barang siapa tidak mampu mengajar atau belajar dengan beberapa cabang ilmu maka janganlah ia meninggalkan seluruhnya.

3. Barang siapa yang merasa sulit melakukan sholat malam dengan 10 raka‟at maka sebaiknya laksanakanlah walau hanya 4 raka‟at.
Perumpamaan kaidah ini adalah ungkapan para ulama Fuqaha :

ما لا يدرك كله لا يترك بعضه

“Sesuatu yang tidak bisa dilakukan seluruhnya itu tidak dilakukan sebagiannya”

KAIDAH KETIGA PULUH EMPAT

الميسور لا يسقط بالمعسور

“Kemudahan itu tidak akan hilang oleh sebab kesukaran”

Misalnya :

1. Ketika seseorang terpotong ujung jari-jari tangannya, maka wajib baginya mencuci yang tersisa dalam bersuci.

2. Bagi yang hanya mampu menutupi sebagian auratnya, maka itu dibolehkan sesuai dengan kadar kemampuannya dalam menutup aurat.

3. Jika seseorang tidak mampu melakukan ruku‟ dan sujud tetapi ia masih mampu berdiri, maka berdiri dalam sholatnya itu tetaplah wajiblah baginya.

4. Barang siapa hanya memiliki setengah sha‟ (1 sha = 3 liter lebih, untuk kadar zakat fitrah), maka tetap wajib baginya untuk mengeluarkannya sebagai zakat fitrah.

5. Bagi yang hanya mampu membaca setengah dari surat al-fatihah dalam sholat, maka lakukanlah (bacalah), dan kekurangannya diganti dengan membaca surat yang lain (yang ia bisa).

6. Barang siapa memiliki 1 nishab (kadar zakat) dimana separuhnya ada pada dirinya dan yang separuhnya itu ghaib (tidak bersamanya), maka pendapat yang lebih Shahih (Qaul Ashoh) sesungguhnya wajib baginya mengeluarkan zakatnya itu dari harta yang ada pada dirinya saja.

7. „Ulama-ulama Iraq menuqil nash pendapat imam Syafi‟i yang menyatakan bahwa sesungguhnya orang yang gagu (bisu) itu wajib menggerak-gerakkan lisannya sebagai ganti dari menggerakkan lisannya dalam membaca fatihah, seperti halnya isyarat dengan ruku‟ dan sujud.

8. Bagi orang yang pada anggota tubuhnya terdapat luka yang mencegah masuknya air pada anggota tubuh itu, maka pendapat madzhab mengungkapkan tetap wajib mencuci anggota tubuh yang lain kemudian melakukan tayammum pada anggota tubuh yang luka itu.

Allah Swt. Berfirman dalam surat ali-„Imran : 104

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."
LihatTutupKomentar